inovasi musik ska keroncong oleh sir’iyailib.unnes.ac.id/35241/1/2501414176_optimized.pdfviii...
TRANSCRIPT
HALAMAN JUDU L
INOVASI MUSIK SKA KERONCONG OLEH SIR’IYAI
DALAM MELESTARIKAN MUSIK KERONCONG
DI BANDUNG
Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Sendratasik (Pendidikan Seni Musik S1)
oleh
Wildan Qurrata A’yun
2501414176
JURUSAN PENDIDIKAN SENI DRAMA, TARI DAN MUSIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
iii
iv
Dekan Fakultas Bahasa dan Seni,
Prof. Dr. Muhammad Ja
zuli, M.Hum NIP 196107041988031003
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
Hidup ini seperti sepeda. Agar tetap seimbang, kau harus terus bergerak (Albert
Einstein).
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Allah SWT atas
segala karunia-Nya, skripsi ini kupersembahkan
kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta Muhtadin dan
Nurjanah yang selalu membimbing,
memotivasi dan mendoakan sampai saat ini.
2. Keempat kakak kandungku, Kamal, Rina,
Taufiq dan Fajrah yang selalu memberikan
semangat dan motivasi.
3. Seluruh teman dan sahabat yang selalu
memberikan semangat dan motivasi.
4. Almamater tercinta Jurusan Sendratasik
Universitas Negeri Semarang.
vi
PRAKATA
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya yang telah memberikan nikmat dan hikmat sehingga penelitian
ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi dengan judul “Inovasi Musik Ska Keroncong oleh Sir’iyai dalam
Melestarikan Musik Keroncong di Bandung”, disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sendratasik, Prodi Seni Musik,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Selesainya skripsi ini tentu saja tidak lepas dari dukungan dan dorongan dari
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang,
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di
Universitas Negeri Semarang;
2. Prof. Dr. Muhammad Jazuli, M.Hum, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan ijin
penelitian kepada penulis;
3. Dr. Udi Utomo, M. Si. Ketua Jurusan Seni Drama, Tari dan Musik, Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyusun skripsi;
4. Abdul Rachman, S.Pd. M.Pd. yang telah membimbing dan memberikan
petunjuk serta saran dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran dan
ketulusan;
vii
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Seni Drama, Tari dan Musik, Fakultas Bahasa
dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
6. Ade Dian atau Sir’iyai dan seluruh personil Sir’iyai yang telah memberikan
ijin untuk penelitian kepada penulis dan membantu jalannya pengumpulan
data skripsi;
7. Grisness Culture yang telah memberikan pengalaman bermusik dan menemani
dalam penelitian di Bandung;
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu penyelesaian skripsi.
Penulis berharap semoga kebaikan bapak, ibu dan saudara sekalian yang
turut berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini mendapat imbalan pahala dari
Allah SWT. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Semarang, Mei 2019
Peneliti
viii
ABSTRAK
A’yun, Wildan Qurrata. (2019). Inovasi Musik Ska Keroncong oleh Sir’iyai
dalam Melestarikan Musik Keroncong di Bandung. Skripsi, Pendidikan Seni
Musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang. Pembimbing
Abdul Rachman, S.Pd. M.Pd.
Kata Kunci: Inovasi, Ska, Keroncong, Pelestarian
Sir’iyai merupakan salah satu band ska yang berasal dari Bandung. Mereka
adalah musisi Indonesia yang peduli terhadap musik keroncong. Musik keroncong
di Bandung kurang diminati oleh para pemuda sehingga Sir’iyai berupaya untuk
mengusung musik keroncong dengan kemasan baru agar musik keroncong dapat
dinikmati oleh semua kalangan. Permasalahan dari penelitian ini adalah
bagaimana inovasi musik ska keroncong oleh Sir’iyai dalam melestarikan musik
keroncong di Bandung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui,
mendeskripsikan dan menganalisis inovasi musik ska keroncong oleh Sir’iyai
dalam melestarikan musik keroncong di Bandung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik
pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi serta teknik
pemeriksaan keabsahan data diperiksa dengan metode triangulasi data. Teknik
analisis data dalam penelitian ini menggunkan reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sir’iyai melakukan sebuah inovasi
dari segi alat musik yang digunakan, bentuk, melodi, harmoni serta pembawaan.
Karya-karya Sir’iyai kemudian disebarluaskan melalui media sosial, sosialisasi
dan pentas. Inovasi musik ska keroncong adalah wujud dari visi Sir’iyai yaitu
“tradisi X tradisi” yang artinya adalah dua tradisi yang berbeda dan digabungkan
menjadi satu yaitu musik ska yang merupakan tradisi Jamaica dan musik
keroncong yang merupakan tradisi Indonesia. Hasil dari akulturasi kedua tradisi
musik tersebut menghasilkan musik yang baru yaitu “ska keroncong” atau
“Jamaican sound keroncong”. Dengan inovasi musik tersebut terbukti banyak
para pemuda yang menggemari Sir’iyai.
Saran dari peneliti adalah Sir’iyai lebih mengenalkan karyanya dan lebih
mengenalkan musik keroncong dengan cara membuat acara pentas yang
melibatkan musisi keroncong, membawakan lagu keroncong, dan membuat video
klip yang memperlihatkan alat musik keroncong sehingga akan lebih banyak lagi
masyarakat yang tau mengenai inovasi musik tersebut dan juga mengenal musik
keroncong.
ix
DAFTAR ISI
PENGESAHAN ..................................................................................................... iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v
PRAKATA ............................................................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7
1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................................................ 7
1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 9
2.2 Landasan Teori ............................................................................................ 19
2.2.1 Inovasi .......................................................................................................... 19
2.2.2 Musik ............................................................................................................ 24
2.2.2.1 Irama .................................................................................................... 25
2.2.2.2 Melodi ................................................................................................... 26
2.2.2.3 Harmoni ................................................................................................ 26
2.2.2.4 Ekspresi ................................................................................................ 27
2.2.3 Musik Ska ..................................................................................................... 29
2.2.4 Musik Keroncong ......................................................................................... 30
x
2.2.4.1 Bentuk ................................................................................................... 31
2.2.4.2 Harmoni ................................................................................................ 33
2.2.4.3 Ritme ................................................................................................... 35
2.2.4.4 Alat Musik Pengiring Keroncong ......................................................... 36
2.2.4.5 Pembawaan ........................................................................................... 38
2.2.5 Musik Ska Keroncong .................................................................................. 41
2.2.6 Pelestarian ................................................................................................... 42
2.2.7 Upaya Pelestarian ........................................................................................ 43
2.3. Kerangka Berpikir ....................................................................................... 48
III. METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................................. 50
3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian ..................................................................... 50
3.3 Sumber Data ................................................................................................ 51
3.4 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 51
3.4.1 Teknik Observasi ......................................................................................... 51
3.4.2 Teknik Wawancara ...................................................................................... 52
3.4.3 Teknik Dokumentasi..................................................................................... 53
3.4.4 Metode Perekaman ...................................................................................... 54
3.5 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ......................................................... 54
3.6 Teknik Analisis Data ................................................................................... 56
3.6.1 Reduksi Data ................................................................................................ 56
3.6.2 Penyajian Data............................................................................................. 57
3.6.3 Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi ............................................................... 57
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................ 58
4.1.1 Letak Geografis Kota Bandung ................................................................... 58
4.1.2 Kesenian khas Jawa Barat .......................................................................... 59
4.1.3 Taman Wisata Rukun Kopi dan Cafe 1.50 Cofee ........................................ 63
4.2 Sejarah dan Perkembangan Musik Keroncong di Bandung ........................ 65
4.3 Sejarah dan Perkembangan Musik Ska di Bandung .................................... 67
4.4 Profil Grup Band Sir’iyai............................................................................. 69
xi
4.4.1 Sejarah Terbentuknya Sir’iyai ..................................................................... 69
4.4.2 Visi dan Misi Sir’iyai ................................................................................... 71
4.4.3 Keanggotaan Sir’iyai ................................................................................... 72
4.5 Inovasi Musik Sir’iyai ................................................................................. 84
4.5.1 Alat Musik yang digunakan oleh Sir’iyai .................................................... 86
4.5.2 Lagu Industri Kopi ....................................................................................... 92
4.5.3 Bentuk .......................................................................................................... 94
4.5.4 Melodi .......................................................................................................... 95
4.5.5 Harmoni ....................................................................................................... 95
4.5.6 Pembawaan.................................................................................................. 98
4.5.6.1 Vokal .................................................................................................... 98
1.3.1.1 Cuk ................................................................................................... 100
1.3.1.2 Cak ................................................................................................... 101
1.3.1.3 Cello ................................................................................................... 102
1.3.1.4 Flute ................................................................................................... 103
4.5.6.6 Brass Section ...................................................................................... 104
4.5.6.7 Gitar ................................................................................................... 106
4.5.6.8 Bass ................................................................................................... 107
4.5.6.9 Drum ................................................................................................... 108
4.5.7 Formasi atau Tatanan Panggung Sir’iyai ................................................. 109
4.6 Inovasi Musik sebagai Pelestarian Musik Keroncong ............................... 110
4.7 Penyebarluasan .......................................................................................... 113
4.7.1 Pendokumentasian ..................................................................................... 113
4.7.2 Sosialisasi .................................................................................................. 120
4.7.3 Pentas atau Perform .................................................................................. 122
4.8 Fans dan Fans Club Sir’iyai ...................................................................... 124
V. PENUTUP
5.1 Simpulan .................................................................................................... 129
5.2 Saran .......................................................................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 132
LAMPIRAN ........................................................................................................ 137
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ................................................................................ 49
Bagan 3.1 Analisis Data Kualitatif Model Interaktif ............................................ 57
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Dasar Pola Ritme Alat Musik Keroncong ............................. 35
Gambar 2.2 Improvisasi Pola Ritme Alat Musik Keroncong ............................... 35
Gambar 4.1 Peta Kota Bandung ............................................................................ 59
Gambar 4.2 Taman Wisata Rukun Kopi dan Cafee 1.50 Cofee............................ 64
Gambar 4.3 Logo Sir’iyai ..................................................................................... 71
Gambar 4.4 Ade Dian atau Sir’iyai ....................................................................... 73
Gambar 4.5 Moh Ersyad atau Midun .................................................................... 74
Gambar 4.6 M. Syaifulloh Alghifarry atau Pongek .............................................. 75
Gambar 4.7 Ari Akbar N. ...................................................................................... 76
Gambar 4.8 Farhan Nanda Ryansyah.................................................................... 77
Gambar 4.9 Angga Giyana Putra .......................................................................... 78
Gambar 4.10 Agim Gimanjar atau Gimproy......................................................... 79
Gambar 4.11 Sani Rabbani K.A. ........................................................................... 80
Gambar 4.12 Derry Maulana Kusumah atau Angling .......................................... 81
Gambar 4.13 Iqbal Mushana Fahmyan ................................................................. 82
Gambar 4.14 Ridwan Nurdiansyah atau Buyung .................................................. 83
Gambar 4.15 Qolbun Salim Yusup atau Bubun .................................................... 84
Gambar 4.16 Cuk .................................................................................................. 87
Gambar 4.17 Cak .................................................................................................. 88
Gambar 4.18 Cello ................................................................................................ 89
Gambar 4.19 Flute ................................................................................................ 90
Gambar 4.20 Brass Section ................................................................................... 91
Gambar 4.21 Bentuk Skema Lagu Industri Kopi .................................................. 93
Gambar 4.22 Penggalan Notasi Vokal Lagu Industri Kopi .................................. 98
Gambar 4.23 Penggalan Notasi Cuk Lagu Industri Kopi ................................... 100
Gambar 4.24 Penggalan Notasi Cuk Lagu Industri Kopi ................................... 100
Gambar 4.25 Penggalan Notasi Cak Lagu Industri Kopi .................................... 101
Gambar 4.26 Penggalan Notasi Cak Lagu Industri Kopi .................................... 101
xiv
Gambar 4.27 Penggalan Notasi Cello Lagu Industri Kopi ................................. 102
Gambar 4.28 Penggalan Notasi Cello Lagu Industri Kopi ................................. 102
Gambar 4.29 Penggalan Notasi Flute Lagu Industri Kopi .................................. 103
Gambar 4.30 Penggalan Notasi Flute Lagu Industri Kopi .................................. 104
Gambar 4.31 Penggalan Notasi Brass Section Lagu Industri Kopi .................... 105
Gambar 4.32 Penggalan Notasi Gitar Lagu Industri Kopi .................................. 106
Gambar 4.33 Penggalan Notasi Bass Lagu Industri Kopi .................................. 107
Gambar 4.34 Penggalan Notasi Drum Lagu Industri Kopi ................................ 108
Gambar 4.35 Penggalan Notasi Drum Lagu Industri Kopi ................................. 108
Gambar 4.36 Tatanan Panggung atau Formasi Sir’iyai ...................................... 109
Gambar 4.37 Tatanan Panggung atau Formasi Sir’iyai ...................................... 109
Gambar 4.38 Akun Facebook Sir’iyai Music ..................................................... 113
Gambar 4.39 Akun Instagram Sir’iyai Music ..................................................... 114
Gambar 4.40 Akun Instagram Sir’iyai................................................................ 114
Gambar 4.41 Akun Youtube Sir’iyai ................................................................... 115
Gambar 4.42 Penyebarluasan Kaset Tape Melalui Instagram ............................ 116
Gambar 4.43 Album Escape from Cowboy di Spotify ........................................ 117
Gambar 4.44 Video Klip Lagu Industri Kopi ..................................................... 118
Gambar 4.45 Video Lirik Lagu Industri Kopi .................................................... 119
Gambar 4.46 Perform Sir’iyai di Gymnasium UPI ............................................ 121
Gambar 4.47 Perform Sir’iyai di Taman Wisata Rukun Kopi, Bandung ........... 122
Gambar 4.48 Perform Sir’iyai di Radio Show .................................................... 123
Gambar 4.49 Logo Crispy Crew Bandung Raya ................................................ 125
Gambar 4.50 Crispy Crew .................................................................................. 126
Gambar 4.51 Fans Sir’iyai .................................................................................. 126
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi .............. 138
Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian .................................................. 139
Lampiran 3. Surat Balasan Penelitian dari Sir’iyai ............................................. 140
Lampiran 4. Instrumen Penelitian ....................................................................... 141
Lampiran 5. Transkrip Wawancara ..................................................................... 150
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian .................................................................. 178
Lampiran 7. Biodata Peneiti ................................................................................ 182
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Musik merupakan suata hal yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan
manusia. Musik adalah seni suara yang dapat dinikmati oleh pendengarnya.
Menurut Jamalus (1988, h.1), musik merupakan bentuk suatu hasil karya seni
bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama melodi, harmoni,
bentuk dan struktur lagu dan ekspresi sebagai satu kesatuan.
Bagi pencipta musik, musik menjadi suatu luapan emosi jiwa, luapan
perasaan maupun pikiran oleh pencipta musik tersebut. Sedangkan seorang
penikmat musik mereka mendengarkan musik agar merasa lebih nyaman, rileks,
atau sebagai penyemangat dalam beraktivitas. Seperti halnya yang terjadi pada
berbagai jenis tarian, pembentukan watak manusia, pengisi waktu yang
bermanfaat, bahkan menjadi alat untuk mencapai kemajuan dan kebahagiaan
rohani pada manusia (Sanjaya, 2013, h.185). Fungsi musik pun sangat beragam
yaitu sebagai hiburan, upacara, mars, hymne, luapan hati seseorang dan terapi.
Jenis musik saat ini sangatlah banyak. Seiring perkembangan zaman, jenis
musik terus bermunculan. Di Indonesia pun sangat banyak genre musik yang ada.
Baik musik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari dalam negeri contohnya
karawitan, angklung, keroncong, campursari dan masih banyak lagi. Dari luar
negeri contohnya pop, jazz, ska, dan masih banyak lagi. Semua jenis musik
2
tersebut memiliki warna dan ciri khas maing- masing, baik dari segi bentuk
lagunya, alat musik yang dimainkan maupun pembawaan musik tersebut. Dari
beragam ciri khas musik tersebut maka setiap individu dapat memilih musik mana
yang ingin didengarkan atau disukai. Setiap individu mempunyai selera musik
yang berbeda-beda. Mereka akan menyesuaikan dengan perasaan mereka ketika
mendengarkan musik.
Keroncong adalah jenis musik asli Indonesia yang tumbuh dan berkembang
dengan baik di Indonesia (Rachman & Utomo, 2019). Musik keroncong adalah
musik yang ada sejak abad ke-16. Awalnya musik keroncong ini dibawa oleh
bangsa portugis yang datang ke Indonesia. Pada saat itu ketika bangsa Portugis
membuka hubungan perdagangan dengan Indonesia yaitu perdagangan rempah-
rempah. Awalnya musik keroncong hanya sebagai hiburan bagi para budak
Portugis yang ada di Indonesia (Ganap, 2006).
Keroncong merupakan genre musik yang sangat melekat di kalangan
masyarakat Indonesia, dan keroncong menjadi salah satu musik tradisi yang
berkembang di Indonesia. Pada perkembangannya, musik keroncong sampai saat
ini terus dilestarikan, namun sebagian penikmatnya adalah para orang tua dan
kurang dinikmati oleh kalangan muda jaman sekarang. Menurut Henry & Wijaya
(2017), keberadaan musik keroncong semakin terancam di Indonesia. Ini
dikarenakan kurangnya peminat terhadap musik keroncong tersebut, khususnya
para generasi muda bangsa.
Musik keroncong dianggap musik yang ketinggalan zaman dan musiknya
orang tua. Perkembangan musik keroncong tidak sebaik musik barat seperti pop,
3
rock maupun dangdut. Musik keroncong sering dianggap sebagai musik yang
dikonsumsi untuk kalangan orang tua saja (Rachman, 2013). Seperti yang
diungkapkan Sari (2015) yang menyatakan bahwa musik keroncong ditanggapi
beragam oleh masyarakat, ada yang menyukai dan ada juga yang kurang
menyukai. Hal ini dikarenakan pemahaman musik keroncong yang berbeda-beda
menurut zaman. Padahal musik keroncong adalah musik asli Indonesia yang wajib
dilestarikan. Grup keroncong pun sangatlah sedikit. Tidak sebanyak pop dan
genre musik lainnya. kurangnya edukasi dan grup keroncong di Indonesia
membuat keberadaan musik keroncong kurang diminati oleh masyarakat.
Khususnya para remaja dan anak- anak, mereka lebih tau lagu- lagu pop atau
genre lain. hal ini sangat memprihatinkan. Kurangnya perhatian dan antusias para
remaja terhadap musik keroncong menyebabkan tidak adanya regenerasi terhadap
musik ini. Beberapa faktor yang turut mempengaruhi mundurnya perkembangan
musik keroncong antara lain minimnya peran media, kecenderungan
perkembangan industri musik, dan hambatan dalam pengembangan kreativitas
(Darini, 2012).
Dengan fenomena tersebut, ada kumpulan anak muda yang merasa prihatin
dengan pekembangan musik keroncong saat ini. Oleh karena itu, mereka berupaya
melestarikan musik keroncong dengan kemasan baru yang dapat dinikmati oleh
semua kalangan. Menurut Henry (2017), salah satu cara agar musik keroncong
tetap bertahan yaitu dengan menggabungkan musik keroncong dengan jenis musik
lainnya. Hal tersebut dilakukan agar menarik minat pendengar maupun minat
pemain musik. Menurut Widyanta (2017), memainkan lagu keroncong dengan
4
repertoar- repertoar lagu yang hidup pada era modern ini akan menarik minat dari
para generasi muda terhadap musik keroncong.
Sir’iyai merupakan band yang berasal dari Bandung. Mereka adalah band
yang sudah cukup terkenal di Bandung khususnya di kalangan pemuda dibuktikan
dengan banyaknya fans dan fansclub dari Sir’iyai. Sir’iyai mengembangkan musik
Ska, Rocksteady yang digabungkan dengan keroncong menjadi “Jamaican sound
keroncong” untuk memberikan warna baru khususnya Jamaican sound dan
keroncong di Indonesia. Mereka adalah musisi Indonesia yang pertama kali
bergenre jamaicansound keroncong. Soemaryatmi (2012, h.27) menyatakan
bahwa perubahan suatu masyarakat merupakan keadaan yang pasti terjadi, sebagai
konsekuensi perkembangan socio cultural. Perubahan adakalanya menambah,
mengurangi, dan dapat pula untuk menyesuaikan dengan kebutuhan jamannya.
Bisa dikatakan Sir’iyai melakukan sebuah transformasi. Transformasi
memiliki arti perubahan bentuk dan secara lengkap merupakan perubahan fisik
maupun nonfisik (bentuk, rupa, sifat, fungsi, dan lain- lain). Transformasi
dimaksudkan baik perubahan yang masih menunjukkan benda asalnya maupun
perubahan yang sudah tidak memperlihatkan kesamaan dengan benda asalnya
(Parmadi, Kumbara, Wirawan, & Sugiartha, 2018, h.68).
Sir’iyai ingin memperkenalkan dan melestarikan musik tradisi khususnya
keroncong menjadi lebih masyarakat dengan metode “tradisi X tradisi” yaitu
penggabungan dua genre yang berbeda yaitu ska dan Keroncong. Mereka
membawakan musik mereka dengan cara yang unik. Musik ska yang dipadukan
dengan keroncong. Melihat musik ska di Bandung antusiasnya sangatlah bagus,
5
terutama bagi kalangan anak-anak dan remaja, maka mereka membuat sebuah
inovasi yang luar biasa dengan memasukkan unsur musik keroncong ke dalam
musik ska.
Penelitian terdahulu mengenai musik keroncong sudah pernah dilakukan oleh
beberapa peneliti, seperti artikel yang ditulis Abdul Rachman dan Udi Utomo
dengan judul “Sing Penting Keroncong”: Sebuah Inovasi Pertunjukkan Musik
Keroncong di Semarang. Artikel ini membahas tentang perkembangan musik
keroncong di Semarang yang baik dengan adanya pertunjukkan musik keroncong
secara live yang secara rutin diselenggarakan setiap seminggu sekali oleh
beberapa komunitas keroncong salah satunya adalah “Sing Penting Keroncong”
yang diselenggarakan oleh komunitas “De Waunk”. Inovasi yang dilakukan dalam
pertunjukkan “Sing Penting Keroncong” adalah dalam pementasannya
menggunakan tata panggung yang representative serta didukung dengan dekorasi,
tata cahaya, sound system yang spektakuler. Acara ini disiarkan live oleh RRI
Semarang dan live streaming via youtube. Bentuk pertunjukkan yang ditampilkan
bukan hanya keroncong pakem tetapi ada keroncong Jazz (Cong Jazz), Keroncong
Rock (Cong Rock), dan Keroncong Orkestra (Congkestra). Lagu- lagu yang
ditampilkan pun beragam. Ada lagu keroncong asli, lagu pop, dangdut, jazz, dan
juga rock. Penulis mengatakan bahwa inovasi tersebut adalah untuk
mengembangkan dan mempertahankan musik keroncong khususnya di Semarang
(Rachman & Utomo, 2018).
Penelitian lain mengenai musik keroncong adalah penelitian yang ditulis oleh
Yon Hendry dengan judul “Musik Keroncong Campur Sari dalam Pluralitas
6
Budaya Masyarakat Sawahlunto”. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa
musik keroncong campursari yang hidup di dalam masyarakat Sawahlunto sangat
berbeda dengan yang hidup di Jawa. Alat musik yang digunakan mengakomodasi
alat musik dari berbagai etnis yang hampir mewakili semua etnis masyarakat yang
hidup di Sawahlunto dan bahkan diberi penambahan dengan alat musik barat.
Munculnya Orkes Keroncong Campursari sebagai genre musik baru ini
merupakan kolaborasi yang dahsyat yang dilakukan oleh masyarakat seni di
Sawahlunto (Hendry, 2011).
Penelitian lain mengenai musik keroncong adalah penelitian yang ditulis oleh
Natan Henry dan Mahendra Wijaya dengan judul “Diskursus Pelestarian Seni
Budaya Keroncong”. Dalam penelitian menunjukkan bahwa komunitas seni
keroncong Swastika berhasil dalam melestarikan seni budaya keroncong. Salah
satu cara melestarikannya adalah dengan melestarikan seni budaya keroncong
kepada para anak muda, khususnya anggota junior komunitas seni keroncong
Swastika. Proses pelestarian menggunakan teori dari Pierre Bourdieu yaitu model
budaya, teori dari Jurger Hubermas, yaitu tindakan komunikasi dan juga
perubahan sosial. Dari hasil temuan, modal cultural yang dimiliki oleh para
anggota senior komunitas Swastika di sini diwariskan kepada para anggota junior
komunitas Swastika (Henry & Wijaya, 2017).
Penelitian-penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis karena membahas mengenai pelestarian musik keroncong. Terkait
dengan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk menjadikan Sir’iyai
sebagai obyek penelitian. Peneliti ingin mengetahui lebih dalam tentang
7
bagaimana inovasi musik dari Sir’iyai dalam melestarikan musik keroncong di
Bandung. Adapun judul yang diangkat peneliti adalah “Inovasi Musik Ska
Keroncong oleh Sir’iyai dalam Melestarikan Musik Keroncong di Bandung”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan diungkap dalam
penelitian ini adalah, bagaimanakah inovasi musik ska keroncong oleh Sir’iyai
dalam melestarikan musik keroncong di Bandung?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis inovasi musik ska
keroncong oleh Sir’iyai dalam melestarikan musik keroncong di Bandung.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai “Inovasi Musik Ska Keroncong oleh Sir’iyai dalam
Melestarikan Musik Keroncong di Bandung” diharapkan terdapat dua manfaat
yaitu, sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi untuk penelitian
selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Universitas Negeri Semarang, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah koleksi bacaan sebagai sumber acuan dalam menambah wawasan
pengetahuan mengenai musik keroncong dan musik ska.
8
2) Bagi Mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan
informasi dan pengetahuan mengenai musik keroncong dan musik ska serta
referensi untuk penelitian selanjutnya.
3) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menarik minat
masyarakat maupun musisi dalam melakukan inovasi musik untuk
melestarikan musik Indonesia.
4) Bagi Sir’iyai, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk
lebih meningkatkan karya- karyanya dan tetap melestarikan musik keroncong.
5) Bagi peneliti, penelitian ini digunakan untuk memenuhi syarat dalam rangka
menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang program studi
Pendidikan Seni Musik S1 dan menambah pengetahuan dan pengalaman
peneliti dalam melakukan penelitian serta penulisan skripsi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan kajian peneliti yang akan mengungkapkan
beberapa hasil temuan penelitian sebelumnya, yang memiliki kaitan erat dengan
penelitian yang akan dilakukan. Melalui literatur ini diharapkan dapat membantu
penulis untuk meneliti sisi lain yang belum pernah diteliti oleh penulis lain.
Berikut adalah deskripsi berbagai tulisan tersebut.
Diana Yusuf dan Septiana Alrianingrum dengan judul “Kiprah Soendari
Soekotjo dalam Kancah Musik Keroncong di Indonesia Tahun 1977-2014”,
memiliki kesimpulan bahwa usaha pelestarian musik keroncong sudah dilakukan
Sundari Soekotjo sejak usia 12 tahun dan masih terbilang muda. Sundari Soekotjo
terus mengembangkan kemampuan bermain musik keroncong melalui berbagai
cara seperti bergabung dengan HAMKRI dan dengan konsentrasi penuh
menyanyikan lagu-lagu keroncong tanpa menerima tawaran genre musik lain.
Awalnya Sundari Soekotjo membawakan musik keroncong sangat menjaga
pakem dan aturan di dalamnya, Sundari Soekotjo berpikir jika mengadakan acara
harus dengan 7 iringan alat musik keroncong dan para pengiring harus memakai
kebaya. Pada tahun 2008-an Intan Soekotjo putri Sundari Soekotjo, memberi
masukan agar Sundari Soekotjo tidak terlalu idealis dalam membawakan musik
keroncong, idealis boleh tetapi harus mengikuti zaman yang sudah modern.
10
Pada tahun 2014 Sundari Soekotjo membentuk sebuah organisasi Yakin (Yayasan
Musik Keroncong Indonesia). Dengan organisasi ini, Sundari Soekotjo mengajak
musisi genre yang lain agar ikut serta dalam melestarikan musik keroncong.
Melalui cara ini Sundari Soekotjo berharap agar bisa memadukan musik
keroncong dengan musik lain seperti pop, rock dan jazz sehingga menjadi musik
keroncong modern (Yusuf & Alrianingrum, 2016).
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
yaitu sama-sama membahas mengenai musik kerocong yang dilestarikan.
Perbedaannya adalah penulis akan membahas mengenai inovasi musik ska yang
dipadukan keroncong dalam melestarikan musik keroncong.
I Wayan Mudana dalam jurnal yang berjudul “Inovasi Bentuk Lukisan
Wayang Kamasan Sebagai Seni Kemasan Pasar”. Penelitian ini membahas
tentang bagaimanakah bentuk inovasi lukisan wayang kamasan menjadi seni
kamasan pasar dan bagaimana implikasi inovasi lukisan wayang Kamasan
menjadi seni Kamasan pasar di Klungkung Bali. Hasil penelitian menunjukkan
sebagai berikut. Pertama, Lukisan Wayang Kamasan sudah mengalami inovasi
menjadi produk-produk baru untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor-
faktor pendorong terjadinya inovasi yaitu (1) motivasi ekonomi, (2) identitas diri,
(3) kreativitas melukis (4) Globalisasi, dan (5) pariwisata. Kedua, bentuk inovasi
Lukisan Wayang Kamasan berupa produk souvenir, yaitu berupa barang dagangan
untuk didistribusikan ke pasar. Ketiga, implikasi dari inovasi Lukisan Wayang
Kamasan bersifat positif dan negatif. Sifat positif Lukisan Wayang Kamasan
dapat meningkatkan kesejahteraan, meluasnya distribusi dan konsumsi sosial,
11
munculnya pelukis perempuan dan berkembangnya industri kreatif. Sifat
negatifnya Lukisan Wayang Kamasan yang bersifat simbolik diprofanisasi
menjadi produk masa sehingga terjadi desakralisasi yang berimplikasi
melunturnya nilai- nilai tradisi lokal dan berkembangnya industri kreatif di
Klungkung Bali (Mudana, 2016).
Penelitian I Wayan Mudana relevan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis yaitu sama- sama membahas mengenai inovasi. Perbedaan penelitian
I wayan Mudana dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu, jika
penelitian I Wayan Mudana membahas tentang Inovasi bentuk lukisan wayang
kamasan sebagai seni kemasan pasar, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
membahas tentang inovasi musik ska keroncong dalam melestarikan musik
keroncong.
Muhammad Nur Setiadi dalam skripsinya yang berjudul “Bentuk Musik Ska
dan Strategi Pemasaran Karya Band Grisness Culture Melalui Media Youtube di
Semarang. Penelitian ini membahas tentang bagaimanakah bentuk musik ska dari
lagu Grisness Culture dan bagaimanakah strategi pemasaran Grisness Culture
dalam memasarkan karyanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lagu karya
band Grisness Culture adalah (1) bentuk musik dan lagu dari “Kembang Pujaan”
karya band Grisness Culture mempunyai 3 bagian yaitu A, B dan C, melodi yang
dihasilkan dari lagu kembang pujaan sering menggunakan lompatan dan loncatan
nada yang dilengkapi dengan repetisi, adanya melodi berupa repetisi ini membuat
melodi yang dihasilkan mudah dimengerti (easy listening). (2) Strategi pemasaran
yang digunakan oleh grup Grisness Culture adalah strategi internet marketing
12
dimana penggunaan internet dalam usaha pemasarannya berupa media Youtube
salah satu situs internet yang digunakan sebagai media promosi dan mengenalkan
karya grup Grisness Culture kepada masyarakat luas (Nur Setiadi, 2018).
Penelitian Muhammad Nur Setiadi relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis yaitu sama- sama membahas mengenai musik ska.
Perbedaan penelitian Muhammad Nur Setiadi dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis yaitu, jika penelitian Muhammad Nur Setiadi membahas
tentang bentuk musik ska dan strategi pemasarannya, penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis membahas tentang inovasi musik ska keroncong dalam
melestarikan musik keroncong.
Dimas Zulfikar dalam skripsinya yang berjudul “Pelestarian Musik
Keroncong oleh Komunitas Keroncong 3G di Kecamatan Comal Kabupaten
Pemalang”. Penelitian ini membahas tentang bagaimana upaya pelestarian musik
keroncong dari komunitas keroncong 3G. penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisa tentang upaya pelestarian musik
keroncong yang dilakukan oleh komunitas keroncong 3G. hasil penelitian yaitu
upaya pelestarian musik keroncong yang dilakukan komunitas keroncong 3G
adalah sebagai berikut. Pertama yaitu pada jalur pendidikan, dengan
mengupayakan musik keroncong saat ekstrakurikuler. Namun upaya tersebut
belum berjalan maksimal karena mengalami banyak hambatan. Kedua adalah
sosialisasi, sosialisasi ini dilakukan dengan cara memperkenalkan musik
keroncong kepada masyarakat luas, seperti pelaksanaan acara keroncong dan
pelaksanaan acara halal bihalal lintas komunitas se Kabupaten Pemalang. Ketiga,
13
melakukan beberapa inovasi musik keroncong. Inovasi ini dilakukan dengan cara
memodifikasi dan menambahkan alat musik lain di dalam musik keroncong.
Keempat, pendokumentasian untuk kepentingan arsip, evaluasi maupun promosi.
Kelima, proses kegiatan latihan yang dilakukan setiap dua minggu sekali pada
minggu pertama dan ketiga. Keenam, komunitas keroncong 3G melakukan
kegiatan pentas untuk memperkenalkan musik keroncong (Zulfikar, 2018).
Penelitian Dimas Zulfikar relevan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis yaitu sama-sama membahas mengenai pelestarian musik keroncong.
Perbedaan penelitian Dimas Zulfikar dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis yaitu, jika penelitian Dimas Zulfikar membahas tentang pelestarian musik
keroncong oleh komunitas keroncong 3G, penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis membahas tentang inovasi musik ska keroncong dalam melestarikan
musik keroncong.
Abdul Rachman dalam jurnal yang berjdul “Bentuk dan Analisis Musik
Keroncong Tanah Airku Karya Kelly Puspito”. Abdul Rachman menyimpulkan
bahwa musik keroncong merupakan musik asli Indonesia karena tumbuh dan
berkembang di Indonesia, namun perkembangannya tidak sebaik jenis musik barat
seperti pop, rock ataupun musik dangdut. Musik keroncong sering dianggap
sebagai musik yang dikonsumsi oleh kalangan orang tua saja karena memang
peminat musik keroncong sebagian besar adalah orang tua. Seorang komponis
keroncong asal Semarang yaitu Kelly Puspito tergugah untuk mengembangkan
musik keroncong karena melihat musik keroncong sudah mulai ditinggalkan oleh
para remaja. Kelly Puspito melakukan inovasi terhadap musik keroncong asli
14
dengan cara mengembangkan harmonisasi atau progresi akor dengan
menambahkan akor-akor yang sudah baku, melodi yang bervariasi bergerak
melangkah dan melompat, rentangan nada yang luas, ritmis bervariasi yaitu
bernilai seperempatan, seperdelapanan, hingga seperenambelasan, serta interval
nada yang cukup tajam baik naik maupun turun. Hal itu sesuai dengan
karakteristik remaja yaitu selalu ingin berinovasi, menyukai tantangan dan ingin
mencoba hal- hal yang baru (Rachman, 2013).
Penelitian Abdul Rachman relevan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis yaitu sama- sama membahas mengenai musik keroncong. Perbedaan
penelitian Abdul Rachman dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
yaitu, jika penelitian Abdul Rachman membahas tentang bentuk dan analisis
musik keroncong Tanah Airku karya Kelly Puspito, penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis membahas tentang inovasi musik ska keroncong dalam
melestarikan musik keroncong.
Wibi Ardi Alvianto dan Wagiman Joseph dalam jurnal yang berjudul
“Eksistensi Grup Musik Keroncong Gema Irama di Desa Gedongmulya
Kecamatan Lasem”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jenis musik keroncong
yang dibawakan oleh grup pensiunan pegawai negeri tersebut mendapat sambutan
positif dari warga Desa Gedongmulya, yang nampak dari antusiasme warga
sekitar lokasi grup tersebut berlatih musik keroncong, setiap kali latihan diadakan.
Para warga setempat tidak hanya ikut menyaksikan jalannya latihan, bahkan
beberapa dari mereka ikut berpartisipasi dengan menyumbangkan lagu yang
diiringi oleh grup pensiunan pegawai negeri tersebut. Setelah 8 tahun berselang,
15
grup keroncong pensiunan pegawai negeri tersebut mengalami kemunduran yang
disebabkan oleh faktor usia dari sebagian anggotanya yang telah memasuki usia
lanjut. Maka demi menjaga antusiasme warga Desa Gedongmulya terhadap
apresiasi mereka di dalam bermusik keroncong, maka sebagian kecil dari pada
anggota grup pensiunan pegawai negeri tersebut yang masih tersisa, membentuk
grup keroncong bernama: grup keroncong Gema Irama, yang digawangi oleh
Bapak Danang dan Bapak Ali Arifin, sebagai inisiator. Pada perkembangannya,
bergabunglah beberapa personil inti lainnya, yang menjadikan grup keroncong
baru tersebut menjadi lengkap. Seiring dengan semakin intensifnya latihan demi
latihan yang diadakan oleh grup keroncong Gema Irama, yang mana
menghasilkan kualitas bermusik keroncong yang semakin baik, maka undangan
demi undangan pun berdatangan untuk mengisi berbagai event penting di berbagai
lokasi yang cakupannya tidak hanya di Desa Gedongmulyo saja, tetapi juga
sampai ke tingkat Kabupaten Rembang (Alvianto & Joseph, 2012).
Penelitian Wibi Ardi Alvianto dan Wagiman Joseph relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu sama-sama membahas
mengenai musik keroncong. Perbedaan penelitian Wibi Ardi Alvianto dan
Wagiman Joseph dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu, jika
penelitian Wibi Ardi Alvianto dan Wagiman Joseph membahas tentang Eksistensi
Grup Musik Keroncong Gema Irama, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
membahas tentang inovasi musik ska keroncong dalam melestarikan musik
keroncong.
16
Wisnu Mintargo dalam artikelnya yang berjudul “Akulturasi Budaya dalam
Musik Keroncong di Indonesia”. Penelitian ini menyimpulkan bawa bangsa
Indonesia memiliki kekayaan seni musik bersistem pentatonik (Timur) dan
bersistem diatonik (Barat). Keduanya menjadi dasar utama bagi kehidupan
perkembangan seni musik di Indonesia. Musik keroncong dapat dijadikan sebagai
identitas musik bangsa Indonesia, karena memiliki kekhasan tersendiri yang tidak
dipunyai oleh jenis musik bangsa lain. Dapat disimpulkan apabila menyaksikan
seni pertunjukan orkes keroncong dalam bentuk orkes simponi, ini menunjukan
bahwa bentuk ini adalah model akulturasi yang pernah dikembangkan NIROM
Belanda dan Jos Cleber dalam orkes Cosmopolitan. Bentuk dan cara konvensional
yang dikembangkan pada orkes keroncong jenis ini seluruh anggota pemain
menggunakan notasi balok dengan sistem pengetahuan musik Barat. Hal ini
berlaku pada Orkes Studio R.R.I, pimpinan Achmad, dan Didiek S.S.S, decade
tahun 1990-1997 dalam acara musik keroncong siaran TVRI Pusat Jakarta
(Mintargo, 2017).
Penelitian Wisnu Mintargo relevan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis yaitu sama-sama membahas mengenai akulturasi budaya musik
keroncong. Perbedaan penelitian Wisnu Mintargo dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis yaitu, jika penelitian Wisnu Mintargo membahas tentang
Akulturasi Budaya dalam Musik Keroncong di Indonesia, penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis membahas tentang inovasi musik ska keroncong dalam
melestarikan musik keroncong.
17
R. Agoes Sri Widjajadi dalam artikelnya yang berjudul “Menelusuri Sarana
Penyebaran Musik Keroncong”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa keberadaan
dan keberlangsungan musik keroncong di Indonesia hingga kini masih tampak
jelas sebagai suatu genre musikal yang menjadikan tipikal musik Indonesia.
Menyimak pada tahun 1920-an musik keroncong sudah mendapat tempat di hati
masyarakat, selain itu lagu-lagu keroncong pun sudah menyebar luas dan digemari
masyarakat luas, kendatipun pada waktu itu perbendaharaan lagu-lagu keroncong
masih kurang. Dengan demikian persoalan tersebut tak lepas dari suatu proses
penyebaran-penyebaran dengan melalui berbagai sarana yang ada. Musik
keroncong yang semakin terjaga keberadaannya, berkembang pada berbagai aspek
musikal, serta meluas daya jangkaunya. Oleh karena itu ada beberapa peran sarana
penyebaran yang ditelusuri, yaitu pola penyebaran melalui: (1) lomba musik
keroncong; (2) media cetak; (3) media rekam; (4) radio dan televisi; (5) layar
lebar; (6) pementasan; (7) pertumbuhan kelompok orkes keroncong (Widjajadi,
2005).
Penelitian R. Agoes Sri Widjajadi relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis yaitu sama-sama membahas mengenai musik keroncong.
Perbedaan penelitian R. Agoes Sri Widjajadi dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis yaitu, jika penelitian R. Agoes Sri Widjajadi membahas
tentang Sarana Penyebaran Musik Keroncong, penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis membahas tentang inovasi musik ska keroncong dalam melestarikan
musik keroncong.
18
Wahyu Sigit Sasongko dalam artikel yang berjudul “Kreativitas Musik pada
Grup Kentongan Adiyasa di Kabupaten Banyumas”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kreativitas yang dilakukan oleh grup kentongan Adiyasa
terletak pada melodi awal lagu, bridge perpindahan materi lagu satu ke lagu
berikutnya, dan bagian penutup. Sementara variasi pola ritmis terdapat pada setiap
alat musik pada grup kentongan Adiyasa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
proses kreativitas grup kentongan Adiyasa sudah berjalan dengan baik. Kreativitas
musik dari grup kentongan Adiyasa ditunjukkan dari unsur musik melodi dan pola
ritmisnya (Sasongko & Rachman, 2017).
Abdul Rachman dalam jurnal artikel yang berjudul “ Bentuk Aransemen
Musik Keroncong Asli Karya Kelly Puspito dan Relevansinya bagi Remaja dalam
Mengembangkan Musik Keroncong Asli”. Dalam penelitian ini Abdul Rachman
menyimpulkan bahwa Kelly Puspito telah melakukan pengembangan terhadap
musik keroncong asli. Hal tersebut dapat dilihat dari melodi, sistem nada, interval,
harmonisasi atau progresi akornya, dan motif asimetris. Lagu keroncong asli
karya Kelly Puspito sangat relevan bagi remaja, hal itu terbukti dengan begitu
antusiasnya remaja untuk mempelajari musik keroncong asli karya Kelly Puspito.
Lagu keroncong asli karya Kelly Puspito juga banyak digunakan sebagai lagu
wajib lomba menyanyi keroncong di tingkat apapun, baik di tingkat pelajar SMP,
SMA, maupun tingkat Mahasiswa. Lagu keroncong asli karya Kelly Puspito juga
sangat disukai oleh kelompok-kelompok musik keroncong remaja di Semarang
dengan sering membawakan lagu-lagu keroncong asli karya Kelly Puspito dalam
setiap pementasannya (Rachman & Lestari, 2012).
19
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Inovasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), inovasi adalah pemasukan
atau pengenalan hal-hal baru, pembaharuan, penemuan baru yang berbeda dari
yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Inovasi dapat juga diartikan
sebagai pembaharuan terhadap berbagai sumber daya sehingga sumber daya
tersebut mempunyai manfaat yang lebih bagi manusia. Proses inovasi sangat
dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan karena kedua hal
tersebut dapat memudahkan dalam memproduksi sesuatu yang baru dan berbeda.
Ferryanto (2009, h.95) menjelaskan bahwa inovasi merupakan darah bagi
suatu institusi untuk bisa hidup berkelanjutan serta menguntungkan. Inovasi
berupa penemuan baru secara sistematis yang berawal dari empati, kemampuan
untuk melihat dunia melalui mata orang lain, dan pemanfaatan secara optimal
kemajuan teknologi yang ada.
Sistem inovasi dipahami sebagai kesatuan terintegrasi elemen- elemen yang
membangun sebuah ranah kreativitas, susunan, tatanan dan interelasi di antara
semuanya, untuk memproduksi ide kreatif dan produk inovatif (Piliang &
Darmawan, 2014, h.290). Sebagai aktivitas kreatif, seni tidak hanya ungkapan
individu, tetapi panggung sosial tempat dibangunnya pengalaman estetik bersama
(Munaf, Piliang, & Purnomo, 2016). Menurut Hadiyati (2011, h.11) inovasi
adalah sesuatu yang berkenaan dengan barang, jasa atau ide yang dirasakan baru
oleh seseorang, meskipun ide tersebut telah lama ada tetapi ini dapat dikatakan
suatu inovasi bagi orang yang baru melihat atau merasakannya.
20
“…..Innovation is an idea, practice or object that is considered new by
the individual one adoption unit. Innovation is an activity that covers the
whole process of creating and offering good services or goods that are
new, better or cheaper than those previously available. By referring to
the above meanings, an innovation cannot develop under the status
quo.…”
Menurut Rogers (2003, h.12) inovasi adalah sebuah ide, praktek atau objek
yang dianggap baru oeleh individu satu unit adopsi lainnya. Inovasi adalah
kegiatan yang meliputi seluruh proses menciptakan dan menawarkan jasa atau
barang baik yang sifatnya baru, lebih baik atau lebih murah dibandingkan dengan
yang tersedia sebelumnya. Dengan merujuk pada pengertian-pengertian di atas,
maka sebuah inovasi tidak akan bisa berkembang dalam kondisi status quo.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa inovasi mempunyai atribut:
1) Relative Advantage atau keuntungan Relatif
Sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan dan nilai lebih dibandingkan
dengan inovasi sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai kebaruan yang melekat dalam
inovasi yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.
2) Compatibility atau kesesuaian
Inovasi juga sebaiknya mempunyai sifat kompatibel atau kesesuaian dengan
inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan agar inovasi yang lama tidak serta
merta dibuang begitu saja, selain karena alasan faktor biaya yang tidak sedikit,
namun juga inovasi yang lama menjadi bagian dari proses transisi ke inovasi
terbaru. Selain itu juga dapat memudahkan proses adaptasi dan proses
pembelajaran terhadap inovasi itu secara lebih cepat.
21
3) Complexity atau kerumitan
Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi mempunyai tingkat kerumitan yang
boleh jadi lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Namun
demikian, karena sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih baik,
maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah penting.
4) Riability atau kemungkinan dicoba
Inovasi hanya bisa diterima apabila telah teruji dan terbukti mempunyai
keuntungan atau nilai lebih dibandingkan dengan inovasi yang lama. Sehingga
sebuah produk inovasi harus melewati fase “uji publik”, dimana setiap orang atau
pihak mempunyai kesempatan untuk menguji kualitas dari sebuah inovasi.
5) Oservability atau kemudahan diamati
Sebuah inovasi harus juga dapat diamati, dari segi mana ia bekerja dan
menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
Dengan atribut seperti itu, maka inovasi merupakan cara baru menggantikan
cara lama dalam mengerjakan atau memproduksi sesuatu. Menurut Stephen
Robbins (1994), inovasi adalah suatu gagasan baru yang diterapkan untuk
memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa. Inovasi adalah
pengembangan dan implementasi gagasan-gagasan baru oleh orang dimana dalam
jangka waktu tertentu melakukan transaksi-transaksi dengan orang lain dalam
suatu tatanan organisasi (Andrew & Ven, 2017). Pendapat lain dikemukakan
Urabe dkk. (2008), menyatakan bahwa Inovasi merupakan kegiatan satu kali
pukul (one time phenomenon), melainkan suatu proses yang panjang dan
22
kumulatif yang meliputi banyak proses pengambilan keputusan oleh organisasi
dari mulai penemuan gagasan sampai implementasinya di pasar.
Michael West dan Farr (1990) yang dikutip king dan Anderson (2002, h.2)
mencirikan inovasi sebagai berikut: (1) Inovasi adalah suatu produk, proses atau
prosedur yang nyata di dalam organisasi; (2) Inovasi haruslah baru bagi latar
sosial tertentu di mana inovasi itu diperkenalkan; (3) Inovasi haruslah bersifat
intensional ketimbang aksidental; (4) Inovasi bukan suatu perubahan rutin; (5)
Inovasi harus bertujuan untuk menghasilkan manfaat bagi organisasi, individu
atau masyarakat yang lebih luas; (6) Inovasi haruslah memiliki efek terhadap
publik.
Menurut Hesselbein & Johnston penerjemah Michael Elwin Setiadi (2002),
ada tiga cara untuk menciptakan proses inovasi. Yang pertama adalah memulai
percakapan baru. Ide baru tidak mengikuti susunan organisasi. Perusahaan yang
serius akan inovasi harus menghancurkan “monopoli strategi” yang menghalangi
jajaran eksekutif dari ide baru yang muncul. Perusahaan yang berpikir inovasi
memunculkan percakapan baru dengan mengumpulkan para eksekutif dan
pegawai dari berbagai lapisan dan tingkatan untuk mempertanyakan peraturan
perusahaan dan mencari cara baru dalam melakukan bisnis. Yang ke dua adalah
mencari perspektif baru. Mencari sudut pandang baru dan melihat kesempatan
baru bermunculan. Yang ke tiga adalah keluarkan semangat baru. Selain dari
kepala, inovasi datang dari hati. Perusahaan yang tidak takut berinovasi
mengikutsertakan pegawai dengan cara dan metode yang berbeda. Ketika orang-
orang menjadi bagian dari tujuan dan bukan hanya penggerak, IQ (innovation
23
quotient) mereka akan melonjak. Harris (2010) mengatakan bahwa dalam inovasi
dapat diciptakan nilai tambah. Oleh karenanya sebagian definisi dan inovasi
meliputi pengembangan dan implementasi sesuatu yang baru sedangkan istilah
“baru” bukan berarti original tetapi lebih ke newness (kebaruan). Inovasi adalah
mengkreasikan dan mengimplementasikan sesuatu menjadi satu kombinasi.
Pengertian perilaku inovatif adalah semua perilaku individu yang diarahkan
untuk menghasilkan, memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal baru yang
bermanfaat (Harris, 2010). Inovasi adalah implementasi yang berhasil dari ide-ide
kreatif. Menurut (Harris, 2010), terdapat dua dimensi yang mendasari perilaku
inovatif yaitu kreativitas dan pengambilan risiko bahwa semua inovasi diawali
dari ide yang kreatif. Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide
baru yang terdiri dari tiga aspek yaitu keahlian, kemampuan berpikir fleksibel,
imajinatif dan motivasi internal. Dalam proses inovasi, individu mempunyai ide-
ide baru berdasarkan proses berpikir imajinatif dan didukung oleh motivasi
internal yang tinggi. Inovasi yang berasal dari bahasa latin innovane yang berarti
“untuk membuat sesuatu yang baru”, dapat didefinisikan sebagai suatu proses
untuk merubah kesempatan menjadi ide-ide baru dan menjadikannya dapat
digunakan dalam praktik secara luas. Dari definisi ini dapat dipertegas bahwa
inovasi lebih dari sekedar mendapatkan ide-ide bagus, namun merupakan proses
untuk mengembangkan ide-ide tersebut menjadi penggunaan dalam praktik.
Inovasi dapat pula berarti kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam
rangka memecahkan persoalan-persoalan dan peluang untuk meningkatkan dan
memperkaya kehidupan (inovation is the ability to apply creative solutions to
24
those problems and opportunities to enhance or to enrich people’s live).
Kreativitas adalah thinking new things (berpikir sesuatu yang baru) dan inovasi
adalah doing new things (melakukan sesuatu yang baru). Dapat dikatakan inovasi
merupakan aplikasi praktis dari kreativitas.
Dari berbagai pendapat ahli di atats, jika inovasi dikaitkan dengan musik,
maka inovasi musik merupakan ide atau pengenalan hal-hal baru serta
pengembangan ide-ide yang kreatif melalui unsur musiknya maupun
pembawaannya untuk menghasilkan sebuah aransemen, penemuan musik atau
genre musik baru yang berbeda dari sebelumnya. Inovasi musik berarti
menghasilkan, memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal baru yang ada pada
musik tersebut.
2.2.2 Musik
Menurut Martopo (2013, h.135) kata “musik” yang berasal dari mitologi
Yunani perlu dijelaskan sebagai kata bentukan dari kata bahasa Inggris: music=
muse + ic, sesuatu yang bersifat muse atau seni para muse (the art of the Muses).
Konon Muses adalah sebutan jamak dari para muse ialah para dewi nyanyian,
musik, tarian, dan ilmu pengetahuan yang berjumlah Sembilan, anak-anak dewa
Zeus (god) dan dewi Mnemosyne (memori). Menurut Jamalus, (1988, h.1), musik
merupakan bentuk suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi
musik yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-
unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk dan struktur lagu dan ekspresi
sebagai satu kesatuan. Seperti yang dikatakan Tarwiyah (2010), musik ialah
25
ungkapan rasa indah manusia dalam bentuk suatu konsep pemikiran yang bulat,
dalam wujud nada-nada atau bunyi lainnya yang mengandung ritme dan harmoni.
Bagi pencipta musik, musik menjadi suatu luapan emosi jiwa, luapan
perasaan maupun pikiran oleh pencipta musik tersebut. Sedangkan seorang
penikmat musik, mereka mendengarkan musik agar merasa lebih nyaman, rileks,
atau sebagai penyemangat dalam beraktivitas seperti halnya yang terjadi pada
berbagai jenis tarian, pembentukan watak manusia, pengisi waktu yang
bermanfaat, bahkan menjadi alat untuk mencapai kemajuan dan kebahagiaan
rohani pada manusia
Sedangkan seni musik adalah suatu tiruan seluk beluk hati dengan
menggunakan melodi dan irama (Sanjaya, 2013, h.185). Seni musik merupakan
hasil ciptaan manusia. Bermula dengan ciptaan bunyi- bunyian mulut, penggunaan
anggota badan seperti tangan dan kaki dalam menghasilkan bunyi-bunyian
(Abdullah, Bakar, & Annuar, 2013). Musik di masa lalu bukan hal yang
menyenangkan, tetapi tumbuh, berkembang dan berubah dengan keadaan yang
berubah (Stubington, 1987). Musik memiliki beberapa unsur yaitu irama, melodi,
harmoni, dan ekspresi.
2.2.2.1 Irama
Menurut Jamalus (1988, h.7) Irama adalah urutan rangkaian gerak yang
menjadi kesatuan unsur dalam musik dan tari. Irama dalam musik terbentuk dari
sekelompok bunyi dengan berbagai macam panjang dan pendeknya ketukan,
kemudian membentuk pola irama menurut pola ayunan birama. Soeharto (1992,
h.71) menyatakan bahwa irama dalam musik terbentuk oleh bunyi dan diam,
26
dengan bermacam- macam lama panjang atau pendeknya, membentuk pola irama,
bergerak menurut pulsa dan ayunan irama. Irama dapat dirasakan dan didengar.
Jadi irama adalah suatu urutan rangkaian gerak yang teratur yang membuat lagu
menjadi lebih baik untuk didengarkan dan dirasakan.
2.2.2.2 Melodi
Melodi adalah unsur musik yang juga pertama digunakan oleh orang-orang
primitif dalam berkata-kata dengan mengolah tinggi rendah suaranya dalam
berbagai pola (Martopo, 2013, h.135). Menurut Jamalus (1988, h.7) melodi adalah
susunan rangkaian nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar berurutan
serta berirama dan mengungkapkan suatu pkiran dan perasaan. Menurut Soeharto
(1992, h.1), melodi adalah rangkaian dari beberapa atau sejumlah nada yang
berbunyi atau dibunyikan secara berurutan. Menurut Ratner (1977, h.29), melodi
adalah suatu garis dari berbagai nada. Melodi dapat bergerak naik dan turun serta
dapat juga tetap di tempatnya untuk waktu yang lama maupun singkat dalam suatu
nada, melodi juga memiliki wilayah nada yang luas dan juga ada yang sempit.
Dari berbagai pengertian para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa melodi
adalah susunan rangkaian nada yang dibunyikan secara teratur dan memiliki
wilayah nada yang luas.
2.2.2.3 Harmoni
Menurut Jamalus (1988, h.38) harmoni atau paduan nada adalah bunyi
gabungan dua nada atau lebih, yang berbeda tinggi rendahnya dan dibunyikan
secara serentak. Trinada adalah dasar dari paduan nada tersebut. Paduan nada
tersebut merupakan gabungan tiga nada yang terdiri atas satuan nada dasar akor,
27
nada terts dan nada kwintnya. Kodijat (1986, h.32) menyatakan bahwa harmoni
adalah selaras, sepadan, bunyi serentak menurut harmoni, yaitu pengetahuan
tentang hubungan nada-nada dalam akor, serta hubungan antara masing-masing
akor. Miller (2001, h.48) mengatakan bahwa harmoni adalah elemen musik yang
didasarkan atas penggabungan secara simultan dari nada-nada, sebagaimana
dibedakan oleh rangkaian nada-nada dari melodi. Melodi merupakan sebuah
konsep horizontal, sedangkan harmoni adalah konsep vertikal.
Dari berbagai macam pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa harmoni
merupakan cabang ilmu pengetahuan musik yang membahas tentang paduan
nada-nada lebih dari satu yang biasanya terdapat penggabungan nada yang
membentuk susunan akor yang memiliki keindahan.
2.2.2.4 Ekspresi
Menurut Jamalus (1988, h.38), ekspresi dalam musik ialah ungkapan
pemikiran dan perasaan yang mencakup semua suasana dari tempo, dinamika dan
warna nada dari unsur-unsur pokok musik, dalam penyampaiannya yang
diwujudkan oleh pemain musik atau penyanyi yang kemudian disampaikan
kepada pendengarnya. Unsur ekspresi tersebut meliputi:
1) Tempo
Menurut Soeharto (1992, h.56), tempo adalah kecepatan lagu yang dituliskan
berupa kata-kata dan berlaku untuk seluruh lagu dan istilah itu ditulis pada awal
penulisan lagu atau partitur sebuah lagu. Fungsi dari tempo dimaksudkan untuk
mempermudah pemain musik atau penyanyi dalam memainkan atau menyanyikan
sebuah lagu yang ada. Menutut Miller (penerjemah Bramantyo, 2001, h.4), tempo
28
adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Italy yang secara harfiah berarti
waktu, di dalam musik menunjukkan pada kecepatan.
Dari berbagai macam pendapat para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa
tempo adalah kecepatan sebuah lagu atau musik yang ditulis di bagian awal
partitur lagu yang berfungsi untuk mempermudah seorang pemain musik atau
penyanyi dalam menyanyikan sebuah lagu.
2) Dinamika
Menurut Soeharto (1992, h.30), dinamika adalah suatu kekuatan bunyi dan
tanda dinamik adalah tanda untuk menyatakan kuat lemahnya penyajian sebuah
bunyi. Dinamika mempunyai peranan yang besar dalam menciptakan suasana
musik atau ketegangan yang dihasilkan musik tersebut, karena dengan dinamika
sebuah lagu atau karya musik dapat menambah keindahannya. Pada dasarnya
semakin keras suatu musik, maka semakin kuat tegangan yang dihasilkan begitu
pula sebaliknya, semakin lembut musik yang didengar, semakin lembut pula
ketegangannya (Miller penerjemah Bramantyo, 2001, h.81). Sedangkan menurut
Jamalus (1988, h.90) dinamika adalah tanda yang fungsinya untuk menyatakan
besar kecilnya, atau keras lunaknya dan perubahan-perubahan keras lunak dari
nada atau suara itu.
Dari berbagai pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
dinamik adalah keras lembutnya suara untuk menciptakan suasana musik agar
musik terlihat lebih indah yang dilambangkan dengan tanda dinamik.
29
2.2.3 Musik Ska
Musik ska adalah genre musik yang berasal dari Jamaika pada akhir 1950-
an, dan merupakan pendahulu rocksteady dan reggae. Musik ska adalah musik
hasil dari pleburan beberapa genre yaitu Jazz Calypso, Mento, R&B dan Boogie
Woogie. Ska telah menjadi genre musik yang ditandai oleh akulturasi fisik dan
budaya keterbukaan untuk meminjam dari luar asalnya. Sejarah ska berjalan
melintas batas-batas negara dan berintegrasi dengan gaya musik lainnya,
menjadikan salah satu bentuk musik yang popular pasca perang (Traber, 2013).
Pada awal 1960-an, ska adalah genre musik yang dominan di Jamaika dan popular
di kalangan para masyarakat di Britania Raya. Musik ini kemudian populer di
kalangan Skinhead. Sejarah Ska umumnya dibagi menjadi tiga periode: Ska asli
Jamaika dari tahun 1960-an (gelombang pertama), kebangkitan Ska 2 Tone
Inggris pada akhir 1970-an (gelombang kedua), dan gerakan Ska gelombang
ketiga yang dimulai pada 1980-an, dan meraih kepopuleran di Amerika Serikat
pada tahun 1990-an (Traber, 2013).
Rocksteady merupakan salah satu genre musik yang berasal dari Jamaika.
Jenis musik ini berawal dari ska yang dibuat lebih halus tapi tidak seperti reggae
yang pelan dan santai. Reggae adalah penerus jenis musik rocksteady. Nama
rocksteady ini muncul dari lagu Alton Ellis "Rock Steady". Genre musik ini
muncul ketika warga-warga desa di Jamaika berhijrah dari daerah pedesaan dan
masuk ke kota-kota. Di Ghetto di kota-kota seperti misalkan Kingston, para
pemuda menyanyikan lagu-lagu dengan irama rocksteady (Traber, 2013).
30
2.2.4 Musik Keroncong
Di antara berbagai musik di Indonesia, musik keroncong merupakan salah
satu jenis musik yang digemari, terutama di kalangan oang- orang tua di masa
sekarang. Di dalam perkembangan dan sejarah musik kerocong banyak pendapat
yang bermunculan yang menyatakan bahwa musik keroncong diawali dan
diperkenalkan di abad ke-16. Pada saat itu ketika bangsa Portugis membuka
hubungan perdagangan dengan Indonesia yaitu perdagangan rempah-rempah serta
memonopoli perdagangan lokal. Bangsa Portugis bertempat di daerah pesisir-
pesisir kota di berbagai pulau termasuk Jakarta (Ganap, 2006). Dalam
perkembangannya musik keroncong baru dilakukan pada awal abad ke-20, ketika
itu musik dan lagu-lagu keroncong dimainkan tanpa menggunakan partitur dan
hanya mengandalkan improvisasi saja (Prakosa & Haryono, 2012). Musik
keroncong lahir dari musik jenis hiburan meliputi stambul gambang, gambus,
joget dan langgam. Suatu bentuk permainan ansambel yang dinamis karena dapat
dipentaskan sambil berjalan seperti musik troubadour di Perancis (Martopo,
2003).
Keroncong adalah suatu bagian dari seni musik seperti halnya cabang-
cabang seni musik yang lain, misalnya: musik gamelan, musik angklung, musik
klasik, musik jazz atau bentuk-bentuk musik yang lain (Budiman, 1979, h.1).
Menurut Ganap (2011), secara musikologis keroncong termasuk dalam kategori
musik popular karena tumbuh dan berkembang pada masa sekarang.
Orkes keroncong adalah orkes yang memainkan lagu-lagu keroncong, dan
pada masa-masa sekarang ini biasanya terdiri dari kurang lebih tujuh orang
31
pemain musik, mereka bergabung menjadi satu kelompok untuk memainkan alat-
alat musik, antara lain : (1) Keroncong (ukulele); (2) Keroncong cak (banyo); (3)
Cello; (4) Gitar Melodi; (5) Bass; (6) Flute (Seruling); (7) Biola. Sebagai
ketentuan sebagai orkes keroncong apabila ada orkes yang tidak atau tanpa
menggunakan alat musik yang namanya keroncong (ukulele), itu bukan orkes
keroncong (Budiman, 1979, h.1-2). Pernyataan Budiman memberikan pemahaman
bahwa musik keroncong dikatakan sebagai keroncong apabila dalam susunan
pemainnya terdapat alat musik keroncong (ukulele). Karena menurut beliau
ukulele adalah nyawa atau dasar dari musik keroncong tersebut.
Menurut Harmunah (1987, h.16) ciri-ciri musik keroncong meliputi bentuk,
harmoni, ritme, alat keroncong dan pembawaan.
2.2.4.1 Bentuk
Pada perkembangan musik keroncong muncul beberapa jenis atau bentuk
musik keroncong, antara lain keroncong asli, langgam, stambul serta lagu ekstra.
1) Keroncong Asli
Bentuk musik keroncong asli mempunyai jumlah birama 28 tanpa intro dan
coda. Keroncong asli mempunyai sukat 4/4 dengan bentuk kalimat A-B-C dan
dinyanyikan dua kali. A merupakan bagian angkatan (permulaan), B merupakan
bagian ole-ole atau refrain (tengah) dan C merupakan senggaan (akhir).
Keroncong asli selalu ada intro dan coda. Intro merupakan improvisasi tentang
akor I dan V, yang diakhiri dengan akor I dan ditutup dengan kadens lengkap
yang disebut juga dengan istilah “overgang” atau lintas akor yaitu I – IV – V - I.
Sedangkan coda juga berupa kadens lengkap. Pada tengah lagu ada interlude,
32
yang disebut juga dengan istilah “middle spell” atau “senggaan”, yaitu pada
birama ke sembilan dan ke sepuluh. Contoh lagu keroncong asli adalah Kr.
Sapulidi, Kr. Kemayoran dan lain-lain.
2) Langgam
Bentuk musik keroncong langgam mempunyai jumlah birama 32 birama
tanpa intro dan coda. Keroncong langgam mempnyai sukat 4/4 dengan bentuk
kalimat A-A-B-A. Lagu biasanya dibawakan dua kali, ulangan kedua bagian
kalimat A-A dibawakan secara instrumental, vokal baru masuk pada bagian
kalimat B, dan dilanjutkan A. Intro biasanya diambilkan empat birama terakhir
dari lagu langgam tersebut, sedangkan coda berupa kadens lengkap. Contoh lagu
keroncong langgam adalah Lgm. Rangkaian Melati, Lgm. Pagi Hari dan lain-lain.
3) Stambul I
Bentuk musik keroncong stambul I mempunyai Jumlah birama 16 birama
dengan sukat 4/4 serta bentuk kalimat A-B. keroncong stambul I bersyair secara
improvisatoris. Intro merupakan improvisasi dengan peralihan dari akor tonika ke
akor sub-dominan. Jenis stambul I sering berbentuk musik dan vokal saling
bersatuan, yaitu dua birama instrumental dan dua birama berikutnya diisi oleh
vokal, demikian seterusnya sampai lagu berakhir. Contoh lagu stambul I adalah
Stb. I Jampang, Stb. I Terang Bulan dan lain-lain.
4) Stambul II
Bentuk musik keroncong stambul II mempunyai jumlah birama dua kali 16
birama. Sukat 4/4 dengan bentuk kalimat A-B. Keroncong stambul II bersyair
secara improvisatoris. Intro merupakan improvisasi dengan peralihan dari akor
33
tonika ke akor sub-dominan, sering berupa vokal yang dinyanyikan secara
recitative, dengan peralihan dari akor I ke akor IV, tanpa iringan. Contoh lagu
stambul II adalah Stb. II Ukir-ukir.
5) Lagu ekstra/khusus
Bentuk musik keroncong lagu ekstra/khusus berbeda dari ketiga jenis
keroncong lainnya. Lagu ekstra lebih bersifat merayu, riang gembira dan jenaka.
Jenis musik ini sangat terpengaruh oleh bentuk lagu-lagu tradisional. Contoh lagu
keroncong ekstra adalah Jali-jali.
2.2.4.2 Harmoni
1) Keroncong Asli
Dalam tangga nada mayor ciri-ciri umum harmonisasinya adalah tetap, yaitu
membentuk kadens lengkap I – IV – V – I, dan modulasi II - V, dan hampir selalu
setelah modulasi ke dominan dilanjutkan dengan akor IV.
Skema harmonisasi (chord progression) keroncong asli sebagai berikut:
Introduksi
I - - - I - - - V - - - V - - -
II - - - II - - - V - - - V - - -
V - - - V - - - IV - - - IV - - -
IV - - - IV- V- I - - - I - - -
V - - - V - - - I - - - IV- V-
I - - - IV- V- I - - - I - - -
V - - - V - - - I - - - I - - - Coda.
34
2) Langgam
Dalam tangga nada mayor, dan tangga nada yang diarahkan dari musik
daerah, ciri-ciri harmonisasinya hampir sama dengan jenis keroncong asli, yaitu
membentuk kadens lengkap I – IV – V – I, dan modulasi II – V atau ii – V.
Skema dari harmonisasinya adalah sebagai berikut:
Introduksi
I - - - IV- V- I - - - I - - -
V - - - V - - - I - - - I - - -
I - - - IV- V- I - - - I - - -
V - - - V - - - I - - - I - - -
IV - - - IV - - - I - - - I - - -
II - - - II - - - V - - - V - - -
I - - - IV- V- I - - - I - - -
V - - - V - - - I - - - I - - - Coda.
3) Stambul
Dalam tangga nada mayor, ciri-ciri harmonisasinya adalah membentuk
kadens lengkap yaitu I – IV – V – I. Untuk introduksi adalah akor I dengan
peralihan ke akor IV.
Skema harmonisasi dari stambul I adalah sebagai berikut:
Introduksi
IV - - - IV - - - I - - - I - - -
V - - - V - - - I - - - I - - -
IV - - - IV - - - I - - - I - - -
V - - - V - - - I - - - I - - - Coda.
35
Skema harmonisasi dari stambul II adalah sebagai berikut:
Introduksi
IV - - - IV - - - IV - - - IV- V-
I - - - IV- V- I - - - I - - -
V - - - V - - - V - - - V - - -
I - - - IV- V- I - - - I - - -
Diulang dua kali kemudian Coda.
2.2.4.3 Ritme
Menurut Harmunah (1987, h.20), di dalam musik keroncong, jenis alat
musik yang berperan sebagai pengiring dan pemegang ritmis adalah alat-alat
musik ukulele, banyo, cello dan bass.
Skema pola ritme alat musik keroncong:
Skema tersebut merupakan skema dasar, dapat diganti atau diimprovisasi,
misalnya seperti berikut:
Gambar 2.1 Skema Dasar Pola Ritme Alat Musik Keroncong
(Sumber: Buku Harmunah 1987, h.20)
Gambar 2.2 Improvisasi Pola Ritme Alat Musik Keroncong
(Sumber: Buku Harmunah 1987, h.20)
36
2.2.4.4 Alat Musik Pengiring Keroncong
Alat musik keroncong asli yang dipakai sebagai ukuran adalah tujuh
macam, yaitu: biola, flute (seruling), gitar, ukulele, banyo (cak, atau cak tenor),
cello, bass. Jadi apabila sudah ada ketujuh macam alat musik keroncong ini, maka
permainan musik keroncong sudah dapat dikatakan lengkap. Untuk peranan
masing-masing alat sebagai pemegang melodi adalah biola dan flute (seruling).
Sebagai pengiring adalah gitar, ukulele, banyo, cello, dan bass.
Berikut adalah fungsi dari setiap alat musik keroncong beserta stemnya:
1) Biola
Biola termasuk warga instrumen tali gesek, yang badannya terdiri dari leher
dan almari nada. Leher Biola tersusun atas kurukul (krul), almari sekrup dan
papan (toets). Almari nada atau corpus terdiri dari daun muka, daun belakang, tepi
atas, tengah, dan bawah. Jadi terdiri atas tiga lapisan. Biola berfungsi sebagai
pemegang melodi dan sebagai kontrapunk dari vokal dengan imitasi-imitasinya.
Biola ini bertali empat, dengan stem nada: g – d’ – a ’– e’’.
2) Flute (seruling)
Flute termasuk instrumen tiup kayu, yang mempunyai ambitus nada c’ sampai
dengan c’’’’. Fungsi alat ini sebagai pemegang melodi seperti alat Biola, dan
mengisi kekosongan selain untuk intro dan coda. Seruling ini ada yang terbuat
dari kayu, bambu, maupun logam.
3) Gitar
Alat ini termasuk instrumen petik (keluarga instrumen tali), jadi agak berbeda
dengan biola yang termasuk instrumen gesek. Fungsi alat ini sebagai pengiring,
37
tetapi dapat pula sebagai pembawa melodi. Gitar ini bertali enam, dengan stem
nada: E – A – d – g – b – e’. Tali atau senar terbuat dari bahan logam.
4) Ukulele
Alat ini termasuk instrumen tali petik, dan berfungsi sebagai pemegang ritmis,
bertali empat dengan stem nada g’’ – c’’ – e’’ – a’’, yang disebut Ukulele stem A.
Tetapi ada pula yang bertali tiga dengan stem nada g’’ – b’ – e’’, yang selanjutnya
disebut ukulele stem E. Tali/senar terbuat dari bahan nilon.
5) Banyo
Alat banyo ini dalam keroncong sering disebut dengan nama cak atau cak
tenor. Sama dengan alat ukulele, termasuk keluarga instrumen tali petik, dan
dalam musik keroncong berfungsi sebagai pemegang ritmis pula. Alat ini bertali
tiga, dengan stem nada g’’ – b’ – e’’ atau g’ – b’ – e’’, yang selanjutnya disebut
banyo stem E, sedangkan banyo B, dengan stem nada d’’ – fis’ – b’.
6) Cello
Cello merupakan alat musik sekeluarga dengan biola, hanya bentuknya lebih
besar. Alat ini berfungsi sebagai pemegang ritmis, bertali tiga dengan stem nada C
– G – d, ada pula yang mempergunakan stem D – G – d, dengan maksud
mempermudah permainan atau cara bermain. Tali mempergunakan bahan dari
nilon atau dari kulit sapi yang disebut “jangat”. Cello ini dimainkan dengan cara
dipetik, jadi bukan digesek biarpun alat ini termasuk alat gesek. Biasanya dipetik
secara pizzicato dengan jari telunjuk dan ibu jari.
38
7) Bass
Bass atau Contrabass termasuk juga keluarga instrumen tali dan mempunyai
leher yang lebih pendek dari pada biola atau cello. Tepi-tepinya lebih besar dan
nampak tidak menonjol bila dilihat dari belakang. Bass berfungsi sebagai
pengendali ritmis, bertali empat dengan stem nada E – A – D – G, dan ada pula
yang hanya mempergunakan tiga tali dengan stem nada A – D – G. Tali terbuat
dari bahan nilon ataupun jangat (kulit sapi).
2.2.4.5 Pembawaan
1) Biola
Pada umumnya permainan biola disengaja dengan intonasi yang kurang
murni. Pada saat sebuah nada (panjang) dibunyikan, sengaja diambil nada yang
sedikit lebih rendah, kemudian dinaikkan ke atas dengan glissando. Dengan
demikian biola menirukan pembawaan vokal yang mempergunakan teknik yang
sama, yaitu portamento. Lagu yang dimainkan biola umumnya merupakan imitasi
dari lagu vokal dengan banyak improvisasi serta introduksi dan coda.
2) Flute
Pembawaan dari alat tiup flute pada umumnya banyak membunyikan deretan
interval dengan tekanan pada nada bawah sedangkan nada atas diperpendek
(staccato), atau sebaliknya. Juga nada-nada glissando. Selain itu juga introduksi
dan coda.
3) Gitar
Pembawaan dari alat ini mengikuti tangga nada dan lompatan sedikit naik atau
turun, artinya lebih kurang diatonis. Dan merupakan uraian dari akor yang sedang
39
dibawakan dengan nilai nada 1/8 atau 1/16 untuk ritmenya, dan mempergunakan
harga nada 1/32 untuk pembawaan ritme yang rangkap. Jangkauan nadanya tidak
hanya pada suara tengah saja, tetapi bergerak ke atas maupun ke bawah. Pada
permainan dengan nada 1/8, sering terjadi permainan singkup atau triol.
4) Ukulele
Pembawaan dari alat ini dipetik secara arpeggio atau menurut istilah dalam
teknik permainan gitar disebut “rasgueado” (Spanyol), dengan alat plecktrum.
Pada tahun 1958 dikembangkan dengan cara permainannya oleh Bapak
Abdulrazak, seorang pemain keroncong dari Orkes Studio RRI Surakarta, dari
permainan rasgueado menjadi petikan repetisi pada satu senar berdasarkan akor
yang dibawakan. Rasgueado dimainkan pada pukulan tertentu yaitu pukulan
pertama dan ketiga. Iramanya tenang dan ajeg, dengan sedikit kebebasan
perkembangan akor.
5) Banyo
Pembawaan alat ini sebagai pengisi antara pukulan ritmis dari ukulele, jadi
pada pukulan singkup. Akor yang dimainkan mungkin merupakan suatu petikan
rasgueado dalam setiap pukulannya. Sering alat ini hanya memperguunakan satu
senar saja, yang dipetik satu-satu dengan maksud untuk mengimbangi pukulan
ukulele yang dimainkan secara rasgueado.
6) Cello
Pembawaan dari cello menirukan suara pukulan kendang batangan, dan
mengisi kekosongan di antara pukulan ritmis dari alat bass. Untuk irama
40
keroncong, alat ini tidak pernah digesek, tetapi dipetik secara pizzicato. Cello
memainkan uraian nada dari akor yang sedang dibawakan.
7) Bass
Alat ini membawakannya secara dipetik, dan memainkan nada bass dan
contra-nya dari akor yang sedang dibawakan. Ketepatan ritme dalam setiap
petikan sangat dibutuhkan, atau dengan kata lain, attack harus tepat. Dapat pula
terjadi bass memainkan filler, yaitu mengisi istirahat, terutama pada peralihan
akor tonika ke sub-dominan, atau ke dominan.
Untuk pembawaan dari ukulele, banyo, dan cello, permainannya kadang-
kadang dapat digandakan pola ritmenya dan disebut dengan istilah “Permainan
rangkap”, dengan dasar untuk menumbuhkan rasa yang lebih hidup, lincah, dan
gembira. Tetapi permainan rangkap ini tidak dibenarkan dalam mengiringi lagu
jenis stambul II, karena sifatnya lebih halus dan feminine.
8) Vokal
Bernyanyi keroncong itu bisa dibilang susah, karena tidak semua orang bisa
bernyanyi keroncong dengan baik dan benar. Menurut Budiman (1979, h.17) ,
menyatakan bahwa penyanyi keroncong itu harus menjiwai lagu- lagu yang
dibawakannya, dengan baik dan juga luwes. Luwes dalam arti kata penyanyi harus
dapat menempatkan lekuk-lekuk keroncong dan gayanya yang khas itu. Menurut
Harmunah (1987, h.29), menyatakan bahwa penyanyi tidak boleh menyanyikan
persis seperti apa yang tertulis dalam part lagu, tetapi dituntut untuk bisa
bervariasi dengan cengkok dan gregel dengan luwes dan baik, juga dalam teknik
pembawaan tentang dinamika.
41
Ada beberapa jenis musik keroncong yang menyebabkan gaya bernyanyi
berbeda. Pembawaan vokal berdasarkan jenis-jenis musik keroncong menurut
Harmunah (1987, h.30-31):
a) Pembawaan Vokal dalam Keroncong Asli
Pembawaan melodi dan syairnya bersifat improvisatoris, bercengkok dan
gregel, juga secara portamento, sedangkan ritme sering tidak pas pada pukulan
yang seharusnya, dalam istilah keroncong disebut “nggandul” (bahasa Jawa).
Pembawaan keroncong asli bersifat gagah dengan tempo Andante atau Moderato.
b) Pembawaan Vokal dalam Stambul II
Pembawaan melodi dan syairnya secara improvisatoris, selaras dengan
pembawaan keroncong asli, dengan cengkok dan gregel. Bersifat halus dan
lembut, serta mengharukan dan penuh percintaan dengan tempo Andante.
c) Pembawaan Vokal dalam Langgam Keroncong
Sifat pembawaannya lebih mudah dari pada keroncong asli dan stambul II,
karena tanpa cengkok dan gregel. Serupa dengan sifat pembawaan lagu hiburan
Indonesia dengan tempo Andante dan Moderato.
2.2.5 Musik Ska Keroncong
Musik ska adalah genre musik yang berasal dari Jamaika pada akhir 1950-
an, dan merupakan pendahulu rocksteady dan reggae. Musik ska adalah musik
hasil dari pleburan beberapa genre yaitu Jazz Calypso, Mento, R&B dan Boogie
Woogie (Traber, 2013). Sedangkan musik keroncong adalah musik yang ada sejak
abad ke-16. Awalnya musik keroncong ini dibawa oleh bangsa Portugis yang
datang ke Indonesia (Ganap, 2006). Musik ska keroncong adalah sebuah inovasi
42
musik yang dilakukan oleh salah satu band dari Bandung bernama “Sir’iyai”.
Musik ska keroncong merupakan penggabungan antara dua genre musik yakni
musik ska dan musik keroncong. Alat musik yang digunakan adalah
penggabungan alat musik band, alat musik keroncong dan alat musik tiup atau
brass section yang menjadi ciri khas musik ska. Pola permainan ska keroncong
adalah pola permainan musik ska yang ditambah alat musik keroncong seperti
cak, cuk, cello dan flute. Pola permainan alat musik keroncong yang dimainkan
merupakan pola permainan keroncong pada umumnya di mana terdapat pola
engkel dan dobel. Alat musik band yang digunakan sama seperti alat musik band
pada umumnya yaitu drum, gitar elektrik dan bass elektrik. Kemudian brass
section meliputi trumpet, trombon, alto saxophone dan tenor saxophone.Sir’iyai
mengatakan genre musik ini bisa juga dikatakan “Jamaican Sound Keroncong”
karena musik ska tersebut merupakan musik yang berasal dari Jamaika.
2.2.6 Pelestarian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pelestarian berasal dari
kata dasar lestari, yang artinya adalah tetap selama-lamanya tidak berubah.
Kemudian dalam buku EYD penulisan Bahasa Indonesia yang benar,
menerangkan bahwa arti dari penggunaan awal pe- dan akhiran –an mengandung
arti proses. Maka dapat diartikan bahwa pelestarian adalah upaya atau proses
untuk membuat sesuatu tetap selama-lamanya tidak berubah. Atau dalam
pengertian singkat yaitu sebagai upaya mempertahankan sesuatu supaya tetap
sebagaimana adanya.
43
Menurut Pontoh (1992) menyatakan bahwa konsep awal pelestarian adalah
konservasi, yaitu upaya melestarikan dan melindungi sekaligus memanfaatkan
sumber daya suatu tempat dengan adaptasi terhadap fungsi baru, tanpa
menghilangkan makna kehidupan budaya. Alwasilah (2006, h.18) mengatakan
bahwa pelestarian adalah sebuah upaya yang mendasar, dan dasar ini disebut juga
faktor-faktor yang mendukungnya baik dari dalam maupun dari luar hal yang
dilestarikan. Maka dari itu, sebuah proses atau tindakan pelestarian mengenal
strategi ataupun teknik yang didasarkan pada kebutuhan dan kondisinya masing-
masing.
Ranjabar (2006, h.115) menyatakan bahwa pelestarian sebagai kegiatan
atau yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu guna mewujudkan
tujuan tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat
dinamis, luwes dan selektif. Pelestarian norma lama bangsa (budaya lokal) adalah
mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan mengembangkan
perwujudan yang bersifat dinamis, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi
yang selalu berubah dan berkembang. Soekanto & Soemarjan (1969)
mengemukakan bahwa kelestarian tidak mungkin berdiri sendiri, oleh karena
senantiasa berpasangan dengan perkembangan, dalam hal ini kelangsungan hidup.
Kelestarian merupakan aspek-aspek stabilisasi kehidupan manusia, sedangkan
kelangsungan hidup merupakan pencerminan dinamika.
2.2.7 Upaya Pelestarian
Upaya menurut Malik Syifa (2012) dalam (Wuri, Wimbrayardi, & Marzam,
2015) , usaha dapat didefinisikan sebagai upaya untuk menciptakan, menambah
44
dan mengembangkan sesuatu dengan tujuan merubah keadaan supaya menjadi
lebih baik. Upaya pelestarian kesenian tradisional ditujukan terutama untuk
mempertahankan apa yang telah menjadi milik budaya tertentu, maka upaya
pengembangan bertujuan untuk membuat tradisi seni yang bersangkutan tidak saja
tetap hidup melainkan juga tetap tumbuh (Wuri dkk., 2015).
Indonesia mempunyai beragam budaya dan kesenian tradisional. Kesenian
tradisional di Indonesia terbagi menjadi berpuluh-puluh kesenian daerah yang
terdiri dari seni rakyat dan seni klasik (Sinaga, 2001, h.73). Potensi seni budaya
sebagai kearifan lokal sangat berperan penting dalam upaya mengusung
kebudayaan nasional, maka sewajarnya potensi seni yang dimiliki oleh daerah
perlu diperhatikan pelestarian dan pengembangannya oleh instansi terkait
(Wikandia, 2016). Melestarikan kebudayaan sebenarnya mudah, misal dengan
cara mendalami atau paling tidak mengetahui kebudayaan itu sendiri (Khutniah,
2012). Kebudayaan selalu elastis dan lebih bersifat adaptif, oleh karenanya tidak
ada sebuah kebudayaan yang mandek kecuali pendukungnya musnah tanpa sisa
(Wiyoso, 2007, h.3). Kesenian akan ikut selalu berubah dan berkembang bila
kebudayaannya juga selalu bersikap terbuka terhadap perubahan dan inovasi
(Laksono, Purba, & Hapsari, 2015). Pemertahanan atau pelestarian musik popular
sangat erat kaitannya dengan pengarsipan. Tersedianya tempat untuk kegiatan
pengarsipan ini sangat penting, tempat tersebut dapat dijadikan konsumsi publik
untuk mengenalkan musik popular sebagai salah satu upaya mempertahankan
kebudayaan (Baker & Huber, 2013). Pemertahanan atau pelestarian musik yang
ada di masa lalu dapat menginspirasi masa kini dalam hal pemikiran ekstra
45
musikal (White, 1996). Menutut Howard & Others (2016), pemertahanan budaya
dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan media elektronik
(penyiaran) maupun dengan media pendidikan. Dengan memperkenalkan budaya
pada media elektronik dan media pendidikan masyarakat akan mengetahui tentang
budaya yang kita miliki, sehingga dapat bekerja sama dalam pemertahanan
budaya tersebut.
Berdasarkan Peraturan menteri dalam negeri nomor 52 tahun 2007 tentang
pedoman pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya
masyarakat pasal 3 yang berbunyi: Pelestarian dan pengembangan adat istiadat
dan nilai sosial budaya masyarakat dilakukan dengan (1) konsep dasar; (2)
program dasar; (3) strategi pelaksanaan. Kemudian dalam pasal 4 yang berbunyi
tentang: Konsep dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a meliputi: (1)
Pengakomodasian keanekaragaman lokal untuk memperkokoh kebudayaan
nasional; (2) Penciptaan stabilitas nasional di bidang idiologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, agama maupun pertahanan dan keamanan sosial; (3) Menjaga,
melindungi dan membina adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat; (4)
Penumbuhkembangan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan; (5)
Partisipasi, kreativitas, dan kemandirian masyarakat; (6) Media
menumbuhkembangkan modal sosial; (7) Terbentuknya komitmen dan kepedulian
masyarakat yang menjunjung tinggi nilai sosial budaya.
Upaya pelestarian mengakibatkan suatu kebudayaan mengalami proses
pengembangan. Seperti yang dijabarkan menurut Sedyawati (1981, h.112-118)
menggambarkan secara vertikal perkembangan musik yang terjadi di Indonesia
46
dalam lima tahapan yaitu: 1) kehidupan yang terpencil dalam wilayah-wilayah
etnik, 2) masuknya pengaruh-pengaruh luar sebagai unsur asing, 3) penembusan
secara sengaja atas batas-batas kesukuan (etnik), 4) gagasan mengenai
perkembangan musik untuk taraf nasional, 5) kedewasaan baru yang ditandai oleh
pencarian nilai-nilai.
Menurut Sedyawati (2008, h.208) strategi pewarisan kebudayaan berkenaan
dengan dua aspeknya, yaitu (1) kelembagaan dan, (2) sumber daya manusia.
Kelembagaan di sini dapat diartikan sebagai pendidikan formal dan non formal,
selain itu juga ada bidang kepariwisataan dan industri budaya. Sedangkan sumber
daya manusia merupakan masyarakat dengan berbagai peran di dalamnya,
misalnya sebagai pelaku dalam penerusan nilai-nilai, sumber keahlian, dan
contoh-contoh kemahiran dalam aspek-aspek budaya khusus (Sedyawati 2008,
h.210). Sedyawati (2008) mengutarakan upaya-upaya pelestarian budaya yang
dapat ditempuh, antara lain: (1) Pendokumentasian secermat mungkin dengan
menggunakan berbagai media yang sesuai, hasil dokumentasi ini selanjutnya
dapat menjadi sumber acuan, tentunya apabila disimpan di tempat yang aman dan
diregistrasi secara sistematis dengan kemungkinan penelusuran yang mudah; (2)
Pembahasan dalam rangka penyadaran, khususnya mengenai nilai-nilai budaya,
norma, dan estetika; (3) Pengadaan acara penampilan yang memungkinkan orang
“mengalami” dan “menghayati”. Batasan pengertian mengenai ”pelestarian
budaya” yang dirumuskan dalam draft RUU tentang kebudayaan (1999)
dijelaskan bahwa pelestarian budaya berarti pelestarian terhadap eksistensi suatu
kebudayaan dan bukan berarti membekukan kebudayaan di dalam bentuk-
47
bentuknya yang sudah pernah dikenal saja. Dalam kenyataan, kebudayaan
senantiasa berada dalam proses: berkembang, menyusut, berubah, atau
bertransformasi guna tetap menjaga keberadaan suatu budaya. Dalam batasan
tersebut, pelestarian dilihat sebagai sesuatu yang terdiri dari tiga aspek, yaitu
perlindungan atau pemertahanan, pengembangan, dan pemanfaatan atau
penyebarluasan (Sedyawati 2008, h.152).
Pelestarian berkaitan erat dengan keberlanjutan. Putra (2018), menyatakan
bahwa pandangan ekologi menginformasikan keberlanjutan sebagai kemampuan
musik untuk bertahan, tanpa menyiratkan berbagai cara untuk mempertahankan
suatu budaya musik harus tetap atau tidak berubah. Keberlanjutan musik berusaha
untuk memastikan bahwa keberlanjutan tidak menghambat kebebasan untuk
tumbuh dan berkembang (Grant dalam Putra, 2018). Jadi keberlanjutan musik
merupakan suatu cara untuk melihat praktik tradisional terlibat dalam sebuah
ekosistem dalam memperebutkan sumber daya, baik internal maupun eksternal
(Putra, 2018). Dewi (2016) mengatakan bahwa cara mempertahankan
keberlanjutan suatu tradisi adalah melakukan pembinaan dan pengembangan.
Pembinaan dan pengembangan ini dilakukan para pekerja seni, sedangkan
masyarakat dapat memberi dukungan dengan menanggap atau menonton tradisi
tersebut.
Penelitian ini, konsep pelestarian dikaitkan dengan inovasi. Inovasi
merupakan sesuatu ide yang baru. Sesuai dengan teori Sedyawati (2008)
mengenai upaya pelestarian yaitu pemertahanan, pengembangan, dan
penyebarluasan, pada bagian pengembangan Sir’iyai melakukan sebuah inovasi.
48
Inovasi di sini merupakan inovasi musik berupa penggabungan dua genre musik
yang berbeda yaitu ska dan keroncong menjadi satu genre yaitu ska keroncong
atau Jamaican sound keroncong. Seperti yang diungkap Laksono, dkk. (2015)
yang menyatakan bahwa kesenian akan ikut selalu berubah dan berkembang bila
kebudayaannya juga selalu bersikap terbuka terhadap perubahan dan inovasi.
Sir’iyai melakukan sebuah inovasi musik baru yaitu ska keroncong agar musik
keroncong tetap lestari.
2.3. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah peneliti akan mendeskripsikan
dan menjelaskan bagaimana inovasi musik yang dilakukan oleh Sir’iyai dalam
mempertahankan dan mengembangkan musik keroncong. Inovasi tersebut
merupakan salah satu upaya pelestarian musik keroncong yaitu pengembangan.
Peneliti akan mengkorelasikan dengan inovasi musik ska dan musik keroncong
yang dipadukan menjadi sebuah genre baru yaitu musik ska keroncong.
Selanjutnya berkaitan dengan inovasi musik, peneliti akan mengambil satu contoh
lagu dari Sir’iyai kemudian mendeskripsikan dan menganalisis unsur-unsur
pendukung dalam lagu tersebut seperti bentuk, melodi, harmoni, dan pembawaan.
Kemudian peneliti akan mendeskripsikan upaya penyebarluasan karya Sir’iyai
meliputi pendokumentasian, sosialisasi dan pentas. Hal tersebut dilakukan agar
diperoleh hasil penelitian tentang inovasi musik ska keroncong oleh Sir’iyai
dalam melestarikan musik keroncong di Bandung.
49
Pelestarian
Sir’iyai
Pemertahanan Pengembangan Penyebarluasan
Inovasi Musik
Musik Keroncong Musik Ska
Bentuk
Melodi
Harmoni
Pembawaan
Musik Ska Keroncong
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
(Sumber: Wildan Qurrata A’yun)
Pendokumentasian
Sosialisasi
Pentas
129
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Sir’iyai melakukan
sebuah inovasi dari segi alat musik yang digunakan, bentuk, melodi, harmoni,
ritmis serta pembawaan dari alat musik yang digunakan. Alat musik yang
digunakan merupakan penggabungan dari alat musik combo atau band dan alat
musik keroncong serta alat musik tiup yang merupakan ciri khas dari musik ska.
Alat musik combo atau band yang digunakan yaitu gitar elektrik, bass elektrik dan
drum. Kemudian alat musik keroncong yang dipakai adalah cak, cuk, cello dan
flute. Alat musik tiup atau brass section meliputi trumpet, trombon, saxophone
alto dan saxophone tenor. Bentuk dari salah satu lagu Sir’iyai yang berjudul
“Industri Kopi” mempunyai bentuk dua bagian yaitu A dan B dengan
pengulangan dan dimainkan dengan menggunakan intro, interlude serta coda.
Melodi yang digunakan dalam lagu tersebut tergolong mudah atau easy listening
namun terdpat pengembangan nada seperti sel dan ri. Harmonisasi yang dipakai
memiliki keindahan tersendiri karena terdapat akor 1 M7
dan 17. Progresi akor
yang digunakan pun tidak mengikuti aturan pakem dari musik keroncong.
Pembawaan dari vokal sangat luwes dan menjiwai dengan ciri khas dan karakter
vokal bass. Sir’iyai mencoba membawakan dengan gaya bernyanyi keroncong
walaupun tidak sedalam keroncong asli. Pembawaan instrumen keroncong
dimainkan sedemikian rupa seperti halnya keroncong pada umumnya di mana
130
terdapat pola-pola seperti engkel dan dobel. Untuk pembawaan flute sebagai filler
namun flute juga menyatu dengan pola permainan brass section. Pembawaan alat
musik combo atau band dimainkan sesuai dengan pola irama atau beat ska yang
ciri khasnya up beat pada permainan gitarnya dan drum yang sering menggunakan
rim shot. Inovasi musik tersebut diterapkan di semua lagu atau karya-karya
Sir’iyai yang kemudian disebarluaskan melalui media sosial seperti facebook,
instagram, youtube dan spotify untuk musik digital. Mereka juga melakukan
sosialisasi dan pentas atau perform agar karya mereka lebih dikenal.
Inovasi musik Sir’iyai merupakan salah satu upaya pelestarian musik
keroncong. Inovasi musik ska keroncong adalah wujud dari visi Sir’iyai yaitu
“tradisi X tradisi” yang artinya adalah dua tradisi yang berbeda dan digabungkan
menjadi satu yaitu musik ska yang merupaka tradisi Jamaica dan musik keroncong
yang merupakan tradisi Indonesia. Hasil dari akulturasi kedua tradisi musik
tersebut menghasilkan musik yang baru yaitu ska keroncong atau Jamaican sound
keroncong. Sir’iyai mengusung musik keroncong dengan alasan ingin
memasyarakatkan musik keroncong khususnya kepada generasi muda melalui
kemasan musik ska keroncong. Dengan inovasi musik tersebut terbukti banyak
para pemuda yang menggemari Sir’iyai bahkan para fans tersebut membuat
fansclub dengan nama “Crispy Crew”. Inovasi musik tersebut selain menambah
warna baru di musik ska juga dapat mengenalkan unsur musik keroncong yang
ada di dalam musik Sir’iyai tersebut khususnya kepada para pemuda. Sehingga
inovasi musik ska keroncong dari Sir’iyai dapat melestarikan musik keroncong.
131
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan simpulan yang telah
diuraikan, maka saran yang dapat disampaikan oleh peneliti bagi Sir’iyai yaitu;
Pertama Sir’iyai melakukan atau membuat suatu acara pentas yang pengisi
acaranya melibatkan musisi ska dan musisi keroncong yang asli. Dengan
demikian edukasi musik keroncong akan lebih efektif lagi karena para penggemar
dari Sir’iyai jadi tahu atau melihat musik keroncong yang asli. Ke dua Sir’iyai
melakukan cover lagu keroncong. Dengan meng-cover lagu keroncong para
pemuda jadi tahu lagu-lagu keroncong. Yang ke tiga Sir’iyai diharapkan untuk
lebih mengenalkan karya-karyanya melalui media sosial dengan membuat video
klip yang terlihat alat musik keroncongnya sehingga akan lebih banyak lagi
masyarakat yang tau mengenai inovasi musik tersebut dan juga mengenal musik
keroncong.
Saran bagi musisi atau pelaku seni, diharapkan untuk bisa atau berani
mencoba hal-hal baru yang bisa memberikan manfaat dan selalu berkreativitas
dan berinovasi untuk menciptakan musik yang baru dengan tidak melupakan
musik asli Indonesia seperti musik keroncong. Saran bagi peneliti, diharapkan
penelitian ini bisa dijadikan sebagai salah satu referensi atau gambaran untuk
mengembangkan penelitian yang baru mengenai topik ataupun masalah yang
sama.
132
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, N., Bakar, A., & Annuar, M. (2013). Budaya tradisi yang berevolusi.
Wacana Seni, 12, 19–56.
Alvianto, W. A., & Joseph, W. (2012). Eksistensi Grup Musik Keroncong Gema
Irama di Desa Gedongmulya Kecamatan Lasem. Jurnal Seni Musik, 1(1),
12–21.
Alwasilah, A. C. (2006). Pokoknya Sunda. Bandung: Kiblat & Pusat Studi Sunda.
Andrew, H., & Ven, V. de. (2017). The innovation journey : you can â€TM
t
control it , but you can learn to maneuver it. Innovation Organization &
Management, 19(1), 39–42. https://doi.org/10.1080/14479338.2016.1256780
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Baker, & Huber. (2013). Notes towards a typology of the DIY institution:
Identifying do-it-yourself places of popular music preservation. European
Journal of Cultural Studies, 16(5), 513–530.
Budiman, B. J. (1979). Mengenal Keroncong Lebih Dekat. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Darini, R. (2012). Keroncong Dulu dan Kini. Jurnal Ilmu - Ilmu Sosial Dan
Humaniora, 6(1), 19–31.
Dewi, H. (2016). Keberlanjutan dan Perubahan Seni Pertunjukan Kuda Kepang di
Sei Bamban , Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Panggung, 26(2), 139–150.
Ferryanto, L. (2009). Inovasi dan Strategi Pencapaiannya. Jurnal Teknik Industri,
11(2), 95–100.
Ganap, V. (2006). Pengaruh Portugis Pada Musik Keroncong. Harmonia - Jurnal
Pengetahuan Dan Pemikiran Seni, 2(4), 1–14.
Ganap, V. (2011). Krontjong Toegoe. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Hadiyati, E. (2011). Kreativitas dan Inovasi Berpengaruh Terhadap
Kewirausahaan Usaha Kecil. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 13(1),
8–16.
133
Harmunah, S. (1987). Musik Keroncong. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.
Harris, F. (2010). Akselerasi Transformasi Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual Melalui Inovasi. (A. Nasution & Omon, Eds.). Jakarta: Badan
pembinaan hukum nasional, kementrian hukum dan hak asasi manusia RI.
Hendry, Y. (2011). Musik Keroncong Campur Sari dalam Pluralitas Budaya
Masyarakat Sawahlunto. Resital, 12(1), 84–95.
Henry, N., & Wijaya, M. (2017). Diskursus Pelestarian Seni Budaya Keroncong
(Deskriptif Kualitatif Pada Komunitas Seni Keroncong Swastika di
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta). Jurnal Sosiologi Dilema, 32(2), 52–
63.
Hesselbein, F., & Johnston, R. (2002). On Creativity, Innovation, and Renewal.
(M. E. Setiadi, Ed.). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Howard, & Others. (2016). Music as intangible cultural heritage: Policy, ideology,
and practice in the preservation of East Asian traditions.
Jamalus, D. (1988). Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Jazuli, M. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Semarang: UNNES Press.
Khutniah, N. (2012). Upaya Mempertahankan Eksistensi Tari Kridha di Sanggar
Hayu Budaya Kelurahan Pengkol Jepara. Jurnal Seni Tari, 1(1), 9–21.
Laksono, K., Purba, S. A., & Hapsari, P. D. (2015). Musik Hip-Hop sebagai
Bentuk Hybrid Culture dalam Tinjauan Estetika. Resital, 16(2), 75–83.
Martopo, H. (2003). Persoalan Mencari Identitas Musik Indonesia Melalui Kajian
Historis Gamelan dan Keroncong. Harmonia - Jurnal Pengetahuan Dan
Pemikiran Seni, 4(1).
Martopo, H. (2013). Sejarah Musik sebagai Sumber Pengetahuan Ilmiah untuk
Belajar Teori, Komposisi, dan Praktik Musik. Harmonia - Jurnal
Pengetahuan Dan Pemikiran Seni, 13(2), 132–139.
Miller, H. (2001). Apresiasi Musik. Yogyakarta: Yayasan Lentera Budaya.
Mintargo, W. (2017). Akulturasi Budaya Dalam Musik Keroncong di Indonesia.
Nuansa Journal of Arts and Design, 1(1).
134
Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset.
Mudana, I. W. (2016). Inovasi Bentuk Lukisan Wayang Kamasan Sebagai Seni
Kamasan Pasar. Mudra, 31(2), 199–209.
Munaf, D. R., Piliang, Y. A., & Purnomo, D. H. (2016). Arts as a Cultural Politics
and Diplomacy. Mudra, 31(3), 308–316.
Nur Setiadi, M. (2018). Bentuk Musik Ska dan Strategi Pemasaran Karya Band
Grisness Culture Melalui Media Youtube di Semarang. Universitas Negeri
Semarang.
Parmadi, B., Kumbara, A. A. N. A., Wirawan, A. A. B., & Sugiartha, I. G. A.
(2018). Globaliasi dan Hegemoni Terhadap Transformasi Musik Dol di
Bengkulu. Mudra, 33(1), 67–75.
Piliang, Y. A., & Darmawan, R. (2014). Kreativitas Desain Kuliner dan Sistem
Inovasi Lokal. Panggung, 24(3), 285–294.
Pontoh, N. K. (1992). Preservasi dan Konservasi Suatu Tinjauan Teori
Perancangan Kota. Jurnal Pengembangan Wilayah Dan Kota, IV(6), 34–39.
Prakosa, G. R., & Haryono, S. (2012). Improvisasi Permainan Cello pada
Permainan Irama Jenis Langgam Jawa Grup Orkes Keroncong Harmoni
Semarang. Jurnal Seni Musik, 1(1), 68–76.
Putra, B. A. (2018). Tantangan Keberlanjutan Musik Tingkilan di Kutai
Kartanegara. Seminar Antar Bangsa: Seni Budaya Dan Desain, 201–210.
Rachman, A. (2013). Bentuk dan Analisis Musik Keroncong Tanah Airku Karya
Kelly Puspito. Harmonia - Jurnal Pengetahuan Dan Pemikiran Seni, 13(1),
69–77.
Rachman, A., & Lestari, W. (2012). Bentuk Aransemen Musik Keroncong Asli
Karya Kelly Puspito dan Relevansinya bagi Remaja dalam Mengembangkan
Musik Keroncong Asli. Catharsis : Journal of Arts Education, 1(2), 11–15.
Rachman, A., & Utomo, U. (2018). “Sing Penting Keroncong”: Sebuah Inovasi
Petunjukkan Musik Keroncong di Semarang. Jurnal Pendidikan Dan Kajian
Seni, 3(1), 47–63.
Rachman, A., & Utomo, U. (2019). The Rhythm Pattern Adaptation of Langgam
Jawa in Kroncong, 276(2), 99–101.
Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
135
Rogers, E. M. (2003). Diffusion of Innovations (5th ed.). New York.
Rohidi, T. R. (2011). Metodologi Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima
Nusantara.
Sanjaya, B. A. A. (2013). Makna Kritik Sosial Dalam Lirik Lagu “Bento” Karya
Iwan Fals (Analisis Semiotika Roland Barthes). E- Journal Ilmu Komunikasi,
1(4), 183–199.
Sari, D. (2015). Perkembangan Musik Keroncong di Surakatra Tahun 1960 -
1990. Jurnal Pendidikan Sejarah, 3(2).
Sasongko, W. S., & Rachman, A. (2017). Kreativitas Musik pada Grup
Kentongan Adiyasa di Kabupaten Banyumas. Jurnal Seni Musik, 6(2), 66–
80.
Sedyawati, E. (2008). Keindonesiaan dalam Budaya. Jakarta: Wedatama Widya
Sastra.
Sinaga, S. S. (2001). Akulturasi Kesenian Rebana. Harmonia - Jurnal
Pengetahuan Dan Pemikiran Seni, 2(3), 72–83.
Soeharto, M. (1992). Kamus Musik. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
(Grasindo).
Soekanto, S., & Soemarjan, S. (1969). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Soemaryatmi. (2012). Dampak Akulturasi Budaya pada Kesenian Rakyat. Jurnal
Seni & Budaya Panggung, 22(1), 25–36.
Stubington, J. (1987). Preservation and conservation of Australian traditional
musics : An environmental analogy. Musicology Australia, 10(1), 2–10.
https://doi.org/10.1080/08145857.1987.10415175
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Tarwiyah, T. (2010). Pelestarian Budaya Betawi Permainan Anak Cici Putri dan
Ulabang/ Wak Wak Guing: Kajian Kandungan Kecerdasan Jamak. Harmonia
- Jurnal Pengetahuan Dan Pemikiran Seni, 10(1).
Traber, D. S. (2013). Pick It Up ! Pick It Up !: The Transnational Localism of Ska.
Popular Music and Society, 36(1), 1–18.
https://doi.org/10.1080/03007766.2011.600293
136
Urabe, K., Child, J., & Kagono, T. (n.d.). Innovation and Management:
International Comparisons. California: de Gruyter.
White. (1996). The preservation of music and Irish cultural history. International
Review of the Aesthetics and Sociology of Music, 123–138.
Widjajadi, R. A. S. (2005). Menelusuri Sarana Penyebaran Musik Keroncong.
Harmonia - Jurnal Pengetahuan Dan Pemikiran Seni, VI(2).
Widyanta, N. (2017). Efektivitas keroncong garapan orkes keroncong. Kajian
Seni, 3(2), 165–180.
Wikandia, R. (2016). Pelestarian Dan Pengembangan Seni Ajeng Sinar Pusaka
Pada Penyambutan Pengantin Khas Karawang. Panggung, 26(1), 58–69.
Wiyoso, J. (2007). Campursari: Suatu Bentuk Akulturasi Budaya Dalam Musik.
Harmonia - Jurnal Pengetahuan Dan Pemikiran Seni, 8(3), 3–10.
Wuri, J. M., Wimbrayardi, & Marzam. (2015). Upaya Pelestarian Musik
Talempong Pacik di Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan.
E-Jurnal Sendratasik FBS Universitas Negeri Padang, 4(1), 79–88.
Yusuf, D., & Alrianingrum, S. (2016). Kiprah Sundari Soekotjo Dalam Kancah
Musik Keroncong di Indonesia Tahun 1977 - 2014. Jurnal Pendidikan
Sejarah, 4(2), 522–532.
Zulfikar, D. (2018). Pelestarian Musik Keroncong oleh Komunitas Keroncong 3G
di Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang. Universitas Negeri Semarang.