indonesian urban transport institute -...
TRANSCRIPT
INDONESIAN URBANTRANSPORT INSTITUTE
PEMETAAN PERMASALAHANTRANSPORTASI BARANG
KOTA JAKARTA
Working Paper 02Mei 2014
Nahry Yusuf
IUTRI [email protected] www.iutri.org
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 1
PEMETAAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI BARANG KOTA
JAKARTA
Nahry Yusuf
Indonesian Urban Transport Institute
PENDAHULUAN
Di dalam jaringan Sistem Logistik Nasional (Indonesia), kota menjadi focal point bagi
konektivitas regional , nasional maupun internasional. Kota menjadi pusat distribusi
yang menghubungkan pusat-pusat produksi dengan titik-titik akhir pemasaran produk.
Selain itu, kota juga menjadi pusat konsumsi utama, sehingga peran kota di dalam
sistem logistik semakin kompleks.
Kota Jakarta, sebagai ibukota negara dan pusat kegiatan ekonomi nasional, serta
menjadi salah satu titik simpul Koridor Ekonomi Jawa dalam MP3EI, sangat jelas
memiliki kompleksitas di dalam permasalahan logistiknya, khususnya di dalam aktivitas
transportasi barang. Akibat meningkatnya kegiatan distribusi barang, tidak dapat
dihindarkan bahwa transportasi barang antar kota maupun dalam kota telah memberi
beban tambahan bagi sistem transportasi kota Jakarta. Di sisi lain, Pola Transportasi
Makro yang sudah dikembangkan oleh Pemerintah DKI Jakarta (Peraturan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 103 Tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro) terlihat
belum memberikan porsi yang cukup di dalam mengakomodasi pergerakan transportasi
barang. Akibatnya, Jakarta yang saat ini menghadapi beban berat di dalam
menyelesaikan masalah transportasi penumpangnya (passenger transport) juga harus
berupaya untuk mengatasi konflik antara kendaraan angkutan barang dengan kelompok
pemangku kepentingan lainnya yang terlibat di dalam mobilitas kota. Upaya
komprehensif mutlak diperlukan, yaitu dengan mengintegrasikan upaya terhadap kedua
sub sistem transportasi tersebut demi mencapai transportasi kota yang berkelanjutan.
Logistik kota diwarnai oleh kegiatan yang mayoritas melibatkan sektor swasta. Sektor
swasta umumnya hanya memperhatikan biaya operasional internal mereka, dan tidak
memberi perhatian pada biaya sosial (social cost) yang diakibatkan olehnya. Di sisi lain,
peran pemerintah (sektor publik) sesungguhnya sangat vital karena terkait dengan
penyediaan infrastruktur serta kebijakan dan regulasi yang terkait dengan pergerakan
tersebut. Upaya pengaturan logistik yang dilakukan oleh sektor swasta secara individu
umumnya hanya berdampak pada pelaku usaha itu saja dan tidak berdampak
signifikanterhadap kota. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota
dalam bentuk perencanaan dan kebijakan transportasi barang kota diharapkan dapat
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 2
memberikan dampak yang lebih luas terhadap kota. Keberhasilan dari perencanaan ini
dapat dicapai bila perencanaan dan kebijakan didasari atas kepentingan bersama
diantara semua pemangku kepentingan sehingga produk perencanaan yang dihasilkan
mampu menarik pihak swasta untuk berkontribusi secara kolektif dalam sistem
transportasi kota yang berkelanjutan. Untuk itu, pemerintah perlu memperhatikan
dengan seksama seluruh komponen biaya sosial serta interaksi antara supply dan
demand dari logistik kota, dan selanjutnya menempatkan sektor swasta sebagai partner
di dalam perencanaannya.
Upaya komprehensif penataan logistik kota memerlukan pengetahuan awal tentang
karakteristik dan pola pergerakan angkutan barang dalam kota. Selain itu, diperlukan
pula pengetahuan tentang perangkat regulasi serta kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah yang terkait dengan pengaturan pergerakan angkutan barang. Berdasarkan
informasi dan data tersebut, dapat dilakukan kajian lebih lanjut terkait dengan
perencanaan transportasi barang kota yang lebih komprehensif.
POLA PERJALANAN DAN KARAKTERISTIK TRANSPORTASI BARANG
DALAM KOTA
Berdasarkan UU no.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ,
Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas angkutan barang
umum dan angkutan barang khusus. Angkutan barang umum dan khusus ini
menggunakan plat kuning serta terdaftar pada Dinas Perhubungan propinsi. Angkutan
barang umum dimiliki oleh penyedia jasa angkutan barang (yang berbentuk perusahaan
atau koperasi) dan sifatnya adalah melayani kebutuhan pengguna jasa angkutan barang,
dengan memungut bayaran. Angkutan barang umum ini berbeda dengan angkutan
barang yang dimiliki secara individu pelaku usaha, dimana angkutan barang milik
individu ini melayani kebutuhan transportasi barang miliknya sendiri. Di dalam logistik
kota Jakarta, kedua jenis angkutan barang ini ada dan bercampur dalam sistem logistik
kota. Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraansistem angkutan barang
umum dan menjamin ketersediaannya.
Secara garis besar, pola perjalanan angkutan barang kota Jakarta digambarkan pada
Gambar 1. Perjalanan terdiri dari perjalanan primer dan sekunder.Perjalanan primer
merupakan perjalanan point to point yang ditandai dengan penggunaan kendaraan (truk)
besar. Perjalanan primer di dalam kota ini bisamerupakan bagian dari suatu perjalanan
utama yang titik asal dan/atau titik tujuan perjalanan primer ini berada di luar Jakarta.
Selain itu, perjalanan primer ini juga didominasi oleh perjalanan truk dari pusat-pusat
industri di dalam atau luar kota Jakarta menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Bandara
Soekarno Hatta maupun Stasiun Kereta Api, atau sebaliknya. Adapun perjalanan
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 3
Sekunder ditandai oleh penggunaan kendaraan truk sedang dan kecil , dengan jarak
tempuh yang relatif pendek , serta perjalanan ini masuk ke dalam jaringan jalan dalam
kota menuju/dari pusat-pusat bisnis dan perdagangan. Selain berbentuk perjalanan point
to point, perjalanan sekunder ini juga seringkali berbentuk multi-drop.
Gambar 1. Pola pergerakan transportasi barang kota Jakarta
Berdasarkan karakteristik aktivitasnya, baik perjalanan primer maupun sekunder
dibedakan atas aktivitas di rute perjalanan (en-route) dan aktivitas di titik henti (end-
point).Aktivitas en-route diwarnai oleh pergerakan kendaraan angkutan barang di dalam
arus lalu lintas.Karena dimensinya yang relatif lebih besar sehingga menempati ruang
jalan yang lebih besar serta pergerakannya yang relatif lebih lambat mengakibatkan
aktivitas en-route dari angkutan barang berdampak tinggi terhadap kinerja arus lalu
lintas di ruas jalan.Sementara itu, aktivitas end-pointangkutan barang berhubungan
dengan kegiatan parkir, bongkar muat serta pengantaran barang (goods conveyance) di
titik pengiriman (delivery point). Kegiatan end-point ini umumnya membutuhkan waktu
yang cukup lama serta ruang yang besar, sehingga dampaknya terhadap arus lalulintas
pun cukup tinggi.
Perjalanan Primer
Aktivitas En-Route
Perjalanan primer angkutan barang kota Jakarta utamanya berpusat di pelabuhan
Tanjung Priok, khususnya Jakarta International Peti kemas Terminal (JICT) dan
melibatkan kegiatan ekspor impor barang dari / ke kawasan-kawasan industri
atau pabrik-pabrik yang ada di Jakarta ataupun di luar Jakarta, yaitu daerah-
daerah di sebelah timur, barat dan selatan Jakarta. Selain itu, perjalanan primer
ini juga melibatkan perjalanan through trips , dimana titik asal dan tujuan dari
perjalanan tersebut adalah wilayah di luar Jakarta. Perjalanan primer ini
dilakukan melalui
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 4
rute-rute khusus, yaitu melalui ruas jalan tol dalam kota JIUT (Jakarta Intra
Urban Tollway) maupun jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) serta
beberapa ruas jalan arteri, antara lain Jalan Yos Sudarso, Jalan Cakung
Cilincing , Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan I Gusti Ngurah Rai (Gambar
2). Perjalanan primer ini membentuk tiga koridor, yaitu koridor Barat (arah
Tangerang – Jakarta), koridor Timur (arah Bekasi – Jakarta) dan koridor Selatan
(arah Depok/Bogor – Jakarta).
Sementara itu, perjalanan primer ini juga melibatkan angkutan peti kemas yang
pergerakannya diatur oleh SK Dirjen Perhubungan Darat no AJ.306/1/5 Tahun
1992 (Perubahan : no.SK. 538/AJ.306/DJPD/2005), yang mengatur ruas-ruas
jalan yang boleh dilalui angkutan peti kemas antara Tanjung Priok - Cilegon ,
Tanjung Priok - Bogor , Tanjung Priok – Cirebon, dan Tanjung Priok – Pulo
Gadung.
Gambar 3 memperlihatkan komposisi kendaraan berat yang melewati ruas jalan
tol JIUT maupun JORR, yang dibedakan atas kendaraan yang memiliki
asal/tujuan Pelabuhan Tanjung Priok dan kendaraan berat yang asal/tujuannya
bukan Pelabuhan Tanjung Priok. Data itu diambil pada tahun 2011, sebelum
diberlakukannya larangan kendaraan truk menggunakan jalan tol dalam kota
pada siang hari. Terlihat bahwa komposisi kendaraan berat dari arah Bekasi
menuju Pelabuhan Tanjung Priok sebesar 15% (yaitu 157 kend/jam) dari total
kendaraan berat dari Timur, sementara dari arah Bogor komposisi kendaraan
berat yang menuju Pelabuhan Tanjung Priok adalah 9% (48 kend/jam) dari total
kendaraan berat dari arah Selatan. Sedangkan komposisi kendaraan berat dari
arah Tangerang yang menuju Pelabuhan Tanjung Priok adalah hanya 2% (12
kend/jam).
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2011
Gambar 2. Rute Perjalanan Primer Angkutan Barang Jakarta
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2011
Gambar 3. Komposisi Kendaraan Berat Menuju/Dari Tanjung Priok (pada saat sebelum pelarangankendaraan berat masuk jalan tol dalam kota, tahun 2011)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa mayoritas kendaraan berat dari luar
Jakarta yang menuju Pelabuhan Tanjung
Bekasi.Hal ini diperkirakan disebabkan titik
propinsi Jawa Barat bagian Timur dan Jawa Tengah menggunakan Pelabuhan
Tanjung Priok sebagai pelabuhan ekspor impor produknya dan mereka melalui
tol Cikampek untuk menuju Pelabuhan Tanjung Priok.
ndonesian Urban Transport Institute
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2011
Rute Perjalanan Primer Angkutan Barang Jakarta
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2011
Komposisi Kendaraan Berat Menuju/Dari Tanjung Priok (pada saat sebelum pelarangankendaraan berat masuk jalan tol dalam kota, tahun 2011)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa mayoritas kendaraan berat dari luar
Jakarta yang menuju Pelabuhan Tanjung Priok adalah berasal dari arah
Bekasi.Hal ini diperkirakan disebabkan titik-titik utama produksi / konsumsi di
propinsi Jawa Barat bagian Timur dan Jawa Tengah menggunakan Pelabuhan
Tanjung Priok sebagai pelabuhan ekspor impor produknya dan mereka melalui
tol Cikampek untuk menuju Pelabuhan Tanjung Priok.
WP-02
5
Rute Perjalanan Primer Angkutan Barang Jakarta
Komposisi Kendaraan Berat Menuju/Dari Tanjung Priok (pada saat sebelum pelarangan
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa mayoritas kendaraan berat dari luar
Priok adalah berasal dari arah
titik utama produksi / konsumsi di
propinsi Jawa Barat bagian Timur dan Jawa Tengah menggunakan Pelabuhan
Tanjung Priok sebagai pelabuhan ekspor impor produknya dan mereka melalui
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 6
Sementara, komposisi kendaraan berat dari/ke arah Bogor tidak terlalu
dominan.Ini diperkirakan disebabkan oleh industri ekspor impor di wilayah
Jawa Barat bagian selatan umumnya menggunakan tol Cikampek sebagai akses
menuju Jakarta daripada tol Jagorawi.Untuk komposisi dari arah barat juga tidak
signifikan.Ini diperkirakan karena produk ekspor impor dari/ke Sumatera lebih
memanfaatkan pelabuhan lainnya di pulau Sumatera.Berdasarkan pola tersebut,
ruas tol yang signifikan dibebani oleh arus menuju/ke Pelabuhan Tanjung Priok
adalah ruas JIUT antara Cawang- Tanjung Priok serta JORR ruas Cikunir –
Cakung. Isu terkait aktivitas en-route dari perjalanan primer angkutan barang
kota :
A. Pembatasan Akses Angkutan Barang di ruas tol JIUT
Sebagai bagian dari upaya penanganan masalah transportasi Jabodetabek yang
dicanangkan oleh UKP4, pada bulan Juni 2011 Pemerintah melalui Menteri
Perhubungan mengeluarkan peraturan pembatasan waktu akses bagi kendaraan
angkutan barang untuk mobil barang dengan konfigurasi sumbu 1.2 atau lebih di
JIUT ruas jalan tol Cawang – Tomang – Pluit dan segmen Kembangan –
Tomang (yang dioperasikan oleh PT. Jasa Marga) pada pukul 22.00 WIB sampai
dengan pukul 05.00 WIB. Efek dari pembatasan ini digambarkan melalui
Gambar 4 dan Gambar 5.
Terlihat bahwa akibat dari pembatasan tersebut, volume harian rata-rata mobil
barang yang menggunakan JIUT yang dioperasikan oleh PT. Jasa Marga
menurun secara signifikan , namun sebaliknya terjadi peningkatan mobil barang
di ruas-ruas yang dioperasikan oleh PT. Citra Marga Nusaphala Persada
(CMNP), yaitu ruas-ruas antara Pluit – Tanjung Priok – Cawang. Kendaraan
perjalanan primer dari/keBekasi, Bogor dan Tangerang yang semula
menggunakan ruas Cawang – Tomang – Pluitmengalihkan pergerakannya ke
ruas Pluit – Tanjung Priok – Cawang. Jumlah rata-rata harian mobil barang
tahun 2013 di ruas-ruas CMNP naik 18,27% dibandingkan tahun 2011,
sementara jumlah rata-rata harian seluruh kendaraan di ruas ini stagnan. Di sisi
lain, jumlah rata-rata harian mobil barang tahun 2013 di ruas-ruas Jasa Marga
turun 24,63% dibandingkan tahun 2011, sementara jumlah rata-rata harian
seluruh kendaraan di ruas ini naik 7%.
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 7
(Sumber : PT. Citra Marga Nusaphala Persada – telah diolah)
Gambar 4. Volume Harian Rata-rata Truk pada JIUT
Dari gambaran tersebut terlihat bahwa akibat dari pembatasan akses ini angkutan
barang tidak memindahkan (shifting) waktu operasinya. Mereka menyikapinya
dengan mengalihkan rutenya, yaitu yang semula melewati ruas Cawang –
Tomang – Pluit menjadi ruas Pluit – Tanjung Priok –Cawang.Akibatnya beban
berat diterima oleh ruas-ruas pengalihan ini. Pada kondisi-kondisi puncak dari
kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok , terjadi kemacetan yang sangat parah di
ruas-ruas ini. Volume yang tinggi menjadi penyebab utama kemacetan di ruas
tol ini.Kepadatan yang tinggi ini terjadi karena ruas JORR Ulujami dan juga ruas
Cilincing hingga saat ini belum selesai sehingga truk hanya memiliki alternatif
melalui rute Pluit – Tanjung Priok – Cawang.
(Sumber : PT. Citra Marga Nusaphala Persada – telah diolah)
Gambar 5 Volume Harian Rata-rata Total pada JIUT
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
Jan
-11
Feb
-11
Mar
-11
Ap
r-1
1
May
-11
Jun
-11
Jul-
11
Au
g-1
1
Sep
-11
Oct
-11
No
v-1
1
De
c-1
1
Jan
-12
Feb
-12
Mar
-12
Ap
r-1
2
May
-12
Jun
-12
Jul-
12
Au
g-1
2
Sep
-12
Oct
-12
No
v-1
2
De
c-1
2
Jan
-13
Feb
-13
Mar
-13
Ap
r-1
3
May
-13
Jun
-13
Jul-
13
Au
g-1
3
Sep
-13
Volume Harian Rata2 Truk - CMNP Volume Harian Rata2 Truk - Jasa Marga
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
Jan
-11
Feb
-11
Mar
-11
Ap
r-1
1
May
-11
Jun
-11
Jul-
11
Au
g-1
1
Sep
-11
Oct
-11
No
v-1
1
De
c-1
1
Jan
-12
Feb
-12
Mar
-12
Ap
r-1
2
May
-12
Jun
-12
Jul-
12
Au
g-1
2
Sep
-12
Oct
-12
No
v-1
2
De
c-1
2
Jan
-13
Feb
-13
Mar
-13
Ap
r-1
3
May
-13
Jun
-13
Jul-
13
Au
g-1
3
Sep
-13
Volume Harian Rata2 Total - CMNP Volume Harian Rata2 Total - Jasa Marga
Pembatasan akses JIUT ruas
Cawang – Tomang – Pluit
Pembatasan akses
JIUT ruas Cawang
– Tomang – Pluit
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 8
Keadaan ini tentunya perlu disikapi dengan mempercepat penyelesaian ruas
JORR Ulujami maupun ruas tol Cakung – Cilincing , sehingga sebagian
perjalanan primer Timur – Barat dapat dialihkan melalui ruas Tangerang -
Bintaro – Pasar Rebo – Cikunir. Selain itu, untuk mengantisipasi pertumbuhan
ekspor impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok, upaya optimalisasi Kereta Api
Barang untuk mengangkut Angkutan Barang Umum dan Peti Kemas sudah
menjadi keharusan, selain pembangunan jalur khusus truk dari Bekasi Timur
menuju Tanjung Priok (yang menghubungkan tiga kawasan industri yaitu
industri Cikarang, Jababeka dan KBN).
B. Empty Vehicle dan Load Factor Kendaraan Angkutan Barang
Isu lain terkait perjalanan truk peti kemas, khususnya truk pengangkut
komoditas ekspor dan impor adalah load factor truk selama dalam perjalanan
menuju/dari Pelabuhan Tanjung Priok. Gambar 6 memperlihatkan aktivitas
perjalanan ekspor dan impor terkait Pelabuhan Tanjung Priok.Pada gambar
tersebut terlihat bahwa truk ekspor memulai perjalanannya dari pool truk
menuju depo penyimpanan peti kemas untuk memuat peti kemas.Selanjutnya
dari depo kendaraan menuju pabrik/kawasan industri untuk mengambil
komoditas dan membawanya ke Pelabuhan Tanjung Priok. Sesudah proses
bongkar muat di pelabuhan, selanjutnya truk kembali ke pool truk dalam
keadaan tanpa peti kemas. Di lain sisi, perjalanan impor dimulai di pool truk,
untuk kemudian menuju pelabuhan dalam rangka mengambil komoditas impor ,
dan selanjutnya komoditas dibawa ke pabrik dan diakhiri dengan penghantaran
peti kemas kosong menuju depo dan kendaraan kembali ke pool truk tanpa peti
kemas. Dari perjalanan ini terlihat bahwa segmen diantara pelabuhan - pool -
depo - pabrik merupakan perjalanan empty haul.
Tabel 1 memperlihatkan panjang perjalanan truk peti kemasdari/ke beberapa
lokasi depo/pool maupun kawasan industri. Dari Tabel 1 terlihat bahwa jarak
perjalanan empty haul seluruh lokasi depo/pool dan kawasan industri meliput
lebih dari 50% total jarak perjalanan. Perhitungan tersebut dengan
mengasumsikan bahwa truk yang selesai mengirimkan produk ekspor di JICT,
tidak diutilisasi untuk langsung membawa produk impor.Selain itu, berdasarkan
survey yang dilakukan terhadap truk-truk yang menggunakan Terminal
Angkutan Barang Tanah Merdeka, diperlihatkan bahwa 65% dari total jarak
yang ditempuh truk dalam satu siklus pengiriman berada dalam kondisi empty
haul (Nahry, 2013).Sesungguhnya porsi perjalanan empty haulakan sangat
berkurang apabila utilisasi seperti itu dapat dilakukan. Reduksi jumlah
perjalanan empty haulakan dapat meningkatkan efisiensi perjalanan angkutan
barang kota.
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 9
Gambar. 6 Perjalanan Truk Peti kemas
Tabel 1. Perjalanan Truk Peti kemas Ekspor/Impor di Pelabuhan Tanjung Priok
Lokasi Kecepatanrata2
(km/jam)
Jarak perjalanan ekspor/impor di TanjungPriok (tidak termasuk perjalanan buffer
parking)Depo dan
PoolKawasanIndustri
Full Haul Empty Haul Totalkm % km % km
Marunda Marunda 26,65 8,96 49,86 9,01 50,14 17,97Cakung Pulo
Gadung24,51 17,21 45,95 20,24 54,05 37,45
Cilincing Cikarang 32,07 46,03 47,81 50,25 52,19 96,28Tangerang Tangerang 34,99 19,72 48,90 20,63 51,15 40,33
Sumber : PT.Pelabuhan Indonesia II, 2011 (telah diolah)
C. Persyaratan Geometrik Jalan bagi Lintas Angkutan Petikemas
Walaupun Direktorat Perhubungan Darat lewat SK Direktur Jenderal
Perhubungan Daratno. AJ.306/1/5 tahun 1992 telah mengatur tentang lintas
angkutan petikemas dari wilayah DKI Jakarta menuju Cilegon, Bogor, dan
Cirebon serta dari Tanjung Priok ke Pulo Gadung, dan KM. 74 Tahun 1990 telah
mengatur persyaratan geometrik dari lintasan tersebut, di beberapa lokasi dari
lintasan-lintasan ini masih terjadi gangguan pada manuver truk-truk peti kemas.
Salah satu contoh adalah kurang memadainya radius putar jalan bagi pergerakan
truk-truk besar.Akibatnya, pergerakan truk menjadi terhambat dan gangguan ini
seringkali mengakibatkan juga gangguan pada arus lalulintas, terutama pada saat
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 10
kepadatan lalulintas tinggi.Permasalahan kerusakan pada perkerasan jalan juga
menjadi hal yang mengganggu pergerakan truk-truk peti kemas ini.
Aktivitas End-Point
Isu penting terkait aktivitas end-point dari perjalanan primer angkutan barang adalah
sbb :
A. Aktivitas Bongkar Muat Peti Kemas di JICT
Mengingat perjalanan primer ini terutama terkait dengan Pelabuhan Tanjung
Priok, aktivitas end-point perjalanan primer didominasi oleh aktivitas bongkat
muat di Pelabuhan Tanjung Priok, khususnya Jakarta International Container
Terminal (JICT). Gambar 7 memperlihatkan layout dari JICT. Sebelum proses
bongkar muat peti kemas ke/dari kapal dilakukan di container yard, truk
menunggu di lapangan antrian. Kapasitas lapangan parkir hanya untuk ± 440
truk.Saat 350 truk memasuki container yard, gerbang masuk ditutup selama 2
jam (PT.Pelabuhan Indonesia II, 2011). Kapasitas lapangan tempat antrian saat
ini sudah tidak memadai, sehingga mengakibatkan diperlukannya buffer parking
di luar wilayah JICT ini. Salah satu area yang digunakan untuk buffer parking
adalah Terminal Angkutan Barang Tanah Merdeka, milik Pemda DKI Jakarta.
Pada saat terjadi keterlambatan proses bongkar muat di container yard,
akibatnya adalah bertambahnya antrian truk di lapangan tempat antrian dan juga
buffer parking. Akibat kapasitas lapangan antrian maupun buffer parking yang
terbatas, antrian ini seringkali mengganggu arus lalulintas di sekitar JICT
maupun buffer parking. Berdasarkan hal ini, terlihat bahwa aktivitas bongkar
muat di container yard secara tidak langsung mempengaruhi kebutuhan lahan
parkir (buffer parking) dan juga arus lalulintas di sekitar JICT.
Dengan meningkatnya aktivitas ekspor dan impor di Pelabuhan Tanjung Priok
ini, dibutuhkan peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan bongkar muat.Hal
ini diharapkan dapat memperkecil dwelling time truk pengangkut di dalam area
JICT dan juga akibat berkurangnya antrian dapat mengurangi gangguannya
terhadap arus lalu lintas di sekitarnya.
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 11
Gambar 7. Lay out Jakarta International Peti kemas Terminal
B. Aktivitas Parkir
Isu penting terkait kendaraan angkutan barang, khususnya untuk perjalanan
primer, adalah isu parkir. Pelayanan parkir menjadi penting mengingat dari hasil
survey terhadap truk di Terminal Barang Tanah Merdeka diperoleh gambaran
bahwa 55% dari total waktu siklus pekerjaan pengemudi truk adalah dalam
keadaan diam (berhenti tetap) (Nahry, 2013). Oleh karenanya, kondisi berhenti
tetap ini harus diatur, sebagaimana mengatur fungsi parkir.
Kendaraan angkutan barang pada perjalanan primer umumnya melakukan
perjalanan jarak jauh dan kegiatannya banyak terkait dengan aktivitas bongkar
muat di Pelabuhan Tanjung Priok.Aktivitas perjalanan primer ini membutuhkan
ruang parkir, yaitu selain sebagai tempat pengemudi beristirahat, juga sebagai
tempat menunggu panggilan bongkar muat dari JICT akibat terbatasnya lahan
bongkar muat disana. Akibat banyaknya kendaraan angkutan barang melakukan
hal tersebut di badan jalan , dimana hal ini mengganggu arus lalulintas,
pemerintah DKI menyediakan lahan di daerah Tanah Merdeka dan Pulo Gebang
untuk digunakan sebagai Terminal Angkutan Barang. Walaupun UU No 22
Tahun 2009 menyatakan bahwa fungsi dari terminal angkutan barang adalah
untuk menunjang kelancaran perpindahan barang serta keterpaduan intramoda
dan antarmoda, namun pada kenyataannya terminal angkutan barang mayoritas
hanya digunakan sebagai buffer parkir dari JICT.
Saat ini utilisasi dari kedua terminal tersebut untuk kegiatan angkutan barang
masih belum maksimal. Hal ini terlihat dari keberadaan bus-bus penumpang di
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 12
dalam terminal (terminal bayangan), serta penggunaan terminal sebagai tempat
penyimpanan kendaraan-kendaraan korban kecelakaan atau rusak. Seyogyanya,
kedua aset Pemda DKI Jakarta tersebut dapat diutilisasi lebih baik lagi untuk
kegiatan logistik, mengingat lokasinya yang sangat dekat dengan pusat industri
dan pelabuhan.
C. Distribution Center
Isu Load Factor selain terkait dengan perjalanan truk peti kemas yang melayani
kegiatan ekspor impor juga terkait erat dengan perjalanan primer untuk
pengiriman komoditas dari pabrik ke pengecer-pengecer (retailer) besar seperti
Hero, Alfa , Carefour, dll.
Perjalanan-perjalanan ini melibatkan angkutan barang (truk) yang tidak sedikit
setiap harinya serta melayani titik-titik retailer yang tersebar merata di seluruh
wilayah kota. Kelompok-kelompok usaha ini menggunakan Distribution Center
(DC) sebagai bagian dari supply chain mereka. DC berfungsi sebagai tempat
dilakukannya konsolidasi bagi berbagai jenis komoditas yang berasal dari
berbagai pabrik / supplier, untuk kemudian komoditas gabungan tersebut dikirim
ke titik-titik retailer. Keberadaan DC dimaksudkan untuk mengurangi jumlah
perjalanan truk di dalam kota karena truk dari setiap produsen (supplier) tidak
perlu dikhususkan melayani satu retailer/store. Dalam hal ini peran DC sangat
besar dalam mereduksi jumlah kendaraan angkutan barang, serta meningkatkan
load factorkendaraan. Isu ini menjadi penting di dalam merancang sistem
transportasi barang kota yang efisien. Terkait hal ini, peran Pemerintah DKI
Jakarta diperlukan untuk mendukung keberadaan DC ini, mengingat keberadaan
DC dapat mengurangi social cost yang ditimbulkan oleh aktivitas angkutan
barang.
Mengingat di satu sisi lokasi DC harus memberikan efisiensi operasional
logistik bagi penggunanya dan di sisi lain akibat keberadaan DC akan
menimbulkan dampak bagi lalu lintas sekitarnya, masyarakat serta struktur kota,
maka diperlukan kajian yang mendalam di dalam menempatkan DC ini.
Perjalanan Sekunder
Aktivitas En-Route
Tabel 2 memperlihatkan beberapa ruas jalan arteri utama yang memiliki
komposisi kendaraan truk ≥ 8% pada salah satu atau kedua arahnya.Terlihat
bahwa di seluruh wilayah Jakarta terdapat ruas-ruas jalan yang memiliki
komposisi angkutan barang tinggi. Ruas-ruas jalan ini memiliki rata-rata V/C
ratio (di salah satu arahnya) lebih besar dari 0,95. V/C ratio yang tinggi ini
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 13
selain disebabkan oleh prosentase kendaraan truk yang tinggi juga disebabkan
oleh komposisi sepeda motor yang sangat tinggi (±50% - 70%).
Akibat gangguan angkutan barang yang tinggi terhadap arus lalulintas, Pemda
DKI Jakarta melakukan pembatasan akses bagi angkutan barang dengan jumlah
berat yang diperbolehkan 5.501 kg atau lebih (yang bermuatan maupun tidak) di
ruas-ruas sepanjang Jl. Sisingamangaraja hingga jalan Pintu Besar Utara antara
jam 06.00-20.00. Sementara untuk angkutan barang di bawah 5.501 kg diizinkan
masuk namun harus menggunakan jalur lambat atau lajur paling kiri (bila di ruas
tsb tidak ada jalur lambat).Pada Tabel 2 terlihat bahwa ruas-ruas yang dibatasi
aksesnya tsb tetap memiliki komposisi angkutan barang yang tinggi.Ini
dikarenakan kendaraan tsb mungkin berukuran di bawah 5.501 kg atau
kendaraan tsb melewati ruas-ruas tersebut di luar waktu pembatasan.
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 14
Tabel 2. Jalan Arteri dengan komposisi truk yang tinggi (≥8%)
Keterangan :Mobil box 4roda termasukdalamkelompokPick UpMobil boxsedang 6 rodatermasukdalamkelompokTruk SedangTruk petikemastermasuk dalamkelompokTruk Besar
Sumber : Dinas Perhubungan Propinsi DKI Jakarta (2012b) – Telah diolah
Dari gambaran tersebut terlihat bahwa sesungguhnya keberadaan angkutan
barang di dalam kota tidak dapat dihindari mengingat kegiatan logistik
merupakan kebutuhan vital bagi semua peruntukkan ruang, baik itu pemukiman,
bisnis, pemerintahan, perdagangan,dll. Oleh karenanya, diperlukan kajian lebih
lanjut untuk melihat dampak dari keberadaan kendaraan angkutan barang dalam
arus lalu lintas terhadap kinerja ruas jalan, sehingga penerapan pembatasan
% Truk
Besar
% Truk
Sedang
% Pick
Up
Total
Truk
% % %
1 Jalan Buncit Raya arah Timur 3 3 4 10 5325 0.94
2 Jalan Buncit Raya arah Barat 4 4 5 13 5460 0.96
3 Jalan Gajah Mada arah Utara 1 2 5 8 4388 0.77 *
4 Jalan Gajah Mada arah Selatan 0 5 4 9 5456 0.95 *
5 Jalan Gatot Subroto arah Utara 1 3 4 8 5635 0.92
6 Jalan Gatot Subroto arah Selatan 1 3 4 8 5075 0.83
7 Jalan Gunung Sahari arah Utara 1 2 4 7 4892 0.8
8 Jalan Gunung Sahari arah Selatan 2 4 4 10 5593 0.91
9 Jalan Harsono arah Selatan 2 4 4 10 5579 0.91
10 Jalan Harsono arah Utara 0 2 2 4 5423 0.89
11 Jalan I Gusti Ngurah Rai arah Barat 2 5 4 11 3172 0.84
12 Jalan I Gusti Ngurah Rai arah Timur 0 1 2 3 3762 1
13 Jalan Letjen S Parman arah Utara 1 3 4 8 4939 0.89
14 Jalan Letjen S Parman arah Selatan 1 3 3 7 5357 0.96
15 Jalan Jend Sudirman arah Selatan 2 3 4 9 4349 0.64 *
16 Jalan Jend Sudirman arah Utara 0 0 3 3 5817 0.85 *
17 Jalan Juanda arah Barat 1 3 4 8 4002 0.73
18 Jalan Juanda arah Timur 1 3 3 7 5265 0.97
19 Jalan Kiwi arah Utara 1 3 5 9 4388 0.81
20 Jalan Kiwi arah Selatan 0 5 4 9 5247 0.96
21 Jalan Kyai Caringin arah Timur 1 3 4 8 4397 0.97
22 Jalan Kyai Caringin arah Barat 0 3 4 7 4214 0.93
23 Jalan Latuharhari arah Timur 1 5 5 11 3902 0.98
24 Jalan Latuharhari arah Barat 2 3 4 9 3954 1
25 Jalan Metro Pondok Indah arah Utara 1 4 4 9 3495 0.56
26 Jalan Metro Pondok Indah arah Selatan 3 3 5 11 5769 0.92
27 Jalan MH Thamrin arah Utara 1 3 4 8 4425 0.97 *
28 Jalan MH Thamrin arah Selatan 1 3 3 7 4235 0.93 *
29 Jalan MT Haryono arah Utara 1 3 5 9 4280 0.94
30 Jalan MT Haryono arah Selatan 0 2 3 5 4484 0.99
31 Jalan Pejambon arah Timur 3 4 6 13 3755 0.98
32 Jalan Pejambon arah Barat 3 2 3 8 3412 0.89
33 Jalan R Suprapto arah Barat 3 2 5 10 3385 0.87
34 Jalan R Suprapto arah Timur 0 0 4 4 3267 0.84
35 Jalan Kyai Tapa arah Timur 1 4 4 9 5532 0.98
36 Jalan Kyai Tapa arah Barat 2 2 3 7 5369 0.95
37 Jalan Sutoyo arah Utara 1 3 4 8 4377 0.7
38 Jalan Sutoyo arah Selatan 2 3 3 8 5740 0.92
39 Jalan Baru arah Barat 1 3 4 8 4055 0.73
40 Jalan Baru arah Timur 2 3 3 8 5385 0.97
*) Jalan yang dibatasi akses untuk angkutan barang
Komposisi (%) dan Volume jam
sibuk (smp/jam)
No Ruas
Volume
Jam Sibuk
(smp/jam)
V/C
Ratio
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 15
akses dapat lebih memperhatikan kepentingan kelancaran arus barang, di
samping kelancaran pergerakan orang.
Aktivitas End-point
Aktivitas logistik di titik akhir (end point) meliputi kegiatan bongkar muat di
ruang parkir, penghantaran barang di luar gedung melewati trotoar atau badan
jalan, serta penghantaran barang di dalam gedung (Gambar 8).Titik-titik akhir
yang memiliki aktivitas angkutan barang yang tinggi, seperti pasar/mall,
terminal, kawasan industri dan pergudangan, kawasan perdagangan dan jasa
merupakan titik-titik yang perlu mendapat perhatian khusus karena aktivitas
end-point dari angkutan barang di kawasan ini umumnya mengganggu arus
lalulintas menerus. Studi (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2012a) telah
memetakan lokasi titik-titik ini di lima wilayah Jakarta.
Gambar 8. Aktivitas terkait perpindahan barang di pusat kota
Banyak dari titik-titik ini merupakan kawasan bisnis/pertokoan lama, dimana
ruang parkir on-streetyang tersedia sangat terbatas dan seringkali justru ruang
tersebut digunakan sebagai ekstension dari toko , sehingga akibatnya adalah
badan jalan digunakan sebagai ruang parkir.
Kondisi demikian perlu dikaji lebih lanjut dengan melihat besarnya dampak
aktivitas bongkar muat (termasuk kegiatan parkirnya) terhadap kinerja arus
lalulintas.Dari kajian tersebut diharapkan dapat diperoleh suatu guideline bagi
pemangku kepentingan (dalam hal ini Dinas Perhubungan) dalam menerapkan
kebijakan larangan parkir di wilayah-wilayah bisnis/perdagangan.Apabila
dilakukan pelarangan parkir, kesulitan akan dialami oleh pusat-pusat
perdagangan yang tidak memiliki lahan parkir off street. Apabila pelarangan
dilakukan, perlu diperhatikan perihal pemindahan lokasi bongkar muat, sehingga
kebijakan pelarangan tidak malah menimbulkan permasalahan baru, yaitu antara
lain aktivitas pengantaran barang (goods conveyance) yang menggunakan
fasilitas pejalan kaki atau badan jalan. Penggunaan loading bay merupakan salah
satu alternatif solusi bagi masalah ini.
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 16
Sebagai akibat dari pembatasan akses ataupun pelarangan parkir / bongkar muat,
pelaku usaha telah banyak yang menyikapinya dengan pengiriman malam hari
(night delivery).Hal ini dilakukan juga dalam rangka mengurangi dampak
kemacetan apabila pengiriman dilakukan siang hari. Upaya dari pelaku usaha
ini tentu saja perlu mendapat dukungan dari Pemerintah, antara lain dengan
memberikan rasa aman bagi mereka serta menghindarkan mereka dari biaya-
biaya tambahan akibat pungutan liar.
Berikut ini disampaikan beberapa isu lain terkait kegiatan angkutan barang end-
point:
A. Angkutan Barang Ilegal
Salah satu isu penting terkait aktivitas pengiriman barang (pick up delivery) di
titik akhir (end-point) adalah keberadaan kendaraan penumpang yang digunakan
sebagai angkutan barang.Kendaraan-kendaraan ini walaupun tidak memiliki izin
sebagai angkutan barang, mereka digunakan sebagai pengangkut
barang.Menurut UU no.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil
barang.Jumlah angkutan barang ilegal ini cukup banyak. Di pasar Jatinegara,
salah satu titik penting aktivitas angkutan barang, terdapat 13% angkutan barang
illegal (terhadap jumlah total kendaraan) atau 35% terhadap jumlah angkutan
barang legal. Apabila dalam perencanaan parkir keadaan ini tidak diperhatikan,
perbedaan ini akan memberikan bias yang cukup besar dalam hal kebutuhan
ruang parkir kendaraan angkutan barang dan kendaraan lainnya. Berdasarkan hal
ini, keberadaan dari angkutan barang ilegal ini perlu ditertibkan. Selain itu,
karena prosentase angkutan barang di pasar jenis grosir ini cukup tinggi, maka
manajemen parkir di pasar jenis ini perlu memprioritaskan parkir angkutan
barang.
B. Mobile Warehouse
Isu penting lain di dalam aktivitas pick-up delivery di end-point adalah
keberadaan kendaraan-kendaraan (baik kendaraaan angkutan barang maupun
kendaraan penumpang yang difungsikan sebagai angkutan barang) yang
difungsikan sebagai gudang tempat menyimpan stok barang (mobile
warehouse). Berdasarkan pengamatan, 17% dari pemilik toko di Pasar
Jatinegara menggunakan kendaraannya sebagai tempat menyimpan stok barang,
walaupun 90% dari mereka sesungguhnya memiliki gudang yang berada di
dalam gedung pertokoan. Kendaraan-kendaraan tersebut parkir untuk durasi
yang cukup panjang dan proses bongkar muat dilakukan berulang-ulang dalam
satu harinya. Keadaan ini umumnya disebabkan oleh keterbatasan kapasitas
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 17
gudang yang ada di dalam gedung.Keberadan kendaraan-kendaraan ini diduga
menjadi penyebab tingginya durasi parkir kendaraan. Durasi parkir yang tinggi
tentu saja mengakibatkan turn over parkir menjadi kecil dan parking index
menjadi tinggi. Hal ini terjadi diperkirakan sebagai dampak dari tarif parkir yang
relatif rendah, sehingga pengguna ruang parkir kurang memperhatikan masalah
durasi parkir ini.
Untuk mengatasi permasalahan mobile warehouse ini serta meningkatkan
kinerja pelayanan parkir, sistem pentarifan perlu diperbaiki, antara lain dengan
menggunakan sistem tarif progresif ataupun sistem tarif yang memperhitungkan
dependensi tarif terhadap besarnya akumulasi kendaraan yang ada.
C. Stock Management
Sebagai bagian penting dari aktivitas logistik, order atau stock management di
titik pengguna akhir/retailer memiliki dampak yang cukup besar terhadap
aktivitas transportasi barang. Manajemen stok yang baik dapat mereduksi
jumlah perjalanan menuju/dari pusat perdagangan.Berdasarkan pengamatan,
frekuensi pengiriman dari pemasok ke toko-toko di Pasar Jatinegara adalah 1-3
kali dalam satu minggu (44.4%) dan 55.6% dari pemasok melakukannya tiap
hari. Merujuk pada hasil pengamatan tersebut, diperlukan upaya untuk
melakukan optimasi frekuensi pengiriman, yang diharapkan akan berdampak
pada pengurangan jumlah perjalanan. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan
melakukan konsolidasi dari beberapa pengiriman untuk beberapa toko ataupun
dengan mengatur stok lebih baik lagi sehingga frekuensi pengiriman dapat
dikurangi.
Supply dan Demand Angkutan Umum Barang
Menurut UU no.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pemerintah
Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa
angkutan barang dalam wilayah kabupaten/kota. Penyediaan jasa angkutan umum
dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan
hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.
Permasalahan yang ada terkait jumlah kendaraan angkutan barang adalah bahwa Pemda
DKI Jakarta hanya memiliki catatan jumlah angkutan umum barang yang terregistrasi di
Dinas Perhubungan dan yang pemiliknya memiliki Kartu Izin Usaha. Sementara,
kendaraan non angkutan umum barang, yang jumlahnya tidak sedikit, registrasinya
berada di bawah kewenangan POLRI, dimana keberadaan dari kendaraan-kendaraan
yang terregistrasi oleh POLRI ini sangat dimungkinkan selain berada di Jakarta juga di
luar kota Jakarta. Selain itu, banyak terjadi penyelewengan operasional kendaraan non
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 18
angkutan umum , yaitu beroperasi sebagai angkutan umum. Akibatnya, jumlah supply
dan demand kendaraan angkutan umum barang menjadi hal yang sulit untuk diprediksi.
Hal ini dipersulit juga dengan sulitnya mendapatkan data yang akurat terkait kegiatan
logistik perusahaan swasta, dan juga kegiatan usaha yang dilakukan oleh
individu/perseorangan yang terkait angkutan barang. Keseimbangan supply dan demand
jumlah angkutan barang merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian untuk
menjaga iklim usaha dan persaingan yang sehat, terutama pada saat dibukanya pasar
global.
Terkait dengan persaingan di pasar global ini, operator angkutan umum barang merasa
tidak siap menghadapi persaingan dengan operator dari luar negeri.Pemerintah perlu
memberi kemudahan-kemudahan bagi operator dalam negeri, sehingga bisa menyiapkan
diri untuk bersaing.Misalnya dalam pemberian keringanan pajak dalam pengadaan truk,
sehingga bisa mengganti truk-truk yang sudah tua.
Organisasi
Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (ORGANDA) sebagai
organisasi yang mewadahi operator angkutan umum barang mempunyai peran dalam
melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis kepada para penyedia jasa dan pengguna
jasa angkutan barang agarmematuhi ketentuan mengenai persyaratan teknis dan laik
jalan kendaraan bermotor, tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan,
kesesuaian kelas jalan yang akan dilalui dan batas kecepatan. Di dalam hal ini Organda
berperan sebagai mediator antara operator angkutan barang dan pemerintah.
Melihat semakin kompleksnya permasalahan angkutan barang kota, peran ini perlu
ditingkatkan, yaitu tidak hanya berorientasi pada efisiensi operasional perusahaan
semata, namun juga dapat berkontribusi terhadap perekonomian regional maupun
nasional, serta ikut memperhatikan masalah keselamatan dan dampak lingkungan kota.
Regulasi Terkait Sistem Transportasi Barang
Tabel 3. Regulasi terkait kendaraan angkutan barang
No. Regulasi Penjelasan1 SK Dirjen Perhubungan
Daratno AJ.306/1/5 Tahun1992 tentang petunjukpelaksanaan angkutanpetikemasdiJalan(Perubahan : no.SK.538/AJ.306/DJPD/2005)
Pengaturan ruas-ruas jalan yang ditetapkansebagai lintas angkutan Peti Kemas 20 kaki dan40 kaki di wilayah DKI Jakarta, yaitu antaraTanjung Priok - Cilegon , Tanjung Priok -Bogor , Tanjung Priok – Cirebon, dan TanjungPriok – Pulo Gadung.
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 19
2 Keputusan MenteriPerhubungan No.74/1990tentang Angkutan PetiKemas
Pengaturan tentang dimensi peti kemas yangdiizinkan beroperasi di Indonesia, yaitu ukuran20 kaki dan 40 kaki, dengan tinggi maksimal 4m. Selain itu juga diatur bahwa lintasannyaharus menghubungkan pusat-pusat bongkarmuat peti kemas dengan pusat industri,pergudangan dan distribusi , serta memenuhipersyaratan kekuatan perkerasan serta disaingeometrik tertentu.
3 SK.Gub.DKI Jakarta,no.5148/1999, tentangpenetapan waktu laranganbagi mobilbarang denganjumlah berat yangdiperbolehkan 5501 kgatau lebih, yangbermuatanmaupun tidak untukmelalui dan berada dijalan-jalan tertentu diDKIJakarta
Larangan untuk akses di jalan-jalan tertentu inidilakukan untuk menjamin kelancaran dankeamanan lalu lintas. Pengecualian diberikanpada mobil barang TNI / Polri, kecualidikaryakan serta mobil barang milik instansipemerintah / swasta yang penggunaannyauntuk keperluan khusus atau mengangkutbarang khusus.Jalan-jalan tersebut, merupakan jalan-jalanutama di DKI Jakarta, sehingga perludilakukan pembatasan bagi kendaraan barang,untuk meningkatkan kelancaran dankeselamatan lalu lintas di kawasan tersebut.
4 SK.Gub.DKI Jakarta, no.2069/2000 , tentanglarangan bagi mobilbarang denganjumlah beratyang diperbolehkan (JBB)5501 dan lebih yangbermuatan maupuntidakuntuk melalui Jalan RayaPakini, Jalan Tongkol,Jalan Kakap dan JalanEkorKuning, diKotamadya Jakarta Utara.
Merupakan revisi dari SK.Gub.DKI Jakarta,no.5148/1999 , berisi penambahan ruas-ruasyang dibatasi aksesnya.Penambahan ruas jalan yang dibatasi inibertujuan untuk meningkatkan kelancaran,keselamatan dan menjaga kelestarian bangunanbersejarah yang berada di kawasan tersebut.
5 Perda Propinsi DKIJakarta No.12 tahun 2003tentang Lalu lintas danangkutan jalan, kereta api,sungai dan danau sertapenyeberangan, pasal 61ayat 1,2 dan 3
Mengatur tentang jenis kendaraan yang dapatdigunakan untuk pengangkutan barang (yaitusepeda motor, mobil penumpang, dan mobilbus) dengan ketentuan jumlah barang yangdiangkut tidak melebihi daya angkutnya).Peraturan ini juga mengatur jaringan lintasangkutan barang. Pengangkutan barang denganmenggunakan sepeda motor sebagaimanadimaksud, harus memenuhi persyaratan:a. mempunyai ruang muatan barang denganlebar tidak melebihi stang pengemudi.b. Tinggi ruang muatan tidak melebihi 900milimeter dari atas tempat dudukpengemudi.
6 Keputusan Gubernur Mobil-mobil barang dengan jumlah berat yang
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 20
Propinsi DKI Jakartano.4104, Tahun 2003,tentang penetapan kawasanpengendalian lalu lintasdan kewajibanmengangkut paling sedikit3 orang penumpang perkendaraan pada ruas - ruasjalan tertentu dipropinsiDKI Jakarta.
diberbolehkan 5.501 kg atau lebih, yangbermuatan maupun tidak, dilarang melintaskawasan 3 in1 pada pukul 06.00 – 20.00 WIB ,yaitu untuk lintasan antara JalanSisingamangaraja – Jalan Medan MerdekaBarat - Jalan Majapahit hingga Jalan PintuBesar Utara. Adapun untuk mobil barangdengan jumlah berat yang diperbolehkan dibawah 5.501 kg, mobil bus dan sepeda motorpada lintasan tsb dilarang melintasi jalur cepatpada ruas jalan yang memiliki jalur lambat,sementara pada ruas-ruas yang tidakmempunyai jalur lambat diwajibkanmenggunakan lajur 1 dan 2 paling kiri.
7 UU no.22 Tahun 2009Tentang Lalu Lintas danAngkutan Jalan, pasal 34ayat 2, pasal 35, pasal 39ayat 1 dan 2; Pasal 138.
Di dalam undang-undang ini diatur mengenaiTerminal Penumpang dan Barang, yaitumeliputi fungsi, klasifikasi, tipe, penetapanlokasi, fasilitas, lingkungan kerja,pembangunan, dan pengoperasian terminal.Di dalam UU ini juga diatur tentang angkutanbarang umum dan khusus serta alat berat.Angkutan Barang Umum harus memenuhipersyaratan prasarana Jalan yang dilalui (sesuaiketentuan kelas Jalan), tersedia pusat distribusilogistik dan/atau tempat untuk memuat danmembongkar barang dan menggunakan mobilbarang. Sedangkan Angkutan Barang Khususdan Alat Beratwajibmemenuhi persyaratankeselamatan sesuai dengan sifat dan bentukbarang yang diangkut.Selain itu, diatur juga bahwa angkutan umumbarang hanya dilakukan dengan KendaraanBermotor Umum dan Pemerintah Daerahkabupaten/kota wajib menjamin tersedianyaangkutan umum untuk jasa angkutan barangdalam wilayah kabupaten/kota. Penyediaanjasa angkutan umum dilaksanakan oleh badanusaha milik negara, badan usaha milik daerah,dan/atau badan hukum lain sesuai denganketentuan peraturan perundang.
8 SK Menteri PerhubunganNo. 62/2011 tentangpengaturan operasiangkutan barang di jalantol dalam kota
Waktu operasi kendaraan angkutan barang diDKI Jakarta untuk mobil barang dengankonfigurasi sumbu 1.2 atau lebih di ruas jalantol Cawang – Tomang – Pluit dan segmenKembangan – Tomang pada pukul 22.00 WIBsampai dengan pukul 05.00 WIB
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 21
Regulasi yang mengatur operasional angkutan barang kota Jakarta, khususnya terkait
dengan pembatasan akses , terakhir dibuat tahun 2011, yaitu pembatasan di ruas jalan
tol. Sementara pembatasan di jalan arteri terakhir diatur pada regulasi yang dikeluarkan
tahun 1999 (SK.Gub.DKI Jakarta, no.5148/1999). Mengingat dalam kurun waktu 15
tahun telah terjadi perubahan yang signifikan di dalam tata ruang kota Jakarta maupun
pola perjalanan dan lalulintasnya, maka kiranya diperlukan kajian terhadap pembatasan
akses ini.
IDE RANCANGAN SISTEM TRANSPORTASI BARANG KOTA JAKARTA
Berdasarkan isu-isu penting yang dijelaskan sebelumnya, disusun suatu rancangan
sistem transportasi barang kota Jakarta sbb :
a. Orientasi pengembangan sistem transportai kota perlu memperhatikan
keseimbangan antara pengembangan sistem transportasi manusia, baik angkutan
umum maupun angkutan pribadinya, dan juga sistem transportasi barang kota.
b. Kebijakan pengembangan sistem transportasi barang berorientasi pada enam
komponen , yaitu kontribusi terhadap perekonomian regional atau nasional,
efisiensi operasional dari pelaku logistik kota, keselamatan, dampak
lingkungan, struktur kota, serta dampak pada kehidupan masyarakat kota
Selanjutnya, kebijakan pengembangan ini diimplementasikan melalui beberapa strategi
yang dijabarkan melalui program-program sbb :
1. Peningkatan infrastruktur terkait logistik kota
2. Program terkait peningkatan infrastruktur meliputi :
3. Optimalisasi kereta api barang
4. Pembangunan jalur khusus truk
5. Penyelesaian jalur lingkar luar (JORR)
6. Pengembangan Distribution Centers
7. Perbaikan manajemen terminal peti kemas
8. Penambahan kapasitas handling terminal peti kemas
9. Manajemen tata guna lahan
10. Program terkait manajemen tata guna lahan meliputi pengaturan tata ruang
kawasan industri
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 22
11. Pengaturan akses dan manajemen lalulintas
12. Program terkait pengaturan akses dan manajemen lalulintas meliputi :
13. Pembatasan akses angkutan barang
14. Prioritas akses angkutan barang
15. Perbaikan geometrik lintasan truk peti kemas
16. Disain holistik terhadap manajemen lalulintas di kawasan perdagangan
17. Perbaikan sistem pentarifan parkir
18. Penegakan hukum dan organisasi
19. Program terkait penegakan hukum & organisasi meliputi :
20. Penegakan hukum dalam implementasi program
21. Penguatan peran dan orientasi Organda
22. Harmonisasi kebijakan dan regulasi
23. Penguatan kapasitas operator angkutan barang dalam negeri
24. Pengaturan goods delivery, goods conveyance dan order management
25. Program terkait pengaturan goods delivery, goods conveyance dan order
management meliputi :
26. Pengaturan goods delivery
27. Pengaturan good conveyance di pusat perbelanjaan
28. Order management yang berorientasi pada efisiensi perjalanan barang
29. Menyeimbangkan supply dan demand angkutan umum barang
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 23
KESIMPULAN
Dengan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian dan aktivitas pergerakan
angkutan barang, transportasi kota Jakarta saat ini semakin diwarnai oleh isu-isu khusus
terkait transportasi barang. Di sisi lain, pergerakan angkutan barang kota Jakarta
cenderung disertakan di dalam perencanaan transportasi kota tanpa suatu kebijakan,
strategi dan program yang khusus terkait dan ditujukan pada kepentingan angkutan
barang itu sendiri. Oleh karenanya, diperlukan suatu perencanaan dan kebijakan
transportasi kota yang secara komprehensif dan sistemik mempertimbangkan
keberadaan angkutan barang ini, dengan tetap menyeimbangkan antara kebutuhan kota
terhadap sistem transportasi manusia, yaitu angkutan umum maupun kendaraan pribadi.
Kebijakan untuk sama-sama memaksimalkan pergerakan orang dan barang, bukan
kendaraan, bisa menjadi kunci di dalam menurunkan program-program transportasi
kota. Peran pemerintah (sektor publik) adalah terkait dengan penyediaan infrastruktur
serta kebijakan dan regulasi yang terkait dengan pergerakan angkutan barang.
Keberhasilan dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota dalam bentuk
perencanaan dan kebijakan transportasi barang dapat dicapai bila perencanaan dan
kebijakan didasari atas kepentingan bersama diantara semua pemangku kepentingan,
sehingga produk perencanaan yang dihasilkan mampu menarik pihak swasta untuk
berkontribusi secara kolektif dalam sistem transportasi kota yang berkelanjutan.
WP-02
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute 24
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perhubungan DKI Jakarta (2011).Pengaturan Waktu Operasional Angkutan
Barang di Jalan Tol Dalam Kota.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta (2012a).Kajian kebutuhan angkutan barang umum dan
peti kemas Provinsi DKI Jakarta.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta (2012b). Laporan akhir pekerjaan pendataan volume
lalu lintas di Provinsi DKI Jakarta
Nahry (2013), Kajian Awal Rasionalisasi Sistem Transportasi Barang Kota Jakarta.
Hibah Riset Madya UI.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 103 Tahun 2007 tentang Pola
Transportasi Makro
Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Master Plan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025
Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem
Logistik Nasional
PT. Pelabuhan Indonesia II (2011) Penyusunan Kajian Dampak Penerapan Kebijakan
Pembatasan Waktu Operasional Kendaraan Berat oleh Pemda DKI bagi Sektor
Kepelabuhanan, oleh KK Rekayasa Transportasi ITB
UU no.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan