imunitas parasit

Upload: febi-suantari

Post on 30-Oct-2015

111 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

imunologi

TRANSCRIPT

IMUNITAS TERHADAP PARASITParasit-parasit yang menyerang manusia dapat dibagi atasdua grup, yaitu organisme protozoa dan organisme metazoa,seperti Cestoda, Trematoda dan Nematoda. Kedua golonganini, selain berbeda dalam hal morfologinya, berbeda puladalam hal tingkat dan derajat kelainan patologiknya, sertarespons imunologik yang bangkit karenanya.Infeksi dengan protozoa, biasanya bersifat intraselulerpada tahap-tahap penyenangan jaringan ("tissue-invading")daripada organisme tersebut. Mereka dengan segera bermultiplikasi didalam sel-sel dan jaringan hospes, sehingga penyakit yang timbul berkembang amat cepat. Sebaliknya,golongan metazoa terutama bersifat ekstraseluler, dan biasanyatidak bermultiplikasi didalam hospes definitif. Akibatnyamaka penyakit yang timbul lebih bersifat kronis dan simtom-simtomnya lebih bersifat non-spesifik.Respons imunitas humoral lebih terbangkit apabila parasitberada dalam bentuk atau tahap ekstraseluler dan/atau beradadalam sirkulasi darah (sistemik). Sebaliknya, bila parasit berada dalam bentuk intraseluler, maka respons imun yang bangkit adalah sistem imunitas seluler. Lain hal yang perlu diperhatikan, ialah bahwa parasit-parasit golongan metazoa lebihmenyebabkan timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe cepat,dan tanda-tanda eosinofilia yang jelas terlihat pada infeksiparasit jenis ini. Keadaan ini disebabkan karena perananimunitas humoraI, yaitu mekanisme yang dibawakan olehIgM.

Parasit dan proses imuno-patologiBila tubuh kemasukan parasit, baik itu golongan protozoamaupun metozoa, maka infeksi dengan parasit tersebut akanberlanjut menimbulkan penyakit dengan berbagai macamsimtom. Keluhan-keluhan obyektif maupun kelainan klinikyang ditimbulkan tergantung dari pada lokalisasi parasit, selama dan sesudah perkembangan siklusnya. Setelah responsimun di dalam tubuh hospes dapat dibangkitkan, maka akantimbul reaksi antara komponen-komponen efektor imunitasdengan komponen-komponen antigen parasit dengan maksudhendak menghancurkannya. Namun para ahli telah berhasil menemukan bukti-bukti,bahwakelainan-kelainanyangditimbulkan karena infeksi dengan parasit ini, seperti splenomegali, hepatomegali, glomerulonefritis, proses peradangankronik, kerusakan jaringan yang lanjut serta berbagai reaksihipersensitivitas, bukanlah ulah parasit itu sendiri melainkanakibat mekanisme imunologik tubuh.Kerusakan jaringan akibat proses imunologik telah lamadiketahui, Coombs dan Gell (26) telah mengkelasifikasinya ke dalam empat tipe, yaitu :1. Reaksi tipe I atau reaksi tipe anafilaktik2. Reaksi tipe II atau reaksi tipe sitotoksik3. Reaksi tipe III atau reaksi tipe kompleks-toksik4. Reaksi tipe IV atau reaksi seluler.Reaksi tipe I hingga III adalah reaksi yang dibawakan olehimunitas humoral, sedangkan reaksi tipe IV oleh imunitasseluler.Pembicara selanjutnya akan membahas keempat macamtipe reaksi imuno-patologik secara lebih mendalam :

Reaksi tipe I (reaksi anafilaktik)Reaksi anafilaktik atau reaksi hipersensitivitas tipe cepatadalah suatu reaksi yang dibawakan oleh IgE. Parasit-parasitgolongan Helminthes merupakan parasit yang ampuh dalammenginduksipembentukan antibodi homositotropik ini.IgE mempunyai sifat-sifat yang unik, yaitu bagian Fc struktur imunoglobulinnya dapat melekat pada sel-sel basofil atausel-sel mastosit, sehingga apabila bagian Fab bereaksi denganantigen parasit, maka akan terjadi perubahan molekul IgEyang akan mempengaruhi membran sel basofil/mastosit tadi.Lewat sistem "cyclic Adenosinemonophosphate" (cAMP), makadi dalam sel tersebut akan timbul proses degranulasi sehinggaisi granula, seperti histamin,"slow-reacting substance ofanaphylactic" (SRS--A), "eosinophil-chemotactic facton anaphylactic" (ECF--A) akan dilepaskan.Zat-zat mediator farmakologik aktif ini kemudian akanmenyebabkan berbagai perubahan, seperti kontraksi otot polos,vasodilatasi pembuluh darah kapiler dan meningginya per meabilitas dinding pembuluh darah. Tergantung daripada caraparasit berinvasi masuk ke dalam tubuh, maka gejala klinikyang ditimbulkan dapat bersifat sistemik atau lokal. Gejala95Cermin Dunia Kedokteran, Nomor Khusus 1980klinik yang mungkin ditemukan pada berbagai sistem organadalah sebagai berikut :a) traktus respiratorius : obstruksi bronkial dan edema laryngeal,b) traktus gastrointestinalis : enek, muntah, kramp, rasasakit dan diare,c) traktus kardiovaskuler : hipotensi dan "shock",d) sistem kulit : gatal, eritema, edema dan erupsi maku lopapular.Akibat pengaruh ECF--A, maka tidaklah mengherankan kalaupada penyakit parasit ini sering ditemukan eosinofilia, dansecara pemeriksaan histologik, tampak di sekitar panasit ituberatus-natus sel-sel eosinofil. Pada penyakit infeksi olehbakteri telah ada bukti yang memperlihatkan bahwa seleosinofil sanggup memfagosit namun mekanisme "Intracellularkilling"agak lemah bila dibandingkan dengan sel neutrofil.Oleh karena itu peranan sel eosinofil sebagai sel fagosit yangampuh masih dipertanyakan orang, namun ada dugaan laintentang peranan eosinofil ini, yaitu berperanan pada proses pembangkitan respons agar lebih baik serta berperanan dalammemodulasi proses inflamasi. Seperti telah diutarakan, makasel basofil akan melepaskan histamin, dan ini akan dinetralkanoleh zat-zat yang dilepaskan eosinofil ; di samping itu pulaeosinofil akan melepaskan suatu zat yang mempunyai pengaruh tenhadap sel makrofag. Keadaan ini menyebabkaninteraksi antara sel eosinofil, sel maknofag dan antigen parasit,sehingga antigen-antigen asing lebih mudah dipresentasikanoleh sel makrofag ke sel-sel limfosit-T maupun sel limfosit-B.

Reaksi tipe II (reaksi sitotoksik)Kelainan ini ditimbulkan akibat adanya antibodi bebas, yang dibawakan oleh IgG dan/atau IgM, yang dapat bereaksi denganantigen sel atau jaringan akibat adanya suatu reaksi silang,atau karena sel atau jaringan tubuh telah mengadsorbsi antigen-antigen tensebut. Hal ini banyak terjadi pada penyakit parasit, dimana antigen telah dilepaskan ke dalam sirkulasidan diadsorbsi oleh sel atau jaringan tubuh di tempat lain.Reaksi imunologik yang terjadi akan lebih hebat apabila sistem komplemen telah diaktifkan, yang mengakibatkan terangsangnya berbagai macam sel-sel fagosit. Suatu sel atau jaringantubuh yang telah bereaksi dengan IgG antibodi, dapat menariksuatu sel limfosit yang "nonsensitized" untuk melakukantugas penghancuran jaringan secara ekstnaseluler nonfagositosis. Sel limfosit semacam ini dikenal dengan istilah "killerlymphocyte cellatau disingkat menjadi "K cell".Hancurnya sel-sel darah merah sehingga terjadi anemia padainfeksi dengan Plasmodium diperhebat akibat reaksi tipe IIini, dan juga penggunaan obat-obat yang dapat menghancurkanparasit sehingga antigen-antigennya tersebar di seluruh tubuh,dapat menyebabkan malapetaka akibat reaksi yang ditimbulkan oleh respons imunologik.

Reaksi tipe III (reaksi kompleks-toksik)Apabila di dalam sirkulasi darah terdapat antigen bebas, maka manifestasi selain reaksi tipe II dapat pula terjadi, yaitu apayang kita kenal sebagai reaksi kompleks-toksik. Pengertiankompleks dalam hal ini tidak lain adalah kompleks antigendengan antibodinya yang dapat dibawakan oleh IgG maupunIgM. Kompleks imun ini beredar di dalam darah dalam bentuk kompleks yang larut, yaitu apabila perbandingan antara antigen dengan antibodi berada dalam taraf "antigen excess",sedangkan kompleks berbentuk presipitat, bila perbandinganantigen dengan antibodinya berada dalam taraf "Antibodyexcess". Reaksi tipe III tenjadi apabila kompleks imun itutelah mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadilahreaksi radang. Tergantung daripada lokasi peradangan itu, maka jenis "Arthus reaction" terjadi bila "insoluble complex"dideposit ditempat-tempat tertentu, sedangkan jenis "serum sickness" bilaterjadi reaksi umum disebabkan oleh "soluble complex".Kelainanyang lebih merata akibat adanya sirkulasi kompleks-imundi seluruh tubuh dapat menyebabkan gejala-gejala klinikseperti, demam, lemas, urtikania, eritema pada kulit, nyeribengkak pada persendian, splenomegali, pembesaran kelenjarlimfe, hematuria dan lain-lain.Gejala penyakit semacam ini, selain pada malaria, maka di temukan pula pada penyakit parasit seperti Schistosomiasis,Trypanosomiasis.Reaksi alengik umum yang ditimbulkan setelah pemberian terapi pada berbagai penyakit parasit, dapat disebabkan olehreaksi tipe III ini, yaitu karena setelah parasit dihancurkanoleh obat yang diberikan, maka berbagai macam antigen akandilepaskan ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang cukupbanyak; akibatnya maka kompleks-imun akan timbul dantidak sempat lagi dienyahkan oleh sistem imunitas seluler,seperti difagosit oleh sel-sel makrofag.

Reaksi tipe IV (reaksi tipe seluler)Berbeda dengan reaksi tipe-tipe yang terdahulu, maka reaksitipe IV ini dilatar belakangi oleh sistem imunitas seluler,yaitu sel-sel fagosit setelah dirangsang oleh zat limfokin,yang dilepaskan oleh sel limfosit-T. Reaksi ini tidak memerlukan adanya antibodi maupun sistem komplemen, dan reaksi yang terjadi agak lambat; oleh karena itu reaksi ini disebutsebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat, dan memang gejalakliniknyapun berjalan kronik. Pada penyakit Schistosomiasismisalnya, proses peradangan pada hati dapat penyebabkanhepatomegali. Keadaan semacam ini bukan hanya disebabkan oleh kanena timbulnya reaksi tipe IV ini. Di sekitar telur itu banyak ditemukan sel-sel limfosit serta gnanuloma sel epiteloid.Proses berlangsung terus hingga terjadi janingan fibrosis danpenyumbatan pembuluh darah vena sehingga timbul hipertensiportal .

Imunodiagnostik pada penyakit parasitDengan mempergunakan teknik yang lazim dipakai dalambidang parasitologi serta pengetahuan tentang siklus suatuparasit telah dipahami dengan baik, maka sebenarnya tidakada kesulitan yang dapat dijumpai dalam menegakkan diagnosis penyakit parasit itu. Namun cara-cara menegakkan diagnosis secara metode yang konvensional, seringkali kita tidakdapat mendeteksi adanya parasit di dalam tubuh pada tahapyang paling dini. Secara mikroskopikpun tidak selamanya kitadapat menemukan parasit yang dimaksud, dan seringkali terlalu banyak membuang waktu untuk mencari ada-tidaknyaparasit di dalam tubuh .Dengan adanya fakta-fakta ini, maka para ahli telahberusaha mengembangkan pengetahuan imunologik dalambidang parasitologi untuk kepentingan diagnostik. Bagaimanapun bentuk dan akibat respons imunitas yang terjadi,seperti yang diutarakan, maka ada sifat-sifat sistem imunologik yang hakiki, yaitu "specificity"dan "memory", artinya :respons imunologik yang timbul itu sifatnya spesifik danhanya dapat bereaksi dengan antigen penginduksinya sertamempunyai daya ingat terhadap antigen mana respons imunitu telah bangkit. Dua hal inilah yang dijadikan pegangan olehpara ahli imunologi dalam mempergunakan respons imunologik untuk mendiagnosis penyakit-penyakit parasit.Secara garis besar, maka ada dua macam teknik yang dapat dikembangkan, yaitu(1)teknik manipulasi kulit dan(2)Menegakkan diagnosis penyakit parasit secara imunologikWalaupun telah berhasil, namun seringkali dihadapkandengan berbagai masalah, baik yang sifatnya umum maupunyang khusus. Masalah yang khusus ialah menyangkut sifat dankarakteristik parasit yang bersangkutan, terutama dalam menginduksi respons imun. Berbagai macam teknik imunologikjuga banyak tersedia, seperti : test presipitasi, test hemaglutinasi, test fiksasi komplemen, test fluonesensi dan lain-lain,tetapi semuanya tidak terlepas dari masalah-masalah yangkhusus untuk teknik tersebut, dan yang penting ialah : pemilihan teknik serologik yang tepat untuk dipergunakan dalammendiagnosis penyakit parasit yang mana.Bila kita hendak membuktikan adanya respons imun terhadap suatu parasit, maka masalah umum yang perlu dihadapi,ialah: antigen mana dan apa yang akan kita pakai. Apakahantigen yang dipakai itulah yang menyebabkan timbulnya respons imun di dalam tubuh, apakah antigen yang dipergunakan betul-betul spesifik untuk parasit yang dimaksud dan bukanantigen yang menimbulkan reaksi silang, apakah antigen yangdipergunakan hanya berhubungan dengan imunitas seluler,sedangkan teknik yang dipergunakan ialah untuk mendeteksiada-tidaknya antibodi didalam sirkulasi darah, dan lain-lainpertanyaan yang harus dihadapi. Sebaliknya bila kita hendakmembuktikan ada tidaknya antigen, maka masalah umumyang perlu dihadapi ialah : antibodi yang mana yang harus dipergunakan untuk dapat mendeteksi antigen, dan bagaimanacara-cara mempurifikasi antibodi sehingga dapat dipergunakandalam test serologik yang dimaksud. Cara yang kedua ini lebihsulit dilakukan daripada cara yang pertama, dan cara serologiclebih aman dilakukan daripada cara intradermal.

Diagnosis Imunologi pada Penyakit ParasitInfeksi dengan semua species parasit menimbulkan berbagai macam respons imunologi dalam hospes, diantaranya pembentukan zat anti khas terhadap parasit dan hasil metabolismenya.Dalam parasitologi kedokteran respons imunologi ini dapat dipakai sebagai suatu cara untuk membantu diagnosis. Zat anti yang spesifik dalam serum dapat diperiksa dengan test serologi dengan antigen yg diperoleh dari bahan parasit yang speciesnya sama. Kepekaan pasien dapat diperiksa dengan antigen parasit yangg spesiesnya sama, yang disuntik intrakutan (test kulit) (Sinaps, 2012).Beberapa macam test serologi dipakai untuk menunjang diagnosis : reaksi ikat komplemen, double diffusion test atau Ouchterlony test, indirect hemagglutination test atau hemagglutination test, latex (flocculation ) test, bentonite(flocculation) test, dye test dan flourescent antibodi test. Aldehyde test atau formol test dan aquadest test adalah test non serologik yang dipakai untuk pemeriksaan kadar globulin yang abnormal tinggi (misalnya pada penyakit Kala Azar (Sinaps, 2012).Bahan antigen yangg dipakai adalah dalam bentuk ekstrak untuk reaksi ikat komplemen , double diffusion test, hemagglutination test, latex test, bentonite test, test kulit dan parasit utuh untuk dye test dan flourescent antibody test. Pemakaian antigen yang kurang khas menghasilkan reaksi yangg kurang memuaskan, misalnya pemakaian parasit segolongan menghasilkan reaksi silang (cross reaction). Test yang hasil negatifnya dapat dipercaya 98 100% dan hasil positifnya hanya 50 60% mengandung kebenaran dinamakan test sensitif. Sebaliknya, test yang hasil negatifnya mempunyai 60 % kebenaran dan hasil positifnya 95 98% mengandung kebenaran dinamakan test spesifik. Pada umumnya test kulit dan flourescent antibodi test tergolong test sensitif. Untuk diagnosis dini (early diagnosis) sebaiknya dipakai dua macam test, misalnya test kulit dan double diffusion test (Sinaps, 2012). Diagnosis imunologi diperlukan untuk penyakit yang parasitnya sukar atau tidak mungkin ditemukan, misalnya dalam stadium permulaan penyakit tertentu, bila diperlukan diagnosis dini untuk mencegah meluasnya penyakit. Untuk penyelidikan epidemiologi reaksi imunologi dapat dipakai, misalnya flourescent antibody test untuk malaria, bentonite test untuk bilharziasis, test kulit utk filariasis dan hemagglutination test untuk amoebiasis (Sinaps, 2012).

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2011. Respon Imunitas Tubuh Terhadap Parasit. Diakses dari : http://ketobapadah.blogspot.com/2011/04/respons-imunitas-tubuh-terhadap-parasit.html. Diakses pada : 21 Mei 2013Akhyar, Herdiana. 2012. Teknik Pemeriksaan Infeksi Parasit. Diakses dari : http://herdianaakhyar.blogspot.com/2012/10/teknik-pemeriksaan-infeksi-parasit.html. Diakses pada : 21 Mei 2013Sinaps. 2012. Imunoparasitologi. Diakses dari : http://4sinaps.blogspot.com/2012/05/imunoparasitologi.html. Diakses pada 21 Mei 2013