imunisasi pada anak
DESCRIPTION
imunTRANSCRIPT
CASE SCIENCE SESSION
REFERAT
IMUNISASI
Oleh :
Erwin UF
Pembimbing :
dr. Agus Saptanto, SpA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan
pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit
yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan infeksi alamiah yang tidak
menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalah
memberikan ”infeksi ringan” yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan
respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya di kemudian
hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi dan
mematikan antigen/penyakit yang masuk tersebut.
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa
tidak terjadi penyakit. Berdasarkan cara timbulnya terdapat dua jenis kekebalan,
yaitu:
Kekebalan Pasif : kekebalan yang di peroleh dari luar tubuh, bukan di buat oleh
individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang di peroleh dari
ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin.
Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan di metabolisme oleh tubuh.
Waktu paruh IgG adalah 28 hari, imunoglobulin lainnya lebih pendek.
Kekebalan Aktif : kekebalan kekebalan yang di buat oleh tubuh itu sendiri akibat
terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah.
Biasanya berlangsung lebih lama karena adanya memori imunologik.
2
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada
imunisasi cacar. Keadaan terakhir lebih mungkin terjadi pada penyakit yang hanya
dapat ditularkan melalui manusia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
IMUNISASI PADA ANAK
a) Hepatitis B
Jenis vaksin: Inactivated viral vaccine (IVV = HBsAg yang telah diinaktivasi)
vaksin rekombinan: HB Vax (MSD), Engerix (smith Kline Becham),
Bimugen (kahatsuka)
Plasma derived: Hepa B: vaksin hepatitis B (biofarma), Hepaccine B
(Cheil Chemical & ford)
Dosis: 0,5 mL/dosis.
Cara pemberian: SC/IM
Jadual imunisasi:
Disarankan untuk diberikan bersama BCG dan Polio I pada kesempatan
kontak pertama dengan bayi.
Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg negatif mendapat ½ dosis anak
vaksin rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived. Dosis kedua
harus diberikan 1 bulan atau lebih setelah dosis pertama.
Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif mendapat 0,5 cc Hepatitis B
immune globulin (HBIG) dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 1 dosis
anak vaksin rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived pada
tempat suntikan yang berlainan. Dosis kedua direkomendasikan pada
umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau bersama dengan vaksin campak
pada umur 9 bulan.
Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HBsAgnya mendapat
1 dosis anak plasma rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived
dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua direkomendasikan pada
4
umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau bersama dengan vaksin campak
pada umur 9 bulan. Diberikan booster 5 tahun kemudian, dianjurkan
pemeriksaan kadar anti HBsAg sebelumnya.
Kontra indikasi: defisiensi imun (mutlak)
Efek samping: reaksi lokal ringan, demam sedang 24-48 jam, lesu, rasa
tidak enak pada saluran pencernaan.
b) BCG
Jenis Vaksin: Calmette & Guerin (Biofarma, Pasteur, Glaxo) suatu live
attenuated vaccine (LAV).
Dosis: 0,05 mL/dosis
Jadual imunisasi: Pada kesempatan kontak pertama dengan bayi
Tidak diperlukan booster
Kontra indikasi: defisiensi imun (mutlak), dermatosis yang progresif
(sementara)
Efek samping: reaksi lokal, adenitis
5
c) DPT
Jenis vaksin: Difteri (toksoid); Pertusis (Inactivated Bacterial Vaccine-IBV,
Bordetella pertusis tipe I); Tetanus (toksoid)
Dosis: 0,5 mL/dosis
Cara pemberian: IM atau SC dalam
Jadual imunisasi:
Imunisasi dasar: Tiga dosis dengan interval 4-6 minggu.
Dosis I diberikan pada umur 2 bulan.
Booster: Dosis IV diberikan 1 tahun setelah dosis III dan
Dosis V dan VI berupa DT diberikan pada umur 6 dan 12
tahun.
Kontra indikasi: Defisiensi imun (mutlak)
Difteri : tidak ada
Pertusis : riwayat kelainan neurologis → skema imunisasi
DPT pada bayi dengan riwayat kejang. (lihat lampiran
1)
Tetanus : tidak ada
Efek samping: Reaksi lokal, demam
Reaksi akinetik, kejang, gejala ensefalopati akibat komponen
vaksin pertusis. Jika muncul reaksi ini, imunisasi DPT
dilanjutkan hanya dengan DT lihat bagan pedoman
vaksinasi DPT pada anak/bayi dengan riwayat kejang
d) Polio
Jenis vaksin: vaksin polio oral sabin (LAV)
Dosis: 2 tetes/dosis
Cara pemberian: oral
Jadual imunisasi:
6
Dosis I diberikan pada umur sedini mungkin bila bayi lahir di RS
(bersama dengan BGC) atau pada kontak pertama bila bayi datang ke RS
atau posyandu (biasanya umur 2 bulan). Selanjutnya dosis II,II dan IV
diberikan dengan interval 4 minggu, bersamaan dengan DPT I,II dan II.
Jika BCG dan Polio I diberikan bersamaan dengan DPT I , polio IV
diberikan 4-6 minggu setelah DPT/Polio III.
Booster: dosis V diberikan I tahun setelah dosis IV dan dosis VI dan VII
diberikan pada umur 6 dan 12 tahun.
Kontra indikasi: Defisiensi imun (mutlak), diare (sementara)
Efek samping: Tidak ada reaksi klinis. Kemungkinan polio paralitik yang
dapat dievaluasi dari 1 per 8 juta dosis pada anak yang telah
diimunisasi dan 1 per 5 juta dosis pada kontak.
7
e) Campak
Jenis vaksin: Schwarz (LAV)
Dosis: 0,5 mL/dosis
Cara pemberian: SC atau IM
Jadual imunisasi:
Imunisasi dasar : diberikan pada umur 9 bulan
Booster: tidak diperlukan
Kontra indikasi: Defisiensi imun (mutlak)
Alergi terhadap telur (benar-benar terbukti)
Mendapat injeksi gammaglobulin dalam 6 minggu terakhir
Efek samping: demam dengan atau tanpa ruam 6-12 hari setelah diimunisasi
pada 15-20% anak.
f) MMR (Measles-Mumps-Rubela)
Jenis vaksin: Triple vaccine Measles, Mumps dan Rubella (LAV), isinya :
Measles : campak
Mumps : Urabe (trimovax-pasteur), Jeryl Lynn (MMR-MSD)
Rubella : RA 27/73
Dosis: 0,5 cc/dosis
Cara pemberian: SC atau IM
Jadual imunisasi:
Imunisasi dasar: diberikan pada umur 12 bulan atau 6 bulan setelah
imunisasi campak.
Booster: diberikan pada umur 12 tahun
Kontra indikasi: sama dengan campak
Efek samping: sama dengan campak + parotitis: demam, ruam, ensefalitis
parotitis, meningoensefalitis, tuli neural unilateral (tetapi
dilaporkan sembuh sempurna tanpa gejala sisa).
8
g) Tifus Abdominalis
Jenis vaksin: Vi CPS (capsular poly sacharide) : Typhim Vi (Pasteur
Merieux)
Oral : Vivotif (Ty2/A strain)
Dosis: Polisakarida 0,5 mL/dosis
Oral: 1 kapsul lapis enterik atau 1 sachet.
Cara pemberian: Polisakarida : SC atau IM satu kali
Oral, 3 kali selang sehari.
Jadual imunisasi:
Imunisasi dasar: Polisakasrida direkomendasikan diberikan pada umur >
2 tahun.
Oral direkomendasikan diberikan pada umur > 6 tahun
dalam 3 dosis dengan interval dosis selang
sehari.
Booster: Polisakarida diberikan setiap 3 tahun
Oral: setelah 3-7 tahun.
9
Kontra indikasi: < 2 tahun (mutlak), tidak dianjurkan sebelum umur 6 tahun.
Proteinuria, penyakit progresif
Efek samping: Reaksi lokal ditempat suntikan : indurasi, nyeri 1-5 hari.
Reaksi sistemik : demam, malaise, sakit kepala, nyeri otot,
komplikasi neuropatik, kadang-kadang bisa shock, kolaps.
h) Varisela
Jenis vaksin: Strain OKA dari virus Varicella zoster.
Dosis: 0,5 cc/dosis
Cara pemberian: SC
Jadual imunisasi:
Imunisasi dasar : Anak umur 12 bulan sampai dengan 12 tahun
diberikan 1 dosis. Anak 13 tahun keatas diberikan 2 dosis dengan
interval 4-8 minggu.
Booster: Jika diberikan pada umur 12 bulan harus diulang pada umur 12
tahun.
Kontra indikasi: Defisiensi imun (mutlak), penyakit demam akut yang berat
(sementara), hipersensitif terhadap neomisin atau komponen
vaksin lain, TBC aktif yang tak diobati, penyakit kelainan
darah.
Efek samping: Reaksi lokal di tempat suntikan: ringan
Reaksi sistemik : demam ringan, erupsi papulo vesikular
dengan lesi < 10.
Catatan: hindarkan pemberian salisilat selama 6 minggu setelah vaksinasi
karena dilaporkan terjadi Reye’s Syndrome setelah pemberian salisilat pada
anak dengan varisela alamiah.
i) Haemophylus Influenza Tipe B (Act-HiB)
10
Jenis vaksin: Conjugate H. Influenza Tipe B (Act-HiB) PRP-T (Pasteur
Merieux)
Dosis: 0,5 cc/dosis
Cara pemberian: SC atau IM
Jadual imunisasi:
Imunisasi dasar :
Untuk vaksin conjugate H-Influenza Tipe B (Act-HiB)
bila umur 2-6 bulan: direkomendasikan diberikan pada umur
2,4 dan 6 bulan
bila umur 6-12 bulan: direkomendasikan diberikan pada umur
2 dosis dengan interval 1-2 bulan.
bila umur >12 bulan: Act HiB hanya diberikan 1 kali
Untuk vaksin Pedvax HIB MSD
Bila diberikan pada umur 2-14 bulan maka diberikan dalam 2
dosis dengan interval 2 bulan.
Bila di berikan pada umur > 15 bulan maka diberikan 1 kali saja.
Booster :
Untuk Act-HIB: bila imunisasi dasar diberikan pada umur 2-10
bulan, booster pada umur 12-15 bulan setelah suntikan terakhir.
Untuk Pedvax: bila imunisasi dasar sebelum 1 tahun, booster
diberikan 12 bulan setelah suntikan terakhir.
11
Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap komponen vaksin
Infeksi akut dengan demam
Efek samping: Lokal : eritema, nyeri dan indurasi
Reaksi sistemik : demam, nausea, muntah dan/atau diare,
menangis > ½-1 jam dan rash.
Infeksi akut dengan demam.
j) Hepatitis A
Jenis vaksin: partikel virus aktif yang diinaktivasi 9IVV0
Dosis: 0,5 cc/dosis
Cara pemberian: SC/ IM
Jadual imunisasi: Imunisasi dasar: anak berumur > 2 tahun diberikan 3 dosis
dengan jadual 0,1 dan 6 bulan.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak)
1. Imunisasi pada Kondisi Tertentu
a) Bayi Prematur
Vaksinasi harus diberikan dan mulai pada usia kronologis serta sesuai
jadwal untu anak cukup bulan. Imunisasi hepatitis B diberikan bila berat
badan mencapai 2000 gram atau lebih, tetapi bila ibu mempunyai B hepatitis
surface antigen positif maka segera diberikan vaksinasi hepatitis B dan
imunoglobulin anti hepatitis B bersamaan dalam waktu 12 jam tanpa
mempertimbangkan berat badan bayi.
b) Imunokompromais (infeksi HIV)
12
Pasien HIV mempunyai resiko lebih besar untuk mendapatkan infeksi
sehingga diperlukan imunisasi, walaupun respons terhadap imunisasi tidak
akan optimal atau kurang.
i) Vaksin Kuman Mati
Vaksin pneumokok dan vaksin Haemophilus influenza tipe B (Hib)
Penderita HIV mempunyai resiko untuk mendapatkan infeksi dengan kuman
pneumokok dan H.influenza tipe B sehingga dianjurkan untuk diberikan
secepatnya. Hanya 37% mempunyai kekebalan setelah vaksinasi dengan
Haemophilus influenza tipe B sehingga diperlukan vaksinasi ulangan..
Vaksin influenza
Respons imun yang timbul oleh vaksin influenza adalah sel T dependent maka
penderita HIV yang lamjut tidak berguna diimunisasi dengan vaksin ini.
13
Vaksin toksoid tetanus, difteri dan polio virus mati (IPV)
Respons imun yang dihasilkan akan sama dengan anak normal apabila
diberikan pada stadium dini walaupun terdapat vaksin difteri kurang sehingga
diperlukan pemberian ulangan terutama di daerah endemik atau bila penderita
HIV berkunjung ke daerah yang endemis difteri.
Vaksin Hepatitis B
Anak yang mendapat infeksi HIV dari ibu penderita HIV tidak akan
mendapatkan respons imun yang baik bila diberikan imunisasi hepatitis B
tetapi bila belum terinfeksi HIV, dan mempunyai antibodi HIV akan
berespons lebih baik terhadap vaksinasi hepatitis B.
ii) Vaksin Kuman Hidup
Vaksin campak
Penderita HIV yang mendapat infeksi campak mempunyai prognosis buruk
dan fatal. Respons imunisasi campakadalah baik bila diberikan di bawah umur
1 tahun, walaupun antibodi yang timbul cepat menghilang dan hanya 52%
yang masih mempunyai efek antibodi setelah 1 tahun imunisasi sedangkan
bila diberikan imunisasi efek samping tidak ada.
Vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG)
Penderita HIV mempunyai resiko untuk mendapat infeksi tuberkulosis.
Vaksinasi BCG dapat menimbulkan infeksi tuberkulosis di kemudian hari,
sedangkan efek perlindungan vaksinasinya masih diragukan sehingga tidak
dianjurkan untuk vaksinasi BCG terutama di negara yang maju, sedangkan di
negara yang masih tinggi insiden tuberkulosisnya, WHO menganjurkan untuk
tetap diberikan vaksinasi BCG.
14
Vaksin polio oral (OPV), vaksin varciella-zooster, yellow fever
Tidak diperbolehkan untuk memberikan OPV, vaksin varciella dan yellow
fever pada penderita HIV karena OPV dapat melumpuhkan.
15
BAB III
KESIMPULAN
Anamnesis yang baik harus selalu dilakukan sebelum pemberian imunisasi,
apakah imunisasi yang diberikan kontraindikasi atau memerlukan perhatian
khusus.
Pada penderita imunokompromais vaksinasi dengan kuman mati dapat
diberikan walaupun responsnya kurang, sedangkan vaksinasi denan kuman
hidup tidak diberikan. Keluarga penderita imunokompromais harus
mempunyai status imunisasi yang lengkap.
Waktu pemberian imunisasi harus diperhatikan untuk mendapatkan respons
yang baik pada penderita imunokompromais dan bayi prematur.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar SP. Imunisasi pada keadaan tertentu. Hot topics in pediatrics II. Jakarta:
Balai penerbit FKUI; 2002.
2. Australian Department of Health and Ageing. Understand childhood
immunusation [pamphlet]. Sydney: Australian Department of Health and Ageing;
2005.
3. Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Informasi dasar imunisasi
rutin serta kesehatan ibu dan anak bagi kader, petugas lapangan dan organisasi
kemasyarakatan. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI,
2009.
4. Jadwal imunisasi anak umur 0 – 18 tahun. Sari pediatri. 2011;13(1).
17
18