implementasi segmentasi pembuluh retina dengan...
TRANSCRIPT
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
1
IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH RETINA DENGAN METODE MULTI-
SCALE LINE TRACKING
Syarifatun Nadhiroh Qomariyah1, Handayani Tjandrasa
2, Nanik Suciati
3
Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS
email : [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAKSI
Pembuluh pada retina merupakan objek yang
sangat penting untuk mendiagnosis berbagai penyakit.
Sehingga adanya suatu sistem yang mampu secara cepat,
otomatis, adaptif, dan akurat dalam mensegmentasi
pembuluh retina sangat berguna. Pada Tugas Akhir ini,
segmentasi pembuluh darah pada retina dilakukan dengan
menggunakan metode multi-scale line tracking. Terdapat
tiga langkah untuk mensegmentasi pembuluh darah pada
retina yang digunakan dalam Tugas Akhir ini. Langkah
pertama adalah tahap preprocessing citra. Preprocessing
dilakukan dengan mengambil green channel dari citra
retina yang kemudian pada green channel tersebut
dilakukan contrast enhancement. Langkah kedua adalah
segmentasi citra yang terdiri dari pemilihan piksel awal
untuk line tracking, inisialiasi line tracking dan estimasi
piksel line-tracking yang baru, serta estimasi awal
jaringan pembuluh. Proses inisialisasi line tracking dan
juga estimasi piksel line-tracking yang baru dilakukan
untuk semua scale. Kemudian, langkah yang terakhir
yang terakhir adalah postprocessing. Langkah
postprocessing terdiri dari penghapusan tepi retina,
median filtering, morphological directional filtering dan
morphological reconstruction. Dari langkah-langkah
tersebut diperoleh hasil akhir segmentasi pembuluh darah
pada retina. Berdasarkan uji coba yang dilakukan,
metode Multi-scale Line Tracking dapat mensegmentasi
pembuluh retina dengan akurasi sebesar 95,07%,
sensitivitas sebesar 82,01%, dan spesifisitas sebesar
98,66% . Uji coba dilakukan pada citra retina yang
terdapat dalam DRIVE database dengan gold standard
ground truth .
Kata kunci : Segmentasi pembuluh retina, Multi-scale line
tracking, Citra retina.
1 PENDAHULUAN
Pembuluh pada retina merupakan objek yang
sangat penting untuk mendiagnosis berbagai penyakit.
Perubahan diameter, sudut percabangan (turtuosity), dan
panjang percabangan dari pembuluh di retina, dapat
digunakan untuk mediagnosis berbagai penyakit,
beberapa diantaranya adalah diabetes, hipertensi,
angiogenesis, dan retinopathy of prematurity (ROP).
Dengan memanfaatkan citra retina yang diperoleh dari
kamera fundus, pengolahan citra dan pengenalan pola,
dapat dilakukan otomatisasi proses diagnosis penyakit,
perkiraan efek terapi dan juga proses operasi laser pada
retina dengan bantuan komputer. Sehingga adanya suatu
sistem yang mampu secara cepat, otomatis, adaptif, dan
akurat dalam mensegmentasi pembuluh retina sangatlah
berguna.
Teknik deteksi tepi tepi tradisional yang ada,
seperti Canny, Sobel, Prewwit, dan lain sebagainya tidak
mampu mensegmentasi pembuluh dari background-nya
dengan baik, sehingga teknik deteksi tepi khusus sangat
diperlukan agar hasil segmentasi pembuluh menjadi lebih
akurat. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan
permasalahan di atas, penulis mengusulkan perancangan
dan pembuatan sistem yang mampu mensegmentasi
pembuluh pada retina dari background-nya dengan
sebuah teknik deteksi tepi khusus, yaitu dengan
menggunakan metode multi-scale line tracking [1].
Metode ini dapat digunakan untuk mensegmentasi
pembuluh retina pada citra retina dengan perubahan
luminosity dan kontras yang besar.
2 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL
Citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua
dimensi, f(x,y). x dan y merupakan koordinat spasial dan f
pada koordinat (x,y) merupakan intensity atau graylevel
citra pada titik tersebut. Ketika x,y dan f bernilai diskrit
citra disebut disebut citra digital. Sehingga pengolahan
citra digital merujuk pada pemrosesan citra digital dengan
digital computer. Pengolahan citra digital mencakup
proses yang input dan output-nya adalah citra dan juga
proses yang mengekstrak atribut dari citra sampai dengan
pengenalan objek.
2.1 Citra Digital
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai beberapa
hal yang berkaitan dengan citra digital, yaitu hubungan
antar piksel dan histogram.
2.1.1 Hubungan Antar Piksel
Terdapat beberapa jenis hubungan antar piksel,
diantaranya ketetanggaan dan konektivitas. Sebuah piksel
p pada koordinat (x,y) memiliki empat tetangga, yaitu
tetangga yang berada pada arah horizontal dan vertical.
Keempat tetangga tersebut memiliki koordinat (x+1, y),
(x-1, y), (x, y+1), dan (x, y-1). Piksel-piksel tersebut
disebut sebut sebagai 4-neighbors dari p, yang dinotasikan
dengan N4(p). Selain tetangga pada arah horizontal dan
vertical, terdapat empat tetangga piksel p pada arah
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
2
diagonal. Koordinat piksel tetangga tersebut adalah (x+1,
y+1), (x+1, y-1), (x-1, y+1), dan (x-1, y-1). Piksel-piksel
tersebut dinotasikan dengan ND(p). ND(p) bersama
dengan 4-neighbors disebut sebagai 8-neighbors dari p,
dan dinotasikan dengan N8(p).
Konektivitas antar piksel merupakan konsep dasar
yang menyederhanakan definisi berbagai konsep dasar
citra digital, seperti region dan boundary. Dua piksel
dikatakan memiliki konektivitas bila kedua piksel tersebut
bertetangga dan gray level-nya memenuhi criteria
kesamaan tertentu. Pada binary image, dua piksel
dikatakan memiliki konektivitas bila bertetangga dan
memiliki nilai yang sama [2].
2.1.2 Histogram Citra
Histogram pada citra bertindak sebagai representasi
grafis dari distribusi intensity pada citra digital. Histogram
mem-plot jumlah piksel untuk setiap nilai intensity.
Dengan melihat histogram citra seorang pengamat secara
sekilas bisa menilai keseluruhan distribusi intensity pada
citra tersebut.
Sumbu horizontal pada histogram
merepresentasikan nilai intensity, sedangkan sumbu
vertikal pada histogram merepresentasikan jumlah piksel
pada nilai intensity tersebut. Daerah gelap
direpresentasikan di sumbu horizontal sebelah kiri dan
daerah yang terang direpresentasikan pada sumbu
horizontal sebelah kanan. Jadi, semakin ke kanan intensity
semakin terang. Sehingga bila terdapat histogram yang
datanya mengumpul di kiri berarti gambar tersebut sangat
gelap. Sedangkan bila datanya cenderung mengumpul di
kanan, berarti gambar tersebut sangat terang. Sumbu
vertikal mereprsentasikan ukuran daerah setiap intensity.
Karena informasi yang terdapat dalam histogram
merupakan representasi distribusi intensity piksel, maka
dengan menganalisis histogram bisa didapatkan puncak
atau lembah dari histogram citra tersebut. Informasi
tersebut kemudian dapat digunakan untuk menentukan
nilai threshold. Sehingga histogram citra dapat digunakan
untuk thresholding, yang kemudian dapat dimafaatkan
untuk proses deteksi tepi dan segmentasi citra [3].
2.2 Segmentasi Citra
Segmentasi membagi citra menjadi objek atau
daerah yang dipilih. Sampai seberapa jauh pembagian
dalam citra tersebut tergantung pada permasalahan yang
ingin diselesaikan. Ketika objek yang ingin disegmentasi
telah terisolasi, segmentasi harus dihentikan. Karena tidak
ada gunanya untuk melakukan segmentasi melebihi
tingkat kedetailan yang seharusnya dibutuhkan untuk
mengidentifikasi elemen tersebut.
Sementasi citra merupakan salah satu pekerjaan
yang paling sulit dalam pengolahan citra. Akurasi dari
segmentasi menentukan kesuksesan atau kegagalan
prosedur analisa yang terkomputerisasi. Oleh karena itu,
sangat penting untuk meningkatkan akurasi segmentasi.
Secara umum algoritma dalam segmentasi citra
berdasar pada dua properti dasar dari nilai intensity, yaitu
discontinuity dan similarity. Pendekatan pada kategori
yang pertama adalah dengan membagi citra berdasarkan
pada perubahan intensity yang tajam, seperti tepi pada
citra. Sedangkan pendekatan pada kategori yang kedua
berdasarkan pada pembagian citra menjadi region yang
mirip berdasarkan pada sekumpulan kriteria yang telah
didefiniskan sebelumnya. Beberapa contoh metode pada
kategori ini adalah thresholding, region growing dan
region splitting, serta merging.
3 DETEKSI TEPI SOBEL
Salah satu metode untuk segmentasi adalah deteksi
tepi. Deteksi tepi adalah proses untuk mencari tepi suatu
citra. Deteksi tepi mendeteksi perubahan yang tajam
dalam brightness citra. Sebagian besar metode deteksi
tepi bekerja dengan asumsi bahwa tepi terjadi ketika
terdapat diskontinuitas pada intensity. Terdapat banyak
metode untuk melakukan deteksi tepi. Namun, secara
garis besar terdapat dua metode untuk melakukan deteksi
tepi, yaitu gradient dan Laplacian. Metode Sobel
menggunakan contoh deteksi tepi yang menggunakan
metode gradient. Sebuah piksel dikatakan sebagai tepi
bila nilai gradient-nya melebihi threshold. Sobel edge
operator menggunakan sepasang mask konvolusi 3x3.
Mask konvolusi yang pertama digunakan untuk
mengestimasi gradient pada arah-x dan mask konvolusi
yang kedua digunakan untuk mengestimasi gradient pada
arah-y [4]. Mask Sobel ditunjukkan pada gambar berikut :
-1 0 +1
-2 0 +2
-1 0 +1
Sobel edge operator menghitung gradient dari intensity
citra pada setiap titik. Magnitude gradient dapat dihitung
menggunakan formula sebagai berikut:
|�| � ���� � �
� (1)
Sobel detector sangat sensitif terhadap derau pada citra.
4 IMAGE ENHANCEMENT DALAM
DOMAIN SPASIAL
Image enhacement merupakan suatu proses
pengolahan citra sehingga citra hasil menjadi lebih sesuai
untuk aplikasi tertentu daripada citra aslinya. Image
enhancement dapat dibagi menjadi dua kategori. Yaitu
image enhancement dalam domain spasial dan image
enhancement dalam domain frekuensi. Pada image
Gambar 1 Mask Sobel
+1 +2 +1
0 0 0
-1 -2 -1
�� �
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
3
enhancement dalam domain spasial, teknik enhancement
dilakukan dengan memanipulasi piksel dalam citra secara
langsung. Sedangkan pada image enhancement dalam
domain frekuensi, teknik pemrosesannya dilakukan
berdasarkan modifikasi transformasi Fourier.
Proses enhancement dalam domain spasial dapat
dinotasikan dengan ekspresi sebagai berikut :
g�x, y� � T�f�x, y�� (2)
f�x, y� merupakan input image, g�x, y� merupakan output
image, dan T merupakan operator pada f yang
didefinisikan dalam beberapa ketetanggaan dari �x, y�.
Prinsip yang digunakan dalam mendefinisikan
ketetanggaan dari titik �x, y� adalah dengan menggunakan
square atau rectangle subimage area yang terpusat pada �x, y�. Bentuk ketetanggan tidak selalu square atau
rectangle, namun square dan rectangle merupakan bentuk
yang paling umum. Square atau rectangle subimage
berpindah dari satu piksel ke piksel yang lain dan operator
T diterapkan pada setiap lokasi �x, y�.
Transformasi dalam image enhancement bisa berupa point
processing ataupun mask processing atau filtering. Pada
point processing, enhancement pada citra hanya
bergantung pada gray level pada titik tersebut. Sedangkan
pada mask processing atau filtering, nilai piksel (x,y)
yang baru bergantung pada nilai-nilai tetangganya.
4.1 Median Filter
Median filter termasuk salah satu teknik image
enhancement yang berkerja dalam domain spasial dan
merupakan nonlinear spatial filter. Pada median filtering,
nilai suatu piksel digantikan dengan median dari gray
level dari ketetanggan piksel tersebut. Median filter
biasanya digunakan untuk mengurangi derau pada citra
dan digunakan untuk smoothing. Median filter efektif
khususnya dalam mengurangi jenis derau berupa
impulsive noise atau salt and pepper [5]. Pada median
filter terdapat mekanisme untuk mengurangi derau pada
citra dengan tetap menjaga tepi citra secara lebih efektif
daripada linear smoothing filter. Banyak teknik
pengolahan citra digital seperti rank-order dan
morphological processing merupakan variasi dari
algoritma median dasar [6].
Pada median filter, untuk setiap piksel dalam citra,
nilai piksel dalam window ketetanggaan diurutkan
berdasarkan intensity dan dicari nilai tengahnya (median)
untuk menjadi nilai output titik tersebut. Karena operasi
median filter harus dilakukan jutaan kali untuk memfilter
citra yang berukuran besar, maka hal tersebut
menyebabkan median filter memiliki komputasi yang
relatif mahal dan kompleks. Oleh karena itu, berbagai
macam algoritma dikembangkan untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
4.2 Contrast Limited Adaptive Histogram
Equalization (CLAHE)
Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization
(CLAHE) termasuk teknik perbaikan citra yang digunakan
untuk memperbaiki kontras pada citra. CLAHE
memperbaiki local contrast pada citra. CLAHE
merupakan generalisasi dari Adaptive Histogram
Equalization (AHE) [6].
Berbeda dengan histogram equalization yang
beropersi pada keseluruhan region pada citra, CLAHE
beroperasi pada region kecil pada citra grayscale yang
disebut dengan tile. Kontras pada setiap tile diperbaiki
sehingga histogram yang dihasilkan dari region tersebut
kira-kira cocok dengan bentuk histogram yang
ditentukan.Tile yang saling bertetangga disambungkan
dengan menggunakan interpolasi bilinear. Hal ini
dilakukan agar hasil penggabungan tile terlihat halus.
Kontras, terutama pada area yang homogen, dapat
dibatasi untuk menghindari penguatan derau yang
mungkin terdapat dalam citra [6].
5 MORPHOLOGICAL IMAGE
PROCESSING
Salah satu penerapan morfologi adalah dalam
pengekstrakan komponen citra yang berguna dalam
representasi dan deskripsi bentuk. Dalam morphology
sekumpulan refleksi dan translasi dilakukan berdasarkan
structuring element (SE). Structuring element merupakan
suatu set kecil atau subimage yang digunakan untuk
memeriksa citra yang sedang dipelajari propertinya.
Structuring element biasanya direpresentasikan dengan
matriks 0 dan 1, namun terkadang hanya ditampilkan
yang bernilai 1 saja.
Pada bagian berikut ini dijelaskan mengenai
beberapa operasi dasar dalam morphology. Operasi –
operasi tersebut antara lain dilasi, erosi, opening, closing,
dan morphological reconstruction [7].
5.1 Dilasi dan Erosi
Dilasi adalah operasi yang membuat objek dalam
citra biner menjadi lebih “tebal”. Penebalan ini dikontrol
oleh structuring element. Sedangkan erosi merupakan
operasi yang membuat objek menjadi lebih “tipis” atau
“menyusut”. Penipisan pada erosi juga dikontrol oleh
structuring element seperti pada proses dilasi. Secara
matematis, proses dilasi A oleh B, dengan A adalah citra
yang akan didilasi dan B adalah structuring element,
dapat dinotasikan sebagai berikut :
� � � � � � |����� � � � � (3)
Sedangkan proses erosi A oleh B dapat dinotasikan
sebagai berikut :
� � � � � �|����� �� � � (4)
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
4
Secara grafis proses dilasi seperti proses
mentranslasikan structuring element ke seluruh piksel
pada citra dan kemudian diperiksa dimana saja piksel
yang overlap dengan piksel yang bernilai 1. Lalu piksel
citra hasil dilasi bernilai 1 pada setiap lokasi structuring
element overlap minimal satu piksel bernilai 1 pada citra
asli.
Erosi secara grafis dapat digambarkan sebagai
proses translasi structuring element ke seluruh citra dan
kemudian dilakukan pengecekan utnuk melihat lokasi
structuring element cocok sepenuhnya dengan foreground
dari citra. Citra output bernilai 1 pada setiap lokasi
structuring element overlap piksel bernilai 1 saja pada
citra asli atau dengan kata lain tidak overlap dengan
background citra.
5.2 Morphological Opening dan Closing
Morphological opening merupakan erosi yang
diikuti dengan dilasi. Morphological opening A oleh B,
dengan A adalah citra yang akan di-opening dan B adalah
structuring element, dapat dinotasikan sebagai A ! B
� ! � � �� # � � � � (5)
Persamaan di atas secara sederhana dapat
diinterpretasikan $ ! % adalah gabungan dari seluruh
translasi dari % yang pas sepenuhnya dengan $.
Morphological opening menghapus daerah yang tidak
mengandung structuring element, memperhalus kontur
objek, memutus koneksi tipis, dan menghapus tonjolan
tipis.
Morphological closing merupakan kebalikan dari
morphological opening. Jika pada opening, operasi yang
dilakukan adalah erosi yang diikuti dengan dilasi, maka
pada closing, operasi yang dilakukan adalah dilasi yang
diikuti dengan erosi. Morphological closing A oleh B
dapat dinotasikan dengan � • �
� • � � �� � �� # � (6)
Seperti halnya pada opening, closing juga
cenderung menghaluskan kontur pada objek.
Perbedaannya adalah closing biasanya menyambung
objek yang terputus dan mengisi lubang yang lebih kecil
dari structuring element.
5.3 Morphological Reconstruction
Reconstrcution merupakan morphological
transformation yang melibatkan dua citra dan satu
structuring element. Citra pertama digunakan sebagai
marker, sedangkan citra kedua digunakan sebagai mask.
Marker berfungsi sebagai starting point untuk
transformasi. Mask berfungsi sebagai batasan
transformasi. Sedangkan structuring element digunakan
untuk mendefinisikan konektivitas.
Secara konsep morphological reconstruction
merupakan dilasi citra yang disebut citra marker secara
berulang sampai kontur marker pas di bawah citra mask.
Dilasi marker dibatasi oleh mask dan bila dilasi
selanjutnya tidak merubah citra, proses dilasi dihentikan.
Dilasi yang terakhir merupakan reconstructed image [9].
6 PERHITUNGAN AKURASI, SENSITIVITAS,
DAN SPESIFISITAS
Ketika hasil segmentasi telah didapat, perlu
dilakukan perhitungan tingkat kebenaran hasil
segmentasi. Perhitungan tingkat kebenaran dilakukan
dengan membandingkan hasil segmentasi dengan ground
truth. Sensitivitas dan spesifisitas merupakan beberapa
contoh ukuran statistik untuk mengetahui tingkat
kebenaran. Sensitivitas merupakan ukuran true positives
yang telah dinormalisasi. Sedangkan spesifisitas
merupakan ukuran proporsi dari true negatives. Rumus
untuk perhitungan akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas
ditunjukkan pada persamaan berikut ini:
&'(&)*)+)*,& � -.-./01
(7)
&2'&)3)&)*,& � -1-1/0.
(8)
Dalam kasus segmentasi pembuluh, 45 (True
Positive) merupakan piksel pembuluh yang disegmentasi
dengan benar sebagai piksel pembuluh. 46 (True
Negative) merupakan piksel bukan pembuluh yang
disegmentasi dengan benar sebagai piksel bukan
pembuluh. 75 (False Positive) merupakan piksel yang
seharusnya bukan pembuluh namun disegmentasi sebagai
piksel pembuluh. Sedangkan 76 (False Negative)
meupakan piksel yang seharusnya pembuluh namun
disegmentasi sebagai bukan pembuluh.
7 SEGMENTASI PEMBULUH RETINA
DENGAN MENGGUNAKAN METODE MULTI-
SCALE LINE TRACKING
Langkah-langkah dalam proses melakukan
segmentasi pembuluh retina dengan metode multi-scale
line trcaking [1] adalah sebagai berikut:
1. Mengambil green channel citra retina.
2. Melakukan contrast enhancement dengan metode
Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization
(CLAHE).
3. Melakukan pemilihan piksel awal (seed) untuk line
tracking (8&). Pemilihan piksel dilakukan sesuai
persamaan 8& � ��9, :�: 4<=> ? @�9, :� ? 4A)BCD, dengan TLow = 30 dan THigh = 70.
4. Melakukan inisialisasi line tracking. k F 1, VI�k� FVJ�t�, CI F �D. VI merupakan himpunan piksel yang
sedang di-track pada iterasi t. Sedangkan CI
merupakan himpunan piksel line-tracking yang baru.
5. Melakukan estimasi piksel line-tracking yang baru.
Estimasi dilakukan dengan menggunakan cross-
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
5
sectional profile (VM). VM untuk semua CI diestimasi
dengan formula :
8N��9, :�, �O, PQ� � @�9 � RO cos PQ – > sin PQY , : � ZO sin PQ � > cos PQ[� � @ �9 � ZO cos PQ � > sin PQ[ , : � ZO sin PQ \ > cos PQ[� \ 2@ �9 � ZO cos PQ[ , : � ZO sin PQ[�, �9, :� ^ _� dan
> � �` \ 1� 2⁄ (3.4)
CI merupakan delapan tetangga terdekat Nc dari piksel
yang saat ini sedang di-track, kecuali piksel yang
termasuk dalam VI. � O, PQ � merupakan koorddinat
polar dari kandidat yang relatif terhadap � 9, :� dan `
merupakan lebar dari cross-sectional profile. Sudut
ketika cros-sectional profile parameter bernilai
maksimum dan juga melebihi nilai threshold 4
digunakan untuk menentukan piksel yang akan di-
track selanjutnya. Sudut yang dimaksud pada
penjelasan di atas dapat dinotasikan dengan
Pd �,OBef maxi8Nj�9, :�, �O, PQ�k: 8Nj�9, :�, �O, PQ�k l 4m (9)
dan piksel yang akan di-track selanjutnya dapat
dinotasikan dengan
�9�, :�� � �9 � O cos Pd, : � O sin Pd� . (10)
Setelah diperoleh koordinat piksel yang akan di-track
selanjutnya, maka confidence array _o di-update :
_o�9, :� F _o�9, :� � 1. (11)
Kemudian nilai variabel k di-update dan koordinat
piksel yang akan di-track selanjutnya dimasukkan
dalam 8�:
�9, :� F �9� , :��, p F p � 1, 8��p� � �9, :�. (12)
Selanjunya langkah pencarian piksel untuk line-
tracking yang baru diulang dari pengisian variabel _�.
Namun bila ternyata semua cross-sectional profile
parameter pada persamaan x.x nilainya kurang dari
threshold 4, maka algoritma line-tracking dimulai lagi
dari piksel seed berikutnya * F * � 1 dari langkah
inisialisasi line tracking. Threshold 4 algoritma ini,
digunakan dalam eliminasi piksel sehingga
mengurangi line tracking yang salah dalam citra ber-
noise.
6. Line racking untuk semua seed diulang sebanyak
jumlah scale. Jumlah scale yang digunakan tergantung
pada ukuran tubuler dari struktur pembuluh yang akan
dideteksi pada citra retina. Pada Tugas Akhir ini scale
yang digunakan sejumlah lima scale, yaitu W = 3,
5,7,9, dan 11. Pada proses multi-scale line tracking
didapatkan multi-scale confidence image. Multi-scale
confidence image merupakan gabungan dari
confidence matrix setiap scale.
7. Setelah proses multi-scale line tracking dilakukan, dan
telah didapatkan multi-scale confidence image,
selanjutnya dilakukan estimasi awal jaringan
pembuluh. Estimasi awal jaringan pembuluh
dilakukan dengan menggunakan metode map
quantization. Metode ini cukup cepat dan sederhana.
Pada map quantization, jaringan pembuluh awal
dibangun dari piksel yang memiliki confidence matrix
yang lebih besar atau sama dengan threshold TI.
Threshold TI nilainya ditentukan dari jumlah scale
yang digunakan dalam multi scale line tracking.
Sehingga, piksel yang memiliki nilai confidence
matrix lebih dari jumlah scale yang digunakan pada
saat multi scale line tracking, maka piksel tersebut
termasuk piksel pembuluh.
8. Hasil estimasi awal jaringan masih memiliki banyak
derau dan juga terdapat kesalahan deteksi retina
boundaries sebagai pembuluh. Sehingga perlu
dilakukan penghapusan retina boundaries untuk
meningkatkan tingkat kebenaran hasil segmentasi.
Penghapusan retina boundaries dilakukan dengan
melakukan beberapa langkah. Langkah yang pertama
adalah melakukan deteksi tepi pada citra green
channel retina. Deteksi tepi dilakukan dengan deteksi
tepi Sobel dengan parameter sensitivitas threshold
adalah 0,15. Deteksi tepi dilakukan untuk
mendapatkan retina boundaries. Setelah diketahui
lokasi retina boundaries dari hasil deteksi tepi, pada
lokasi yang sama pada citra hasil estimasi awal
jaringan pembuluh, nilai piksel pada citra hasil
estimasi awal jaringan dibuat menjadi bernilai nol.
Piksel bernilai nol merupakan piksel bukan pembuluh.
Sehingga akan didapatkan citra yang telah terhapus
retina boundaries-nya.
9. Setelah initial vessel network diperoleh dan telah
dilakukan penghapusan retina boundary pada hasil
estimasi awal jaringan pembuluh , dilakukan median
filtering untuk menyambungkan garis – garis
pembuluh yang seharusnya terhubung dan juga
menghilangkan derau-derau yang masih ada dalam
initial vessel network, sehingga tingkat kesalahan
deteksi pembuluh akan berkurang. Median filter yang
digunakan adalah median filter 3x3.
10. Setelah dilakukan median filtering, dilakukan
morphological opening menggunakan structuring
element berbentuk line dengan lima sudut yang
berbeda pada citra biner hasil tahap sebelumnya.
Panjang structuring element yang digunakan sebesar
M = 3 dan sudut yang digunakan sebesar
0°, 30°, 60°, 120°, dan 150°. Moprphological
directional filtering dilakukan dengan menjalankan
morphological opening menggunakan sudut-sudut
yang telah ditentukan. Kemudian hasil masing-masing
opening digabungkan menggunakan logika OR.
11. Langkah yang terkahir adalah morphological
reconsruction. Pada morphological reconstruction,
marker image yang digunakan adalah image hasil
morphological directional filtering yang telah di-
opening dan mask image yang digunakan adalah
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
6
image hasil morpohological directional filtering yang
asli. Structuring element yang digunakan adalah
structuring element berbentuk disk dengan radius R =
2 dan konektivitas yang digunakan adalah 8-
connectivity.
8 UJI COBA DAN EVALUASI
Data yang digunakan pada uji coba ini adalah
citra retina pada DRIVE database[10] yang merupakan
citra fundus mata berwarna dengan ukuran 565x584
piksel dan berupa citra RGB.
8.1 Uji Coba Perbandingan Hasil Sensitivitas
dan Spesifisitas Segmentasi Citra dari
Proses Segmentasi dengan Scale yang
Berbeda-Beda
Pada skenario uji coba yang pertama ini akan
dibandingkan nilai sensitivitas dan spesifisitas segmentasi
citra yang dihasilkan dari masing-masing citra dengan
scale yang berbeda-beda. Uji coba pertama skenario ini
akan diujikan pada citra 01_test.tif yang merupakan citra
dari DRIVE database.
Gambar 2 Citra masukan 01_test.tif uji coba I
Pada skenario ini, segmentasi dilakukan pada citra
01_test.tif dengan menggunakan scale 1, 3, 5, 7, 9, 11; 1,
3, 5, 7, 9, 11, 13; 3, 5, 7, 9; 3, 5, 7, 9, 11; 3, 5, 7, 9, 11, 13;
5, 7, 9, 11; dan 5, 7, 9, 11, 13. Kemudian akan dilihat
hasil segmentasi citra dan sensitivitas dan spesifisitas dari
hasil segmentasi citra tersebut.
• Citra masukan disegmentasi dengan menggunakan
scale 1, 3, 5, 7, 9, 11
Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra 01_test.tif
dengan menggunakan scale 1, 3, 5, 7, 9, 11. Hasil citra
green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada
Gambar 3. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai
sensitivitas segmentasi citra sebesar 73,09% dan nilai
spesifisitas sebesar 98,53%.
(a1)
(a2)
Gambar 3 Hasil uji coba I dengan scale 1, 3, 5, 7, 9, 11
(a) citra green channel (b) hasil segmentasi
• Citra masukan disegmentasi dengan menggunakan
scale 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13
Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra 01_test.tif
dengan menggunakan scale 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13. Hasil
citra green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada
Error! Reference source not found.. Dari uji coba
tersebut didapatkan nilai sensitivitas segmentasi citra
sebesar 75,54% dan nilai spesifisitas sebesar 98,07%.
(a1)
(a2)
Gambar 4 Hasil uji coba I dengan scale 1, 3, 5, 7, 9, 11,
13 (a) citra green channel (b) hasil segmentasi
• Citra masukan disegmentasi dengan menggunakan
scale 3, 5, 7, 9
Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra 01_test.tif
dengan menggunakan scale 3, 5, 7, 9. Hasil citra green
channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada Error!
Reference source not found.. Dari uji coba tersebut
didapatkan nilai sensitivitas segmentasi citra sebesar
76,83% dan nilai spesifisitas sebesar 98,20%.
(a1)
(a2)
Gambar 5 Hasil uji coba I dengan scale 3, 5, 7, 9 (a)
citra green channel (b) hasil segmentasi
• Citra masukan disegmentasi dengan menggunakan
scale 3, 5, 7, 9, 11
Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra 01_test.tif
dengan menggunakan scale 3, 5, 7, 9, 11. Hasil citra
green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada
Error! Reference source not found.. Dari uji coba
tersebut didapatkan nilai sensitivitas segmentasi citra
sebesar 79,04% dan nilai spesifisitas sebesar 97,81%.
(a1)
(a2)
Gambar 6 Hasil uji coba I dengan scale 3, 5, 7, 9, 11
(a) citra green channel (b) hasil segmentasi
• Citra masukan disegmentasi dengan menggunakan
scale 3, 5, 7, 9, 11, 13