inkul turasi budaya ja w a dalam ekaristi malam …
TRANSCRIPT
INKUL TURASI BUDAYA JA W A DALAM EKARISTI MALAM JUMAT PERTAMA DI GEREJA
HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik
Oleh:
Agustinus Dwi Kurniawan
NIM: 151124004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YO GYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
lNKULTURASI BUDAYA JAWA DALAM EKARISTI
MALAM JUMAT PERTAMA DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURANYOGYAKARTA
Oleh: Agustinus Dwi Kurniawan
NIM: 151124004
Telah di etujui oleh:
Pembimbing
~( Drs. FX. lleryJ~ W.W., Sl.,M.Ed tanggal 17 Mei 2020
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
INKULTURASI BUDA YA JAW A DALAM EKARISTI MALAM JUMA T PERTAMA DI GEREJA HA TI KUDUS TUHAN YESUS
GANJURANYOGYAKARTA
Kettua
Sekretaris
Anggota
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Agustinus Dwi Kurniawan
NIM: 151124004
Tclab dipertahankan di depan Panitia Pengoji
Pada tanggal 16 Juni 2020
Dan dinyatakan memenuhi syarat
SUSUNAN PAN1TIA PENGUJI
Nama
: Dr. B. Agus Rukiyanto. SJ
: FX. Dapiyanta., SFK., M.Pd
: 1. Drs. FX. H ryatno W.W., SJ., M.Ed
2. Patrisius Mutiara Andalas S.J .• S.S., S.T.D
3. Yo eph Kristianto S}' M Pd
Yogyakarta, 16 Juni 2020
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Iii
Tanda tangan
::(r~:': (
~;~R;.r-Jt ·····Ci;j······ ••••••••• 1 ••••.••••
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persernbahkan kepada Bapak Cornelius Kuwatno dan
Ibu Veronica Rebi Iswati yang telah rnernberikan dukungan, sernangat dan
rnernbiayai kuliah hingga selesai. Kakak Odillia Merry Debi Kurniawati yang
selalu rnernberikan rnotivasi untuk belajar. Seluruh ternan-ternan angkatan 2015
yang selalu rnendarnpingi dan rnernbirnbing penulis.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
'MOTTO
There is surely a future hope for you, and your hope will not be cut off
(Proverbs 23: 18)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang, lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 16 Juni 2020
Penulis,
~ Agustinus Dwi Kurniawan
VI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLlKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah 1m, mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Y ogyakarta:
Nama : Agustinus Dwi Kurniawan
NIM : 151124004
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul:
INKULTURASI BUDAYA JAWA DALAM EKARISTI MALAM JUMAT
PERTAMA DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN
YOGY AKART A beserta perangkat yang diperlukan.
Dengan demikian, penulis memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya di media
internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin
maupun memberikan royalty kepada penulis, selama tetap menccantumkan nama
saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenamya.
Y ogyakarta, 16 Juni 2020
Yang menyatakan,
~Ikb Agustinus Dwi Kurniawan
Vll
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul "INKULTURASI BUDA YA JAW A DALAM EKARISTI MALAM JUMAT PERTAMA DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN YOGYAKARTA". Judul ini dipilih karena penulis secara subjektif mendapatkan kesan bahwa umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi malam Jum'at pertama di Ganjurao belum menghayati dan memaknai Ekaristi secara penuh. Padahal Ekaristi malam Jum'at pertama di Ganjuran sudah sungguh bertolak dati kebudayaan Jawa dan menyatukan kebudayaan Jawa dengan Ekaristi. Hal ini menjadi prihatin kalau umat yang mengikuti perayaan Ekaristi malam Jum'at pertama di Ganjuran kurang memahami dan memaknai dari perayaan Ekaristi tersebut. Padahal inkulturasi dapat dijadikan sebagai jembatan agar pesan Injil yang disampaikan dapat terlaksana di dalam kehidupan ehaJihari. Persoalan pokok skripsi ini adalah mendapatkan gambaran teutang bentuk inkulturasi budaya Jawa dan makna Ekaristi malam JUll at pertama eli. Gal1juran. Penulis mengolah skripsi ini dengan melakukan studi pustaka dan penelitian kualtitatif. Uutuk memperoleh data, penulis melakukan penelitian secara langsung di lapangan pada saat sebelum dan sesudah perayaan Ekaristi malam Jum'at pertama dengan cara wawancara dan menyebar angket. Responden yang penulis gunakan scbanyak 15 orang secara acak atau random sampling Hasil dari penelitian iill rnenunjukkan Ekruisti dengan mcnggullakan inkultllrasi memiliki peran yang angat penting untuk kehidupan lImat sehingga iman umat semakin tumbuh dan berkembang. Karena nilai-nilai fujil yang disarnpaikan dapat terealisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Inkulturasi juga dapat membantu umat untuk memahami pesan atau makna dari bacaan Injil. Penulis mengusulkan kegiatan rekoleksi dengan tujuan membantu umat supaya lebih memahami, menghayati, dan memaknai inkulturasi dalam perayaan Ekaristi malam Jum'at pertama di Ganjuran, sehingga umat terdorong untuk mengambil bagian dalam hidup melayani.
Kata Kunci : inkulturasi budaya Jawa, Ekaristi Jum'at pertama
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
This undergraduate thesis entitled “INCULTURATION OF JAVANESE
CULTURE INTO FIRST FRIDAY EUCHARISTIC ADORATION IN
SACRED HEART OF JESUS CHURCH GANJURAN YOGYAKARTA”. This
title was chosen because the writer subjectively gets the impression that the
people present at the first Friday Eucharist Adoration in Ganjuran have not fully
understood and interpreted the Eucharist. Even though First Friday Eucharistic
in Ganjuran had really departed from Javanese culture and united Javanese
culture with the Eucharist. This condition could be an obstacle for non-Javanese
speaking people who attend the First Friday Eucharistic Adoration because they
hardly understand the meaning of that Eucharistic adoration when in fact,
inculturation could help Church to integrate Bible message into daily life. The
main issue in this undergraduate thesis is make a description of Javanese culture
inculturation and the meaning of First Friday Eucharistic Adoration in Ganjuran.
The author use literature review and qualitative research in this undergraduate
thesis. To gather data, the author did field research before and after First Friday
Eucharistic Adoration by interviewed people and spread questionnaire. The
author use random sampling which choose 15 people randomly. This research
shows that a Eucharist that uses inculturation has an important role in the lives of
the people, so that the faith of the people will grow and develop. Inculturation
also helps people to understand the messages of Bible passage. The author
suggest a recollection to help people understanding, appreciating and
interpreting inculturation of First Friday Eucharistic Adoration in Ganjuran so
people will be motivated to take part in serving life.
Key words: Inculturation Javanese culture, Eucharist first Friday
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih, dan
penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
"INKULTURASI BUDAYA JAWA DALAM EKARISTI MALAM JUMAT
PERTAMA DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN
YOGYAKART A" dengan lancar. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana pada program studi Pedidikan Keagamaan
Katolik di Universitas Sanata Dharma, Y ogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dr. Bernardus Agus Rukiyanto, SJ, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Keagaman Katolik yang telah memberikan izin untuk menyelesaikan skripsi
1m.
2. Drs. FX Heryatno Wono Wulung, SJ. M.Ed, selaku dosen pembimbing skripsi
dan pembimbing akademik yang meluangkan waktu untuk membimbing,
mendampingi serta memberikan dukungan dan motivasi sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Patrisius Mutiara Andalas, S.J., S.S., S.T.D, selaku dosen penguji II yang telah
meluangkan waktu untuk menguji penulis.
4. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd, selaku dosen penguJl III yang telah
meluangkan waktu untuk menguji penulis.
5. Orangtuaku, Bapak Cornelius Kuwatno dan Ibu Veronica Rebi Iswati yang
selalu memberikan semangat, dukungan, dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan S 1 Pendidikan Keagamaan Katolik.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Kakakku, Odillia Merry Debi Kurniawati yang selalu memberikan semangat
dan motivasi untuk terus belajar sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan S 1 Pendidikan Keagamaan Katolik.
7. Seluruh staf dosen dan karyawan program studi Pendidikan Keagamaan
Katolik Universitas Sanata Dharma, yang telah membantu dan memberikan
dukungan dalam proses perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
8. Seluruh umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi malam Jum'at pertama di
Ganjuran yang telah meluangkan waktu untuk di wawancara.
9. Kerabat yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan; Julius
Boby, Aditya Dwi Nugraha, Gregorio Firman, Josua Raymondo, Pricillia
Anggi, Sesillia Adi Wahyu Utami.
10. Kekasih, Fabiola Laura Dwi Restu yang telah menemam, membantu,
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
11. Seluruh ternan-ternan angkatan "Bukan Keluarga 2015" yang sudah
berdinamika bersama selama proses perkuliahan, sernoga kalian semua sukses
dan semangat untuk berkarya.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan
sepenuh hati memberikan dukungan dan bantuan hingga selesainya skripsi ini.
Penulis rnenyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga
penyusunan skripsi ini rnasih jauh dari sempuma. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pernbaca demi perbaikan skripsi ini. Penulis
berharap kiranya skripsi dapat mernberikan rnanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
xi
Yogyakarta, 16 Juni 2020
Penulis
Agustinus Dwi Kurniawan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMING .......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iii
HALAMAN PRSEMBAHAN .................................................................................. iv
MOTTO .................................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
ABSTRACT ................................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR .............................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xvi
BAB I ........................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 4
D. Manfaat Penulisan ......................................................................................... 5
E. Metode Penulisan .......................................................................................... 5
F. Sistematika Penulisan .................................................................................... 5
BAB II ....................................................................................................................... 7
POKOK – POKOK INKULTURASI BUDAYA JAWA DAN EKARISTI ............ 7
A. INKULTURASI BUDAYA JAWA .............................................................. 7
1. Inkulturasi ................................................................................................... 7
2. Ekaristi ........................................................................................................ 17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
BAB III ..................................................................................................................... 26
BENTUK-BENTUK INKULTURASI BUDAYA JAWA DAN MAKNA
EKARISTI MALAM JUMAT PERTAMA DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN
YESUS GANJURAN ............................................................................................... 26
A. Keadaan Umum Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ........................ 26
1. Letak Geografis Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran...................... 26
2. Sejarah Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ................................... 29
3. Sejarah Bangunan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus ................................... 31
B. Penelitian dan Hasil Pembahasan Bentuk Inkulturasi Budaya Jawa Pada
Malam Jumat Pertama di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran .................. 32
1. Desain Penelitian ........................................................................................ 32
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian................................................. 37
3. Kesimpulan Penelitian ................................................................................ 46
BAB IV ..................................................................................................................... 48
USAHA MENINGKATKAN PENGHAYATAN INKULTURASI BUDAYA
JAWA PADA SAAT PERAYAAN EKARISTI MALAM JUMAT PERTAMA
DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN .................................. 48
A. Latar Belakang Kegiatan ............................................................................... 48
B. Tema dan Tujuan Rekoleksi .......................................................................... 50
C. Peserta ........................................................................................................... 50
D. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ................................................................... 50
E. Gambaran Pelaksanaan ................................................................................. 51
F. Matriks Kegiatan Rekoleksi .......................................................................... 52
G. Satuan Pertemuan Sesi II ............................................................................... 55
BAB V ....................................................................................................................... 61
PENUTUP ................................................................................................................. 61
A. Kesimpulan .................................................................................................... 61
B. Saran .............................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65
LAMPIRAN .............................................................................................................. 67
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian ......................................................................... (1)
Lampiran 2 : Panduan Pertanyaan Wawancara ..................................................... (2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
Lampiran 3 : Transkip Wawancara ....................................................................... (3)
Lampiran 4: Kuisioner ........................................................................................... (9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Dokumen Gereja
SC : Sacrosanctum Concilium (Dokumen Konsili Vatikan II tentang
Liturgi Suci tahun 1963)
B. Singkatan Lain
art. : artikel
DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta
Dr. : Doktor
F.X. : Fransiskus Xaverius
Ir. : Insinyur
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
MAWI : Majelis Agung Waligereja Indonesia
Mgr. : Monsinyur
no. : nomor
Pr. : Projo
R : Responden
S.J : Serikat Jesus
St. : Santa
WIB : Waktu Indonesia bagian Barat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Nama Wilayah dan Nama Lingkungan
Tabel 2: Kisi-kisi Penelitian
Tabel 3: Matriks Kegiatan Rekoleksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah inkulturasi muncul pertama kali dalam literatur misiologis tahun 1960
yang diperkenalkan oleh Masson, dalam artikelnya “L’eglise ouverte sur Le
Monde”. Dalam istilah ini, Masson mau mengungkapkan fakta integrasinya warta
keselamatan Kristen atau Gereja ke dalam kebudayaan kelompok tertentu (Komisi
Liturgi MAWI, 1985: 19).
Inkulturasi adalah suatu proses yang berlangsung terus dimana Injil
diungkapkan di dalam situasi sosio-politik dan religius-budaya sedemikian rupa
sehingga Injil tidak hanya diwartakan melalui unsur-unsur situasi tersebut, tetapi
menjadi suatu daya yang menjiwai dan mengolah budaya tersebut memperkaya
Gereja Universal (Prier, 1999: 8).
Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pada saat ini membawa
pengaruh yang cukup besar bagi pelaksanaan Ekaristi dalam menggunakan
inkulturasi budaya setempat. Dalam hal ini kita tidak bisa menyangkal bahwa
kebudayaan barat sudah mempengaruhi kehidupan kita. Bahkan kebudayaan asli
yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia semakin lama semakin
menyusut. Kebudayaan asli ini seringkali dianggap sebagai kebudayaan yang
kuno atau tidak relevan lagi untuk digunakan pada zaman ini. Hal ini dapat dilihat
dengan semakin sedikitnya anak-anak muda yang mau belajar dan
mempertahankan kebudayaan di daerahnya. Pada umumnya inkulturasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
merupakan perjumpaan yang bersifat berkelanjutan antara Yesus Kristus dengan
umat manusia. Di dalam inkulturasi Yesus Kristus menjadi yang utama, karena
yang menjadi isi dari iman Kristiani adalah kabar gembira dan Injil.
Salah satu Gereja Katolik yang masih melestarikan budaya Jawa adalah
Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta. Berdirinya Gereja dan
candi Ganjuran merupakan prakarsa dari keluarga Schmutzer. Di dalam komplek
Gereja Ganjuran juga terdapat candi dan telah dikenal oleh umat Katolik yang ada
di Indonesia sebagai salah satu tempat ziarah yang bernuansa Jawa. Tidak banyak
tempat ziarah umat Katolik yang memiliki nuansa Jawa, terlebih juga terdapat
sebuah candi bergaya Hindu-Budha-Jawa sebagai tempat berdoa.
Nuansa budaya Jawa yang digunakan Schmutzer dalam membangun
kompleks Gereja Ganjuran merupakan bentuk proses inkulturasi. Sebagai orang
yang beriman Katolik, keluarga Schmutzer ingin menghidupi imannya dalam
konteks budaya dimana mereka tinggal. Sebagai bagian dari pengalaman iman,
Schmutzer membangun rumah sakit, menyokong orang miskin, mendidik orang
yang belum terpelajar dan mereka mengangkat martabat penduduk dengan
mendukung penduduk Ganjuran untuk tetap melaksanakan adat-istiadat mereka
walaupun perlahan-lahan diberi nilai-nilai Kristiani.
Bukan hanya candi dan bentuk bangunan Gereja, tetapi terdapat juga busana
liturgis, ornamen, interior, arsitektur, literatur, musik liturgis, dan dalam perayaan
Ekaristi yang merupakan inkulturasi budaya Jawa di Gereja Hati Kudus Tuhan
Yesus Ganjuran Yogyakarta. Berbagai bentuk inkulturasi budaya Jawa di Gereja
Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta bukan hanya sebagai proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
adaptasi umat Katolik, tetapi menjadi salah satu daya tarik umat Katolik di sekitar
Jawa Tengah dan DIY.
Salah satu inkulturasi budaya Jawa yang paling menarik bagi umat Katolik
untuk beribadah di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta adalah
pada saat misa malam Jum’at pertama. Umat Katolik dari berbagai daerah datang
untuk mengikuti misa malam Jum’at pertama yang dalam Tata Perayaan
Ekaristinya bernuansa Jawa. Salah satu contoh inkulturasi yang amat terlihat jelas
dalam perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di Gereja Hati Kudus Tuhan
Yesus Ganjuran Yogyakarta adalah dengan menggunakan adat Jawa. Perayaan
Ekaristi ini memasukkan adat-adat Jawa tanpa menghilangkan tujuan awal
perayaan Ekaristi. Mulai dari segi pakaian yang digunakan, iringan musik liturgi
dengan gamelan, hingga bahasa yang digunakan saat perayaan Ekaristi.
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui berbagai bentuk
inkulturasi budaya Jawa dalam perayaan Ekaristi malam Jum’at Pertama di Gereja
Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta. Tulisan yang akan diangkat oleh
penulis berjudul : “INKULTURASI BUDAYA JAWA DALAM PERAYAAN
EKARISTI MALAM JUMAT PERTAMA DI GEREJA HATI KUDUS
TUHAN YESUS GANJURAN YOGYAKARTA.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat dirumuskan beberapa
permasalahan antara lain :
1. Apa saja pokok-pokok inkulturasi dan Ekaristi?
2. Apa saja bentuk-bentuk inkulturasi budaya Jawa di Gereja Hati Kudus Tuhan
Yesus Ganjuran Yogyakarta?
3. Apa yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan penghayatan
inkulturasi budaya Jawa pada saat perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di
Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pokok-pokok inkulturasi dan Ekaristi.
2. Mengetahui berbagai bentuk inkulturasi budaya Jawa dalam perayaan Ekaristi
Malam Jum’at Pertama di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
Yogyakarta.
3. Untuk meningkatkan penghayatan inkulturasi budaya Jawa pada saat
perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis semakin memahami inkulturasi budaya Jawa mampu menjadi
semangat dalam meningkatkan karya pelayanan sebagai calon guru maupun
pewarta.
2. Memberi sumbangan bagi adik tingkat dan yang akan melakukan penelitian
selanjutnya mengenai inkulturasi budaya Jawa dalam perayaan Ekaristi
malam Jum’at pertama.
E. Metode Penulisan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif karena penelitian ini
mempunyai tujuan untuk memperoleh jawaban yang terkait dengan pendapat,
tanggapan atau persepsi seseorang sehingga pembahasannya harus secara
kualitatif atau menggunakan kata-kata. “Penelitian deskriptif mencoba mencari
deskripsi yang tepat dan cukup dari semua aktivitas, objek, proses, dan manusia”
(Sulistyo-Basuki, 2006:110).
F. Sistematika Penulisan
Tulisan ini mengambil judul “Inkulturasi Budaya Jawa dalam Perayaan
Ekaristi Malam Jumat Pertama di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
Yogyakarta”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Bab I menyajikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
Bab II menyajikan kajian pustaka tentang inkulturasi dan Ekaristi.
Bab III mengumpulkan data serta melakukan pembahasan data dan kaitannya
dengan umat yang mengikuti perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di Gereja
Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta.
Bab IV mengemukakan usulan kegiatan sebagai upaya untuk meningkatkan
penghayatan inkulturasi budaya Jawa pada saat perayaan Ekaristi malam Jum’at
pertama di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta.
Bab V berisikan kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
POKOK – POKOK INKULTURASI BUDAYA JAWA DAN EKARISTI
Pada bab II ini merupakan tindak lanjut dari bab sebelumnya dan akan
menjawab permasalahan yang pertama yaitu pokok-pokok inkulturasi dan
Ekaristi. Kedudukan Bab II dalam keseluruhan skripsi ini adalah mengkaji pokok-
pokok mengenai inkulturasi dan Ekaristi. Bab II ini dibagi menjadi dua sub bab
yang berisi tentang Inkulturasi Budaya Jawa, dan Ekaristi. Sub bab inkulturasi
Budaya Jawa menyajikan pengertian inkulturasi, hakikat inkulturasi, dan
pengertian Budaya Jawa. Sedangkan sub bab Ekaristi menyajikan pengertian
Ekaristi dan makna Ekaristi.
A. INKULTURASI BUDAYA JAWA
1. Inkulturasi
a. Pengertian Inkulturasi
Dokumen De Liturgia Romana et Inculturatione (art.4) merumuskan
inkulturasi merupakan inkarnasi Injil (Turunnya Allah yang Mahasuci ke dalam
dunia menjadi seorang manusia) dalam berbagai kebudayaan yang otonom dan
sekaligus memasukkan kebudayaan-kebudayaan tersebut ke dalam kehidupan
Gereja.
Istilah inkulturasi muncul pertama kali dalam literatur misiologis tahun 1960
yang diperkenalkan oleh Masson, dalam artikelnya “L’eglise ouverte sur Le
Monde”. Dalam istilah ini, Masson mau mengungkapkan fakta integrasinya warta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
keselamatan Kristen atau Gereja ke dalam kebudayaan kelompok tertentu (Komisi
Liturgi MAWI, 1985: 19).
Inkulturasi berasal dari bahasa Latin in dan cultur-cultura. In berarti (masuk)
ke dalam, sedangkan cultur atau cultura berasal kata kerja colore yang berarti
“mengolah tanah”. Pengertian kultur adalah segala karya yang membantu
kehidupan manusia. Sinonimnya dengan kata lain ialah “kebudayaan”, dari “budi-
daya” dan “peradaban” dari kata Arab adaba yang berarti mendidik (Komisi
Liturgi MAWI, 1985: 9).
Inkulturasi adalah suatu proses yang berlangsung terus dimana Injil
diungkapkan di dalam situasi sosio-politik dan religius-budaya sedemikian rupa
sehingga ia tidak hanya diwartakan melalui unsur-unsur situasi tersebut, tetapi
menjadi suatu daya yang menjiwai dan mengolah budaya tersebut memperkaya
Gereja Universal (Prier, 1999: 8).
Inkulturasi adalah inkarnasi kehidupan dan warta keselamatan Kristen ke
dalam kebudayaan tertentu sehingga pengalaman ini tidak hanya menemui
ungkapannya atau ekspresinya lewat unsur-unsur kebudayaan tertentu, melainkan
menjadi dasar atau prinsip yang menjiwai, mengarahkan, menyatukan dan
mengubahnya kepada satu ciptaan baru (Muda, 1992:24).
Inkulturasi menurut kajian teologi agama Katolik seringkali dipersamakan
dengan istilah indigensi, kontekstualisasi, ataupun inkarnasi (Schineller; 1990).
Indigenisasi berarti menjadi dan membaur dengan unsur setempat (to be native).
Hal ini berarti bahwa komunitas lokal lah yang memiliki tanggungjawab dan
tugas untuk mengembangkan ajaran dan praktek agama, karena komunitas itulah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
yang paling memahami budaya setempat. Kontekstualisasi yaitu menyatukan
(interweaving) ajaran agama ke dalam situasi khusus dalam konteks-konteks
tertentu. Sedangkan inkarnasi bertolak pada Yohanes 1:14 seperti halnya Yesus
dilahirkan dan mati dalam konteks budaya tertentu. Ia mempelajari bahasa dan
adat istiadat tertentu untuk mengekspresikan kebenaran dan cinta kasih Allah.
Dari rumusan istilah-istilah tersebut, maka rumusan inkulturasi menurut
Schineller adalah gabungan dari rumusan inkarnasi pada kajian teologi agama
Katolik dengan rumusan enkulturasi dan akulturasi pada kajian antropologi
budaya.
Menurut Muda (1992:23) inkulturasi Gereja adalah integrasi pengalaman
Kristen sebuah Gereja lokal ke dalam kebudayaan bangsa tertentu sedemikian
rupa sehingga pengalaman itu tidak hanya mengungkapkan dirinya dalam elemen-
elemen kebudayaan bangsa itu, melainkan menjadi kekuatan atau daya yang
menjiwai, mengarahkan dan memperbaharui kebudayaan itu, dan dengan itu
menciptakan satu persekutuan baru bukan saja dalam kebudayaan tertentu itu
melainkan juga sebagai sumbangan untuk Gereja Universal.
b. Dasar Inkulturasi
Dasar inkulturasi yang pertama kali dipikirkan ialah misteri inkarnasi sendiri:
Putra Allah mengenakan kodrat manusia. Dalam misteri inkarnasi ini, Yesus
mengenakan kodrat manusia atau dengan kata lain hidup Allah sendiri
menginkulturasi dalam adat kebudayaan manusia. Namun, pusat pengalaman
Kristiani tidak boleh dilupakan begitu saja, yakni Dia yang telah disalibkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
bangkit kembali (Komisi Liturgi MAWI, 1985: 39). Hal ini juga diungkapkan
oleh Martasudjita (1999:81) bahwa dasar teologi inkarnasi ialah :
Misteri kasih trinitaris yang diwahyukan dalam rangka sejarah dan
mengalami puncak dan kepadatannya dalam peristiwa Yesus Kristus, dimana
Sang Putra menjadi manusia (Inkarnasi) dan menerima konsekuensi
terakhirnya sebagai manusia: wafat, namun kemudian dibangkitkan oleh Bapa
dalam Roh Kudus (Misteri Paskah).
Dari dasar tersebut sudah jelas bahwa unsur budaya setempat dapat diangkat
dan diterima oleh Injil sebagai dialog antara keselamatan Allah dengan manusia.
Dan dengan dasar misteri paskah (Inkarnasi), unsur budaya setempat ditebus dan
diperbaharui oleh Injil Yesus Kristus. Dengan demikian dapat dilihat bahwa
inkulturasi sangat berharga, bernilai budaya, dan tradisi umat setempat dalam
iman Kristiani (Martasudjita, 1999:84).
Gereja awal juga telah berinkulturasi melalui penggunaan hari raya dan pesta
Yahudi seperti hari raya paskah dan pentakosta. Hari raya paskah yang semula
menjadi kenangan akan karya penyelamatan Allah melalui peristiwa eksodus dari
Mesir pada tradisi Yahudi menjadi kenangan akan karya penyelamatan Allah
melalui peristiwa wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Hari raya pentakosta yang
semula merayakan ucapan syukur orang Israel bagi hasil panen gandum, yang
dirayakan pada tujuh minggu setelah hari Paskah, kini diberi makna oleh orang
kristiani sebagai hari turunnya Roh Kudus atas diri para murid, saat kelahiran
Gereja (Martasudjita,1999:86).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
c. Hakikat Inkulturasi
Pada hakikatnya, inkulturasi merupakan perjumpaan yang bersifat
berkelanjutan antara iman Kristiani dengan kebudayaan, dan Yesus Kristus
sebagai pusatnya. Dengan demikian dalam proses inkulturasi harus nampak
bagaimana jemaat di dalam pergulatan hidupnya sehari-hari mengimani Kristus
dan menemukan kehadiran-Nya dalam segala aspek kehidupannya. Pernyataan
tersebut didukung dengan penegasan dari Lane (Heryatno, 2000:124) bahwa pada
intinya inkulturasi merupakan perjumpaan antara kebudayaan dan Injil yang
saling mengisi, mempengaruhi dan membentuk. Oleh karena itu, budaya dan Injil
tidak bisa dipisahkan. Seperti ungkapan Paus Paulus VI bahwa pemisahan antara
Injil dan kebudayaan merupakan drama hidup jemaat yang tidak dapat dilupakan.
Inilah yang disebut sebagai hakikat inkulturasi, yaitu membantu jemaat Kristiani
agar iman mereka meresap masuk ke dalam inti hidup sehingga membentuk dan
menjiwai seluruh pengalaman pergulatan mereka. Karena iman yang belum
menjadi kebudayaan merupakan iman yang belum sepenuhnya diterima dan
dihidupi secara sungguh-sungguh oleh umat (Heryatno, 2000:123) atau dengan
kata lain iman seseorang harus benar-benar tercermin dalam kesehariannya.
Di dalam artikelnya Heryatno (2000:121) mengenai “Katekese sebagai Salah
Satu Momen Penting dalam Inkulturasi” mengatakan bahwa inkulturasi
merupakan kenyataan yang bersifat kompleks yang hakikatnya tidak akan
dimengerti dengan baik apabila hanya digali berdasarkan konsep yang semata-
mata bersifat teoritis. Martasudjita (1999:88) menyatakan bahwa Inkulturasi sejati
harus berangkat dari konteks praksis sosio-kultural jemaat atau dengan kata lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
inkulturasi harus bertolak dari budaya setempat. Menurut Shorter (1992:264)
inkulturasi bukan lebih-lebih merupakan persoalan intelektual melainkan
berkaitan dengan cara dan model kehidupan jemaat. Pada hakikatnya inkulturasi
merupakan perjumpaan yang bersifat berkelanjutan antara iman Kristiani dengan
kebudayaan. Karena yang menjadi pusat iman Kristiani adalah Yesus Kristus dan
yang kita mengerti sebagai kebudayaan adalah realitas hidup manusia, maka
inkulturasi dapat juga dipahami sebagai perjumpaan antara Yesus Kristus dengan
umat manusia.
Di dalam artikelnya Heryatno (2000:123) juga mengatakan bahwa iman tidak
terpisahkan dari kebudayaan karena kenyataan hidup manusia dan dunia bagi
orang beriman tidak pernah lepas dari relasinya dengan Dia yang menjadi sumber
kehidupan sendiri. Manusia tidak dapat memahami dunia dan kenyataan
hidupnya, mencapai kepenuhan dan mengalami kebahagiaan hidupnya tanpa
menjawab pertanyaan tentang relasinya dengan yang ilahi. Dalam hal ini Paus
Yohanes Paulus II, seperti yang dikutip oleh Shorter (1992: 231), menyatakan
bahwa iman yang belum menjadi kebudayaan merupakan iman yang belum
sepenuhnya diterima dan dihidupi secara sepenuhnya. Usaha memahami hakikat
kebudayaan dan hubungannya yang tidak terpisahkan dengan iman membantu kita
untuk sampai pada pengertian yang benar tentang esensi inkulturasi.
d. Tujuan Inkulturasi
Tujuan inkulturasi adalah agar umat semakin mengenali, mencintai dan
mengikuti Yesus Kristus dengan sepenuh jiwa, hati, dan tenaga menurut
kebudayaan dan nilai-nilai pokok hidup umat sendiri. Dalam konteks liturgi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
inkulturasi merupakan pengungkapan/perayaan liturgi Gereja dalam tatacara dan
suasana yang selaras dengan citarasa budaya umat setempat. Dengan demikian,
umat yang mengikuti ibadat terpesona oleh lagu, doa, lambang, hiasan, upacara,
karena semuanya langsung dapat dipahami; karena semuanya bagus menurut
penilaian yang dipakai dalam hidup kebudayaan setempat (Prier, 1999:13).
e. Model Inkulturasi
Di dalam artikel Heryatno (2000:123) menyampaikan 5 model inkulturasi,
yaitu:
1) Model Penerjemah
Model ini dinilai paling konservatif. Model penerjemahan menekankan
kesetiaan pada Injil dan wartanya. Sebagai wahyu ilahi, Injil bersifat supra
kultural dan menyampaikan kebenaran ilahi yang harus diterima oleh orang-
orang yang memeluk agama Kristen. Nilai-nilai injili yang mengatasi
kebudayaan tertentu harus diterjemahkan di dalam kebudayaan setempat.
Kebudayaan meskipun berbeda tetapi pada prinsipnya memiliki struktur yang
sama.
2) Model Antropologis
Kebalikan dengan model pertama, model ini amat menekankan
kebudayaan setempat. Karena itu fokusnya adalah menggali nilai-nilai
setempat supaya orang-orang setempat mengenali rahmat Allah yang telah
dilimpahkan kepada kebudayaan mereka dan kemudian memberinya dengan
nama-nama Kristen. Injil dipahami bukan sebagai kebenaran yang bersifat
supra kultural tetapi sebagai komunikasi ilahi yang terjadi di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
kebudayaan tertentu, di wilayah dan waktu tertentu serta kepada orang-orang
pada zaman tertentu. Penganut model ini berpendapat Allah mewahyukan
diriNya tidak hanya pada kebudayaan tertentu. Karena itu, kebudayaan
menjadi titik berangkat inkulturasi. Mereka memahami kebudayaan sebagai
tempat pewahyuan Allah dan sekaligus sebagai konteks berkatekese. Pelaku
inkulturasi bukan hanya para katekis atau teolog tetapi seluruh warga jemaat.
Di dalam proses inkulturasi digunakan pula sumbangan ilmu-ilmu sosial dan
dialog antar agama untuk membuka dan menemukan benih-benih sabda yang
telah ditaburkan oleh Allah.
3) Model Praksis
Fokus model praksis bukan penerjemahan juga bukan menekankan segi-
segi kebudayaan setempat tetapi bagaimana proses inkulturasi warta Injil
dapat mempermudah transformasi sosial, politik dan kebudayaan setempat.
Karena itu, titik berangkatnya adalah praksis dan refleksinya terhadap
tindakan membaca ulang Injil dan wartanya. Model ini memiliki dinamika
aksi – refleksi – aksi baru. Katekese dan teologi yang inkulturatif mengikuti
proses yang bergerak secara spiral: bertolak dari praksis perjuangan
penegakan keadilan, refleksi kritis demi transformasi sehingga nilai-nilai
kerajaan Allah sungguh semakin terwujud.
4) Model Sintesis
Model ini berusaha memadukan segi-segi positif dari model 1-3. Seperti
model 2 dan ketiga, model sintesis menggarisbawahi pentingnya mengangkat
kebudayaan setempat dalam rangka mengusahakan transformasi sosial dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
penemuan nilai-nilai kristiani di dalamnya. Kebudayaan setempat dikaji dan
dianalisis supaya ditemukan sistem nilai yang bersifat dasariah beserta
simbolnya. Kecuali itu, model ini juga menekankan pentingnya tradisi
Kristen. Untuk itu, pengikutnya memelopori pentingnya dialog kebudayaan
agar terjadi sikap belajar dan saling memperkaya. Model ini menegaskan
keunikan masing-masing kebudayaan. Melalui dialog kebudayaan, orang
dapat saling memperkaya dan memperkembangkan. Dialog kebudayaan dan
nilai-nilainya itulah yang dipahami sebagai katekese atau teologi kontekstual.
5) Model Transendental
Yang menjadi titik berangkat model ini bukan kebudayaan tetapi subyek
yang berkatekese. Merekalah yang harus berkembang dan bertobat secara
integral (menurut keyakinan teolog besar Lonergan). Pada dasarnya dengan
semakin mengasihi Allah dan sesamanya manusia mewujudkan sifatnya yang
transenden. Yang ditekankan bukan perkembangan individual tetapi pribadi
di dalam komunitasnya. Perlu diakui setiap pribadi menghendaki dirinya
berkembang menurut kebudayaan dan cara hidupnya. Kecuali transenden,
manusia juga bersifat trans-kultural.
f. Pengertian Budaya Jawa
Kata budaya berarti pikiran; akal budi; adat istiadat. Secara antropologis
berarti keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan
untuk memahami lingkungan serta pengalamannya yang menjadi pedoman
tingkah lakunya (Ali, 1996:149).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Budaya Jawa merupakan salah satu kekayaan kebudayaan Indonesia yang
telah mengakar sejak lama hingga saat ini sudah mengalami banyak
perkembangan dan penyempurnaan. Budaya Jawa ini telah mengakar beratus-
ratus tahun dan telah mendarah daging bagi kehidupan masyarakat Jawa. Sikap
masyarakat Jawa memiliki identitas tersendiri yang dilandasi dengan nasihat-
nasihat dari nenek moyang dan hingga saat ini masih tetap dilestarikan ditengah-
tengah kehidupan masyarakat yang sudah modern (Bratawijaya, 1997:73).
Budaya masyarakat Jawa tidak dapat dipisahkan dengan sumber budaya
kraton atau kerajaan Yogyakarta Hadiningrat maupun Surakarta Hadiningrat.
Sumber budaya Jawa adalah berpusat pada pendidikan budi pekerti, budi luhur,
budi utama, sopan santun, lemah lembut, ramah tamah, sabar, dan menerima apa
adanya terhadap anak-anak mereka. Masyarakat Jawa menginginkan kedamaian,
keakraban, dan kekeluargaan (Bratawijaya, 1997:75-76).
Sikap hidup masyarakat Jawa tidak terlepas dengan pandangan hidup atau
filsafat Jawa. Di dalam kehidupan rohani yang menjadi landasan dan memberi
makna kebudayaan Jawa, hidup masyarakat Jawa benar-benar berupaya supaya
dapat mencari dasar awal segala sesuatu. Hal ini dapat direnungkan dalam
kehidupan manusia atau sangkan paraning dumadi lan manunggaling kawulo
kalawan Gusti. Yang artinya hubungan antara manusia dengan Tuhan serta alam
semesta (Bratawijaya, 1997:77).
Menurut Koentjaraningrat (1984:1-2) para ahli ilmu sosial sering mengartikan
kebudayaan dalam arti yang luas dan meliputi hampir seluruh aktivitas manusia
dalam kehidupannya, yaitu seluruh total pikiran, karya dan hasil karya manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
yang tidak berakar pada nalurinya dan hanya bisa dicetuskan manusia sesudah
suatu proses belajar. Hal-hal yang menjadi unsur-unsur dasar kebudayaan Jawa
adalah cara pandang masyarakatnya yang memiliki pemikiran dasar dan menjadi
patokan dalam penataan interior sebuah Gereja, karena tiap bentukan dianggap
memiliki makna.
Jadi yang dimaksud dengan inkulturasi budaya jawa adalah hubungan timbal
balik antara Gereja Katolik dengan budaya setempat Gereja tersebut berada, yaitu
wujud fisik yang bisa dilihat dan diraba. Dalam hal ini budaya yang ada di sekitar
Gereja dapat memperkaya budaya Gereja dan ajaran Gereja dapat terus
diungkapkan pada lingkungan budaya sekitarnya selama makna yang
diintegrasikan bersatu dan sejalan.
2. Ekaristi
a. Pengertian Ekaristi
Dokumen Ecclesia De Eucharistia (no. 67) mengatakan bahwa Ekaristi yang
berarti puji syukur. Ekaristi berarti pusat dan puncak seluruh kehidupan Kristiani
yang mengarah pada peristiwa wafat dan kebangkitan Yesus Kristus atau misteri
Paskah. Dengan pujian syukur itu, Gereja mengenangkan (Menghadirkan) misteri
penebusan Kristus itu sekarang ini dan disini. Maka dari itu, Ekaristi dapat
dipahami sebagai suatu peristiwa dimana seseorang dapat bersyukur atas
kehidupan yang diberikan oleh Yesus.
Ekaristi dari dokumen Gereja dalam Kompendium Katekismus Gereja Katolik
(KWI, 2009:99) disebutkan Ekaristi sebagai kurban tubuh dan darah Tuhan Yesus
sendiri yang ditetapkan-Nya untuk mengabadikan kurban salib selama perjalanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
hidup Yesus diabadikan di dalam Gereja. Gereja menjadi tempat yang dipercaya
olehNya untuk mengabadikan kenangan wafat dan kebangkitanNya. hal ini
menjadi tanda bahwa di dalam Ekaristi terlihat adanya kesatuan, ikatan cinta
kasih, perjamuan paskah, di mana rahmat dan jaminan kemuliaan yang akan
dicurahkan kepada umatNya.
Ekaristi dalam Kitab Hukum Kanonik (1983: kan.899§1) merupakan tindakan
Kristus sendiri dan Gereja di dalamnya Kristus Tuhan, melalui pelayanan imam,
mempersembahkan diriNya kepada Allah Bapa dengan kehadiranNya secara
substansial dalam rupa roti dan anggur, serta memberikan diriNya sebagai
santapan rohani kepada umat beriman yang menggabungkan diri dalam
persembahanNya.
Menurut Prasetya (2003:12) Ekaristi berasal dari kata Eucharisitia (Pujian
syukur dan permohonan) atas karya penyelamatan dari Allah. Dalam tradisi
Yahudi khusunya dalam perayaan Paskah bahwa pada malam terakhir Yesus
mengadakan perjamuan malam bersama para murid-muridNya yang memberikan
makna baru dalam perayaan paskah itu sendiri.
Ekaristi adalah nafas hidup orang beriman, yang meskipun bukan dari dunia
tetapi berada di dalam dunia. Ekaristi dihidupi di sekitar altar tetapi juga di dalam
segala kegiatan sehari-hari, seperti di kantor, dapur, taman, sekolah, dll. Hidup
yang ekaritis diungkapkan secara mendalam melalui doa dan perayaan. Dalam
kerja tangan dan perjuangan, hidup yang ekaristis diwujudkan secara lebih
sungguh (Prasetya, 2008: 14).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Herman (2009: 8) mengatakan bahwa pengertian Ekaristi berasal dari Kamus
Teologi yang menjelaskan kepada kita tentang arti dan makna Ekaristi. Kita sering
mendengar dan menggunakan istilah “Misa” yang berarti “Perayaan Ekaristi”.
Misalnya; misa harian, misa natal, misa paskah, dsb. Sebutan misa untuk perayaan
Ekaristi rupanya juga diambil dari ungkapan “Ite missa est” yaitu kata-kata akhir
imam dalam bagian pengutusan. Istilah “Misa” lebih dimengerti dalam konteks
liturgi, mengacu pada ritual perayaan Sakramen Ekaristi. Sedangkan istilah
“Ekaristi” lebih kepada perjamuan sakramental Gereja Katolik yang dirayakan
sesuai dengan contoh dan perintah Yesus Kristus.
Martasudjita (2005: 29) mengatakan bahwa Ekaristi mau mengungkapkan
pujian syukur atas karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus
Kristus, sebagaimana berpuncak dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus.
Dengan pujian syukur itu, Gereja mengenangkan (yang artinya: menghadirkan)
misteri penebusan Kristus itu sekarang ini dan di sini. Dalam kehidupan umat
kristiani, hal ini sudah tidak asing lagi. Ekaristi yang mereka ikuti merupakan
ungkapan syukur mereka atas penyelamatan Allah yang telah menebus dosa
manusia melalui peristiwa sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus.
b. Dasar Ekaristi
Dalam dokumen Konsili Vatikan II, ajaran tentang Ekaristi sudah tersebar di
berbagai dokumen yang terdapat pada Konsili Vatikan II, meskipun di dalam
dokumen Konsili Vatikan II tidak memberikan dogma baru mengenai Ekaristi
namun di satu pihak menegaskan ajaran tradisional Gereja dan di lain pihak
membicarakannya secara baru. Konsili Vatikan II menempatkan ajaran sakramen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
dan Ekaristi dalam konteks trinitas-kristologi, eskatologi, dan eklesiologi
(Martasudjita, 2003: 290-291).
Martasudjita (2003: 281-282) mengatakan bahwa dasar perayaan Ekaristi
terdiri atas Liturgi Perayaan Sabda, Liturgi Perayaan Ekaristi. Dengan Liturgi
Sabda, umat yang hadir untuk merayakan Ekaristi sungguh merasakan keheningan
batin dan merasakan kehadiran Tuhan melalui Sabda Tuhan dan melalui
nyanyian-nyanyian serta doa-doa. Sedangkan Liturgi Perayaan Ekaristi ialah umat
yang turut menghadirkan Kristus yang telah mengurbankan diri dan memberikan
keselamatan dengan menyambut Tubuh dan Darah Kristus.
c. Makna Ekaristi
Hadisumarta (2013:24) mengemukakan pandangannya terhadap makna
Ekaristi berdasarkan beberapa Injil; Dalam Injil Markus menekankan bahwa
Ekaristi merupakan suatu kesediaan hidup untuk mengikuti Kristus. Menurut Injil
Matius, Ekaristi harus dapat membuat orang bersedia untuk sungguh diampuni
dosanya oleh Allah, tetapi juga mau mengampuni sesamanya. Injil Lukas
menegaskan bahwa merayakan Ekaristi berarti berani mengambil bagian dalam
perjamuan di dalam Kerajaan Allah. Menurut Injil Yohanes, Ekaristi merupakan
persatuan dengan Yesus sebagai sabda yang menjadi daging dan sebagai roti yang
turun dari surga. Sedangkan menurut Kisah Para Rasul menunjukkan bahwa
Ekaristi, dalam bentuk pemecahan roti, merupakan unsur penyatu dan menjadi
ukuran kesungguhan dan otentitas kehadiran Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Martasudjita (2005: 105) mengungkapkan bahwa Ekaristi merupakan
perayaan. Perayaan dalam bahsa Latin celebratio dari kata kerja celebrare yang
banyak memiliki arti seperti: merayakan, mengunjungi, meramaikan, memuji,
memasyurkan, dan lainnya. Sehingga dasar dari perayaan selalu berunsur banyak.
Dalam pengertian teologis-liturgis ada tiga arti pokok dari kata perayaan menurut
(Martasudjita 2005: 106-108) sebagai berikut:
Segi kebersamaan. Perayaan merupakan kegiatan bersama atau sekurang-
kurangnya melibatkan lebih dari satu orang. Yang merayakan Ekaristi adalah
Kristus dan bersama seluruh Gereja. Ekaristi sebagai tindakan Kristus sudah
sangat jelas bagi kita karena Kristuslah Sang Imam Agung Sejati. Namun,
dalam Perayaan Ekaristi sekarang ini, Kristus hadir dan merayakan Ekaristi
bersama seluruh Gereja. Konsili Vatikan II menegaskan “upacara-upacara
liturgi bukanlah tindakan perorangan, melainkan perayaan Gereja sebagai
sakramen kesatuan” (SC 26). “setiap misa pada hakikatnya sudah bersifat
resmi dan umum” (SC 27).
Segi partisipasi. Sebuah perayaan selalu menunjuk makna keterlibatan atau
partisipasi dari seluruh hadirin. Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa
menurut hakikatnya, liturgi, terutama Ekaristi, menuntut partisipasi atau
keterlibatan yang sadar dan aktif dari seluruh umat beriman (SC 14). Kata
sadar menunjukkan segi pemahaman atau tahu! Maka, umat beriman perlu
memahami seluruh makna perayaan Ekaristi, termasuk arti semua simbolnya.
Itulah sebabnya Konsili Vatikan II mendesak umat beriman agar dalam
Ekaristi, mereka bukan sebagai penonton yang bisu, melainkan bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
memahami misteri yang dirayakan dengan baik dan ikut serta secara penuh,
hikmat, dan aktif (SC 48).
Segi kontekstual. Sebuah perayaan selalu diselenggarakan menurut situasi
dan kondisi setempat. Disini unsur kebutuhan setempat, situasi, dan tantangan
zaman, unsur-unsur budaya lokal ikut mempengaruhi sebuah perayaan.
Ekaristi yang merupakan perayaan seluruh Gereja itu bagaimanapun juga
dirayakan menurut gaya dan model penghayatan setempat. Segi kontekstual
menunjuk makna Ekaristi yang dirayakan menurut situasi dan kondisi aktual
dan kontekstual yang setempat. Dalam hal ini, Konsili Vatikan II sangat
mendorong berbagai penyesuaian liturgi, termasuk dalam hal inkulturasi
liturgi, tentu saja asalkan selaras dengan hakikat semangat liturgi yang sejati
dan asli (SC 37).
Ekaristi dipahami sebagai “sumber dan puncak”, karena melalui Ekaristi
tampaklah pengungkapan diri Gereja sebagai sakramen Kristus yang paling
mendasar, karena dalam Ekaristi persatuan dengan Kristus dan tentu saja juga
dengan seluruh umat, ditampilkan dalam tanda (Madya Utama, 2016:20).
Kesatuan antara umat dan Kristus itu terbentuk secara nyata, melalui Ekaristi
umat dipersatukan dengan Kristus yang hadir di dalam perayaan Ekaristi. Umat
yang hadir dan menghayati Ekaristi secara penuh akan menemukan Kristus dalam
rupa roti dan anggur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Ekaristi bukanlah ciptaan dan rekayasa Gereja. Ekaristi bukan merupakan ide
spontan dari Gereja. Ekaristi juga bukan kiriman Tuhan yang seakan-akan jatuh
dari langit atau surga. Ekaristi dirayakan oleh Gereja berdasarkan pengalaman
iman Gereja akan Tuhan Yesus Kristus. Ketika Yesus mengadakan perjamuan dan
makan bersama orang-orang berdosa, Yesus ingin menunjukkan makna
kedatangan dan kehadiran Allah yang penuh belas kasih. Kebersamaan Yesus
dengan orang-orang berdosa mengungkapkan kehendak Allah yang mau
menyelamatkan mereka (Martasudjita, 2005: 34-35).
Sedangkan menurut Herman (2009: 9) makna Ekaristi bagi orang Katolik
ketika Sakramen Ekaristi Mahakudus, di mana Tuhan kita Yesus Kristus sendiri
dihadirkan, dikurbankan dan disantap, dan melaluinya Gereja selalu hidup dan
berkembang. Pada saat Sakramen Mahakudus ada perasaan “lebih” sekaligus
kewajiban bagi umat Katolik berkaitan dengan Ekaristi ini. Ekaristi tidak hanya
mendengarkan Sabda Allah tetapi “Sabda itu telah menjadi Daging” dan kita
diundang untuk menerima Hosti Kudus yang kita imani sebagai Tubuh Kristus.
Perubahan substansial roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus menjadi
keluhuran dan kesakralan pada saat perayaan Ekaristi. Maka dari itu, kita sebagai
umat Katolik selalu menjaga dan berusaha dalam keadaan penuh rahmat dan tidak
dalam dosa berat untuk bisa menerima Hosti Kudus dengan pantas.
Dalam Sakramen Ekaristi yang ada bukan lagi roti dan anggur, tetapi Tubuh
dan Darah Tuhan. Kehadiran Kristus dalam roti dan anggur ini dimengerti terjadi
secara penuh. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi juga bersifat tetap, artinya bukan
selama perayaan saja atau selama di santap. Artinya, roti dan anggur yang sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
dikonsekrasi itu tetaplah tubuh dan darah Kristus. Itulah sebabnya Gereja Katolik
mempunyai tradisi untuk menyimpan Sakramen Mahakudus (Prasetya, 2008: 75).
Hadisumarta (2013:23) menjelaskan bahwa Ekaristi tidak pernah terpisah dari
Gereja sebagai jemaat Kristen. Ekaristi adalah sakramen Tubuh Kristus yang
memberi makan dan memelihara Gereja sebagai Tubuh Kristus. Ia selalu hadir
dalam perjamuan murid-muridNya. Kehadiran Kristus mampu mengubah murid-
muirdNya menjadi Ecclesia (Gereja) dimana makanan mereka adalah Ekaristi.
Semua yang hadir dan merayakan Ekaristi serta menyantap Tubuh Kristus akan
saling menerima sebagai saudara dalam Kristus.
Perayaan Ekaristi menjadi peristiwa Allah yang sedang mengisahkan cinta-
Nya kepada umat-Nya. Pada pembacaan teks Kitab Suci, Allah hadir dan
berbicara mengenai cinta kasih-Nya yang tiada batas. Dengan iman, umat
Kristiani lahir dan dikuatkan karena Sabda Allah yang didengarkan, serta iman
umat Kristiani diperlukan untuk menjumpai Tuhan yang bangkit dalam Ekaristi
ataupun perjuangan hidup sehari-hari, maka perlu adanya Roh Kudus untuk
menuntun umat Kristiani ke dalam kepercayaan kepada Tuhan Kristus
(Martasudjita, 2012: 27).
Ekaristi sangatlah bermakna bagi perwujudan diri kita. Ekaristi bukanlah
hadiah bagi mereka yang sehat dan kuat, bagi mereka yang mengira hidupnya
tanpa dosa. Ekaristi adalah obat bagi mereka yang sakit, kasih, dan mampu
memberikan pengampunan bagi orang yang berdosa. Ekaristi adalah tempat
dimana orang berdosa dan orang saleh berkumpul menjadi satu untuk mengalami
kebaikan Allah. Mereka tidak lagi saling membandingkan, melainkan mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
secara bersama-sama melihat dan mengagumi Allah yang berbelas kasih, yang
datang kepada kita dalam diri Yesus Kristus untuk merayakan perjamuan secara
bersama-sama. Yang paling penting adalah Ekaristi mampu mendamaikan yang
adil dan yang tidak adil dalam diri kita. Dan kita dapat merayakan Ekaristi apabila
secara jujur menerima perdamaian ini dalam hati kita masing-masing (Anselm,
1998:23).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
BENTUK-BENTUK INKULTURASI BUDAYA JAWA DAN MAKNA
EKARISTI MALAM JUMAT PERTAMA DI GEREJA HATI KUDUS
TUHAN YESUS GANJURAN YOGYAKARTA
Pada bab III ini, penulis akan menguraikan gambaran singkat Gereja Hati
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Situasi umum Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran Yogyakarta yang penulis paparkan dalam bab III berdasarkan hasil studi
dokumen. Pokok permasalahan yang diangkat dalam bab III ini adalah bentuk
inkulturasi dan makna penyelenggaraan perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama
di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta. Penulis akan menyusun
menjadi 2 pokok bahasan.
Pokok bahasan yang pertama memaparkan tentang gambaran singkat Gereja
Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta. Pokok bahasan kedua
mengungkapkan penelitian dan pembahasan hasil penelitian mengenai bentuk
inkulturasi dan makna penyelenggaraan perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama
di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta. Untuk memperoleh
data, penulis akan melakukan penelitian sederhana dengan wawancara dan
mengedarkan kuisioner.
A. Keadaan Umum Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta
1. Letak Geografis Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta
Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus terletak di 17km Selatan Yogyakarta. Gereja
ini memiliki 8000 jemaat yang tersebar di 12 wilayah yang terdiri dari 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
lingkungan. Umat di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus sebagian besar bekerja
sebagai petani, pedagang dan buruh pekerja.
Umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran berasal dari 12 wilayah. 12
wilayah tersebut terdiri dari 54 lingkungan. Berikut data nama wilayah dan nama
lingkungan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang penulis dapatkan dari
sekretariat paroki pada tanggal 3 September 2019.
Tabel 1
No Nama Wilayah No Nama Lingkungan
1. Wilayah Bartholomeus Siten 1. Yusup di Jombok
2. Maria di Sinten tengah
3. Lukas di Sinten Lor
4. Markus di Mandungan
2. Wilayah Franc Xaverius Kanutan 5. Antonius di Jowilayan
6. Michael di Mundu Kauman
7. Ignatius di Gilang
8. Andreas di Santeman Kremen
3. Wilayah Philipus Gondanglipuro 9. Paulus di Gandekan
10. Michael di Kaligondang
11. Barnabas di Jogodayoh
12. Lukas di Gunungan I
13. Markus di Gunungan II
4. Wilayah Paulus Cempoko
Karangmojo Peni (Cakap)
14. Yakobus Minor di Peni
15. Yohanes Pemandi di Karangmojo
I
16. Benedictus di Cempoko
17. Yohanes Rasul di Cempoko
5. Wilayah Markus Kedon Tangkilan
(Ketan)
18. Lukas di Kedon Lor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
19. Andreas di Kedon Kidul
20. Chrystophorus di Tangkilan
6. Wilayah Matheus Caben 21. Greg. Magnus di SGM
22. Petrus di Caben Kulon Wetan
23. Yusuf di Tegal Jetis Karang
24. Tarcitius di Karang Bajang
25. Franciscus Zaverius di Bebegan
Destan
26. Yusuf di Gambuhan
27. Ignatius di Nglarang
7. Wilayah Lukas Tambran 28. Petrus di Pundong
29. Yusuf di Jamprit
30. Vincentius di Pundong Kidul I
31. Andreas di Pundong Kidul II
32. Paulus di Paker
33. Yakobus di Tulasan
8. Wilayah Markus Ngiren-iren 34. Paulus di Kepuh
35. Yusuf di Ngiren-iren
36. Victorianus di Warungpring
37. Petrus di Turi Japuhan
38. Lorentius di Cangkring
39. Agustinus di Tempel Selo
9. Wilayah Yusuf Kretek 40. Matheus di Greges
41. Yakobus Mayor di Gading
42. Yohanes di Mriyan
10. Wilayah Yusuf Baros 43. Matheus di Muneng
44. Markus di Baros I
45. Gregorius di Baros II
11. Wilayah Albertus Guntusgeni 46. Paulus di Sanden
47. Petrus di Kuroboyo
48. Simon di Gunturgeni
12. Wilayah Albertus Magnus 49. Petrus di Daleman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
50. Thomas di Nopaten
51. Robertus Bellarminus di Sabunan
52. Franciscus Asisi di Kauman
53. Petrus di Krekah Karang Anom
54. Bartholommeus di Banjarwaru
2. Sejarah Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta
Sejarah Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran penulis dapatkan dari
sekretariat paroki pada tanggal 3 September 2019. Sejak didirikan, Gereja Hati
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran mengadopsi nilai-nilai budaya Jawa seperti
bangunan dari Gereja, pakaian yang digunakan petugas liturgi, bahasa yang
digunakan saat misa, serta pertumbuhan iman umat yang terus berkembang baik
jasmani maupun rohani. Tahun 1920 Ir. Julius Schmutzer menikah dengan
Caroline van Rijckevorsel yang bekerja sebagai perawat dan pekerja sosial.
Kepeduliannya kepada perempuan diwujudkan dengan dibentuknya sekolah dasar
dan asrama untuk kaum perempuan. Beliau juga membuka klinik kesehatan yang
selanjutnya berdiri dengan nama Rumah Sakit St. Elizabeth Ganjuran (yang
selanjutnya dikelola oleh Suster Cinta Kasih Carolus Borromeus). Beliau juga
mendirikan rumah sakit di Yogyakarta yang pernah diberi nama Onder de Bogen.
Sekarang dikenal dengan nama Rumah Sakit Panti Rapih.
Juga pada tahun 1920, Romo Van Driesch, S.J yang pernah mengajar di
Kolese Xaverius di Muntilan, mulai berkhotbah di Ganjuran dan mendirikan
komunitas Katolik di Ganjuran. Hingga tahun 1922 ada sebanyak 22 orang
Katolik keturunan Jawa di Ganjuran; jumlah ini meningkat dengan cepat. Pada
tanggal 16 April 1924 keluarga Schmutzers mendirikan gereja di tanah mereka,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
dengan Romo Van Driesch, S.J sebagai pastor pertama. Tahun 1992 Dr. Joseph
Schmutzer dan Ir. Julius Schmutzer, manager Pabrik Gula Ganjuran
Gondanglipuro Bantul, Yogyakarta melaksanakan ajaran sosial gereja (Rerum
Novarum) di pabrik mereka sebagai ucapan syukur mereka kepada Hati Kudus
Tuhan Yesus. Para buruh diperlakukan sebagai rekan kerja (sahabat) dan mereka
tidak hanya menerima gaji melainkan juga keuntungan perusahaan (sebagai bagi
hasil).
Romo Van Driesch, S.J meninggal pada tahun 1934 dan diganti oleh
Romo Albertus Soegijapranata, S.J yang bertugas sekalian sebagai Pastor
Ganjuran dan Bintaran. Pada tahun ini jumlah orang Katolik sudah mencapai
1.350 orang. Keluarga Schmutzer kembali ke Belanda pada tahun yang sama.
Selama Revolusi Nasional Indonesia pabrik gula dibakar habis, tetapi sekolah,
Gereja, dan rumah sakit selamat. Pada tahun 1947 Romo Justinus Darmojuwono,
Pr. mulai menjabat menjadi Pastor sampai tahun 1950 (Utomo, 2011: 14).
Pada tahun 1981 Romo Suryosudarmo, S.J menjabat sebagai Pastor di
Ganjuran dan langsung merenovasi bangunan pastoran menjadi dua tingkat untuk
memperkuat pelayanan Gereja. Pada tahun 1988 Romo Gregorius Utomo, Pr
mulai berkarya dan menggali serta mengembangkan kembali nilai-nilai budaya
Jawa yang telah lama berakar dalam masyarakat. Pada tahun 1990 Konferensi
Federasi Uskup Asia mengadakan sebuah seminar mengenai masalah pertanian
dan petani di Gereja Ganjuran. Sejak 1995 Gereja lebih menekankan
pembangunan candinya melalui sumbangan dari masyarakat dan sudah
menambahkan 15 relief yang menggambarkan Jalan Salib. Relief ini awalnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dirancang oleh keluarga Schmutzer. Setelah gereja lama dihancurkan oleh gempa
bumi besar pada bulan Mei 2006, gereja baru dibangun ulang dengan gaya Jawa.
3. Sejarah Bangunan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus
Sejarah bangunan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus penulis dapatkan dari arsip
perpustakaan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta. Sebuah
candi didirikan di Gereja Katolik Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran pada abad
kemarin dan kini masih digunakan oleh umat Katolik maupun para peziarah dari
berbagai daerah. Bangunan candi ini tidak lepas dari jasa keluarga Schmutzer.
Keluarga Schmutzer tidak hanya hidup dan menolong masyarakat sekitarnya.
Mereka juga mempelajari budaya Jawa. Mereka mengakui dan menghormati
budaya Jawa sebagai salah satu budaya dunia. Mereka mengelola dan mendukung
para penduduk asli yang ahli di bidang mereka masing-masing untuk berdiskusi
dan menciptakan beberapa karya seni inkulturasi, khususnya di bidang inkulturasi
liturgi. Contoh yang paling jelas dan bisa dilihat sampai saat ini adalah pendirian
gedung gereja dan Candi Ganjuran yang keduanya diabdikan kepada Hati Kudus
Yesus.
Candi itu dibangun sebagai suatu tempat suci, mendampingi gedung Gereja
yang telah dibangun sebelumnya, pada tahun 1924. Dalam bahasa Jawa, Candi
yang lebih dikenal sebagai Candi Ganjuran itu disebut Candi Tyas Dalem Sang
Kristus. Pembangunan Candi Ganjuran dimulai pada tanggal 26 Desember 1927,
tanggal ulangtahun pabrik Gondang Lipuro ke 65. Mgr. A.P.F van Velsen
(Vikaris Apostolik Batavia) meletakkan batu pertama dan lebih dari 2 tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
kemudian, 11 Februari 1930, ia memberkati Candi. Patung Kristus dalam busana
Raja Jawa yang digambarkan dengan hati terbakar ditempatkan dalam cella, satu-
satunya bilik pada Candi itu. Monumen itu pada saat pemberkatannya
dipersembahkan kepada Yesus Kristus, Raja dari segala raja, yang mencintai
dunia dengan seluruh hati-Nya.
Ajaran utama Kristus tentang cinta kasih diharapkan juga menyebar ke
seluruh umat. Misi Kristiani yang semula diyakini keluarga Schmutzer tetap hidup
dalam komunitas Katolik itu. Mereka bertekad untuk semakin setia mengikuti
Yesus Kristus yang memaklumkan Kerajaan Allah dengan beriman dewasa,
mendalam, missioner, dan memasyarakat selaras dengan situasi budaya Jawa.
Mereka juga semakin membuka diri untuk menerima Allah, mengalami kehadiran
dan belas kasih-Nya baik dalam doa, karya, maupun peristiwa, agar dapat sepenuh
hati mengungkapkan dan mengamalkannya, membela kehidupan dan menjunjung
tinggi martabat manusia, mewujudkan tata penggembalaan yang
mengikutsertakan dan memberdayakan seluruh warga Gereja, dan
mempersembahkan seluruh perjuangan di dunia ini kepada Hati Kudus Tuhan
Yesus.
B. Penelitian dan Hasil Pembahasan Bentuk Inkulturasi Budaya Jawa Pada
Ekaristi Malam Jumat Pertama di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran Yogyakarta
1. Desain Penelitian
a. Latar Belakang Penelitian
Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran merupakan salah satu Paroki di
Keuskupan Agung Semarang yang sebagian besar umatnya berasal dari suku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Jawa. Dalam kesehariannya mereka dihidupi oleh tradisi dan kebudayaan Jawa
yang masih sangat kental. Hal ini tercermin dalam cara peribadatan mereka. Bagi
orang Katolik, bentuk peribadatan tersebut diungkapkan secara nyata dalam
perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama. Perayaan Ekaristi malam Jum’at
pertama dilaksanakan sebulan sekali pada minggu pertama. Perayaan Ekaristi
yang dilaksanakan banyak merangkul unsur budaya setempat seperti, pakaian
petugas liturgi, bahasa yang digunakan, dan alat musik untuk mengiringi. Yang
menarik dalam perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran adalah
tempat perayaan Ekaristi di depan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus dan sebelum
perayaan Ekaristi dimulai, ujub-ujub permohonan dibacakan dan ada pengobatan.
Namun, selama penulis mengikuti perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama
di Ganjuran, sebagian umat sepertinya kurang memahami bentuk inkulturasi
budaya Jawa di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini, penulis mengangkat suatu pokok permasalahan tentang bentuk-
bentuk inkulturasi budaya Jawa di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
Yogyakarta.
b. Tujuan Penelitian
1) Mendapatkan gambaran tentang bentuk dan makna inkulturasi budaya Jawa
pada Ekaristi malam Jum’at pertama di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran Yogyakarta.
2) Mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat
yang di alami umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
3) Mendapatkan gambaran bagaimana dapat meningkatkan pelaksanaan Ekaristi
malam Jum’at pertama sehingga umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran semakin lebih bersemangat dan memperoleh makna dari Ekaristi
tersebut.
c. Jenis Penelitian
Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
suatu penelitian yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang
holistik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna dan digunakan untuk meneliti
kondisi objek yang alamiah. Kondisi objek yang alamiah adalah objek yang
berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti
tidak mempengaruhi dinamika pada objek tersebut (Sugiono, 2014:13-14).
Untuk mendapatkan data yang valid, penulis akan mengikuti perayaan
Ekaristi malam Jum’at pertama dan melakukan wawancara di halaman Candi Hati
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran kepada beberapa umat yang mengikuti perayaan
Ekaristi malam Jum’at pertama serta mengedarkan kuisioner.
d. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu desain ex-post facto.
Penelitian dengan desain ex post-facto yaitu penelitian yang dilakukan untuk
meneliti suatu peristiwa yang telah terjadi dan kemudian melihat ke belakang
untuk mengetahui faktor-faktor yang menimbulkan kejadian tersebut (Sugiyono,
2014:50). Dalam ex post-facto ini, penulis tidak perlu lagi memberi perlakuan
pada sampel yang akan diteliti karena sampel sudah mendapat perlakuan. Dalam
penelitian ini masalah yang diteliti adalah bentuk-bentuk inkulturasi budaya Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dan makna Ekaristi malam Jum’at pertama di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran Yogyakarta.
e. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah pedoman tertulis tentang wawancara,
pengamatan, daftar pertanyaan yang dipersiapkan untuk mendapatkan informasi.
Untuk menggunakan cara yang telah ditentukan (pengamatan, wawancara,
kuisioner, dokumentasi) dibutuhkan alat yang dipakai untuk mengumpulkan data.
Alat itulah yang kita sebut instrumen penelitian. Dalam pelaksanaannya
wawancara dapat dilakukan secara terstruktur (Gulo, 2000:83). Pertanyaan-
pertanyaan interaktif dalam wawancara diharapkan dapat mencapai tujuan
penelitian. Hasil wawancara akan direkam menggunakan Handphone sementara
peneliti berfokus pada proses wawancara. Jadi, penelitian akan dilakukan oleh
peneliti sendiri sebagai instrumen dan mewawancarai responden yaitu beberapa
umat yang mengikuti perayaan Ekaristi malam Jumat pertama di Paroki Hati
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta.
f. Responden
Responden dalam penelitian ini adalah umat yang mengikuti perayaan
Ekaristi malam Jum’at pertama di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
Yogyakarta. Peneliti akan mengambil responden sebanyak 15 orang secara acak
sesuai dengan kriteria yang penulis harapkan. Peneliti akan menggunakan teknik
Random Sampling. Menurut Sugiyono (2014:57) teknik Random Sampling adalah
teknik pengambilan sampel dari anggota populasi yang dilakukan secara acak
tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Peneliti diharapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
bisa menggali secara mendalam dan akhirnya bisa mendapatkan data serta lebih
memahami apa yang menjadi harapan para umat.
g. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3 dan 31 Oktober 2019 dan
dilaksanakan di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta.
h. Fokus Penelitian
Sugiyono (2014: 60) menjelaskan fokus penelitian sebagai “segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulan.” Dalam hal
ini fokus yang akan diteliti adalah:
1) Gambaran mengenai bentuk dan makna inkulturasi budaya Jawa pada malam
Jum’at pertama di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta.
2) Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam perayaan Ekaristi malam
Jum’at pertama yang dialami umat.
3) Harapan umat untuk lebih meningkatkan pelaksanaan Ekaristi yang
inkulturatif.
i. Kisi-kisi Penelitian
Tabel 2
No Variabel Indikator Jumlah Nomor
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Bentuk inkulturasi
budaya jawa
a. Bentuk inkulturasi
budaya jawa
b. Makna Ekaristi
malam Jum’at
pertama
1 soal 1
2
2 a. Faktor pendukung
Ekaristi
Faktor pendukung dalam
Ekaristi malam Jum’at
1 soal 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
pertama
b. Faktor penghambat
Ekaristi
Faktor penghambat
dalam Ekaristi malam
Jum’at pertama
1 soal 4
3 Harapan program a. Harapan terhadap
Paroki Hati Kudus
Tuhan Yesus
Ganjuran
b. Harapan terhadap
umat yang mengikuti
Ekaristi malam
Jum’at pertama
1 soal
1 soal
5
6
j. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data atau analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan mengedarkan angket. Analisis data dilakukan
dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan
sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri
maupun orang lain (Sugiyono, 2014: 334-335).
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bagian ini penulis akan melaporkan hasil penelitian yang berupa
wawancara. Jumlah responden yang diwawancari 15 orang. Penulis memilih
responden secara acak sesuai dengan teknik random sampling. Penelitian
dilaksanakan 2 kali pada tanggal 3 dan 31 Oktober 2019. Penulis melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
wawancara sebelum dan sesudah Perayaan Ekaristi Malam Jum’at Pertama.
Durasi wawancara yang penulis laksanakan ± 20 sampai 30 menit.
1. Bentuk inkulturasi budaya Jawa dan makna Ekaristi malam Jum’at pertama
a. Bentuk Inkulturasi Budaya Jawa
Berdasarkan hasil wawancara, R 4 menjawab yang menjadi ciri khas dalam
Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran adalah unsur kebudayaan Jawa yang
sangat kuat, seperti pakaian yang digunakan, musik, dan bahasa yang digunakan.
Jawaban tersebut didukung oleh R 2, R 7, R 8, R 9, R 10, R 12, R 13, dan R 15
(Lampiran transkip wawancara) yang juga mengatakan bahwa inkulturasi budaya
Jawa masih melekat dan nampak saat perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama.
Selain itu, R 10 juga mengatakan bahwa tata perayaan Ekaristi yang sangat kental
akan budaya Jawa juga amat nampak dalam perayaan Ekaristi malam Jum’at
pertama di Ganjuran.
Menurut R 1, inkulturasi budaya Jawa terletak pada bangunan, arsitektur
Gereja, ornamen yang digunakan saat misa, iringan musik gamelan, pakaian
petugas liturgi, serta adat yang digunakan saat perayaan Ekaristi. Sedangkan
menurut R 3, R 5, R 6, R 14, dan R 11 (Lampiran transkip wawancara) inkulturasi
budaya Jawa hanya terdapat pada iringan musik, lagu, dan pakaian adat Jawa.
Tetapi ada responden R 3 yang memaknai inkulturasi sebagai penghubung antara
kebudayaan dengan penghayatan iman. Yang dimaksud penghubung disini adalah
dengan adanya inkulturasi, saya merasa bahwa pesan Injil yang ingin disampaikan
dapat tersampaikan dengan baik dan diterapkan dalam hidup sehari-hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
(Lampiran transkip wawancara). R 6 juga mengatakan bahwa inkulturasi berperan
sangat penting, karena dengan memaknai inkulturasi kebudayaan dengan Injil,
iman umat semakin tumbuh dan berkembang untuk melayani dan peduli kepada
sesama.
Berdasarkan hasil wawancara, beberapa responden sudah sungguh-sungguh
memahami bentuk inkulturasi budaya Jawa sebagai penghubung untuk memaknai
dan menyampaikan pesan Injil. Tetapi ada beberapa umat yang melihat bentuk
inkulturasi dari fisiknya saja, seperti; pakaian, ornamen, instrumen, bahasa, dll.
b. Makna Ekaristi Malam Jum’at Pertama
Berdasarkan hasil wawancara, R 4 memaknai Ekaristi malam Jum’at pertama
sebagai devosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus. Melalui Ekaristi, ia menjadi
lebih bersemangat dalam menjalani kehidupan sehari-hari, hidupnya menjadi lebih
tenang, doa-doa yang ia haturkan terkabul. Ia juga mengatakan bahwa ia semakin
dekat dengan Tuhan. Jawaban tersebut didukung oleh R 7, R 9, R 10, dan R 15
yang sangat menghormati Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran (Lampiran
transkip wawancara).
Menurut R 2, setelah ia mengikuti Ekaristi malam Jum’at pertama di
Ganjuran, doa-doa (ungkapan syukur dan permohonan) yang ia haturkan dapat
terkabulkan. Selama mengikuti perayaan Ekaristi, imannya semakin tumbuh dan
berkembang serta semakin dimantapkan untuk melayani sesama dan Tuhan. Yang
dimaksudkan imannya tumbuh dan berkembang adalah bisa bersatu dengan
Tuhan, lebih bersemangat dalam mengikuti Ekaristi, dan lebih peduli terhadap
sesama. Jawaban ini juga didukung oleh R 8, R 12, R 13, dan R 14 yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
kemudian ditambahkan bahwa selama mereka mengikuti perayaan Ekaristi,
mereka merasa tenang, mendapatkan pencerahan, lebih dekat dengan Tuhan dan
Bunda Maria, serta hidupnya menjadi lebih bersemangat.
Menurut R 1, melalui perayaan Ekaristi dirinya merasa tenang, tidak mudah
gelisah, semakin rendah hati, membuat dirinya terdorong untuk lebih jujur, rela
berkorban, pantang menyerah, lebih bersemangat dalam menjalani hidup, dan
imannya semakin diteguhkan. Ekaristi menunjukkan bahwa Kristus hadir dalam
rupa roti dan anggur. Jawaban ini didukung oleh R 3 dan R 6 (Lampiran transkip
wawancara). Tetapi ada responden lain R 5 dan R 11 yang merasa bahwa belum
mendapatkan sesuatu yang membuat dirinya dapat memaknai Ekaristi malam
Jum’at pertama di Ganjuran.
Berdasarkan hasil wawancara, umat yang mengikuti perayaan Ekaristi malam
Jum’at pertama di Ganjuran merasa imannya semakin tumbuh dan berkembang.
Hal ini disadari oleh umat Kristiani karena kita semua terpanggil untuk melayani
Tuhan dan sesama. Misalnya, umat bisa mewartakan kabar gembira, memberikan
cinta kasih, saling mengasihi, peduli, gotong-royong. Selain itu mereka juga
memiliki semangat hidup untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. Namun,
perasaan tenang dan nyaman belum mencukupi untuk mengukur buah utama dari
perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Ekaristi Malam Jum’at Pertama
a. Faktor Pendukung
Berdasarkan hasil wawancara R4 mengatakan bahwa ia merasa tertarik
dengan ornamen-ornamen serta candi yang ada di Ganjuran. Selain itu, suasana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
yang mendukung, tempat yang sejuk dan tenang membuat ia semakin nyaman
untuk berdoa dan mengikuti Ekaristi. Sedangkan R 7 dan R 10 mempunyai
semangat untuk hadir dan mengikuti perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama. R
9 dan R 15 memiliki niat dari dalam diri untuk selalu hadir dan mengikuti Ekaristi
malam Jum’at pertama (Lampiran transkip wawancara).
R 2 mengatakan yang menjadi faktor pendukung adalah lingkungan sekitar
yang mengajak ia untuk mengikuti Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran. Ia
juga mengatakan bahwa keniatan hati untuk hadir dan mengikuti Ekaristi menjadi
faktor utamanya. Kemudian R 8 dan R 12 mengungkapkan bahwa perayaan
Ekaristi dengan menggunakan inkulturasi budaya Jawa dapat membawa suasana
hati semakin tenang. Jawaban ketiga responden tersebut didukung oleh responden
lainnya R 13 dan R 14 (Lampiran transkip wawancara).
R 1 mengungkapkan bahwa susunan liturgi, suasana, musik liturgi, pakaian
adat, ketenangan, keniatan hati menjadi faktor pendukungnya. Kehadiran umat
dari berbagai kota membuat dirinya semakin bersemangat dan berbondong-
bondong untuk mengikuti Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran. Jawaban
tersebut didukung oleh R 3, R 5, dan R 6 (Lampiran transkip wawancara). Selain
iru, menurut R 11 teman serta keluarga yang terus-terusan mengajak sekaligus
memberikan dorongan untuk mengikuti perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama
di Ganjuran menjadi faktor pendukungnya.
Faktor pendukung dalam perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di
Ganjuran menjadi daya tarik bagi umat yang hadir dan mengikuti perayaan
Ekaristi. Sebagian responden mengungkapkan bahwa suasana yang nyaman,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
tenang, sejuk, serta menggunakan inkulturasi budaya Jawa membuat dirinya
semakin memiliki semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Keniatan dalam
diri untuk mengikuti perayaan Ekaristi memilki kekuatan tersendiri untuk hadir
dan mengikuti Ekaristi malam Jum’at pertama.
b. Faktor Penghambat
Berdasarkan hasil wawancara R 4 mengatakan bahwa yang menjadi
penghambat utama adalah jarak yang jauh, sering rebutan kendaraan dengan
adiknya, waktu yang sering bertabrakan dengan kegiatan atau acara lain dan tidak
ada teman untuk menemani misa. R 7 dan R 9 menambahkan bahwa situasi
Gereja yang dekat dengan jalan raya sehingga membuat agak bising, dan umat
yang terkadang lupa untuk menonaktifkan alat elektronik sehingga suasana kurang
hikmat. Jawaban tersebut didukung oleh R 10, dan R 15 (Lampiran transkip
wawancara).
R 2 mengatakan bahwa pembacaan ujub yang cukup banyak membuat dirinya
merasa bosan. Jawaban tersebut didukung oleh R 13 (Lampiran transkip
wawancara). Menurut R 8 yang menjadi faktor penghambat adalah durasi misa
yang cukup lama sehingga membuat dirinya mudah ngantuk. Sedangkan menurut
R 12 dan R 14 mereka mudah lelah karena tidak ada tempat untuk bersender dan
kaki mudah semutan.
R 1 mengungkapkan bahwa terkadang malas, memiliki kesibukan yang tidak
bisa ditinggalkan, mudah ngantuk, cuaca yang terkadang tidak mendukung,
sampai rumah tengah malam, dan terkadang tidak mengerti dengan bahasa Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
krama. Jawaban tersebut didukung oleh R 3, R 5, R 6, R 11 (Lampiran transkip
wawancara).
Faktor penghambat di atas dapat dijadikan keprihatinan agar di kemudian hari
perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama dapat berjalan dengan lebih baik lagi,
sehingga umat yang hadir dan mengikuti perayaan Ekaristi benar-benar merasakan
kehadiran Yesus Kristus.
3. Harapan Program
a. Harapan Supaya Dilakukan oleh Paroki Ganjuran Untuk Meningkatkan
Ekaristi Malam Jum’at Pertama
Berdasarkan hasil wawancara, R 4 mempunyai harapan supaya Ekaristi tidak
hanya dilaksanakan pada malam Jum’at saja tetapi bisa diselenggarakan pada
Jum’at sore. Sedangkan R 7 dan R 9 berpendapat bahwa Paroki seharusnya
merangkul anak-anak muda untuk mau ikut ambil bagian dalam perayaan Ekaristi
malam Jum’at pertama. R 10 dan R 15 mengemukakan perlunya meningkatkan
pemahaman umat mengenai makna Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran.
R 2 berpendapat bahwa tetap selalu dilaksanakan Ekaristi pada malam Jum’at
pertama karena sudah menjadi ciri khas dari Paroki Ganjuran, kemudian ia juga
berpendapat bahwa inkulturasi budaya Jawa pada Ekaristi malam Jum’at pertama
juga harus tetap dijaga kelestariannya karena dapat menyampaikan pesan-pesan
Injil dengan baik. R 12 dan R 13 berpendapat bahwa perlunya dibuatkan tratak
atau tenda untuk mengantisipasi ketika hujan turun. Sedangkan R 8 dan R 14
hanya berharap perlunya tambahan sound system supaya suaranya dapat terdengar
sampai di dalam Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
R 1 menyampaikan bahwa perlunya suatu kegiatan yang berisi penjelasan
tentang makna Ekaristi malam Jum’at pertama serta inkulturasi budaya yang
digunakan. Harapan tersebut bertujuan supaya umat tidak hanya hadir dan
mengikuti Ekaristi, namun betul-betul memahami makna dari perayaan Ekaristi
dengan menggunakan inkulturasi budaya setempat. Jawaban tersebut di dukung
oleh R 3 dan R 11 (Lampiran transkip wawancara). Sedangkan R 5 dan R 6 hanya
berpendapat supaya adanya penerjemahan ke bahasa Indonesia di dalam buku
panduan misa (Lampiran transkip wawancara).
Umat yang menghadiri dan mengikuti perayaan Ekaristi malam Jum’at
pertama di Ganjuran terdiri dari berbagai kalangan dan berbagai daerah. Umat
yang hadir tidak hanya berasal dari Paroki Ganjuran saja, melainkan berasal dari
berbagai Paroki dan berbagai Keuskupan. Oleh sebab itu dapat ditegaskan
kembali bahwa harapan umat adalah memiliki buku panudan yang sudah ada
terjemahan Indonesia, menambah sound system serta memiliki tenda untuk
mengantisipasi ketika hujan turun.
b. Harapan Diri Sendiri Untuk Meningkatkan Ekaristi Malam Jum’at Pertama di
Ganjuran
Berdasarkan hasil wawancara, R 4 berpendapat bahwa perlunya semangat
dalam diri sendiri untuk lebih rajin mengikuti Ekaristi malam Jum’at pertama di
Ganjuran. Bukan hanya semangat saja, namun semangat dalam diri sendiri juga
harus ada. Jawaban tersebut didukung oleh R 9 dan R 15 (Lampiran transkip
wawancara). R 7 dan R 10 berpendapat bahwa perlunya keberanian diri untuk
berangkat sendiri ke Gereja karena jalan yang gelap dan sepi (Lampiran transkip
wawancara).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
R 2 mengungkapkan bahwa perlunya pemahaman mengenai bahasa yang
digunakan pada saat misa supaya lebih mengerti dan menghayati perayaan
Ekaristi. R 12 menambahkan bahwa ia ingin belajar bahasa Jawa krama supaya ia
mengerti apa yang disampaikan oleh Romo. Jawaban tersebut didukung oleh R 13
dan R 14 (Lampiran transkip wawancara). Sedangkan menurut R 8 ia hanya ingin
mengajak umat dari parokinya untuk sekali-kali mengikuti perayaan Ekaristi
malam Jum’at pertama di Ganjuran (Lampiran transkip wawancara).
R 1 menyampaikan bahwa dari apa yang sudah ia dapatkan selama Ekaristi
berlangsung, ia refleksikan dan maknanya dapat ia wujudnyatakan di dalam
kehidupan sehari-hari. Jawaban tersebut didukung oleh R 11 (Lampiran transkip
wawancara). R 11 juga menambahkan bahwa apa yang sudah disampaikan pada
saat homili sebisa mungkin diterapkan dalam kehidupan kita. Sedangkan R 3
berpendapat bahwa ia ingin lebih rajin lagi untuk doa senusantara yang dianjurkan
oleh romo Utomo, karena menurutnya, dengan doa senusantara ia bisa mendoakan
orang-orang dari kejauhan. Sedangkan R 5 dan R 6 merasa bahwa dirinya belum
ada niatan apa-apa (Lampiran transkip wawancara).
Penulis menegaskan kembali bahwa umat dapat menjadikan Ekaristi sebagai
sumber dan puncak hidup. Dengan memiliki semangat yang membara, mereka
tidak lagi merasa malas untuk hadir dan mengikuti perayaan Ekaristi Jum’at
pertama di Ganjuran walaupun jarak yang jauh dan tidak ada teman. Rasa malas
akan selalu hadir kalau tidak dilawan. Dengan demikian harapan umat untuk
mengubah hidupnya menjadi lebih baik dapat terwujud.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
3. Kesimpulan Penelitian
Inkulturasi budaya Jawa dalam perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di
Ganjuran memiliki peran yang sangat besar dalam hal penghayatan iman dan
liturgi Ekaristi. Nilai-nilai Injil yang disampaikan melalui homili dapat
terealisasikan di dalam kehidupan sehari-hari. Inkulturasi dapat membantu umat
dalam memahami pesan atau makna dari bacaan Injil, karena dalam inkulturasi ini
dilakukan dengan proses budaya dimana terdapat tahap-tahap atau prosesi yang
harus disesuaikan dengan budaya Jawa. Inkulturasi juga merupakan relasi antara
Injil dan kebudayaan yang bersifat kreatif, hal ini sangat penting untuk
menciptakan suasana yang menarik dan tidak membosankan, sehingga
memberikan motivasi untuk lebih bersemangat menjalani kehidupan sehari-hari.
Dalam perayaan Ekaristi dengan menggunakan inkulturasi budaya Jawa
diharapkan umat semakin peduli, tolong menolong, melayani sesama, dan
terdorong untuk berbuat cinta kasih terhadap sesama.
Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran menunjukkan kehadiran Kristus
dalam rupa roti dan anggur. Hal ini terlihat bahwa umat percaya roti dan anggur
yang diterima adalah tubuh dan darah Kristus. Dengan ini umat yakin bahwa
kristus hadir ditengah-tengah mereka. Selain itu, Ekaristi malam Jum’at pertama
juga mengajak umat untuk menghaturkan doa kepada Hati Kudus Tuhan Yesus.
Dalam mengikuti Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran, umat dapat
mengucap syukur atas rahmat dan berkat yang sudah diterima. Dari Ekaristi
malam Jum’at pertama di Ganjuran, umat mendapatkan kekuatan dan semangat
baru untuk melaksanakan kehendak Tuhan. Selain itu, melalui doa senusantara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
yang dibawakan oleh Romo Utomo, umat dapat menerima berkat dari tangan
kanan dan bisa mendoakan serta menjamah orang-orang yang akan di doakan
melalui tangan kirinya. Hal ini terlihat bahwa umat merasa setelah mengikuti
perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran memiliki semangat baru dan
dorongan untuk melaksanakan kehendak Tuhan.
Ada beberapa faktor yang menjadi pendukung dan penghambat umat dalam
mengikuti perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran. Faktor
pendukung tersebut antara lain; keluarga/teman/kolega yang selalu mengajak dan
mengingatkan, suasana yang nyaman, tenang, sejuk, dan penuh penghayatan.
Sedangkan faktor penghambatnya adalah jarak jauh, cuaca yang terkadang kurang
mendukung, dan Ekaristi selesai hingga larut malam.
Penulis juga menemukan harapan-harapan umat supaya dapat meningkatkan
perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran. Ekaristi dengan
menggunakan inkulturasi budaya Jawa harus tetap dipertahankan supaya pesan
Injil dapat tersampaikan dengan baik. Namun, ada beberapa umat yang belum
mengerti mengenai Ekaristi yang inkulturatif, sehingga perlu diberi pemahaman.
Ada juga yang berpendapat bahwa sebaiknya Ekaristi dapat dimulai lebih awal
supaya selesainya tidak terlalu malam dan diberi atap/tenda supaya kalau hujan,
Ekaristi tetap terlaksana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
USAHA MENINGKATKAN PENGHAYATAN INKULTURASI
BUDAYA JAWA PADA SAAT PERAYAAN EKARISTI MALAM JUMAT
PERTAMA DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN
YOGYAKARTA
Pada bab III penulis telah menyampaikan hasil penelitian mengenai bentuk
inkulturasi dan makna Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran. Berdasarkan
dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa inkulturasi memiliki peran penting dalam
menyampaikan pesan Injil kepada umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi
malam Jumat pertama di Ganjuran. Selain itu, Ekaristi malam Jumat pertama di
Ganjuran memiliki daya tarik umat dari paroki lain untuk mengikuti perayaan
tersebut. Namun, responden menyadari bahwa perayaan Ekaristi dalam inkulturasi
belum terlalu dipahami oleh umat, maka responden memiliki harapan supaya
inkulturasi dalam perayaan Ekaristi dapat semakin dipahami dan dihayati.
Pada bab IV ini penulis akan memaparkan usulan kegiatan untuk membantu
umat lebih memahami dan menghayati inkulturasi dalam Ekaristi dengan
sungguh-sungguh dan mendalam. Bab IV ini terdiri dari latar belakang kegiatan,
tujuan kegiatan, usulan tema dan penjelasannya, matriks dan penjabaran proses
kegiatan.
A. Latar Belakang Kegiatan
Setelah melakukan penelitian di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran,
penulis melihat bahwa keprihatinan yang terjadi ialah mengenai pemahaman umat
yang masih kurang mengenai inkulturasi dalam Ekaristi. Melihat keprihatinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
tersebut penulis tergerak untuk membantu umat memahami pentingnya perayaan
Ekaristi menggunakan inkulturasi. Penulis membuat usulan kegiatan rekoleksi
untuk umat yang pernah mengikuti perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di
Ganjuran.
Usulan kegiatan tersebut tumbuh dari keprihatinan yang terjadi dan dirasakan
oleh responden. Beberapa responden mengatakan bahwa perayaan Ekaristi dengan
menggunakan inkulturasi budaya sangatlah tepat, akan tetapi pemahaman umat
mengenai Ekaristi dan inkulturasi belum begitu dipahami dan dimaknai. Maka
dari itu penulis mengusulkan kegiatan rekoleksi. Rekoleksi sebagai jembatan umat
untuk memahami dan memaknai Ekaristi dan inkulturasi. Ada banyak makna yang
terkandung dalam Ekaristi dan inkulturasi. Rekoleksi juga diharapkan dapat
membantu umat untuk memiliki semangat hidup yang Ekaristis, yaitu berpusat
kepada Yesus Kristus.
Ecclesia de Eucharistia art. 9 menjelaskan bahwa Ekaristi merupakan
kehadiran Kristus yang menyelamatkan dalam komunitas umat beriman.
Pengertian tersebut menandakan bahwa Ekaristi harus benar-benar dihayati karena
Yesus sungguh hadir untuk menyelamatkan manusia. Sedangkan inkulturasi
merupakan perjumpaan yang berkelanjutan antara iman Kristiani dengan
kebudayaan. Tentu yang menjadi pusatnya adalah Yesus Kristus. Oleh sebab itu
dalam proses kehidupan sehari-hari, umat diharapkan menemukan kehadiran
Tuhan dan mengimani Yesus Kristus (Heryatno, 20014:124).
Oleh karena itu penulis mengupayakan usulan kegiatan rekoleksi demi
menjawab kebutuhan responden. Melalui kegiatan tersebut, umat diajak untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
semakin memahami dan memaknai Ekaristi dan inkulturasi. Dengan memahami
dan memaknai Ekaristi dan inkulturasi, umat akan semakin menghidupi nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya sehingga kehidupan beriman umat semakin tumbuh
dan berkembang.
B. Tema dan Tujuan Rekoleksi
Penulis mengusulkan tema rekoleksi yaitu “Menghayati Ekaristi yang
Inkulturatif”. Pemilihan tema ini bertitik tolak dari hasil penelitian dan kekhasan
Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran. Umat yang datang dari beberapa
daerah memiliki harapan lebih untuk menghayati inkulturasi dalam perayaan
Ekaristi sebagai dasar untuk lebih bersemangat menjalani kehidupan sehari-hari.
Tujuan dari kegiatan rekoleksi ini adalah supaya umat lebih memahami,
menghayati, dan memaknai inkulturasi dalam perayaan Ekaristi, sehingga iman
umat semakin mengakar, tumbuh, dan berkembang.
C. Peserta
Sasaran dari kegiatan ini adalah umat yang hadir mengikuti perayaan Ekaristi
malam Jum’at pertama di Ganjuran dan prodiakon.
D. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Rekoleksi akan dilaksanakan di Pendopo Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran pada hari Sabtu, 1 Agustus 2020 pukul 08.00-16.30 WIB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
E. Gambaran Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan rekoleksi ini bertolak dari pengalaman iman umat yang
menghayati perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran dalam hidup
sehari-hari. Melalui kegiatan rekoleksi ini, diharapkan peserta bisa saling berbagi
inspirasi, meneguhkan iman satu sama lain, dan semakin menghayati iman di
dalam hidup sehari-hari sehingga iman umat semakin mengakar, tumbuh, dan
berkembang. Peserta yang akan mengikuti rekoleksi ini adalah umat yang pernah
mengikuti dan hadir dalam Perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
F. Matriks Kegiatan Rekoleksi
Tema = Menghayati Earisti yang Inkulturatif
Tujuan = Supaya umat lebih memahami, menghayati, dan memaknai inkulturasi dalam perayaan Ekaristi, sehingga
iman umat semakin mengakar, tumbuh, dan berkembang.
Tabel 3
No. Waktu Judul Pertemuan Tujuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan
1. 08.00-08.30
WIB
Registrasi peserta Mendata
kembali dan
mengecek
kehadiran
peserta
Presensi
Ballpoint
2. 08.30-08.45
WIB
Pengantar dan doa
pembuka
Umat
memahami
tujuan dari
kegiatan
rekoleksi yang
diadakan
Menyampaikan
tema dan
tujuan
rekoleksi
Informasi Mic
Speaker
3. 08.45-09.45
WIB Sesi I
Sharing
pengalaman umat
tentang Ekaristi
malam Jum’at
Supaya umat
saling
memperkaya,
memperdalam,
dan
Pengalaman
umat
Refleksi dan
berbagi
pengalaman
Laptop
Proyektor
Mic
Speaker
Pengalaman umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
pertama di
Ganjuran
menemukan
manfaat dari
Ekaristi
malam Jum’at
pertama di
Ganjuran.
4. 09.45-10.00
WIB
Break
5. 10.00-11.45
WIB Sesi II
Hakikat inkulturasi
dan makna Ekaristi
Agar peserta
semakin
menyadari
pentingnya
hakikat
inkulturasi
dan makna
Ekaristi
sehingga lebih
bersemangat
menjalani
kehidupan
sehari-hari dan
melayani
sesama.
Hakikat
Inkulturasi
Makna
Ekaristi
Refleksi
Berbagi
pengalam
an
Informasi
Tanya
jawab
Mic
Speaker
Laptop
Proyektor
Martasudjita,
E. (2003).
Ekaristi:
Sakramen-
sakramen
Gereja,
tinjauan
teologis,
liturgis, dan
pastoral.
Yogyakarta:
Kanisius.
Heryatno
Wono
Wulung, F.X.
2000.
Katekese
sebagai
Momen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Penting
Inkulturasi
dalam
Katekese
pada
millennium
III: Quo
Vadis?.
Yogyakarta:
Universitas
Sanata
Dharma.
6. 11.45-12.30
WIB
Makan siang
7. 12.30-14.00
WIB Sesi III
Tindakan konkret
Agar peserta
membuat
tindakan
konkret yang
bisa
diterapkan
dalam
kehidupan
sehari-hari
Mengumpulkan
pengalaman
dan berbagi
pengalaman
Berbagi
pengalaman Laptop
Proyektor
Mic
Speaker
8. 14.00-14.30
WIB
Peneguhan dan
penutup
Peneguhan
dan doa
penutup
Ucapan
terimakasih
dan doa
penutup
Mic
Speaker
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
G. Satuan Pertemuan Sesi II
1. Tema : Menghayati Ekaristi yang Inkulturatif.
2. Tujuan : Supaya umat lebih memahami, menghayati, dan
memaknai inkulturasi dalam perayaan Ekristi, sehingga
iman umat semakin mengakar, tumbuh, dan berkembang.
3. Materi : Makna Ekaristi dab Hakikat Inkulturasi.
4. Pukul : 10.00-11.45 WIB.
5. Metode : Refleksi, berbagi pengalaman, informasi, tanya jawab.
6. Sumber Bahan : Martasudjita, E. (2003). Ekaristi: Sakramen-sakramen
Gereja, tinjauan teologis, liturgis, dan pastoral.
Heryatno Wono Wulung, F.X. (2000). Katakese sebagai
Momen Penting Inkulturasi dalam Katakese pada
millennium III: Quo Vadis?
7. Sarana : Mic, Speaker, laptop, proyektor.
8. Pengembangan Langkah-langkah:
a. Pengantar
Bapak/Ibu dan saudara-saudari sekalian pada kesempatan ini kita patut
bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya yang membukakan hati
kita untuk berkumpul di tempat ini. Pada kesempatan kali ini, kita semua akan
belajar bersama-sama untuk lebih mendalami makna dari perayaan Ekaristi dan
hakikat dari inkulturasi. Terimakasih atas kehadiran bapak/ibu dan
saudara/saudari serta kesediaan paroki yang telah memberikan kesempatan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
berharga ini. Tanpa bantuan serta kerjasama kita semua, kesempatan kali ini tidak
mungkin akan terjadi pada hari ini.
Sebagai umat kristiani, kita semua mengetahui bahwa Ekaristi termasuk
dalam tujuh sakramen di Gereja Katolik. Kita juga mengetahui bahwa Ekaristi
adalah sakramen yang paling pokok dalam hidup kita. Ekaristi menjadi sumber
dan puncak hidup umat beriman. Namun tak jarang kita menemui umat Kristiani
yang kurang menghayati makna dari perayaan Ekaristi. Pemahaman umat yang
kurang, membuat perayaan Ekaristi kurang dihayati dan dimaknai.
Perayaan Ekaristi dengan menggunakan inkulturasi budaya setempat dapat
membawa semangat baru dan suasana yang berbeda. Inkulturasi dalam perayaan
Ekaristi dijadikan sebagai jembatan umat agar lebih menghayati dan memaknai
dari perayaan Ekaristi. Akan tetapi masih ada umat yang belum begitu mengetahui
hakikat dari inkulturasi tersebut. Maka dari itu, pada kesempatan kali ini kita
bersama-sama mendalami Ekaristi yang inkulturatif.
b. Doa Pembuka
Selamat pagi ya Bapa kami mengucapkan syukur kepada-Mu atas segala
anugerah yang Engkau berikan kepada kami pada hari ini. Terimakasih pula
karena kami dapat berkumpul di tempat ini dengan keadaan sehat jasmani dan
rohani untuk mengikuti kegiatan rekoleksi. Pada kesempatan kali ini kami akan
bersama-sama mendalami makna Ekaristi dan hakikat inkulturasi. Maka kami
mohon kepada-Mu utuslah Roh Kudus-Mu di tengah-tengah kami sehingga hati
kami semakin diteguhkan. Semoga acara pada hari ini dapat berjalan dengan
lancar sesuai dengan apa yang telah kami siapkan. semua doa serta harapan ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
kami sampaikan kepada-Mu melalui perantaraan Putera-Mu Tuhan kami Yesus
Kristus. Amin.
c. Tayangan
Video “Makna Ekaristi Jumat pertama” dan “Sakramen Ekaristi”
d. Pendalaman Tayangan
Pendamping mengajak peserta untuk menonton dua cuplikan video. Setelah
itu, pendamping mengajak peserta untuk membentuk kelompok 4-5 orang dengan
menjawab pertanyaan berikut:
1) Menurut anda, apa yang anda dapatkan dari kedua video tersebut?
2) Menurut anda, apa saja inspirasi yang muncul dari kedua video tersebut
bagi hidup anda?
3) Bagaimana pengalaman anda masing-masing?
e. Pleno
Pendamping meminta masing-masing kelompok untuk membagikan hasil
sharing mereka.
f. Pengayaan tentang Makna Ekaristi dan Hakikat Inkulturasi
1) Makna Ekaristi
Ekaristi ingin mengungkapkan pujian syukur atas penyelamatan
Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus, sebagaimana berpuncak
dalam peristiwa wafat dan lebangkitan Kristus. Dengan pujian syukur itu,
Gereja mengenangkan (yang artinya: menghadirkan) misteri penebusan
Kristus itu sekarang ini dan di sini. Dalam kehidupan umat kristiani, hal
ini sudah tidak asing lagi. Ekaristi yang mereka ikuti meruapakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
ungkapan syukur mereka atas penyelamatan Allah yang telah menebus
dosa manusia melalui peristiwa sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus
Kristus. (Martasudjita, 2005:29)
Ekaristi dapat dipahami sebagai “sumber dan puncak”, karena
melalui Ekaristi tampaklah pengungkapan diri Gereja sebagai sakramen
Kristus yang paling mendasar, karena dalam Ekaristi persatuan dengan
Kristus dan tentu saja juga dengan seluruh umat, ditampilkan dalam
tanda (Madya Utama, 2016:20). Kesatuan antara umat dan Kristus itu
terbentuk secara nyata, melalui Ekaristi umat dipersatukan dengan
Kristus yang hadir di dalam perayaan Ekaristi. umat yang hadir dan
menghayati Ekaristi secara penuh akan menemukan Kristus dalam rupa
roti dan anggur.
Dalam Sakramen Ekaristi yang ada bukan bukan lagi roti dan
anggur, tetapi Tubuh dan Darah Tuhan. Kehadiran Kristus dalam roti dan
anggur ini dimengerti terjadi secara penuh. Kehadiran Kristus dalam
Ekaristi juga bersifat tetap, artinya bukan selama perayaan saja atau
selama di santap. Artinya, roti dan anggur yang sudah dikonsekrasi itu
tetaplah tubuh dan darah Kristus. Itulah sebabnya Gereja Katolik
mempunyai tradisi untuk menyimpan Sakramen Mahakudus (Prasetya,
2008: 75).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
2) Hakikat Inkulturasi
Pada hakikatnya, inkulturasi merupakan perjumpaan yang bersifat
berkelanjutan antara iman Kristiani dengan kebudayaan, dan Yesus
Kristus sebagai pusatnya. Dengan demikian dalam proses inkulturasi
harus nampak bagaimana jemaat di dalam pergulatan hidupnya sehari-
hari mengimani Kristus dan menemukan kehadiran-Nya dalam segala
aspek kehidupannya. Pernyataan tersebut didukung dengan penegasan
dari Lane (Heryatno, 2000:124) bahwa pada intinya inkulturasi
merupakan perjumpaan antara kebudayaan dan Injil yang saling mengisi,
mempengaruhi dan membentuk. Oleh karena itu, budaya dan Injil tidak
bisa dipisahkan.
Di dalam artikel Heryatno (2000:123) juga mengatakan bahwa iman
tidak terpisahkan dari kebudayaan karena kenyataan hidup manusia dan
dunia bagi orang beriman tidak pernah lepas dari relasinya dengan Dia
yang menjadi sumber kehidupan sendiri. Manusia tidak dapat memahami
dunia dan kenyataan hidupnya, mencapai kepenuhan dan mengalami
kebahagiaan hidupnya tanpa menjawab pertanyaan tentang relasinya
dengan yang ilahi.
Inilah yang disebut sebagai hakikat inkulturasi, yaitu membantu
jemaat Kristiani agar iman mereka meresap masuk ke dalam inti hidup
sehingga membentuk dan menjiwai seluruh pengalaman pergulatan
mereka. Karena iman yang belum menjadi kebudayaan merupakan iman
yang belum sepenuhnya diterima dan dihidupi secara sungguh-sungguh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
oleh umat (Heryatno, 2000:123) atau dengan kata lain iman seseorang
harus benar-benar tercermin dalam kesehariannya. Usaha memahami
hakikat kebudayaan dan hubungannya yang tidak terpisahkan dengan
iman membantu kita untuk sampai pada pengertian yang benar tentang
esensi inkulturasi.
g. Tanya jawab
Pendamping memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya terkait
materi yang disampaikan.
h. Sikap/kesadaran baru
Pendamping mengundang umat untuk sharing tentang apa yang telah didapat
dalam kegiatan rekoleksi, kemudian pendamping memberikan penegasan dan
kesimpulan singkat akan keseluruhan proses rekoleksi.
i. Doa penutup
Bapa, kami mengucap syukur kepada-Mu atas perlindungan dan rahmat-Mu
selama kegiatan pada dari pagi hingga sore hari ini. Kami juga beryukur karena
pada hari ini kami memperoleh banyak ilmu dan pengalaman dari teman-teman.
Semoga apa yang telah kami rencanakan dapat diwujudnyatakan dalam pelayanan
kami sehari-hari dan kami menjadi lebih bersemangat dalam menjalani hidup
sehari-hari. Semua doa ini kami sampaikan kepada-Mu dengan pengataraan Yesus
Kristus Tuhan Kami. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
Pada bagian terakhir ini penulis akan menyampaikan dua pokok bahasan.
Pada bagian yang pertama akan berisi tentang kesimpulan tanggapan umat yang
hadir mengikuti Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran. Pada bagian yang
kedua akan berisi tentang saran untuk pihak-pihak yang terkait dalam penulisan
skripsi ini.
A. Kesimpulan
Ekaristi merupakan sumber dan puncak, karena melalui Ekaristi tampaklah
pengungkapan diri Gereja sebagai sakramen Kristus yang paling mendasar.
Melalui Ekaristi umat dipersatukan dengan Kristus yang hadir di dalam perayaan
Ekaristi. Umat yang hadir dan menghayati Ekaristi secara penuh akan menemukan
Kristus dalam rupa roti dan anggur.
Sedangkan inkulturasi merupakan perjumpaan yang bersifat berkelanjutan
antara iman Kristiani dengan kebudayaan setempat dan Yesus Kristus sebagai
pusatnya. Iman kristiani dengan kebudayaan setempat tidak dapat terpisahkan
karena relasinya sangat kuat dengan Yesus Kristus dan menjadi sumber
kehidupan. Inkulturasi juga membantu jemaat Kristiani agar iman mereka
meresap masuk ke dalam inti hidup mereka, sehingga membentuk dan menjiwai
seluruh pengalaman pergulatan kehidupan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Berdasarkan hasil penelitian, umat yang hadir dan mengikuti perayaan
Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran mengungkapkan bahwa Ekaristi
tersebut sangat berarti dikehidupan mereka. Novena, adorasi serta devosi kepada
Bunda Maria sangat nampak dalam perayaan Ekaristi tersebut. Mereka juga
mengatakan bahwa “Doa Senusantara” yang dibawakan oleh Romo Utomo sangat
berarti karena kristus benar-benar hadir dan umat bisa menjamah serta mendoakan
orang-orang dari kejauhan melalui tangan kiri, sedangkan tangan kanan berfungsi
sebagai menerima berkah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umat yang hadir sangat menyadari akan
peranan dan makna dari perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama bagi kehidupan
mereka. Oleh sebab itu, mereka ingin mempersembahkan dirinya untuk melayani
sesama dan lebih bersemangat dalam menjalani kehidupan mereka. Tentu dalam
hal tersebut diharapkan umat lebih meghayati dan memaknai Ekaristi malam
Jum’at pertama dengan menggunakan inkulturasi budaya Jawa.
Oleh sebab itu, upaya yang dapat membantu umat menghayati dan memaknai
Ekaristi yaitu melalui kegiatan rekoleksi. Tema dan tujuan yang digunakan juga
bertitik tolak dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Melalui kegiatan
rekoleksi ini diharapkan dapat membantu umat dan menjadi jembatan umat untuk
lebih menghayati dan memaknai Ekaristi malam Jumat pertama di Ganjuran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis menyampaikan saran kepada umat
yang hadir dan mengikuti perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama di Ganjuran
dan Pastor Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.
1. Pastor Paroki
Pastor paroki perlu mengajak dan merangkul kaum muda untuk ambil bagian
dalam menjadi petugas liturgi pada Ekaristi malam Jum’at pertama supaya ada
generasi penerus untuk melestarikan budaya Jawa. Selain itu, penulis juga
menyarankan supaya didirikan tenda di pelataran candi untuk mengantisipasi
ketika turun hujan. Oleh karena itu peranan Pastor paroki sangat diperlukan untuk
mengembangkan dan mendukung pelaksanaan Ekaristi malam Jum’at Pertama di
Ganjuran.
2. Umat yang Mengikuti Perayaan Ekaristi Malam Jum’at Pertama
Salah satu cara untuk menghayati perayaan Ekaristi malam Jum’at pertama
adalah menyiapkan hati dengan sungguh-sungguh dan hadir sepenuhnya sehingga
pesan yang disampaikan pada saat homili dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Umat yang hadir dan mengikuti perayaan Ekaristi malam Jum’at
pertama di Ganjuran bisa meningkatkan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan
Gereja dan masyarakat.
Selain itu, umat juga bisa meningkatkan kesadaran untuk mengambil sikap
hening, tidak terlambat datang misa, dan mematikan alat elektronik supaya umat
bisa memaknai tema dan pesan Injil yang akan disampaikan. Penulis juga
mempunyai saran kepada kaum muda untuk melanjutkan pelestarian kebudayaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Jawa dengan terlibat aktif dalam perayaan Ekaristi malam Jum’at Pertama di
Ganjuran. Untuk membangkitkan semangat kaum muda dalam hidup menggereja
dan iman mereka semakin tumbuh dan berkembang, hendaknya mereka dilibatkan
secara langsung dengan melaksanakan pendalaman iman (Shared Christian
Praxis) setiap sebulan sekali. Dengan demikian kaum muda semakin mengenal
nilai-nilai Kristiani yang terkandung dalam budaya Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Lukman. 1996. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Anselm, Grun. 1998. Ekaristi dan Perwujudan Diri. Flores: Nusa Indah.
Basuki, Sulistyo. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Bratawijaya, Thomas. 1997. Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa. Jakarta:
PT Pradnya Paramita.
Dokpen KWI. 2008. De Liturgia Romana et Inculturatione. (Seri Dokumen
Gerejawi No. 40). Jakarta.
Gulo, W. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Hadisumarta, F. X. 2013. Ekaristi. Jakarta: Obor.
Heryatno Wono Wulung, F.X. 2000. Katekese sebagai Momen Penting
Inkulturasi dalam Katekese pada millennium III: Quo Vadis?. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Komisi Liturgi MAWI. 1985. Bina Liturgia I: Inkulturasi. Jakarta: Obor.
Konferensi Waligereja Indonesia. 2005. Tata Perayaan Ekaristi. Kanisius:
Yogyakarta.
_____. 2016. Kitab Hukum Kanonik. Bogor: Grafika Mardi Yuana.
Madya Utama, S.J. 2016. Buku Pegangan Kuliah Mahasiswa. Yogyakarta.
Martasudjita, E. 1999. Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi liturgi.
Yogyakarta: Kanisius.
_____. 2003. Ekaristi: Sakramen-sakramen Gereja, tinjauan teologis, liturgis,
dan pastoral. Yogyakarta: Kanisius.1999. Pengantar
Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi liturgi.
Yogyakarta: Kanisius.
_____. 2005. Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis dan Pastoral. Yogyakarta:
Kanisius.
Muda, Hubertus. 1992. Inkulturasi. Ende – Flores: Pustaka Misionalia
Candraditya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Prasetya. L. 2003. Keterlibatan Awam sebagai Anggota Gereja. Malang: Dioma.
Prier, Karl-Edmund. 1999. Inkulturasi Musik Liturgi. Yogyakarta: Pusat Musik
Liturgi.
Schineller, Peter. 1990. A Handbook on Inculturation. New York: Paulist Press.
Shorter, Aylward. 1992. Toward A Theology of Inculturation. New York: Orbis
Bools.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sulistyo-Basuki. 2006. Perpustakaan dan Informasi dalam Konteks Budaya.
Jakarta: Departemen Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Indonesia.
Suryanugraha, Harimanto. 2006. Rupa dan Citra Aneka Simbol dalam Misa.
Bandung:Sangkris.
Utomo, Gregorius. 2011. Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Yogyakarta:
Unggul Jaya.
Yohanes Paulus II. 2003. Ecclesia De Eucharistia, (Ekaristi dan Hubungannya
dengan Gereja): no 67. Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(1)
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
Lampiran 2 : Panduan Pertanyaan Wawancara
No Pertanyaan
1 Menurut pengalaman anda, apa yang menjadi ciri khas dalam Ekaristi
malam jumat pertama di Ganjuran?
2 Menurut pengalaman anda, buah-buah apa saja yang bisa dipetik pada
Ekaristi malam jumat pertama di Ganjuran?
3 Menurut anda, apa faktor yang mendukung dalam mengikuti Ekaristi
malam jumat pertama di Ganjuran?
4 Menurut anda, apa faktor yang menghambat dalam mengikuti Ekaristi
malam jumat pertama di Ganjuran?
5 Apa yang anda harapkan supaya dilakukan oleh Paroki Ganjuran untuk
meningkatkan Ekaristi malam jumat pertama?
6 Apa yang anda sendiri harapkan untuk meningkatkan Ekaristi malam
jumat pertama di Ganjuran?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
Lampiran 3 : Transkip Wawancara
Kode R 2
Nama Tiwi
Umur 28
Asal Klaten
1. Menurut pengalaman anda, apa yang menjadi ciri khas dalam Ekaristi malam
Jumat pertama di Ganjuran?
Menurut saya Gereja Ganjuran adalah salah satu Gereja yang masih kental
dengan kebudayaan Jawa nya terutama dalam Ekaristi malam Jumat pertama.
Yang menjadi ciri khas adalah Ekaristi dengan menggunakan inkulturasi
budaya Jawa. Dapat dilihat dari pakaian yang digunakan oleh petugas liturgi
maupun Imam, selain itu di dukung oleh iringan musik gamelan, bahasa yang
digunakan serta tata perayaan Ekaristi.
2. Menurut pengalaman anda, buah-buah apa saja yang bisa dipetik pada
Ekaristi malam Jumat pertama di Ganjuran?
Saya menjadi lebih bersemangat untuk melayani sesama, rajin berdoa,
membantu orang yang membutuhkan, dan yang terpenting adalah iman saya
semakin bertumbuh dan berkembang sehingga saya semakin mantap untuk
menjadi murid Kristus.
3. Menurut anda, apa faktor yang mendukung dalam mengikuti Ekaristi malam
Jumat pertama di Ganjuran?
Yang paling utama adalah keniatan dalam diri untuk hadir dan mengikuti
perayaan Ekaristi. Selain itu juga tetangga yang selalu menyediakan
tumpangan untuk pergi ke Ganjuran.
4. Menurut anda, apa faktor yang menghambat dalam mengikuti Ekaristi malam
Jumat pertama di Ganjuran?
Pembacaan ujub doa yang terlalu lama sehingga membuat bosan dan belum
begitu fasih dengan bahasa Jawa krama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
5. Apa yang anda harapkan supaya dilakukan oleh Paroki Ganjuran untuk
meningkatkan Ekaristi malam Jumat pertama?
Tetap mempertahankan penyelenggaraan Ekaristi malam Jumat pertama
dengan menggunakan inkulturasi budaya Jawa, karena melalui inkulturasi,
pesan Injil dapat tersampaikan dengan baik. selain itu juga perlunya menyewa
tenda supaya ketika hujan turun, umat dan Imam tidak kebingungan untuk
pindah tempat.
6. Apa yang anda sendiri harapkan untuk meningkatkan Ekaristi malam Jumat
pertama di Ganjuran?
Lebih serius lagi saat perayaan Ekaristi berlangsung, belajar bahasa Jawa
supaya mudah mengerti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
Kode R 3
Nama Anton
Umur 35
Asal Purworejo
1. Menurut pengalaman anda, apa yang menjadi ciri khas dalam Ekaristi malam
Jumat pertama di Ganjuran?
Yang nampak dilihat oleh mata tentu dari segi pakaian atau busana liturgi,
iringan musik, bahasa, dan doa senusantara yang dibawakan oleh Romo
Utomo. Tak lupa juga bahwa inkulturasi budaya Jawa dalam Ekaristi juga
berperan sebagai jembatan atau penghubung antara kebudayaan jawa dengan
penghayatan iman umat. Karena sesungguhnya pesan Injil yang ingin
disampaikan oleh Imam kepada umat dapat dengan mudah dipahami dan
diterapkan di dalam kehidupan umat sehari-hari.
2. Menurut pengalaman anda, buah-buah apa saja yang bisa dipetik pada
Ekaristi malam Jumat pertama di Ganjuran?
Saya bisa menjadi pribadi yang lebih berbelas kasih, rendah hati, murah hati,
jujur dalam menjalankan pekerjaan, rela mengorbankan waku dan tenaga
untuk menolong sesama. Setelah mengikuti perayaan Ekaristi, iman saya
semakin di teguhkan melalui doa-doa yang saya haturkan dan homily yang
disampaikan Romo.
3. Menurut anda, apa faktor yang mendukung dalam mengikuti Ekaristi malam
Jumat pertama di Ganjuran?
Semangat dalam diri untuk hadir, suasana yang nyaman, tenang, dan sejuk,
homili yang dibawakan tidak mudah bosan, nuansa kebudayaan Jawa yang
membuat Ekarsti lebih bermakna.
4. Menurut anda, apa faktor yang menghambat dalam mengikuti Ekaristi malam
Jumat pertama di Ganjuran?
Jarak yang jauh sehingga kadang membuat malas, ada pekerjaan yang tidak
bisa ditinggalkan, mudah ngantuk, dan sound system harus ditambah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
5. Apa yang anda harapkan supaya dilakukan oleh Paroki Ganjuran untuk
meningkatkan Ekaristi malam Jumat pertama?
Menambah sound system, memakai LCD, dan perlunya kegiatan untuk
meningkatkan pengetahuan umat tentang Ekaristi dengan menggunakan
inkulturasi.
6. Apa yang anda sendiri harapkan untuk meningkatkan Ekaristi malam Jumat
pertama di Ganjuran?
Saya ingin lebih rajin lagi untuk berdoa “doa senusantara” yang dianjurkan
oleh Romo Utomo. Selain itu saya juga akan mengurangi penggunaan alat
komunikasi saat Ekaristi berlangsung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(7)
Kode R 4
Nama Bambang
Umur 23
Asal Surakarta
1. Menurut pengalaman anda, apa yang menjadi ciri khas dalam Ekaristi malam
Jumat pertama di Ganjuran?
Saya merasa bahwa kebudayaan Jawa dalam Ekaristi malam Jumat pertama
sungguh kuat dan tepat digunakan. Mulai dari prosesi, pakaian atau busana,
musik, dan bahasa.
2. Menurut pengalaman anda, buah-buah apa saja yang bisa dipetik pada
Ekaristi malam Jumat pertama di Ganjuran?
Tentu saya menjadi lebih bersemangat lagi dalam menjalani kehidupan serta
menghadapi berbagai tantangan dalam hidup. Selain itu hidup saya menjadi
lebih tenang. Dan tanpa disangka bahwa doa-doa yang saya haturkan dapat
terkabul, sehingga saya lebih sering berkomunikasi dan merasa dekat dengan
Tuhan.
3. Menurut anda, apa faktor yang mendukung dalam mengikuti Ekaristi malam
Jumat pertama di Ganjuran?
Ornamen-ornamen budaya Jawa, tempat yang sejuk dan tenang, lagu dan
iringan musik yang menarik, serta membuat diri saya menjadi lebih nyaman.
4. Menurut anda, apa faktor yang menghambat dalam mengikuti Ekaristi malam
Jumat pertama di Ganjuran?
Jarak yang jauh, sering berebut kendaraan dengan adiknya, waktu yang
bertabrakan dengan kegiatan lain, dan tidak ada teman yang menemani.
5. Apa yang anda harapkan supaya dilakukan oleh Paroki Ganjuran untuk
meningkatkan Ekaristi malam Jumat pertama?
Ekaristi bisa dimulai lebih awal lagi supaya selesainya tidak terlalu malam
dan perlunya keterlibatan anak muda untuk terlibat aktif dalam perayaan
Ekaristi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(8)
6. Apa yang anda sendiri harapkan untuk meningkatkan Ekaristi malam Jumat
pertama di Ganjuran?
Semangat dan niat dalam diri untuk hadir mengikuti Ekaristi malam Jumat
pertama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(9)
Lampiran 4: Kuisioner
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI