indonesia berdaulat
DESCRIPTION
SosialTRANSCRIPT
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 1/184
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 2/184
Menggagas Indonesia Berdaulat Kumpulan Esai tentang Agama, Politik, Ekonomi, dan
Pegerakan
Fachri AidulsyahPenyunting : Amirul Hasan
Desain Sampul dan Isi: Burhanuddin
Diterbitkan oleh:
Beastudi Indonesia
Divisi Pendidikan Dompet DhuafaJln. Raya Parung Km. 42 Ds. Jampang Kec. Kemang
Kab. Bogor, Jawa Barat 16310
Telp. (0251) 8610817, 8610818, 8612044
Faks. (0251) 8615016
Website : www.beastudiindonesia.net
E-mail : [email protected]
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 3/1843
Pengelolaan beasiswa Dompet Dhuafa terus berkembanghingga saat ini. Dua dekade ini, setidaknya telah menjalani
tiga fase pengelolaan program beasiswa: Fase Akses (1993-
2003), Fase Pengembangan Kepercayaan Diri dan Prestasi
Akademik (2003-2010), Fase Pengembangan Kepemimpinan
dan Jaringan (2010-saat ini).
Bisa kuliah di perguruan tinggi itu lumrah bagi anak orang
kaya. Namun, tidak demikian bagi mereka keluarga dhuafa. Alih-alih bisa kuliah di perguruan tinggi, mimpi saja mereka tidak
berani. Prestasi akademik mumpuni, tapi inansial keluarga
bicara sebaliknya. Ibarat tanaman, mereka layu sebelum
berkembang.
Kemiskinan seakan takdir yang sulit diubah. Lahir sebagai
orang miskin dan mati dalam keadaan miskin, baik secara harta
maupun ilmu. Kemiskinan—kebodohan—keterbelakangan—kemiskinan terus berulang bagai rantai yang tak putus-putus.
Fase awal pengelolaan program beasiswa Dompet Dhuafa
berkonsentrasi membuka akses anak-anak berprestasi dari
keluarga tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan. Dengan
izin Allah, adanya akses pendidikan telah mengubah takdir
dan memutus rantai kemiskinan keluarga mereka. Pada fase
ini, pengelolaan beasiswa dilakukan sangat sederhana, yaknisekadar memberikan uang beasiswa (charity ) kepada anak-
Berproses Menghadirkan
Negarawan
Catatan Pengantar
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 4/1844
anak berprestasi dari keluarga tidak mampu.
Persoalan orang miskin ternyata tidak hanya berhenti pada
persoalan akses mendapatkan pendidikan. Tidak kalah penting
adalah persoalan mental miskin. Akses sudah dibuka, tapimental miskin kadung melekat kuat. Pada akhirnya mereka
tereliminasi juga dalam ruang aktualisasi yang ada.
Fase selanjutnya, pengelolaan beasiswa Dompet Dhuafa
mulai melakukan proses pembinaan dengan sistem asrama. Pada
fase ini, selain diberikan bantuan biaya pendidikan, penerima
manfaat juga diwajibkan mengikuti program pembinaan dalam
asrama yang telah disediakan. Adanya program pembinaanyang diberikan, terbukti menjadi obat mujarab. Mental miskin
berubah menjadi mental siap berkompetisi dan berprestasi di
mana pun mereka berada.
Hari ini, tidak jarang akan ditemukan anak-anak berprestasi
di perguruan tinggi favorit adalah penerima manfaat program
beasiswa Dompet Dhuafa. Mahasiswa berprestasi tingkat
nasional, juara PIMNAS, pemenang lomba dan kompetisitingkat nasional dan internasional, para wisudawan dengan
IPK cumlaude, dan berbagai prestasi akademik lainnya. Mereka
adalah penerima manfaat beasiswa Dompet Dhuafa.
Terus tumbuh dan berkembang, pengelolaan program
beasiswa Dompet Dhuafa memasuki fase pengembangan
kepemimpinan dan jaringan. Kami menyadari bahwa persoalan
kemiskinan tidak berhenti pada persoalan akses, mental,maupun kompetensi, namun lebih dari itu adalah karena salah
urus (struktural). Transparancy Internasional Indonesia (TII)
pada tahun 2012 merilis bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Indonesia tahun 2012 turun dari peringkat 110 menjadi 118
dari 176 negara, dengan skor 32. Peringkat Indonesia sejajar
dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir, dan Madagaskar.
Secara regional, Indonesia masih kalah dengan Singapura (skor
IPK 87), Brunei Darussalam (55), Malaysia (49), Thailand (37),
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 5/1845
Filipina (34), dan Timor Leste (33).
Rendahnya Indonesia menunjukkan betapa bermasalahnya
pengelolaan negara ini akibat kejahatan korupsi. Korupsi telah
menyuburkan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.Korupsi menjadikan kebijakan yang tidak berpihak kepada
rakyat. Korupsi menyebabkan aset-aset bangsa menjadi
petaka bagi rakyatnya. Korupsi telah melumpuhkan sendi-
sendi kehidupan bangsa. Negara ini menjadi tidak berdaya dan
kehilangan martabatnya.
Negara ini tidak kurang manusia-manusia hebat, cerdas,
dan berpendidikan. Kelas menengah bertambah dan terusmeningkat, diisi orang-orang berpendidikan. Tapi ternyata
koruptor adalah orang-orang cerdas dan berpendidikan juga.
Negara ini miskin sosok negarawan. Sosok yang senantiasa
berkhidmat untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan
negaranya, berjuang mewujudkan janji perjuangan para
pendiri bangsa, dan senantiasa menghadirkan karakter dalam
kepemimpinannya.Belum hilang dalam ingatan kita, laporan di media massa yang
memberitakan setidaknya ada enam profesor dari perguruan
tinggi ternama yang telah ditangkap Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), tentu saja karena kasus korupsi. Kini, kita harus
sedih dan marah karena korupsi telah menusuk ke jantung
republik. Penyakit korupsi menjalar ke penjaga konstitusi.
Ketua Mahkamah Konstitusi juga menjadi pesakitan di tahanan
KPK. Betapa nihilnya negarawan di republik ini.
Krisis negarawan, dan kesadaran akan pentingnya
sosok negarawan di berbagai sektor kehidupan, selama
tiga tahun terakhir ini menjadi isu utama yang mengilhami
pengembangan program beasiswa Dompet Dhuafa. Program
yang dikembangkan adalah investasi sumber daya manusia
(SDM) strategis, melalui program pembinaan, pendampingan,
dan pemberdayaan masyarakat. Diharapkan terbentuk SDM
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 6/1846
unggul, berkarakter pemimpin, dan peduli demi mewujudkan
Indonesia adil dan berdaya.
Pada fase ini, penerima manfaat beasiswa Dompet Dhuafa
didorong menjadi negarawan-negarawan muda yang senantiasamerawat Indonesia. Berkontribusi saat ini dan masa yang akan
datang. Ketika masih di kampus didorong menjadi aktivis
berprestasi dan memiliki karakter yang kuat. Pascakampus
mereka melakukan mobilitas vertikal dan horizontal, masuk
ke seluruh sektor kehidupan dan mengambil peran strategis di
negara ini.
Tahun 2013, total penerima aktif program beasiswa DompetDhuafa kurang lebih 570 orang. Mereka tersebar lebih dari 30
perguruan tinggi di 13 provinsi di seluruh Indonesia. Adapun
untuk jumlah alumni penerima program beasiswa sebanyak
lebih dari 2500 orang. Mereka tidak lain sosok negarawan muda
yang tersebar di berbagai sektor kehidupan yang berkhidmat
untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Salah satu bentuk khidmat para penerima manfaat untukkepentingan masyarakat, bangsa dan negara adalah lahirnya
gagasan-gagasan konstruktif dalam “Menggagas Indonesia
Berdaulat” yang ditulis oleh Fachri Aidulsyah (penerima
manfaat Bakti Nusa Dompet Dhuafa). Dalam kumpulan
tulisan yang dibukukan tersebut, Fachri mengangkat berbagai
persoalan bangsa dan memunculkan alternatif solusi baik itu
bidang ekonomi dan kesejahteraan, bidang agama dan budaya,
gerakan, pemuda dan mahasiswa, dan bidang politik, demokrasi
dan kepemimpinan.
Menggagas Indonesia Berdaulat merupakan manifestasi
gagasan yang terbingkai dalam aktivitas gerakan “NEGARAWAN
MUDA BELAJAR MERAWAT INDONESIA” ini akan menjadi
sekuel pertama dari buku-buku selanjutnya, yang mengangkat
gagasan dan pemikiran para penerima manfaat Bakti Nusa
Dompet Dhuafa. Kita akan menikmati suguhan ide dan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 7/1847
pergulatan pemikiran mereka dalam upaya menemukan makna
“NEGARAWAN” yang sedang mereka cari dan pelajari, untuk
bekal kepemimpinan masa depan Indonesia. []
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 8/184
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 9/1849
Menulis apa saja yang bisa saya tulis. Entah berapa artikel yang
sudah saya tulis selama ini, mulai dari soal cinta, kehidupan
mahasiswa, hingga permasalahan bangsa yang membuat saya
gelisah.Tulisan-tulisan yang terhimpun di dalam buku ini adalah
sebagian releksi yang pernah saya tuliskan atas fenomena yang
terjadi di sekitar kehidupan saya, utamanya terkait dengan
kondisi bangsa yang kian memprihatinkan. Benarkah kita
telah menikmati “kemerdekaan” sejak proklamasi pertama kali
didengungkan? Benarkah kita sudah terbebas dari penjajahan,
penindasan, dan kesewanang-wenangan?Semoga tak terlalu berlebihan, saya berharap, buku
ini mampu memberikan nafas segar terhadap releksi ke-
Indonesia-an kita saat ini. Proklamasi kemerdekaan yang telah
dihembuskan 68 tahun yang lalu, kini hanya akan menjadi
bayang-bayang semu “kemerdekaan” jika ia tidak dikukuhkan
dengan merebut kembali apa yang menjadi milik Indonesia saat
ini. Di sinilah letaknya, untuk mencapai kemerdekaan Indonesiayang sesungguhnya, masyarakat Indonesia harus memastikan
kedaulatan bangsanya.
Buku ini juga menghadirkan tentang bagaimana pemuda
memainkan peranannya untuk bangsa dan negaranya. Mengapa
harus pemuda? Karena sejatinya, pemuda adalah garda terdepan
yang menjadi tonggak perubahan bangsa. “Semakin kelam
kehidupan kaum muda, semakin kelam kehidupan bangsanya.”
Buku ini juga diisi oleh tulisan-tulisan yang bertemakan
teologis dan cinta sebagai sebuah bumbu yang mampu
menyegarkan cara pandang kita bahwa untuk mencapai
“kemerdekaan” kita tak bisa hanya mengkaji dan mendalami
sebuah permasalahan, atau hanya berhenti dari sudut pandang
ilmu pengetahuan. Tanpa ada keyakinan dan cinta, ia hanya
akan menjadi sia-sia.
Tentu, tulisan-tulisan dalam buku ini jauh dari kesempurnaan.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 10/18410
Tapi, saya yakin, tak ada ikhtiar yang sia-sia, selama niat tulus
menyertai di dalamnya.
Berjuta rasa terima saya haturkan untuk orang tua tercinta
H. Zainuddin dan Hj. Nunung Husniah, kakak dan adik terkasihFahmi Irhamsyah dan Atikah Nurul Fajrin, yang tidak pernah
lelah mencurahkan kasih dan sayangnya kepada penulis. Setiap
tulisan ini adalah sebuah spririt yang hadir dari pengorbanan
mereka.
Untaian terima kasih juga saya sampaikan kepada para
pegiat GIB (Gerakan Indonesia Berdaulat) di mana pun kalian
berada. Sudah satu tahun kita bersama dalam membangun arusperjuangan, kini kalian bermekar menjadi cahaya. Suatu hari
nanti, yakinlah kedaulatan Indonesia yang sesungguhnya akan
kita gapai.
Untuk Mas Edi Nugroho dan segenap manajemen Beastudi
Indonesia (BI) Dompet Dhuafa, terima kasih yang tak terhingga
atas kepercayaan dan kesempatan yang diberikan. Hanyalah
Allah yang menjadi tujuan setiap sendi kehidupan kita. Bukuini hadir sebagai sebuah ungkapan terima kasih bagi mereka
yang berjuang di jalan kebenaran. Semoga buku ini mampu
memberikan kebermanfaatan bagi kita semua, untuk kembali
bersiap siaga menapakkan kaki dalam menggapai kedaulatan
yang sesungguhnya.
Tangerang, 14 Februari 2014
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 11/18411
DAFTAR ISI
Catatan Pengantar Berproses Menghadirkan Negarawan
PrakataSaatnya Kita Bangkit !
Bagian IDarurat Kemandirian; Tentang Ekonomi dan
KesejahteraanSalah Kaprah Soal Pangan 14Petani Nasibmu Kini 20Dialektika Kesejahteraan dan Penjajahan 29Gerakan Indonesia Berdaulat 38“Madesu” Pasar Tradisional 42
Bagian II
Risalah Profetik; Tentang Agama dan KebudayaanIslam dan Pluralisme 47Menjadi Muslim Kiri? 56HAMKA 61Kanak-Kanak yang Hilang 66Risalah Pendidikan Islam 68Untung Rugi Miss World 77Intelektual Profetik 79
Jejak Konspirasi di Balik Wahabi-Phobia 85
Bagian IIIRomantika; Tentang Cinta dan Inspirasi Kehidupan
Tentang Cinta 95Romantisme Perjuangan 99Cinta Terindah 105Bu Murtasiah 113
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 12/18412
Bagian IVNegarawan Muda; Tentang Gerakan, Pemuda, danMahasiswa
“Ancaman Kematian” Kaum Intelektual 118Gerakan Peradaban 123Negarawankah Kita? 129Revolusi Kaum Muda 131Solidaritas Gerakan Mahasiswa 135Tarikan Idealisme dan Suara 141
Bagian VDemokrasi Kita; Tentang Pemilu, Politik, danKepemimpinan
Cari Pemimpin atau Pimpinan? 148Media dan Pemilu Kita 151Demokrasi Pasar(an) 156Terjebak di Jalan Demokrasi 160
Pemuda dan Partisipasi Pemilu 167
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 13/18413
B a g i a n 1
D a r u r a t K e m a n d i r i a n
T e n t a n g E k o n
o m i d a n K e s e j a h
t e r a a n
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 14/18414
Pada penghujung 2013, masyarakat Indonesia dihentakkan
oleh peristiwa paling menghebohkan sepanjang tahun
itu. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar ditangkap
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menerima suap
atas perkara sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada)
Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang sedang diproses MK di
mana Akil sebagai ketuanya. Uang tunai senilai kurang lebih Rp
2 miliar menjadi barang bukti dalam penangkapan itu.
Selain Pilkada Gunung Mas, Akil juga diduga terlibat dalam
beberapa “permainan kotor” lainnya di tempatnya bekerja.
Selain Akil, belum hilang di ingatan kita bagaimana perilaku
pejabat negeri ini seperti Gayus Tambunan, Muhammad
Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan sederet nama lainnya
yang mengemplang uang rakyat. Pertanyaan besar menghantui
kita semua, mengapa masih banyak pejabat negara yang
bergaji besar, tapi tetap melakukan korupsi. Ketua KPK,
Abraham Samad, dalam sebuah kesempatan di Universitas
Muhammadiyah Malang pernah mengatakan, itu semua karena
kelakuan yang bersangkutan serakah dan rakus. “Mereka itu
berperilaku hedonis dan serba pragmatis,” tegasnya.
Salah KaprahSoal Pangan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 15/18415
Sesekali, sempatkan diri anda mengunjungi Gedung DPR di
Senayan Jakarta. Pelataran parkirnya tak ubahnya show room
mobil mewah. Di sana berjejer mobil keluaran teranyar dengan
harga milyaran. Belum lagi jas, safari, sepatu atau arloji yangmereka kenakan. Tentu akan membuat kepala kita bergeleng-
geleng.
Miris. Kita hanya bisa mengelus dada, ketika para pembesar
negeri ini menikmati gaji berlimpah, fasiltas serba mewah, tapi
masih berperilaku koruptif. Sementara di saat yang bersamaan,
masih banyak penduduk miskin yang terjerat kemiskinan. Perut
mereka keroncongan, mereka tak sempat nikmati pendidikan,apalagi tinggal di rumah yang nyaman.
Data terakhir menunjukkan, jumlah orang miskin masih
28,07 juta (11,37 persen). Dalam hal ini, peranan komoditi
makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar
dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap garis kemiskinan padaMaret 2013 tercatat sebesar 73,52 persen. Itu artinya, tingkat
kemiskinan masyarakat Indonesia sangat dipengaruhi oleh
ketidak-pemilikannya sumber makanan untuk hidup.
Sebagaimana kita ketahui, anggaran Kementerian Pertanian
pada tahun 2014 mengalami pemotongan sebesar Rp1,442
triliun dari pagu anggaran dalam APBN 2013. Dari yang
seharusnya Rp17,89 triliun, kini hanya menjadi Rp16,42
triliun. Akibat dari pengurangan ini adalah, program yang
berkaitan dengan swasembada pangan, pemenuhan ketahanan
pangan, maupun peningkatan produktivitas pangan yang awal
anggarannya direncanakan mencapai Rp6,87 triliun pun akan
semakin berkurang.
Di sisi lain, dalam APBN-P 2013, pemerintah menyediakan
subsidi BBM dan elpiji sebesar Rp 199,85 triliun dengan kuota
BBM bersubsidi 48 juta kiloliter. Data Kementerian ESDM
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 16/18416
menunjukkan, proporsi BBM bersubsidi dinikmati oleh: 1)
pemilik mobil (53 persen) dibandingkan pemilik motor (47
persen); 2) masyarakat di Jawa dan Bali (59 persen) dibanding
empat pulau besar lainnya; dan 3) angkutan darat (89 persen).Tercatat juga 25 persen rumah tangga berpenghasilan tertinggi
menikmati 77 persen subsidi BBM, dibandingkan rumah tangga
berpenghasilan terendah yang hanya menikmati 15 persen
subsidi BBM (Kementerian Keuangan, 2012).
Setidaknya, jabaran di atas menjadi perenungan yang berarti
bagi bangsa ini. Mengapa? Karena ada logika yang terbalik
dalam sistem kita saat ini. Biaya subsidi BBM –yang hanyadinikmati oleh sebagian kalangan- justru jauh lebih tinggi
daripada pembiayaan terhadap kebutuhan pangan masyarakat
yang menyangkut “hajat hidup orang banyak”.
Jika demikian adanya, kapan bangsa ini akan mandiri?
Karena dengan rendahnya dukungan pemerintah terhadap
sektor pertanian kita, bukan tidak mungkin banyak petani
kita yang banting setir karena sektor ini sudah tidak dapatdiandalkan. Dampaknya, kebutuhan pangan kita akan terbatas,
dan jalan pintas yang kita pilih adalah melakukan impor.
Kunci keberhasilan kemandirian pangan Indonesia ke depan
sangat dipengaruhi oleh perubahan mindset terhadap tiga hal,
yaitu; (1) mindset politik pangan, (2) mindset konsumsi pangan.
Mindset politik pangan, tidak dipungkiri bahwa ‘prioritas
pangan’ dalam agenda kebijakan publik kita masih sangatminim. Hal itu tercermin dari penganggaran maupun kebijakan
pemerintah terhadap kebutuhan pangan bagi masyarakat
itu sendiri. Kebijakan pemerintah belakangan ini menjadi
sangat kontradiktif dan kontraproduktif dalam menyelesaikan
permasalahan pangan. Akibatnya adalah; kebijakan ketahanan
pangan penuh dengan paradoks. Pada tahun 2012, ketika
Kementerian Pertanian berusaha keras untuk menaikkan
tingkat produksi pangan, yang membutuhkan lahan lebih
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 17/18417
luas dan ketersediaan irigrasi, Kementrian Kehutanan justru
memberikan lahan hutan untuk segelintir pengusaha HTI,
tambang, PHP, maupun perkebunan. Begitu juga Kementrian PU
yang tidak sevisi dengan Kementrian Pertanian, justru malahsibuk memperluas infrastruktur dan properti di lahan subur.
Dan yang lebih parahnya lagi, ketika masa produksi pangan,
Kementrian Perdagangan justru membuka perizinan impor
pangan seluas-luasnnya.
Dalam hal pemanfaatan lahan, Lepi T Tarmidi (Kompas,
29/09/2012) mengungkapkan; kita bisa mencontoh
negara-negara maju yang menerapkan prinsip dasar dalampenggunaan lahan. Pertama, tanah yang subur hanya dipakai
khusus untuk pertanian. Kedua, tanah yang kurang subur
digunakan untuk peternakan dan tanaman keras. Ketiga, tanah
yang secara sengaja disediakan oleh negara untuk kawasan
taman nasional. Keempat , tanah yang tidak subur dipakai untuk
industri, perumahan, dan swalayan. Contoh negara yang sudah
menerapkan pola ini adalah Jepang. Mereka menggunakan
lahan subur khusus untuk pertanian, tidak boleh dikonversisedikit pun.
Perubahan mindset politik pangan ini bisa dicapai dengan
merubah kultur sistem politik yang mengarah pada civil
agrarian ideologies yang sangat menekankan pendekatan
fungsional agrarian representative dalam setiap pembuatan
kebijakan yang saling berkait dan terintegrasi. Pangan menjadi
isu utama yang harus diselasaikan karena berkaitan denganpermasalahan hidup-mati masyarakat.
Penerapan perundang-undangan dan ideologisasi etika
publik yang lebih menekankan pada aspek ‘moral’ dan
‘keberhasilan dalam penanggulangan sektor pangan’ harus
menjadi indikator penting dalam penilaian capaian keberhasilan
sebuah bangsa.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 18/18418
Mindset konsumsi pangan: Selama ini, masyarakat
masih banyak yang terstigma bahwa mereka sudah dianggap
makan jika telah menyentuh nasi. Padahal, berbicara tentang
pemenuhan kebutuhan makan tidak selamanya harus dipenuhidengan nasi. Permasalahan hari ini mengapa kita bergantung
pada nasi hanyalah karena cara berpikir kita yang masih
“tradisional”. Akibat terjadinya “ijo royo-royo” pada masa Orde
Baru –di mana beras dijadikan komoditi utama pola ‘makan’
Indonesia. Jauh sebelum itu, hampir di setiap daerah Indonesia
memiliki keragaman pangan lokal yang menjadi konsumsi
keseharian seperti singkong, jagung dan yang lainnya.
Ketergantungan masyarakat terhadap beras hari ini telahmengakibatkan ‘punahnya pangan lokal’.
Beras atau nasi adalah makanan yang mempunyai kadar
gula tinggi. Jika nasi dikonsumsi terlalu banyak maka level
glukosa dalam darah akan meningkat sehingga dapat memicu
risiko diabetes. Dari segi isiologis juga dikatakan, bahwa untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan
lebih dari 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai jenismakanan.
Perubahan mindset terhadap pola konsumsi pangan
Indonesia menjadi sangat penting di sini. Selain itu, jika
ditinjau dari aspek ekonomi juga sangat menguntungkan bagi
negeri ini. Sebagaimana yang dikemukakan Nurmahmudi
Ismail, Walikota Depok, ketika ditanya program one day no
rice yang dicanangkannya; setiap kenaikan harga beras 10%akan memberikan kontribusi angka inlasi negara sebesar 0,5.
Atas dasar asumsi itu, pengurangan terhadap konsumsi beras
dan beralih pada konsumsi pangan lokal yang lainnya akan
menjadi sarana yang efektif dalam menekan laju inlasi dan
menjaga ketahanan pangan nasional. Lebih dari itu, perubahan
mindset dan ketergantungan terhadap beras/nasi ini juga
akan menjaga kestabilan harga beras, sekaligus menurunkankonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok masyarakat
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 19/18419
yang diiringi dengan peningkatan konsumsi sayuran dan buah,
pangan hewani, kacang-kacangan, serta umbi-umbian. Pada
dasarnya, pola diversiikasi pangan seperti ini bukan bertujuan
untuk mengganti bahan pangan pokok beras dengan sumberkarbohidrat lain, tetapi untuk mendorong peningkatan sumber
zat gizi yang cukup secara kualitas maupun kuantitas, baik
komponen gizi makro maupun gizi mikro (Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi XI, 2010).
Setidaknya, dua hal di atas yang harus menjadi landasan
berpikir dalam membangun kemandirian pangan. Dengan
kata lain, tulisan ini hanya ingin mengantarkan kepada parapembaca untuk melakukan gerakan kecil dengan mengubah
pola konsumsi kita demi kemandirian bangsa. Bangsa ini sudah
siaga kemandirian, jangan sampai menjadi terpuruk karena kita
tidak pernah sadar. Wallahu A’lam
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 20/18420
Pada tanggal 24 September 2012, ribuan kaum tani di 18
provinsi memperingati perayaan Hari Tani. Mengapa
harus tanggal 24 September? Karena pada tanggal tersebut
UU Pokok Agraria No. 5 Tahun1960 (UU PA) disahkan.
Karena semangat dari UU PA memiliki tujuan membongkar
ketidakdilan struktur agraria dan membawa kemakmuran bagi
rakyat Indonesia yang sebagian besar bergantung pada sektor
pertanian. Perayaan Hari Tani juga dimaksudkan agar terus
mengingatkan kita bahwa petani adalah sosok yang dibutuhkan
namun kerap kerap dilupakan.
Undang-undang ini mengatur pembatasan kepemilikan
tanah maksimum bagi individu/korporasi serta menjamin
batas minimum luas tanah bagi petani. UU PA juga menganut
asas nasionalisme sehingga kepemilikan ataupun hak guna
usaha oleh asing dilarang. (Dwi Andreas Santosa, Kompas,
18/10/2012).
Isi pokok dari UU PA ini mengacu pada Pasal 33 Ayat 3
UUD 1945 yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ini
Petani,Nasibmu Kini
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 21/18421
senada dengan Pasal 1, Ayat 1 dan 2 UU PA yang menyatakan
bahwa bumi, air, dan ruang angkasa adalah hak bangsa ini
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini menunjukkan
bahwa segala macam hak; baik hak ulayat, hak individu, hakpenguasaan negara atau badan hukum, ditujukan dalam rangka
untuk memakmurkan rakyat. Di sinilah titik sentralnya, rakyat
ditempatkan sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di negara
ini. (Syaiful Bahri, Kompas 26/09/2012).
Realita yang terjadi saat ini justru berkebalikan dengan hal
yang paling fundamental dalam nafas UU tersebut. Pemodal
besar bisa menguasai puluhan ribu hektar. Aset tanah nasionalyang ada, 56 persennya dikuasai hanya oleh 440 ribu orang,
atau 0,2 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia. Untuk
penguasaan tanah pertanian saja, saat ini rata-rata keluarga
petani di Indonesia hanya memiliki 0,36 hektar tanah.
Sensus Pertanian BPS tahun 2003 menunjukkan, dari 31,7
juta rumah tangga petani, mereka hanya menggunakan lahan
pertanian 21,5 juta hektar. Terlebih lagi, proses konservasiyang menyusutkan lahan pertanian demi kepentingan industri
dan properti telah menyebabkan pengurangan terhadap lahan
pertanian sekitar 60 ribu hektar per tahun. Akibat dari semua itu
adalah semakin meningginya jumlah petani gurem dan petani
yang tak memiliki tanah. Saat ini, dari 37,7 juta rumah tangga
petani, 36 persennya tak bertanah, 24, 3 juta yang menguasai
tanah rata-rata 0,89 hektar per rumah tangga. Hal inilah yang
menyebabkan produktivitas pertanian Indonesia semakinmenurun dengan pendapatan pendapatan rata-rata petani hari
ini kurang dari Rp400 ribu per bulan karena minimnya lahan
garapan.
Penyebab keterpurukan petani kita selanjutnya adalah
terjadinya penggolongan dan pelapisan sosial di masyarakat
berdasarkan pemilikan dan penggunaan tanah. Struktur
sosial yang tercipta dari langgengnya ketimpangan terhadapkepemilikan dan penggunaan tanah adalah terjadinya
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 22/18422
ploretarisasi petani yang semakin meluas. Ploretarisasi ini
ditandai dengan terdegradasinya kelas petani menjadi buruh
tani. Kaum ploretariat ini hidup tidak lagi dengan mengolah
tanah secara langsung, tetapi dengan menjual tenaga kepemilik modal. Ploretrisasi ini berlangsung dalam wajahnya
yang sangat brutal yang ditandai dengan pengusiran dan
perampasan tanah-tanah secara paksa (Idham Arsyad, Kompas,
25/09/2012) . Kondisi inilah yang dianggap sebagai penyebab
terjadinya polarisasi perekonomian di tengah masyarakat
yang berakibat pada meningkatnya pertentangan kelas,
stabilitas perekonomian yang semakin terganggu, dan usaha
pembangunan pertanian masyarakat yang semakin terhambat.
Bayang-bayang Kriminalisasi
Gerakan perjuangan petani yang menuntut keadilan karena
ketimpangan penguasaan tanah dan sumber daya produktif
mengarah juga ke wilayah lain. Tergerusnya kedaulatan petani
atas benih menjadi alasan mengapa gerakan itu terus menguat.
Perjuangan kedaulatan petani atas benih dimulai ketika belasanpetani pemulia benih ditangkap pada tahun 2005. Upaya
kriminalisasi itu terjadi hingga kini. Petani pemulia sangat
rentan terkena berbagai pasal, yang ironisnya merupakan
produk legislasi kita sendiri.
Salah satu produk hukum yang digunakan dalam upaya
kriminalisasi petani adalah UU No 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budi Daya Tanaman. Pada tanggal 27 September 2012,
berbagai gerakan petani seperti; Aliansi Gerakan Reforma
Agraria (AGRA), Serikat Petani Indonesia (SPI), Bina Desa,
Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Serikat
Petani Kelapa Sawit (SKPS), Sawit Watch, Farmer Initiatives
for Ecological Livehoods and Democracy (FIELD), Indonesian
Human Right Committee for Social Justice (IHCS), Aliansi
Petani Indonesia (API), Ikatan Petani Pengendalian Hama
Terpadu Indonesia (IPHTI) beserta komponen masyarakat sipillainnya mendatangi Mahkamah Konstitusi untuk melakukan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 23/18423
pendaftaran uji materi yang menuntut penghapusan beberapa
pasal dalam UU No 12 tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya
Tanaman tersebut. Syukurnya, MK akhirnya mengabulkan
beberapa tuntutan uji materi itu, yaitu pasal 9, 12, dan 60UU tersebut dan menganggapnya inkonstitusional. Dengan
demikian, petani tak perlu lagi meminta izin dari pemerintah
dalam mengumpulkan benih lokal, menghasilkan benih idaman,
serta mengedarkannya.
Selain itu, gerakan petani juga menuntut pemerintah
melakukan revisi terhadap undang-undang dan peraturan
yang berpotensi melarang petani menyimpan, membuat,mengedarkan, dan memasarkan benih. Mereka menuntut
pemerintah memberikan perlindungan kepada petani kecil
dalam memuliakan tanaman serta menghapus ketergantungan
petani terhadap benih impor.
Transgenik di Antara Dua Kepentingan
Di waktu yang hampir bersamaan, dalam rangka
mewujudkan swasembada pangan di tahun 2014, pemerintahmencanangkan pemakaian bibit transgenik terhadap pangan
untuk peningkatan produksi dan pengurangan impor terhadap
pangan. Kebijakan tersebut banyak menuai kontroversi setelah
Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik meloloskan
jagung transgenik RR NK 603 dan Bt Mon 89034 sebagai
produk yang aman pakan. Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) menyatakan bahwa kedua jenis produk di atas aman
pangan pada bulan februari 2011. Sayangnya, peristiwa ini
tidak menjadi isu yang hangat di media.
Uniknya adalah, lolosnya RR dan Bt sebagai aman pakan
yang dilakukan oleh Kemanan Hayati Produk Rekayasa Genetik
(KKH PRG) dilakukan setelah tim teknis melakukan pengkajian
terhadap dokumen-dokumen yang disertakan oleh perusahaan
terkait. Kelolosan RR dan Bt ini menjadi aneh ketika proses
pengkajian terhadap suatu produk genetik –seperti RR dan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 24/18424
Bt- hanya berdasarkan pada dokumen yang disertakan oleh
perusahaan terkait, tanpa adanya uji coba dan penelaahan
secara ilmiah. Tentu saja ini telah melanggar prinsip kehati-
hatian terhadap penerimaan suatu produk.Selain itu, yang paling disayangkan dalam hal ini adalah
tak adanya partisipasi publik karena minimnya informasi.
Keputusan KKH PRG hanya disampaikan melalui website
mereka yang dianggap sudah memenuhi syarat partisipasi
publik, padahal website tersebut tidak familiar di mata publik,
terlebih petani.
Potensi pasar benih tanaman di Indonesia sangatmenggiurkan bagi korporasi multinasional, yakni Rp 14,6
triliun untuk jagung transgenik dan Rp 7,6 triliun untuk kedelai
transgenik. Karena itu, tanaman transgenik perlu ditempatkan
dalam ranah yang sesungguhnya, yaitu upaya korporasi asing
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Lolosnya jagung transgenik untuk pakan bahkan pangan
menjadi ironi ketika Profesor Gilles-Eric Seralini dariUniversitas Caen, Perancis, memublikasikan hasil penelitiannya.
Dalam penelitian pertama terhadap dampak jangka panjang
pestisida Roundup dan jagung transgenik RR NK 603, ternyata
berkembang tumor payudara pada mencit-mencit percobaan
betina serta kerusakan pada ginjal dan hati pada mencit-mencit
jantan. Pada percobaan tersebut, mencit-mencit diberi pakan
jagung transgenik dan pada minumannya dilarutkan pestisida
Roundup pada level yang diizinkan untuk air minum (Tejo
Wahyu Jatmiko Kompas, 02/10/2012).
Penelitian yang berlangsung selama daur hidup mencit-
mencit tersebut menunjukkan bahwa 70 persen mencit betina
dan 50 persen mencit jantan mati lebih cepat dibandingkan
kontrol. Fakta menunjukkan, 50-80 persen mencit betina
menderita tumor payudara hingga mencapai tiga tumor per
ekor.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 25/18425
Saatnya Petani Berdaulat
Dengan permasalahan petani yang begitu pelik, bukan
berarti kita hanya berhenti untuk merenungi dan menghardik
keadaan. Sudah saatnya kita bergerak, bangkit, dan mengambilkembali tangkup peradaban untuk kedaulatan petani Indonesia.
Ada beberapa hal yang penting untuk dijadikan pijakan dalam
mencapai kedaulatan petani hari ini. Pertama, kelembagaan
pangan; ini menjadi penting karena kebijakan di Indonesia
saat ini sangat kontradiktif dan kontraproduktif ketika melihat
permasalahan pangan tidak menjadi isu sentral. Akibatnya,
kebijakan ketahanan pangan penuh dengan paradoks. Saatini, yang menjadi isu fundamental adalah permasalahan
status politik, wewenang, dan koordinasi kebijakan yang
menjadikan permasalahan pangan sebagai isu sentral negara
yang harus berpihak pada petani dan produksi lokal. Mari kita
ingat kembali tentang apa yang disampaikan oleh Bung Karno
ketika meletakkan batu pertama Fakultiet Pertanian –yang kini
menjadi IPB- pada tanggal 27 April 1952, bahwasanya panganmerupakan soal hidup mati, pangan merupakan masalah
bangsa yang sangat penting untuk kehidupan rakyat.
Kedua, reformasi agraria; yaitu program yang mengatur
penguasaan, penataan ulang kepemilikan, dan penggunaan
tanah yang harus berpihak pada hak dan pemberdayaan petani
secara keseluruhan—baik yang memiliki tanah maupun tidak.
Reformasi agraria juga harus mengarah pada amanat Pasal 33
Ayat 3 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960,
Pasal 1 Ayat 1 dan Ayat 2. Kita bisa mencontoh negara-negara
maju yang menerapkan prinsip dasar dalam penggunaan lahan;
1) Tanah yang subur hanya dipakai khusus untuk pertanian,
2) tanah yang kurang subur digunakan untuk peternakan dan
tanaman keras, 3) tanah yang secara sengaja disediakan oleh
negara untuk kawasan taman nasional, 4) tanah yang tidak
subur dipakai untuk industri, perumahan, dan swalayan.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 26/18426
Ketiga, hentikan liberalisasi pertanian. Permasalahan
liberalisasi pertanian kini menjadi sangat kompleks. Di sektor
agraria –sebagaimana dijelaskan di atas- menunjukkan
adanya ketimpangan, kepemilikan lahan yang dikuasai olehkorporat telah merugikan rakyat. Importasi komiditas pangan
juga menjadi soal. Pada bulan Februari tahun 2013 saja,
Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan menyatakan
bahwa Indonesia akan mengimpor 2 juta ton beras. Alasannya
adalah harga beras di pasar Internasional sedang murah,
yaitu USD400 per ton untuk beras kualitas premium dan juga
untuk menghadapi kebutuhan beras masyarakat yang semakin
meningkat. Padahal, bulan Februari adalah masa panen rayabagi petani.
Kalau kita lihat produktivitas petani Indonesia, kita
masih berada di posisi yang tertinggi di Asia Tenggara. Data
yang disajikan Dwi Andreas Santosa (Kompas 04/06/2012)
menunjukkan, meski setiap tahun kita impor beras, produktivitas
sawah kita 5,03 ton per hektar, jauh lebih tinggi dibanding
negara tetangga. Jika produktivitas dihitung tahunan, akandidapatkan angka 9,03 ton, kita menjadi salah satu tertinggi
di dunia yang memproduksi beras. Akibat dari liberalisasi
ini pemerintah seakan membiarkan nasib petani begitu saja
tanpa ada proteksi dan pembinaan terhadap perkembangan
kesejahteraan mereka.
Keempat ,atur ulang HaKI pada genetika. Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI) terhadap genetika kini telah menjadi pelurukriminalisasi yang dilakukan perusahaan besar terhadap para
petani yang melakukan pemuliaan tanaman karena dianggap
sebagai pembajakan hak atas kekayaan intelektual tanpa seizin
perusahaan terkait. Hingga kini, banyak petani yang dibui
akibat kasus tersebut. Padahal, sejak awal kemerdekaan, petani
Indonesia sudah mengembangkan benih dan menghasilkan
1,9 juta varietas tanaman. Akan tetapi, karena rendahnyapendidikan, keterbatasan informasi dan perekonomian mereka,
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 27/18427
sangat sulit bagi mereka mendaftarkannya untuk memperoleh
HaKI. Kini, kedaulatan petani semakin terancam ketika berbagai
peraturan diciptakan sebagai upaya untuk mengokohkan
perusahaan dan universitas saja. Hanya mereka berdua yangberhak melakukan pemuliaan tanaman. Sedangkan petani
hanya ditempatkan sebagai konsumen dan pemakai benih,
padahal jauh lebih dahulu petani memuliakan tanaman dan
menemukan benih tersebut.
Kelima, hentikan transgenik . Setelah melihat efek yang
terjadi ketika benih transgenik dikembangkan, kita harus
kembali pada hasil KTT Bumi tahun 1992 di Rio De Janeiro yangmenjadi semangat aturan internasional tentang keamanan hayati
produk transgenik, atau dikenal sebagai Protocol Cartagena.
Bunyi dari prinsip 15 Rio itu adalah, “Dalam upaya melindungi
lingkungan, pendekatan kehati-hatian dapat diterapkan secara
luas oleh negara sesuai dengan kapasitasnya. Ketika terdapat
ancaman serius atau kerusakan yang tidak dapat dipulihkan,
ketidakcukupan kepastian ilmiah tidak boleh dijadikan alasan
untuk menunda tindakan pencegahan perusakan lingkungan.”
Keenam, bangkitkan paritisipasi publik . Sudah
seharusnya masyarakat diberikan ruang partisipasi yang luas
dalam menentukan kebijakan publik, terutama dalam masalah
pertanian. Keterbukaan informasi dan akses pengetahuan
terhadap permasalahan pertanian harus tersebar luas
di tengah-tengah masyarakat. Memberikan akses untuk
berinovasi terhadap pemuliaan tanaman, penciptaan, danpengembangannya sebagai bukti kedaulatan petani. Dalam
membangun partisipasi publik, pemerintah juga tidak boleh
luput untuk bertanggung jawab dalam pemenuhan hak
dan kebutuhan dasar masyarakatnya, salah satunya adalah
akses pendidikan, pembinaan, pengembangan kesejahteraan
petani, perbaikan infrastruktur, maupun perbaikan sistem
perekonomian dan pemasaran hasil pertanian, perlindungan,petani dan produksi lokal.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 28/18428
Akhirnya, kita hanya bisa berharap petani Indonesia akan
mencapai kejayaannya, kedaulatan, dan kesejahteraan yang
sesungguhnya. Semoga!
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 29/18429
Menelaah Modernisasi
Istilah modernisasi adalah istilah yang sangat populer
setelah Perang Dunia ke-2. Reinhard Bendix dalam
tulisannya yang berjudul “Tradition and Modernity Reconsidered”
menjelaskan, pada dasarnya istilah modernisasi harusdirujukkan pada suatu tipe perubahan sosial yang berasal dari
revolusi industri di Inggris 1760-1830, dan revolusi politik di
Perancis 1789-1794, yang berangkat dari proses transformasi
sosial masyarakat ke arah demokratisasi, industrialisasi, dan
proses-proses perekonomian yang dilakukan secara modern.
JW. Schoorl juga menjelaskan, modernisasi yang berasal
dari revolusi industri berangkat dari terjadinya revolusi ilmupengetahuan dan revolusi teknologi yang berkaitan dengan
perkembangan dan kemajuan ekonomi. Modernisasi juga
merupakan jenis perubahan sosial yang mengarah pada
perubahan-perubahan di berbagai belahan dunia yang masih
terkungkung dalam keterpurukan ekonomi dan politik.
Akibat dari proses modernisasi ini, dunia terpecah menjadi
dua golongan, yaitu negara maju sebagai bagian dari masyarakatindustri atau masyarakat modern, dan negara Dunia ketiga
Dialektika Kesejahteraandan Penjajahan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 30/18430
atau negara berkembang. Proses modernisasi juga semakin
berkembang ke arah transformasi sosial yang sangat universal,
mengarah ke berbagai bidang kehidupan yang fungsi-fungsinya
sangat terspesialisasi bersamaan dengan kemajuan sistempendidikan.
Wacana Keilmuan : Karakteristik Teori Modernisasi
Di tengah perkembangan transformasi sosial modernisasi
yang diiringi dengan perkembangan dan kemajuan sistem
pendidikan, negara maju mengukuhkan diri untuk menentukan
prasyarat dan standarisasi modernisasi yang dikembangkan
melalui pendekatan keilmuan. Dalam hal ini, negara majudianggap sebagai soko guru peradaban yang mampu
memperbaiki kondisi suatu negara melalui teori ‘modernisasi’-
nya. Teori modernisasi juga sering diistilahkan sebagai teori
‘pembangunan’ yang berisikan gagasan perubahan sosial yang
dianggap sebagai satu-satunya solusi menuju kesejahteraan
masyarakat di suatu negara.
Kini ada beberapa varian teori yang mengukur terjadinyaproses keberhasilan pengembangan modernisasi di setiap
negara. Pertama, teori Gabriel Almond yang mengukur
modernisasi berdasarkan pada sejauh mana pola dan nilai-
nilai demokrasi yang diciptakan Barat telah berkembang dan
menjadi sebuah nilai di tengah masyarakat. Melalui premis
ini, negara berkembang diarahkan pada kemampuan untuk
mengembangkan pola kehidupan politik yang sesuai dengan
prinsip-prinsip demokrasi yang dikembangkan oleh Barat.
Kedua, ketika proses demokratisasi berjalan tidak sesuai
dengan realita yang berkembang, maka teori baru tentang
negara modern pun berkembang. Samuel Huntington
menyatakan, perbedaan utama antara negara modern dan
yang tidak modern adalah dalam kemampuan yang pertama
untuk mempertahankan diri dan menjamin stabilitas sosial dan
politiknya. Hal ini menunjukkan terjadinya pergeseran subtansi
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 31/18431
teori modernisasi ke arah kemampuan mempertahankan
stabilitas sosial dan politik. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Vedi R. Hadiz, terlepas dari berbagai macam implikasinya,
teori tersebut akan menjadi pembenaran dukungan terhadappemerintahan yang otoriter yang mampu menekan sumber-
sumber oposisi dan meredam tuntutan-tuntutan perubahan
sosial melalui metode-metode represif.
Ketiga, teori yang dikembangkan Harrod-Domar tentang
“tabungan dan investasi”. Dalam teori tersebut dijelaskan,
pembangunan –modernisasi- negara dalam bidang ekonomi
ditentukan oleh besar-kecilnya ketersediaan modal daninvestasi. Harrod-Domar berasumsi, negara maju adalah negara
yang memiliki investasi dan modal besar, sedangkan negara
terbelakang adalah negara yang investasi modalnya kurang.
Keempat , teori pertumbuhan ekonomi- yang dikembangkan
oleh W.W Rostow. Ia menjelaskan bahwa pembangunan
merupakan suatu proses yang bergerak lurus, mengarahkan
masyarakat terbelakang menuju masyarakat yang maju. Iamenjelaskan tentang lima tahapan kondisi menuju masyarakat
maju. 1) Masyarakat tradisional; masyarakat yang belum banyak
mengusai ilmu pengetahuan dan cenderung menyerahkan
segala macam kebutuhan hidupnya pada sesuatu yang bersifat
magis. Di dalam masyarakat ini alat produksi masih terbatas,
dan kemajuan industri maupun produksi sangat lambat.
2) Masyarakat prakondisi lepas landas; yaitu masyarakat
tradisional yang terus bergerak dan mengalami perkembanganyang progresif. Biasanya, dalam masyarakat prakondisi seperti
ini lebih banyak dipengaruhi oleh pihak luar untuk membantu
peningkatan kapasitasnya.
Salah satu yang menjadi standarisasi kemajuan masyarakat
prakondisi lepas landas ini adalah terjadinya usaha
meningkatkan tabungan di tengah masyarakat. Tabungan ini
kemudian dipakai untuk keperluan hidup dan investasi padasektor yang menguntungkan dan produktif dalam memenuhi
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 32/18432
kebutuhan hidup sehari-hari dan pengembangan skill
masyarakatnya, seperti pendidikan.
Selanjutnya, 3) Masyarakat lepas landas; dalam masyarakat ini
industri berkembang pesat, berbagai keuntungan dikembalikanlagi kepada perusahaan, dan sektor perekonomian berkembang
dengan progresif. 4) Masyarakat dewasa; yaitu masyarakat
yang sudah bisa dianggap sebagai negara maju dan sudah
memiliki kemandirian dalam pengembangan perekonomian
dan pembangunan terhadap sumber daya manusia. 5)
Masyarakat konsumtif; pada periode ini masyarakat sudah
memiliki pendapatan yang besar, sehigga kebutuhan pokokmudah terpenuhi. Pada kondisi masyarakat seperti ini, taraf
dan kebutuhan hidup menjadi semakin tinggi dan tidak lagi
mementingkan pemenuhan kebutuhan pokok karena sudah
terpenuhi.
Teori modernisasi berkembang di Amerika Serikat pada
tahun 1950-an sebagai respon kaum intelektual terhadap
Perang Dunia. Mereka menganggap, ada cara efektif lainnyauntuk mecapai suatu perubahan. Mansour Fakih (2001)
mengungkapkan, modernisasi menjadi penemuan terpenting
dalam perkembangan kapitalisme yang berkembang di bawah
kepemimpinan Amerika Serikat. Teori ini lahir ketika dunia
terjebak dalam Perang Dingin. Perang Dingin pada dasarnya
merupakan perang ideologi dan teori antara sosialis dengan
kapitalis. Dalam konteks Perang Dingin tersebut, sudah
dipastikan bahwa teori modernisasi terlibat dan menjadi pelurudalam peperangan ideologis.
Teori modernisasi atau pembangunan dalam perjalanannya
menjadi gagasan ideologi yang termanifestasi dalam perjalanan
politik sekutu terhadap negara lainnya. Perebutan kekuasaan
wilayah dalam penyebaran ideologi ini cukup menarik
untuk dikaji, bagaimana gerakan sosialisme kala itu mulai
mengembangkan ideologinya tidak hanya di Eropa Timur,melainkan juga di negara-negara yang baru saja merdeka.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 33/18433
Kemunculan negara-negara yang baru merdeka di Afrika
dan Asia—yang merupakan bekas jajahan sekutu—menjadi
ancaman baru Barat karena di antara mereka banyak yang
tertarik dengan sosialisme sebagai cara untuk melakukanperubahan sosial. Dari sinilah kemudia negara Barat mendorong
para ilmuwan sosial untuk mengembangkan teori Negara Dunia
Ketiga, mencari konsep teoretik dalam rangka membendung
sosialisme untuk mendorong kapitalisme. Dalam konteks ini,
teori modernisasi dan pembangunan lahir dan berkembang.
Fakih juga menjelaskan, umumnya orang beranggapan
bahwa pembangunan adalah kata benda netral, suatu katayang digunakan untuk menjelaskan proses dan usaha
untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, politik, budaya,
infrastruktur masyarakat, dan sebagainya. Dengan pemahaman
seperti itu, ‘pembangunan’ disejajarkan dengan kata ‘perubahan
sosial’. Bagi penganut pandangan ini konsep pembangunan
tidak berdiri sendiri sehingga membutuhkan keterangan lain,
seperti, pembangunan model kapitalisme, pembangunan
model sosialisme, ataupun pembangunan model Indonesia, danseterusnya.
Dalam perjalanannya, teori pembangunan menjadi sebuah
mainstream dan teori yang paling dominan diterima oleh
masyarakat luas dalam melakukan perubahan sosial. Teori
pembangunan menjadi teori yang sangat luar biasa karena teori
tersebut mampu mendominasi dan mempengaruhi di berbagai
belahan bumi, terutama negara-negara Dunia Ketiga. Gagasandan teori pembangunan seakan telah menjanjikan harapan baru
untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan, terutama
kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi yang selalu terjadi
di negara Dunia Ketiga.
Teori modernisasi diarahkan pada sikap yang ‘ilmiah’,
yaitu dalam mengembangkan ilmu sosial harus bersikap
netral, objektif, bebas nilai, dan bersifat secara universal yangmemberikan makna terhadap realita sosial, serta melakukan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 34/18434
proses ‘rekayasa sosial’ menuju masyarakat yang dicita-citakan
oleh sekutu. Melihat realita perkembangan teori tersebut,
Ritzer (1975) menyatakan, kemenangan satu teori atau analisis
sosial terhadap teori yang lain lebih disebabkan karena parapendukung dari teori yang menang itu lebih memiliki kekuasaan
(power) dari pengikut teori yang dikalahkan, bukan karena
teori tersebut lebih benar atau lebih baik dari yang dikalahkan.
Tinjauan Kritis Teori Modernisasi
Perkembangan teori modernisasi, dengan menggunakan
pendekatan ‘pembangunan’ telah menyebabkan perbedaan
kelas di masyarakat, baik yang bersifat ekonomis, sosiologis,maupun kebudayaan.
Dilihat dari sudut keilmuan, Michael Foucault menilai,
pengetahuan tentang ‘pembangunan’ yang diproduksi oleh
Barat dan disodorkan kepada masyarakat negara Dunia Ketiga
bukanlah suatu pengetahuan yang bersifat netral, melainkan
dalam rangka proses pengembangan ideologi Barat sebagai
upaya untuk mengontrol negara Dunia Ketiga. Fakih dalammenjelaskan pandangan Foucault ini berpendapat, development
discourse selanjutnya tidak memberi legitimasi pada segala
cara, dan pengetahuan nonpositivistik, seperti cara pertanian
tradisional yang digusur oleh Revolusi Hijau (Green Revolution).
Ia juga menghancurkan segala bentuk formasi sosial yang
nonkapitalistik, seperti tradisi gotong-royong di Jawa diganti
dengan hubungan yang kapitalistik.
Terakhir, ide development juga menghancurkan proses
politik dengan apa yang dikenal sebagai doktrin modernisasi
politik. Itu semua menunjukkan bahwa development discourse
merupakan suatu proses pendominasian secara intelektual,
politik, ideologi, ekonomi, dan budaya.
Melalui perkembangan teori modernisasi yang dilekatkan
pada sesuatu yang bersifat ilmiah, secara tidak sadar masyarakattelah memberikan para ilmuwan dan peneliti ilmu-ilmu sosial
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 35/18435
legitimasi dalam menetapkan agenda dan tujuan dari proses
perubahan sosial. Dalam hal ini, masyarakat Dunia Ketiga
dijadikan objek kajiannya, yang harus ‘menyerahkan dirinya’
untuk diarahkan dan dikembangkan pada sebuah tujuan yangtelah ditetapkan dan dianalisis oleh para ilmuwan tersebut.
Para ilmuwan ini dianggap sebagai orang yang objektif
dan netral sehingga dapat dipercaya sebagai penuntun jalan
kebenaran bagi masyarakat Dunia Ketiga. Dengan kuatnya
legitimasi ini, para ilmuwan memiliki kekuasaan dalam
mengatur, merekayasa, dan mengarahkan masyarakat ke suatu
arah perubahan sosial tertentu. Sejak saat itulah, ketergantunganmasyarakat Dunia Ketiga terhadap negara maju terjadi.
Di bidang ekonomi, pendekatan teori modernisasi terhadap
pengentasan kemiskinan mendorong mereka untuk mengejar
ketertinggalannya. Mereka menilai, penyebab utama kemiskinan
adalah karena faktor kurangnya sumber daya alam yang tidak
produktif, oleh karena itu dibutuhkan proyek peningkatan
pendapatan bagi kaum miskin. Sementara analisis yang lainnya,ketertinggalan suatu negara terjadi karena masyarakat miskin
tidak dilibatkan dalam pengembangannya. Oleh karena itu,
pelibatan kaum miskin diarahkan demi tercapainya eisiensi
pembangunan dan pertumbuhan.
Dari hasil analisis ini saja, sama sekali tidak ada itikad baik
untuk membebaskan manusia dan mengemansipasi golongan
miskin, melainkan menggunakan tenaga masyarakat miskin
untuk tujuan melanggengkan proses pembangunan dan
pertumbuhan. Kedua analisis di atas hanya memfokuskan
golongan miskin pada kegiatan yang lebih memenuhi kebutuhan
praktis semata, tanpa ada maksud untuk memenuhi kebutuhan
startegis mereka.
Refleksi Revolusi Hijau
Revolusi Hijau merupakan salah satu bentuk program
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 36/18436
industrialisasi dan modernisasi pertanian yang sepenuhnya
menganut logika pertumbuhan. Program yang asal mulanya
dari Amerika Serikat ini diperkenalkan ke negara-negara
Dunia Ketiga sebagai pelaksanaan teknis developmentalism.Sebagai bagian dari paham modernisasi, Revolusi Hijau tidak
sekedar program pertanian belaka, melainkan suatu strategi
pertumbuhan melawan paradigma tradisionalisme.
Pengetahuan masyarakat dalam bertani yang dianut selama
ribuan tahun, untuk pertama kalinya menghadapi penggusuran.
Untuk pertama kalinya pula dalam sejarah pertanian manusia,
suatu model pertanian yang dipelopori oleh pengusahamultinasional Barat, mereduksi berbagai pola pertanian yang
ada menjadi satu bentuk pertanian. Program yang didukung
oleh pusat penelitian global raksasa seperti IRRI (International
Rice Research Institute) di Filipina dan CIMMYT (International
Maize and Wheat Improvement Center) di Meksiko benar-benar
mengubah wajah pertanian dunia. Dewasa ini, di dunia terdapat
13 lembaga riset dan dikembangkan oleh CGIAR (Consultative
Group for International Agricultural Research) yang menjaditulang punggung program Revolusi Hijau. Akibatnya, petani
yang telah hidup selama 5000 tahun memproduksi, menyeleksi,
menyimpan, dan menanam kembali benih mereka, secara
dramatik tergusur dan musnah.
Tiba-tiba benih menjadi komoditi komersial dan privat.
Revolusi Hijau telah merampas kontrol atas sumber tanaman
dari tangan petani Dunia Ketiga ke teknokrat Barat di IRRI,CIMMYT, dan perusahaan bibit multinasional. Benih menjadi
salah satu sumber keuntungan dan kontrol. Masalahnya, benih
unggul ‘ajaib’ yang mereka ciptakan dan dipaksakan kepada
petani ternyata juga merupakan keajaiban komersial. Benih-
benih ini akan kembali ke sifat aslinya apabila ditanam kembali
secara berulang-ulang oleh petani, karena itu setiap musim
tanam petani harus membelinya untuk tetap mendapatkanpadi unggul. Petani menjadi sangat tergantung pada industri
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 37/18437
benih, serta tidak bisa lagi memproduksinya sendiri. Revolusi
Hijau telah menggusur, tidak saja ribuan jenis atau varietas
tradisional, tetapi juga merampas keseluruhan tanaman padi
yang asal mulanya berada di tangan petani negara-negaraDunia Ketiga.
Analisis kritis terhadap Revolusi Hijau juga bisa dilihat dari
aspek ekonomi politik dalam menelusuri hubungan antara Dunia
Ketiga dan negara maju melalui pendekatan teori dependensi
yang berasumsi bahwa pembangunan dan keterbelakangan
adalah suatu konsep yang saling berkaitan. Keterbelakangan
suatu masyarakat merupakan akibat dari berkembangnyamasyarakat yang lain. Ketergantungan membuat Dunia Ketiga
sulit untuk berdikari dalam model pembangunan kapitalis
mereka.
Dalam teori dependensi, ketergantungan tidak selalu
menciptakan negara maju mendominasi dan menduduki
wilayah Dunia Ketiga seperti yang terjadi pada zaman kolonial
dahulu, namun cukup mempengaruhi elite negara DuniaKetiga untuk memiliki kesamaan nilai dan interest terhadap
kepentingan ekonomi pribadi yang dikembangkan negara maju.
Dalam kaitan itulah Revolusi Hijau dilihat sebagai sebuah proses
ketergantungan secara ekonomi –baik bersifat pinajaman
inansial-, budaya, teknologi –terutama untuk industrialisasi-,
pengetahuan, politik, dan sebagainya. Apa yang terjadi pada
masa Rezim Orde Baru adalah contoh nyata, USD 2,71 terhisap
keluar untuk setiap USD 1 investasi pada masa Revolusi Hijautahun 1970-1977. Pada tahun 1979 perusahaan Amerika
mendapat untung USD 12.000 dari negara-negara Dunia Ketiga.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 38/18438
Saya, Anda, dan banyak orang lainnya pasti masih memiliki
mimpi, suatu hari nanti, negeri ini akan bangkit kembali
dari keterpurukan yang selama ini melanda. Mimpi yang
datang dari sebuah cinta, pasti akan selalu memberikan spirit
perjuangan untuk mencapai apa yang kita cintai.
Cinta bukanlah perihal intuitif belaka, cinta juga bukan
sesuatu yang hadir secara alamiah dan penuh ketidaksengajaan.
Tapi cinta hadir karena sebuah keterpaksaan, hadir karena
sebuah rekayasa, dan hadir karena keterpanggilan hati untuk
saling memiliki satu sama lain.
Begitulah diktum tentang cinta. Sebuah kisah yang tak
akan pernah usang dibicarakan oleh manusia. Lalu bagaimanadengan kecintaan kita kepada bangsa? Inilah yang perlu kita
perbincangkan saat ini.
Mungkin taka sing di telinga kita, para pesohor negeri ini
mengumbar perasaan cintanya kepada negeri ini. Banyak di
antara mereka yang berkata “kami cinta Indonesia” tapi semua
itu berhenti di mulut belaka, sedangkan tangannya terus
merampas harta rakyat, melakukan berbagai macam praktikkorupsi, kolusi, dan nepotisme yang mengatas-namakan “demi
Gerakan Indonesia Berdaulat
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 39/18439
rakyat, saya berjuang.”
Mari kita tengok laporan Bank Pembangunan Asia tahun
2012 yang menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi
Asia, termasuk Indonesia, akan mengalami peningkatan ditahun 2013 ini. Tapi sayang, pertumbuhan ekonomi yang ada
saat ini tak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyatnya,
justru akan memperlebar kesenjangan sosial, karena 20 persen
total aset nasional hanya dikuasai oleh 5 persen orang kaya
negeri ini.
Lebih menarik lagi yang dirilis majalah Forbes, 25 orang
terkaya Indonesia mampu menguasai Rp 530 triliun atausetengah dari total APBN kita di tahun 2012. Sementara
pendapatan 29 juta warga miskin dan 70 juta warga hampir
miskin kian tergerus karena tingginya harga kebetuhan pokok.
Akibatnya, rakyat miskin akan akan terus tersingkir dan akan
selalu terjerembap pada jurang kemiskinan.
Kondisi negeri ini semakin terpuruk ketika sumber daya
alam kita yang terus dikuasai asing dan sekelompok elit bisnis.Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat” pun kini beralih ke tangan korporat.
Lihatlah bagaimana proses liberalisasi sektor minyak
dan gas yang kian mengeksploitasi energi negeri kita. Ketika
Pemerintah RI menandatangani Letter of Intent dengan IMFpada 20 Januari 2000, di mana salah satu klausulnya berkaitan
dengan skema liberalisasi pengelolaan energi, oil and gas
sector, membuat Pertamina kehilangan dominasinya di sektor
migas. Akibatnya, Pertamina hanya menguasai 8,8 persen dari
275 wilayah pertambangan Migas. Total pengelolaan Migas
Pertamina hanya kurang dari 20 persen.
Di sektor pertanian, 56 persen aset nasional kita, yangsebagian besar berupa tanah, dikuasai hanya oleh 440.000
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 40/18440
orang atau 0,2 persen penduduk Indonesia. Begitu pun di
sektor kehutanan, ketimpangan pemilikan, penguasaan, dan
penggunaan tanah terjadi hampir di semua sektor. Ada 531 izin
hak pengusahaan hutan (HPH) dan hutan tanaman industri(HTI). Luasnya mencapai 35,8 juta hektar, hanya dikuasai
puluhan konglomerat nasional dan asing. Di perkebunan, dari
11,5 juta hektar luas lahan sawit, 52 persen milik swasta, dan
hanya 11,69 persen yang dimiliki perusahaan negara.
Lebih dari itu, di bidang pertambangan, Jatam (Jaringan
Tambang) pada 2010 mencatat, sejak 1998-2010 hampir 8
ribu perizinan tambang dikeluarkan, dan 3 juta hektar kawasanlindung beralih fungsi menjadi tambang. Ketimpangan juga
terjadi di sektor kelautan. Lebih dari 20 pulau telah di-kavling
orang dan badan hukum asing untuk industri pariwisata. Sekitar
50 ribu hektar konsesi budidaya di bawah penguasaan asing,
dan sekitar 1 juta hektar ekosistem pesisir sudah dikonversi
untuk perluasan perkebunan sawit dan pembangunan
reklamasi pantai.
Berdasarkan data-data di atas, sedih kiranya jika kita hanya
dapat berdiam diri menghadapi semua bentuk eksploitasi yang
menyengsarakan rakyat ini.
Saat inilah waktu yang tepat untuk kita bersatu kembali,
merangkul asa dengan jiwa dan raga kita guna mencapai cita-
cita yang mulia, cita-cita yang membawa kemakmuran bagi
rakyat Indonesia, cita-cita yang membawa perubahan menuju
kemerdekaan yang sesungguhnya, cita-cita yang terlahir dari
cinta anak bangsa.
Melalui gagasan itulah, ide Gerakan Indonesia Berdaulat
sebagai gerakan pemersatu semua lapisan masyarakat
Indonesia pun mengemuka. Sejak awal, gerakan ini terlahir
sebagai gerakan kemerdekaan yang ingin mendaulatkan
bangsa Indonesia dari segala bentuk penjajahan dan tindakan
eksploitatif yang menyengsarakan rakyat.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 41/18441
Gerakan ini berdiri di atas semua golongan sebagai asas
dari persatuan bangsa. Gerakan yang hadir sebagai wadah
perkumpulan bagi orang-orang yang ingin berkontribusi
terhadap Indonesia sesuai dengan passion, keahlian, dancaranya masing-masing, sekecil apa pun kontribusi itu.
Gerakan Indonesia Berdaulat ini terlahir dari rasa “cinta anak
bangsa”. Mencoba memaknai persaudaraan dan pengorbanan
sebagai asas dari kecintaan kita kepada sesama, memaksakan
diri untuk berbaur dengan berbagai lapisan masyarakat tanpa
pernah memandang status, kedudukan, maupun ras tertentu.
Ide tentang “sosial kemasyarakatan” menjadi penting darigerakan ini dalam rangka selalu mendekatkan para anggota
pada realita masyarakat yang sesungguhnya.
Dari Gerakan inilah kita diajak bermimpi untuk menjadikan
Indonesia tegap berdaulat. Dimulai dengan perjuangan kita
dari hal yang paling sederhana, namun tekun untuk selalu
menciptakan kebermanfaatan bagi orang lain. Dengan
begitulah, cinta dipaksakan untuk selalu mengasihi sesamatanpa pernah memperhitungkan imbalan dan pujian. Ketulusan
cinta hadir sebagai sebuah konsekuensi pengorbanan yang
selalu membangunkan nurani untuk bergerak ketika melihat
penderitaan yang menimpa bangsa ini.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 42/18442
Apa yang terlintas di pikiran anda ketika mendengar kata
“Pasar Tradisional”? Kumuh, becek, kotor, bau, semrawut,
dan tidak nyaman. Saya, anda atau siapa pun mungkin sepakat
dengan kesan yang muncul itu. Perlahan tapi pasti, kesan-kesan
itu merasuki pikiran kita, dan pada akhirnya kita semua tidak
ingin lagi menginjakkan kaki kita di sana.
Kita terlanjur nyaman dengan lantai keramik dan ruangan
berpendingin udara. Kita terlanjur suka dengan pramusaji
berseragam dan berparas rupawan. Kita juga semakin asyik
memilih sayuran berlabel harga tanpa harus capai menawar.
Akuilah!
Tapi tahukah kita, begitu banyak orang yang menggantungkannasibnya pada tempat yang becek itu? Tahukah kita bahwa pasar
tradisional memiliki peran yang sangat vital bagi perkembangan
ekonomi masyarakat bawah? Di tempat yang semrawut itu lah
perputaran ekonomi masyarakat bisa terjadi. Di tempat yang
kumuh itu pula uang beredar dari banyak tangan, mengalir dan
tersimpan di banyak saku hingga akhirnya menggerakkan roda
ekonomi bangsa ini.
Tapi sayang, nampaknya keberadaan pasar tradisional
“Madesu” Pasar Tradisional
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 43/18443
belum juga mendapat perhatian pemegang kuasa di negeri ini.
Buktinya, kini dengan mudah kita menemui hyper market , tak
jauh dari rumah kita. Belum lagi keberadaan minimarket yang
bak cendawan di musim hujan, “menggusur” warung-warungkecil di sekitar kita. Masa depan pasar tradisional kita semakin
suram, alias Madesu.
Dahulu, keberadaan retel besar seperti Makro misalnya,
posisinya selalu jauh dari pasar tradisional, lokasinya pun
menjorok ke dalam dan tak terlihat dari jalan utama, kecuali
hanya papan namanya. Untuk menjangkaunya, jika tak punya
kendaraan pribadi, kita harus berjalan ratusan meter jauhnya.Semua itu dilakukan bertujuan untuk melindungi pasar-pasar
tradisional dan warung-warung kecil sederhana di sekitar kita.
Tapi kini? Anda bisa rasakan sendiri bedanya.
Krisis ekonomi pada tahun 1998 yang memberikan ruang
terbuka bagi International Monetary Fund (IMF) untuk
mengintervensi Ekonomi Indonesia adalah turning point -
nya. Pada tahun itu, antara Pemerintah Indonesia dan IMFmenandatanganiLetter of Intent (LoI) yang memberikan peluang
masuknya investasi asing dalam industri ritel di Indonesia. LoI
itu terlaksana sebagai bentuk konsensus bantuan dana utang
yang diberikan IMF kepada pemerintah dalam menanggulangi
krisis . Sejak saat itulah, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 1998 dan SK Menteri tentang
Investasi No 29/ SK / 1998. Sejak saat itulah, pasar-pasar
modern dengan berbagai merek dagang terkemuka mulaimenjamur di tengah-tengah kita.
Di sisi lain, untuk menghindari persaingan yang tidak sehat
–baik antara investor asing, pemilik modal, maupun sektor
kecil—pemerintah dan DPR sebenarnya telah membuat UU
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut sebagai
UU Antimonopoli). Akan tetapi, seiring berjalannya waktu,UU ini hanya menjadi hiasan semata yang tidak dipraktikkan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 44/18444
secara optimal. Masih banyak celah, yang implikasinya tidak
melindungi perekonomian rakyat kecil secara utuh.
Hal ini bisa dilihat dengan terjadinya ketidakseimbangan
posisi tawar antara pasar rakyat maupun warung-warungkecil dengan minimarket. Situs berita detik.com merilis,
berdasarkan data tahun 2011 tentang populasi minimarket
di DKI Jakarta, pertumbuhan minimarket mencapai 2.162
outlet. Sementara data yang dikemukakan Nielsen tentang
pertumbuhan minimarket di Indonesia menyebutkan, total
minimarket di tahun 2005 mencapai 6.465 outlet, tapi di
tahun 2006 meningkat menjadi 7.356 outlet, dan di tahun2007 bertambah lagi menjadi 8.889 outlet atau 0,5 persen dari
warung tradisional yang mencapai 1,9 juta warung.
Di samping itu, data yang dirilis PD Pasar Jaya pada Juni 2012
menyebutkan, 97 pasar dari 153 pasar tradisional yang ada di
Jakarta dalam kondisi rusak. Kondisi ini tentu saja membuat
masyarakat semakin malas belanja di pasar tradisional.
Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) jugapernah merilis, terdapat belasan ribu warung tradisional di
Jakarta dan Tangerang yang sudah tutup hingga awal tahun
2012. Hal ini terjadi lantaran warung tradisional pada umumnya
menjual barang-barang yang sama dijual oleh minimarket,
sedangkan jarak antara warung tradisional dengan minimarket
juga sangat berdekatan. Untuk di daerah Kota Bandung saja,
akibat dari merambah luasnya minimarket, supermarket,
dan sejenisnya telah mengakibatkan 38 pasar rakyat di Kota
tersebut mengalami penurunan omzet mencapai 60 persen
per tahunnya. Data lainnya, Asian Development Bank (ADB)
mencatat, di sepanjang tahun 2011 diperkirakan jumlah pasar
tradisional menurun sebesar 8,1 persen. Hal ini berbanding
terbalik dengan pasar modern yang tumbuh 31,4 persen pada
periode yang sama.
Pasar tradisional adalah simbol dan eksistensi ekonomi
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 45/18445
kerakyatan. Membiarkan pasar tradisional tergusur di tengah
derap pasar modern, itu sama artinya dengan menggusur mata
rantai produksi dan distribusi serta konsumen tradisional di
kalangan masyarakat.Pasal 33 UUD 1945 sudah jelas menyatakan “perekonomian
disusun sebagai sebuah usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.” Di dalam pasal tersebut terkandung asas yang
mengisyaratkan bahwasanya konstitusi kita menghendaki
konsep perekonomian kekeluargaan, yang dibangun atas dasar
kesetaraan dan saling berempati. Sistem perekonomian tidak
dibiarkan bebas, melainkan juga terorganisir dan tersencanauntuk saling menyelamatkan perekonomian rakyat.
Dari fenomena di atas, menunjukkan pemerintah telah gagal
dalam membela perekonomian rakyat, dengan membuka keran
investasi asing sebesar-besarnya untuk menguasai pangsa
pasar Indonesia tanpa ada proteksi yang signiikan. Akibatnya,
pasar tradisional menderita seketika.
Oleh karena itu, di akhir tulisan ini saya ingin menegaskan,sudah saatnya Indonesia harus menciptakan kebijakan yang
adil dan sehat (fair trade) bukan sekedar perdagangan yang
bebas (free trade). Indonesia juga harus bertanggungjawab
untuk memberikan perlindungan ekonomi rakyat bukan hanya
sebatas perlindungan hukum, melainkan juga pemberdayaan
pasar rakyat agar menjadi lingkungan yang nyaman, aman, dan
mampu menjaga keseimbangan harga.
Bulak Sumur, September 2012
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 46/18446
B a g i a n 2
R i s a l a h P r o f e t i k
T e n t a n g A g a m a
d a n K e b u d a y a
a n
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 47/18447
Tak lekang di ingatan kita tragedi 11 September 2001
yang mengguncangkan dunia. Dua pesawat komersil
menghantam menara kembar WTC yang selama ini menjadi
simbol kebesaran Amerika Serikat. Gedung itu hancur seketika,
hanya beberapa jam dari peristiwa tersebut, Amerika telah
menyimpulkan bahwa aktor dari peristiwa tersebut adalah
kelompok ekstrimis Muslim yang dipimpin Osama bin Laden.
Buntut dari tragedi ini, tesis yang dikembangkan oleh Samuel
P. Huntington, melalui bukunya The Clash of Civilization and
the Remaking of World Order (1996) mengalami pembenaran,
bahwa setelah komunisme hancur dalam perang dingin, maka
yang akan menjadi ancaman bagi peradaban Barat adalah
Islam. Sejak saat itu juga, George W. Bush mendeklarasikan
“Perang Global Melawan Terorisme” sebagai agenda politik
internasional. Hanya beberapa hari setelah 9/11, Bush
mengeluarkan daftar 28 teroris yang semuanya Muslim.
Tahun 2001 menjadi saksi, diskursus tentang terorisme kian
marak di seluruh penjuru dunia. Tidak terkecuali di Indonesia,
berbagai kalangan baik akademisi maupun cendikiawan Muslim
Indonesia, semua mendiskusikan terorisme.
Islam dan Pluralisme
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 48/18448
Huntington menjelaskan, sudah saatnya dunia hari ini
membedakan Islam menjadi dua kutub yang berbeda, yaitu
Islam militan dan dan Islam secara umum.
”... Islam militan merupakan ancaman nyata bagi Baratmelalui para teroris dan negara-negara bajingan (rouge states)
yang sedang berusaha mengembangkan persenjataan nuklir,
serta cara-cara lainnya”.
Islam militan juga digambarkan oleh Huntington sebagai
kelompok yang melakukan berbagai protes dan demonstrasi
damai, serta munculnya partai-partai Islam yang ikut serta
dalam pemilihan umum serta membuka lembaga-lembagakerja amal sosial.
Dalam penjelasan Huntington, yang menyebabkan
hangatnya perseteruan antara Islam dan Barat dipicu karena:
Pertama, pertumbuhan penduduk Muslim yang cepat telah
memunculkan pengangguran dalam jumlah besar, sehingga
menimbulkan ketidakpuasan di kalangan kaum muda
Muslim. Kedua, kebangkitan Islam (Islamic Resurgence) telahmemberikan keyakinan baru kepada kaum Muslim akan
keistimewaan dan ketinggian nilai dan peradaban Islam,
dibanding nilai dan peradaban Barat. Ketiga, secara bersamaan,
Barat berusaha mengglobalkan nilai dan institusinya, untuk
menjaga superioritas militer dan ekonominya, dan turut
campur dalam konlik di dunia Muslim. Hal ini telah memicu
kemarahan di antara kaum Muslim.
Keempat , runtuhnya komunisme telah menggeser musuh
bersama di antara Islam dan Barat dan masing-masing merasa
sebagai ancaman utama bagi yang lain. Kelima, meningkatnya
interaksi antara Muslim dan Barat telah mendorong perasaan
baru pada masing-masing pihak akan identitas mereka sendiri,
dan bahwa mereka berbeda anatara satu sama lain. Bahkan,
papar Huntington, dalam kedua masyarakat --Islam dan Barat—
sikap toleran terhadap telah merosot tajam pada dekade 1980-an dan 1990-an.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 49/18449
Di Indonesia sendiri, KH. Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) dalam bukunya yang berjudul Islamku, Islam Anda,
Islam Kita seakan memberikan sebuah airmasi terhadap
gagasan Huntington. Gus Dur menjelaskan, bahwa akar dariberbagai macam konlik sosial di tengah masyarakat terjadi
karena adanya kalangan “Islam Eksklusif-Fundamentalis”
yang memasuki wilayah politik kenegaraan dalam rangka
menjadikan Indonesia sebagai “negara Islam”. Mereka
menciptakan sebuah kerentanan sosial terhadap kalangan non-
Islam dan menghancurkan tatanan kebudayaan Indonesia yang
heterogen. Gus Dur juga menegaskan, cukuplah Islam hadir
di wilayah kultural masyarakat yang menjadikan keagamaansebagai wilayah privat dan hanya bersifat kebudayaan semata
tanpa harus memasuki ruang politik karena dianggap sebagai
penyebab segala resistensi sosial.
Sejak saat itu, umat Islam di Indonesia mulai mengalami
“distrust” di antara sesama. Masyarakat terdoktrin untuk
menyebut “muslim militan/ muslim fundamentalis” pada
mereka yang mengenakan celana cungkrang, berjenggotlebat, berbaju koko, berprilaku pendiam, wanita bercadar,
dan lain sebagainya. Semua simbol itu diidentikkan dengan
kaum radikal. Keberagamaan Islam dianggap sebagai sesuatu
yang sangat menakutkan dan berbahaya bagi kelangsungan
peradaban hidup umat manusia. Dari situ, Islamophobia
semakin berkembang. Bukan hanya kalangan non-Muslim
yang terkena sindrom itu, tetapi juga terjadi di antara sesamamuslim. Masyarakat secara klimaks mulai menyadari, bahwa
Islam kini telah menjadi dua kutub, yaitu Islam fundamentalis/
ekstrimis dan Islam moderat.
Dalam rangka membendung Islam fundamentalis, kalangan
yang menamakan dirinya “kaum pluralis” mulai menampakkan
diri menjadi praktisi, birokrat, pegiat LSM, hingga akademisi
yang mulai berterus terang memperkenalkan paham pluralismedi ruang publik. Mereka menggunakan berbagai cara, baik
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 50/18450
yang bersifat akademis seperti; workshop, seminar, maupun
peluncuran buku, hingga yang bersifat propagandis seperti
kampanye, demonstrasi, maupun menciptakan komunitas-
komunitas atas nama antikekerasan, cinta perdamaian, maupundengan dalih demi kerukunan bangsa, kerukunan antarumat
beragama.
Mereka menggulirkan wacanaan “Islam Moderat”
sebagai kontra dari “Islam Fundamentalis”. Aktivis tersebut
menggambarkan Islam moderat sebagai kawanan kaum muslim
yang mendambakan perdamaian dunia, bersifat netral, dan
antikekerasan. Istilah Islam moderat secara mudah diterimaoleh masyarakat luas, bahkan wacana tersebut menjadi sebuah
kewajiban yang harus ditransformasikan dalam peradaban
Islam demi terciptanya perdamaian dunia.
Namun, banyak yang justru terjebak dalam mendefenisikan
Islam moderat, yang mengarah pada etimologi dan terminologi
Barat tentang moderat itu sendiri. Pendeinisian Islam moderat
yang awalnya hanya ditinjau dari aspek sosiologis; yang hanyamencari perbedaan identitas dengan kalangan fundamentalis,
justru kini mengarah pada peninjauan yang bersifat teologis.
Fahmi Hamid Zarkasyi dalam bukunya yang berjudul
Misykat; Releksi tentang Islam, Westernisasi & Liberalisasi
(2012) menjelaskan berbagai macam deinisi tentang moderat.
Ia mengambil dari berbagai macam perspektif. Islam moderat
yang dideinisikan oleh Graham Fuller adalah muslim yang
menolak literalisme dalam memahami kitab suci, tidak
memonopoli penafsiran Islam dan menekankan persamaan
dengan agama lain, dan bahkan tidak menolak agama lain.
Sementara bagi Rabasa, moderat adalah mereka yang dapat
menerima kultur demokratik, mendukung demokrasi dan
menerima HAM internasional, termasuk mengakui kesetaraan
gender, kebebasan beribadah, menghormati pluralitas,
menerima sumber hukum yang tidak sektarian, dan memusuhiterorisme dan segala bentuk kekerasan.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 51/18451
Dari dua deinisi ini saja, istilah moderat telah memberikan
peluang bagi masyarakat Muslim untuk menempatkan
penyamarataan agama, menempatkan demokrasi sebagai
sebuah tolok ukur dalam menciptakan perdamaian sertamenempatkan syariah sebagai hukum yang sudah tidak sesuai
dengan realitas masyarakat hari ini.
Melalui istilah “moderat” inilah, ruang airmasi untuk
memakmurkan paham pluralisme dikembangkan. Pada
dasarnya, fondasi pluralisme sendiri sudah dikembangkan
secara implisit ketika paham sekular sekitar tahun 1960-
an akhir maupun 1970-an marak dibicarakan oleh banyakpemikir Muslim. Mereka menganggapnya sebagai jalan untuk
melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional (syariah) dan
berorientasi kepada masa depan, yaitu yang mengarah pada
intellectual freedom dan idea of progress yang selama ini belum
dimiliki umat Islam.
Proses pluralisasi Islam berkembang sebagai sebuah tradisi
kebebasan berpikir dalam memandang agama.Budhi Munawar Rachman, dalam esainya yang berjudul
Ensiklopedi Al-Qur’an: Sebuah Manifesto Islam Inklusif dalam
buku Demi Toleransi Demi Pluralisme; Esai-esai untuk Merayakan
65 Tahun M. Dawam Rahardjo menggambarkan gagasan M.
Dawam Rahardjo dalam memaknai Islam. Ia menyatakan;
Mas Dawam sangat sadar bahwa sikap pasrah kepada
Tuhan (arti generik kata Arab Islâm) dengan penuh kedamaian(salâm) karena tulus-ikhlas, disertai perbuatan baik kepada
sesama sebagai kelanjutan logis sikap pasrah yang tulus itu,
adalah pangkal kesejahteraan (salâmah, selamat) di dunia
sampai akhirat: Dan barang siapa memasrahkan dirinya
kepada Tuhan serta dia itu berbuat baik, ia telah berpegang
kepada tali (pegangan hidup) yang kukuh (Q 31:22); Dan
siapakah yang lebih baik dalam hal keagamaan daripada orang
yang memasrahkan dirinya kepada Tuhan, dan ia berbuat baik
… (Q 4:125)
Agama atau sikap keagamaan yang benar (diterima Tuhan)
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 52/18452
ialah sikap pasrah kepada Tuhan: Sesungguhnya agama bagi
Allah ialah sikap pasrah kepada-Nya (al-islâm) (Q 3:19).
Perkataan “al islâm” dalam irman ini menurut Mas Dawam
bisa diartikan sebagai “Agama Islam” seperti yang telah umum
dikenal, yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.Pengertian seperti itu tentu benar dalam maknanya, bahwa
agama Muhammad adalah agama “pasrah kepada Tuhan”
(islâm) par excellence. Tetapi dapat juga—inilah permulaan
paham Islam Inklusif—diartikan secara lebih umum, yaitu
menurut makna asal atau generiknya, “pasrah kepada Tuhan”,
suatu semangat ajaran yang menjadi karakteristik pokok
semua agama yang benar. Inilah dasar pandangan dalam
Ensiklopedi al-Qur’an, bahwa semua agama yang benar adalah
agama islâm, dalam pengertian agama yang mengajarkansikap pasrah kepada Tuhan, sebagaimana antara lain bisa
disimpulkan dari irman, Dan janganlah kamu sekalian
berbantahan dengan para penganut kitab suci (Ahl al-Kitâb)
melainkan dengan yang lebih baik, kecuali terhadap mereka
yang zalim. Dan nyatakanlah kepada mereka itu, “Kami beriman
kepada Kitab Suci yang diturunkan kepada kami dan kepada
yang diturunkan kepada kamu; sebab Tuhan kami dan Tuhan
kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan kita semua pasrah
kepada-Nya [muslimûn] (Q 29:46).
Kalau kita telusuri lebih jauh, sebenarnya gagasan yang
disampaikan oleh M. Dawam Rahardjo tidak jauh berbeda
dengan apa yang disampaikan oleh Wilfred Cantwell Smith yang
menulis dalam bukunya “The Meaning and End of Relogions”.
Smith menyatakan Islam adalah kata kerja, muncul sekitar
sepertiga kali jumlah kemunculan kata kerja asalnya ‘aslama’
(tunduk, berserah diri secara keseluruhan, memberikan diri
kepada komitmen total). Ia merupakan kata kerja; nama sebuah
bentuk tindakan, bukan sebuah institusi; sebuah keputusan
pribadi, bukan sebuah sistem sosial.
Dengan berbagai macam paradigma yang terpapar di atas,
telah nampak bahwa gagasan pluralisme dianggap sebagai
sebuah jalan kedamaian yang mengasumsikan agama sebagai
salah satu sumber konlik, atau setidaknya memberikan
legitimasi terhadap berbagai konlik sosial, sehingga keyakinan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 53/18453
pemeluknya terhadap kebenaran mutlak agamanya perlu
diredusir atau dibuang. Pluralisme hadir dalam rangka
melepaskan tradisi eksklusiitas agama dan formalitas
keagamaan dengan menyatakan bahwa kebenaran semuaagama adalah ‘relatif’ menjadi sebuah realita sosial yang harus
kita terima secara bersama sebagai jalan menuju perdamaian
dunia dan toleransi keagamaan.
Mereka menggambarkan, syariah sudah tidak bisa diterapkan
dalam kehidupan moderen karena antara realita sosial
zaman dahulu dan zaman sekarang selalu berkembang dan
mengalami perubahan. Sehingga, orang-orang yang berusahamemformalkan penerapan syariah dianggap memantik konlik
sosial. Bagi mereka, syariah tidak mampu mengakomodasi
perkembangan dan dinamika sosial masyarakat saat ini.
Teologi Islam VS Pluralisme Keagamaan
Untuk menanggapi berbagai macam argumentasi di
atas, menarik untuk kita telusuri lebih lanjut paparan yang
disampaikan oleh Adian Husaini tentang Islam. Dalam tulisanpanjang berikut ini, ia memaparkan tentang pandangan Syed
Naquib Al-Attas dalam menjelaskan deinisi Islam yang sesuai
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah;
“Hanya ada satu agama wahyu yang asli, dan namanya
sudah diberikan (Allah) yaitu Islam, dan orang-orang yang
mengikuti agama ini dipuji oleh Allah sebagai umat yang terbaik
di antara umat manusia Islam, karenanya bukan semata-matasebuah kata kerja bermakna kepasrahan (submission); ia juga
nama sebuah agama yang menjelaskan cara kepasrahan yang
benar, juga sekaligus menjelaskan deinisi agama (secara
umum): kepasrahan kepada Tuhan”
Dan kata Al-Attas, tata cara dan bentuk penyerahan diri
(submission) kepada Tuhan yang terdapat dalam satu agama
itu. Sebab itu, konsepsi tentang Tuhan dalam agama tersebut,
adalah sangat menentukan dalam merumuskan bentuk
artikulasi yang submission yang benar. Dan konsepsi tentangTuhan, haruslah memadai untuk menjelaskan hakikat Tuhan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 54/18454
yang sebenarnya, yang hanya mungkin didapat dari wahyu
(revelation), bukan dari tradisi etnis atau budaya, atau dari
ramuan antara tradisi etnis, budaya, atau wahyu, atau dari
spekulasi ilosois (philosophical speculation). Agama yang
benar (the true religion) bukan hanya menegaskan konsepThe Unity of God (at-tawhid), tetapi juga menjelaskan tata
cara dan bentuk submission yang dibawa oleh Nabi terakhir
(Muhammad saw.).
Jika bicara tentang submission, maka Al-Qur’an
menyebutkan adanya dua jenis submission (aslama), yaitu
secara sukarela (conscio-us and willing submission) atau
tidak sukarela (unconscious and unwilling submission) (Ali
Imran: 83). Menurut al-Attas, the real submission adalah yang
dilakukan dengan sadar dan atas kemauannya sendiri. The RealSubmission juga berarti ketaatan terhadap hukum-hukum-Nya
(audience to God’s law). Allah menegaskan, “Dan siapakah yang
lebih baik din-nya daripada orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan,
dan ia mengikuti millah Ibrahim yang hanif.” (An-Nisaa’: 125).
Melalui penjelasan panjang di atas, telah jelas bahwa Islamadalah satu-satunya agama yang diridai Allah. Islam adalah
agama yang universal dan nabi Muhammad saw adalah utusan
Allah yang menjadi rahmat bagi manusia (Qs. Al-Anbiya’: 107,
Saba’; 28). Islam adalah jalan kebenaran, yang mengantarkan
setiap hamba kepada Tuhannya. Semua amal ibadah yang
diterima oleh-Nya harus berdasarkan iman dan apa yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah.
Keyakinan bahwa Islam sebagai satu-satunya agama yang
benar, membuat umat Islam dalam sepanjang sejarahnya
selalu menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Meskipun
begitu, dalam keyakinan ini, Islam tidak mengizinkan umat
Muslim untuk memaksakan agamanya, apalagi membunuh
atau menyiksa kaum yang berbeda dengan agamanya. Hal ini
menjadi bukti bahwa Islam pun sangat menghargai perbedaan
dan pluralitas. Dalam peradaban Islam, Piagam Madinahmerupakan sebuah bukti bagaimana perjuangan Islam dalam
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 55/18455
menyejahterakan, memanusiakan manusia sesuai dengan
itrahnya. Budaya toleransi terjadi di sana, umat Islam dan
umat-umat yang beragama lain dapat hidup secara damai dan
berdampingan.Pada periode Umar Bin Khattab, umat Islam menguasai
Yerusalem tanpa peperangan. Umat Islam datang dan menguasai
tapi tidak menghancurkan. Islam malah menjadi penengah
pertikaian antara sekte-sekte Kristen yang sering terjadi di
dalam Kanisah al –Qiyamah. Dalam sejarahnya, Yerusalem
mengalami kehidupan keagamaan yang paling damai ketika di
bawah kekuasaan Islam. Islam, Kristen dan Yahudi dapat hidupberdampingan secara damai.
Melalui tulisan di atas, setidaknya kita diajak untuk merenungi
kembali hakikat keber-Islam-an kita hari ini. Ternyata masih
banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bagi seorang
Muslim yang memiliki kewajiban menyerukan kebenaran di
muka bumi ini. Orang-orang lalim kian meronta, bersekutu
melakukan makar yang memecah belah agama ini, menciptakankerusuhan atas nama perdamaian. Sungguh, Islam bukanlah
sedangkal pemikiran yang “mereka” kira.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 56/18456
“Kita akan mencapai tangkup keadilan dan kesejahteraan
jika kita tak pernah berhenti berada di garis perjuangan meski
nyawa kita kian terancam. Sebab yakinlah, dengan perjuangan
dan pengorbanan yang sungguh-sungguhlah, pertolongan Allah
pun akan datang”. (Fachri Aidulsyah)
Menarik untuk mengulas kembali apa yang pernah
disajikan dalam diskusi yang diselenggarakan Sekolah
Muslim Progresif pada bulan Ramadhan lalu. Dalam setiap
diskusi itu, berbagai perdebatan dan gagasan tentang Muslim
Kiri mengemuka. Pertanyaannya adalah “Mungkinkah kita
menjadi Muslim Kiri?”
Pernyataan tersebut mengundang berbagai perspektif
yang perlu didiskusikan lebih jauh. Pasalnya, logika gerakan
kiri sudah lama menginiltrasi dalam jati diri gerakan Islam
sejak pra-kemerdekaan. Lihat saja HOS. Cokroaminoto dengan
gagasan “Islam dan Sosialisme” dan Soekarno dengan Nasakom-
nya. Dalam sebuah wawancara, Deliar Noer juga pernah
menyatakan, setiap pejuang Muslim kemerdekaan Indonesia
terinspirasi dari gerakan kiri.
Perdebatan sejarah inilah yang menarik untuk didiskusikanlebih jauh. Jika logika perbincangan sejarah hanya dimaknai
Menjadi Muslim Kiri?
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 57/18457
sebagai sebuah “artefak” masa lalu yang berdiri sendiri sebagai
fakta sosial dari masa lalu, maka kita akan menaikkan bahwa
fase suatu peristiwa terjadi tidak hanya dipromotori oleh sikap
dan tindakan untuk mencapai perubahan semata, melainkanjuga dipromotori oleh pikiran, keyakinan, maupun kondisi
sosial yang menyebabkan mereka melakukan suatu tindakan.
Berbicara tentang sejarah gerakan kiri yang menginiltrasi
gerakan Islam saat itu, menarik untuk kita lihat bagaimana
gambaran seorang Muslim sebagaimana yang digambarkan oleh
Hadji Agus Salim kala itu. Dalam perbincangannya dengan Moh.
Hatta menyiratkan, munculnya ide sosialisme Islam karena kalaitu banyak di antara umat Muslim yang sangat individualis dan
tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Kalangan umat
Muslim ketika itu banyak yang beranggapan, kesempurnaan
iman seorang Muslim hanya cukup dengan memperbanyak
salat dan selawat saja.
Mereka lebih mementingkan untuk memperbanyak salat
dan selawat daripada membantu untuk memperbaiki kualitasperekonomian dan kesejahteraan orang-orang yang berada di
sekitarnya. Sedangkan gagasan sosialisme hadir sebagai bentuk
kepedulian terhadap orang-orang yang ditindas dan dinistakan.
Gagasan sosialisme hadir untuk melawan arus kapitalisme dan
melakukan perbaikan ekonomi rakyat dengan pemberlakuan
‘sama rata, sama rasa’. Padahal, Islam sudah lebih dahulu lahir
dengan semangat pembebasan sebagaimana keteladanan
Rasulullah melawan arus penindasan yang dilakukan olehmasyarakat jahiliah kala itu.
Ali Syariati menilai, gagasan sosialisme Islam yang
dikemukakannya berpacu dalam keterkaitan antara teks dan
konteks yang menunjukkan bahwa sosialisme berfungsi sebagai
penyelesai atas ketertindasan. (1) konsep ‘sama rata-sama rasa’
dikontekstualkan dengan ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan
zakat, (2) penolakan terhadap kapitalisme dikontekstualkandengan ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang penolakan riba.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 58/18458
Dari gambaran di atas, kita dapat memaknai, pada dasarnya
gagasan kiri adalah tentang pembebasan, keadilan, dan
perlawanan terhadap segala macam penindasan, dan itu bukan
barang baru dalam Islam. Hanya saja, pada suatu kondisi sosialtertentu, banyak di antara umat Muslim yang tidak sadar,
perjuangan untuk menyejahterakan orang lain, membendung
arus kapitalisme yang menindas, dan memperjuangkan harkat
maupun martabat kaum proletar adalah bagian dari ibadah.
Pernyataan Deliar Noer yang menekankan pejuang Muslim
kemerdekaan Indonesia terinspirasi dari gerakan kiri bisa
kita benarkan. Patut diakui, praksis gerakan kiri pada saat itusangat nampak di permukaan dalam perjuangan kaum buruh
dan tani. Keberpihakan dan keberanian kelompok kiri saat itu
patut diacungi jempol dan memotivasi pejuang Muslim ketika
itu untuk berjuang lebih baik lagi.
Antara Kiri dan Tauhid Sosial
Jika dilihat dari ulasan di atas, seakan ada persamaan dan
pertautan spirit antara Islam dan Kiri dalam perjuanganmelawan penindasan. Namun, pada dasarnya antara Islam
dan Kiri memiliki garis demarkasi yang tegas dan mengalami
pertentangan tentang bagaimana cara pandang keduanya
melihat sebuah realitas.
Garis demarkasi yang tegas di antara keduanya terletak
pada perbedaan ontologi dan epistimologi yang berujung
pada perbedaan aksiologi perjuangannya dalam melawan aruspendindasan.
Menarik jika kita mengambil perspektif Ali Syariati yang
mengemukakan bahwa masyarakat Dunia Ketiga saat ini
terkena penyakit “westruckness” (tergila-gila dengan peradaban
Barat dan tergila-gila terhadap kemegahan yang bersifat
materialistik). Paham yang menganggap bahwa modernisme
yang dibungkus dengan paham yang menekankan rasionalitasdan materialistik seakan mampu mengantarkan kebahagiaan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 59/18459
hidup seseorang.
Logika dasar yang bersifat materialistik ini juga menjadi
fondasi utama dalam ilsafat Marxis yang menekankan bahwa
salah satu kunci kebahagiaan hidup adalah ketika buruh danpetani mampu mencapai kesejahteraannya dalam pemenuhan
materialnya. Filsafat dasar Marxis yang menganggap bahwa
agama adalah candu (religion is opium) telah menegasikan
konsep ketuhanan dalam pandangan hidup Kiri. Perdebatan
ilsafat Marxis terhadap kehidupan materialis juga tidak
terlepas dari traumatik sejarah keagamaan Kristen yang
menindas masyarakat Barat.Tentu saja ini sangat berbeda dengan Islam yang memandang
dunia sebagai sebuah organisme hidup yang saling bertautan
satu sama lain. Antara ketuhanan, manusia, dan alam semesta
tidak terlepas dari suatu pandangan dunia yang bersifat mistik-
ilosois dan tidak mendikotomikan satu sama lainnya. Di
dalam organisme hidup ini, ada sebuah struktur yang bersifat
transendental, ketauhidan. Kebahagiaan hidup tidak hanyadiukur dengan mendapatkan kesejahteraan secara material,
kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan yang terpaut
secara transendental setelah kehidupan di dunia ini.
Tauhid menjadi fondasi utama yang menjadikan Islam
bukan hanya sebatas gerakan keagamaan, melainkan juga
bertransformasi sebagai gerakan sosial-politik yang berasaskan
nilai-nilai ketuhanan. Kuntowijoyo menggambarkan, dalam
Islam terdapat inter-connectedness antara tindakan manusia
dengan nilai-nilai ketuhanan. Sebagai contoh keterkaitan
antara sholat dengan solidaritas sosial. Dalam surat Al-Ma’un
dijelaskan, termasuk mendustakan agama jika kita sholat, namun
tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosial sekitar,
terhadap penyelesaian masalah kemiskinan. Epistimologi
Islam sangat menekankan hubungan yang relasional, yang
menyebabkan antara satu unsur akan selalu terdapat hubungandengan unsur yang lain. Keterkaitan juga bisa digambarkan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 60/18460
sebagai logical consequences dari satu unsur. Seluruh rukun
Islam (salat, zakat, puasa, haji) adalah konsekuensi logis dari
syahadah. Zakat adalah konsekuensi logis dari puasa, yaitu
setelah orang merasakan sendiri penderitaan, lapar, dan haus,seorang Muslim diajak untuk saling berbagi satu sama lainnya.
Dengan kata lain, antara Hablun minallah dan Hablun minan-
naas tidak dapat dipisahkan dan saling berkorelasi positif satu
sama lain. Semakin kita beribadah kepada Allah, solidaritas
sosial kita akan semakin terbangun, aspek vertikal berkorelasi
positif terhadap aspek horizontal.
Melalui tulisan ini, setidaknya kita dapat meninjau relevansilebih jauh bahwa ‘Kiri’ patut diakui menjadi stimulus terhadap
perjuangan sejarah Indonesia saat ini, namun tidak menjadi
basis utama untuk menggantikan nilai-nilai yang bersifat
‘absolut’ dan syumuul . Perpaduan antara Islam dan Marxisme
akan semakin absurd jika dilihat secara teologis dan akan
sangat sulit mendikotomikan “kepribadian ganda” dengan cara
pandang yang saling bertentangan satu sama lain.
Permasalahan yang mungkin muncul hari ini adalah
ketika umat Muslim mudah puas dengan capaian pribadinya,
sementara di sekitarnya kita masih terjadi penindasan. Masih
banyak di antara kita yang melupakan hakikat seorang muslim
adalah perjuangan melawan segala macam arus penindasan
dan penjajahan. Anda Muslim, anda pejuang!
***
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 61/18461
”Banyak guru, dokter, hakim, insinyur, banyak orang
yang bukunya satu gudang dan diplomanya segulung besar,
tiba dalam masyarakat menjadi ‘mati’, sebab dia bukan
orang masyarakat. Hidupnya hanya mementingkan dirinya,
diplomanya hanya untuk mencari harta, hatinya sudah seperti
batu, tidak mampunyai cita-cita, lain dari pada kesenangan
dirinya. Pribadinya tidak kuat. Dia bergerak bukan karena
dorongan jiwa dan akal. Kepandaiannya yang banyak itu kerap
kali menimbulkan takutnya. Bukan menimbulkan keberaniannya
memasuki lapangan hidup.” (Hamka)
Kutipan bernas itu termaktub dalam buku “Ayah” yangditulis Irfan Hamka, anak kandung Haji Abdul Malik
Karim Amrullah (HAMKA). Karya itu adalah hasil kasih sayang
dan keteguhan jiwa seorang Hamka yang diteladani oleh anak
kandungnya sendiri. Buah cintanya telah menjadi kobaran api
semangat perjuangan yang mengokohkan hati Irfan untuk
menuliskan sejuta kenangan dan pengalaman cintanya bersama
seorang Ayah yang begitu berarti bagi kehidupan diri dan
keluarganya, yaitu Buya Hamka.
Hamka
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 62/18462
Buya Hamka adalah sebuah nama dengan berjuta catatan
sejarah yang menorehkan risalah perjuangan bangsa ini. Ia
adalah seorang ulama besar yang pernah lahir di Indonesia
dan menjadi bagian dari catatan penting perjuangan seorangMuslim dalam melawan penjajahan Belanda, saat kemerdekaan,
maupun pasca-kemerdekaan.
Hamka adalah ulama yang sangat toleran terhadap sesama
manusia, namun sangat teguh ketika berbicara menyangkut
aqidah. Salah satu peristiwa paling penting dalam hidup
Hamka adalah ketika beliau menjabat sebagai Ketua Umum
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama. Dengan berani iamengeluarkan fatwa haram bagi umat Islam yang merayakan
Natal Bersama. Akibat fatwa tersebut, beliau akhirnya
memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai Ketua Umum
MUI karena tidak sejalan dengan pemerintah yang memintanya
untuk mencabut fatwa tersebut.
Dalam buku tersebut juga dikisahkan tentang bagaimana
seorang Hamka diitnah secara sistemik oleh surat kabar pro-PKI yang didalangi Pramoedya Ananta Toer seperti Bintang
Timur, atas tuduhan keterlibatan dalam komplotan rencana
pembunuhan Soekarno dan Menteri Agama Syaifuddin Zuhri.
Akibat tuduhan tersebut, Hamka dijebloskan ke dalam sel
tahanan secara paksa –tanpa ada bukti dan pengadilan—selama
2 tahun 4 bulan. Namun, di dalam penjara itulah akhirnya ia
menciptakan karya masterpiece-nya yang mengagumkan, yaitu
Tafsir Al-Azhar .
Tauik Ismail dalam kata pengantarnya menggambarkan
tentang sebuah peristiwa yang menggetarkan jiwanya. Ketika
itu Hamka berceramah di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada
tahun 1969. Hamka ditanya oleh salah seorang jama’ah tentang
dua hal, salah satunya tentang bagaimana sikapnya terhadap
Pramoedya Ananta Toer yang telah menghancurkan nama
baiknya di Lentera /Bintang Timur hingga menyebabkan iadipenjara. Dengan sangat bijak, Hamka menyatakan, peristiwa
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 63/18463
tersebut sudah ia maakan, termasuk semua aktor yang terlibat
di belakangnya.
Ketika itu para hadirin di Teater TIM terdiam, hening
mendengarkan pernyataan seorang Hamka, banyak yangmenitikkan air mata saat itu karena kelembutan hati Hamka
dalam memaakan orang lain.
Jika kita ingin mengetahui mengapa ia bisa menjadi orang
yang sangat berpengaruh dan ternama di kemudian hari,
maka marilah kita melihat risalah perjuangan hidupnya.
Begitu pun ketika kita ingin melihat kapasitas keilmuan dan
inspirasi perjuangan seorang Hamka, mari kita lihat biograikehidupannya.
Sejak kecil, Hamka sangat suka membaca buku. Ketika
Taman Bacaan dibuka di Padang Panjang, setiap hari sepulang
sekolah diniyyah, Hamka selalu menghabiskan waktunya untuk
membaca beragam buku di Taman Bacaan tersebut. Ketika
berusia 13-14 tahun, Hamka telah membaca buku-buku tentang
pemikiran Jamaluddin Al-Afgani, Muhammad Abduh, dan HOSTjokroaminoto, dan lain-lain. Di usia muda itulah Hamka sudah
menajamkan pikirannya tentang berbagai risalah pergerakan
Islam.
Di usia 15 tahun, Hamka merantau ke Jawa dalam rangka
belajar dengan banyak tokoh ternama pada zaman itu. Selama
di Jawa, Hamka belajar ilmu sosial maupun agama pada HOS
Tjokroaminoto, H. Fachruddin, R. M. Soeryopranoto, maupun KiBagus Hadikusumo.
Karena kehausannya dalam mencari ilmu, beberapa tahun
setelah meninggalkan Jawa, ia menimba ilmu agama lebih dalam
lagi di Kota Mekkah. Sesampainya di Mekkah, Hamka merasakan
penderitaan yang sangat pahit untuk memenuhi biaya hidupnya.
Hamka muda pun harus bekerja di sebuah percetakan. Di sela-
sela pekerjaannya dari pagi hingga sore, Hamka memanfaatkanwaktu istirahatnya untuk membaca buku-buku agama yang ada
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 64/18464
di dalam gudang percetakan itu. Mulai dari pelajaran tauhid,
ilsafat, tasawwuf, sirah, dan banyak lainnya. Ketika itu usianya
belum lagi 18 tahun.
Masa muda Hamka tidak dihabiskan untuk menuntutilmu agama semata. Dalam Islam, keimanan bukan hanya
sebatas keyakinan kepada Allah, melainkan juga memberikan
kebermanfaatan kepada seluruh umat manusia dalam rangka
menyerukan ketaatan dan ibadah kepada Allah.
Dari semangat inilah, Hamka tidak hanya menjadi ulama
besar yang melakukan ceramah dari satu tempat ke tempat yang
lainnya, melainkan juga ikut terjun dalam aktivitas pergerakan,melakukan perjuangan melawan segala penjajahan. Pada usia
40 tahun, Hamka menjadi pimpinan Front Pertahanan Nasional
(FPN) yang melakukan banyak gerilya di Sumatera, melawan
agresi Belanda kedua tahun 1948. Ketika itu, Hamka melakukan
perlawanan dengan berjalan kaki dari satu daerah ke daerah
lain, dari satu gunung ke gunung lain. Ia rela meninggalkan anak
dan istrinya selama bergerilya, namun di setiap waktu luang iapun selalu menyempatkan untuk menjenguk dan memindahkan
mereka di tempat yang aman.
Masih banyak cerita keteladanan seorang Hamka yang
dikisahkan anaknya, baik dalam keteladanan akhlaknya yang
sangat memuliakan sesama, bahkan binatang dan tumbuhan pun
dimuliakan olehnya. Irfan mengisahkan bagaimana Si Kuning
(nama kucing kesayangan Hamka) selalu menemani perjalanan
dakwah Hamka. Keteguhannya dalam mempertahankan akidah
dan kedekatannya dengan Al-Qur’an, telah meneguhkan jiwa
dan raganya untuk selalu mengoptimalisasi diri mencari
keridaan Allah, baik dalam ketaatan maupun dalam perjuangan.
Tanpa pernah mengenal batas usia, tanpa pernah mengenal kita
masih “muda” atau sudah “tua renta”.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 65/18465
“Saya lebih mantap mengirim calon menantuku untuk
diislamkan dan belajar agama pada Hamka, meski kami berbeda
paham politik.” Pramoedya Ananta Toer
***
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 66/18466
Bagi anda yang sudah dan akan memiliki anak, waspadalah!
Masa kanak-kanak mereka terancam punah. Sayangnya,
banyak di antara kita yang tidak menyadarinya. Kita biarkan
“virus” pemusnah itu masuk ke dalam rumah dan lingkungan
kita. Tengok saja ajang pencarian bakat anak di media-media
kita, berapa banyak anak yang hafal dan menyanyikan lagu
anak, bandingkan dengan mereka yang menyanyikan lagu
dewasa dan percintaan.
Coba sekali-kali kita tanyakan kepada adik-adik kita,
keponakan, atau tetangga kita yang masih kecil, apakah di antara
mereka masih ada yang menghafal lagu karangan Papa T Bob,
Pak Kasur, AT Mahmud, Ibu Sud, SM Muchtar dan yang lainnya.
Amati pula bagaimana anak-anak di sekitar kita bertingkah
laku, berbicara, dan berpakaian.
Neil Postman menggambarkan, orang akan ingat zaman
dahulu ketika ada sebuah perbedaan yang mencolok antara
antara pakaian anak-anak dan dewasa saat ini. Sepanjang
dekade lalu, industri pakaian anak telah mengalami perubahan
yang sangat besar, untuk alasan yang praktis “pakaian anak-
anak” telah musnah. Menjadi jelas bahwa ide yang dimunculkan
Kanak-Kanak yang Hilang
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 67/18467
oleh Erasmus dan kemudian sepenuhnya diterima pada abad
ke-18 –bahwa anak-anak dan orang dewasa memerlukan
bentuk-bentuk pakaian yang berbeda- sekarang ditentang oleh
kedua kelas penduduk itu.Secara tidak sadar pula, permainan anak-anak yang biasa
kita mainkan dahulu, seperti gasing, petak umpet, congklak,
lompat tali, dan engklek, kini mulai tergerus dengan Play
Station, Counter Strike, dan yang lainnya.
Kita juga sering melihat, tingkah laku, sikap, bahasa,
keinginan, dan bahkan penampilan isik mereka sulit dibedakan
dengan orang dewasa. Simbol dan identitas anak-anak perlahantapi pasti mengalami kepunahan dengan sendirinya.
Permasalahan ril inilah yang seharusnya menjadi releksi bagi
kita selaku orang dewasa untuk selalu memerhatikan kondisi
anak-anak di sekitar kita, mereka mengalami pendewasaan
secara libido biologis, namun mengalami penurunan psikologis
dan daya penangkapan ilmu mereka di tempat belajar. Ingatlah,
kehidupan moralitas yang baik di masa mendatang ditentukandengan kehidupan masa kanak-kanak hari ini!
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 68/18468
Maju atau mundurnya salah satu kaum bergantung sebagian
besar kepada pelajaran dan pendidikan yang berlaku di kalangan
mereka.
Tak ada satu bangsa yang terbelakang menjadi maju,
melainkan sesudahnya mengadakan dan memperbaiki didikananak-anak dan pemuda-pemuda mereka. Bangsa Jepang, satu
bangsa Timur yang sekarang menjadi buah pembicaraan
manusia seluruh dunia lantaran kemajuannya, mereka masih
akan tinggal dalam kegelapan sekiranya mereka tidak mengatur
pendidikan bangsa mereka;
Spanyol, satu negeri di benua Barat, yang selama ini masuk
golongan bangsa kelas satu, jatuh merosot ke kelas bawah,sesudah merasakan kenikmatan dalam kesenangan mereka
dan tidak mempedulikan pendidikan pemuda-pemuda yang
akan menggantikan pujangga-pujangga bangsa di hari kelak.
(M.Natsir)
Risalah Pendidikan Islam
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 69/18469
Elemen Penting Peradaban Islam
Menyitat pendapat Ibnu Khaldun, peradaban merupakan
produk dari akumulasi tiga elemen penting yaitu 1)
kemampuan manusia untuk berpikir yang menghasilkan sainsdan teknologi 2) kemampuan berorganisasi dalam bentuk
kekuatan politik dan militer dan 3) kesanggupan berjuang
untuk hidup.
Kemampuan berpikir ini merupakan elemen asas suatu
peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya
jika bangsa itu telah mencapai tingkat kemampuan intelektual
tertentu. Sebab, kesempurnaan manusia ditentukan olehketinggian pemikirannya. Suatu peradaban akan akan
terwujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang
tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya.
Dengan kata lain, Ibnu Khaldun menekankan bahwa maju/
mundurnya peradaban berkaitan dengan maju/ mundurnya
ilmu pengetahuan.
Bukti lahirnya peradaban Islam dibentuk melalui pendekatantradisi keilmuan adalah dengan didirikannya kelompok belajar
Ashaabu Suffah di Madinah pada masa sahabat. Di Ashaabu
Suffah ini, Abu Nu’aym menjelaskan, jumlah peserta yang
mengikuti kegiatan belajar mengajar berbeda dari waktu ke
waktu, akan tetapi jumlah anggota yang tetap dalam kelompok
tersebut ialah 70 orang. Menurut Ibnu Taimiyyah, jumlah orang
yang tinggal di dalam Suffah mencapai 400 orang. Materi yang
dikaji dalam kelompok belajar ini adalah kandungan wahyu dan
hadist-hadist Rasulullah saw dengan metode pengajaran yang
efektif.
Hasil dari kegiatan ini adalah munculnya alumni-alumni
yang mumpuni dalam bidang hadits seperti Abu Hurairoh, Abu
Dzar Al-Ghifari, Abdullah ibn Mas’ud, dan yang lainnya. Ada
ribuan hadits yang berhasil direkam oleh anggota kelompok
belajar tersebut.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 70/18470
Tradisi keilmuan Islam lahir dari sebuah pandangan hidup
yang berasimilasi dengan amal dan nilai-nilai illahiyah di
dalamnya. Dalam Islam, seseorang yang ingin mencari kemuliaan
harus didasari dengan ilmu. Mencari ilmu bagi setiap muslimadalah sebuah kewajiban. Ketika mencari ilmu, bukan hanya
sebatas terdapat pahala yang besar di dalamnya, melainkan
juga menjadi landasan bagi keimanan dan landasan bagi amal
yang akan berpengaruh bukan hanya pada individu, tapi pada
masyarakat secara keseluruhan sebagai asas pembangunan
peradaban yang didasarkan pada konsepsi ketuhanan.
Aksioma Generasi RobbaniPara sejarawan modern sepakat bahwa Al-Qur’an dan Sunnah
memberikan kekuatan yang mendorong bangkitnya tradisi ilmu
dan peradaban Islam. Kedua sumber ini banyak membahas
berbagai hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, seperti
perintah manusia dalam mencari ilmu, perintah untuk berikir,
penghargaan terhadap pencari ilmu, menjadikan ilmu sebagai
alat bantu untuk dapat hidup di dunia maupun di akhirat, danberbagai keistimewaan yang lainnya bagi para penimba ilmu.
Dalam kaitan ini, maka Prof. Alparslan membagi tiga periode
penting, yaitu 1) lahirnya pandangan hidup Islam 2) lahirnya
struktur ilmu pengetahuan dalam pandangan hidup tersebut
dan 3) lahirnya tradisi keilmuan Islam.
Pada periode pertama, lahirnya pandangan hidup Islam
dapat digambarkan dari kronologi turunnya wahyu danpenjelasan Nabi tentang wahyu itu. Sebab, sebagai quasiscientiic
worldview , pandangan hidup Islam bermula dari peranan
sentral Nabi yang menyampaikan dan menjelaskan wahyu. Di
sini, periode Makkah merupakan periode yang sangat penting
dalam kelahiran pandangan hidup Islam. Karena banyaknya
surah-surah al-Qur’an diturunkan di Makkah (yakni 85 surah
dari 114 surah dalam al-Qur’an), maka periode Makkah dibagi
menjadi dua periode: Makkah periode awal dan periode akhir .
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 71/18471
Pada periode awal wahyu yang diturunkan umumnya
mengandung konsep-konsep tentang Tuhan dan keimanan
kepada-Nya, hari kebangkitan, penciptaan, akhirat, surga dan
neraka, hari pembalasan, baik dan buruk, dan lain sebagainyayang kesemuanya itu merupakan elemen penting dalam
struktur worldview Islam. Pada periode akhir Makkah, wahyu
memperkenalkan konsep-konsep yang lebih luas dan abstrak,
seperti konsep ‘ilm, nubuwwah, diin, ibadah dan lain-lain.
Pada periode Madinah, wahyu yang diturunkan lebih
banyak mengandung tema-tema umum yang merupakan
penyempurnaan ritual peribadatan, rukun Islam, sistem hukumyang mengatur hubungan individu, keluarga dan masyarakat;
termasuk hukum-hukum tentang jihad, pernikahan, waris,
hubungan Muslim dengan ummat beragama lain, dan
sebagainya.
Dalam konteks kelahiran pandangan hidup, pembentukan
struktur konsep dunia terjadi pada periode Makkah, sedangkan
konigurasi struktur ilmu pengetahuan, yang berperan pentingdalam menghasilkan kerangka konsep keilmuan, scientiic
conceptual scheme dalam pandangan hidup Islam terjadi pada
periode Madinah.
Dari sini kita melihat bahwa Islam adalah agama yang sarat
dengan ajaran untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
sebagaimana tergambar dalam tiga periode penurunan wahyu.
Ajaran tentang ilmu pengetahuan dalam Islam merupakan
konsep-konsep seminal yang kemudian dipahami, ditafsirkan,
dan dikembangkan ke dalam berbagai bidang kehidupan yang
berakumulasi pada pembentukan peradaban yang kokoh.
Dalam hal ini, peradaban Islam lahir dan tumbuh di atas tradisi
intelektual yang berbasiskan pada wahyu Allah.
Allah berirman:
”Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang berimandi antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 72/18472
(QS. Al-Mujadilah: 11).
Begitu pun hadis-hadis Rasul dan pendapat para sahabat
tentang pentingnya mencari ilmu. Rasulullah saw bersabda:
”Barangsiapa didatangi kematian di mana dia sedang
menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka antara dia dan
para Nabi di surga adalah satu tingkat derajat.” (HR Ad Darimi
dan Ibn Sunni dengan sanad hasan).
Paradigma Pendidikan Islam: Tinjauan Epistimologis
Lalu bagaimana cara mengembangkan tradisi keilmuan?
Salah satu proses pengembangan tradisi keilmuan adalah melaluipendidikan. S.M.N Al-Attas menyatakan bahwa dalam Islam,
proses pendidikan dimaknai sebagai ta’dib. Tujuan dari ta’dib
adalah membentuk manusia yang beradab. Adab merupakan
disiplin rohani, aqli, dan jasmani yang memungkinkan
masyarakat mengenal dan meletakkan segala sesuatu pada
tempatnya yang benar, menimbulkan keharmonisan dan
keadilan dalam diri, masyarakat, lingkungan, dan di setiap
aspek kehidupan. Nilai tertinggi yang dibangun dari proses
adab adalah mengenal Allah Swt dengan cara ‘menempatkan’-
Nya di tempat yang semestinya dengan cara melakukan ibadah
dan amal saleh sesuai dengan apa yang disyari’atkan oleh-Nya
secara baik dan benar.
Al-Ghozali mengungkapkan bahwa tujuan dari pendidikan
adalah mewujudkan kebahagiaan manusia. Kebahagiaan yang
dimaksud adalah kebahagiaan akhirat karena sifatnya yang
holistik dan mencakup segala aspek kehidupan. Akhirat adalah
kekekalan yang tidak akan pernah sirna, kenikmatan yang tidak
akan pernah disertai kesusahan, kebahagiaan tanpa kesedihan,
kekayaan tanpa kemiskinan, kesempurnaan tanpa kekurangan,
kemuliaan tanpa kehinaan, semuanya abadi dan tidak akan
berakhir. Kebahagiaan seperti ini dapat diraih jika tersedianya
ilmu dan amal dalam setiap individu yang mampu membuatperilaku semakin mulia. Hal ini dapat terjadi jika pemahaman
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 73/18473
terhadap adab, ilmu agama dimaknai dengan sepenuh-
penuhnya keimanan yang membuat cahaya ilmu tersebut
dapat menyinari hati dan jiwanya yang akan berimplikasi pada
pembentukan akhlak yang baik.Pandangan Al-Ghazali menyiratkan, dengan paradigma
ketuhanan (tauhid) yang berorientasikan pada kebahagiaan
akhirat inilah yang akan berhubungan erat dengan kehidupan
dunia dan berbagai pembuatan kebijakan yang berkeadilan,
berkesejahteraan, dan mengantarkan pada hakikat kebahagiaan
yang sesungguhnya, yaitu berorientasikan pada kebahagiaan
akhirat.Dengan pandangan ini, maka kita akan mengambil benang
merah bahwa ketika kita mengembangkan tradisi keilmuan
dan memiliki paradigma ketuhanan yang benar, maka kita akan
melahirkan tindakan-tindakan yang dimuliakan bagi seluruh
umat manusia.
Berkaitan dengan itu, Kuntowijoyo (2007) memperkenalkan
beberapa konsep, di antaranya; (1) Inter-Connectedness; istilah ini digunakan untuk menggambarkan bahwa dalam
Islam, aspek ketuhanan selalu saling berkaitan dengan aspek
kemanusiaan. Misalnya adalah keterkaitan antara puasa dan
zakat. Kedua ibadah tersebut memiliki dua dimensi, ketuhanan
dan kepedulian sosial. Hubungan erat antara konsep hablun
minallah dengan hablun minannaas tidak dapat dipisahkan
antara satu sama lainnya.
(2) Innate Structuring Capacity. Dalam Islam, tauhid
–sebagai kekuatan pembentuk- memiliki kekuatan untuk
membentuk struktur yang paling dalam. Setelah itu ada deep
structure, yaitu aqidah, akhlak, syari’ah, dan mu’amalah. Di
permukaan, kita akan mengamati adanya tindakan yang
dipengaruhi oleh pemahaman terhadap deep structure dalam
perilaku sosial masyarakat seperti shalat, puasa, budi pakerti,
dan moralitas yang akan menciptakan tatanan kehidupan sosial
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 74/18474
yang positif.
Menurut Kuntowijoyo, akidah, akhlak, dan syariat itu
immutable (tidak berubah) dari waktu ke waktu, dan dari
tempat ke tempat. Sedangkan muamalah itu dapat saja berubah.Transformation dalam Islam yang sudah utuh, harus diartikan
sebagai transformasi dalam muamalah, tidak dalam bidang lain.
Dalam hal muamalah, dapat berubah selama tidak melanggar
syari’at itu sendiri.
Setelah memahami paradigma pendidikan, selanjutnya kita
memahami adanya pembagian ilmu dalam Islam, yaitu ilmu
fardhu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah.
Ilmu fadhu ‘ain di antaranya adalah; aqidah, tauhid, atau
pun ushuluddin yang dikembangkan menjadi ilmu tafsir, ilmu
hadits, ilmu kalam, atau ilsafat yang di dalamnya terdapat
konsep-konsep tentang Tuhan, manusia, alam, akhlak, maupun
tentang diin yang dikaji secara mendalam oleh setiap Muslim.
Ilmu fardhu ‘ain ini hendaknya diajarkan kepada semua muslim
hingga menjadi fondasi bagi pengkajian disiplin ilmu fardhukifayah.
Dengan begitu, ilmu fardhu kifayah –seperti ilmu kedokteran,
sosiologi, dan lain-lainnya yang bersumber dari hasil inovasi
akal, pengetahuan inderawi, aqli, dan intuisi- disatukan dalam
suatu cara berpikir yang integral. Integral artinya tidak berpikir
dualistis: obyektif dan subyektif, idealistis dan realistis. Dengan
cara itu ilmu agama (fardhu ‘ain) memberi penguatan kerangkaberpikir pada wilayah epistimologis ilmu umum (fardhu
kifayah).
Al-Ghazali mengingatkan, orang yang hanya terfokus
mempelajari ilmu-ilmu dunia tanpa disertai ilmu syar’i maka
ia telah menghabiskan umurnya untuk aktivitas yang tiada
memberinya manfaat di akhirat. Sebaliknya, orang yang hanya
terfokus pada ilmu-ilmu agama saja, maka tidak akan mampumemahami agama kecuali sebatas kulit kasarnya, atau lebih
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 75/18475
jauh lagi hanya imajinasi dan kasus-kasusnya, tanpa menyentuh
subtansi dan hakikatnya. Dengan demikian, ilmu-ilmu fardhu
kifayah akan dapat dikuasai dengan baik jika ilmu-ilmu fardhu
ain menyertainya.Setelah memahami konsep ilosois pendidikan Islam
dalam pembangunan peradaban, maka yang harus dihadapi
selanjutnya adalah melakukan sinergi –baik pemerintahan,
sekolah, komunitas keilmuan, maupun masyarakat--untuk
bersama-sama dalam mengembangkannya. Selanjutnya adalah
malalui proses pembangunan beradaban tersebut secara
simultan dan konsisten yang dipertanggung-jawabkan olehsemua pihak.
Damitri Gutas mengulas, jika kita menengok sejarah kejayaan
Islam di Baghdad, maka kita akan temui gerakan pengembangan
ilmu pengetahuan yang bersinergi. Gerakan yang dimulai
dengan penerjemahan karya-karya asing, khususnya Yunani. Itu
bukan gerakan sporadis atau pinggiran. Gerakan itu didukung
oleh elit masyarakat Baghdad, seperti khalifah dan putramahkotanya, pegawai negara dan pimpinan militer, pengusaha
dan bankir, dan sudah tentu ulama dan saintis. Ia bukan proyek
kelompok tertentu. Selain itu, gerakan itu juga disubsidi oleh
dana yang tak terbatas dari perusahaan negara maupun swasta.
Dan yang terpenting, ia dilakukan dengan menggunakan
metodologi ilmiyah yang akurat, sehingga terma-terma asing
dapat diterjemahkan dengan tepat.
Pada zaman keemasannya, Islam telah melahirkan
intelektual-intelektual baru penghasil karya-karya emas, yang
hingga hari ini masih menjadi pedoman bagi masyarakat dunia.
Mereka berjihad dengan sepenuh tenaga untuk membangun
sebuah kebudayaan yang kokoh, memberikan kemanfaatan
bagi seluruh alam dan umat manusia. Sebut saja ilmuwan dan
ilosof Muslim seperti Ya’kub bin Ishaq bin Sabrah Al-kindi
yang lebih dikenal dengan Al-Kindi. Dia adalah ahli astronomi,ilmu kesehatan, ilsafat, musik, dan matematika. Selanjutnya
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 76/18476
ada Abu Nashr Al-Farabi, atau yang biasa dikenal dengan Al-
Farabi, seorang ahli ilmu logika, ilsafat sekaligus ahli musik.
Selanjutnya ada Abu’ Ali Husein bin ‘Abdullah bin Sina yang kita
kenal dengan Ibnu Sina, atau Avicienna. Dia telah melahirkanbuku yang kini menjadi pedoman bagi ilmu kedokteran yang
menjadi satu ensiklopedi dalam 19 jilid besar di bibliotek
Oxford University .
Pendidikan Islam harus menekankan pada aspek
pembangunan pendidikan secara simultan yang digerakkan,
digalakkan, serta dikembangkan secara bersama-sama,
baik melalui pemerintahan, masyarakat, maupun institusipendidikan itu sendiri yang berorientasi pada pembentukan
masyarakat yang Islami. Semoga!
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 77/18477
Indonesia sempat dibuat gaduh ketika September 2013
lalu, negeri ini akan menjadi tuan rumah ajang pemilihan
ratu kecantikan dunia, Miss World. Banyak masyarakat terbelah
menyikapinya, ada yang mendukung dengan alasan Indonesia
akan semakin beken, tapi tak sedikit yang menolak karena
dianggap melenceng dari norma.
Kontroversi penyelenggaraan even tahunan ini menjadi
topik hangat di media selama berhari-hari. Banyak orang yang
membicarakan agenda Miss World dari berbagai sudut pandang,
mulai dari agama, budaya, maupun etika. Tapi tak sedikit yang
melihat gelaran ini dari sudut pandang ekonomi-politik. Apakah
hajatan Miss World di Indonesia ini akan menguntungkan
Indonesia atau sebaliknya?
Untuk menjawab pertanyaan itu, menarik jika kita
mencermati pernyataan Dr. Daoed Joesoef, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (1977-1982) tentang kontes kecantikan pada
masanya, ia menyatakan;
”Pemilihan ratu-ratuan seperti yang dilakukan sampai
sekarang adalah suatu penipuan, di samping pelecehanterhadap hakikat keperempuanan dari makhluk (manusia)
Untung Rugi Miss World
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 78/18478
perempuan. Tujuan kegiatan ini adalah tak lain dari meraup
keuntungan berbisnis, bisnis tertentu; perusahaan kosmetika,
pakaian renang, rumah mode, salon kecantikan, dengan
mengeksploitasi kecantikan yang sekaligus merupakan
kelemahan perempuan, insting primitif dan nafsu elementerlaki-laki dan kebutuhan akan uang untuk bisa hidup mewah.
Sebagai ekonom aku tidak apriori, anti kegiatan bisnis. Adalah
normal mencari keuntungan dalam berbisnis, namun bisnis
tidak boleh mengenyampingkan begitu saja etika. Janganlah
menutup-nutupi target keuntungan bisnis itu dengan dalih
muluk-muluk, sampai-sampai mengatasnamakan bangsa dan
negara.
Pendek kata kalau di zaman dahulu para penguasa (raja)
saling mengirim hadiah berupa perempuan, zaman sekarang pebisnis yang berkedok lembaga kecantikan, dengan dukungan
pemerintah dan restu publik, mengirim perempuan pilihan
untuk turut ”meramaikan” pesta kecantikan perempuan di
forum internasional.
Logika berpikir yang disampaikan oleh Daoed Josoef
jauh-jauh hari tersebut memberikan pelajaran bagi kita
hari ini tentang bagaimana seharusnya pemerintah berpikirstrategis terhadap agenda Miss World dalam dua pendekatan.
Pertama, ketika kita membaca potensi industri lokal di bidang
kecantikan, kita masih terlampau jauh, baik secara kualitas
maupun kuantitas, sehingga kalah saing dari produk asing.
Artinya, Indonesia hanya akan dijadikan pangsa pasar strategis
produk kecantikan luar negeri di tengah budaya konsumerisme
masyarakat yang semakin tinggi dan glamour.
Kedua, dengan dilaksanakannya Miss World di Indonesia,
secara tidak langsung kita tengah menciptakan degradasi
nilai kebangsaan Indonesia yang sejak lama tertanam bahwa
kecantikan seseorang tidak dilihat dari isik semata, melainkan
dari kecantikan kepribadiannya. Budi pakerti menjadi hal yang
utama ketimbang hanya mempertontonkan paras dan tubuhnya
semata.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 79/18479
Menerjemahkan Kaum Intelekual
Pemuda selalu menjadi tonggak peradaban sebuah negara,
tidak terkecuali Indonesia. Sejarah membuktikan, tahun
1928 revolusi pemuda Indonesia melalui Soempah Pemoeda
menjadi stimulus kemerdekaan bangsa, tahun 1966 dengankekuatan yang dibangun oleh mahasiswa dan militer, mampu
menumbangkan rezim Orde Lama, dan terakhir 1998, kalangan
intelektual muda saat itu juga mampu meruntuhkan kekuatan
rezim otoriter Orde Baru.
Kaum intelektual muda memiliki peran penting dalam
membangun peradaban negeri ini, dan mahasiswa adalah bagian
dari aktor intelektual itu. Hingga hari ini, mahasiswa masihmenjadi generasi yang dapat melakukan kontrol sosial baik
terhadap keadaban masyarakat maupun pemerintahan dalam
menjaga kedaulatan bangsa, tak terkecuali gerakan dakwah
kampus sebagai salah satu entitas yang turut memperjuangkan
perubahan nasib bangsa ini menuju kedaulatan. Mereka tidak
pernah terlepas dari basis intelegensianya, dan menamakan
dirinya sebagai intelektual profetik.
Meski baru diperkenalkan pada abad ke-20, term Intelektual
Intelektual Profetik
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 80/18480
profetik telah lama mewujud melalui kelompok sahabat nabi,
tabi’in, maupun tabi’ut-tabi’in. Konsepsi intelektual profetik
murni berasal dari Islam, namun isi kandungannya sering
diklaim oleh berbagai ideologi yang secara konseptual tidak jauhberbeda. Ali Syari’ati misalnya, ia mengistilahkannya dengan
Raushanikr . Dalam penjelasannya dikatakan; Raushanikr
sebenarnya adalah seseorang yang mengikuti ideologi yang
dipilihnya secara sadar. Ideologi dan kesadaran kelas yang
menolongnya mencapai kesadaran hidup tertentu, arah hidup,
perbuatan, dan pemikiran yang khas.
Selanjutnya, Antonio Gramsci, seorang pemikir sosial asalItalia yang berhaluan Marxis juga memiliki sebuah konsep
intelektual organik. Ia adalah seorang intelektual yang mampu
merasakan penderitaan masyarakat, ada bersama masyarakat
dan melakukan tindakan serta perbuatan nyata untuk
menuntaskan permasalahan masyarakatnya. Mereka memiliki
keterkaitan dengan masyarakatnya, dia merasa memiliki
tanggungjawab sosial yang mendalam.
Lalu, apa pembedaan mendasar antara Rausanikr ,
intelektual organik, dan intelektual profetik? Perbedaanya
adalah pandangan hidup yang membuat kerangka serta
landasan berpikir tentang intelektual itu sendiri.
Ali Syariati mengistilahkan Rausanikr tidak terlepas dari
peranan teologis terhadap ruh perjuangan manusia, namun
secara historis dan pandangan hidup tentang keimanan berbeda
dengan konsep tauhid. Antonio Gramsci berangkat dari ruh
relativisme yang memiliki landasan berpikir bahwa sejatinya
konsep intelektual adalah sebuah kemurnian dari tindakan
rational choice yang harus disesuaikan dengan kehendak
manusia serta membebaskan dirinya dari peranan agama dan
Tuhan.
Sedangkan intelektual profetik tidak terlepas dari perjuangan
yang tidak hanya berlandaskan rasional choice tetapi juga
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 81/18481
nilai-nilai ketuhanan. Mengacu pada Kuntowijoyo, “Gerakan
intelektual profetik adalah gerakan yang mempertemukan nalar
akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan,
pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secaraorganik.”
Tidak jauh berbeda dengan Muhammad Natsir yang
menyatakan bahwa risalah Islam melalui dakwah Islam menyatu
dalam tiga bagian pokok. Pertama, menyempurnakan manusia
dengan Khaliq-nya. Kedua, menyempurnakan hubungan
manusia dengan sesama manusia. Ketiga, mengadakan
keseimbangan (tawazun) antara kedua itu dan mengaktikankedua-duanya seiring dan sejalan.
Pandangan Hidup dan Tradisi Intelektual Profetik
Cara pandang (world view) kita dalam menyikapi berbagai
fenomena dipengaruhi faktor yang mendominasi dalam
kehidupan kita, yaitu budaya, agama, kepercayaan, sistem sosial
masyarakat, dan sebagainya. Alparslan mengartikan worldview
sebagai asas bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktiitas-aktiitas ilmiyah dan teknologi. Setiap aktiitas manusia akhirnya
dapat dilacak pada pandangan hidupnya, dan dalam pengertian
itu maka aktiitas manusia dapat direduksi menjadi pandangan
hidup. (The foundation of all human conduct, including scientiic
and technological activities. Every human activity is ultimately
traceable to its worldview, and as such it isreducible to that
worldview).
Islam juga memiliki pandangan hidup tersendiri dalam
memahami realita dan fenomena alam raya yang mampu
menciptakan sebuah peradaban baru dengan struktur dan
konseptual yang kokoh serta universal. Islam sebagai agama
universal memiliki prinsip-prinsip dasar sempurna dan
menjadi titik tolak dalam perkembangan peradabannya. Islam
hadir membekali manusia dengan berbagai ritus peribadatan,
seperangkat nilai moral seperti syariah yang dikaitkan tidak
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 82/18482
hanya pada hubungan manusia dengan hakikat ketuhanan,
melainkan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia
dengan alam. Konsepsi ini satu sama lain saling berkaitan
dan tidak bisa dicerai beraikan sebagai sebuah falsafah hidupmanusia.
Berkaitan dengan asas Islam dalam kehidupan ini, Natsir
mengungkapkan, bahwasanya Islam bukanlah semata-mata
suatu agama, tapi pandangan hidup yang meliputi soal-soal
politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Baginya Islam ialah
sumber segala perjuangan atau revolusi itu sendiri, sumber
dari penentangan setiap macam penjajahan: eksploitasimanusia; pemberantasan kebodohan, kejahilan, juga sumber
pemberantasan kemelaratan dan kemiskinan. Islam tidak
memisahkan antara keagamaan dan kenegaraan. Nasionalisme
hanyalah suatu langkah. Sebab itu, Islam itu adalah primair.
Hal ini senada dengan Sayyid Quth yang menyatakan; Hanya
dalam Manhaj Islamlah, manusia terbebas dari segala bentuk
perbudakan sesama manusia. Dalam manhaj ini, manusia hanya
menghambakan pada Allah, menerima sesuatu dari Allah semata,dan tunduk hanya kepadaNya.
Untuk memperoleh gambaran tentang tradisi intelektual
dalam Islam, maka kita perlu melacaknya dari awal kelahiran
pandangan hidup dalam pikiran ummat Islam periode awal
dan perkembangan selanjutnya. Namun ‘perkembangan’ di sini,
seperti yang diingatkan Prof. S.N. Al-Attas, tidak menunjukkan
proses pertumbuhan menuju kematangan atau kedewasaan,tapi lebih merupakan proses interpretasi dan elaborasi
wahyu yang bersifat permanen itu. Oleh sebab itu untuk
melacak timbulnya ilmu dalam sejarah Islam perlu merujuk
kepada periode dessiminasi ayat-ayat al-Qur’an oleh Nabi dan
pemahaman ummat Islam terhadapnya.
Mari Kita Bangkit dan Bergerak!
Pada Perang Salib I, umat Muslim mengalami kekalahan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 83/18483
karena keterpurukan peradaban mereka kala itu. Mereka
terlalu cinta pada dunia. Barulah setelah 50 tahun menderita,
umat Muslim mampu bangkit kembali dengan kemengan
Perang Salib II saat kejatuhan Eddesa di tangan Muslim padapada 539/1144, di bawah komandan Imam al-Din Zanki, ayah
Nur al-Din Zanki.
Dua tahun sesudah itu, Zanki wafat di tahun 1146. Ia telah
meratakan jalan buat anaknya, Nur al-Din, untuk memimpin
perjuangan melawan Pasukan Salib. Pada 544/1149, Nur al-
Din meraih kemenangan melawan pasukan Salib, dan pada
549/1154 ia sukses menyatukan Syria di bawah kekuasaanMuslim.
Nur al-Din digambarkan sebagai sosok yang sangat religius,
pahlawan jihad, dan model penguasa Sunni. Setelah meninggalnya
Nur al-Din pada 569/1174, Shalahuddin al-Ayyubi, keponakan
Nur al-Din, memegang kendali kepemimpinan Muslim dalam
melawan pasukan Salib. Ia kemudian dikenal sebagai pahlawan
Islam yang berhasil membebaskan Jerusalem pada tahun1187. Di sinilah, kepahlawanan Islam muncul kembali dengan
hadirnya keperkasaan seorang Shalahuddin al-Ayyubi.
Mungkin anda akan bertanya-tanya mengapa kisah Perang
Salib itu perlu dikemukakan? Yang menarik adalah, keberanian
dan kesuksesan Shalahuddin al-Ayyubi bukanlah sesuatu yang
langsung turun dari langit, dia adalah produk generasi baru
yang telah dipersiapkan oleh para ulama yang hebat. Dua ulama
besar yang disebut berjasa besar dalam menyiapkan generasi
baru itu adalah Imam al-Ghazali dan Abdul Qadir al-Jailani.
Dr. Majid Irshan al-Kilani mengungkapkan, ketika umat
sedang mengalami kekalahan, Imam al-Ghozali sama sekali
tidak menolak perubahan pada aspek politik dan militer yang
terjadi pada kala itu, namun Imam al-Ghozali lebih menekankan
pada hal yang paling mendasar, yaitu rusaknya pemikiran kaum
muslim. Untuk itu, Imam al-Ghozali lebih memfokuskan dirinya
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 84/18484
untuk berusaha membersihkan masyarakat Muslim dari
berbagai macam penyakit yang selama ini menjadi kekalahan
mereka.
Dengan kisah di atas, dapat digambarkan bahwa sejatinyarisalah yang dibawa oleh segolongan kaum intelektual profetik
adalah orang-orang yang selalu mengasah dirinya dalam
menuntut ilmu, dipadu dengan kemuliaan akhlaknya, serta ber-
Ukhuwwah Islamiyah. Hal inilah yang menjadi PR kita bersama
sebagai kaum muda yang masih memiliki ruh dan semangat
yang tinggi untuk selalu memperbaikinya dalam rangka
menggemakan panji-panji Islam keseluruh penjuru dunia yangmampu menenteramkan dengan penuh kedamaian kepada
seluruh alam semesta.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 85/18485
Perang pemikiran (Ghazul Fikri) telah lama dilancarkan
para orientalis Barat sejak beberapa ratus tahun lalu
sebagai warisan dari Perang Salib dan kolonialisasi atas
negara-negara Muslim di dunia. Ini mereka lakukan untuk
memperlemah akidah, Ghirah, dan kecintaan (mahabbah)
umat Islam terhadap agamanya. Dengan lemahnya umat
Islam, mereka mudah memecah belah dan menguasai (devide
et impera) alias menjajah semua segi kehidupan umat Islam.
Akhirnya, umat Islam akan turut ke mana angin dihembuskan
oleh penjajahnya.
Premis di atas nampaknya layak dipakai untuk membahas
fenomena Wahabi yang kian hari semakin ‘tersudut’ di tengah-
masyarakat kita. Ia dimanipulasi dan dijadikan Barat sebagai
salah satu alat untuk menghancurkan umat Islam. Tulisan,
buku, pemikiran, maupun media massa yang mewacanakan
‘kesesatan’ Wahabi kian marak. Ia dianggap sebagai kelompok
Islam yang selalu mengkairkan orang lain, Islam yang
menghalalkan pengeboman terhadap kaum kair, Islam yang
rasis, dan menghalalkan segala cara dalam melakukan nahi
munkar.
Jejak Konspirasidi Balik Wahabi-Phobia
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 86/18486
Di Indonesia, paham Wahabi sejak lama merambah di pelosok
negeri sebelum negara ini ada. Sejak saat itu pula, perkembangan
paham Wahabi di Indonesia dijadikan sebagai pewacanaan
terhadap pemahaman Islam yang rasis dan ekstrimis. Adudomba antara kaum Padri yang merepresentasikan kaum
revivalis Wahabi Minangkabau dengan kaum adat adalah
contoh awal bagaimana Wahabi diposisikan “buruk” di mata
masyarakat. Barat juga merekayasa sejarah bahwa dalam
peperangan itu, kaum Wahabi tidak berperikemanusiaan,
kejam, dan bengis dalam melawan musuh-musuhnya dan
menjalankan dakwahnya.
Dalam wacana yang berbeda, Barat selalu menjelaskan
“Paham Wahabi sesat - mengkairkan orang Islam yang tidak
sealiran dengan mereka - Wahabi ganas dan militan. Wahabi juga
dikaitkan dengan Komunis, Facist, Nazis, termasuk kumpulan
ganas Jepang - Arab Saudi adalah Negara Wahabi - Osama bin
Ladin adalah Wahabi - Wahabi benci Kerohanian (Suisma).
Untuk mengalahkan Wahabi ini, hendaklah mengalahkan
Arab Saudi. Hanya dunia tanpa Wahabi baru kita boleh harapmewujudkan keamanan dunia dan Islam”.
Lebih jauh, Barat mengidentiikasi Wahabi pada mereka
yang memakai celana cungkrang, berjenggot, berpakaian koko,
wanita bercadar dan sebagainya.
Hegemoni Opini yang Menyesatkan
Dalam mengdoktrinasi masyarakat muslim ke dalam jeratanIslamophobia, Barat melakukan pewacanaannya melalui
berbagai macam cara; baik melalui institusi pendidikan di
berbagai tingkatan, media massa, maupun ruang politik di
tatanan pemerintahan. Hal itu tergambarkan pada pewacanaan
terhadap Wahabi di media massa yang juga sangatlah
menggelisahkan.
Akibat dari semua pewacanaan ini, keberlangsungankeberagamaan yang dilakukan oleh kaum Wahabi memiliki
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 87/18487
dua dampak. Pertama dampak struktural, yaitu dampak yang
berimplikasi pada kebijakan pemerintah terhadap kaum Wahabi
yang diidentikkan sebagai teroris dan harus diberangus. Mereka
yang bercadar, bercelana cungkrang, berjenggot, berpakaiankoko, selalu diawasi gerak-geriknya dan terstigma sebagai
bagian dari kelompok teroris. Kerap kali mereka mendapat
stigma antisosial sehingga harus dikucilkan.
Kedua, dampak diskursif, yaitu dampak yang menyebabkan
Islam menjadi dua kutub, yaitu Islam ekstrimis seperti Wahabi
dan Islam moderat. Akibat dari semua ini, timbul perpecahan
dan permusuhan di dalam kubu umat Islam sendiri yangmenyebabkan tertanamnya rasa kebencian antara satu sama
lainnya.
Oleh Barat, umat Islam dijauhkan oleh fakta dan sejarah
mengenai paham Wahabi. Mereka terus didoktrin untuk cemas
dan waspada terhadap ajaran-ajaran Wahabi.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah denganteliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu”. (Qs. Al-Hujurat: 6).
Ayat ini pantas untuk dijadikan perenungan bagi kita semua
dalam merespon opini-opini yang dilancarkan Barat tersebut.
Bahkan, Dr. Yusuf Al Qaradhawi pun telah mengingatkan kepada
kita tentang pandangan kritisnya terhadap metode penulisansejarah Islam yang terlalu didramatisir. Ia mengutip pernyataan
Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah;
“… Sehingga mereka tidak sadar dengan kesalahan yang
disengaja, tidak bersikap obyektif dan proporsional terhadap
berita, dan tidak meneliti terlebih dahulu terhadap kabar yang
berkembang. Akhirnya, mereka melepaskan aturan, menjadi
pendusta, mempermainkan ayat-ayat Allah, dan membeliperkataan sia-sia untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 88/18488
Padahal semua itu adalah transaksi yang penuh kerugian.”.
Kosntruksi Penamaan “Wahabi”; Upaya Melanggengkan
Kekuatan Kolonial
Upaya penggunaan kata “Wahabi” terhadap kaum yang
mengikuti jejak dakwah Muhammad Bin Abdul Wahab
pada dasarnya adalah sebuah pendistorsian sejarah yang
dilakukan oleh pihak kolonial. Hal ini dilakukan dalam
rangka melanggengkan kekuasaanya dengan cara membuat
pertentangan antara umat muslim yang satu, dengan umat
muslim yang lainnya. Hal inilah yang disebut sebagai de vide
et impera. Ini dapat dibuktikan dengan melihat fakta sejarahnegara kolonial ketika menjajah salah satu daerah.
Di Indonesia sendiri, kedatangan gerakan dakwah pengikut
Muhammad Bin Abdul Wahab kian ditakuti oleh pihak
Belanda. Ketika jamaah Haji asal Indonesia kembali ke Tanah
Air, banyak di antara mereka yang membawa paham gerakan
dakwah Muhammad Bin Abdul Wahab dan menerapkannya
di Indonesia. Dampaknya, umat Islam di Sumatera dan Jawaberbondong-bondong memiliki minat yang sangat kuat untuk
kembali kepada ajaran Islam yang hakiki, ajaran Islam yang
murni, ajaran Islam yang suci. Umat Islam diserukan untuk
mengubah dan memperbaiki amalan-amalan hidup mereka
sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Salah satu
organisasi yang berailiasi dengan gerakan dakwah mereka
adalah Muhammadiyah yang menolak segala macam bid’ah.
Akibat dari kian maraknya seruan dakwah mereka di
negara jajahan, membuat kolonial kian geram karena dakwah
mereka memberikan dampak pada kesadaran masyarakat
untuk kembali kepada ajaran agamanya yang menentang segala
bentuk penjajahan dan penganiayaan yang dilakukan kolonial
terhadap wilayah jajahan.
Akhirnya, para penjajah mencoba mereduksi sejarah,pewacanaan, dan memitnah gerakan dakwah Muhammad Bin
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 89/18489
Abdul Wahab yang dianggap sebagai gerakan dakwah ‘Wahabi
Khawarij’ -yang telah kair dan jauh dari nilai-nilai keislaman-
yang ternyata memberikan pengaruh cukup besar terhadap
perubahan paradigma masyarakat Islam dalam memandangMuhammad Bin Abdul Wahab hingga hari ini.
Akhirnya, timbullah perselisihan dan perpecahan yang
terjadi di dalam umat Islam sendiri. Satu sama lain saling
mengkairkan. Sehingga, umat Islam lebih sibuk menjatuhkan
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya ketimbang
memerangi para penjajah.
Doktrinasi Islamophobia; Imprealisme Wajah Baru
Elleke Boehmer dalam Colonial and Postcolonia Literature
(1995) menerjemahkan kolonialisme sebagai eksploitasi
territorial, adanya penekanan terhadap penguasaan wilayah,
relasi kekuasaan antara penjajah dan yang dijajah, relasi
ekonomi antara negara penjajah dengan negara yang dijajah.
Dalam sejarah disebutkan, bahwa keinginan negara kolonial
menjajah wilayah lain dipengaruhi oleh hasrat untuk mencapai
gold, glory, dan gospel . Gold dipahami sebagai pencarian harta
(sumber ekonomi) di negara jajahan. Glory dipahami sebagai
kekuasaan/kejayaan, dan Gospel dipahami sebagai perluasan
keagamaan. Melalui misi Gospel inilah, agama Kristen masuk
di Indonesia hingga pada akhirnya, wilayah Timur Indonesia
menjadi perwajahan masyarakat Kristen di Indonesia.
Banyak pakar sejarah yang menyatakan, bahwa dalam
perkembangan penjajahan yang dilakukan kolonial, hasrat
gospel cenderung mengalami penurunan. Bahkan, ketika
memasuki fase Perang Dunia, hasrat gospel tidak lagi menjadi
wacana penjajahan, negara kolonial lebih mengutamakan gold
dan glory -nya untuk mencari kekuatan dalam membendung
musuh-musuhnya yang juga berasal dari negara penjajah.
Memasuki fase Perang Dingin antara Blok Barat (Amerika
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 90/18490
dan sekutunya) melawan Blok Timur (Uni Soviet dan sekutunya)
pewacanaan penjajahan melalui peran kolonialisasi kian
mengalami penurunan. Karena pada fase ini, baik Blok Barat
maupun Blok Timur lebih mengutamakan doktrinasi pahamnyauntuk memengaruhi negara-negara yang tidak masuk di antara
kedua blok tersebut.
Barat pun pada akhirnya melakukan pewacanaan
imprealisme, sebuah pewacanaan yang membuat Barat tidak
lagi memerlukan penguasaan wilayah atas negara lain maupun
negara jajahan secara langsung, tidak lagi mengambil alih
wilayah maupun eksploitasi sumber material, melainkan cukupdengan menanamkan doktrinasi yang menggunakan kontrol
ekonomi dan militer untuk mendapatkan sebuah legitimasi
terhadap paham tersebut.
Upaya imprealisme ini mereka lakukan sebagai evolusi
terhadap metode penjajahan yang lebih komprehensif. Melalui
imprealisme ini, sasaran mereka tidak perlu lagi menjajah suatu
wilayah untuk memenuhi perekonomian dengan mendudukisuatu wilayah, melainkan cukup menjajah mental masyarakat
postkolonial dengan cara-cara yang melenakan. Membuat
mereka yang dijajah tidak sadar bahwa dirinya sedang dijajah.
Sejak fase Perang Dingin, Barat gencar memberikan bantuan
perekonomian, pendidikan ke berbagai negara. Barat juga kian
memproduksi pakar-pakar keilmuan di berbagai bidang untuk
melegitimasi pahamnya. Akibat dari semua ini, banyak negara-
negara di dunia bergantung pada perekonomian dan keilmuan
yang ditawarkan mereka. Hingga akhirnya, mereka pun mampu
mengkonstruksi pemikiran-pemikiran masyarakat yang
negaranya bergantung pada Barat secara mudah. Terjadilah
ambivalensi identitas dan budaya pada masyarakat postkolonial
yang lebih mengikuti pola hidup masyarakat Barat ketimbang
memakai identitas dan budaya bangsanya sendiri.
Imprealisme semakin mendapatkan perhatian dari
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 91/18491
masyarakat Barat setelah Samuel P. Huntington memberikan
pencerahan baru dalam menerapkan imprealisme di tengah
pewacanaan masyarakat global. Dalam tesisnya yang berjudul
The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order yang menyatakan bahwa akan terjadi ‘benturan peradaban’
antara Islam dan Barat. Ia sendiri menggambarkan Barat
sebagai negara berperadaban yang patut dicontoh oleh negara-
negara lainnya. Sedangkan Islam ia gambarkan sebagai sebuah
peradaban yang primitif yang akan mengganggu terciptanya
peradaban masyarakat global. Oleh karena itu, ia menyarankan
agar seluruh masyarakat dunia bergabung dalam ailiasi
peradaban Barat dan menjadikan Islam sebagai common enemy bersama yang harus dihabisi di dunia ini. Tesisnya ini menguat
setelah tragedi 9/11.
Lalu, kepentingan apakah yang menyebabkan Islam
sebagai target penghacuran kedua setelah Timur, dan Islam
dijadikan oleh Barat sebagai bahaya konlik yang sebenarnya?
Ada beberapa hal yang menguntungkan Barat dalam
menghancurkan Islam. Pertama, sisi ekonomi. Barat khawatirbahwa kemunculan peradaban Islam di tengah masyarakat
dunia akan menghancurkan paham kapitalismenya yang selama
ini menguntungkan Barat. Mereka tahu, bahwa peradaban Islam
bukanlah peradaban yang bisa memberikan ruang untuk Barat
melakukan budaya kapitalisme.
Kedua, politik. Barat khawatir bahwa kemunculan paham
Islam di tengah masyarakat dunia akan menghancurkan pahamdemokrasinya.
Doktrinasi Islamophobia dilakukan Barat demi
melanggengkan kekuasaanya di negara-negara lain karena Islam
telah menjadi ancaman bagi Barat. Untuk melakukan doktrinasi
Islamophobia tersebut, berbagai macam konfrontasi dilakukan
oleh Barat, di antaranya adalah memunculkan pewacanaan
Islam liberal. Orang-orang yang masuk ke dalam JaringanIslam Liberal adalah orang-orang yang diberikan pendidikan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 92/18492
tentang Islam oleh Barat dengan konstruksi keilmuan yang
mereka inginkan. Mereka memberikan beasiswa dan fasilitas
kehidupan yang sangat menggiurkan.
Di Indonesia sendiri, contoh seorang aktivis Islam liberalyang diberikan pendidikan Islam oleh Barat adalah Nurcholis
Madjid, Ulil Abshar Abdala, dan lain sebagainya. Selain itu,
Barat juga mengkonstruksi pemikiran masyarakat muslim
maupun non-muslim tentang adanya Islam yang militan,
ekstrimis, dan teroris. Mereka merekayasa berbagai peristiwa
dan sejarah demi mendeskriditkan Islam. Salah satunya adalah
mereka menyatakan bahwa Saddam Husein adalah seorang Al-Qaeda, Islam yang militan. Padahal, di negaranya Sadam Husein
merupakan petinggi Partai Ba’ath, salah satu partai yang
berpaham sekuler.
Begitupun dengan fenomena Wahabi yang sejak zaman
kolonial telah didistorsikan sejarahnya oleh Barat. Lalu,
pendeskriditan terhadap Wahabi pun dimunculkan lagi oleh
Barat ketika isu-isu tentang terorisme mereka serukan diberbagai negara. Inilah proses imprealisme wajah baru yang
dilakukan Barat dalam melanggengkan kekuasaannya.
Fenomena Wahabi di Indonesia
Di Indonesia, para penganut Wahabi memiliki berbagai
kriteria dalam pengamalan dakwahnya. Ada penganut Salai
yang sangat santun dalam pengamalan dakwahnya. Hal itu
penulis rasakan sendiri ketika penulis memiliki pengalamanbelajar dengan salah seorang ustadz senior dari kalangan Salai
yang ada di Jakarta. Saya sangat merasakan bahwa mereka yang
telah memahami dakwah Salai secara menyeluruh, tidak ada
sikap keras dalam dakwahnya. Ia sangat memahami konteks
perbedaan pendapat antara satu sama lainnya.
Meskipun begitu, ada juga penganut Wahabi yang memang
mengamalkan dakwah sangat frontal dan radikal. Hal ini pernahsaya alami ketika saya dianggap kair oleh penganut Wahabi
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 93/18493
karena saya dianggap olehnya sebagai orang yang menabikan
Hasan Al-Banna. Padahal, ketika itu tidak sedikit pun terlintas
dari pikiran menjadikan ulama sebagai nabi. Saya beranggapan,
penganut Wahabi yang mengamalkan dakwah secara radikalmencoba mengikuti jejak dakwah Muhammad bin Abdul
Wahab secara terbatas, tanpa menelusuri lebih dalam. Yang
mereka tahu tentang dakwah Muhammad bin Abdul Wahab
hanya dakwah tauhid yang tegas pada ahlul bid’ah saja, tanpa
mengetahui jejak dakwahnya secara menyeluruh dan melihat
konteks kondisi masyarakat muslim di zamannya dengan
kondisi masyarakat muslim saat ini.
Akibat yang muncul dari dakwah frontal seperti ini adalah,
selain tidak diterimanya dakwah mereka di masyarakat, dakwah
seperti ini juga berimplikasi pada primordialisme kejamaahan,
antara jamaah yang satu dengan jamaah yang lainnya. Sehinga
yang terjadi adalah, ketika melihat ada salah satu jamaah yang
terdeskriditkan, jamaah yang lain justru senang dan bangga
karena merasa jamaahnya yang paling benar. Di sinilah letak
primordialisme (ta’ashub) kejamaahan. Sehingga muncul istilah‘meng-agamakan Jamaah ketimbang meng-agamakan Islam
sendiri’. Fenomena seperti inilah yang sebenarnya salah satu
keinginan Barat yang terjadi di kalangan umat muslim. Padahal
dalam Islam, persatuan umat merupakan kewajiban.
Kesimpulan
Ada beberapa hal yang bisa kita ambil hikmah dalam tulisan
ini, yaitu tentang bagaimana cara kita bersikap kritis dalam
menelaah informasi, terutama informasi tentang Islam yang
tidak berasal dari negara Islam, sehingga menimbulkan indikasi
intrik-intrik tertentu. Selain itu, dari semua ini hanya satu hal
yang harus kita renungkan bersama, bahwa Islamophobia telah
melanda umat muslim sendiri, sehingga perlu ada pembenahan
di dalamnya.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 94/18494
B a g i a n 3
R
o m a n t i k a
T e n t a n g C i n
t a d a n I n s p i r
a s i K e h i d
u p a n
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 95/18495
U ps.. Tentang Cinta..? Rasa-rasanya tema ini sudah terlalu
sering kutulis sejak masa-masa sekolah dulu. Entahlah,
apa yang selalu menghampiri pikiranku untuk tidak pernah
bosan-bosannya membicarakan tentang cinta.
Cinta adalah anugerah yang luar biasa, mulai dari manusiaterjahat di dunia ini sekali pun tidak pernah terlepas hidupnya
dari cinta. Ada yang berkata, manusia tidak bisa hidup tanpa
cinta. Klise memang, tapi patut pula kita resapi.
Tapi untuk kali ini, sejenak kita coba bongkar segala konsepsi
tentang cinta, ditinjau dari paradigma kita dalam mencinta,
memaknai dan mengamalkan cinta itu sendiri, sebagai sebuah
perenungan kita dalam mengarungi bahtera kehidupan. Apakah cinta harus dideinisikan? Bagaimana caranya?
Mari kita coba memahami bagaimana orang memaknai cinta?
bahasa kerennya adalah ‘epistimologi cinta’ yang berkaitan
dengan falsafah hidup seseorang dalam mengarungi cinta.
Jika orang sedang jatuh cinta pada lawan jenis, banyak orang
yang menganggap hal tersebut sebagai segala-galanya cinta.
Pemaknaan terhadap cinta disimpliikasi hanya tertuju padaseseorang dengan segala pengorbanannya. Terlalu sering kita
Tentang Cinta
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 96/18496
mendengar lagu tentang cinta. “Karena cintaku hanya untukmu,”
“Aku tak kan hidup tanpamu,” “Aku ada hanya untukmu,” dan
seterusnya.
Menurutku, cinta sebagaimana yang dikonsepsikan sepertilagu itu adalah cinta yang pelit . Mengapa? Sebab di tengah
hamparan alam semesta yang luas, di tengah milyaran makhluk
Tuhan dengan segala macam keindahannya, ia hanya mencintai
seseorang. Sedangkan yang lain, hanyalah menjadi hiasan
intuitif belaka.
Di saat yang bersamaan, ia juga layak dikategorikan sebagai
cinta setengah sadar. Mengapa? Buatku, orang seperti ini sudahmenjadi manusia setengah sadar. Antara cinta dan rasionalitas
tidak berimbang, antara ‘mana yang menghidupkan’ dan ‘mana
yang mendampingi kehidupan’ tidak dapat dibedakan. Orang tua
yang selama ini membesarkan mereka, justru tidak dimuliakan
dan tak diungkapkan cintanya. Cintanya hanya untuk si ‘dia’.
Ada yang lebih parah lagi, yaitu orang yang terkena sindrom
gilalova, yaitu penyakit orang yang lebih mencintai pacarnyadengan segala pengorbanan, ketimbang mencintai Sang
Pencipta cinta, yaitu Allah Swt.
Lalu, yang terakhir adalah, tipe pseudo-romantism alias
romantisme semu. Romantisme semu ini terjadi pada mereka
yang menganggap romantisme cinta diukur dengan intensitas
seseorang dalam berpacaran, jalan berduaan, bergandengan
tangan, bermesraan, makan sepiring berdua, saling suap,mengarungi suka dan duka berdua dan sebagainya. Semua
itu adalah romantisme semu. Sebab semua itu hanyalah ilusi
kebahagiaan yang tercipta atas dasar pemenuhan keinginan
nafsu, bukan dari ketulusan cinta yang sesungguhnya.
Lalu, bagaimana seharusnya cinta itu? Cinta memiliki
berbagai tingkatan. Cinta yang paling utama harus kita tujukan
kepada Allah sebagai Khaliq. Allah yang telah menciptakan kitauntuk merasakan nikmatnya hidup di dunia ini, dan hanya Allah
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 97/18497
yang memberi anugerah cinta di setiap sanubari.
Lalu bagaimana ketika hati ini tak kuasa menaruh cinta
kepada seseorang yang kini menjadi pujaan hati? Kondisi ini
adalah sunnatullah, tinggal kita yang menentukan bagaimanacara mengelola perasaan itu semua.
Agama ini mengajarkan kita untuk mengawali cinta kepada
seseorang karena faktor agamanya. Kecintaan kita harus bisa
membahagiakan kehidupan ini di dunia dan di akhirat kelak.
Ketika kita mengawali cinta dengan ketakwaan, maka yang harus
kita sandingkan dalam perjalanan cinta kita adalah keikhlasan.
Ketika kita mencintai seseorang, yakinkanlah bahwa cinta ituhadir karena sebuah keimanan yang melandasinya, cinta itu
hadir sebagai sebuah nikmat dari Allah yang patut kita syukuri.
Untuk mensyukuri nikmat itu, maka yang harus kita
perhatikan adalah; ketika semakin besar cinta kita pada
seseorang, semakin besar pula cinta kita pada Allah yang
dibuktikan dengan semakin meningkatnya ketakwaan dan
keimanan. Semakin besar cinta kita pada seseorang, semakinbesar pula cinta kita pada sesama yang dibuktikan dengan
semakin meningkatnya kepedulian dan pengorbanan kita
untuk menyelesaikan penderitaan mereka. Semakin besar cinta
kita pada seseorang, semakin besar pula semangat kita untuk
terus menelusuri ‘hakikat cinta’ yang diajarkan Allah dan Rasul-
Nya dengan selalu berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dengan begitulah cinta akan menjadi semakin indah,semakin mengilhami kita untuk selalu berlomba-lomba dalam
kebaikan dan mencari rida Allah. Bukankah dengan begitu, kita
akan memiliki pengalaman cinta yang berbeda, pengalaman
cinta yang penuh dengan perjuangan dalam menggapainya,
yang diilhami dengan nilai-nilai suci yang melandasinya.
Ketika cinta sudah melanda, tak perlu kita umbar kepada
sesiapa. Cukuplah Allah kita jadikan sebagai tempat curahanhati kita yang paling utama. Uraikanlah doa kepada Sang Pemilik
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 98/18498
cinta untuk memberikan yang terbaik bagi perjalanan cinta
kita. Memohon perlindungan dari-Nya, untuk selalu diberikan
petunjuk merangkai cinta yang dirahmati-Nya.
***
Biarkanlah cinta itu mengarungi perjalanan hidup kita
Ukirlah cinta dengan sebuah pengabdian dan pengorbanan
Ukirlah cinta itu dengan keikhlasan, maka ia akan memberikan
ketenangan bagi kehidupan
Tak usah kau gundah jika dia bukan jodohmu. Yakinlah bahwa
takdir Allah adalah baik, tinggalah kita lebih bersemangat
untuk menjadi yang terbaik
Cinta bukanlah sesuatu yang tabu untuk diperbincangkan,
melainkan harus ditelusuri segala hikmah yang terkandung
di dalamnya
Agar kita tidak tersesat dalam memahami cinta
Cinta akan menjadi semakin indah ketika dalam perjalananmencarinya,
kita dihalau halang dan rintang,
berpeluh kesah dengan pengabdian dan perjuangan,
dengan begitulah jalan hidup cinta akan semakin indah.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 99/18499
Alangkah peliknya badai romantisme cinta yang
dibalutkan atas dasar perjuangan. Romantisme itu hadir
bukan untuk membicarakan antara ‘aku’ dan ‘kamu’, melainkan
antara ‘kita’ dan ‘mereka’. Kita tidak sedang bertengkar tentang
ambisi pribadi, tapi kita sedang berbicara tentang “mengapa
kamu diam…?” Karena sejatinya, kita sedang berbicara “Untukapa kita hidup di dunia ini?” jika hanya bisa berdiam dan
membatu.
Di titik inilah romantisme perjuangan itu hadir sebagai
sebuah spirit, perpaduan antara satu hati dengan hati yang
lainnya untuk menggapai sebuah imperium kemerdekaan bagi
seluruh umat manusia. Dan romantisme perjuangan itulah yang
akan menjadi pengenang kita tentang masa muda yang sedangkita banggakan ini.
Romantisme perjuangan hadir sebagai pelipur lara setiap
insan yang merdeka, yang mencoba mengabdikan dirinya untuk
selalu terlibat demi kepentingan orang banyak. Mungkin, kita
belum sepenuhnya masuk dan bergeliat dalam jejak romantisme
perjuangan itu. Masih terlalu banyak sekat dan tembok-tembok
hati yang saling menutupi untuk enggan mengetahui apa yangsedang dirasakan orang lain. Diri ini pun mungkin lebih banyak
Romantisme Pejuangan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 100/184100
berdiam dan bungkam melihat segala realita hari ini yang
penuh dengan keterpurukan dan kemunaikan.
Tapi, dengan cara kita mengkhidmati romantisme perjuangan
inilah, bersama teman-teman terdekat, bersama para sahabat,kita arungi kembali sajak persaudaraan ini dalam juang.
Dengan romantisme perjuangan inilah kita mengarungi jutaan
peristiwa yang akan kita kenang sepanjang masa. Kenangan
itu bukan hanya hadir dengan kesenangan, melainkan juga
dihinggapi rasa mencekam, haru, duka, dan kesedihan. Namun,
jika kita berkhidmat atas cita-cita perjuangan, di ujung semua
ini telah terpatri sebuah kebahagiaan.Dengan romantisme perjuangan ini, kita akan menikmati hari
untuk selalu berkhidmat bahwa suatu hari nanti, kejayaan pun
akan tiba dengan apa yang kita tanam dan kita korbankan hari
ini. Kita akan melihat tiada lagi mbok-mbok renta memanggul
bakul, bekerja hingga larut demi sesuap nasi. Kita tidak akan
melihat lagi melihat kakek tua mengayuh becaknya di tengah
terik matahari untuk menghidupi anak cucu. Kita juga tidakakan melihat lagi tukang sapu jalanan yang bertahun-tahun
hanya bekerja untuk menyapu jalanan.
Akan datang suatu masa mereka akan menuai
kesejahteraannya, dengan senyum indah yang kian sumringah,
menapaki hari untuk lebih giat menjaga kesehatan dan
menasihati kami semua untuk tiada pernah berhenti menjadi
manusia yang baik budinya, baik pakertinya.
Alangkah durhakanya jiwa ini jika apa yang kita miliki hari
ini, apa yang kita dapatkan hari ini, berbagai fasilitas intelektual
kita nikmati, namun semua itu tidak bermanfaat bagi orang
banyak. Tidak ada yang bisa kita lakukan jika hanya berjuang
dengan sendirian. Oleh karena itu, sudah saatnyalah kita
kembali membangun risalah perjuangan ini bersama-sama,
secara berangkulan dan saling bererat dalam pengorbanan
untuk menggapai impian kejayaan. Selamat datang wahai kau
pejuang!.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 101/184101
Apa yang akan engkau pikirkan jika antara cinta,
petualangan, dan aktivisme mahasiswa dirangkul
menjadi satu dimensi yang saling berpaut satu sama lain?
Sesuatu yang selama ini dianggap ‘tabu’ oleh sebagian
aktivis, tapi di sisi lain justru menjadi bara api penyemangatyang selalu hidup dan bermakar di setiap jiwa. Dari cinta-lah,
semangat perjuangan itu tumbuh dan berkembang menjadi
getaran hati yang selalu menggerakkan jiwa untuk berkorban.
Cinta bukanlah sesuatu yang tabu dalam perjuangan,
cinta adalah spirit yang akan selalu menghidupkan nurani
untuk berpijak pada hakikat kebenaran. Cinta akan selalu
menjadi mutiara indah bagi setiap manusia yang mampumengendalikannya, hanya untuk mencari keridaan dari Sang
Pencipta cinta.
Novel yang ditulis Tatty Elmir—biasa akrab disapa Bunda
Tatty—berjudul Keydo, memberikan kita pelajaran, sampai
kapan pun penindasan akan selalu melahirkan cinta kasih.
Kendati mungkin juga sebaliknya; cinta kadang melahirkan
penindasan dan kezaliman baru atas nama cinta itu sendiri.Ialah Keydo, seorang perempuan yang tumbuh dan
Sekuel Cinta dan Perjuangan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 102/184102
berkembang di tengah gemuruh kediktatoran rezim Orde Baru.
Ketika rezim memberangus aktivisme gerakan mahasiswa,
Keydo justru hadir bersama rekan-rekannya melawan
arus zaman, membelalang mengarungi romansa aktivismeperjuangan dalam zona yang mencekam. Berbagai marabahaya
yang datang telah membawanya dalam pertemuan dengan
manusia yang paling dibenci, sekaligus secara diam-diam
dikaguminya, dialah Kinang.
Siapakah Kinang? Ia adalah sosok laki-laki kribo berdarah
Papua yang begitu enerjik. Bisa dikatakan, Kinang adalah orang
yang paling menonjol dalam gerakan gahasiswa kala itu. Kinangadalah sosok aktivis mahasiswa sejati yang kesehariannya
bergelut dengan heroisme. Jiwanya yang pemberani tak pernah
takut melawan penindasan rezim sedikit pun. Baginya, penjara
adalah rumah kedua setelah universitas.
Mahasiswa yang sudah ‘uzur’ ini sangat dikagumi oleh
teman-temannya karena keberanian yang dimiliki. Seharusnya,
sudah sejak lama kampus tempat ia mengaktualisasikan diriitu berniat mengeluarkannya jauh-jauh hari, namun karena
kedekatannya dengan para dosen dan prestasinya yang luar
biasa dan telah membawa nama baik kampus, Kinang selalu
“terselamatkan”. Meski begitu, siapa yang tidak mengenal
Kinang, manusia yang tak tahu diri dan sering ‘jahil’ itu kini
mulai sering mengganggu pikiran Keydo.
Keydo, perempuan yang sangat menjaga diri dalam pergaulan
itu menjadi kesal, geram, dan malu karena perilaku Kinang.
Tapi apa daya, ketika cinta dalam hati tak bisa dinampakkan
dalam diri, hanya kepada Allah-lah tempat kita kembali. Begitu
kira-kira kita dapat menafsirkan bagaimana kekaguman Keydo
terhadap kebenaran, entah bagaimana dan siapa pun orang
yang membawa risalah kebenaran itu sendiri.
“Kepemimpinan bukan sekedar retorika, melainkan tindakan
nyata. Kepemimpinan bukan soal kekuasaan semata. Lihatlah
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 103/184103
bertapa banyak pemimpin masa kini yang tak lagi punya
wibawa. Kehilangan akal menghadirkan cinta kasih dalam seni
menggiring masyarakat untuk melakukan yang dikehendaki.
Karena itu lihatlah, yang dipimpin tidak melakukan instruksidengan hati, tapi sekedar melepas kewajiban yang dipaksakan
karena takut intimidasi,” demikian salah satu penggalan kata
indah yang tersaji dalam kisah cinta ini.
Inilah yang menyadarkan Keydo, bagaimana pun Kinang
adalah sosok yang telah menyajikan ‘risalah perjuangan’ dalam
jiwa dan raganya, dan itu kelebihan yang dimiliki Kinang. Bagi
Keydo, keberanian seorang Kinang adalah mutiara yang telahmemancarkan cahaya harapan bagi orang-orang yang selama
ini dinistakan. Keydo pun harus mengakui, Kinang telah menjadi
“pahlawan” bagi bangsanya kala itu.
Pahlawan akan selalu lahir di sekitar kita, sangat dekat
dengan kita, bahkan bersemayam di dalam diri sendiri. Kita
hanya perlu membuhul hikmah untuk dapat memaknai dan
menamai panorama yang terhampar di setiap jelajah yangpenuh misteri. Hidup memang sebuah cerita panjang tentang
petualangan berani untuk menemukan nilai-nilai dari setiap
laku yang kita upayakan. Kalimat inilah yang tepat untuk
menggambarkan kepahlawanan Kinang sebagaimana yang
dituliskan oleh Bunda Tatty.
Ternyata, perjuangan Kinang bukan hanya hadir dalam
aktivisme gerakan mahasiswa, melainkan perjuangannya
dalam menggapai cinta yang telah lama diarunginya. Ketika
perjuangan cinta telah terhujam, ia tak akan pernah lengah
untuk melawan arus segala deru dan rintang. Itulah yang telah
membangkitkan jiwa Kinang untuk mendapatkan hati seorang
Keydo.
Mendapatkan cinta dan hati Keydo bukan sekedar untuk
membangun kebahagiaan di dunia, melainkan ada dimensi lain
yang mengantarkan jiwa seorang Kinang untuk mendapatkan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 104/184104
kebahagiaan di kehidupan yang abadi setelah kehidupan di
dunia ini.
Kinang sangat merenungi pesan ibunya, lelaki sejati adalah
pemburu, bukan makhluk buruan. Dia harus mencari sendiricalon istri idaman, yang akan melahirkan anak-anaknya kelak.
Mutiara berkelas hanya dapat diraih jika kita mengusahakannya
dengan totalitas. Perempuan mana pun akan bertekuk lutut
pada laki-laki yang sungguh-sungguh memperjuangkannya,
karena perempuan suka diperjuangkan. Kata-kata itulah yang
menjadi energi bagi Kinang sehingga mampu menunggu tiga
tahun lamanya untuk mendapatkan hati seorang Keydo.Bagi Kinang, momentum mencintai Keydo adalah pijakan
untuk mencitai hakikat cinta yang sesungguhnya, yaitu hanya
berpijak pada cinta Allah semata. Oleh karena itu, penantian
tiga tahun lamanya menjadikan Kinang semakin dewasa
dan semakin membuatnya lebih banyak belajar tentang arti
kehidupan yang sesungguhnya, yaitu persiapan kehidupan
setelah kehidupan di dunia ini. Karena pada hakikatnya,pasangan kita adalah pakaian kita semur hidup, pakaian yang
membuat kita pede menantang dunia. Kalau dia kotor, maka
cucilah. Kalau dia sobek sedikit, maka tisiklah. Menisik dan
menambal membutuhkan jarum, bahan, dan benang halus
yang sewarna, agar jahitan tisik dan tambal menyatu. Artinya,
memperbaiki sesuatu yang kurang dari pasangan kita harus
dengan cara yang halus, yang tidak kentara.
Mungkin dunia sedang menunggu, siapakah yang akan
menjadi Kinang dan Keydo selanjutnya?
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 105/184105
Matahari mulai tertelan senja. Cahaya jingga di ufuk
memancarkan panorama indah, memberikan
keteduhan di tengah kemacetan kota, menemani debu jalanan.
Bersama kotak semir yang terselempang di pundak, aku hanya
bisa termangu di halte yang kian ramai.
Sayup-sayup kumandang azan Maghrib terdengar, aku
pun bergegas menuju sumber suara itu. Kuambil kain sarung
pemberian Haji Masyrur yang diberikan kepadaku minggu lalu,
tepat di hari pertamaku sebagai Muslim. Ya, satu pekan lalu aku
mengambil keputusan terbesar dalam hidupku. Kuikrarkan
dua kalimat syahadat, kutingalkan keyakinanku yang lama dan
meneguhkan diri sebagai seorang Muslim.
Aku masih kikuk dengan berbagai gerakan shalat yang
kujalani. Semua bacaannya pun belum aku hafal. Tapi aku masih
terus semangat mempelajari setiap perintah dan ajaran dari
agama ini.
Selepas shalat, ternyata kakakku Aling telah menungguku di
halaman depan masjid. “Han, ayo kita pulang,“ ajaknya begitu
menjumpaiku.Kami sama-sama masih mengenakan pakaian sekolah.
Cinta Terindah
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 106/184106
Bedanya, aku memakai putih-biru, dan Aling mengenakan
putih-abu-abu ditambah kerudung putih yang warnanya mulai
menguning. Selain tas sekolah yang digendongnya, kakakku
juga menenteng nampan kosong bekas jualan gorengan disekolahnya.
“Loh, kenapa kakak tadi tidak shalat?”
“Kakak lagi berhalangan. Dalam Islam, orang yang lagi haid
tidak diizinkan untuk shalat.”
Aku semakin penasaran, mengapa wanita dilarang shalat
ketika datang bulan. “Nanti tidak masuk surga dong?” timpalku.
“Justru kalau kita tetap shalat, itu malah berdosa,” tak
sungkan ia menerangkan.
Selama perjalanan pulang, aku banyak bertanya kepadanya
seputar masalah keislaman. Karena bagaimana pun, aku masih
harus banyak belajar dari Aling yang lebih dulu mengenal
Islam. Aku juga penasaran mengapa ia dulu memutuskan
pindah keyakinan.“Kenapa kakak masuk Islam?”
Ia terdiam, perlahan ia menarik nafas panjang. Ia pun
menceritakan pengalamannya mendapatkan hidayah.
Ceritanya, setamat SMP, Aling mendapat beasiswa dan
diterima di SMA favorit di Jakarta. Sekolah itu cukup mahal,
tak semua orang bisa sekolah di SMA itu. Kebanyakan siswa di
dalamnya adalah anak orang-orang berduit, rata-rata merekadiantar dan dijemput dengan mobil keluaran terkini yang
harganya mahal. Pakaian dan gaya mereka pun glamour.
Melewati awal-awal masa sekolah, Aling pun beradaptasi
dengan lingkungan sekolahnya yang baru. Tapi, hampir dapat
dipastikan, ia sulit mengikuti kebiasaan dan gaya hidup teman-
temannya. Ketika itu, kondisi keluargaku memang sedang
berada di titik nadir. Usaha Apak bangkrut, ia pun mulai sakit-sakitan.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 107/184107
Tak banyak orang yang mau berteman dengan Aling. Baginya,
kala itu adalah masa-masa yang menyakitkan, ia merasa
sendirian dan kehilangan semangat untuk belajar. Semua orang
seakan mengukur pertemanan hanya dari faktor materi belaka.Berkali-kali Aling harus memecahkan celengannya untuk bisa
membeli berbagai aksesoris agar dirinya tampil trendi, namun
tetap saja temannya tak mau mendekat. Justru mereka mencibir,
Aling dianggap norak, kampungan, dan tidak tahu tren zaman
sekarang.
Aling mulai frustasi, sedang kehidupan keluargaku juga
semakin terpuruk. Usaha Mamah yang berjualan gorengan dipasar juga sepi, penyakit ayahku semakin parah, kami sudah
tak mampu lagi untuk membawanya berobat karena tidak ada
biaya. Utang kami kepada tetangga dan keluarga sudah tak
terbilang jumlahnya.
Waktu itu, hanya ada satu siswi yang ingin menemani
kakakku. Namun ia berpenampilan beda. Ia seorang Muslimah
dengan pakaian tertutup rapat, lengkap dengan jilbab lebar.Sebenarnya Aling merasa segan jika berteman dengannya. Tapi
Aling tak menyangkal, ketika berada di dekatnya ia merasa
tentram dan damai.
Evania namanya, ia biasa dipanggil Nia. Mungkin ia
juga merasa, Aling nampak terkucil di kelas, sehingga ia
memberanikan diri mendekati Aling. Sikapnya yang santun,
lembut, dan penuh dengan ketulusan membuat kakakku luluh.
Sejak saat itulah, mereka mulai dekat dan akrab.
Aling mulai mempelajari sikap Nia yang sangat santun,
dan ternyata itu membuat Nia bisa dekat dengan berbagai
kalangan. Semakin lama, Aling semakin kagum terhadapnya.
Meski mengenakan pakaian yang berbeda, namun ia bisa
menunjukkan kedekatannya dengan siapa saja.
Suatu hari, Aling diajak Nia ke sebuah tempat di daerahkumuh di Jakarta Timur. Aling terpana ketika melihat Nia
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 108/184108
beserta kawan-kawannya mengajari anak-anak jalanan di
lokasi sekitar. Tanpa canggung ia bermain dengan anak-anak
berpakaian kumal. Ia ceria, ia akrab seperti dengan adiknya
sendiri. Hampir setiap hari Nia bersama teman-temannyamenggelar aktivitas belajar bersama di Rumah Belajar yang
ia dirikan. Orang-orang sekitar pun takzim kepada sikap Nia,
hingga preman dekat terminal pun akrab dengannya.
“Nia, kalo ada orang yang ngapa-ngapain lu bilang aja ke
kita, nanti biar kita yang ngabisin tuh orang…” tukas salah satu
preman terminal.
Setelah dari Rumah Belajar, Aling diajak Nia ke rumahnya.Dari pengamatan Aling, Nia berasal dari keluarga berada.
Padahal di sekolah ia tampil sangat sederhana, tidak
menampakkan kekayaan sebagaimana teman-temannya
yang lain. Rumahnya besar dan megah. Tapi tak ada perilaku
sombong yang ditampilkan Nia, meski kepada pembantunya
di rumah sekalipun. Sejak perubahan sikap Nia yang begitu
santun, ayah ibunya pun mulai mengikuti jejak Nia, merekasemakin semangat mengkaji agamanya.
Sikap Nia itu yang membuat Aling semakin takjub. “Nia,
mengapa kamu bisa sangat baik seperti ini ?”
“Ini semua karena Tuhanku Ling,” jawab Nia.
Suatu hari, Aling mengalami kecelakaan ketika hendak
menyebrang jalan depan sekolah. Ia tak sadarkan diri. Ketika
siuman, ia sudah berada di kasur yang empuk dengan ruangan
yang begitu sejuk. Saat membuka mata, Nia dan teman-
temannya sudah berada disamping Aling mengumbar senyum.
“Ini siapa yang bayar Nia?”
“Sudah, kamu tenang saja. Sudah ada yang mengurus.”
Selepas pengobatan, Aling dipersilahkan pulang karena
tidak mengalami luka serius. Nia dan temannya mencarikantaksi dan mengantar Aling pulang ke rumah.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 109/184109
Keesokan harinya, Aling dibuat kaget ketika Nia membelikan
seluruh buku sekolah yang selama ini tidak mampu dibeli Aling.
Nia juga memberikan amplop yang berisikan uang untuk biaya
pengobatan ayahku dan memenuhi kelengkapan kebutuhanrumah tangga keluargaku.
Aling dan temannya mungkin miris ketika melihat kondisi
rumah dan Apak ketika mengantar Aling sebelumnya. Kakakku
pun terharu dibuatnya, tak disangka, ternyata Nia begitu peduli
terhadap kondisi perekonomian yang sedang menghimpit
keluarga kami.
“Ini dari siapa?”
“Ini dari kawan-kawan Ling. Anggaplah ini sebagai bakti
kami pada seorang sahabat.”
Aling hanya bisa terpaku dibuatnya. Tidak lama kemudian,
Aling mulai mengetahui bahwa Nia mengumpulkan uang
untuknya dari hasil iuran bersama teman-teman Rohis sekolah,
tempat beraktivitasnya selama ini. Nia juga memecahkan
celengannya untuk diberikan kepada Aling. Sejak saat itulah,
kakakku mulai dekat dengan teman-teman Rohis lainnya meski
kala itu masih berbeda agama.
Hari demi hari berlalu, Aling semakin merasakan kehangatan
yang begitu berarti ketika dekat dengan mereka. Padahal, Aling
yang sejak dahulu tidak terlalu respect dengan Islam, seketika
itu pula merasakan Islam sebagai sebuah keindahan. Ia pun
mulai memberanikan diri bertanya pada Nia tentang Islam.
Dengan lugas, Nia pun menjelaskan mengapa ia begitu cinta
terhadap agamanya. Ketika masa-masa SMP, Nia juga pernah
terjerumus ke pergaulan yang salah. Hidup penuh dengan
foya-foya, pesta di tempat hiburan, bahkan minum-minuman
keras meski usia masih terlalu belia. Kala itu ia menganggap,
bahwa dengan cara itulah ia dapat memiliki kawan yang banyak
dan membuat setiap lelaki suka pada dirinya, namun yang ia
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 110/184110
dapatkan kesemuan belaka.
Orang tuanya saat itu sangat kecewa terhadap sikap dan
pergaulan Nia. Banyak laporan dari guru-guru tentang tingkah
nakalnya, hingga membuatnya hampir saja dikeluarkan darisekolah. Sekuat tenaga orang tua Nia memohon kepada sekolah
agar mempertahankan anaknya di sekolah itu.
Sejak saat itu ia tersadar bahwa sikapnya selama ini adalah
kesemuan yang justru merugikan dirinya sendiri. Apa yang
selama ini ia anggap sebagai jalan kebahagiaan justru membuat
hidupnya semakin terperosok dalam keterpurukan. Ia begitu
sedih tatkala melihat kasih sayang orang tuanya yang membelamati-matian sang anak untuk dapat melanjutkan sekolah
meski Nia menyadari bahwa ia sudah terlalu banyak membuat
kesedihan bagi orang tuanya. Jiwanya rapuh seketika, luruh
dan pedih tak terkira. Hingga pada akhirnya, ia pun mulai
mengadukan diri pada Tuhannya tentang penyesalan hidupnya
yang begitu dalam dan meminta kepada-Nya untuk diberikan
pertolongan.Tidak lama kemudian, Nia dipertemukan dengan seorang
mahasiswi yang mengabdikan dirinya untuk mendidik anak-
anak jalanan. Mahasiswi tersebut adalah seorang Muslimah
yang begitu ramah dan santun terhadap setiap orang, sejak
saat itulah Nia tertarik untuk selalu dekat dengan mahasiswi
tersebut. Hari demi hari berlalu, semakin lama Nia semakin
dekat dengan mahasiswi tersebut hingga pada akhirnya Nia
semakin mengenal keindahan Islam.
Baginya, Islam adalah sebuah anugerah yang luar biasa
bagi umat manusia, yang mengajarkan setiap insan pada jalan
kebaikan yang sesungguhnya, bukan hanya kebaikan di dunia,
melainkan kebaikan di hari akhir nantinya. Islam adalah agama
terakhir, yang menyempurnakan risalah nabi-nabi sebelumnya.
Setiap apa yang diperintahkan dan apa-apa yang dilarang Allah,
pasti ada hikmah di baliknya.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 111/184111
Aling pun mulai merasakan, Islam adalah agama yang
sesungguhnya, agama yang penuh dengan cinta, penuh dengan
keselamatan, penuh dengan ketenangan jika kita berpangku
dalam Islam. Akhirnya, dengan perenungan yang begitu panjangatas berbagai macam penjelasan Nia, Aling pun meyakini
bahwa Islam adalah agama yang benar, yang akan memberikan
keselamatan abadi untuknya.
“Sejak saat itulah Han, akhirnya kakak memutuskan masuk
Islam. Meski kala itu Mamah dan Apak sempat mengusir kakak,
tapi batin kakak merasa tenang dan tetap ingin berbakti pada
mamah dan Apak,” jelasnya.Sejak saat itu Aling tidak malu jualan gorengan di sekolah
untuk menambah pendapatan keluarga. Ia ingin menunjukkan
pada orang tua kami bahwa meski berbeda keyakinan, tak
lantas membuatnya durhaka kepada orang tua.
“Begitulah ceritanya Han,” tukas kakakku.
Kaki kami terus melangkah ke depan, namun mulutku pun
terdiam, seakan ada sesuatu yang sedang memasuki pikiranku.
“Han, kok bengong?”
“Hmmm… Berarti aku harus ikuti jejak mereka kak.. Aku
melihat, kebaikan itu bisa mengalir ya kak, dari mahasiswi itu
mengalir ke kak Nia, dan sekarang kakak pun mengikuti jejak
kebaikan itu.”
“Kira-kira, aku cocok nggak kalau sudah besar nanti menikahdengan kak Nia?” tanyaku guyon.
“Sayang sekali Han, Allah telah memanggil Nia terlebih
dahulu untuk menikmati kehidupan yang sesungguhnya,
kehidupan akhirat. Dan kita hanya bisa berdoa, semoga Allah
mempertemukan kita di surga-Nya, bersama orang-orang yang
dimuliakan oleh-Nya,” timpal Aling, haru.
***
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 112/184112
Tepat saat azan Isya berkumandang, kami sudah sampai di
pekarangan rumah. Tapi tiba-tiba suara-suara itu mengejutkan
kami.
“Assalaamu’alaikum kak….”
“Wa’alaikum salaam. Mei-mei, Poong, Soe mau kemana?”
tanyaku kepada adik-adikku.
“Mau shalat di Masjid kak,” suara cempreng nan manja adik
kami.
Keterkejutanku belum selesai. Sesampainya di ruang tamu,
suara ibuku begitu jelas terdengar.
“Assalaamu’alaikum, Ling, Han, sudah pulang? Ayo makan
dulu. Kali ini Mamah masakin spesial untuk kamu. Ini halal lho,”
senyum mamah pada kami.
Maha Besar Allah, begitu indah keluargaku. Semuanya terasa
bahagia, dan jiwaku semakin tentram melihat ini semua. Begitu
indah cinta ini. Cinta dari Nia (Allahu yarhamha), mengalir
melalui Aling, dan kini kami sekeluarga dapat menikmati cinta
dari-Mu.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 113/184113
Mungkin masih banyak di antara kita yang merasa,
menikmati bangku sekolah di SMA unggulan, kuliah di
universitas favorit, bahkan di luar negeri, mengikuti bimbingan
belajar dan meraih banyak prestasi tidak boleh dibayangkan
oleh orang papa yang tak berpunya, sekolah di pelosok desa,
dan tak memiliki harta benda.
Sekolah kami memang serba pas-pasan. Meski berada
di tengah ibukota Jakarta, kami hanya memiliki enam kelas
bersekatkan rolling door dengan luas bangunan tak lebih besar
dari taman kanak-kanak. Sekolah kami juga hanya bernilai
akreditasi “C”, dengan murid kurang 50 orang. Sekolah kami juga
tidak memiliki lapangan bulu tangkis, apalagi lapangan sepak
bola. Laboratorium komputer pun kami terbiasa menumpang
di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al Hikmah yang masih satu
gedung.
Tepat di tahun 2008, sekolah kami mengalami musibah yang
terbilang besar. Pengumuman yang disampaikan Kepala Sekolah
kami, Ustadz Muchlis Nawawi membuat semua terguncang,
“Dari 36 siswa kelas tiga yang mengikuti Ujian Nasional, 6 orang
di antaranya dinyatakan tidak lulus.”
Bu Murtasiah
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 114/184114
Isak tangis langsung menderu, histeris mereka yang
mendengar kenyataan pengumuman itu. Ini adalah berita
paling pahit sepanjang sekolah ini berdiri, terlebih untuk guru-
guruku yang merasa gagal membawa anak didiknya ke gerbangkelulusan.
“Dek…. Mamah jadi takut kalo Adek nggak lulus UN nanti.
Bagaimana kalau adek pindah saja?” ujar ibuku setelah
kuceritakan peristiwa di sekolah.
Sementara Apak (Ayah) hanya bisa terdiam, terpaku, tanpa
ekspresi, tatapannya kosong tanpa makna. Tapi aku menduga,
ia juga khawatir nasib yang sama akan menimpaku.
***
Setelah “tragedi” kelulusan itu, pihak sekolah mulai
mengevaluasi dan membenahi sistem pengajaran di sekolah
kami. Berbagai perubahan pola pengajaran mulai terasa,
pengetatan kedisiplinan pun mulai diberlakukan, fasilitas
perpustakaan juga mulai diperbaiki.
Semula, aku sempat goyah dengan bujukan ibuku untuk
pindah sekolah. Tapi aku sadar dan bergeming. Bukan karena
nasihat kakakku yang menyarankanku bertahan di MA Al
Hikmah, bukan pula perbaikan fasilitas yang dilakukan pihak
sekolah. Aku tidak ingin kehilangan salah seorang guru yang
sangat aku kagumi.
Ibu Murtasiah namanya. Dialah sosok guru yang sangatkukagumi. Sudah lama beliau mengabdikan dirinya di sekolah
ini. Sejak pertama kali aku mengenyam pendidikan di sekolah
tersebut, aku diajar olehnya. Sejak saat itu pula aku diajak
untuk belajar memaknai sebuah harapan, angan, dan cita-cita.
“Bu, saya ingin melanjutkan kuliah di UGM,” ujarku padanya
suatu waktu.
“Iya… Ibu do’akan.. Ayo, kamu harus lebih giat lagi belajarnya,”sahutnya dengan senyuman yang begitu tulus.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 115/184115
Teringat jelas bagi kami bagaimana beliau selalu memotivasi
murid-muridnya untuk jangan pernah berhenti bermimpi.
Berjuang mewujudkan cita-cita. Beliau lah yang tidak pernah
berhenti mengajarkan kami akan pentingnya asa yang mampumemberikan kebermanfaatan bagi semua umat manusia.
Menjelang akhir masa studi kami, mimpi buruk itu datang
kembali. Bayangan kegagalan menghantui kami semua.
Kebanyakan dari kami merasa nervous menghadapi momok
Ujian Nasional yang menakutkan. Hasil try out yang selama ini
kami jalani semakin membawa bayangan kusam masa depan
kami.Semangat belajar kami pun mulai runtuh. Sekitar tiga bulan
menjelang UN, di saat-saat itulah angkatan kami berada dalam
titik nadir. Banyak teman-temanku yang bolos sekolah, mereka
pesimis, bahkan ada yang skeptis. Kondisi ini diperparah
dengan demotivasi yang dilakukan salah seorang guru, yang
semakin meruntuhkan asa kami.
Untng saja ada Bu Murtasiah, ia tak henti-hentinya mencobamengambil hati kami. Ia memotivasi kami untuk tetap semangat
melalui semua itu. Hampir setiap hari ia mendampingi kami,
mendengarkan segala keluhan kami, mulai dari mata pelajaran,
persiapan kuliah hingga permasalahan cinta pun ia dengarkan
dengan seksama.
“Ibu yakin, kalian pasti bisa. Kalian harus yakin, kalian pasti
bisa membahagiakan orang tua. Kalian masih punya beribujalan untuk mencapai semua cita-cita ini. Kalian harus banyak
berdoa, semoga Allah memberikan yang terbaik untuk kita,”
demikain wejangannya.
Sejak saat itu, Bu Murtasiah seperti tak lelah menyemangati
kami. Perlahan tapi pasti, perasaan minder yang semula
menggelayuti mulai pergi. Kami diajarkan untuk tidak belajar
sendirian, anak-anak yang “pintar” di kelas harus memastikanteman-temannya bisa sepintar mereka. Ruang belajar kita
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 116/184116
dibuat menarik dengan seketika, penuh dengan berbagai
motivasi dari Bu Murtasiah.
Menjelang masa-masa Ujian Nasional, Bu Murtasiah pun
memperbolehkan kami, terutama yang lelaki, untuk tinggaldi sekolah agar lebih efektif belajar. Di sanalah, proses belajar
mengajar yang sebenarnya dimulai, kita diajarkan untuk
bersama-sama mencicipi manisnya suka dan duka pertemanan,
saling berjuang untuk menolong satu sama lain selama proses
pembelajaran berlangsung.
Hingga pada akhirnya, kami semua pun dinyatakan lulus
dalam Ujian Nasional. Alhamdulillah, satu langkah kita laluidengan kebahagiaan meski dengan nilai yang penuh dengan
keterbatasan, namun semua itu aku kerjakan dengan jerih
payah kejujuran.
Berkat motivasi dan bimbingan Bu Mutrasiah, semangat
kami untuk saling membantu mengejar mimpi masih terjaga.
Hingga pada akhirnya, perjuangan kami tidak sia-sia. Dari
18 orang teman seangkatan, aku dan temanku yang tidakmenempati rangking 10 besar diterima di UGM. Lainnya, 1
temanku diterima di UI, namun ia tidak mengambilnya karena
diterima di IIUM Malaysia, 2 orang mendapatkan beasiswa di
Universtas Al- Azhar Cairo, 2 orang kuliah Turki, 1 di Suriah, 4
di LIPIA Jakarta, dan 1 di UIN Syarif Hidayatullah. Selebihnya
ada yang bekerja dan menjadi pengusaha sukses.
Apakah semua ini yang kami tuju? Rasanya tidak. BuMurtasiah mengajarkan kami untuk selalu mengejar cita-cita
yang berdampak dan membawa manfaat bagi orang banyak.
Selalu mengangkat harkat dan martabat seseorang menuju
tempat kemuliaan di sisi Allah Swt, dan tentunya, kita harus
mengejar cita-cita yang bisa mempertemukan kita semua di
surga-Nya kelak.
Terima kasih Bu Murtasiah….
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 117/184117
B a g i a n 4
N e g a r a w a n M u d a
T e n t a
n g G e r a k a n, P e
m u d a, d a n M a h a s i s
w a
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 118/184118
Jengah. Mungkin demikian sikap sebagian orang yang
melihat realita kampus hari ini. Kampus yang seharusnya
menjadi ruang reproduksi pengetahuan dan pembentukan agen
intelektual, kini justru menjadi ruang komersialisasi bisnis.
Globalisasi yang disertai ekspansi pasar telah ikut mendorong
proses komersialisasi pendidikan. Iklim komersialisasi kampus
telah membuat banyak kampus lebih melayani kepentingan
pasar daripada melakukan inovasi pengetahuan dan kreatiitas
dalam menjawab tantangan masa depan.
Secara tidak sadar, kampus juga seakan telah mengubah
orientasi yang berawal menjadi lembaga pendidikan, kini
menjadi lembaga politik-administratif. Aktivisme kampus
menjadi mati, ruang kuliah sudah mulai tidak diprioritaskan
oleh sebagian dosen yang lebih tergiur dengan “proyek”.
Kini, kampus juga seakan hanya mereproduksi saintisme-
semu. Matson menggambarkan, kampus hanya menciptakan
manusia layaknya mesin yang diarahkan untuk melayani
kebutuhan-kebutuhan praktis pekerjaan seorang teknokrat
dan kepentingan pasar. Wajar saja jika buku dan ruang
diskusi menjadi suatu hal yang sudah tidak dibutuhkan lagi
“Ancaman Kematian”Kaum Intelektual
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 119/184119
oleh mahasiswa. Karena ‘nilai utama’ bagi mereka bukanlah
pengetahuan, melainkan ‘nilai A’ dari sebuah mata kuliah. Jurgen
Habermas menganggap itu sebagai “kesadaran teknokratis”.
Ketika ‘Kaum Intelektual’ Kehilangan Arah
Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah, ketika kampus
hanya menjadi ‘wisata pengetahuan’ yang sudah tidak lagi
mereproduksi agen-agen intelektual masa depan, kepada
siapakah nasib bangsa ini akan dilimpahkan?
Wajar saja jika sistem demokrasi kita tak ubahnya sebuah
pasar, tempat transaksi politik dan deal -deal kepentingan
kapitalis dilakukan. Partai lebih membutuhkan popularitas
selebritis guna mengerek perolehan suara. Pengalaman dan
pengetahuan tak lebih penting dari popularitas. Sumber daya
inansial masih menjadi faktor utama pemenangan daripada
faktor intelektualitas itu sendiri. Mereka menjadikan profesi
‘pemerintah’ sebagai sektor pengembangan bisnis pribadi dan
kelompoknya.
Dilematis memang, jika deinisi ‘kaum intelektual’
hanya dibatasi pada kelompok akademisi kampus. Namun,
setidaknya hingga saat ini kampus masih menjadi sarana efektif
pembentukan intelektual.
Pertanyaannya adalah, apa deinisi intelektual itu? Julian
Benda mengatakan, intelektual adalah orang yang kegiatan
hakikinya bukan mengejar tujuan-tujuan praktis. Kaum
intelektual adalah orang-orang yang mencari kegembiraan
dalam lapangan kesenian, ilmu pengetahuan atau teka-teki
metaisika. Singkatnya, dalam hal-hal yang tidak menghasilkan
keuntungan kebendaan. Mereka adalah sekelompok manusia
yang menempatkan impiannya tidak hanya pada material
isik keduniawian, melainkan pada visi masa depan yang
mencerahkan. Sementara Yudi Latif merujuk intelektualitas
pada respon pemikir terhadap sebuah panggilan historistertentu atau fungsi sosial tertentu.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 120/184120
Dari dua pendapat di atas, kita dapat memahami intelektual
sebagai seorang sarjana yang cakap dalam memahami
keilmuan dan mampu memberikan pendapat, gagasan dan
ide serta menanamkan pengaruhnya pada masyarakat.Mereka mempunyai pengetahuan yang mumpuni dan mampu
menggerakkan rakyat serta menjadi solusi bagi masyarakat.
Esensi kaum intelektualitas adalah mereka yang mempunyai
suatu kesamaan identitas dalam perbedaan dan keberagaman.
Pada intinya mereka adalah kelompok elite yang minoritas,
namun mempunyai peranan besar dalam mengayun bandul
gerak sejarah bangsa. Mereka menjadi bagian inti dariperubahan bangsa dan hadir di setiap lini perubahan. Meski
kecil, mereka memiliki daya pengaruh yang sangat luas untuk
menggerakkan masyarakat. Karena pada pundak mereka
dinamika kebangsaan menentukan momentumnya untuk
berubah dan bertransformasi.
Menarik apa yang disampaikan Max Weber, ‘Para intelektual
seringkali berhadapan dengan dilema antara memilih integritasintelektual atau kontijensi-kontijensi ekstra-intelektual, antara
arus ide yang rasional atau kejumudan dogmatik. Setiap
keputusan yang memilih pilihan kedua akan berarti melakukan
‘pengorbanan intelektual’.
Di sinilah peranan kaum intelektual dibutuhkan. Mereka
hadir bukan untuk menjadi ‘pengekor’ sistem yang sudah
mulai membusuk. Mereka bukanlah orang-orang yang hanya
mempertajam ‘gagasan’ tanpa dibarengi tindakan. Kaum
intelektual adalah ‘kamu, kalian, mereka, kami’ yang selalu
mengedepankan kepentingan orang lain daripada kepentingan
pribadi. Mereka yang bersungguh-sungguh mengabdikan
dirinya untuk bangsa, demi kehidupan masyarakat yang lebih
baik. Mereka adalah orang-orang yang selalu mengedepankan
‘akal yang terintegrasi dengan ruh’ untuk selalu menegakkan
kedaulatan bagi umat manusia.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 121/184121
Hilangnya Gerakan Mahasiswa?
Di pojok gedung megah kampus ternama di pinggiran
ibukota, puluhan muda-mudi tengah asyik bercengkrama. Dari
mulut mereka keluar kepulan asap putih, menemani sekalengminuman dingin di atas meja. Sudah hampir dua jam mereka
duduk melingkar di sudut kantin itu, entah apa yang sedang
mereka bahas, padahal saat itu ada mata kuliah yang seharusnya
mereka ikuti.
Demikianlah sebagian gambaran sebagian mahasiswa masa
kini. Sulit rasanya kita menemukan sekelompok mahasiswa
yang asyik kumpul berdiskusi, membedah buku, dan membahasmasalah-masalah bangsa dan kemasyarakatan. Mereka lebih
suka membincang klub sepakbola kegemeran mereka, atau lagu
yang tengah hits saat ini.
Sementara di sisi yang lain, kampus juga seakan
membelenggu mahasiswa-mahasiswi yang (maaf) autis, asyik
dengan dunia akademiknya sendiri. Mereka tak peduli dengan
masalah yang tengah membelit bangsa, yang penting IPK bagus.Kondisi ini diperparah dengan ‘gerakan mahasiswa’ yang mulai
ditinggalkan oleh mahasiswa itu sendiri. Ruang diskusi semakin
mati, aktivisme politik gerakan mahasiswa semakin surut tak
berarti.
Semestinya, ketika kampus sudah mulai tertutup, elemen
gerakan mahasiswa masih bisa menjadi senjata ampuh dalam
mereproduksi ‘kaum intelektual’. Gerakan itu tak melulugerakan politik, tapi juga gerakan sosial kemasyarakat.
Setidaknya ada empat agenda yang harus menjadi pijakan
‘gerakan mahasiswa’ dalam bertransformasi saat ini. Pertama,
membangun kesadaran tentang fakta sosial; bagaimana setiap
individu-gerakan mahasiswa dalam melihat fakta sosial yang
berkembang di masyarakat dan menjadikannya peluang dalam
melihat dan membaca tantangan masa depan (eschatology) dalam bergerak.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 122/184122
Kedua, manajemen yang rasional ; rasionalitas dan strategi
gerakan harus di-manage dengan rapi dan terarah. Dan yang
terakhir, ialah manajemen pemberdayaan; yaitu pembauran
gerakan mahasiswa dan gerakan pemberdayaan menjadi satukekuatan yang utuh, saling melengkapi dan saling menutupi
kekurangan satu sama lain. Dalam hal ini, gerakan mahasiswa
jangan sampai dikungkung menjadi manusia ‘pikiran’ yang
tidak pernah menemukan orang untuk ‘menindaklanjuti’
pikiran tersebut.
Setidaknya, dengan pembauran inilah antara gerakan
mahasiswa dan gerakan pemberdayaan saling menempatkanperan yang mengintegrasikan antara ‘pemikir strategis’ dan
‘penindak taktis’ untuk menciptakan suatu perubahan bangsa
yang lebih baik.
Dari tiga poin di atas, sekiranya satu titah untuk
menghidupkan kembali episentrum ‘reproduksi kaum
intelektual’ dikembangkan. Tiga poin ini hanya ingin
mengukuhkan bahwa ‘kaum intelektual’ harus hidup di setiapzamannya. Sudah menjadi hukum alam jika yang bergelut
di bidang tersebut terlampau sedikit. Namun bukan berarti
yang sedikit itu harus mati dan tenggelam, melainkan dengan
yang sedikit itulah bisa menghasilkan karya-karya besar dan
berdaya. Transformasi di setiap zaman menjadi penting, tinggal
esensi kebenaran akan tetap menjadi fondasi perjuangan.
Ketika ruang diskusi semakin sepi peminat, bukan berarti
‘kehidupan kaum intelektual juga mati’. Kita yang menentukan
mati atau hidupnya ‘kaum intelektual’ saat ini, ia ada di
pundakku, pundakmu, dan pundak kita semua untuk saling
bersatu dan saling menguatkan perjuangan satu sama lain.
Sudah saatnya ‘kaum intelektual’ bangkit dari tidurnya, dan
kita mulai sejarah perjuangan baru untuk kehidupan yang lebih
baik!
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 123/184123
Kita sedang membicarakan identitas diri kita yang
mengambil bagian dalam membangun peradaban.
Peradaban adalah sebuah cita-cita yang kita panjatkan dengan
penuh perenungan panjang.
Kaum muda selalu menjadi lokomotif perubahan hampirseluruh peradaban di dunia. Tidak terkecuali di Indonesia,
sejarah telah mencatat bahwa kaum muda selalu menjadi
inisiator peradaban. Ikrar Sumpah Pemuda tahun 1928,
Proklamasi Kemerdekaan 1945, Reformasi 1998 merupakan
bukti bahwa pemuda selalu menjadi ujung tonggak peradaban.
Dalam ajaran Islam, pemuda memiliki peran penting untuk
memobilisasikan kesadaran masyarakatnya. Dalam catatansejarah, bagian terbesar kelompok pertama yang menerima
ajaran Islam terdiri dari para pemuda. Dari sudut ini dapat
dilihat betapa kehadiran pemuda sebagai penggerak perubahan
di dalam masyarakat merupakan hal yang sangat mendasar
dalam agama ini. Hal ini tidak hanya sekedar sebuah tuntutan
yang semata-mata bersifat sosiologis. Lebih dari itu, hal ini
memiliki landasan ideologis yang sangat kuat.
Hasan Al-Banna, tokoh pergerakan dan pembaharu di Mesir
Gerakan Peradaban(Tinjauan Pengembangan Komunitas Aktif sebagai
Pengembangan Tradisi Keilmuan Islam)
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 124/184124
pernah mengungkapkan, generasi muda pada setiap bangsa
merupakan tiang kebangkitan, pada setiap kebangkitan, mereka
adalah rahasianya, dan pada setiap gagasan, mereka adalah
pembawa benderanya. Menurut Al-Banna, gagasan dapatberhasil apabila keyakinan pada gagasan itu kuat, terdapat
ketulusan untuk menempuhnya, semangat dan kesiapan
berkorban, serta bekerja keras untuk mewujudkannya.
Keempat unsur pokok itu; keyakinan, ketulusan tekad, kesiapan
berkorban, dan kerja keras merupakan karakteristik kaum
muda.
Sebagaimana pernah dikatakan Yudi Latif, pendeinisi utamapemuda itu bukanlah usia, melainkan situasi mental kejiwaan
(state of mind). Mengutip pernyataan, Abdul Rivai, ”kaum muda”
sebagai rakyat Hindia Belanda (yang muda atau tua) yang tidak
lagi bersedia mengikuti aturan kuno, tetapi berkehendak untuk
memuliakan harga diri bangsanya melalui pengetahuan dan
gagasan kemajuan.
Dari risalah deinitif di atas, kita dapat mengambil benangmerah bahwa ”Gerakan Kaum Muda” sangat identik dengan
gerakan pembangun peradaban. Sebagai elemen pengikatnya,
kaum muda dimaknai secara subtansif sebagai sebuah ruh yang
selalu menggelorakan jiwa dan raga kita untuk tetap berdiri di
medan perjuangan dalam membangun peradaban.
Berbicara tentang peradaban, sejatinya kita akan mengalami
berbagai halangan dan rintangan yang selalu menghadang
perjuangan kita. Semua itu adalah ujian dari Allah yang harus
kita lalui dengan ketabahan untuk mencapai derajat insan
yang bertakwa. Harta dan jiwa kita akan dikorbankan untuk
itu semua, pikiran kita pun akan dituntut untuk berpikir lebih
dibandingkan yang lainnya, karena salah satu konsep kunci
dari pembangunan peradaban adalah adanya orang yang
memikirkan dan memperjuangkannya, sebagaimana terungkap
dalam chapter Sayyid Qutb;“Pikiran itu seperti parasut para penerjun. Dia bekerja
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 125/184125
dengan sempurna ketika sang penerjun, atau pemilik pikiran
itu sendiri, mau membukanya. Kian besar pikiran manusia
terbuka, kian besar pula manfaat dan sudut pandang yang bisa
diambil olehnya. Kian terbuka pikiran manusia, kian besar pula
sumbangan dan kontribusi yang akan diberikannya.
…Pikiran tanpa bekal yang cukup lalu melalang buana,
mengembara di alam terbuka, hanya akan membuat pemiliknya
terkubur dalam pemikiran lain yang lebih kuat dan bisa jadi
sesat.
...Menjadi cerdas, tak kehilangan arah atau fokus, dengan
pikiran yang terbuka akan membuat kita menjadi manusia-
manusia pilihan dengan berjuta manfaat untuk kehidupan. Tapi
sekali lagi, menjadi itu semua lebih berat dari memindahkan gunung dari tempatnya.
Namuni hasil itu semua bisa jadi kita akan menerima
bergunung-gunung kebaikan dan seluas-luasnya samudra
kearifan yang tak akan pernah didapatkan orang-orang yang
menutup diri dan memilih kemudahan. Semoga kita tak tertipu
dan salah mengambil pilihan.
Menarik juga apa yang pernah disampaikan Hamid Fahmy
Zarkasyi yang menyatakan, kemampuan berpikir merupakan
elemen asas suatu peradaban. Suatu bangsa akan beradab
(berbudaya) hanya jika bangsa itu telah mencapai tingkat
kemampuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan manusia
ditentukan oleh ketinggian pemikirannya. Suatu peradaban
hanya akan mewujud jika manusia di dalamnya memiliki
pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf
kehidupannya.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu
Khaldun yang menyatakan; peradaban merupakan produk dari
akumulasi tiga elemen penting yaitu 1) kemampuan manusia
untuk berpikir yang menghasilkan sains dan teknologi 2)
kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan
militer dan 3) kesanggupan berjuang untuk hidup.
Dalam pandangan Ibnu Khaldun, faktor terpenting dari
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 126/184126
hancurnya suatu peradaban adalah rusaknya sumber daya
manusia, baik secara moral maupun intelektual. Merosotnya
moral penguasa akan mengakibatkan menurunnya kegiatan
keilmuan dan kepedulian masyarakat terhadap kepentinganilmu –karena berorientasi pada kekuasaan semata-.
Dalam hal ini, Ibnu Khaldun setidaknya menggambarkan
10 penyebab jatuhnya peradaban, yaitu: 1) rusaknya moralitas
penguasa, 2) penindasan penguasa dan ketidakadilan,
3) depotisme atau kezaliman, 4) orientasi kemewahan
masyarakat, 5) egoisme, 6) oportunisme, 7) penarikan pajak
secara berlebihan, 8) keikutsertaan penguasa dalam kegiatanekonomi masyarakat, 8) rendahnya komitmen masyarakat
terhadap agama dan, 10) penggunaan pena dan pedang secara
tidak tepat.
Dari pandangan Ibnu Khaldun itu, kita diajak untuk
merenungkan ‘apakah semua itu telah terjadi di tengah-
tengah kita?’ hingga membuat peradaban umat Islam hari ini
mengalami kemandekan? Pertanyaan ini harus kita jawabdengan hati nurani kita yang paling dalam.
Pergerakan Kecil
Kemunduran peradaban akan berkaitan dengan maju
mundurnya ilmu pengetahuan yang berkembang. Kemunduran
peradaban yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun pun terjadi karena
perubahan orientasi masyarakat yang lebih memprioritaskan
kekuasaan dan menegasikan keilmuan yang melandasinya.
Ibarat bangunan, kita ingin membuat sebuah rumah namun
tanpa fondasi kuat. Maka itu akan berakibat fatal. Begitu pun
politik, tanpa dilandasi ilmu yang menjadi fondasinya, maka
akan berakibat fatal, ia akan melahirkan pemimpin-pemimpin
congkak. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa
subtansi maju mundurnya peradaban ditentukan dengan maju
mundurnya ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuantidak akan hidup jika tidak ada ”komunitas aktif” yang
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 127/184127
mengembangkannya.
Dalam membangun peradaban, kita harus mulai dari suatu
”komunitas kecil” yang aktif dalam pengembangan keilmuan
dan pergerakan. Dari komunitas kecil yang konsisten danberkembang akan melahirkan peradaban yang besar. Dari
komunitas itulah akan terbentuk masyarakat yang memiliki
berbagai kegiatan kehidupan yang akan menciptakan sistem
kemasyarakatan. Kota Madinah, Cordova, Baghdad, Cairo, dan
beberapa kota peradaban lainnya adalah kota yang terlahir
dari suatu ”komunitas kecil” aktif yang kemudian menciptakan
sistem kemasyarakatan.Gerakan kaum muda hari ini harus menjadi elemen dari
”komunitas kecil” yang mencoba untuk mengaktikan kembali
tradisi keilmuan Islam maupun tradisi keilmuan profesi yang
disinergikan dengan tradisi pergerakan. Pengembangan tradisi
keilmuan dan pergerakan yang memiliki paradigma Islami
akan menciptakan peradaban yang Islami pula. Oleh karena itu,
pengembangan tradisi keilmuan tidak dapat dipisahkan dari”tradisi gerakan” yang bersifat aksiologis dalam pengaplikasian
ilmu-ilmu tersebut.
Dari tradisi ini, gerakan kaum muda diharapkan mampu
menjadi manusia-manusia profetik yang selalu meneladani
Rasulullah SAW dalam perjalanan hidupnya sebagai
pengembang dakwah. Melalui pendekatan tersebut kaum muda
diharapkan mampu menginternalisasikan nilai-nilai yang
tertanam dalam paradigma Islam untuk diterapkan di setiap
lokus-lokus lembaga dakwah maupun lembaga pergerakan
lainnya, sebagai sebuah ikhtiar pembangunan masyarakat yang
madani.
Prinsip-prinsip dari gerakan ini dibangun atas dasar
ketakwaan kepada Tuhan, keyakinan kepada keesaan Tuhan
(tawhid), supremasi kemanusiaan di atas segala sesuatu yang
bersifat material, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan danpenjagaan dari keinginan hewani, penghormatan terhadap
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 128/184128
keluarga, menyadari fungsinya sebaga khalifah Allah di Bumi
berdasarkan petunjuk dan perintah-Nya (syariat).
Terakhir, melalui tulisan ini saya mengajak untuk merenungi,
berpikir dan bergerak kembali untuk menggapai cita mulia
yang kita tanamkan di setiap hati dan nurani kita. Perjuangan
yang berat ini harus bergerak secara simultan, konsisten, dan
terintegrasi dengan yang lain. Mulailah kita bergerak bersama,
menjadi jati diri pemuda yang tangguh, pemberani, bergerak
melawan, dengan cinta dan penuh kasih sayang, yang selalu
dinobatkan untuk-Nya dengan cara meneladani Rasul-Nya yang
mulia. Karena sejatinya, kita adalah generasi para pejuang.
KomunitasKeilmuan
SistemMasyarakatMadani
SistemPolitik
SistemEkonomi
SistemPendidikan
Islam
KomunitasKeilmuan
KomunitasKeilmuan
KomunitasKeilmuanGERAKAN
p e n d i d i k a
n
Tradisi Keilmuan
Tradisi Gerakan
p e n
d i d i k a
n
a p l i k a s i
a p l i k a s i
INTELEKTUALPROFETIK
INTELEKTUALPROFETIK
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 129/184129
“Dapat kugambarkan proil Mujahid sejati dalam diri
seseorang yang siap mengambil bekal dan memenuhi
perlengkapannya. Seluruh dirinya, seluruh sudut hati dan
jiwanya didominasi pemikiran seputar perjuangan.” (Hasan Al
Banna)
Rasanya tak pernah bosan kita membincang masalahpemuda. Kita tidak akan pernah melepaskan identitas
asasinya sebagai agen pembaharu. Sikap kritis dan kepedulian
terhadap kondisi riil tentang kebangsaan adalah modal utama
kaum muda. Mereka tak akan pernah segan untuk melakukan
pengorbanan demi kebangkitan yang selama ini mereka cita-
citakan.
Kelebihan pemuda juga adalah visinya yang kadang melebihizamannya. Untuk itu, tak jarang pemuda menjadi unsur
terpenting dalam sebuah perubahan. Abdullah Nashih Ulwan
pernah menyatakan, kehadiran pemuda sebagai penggerak
perubahan di dalam masyarakat merupakan hal yang sangat
mendasar dalam Islam. Hal ini tidak hanya sekedar sebuah
tuntutan yang semata-mata bersifat sosiologis. Lebih dari
itu, memiliki landasan ideologis yang sangat kuat. Di sinilah,
pemuda dituntut untuk berpikir dan bertindak lebih untukmencapai sebuah perubahan yang lebih baik.
Negarawankah Kita?
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 130/184130
Kita tidak lagi disebut sebagai negarawan muda jika kita
tidak berpikir ke arah mana kita membawa tangkup perubahan
bangsa di masa mendatang, kita tidak akan disebut sebagai
muslim sejati jika kita tidak memiliki jiwa kenegarawanan.Sebab keimanan hakiki adalah keimanan yang memberikan
ketenangan bagi seluruh umat manusia, memberikan
kebermanfaatan dan keselamatan bagi setiap alam semesta.
Dan ia terpatri dalam jiwa kenegarawanan kita.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 131/184131
Pemuda senantiasa menjadi tonggak peradaban dan
kemajuan bangsa. Tidak dipungkiri, peringatan Soempah
Pemoeda yang kita gelar setiap tahun adalah langkah awal
tentang bagaimana kita mereleksikan diri, bahwa dari kalangan
pemudalah, spirit kebangkitan itu lahir.
Pemuda harus bisa menjadi agen yang mampu menerawang
masa depan dirinya, dan masa depan bangsanya. Meminjam
bahasa Fahri Hamzah, prediksi masa depan (future prediction)
hanya dapat dilakukan jika kita tanggap dengan segala
fenomena yang terjadi pada saat ini, membaca sejumlah isyarat
dan petanda yang ada, lantas menganalisa kemungkinan-
kemungkinan yang paling logis dan rasional mengenai efek
dan konsekuensi yang bakal terjadi. Untuk itu, sudah saatnya
pemuda harus berani menerawang puluhan tahun ke depan,
atau bahkan ratusan tahun ke depan untuk membaca sejarah
lebih dini. Kaum muda juga harus mampu memprediksi
imajinasi kolektif bangsa ini yang akan kita bawa ke arah mana,
serta infrastruktur masa depan bangsa ini akan seperi apa,
sehingga bangsa ini menjadi bangsa yang visioner.
Pemuda tak pernah lekang untuk menciptakan momentum
Revolusi Kaum Muda
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 132/184132
kebangkitan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
di masa mendatang. Momentum itu mereka ambil diawal tahun
1920-an, ketika banyak study club mahasiswa yang tumbuh
dan berkembang. Mereka menjadi mahasiswa yang sadarpolitik, mampu memainkan peranan penting untuk mencapai
kemerdekaan negeri ini.
Terbentuknya Indonensische Studie Club (ISC) di Surabaya
yang diinisiasi oleh PI pada tahun 1924 adalah cikal bakalnya.
Study club ini didirikan dengan tujuan memajukan kesadaran
ke-Indonesia-an sebagai sebuah bangsa dan menyadarkan rasa
tanggung jawab sosio-politik mahasiswa, yang notabene orangJawa, dan menikmati pendidikan Barat. Dalam rangka mencari
jawaban atas berbagai permasalahan bangsa, study club ini
menekankan pada nilai praktis dari pengetahuan. Kemunculan
ISC ini kemudian menginspirasi terbentuknya study club-study
club progresif di berbagai daerah seperti Surakarta, Yogyakarta,
Batavia, Bogor, Semarang, dan Bandung.
Dari semangat mahasiswa inilah, mereka punya tanggungjawab untuk membentuk blok kesadaran nasional yang
lebih matang melalui pendirian Perhimpunan Peladjar-
Peladjar Indonesia (PPPI) pada tahun 1926. Kampanye
kesatuan nasional yang dikemukakan oleh berbagai pihak
kian menyeruak di berbagai kalangan hingga menginisiasi
terbentuknya perhimpunan, dan merangkul banyak study club,
organisasi pemuda dan pelajar, serta berbagai organisasi sosial
politik tanpa memandang ras atau kelas sosial apa pun sepertiBudi Utomo, Serikat Islam, Muhammadiyah, Pasundan, dan
yang lainnya untuk membentuk “Komite Persatuan Indonesia”
pada tahun 1926.
Komite Persatuan Indonesia inilah yang memberikan
inspirasi para aktivis dari berbagai perhimpunan pelajar
untuk mengadakan Kongres Pemuda Indonesia pertama pada
tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta. Dari kongres tersebut,tercipta momentum untuk membangun basis penguatan aliansi
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 133/184133
dari berbagai perhimpunan pelajar dalam menggapai cita-cita
kemerdekaan. Ketika kesadaran untuk meraih kemerdekaan
bangsa kian menggema, para aktivis organisasi pemuda dan
pelajar akhirnya terangsang membuat kongres pemuda yanglebih monumental, hingga lahirlah “Soempah Pemoeda”.
Mengutip Yudi Latif, lewat Sumpah Pemuda, kaum muda
berusaha menerobos batas-batas sentimen etno-nationalism
dengan menawarkan fantasi inkorporasi baru berdasarkan
konsepsi kewargaan yang menjalin solidaritas atas dasar
kesamaan tumpah darah, bangsa dan bahasa persatuan (civic
nationalism). Visi Sumpah Pemuda itu amat penting karenamemberi kemungkinan kepada segenap penduduk Indonesia
menjadi pribumi, bahkan bagi mereka yang berlatar imigran.
Dengan Sumpah Pemuda inilah, kesadaran untuk
mencari titik temu antarideologi dan antarbudaya dalam
rangka membangun persatuan nasional diekspresikan oleh
kalangan pemuda. Berbekal pendidikan tinggi dan semangat
kepemudaan, mereka sadar akan penindasan yang dialamioleh orang-orang sekitarnya, mereka juga mampu mengambil
inisiatif dalam membangun kekuatan massa dan menyediakan
basis kesadaran kolektif. Meski terjadi benturan antarideologi,
namun kesadaran akan ke-Indonesia-an yang tinggi telah
mempengaruhi keragaman pemikiran tersebut pada satu titik
perjuangan yang sama, yaitu memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia.
Di sisi lain, perjuangan mereka dibangun atas dasar
konsistensi gerakan yang utuh. Selama delapan tahun
membentuk identitas, selam 17 tahun berjuang mencapai
kemerdekaan, selama puluhan tahun mengumpulkan sendi
kemajuan bangsa. Endapan pemikiran sebagai hasil pergumulan
sejarah yang tersimpan di ingatan para pegiat Sumpah Pemuda
sekaligus pendiri bangsa. Itulah yang telah mempermudah
mereka dalam merespon tantangan untuk merumuskan dasarnegara.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 134/184134
Banyak hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa
Sumpah Pemuda yang telah menggapai titik keemasannya.
Para pahlawan negeri ini telah memberi keteladanan betapa
persatuan antarideologi dan antargerakan menjadi pentinguntuk menggapai kemerdekaan negeri ini. Sumpah Pemuda
telah mengajarkan kita betapa kemerdekaan tidak dapat digapai
secara instan, melainkan butuh pengorbanan, ketekunan,
dan konsistensi dalam berjuang. Selama 17 tahun lamanya
mereka berjuang untuk menuai hasil kemerdekaan itu sendiri.
Pascamerdeka, mereka tidak diam, melainkan bergerak dan
berkontribusi untuk kemajuan bangsa.
Tentu kita paham bagaimana kondisi bangsa ini sekarang.
Meski sudah memasuki peringatan kemerdekaan yang ke-68,
namun rasa menjadi negara-bangsa yang “merdeka secara utuh”
masih jauh panggang dari pada api. Permasalahan yang muncul
hari ini bukan hanya sebatas menyatakan sikap ‘kemerdekaan’
an sich, tapi kita tidak berdaulat secara ekonomi-politik
terhadap sumber daya alam yang kita miliki.
Sudah sejatinya semangat Sumpah Pemuda menjadi
momentum bagi pemuda untuk menjawab kedaulatan bangsa
hari ini. Sejarah dan konstruksi Sumpah Pemuda masa lalu
harus ditransformasikan seiring dengan perkembangan
zaman dan kebutuhan masa kini. Revolusi pemuda saat ini
bukan hanya berikrar “bertanah air satu, tanah air Indonesia”,
melainkan juga “berdaulat bersatu, berdaulat Indonesia”. Ikrar
Kedaulatan Indonesia menjadi begitu penting untuk digemakanoleh pemuda saat ini sebagai sebuah momentum revolusioner
dalam merebut kedaulatan negeri yang kita tanam hari ini, dan
buah kedaulatan akan kita petik di kemudian hari.
Persatuan poros perjuangan begitu penting untuk mencapai
kedaulatan yang kita harapkan, mulai dari tahun ini, tahun esok
hingga puluhan tahun mendatang. Dengan begitu, maka tugas
kita selanjutnya adalah konsisten dalam bergerak, berpijakdalam berpihak, untuk kedaulatan Indonesia yang lebih baik!.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 135/184135
“Berilah saya seribu orang tua, saya bersama mereka kiranya
dapat memindahkan gunung Semeru. Tetapi, apabila saya diberi
sepuluh pemuda yang bersemangat dan berapi-api kecintaannya
terhadap bangsa dan tanah air tanah tumpah darahnya, saya
akan dapat menggemparkan dunia!” (Soekarno)
Kini sudah mulai memasuki penghujung tahun, pesta
demokrasi mahasiswa UGM pun segera berlangsung.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, nuansa demokrasi mahasiswa
akan selalu dipenuhi dengan berbagai kreativitas dan ajang
kompetisi untuk menarik massa sebanyak-banyaknya, memilih
calon presiden mahasiswa yang diusung oleh masing-masingpartai kampus.
Euforia pergantian kepemimpinan—Presiden Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gajah
Mada (BEM KM UGM)—menjadi pembahasan yang hangat
karena dari agenda inilah kita dapat menentukan siapa
sosok yang layak untuk melanjutkan estafet perjuangan di
pemerintahan mahasiswa selama satu tahun ke depan.BEM KM menjadi penting untuk didiskusikan karena
Solidaritas Gerakan Mahasiswa
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 136/184136
lembaga tersebut dianggap menjadi wadah representasi politik
mahasiswa tertinggi. Pemerintahan Mahasiswa (baca: BEM
KM) juga dimaknai sebagai ujung tombak kehidupan gerakan
mahasiswa yang memiliki legitimasi kuat secara institusionaldan memiliki payung hukum yang legal untuk hidup dan
berkembang di dalam kampus.
Dalam konteks inilah, proses pembelajaran demokrasi
mahasiswa menjadi salah satu unsur yang penting untuk
menciptakan format ideal kelembagaan pemerintahan
mahasiswa. Di sana juga aktualisasi politik dalam pembelajaran
demokrasi menjadi satu entitas yang cukup penting dalampergantian dan pemilihan kepemimpinan lembaga tersebut.
Secara singkat, Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan
menyatakan, kekuasaan merupakan kemampuan pelaku untuk
mempengaruhi tingkah laku pelaku lain sedemikian rupa,
sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai dengan
keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan.
Ketika berbicara tentang kekuasaan, tentunya akan menjadisangat berbeda jika perebutan kekuasaan dalam demokrasi
mahasiswa harus disamakan dengan perebutan kekuasaan
yang terjadi dalam pemilihan umum (Pemilu) pemerintahan
di tingkat daerah maupun tingkat nasional pada umumnya.
Perbedaannya adalah; pertama, paradigma kekuasaan:
perebutan kekuasaan dalam Pemilu pemerintahan saat ini lebih
berorientasi pada kepentingan ekonomi politik pribadi.
Fakta membuktikan, 40 % pejabat negara (gubernur maupun
politisi) adalah seorang pengusaha. Gumawan Fauzi, selaku
Menteri Dalam Negeri menyatakan, paling minimal seseorang
yang mencalonkan diri sebagai gubernur membutuhkan dana
100 miliar. Padahal, gaji pokok mereka hanyalah berkisar
Rp.8.400.000,- per bulan. Hal inilah yang menyebabkan
pemikiran praktis bagaimana mereka selama masa jabatan
5 tahun mengembalikan modal Rp 100 miliar, bahkan harus
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 137/184137
untung. Data Kementerian Dalam Negeri hingga Oktober 2010
lalu mencatat, sudah 150 bupati maupun gubernur sebagai
tersangka korupsi. Selain itu, Gumawan Fauzi juga menyatakan
bahwa 17 gubernur dari 33 gubernur sudah terjerat hukum.Perebutan kekuasaan di tingkat kampus harus berorientasi
pada nilai dan moral. Meminjam istilah M. Zaki Arrobi (2012),
sejatinya gerakan mahasiswa –termasuk BEM- merupakan
sebuah unsur penting dalam dinamika politik sebuah
negara. Sebagai salah satu elemen masyarakat sipil, gerakan
mahasiswa memiliki tradisi, budaya, kepentingan, dan strategi
pergerakannya sendiri –dalam hal ini berorientasi padakepentingan bersama.
Mahasiswa memiliki empat peran penting yang menjadi
fondasi dan pengukuh generasi pembangun bangsa, yaitu
sebagai agent of change, moral force, iron stock, dan social control .
Ketika empat peran ini sudah tidak lagi menjadi landasan gerak
dalam pemerintahan mahasiswa, terlebih perebutan kekuasaan
hanya didasarkan pada sifat nafsu politik untuk mendapatkankepentingan pribadi –sebagaimana yang terjadi dalam dinamika
politik nasional- maka hal itu adalah wajah dari kehancuran dan
keterpurukan kepemimpinan Indonesia di masa mendatang.
Kedua, paradigma koalisi. Arya Budi (2012) secara tersirat
mengungkapkan, dalam bangunan koalisi partai politik/
pemangku elit politik akan berujung pada dua bentuk akhir
yang sama sekalipun berbeda: dekomposisi dan fermentasi.
Pertama, disebut dekomposisi atau pembusukan karena organ-
organ penting koalisi tidak berfungsi akibat egoisme politik.
Disfungsi bermuara pada lepasnya organ pembangun koalisi
(partai politik) yang saling menghancurkan karena koalisi
bersifat rent seeking. Kedua, koalisi akan mengalami fermentasi
politik dalam arti bahwa institusionalisasi koalisi akan semakin
terstruktur, frekuensi konsensus internal lebih tinggi, dan
output -nya adalah kristalisasi kepentingan bersama.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 138/184138
Dekomposisi koalisi pemerintahan Indonesia. Fakta
koalisi politik dalam pemerintahan Indonesia menunjukkan
akan bermuara pada dekomposisi. Hal ini ditunjukkan bahwa
bangunan koalisi partai di nasional hari ini hanya bersifat semuuntuk mencari kehidupan, bukan lagi karena ideologi kerakyatan,
ataupun untuk memadukan kepentingan masyarakat bersama.
Partai hanya berkoalisi untuk mencari hidup dari kue jabatan
kementerian. Koalisi partai menjadi semu, dalam perjalanannya
di antara setiap partai yang berkoalisi saling menjilat satu sama
lain dalam mengejar citra dan popularitas di tengah masyarakat
ketimbang solidaritas koalisi ataupun solidaritas kinerja.
Magnet politik yang mempersatukan mereka dalam koalisihanya karena presiden terpilih membutuhkan dukungan partai
di parlemen, bukan karena ideologi ataupun kesamaan nilai
dan landasan perjuangan.
Fermentasi koalisi pemerintahan mahasiswa. Gerakan
Mahasiswa yang sudah memiliki prinsip dan nilai-nilai
permanen –yaitu orientasi pada kepentingan bersama- harus
dijadikan landasan berpijak untuk mengukuhkan koalisi,meski dalam bentuk dan metode gerakan yang berbeda-beda.
Koalisi dibangun atas dasar kepentingan kolektif, bukan untuk
pemenuhan kepentingan individu secara material. Karena
sejatinya esensi koalisi harus berparadigma mengembangkan
‘empat peran kemahasiswaan’ dalam setiap geraknya, bukan
karena mencari penghidupan dan eksistensi diri. Bukan pula
untuk kepentingan yang diailiasikan pada kepentingan politikdi tingkat nasional yang bersifat pragmatis.
Epilog
Konon, gerakan mahasiswa pasca-reformasi mulai kehilangan
identitas yang sesungguhnya, dan cenderung mengalami
kemerosotan. Gerakan mahasiswa saat ini kehilangan konsepsi
besar tentang arah perubahan dan strategi gerakan yang
diinginkan, inilah yang menyebabkan gerakan mahasiswa kiniberada dalam serba ketidakpastian (anomie). Gerakan limbung
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 139/184139
karena gagal melakukan pembacaan komprehensif atas konteks
sosial masyarakatnya, gerakan cenderung bergerak sporadis
dan teralienasi dari elemen-elemen civil society. (Arrobi, 2012)
Apabila hal ini terus kita pertahankan, maka sudah sejatinyamuara asasi kemerdekaan Indonesia akan semakin menjauh.
Sudah saatnya mahasiswa kembali bersatu padu dalam tugas
suci dan mulia, tidak lagi harus memperebutkan kekuasaan
hanya karena kepentingan politik aliran semata yang tidak
memiliki esensi pada kepentingan kolektif yang sesungguhnya.
Bagi penulis, sudah bukan zamannya lagi pesta demokrasi
mahasiswa saat ini mengukuhkan tradisi yang diskriminatif,menjatuhkan lawan untuk, apalagi hanya mengukuhkan politik
identitas golongan tanpa adanya konsepsi ideologi perjuangan.
Sudah saatnya kita bersatu padu untuk saling menyokong
satu sama lain, bersama-sama memperbaiki esensi gerakan
mahasiswa yang kian surut.
Ada dua hal yang menjadi pengukuh koalisi pergerakan ini,
pertama orientasi moral force –gerakan moral- yang selama inididengung-dengungkan merupakan sebuah pengejawantahan
dari tradisi intelektual mahasiswa yang bersifat kostruktif
dan sarat pesan moral bagi perbaikan bangsa ini. Aspirasi
mahasiswa ditujukan untuk menjembatani apa yang menjadi
aspirasi masyarakat.
Kedua, orientasi political force- sebagai sebuah konsekuensi
logis bahwa mahasiswa memiliki tanggung jawab dalammenyikapi berbagai fenomena sosial, melakukan aksi –
berdasarkan kepentingan rakyat- yang akan menimbulkan efek
politik bagi pemangku kebijakan secara mendalam dan secara
komprehensif.
Ketika dua orientasi ini menjadi pengukuh dalam koalisi
gerakan, maka kita akan mudah dalam menciptakan konsepsi
yang disesuaikan dengan kondisi zaman, namun tidakkehilangan esensi geraknya. Dalam istilah lain; ideologi gerakan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 140/184140
diaplikasikan secara dinamis, disesuaikan dengan zaman
namun tidak menghilangkan esensi geraknya. Dengan begitu,
setidaknya kita sudah mengurangi kejumudan dan kebekuan
gerak yang terjadi pasca reformasi ini.“Mahasiswa bersatulah, untuk perubahan yang lebih baik..!!”
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 141/184141
Ketika gerakan mahasiswa dilumpuhkan dengan
pragmatisme dan politik transaksional, lalu kepada
siapa kita menitip perubahan? Jujur saja, pertanyaan ini telah
menyandera kekuatan mahasiswa saat ini.
Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di telinga. Kalaumemang ingin menjadi kaya raya secara instan, cukuplah kita
menjadi manusia tanpa idealisme yang mengejar jabatan di
sebuah gerakan mahasiswa maupun serikat pekerja, lalu jual
gerakan tersebut pada penguasa, pengusaha, broker politik,
atau pun maia proyek, mungkin kita akan kaya raya dengan
seketika.
Mengapa? karena gerakan-gerakan tersebut memilikieskalasi massa yang begitu banyak. Atas dasar instruksi,
mereka bisa mengubah massa yang tadinya ‘melawan’, bisa jadi
‘terdiam’ ataupun mengubah isu sesuai dengan keinginan pihak
yang membayarnya. Sejarah selalu berulang, kematian gerakan
mahasiswa di zaman Orde Baru maupun Orde Lama pun banyak
yang tersandra dengan sikap seperti ini.
Bagi sebagian orang, aksi massa bisa menjadi pesanan, adapaket dan harganya. Di sinilah mahasiswa yang rindu eksistensi
Tarikan Idealisme dan Suara
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 142/184142
ekonomi-politik melalui kekuasaan mulai bermunculan. Tanpa
ada sikap independensi yang teguh, tanpa kontrol sosial yang
ketat dalam pergerakan, maka yang terjadi adalah gerakan
mahasiswa bisa menjadi bahan dagangan oleh oknum tertentu.Cukuplah sejarah negeri ini menjadi pelajaran yang berarti,
‘aktivis mahasiswa’ pernah lumpuh ketika idealisme yang
menjadi tulang punggung mereka hilang.
Antara Aktivis Dakwah Kampus dan PKS
Izinkan aku berpikir tentang semua ini. Bukan berarti aku
antipati terhadap politik praktis, melainkan ada waktu yang
tepat kapan kita harus berpolitik praktis, dan ada waktu kapankita harus menanam idealisme diri. Di antara kami mungkin
ada yang bertanya, bagaimana hubungan anda sebagai bagian
dari jamaah Tarbiyah dengan PKS? Maka dengan tegas akan
aku jawab; ketika kalian ingin menjawab antara syar’i dan tidak
syar’i, maka saya katakan bahwa alasan berpolitik PKS adalah
syar’i. Bahkan, cara PKS membangun basis kekuatan politik di
tubuh mahasiswa pun juga termasuk dalam kategori syar’i.Mungkin kita akan bertanya-tanya, apakah dengan
begitu kita harus menjadi agen politik PKS di kampus, atau
menginiltrasikan agenda politik 2014 PKS ke dalam agenda
setting gerakan mahasiswa hari ini karena sudah sesuai dengan
syari’at? Maka yang harus aku jawab selanjutnya adalah; benar,
tapi tidak tepat.
Berbicara tentang masuknya agenda politik PKS ke dalamaktivisme kampus bukan hanya berbicara tentang syar’i atau
tidak syar’i, melainkan juga kita sedang berbicara tentang
konsisten atau tidak konsisten, tepat atau tidak tepat.
Selama ini kita sering berbicara tentang “Gerakan mahasiswa
harus independen, gerakan mahasiswa harus menjauh dari
setting agenda politik praktis.” Bagiku, yang demikian itu
benar adanya. Fasilitas intelegensia maupun dinamika politikkampus adalah medium pembelajaran kita untuk mempelajari
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 143/184143
dan mencari solusi berbagai persoalan negeri ini. Kemandirian
dalam bersikap dan berpijak menjadi penting agar kita tidak
bergantung kepada siapa pun, ketika suatu hari nanti kita
memimpin negeri ini.Bimbingan adalah cara kita berguru dan berkonsultasi
untuk menyelesaikan permasalahan, namun yang menelurkan
ide dan yang bertindak untuk menyelesaikannya adalah kita
sendiri. Hal ini tentunya berbeda dengan intervensi, di mana
ide sudah terbentuk oleh pihak tertentu, tugas kita hanyalah
tinggal menjalankannya.
Yang terjadi saat ini adalah, sebagaian aktivis Tarbiyah kampus terkesan terlalu mudah diintervensi oleh elite politik
atas nama partai dan jamaah. Secara kuantitas dan pergumulan
massa pemilih, mungkin ia sangat menguntungkan elektabilitas
PKS, namun secara pembentukan kualitas kader, intervensi
seperti ini justru menjadikan kualitas kader di masa depan
keropos. Pasalnya, kader sangat sedikit diberikan ruang dalam
pembelajaran pengambilan sebuah keputusan. Sakralisasiterhadap elite jamaah seakan melumpuhkan pengembangan
potensi kader untuk terlibat aktif dan mempelajari lebih jauh
tentang pengambilan sebuah keputusan yang bersifat strategis.
Maksudku adalah, jika kita berpikir jangka panjang tentang
kualitas jamaah ini di masa depan, perilaku intervensi politik
PKS terhadap kadernya di kampus hari ini adalah bumerang
bagi jamaah itu sendiri. Bahkan yang terjadi saat ini adalah,
meraih kekuasaaan di tingkat kampus seakan jauh lebih bernilai
ketimbang menjadikan kader sebagai ‘intelektual muslim’ yang
mampu menghasilkan karya.
Maka yang harus dilakukan oleh jamaah adalah
memandirikan kadernya di tingkat kampus secara independen
dalam rangka menajamkan idealisme dan pengembangan
potensi diri yang lebih matang. Mereka harus dipersiapkan
untuk menjawab berbagai tantangan, menciptakan karya yang
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 144/184144
bermanfaat di masa depan, bukan malah mengebiri dengan
tuntutan-tuntutan elektoral.
Biarkan kader Jamaah Tarbiyah di kampus hari ini benar-
benar independen dari intervensi politik. Biarkan merekamemegang ruh perjuangannya. Karena dengan begitulah, kita
menjaga konsistensi untuk menjadikan kampus sebagai tempat
yang steril dari kepentingan politik praktis. Bahkan, seharusnya
kader Jamaah Tarbiyah kampus berfungsi sebagai social control
terhadap partai politik apa pun, sebagai sebuah bukti tanda
penyemaian idealisme itu sendiri.
Dengan begitu, ke depannya Jamaah Tarbiyah ini mampumelahirkan kader-kader tangguh yang paradigma berpikirnya
mengedepankan risalah perjuangan. Mereka yang mengenal
permasalahan masyarakat akan lebih mementingkan
kepentingan umat ketimbang hanya memikirkan kepentingan
golongan, terlebih lagi hanya memikirkan kepentingan dirinya
sendiri. Ketika selesai dari kampus, mereka menjadi orang
yang militan, tangguh, dan kuat untuk selalu berjuang demikebermanfaatan orang banyak.
Memaknai Kembali “al-Jama’ah hiya al-hizb”
Permasalahan selanjutnya adalah ketika kita bertemu pada
sebuah adagium “al-jama’ah hiya al-hizb, wa al-hizb huwa al-
jama’ah” atau dengan kata lain; “Ketika kita menjadi bagian
dari Jamaah Tarbiyah, maka sudah sejatinya kita menjadi kader
partai.”
Mengapa adagium seperti itu muncul? Terlebih dahulu
kita harus pelajari konteks sejarah sebelum memasuki masa
reformasi. Arif Munandar menyatakan, memasuki tahun 1997,
dalam rencana awal Jamaah Tarbiyah mencetuskan bahwa
mereka akan memasuki mihwar mu’asasi dengan terjunnya ke
dalam politik parlementer sebagai bentuk perjuangan Islahul
Hukumah (perbaikan pemerintahan) pada tahun 2010. Karenaitu rencana tersebut dinamakan “Visi 2010”.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 145/184145
Namun, kemudian terjadilah Reformasi 1998 yang
melengserkan Soeharto dan rezim Orde Baru. Kondisi ini
membuka peluang mendirikan partai politik dengan asas yang
beragam, termasuk asas Islam. Dengan diambilnya keputusanmendirikan Partai Keadilan tahun 1998, artinya mihwar
muassasi mengalami percepatan 12 tahun, dari semula yang
dicanangkan, tahun 2010.
Ketika mengalami percepatan selama 12 tahun itulah,
timbul sebuah konsekuensi logis di mana Jamaah Tarbiyah
bukan hanya berbicara tentang percepatan memasuki ranah
politik, melainkan juga memperhitungkan kekuatan massapemilih dalam membangun elektabilitas. Pada tahun 1998 Arif
Munandar mengambarkan, ketika pertama kali terjun ke politik
pada tahun 1998 jumlah kader Jamaah Tarbiyah mencapai 33
ribu orang, 3 ribu di antaranya adalah anggota inti. Dari jumlah
33 ribu orang, maka kader harus berikir strategis bagaimana
melipatgandakan perolehan suara, serta mampu mempengaruhi
ratusan juta penduduk Indonesia untuk memilih PK (sebelum
menjadi PKS) pada masa itu.
Di sinilah letaknya, kemunculan adagium tersebut harus
dipahami sebagai sebuah strategi yang dipilih pada masa itu.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sapto Waluyo dalam
Kebangkitan Politik Dakwah: Konsep dan Praktik Politik Partai
Keadilan Sejahtera di masa Transisi pun juga mengairmasi
bahwa kala itu ijtihad menyatukan Jamaah dengan partai
sebagai satu kesatuan identitas adalah sebuah ijtihad politikyang menekankan bahwa setiap identitas status kader sebagai
jamaah yang bekerja di berbagai bidang seperti; pendidikan,
pekerja sosial, dan lainnya harus menjadi simbol dan identitas
partai yang mampu menggaet pemilih.
Oleh karena itu, penafsiran terhadap adagium tersebut
dapat dipahami bukanlah sesuatu yang tsawabit atau
mutlak. Melainkan harus dimaknai sebagai sebuah strategidalam berpolitik, yang dalam pemaknaan asasnya tetap
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 146/184146
harus dibedakan di antara keduanya. Partai adalah wajihah
(bentuk) yang bersifat mutaghoyyirot (berubah) tidak
sama pemaknaannya dengan Jamaah yang bersifat tsawabit
(tetap). Penyatuan di antara keduanya bukanlah suatu halyang permanen. Di antara keduanya juga tidak berada dalam
posisi yang equal . Jamaah harus berada di atas partai itu
sendiri. Dengan begitu, Jamaah dapat berfungsi sebagai social
control dan checks and balances terhadap kinerja partai serta
memberikan ruang bagi setiap kader untuk mengkritisi kinerja
partai itu sendiri.
Semoga dengan cara berpikir yang seperti ini, ke depanJamaah Tarbiyah mampu menjadi taring peradaban baru untuk
kehidupan agama dan Indonesia yang lebih baik.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 147/184147
B a g i a n 5
D e m o k r a s i K i t a
T e n t a n g P e m
i l u, P o l i t i k, d a n K e p
e m i m p i n a n
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 148/184148
Hampir setiap tahun rakyat negeri ini tidak pernah
terlepas dari ajang kontestasi. Mulai dari Pemilihan
Umum (Pemilu) Legislatif, Pemilu Presiden, Pemilu Kepala
Daerah tingkat provinsi (gubernur), Pemilu Kepala Daerah
tingkat kabupaten/kota, hingga Pemilihan Kepala Desa. Kecuali
masyarakat Jakarta, rata-rata kita bolak-balik ke Tempat
Pemungutan Suara (TPS) bisa empat hingga lima kali.
Mengapa kita mau “repot-repot” datang ke TPS untuk
memilih mereka yang kerap kali mengumbar janji ketika
kampanye? Mengapa kita mau bersusah payah mencoblos
gambar mereka padahal kita tidak mendapat “imbalan” apa-apa? Saya yakin, kita semua memilih mereka karena kita yakin
mereka bisa menjadi pemimpin yang baik untuk kita, pemimpin
yang mumpuni untuk membawa perubahan ke arah yang lebih
baik, dan pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah-
masalah yang kita hadapi, tidak sekedar memberikan mereka
kuasa dan kekuasaan. Kita sedang mencari pemimpin, bukan
pimpinan.
Berbicara tentang kepemimpinan dan kekuasaan, sudah
Cari Pemimpin atau Pimpinan?
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 149/184149
saatnya kita mereleksikan bahwa Indonesia saat ini tengah
digempur oleh orang-orang yang menganggap bahwa
seorang pemimpin adalah seorang yang menduduki jabatan
kepemimpinan dan orang-orang yang memiliki kedudukanyang tinggi.
Ada dua orientasi besar yang mendasari orang-orang
berambisi untuk mendapatkan posisi kepemimpinan
tersebut, yaitu, antara orientasi ekonomi-politik dan orientasi
kehormatan. Hal ini terjadi karena kekuasaan aparatus negara
masih merupakan satu-satunya sumber terpenting bagi
munculnya para politisi, terutama kepala pemerintahan ditingkat pusat, daerah maupun di legislatif yang berorientasi
pada penguasaan kapital untuk keuntungan pribadi.
Fenomena baron perampok (robber barons) yang melakukan
jual-beli suara dan rekayasa mesin politik pun kian menyeruak
di Indonesia. Kita memang masih terjebak dalam politik
transkasional, negosiasi, kompromi, dan konsensus yang
dilakukan secara rahasia, dan illegal akibat perselingkuhanantara penguasa-pengusaha dalam ‘pembuatan kebijakan’ yang
mampu memengaruhi birokrasi dan aparat hukum.
Wajar, banyak diantara kita yang menganggap bahwa
tinggi atau rendahnya jabatan yang kita miliki hari ini sangat
menentukan tinggi atau rendahnya kemuliaan hidup dan
kekayaaan seseorang di mata manusia. Padahal, yang terpenting
bukanlah tinggi atau rendahnya jabatan, melainkan bagaimana
kita mengoptimalisasikan diri untuk menyelesaikan amanah
tersebut dengan sebaik mungkin. Itulah esensi dari kemuliaan.
Berbicara tentang kepemimpinan, maka sudah saatnya
kita menyadari, pada dasarnya kepemimpinan tidak dimaknai
sebatas sebuah posisi dan jabatan, melainkan hal yang
terpenting dari kepemimpinan adalah karakter individu yang
mampu me-manage diri, menjadi teladan yang baik untuk
ditiru oleh orang lain karena kedisplinan, kata, sikap, dan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 150/184150
tindakan kita untuk berbuat ‘lebih’ dalam berkontribusi bagi
kemanfaatan orang lain.
Ketika kita berbicara tentang kepemimpinan, kita tidak
sedang berbicara soal “inilah aku”, melainkan kita sedangberbicara “bagaimana dia, bagaimana mereka.” Risalah
kepemimpinan sejati akan mengantarkan jiwa kita untuk
berkata, “ini bukan untuk kepentinganku, melainkan ini adalah
kepentingan mereka.” Pemimpin yang baik adalah ‘mereka yang
pintar merasa’, bukan mereka yang ‘merasa dirinya pintar’.
Kita lantas bertanya, siapakah pemimpin yang pintar itu?
Dalam hal ini, kepintaran seseorang tidaklah diukur dariberapa banyak ia bisa menjawab soal-soal kognitif secara
baik dan benar, melainkan kepintaran seseorang dilihat dari
sejauh mana ia bisa memberikan kontribusi yang terbaik bagi
kebermanfaatan orang lain.
Oleh karena itu, heroisme seorang pemimpin tidak diukur
dari sejauh mana ia pandai berbicara, sementara di satu sisi ia
mengakumulasi kekayaan pribadi, dan masyarakatnya masihmenderita. Kebahagiaaan sejati seorang pemimpin adalah
kebahagiaan masyarakatnya.
Kita berharap, di tahun 2014 nanti masyarakat Indonesia
tidak terjebak untuk memilih pemimpin yang tidak jelas
kontribusi dan perjuangannya dalam membela masyarakat.
Di tahun 2014 nanti, sudah saatnya kita memahami, carilah
pemimpin, jangan hanya menempatkan orang menjadipimpinan!.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 151/184151
Hawa menjelang Pemilu 2014 semakin terasa. Ketika kita
menyalakan televisi, iklan calon presiden dari partai A
tengah tayang. Kita ganti saluran yang lain, giliran iklan calon
presiden B yang diputar. Berganti jenis media pun tak membuat
kita terhindar dari “jualan” partai-partai itu. Mulai dari koran,
majalah, radio, hingga gadget yang ada di genggaman kita pun
tak terbebas dari iklan politik.
Demokrasi memang tak ubahnya pasar yang hiruk dengan
promosi barang dagangan. Mereka mengemas jargon dengan
berbagai tampilan yang ciamik, mencoba merebut “pembeli”.
Namun, akankah semua jargon yang diumbar akan terealisasi
nantinya?
Sudah sejak lama media menjadi alat yang ampuh untuk
“memasarkan” gagasan, slogan, atau sekedar janji-janji peserta
Pemilu. Biaya yang tinggi tak jadi soal, yang penting partai atau
kandidat bisa lebih dikenal masyarakat, dan perolehan suara
pun melambung. Berkaca dari Pemilu sebelumnya, berdasarkan
riset AC Nielsen menunjukkan, biaya iklan Pemilu 2009 tak
kurang dari Rp41,7 triliun. Jumlah ini meningkat berkali-kali
lipat dibanding dua Pemilu sebelumnya, Rp 35,69 milyar pada
Media dan Pemilu Kita
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 152/184152
1999, dan Rp 3 triliun pada 2004. Tahun 2014 mendatang,
hampir dapat dipastikan jumlah belanja iklan politik juga akan
meningkat drastis.
Menarik apa yang disampaikan Jean Luc Nancy (1993),dalam sistem demokrasi kita, kekuatan modal digunakan
untuk memanipulasi kebenaran melalui pencitraan. Dalam
membangun opini dan kepercayaan publik, media massa
memiliki pengaruh yang sangat signiikan. Burhanuddin
Muhtadi (2009) menyebut fenomena ini sebagai tele-politics,
sebuah fenomena baru yang menandai bergesernya peran
partai politik dan munculnya dominasi media massa dalamrangka menjangkau pemilih.
Hasil riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) Januari 2009
menunjukkan bahwa meningkatnya elektabilitas Partai
Demokrat menjadi 23% disebabkan oleh akseptabilitas publik
terhadap iklan-iklan politik Partai Demokrat yang ditayangkan
secara massif di televisi. Di sini menunjukkan kekuatan tele-
politics yang bukan saja mengejar target awareness ataupopularitas semata, melainkan juga berupaya meningkatkan
likeability dan electability partai dengan cara mengemas pesan
dan solusi yang dibutuhkan masyarakat seperti penegakan
hukum, korupsi, dan kesejahteraan. Oleh karena itu, iklan
politik menjadi salah satu elemen yang sangat penting bagi
setiap partai dalam mendulang elektabilitas.
Tidak dipungkiri, media massa merupakan sumber berita
yang akan selalu dikonsumsi oleh masyarakat untuk mengetahui
berbagai macam informasi. Drucker menyatakan, media massa
menjadi faktor penentu bagi eksistensi masyarakat baru
yang disebutnya sebagai “masyarakat pascakapitalis”. Dalam
masyarakat baru tersebut, sumber ekonomi dasar bukan lagi
modal (kapital), sumber daya alam, bukan pula tenaga kerja,
tetapi pengetahuan. (Adian Husaini; 2002).
Jika kita mendekatkan analisa pada perspektif konstruksionis,
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 153/184153
maka kita akan mengambil pelajaran bahwa setiap subjek
media massa mampu mengkonstruksi realitas, lengkap dengan
pandangan, bias, dan kepemihakannnya. Di sini media massa
dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendeinisikanrealitas. Jika di dalamnya terungkap perbuatan, sikap, atau nilai
yang menyimpang, bukanlah sesuatu yang alamiah (nature),
yang terjadi dengan sendirinya, dan diterima begitu saja. Melalui
konstruksi tersebut, media massa secara aktif mendeinisikan
peristiwa dan realitas sehingga membentuk kenyataan apa yang
layak, apa yang baik, apa yang sesuai, dan apa yang dipandang
menyimpang (Eryanto; 2005).
Oleh karena itu, tak heran banyak partai politik atau politisi
yang begitu nafsu memiliki media, atau sebaliknya pemilik
media yang begitu nafsu ingin berpolitik. Pemilu 2014 yang
akan datang tak ubahnya medan pertempuran antar-pemilik
media, sebut saja Surya Paloh yang memiliki Media Group
(Metro tv dan Media Indonesia), ia juga menjadi ketua umum
Partai Nasdem; Aburizal Bakrie (group Viva: tvOne, ANTV, dan
Vivanews/Golkar); Hary Tanoesoedibjo (MNC Group: RCTI,Global, Sindo dll/Hanura); Dahlan Iskan (Grup Jawa Pos/
peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat).
Imbasnya, media massa juga menjadi ancaman serius bagi
partai politik yang tidak memiliki kapital dan media massa dalam
meng-counter isu negatif terhadap pihaknya. Desakralisasi,
diskriminasi, serta black campaign dalam skenario framing
media massa menjadi senjatanya. Oleh karena itu, di satu sisimedia bisa menjadi media pembelajaran politik, tapi di saat
yang bersamaan ia bisa menjadi agen pembodohan masyarakat
yang paling mujarab.
Contoh konkrit adalah yang terjadi pada Partai Demokrat
beberapa tahun belakangan ini, ketika banyak kadernya terjerat
kasus korupsi. Isu tersebut langsung menjadi “senjata ampuh”
yang menjadikan Demokrat terjerembap. Ekspos berita yangberlangsung lama menjadikan elektabilitas partai pemenang
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 154/184154
Pemilu 2009 ini terjun bebas.
Walhasil, ketika media massa menjadi alat untuk
kepentingan politik praktis, terutama hanya demi elektabilitas,
kecenderungan media massa hanya akan digunakan untukbisnis, pencitraan politik, dan counter opinion lawan politik
dengan cara-cara yang kadang berlebihan. Sedangkan informasi
yang berkaitan dengan penyadaran masyarakat dan membangun
partisipasi publik dalam penyelesaian permasalahan bangsa ini
cenderung terabaikan.
Meminjam bahasa Yudi Latif (2013) di saat seperti inilah
akhirnya politik mengalami proses konsumerisasi danprivatisasi. Dengan konsumerisasi, branding recognition lewat
manipulasi pencitraan menggantikan kualitas dan jati diri.
Dengan privatisasi, modal menginvasi demokrasi dengan
menempatkan aku diatas kita yang menimbulkan penolakan
atas gejala sipil dan publik. Transaksi politik pun pada akhirnya
dikendalikan oleh kekuatan yang tak nampak (invisible power).
Bagaimanapun, media massa merupakan sebuah tatananyang penting dalam perjalanan kehidupan demokrasi sebuah
negara. Media massa sering ditempatkan dalam posisi
pressure group yang membawa aspirasi publik. Oleh karena
itu, idealnya media massa ditempatkan dalam posisi yang
terpantau netralitasnya agar informasi yang disampaikan lebih
menekankan pada aspek yang “senyatanya”, bukan pada posisi
yang diinginkan oleh si pemilik modal.
Konsepsi ideal itu tentu akan sangat sulit dilakukan di
lapangan, tapi setidaknya ada batasan-batasan etika yang harus
didisiplinkan bagi seluruh media massa. Media harus melihat
fenomena yang ingin diwartakan apa adanya, bukan dengan
cara mengkonstruksikan pewacanaan fenomena sesuai dengan
kepentingan pemilik modal. Media massa harus berpijak pada
pembangunan civil society yang bermartabat, tidak semata-
mata hanya untuk mengeruk kepentingan perekonomian
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 155/184155
mereka. Media juga harus mencerdaskan politik masyarakat.
Semoga masih ada media yang menjung tinggi nilai-nilai
demokrasi, menjadi penyambung lidah rakyat, tidak sekedar
membawa kepentingan pemiliknya.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 156/184156
Tak lama lagi Indonesia akan mengelar hajatan demokrasi,
Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Presiden 2014.
Suasana Pemilu yang panas pun sudah sangat terasa, spanduk
terpasang di hampir setiap sudut kota. Rasanya tak boleh ada
tempat kosong yang tak dipasangi atribut calon legislatif dan
partai politiknya. Tak hanya itu, beberapa menit sekali, iklan
politik di televisi juga rajin menyapa kita, terlebih televisi yang
dimiliki seorang ketua partai politik peserta Pemilu.
“Pasar politik”, mungkin itu istilah yang tepat untuk
menggambarkan suasana Pemilu kita. Berbagai “dagangan”
politik diobral oleh caleg dan partai politik, termasuk mereka
yang berhasrat maju sebagai calon presiden melalui semua
media yang ada. Bahkan cenderung sudah keluar dari pakem
yang ada. Tidak sekedar nampang di iklan TVC (tv commercial),
ada beberapa di antara mereka yang “memaksakan diri”
bermain peran dalam sinema elektronik (sinetron).
Antara Hasrat dan Kepentingan
Apa yang menlandasi perilaku di atas? Meminjam istilahDavid P Levine (2008), Yasraf Amir Piliang mengemukakan
Demokrasi Pasar(an)
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 157/184157
bahwa perilaku politik elit dibangun atas dua kekuatan penentu,
yaitu nalar dan hasrat. Nalar dan hasrat menjadi pendulum
yang memberikan spirit seseorang untuk berpolitik.
Kekuatan nalar dan hasrat politik ini menjadi absurd ketikasistem demokrasi mengalami reorientasi menuju demokrasi
prosedural yang menempatkan ‘kekuatan’ seseorang
berdasarkan kuantitas ‘dukungan pemilih’ dan kuantitas
‘dukungan inansial’ ketimbang kualitas intelektual maupun
kredibilitas kepemimpinan seseorang.
Sistem demokrasi prosedural inilah yang menyebabkan
perilaku kompetisi politik dipenuhi dengan persekongkolanpenguasa-pengusaha yang saling menguntungkan satu sama
lain, atau bisa jadi pengusaha sekaligus politisi agar meraup
keuntungan ganda. Penguasa mendapatkan inansial dari
pengusaha untuk menjamin kemenangan mereka dalam pemilu,
sedangkan pengusaha mendapatkan legitimasi berinvestasi di
sektor publik maupun sektor kebijakan yang akan ‘menjaga dan
mengembangkan ekonomi’ mereka.Tepat apa yang disampaikan Bobbio (1987), demokrasi
bukan hanya dikendalikan oleh kekuatan modal, namun
juga dikendalikan oleh kekuatan yang tak nampak (invisible
power) yang di dalamnya memberikan ruang tawar menawar
transaksi, negosiasi, kompromi, dan konsensus yang dilakukan
secara rahasia, tak nampak, dan illegal. Perselingkuhan mampu
mempengaruhi kebijakan sesuai selera mereka. Prinsip
transparansi dalam pengambilan keputusan kebijakan publik
hanyalah rekayasa belaka. Pada dasarnya, keputusan tersebut
sudah dikompromikan di ruang tertutup yang tidak pernah
transparan.
Akhirnya, demokrasi hanyalah dijadikan sebagai wadah para
politisi untuk menyatakan “membawa aspirasi kolektif” dalam
memengaruhi kebijakan negara, padalah ia membawa aspirasi
pribadi untuk menghimpun keuntungan.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 158/184158
Maka sudah sewajarnya jika semakin banyak rakyat yang
kecewa terhadap berbagai perilaku elit politik negeri ini.
Deinisi politik menjadi hal yang “kotor” dan penuh dengan
kemunaikan di dalamnya. Sebab, sistem demokrasi hari initelah melahirkan “politisi pasaran” atau “politisi kartel” yang
selalu menjadi broker pembawa kemunaikan.
Ada dua hal yang sebenarnya bisa kita lakukan dalam
membenahi sistem demokrasi kita hari ini. Pertama, reformasi
sistem politik ; reformasi yang berlangsung di Indonesia baru
hanya sebatas mengganti orang-orang lama, tapi tidak diikuti
dengan pergantian sistem yang lebih baik. Akibatnya, perilakuaktor tetap koruptif dan manipulatif seperti yang terjadi di
masa sebelumnya, karena tradisi politik kita tidak berubah.
Yunarno Wijaya, dalam pernyataannya menganggap sistem
kepartaian dan pemerintahan di Indonesia saat ini masih
bersifat patron client , dengan sistem rekrutmen keanggotaan
yang masih tertutup dan sistem pemerintahan yang masih
bernuansa kartel. Oleh karena itu, yang saat ini dibutuhkanadalah penyehatan sistem kultur politik kita dengan cara
mengubah pola rekrutmen politik.
Kedua, pengembangan civil education; dalam hal ini, titik
tekannya adalah bagaimana seluruh sistem demokrasi dan
masyarakat mendapatkan pengembangan pendidikan sipil yang
berbasiskan karakter. Cara penilaian terhadap civil education
tidak hanya dilihat secara kognitif, melainkan juga dilihat
secara afektif dan psikomotorik tentang bagaimana nilai-nilai
itu diaplikasikan oleh setiap individu dalam bermasyarakat dan
bernegara.
Diharapkan, masyarakat mampu merenungi segala
tindakannya untuk kemaslahatan rakyat yang lebih luas, tidak
hanya sebatas untuk mengembangkan kepentingan individu.
Melalui pengembangan civil education pula, masyarakat
diajarkan untuk berpartisipasi dan bekerja sama dalam
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 159/184159
pengambilan keputusan melalui mekanisme yang sudah diatur
dan dapat dipertanggungjawabkan untuk kepentingan publik.
Melalui dua pendekatan diatas, diharapkan terjadinya
proses check and balances dalam pemerintahan dan budayapartisipasi masyarakat yang legitimate, sehingga kita dapat
menciptakan tradisi pemerintahan yang bebas dari korupsi dan
manipulasi. Semoga!
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 160/184160
Tidak kita pungkiri, hari-hari sulit akan dialami Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) dalam menapaki Pemilihan
Umum (Pemilu) Legislatif yang tidak lama lagi digelar. Sejak
ditetapkannya Luthi Hasan Ishaaq sebagai tersangka kasus
suap peningkatan kuota sapi impor oleh KPK, nilai elektabilitas
partai berlogo bulan sabit kembar ini diprediksi akan terus
turun, dan itu sudah banyak ditunjukkan dalam survei yang
dilakukan beberapa lembaga. Tesis tentang paradigma partai
dakwah pun mulai dipertanyakan, apakah benar partai dakwah
bisa menjadi solusi dalam memperbaiki umat dalam sistem
demokrasi seperti saat ini?
Berawal dari pertanyaan itulah, akhirnya kita harus
mengkritisi permasalahan demokrasi yang telah
menumpulkan potensi politik dakwah itu sendiri di dalam
sistem kepartaian hari ini. Tragedi yang menimpa PKS saat ini
seakan menjadi penanda rapuhnya perjuangan politik dakwah
dalam memperbaiki umat melalui partai politik. Selain itu,
intensitas pertarungan politik praktis yang mengedepankan
kepentingan partai lebih dominan ketimbang memperjuangkan
kepentingan kesejahteraan masyarakat pada umumnya,sehingga menyebabkan pertarungan kalah-menang antar
Terjebak di Jalan Demokrasi
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 161/184161
partai dalam memenangkan Pemilu lebih dikedepankan dan
mengesampingkan kemaslahatan itu sendiri.
Untuk melahirkan pemimpin, negeri ini memng masih
bergantung pada partai politik. Dalam sebuah talkshow ditelevisi, Burhanudin Muhtadi pernah mengistilahkan partai
politi sebagai necessary devils (setan yang dibutuhkan). Siapa
pun mereka yang ingin memperbaiki sistem pemerintahan
harus menjadi pemimpin, dan siapa yang ingin menjadi
pemimpin, maka partai politiklah sarananya. Sayangnya, dalam
perkembangannya justru partai politik ini menjadi kendaraan
oleh mereka-mereka yang haus kekuasaan semata. Partai jugamenjadi bergantung kepada mereka yang memiliki modal untuk
menghidupi dan mempertahankan eksistensi partai tersebut.
Partai kecil yang tak memiliki dukungan dana tentu akan
megap-megap menghadapi kompetisi yang ganas antarpartai
peserta Pemilu 2014. Akhirnya, mereka pun menempuh
“segala” cara untuk mendapat dukungan inansial. Sehingga tak
sedikit yang terjabak pada perilaku korupsi demi menjaga cash low partai.
Sekedar contoh kecil untuk melihat fenomena itu, kita lihat
sumber dana keuangan PKS. Awalnya, dengan ditetapkannya
Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2001 tentang Bantuan
Dana Partai-partai Politik. Pada Pemilu 1999, PK mendapatkan
dana subsidi dari pemerintah Rp 1,4 milyar yang dilaokasikan
untuk Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Penerimaan uang tersebut
diberikan berdasarkan skema Rp1.000 /suara sesuai dengan
perolehan suara PK pada Pemilu 1999.
Pemerintahan SBY merevisi aturan tersebut dengan
menetapkan PP No. 29/ 2005 yang menyatakan bahwa negara
mengurangi subsidinya kepada partai politik. Partai-partai
politik mendapat alokasi Rp21 juta/kursi sesuai dengan hasil
Pemilu 2004. Ini berdampak pada perubahan subsidi di tingkat
daerah yang berorientasi pada perolehan kursi. Akibatnya,
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 162/184162
pendapatan partai menurun secara sangat signiikan. PKS
pun mengalami penurunan subsidi dari Rp1,4 milyar/tahun
menjadi Rp945 juta/tahun saja. Padahal, jika pemerintah
masih menggunakan skema subsidi yang lama, PKS akanmemperoleh dana segar sebesar Rp8,3 milyar/tahun, merujuk
pada perolehan suara partai pada Pemilu 2004. (Burhanuddin
M: 2012).
Atas dasar ini, tidak heran jika kemudian PKS berpikir keras
untuk mencari strategi baru dalam menambah pemasukan kas
partai, apalagi untuk kebutuhan operasional partai dan dana
kampanye yang semakin besar.Sebenarnya, PKS memiliki iuran anggota/kader yang
menjadi tulang punggung kas partai, tapi tentu saja itu tidak
mampu menutupi kebutuhan partai yang besar. Mahudz
Siddiq pernah mengungkapkan, PKS juga terbuka menerima
sumbangan dari pihak-pihak luar, baik perusahaan maupun
individu yang memiliki agenda dan cita-cita religio-politic yang
sama dengan partai. Namun demikian, sumbangan pihak ketigajelas sarat kepentingan ekonomi dan politik seperti kasus PT.
Indoguna yang menimpa LHI saat ini.
Selain itu, dalam beberapa kasus, PKS juga menuai hal yang
sangat kontroversial ketika dicalonkannya Tamsil Linrung
sebagai Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI periode 2009-
2014. Padahal beberapa kalangan menuding bahwa Tamsil
memiliki rekam jejak yang kurang baik dalam pemberantasan
korupsi. Isu kurang sedap terakhir yang menimpa Tamsil adalah
dugaan peranan dia dalam alokasi Pendanaan Percepatan
Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) yang menyeret Wa
Ode Nurhayati dari Partai Amanat Nasional.
Langkah kontroversial lainnya adalah, dicalonkannya
mantan Wakapolri, Adang Daradjatun pada pemilihan Gubernur
DKI Jakarta pada tahun 2007. Ada spekulasi yang menyebut
Adang menyetor uang antara Rp 13 milyar sampai Rp 15 milyar
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 163/184163
sebagai “mahar”, dan PKS tidak menolak secara tegas. Kasus
yang lainnya adalah tentang Inu Kencana Syai’ie (mantan dosen
Institut Pemerintahan Dalam Negeri) yang berkeluh kesah pada
media karena diminta membayar uang Rp 1 milyar sampai Rp 3milyar kepada DPD PKS di Payakumbuh jika ingin mendapatkan
dukungan dari partai sebagai calon walikota.
Dari hal ini maka kita akan mengambil dua benang merah
yang menyatakan bahwa; (1) dalam menghadapi kendala
inansial seperti di atas, PKS terkadang harus melakukan
praktek “jual-beli” proses pencalonan kepala daerah yang
notabene nonkader, namun ia memiliki kemampuan inansialyang sangat banyak. PKS juga terkesan mulai kurang komitmen
untuk mencalonkan kader-kadernya sendiri dalam berbagai
Pemilukada. (2) PKS tidak memungkiri untuk bernegosiasi
dan berdekatan dengan berbagai kalangan dalam praktik “jual-
beli di pasar gelap” guna mepengaruhi kebijakan partai yang
sekiranya dapat mendongkrak peningkatan inansial partai.
Ketika Zona Nyaman Jadi AncamanPada dasarnya tragedi yang menimpa LHI tida terlalu
signiikan menghancurkan sistem penjagaan kaderisasi partai.
Kader masih terlihat cukup solid meski ditimpa permasalahan
yang sangat besar. Dalam hal ini, harus diakui memang PKS cukup
diuntungkan dengan sistem jamaah yang mengedepankan
kepercayaan kepada pemimpin dalam menentukan berbagai
kebijakan, meski di antara mereka tidak tahu maksud dan
tujuan yang melandasi kebijakan tersebut. Sikap inilah yang
selama ini terus dipertahankan hingga ia telah mengakar kuat
dalam aktivitas jamaah.
Meminjam istilah Benedict Anderson tentang state-qua-
state, maka kita akan menilai bahwa kondisi Jamaah Tarbiyah
hari ini mengalami jamaah-qua-jamaah, yang melihat bahwa
kekuatan-kekuatan kader sebagai determinan sangat minor
dalam pengambilan keputusan. “Sakralisasi” kader terhadap
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 164/184164
elite jamaah, seakan melumpuhkan pengembangan potensi
kader untuk terlibat aktif dan mempelajari lebih jauh tentang
pengambilan sebuah keputusan yang bersifat strategis.
Hal ini telah mengakibatkan demograi intelegensia JamaahTarbiyah saat ini –meminjam istilah Lawson- bagaikan struktur
piramida. Di tingkat elite mengalami penajaman secara
intelektual dan semakin terbukanya akses akumulasi kapital,
namun terjadi pengeroposan intelegensia di tingkat kader. Di
saat yang seperti inilah, jamaah akan mengalami pengeroposan
regenerasi kualitas elit di masa mendatang, dan semakin
bergantung pada elit saat ini.Kita bisa mengambil konsepsi Foucauldian tentang genealogi
yang berusaha mengidentiikasi penyimpangan-penyimpangan
yang kecil (the minute deviations)’. Genealogi memfokuskan
diri pada retakan-retakan, mempelajari keadaan-keadaan
sinkronik, yaitu perubahan kondisi jamaah pada saat-saat
tertentu, juga kerangka waktu yang diakronik (jangka waktu
perjalanan dakwah jamaah yang lama dan berkesinambungan).
Kita akan melihat kondisi jamaah mengalami perubahan
yang sangat signiikan pascareformasi, telah terjadi reorientasi
gerakan yang sangat berbeda. Pada fase ini –meminjam pendapat
Airlangga P (2013)- gagasan terhadap ideologi Tarbiyah dapat
terseleksi, mengalami proses deviasi atau menjelma menjadi
sebuah praktik politik yang berbeda dengan ide awalnya, dan
hal itu sangat ditentukan oleh pertemuan atau perselisihan
kepentingan dari aktor (elite partai) yang mengusungnya
dengan koalisi sosial yang mereka bangun.
Dalam memahami kontestasi diskursus ideologi Tarbiyah
saat ini, kita tidak melupakan bagaimana bias kepentingan
ekonomi-politik mempengaruhi praksis ideologi yang bekerja
dalam kontestasi politik tersebut. Hal ini sangat jauh berbeda
ketika Jamaah Tarbiyah belum memasuki ranah politik praktis
ketika aktivitas dakwah tidak disamakan dengan orientasielektabilitas.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 165/184165
Untuk Direnungkan !
Yon Machmudi (2008: 219) pernah mengungkapkan;
berbagai manuver yang dilakukan PKS sebagai konsekuensi
doktrin ”al–jama’ah hiya al–hizb wa al–hizb huwa al– jama’ah”, maupun ”yakhtalituna wa lakinna yatamayyazun” (bercampur
namun berbeda), menyisakan dilema, bahkan problematika
bagi PKS dan para kadernya. Sebagian kalangan di PKS
”menggunakan” kedua doktrin tersebut untuk melakukan
langkah-langkah pragmatis dengan argumentasi akomodasi
politik demi kemaslahatan dakwah, walaupun kelompok lain
menilainya absurd dan melenceng dari jatidiri partai.Oleh karena itu, penulis ingin memberikan sebuah gagasan
tentang (1) bagaimana cara seorang kader dapat memahami
kembali bahwa “al-jama’ah hiya al-hizb wa al- hizb huwa
al-jama’ah” bukanlah suatu hal yang bersifat tsawabit atau
mutlak. Melainkan harus dimaknai sebagai sebuah strategi
dalam berpolitik, yang dalam pemaknaan asasnya tetap harus
dibedakan di antara keduanya.Dengan begitu, jamaah dapat berfungsi sebagai social
control dan checks and balances terhadap kinerja partai, serta
memberikan ruang bagi setiap kader untuk mengkritisi kinerja
partai itu sendiri. Sebab, bagaimana pun juga dakwah di ranah
parlemen sangat dibutuhkan dan masih memiliki harapan
untuk sebuah perbaikan selama partai dakwah selalu berbenah
diri, membangun kolektivitas gerak, dan membuka ruang
partisipasi maupun menerima berbagai-macam kritik dan
saran yang membangun sebagai sebuah batu loncatan untuk
perbaikan dakwah di parlemen.
(2) Sebagaimana Arif Munandar (2011); struktur organisasi
PKS yang cenderung oligarkis berpotensi memunculkan
becalming, yaitu situasi di mana para kader mengalami
penurunan komitmen dan motivasi secara signiikan, dan
terjadi pergeseran tujuan (goal displacement) pada sebagian
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 166/184166
dari mereka. Oleh karena itu, merujuk pada pendapat Osterman
(2006), Arif Munandar merekomendasikan agar perbaikan/
penyempurnaan proses tarbiyah juga diarahkan agar tarbiyah
dapat menjadi media yang efektif untuk membangun danmenguatkan sense of capacity and agency , yaitu keyakinan
diri para kader tentang kapasitas pribadi dan peran strategis
mereka terhadap pengambilan keputusan dalam organisasi.
Di samping itu, perlu dilakukan pula langkah-langkah untuk
menghidupkan, dan kemudian menguatkan, budaya diskusi dan
kontestasi gagasan secara internal, sehingga para kader menjadi
lebih berdaya ketika berhadapan dengan dominasi elit. Merujukpada tipologi spiritualitas organisasi (Pina e Cunha et.all.,
2006), tarbiyah harus difungsikan untuk mentransformasi
kader dari kondisi dependen menjadi independen. Dalam
konteks organisasi yang spiritually informed , PKS akan berubah
dari the soulful organization menjadi organisasi holistik (the
holistic organization).
Oganisasi memiliki perhatian yang integral terhadapkebutuhan manusia, dan para kader memiliki pemaknaan
yang mendalam tentang peran dan tugas mereka sebagai
bagian dari organisasi. Membangun budaya yang lebih terbuka
secara internal jauh lebih bermakna dan kontributif terhadap
pengokohan organisasi PKS ketimbang mewacanakan “Partai
Terbuka”.
Terakhir, partai dan jamaah juga harus mampu
mendewasakan para kadernya dengan membangun
kematangan emosional dan spiritual, menguatkan internal
locus of control, serta membekali mereka dengan kemampuan
belajar (learning) yang prima. Dalam iklim demokrasi internal
yang sehat dan bertanggung jawab, dan eksistensi kader yang
matang, pengelompokkan, faksionalisasi, dan konlik internal
justru menjadi sistem check and balances atau mekanisme self-
correction yang efektif.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 167/184167
Pemilu sudah di hadapan mata, tapi masih banyak
permasalahan yang belum diselesaikan oleh
penyelenggara Pemilu. Meski banyak pihak yang menyangsikan
Pemilu dapat diselenggarakan dengan baik, Komisi Pemilihan
Umum (KPU) tetap optmis dapat menyelenggarakan tepat
waktu. Masalah yang paling krusial dan menyedot banyakperhatian adalah soal Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Data yang dirilis oleh KPU menunjukkan, jumlah total pemilih
yang terdaftar untuk Pemilu 2014 sejumlah 186.612.255
pemilih. Dari jumlah tersebut, 20-30% diantaranya adalah
pemilih pemula. Pemilih pemula adalah penyebutan yang
ditujukan kepada kelompok muda yang baru pertama kali
menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Kini, seluruh partaipolitik berkontestasi untuk memperebutkan seluruh suara
tersebut.
Sebelum membahas lebih jauh, menarik untuk melihat data
yang dirilis Polling Center. Survei yang dilakukan terhadap 2.760
responden di enam daerah, yakni Aceh, DKI Jakarta, Kalimantan
Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Timur
yang menunjukkan, 49,6 % responden akan memilih calon yang
Pemuda dan Partisipasi Pemilu
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 168/184168
memberikan uang/barang pertama kali. Sekitar 26,2 % akan
memilih calon yang memberikan uang/barang yang lebih besar.
Terakhir, 9,6% akan memilih calon yang memberikan barang/
uang terakhir kali. Dari jumlah responden tersebut, terdapat
sekitar 6,3 % adalah pemilih pemula usia16-20 tahun, dan24,5% adalah jumlah pemilih muda.
Hasil survei tersebut tentu menjadi “alarm bahaya” bagi
demokrasi Indonesia, karena ada ketidaksesuaian terhadap
daya tangkap antara “siapa calon” dan “siapa pemilih”. Adanya
ketidakselarasan antara iklan politik yang mengatasnamakan
“berjuang untuk rakyat”, dengan praktik politik kotor yang
menggadaikan suara rakyat dengan recehan. Perilaku tersebuttelah menjadi “boomerang” bagi demokrasi itu sendiri.
Berdasarkan Indeks Demokrasi Indonesia yang
dipublikasikan oleh Bappenas, BPS, dan Kemenko Pulhukam
yang bekerjasama dengan UNDP menunjukkan tren capaian
indeks nasional selama tahun 2010-2012. Dari data tersebut
menunjukkan; capaian indeks Aspek Kebebasan Sipil di tahun
2010 mencapai 82, 53 , di tahun 2011 mencapai 80,79, dan ditahun 2012 mencapai 77,94. Dalam hal ini, Kebebasan Sipil
masyarakat Indonesia tergolong sangat “baik”.
Namun, di dalam penelitian tersebut juga menunjukkan,
capaian indeks aspek hak-hak politik cenderung dalam kategori
“buruk”. Hal ini ditunjukkan dengan; indeks yang mencapai 47,
87 (2010); 47, 57 (2011); dan 46, 33 (2012). Di sisi lain, capaian
indeks aspek Lembaga Demokrasi di tahun 2010 mencapai 63,11; 74, 72 (2011) 69, 28 (2012) yang termasuk dalam kategori
“sedang”.
Angka-angka indeks di atas dapat kita maknai, sejauh ini
Indonesia relatif berhasil dalam mengembangkan kebebasan
sipil, yang ditandai dengan adanya perluasan arena dan
bangkitnya gairah partisipasi publik. Namun, kebebasan sipil
yang meningkat begitu pesat ini belum disertai oleh peningkatan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 169/184169
kapasitas lembaga demokrasi yang berfungsi menampung,
menyalurkan, dan merespon tuntutan publik.
Akibat dari semua ini, kebebasan sipil dan hak-hak politik
kemudian lebih banyak diekspresikan dalam praktik politik
yang pragmatis, hanya sebatas untuk ‘mendulang banyak suara’.
Sehingga, pada akhirnya, demokrasi sekedar prosesi formal
pemilihan lima tahunan.
Dari sejumlah analisis diatas, tentunya kita merasa prihatin.
Pemilih pemula atau pemilih muda pun tak luput dari ‘arus’
pragmatisme politik uang. Jumlah populasi mereka yang di
atas 20% adalah aset berharga yang sangat menentukan arah
bangsa ini. Jika pemudanya sudah pragmatis dalam berpolitik,
bagaimana pemimpin-pemimpin kita di masa yang akan datang.
Karena pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan.
Kini tinggal bagaimana seluruh elemen masyarakat –baik
pemerintah, civil soviety , maupun NGO- menyikapi fenomena
ini. Kita harus bersatu padu membina dan mengembangkan
partisipasi pemilih pemula. Tidak sekedar melalui Pemilu yang
formalistik, melainkan bagaimana mereka terlibat dalam proses
pembuatan kebijakan, mengawal dan mengawasinya.
Saat ini, ada tiga persepsi di kalangan pemilih pemula
maupun pemilih muda terhadap sistem demokrasi kita
hari ini, yaitu; (1) apatis: untuk apa memilih jikalau hanya
menghabiskan waktu, namun tidak ada beneit yang ia peroleh;
(2) pragmatis: memilih seseorang karena adanya imbalan;
(3) asal kenal: menyempatkan memilih, namun yang mereka
pilih hanya sebatas faktor ‘asal kenal’ sang calon, tanpa pernah
mengetahui kapasitas, kualitas, kredibilitas kinerja dan
kontribusi calon itu sendiri.
Sikap inilah yang harus kita perbaiki sama-sama agar mereka
tidak semakin terjebak di pemahaman yang salah. Kita harus
membangun kesadaran mereka terhadap esensi berdemokrasi
itu sendiri. Meminjam bahasa Ribut Lupiyanto- pembangunan
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 170/184170
maupun penyosialisasian kesadaran berdemokrasi harus
memiliki kejelian dalam membangun strategi dan pendekatan,
khususnya kepada pemilih pemula dan pemilih muda. Gaya
muda, penguasaan internet dan teknologi, bahasa gaul, kegiatan
ringan, dan lainnya dapat jadi pertimbangan. Sementara itusebagaimana dikatakan Matta; pemilih muda sebagai the new
majority dan pemilih pemula sebagai the native democracy . Dua
kelompok ini menjadi aset penting dalam menentukan arah
demokrasi itu sendiri.
Lalu, bagaimana cara efektif untuk membangun kesadaran
berdemokrasi bagi pemilih pemula maupun pemilih muda
itu sendiri. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah(1) Menjadikan isu demokrasi sebagai sesuatu yang fun:
penyadaran terhadap demokrasi terhadap para pemilih pemula
pun bisa dilakukang dengan cara yang sangat menyenangkan.
Fungsi utama penyadaran berdemokrasi adalah; bahwa esensi
pemilih pemula bukan hanya sebatas memilih salah seorang
calon di dalam kotak suara, melainkan juga dapat berpartisipasi
dalam demokrasi melalui berbagai cara, seperti; kritik dan
saran terhadap kebijakan pemerintah, melakukan kontrol
sosial terhadap kinerja pemerintah, berpartisipasi aktif dalam
kegiatan masyarakat juga bisa dilakukan dengan cara yang
sederhana.
Sebagian kaum muda kita mungkin menganggap partisipasi
politik sangatlah menjemukan. Padahal, para pemilih pemula
memiliki daya imajinasi yang tinggi dalam mengembangkan
partisipasi politik mereka dengan kemampuan dan passion
mereka sendiri. Bagi pelajar dan pemuda yang lebih senang
dengan dunia musik, maka berpartisipasilah dengan musiknya.
Bagi mereka yang suka menggambar, maka berpartisipasilah
dengan gambar-gambar yang bermanfaat bagi masyarakat.
Begitu pun bagi para pegiat sastra, olah raga, kesenian, dan
yang lainnya. Mereka harus diberikan ruang kreasi untuk
menyalurkan partisipasi mereka sesuai denga hobi dan passion-
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 171/184171
nya masing-masing.
(2) Memanfaatkan Social-Media. Saat ini peranan media
sosial seperti twitter dan facebook sangat tinggi dalam berbagai
aspek. Baik itu pemasaran produk, dukungan politik, hingga
gerakan massa. Kita tentu masih ingat bagaiamana “gerakan
Cicak vs Buaya” dukungan untuk Bibit Samad Riyanto dan
Chandra M Hamzah (keduanya mantan pimpinan KPK) yang
digalang melalui media sosial, dan berujung pada keputusan
deponering kasus yang membelit keduanya. Kita juga ingat
bagaimana Prita Mulyasari mendapat dukungan yang sangat
besar dari masyarakat atas “perlawanannya” melawan salah
satu rumah sakit internasional terkemuka, dan itu diawalimelalui media sosial.
Saat ini, hampir semua anak muda di negeri ini rasanya tak
ada yang tak kenal dengan Facebook , twitter , maupun media
sosial lainnya. Tentu saja itu menjadi sarana yang efektif untuk
meningkatkan awareness pemilih pemula guna meningkatkan
partisipasi politik mereka.
Setidaknya, dengan dua pendekatan ini partisipasi pemilih
muda bisa dibangkitkan, bahwa dalam berdemokrasi, tugas
mereka bukan hanya sebatas memilih ketika Pemilu, melainkan
juga turut berpartisipasi aktif dalam mengembangkan
demokrasi itu sendiri melalui bentuknya.
Untuk melakukan pemberdayaan pemilih pemula, kita harus
mengintensikan sosialisasi kepada mereka. Kita harus bisa
memberikan pembelajaran politik yang baik kepada mereka,
agar mereka paham atas pilihan dan tindakan yang mereka
ambil dalam berdemokrasi.
KPU juga harus membuat materi sosialisasi yang mudah
dicerna oleh pemilih pemula, bagaimana mereka bisa
berpartisipasi, bagaimana mereka mengenal kandidat yang
akan dipilih. Para pemilih muda ini juga harus diyakinkan untuk
tidak memilih “kucing dalam karung” hanya karena uang.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 172/184172
Dengan demikian, harapannya, potensi suara yang 20-30
persen itu dapat dioptimalkan untuk hasil Pemilu yang baik.
Sehingga cita-cita dan esensi dari proses Pemilu yang kita
selenggarakan bisa terwujud. Amin.
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 173/184173
Daftar Bacaan
Al-Qur’aanul Kariim, 2005. Mushaf Al-Qur’an versi 2002.
(Jakarta: Al-Huda Kelompok Gema Insani Press).
Ahmad, Kamaruzzaman Bustamam.2003. Satu Dasawarsa
The Clash Of Civilization: Membongkar Politik Amerika di Pentas
Dunia. (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA).
Ahmad, Nur. 2005. Etika Jamaah; Telaah EvaluatifKedisiplinan terhadap Rambu-rambu Jama’ah Dakwah. (Solo:
Media Insani Press).
Al- Attas, Syed Muhammad Naquib, 2011. Islam dan
Sekularisme. (Bandung: Penerbit PIMPIN)
Al- Kilani, Majid ‘Irsyan. Misteri Masa Kelam Islam dan
Kemenangan Perang Salib: Releksi 50 Tahun Gerakan Dakwah
Para Ulama Untuk Membangkitkan Umat dan Merebut Palestina (terjemahan). (Bekasi: Kalam Aulia Mediatama 2007).
Al-Banna, Shofwan. 2011. Membentangkan Ketakutan; Jejak
Berdarah Perang Global Terorisme. (Yogyakarta: Pro-U Media).
Al-Ghozali, Imam. Ihya’ ‘Ulumuddin (Terjemahan). (Jakarta:
Sahara Publisher 2011)
Ali, As’ad. Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa.(Jakarta; LP3ES 2009)
Al-Qarni, Aidh Abdullah. Al-Qur’an Berjalan: The Great Story
of Muhammad . (Sahara Publishers)
Anwar Bachtiar, Tiar. Lajur-lajur Pemikiran Islam. (Bekasi,
Komunitas Nuun 2011)
Assyaukanie, Luti. 2011. Empat Agenda Islam yang
Membebaskan. (Jakarta: Yayasan Abad-Demokrasi)
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 174/184174
Azca, M. Najib, dkk. 2011. Pemuda Pasca Orba: Potret
Kontemporer Pemuda Indonesia. (Yogyakarta: YouSure (Youth
Studies Centre) Fisipol UGM).
Edited; Wilkins, Karin Gwinn. Redeveloping Communication for Social Change: theory,practice, and power . ( United Kingdom,
Rowman & Littleields Publishers, Inc: 2000)
El Baroroh, Umdah. 2011. Genealogi Gerakan Islam Indonesia.
(Jakarta: Yayasan Abad-Demokrasi)
Eriyanto. Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi, dan Politik
Media. (Yogyakarta, LKiS; 2005)
Fakih, Mansour. 2002. Jalan Lain: Manifesto Intelektual
Organik. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Fauzi, Ihsan Ali, dkk (ed).2012. Demi Toleransi Demi
Pluralisme; Esai-esai untuk Merayakan 65 Tahun M. Dawam
Rahardjo.(Jakarta: Yayasan Abad-Demokrasi)
Fathi Osman, Mohamed.2012. Islam, Pluralisme & Kebebasan
Beragama; Pandangan Al-Qur’an, Kemanusiaan, Sejarah, dan
Peradaban. (Jakarta: Yayasan Abad-Demokrasi)
Habermas, Jurgen. The Theory of Communicative Action.
Reason and the Rationalization of Society. (Frankrurt am Main,
Baecon Press: 1986)
Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa;
Sebuah Study Critical Discourse Analysis terhadap Berita-beritaPolitik . (Granit: 2004)
Hatta, Muhammad. Untuk Negeriku: Sebuah Otobiograi (jilid
1). ( Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS 2011)
Herry Mohammad, dkk. 2008. Tokoh-tokoh Islam yang
Berpengaruh Abad 20. (Jakarta: Gema Insani Press).
Husaini, Adian dan Nuim Hidayat, 2006. Islam Liberal;
Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabannya.(Jakarta:
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 175/184175
Gema Insani Press)
Husaini, Adian, 2002. Penyesatan Opini; Sebuah Rekayasa
Mengubah Citra. (Jakarta: Gema Insani Press).
_____________, 2005. Wajahan Peradaban Barat; Dari Hegemoni
Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal. (Jakarta: Gema Insani
Press).
_______________, Pendidikan Islam; Membangun Manusia
Berkarakter dan Beradab. (Bekasi; Komunitas Nuun 2012)
________________, Konsep Islam sebagai Agama Wahyu. Makalah
INSISTS.www.insistnet.com
_________________, Pancasila Bukan untuk Menindas Hak
Konstitusional Umat Islam.(Jakarta; Gema Insani Press 2009)
Imam Al-Ghozali. (Ringkasan) Ihya’ ‘Ulumuddin
(Terjemahan). (Jakarta: Sahara Publisher 2011)
Imawan, Riswandha. 2011. Quo Vadis Demokrasi Indonesia.
(Yogyakarta: Researh Center for Politics and GovernmentJurusan Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada)
Khaldun, Ibnu, Mukaddimah (Terjemahan). (Jakarta; Pustaka
Al-Kautsar 2011)
Kuntowijoyo. Budaya dan Masyarakat. (Yogyakarta: Tiara
Wacana 1987)
Latif, Yudhi, Intelegensia Muslim dan Kuasa: Genealogi
Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20. (Bandung; Penerbit
Mizan 2005)
Listiyono Santoso, dkk. 2007. Epistimologi Kiri. (Yogyakarta:
AR-RUZZ MEDIA).
Louw, P. Eric. The Media and Political Process. (New Delhi,
SAGE Publication Inc; 2005)
Luth, Thohir. M. Natsir; Dakwah dan Pemikirannya (Jakarta:
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 176/184176
Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi, Syaikh. 2010.
Syarah Kitab Tauhid (Judul Versi Indonesia). (Bogor: Pustaka
Darul Ilmi).
Muhammad bin Jamil Zainu, Syaikh. 2011. Ada Apa denganWahabi (terjemahan). (Jakarta: Pustaka At-Tazkia).
Muhammad Sa’id Mursi, Syaikh. 2007. Tokoh-tokoh Besar
Islam Sepanjang Sejarah (Edisi Indonesia). (Jakarta: PUSTAKA
AL-KAUTSAR).
Muhtadi, Burhanuddin. 2012. Dilema PKS: Suara dan Syariah
(Jakarta: Penerbit Gramedia)
Munawar-Rachman, Budhy. 2011. Ensiklopedi Nurcholish
Madjid (jilid 1). (Jakarta: Yayasan Abad-Demokrasi)
Mustoiah, Dewi. 2011. Dahsyatnya Lobi-lobi Gila
Internasional Israel. (Yogyakarta: IRCiSoD).
Nor Wan Daud, Wan Mohd, 2012. Rihlah Ilmiah, Dari
Neomodernisme ke Islamisasi Ilmu Kontemporer .(Jakarta; UTM-
CASIS dan INSISTS)
Nurdi, Heri, Perjalanan Meminang Bidadari. (Bandung;
Lingkar Pena Publishing House 2011)
Pratama, Prio. 2011. Pseudo Toleransi: Metode Dakwah Al-
Qardlawi dan Masa Depan Pluralisme. (Jakarta: Yayasan Abad-
Demokrasi)
Qadir Hamid, Tijani Abdul. Pemikiran Politik dalam Al-Qur’an(Terjemahan). (Jakarta: Gema Insani Press 2001)
Quthb, Sayyid. Ma’alim Fii Ath-Thariiq (terjemahan).
(Yogyakarta: Daarul Uswah 2011)
Ricklefs, M.C.2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008
(Edisi Indonesia). (Jakarta, Serambi).
Siddiq, Mahfudz. KAMMI dan Pergulatan Reformasi. (Solo:Penerbit Era Intermedia 2003)
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 177/184177
Sjafril Akmal.2011. Islam Liberal 101. (Indie Publishing)
Syahrul, Ahan. 2011. Intelektualitas dan Peradaban
Masyarakat. (In-Trans Publishing)
Wahib, Ahmad. 2012. Pergolakan Pemikiran Islam; Catatan
Harian Ahmad Wahib. (Jakarta: Yayasan Abad-Demokrasi)
Wahid, Abdurrahman. 2011. Islamku Islam Anda Islam Kita;
Agama Masyarakat Negara Demokrasi. (Jakarta: Yayasan Abad-
Demokrasi)
Waskito, AM, 2012. Bersikap Adil Kepada Wahabi; Bantahan
Kritis & Fundamental Terhadap Buku Propaganda Karya SyaikhIdahram. ( Jakarta: PUSTAKA AL- KAUTSAR).
Zarkasyi, Hamid Fahmi. 2012. Misykat: Releksi Tentang
Islam, Westernisasi & Liberalisasi. (Jakarta; INSISTS)
Sumber Lainnya:
Andreas Santosa, Dwi. “Benih Kedaulatan Petani”(Kompas,04/06/2012)
__________________. “Petani, UU, dan Transgenik”(Kompas,
18/10/2012)
Abdullah, Said. “Ketimpangan Pangan: Negara Maju Vs
Berkembang” (Kompas, 02/05/2012)
Adhe, Nuansa. “Membumikan Intelektual Profetik”. http://kammikomsatugm.wordpress.com 2010
Armas, Adnin. Kritik Terhadap Gagasan Titik-Temu Antar
Agama. Makalah INSISTS.www.insistnet.com
Arsyad, Idham. “Kusutnya Keagrariaan Kita” (Kompas,
23/09/2012)
Bahari, Syaiful. “Konstitusi dan Politik Agraria” (Kompas,26/09/2012)
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 178/184178
Erani Yustika, Ahmad. “Dampak Liberalisasi Pertanian”
(Kompas, 31/05/2012)
Gafar, Sapuan. “Stabilisasi Harga Pangan” (Kompas,
16/10/2012)
Husaini, Adian. Konsep Islam sebagai Agama Wahyu.
Makalah INSISTS.www.insistnet.com
Jatmiko, Tejo Wahyu. “Kontroversi Transgenik” (Kompas,
02/10/2012)
Khudori. “Kelembagaan Pangan” (Kompas, 27/09/2012)
Makalah Kuliah Umum disampiakan pada Pembukaan
Program Pasca Sarjana Bidang Pendidikan Islam, Universitas
Ibn Khaldun, Bogor, Kampus Universitas Ibn Khaldun, Bogor,
tanggal 11 Agustus 2007. www.insistsnet.com
Sadjad, Sjamsoe’oed. “Politik Pertanian Sebagai Ilmu”
(Kompas, 16/05/2012)
Sawit, M Husein. “Terjebak Impor Beras” (Kompas,03/10/2012)
Tarmidi, Lepi T. “Eisiensi Lahan dan Produksi Pangan”
(Kompas, 29/09/2012)
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 179/184179
A. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah salah satu kunci untuk kebangkitan bagi
sebuah bangsa dan salah satu elemen kebangkitan yang sangat
berperan adalah para pemudanya. Karenanya pendidikan
pemuda dan mahasiswa harus memperoleh perhatian khususuntuk meningkatkan kualitas suatu bangsa.
Beastudi Indonesia Dompet Dhuafa adalah salah satu
jejaring Pendidikan di Dompet Dhuafa yang berkhidmat pada
peningkatan kualitas manusia melalui pendidikan. Berbagai
pengalaman dalam mengelola beasiswa investasi sumber daya
manusia dan pemberdayaan, mengantarkannya untuk juga
memperhatikan para pemuda khususnya aktivis mahasiswayang penuh dengan semangat, idealisme dan potensi untuk
perbaikan suatu bangsa. Padatnya aktivitas akademik dan
nonakademik, ditambah dengan rongrongan untuk lebih
realistis, membuat aktivis cenderung untuk tidak seimbang
dan tergadai idealismenya. Padahal, idealisme itulah yang
membuat mereka terus berjuang, berkontribusi dan menebar
kebermanfaatan bagi masyarakat.
Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang berani, cerdas,
Beasiswa Aktivis Nusantara(BAKTI NUSA)
Dompet Dhuafa
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 180/184180
aktif, dan punya integritas untuk melayani masyarakat, dan
para aktivis mahasiswa memiliki semua modalnya. Selanjutnya
tinggal bagaimana sistem dapat mendukungnya. Untuk itulah
diperlukan sebuah program yang mampu mendukung danmenguatkan peran aktivis mahasiswa sebagai investasi untuk
lahirnya pemimpin masa depan yang memiliki kepedulian
terhadap permasalahan masyarakat dan terus berupaya untuk
berkontribusi menjadi solusi bagi kompleksnya problematika
bangsa.
B. DEFINISI
Program ini bernama Beasiswa Aktivis Nusantara disingkatBAKTI NUSA. BAKTI NUSA adalah investasi sumber daya
manusia yang mengelola biaya untuk pendidikan, pembinaan,
dan pelatihan, serta pendampingan bagi aktivis mahasiswa.
C. TUJUAN
Program BAKTI NUSA bertujuan mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan sikap peserta program yang
akan mengarahkannya menjadi sumber daya manusia yang
berkarakter pemimpin yang bertanggung jawab dan mampu
berkontribusi dan berperan aktif di tengah masyarakat.
D. MISI
Adapun misi dari program BAKTI NUSA adalah:
1. Pengembangan diri peserta program yang berbasis karakter;
2. Membangun dan mengoptimalkan jaringan;
3. Mengoptimalkan peran penerima manfaat dalam aktivitas
pemberdayaan masyarakat;
E. BENTUK PROGRAM
Pelaksanaan program Beasiswa Aktivis dilakukan dalam
beberapa bentuk kegiatan yaitu:
1. Pemberian dana dukungan aktivitas;
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 181/184181
2. Fasilitas pengembangan diri:
a. Training
• Character Building: Pelatihan pembentukan karaktermahasiswa yang unggul dan kepemimpinan.
Dilaksanakan setiap bulan.
• Training Value: Pelatihan kerelawanan sosial yang
dilaksanakan setiap bulan.
• Pelatihan Kepenulisan: Pelatihan dan pendampingan
penulisan yang dilaksanakan sepanjang pelaksanaan
program.
b. Coaching
• Coaching Aktivis: Pelatihan dan pendampingan
kepemimpinan praktis oleh fasilitator yang meliputi
aspek agama, leadership, dan managerial skill,
akademik, dan sosial. Coaching juga berperan sebagai
sarana sharing, monitoring dan evaluasi bagi peserta
program oleh fasilitator. Coaching dilaksanakan setiap
pekan.
• Coaching Tokoh: Kunjungan dan diskusi bersama
tokoh nasional sebagai sarana memperkaya wawasan
dan gagasan bagi peserta program. Silaturahim
tokoh juga dilaksanakan sebagai sarana memperluas
jaringan bagi peserta dan lembaga. Silaturahim tokoh
dilaksanakan setiap bulan.
c. Penugasan
Bentuk pembinaan yang lain dari Beasiswa Aktivis
adalah penugasan, baik secara perorangan maupun
kelompok. Penugasan dilakukan dalam bentuk:
• Penulisan artikel (bulanan);
• Focus Group Discussion (bulanan);
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 182/184182
• Event bersama penerima beasiswa (triwulan);
• Social Project (Tahunan).
d. MagangPeserta BAKTI NUSA yang telah memasuki tahun
kedua diberikan kesempatan terlibat dalam aktivitas
kemanusiaan yang dilakukan di jejaring internal maupun
mitra Dompet Dhuafa di Indonesia maupun mancanegara.
e. Delegasi
Program BAKTI NUSA memberikan dukungan dan
kesempatan kepada peserta BAKTI NUSA untuk mengikuti
kegiatan delegasi baik nasional maupun internasional.
f. Support S-2
Dukungan dan fasilitasi bagi peserta BAKTI NUSA yang
merencanakan melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2.
3. Fasilitator
Seluruh rangkaian program dikelola oleh seorang
fasilitator pada setiap daerah program. Fasilitator bertindak
sebagai manajemen program sekaligus pendamping
bagi peserta. Fasilitator adalah aktivis/tokoh lembaga
kemahasiswaan di PTN daerah program masing-masing.
F. PESERTA
Peserta program ini pada tahun pertama terdiri dari 24aktivis mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI), Institut
Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pada tahun kedua, peserta program berjumlah 4o aktivis
mahasiswa yang berasal dari 3 kampus program tahun
pertama ditambah 3 kampus program baru yaitu Institut
Teknologi Bandung (ITB), Universitas Sebelas Maret Surakarta
(UNS), dan Universitas Sriwijaya (UNSRI). Pada tahun ketiga
(2013), asal kampus peserta program bertambah satu, yakni
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 183/184183
Universitas Padjadjaran. Dengan demikian, ada 7 kampus yang
mahasiswanya bergabung dalam program ini. Adapun penerima
manfaat pada tahun ketiga berjumlah 47 aktivis mahasiswa.
G. KONTAK PERSON
Informasi lebih jauh tentang BAKTI NUSA bisa menghubungi:
• Budiyanto 0857.4280.6307
• Edi Nugroho 0812.8004.0982
7/21/2019 Indonesia Berdaulat
http://slidepdf.com/reader/full/indonesia-berdaulat 184/184