implementasi program penanggulangan tb paru dengan

125
IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN STRATEGI DOTS DI PUSKESMAS BAH BIAK KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2018 SKRIPSI Oleh ELIVIA KUMALA NIM. 151000506 PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB

PARU DENGAN STRATEGI DOTS DI PUSKESMAS BAH

BIAK KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh

ELIVIA KUMALA

NIM. 151000506

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA 2020

Universitas Sumatera Utara

Page 2: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB

PARU DENGAN STRATEGI DOTS DI PUSKESMAS BAH

BIAK KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara

Oleh

ELIVIA KUMALA

NIM. 151000356

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA 2020

Universitas Sumatera Utara

Page 3: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Universitas Sumatera Utara

Page 4: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 10 Oktober 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Fauzi, S.K.M.

Anggota : 1. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes.

2. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H.

ii

Universitas Sumatera Utara

Page 5: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Universitas Sumatera Utara

Page 6: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Abstrak

Tuberculosis (TB) merupakan masalah kesehatan utama di dunia yang

menyebabkan morbiditas pada jutaan orang setiap tahunnya termasuk Indonesia, pemutusan rantai penularan TB paru sudah dilaksankan oleh Indonesia dengan

pengobatan secara DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Pada tahun

2017 angka kesembuhan tuberkulosis di Puskesmas Bah Biak yaitu sebesar

33,33% dan belum mencapai target yang ditetapkan yaitu 85%. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam

terhadap 8 orang informan yaitu Staff Pengendalian Penyakit Menular Dinas

Kesehatan Kota Pematangsiantar, Kepala Puskesmas Bah Biak, Petugas TB, PMO tidak sembuh, PMO sembuh, Penderita TB Paru tidak sembuh, Penderita TB Paru

sembuh dan Penderita dropout. Implementasi dengan strategi DOTS belum

berjalan maksimal. Komitmen politis dari pemerintah untuk mendukung pengawasan TB Paru belum begitu menjadi prioritas, kurangnya edukasi yang

mendalam diberikan kepada PMO mengenai tugas dan penyakit TB Paru sehingga

terdapat penderita TB Paru yang dropout, kualitas tenaga kesehatan yang tidak

diberi pelatihan lanjutan dan transportasi yang belum memadai menyebabkan Puskesmas Bah Biak dalam penjaringan suspek TB Paru masih belum maksimal

atau masih secara pasif dan pemantauan terhadap penderita TB Paru belum efektif,

belum adanya tindakan dalam penanganan hambatan yang berupa efek samping obat TB Paru yang menjadikan alasan penderita TB Paru untuk dropout.

Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan masukan dan proses belum

dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah sehingga angka kesembuhan di

Puskesmas Bah Biak tidak mencapai target nasional yang sudah ditetapkan. Kepada Dinas Kesehatan Kota pematangsiantar untuk meningkatkan pengawasan

dan pemantauan terhadap P2TB di wilayah puskesmas secara khusus dan

berkelanjutan. Kepada Kepala Puskesmas Bah Biak menjalin kerja sama lintas sektor dan menyediakan fasilitas laboratorium karena ditemukan penemuan kasus

TB terus meningkat dalam 3 tahun terakhir. Kepada petugas TB Paru agar lebih

mengedukasi kepada PMO tentang tugasnya sebagai PMO dan penderita TB Paru

serta masyarakat mengenai penyakit TB.

Kata kunci: Implementasi, TB Paru, DOTS

iv Universitas Sumatera Utara

Page 7: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Abstract

Tuberculosis (TB) is a major health problem in the world that cause morbidity in

millions of people each year, including Indonesia, breaking the chain of transmission of pulmonary tuberculosis has been undertaken by Indonesia with

treatment DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). In 2017 the cure

rate of tuberculosis in Puskesmas Bah Biak in the amount of 33.33% and has not

yet reached the target set at 85%. This study uses a qualitative approach depth interviews with 8 informants Staff Communicable Disease Control Health

Department Pematangsiantar, Head of Puskesmas Bah Biak, Officer TB, PMO

does not recover, PMO cured, sufferers of pulmonary TB is not cured, sufferers of pulmonary TB cured and Patients dropout. Implementation of the DOTS strategy

has not run optimally. Political commitment from the government to support the

monitoring of pulmonary TB has not been so become a priority, the lack of educational depth given to the PMO on the tasks and disease Pulmonary TB so

that there are patients with pulmonary TB who dropout, the quality of health

workers who were not given further training and inadequate transportation cause

health center Bah Biak in networking with suspected pulmonary TB still not up or still passively and monitoring of patients with pulmonary TB has not been

effective, yet their actions in handling obstacles in the form of pulmonary TB drug

side effects that make the reasons for dropout with pulmonary tuberculosis. Based on this research, the implementation of the input and the process has not been

implemented to the maximum by the government so that the cure rate in

Puskesmas Bah Biak not achieve national targets that have been defined. The

Health Department Pematangsiantar to improve the supervision and monitoring of health centers P2TB in the region in particular and sustainable. PHC Chief

Bah Biak to collaborate across sectors and provide laboratory facilities for

tuberculosis case is found growing in the last 3 years. Pulmonary TB to officers to better educate the PMO about his duties as a PMO and with pulmonary

tuberculosis and the public about TB disease.

Keywords: Implementation, pulmonary TB, DOTS

v Universitas Sumatera Utara

Page 8: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi dengan judul “Implementasi Program Penanggulangan TB

Paru dengan Strategi DOTS di Puskesmas Bah Biak Kota Pematangsiantar

Tahun 2018” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara moril maupun

materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan

terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi Kebijakan

Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. dr. Fauzi, S.K.M., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, perbaikan, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan masukan demi kesempurnaan tulisan ini.

6. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H., selaku Dosen Penguji II

yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan tulisan ini.

vi Universitas Sumatera Utara

Page 9: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

7. Drs. Tukiman, M.K.M., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Seluruh Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

yang telah memberikan bekal ilmu dan bersedia memberikan kritik juga saran

demi kesempurnaan tulisan ini.

9. Seluruh Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

yang telah banyak membantu dalam mengurus segala administrasi.

10. Kepala Dinas Kesehatan dan seluruh Pegawai Dinas Kesehatan Kota

Pematangsiantar yang telah memberi izin dan membantu penulis selama

menjalani penelitian skripsi ini.

11. Kepala Puskesmas dan seluruh Pegawai Puskesmas Bah Biak yang telah

membantu dan memberikan arahan kepada penulis selama menjalani

penelitian skripsi di Puskesmas Bah Biak.

12. Teristimewa kepada kedua orangtua (Sukarto dan Sarinah) atas motivasi,

dukungan dan semangat yang telah memberikan kekuatan kepada penulis

dalam masa perkuliahan hingga penyelesaian skripsi.

13. Saudara kandung karena telah membantu, memberikan saran dan dukungan

kepada penulis.

14. Teman-teman sejawat FKM USU 2015 khususnya Departemen Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan dan semua pihak yang telah berjasa yang namanya

tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan dan kerjasamanya dalam

penyelesaian skripsi ini.

vii

Universitas Sumatera Utara

Page 10: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Universitas Sumatera Utara

Page 11: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiii

Daftar Lampiran xiv

Daftar Istilah xv

Riwayat Hidup xvi

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 8

Tujuan Penelitian 8

Tujuan umum 8

Tujuan khusus 9

Manfaat Penelitian 9

Tinjauan Pustaka 10

Kajian Teoritis 10

Pengertian tuberkulosis 10

Penyebab tuberkulosis 10

Penularan tuberkulosis (TB) 10

Gejala-gejala tuberkulosis 11

Pencegahan tuberkulosis 12

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) 13

Pengertian puskesmas 13

Prinsip penyelenggaraan puskesmas 13

Tugas dan fungsi puskesmas 14

Wewenang puskesmas 14

Upaya kesehatan masyarakat 16

Upaya kesehatan perorangan 17

Puskesmas dalam program penanggulangan TB Paru 17

Pengendalian TB 18

Pengendalian manajerial 18

Pengendalian administratif 19

Pengendalian lingkungan 20

ix Universitas Sumatera Utara

Page 12: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Pengendalian dengan alat pelindung diri 20

Kebijakan pengendalian TB 20

Program Penanggulangan TB (P2TB) 22

Program nasional penanggulangan TB Indonesia 22

Tujuan penanggulangan TB 23

Kegiatan Penanggulangan TB 26

Evaluasi Program Penanggulangan TB 27

Strategi DOTS (Directly Observed Treatments Shortcourse) 29

Tata Laksana Program Penanggulangan TB Paru 34

Penemuan kasus tuberkulosis 34

Pemeriksaan dahak secara mikroskopis 35

Diagnosis tuberkulosis 36

Pengobatan tuberkulosis 37

Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 38

Pengawas Menelan Obat (PMO) 39

Pemantauan dan hasil pengobatan TB 40

Hasil pengobatan TB Paru 41

Monitoring dan evaluasi 42

Hasil Penelitian yang Relevan 43

Landasan Teori 43

Kerangka Berpikir 44

Metode Penelitian 45

Jenis Penelitian 45

Lokasi dan Waktu Penelitian 45

Subjek Penelitian 46

Definisi Konsep 46

Metode Pengumpulan Data 48

Metode Pengukuran 48

Metode Analisis Data 49

Hasil Penelitian dan Pembahasan 50

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 50

Geografi 50

Demografi 50

Tenaga kesehatan 50

Sarana pelayanan kesehatan 51

Karakter Subjek Penelitian 51

Masukan (Input) 52

Komitmen politis 53

Tenaga kesehatan yang berkompeten 55

Sarana dan prasarana 58

Pendanaan 61

Proses (Process) 63

Penjaringan suspek 63

x Universitas Sumatera Utara

Page 13: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis 67

Pengobatan TB dengan OAT yang diawasi PMO yang terlatih 69

Penjamin ketersediaan OAT 73

Pencatatan dan pelaporan 74

Keluaran (Output) 77

Keterbatasan Penelitian 78

Kesimpulan dan Saran 79

Kesimpulan 79

Saran 80

Daftar Pustaka 82

Lampiran 86

xi Universitas Sumatera Utara

Page 14: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Jenis, Sifat, dan Dosis OAT 38

2 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Bah Biak

Tahun 2018 50

3 Data Tenaga Kesehatan di Puskesmas Bah Biak Tahun 2018 51

4 Data Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas

Bah Biak Tahun 2018 51

5 Karakteristik Subjek Puskesmas Bah Biak 52

xii Universitas Sumatera Utara

Page 15: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka berpikir 44

xiii Universitas Sumatera Utara

Page 16: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara Mendalam 86

2 Form Checklist Sarana dan Prasarana 90

3 Surat Permohonan Izin Penelitian 91

4 Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan 92

5 Surat Keterangan Selesai Penelitian Dinas Kesehatan 93

6 Surat Keterangan Selesai Penelitian Puskesmas Bah Biak 94

7 Matriks Pernyataan Informan 95

8 Dokumentasi Penelitian 105

xiv Universitas Sumatera Utara

Page 17: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Daftar Istilah

BCG Basil Calmette Guerin

BP4 Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru

BTA Basil Tahan Asam

CNR Cross Notification Rate

DOTS Directly Observed Therapy Shortcouse

DPM Dokter Praktek Mandiri

DPS Dokter Praktek Swasta FKRTL Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut

FKTP Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

GERDUNAS Gerakan Terpadu Nasional

HIV Human Imunodeficiency Virus

KEMENKES RI Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

KIE Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

KNCV Koninklijke Nederlandse Centrale Vereniging

KPP Kelompok Puskesmas Pelaksana

LED Laju Endap Darah

MDG Millenium Development Goal

OAT Obat Anti Tuberkulosis

P2TB Program Penanggulangan Tuberkulosis

PKK Pembinaan Kesejahteraan Keluarga

PMO Pengawas Menelan Obat PPI Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

PPM Puskesmas Pelaksana Mandiri

PPTI Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia

PRM Puskesmas Rujukan Mikroskopis

PS Puskesmas Satelit

RSP Rumah Sakit Paru

SPS Sewaktu Pagi Sewaktu

TB Tuberkulosis

UKM Upaya Kesehatan Masyarakat

UKP Upaya Kesehatan Perorangan

UPK Unit Pelayanan Kesehatan

WHO World Health Organization

xv

Universitas Sumatera Utara

Page 18: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Universitas Sumatera Utara

Page 19: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Pendahuluan

Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman TBC menyerang

paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2002). TB dapat diderita oleh siapa saja, orang dewasa atau

anak-anak. TB berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi bahkan

mangancam keselamatan jiwa manusia (WHO, 2014).

Tuberculosis (TB) merupakan masalah kesehatan utama di dunia yang

menyebabkan morbiditas pada jutaan orang setiap tahunnya. TB menyebabkan

angka kesakitan yang tinggi setiap tahunnya dan koinfeksi dengan Human

Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyebab utama kematian di seluruh

dunia. Setiap detiknya terdapat satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia

ini, dan dalam dekade mendatang tidak kurang dari 300 juta orang akan terinfeksi

oleh tuberkulosis (WHO, 2015).

Menurut WHO dalam Global Tuberculosis Report (2017), sebaran kasus

TB pada tahun 2016 banyak terjadi di wilayah Asia Tenggara (45%), Afrika

(25%), Timur Mediternia (7%), Eropa (3%), dan yang terakhir adalah di wilayah

Amerika (3%). Laporan dari WHO juga menyatakan bahwa terdapat 30 negara di

dunia yang mempunyai status angka TB tertinggi di dunia yang menyumbang

87% dari semua perkiraan kasus insiden di seluruh dunia. Berdasarkan data 2017

menyatakan bahwa dari 10,4 juta kasus baru TB, hanya 6,1 juta yang diobati dan

49% diantaranya yang berhasil diobati (success rate), 95% kematian akibat TB

1 Universitas Sumatera Utara

Page 20: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

2

terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (Global Tuberculosis

Report, 2017).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2016), ditemukan jumlah kasus

Tuberkulosis (TB) sebanyak 351.893 kasus, meningkat bila dibandingkan semua

kasus TB yang ditemukan pada Tahun 2015 yang sebesar 330.729 kasus. Jumlah

kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk

yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus TB di tiga

provinsi tersebut sebesar 44% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Pada

Tahun 2016 angka keberhasilan pengobatan semua kasus TB sebesar 85%. Angka

Kesembuhan semua kasus yang harus dicapai minimal 85% sedangkan angka

keberhasilan pengobatan semua kasus minimal 90% (Kementerian Kesehatan RI,

2017).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2017), ditemukan jumlah kasus

Tuberkulosis (TB) sebanyak 425.089 kasus, meningkat bila dibandingkan semua

kasus TB yang ditemukan pada Tahun 2016 yang sebesar 360.565 kasus. Jumlah

kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk

yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus TB di tiga

provinsi tersebut sebesar 43% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Pada

Tahun 2017 angka keberhasilan pengobatan semua kasus TB sebesar 85,7%.

Angka kesembuhan semua kasus yang dicapai minimal 85% sedangkan angka

keberhasilan pengobatan semua kasus minimal 90% (Kemenkes RI, 2018).

Pemberantasan penyakit Tuberkulosis (TB) harus segera dilaksanakan agar

dapat menurunkan angka kesakitan atau kematian pada masyarakat, oleh karena

Universitas Sumatera Utara

Page 21: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

3

itu diperlukan adanya program penanggulangan penyakit TB Paru. Sejak Tahun

1995, program pemberantasan TB telah dilaksanakan secara bertahap di

Puskesmas dengan penerapan strategi DOTS (Directly Observed Treatment

Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO (World Health Organization).

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas

diberikan kepada pasien TB Paru tipe menular. Strategi ini akan memutuskan

rantai penularan TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat.

Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam

upaya pencegahan penularan TB. Kemudian berkembang seiring dengan

pembentukan gerakan terpadu nasional (GERDUNAS) TB yang dibentuk oleh

pemerintah pada tanggal 24 Maret 1999, maka pemberantasan penyakit TB telah

berubah menjadi program penanggulangan TB Paru. Ada lima komponen dalam

strategi DOTS yaitu : 1. Komitmen politis dari pemerintah untuk menjalankan

program TB, 2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis,

3.Pengobatan TB dengan paduan obat anti tuberkulosis (OAT) yang diawasi

langsung oleh pengawas minum obat (PMO), 4. Kesinambungan persediaan OAT,

5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan

evaluasi program penanggulangan TB Paru (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Penelitian Putry dan Hisyam (2014) menunjukkan bahwa pengobatan

dengan strategi DOTS di RS Haji Abdoel Madjid Batoe memiliki tingkat

kesembuhan dan tingkat keberhasilan pengobatan yang lebih besar dibandingkan

pengobatan dengan strategi non-DOTS.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

4

Berdasarkan Profil Provinsi Sumatera Utara pada Tahun 2016, dalam

catatan CNR (Cross Notification Rate) kasus baru TB Paru BTA (+) di Sumatera

Utara baru mencapai 105,02/100.000 penduduk. Pencapaian per Kabupaten/Kota,

3 (tiga) tertinggi adalah Kota Medan sebesar 3.006/100.000, Kabupaten

Deliserdang sebesar 2.184/100.000 dan Simalungun sebesar 962/100.000).

Sedangkan 3 (tiga) Kabupaten/Kota terendah adalah Kabupaten Nias Barat

sebesar 50/100.000, Pakpak Bharat sebesar 67/100.000 dan Gunung Sitoli sebesar

68/100.000. Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate) rata-rata ditingkat

provinsi mencapai 92,19%, dengan perincian persentase kesembuhan 85,52%,

namun hal ini mengalami penurunan sebesar 2,58% dibandingkan Tahun 2015

(89,61%). Angka succes rate pada Tahun 2016 ini telah mampu melampaui target

nasional yaitu 85%, dari 33 Kabupaten/Kota, terdapat 2 Kabupaten/Kota yang

belum mampu mencapai angka success rate 85% antara lain Medan & Padang

Sidempuan (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun, 2016).

Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi DOTS yang mampu

mengendalikan penyakit TB karena dapat memutuskan rantai penularan

penyakitnya. Walaupun program penanggulangan TB Nasional telah berhasil

mencapai target angka kesembuhan (Cure Rate) dan angka keberhasilan

pengobatan (Success Rate), namun penatalaksanaan TB di sebagian besar

puskesmas maupun rumah sakit belum sesuai dengan strategi DOTS dan

penerapan standar pelayanan berdasarkan Internasional Standards for

Tuberculosis Care (ISTC) (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 23: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

5

Keberhasilan pengobatan TB dapat tercapai bila penderita teratur dan

patuh dalam mengkonsumsi obat. Waktu pengobatan TB cukup lama sekitar 6-8

bulan sehingga banyak penderita yang putus berobat dan mengakibatkan resisten

terhadap obat yang telah dikonsumsi. Penerapan pengawasan minum obat juga

merupakan strategi untuk menjamin keberhasilan serta kesembuhan penderita

(Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Zubaidah (2013), penderita yang kurang

mendapatkan pengawasan dari Pengawas Menelan Obat (PMO) akan berisiko

1,83 kali untuk tidak sembuh dibandingkan dengan pasien yang diawasi dengan

baik oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun (2017),

ditemukan jumlah kasus BTA (+) pada Tahun 2015 sebanyak 429 kasus dan

Tahun 2016 mengalami penurunan sebanyak 381 kasus serta pada Tahun 2017

juga mengalami penurunan sebanyak 324 kasus. Angka keberhasilan pengobatan

TB BTA (+) di Kota Pematangsiantar sudah mencapai target angka keberhasilan

pengobatan (Success Rate) yang telah ditetapkan pada Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis yaitu ≥

85%. Pada Tahun 2016 angka keberhasilan pengobatan sebesar 96,59% lebih

besar dibandingkan Tahun 2015 yaitu sebesar 93,94% dan pada Tahun 2017

keberhasilan pengobatan mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya

yaitu sebesar 93,12%. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pelaksanaan P2TB

yang belum maksimal (Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2017).

Universitas Sumatera Utara

Page 24: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

6

Berdasarkan profil kesehatan Puskesmas Bah Biak (2017), pada Tahun

2015 dan 2016 Puskesmas Bah Biak mencapai angka kesembuahan sebesar 100%,

tetapi pada Tahun 2017 Puskesmas Bah Biak mengalami penurunan angka

kesembuhan sebesar 33,33% dan Puskesmas Bah Biak merupakan peringkat

pertama untuk angka keberhasilan yang paling rendah dari semua puskesmas yang

ada di kota Pematangsiantar.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 8 November

2018 di Puskesmas Bah Biak dengan petugas TB Paru diperoleh informasi bahwa

puskesmas Bah Biak merupakan kategori puskesmas satelit (PS) yang tidak

melaksanakan penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak, pemeriksaan dahak di

laksanankan pada puskesmas rujukan mikroskopik (PRM) yaitu puskesmas

Tomuan. Puskesmas Bah Biak hanya melakukan pengambilan dahak, pembuatan

sediaan sampai fiksasi dahak, pengobatan dan pemantauan perkembangan

penderita TB Paru. Pelaksanaan program penanggulangan TB di Puskesmas Bah

Biak dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS.

Pelaksanaan program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak

meliputi kegiatan penemuan penderita TB Paru, pengumpulan dahak (sputum),

pengobatan, dan pemantauan perkembangan penderita. Alur diagnosis TB Paru

yaitu penderita suspek TB Paru yang memiliki gejala batuk berdahak lebih dari

dua minggu memeriksakan kesehatan ke puskesmas, dikarenakan puskesmas tidak

memiliki laboratorium sendri maka dari itu pihak puskesmas mengambil dahak,

pembuatan sediaan sampai fiksasi dahak, kemudian sediaan dahak dikirim ke

Puskesmas Rujukan Mikroskopis, kemudian pihak Puskesmas Rujukan

Universitas Sumatera Utara

Page 25: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

7

Mikroskopismelakukan pemeriksaan BTA (+) sebanyak tiga kali. Jika dari ketiga

hasil pemeriksaan sputum terdapat dua BTA (+), maka suspek TB Paru dapat

dinyatakan sebagai penderita TB Paru. Penderita TB Paru menjalani pengobatan

dan ditunjuk seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) yang berasal dari anggota

keluarga penderita.

Petugas TB di Puskesmas Bah Biak lebih banyak melakukan penemuan

kasus secara pasif yaitu menunggu penderita suspek TB Paru datang ke puskesmas

dari pada penemuan kasus secara aktif yaitu dengan cara turun ke setiap

lingkungannya. Menurut petugas TB Paru, rendahnya angka keberhasilan

pengobatan, diakibatkan oleh masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai

TB Paru, sehingga banyak pasien TB Paru yang pengobatannya tidak tuntas, serta

transportasi menuju puskesmas sulit di dapatkan. Bertambahnya penularan TB

Paru di lingkungan tersebut juga disebabkan penderita yang tidak mengikuti

anjuran atau tidak melaksanakan pencegahan penularan ke orang lain seperti,

menggunakan masker, menutup hidung dan mulut menggunakan sapu tangan saat

batuk serta bersin.

Berdasarkan keterangan dari petugas TB Paru diketahui bahwa Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) juga selalu tersedia untuk penderita TB Paru di puskesmas

dan setiap penderita memiliki kartu identitas penderita agar penderita tidak

terdaftar juga di fasilitas kesehatan lain. Pencatatan dilakukan petugas TB Paru

yaitu melalui pencatatan suspek yang diperiksa dahaknya, kasus BTA positif dan

hasil pengobatannya. Namun banyak penderita yang memiliki jaminan kesehatan

dengan fasilitas kesehatannya di Puskesmas Bah Biak tetapi alamat penderita

Universitas Sumatera Utara

Page 26: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

8

diluar kecamatan bahkan diluar kabupaten/kota. Sehingga petugas TB susah untuk

memantau pengobatan penderita TB tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai implementasi program penanggulangan TB Paru dengan

strategi DOTS di Puskesmas Bah Biak, Kota Pematangsiantar Tahun 2018.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Komitmen Politis dalam pelaksanaan program penanggulangan

TB agar berjalan dengan baik, penyediaan tenaga kesehatan yang

berkompeten, semua sarana dan prasarana serta pendanaan dalam

pelaksanaan program penanggulangan TB (P2TB)?

2. Bagaimana tata pelaksanaan penjaringan suspek TB dan pelaksanaan

diagnosis TB?

3. Bagaimana tata pelaksanaan pengawasan pengobatan pasien TB dengan PMO

yang terlatih?

4. Bagaimana jaminan ketersediaan OAT dalam penanggulangan TB?

5. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan untuk monitoring dan evaluasi

pelaksanaan P2TB?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Mendeskripsikan implementasi program penanggulangan

TB Paru dengan strategi DOTS di Puskesmas Bah Biak, Kota Pematangsiantar

Tahun 2018.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

9

Tujuan khusus. Tujuan khusus meliputi dari :

1. Komitmen Politis dalam pelaksanaan program penanggulangan TB agar

berjalan dengan baik, penyediaan tenaga kesehatan yang berkompeten, semua

sarana dan prasarana serta pendanaan dalam pelaksanaan program

penanggulangan TB (P2TB).

2. Penjaringan suspek TB dan diagnosis TB.

3. Pengawasan pengobatan pasien TB dengan PMO yang terlatih.

4. Penjaminan ketersediaan OAT yang bermutu dalam penanggulangan TB.

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku untuk monitoring dan evaluasi

P2TB.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai informasi kepada stakeholder dalam hal ini bagi Dinas Kesehatan

Kota Pematangsiantar mengenai penanggulangan penyakit TB.

2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Bah Biak dalam melaksanakan

program penanggulangan TB Paru dan meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan kepada penderita TB Paru.

3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan wawasan keilmuan bagi peneliti

lain, khususnya mengenai penanggulangan TB Paru.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Tinjauan Pustaka

Kajian Teoritis

Pengertian tuberkulosis. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu

penyakit menular yang bersifat kronis dan sudah lama menjadi permasalahan

kesehatan di dunia. Tuberkulosis adalah salah satu penyakit infeksi yang

disebabkan oleh kuman turbekulosis yang dalam istilah latin disebut

Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tuberkulosis bukanlah penyakit keturunan,

akan tetapi kuman tersebut ditularkan dari seseorang ke orang lain dan menyerang

organ paru-paru manusia (Aditama, 2002).

Penyebab tuberkulosis. Tuberkulosis disebabkan oleh berbagai jenis

bakteri berbentuk batang (basil) yang tahan terhadap asam sehingga disebut

dengan Basil Tahan Asam (BTA). Basil tuberkel (Mycobacterium Tuberculosis)

merupakan penyebab utama dari tuberkulosis di seluruh dunia. Tipe basil lainnya

yaitu:

1. Mycobacterium Africanum yang terdapat di Afrika. Basil ini sering resisten

terhadap tiasetazon.

2. Mycobacterim Bovis yang terdapat pada ternak di Eropa dan Amerika. Infeksi

ini sering diteruskan kepada manusia lewat susu. Infeksi pada manusia oleh

basil ini tampaknya tidak terjadi di India atau negara lainnya yang ada di Asia

karena dibanyak negara di Asia susu direbus dulu sebelum diminum (Crofton,

2002).

Penularan tuberkulosis (TB). Tuberkulosis ditularkan dari penderita

yang TB BTA positif melalui percikan dahak (droplet), melalui udara yang

10 Universitas Sumatera Utara

Page 29: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

11

tercemar oleh Mycobacterium Tuberculosis yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si

penderita TB saat batuk dan bersin. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000

percikan dahak yang mengandung kuman sebanyak 0-3500 M. Tuberculosis.

sedangkan saat bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500–1.000.000 M.

Tuberculosis (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2016).

Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang

menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah),

bahkan bakteri ini pula dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau

kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain

seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang kelenjar getah bening dan lainnya meski

yang paling banyak adalah organ paru (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Gejala-gejala tuberkulosis. Tuberkulosis memiliki tanda dan gejala yang

sangat bervariasi bagi setiap masing-masing penderita, mulai dari tanpa gejala

hingga gejala akut.

1. Demam

Biasanya subfebris, menyerupai demam influenza tetapi kadang-kadang

suhunya 40-41°C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh

penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

2. Batuk

Batuk berlangsung 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi pada bronkus,

sifat batuk mulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul

peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 30: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

12

lanjut adanya dahak bercampur darah bahkan sampai batuk darah (hemaptoe)

karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

3. Sesak Napas

Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana

infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.

4. Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila filtrasi radang sudah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

5. Malaise

Sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,

meriang, dan keluar keringat di malam hari tanpa melakukan aktifitas.

Aditama (1994).

Pencegahan tuberkulosis. Tuberkulosis dapat dicegah pertama kali yaitu

dengan mengurangi jumlah penderita TB di masyarakat. Semua penderita yang

dahak positif dipastikan menyelesaikan pengobatannya. Pencegahan lain yaitu

pencegahan terhadap populasi yang rentan dengan penyakit TB, seperti

berperilaku hidup bersih dan sehat, makan makanan bergizi, tidak merokok dan

tidak mengkonsumsi alkohol serta vaksinasi BCG. Pencegahan terhadap

lingkungan juga perlu dilaksanakan seperti menjaga lingkungan agar tetap

sehatdan melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan sesuai

persyaratan baku rumah sehat (Crofton, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 31: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

13

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Pengertian puskesmas. Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas

adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014).

Prinsip penyelenggaraan puskesmas. Prinsip penyelenggaraan

berdasarkan :

1. Paradigma Sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen

dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi

individu, keluarga, dan masyarakat.

2. Pertanggung jawaban wilayah

Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya.

3. Kemandirian masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat.

4. Pemerataan

Puskemas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat di akses dan

terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa

membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

14

5. Teknologi tepat guna

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan

teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah

dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

6. Keterpaduan dan kesinambungan

Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM

dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan

yang didukung dengan manajemen puskesmas. (Peraturan Menteri Kesehatan

RI Nomor 75 Tahun 2014).

Tugas dan fungsi puskesmas. Tugas puskesmas yakni Puskesmas

mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan

pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung

terwujudnya kecamatan sehat. Sedangkan dalam melaksanakan tugas, Puskesmas

menyelenggarakan fungsi :

1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya

2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. (Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014)

Wewenang puskesmas. Upaya kesehatan masyarakat yang dilaksanakan

oleh puskesmas menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014,

adalah :

1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan

masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan

2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

Page 33: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

15

3. Melaksanakn komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdyaan masyarakat

dalam bidang kesehatan

4. Menggerakkan masyarakat untuk mengindentifikasi dan menyelesaikan

masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang

bekerjasama dengan sektor lain terkait

5. Melaksanakan pembina teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya

kesehatan berbasis masyarakat

6. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas

7. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan

8. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan

cakupan pelayanan kesehatan

9. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk

dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan

penyakit

10. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu

11. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif

dan preventif

12. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang beroentasi pada individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat

13. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakn keamanan dan

keselamatan pasien, petugas, dan pengunjung

Universitas Sumatera Utara

Page 34: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

16

14. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan pronsip koodinatif dan

kerjasama inter dan antar profesi

15. Melaksanakan rekam medis

16. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan

17. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembina fasilitas pelayanan ksehatan

tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Upaya kesehatan masyarakat. Upaya Kesehatan Masyarakat yang

disingkat UKM adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan kesehatan serta

mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan dengan sasaran keluarga,

kelompok dan masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat meliputi upaya kesehatan

masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Upaya

Kesehatan Masyarakat esensial yang dilaksanakan puskesmas menurut Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014, adalah :

1. Pelayanan promosi kesehatan

2. Pelayanan kesehatan lingkungan

3. Pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana

4. Pelayanan gizi

5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit

Sedangkan upaya kesehatan masyarakat pengembangan adalah upaya

kesehatan masyarakat yang kegiatannya bersifat inovatif atau bersifat

ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah

kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di

masing-masing puskesmas.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

17

Upaya kesehatan perorangan. Upaya kesehatan perorangan yang

disingkat menjadi UKP adalah suatu kegiatan untuk peningkatan, pencegahan,

penyembuhan dan pengurangan penderita akibat penyakit dan memulihkan

kesehatan perorangan. Upaya Kesehatan Perorangan tingkat pertama yang

dilaksanakan :

1. Rawat jalan

2. Pelayanan gawat darurat

3. Pelayanan satu hari (one day care)

4. Home care

5. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.

(Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014).

Puskesmas dalam program penanggulangan TB Paru. Menurut

Kementerian Kesehatan RI Tahun 2014, KPP atau kelompok puskesmas

pelaksana dibagi menjadi tiga kelompok sebagai upaya penanggulangan

tuberkulosis yaitu :

1. Puskesmas satelit (PS)

Puskesmas Satelit adalah puskesmas yang tidak memiliki laboratorium

sendiri. Puskesmas ini hanya melakukan pengambilan dahak, pembuatan

sediaan sampai fiksasi dahak. Kemudian sediaan dahak dikirim ke Puskesmas

Rujukan Mikroskopis. Kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri

dari satu dokter dan satu petugas TB.

2. Puskesmas rujukan mikroskopis (PRM)

Puskesmas Rujukan Mikroskopis adalah puskesmas yang sudah memiliki

Universitas Sumatera Utara

Page 36: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

18

laboratorium sendiri. Puskesmas ini biasanya dikeliling oleh lima puskesmas

satelit. Fungsi dari PRM adalah puskesmas rujukan dalam pemeriksaan slide

sediaan dahak dan pelaksana pemeriksaan dahak. Kebutuhan minimal tenaga

pelaksana terlatih terdiri dari satu dokter, satu petugas TB, dan satu tenaga

laboratorium.

3. Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM)

Puskesmas Pelaksana Mandiri berfungsi seperti puskesmas rujukan

mikroskopis, hanya saja pada puskesmas ini tidak bekerja sama dengan

puskesmas satelit. Kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari

satu dokter, satu petugas TB, dan satu tenaga laboratorium.

Pengendalian TB

Pelayanan kesehatan merupakan tempat yang menjadi salah satu risiko

utama penularan TB. Maka semua tempat pelayanan kesehatan perlu menerapkan

upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI TB). PPI TB pada

kondisi/situasi khusus adalah pelaksanaan pengendalian infeksi pada rutan/lapas,

rumah penampungan sementara, barak-barak militer, tempat-tempat pengungsi,

asrama dan sebagainya. Menurut Kementerian Kesehatan RI Tahun 2014 dalam

menerapkan upaya PPI TB terdapat empat pilar pengendalian infeksi terdiri dari :

Pengendalian manajerial. Pihak manajerial adalah pimpinan fasilitas

palayanan kesehatan, kepala dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota atasan

dari institusi terkait. Komitmen, kepemimpinan dan dukungan manajemen yang

efektif berupa penguatan dari upaya manajerial bagi program PPI TB yang

meliputi :

Universitas Sumatera Utara

Page 37: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

19

1. Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB

2. Membuat SPO (Standar Prosedur Operasional) mengenai alur pasien untuk

semua pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans

3. Membuat perencanaan program PPI TB secara komprehensif

4. Memastikan desain dan persyaratan bangunan serta pemeliharaannya sesuai

PPI TB

5. Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB (tenaga,

anggaran, sarana dan prasarana) yang dibutuhkan

6. Monitoring dan evaluasi

7. Melakukan kajian di unit terkait penularan TB

8. Melaksanakan promosi pelibatan masyarakat dan organisasi masyarakat

terkait PPI TB

Pengendalian administratif. Pengendalian administratif adalah upaya

yang dilakukan untuk mencegah/menanggulangi pajanan kuman M. tuberculosis

kepada petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan lingkungan dengan

menyediakan, mendiseminasikan dan memantau pelaksanaan standar prosedur dan

alur pelayanan. Upaya ini mencakup :

1. Strategi TEMPO (Temukan pasien secepatnya, Pisahkan secara aman, Obati

secara tepat).

2. Penyuluhan pasien mengenai etika batuk.

3. Penyediaan tisu dan masker, tempat pembuangan tisu serta pembuangan

dahak yang benar.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

20

4. Pemasangan poster, spanduk dan bahan untuk komunikasi, informasi dan

edukasi (KIE).

5. Skrinning bagi petugas yang merawat pasien TB.

Pengendalian lingkungan. Pengendalian lingkungan adalah upaya

peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi dengan menggunakan teknologi

untuk mencegah penyebaran dan mengurangi atau menurunkan kadar percik renik

di udara. Upaya pengendalian dilakukan dengan menyalurkan percik renik ke arah

tertentu (directional airflow) dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagi

germisida.

Pengendalian dengan alat pelindung diri. Penggunaan alat pelindung

diri pernapasan oleh petugas kesehatan di tempat pelayanan sangat penting untuk

menurunkan risiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak dapat dihilangan

dengan upaya administratif dan lingkungan. Petugas kesehatan menggunakan

respirator dan penderita menggunakan masker bedah. Petugas kesehatan dan

pengunjung perlu mengenakan respirator jika berada bersama pasien TB

diruangan tertutup. Penderita tidak perlu menggunakan respiratori tetapi cukup

menggunakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitarnya dari droplet

(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Kebijakan pengendalian TB. Menurut Kementerian Kesehatan RI Tahun

2014 kebijakan penanggulangan TB Paru terdiri dari :

1. Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi

dalam kerangka otonomi dengan kabupaten/kota sebagai titik berat

manajemen program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring

Universitas Sumatera Utara

Page 39: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

21

dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana

dan prasarana).

2. Pengendalian TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS sebagai

kerangka dasar dan memperhatikan strategi global untuk mengendalikan TB.

3. Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah

terhadap program pengendalian TB.

4. Penguatan pengendalian TB dan pengembangannya ditujukan terhadap

peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan

pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya TB resistan obat.

5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB dilaksanakan oleh

seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan

Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL), meliputi : Puskesmas, Rumah Sakit

Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Besar/Balai

Kesehatan Paru Masyarakat (BB/BKPM), Klinik Pengobatan serta Dokter

Praktek Mandiri (DPM).

6. Pengobatan untuk TB tanpa penyulit dilaksanakan di FKTP. Pengobatan TB

dengan tingkat kesulitan yang tidak dapat ditatalaksanakan di FKTP akan

dilakukan di FKRTL dengan mekanisme rujuk balik apabila faktor penyulit

telah dapat ditangani.

7. Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan

kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan

Universitas Sumatera Utara

Page 40: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

22

masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB

(Gerdunas TB).

8. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan

ditujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan.

9. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB diberikan secara

Cuma-Cuma dan dikelola dengan manajemen logistik yang efektif demi

menjamin ketersediaannya.

10. Ketersediaan tenaga yang kompoten dalam jumlah yang memadai untuk

meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

11. Pengendalian TB Lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan

kelompok rentan lainnya terhadap TB.

12. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

13. Memperhatikan komitmen terhadap pencapaian target strategi global

pengendalian TB.

Program Penanggulangan TB (P2TB)

Program nasional penanggulangan TB Indonesia. Berdasarkan

Kementerian Kesehatan RI (2014), strategi nasional dalam penanggulangan TB

Paru di Indonesia antara lain :

1. Visi

“Menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan berkeadilan”

2. Misi

a. Meningkatkan peemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan

masyarakat dan madani dalam pengendalian TB.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

23

b. Menjamin ketersediaan pelayanan TB yang paripurna, merata, bermutu

dan berkeadilan

c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya pengendalian TB.

d. Menciptakan tata kelola program TB yang baik.

3. Tujuan

Tujuan dalam pengendalian TB Paru adalah untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan

kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

4. Target

Merujuk pada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) yang ditetapkan pemerintah setiap 5 tahun. Pada RPJMN 2015-2019

maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB per 100.000 penduduk dari 297

menjadi 245, Presentase kasus baru TB paru BTA (+) yang ditemukan dari 73%

menjadi 90% dan Presentase kasus baru TB paru BTA (+) yang disembuhkan dari

85% menjadi 88%. Target utama pengeendalian TB pada Tahun 2015-2019 adalah

penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1 - 2% pertahun

menjadi 3 - 4% pertahun dan penurunan angka mortalitas > 4 - 5% pertahun.

Diharapkan pada Tahun 2020 Indonesia bisa mencapai target penurunan insidens

sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari angka insidens Tahun 2015.

Tujuan penanggulangan TB. Adapun tujuan program

penanggulanganTB Paru meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka

pendek. Tujuan jangka panjang adalah menurunkan angka kesakitan dan angka

Universitas Sumatera Utara

Page 42: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

24

kematian yang diakibatkan penyakit TB Paru tidak lagi merupakan masalah

kesehatan masyarakat Indonesia, sedangkan tujuan jangka pendek adalah (1)

Tercapainya angka kesembuhan minimal 88% dari semua penderita baru BTA

positif yang ditemukan, dan (2) Tercapainya cakupan penemuan penderita secara

bertahap sehingga pada Tahun 2015 dapat mencapai 90% dari perkiraan semua

penderita baru BTA positif, serta target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat

prevalensi dan kematian akibat TB hingga dan mencapai tujuan millenium

development goal (MDG) pada Tahun 2015. Kebijakan penanggulangan

Tuberkulosis Paru menurut Kementerian Kesehatan RI (2011) mencakup :

1. Perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin

ketersediaan sumber daya (dana, tenaga sarana dan prasarana).

2. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS

3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program

penanggulangan TB.

4. Strategi DOTS dan pengembangannya ditunjukan terhadap peningkatan mutu

pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga

mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya Multi Drug

Resistance Tuberculosis (MDR-TB).

5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan

oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah

Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Pengobatan

Penyakit Paru-Paru (BP4), Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek

Swasta (DPS).

Universitas Sumatera Utara

Page 43: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

25

6. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama

dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah

dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB

(Gerdunas TB).

7. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan

ditunjukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.

8. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan kepada

pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya.

9. Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang

memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

10. Penanggulangan TB lebih dipriotitaskan kepada kelompok miskin dan

kelompok rentan terhadap TB.

11. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

12. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam Millenium

Development Goals (MDGs).

Sedangkan strategi yang digunakan untuk mencapai keberhasilan program

P2 TB Paru adalah memalui, (1) Peningkatan komitmen politis yang

berkesinambungan untuk menjamin ketersediaan sumberdaya dan menjadikan

penanggulangan TB suatu prioritas, (2) Pelaksanaan dan pengembangan strategi

DOTS yang bermutu dilaksanakan secara bertahap dan sistematis, (3) Peningkatan

kerjasama dan mobilisasi sosial, (4) kerjasama dengan mitra internasional untuk

mendapatkan komitmen dan bantuan sumber daya, dan (5) Peningkatan kinerja

Universitas Sumatera Utara

Page 44: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

26

program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi, pemantauan dan evaluasi yang

berkesinambungan. (Kementerian Kesehatan RI, 2014)

Kegiatan Penanggulangan TB

Kegiatan pada program penanggulangan TB Paru yaitu kegiatan pokok dan

kegiatan pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan penemuan penderita

(case finding) pengamatan dan monitoring penemuan penderita didahului dengan

penemuan tersangka TB Paru dengan gejala klinis adalah batuk-batuk terus

menerus selama tiga minggu atau lebih. Setiap orang yang datang ke unit

pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap suspek tuberculosis

atau tersangka TB Paru dengan passive promotive case finding (penemuan

penderita secara pasif dengan promosi yang aktif).

Pengobatan TB Paru dilakukan dalam dua tahap/ kriteria, yaitu tahap awal

(intesif, 2 bulan) dan tahap lanjutan. Lama pengobatan 6-8 bulan, tergantung berat

ringannya penyakit. Penderita harus minum obat secara lengkap dan teratur sesuai

jadwal berobat sampai dinyatakan sembuh. Dilakukan tiga kali pemeriksaan ulang

dahak untuk mengetahui perkembangan kemajuan pengobatan, yaitu pada akhir

pengobatan tahap awal, sebulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir

pengobatan.

Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau Directly

Observed Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek

dengan pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka

proses penyembuhan TB dapat secara tepat. DOTS menekankan pentingnya

pengawasan terhadap penderita TB agar menelan obatnya secara

Universitas Sumatera Utara

Page 45: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

27

teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS memberikan

angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95%. Strategi DOTS

direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB. Strategi

DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a) komitmen politis dan para pengambil

keputusan, termasuk dukungan dana, (b) diagnosa penyakit TB melalui

pemeriksaan dahak secara mikroskopis, (c) kesinambungan persediaan OAT

jangan pendek untuk penderita, dan (d) pengobatan TB dengan panduan obat anti

TB jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).

Pengobatan TB tanpa didukung oleh kualitas dan persediaan OAT yang

baik akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan Multi Drug Resistance yang

dapat memperparah keadaan penderita TB. OAT yang tersedia saat ini harus

dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang cukup banyak dan dapat

menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab itu banyak ahli berusaha untuk

mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination (FDC), yaitu kombinasi OAT

dalam jumlah tablet yang lebih sedikit dimana jumlah kandungan masing-masing

komponen sudah disesuaikan dengan dosis yang diperlukan. Diharapknan dengan

penggunaan OAT-FDC dapat menyederhanakan proses pengobatan,

meminimalkan kesehatan pemberian obat, dan mengurangi efek samping.

(Kementerian Kesehatan RI, 2013)

Evaluasi Program Penanggulangan TB

Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk

menilai keberhasilan pelaksanaan program. Pemantauan dilaksanakan secara

berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 46: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

28

pelaksanaan kegiatan yang telah direncanaka, supaya dapat dilakukan tindakan

perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih

lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh

mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam

mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat

berguna untuk kepentingan perencanaan program. Masing-masing tingkat

pelaksana program (UPK, Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat) bertanggung

jawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada wilayahnya masing-masing.

Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses maupun

keluaran (output). (Kementerian Kesehatan RI, 2014)

Cara pemantauan dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan

langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan masyarakat

sasaran. Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem

pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar.

Evaluasi hasil kegiatan penanggulangan TB didasarkan pada indikator-indikator

program penanggulangan TB yang dilakukan pada tahap akhir program dilakukan.

Indikator merupakan alat yang paling efekif untuk melakukan evaluasi dan

merupakan variabel yang menunjukan keadaan dan dapat digunakan untuk

mengukur terjadinya perubahan. Indikator yang baik harus memenuhi syarat-

syarat tertentu antara lain : valid, sensitif dan spesifik, dapat dimengerti, dapat

diukur dan dapat dicapai. (Kementerian Kesehatan RI, 2014)

Indikator program Penanggulangan TB Paru dapat dianalisa dengan cara

(1) Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnya

Universitas Sumatera Utara

Page 47: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

29

perbedaan, dan (2) Menganalisis kecendurungan (trend) dari waktu ke waktu.

Unttuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur

kemajuan (marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat

tertentu seperti: Sahih (valid), sensitif dan spesifik (sensitive and specific), Dapat

dipercaya (realiable), dapat diukur (measureable), dapat dicapai (achievable).

(Kementerian Kesehatan RI, 2014)

Strategi DOTS (Directly observed treatments shortcourse). Berdasarkan

Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016 Strategi DOTS merupakan strategi

penanggulangan TB Nasional yang telah direkomendasikan oleh WHO pada

Tahun 1995. Pada Tahun 2000 secara bertahap strategi DOTS mulai

dikembangkan di seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK). Dengan strategi

DOTS diharapkan adanya keberhasilan program dimana angka keberhasilan

pengobatan yang ditargetkan minimal 85 %.

Strategi DOTS merupakan pengobatan dengan pasuan OAT yang telah

ditentukan selama minimal enam bulan. Strategi ini merupakan strategi

komprehensif yang dilakukan di seluruh pelayanan kesehatan primer untuk

mendeteksi dan menyembuhkan TB dengan harapan menurunkan insiden TB

dimasyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Strategi DOTS adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek

dengan keharusan setiap pengelola program TB untuk memberi perhatikan

(directattention) dalam usaha menemukan penderita dengan pemeriksaan

mikroskopis. Setiap penderita harus di observasi (observed) dalam menelan obat

dimana setiap obat yang ditelan penderita harus didepan seorang pengawas. Setiap

Universitas Sumatera Utara

Page 48: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

30

penderita harus menerima pengobatan (treatment) yang tertata dalam sistem

pengelolaan, dan distribusi penyediaan obat agar setiap daerahnya tersedia obat

yang cukup. Kemudian setiap penderita harus mendapatkan obat yang baik,

artinya pengobatan jangka pendek (shortcourse) yang terstandart dan telah

terbukti ampuh secara klinis. Akhirnya, harus ada dukungan dari pemerintah yang

membuat program penanggulangan TB mendapat prioritas yang tinggi dalam

pelayanan kesehatan (Aditama, 2002).

Menurut Kementerian Kesehatan RI Tahun 2014 ada lima komponen

dalam strategi DOTS yaitu 1. Komitmen politis dari pemerintah untuk

menjalankan program TB, 2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara

mikroskopis, 3. Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

yang diawasi langsung oleh Pengawas Minum Obat (PMO), 4. Kesinambungan

persediaan OAT, 5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan

pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru.

1. Komitmen politis dari pemerintah untuk menjalankan program TB

Komitmen politis dari pemerintah secara umum dibangun atas

kesadarantentang besarnya masalah TB dan pengetahuan tentang program

penanggulangan TB yang telah terbukti ampuh. Komitmen itu dimulai dengan

keputusan pemerintah untuk menjadikan TB sebagai prioritas utama dalam

program kesehatan. Komitmen politik juga harus membuat suatu program

nasional menyeluruh yang menjelaskan bagaimana DOTS dapat

diimplementasikan. Kemudian diperlukan dukungan pendanaan serta tenaga

Universitas Sumatera Utara

Page 49: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

31

pelaksana yang terlatih untuk dapat mewujudkan program menjadi kegiatan nyata

di masyarakat. Pendanaan untuk Program TB dapat berasal dari :

a. APBN (Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara)

Alokasi pembiayaan dari APBN digunakan untuk membiayai pelaksanaan

kegiatan program TB nasional, namun dalam upaya meningkatkan kualitas

program di daerah, Kementerian Kesehatan dalam hal ini Sub Direktorat TB

melimpahkan kewenangan untuk mengelola dana APBN dengan melibatkan

pemerintah daerah dengan mekanisme sebagai berikut :

1) Dana dekosentrasi (dekon) yaitu dana dari pemerintah pusat (APBN) yang

diberikan kepada pemerintah daerah sebagai instansi vertikal yang

digunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Dana dekonsentrasi

untuk program pengendalian TB digunakan untuk memperkuat jejaring

kemitraan di daerah melalui lintas program dan lintas sektor,

meningkatkan monitoring dan evaluasi program pengendalian TB di

kabupaten/kota melalui pembinaan teknis, meningkatkan kompetensi

petugas TB melalui pelatihan tatalaksana program TB.

2) Dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan adalah dana perimbangan

yang ditujukan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Kesehatan

di Daerah. Dana ini diserahkan kepada daerah melalui pemerintah daerah

kabupaten/kota untuk menyediakan sarana dan prasarana pelayanan

kesehatan seperti alat dan bahan penunjang di laboratorium dalam rangka

Universitas Sumatera Utara

Page 50: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

32

diagnosis TB dan perbaikan infrastruktur di kabupaten/kota termasuk

gudang obat.

3) Bantuan operasional kesehatan (BOK) diserahkan kepada fasilitas

pelayanan kesehatan untuk membiayai operasioal petugas, dan dapat

digunakan sebagai transport petugas fasilitas pelayanan kesehatan dalam

rangka pelacakan kasus yang mangkir TB, dan pencarian kontak TB.

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Alokasi pembiayaan dari APBD digunakan untuk membiayai pelaksanaan

kegiatan program TB di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Berdasarkan

tugas pokok dan fungsi dari pemerintah daerah.

c. Dana Hibah

Kementerian Kesehatan dalam hal ini Sub Direktorat TB merupakan salah

satu program yang mendapat kepercayaan menerima dana hibah dari luar negeri.

Saat ini berbagai keberhasilan telah banyak dicapai oleh program TB, namun

sebagian besar pembiayaan masih tergantung kepada donor (PHLN).

d. Asuransi Kesehatan dan Swasta

Dalam upaya keberlanjutan pembiayaan Pengendalian TB, perlu

meningkatkan dana tambahan dari sumber daya lain seperti asuransi kesehatan dan

sektor swasta melalui dukungan dari dana pertanggung jawaban sosial perusahaan

(Corporat Social Responsibility Funds), karena pengendalian TB bukan hanya

menjadi tanggung jawab pemerintah pusat maupun daerah (provinsi dan

kabupaten/kota) namun juga merupakan tanggung jawab sektor swasta dan

masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

33

Pembiayaan program kesehatan termasuk pengendalian TB sangat

bergantung pada alokasi dari pemerintah pusat dan daerah di era desentralisasi

sekarang. Alokasi APBD untuk pengendalian TB secara umum masih rendah

dikarenakan tingginya pendanaan yang ditanggung pemerintah dan banyaknya

masalah kesehatan masyarakat lainnya yang juga perlu didanai. Pembiayaan

program TB saat ini masih mengandalkan pendanaan dari donor internasional dan

aloasi pendanaan pemerintah pusat untuk pengadaan obat. Alokasi anggaran

pengadaan obat ini menurun dalam beberapa tahun terakhir sehingga

menimbulkan stock-out. Rendahnya komitmen politis untuk pengendalian TB

merupakan ancaman bagi kesinambungan program pengendalian TB. Program

pengendalian TB nasional semakin perlu penguatan kapasitas untuk melakukan

advokasi dalam meningkatkan pembiayaan dari pusat maupun daerah (Kemenkes,

2011).

2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis

Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis ini

terutamadilakukan pada mereka yang datang ke fasilitas kesehatan karena keluhan

paru dan pernapasan. Pendekatan itu disebut passive case finding. Pada keadaan

tertentu dapat dilakukan pemeriksaan radiografi dengan kriteria yang jelas yang

dapat diterapkan di masyarakat.

3. Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang diawasi

langsung oleh Pengawasan Minum Obat (PMO)

Penderita diawasi secara langsung ketika menelan obat, yang dapat

mengawasi penderita itu dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, keluarga atau

Universitas Sumatera Utara

Page 52: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

34

tetangga penderita. Obat yang diberikan harus sesuai standar dan diberikan secara

gratis pada seluruh penderita TB yang menular dan kambuh. Pengobatan TB

memakan waktu 6 bulan. Setelah makan obat 2 atau 3 bulan tidak jarang keluhan

penderita menghilang, sehingga banyak penderita merasa sudah sehat dan

menghentikan pengobatnnya.

4. Kesinambungan persediaan OAT

Jaminan tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu.

Masalah utama dalam hal ini adalah perencanaan dan pemeliharaan stok obat pada

berbagai tingkat daerah. Maka dari itu diperlukan pencacatan dan pelaporan

penggunaan obat yang baik. Seperti jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan,

kasus yang ditangani dalam waktu lalu.

5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan

evaluasi program penanggulangan TB Paru

Setiap penderita TB yang diobati harus mempunyai satu kartu identitas

penderita yang kemudian tercatat di catatan TB di kabupaten/kota. Kemanapun

penderita pergi, dia harus menggunakan kartu yang sama, sehingga dapat

melanjutkan pengobatannya dan tidak sampai tercatat dua kali (Aditama, 2005).

Tata Laksana Program Penanggulangan TB Paru

Penemuan kasus tuberkulosis. Kegiatan penemuan pasien terdiri dari

penjaringan terduga pasien, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe

pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Kegiatan ini membutuhkan adanya

pasien yang memahami dan sadar akan keluhan dan gejala TB, akses terhadap

fasilitas kesehatan dan adanya tenaga kesehatan yang kompeten untuk melakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 53: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

35

pemeriksaan terhadap gejala dan keluhan tersebut. Penemuan pasien TB

merupakan langkah pertama dalam tatalaksana pasien TB (Kementerian

Kesehatan RI, 2014). Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular secara

bermakna akan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB serta

sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB. Penemuan secara aktif

dapat dilakukan terhadap :

1. Kelompok khusus yang rentan terhadap atau beresiko tinggi sakit TB seperti

pada pasien HIV, Diabetes melitus, dan malnutrisi.

2. Kelompok yang rentan karena berada di lingkungan yang beresiko tinggi

terjadinya penularan TB, seperti: lapas/rutan, tempat pengungsian, daerah

kumuh, tempat kerja, asrama, dan panti jompo.

3. Anak di bawah umur lima tahun yang kontak dengan pasien TB.

4. Kontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resisten obat.

Tahap awal penemuan pasien TB Paru dilakukan dengan menjaring

mereka yang memiliki gejala utama batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.

Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk

darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari

satu bulan (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Diagnosis pasti TBC melalui

pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Pemeriksaan kultur memerlukan waktu

lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal. Pemeriksaan 3 spesimen

(SPS) dahak secara mikroskopis langsung nilainya identik dengan pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

Page 54: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

36

dahak seara kultur atau biakan. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis merupakan

pemeriksaan yang paling efisien, mudah dan murah, dan hampir semua unit

laboratorium dapat melaksanakan. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis bersifat

spesifik dan cukup sensitif. Tujuan pemeriksaan dahak yaitu :

1. Menegakkan diagnosis dan menentukan klasifikasi/tip

2. Menilai kemajuan pengobatan

3. Menentukan tingkat penularan

Diagnosis tuberkulosis. Berikut pemeriksaan untuk mendiagnosis TB

menurut Kementerian Kesehatan RI Tahun 2014 :

1. Pemeriksaan dahak mikroskopis, Pemeriksaan ini berfungsi untuk

menegakkan diagnosis, menilai pengobatan yang telah dilakukan, dan

menentukan potensi penularan TB. Dilakukan dengan mengumpulkan tiga

spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari berupa Sewaktu-Pagi-

Sewaktu (SPS).

a. S (Sewaktu) : Dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung

pertama kali dan pada saat pulang diberi sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi di hari kedua.

b. P (Pagi): Dikumpulkan di rumah pada hari kedua di pagi hari. Pada saat

bangun tidur segera dikumpulkan dan diserahkan sendiri ke petugas di

Fasyankes.

c. S (Sewaktu): Dikumpulkan di hari kedua pada saat mengumpulkan dahak

pagi.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

37

2. Pemeriksaan penunjang

a. Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux): Dilakukan dengan cara

penyuntikan pada intakutan. Bila positif, menunjukkan adanya infeksi TB.

b. Reaksi cepat BCG (Bacille Calmette-Guerin): Disuntikkan ke kulit. Bila

dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa

kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka orang tersebut telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberculosis.

c. Pemeriksaan Radiologi: Pada pemeriksaan ini sering menunjukkan adanya

TB, tetapi hampir tidak dapat mendiagnosis karena hampir semua

manifestasi klinis TB dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya.

d. Pemeriksaan Bakteriologik: Pada pemeriksaan ini yang paling penting

adalah pemeriksaan sputum.

Pengobatan tuberkulosis. Dalam pengobatan Tuberkulosis terdapat dua

tahapan meliputi pengobatan tahap awal dan pengobatan tahap lanjutan, dimana

maksud dari tahap awal dan tahap lanjutan pengobatan yaitu:

1. Tahap awal yaitu pengobatan yang diberikan kepada penderita setiap hari

dengan syarat penderita harus makan obat tiap hari selama 2 bulan.

Pengobatan pada tahap ini dimaksudkan untuk menurunkan jumlah kuman

yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil

kuman yang mungkin telah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan

pengobatan.

2. Tahap lanjutan yaitu pengobatan yang diberikan setelah pengobatan tahap

awal dengan syarat penderita harus minum obat sejak bulan ketiga sampai

Universitas Sumatera Utara

Page 56: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

38

bulan keenam dengan cara minum obat berjarak satu hari. Pada pengobatan

tahap lanjutan ini merupakan tahap penting untuk membunuh sisa-sisa kuman

yang masih ada dalam tubuh (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Tujuan pengobatan TB paru adalah untuk menyembuhkan pasien,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan

dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat dan dosis

yang digunakan untuk TB paru sebagaimana tertera dalam Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 1

Jenis, Sifat, dan Dosis OAT

Jenis OAT Sifat Dosis (mg/kg) Dosis (mg/kg)

Harian 3x seminggu

Isoniasid ( H ) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12) Rifampicin ( R ) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)

Pyrazinamid ( Z ) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)

Steptomycin ( S ) Bakterisid 15 (12-18) 30 (25-35)

Etambutol ( E ) Bakteriostatik 15 (15-20) 15 (12-18)

Sumber : Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis (2014)

Berdasarkan tabel diatas diketahui OAT yang digunakan dalam

pengobatan TB dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pengobatan lini pertama dan

pengobatan lini kedua. Pengobatan TB pada lini pertama, yaitu rifampisin,

isoniazid, etambutol, pirazinamid dan streptomisin.

Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Menurut Kementerian Kesehatan

RI (2014), OAT yang digunakan dalam program penanggulangan TB dengan

DOTS terdiri dari :

1. Isoniasid / INH (H)

Isoniasid bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam

beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman

Universitas Sumatera Utara

Page 57: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

39

dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.

Dosis harian yang diajurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan

intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10mg/kg BB.

2. Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persister ) yang

tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama

untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

3. Pirasinamid (Z)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan

suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB diberikan sama

untuk pengobatan interminan 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 53

mg/kg BB.

4. Etambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang diajurkan15 mg/kg BB

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30

mg/kg.

Pengawas Menelan Obat (PMO). Untuk mencegah munculnya kuman

resisten obat maka sangat penting dipastikan bahwa pasien menelan seluruh obat

yang diberikan sesuai anjuran dengan cara pengawasan langsung oleh seorang

PMO (Pengawas Menelan Obat) agar mencegah terjadinya resisten obat. Pilihan

tempat pemberian pengobatan sebaiknya disepakati bersama pasien agar dapat

memberikan kenyamanan, Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya

bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila

Universitas Sumatera Utara

Page 58: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

40

tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader

kesehatan, guru, anggota PPTI (Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis

Indonesia), PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), tokoh masyarakat lainnya

atau anggota keluarga (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Persyaratan PMO menurut Kementerian Kesehatan RI (2014) adalah :

1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan

maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan-sama dengan pasien.

Tugas seorang PMO menurut Kementerian Kesehatan RI (2014) adalah :

1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

pengobatan.

2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

3. Mengingatkan Pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan.

4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai

gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke unit

pelayanan kesehatan.

Pemantauan dan hasil pengobatan TB. Pemantauan hasil pengobatan

dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan

dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis

Universitas Sumatera Utara

Page 59: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

41

dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak

digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.

Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh

uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2

contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya

positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai

pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif

merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan.

Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang

dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien

harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila

tidak mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan

ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif,

pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan

pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan (Kementerian Kesehatan

RI, 2014).

Hasil pengobatan TB Paru. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014),

dalam hasil pengobatan TB dibagi 6 kriteria, antara lain :

1. Sembuh, yaitu pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif

pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir

pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

42

2. Pengobatan lengkap, yaitu pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan

secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir

pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan

bakteriologis pada akhir pengobatan.

3. Gagal, yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau

kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil laboratorium

yang menunjukkan adanya resistensi OAT.

4. Meninggal, yaitu pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum

memulai atau sedang dalam pengobatan.

5. Putus berobat (loss to follow-up), yaitu pasien TB yang tidak memulai

pengobatannya atau yang pengobatannya terputus selama 2 bulan terus

menerus atau lebih.

6. Tidak dievakuasi, yaitu pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir

pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah “pasien pindah (transfer

out)” ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak

diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.

Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu

fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program. Kegiatan

monitoring dilaksanakan secara berkala dan terus-menerus, untuk dapat segera

mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah

direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Evaluasi

dilakukan setelah suatu jarak waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan

Universitas Sumatera Utara

Page 61: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

43

- 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telah

ditetapkan sebelumnya dicapai dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan

indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program

(Kementerian Kesehatan RI, 2013)

Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan hasil studi kepustakaan terdapat berbagai penelitian yang

relevan mengenai program penanggulangan TB dengan strategi DOTS seperti

penelitian yang dilakukan oleh Anggraini dan Pujiyanto yang berjudul Analisis

manajemen program TB paru di Puskesmas Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat

Tahun 2014. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa adanya kendala pada

anggaran serta sistem pencatatan dan pelaporan yang belum terlaksana dengan

baik.

Landasan Teori

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang bersifat kronis, teradapat

berbagai tanda atau gejala terjadinya tuberkulosis, penyakit ini juga dapat dicegah.

Dalam upaya penanggulangan TB maka tidak bisa dilakukan hanya pada

perorangan saja, akan tetapi ada berbagai pihak yang terkait dalam proses

pemberantasan dan penanggulangannya. Ada beberapa elemen yang harus

terpenuhi dalam penanggulangan TB yaitu pertama input yang meliputi komitmen

politis, tenaga kesehatan yang berkompeten, sarana dan prasarana, serta

pendanaan. Berikutnya ialah proses yaitu seluruh upaya ataupun program yang

dirancang untuk memutus mata rantai penyebaran TB Paru. Terakhir yaitu output

atau hasil dari upaya yang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

44

Kerangka Berpikir

Masukan Proses Keluaran

(Input) (Process) (Output)

1. Komitmen 1. Penjaringan Kesembuhan TB

politis suspek TB Paru :

2. Tenaga 2. Diagnosis TB 1. Sembuh

kesehatan 3. Pengobatan 2. Tidak

berkompeten TB dengan Sembuh 3. Sarana dan OAT yang

prasarana P2TB diawasi PMO

4. Pendanaan yang terlatih

4. Penjaminan

persediaan

OAT

5. Pencatatan

dan pelaporan

dalam

monitoring

dan evaluasi

Gambar 1. Kerangka berpikir

Universitas Sumatera Utara

Page 63: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan

wawancara mendalam terhadap subjekagar diketahui secara jelas dan mendalam

tentang implementasi program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS di

Puskesmas Bah Biak. Pendekatan kualitatif adalah untuk meneliti pada objek

alamiah, dimana peneiliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan

data dilakukan dengan cara triangulasi (gabungan). Analisis data bersifat induktif

atau kualitatif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi

(Sugiyono, 2012).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Bah Biak

Kota Pematangsiantar, dengan pertimbangan yaitu :

1. Puskesmas Bah Biak merupakan Puskesmas di Kota Pematangsiantar yang

telah menerapkan program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS

dan mempunyai tenaga kesehatan yang telah terlatih.

2. Puskesmas Bah Biak memiliki angka keberhasilan pengobatan TB Paru

terendah yaitu sebesar 33,33 % atau belum mencapai target yang ditetapkan

oleh pemerintah yaitu minimal 85% (Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar,

2017).

Waktu penelitian. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini terhitung

sejak 5 November 2018 sampai 8 Oktober 2019.

45 Universitas Sumatera Utara

Page 64: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

46

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang memberikan informasi tentang situasi

dan kondisi latar penelitian. Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan

teknik purposive yaitu memilih subjek yang dipandang tahu dan menguasai

tentang program penanggulangan TB Paru, dan dengan cara snowball sampling

yaitu teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya

sedikit, lama-lama menjadi banyak. Hal ini dilakukan karena jumlah data yang

sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari

orang lain sebagai sumber data, dengan demikian jumlah sampel sumber data

akan semakin besar (Moleong, 2016)

Subjek dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu subjek kunci dan

pendukung. Subjek kunci (key informan) dalam penelitian ini adalah Kepala

Pengelola Program TB, Kepala Puskesmas, Petugas TB Paru di Puskesmas

sedangkan subjekpendukung dalam penelitian ini terdiri dari 1 Penderita TB Paru

tidak sembuh, 1 Penderita TB Paru sembuh, 1 Penderita Dropoutdan 1 PMO

Penderita TB Paru tidak sembuh, 1 PMO Penderita TB Paru sembuh.

Definisi Konsep

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam

penatalaksanaan program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS

agar dapat berjalan dengan baik, meliputi : Komitmen Politis, Tenaga

Kesehatan yang berkompeten, Sarana dan Prasarana dan Pendanaan.

a. Komitmen Politis adalah bentuk tanggungjawab pemerintah untuk

menjadikan pelaksanaan Penanggulangan Program TB berjalan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 65: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

47

baik, meliputi pelaksanaan program TB sesuai dengan pedoman TB dan

kerja sama lintas sektor dan struktural.

b. Tenaga Kesehatan yang Berkompeten adalah kontribusi petugas kesehatan

yang telah mendapatkan pelatihan dan memiliki kompetensi dalam

penatalaksanaan program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS.

c. Sarana dan Prasarana termasuk didalamnya yaitu : tersedianya OAT,

peralatan untuk penemuan BTA (+) (pot dahak, kaca sediaan), family

folder untuk mengetahui penderita TB yang terdeteksi dan pencatatan dan

pelaporan untuk menunjang keberhasilan pengobatan TB Paru dengan

strategi DOTS.

d. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk

pelaksanaan program penanggulangan TB Paru.

2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk

pelaksanaan strategi DOTS yang maksimal, meliputi: Diagnosis TB

(penjaringan suspek penderita TB paru yang aktif, pemeriksaan pasien BTA

(+), klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB), pengobatan TB Paru dengan

PMO yang terlatih ( pengambilan sputum/dahak yang tepat, tata pelaksanaan

pemberian OAT), penjaminan untuk ketersediaan OAT, serta sistem

pencatatan dan pelaporan untuk pemantauan serta hasil pengobatan pasien TB

(monitoring dan evaluasi).

3. Keluaran (output) adalah hasil langsung pada pencapaian pengobatan di

lokasi penelitian yaitu sembuh dan tidak sembuh.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

48

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam,

observasi dan dokumentasi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap para

subjekyang dilengkapi dengan pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam

alur, urutan dan penggunaan kata (Herdiansyah, 2012). Observasi yaitu suatu

proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua di antara

yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. (Sugiyono, 2012).

Observasi disini yaitu mengamati bagaimana penatalaksanaan program

penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS oleh tenaga kesehatan di

Puskesmas Bah Biak dan menggunakan form checklist untuk mengamati

penyediaan sarana dan prasarananya. Teknik pengumpulan data dengan dokumen

yaitu dengan cara mengumpulkan data dari dinas kesehatan Kota Pematangsiantar,

data dari Puskesmas Bah Biak mengenai implementasi dan penatalaksanaan TB

Paru, dan referensi buku serta hasil penelitian yang terkait denganImplementasi

TB Paru.

Instrumen penelitian. Instrumen atau alat pengumpul data adalah alat

yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Instrumen

untuk memperoleh, mengelola, dan menginteprasikan informasi dari subjek

(Nasir, 2011). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat

perekam suara (voice recorder), kamera dan pedoman wawancara.

Metode Pengukuran

Metode pengukuran dalam penelitian ini menggunkan triangulasi.

Triangulasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu triangulasi

Universitas Sumatera Utara

Page 67: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

49

sumber. Triangulasi sumber yang berarti mendapatkan data dari sumber yang

berbeda dengan teknik yang sama, yakni dengan memilih subjek yang dianggap

dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Sugiyono,

2012).

Metode Analisis Data

Menurut Seiddel dalam Moleong (2016) analisis data kualitatif dimulai

dengan melakukan pencatatan dari hasil catatan lapangan, lalu diberi kode agar

sumber datanya dapat ditelusuri, kemudian mengumpulkan, memilah-milah,

mengklasifikasikan. Setelah itu diuraikan dalam bentuk narasi dan melakukan

penyimpulan terhadap analisa yang telah didapat secara menyeluruh.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Geografi. Puskesmas Bah Biak terletak di Jalan Melanthon Siregar Km2

Manunggal Karya Pematangsiantar. Secara geografis luas wilayah kerja

Puskesmas Bah Biak yaitu 3,5 Km2 yang memiliki batas-batas wilayah sebagai

berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Siantar Selatan

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecatamatan Simarimbun

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kabupaten Simalungun

Demografi. Berdasarkan Profil Puskesmas Bah Biak Tahun 2018, jumlah

penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bah Biak adalah sebesar 6.486 jiwa dengan

jumlah KK sebanyak 1.736 KK. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2

Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Bah Biak Tahun 2018

Kelurahan Jumlah KK Jumlah Penduduk

Pematang Marihat 841 3.152

Marihat Jaya 895 3.334

Total 1.736 6.486 Sumber: BPS, Monografi Kelurahan Kota Pematangsiantar

Tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Bah

Biak yaitu sebanyak 24 orang. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 3 berikut.

50 Universitas Sumatera Utara

Page 69: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

51

Tabel 3

Data Tenaga Kesehatan di Puskesmas Bah Biak Tahun 2018

Tenaga Kesehatan Jumlah

Dokter Umun 1 Dokter Gigi 1

Kesehatan Masyarakat 1

Keperawatan 10

Tenaga Keformasian 1

Kebidanan 7

Perawat Gigi 1

KTU 1

Sumber: Profil Puskesmas Bah Biak Tahun 2018

Sarana pelayanan kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan di wilayah

kerja Puskesmas Bah Biak Kota Pematangsiantar terdiri dari : 1 Puskesmas Induk,

6 Posyandu dan tidak memiliki Poskesdes. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4

berikut.

Tabel 4

Data Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Bah Biak Tahun 2018

Sarana Kesehatan Jumlah

Puskesmas 1 Posyandu 6 Sumber: Profil Puskesmas Bah Biak Tahun 2018

Karakteristik Subjek Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara

terhadap subjek penetilitian yang dijadikan narasumber penelitian. Jumlah subjek

penetilitian dalam penelitian ini adalah 6 orang. Adapun subjek penetilitian

tersebut yaitu: 1 orang Kepala Puskesmas Bah Biak, 1 Orang Penanggung jawab

Program TB Paru di Puskesmas Bah Biak, 1 Orang Penderita TB Paru yang sudah

sembuh, 1 Orang Penderita TB Paru yang masih menjalankan proses pengobatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 70: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

52

1 Orang Pengawas Menelan Obat (PMO) dari penderita yang sudah sembuh, 1

Orang Pengawas Menelan Obat (PMO) dari penderita TB Paru yang masih

menjalankan proses pengobatan dan 1 Orang Penderita Drop Out. Adapun

karakteristik subjek penetilitian berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada

tabel 5 berikut.

Tabel 5

Karakteristik Subjek penetilitian Puskesmas Bah Biak

Informan

Jenis Umur

Pendidikan

Jabatan

Kelamin (Tahun)

Watini Staf pengendalian penyakit Simatupang,S. Perempuan 42 S1 menular Dinkes Kota

K.M. Pematangsiant-ar

Rumondang RJ

Perempuan 50 S2

Kepala Puskesmas

Sirait, M.Kes.

Lasma

Perempuan 40 D3

Penanggungja-wab Program

Romestika.S. TB Paru

M. Harahap Laki-laki 59 SD

Penderita TB Paru tidak

sembuh

Friska Siburian Perempuan 19 SMA Penderita TB Paru sembuh

Ahmad Sitepu Laki-laki 55 SD Penderita TB Paru Dropout

Sumiati Pengawas Menelan Obat

Perempuan 56 SD (PMO) TB Paru tidak

sembuh

Rosita Pasaribu Perempuan 62 SD

Pengawas Menelan Obat

(PMO) TB Paru sembuh

Masukan (Input)

Masukan merupakan elemen yang diperlukan untuk berfungsinya sebuah

sistem (Notoatmodjo, 2011). Terdapat beberapa aspek yang dikategorikan sebagai

masukan (input) dalam program penanggulangan TB Paru dengan strategi

khususnya dalam pelaksanaan program TB Paru yaitu komitmen politis, tenaga

kesehatan, sarana dan prasarana dan pendanaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

53

Komitmen politis. Komitmen politis yaitu adanya kesepakatan untuk

melaksanakan Gerakan Terpadu Nasional penanggulangan TB (GERDUNAS TB)

yang terdiri atas : Puskesmas Satelit (PS), Puskesmas Rujukan Mikroskopis

(PRM), dan Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM).

Komitmen politis dari pemerintah secara umum dibangun atas kesadaran

tentang besarnya masalah TB dan pengetahuan tentang program penanggulangan

TB yang telah terbukti ampuh. Komitmen itu dimulai dengan keputusan

pemerintah untuk menjadikan TB sebagai prioritas utama dalam program

kesehatan. Komitmen politis juga harus membuat suatu program nasional

menyeluruh yang menjelaskan bagaimana DOTS dapat diimplementasikan dalam

sistem kesehatan umum yang ada (WHO, 1999).

Bentuk pelaksanaan komitmen politis harus diterjemahkan menjadi aksi

nyata seperti kebijakan-kebijakan pengendalian TB sebagai dukungan untuk

program penanggulangan TB Paru secara nasional, penyusunan buku pendoman

atau buku saku untuk pelaksanaan program penanggulangan TB agar pelaksanaan

program TB lebih sistematis dan struktur, menjalin kerja sama struktural maupun

lintas sektor (Aditama, 2005).

Hasil wawancara mendalam tentang komitmen politis yang berkaitan

dengan program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak Kota

Pematangsiantar diperoleh informasi :

“Untuk Komitmen sendiri yah kita sampai sekarang selalu

berkomitmen menanggulangi penyakit TB ini. Sebagai Dinkes kami wajib menyelesaikan segala masalah kesehatan yang ada termasuk juga TB sesuai dengan pedoman dari Kemenkes RI, dan kami juga

punya target yang harus dicapai untuk P2TB ini, ya dengan cara memantau dan mengevaluasi setiap pelaksanaan P2TB di setiap

Universitas Sumatera Utara

Page 72: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

54

faskes termasuklah itu untuk penjaringan suspek di semua faskes”. (Subjek penelitian 1)

“Saya disini sebagai manajemen, karena itu saya pastikan sampai sekarang untuk pelaksanaan P2TB masih berjalan karena pasien TB

diwilayah kerja kita juga lumayan banyak, yah jadi perlu lah

komitmen kita dalam pelaksanaan P2TB. Yah untuk saat ini saya

memakai strategi DOTS untuk P2TB dan sudah dikoordinasikan sama semua tenaga kesehatan yang ada di sini. Saya selalu berikan arahan

ke semua yang terkait P2TB ini untuk memantau pelaksanaan P2TB

dari penemuan suspek sampai kesembuhan, tetap melakukan kerja sama dengan kepala desa dan perangkat-perangkatnya, dan

mengikuti pelatihan dengan baik”. (Subjek penelitian 2)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa pemerintah Kota

Pematangsiantar menyatakan bahwa para stakeholder telah berkomitmen dalam

P2TB dengan sudah melaksanakan kebijakan program TB Nasional yaitu Strategi

DOTS dan sudah menerapkan kebijakan program TB tersebut di semua Fasilitas

Kesehatan termasuk puskesmas di kota Pematangsiantar sesuai dengan pedoman

tuberkulosis yang disusun oleh Kementerian Kesehatan Indonesia. Pemerintah

juga sudah melakukan kerja sama dengan pihak swasta/mitra kerja seperti rumah

sakit, klinik dll dan Kerja sama lintas sektor di tingkat kecamatan, kepala desa,

perangkat desa dan donatur internasional KNCV (Koninklijke Nederlandse

Centrale Vereniging Tot Bestrijding Der Tuberculose), serta kerja sama

terstruktur dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

Program penangggulangan TB Paru bukan hanya menjadi program

nasional tetapi telah menjadi program internasional. Upaya dalam pengendalian

TB Paru dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS yang memberi

penekanan pada penemuan kasus dan kesembuhan pasien. Komitmen politis dari

Universitas Sumatera Utara

Page 73: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

55

pemerintah pusat maupun daerah sangat penting dalam mencapai keberhasilan

pengendalian TB Paru.

Pemerintah Kota Pematangsiantar sudah menerapkan dan melakukan kerja

sama dengan pihak swasta, lintas sektor atau program serta lintas struktural dalam

pelaksanaan program penanggulangan TB Paru sehingga dapat dinyatakan bahwa

pemerintah sudah menjadikan program tersebut sebagai program prioritas daerah.

Hal ini sejalan dengan penelitian Rarun dkk (2017) menyatakan bahwa sangat

penting untuk menjaga keberlangsungan program dengan diperlukannya

komitmen politis yang kuat dalam pelaksanaannya.

Tenaga kesehatan yang berkompeten. Salah satu faktor keberhasilan

suatu program yaitu tersedianya sumber daya manusia yang cukup baik dari segi

kuantitas maupun kualitas. Sumber daya manusia adalah peran utama suatu

organisasi dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program. Tenaga

kesehatan adalah sumber daya manusia dalam organisasi dan menjadi faktor yang

mempengaruhi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pengembangan SDM

merupakan kegiatan yang dapat menjaga kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan

yang berkompeten dalam melaksanakan program kesehatan (Kementerian

Kesehatan RI, 2011).

Hasil wawancara mendalam tentang tenaga kesehatan dalam program

penanggulangan TB paru di Puskesmas Bah Biak Kota Pematangsiantar diperoleh

informasi :

“Untuk SDM yang melaksanakan P2TB ini kami masih berusaha memadai tenaga kesehatan yang berkompeten di semua puskesmas di kota pematangsiantar, kami akui tidak semua puskesmas memiliki kecukupan SDM dalam pemenuhan tenaga kesehatan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 74: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

56

berkompeten untuk pelaksanaan P2TB. Untuk pelatihan sendiri biasanya kan dari KNCV dan Dinkes Provinsi, semua petugas

puskesmas sudah pernah dapat pelatihan. Biasanya pelatihan itu untuk programnya setahun sekali ya jadi nanti mereka yang membuat pelatihannya, kita yang kirimkan petugasnya yah memang

tidak semua tenaga kesehatan yang ikut dalam pelatihan terkadang hanya perwakilan atau beberapa tenaga kesehatan yang dapat

mengikuti pelatihan”. (Subjek penelitian 1)

“Perkembangan dalam penyediaan SDM masih kurang yah

termasuk juga SDM untuk program TB. Kami disini kerjanya masih merangkap-rangkap dan petugas TB juga merangkap untuk program

kusta. Pelaksana P2TB disini cuman ada satu orang paling yah ada

juga membantu tapi tidak sepenuhnya jadi tugas mereka. Petugas kita di sini sudah mendapatkan pelatihan sekali dari Dinas Kota

Pematangsiantar tapi untuk saat ini belum ada panggilan lagi untuk

pelatihan, biasanya itu wasornya yang kasih perintah pengiriman

tenaga kesehatan untuk pelatihan. Kadang yang dikirim semua tenaga kesehatan dan kadang hanya perwakilan saja”. (Subjek

penelitian 2)

“Untuk saat ini belum ada perkembangan untuk SDM, karena kami

kerjanya masih merangkap. Saya aja selain program TB ini juga jadi

penanggungjawab program kusta. Untuk pelaksanaan program TB ini cuman saya sendiri yang bertanggungjawab, yah ada tenaga

kesehatan yang lainnya membantu saya tapi saya harus nunggu

mereka selesaikan tugas mereka barulah saya dibantu sama mereka. Pelatihan saya yang terakhir di tahun 2009, saat ini saya belum

mendapatkan pelatihan lagi tapi saya ikut tuh dalam seminar

seminar yang diadakan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)”. (Subjek penelitian 3)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa SDM di Puskesmas

Bah Biak untuk standar ketenagaan program sudah memenuhi batas minimal

jumlah tenaga kesehatan di puskesmas tipe satelit tetapi dari aspek kualitas belum

sesuai dengan Kemenkes RI Tahun 2011 tentang pengembangan sumber daya

manusia dari memiliki serta mempertahankan kompetensi dan pelaksanaan

pelatihan.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

57

Tenaga kesehatan sebaiknya memiliki sertifikasi kompetensi sebagai bukti

pengakuan terhadap kompetensi yang dimiliki di bidangnya dan menjadi landasan

lisensi untuk melakukan pekerjaan profesi seperti dokter yang mendiagnosa

penyakit TB Paru dan tenaga kesehatan lainnya yang mampu memberikan

pencegahan secara promotif dan preventif seperti mampu memberikan

penyuluhan ataupun edukasi kepada masyarakat terutama kepada penderita TB

Paru dan PMO mengenai P2TB.

Tenaga kesehatan Puskesmas Bah Biak sudah memiliki sertifikasi

kompetensi di bidangnya dan sudah melaksanakan peningkatan kinerja untuk

mempertahankan kompetensi dan motivasi yang dilakukan secara langsung dalam

supervisi yang diselenggarakan Dinkes Kota Pematangsiantar per triwulan. Untuk

kinerja tenaga kesehatan dalam pemberian edukasi kepada masyarakat masih

belum maksimal karena kurangnya penyuluhan-penyuluhan dalam melakukan

edukasi TB dan kurangnya kreatifitas dalam pemberian penyuluhan yang efektif

dan efisien kepada masyarakat serta tidak adanya masyarakat yang mau menjadi

kader TB dapat juga menyebabkan kinerja petugas TB kurang maksimal.

Pemberian pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan sangat diperlukan tenaga

kesehatan untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai program

P2TB. Pelatihan dasar termasuk didalam nya yaitu On the Job Training (OJT)

yaitu telah mengikuti pelatihan sebelumnya akan tetapi masih ditemukan masalah

dalam kinerjanya dan cukup diatasi hanya dengan melakukan supervisi. Pelatihan

lanjutan yaitu pelatihan untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan

program yang lebih tinggi, materi ini berbeda dengan pelatihan

Universitas Sumatera Utara

Page 76: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

58

dasar. Pelatihan ini dilaksanakan agar petugas TB khususnya dapat menyusun

rencana kerja, melakukan penyuluhan, dapat membuat laporan dan

mengumpulkan kasus TB Paru dalam P2TB.

Pelatihan yang diberikan untuk tenaga kesehatan umumnya dari KNCV

dan Dinkes Provinsi. Berdasarkan hasil wawancara, pelatihan dasar sudah

diberikan oleh pihak Dinkes Kota Pematangsiantar tetapi untuk pelatihan lanjutan

tidak didapatkan lagi oleh petugas TB, pelatihan terakhir petugas dilaksanakan

pada Tahun 2009. Pihak puskesmas tidak ada mendapatkan panggilan pengiriman

tenaga kesehatan untuk melakukan pelatihan oleh Dinkes Kota Pematangsiantar.

Sesuai dengan penelitian Murti (2010), Dengan adanya perkembangan tenaga

kesehatan yang berkompeten mempengaruhi tingkatnya angka penemuan

penderita TB Paru dan mencegah sedini mungkin terhadap kemungkinan

menularnya TB Paru ke orang lain.

Sarana dan prasarana. Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari kegiatan program

penanggulangan TB Paru. Sarana merupakan segala sesuatu yang digunakan

sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan Prasarana adalah segala

sesuatu yang digunakan sebagai penunjang dalam melaksanakan suatu kegiatan.

Fasilitas tersebut harus ada pada setiap puskesmas dan dalam kondisi yang baik

atau tidak rusak, lengkap berkualitas dan jumlahnya yang mencukupi sehingga

dapat membantu petugas dalam melaksanakan pekerjaannya dengan baik

(Depatemen Kesehatan RI, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 77: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

59

Menurut Kemenkes RI Tahun 2011 dalam Manajemen Program

Pengendalian TB, logistik dikelompokkan menjadi dua jenis pertama, logistik

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yaitu ketersediaan OAT di pukesmas. Kedua,

logistik non OAT yaitu alat laboratorium (mikroskop, pot dahak, kaca sediaan, oli

emersi, tisu, lampu spiritus, ose, pipet, kertas saring, dan lain-lain) bahan

diagnostik (reagensia ZN, PPD, RT), dan bahan cetakan (buku pedoman, fomulir

pencatatan dan pelaporan, booklet, brosur, poster, lembar balik, kertas, map, dan

lain-lain). Adapun Form Checklist penyediaan sarana dan prasarana berdasarkan

hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

Tabel 6

Form Checklist Penyediaan Sarana dan Prasarana di Puskesmas Bah Biak

Sarana dan Prasarana AdaTidak Ada Keterangan

Sarana dan prasarana habis pakai

Pot dahak √ Stok yang dimiliki

masih banyak

Obat Anti Tuberkulosis √ Stok yang dimiliki

masih banyak

Formulir pencatatan dan √ Stok yang dimiliki

pelaporan TB: TB.01 s/d masih banyak

TB.13

Sarana dan prasarana tidak habis

pakai

Kotak penyimpanan pot dahak √ 2 lemari/rak

Lemari/rak penyimpanan OAT √ 1 lemari/rak

Barang cetakan lainnya: buku √ Stok yang dimiliki

pedoman,buku petunjuk masih minim

teknis, leaflet, brosur,

poster, dll

Hasil wawancara mendalam penyediaan sarana dan parasarana untuk

pelaksanaan program penanggulangan TB diperoleh informasi :

“Kalau sarana prasarana disini sudah cukup baik. TB kan program pemerintah jadi OAT dan non OAT itu pemerintah yang

Universitas Sumatera Utara

Page 78: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

60

menanggulangi. Paling yang kurang disini itu kendaraan untuk ke lapangan itu kita gak ada, maunya ada lah dari pemerintah

disediakan mobil untuk kami ke lapangan. Tapi kemarin kita ada

pengajuan proposal untuk perluasaan puskesmas dan itu u dah di

setujui oleh Dinkes pusat terus dananya dikasih ke Dinkes provinsi dulu baru ke Dinkes Kota Pematangsiantar, barulah kita bisa

menerima dana tersebut. Jadi sekarang ini kita sedang pada tahap

pembangunan untuk perluasan puskesmas dan saya juga mau mengajukan penyediaan laboratorium biar kami gak usah lagi jauh-

jauh ke Puskesmas Tomuan untuk pemeriksaan dahak”. (Subjek

penetitian 2)

“Untuk sarana dan prasarana saya rasa masih belum terpenuhi ya dek, emang OAT kita disini stoknya banyak, tapi yang non OAT

masih ada stok nya yang minim. Kalau harapan saya sih di puskesmas kita ini ada laboratoriumnya jadikan kami gak mesti lagi

ngantar-ngantar dahak itu ke Puskesmas Tomuan, memang sih rencananya kita mau mintak pengadaan laboratorium di sini. Kalo

bisa ya disediainla kami kendaraan biar kami gak susah untuk ke lapangan. saya kalau ke lapangan gitu, maunya ada lah kendaraan gitu kan jadi kami mau ke lapangan gak susah karena kekurangan

transportasi.”. (Subjek penelitian 3)

Berdasarkan tabel 6 form checklist sarana dan prasarana dan wawancara

mendalam yang telah dilakukan diketahui bahwa Puskesmas Bah Biak telah

memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai. Logistik OAT sudah

tersedia banyak di puskesmas dan untuk non OAT seperti pot dahak, formulir

pencatatan dan pelaporan TB.01 s/d TB.13 juga sudah banyak tersedia dan

tersedianya lemari/rak penyimpanan pot dahak dan OAT. Tetapi ketersediaan

logistik seperti buku pedoman, buku petunjuk teknis, leaflet, brosur, poster dan

lainnya masih minim di puskesmas, sehingga dapat menyebabkan masyarakat

kurang mendapatkan informasi yang benar mengenai penyakit TB.

Penyediaan transportasi masih belum ada diberikan kepada Puskesmas

Bah Biak untuk melakukan penjaringan suspek TB dan pemantauan pasien TB di

setiap wilayah kerjanya sehingga dapat menghambat pelaksanaan P2TB.

Universitas Sumatera Utara

Page 79: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

61

Penyediaan laboratorium yang akan direncanakan oleh pihak puskesmas

dimaksudkan untuk pemenuhan akreditas dan meningkatnya penemuan kasus baru

sebesar 23 orang dibandingkan dengan 3 tahun sebelumnya atau setiap tahunnya

angka penemuan kasus baru ini terus meningkat sehingga Puskesmas Bah Biak

memerlukan penyediaan laboratorium untuk pemeriksaan sputum.

Hal ini di dukung oleh penelitiam Rarun dkk (2017) yang menyatakan

penyelenggaraan pelayanan kesehatan terhambat seiring tidak tersedia fasilitas

yang cukup atau rusak akibat bencana.

Pendanaan. Kondisi saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara

dengan beban TB yang tertinggi diantara 22 negara kasus TB terbanyak. Oleh

karena itu diperlukan pembiayaan yang optimal untuk menurunkan permasalahan

TB di Indonesia. Pembiayaan program TB dapat diidentifikasi dari berbagai

sumber mulai dari anggaran pemerintah dan berbagai sumber lainnya, sehingga

semua potensi sumber dana dapat dimobilisasi. Mobilisasi alokasi sumber dana

secara tepat, baik di tingkat pusat maupun daerah harus dilaksanakan melalui

komitmen pembiayaan pemerintah pusat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) dan penerimaan dana hibah (Kemenkes RI, 2014).

Hasil wawancara mendalam tentang pendanaan dalam program

penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak diperoleh informasi :

“Soal dana kita ada dari donatur Internasional KNCV untuk

pengadaan pelatihan, ada dana APBD Daerah dan Provinsi untuk penyedian OAT dan non OAT, dana DAK untuk penyediaan sarana dan prasarana, dana BOK untuk Home visit. Tapi yah gitu semua

dana itu perlu pengajuan lagi terus perlu di setujui dulu oleh pusat, kadang kita gak bisa bilang ya langsung keluar dananya karena itu

butuh waktu untuk diterima ataupun ditolak. Dana kita masih minim dan pemerintah pun bukan hanya memfokuskan untuk program

Universitas Sumatera Utara

Page 80: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

62

penanggulangan TB melainkan masih banyak program lainnya yang harus ditanganin jadi dana paling yang didahului itu untuk OAT. Tiap kota yah beda-beda lah masalahnya tapi untuk disini kalau OAT kita gak ada masalah”. (Subjek penelitian 1)

“Pendanaan kita disini semuanya dari pemerintah, tidak ada dari dana pribadi. Kayak OAT dan non OAT itu dari APBD, kalau untuk

kunjungan ke rumah rumah itu dari dana BOK. Kami ini kemarin baru saja ngajukan pendanaan untuk sarana dan prasarana ke Dinkes Kota Pematagsiantar, yah alhamdulillah proposal kami

diterima sama Dinkes Pusat dan sekarang kami sedang dalam tahap pembangunan infrastruktur puskesmas ini”. (Subjek penelitian 2)

Berdasarkan penelitan diketahui bahwa yang menjadi sumber pendanaan

untuk pelaksanaan P2TB di Puskesmas Bah Biak adalah :

1. APBD, dana yang diberikan sebesar 5-15%. Dana digunakan untuk

pelaksanaan program TB Paru dalam penyediaan OAT untuk semua tipe

pasien TB dan Non OAT, namun dana tersebut dalam penyediaan non OAT

seperti buku pedoman, buku petunjuk teknis, leaflet, brosur, poster dan

lainnya masih minim ketersediaannya.

2. BOK, dana yang diberikan ke petugas pelaksanaan P2TB di Puskesmas setiap

melakukan perjalanan atau kunjungan rumah atau ketuk pintu atau home visit,

bahwasannya setiap satu orang tenaga kesehatan yang ikut melaksanakan

P2TB akan diberikan dana sekitar Rp. 75.000,00.

3. DAK, dana yang diserahkan kepada daerah melalui pemerintah

kabupaten/kota untuk menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan

yaitu perbaikan atau perluasan infrastruktur Puskesmas Bah Biak yang sedang

berlangsung dan perencanaan penyediaan laboratorium dalam rangka

diagnosis TB yaitu diberikan dana sebesar 10-30% yang diberikan oleh

pemerintah pusat.

Universitas Sumatera Utara

Page 81: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

63

4. Dana Hibah, saat ini dana hibah yang didapatkan berasal dari donatur

internasional KNCV yang sebesar 69% untuk memberikan pelatihan-

pelatihan ataupun kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan P2TB.

Alokasi APBD untuk pengendalian TB secara umum rendah dikarenakan

tingginya pendanaan dari donatur internasional dan banyaknya masalah kesehatan

masyarakat lainnya yang juga perlu didanai. Pembiayaan program TB saat ini

masih mengandalkan pendanaan dari donatur internasional dan alokasi pendanaan

pemerintah pusat maupun daerah lebih digunakan untuk pengadaan obat.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Budiman (2012) yang mengatakan

bahwa pelaksanaan pengendalian TB dari aspek pendanaan dari pemerntah sangat

minim, sumber dana yang berasal dari donatur internasional sangat berkontribusi

signifikan terhadap berjalannya kegiatan pengendalian TB di kota Padang

dikarenakan pemerintah daerah menganggap dana untuk kegiatan TB sudah cukup

besar.

Proses (Process)

Proses merupakan suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah

masukan sehingga menghasilkan suatu (keluaran) yang direncanakan

(Notoatmodjo, 2011). Terdapat beberapa aspek dalam proses pelaksanaan program

penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak terdiri dari penemuan kasus,

pemberian OAT yang diawasi secara langsung, kesinambungan persediaan OAT,

dan pencatatan dan pelaporan.

Penjaringan suspek TB. Penemuan penderita TB merupakan langkah

pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB Paru. Penemuan penderita

Universitas Sumatera Utara

Page 82: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

64

TB Paru akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan

TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB

yang paling efektif di masyarakat. Penemuan penderita TB ini bertujuan untuk

mendapatkan penderita TB dengan serangkai kegiatan mulai dari penjaringan

terhadap terduga penderita TB, pemeriksaan fisik dan laboratoris, menentukan

klasifikasi penyakit serta tipe penderita TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan

agar sembuh sehingga tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain

(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Penjaringan suspek TB Paru dengan strategi DOTS dalam program

penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak diperoleh informasi melalui

wawancara mendalam yaitu :

“Kalau kendala pasti ada. Yang paling berat itu dalam penjaringan suspek yang belum maksimal dan pemantauan penderita TB yang

belum efektif. Semua hambatan yang kami hadapi itu ya pelan pelan lah kami perbaiki, dimana yang belum maksimal kami coba perbaiki

semaksimal mungkin. Semua harapan yang kami inginkan kami usahakan agar bisa terealisasikan lah dek”. (Subjek penelitian 1)

“Masyarakat disini kalau kita mau ambil sputum untuk pemeriksaan bakteri TB ini mereka agak susah, karena mereka malu, selain itu

mereka berpikir itu jorok karena dilihatin sama petugasnya saat pengambilan dahak jadi kami suruh mereka ngambil dahak nya sendiri ”. (Subjek penelitian 2)

“Saya ini kan baru 2 tahun dek menjabat jadi penanggung jawab TB

nya, sejak tahun 2017 lah uda mulai saya ngerjain P2TB, jadi yah

selama ini pasien saya ada yang menuruskan pengobatan dari yang

sebelum nya tapi ini kan udh tahun 2019 jadi uda banyak pasien baru. Kalau saya kebanyakan menemukan pasien TB baru, mereka

langsung yang datang ke puskesmas untuk mintak diperiksa atau uda

ada pasien yang uda dari rumah sakit mintak pengobatan lanjutan ke kita. Tugas saya sebagai petugas TB yah ngambil dahak ke

terduga TB tapi kadang pun mereka malu kalau ngasih dahaknya itu

di depan saya, home visit ke penderita TB Paru agak sulit yah saya karena saya gak bisa bawak kendaraan, di sini juga gak ada fasilitas

Universitas Sumatera Utara

Page 83: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

65

transportasi untuk ke rumah pasien TB, palingan saya nunggu lah bantuan dari tenaga lain tapi yah gitu dek saya harus nunggu

mereka selesaikan tugas mereka dulu baru bantu saya. saya disini

juga ngerangkap untuk program kusta, jadi kerjaan saya pun selain

TB juga uda banyak. Kewalahan juga sih saya, makanya saya kalau kelapangan gitu agak jarang ya dek, saya akui karena saya sendiri

gak ada kader juga agak susah saya nemuin kasusnya kalau terjun

ke lapangan gitu. Kebanyakan mereka sendiri yang datang untuk diperiksa atau melaporkan hasil rongent dari rumah sakit”. (Subjek

penelitian 3)

Beberapa hasil wawancara mendalam dengan penderita TB tentang

penjaringan suspek TB Paru didapatkan informasi :

“Saya awalnya itu batuk-batuk dulu, saya pikir itu hanya batuk

biasa aja karena saya setiap batuk saya obati sembuh, terus lama-lama batuk saya uda saya obati pun gak hilang-hilang, badan saya

juga panas dingin tiba-tiba, keringatan juga saya kalau malam itu

sampai basah baju saya, yang gak tahannya itu sesaknya ini. Uda

lah karena gak bisa lagi saya tahankan saya berobat ke rumah sakit, diperiksa lah saya itu kan, keluar hasilnya kata dokternya saya

positif kenak TB di suruh saya lanjutin pengobatan ke puskesmas.

Saya pun langsung melapor ke puskesmas kalau saya mau berobat TB disini, dilihatlah hasil rongent saya, lalu di timbang berat badan

sama tinggi saya baru lah disitu saya di kasih arahan dan mulai

pengobatan TB di puskesmas”. (Subjek penelitian 4)

“Pertamanya saya kemarin kak sesak napas terus menerus, terus

berat badan saya pun menurun kak, gak nafsu makan juga, batuk

saya juga gak sembuh sembuh uda minum obat pun gak hilang hilang kak, saya belik obatnya di kede kak dekat rumah. Karena saya

gak sembuh sembuh juga kak, nenek saya nyuruh saya berobat ke

puskesmas kak. Makanya saya langsung berobat di puskesmas

dikawanin nenek kak. Pas kami uda di puskesmas diperiksala kak sama dokternya, terus dokternya nyuruh saya untuk ngeluarin dahak

saya tapi saya gak mau karena malu kak makanya saya disuruh

bawak botol kecik gitu kak kerumah. Besok paginya dahak saya keluar dan saya taruk dahak itu ke botol, ya pagi itu juga saya antar

kepuskesmas kak. Kata pihak puskesmas tunggu 3 hari hasilnya baru

keluar. Pas uda 3 hari nya saya kesana lagi kak, terus ibu itu bilang saya positif TB langsung la saya kak ditimbang berat badan sama

tinggi bada saya abis itu saya langsung dikasih obat”. (Subjek

penelitian 5)

Universitas Sumatera Utara

Page 84: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

66

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa Puskesmas Bah Biak sudah

melakukan home visit untuk penjarinagn suspek TB ke daerah yang memiliki

angka kejadian TB yang tinggi tetapi Puskesmas Bah Biak dalam penjaringan

suspek TB belum maksimal karena penjaringan belum dilaksanakan secara merata

di seluruh wilayah kerjanya sehingga masih lebih banyak melakukan penjaringan

suspek TB secara pasif yaitu menunggu penderita datang sendiri memeriksakan

diri ke puskesmas.

Petugas TB dan tenaga kesehatan yang ikut membantu dari segi aspek

kuantitas dan kualitas yang belum maksimal dalam pelaksanaan P2TB dengan

cukup banyaknya penemuan kasus baru sebesar 23 orang dan terus meningkatnya

penemuan kasus baru tiap tahunnya menyebabkan kinerja petugas TB menjadi

kurang maksimal. TB juga belum dijadikan prioritas oleh puskesmas sebagai

masalah kesehatan yang utama dan kurangnya pemberian informasi ataupun

konsultasi keluarga/kontaks rumah yang dijalankan oleh petugas TB kepada

masyarakat ataupun penderita TB untuk mengatasi penularan penyakit TB

sehingga penjaringan suspek TB tidak merata dan masih terus terjadi penularan

TB di sekitar masyarakat ataupun keluarga.

Dinkes Kota Pematangsiantar, yang menjadi tantangan adalah pemantauan

penderita TB Paru yang belum maksimal memiliki hubungan dengan adanya

pasien TB Paru yang dropout.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Tuharea dkk (2014) menunjukkan

bahwa rendahnya angka penemuan kasus TB Paru di Puskesmas Kota Semarang

disebabkan karena penemuan kasus hanya dilakukan secara pasif, malasnya

penderita memeriksakan dirinya walaupun telah mengalami batuk lebih dari dua

Universitas Sumatera Utara

Page 85: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

67

minggu, peralatan kurang lengkap sehingga kesediaan dahak harus dikirim ke

puskesmas lain untuk diperiksa sehingga membutuhkan waktu untuk

memberitahukan hasil laboratorium, penderita malas kembali ke puskesmas untuk

menyerahkan sediaan dahak sehingga tidak mengikuti pemeriksaan sputum secara

lengkap.

Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

Penatalaksanaan program TB Paru dengan strategi DOTS dilakukan dengan cara

menemukan pasien TB Paru, pemeriksaan dahak serta melakukan diagnosa kepada

penderita TB Paru. Penatalaksana ini bertujuan untuk mendapatkan pasien TB

Paru melalui serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien

TB, pemeriksaan fisik dan laboratorium, menentukan diagnosis, menentukan

klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan

agar sembuh dan tidak sampai menularkan ke orang lain. Kegiatan ini

membutuhkan adanya kesadaran dan pemahaman pasien akan keluhan dan gejala

TB Paru, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga kesehatan harus

yang berkompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap gejala dan keluhan

tersebut (Kemenkes RI, 2014).

Selama dekade terakhir telah terjadi peningkatan dalam kapasitas

diagnosis program pengendalian TB nasional. Meskipun demikian mutu

pelayanan diagnosis masih menjadi tantangan. Sistem jaminan mutu eksternal

masih terbatas oleh karena masih banyak laboratorium yang belum mengikuti

cross-check secara rutin akibat keterbatasan kapasitas Balai Latihan Kerja (BLK)

dalam melakukan supervisi, umpan balik yang tidak tepat waktu dan belum

Universitas Sumatera Utara

Page 86: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

68

tersedianya laboratorium rujukan di tujuh provinsi baru. Rencana penguatan

laboratorium telah disusun sebagai arahan bagi subdit TB dan BPPM.

Laboratorium rujukan masional dan provinsi harus segera ditetapkan secara

formal dengan garis wewenang yang jelas. Pengurangan kesenjangan (kuantitas

dan kualitas) dalam SDM laboratorium perlu diupayakan secara terus menerus

(Kemenkes RI, 2014).

Pemeriksaan mikroskopis sputum adalah metode yang paling efektif untuk

penjaringan terhadap tersangka tuberkulosis paru. WHO merekomendasikan

strategi pengawasan tuberkulosis, dilengkapi dengan laboratorium yang berfungsi

baik untuk mendeteksi dari mulai awal, tindak lanjutan dan menetapkan

pengobatannya. Pemeriksaan mikroskopis ini merupakan pendekatan penemuan

kasus secara pasif yang merupakan cara paling efektif dan menemukan kasus

tuberkulosis (WHO, 2010).

Hasil wawancara mendalam tentang diagnosis TB melalui pemeriksaan

dahak secara mikroskopis dalam program penanggulangan TB Paru di Puskesmas

Bah Biak diperoleh informasi:

“Puskesmas kita ini kan masih termasuk puskesmas satelit dek jadi kami disini belum ada laboratorium untuk pemeriksaan dahak, biasanya untuk pemeriksaan dahak ini nanti kami rujuk ke

puskesmas mandiri yaitu Puskesmas Tomuan”. (Subjek penelitian 2)

“Kami disini gak bisa dek mendiagnosis dahak yang diduga sebagai suspek TB, jadi tugas kami disini yaa hanya mengambil dahak melalui pot dahak yang terduga menderita TB aja, terus kami

kirimkan ke Puskesmas Tomuan untuk pemeriksaan”. (Subjek penelitian 3)

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa Puskesmas Bah Biak yang

merupakan puskesmas satelit telah menjalankan prosedur pemeriksaan dahak bagi

Universitas Sumatera Utara

Page 87: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

69

terduga TB Paru dengan mengambil dahak terduga dengan menggunakan pot

dahk dan mengirimkan sputum tersebut ke puskesmas mandiri atau puskesmas

tomuan untuk dilaksanakan pemeriksaan sputum terduga TB Paru. Setalah hasil

keluar dari puskesmas tomuan, jika hasilnya positif pihak puskesmas bah biak

akan langsung memberikan pengobatan OAT terhadap penderita BTA (+).

Jika hasilnya negatif biasanya dokter akan mendiagnosis ulang pasien

tersebut bahwasannya penyakit apa yang terjadi pada pasien jika bukan kasus TB

Paru kemudian dokter akan memberikan obat sesuai diagnosis barunya tentang

penyakit yang di derita pasien ataupun merujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan

secara lengkap seperti rotgent/foto dada untuk mendapatkan hasil yang lebih

signifikan karena mungkin telah terjadi kesalahan dalam pengambilan sputum

yang tidak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) melainkan air liur (saliva) dan purum

yang bercampur dengan darah.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Soetedjo (2005) yang mengatakan

bahwa hasil dahak didapatkan negatif dimungkinkan masih sensitif bakteri

Mycobakterium tuberculosis terhadap OAT sehingga sebagian besar bakteri mati

atau sampel dahak yang didapat masih banyak tercampur saliva atau sulit untuk

mendapatkan sampel dahak yang benar-benar berasal dari sekret trakea atau

bronkus.

Pengobatan TB dengan OAT yang diawasi PMO yang terlatih.

Kesembuan penyakit TB yaitu suatu kondisi dimana individu telah menunjukan

peningkatan kesehatan dan memiliki salah satu indikator kesembuhan penyakit

TB, diantaranya: menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

Page 88: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

70

ulang dahak hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan minimal satu

pemeriksaan follow up sebelumnya negatif (Depkes RI, 2010).

Dalam mencapai kesembuhan, penderita TB sangat membutuhkan

dukungan dari berbagai pihak terkait. Diantaranya adalah dukungan dari pihak

keluarga untuk mengingatkan dan mengawasi penderita dalam meminum obat

atau yang lebih dikenal dengan Pengawas Minum Obat (PMO). Pengobatan

dengan paduan OAT jangka pendek melalui pengawasan langsung oleh PMO

untuk menjamin keteraturan meminum obat merupakan salah satu komponen

DOTS yang sangat penting.

Menurut Kemankes RI Tahun 2014 sebaiknya PMO adalah petugas

kesehatan seperti bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi dan

lain-lain. Namun bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO

dapat berasal dari kader kesehatan, guru, tokoh masyarakat atau anggota keluarga.

Hasil wawancara mendalam dengan penderita TB Paru tentang pengobatan

TB dengan OAT yang diawasi PMO yang terlatih dalam penanggulangan TB Paru

di Puskesmas Bah Biak diperoleh informasi :

“Kalau PMO itu ya dari istri saya sendiri dek, dia lah nanti yang ingatin saya tiap pagi minum obat dan kalo waktu nya mengambil obat ke puskesmas selalu diingati juga”. (Subjek penelitian 4)

“PMO ya nenek saya kak, karena keluarga saya satu-satunya cuman

nenek saya kak, yauda kak nanti nenek saya lah kak yang perhatiin saya selama saya sakit dari ingatin minum obat, makan saya, dan ingatin ambil obat. Palingan kak ibu itu mantau saya dari nanyak

nanyak ke nenek saya kak pas saya sama nenek saya mau ambil obat kepuskesmas”. (Subjek penelitian 5)

“Kalau PMO ada, istri saya. ya paling istri saya cuman ingatin minum obat sama ambil obat ke puskesmas cuman ya gitu dek kendala saya selama masa pengobatan itu karena efek obatnya ya

Universitas Sumatera Utara

Page 89: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

71

dek, saya gak tahan sama efeknya itu yang buat saya mual mual, terus kepala saya sakit juga, dan saya rasa pas minum obat itu

bawaan saya pengen tidur aja. Tapi yang paling buat saya gak tahan itu mual mualnya ya dek, makanya saya berhenti minum obat dek. Istri saya yang jadi PMO responnya karena lihat saya gak

tahan gitu jadi kasihan sama saya jadi ya dia gak marah sama saya dek”. (Subjek penelitian 6)

Beberapa hasil wawancara mendalam dengan PMO tentang pengawasan

meminum obat didapatkan informasi :

“Karena kemarin saya yang ngawanin bapak ke puskesmas jadi saya

aja yang ditunjuk sama petugas TB nya. Yang setahu saya itu tugas nya paling di suruh ingatin bapak minum obatnya rutin, jaga pola makan, jangan bergadang sama jangan lupa ambil obat seminggu

sekali, itu aja lah dek yang di bilang sama petugasnya. Ya saya setiap pagi langsung saya bawak obat sama minumnya jadi biar

langsung di minum sama bapak di depan saya. masalah pelatihan gak ada dek saya dikasih, penyuluhan khusus TB selama ini pun saya

juga gak ada dapat”. (Subjek penelitian 7)

“Awalnya pihak puskesmasnya gak mau saya yang jadi PMO, tapi

karena cuman saya satu-satunya keluarga dari cucu saya, yauda

saya lah akhirnya yang jadi PMO. Ibu itu nyuruh saya ingatin cucu saya minum obat rutin selama 6 bulan, ambil obat ke puskesmas,

cucu saya gak boleh bergadang, gak bole kecapekan, tapi cucu saya

pun ngerti sendiri kok dia sama penyakitnya itu kalo badan nya gak enak dirasa dia, dia langsung tidur. Gak ada di kasih penyuluhan-

penyuluhan TB gitu dek, palingan dikasih tahu aja sama saya pas

ngambil obat kalau alat-alat makan minum itu jangan bercampur

sama cucu nenek ya, karena nenek juga uda tua takutnya ketularan, cuc u saya di suruh pake masker kalau keluar tapi cucu saya gak

pernah di kasih masker gratis sama puskesmas nya. Pelatihan pun

saya gak dapat dek dari siapa-siapa”. (Subjek penelitian 8).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa Puskesmas Bah Biak sudah

melaksanakan pengobatan pasien TB didampingi oleh PMO. Puskesmas Bah Biak

memilih PMO dari anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan pasien

namun usia para PMO diatas 40 tahun, salah satu subjek penetilitianmenyatakan

alasan terpilihnya PMO diatas 40 tahun karena hanya satu-satunya keluarga yang

Universitas Sumatera Utara

Page 90: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

72

dimiliki oleh pasien TB. Menurut hasil wawancara mendalam dengan penderita

dropout alasannya putus berobat dikarenakan mengalami efek samping obat atau

tidak adanya transportasi menuju puskesmas karena jarak yang ditempuh sangat

jauh untuk dijangkau dan PMO yang bertugas untuk memastikan pengobatan

tidak menjalankan tugasnya dengan baik.

PMO di Puskesmas Bah Biak hanya diberikan arahan ketika memulai

masa pengobatan. PMO tidak diberikan edukasi mendalam mengenai tugasnya

dan pengetahuan tentang penyakit TB. Kepala puskesmas dan petugas TB

seharusnya melakukan pengawasan secara langsung terhadap pasien TB setiap

sebulan sekali untuk memastikan, mendukung ataupun memotivasi penderita TB

maupun PMO nya selama pengobatan berlangsung agar tidak ada terjadinya

pasien dropout.

Pemberian edukasi yang mendalam kepada PMO akan menjadikan PMO

yang dapat dikatakan layak untuk mendampingi penderita TB dan akhirnya tidak

akan ada lagi penderita TB Paru yang dropout di Puskesmas Bah Biak karena

kesalahan PMO yang tidak dapat memberi dukungan atau motivasi kepada si

penderita TB Paru untuk tetap melanjutkan pengobatannya sampai selesai karena

jika tidak ditakutkan akan mengalami TB-MDR yang efek samping obatnya lebih

besar dibandingkan obat TB sebelumnya.

PMO memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan

P2TB sehingga perlunya menjaga kualitas dan integritas PMO. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian Puri (2010) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 91: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

73

kuat dan bermakna antara kinerja PMO dengan kesembuhan TB Paru dengan

Strategi DOTS.

Penjaminan ketersediaan OAT. Pengadaan OAT menjadi

tanggungjawab pusat mengingat OAT merupakan obat yang sangat-sangat

esensial (SSE). Kabupaten/kota maupun provinsi yang akan mengadakan OAT

perlu berkoordinasi dengan pusat Dirjen PP & PL Depkes RI sesuai dengan

peraturan yang berlaku. Obat yang telah diadakan, dikirim langsung oleh pusat

sesuai dengan rencana kebutuhan masing-masing daerah, OAT disimpan di

instalasi gudang farmasi maupun gudang obat provinsi sesuai persyaratan

penyimpanan obat. Jaminan tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat

waktu, sangat diperlukan guna keteraturan pengobatan. (Kemenkes RI, 2014)

Hasil wawancara mendalam tentang penjaminan ketersediaan OAT dalam

program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak diperoleh informasi :

“OAT di sini selalu tersedia dek, belum pernah kita ngalami kehabisan OAT, saat ini kita punya banyak stok OAT jadi penderita

TB gak perlu khawatir kehabisan OAT. Selama ini kalau kita mintak OAT ke Dinkes Kota Pematangsiantar juga gak dipersulit sama

mereka, pengirimannya juga cepat kok dek, gak dilama-lamain”. (Subjek penelitian 3)

“Ada obatnya selalu di puskesmas, dan gratis obatnya juga dek”. (Subjek penelitian 4)

“Setiap ambil obat ke puskesmas selalu ada kok kak, gak pernah saya ngambil obat ke sana habis obatnya”. (Subjek penelitian 5)

“Selalu ada nak obatnya di puskesmas. Kita tinggal ngambil aja gak dipersulit, ya pokoknya gak pernah sampai gak ada obatnya pas mau ngambil”. (Subjek penelitian 7)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa

Puskesmas Bah Biak sudah memiliki persediaan obat yang baik sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 92: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

74

penderita TB Paru belum pernah kehabisan stok obat. Perencanaan obat selalu

dibuat dan diajukan ke provinsi untuk penyediaannya dan dana penyediaan berasal

dari APBD daerah atau provinsi. Penderita TB Paru ataupun PMO tidak memiliki

masalah dalam memperoleh obat yang diambil setiap seminggu sekali oleh

puskesmas, hanya dengan menunjukkan kartu berobat TB Paru, pihak puskesmas

akan langsung memberikan obat TB Paru kepada Penderita TB Paru dan PMO.

Sistem ini dilaksanakan agar petugas TB Paru dapat memantau perkembangan

penderita TB Paru selama masa pengobatan berlangsung.

Hasil diatas sesuai dengan apa yang ditemukan Rarun dkk (2017) bahwa

monitoring dan evaluasi ketersediaan Logistik OAT dan non OAT bisa

menghindari terjadinya kekurangan dan kelebihan stok. Ketersediaan logistik yang

berkualitas dan berkesinambugan harus dijamin supaya pengobatan tidak terputus.

Pencatatan dan pelaporan. Seluruh kegiatan program harus di monitor

dan dievaluasi dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran (output)

dengan cara menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara ke petugas

kesehatan maupun masyarakat yang menjadi sasaran. Salah satu komponen utama

untuk melakukan monev adalah pencatatan dan pelaporan (Kemenkes RI, 2011).

Keberhasilan penanggulangan TB digunakan beberapa indikator. Indikator

penanggulangan TB secara Nasional di Puskesmas Bah Biak Tahun 2017 ada 2

yaitu :

1. Angka penemuan penderita baru BTA positif (Case Detection Rate = CDR),

di Puskesmas Bah Biak sebanyak 1 orang dan

Universitas Sumatera Utara

Page 93: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

75

2. Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate = SR), di Puskesmas Bah Biak

sebesar 66,66%.

Disamping itu beberapa indikator proses untuk mencapai indikator

nasional yaitu :

a. Angka penjaringan suspek, di Puskesmas Bah Biak sebanyak 23 orang.

b. Proporsi penderita TB Paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa

dahaknya, di Puskesmas Bah Biak sebesar 4,35%

c. Proporsi penderita TB Paru BTA positif diantara seluruh penderita TB

Paru, di Puskesmas Bah Biak sebanyak 9 orang.

d. Proporsi penderita TB anak diantara seluruh penderita, di Puskesmas Bah

Biak sebesar 11,11%.

e. Angka kesembuhan, di Puskesmas Bah Biak sebesar 33,33%. (Kemenkes

RI, 2014).

Hasil wawancara mendalam tentang pencatatan dan pelaporan dalam

program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak diperoleh informasi :

“Kalau untuk sistem pencatatan dan pelaporan kita sudah ada

standarisasinya dan sudah disosialisasikan ke petugas TB. Biasanya itu waktu pelaporan nya per triwulan, jadi pihak puskesmas nanti

kirimkan laporan mereka ke dalam sistem online gitu namanya

SITT(Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu), kami pun pihak Dinkes mengrimkan laporan ke Dinkes Provsunya melalui sistem

STTI ini juga. Tapi menurut saya sistem pelaporan saat ini juga

masih belum lengkap dan saya rasa juga belum efektif untuk sistem online karena kami terkadang harus minta lagi sama pihak

puskesmasnya baru dikirim datanya sama mereka.”. (Subjek

penelitian 1)

“Kalau di puskesmas kita untuk pencatatan setiap hari dibuat dibuku baru nanti kami ada laporan triwulan bersama dinkes di supervisi, disinilah dicatat semua pasien TB termasuk pemeriksaanya. Setalah laporan triwulan di supervisi kami membuat

Universitas Sumatera Utara

Page 94: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

76

laporan triwulan ke SITT. kedalam bentuk laporan triwulan yang kami kirimkan ke Dinkes dalam SITT. Kemudian laporan pertahun

kami buat setelah semua laporan triwulan selesai dalam bentuk word. Kalau laporan triwulan itu dari di supervisi, nanti wasor yang ngabari ke kita, di sinilah dicatat semua pasien TB termasuk

pemeriksaannya”. (Subjek penelitian 2)

“Setiap hari saya catat kok, tiap pasien yang di sini sudah saya kasih buku dan form nya. Yauda nanti pas mereka datang seminggu sekali untuk ngambil obat di saat itu lah saya isi form nya. Ada juga nanti laporan yang saya buat kayak jumlah suspek, yang diobati,

yang sembuh, laporan TB-DM dan TB-HIV”. (Subjek penelitian 3)

Pihak Dinkes Kota Pematangsiantar berdasarkan hasil wawancara

mendalam menjelaskan bahwa sistem online masih belum efektif karena

terkadang data yang ada di sistem belum lengkap dan pihak Dinkes Kota

Pematangsiantar masih harus meminta laporan tersebut ke pihak puskesmas. Hal

ini sejalan dengan penelitian Anggraeni dan Pujiyanto (2014), dalam penyerahan

pencatatan dan pelaporan, terkadang ditemukan data yang belum terisi dengan

lengkap sehingga belum dapat dilaporkan.

Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa Puskesmas Bah Biak telah

melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan sesuai dengan 13 format (TB 0.1

sampai TB 13) yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar dan

juga laporan sistem online dengan SITT (Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu)

yang dilaporkan per triwulan, baik laporan offline dan online semuanya

dilaporkan dan dikirim ke Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar.

Pihak Dinkes Kota Pematangsiantar juga melaksanakan monitorng dan

evaluasi kinerja puskesmas dalam P2TB dengan melakukan supervisi yang

langsung turun ke puskesmas untuk mengecek langsung kinerja puskesmas dan

mengadakan rapat evaluasi dengan pihak puskesmas dan petugas TB yang

Universitas Sumatera Utara

Page 95: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

77

dilaksanakan per triwulan. Namun supervisi yang selama ini dilaksanakan tetap

belum bisa mencari solusi agar angka penjaringan suspek TB Paru,

keberhasilangan pengobatan dan angka kesembuhan mencapai target di tahun

berikutnya.

Untuk saat ini solusi yang didapatkan ketika pelaksanaan supervisi tidak

bisa direalisasikan karena solusi tersebut membutuhkan dana yang besar seperti

penjaringan suspek, pemantauan pengobatan ke rumah penderita langsung,

penyuluhan khusus TB, mengaktifkan kader TB di setiap desa wilayah kerja

Puskesmas Bah Biak.

Keluaran (Output)

Keluaran adalah hal yang dihasilkan oleh proses (Notoadmodjo, 2011).

Hasil akhir dari program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS adalah

untuk meningkatkan angka kesembuhan yang disebabkan oleh penyakit TB Paru.

Upaya untuk meningkatkan angka kesembuhan TB Paru tersebut dapat dilakukan

dengan meningkatkan angka penemuan kasus TB Paru sehingga mencegah

penularan akibat TB Paru, memadainya sarana dan prasarana yang ada untuk

mempermudah penemuan suspek TB, dan pengobatan TB Paru selama 6-9 bulan

secara teratur, serta adanya komitmen politis dalam pembuatan kebijakan serta

pengadaan dana pelaksanaan program TB Paru yang bekerjasama dengan lintas

sektor dan lintas program yang terkait dalam upaya penanggulangan masalah TB

Paru.

Penderita yang telah sembuh berarti telah mendapatkan pengobatan yang

lengkap dengan pemeriksaan dahak BTA (+) menjadi BTA (-). Angka

Universitas Sumatera Utara

Page 96: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

78

kesembuhan penderita TB di Puskesmas Bah Biak tahun 2017 yaitu 33,33% dan

kurang dari target nasional sebesar >85% serta angka keberhasilan pengobatan

paru sebesar 66,67% juga masih kurang dari target nasional yaitu 85% serta

membuktikkan bahwa seluruh aspek mulai dari masukan (input) dan proses sangat

menentukan sembuh atau tidak sembuhnya penderita TB Paru.

Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program P2TB belum maksimal

dikarenakan komitmen pemerintah belum dilaksankan dengan baik dalam

penyediaan dana yang masih terbatas, penjaringan suspek TB Paru yang masih

pasif, penyediaan sarana dan prasarana yang belum terpenuhi, kurangnya tenaga

kesehatan dalam pelaksanaan P2TB dan PMO yang tidak mendapat pelatihan

serta tidak mengaktifkan kader sebagai penyambung tangan antara puskesmas dan

masyarakat.

Keterbatasan penelitian

Adapun keterbatasan dalam peneilitian ini ialah disebabkan akses menuju

Puskesmas yang jauh dari masyarakat sehingga sulit untuk diakses. Keterbatasan

berikutnya ialah sarana dan prasarana serta akses yang sulit dijangkau peneliti

untuk bertatap muka dengan informan, serta penelitian hanya dilakukan pada

informan yang benar-benar memenuhi kriteria dalam penelitian guna menghindari

adanya bias.

Universitas Sumatera Utara

Page 97: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai implementasi program

penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS di Puskesmas Bah Biak diperoleh

kesimpulan sebagai berikut :

1. Komitmen politis dari pemerintah Kota Pematangsiantar untuk mendukung

pengawasan TB sudah menerapkan P2TB dengan strategi DOTS ke semua

fasilitas kesehatan dan sudah bekerja sama dengan pihak swasta, lintas sektor

atau program dan litas struktural, namun Puskesmas Bah Biak tidak ada

melakukan kerja sama dengan LSM dan tidak ada masyarakat yang mau

menjadi kader. Komponen sumber daya dalam implementasi program

penanggulangan TB Paru belum optimal. Secara kuantitas tenaga kesehatan

untuk program TB di Puskesmas Bah Biak tidak memadai dan secara kualitas

tidak sesuai Kemenkes RI Tahun 2011 karena tenaga kesehatan tidak

mendapatkan pelatihan lanjutan terutama pada petugas TB itu sendiri sudah

lama tidak didapat pelatihan. Sarana dan prasarana sudah memadai untuk

logistik OAT sudah tersedia dan kalau untuk logistik non OAT persediannya

masih minim. Pendanaan masih lebih mengutamakan dari donatur

internasional dibandingkan dengan dana nasional yang hanya lebih

dialokasikan ke penyediaan OAT.

2. Pelaksanaan program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak

dalam Penjaringan Suspek TB belum berjalan dengan maksimal. Penemuan

penderita TB Paru yang terdapat di Puskesmas Bah Biak lebih banyak

79 Universitas Sumatera Utara

Page 98: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

80

menunggu penderita datang sendiri memeriksakan diri ke puskesmas

(penemuan kasus secara pasif). Pasien yang datang berobat yang diduga

suspek (orang yang diduga TB) diambil dahak nya lalu di periksakan di

Puskesmas Mandiri (Puskesmas Tomuan).

3. Pemberian OAT sudah diawasi secara langsung dengan ditunjuknya PMO

sebagai pengawas untuk penderita yang sedang menjalani tahap pengobatan,

akan tetapi masih kurangnya informasi mengenai apa saja tugas sebagai PMO

dan kurangnya edukasi yang diberikan mengenai penyakit TB untuk

meningkatkan pengetahuannya karena PMO sangat mempengaruhi proses

pengobatan penderita TB.

4. Ketersedian OAT di Puskesmas Bah Biak sudah baik, karena puskesmas

sudah banyak memiliki stock OAT yang diberikan oleh pihak Dinas

Kesehatan Kota Pematangsiantar. Sehingga penderita TB tidak pernah

kekurangan OAT disaat jadwal pengambilan OAT.

5. Sistem pencatatan dan pelaporan di Puskesmas Bah Biak baik, karena

penanggung jawab TB nya rajin untuk mencatat setiap kegiatan program

penanggulangan TB secara teliti dan tersusun rapi.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai implementasi program

penanggulangan TB Paru dengan strategi di Puskesmas Bah Biak terdapat saran

yang perlu disampaikan sebagai berikut :

1. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar meningkatkan

pengawasan dan pemantauan terhadap pelaksanaan program penanggulangan

Universitas Sumatera Utara

Page 99: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

81

TB Paru dengan Strategi DOTS di wilayah puskesmas secara khusus dan

berkelanjutan.

2. Diharapkan kepada Kepala Puskesmas Bah Biak menjalin kerjasama lintas

sektor dan lintas program seperti membentuk kader khusus untuk penyakit TB

agar lebih maksimal dalam melakukan penemuan kasus TB Paru, kerja sama

lintas sektor agama yang dilakukan melalui kegiatan pengajian atau sektor

pendidikan yaitu di sekolah-sekolah.

3. Diharapkan kepada petugas TB Paru untuk lebih mengedukasi kepada PMO

tentang tugasnya sebagai PMO dan penderita TB Paru serta masyarakat

mengenai penyakit TB sehingga dapat meningkatkan pencapaian angka

penemuan kasus.

4. Diharapkan kepada Kepala Puskesmas Bah Biak untuk menyediakan fasilitas

laboratorium karena ditemukan penemuan kasus TB di Puskesmas Bah Biak

terus meningkat dalam 3 tahun terakhir.

Universitas Sumatera Utara

Page 100: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Daftar Pustaka

Aditama, T. Y. (1994). Tuberkulosis paru : masalah dan penanggulangannya.

Jakarta : UI Press.

Aditama, T. Y. (2002). Tuberkulosis: diagnosis, terapi, dan masalahnya (Edisi

ke-4). Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Aditama. T. Y. (2005) Tuberkulosis dan kemiskinan. Jakarta : Majalah Kedokteran Indonesia.

Anggraeni, N., & Pujiyanto. (2014). Analisis manajemen program TB Paru di Puskesmas Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat Tahun 2014 (Skripsi, Universitas Indonesia). Diakses dari http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/

Budiman, H. (2012). Analisis pelaksanaan advokasi, komunikasi dan mobilisasi sosial dalam pengendalian tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2011 (Tesis, Universitas Andalas). Diakses dari https://www.scribd.com/document/177675329/Analisis-Pelaksanaan-Advokasi-Komunikasi

Crofton, J., Norman, H., & Fred, M. (2002). Tuberkulosis klinis (Edisi ke-2).

Jakarta : Widya Medika.

Departemen Kesehatan RI. (2002). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Diakses dari https://www.slideshare.net/mbagiansah/pedoman -nasional-penanggulangan-tuberculosis-cet-8-2002

Departemen Kesehatan RI. (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberculosis. Diakses dari http://www.dokternida.rekansejawat.com/dokum

en/DEPKES-Pedoman-Nasional-Penanggulangan-TBC-2011-

Dokternida.com.pdf

Departemen Kesehatan RI. (2010). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Diakses dari http://ditjenpp.kemenkumham.go.idarsip/bn/ 2011/bn169-2011.htm

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2014). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013. Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVIN SI_2014/02_Sumut_2014.pdf

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2017). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016. Diakses dari http://dinkes.sumutprov.go.id/v2/download.html

82 Universitas Sumatera Utara

Page 101: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

83

Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar. (2018). Profil Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2017. Diakses dari https://www.kemkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVI NSI_2017/02_Sumut_2017.pdf

Herdiansyah, H. (2012). Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu sosial.

Jakarta : Salemba Humanika.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2002). Kamus besar bahasa Indonesia (Edisi Ke-3). Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis

Paru. Diakses dari https://id.scribd.com/doc/127006223/DEPKES-RI-2011-

Pedoman-Penanggulangan-TB-di-Indonesia-pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Penanggulangan Tuberkulosis. Diakses dari https:// docplayer.Info/130094-Pedoman-nasional-pelayanan-kedokteran-tata-laksana-tuberkulosis.html

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Diakses dari https://www.Slideshare.net/patenpisan/pedoman –nasiaonal–penyakit -tb-2014

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-tahun-2017.pdf

Moleong, L. J. (2016). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Murti, B., Santoso., & Sumardiyono. (2010). Evaluasi program pengendalian tuberkulosis dengan strategi DOTS di Eks Karesidenan Surakarta (Skripsi, Universitas Sebelas Maret). Diakses dari http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=257014

Nasir, A. B. D., Abdul, M., & Ideputri M. E. (2011) Buku ajar : metodeologi

penelitian kesehatan. Yogyakarta : Muha Medika.

Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan mayarakat: ilmu dan seni. Jakarta : Rineka Cipta.

Universitas Sumatera Utara

Page 102: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

84

Oktavianus, L., Suhartono., & Tjahjono, K. (2015). Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian drop out penderita TB Paru di Puskesmas Kota Sorong. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, 3(3), 18-45. Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/112804-ID-none.pdf

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Mayarakat.

Puri, N. A. (2010). Hubungan kinerja pengawas minum obat (PMO) dengan kesembuhan pasien TB Paru kasus baru strategi DOTS (Tesis, Kedokteran Universitas Sebelas Maret). Diakses dari https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/13213/Mjc4MTg=/Hubungan-kinerja-pengawas-minum-obat-pmo-dengan-kesembuhan-pasien-tb-paru-kasus-baru-strategi-dots-abstrak.pdf

Putry, G. F., & Hisyam, B. (2014). Hubungan tingkat kesembuhan Tuberkulosis Paru dewasa dengan pengobatan metode DOTS dan non DOTS di Rumah Sakit Haji Abdoel Madjid Batoe Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi Tahun 2011. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, 6(2), 12-36. Diakses dari https://journal.uii.ac.id/JKKI/article/view/3383

Rarun, K. R., Kepel, B. J., & Mandey, L. C. (2017). Analisis implementasi kebijakan pengendalian tuberkulosis resisten obat ditinjau dari aspek komitmen politis pada Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara (Tesis, Universitas Sam Ratulangi). Diakses dari http://scholar.google.co.id/citations?user=nRad5NkAAAAJ&hl=id

Soetedjo, E., Rosita, Y., & Irawanda, V. (2013). Implementasi terapi DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course) pada TB Paru di RS Muhammadiyah Palembang Syifa’ Medika. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 3(2), 1-35. Diakses dari http://jurnal.um-palembang.ac.id/syifamedika/article/view/1434

Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&B. Bandung :

Alfabeta.

Tuharea, R., Anneke, S., & Ayun, S. (2014). Analisis faktor-faktor yang

berhubungan dengan implementasi penemuan pasien TB Paru dalam program penanggulangan TB di Puskesmas Kota Semarang. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, 2(2), 1-12. Diakses dari https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jmki/article/download/10380/8257

Universitas Sumatera Utara

Page 103: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

85

Wahab, I. (2002). Penggunaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di Puskesmas Padang Bulan Selayang Tahun 2002 (Skripsi, Universitas Sumatera Utara). Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/ 32395

World Health Organization. (1999). World disease Tuberculosis (TB) control: the

five element of DOTS. Bordeaux, Perancis : WHO Press.

Zubaidah, T. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat penderita tuberculosis paru di Puskesmas Depok. Jurnal Penelitian Kesehatan, 4(4), 31-38. Diakses dari http://ejournal.litbang.depkes.go.id/ index.php/BPK/article/view/2120

Universitas Sumatera Utara

Page 104: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Lampiran 1. Pendoman Wawancara Mendalam

IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN STRATEGI DOTS DI PUSKESMAS BAH BIAK

KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2018

I. Daftar Pertanyaan untuk Informan Staf bidang Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kota Pematangsiantar

A. Identitas Informan

Nama Umur

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

:

:

:

:

: B.

Pertanyaan

1. Apakah ada program-program nasional khusus TB yang diprogramkan oleh Dinas Kesehatan?

2. Bagaimana kerjasama Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan P2TB? 3. Bagaimana penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia terkait

P2TB? 4. Apakah ada pelatihan yang diberikan kepada semua tenaga kesehatan yang

bekerja dalam pelaksanaan P2TB? 5. Bagaimana sumber pendanaan terkait segala keperluan pelaksanaan

P2TB? 6. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan selama P2TB? 7. Bagaimana keberhasilan yang telah didapat, apakah ada hambatan atau

kendala dalam pelaksanaan P2TB?

II. Daftar Pertanyaan untuk Informan Kepala Puskesmas Bah Biak

A. Identitas Informan Nama Umur

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

:

:

:

:

: B.

Pertanyaan

1. Apakah tupoksi Bapak/Ibu dalam pelaksanaan penanggulangan TB ? 2. Sebagai Kepala Puskesmas kebijakan apa yang Bapak/Ibu lakukan dalam

menanggulangi TB? Jika Ada, apakah kegiatan tersebut ada dikoordinasikan?

3. Apakah ada kerjasama lintas sektor dalam mendukung pelaksanaan penanggulangan TB di Puskesmas ini?

4. Apa-apa saja arahan Bapak/Ibu berikan kepada penanggungjawab program TB atau pihak-pihak yang membantu dalam program penanggulangan TB Paru ?

86 Universitas Sumatera Utara

Page 105: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

87

5. Bagaimana penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia terkait P2TB?

6. Apakah ada pelatihan yang diberikan kepada semua tenaga kesehatan yang bekerja dalam pelaksanaan P2TB?

7. Bagaimana penyediaan dan penggunaan semua sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program penanggulangan TB ?

8. Bagaimana sumber pendanaan terkait segala keperluan pelaksanaan P2TB?

9. Bagaimana penjaringan suspek TB yang dilaksanakan untuk P2TB?

10. Bagaimana diagnosis TB dan pemeriksaan sputum terduga TB? 11. Apakah puskesmas selalu memberikan laporan kasus TB secara rutin?

Kapan saja dilaporkan? Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan tersebut?

12. Dalam penanggulangan program TB Paru apakah ada hambatan atau kendala dalam pelaksanaannya?

III. Daftar Pertanyaan untuk Informan Penanggung jawab program/petugas TB Paru di Puskesmas Bah Biak

A. Idetintas Informan

Nama Umur

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

:

:

:

:

: B.

Pertanyaan

1. Apakah tupoksi Bapak/Ibu dalam pelaksanaan penanggulangan TB ? 2. Bagaimana penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia terkait

P2TB? 3. Apakah ada pelatihan yang diberikan kepada semua tenaga kesehatan yang

bekerja dalam pelaksanaan P2TB? Kapan Bapak/Ibu mendapatkan pelatihan?

4. Bagaimana penyediaan dan penggunaan semua sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program penanggulangan TB ?

5. Bagaimana penjaringan suspek TB yang dilaksanakan untuk P2TB?

6. Bagaimana diagnosis TB dan pemeriksaan sputum terduga TB?

7. Apakah puskesmas memiliki ketersediaan OAT dalam menanggulangi TB

? 8. Apakah puskesmas selalu memberikan laporan kasus TB secara rutin?

Kapan saja dilaporkan? Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan tersebut?

9. Dalam penanggulangan program TB Paru apakah ada hambatan atau kendala dalam pelaksanaannya?

Universitas Sumatera Utara

Page 106: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

88

IV.

Daftar Pertanyaan untuk Informan Penderita TB Paru A. Identitas Informan

Nama Umur

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

:

:

:

:

: B.

Pertanyaan

1. Bagaimana awal mula Bapak/Ibu menderita TB ? 2. Bagaimana proses pemeriksaan dahak yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan di Puskesmas Bah Biak ? 3. Apakah Bapak/Ibu mendapatkan arahan/informasi mengenai proses

pengobatan TB ? 4. Apakah ada ditunjuk seorang PMO yang mengawasi Bapak/Ibu dalam

meminum obat ? 5. Apakah Bapak/Ibu selama tahap pengobatan selalu dipantau oleh petugas

TB yang ada di Puskesmas ? 6. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ketersediaan dan penyediaan OAT

di Puskesmas ini?

V. Daftar Pertanyaan untuk Informan Penderita DropOut

A. Identitas Informan

Nama Umur Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

:

: :

:

: B.

Pertanyaan

1. Apakah Bapak/Ibu selama tahap pengobatan selalu dipantau oleh petugas TB yang ada di Puskesmas ?

2. Apakah petugas puskesmas memberikan informasi kesehatan kepada Bapak/Ibu ?

3. Apakah ada ditunjuk seorang PMO yang mengawasi Bapak/Ibu dalam meminum obat ?

4. Apakah ada kendala/hambatan dalam menjalani pengobatan ?

5. Bagaimana respon PMO ketika Bapak/Ibu DropOut ?

VI.

Daftar Pertanyaan untuk Informan Pengawasan Menelan Obat (PMO) A. Identitas Informan

Nama Umur

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

:

:

:

:

:

Universitas Sumatera Utara

Page 107: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

89

B. Pertanyaan 1. Kenapa Bapak/Ibu ditunjuk sebagai PMO? Apakah dari anjuran pasienkah

atau pihak puskesmas ? 2. Apa saja tugas Bapak/Ibu sebagai PMO ? 3. Apakah Bapak/Ibu mendapatkan penyuluhan/informasi mengenai proses

pengobatan TB ? 4. Apakah Bapak/Ibu dilatih oleh pihak puskesmas tentang PMO? Jika Ada,

dilatih oleh siapa? 5. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ketersediaan dan penyediaan OAT

di Puskesmas ini?

Universitas Sumatera Utara

Page 108: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Lampiran 2. Form Checklist Sarana dan Prasaran

Tabel 6 form checklist mengenai sarana dan prasarana yang

diperlukan dalam program penanggulangan TB Paru

I. Sarana dan Prasarana yang ada di Puskesmas Satelit (Puskesmas Bah

Biak Pematangsiantar)

Sarana dan Prasarana Ada Tidak AdaKeterangan a. Sarana dan Prasarana habis

pakai 1. Pot dahak 2. Obat Anti Tuberkulosis 3. Formulir pencatatan dan

pelaporan TB: TB.01 s/d TB.13

b. Sarana dan Prasarana tidak

habis pakai 1. Kotak penyimpanan

pot dahak 2. Lemari/rak penyimpanan

OAT 3. Barang cetakan lainnya:

buku pedoman,buku petunjuk teknis, leaflet, brosur, poster, dll

90 Universitas Sumatera Utara

Page 109: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian

91 Universitas Sumatera Utara

Page 110: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan

92 Universitas Sumatera Utara

Page 111: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian Dinas Kesehatan

93 Universitas Sumatera Utara

Page 112: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian Puskesmas Bah Biak

94 Universitas Sumatera Utara

Page 113: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Lampiran 7. Matriks Pernyataan Informan

1. Pernyataan Informan Mengenai Komitmen Politis dalam Program

Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak

Informan Pernyataan

Informan 1 Untuk Komitmen sendiri yah kita sampai sekarang

(Staff P2M Dinkes) selalu berkomitmen menanggulangi penyakit TB ini. Sebagai Dinkes kami wajib menyelesaikan segala masalah kesehatan yang ada termasuk juga TB sesuai

dengan pedoman dari Kemenkes RI, dan kami juga

punya target yang harus dicapai untuk P2TB ini, ya

dengan cara memantau dan mengevaluasi setiap

pelaksanaan P2TB di setiap faskes termasuklah itu

untuk penjaringan suspek di semua faskes, pendanaan

P2TB dari dana BOK, DAK, APBD Daerah dan

Provinsi dan kerja sama kita antara Dinkes Provinsi

Sumatera Utara, KNCV, stakeholder tingkat

kecamatan dan perangkat desa.

Informan 2 Tupoksi saya disini sebagai manajemen namanya juga

(Kepala Puskesmas kepala puskesmas ya tugas saya mengelola puskesmas Bah Biak) ini agar berjalan dengan baik sesuai dengan standart

kesehatan indonesia, karena itu saya pastikan sampai sekarang untuk pelaksanaan P2TB masih berjalan

karena pasien TB di wilayah kerja kita juga lumayan

banyak, yah jadi perlu lah komitmen kita dalam

pelaksanaan P2TB. Yah untuk saat ini saya memakai

strategi DOTS untuk P2TB dan sudah dikoordinasikan

sama semua tenaga kesehatan yang ada di sini. Saya

selalu berikan arahan ke semua yang terkait P2TB ini

untuk memantau pelaksanaan P2TB dari penemuan

suspek sampai kesembuhan, tetap melakukan kerja

sama dengan kepala desa dan perangkat-perangkatnya,

dan mengikuti pelatihan dengan baik.

95 Universitas Sumatera Utara

Page 114: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

96

2. Pernyataan Informan Mengenai Tenaga Kesehatan yang Berkompeten dalam Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak

Informan Pernyataan

Informan 1 Untuk SDM yang melaksanakan P2TB ini kami masih

(Staff P2M Dinkes) berusaha memadai tenaga kesehatan yang berkompeten di semua puskesmas di kota pematangsiantar, kami akui tidak semua puskesmas

memiliki kecukupan SDM dalam pemenuhan tenaga

kesehatan yang berkompeten untuk pelaksanaan

P2TB.

Untuk pelatihan sendiri biasanya kan dari KNCV dan

Dinkes Provinsi, semua petugas puskesmas sudah

pernah dapat pelatihan. Biasanya pelatihan itu untuk

programnya setahun sekali ya jadi nanti mereka yang

membuat pelatihannya, kita yang kirimkan petugasnya

yah memang tidak semua tenaga kesehatan yang ikut

dalam pelatihan terkadang hanya perwakilan atau

beberapa tenaga kesehatan yang dapat mengikuti

pelatihan.

.

Informan 2 Perkembangan dalam penyediaan SDM masih kurang

(Kepala Puskesmas termasuk juga SDM untuk program TB. Kami disini Bah Biak) kerjanya masih merangkap-rangkap dan petugas TB

juga merangkap untuk program kusta. Makanya saya usahakan untuk tenaga kesehatan di puskesmas ini

kerjanya harus sebaik mungkin biar tercapai semua

program yang kami jalanin di puskesmas ini.

Pelaksana P2TB disini cuman ada satu orang paling

yah ada juga membantu tapi tidak sepenuhnya jadi

tugas mereka. Petugas kita di sini sudah mendapatkan

pelatihan dari Dinas Kota Pematangsiantar tapi untuk

saat ini belum ada panggilan lagi untuk pelatihan,

biasanya itu wasornya yang kasih perintah pengiriman

tenaga kesehatan untuk pelatihan. Kadang yang

dikirim semua tenaga kesehatan dan kadang hanya

perwakilan saja.

Informan 3 Yah kalau tupoksi saya disini membuat rencana kerja

(Penanggung Jawab program TB Paru, melakukan kunjungan rumah TB) penderita TB Paru dan memantau pengobatan. Untuk

saat ini belum ada perkembangan untuk SDM, karena kami kerjanya masih merangkap. Saya aja selain

program TB ini juga jadi penanggungjawab program

kusta. Makanya kalau dibilang kewalahan ya

kewalahan dek. Tapi mau gimana lagi dek karena ini

Universitas Sumatera Utara

Page 115: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

97

juga uda tanggungjawab saya, ya harus dijalanin dek. Untuk pelaksanaan program TB ini cuman saya

sendiri yang bertanggungjawab, yah ada tenaga

kesehatan yang lainnya membantu saya tapi saya

harus nunggu mereka selesaikan tugas mereka barulah saya dibantu sama mereka. Pelatihan saya yang

terakhir di tahun 2009, saat ini saya belum

mendapatkan pelatihan lagi tapi saya ikut dalam seminar seminar yang diadakan Persatuan Perawat

Nasional Indonesia (PPNI). Kalau pun ada lagi

pelatihan dari Pemerintah ya saya mau lah ikut

pastinya dek. 3. Pernyataan Informan Mengenai Sarana dan Prasarana dalam Program

Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak

Informan Pernyataan

Informan 2 Kalau sarana prasarana disini sudah cukup baik. TB

(Kepala Puskesmas kan program pemerintah jadi OAT dan non OAT itu Bah Biak) pemerintah yang menanggulangi. Paling yang kurang

disini itu kendaraan untuk ke lapangan itu kita gak ada, maunya ada lah dari pemerintah disediakan mobil

untuk kami ke lapangan. Tapi kemarin kita ada

pengajuan proposal untuk perluasaan puskesmas dan

itu udah di setujui oleh Dinkes pusat terus dananya

dikasih ke Dinkes provinsi dulu baru ke Dinkes Kota

Pematangsiantar, barulah kita bisa menerima dana

tersebut. Jadi sekarang ini kita sedang pada tahap

pembangunan untuk perluasan puskesmas dan saya

juga mau mengajukan penyediaan laboratorium biar

kami gak usah lagi jauh-jauh ke Puskesmas Tomuan

untuk pemeriksaan dahak.

Informan 3 Untuk sarana dan prasarana saya rasa masih belum

(Penanggung Jawab terpenuhi ya dek, emang OAT kita disini stoknya TB) banyak, tapi yang non OAT masih ada stok nya yang

minim contohnya kayak brosur, poster ya kayak gitu lainnya la dek. Yang adek tau sendiri lah disini kami

pun masih meriksa dahak ke puskesmas tomuan

karena kami belum ada laboratorium sendiri. Kalau

harapan saya sih di puskesmas kita ini ada

laboratorium nya jadikan kami gak mesti lagi ngantar-

ngantar dahak itu ke Puskesmas Tomuan, memang sih

rencananya kita mau mintak pengadaan laboratorium

di sini. Saya rasa untuk transportasi disini juga susah

karena angkot pun gak ada masuk dek selain itu saya

pun gak bisa naik kereta jadi kalo pun saya mau

Universitas Sumatera Utara

Page 116: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

98

kelapangan ataupun ada disuruh rapat ke dinkes ya saya harus nunggu kawan saya selesai kerjaan nya

dulu baru dia nagawanin saya dek. Kalo bisa ya disediainla kami kendaraan biar kami gak susah untuk ke lapangan. saya kalau ke lapangan gitu, maunya ada

lah kendaraan gitu kan jadi kami mau ke lapangan gak susah karena kekurangan transportasi.

4. Pernyataan Informan Mengenai Pendanaan dalam Program

Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak

Informan Pernyataan

Informan 1 Soal dana kita ada dari donatur Internasional KNCV

(Staff P2M Dinkes) untuk pengadaan pelatihan, ada dana APBD Daerah dan Provinsi untuk penyedian OAT dan non OAT, dana DAK untuk penyediaan sarana dan prasarana,

dana BOK untuk Home visit. Tapi yah gitu semua

dana itu perlu pengajuan lagi terus perlu di setujui

dulu oleh pusat, kadang kita gak bisa bilang ya

langsung keluar dananya karena itu butuh waktu untuk

diterima ataupun ditolak. Makanya harus sabar

menunggu untuk di balas oleh pusat lah dek. Dana kita

masih minim dan pemerintah pun bukan hanya

memfokuskan untuk program penanggulangan TB

melainkan masih banyak program lainnya yang harus

ditanganin jadi dana paling yang didahului itu untuk

OAT. Tiap kota yah beda-beda lah masalahnya tapi

untuk disini kalau OAT kita gak ada masalah.

Informan 2 Pendanaan kita disini semuanya dari pemerintah, tidak

(Kepala Puskesmas ada dari dana pribadi. Kayak OAT dan non OAT itu Bah Biak) dari APBD, kalau untuk kunjungan ke rumah rumah

itu dari dana BOK. Kami ini kemarin baru saja ngajukan pendanaan untuk sarana dan prasarana ke

Dinkes Kota Pematagsiantar, yah alhamdulillah

proposal kami diterima sama Dinkes Pusat dan

sekarang kami sedang dalam tahap pembangunan

infrastruktur puskesmas ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 117: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

99

5. Pernyataan Informan Mengenai Penjaringan Suspek TB dalam Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak

Informan Pernyataan

Informan 2 Masyarakat disini kalau kita mau ambil sputum untuk

(Kepala Puskesmas pemeriksaan bakteri TB ini mereka agak susah, Bah Biak) karena mereka malu, selain itu mereka berpikir itu

jorok karena dilihatin sama petugasnya saat pengambilan dahak jadi kami suruh mereka ngambil

dahak nya sendiri. Terus dek penderita TB disini juga

susah untuk memakai masker keluar rumah karena

mereka merasa pake masker itu orang penyakitan jadi

takut dijauhi sama orang disekitarnya dek.

Informan 3 Saya ini kan baru 2 tahun dek menjabat jadi

(Penanggung Jawab penanggung jawab TB nya, sejak tahun 2017 lah uda TB) mulai saya ngerjain P2TB, jadi yah selama ini pasien

saya ada yang menuruskan pengobatan dari yang sebelum nya tapi ini kan udh tahun 2019 jadi uda

banyak pasien baru. Kalau saya kebanyakan

menemukan pasien TB baru, mereka langsung yang

datang ke puskesmas untuk mintak diperiksa atau uda

ada pasien yang uda dari rumah sakit mintak

pengobatan lanjutan ke kita. Tugas saya sebagai

petugas TB yah ngambil dahak ke terduga TB tapi

kadang pun mereka malu kalau ngasih dahaknya itu di

depan saya, home visit ke penderita TB Paru agak

sulit yah saya karena saya gak bisa bawak kendaraan,

di sini juga gak ada fasilitas transportasi untuk ke

rumah pasien TB, palingan saya nunggu lah bantuan

dari tenaga lain tapi yah gitu dek saya harus nunggu

mereka selesaikan tugas mereka dulu baru bantu saya.

saya disini juga ngerangkap untuk program kusta, jadi

kerjaan saya pun selain TB juga uda banyak.

Kewalahan juga sih saya, makanya saya kalau

kelapangan gitu agak jarang ya dek, saya akui karena

saya sendiri gak ada kader juga agak susah saya

nemuin kasusnya kalau terjun ke lapangan gitu.

Kebanyakan mereka sendiri yang datang untuk

diperiksa atau melaporkan hasil rongent dari rumah

sakit.

Informan 4 Saya awalnya itu batuk-batuk dulu, saya pikir itu

(Penderita TB Paru hanya batuk biasa aja karena saya setiap batuk saya Tidak Sembuh) obati sembuh, terus lama-lama batuk saya uda saya

obati pun gak hilang-hilang, badan saya juga panas dingin tiba-tiba, keringatan juga saya kalau malam itu

Universitas Sumatera Utara

Page 118: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

100

sampai basah baju saya, yang gak tahannya itu

sesaknya ini. Uda lah karena gak bisa lagi saya

tahankan saya berobat ke rumah sakit, diperiksa lah

saya itu kan, keluar hasilnya kata dokternya saya

positif kenak TB di suruh saya lanjutin pengobatan ke

puskesmas. Saya pun langsung melapor ke puskesmas

kalau saya mau berobat TB disini, dilihatlah hasil

rongent saya, lalu di timbang berat badan sama tinggi

saya baru lah disitu saya di kasih arahan dan mulai

pengobatan TB di puskesmas.

Informan 5 Pertamanya saya kemarin kak sesak napas terus

(Penderita Paru menerus, terus berat badan saya pun menurun kak, Sudah Sembuh) gak nafsu makan juga, batuk saya juga gak sembuh

sembuh uda minum obat pun gak hilang hilang kak, saya belik obatnya di kede kak dekat rumah. Karena

saya gak sembuh sembuh juga kak, nenek saya

nyuruh saya berobat ke puskesmas kak. Makanya saya

langsung berobat di puskesmas dikawanin nenek kak.

Pas kami uda di puskesmas diperiksala kak sama

dokternya, terus dokternya nyuruh saya untuk

ngeluarin dahak saya tapi saya gak mau karena malu

kak makanya saya disuruh bawak botol kecik gitu kak

kerumah. Besok paginya dahak saya keluar dan saya

taruk dahak itu ke botol, ya pagi itu juga saya antar

kepuskesmas kak. Kata pihak puskesmas tunggu 3

hari hasilnya baru keluar. Pas uda 3 hari nya saya

kesana lagi kak, terus ibu itu bilang saya positif TB

langsung la saya kak ditimbang berat badan sama

tinggi bada saya abis itu saya langsung dikasih obat.

6. Pernyataan Informan Mengenai Diagnosis TB Melalui Pemeriksaan

Dahak Secara Mikroskopis dalam Program Penanggulangan TB Paru di

Puskesmas Bah Biak

Informan Pernyataan Informan 2 (Kepala Puskesmas

Bah Biak)

Puskesmas kita ini kan masih termasuk puskesmas

satelit dek jadi kami disini belum ada laboratorium untuk pemeriksaan dahak, biasanya untuk pemeriksaan

dahak ini nanti kami rujuk ke puskesmas mandiri yaitu

Puskesmas Tomuan. Ya tapi setelah pembangunan untuk

perluasan puskesmas ini kami ada rencana untuk

mengajukan pengadaan laboratorium agar mandiri dan

tidak bergantungan dengan puskesmas lainnya.

Informan 3 Kami disini gak bisa dek mendiagnosis dahak yang

(Penanggung Jawab diduga sebagai suspek TB, jadi tugas kami disini yaa

Universitas Sumatera Utara

Page 119: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

101

TB) hanya mengambil dahak melalui pot dahak yang terduga menderita TB aja, terus kami kirimkan ke Puskesmas Tomuan untuk pemeriksaannya. Lalu tunggu 3 hari baru

mereka mengirimkan kita hasil pemeriksaannya.

7. Pernyataan Informan Mengenai Pengobatan TB Dengan OAT Yang

diawasi PMO yang Terlatih dalam Program Penanggulangan TB Paru

di Puskesmas Bah Biak

Informan Pernyataan

Informan 4 Selama ini ibu itu belum pernah ke rumah untuk (Penderita TB Paru memantau pengobatan saya. Yah paling jumpa di Tidak Sembuh) puskesmas aja lah dek, nanti pas ngambil obat saya

sama istri di tanya-tanya sama ibu itu cemana kondisi saya gitu aja dek. Kalau PMO itu ya dari istri saya

sendiri dek, dia lah nanti yang ingatin saya tiap pagi

minum obat dan kalo waktu nya mengambil obat ke

puskesmas selalu diingati juga.

Informan 5 Pas lagi pengobatan kemarin belum ada kak ibu itu

(Penderita Paru datang kerumah, mantau-mantau yang kayak kakak Sudah Sembuh) bilang tadi. PMO ya nenek saya kak, karena keluarga

saya satu-satunya cuman nenek saya kak, yauda kak nanti nenek saya lah kak yang perhatiin saya selama

saya sakit dari ingatin minum obat, makan saya, dan

ingatin ambil obat. Palingan kak ibu itu mantau saya

dari nanyak nanyak ke nenek saya kak pas saya sama

nenek saya mau ambil obat kepuskesmas.

Informan 6 Belum pernah petugas datang ke rumah lihat saya.

(Penderita TB Paru Kalau PMO ada, istri saya. ya paling istri saya cuman Dropout) ingatin minum obat sama ambil obat ke puskesmas

cuman ya gitu dek saya gak tahan sama mual-mualnya itu, ngerih kali efeknya itu, jadinya gak rutin saya

minum obat. Istri saya pun kasihan lihat saya kek gitu

terus tiap minum obat dek.

Informan 7 Karena kemarin saya yang ngawanin bapak ke

(PMO untuk puskesmas jadi saya aja yang ditunjuk sama petugas

Penderita TB Paru TB nya. Yang setahu saya itu tugas nya paling di Tidak Sembuh) suruh ingatin bapak minum obatnya rutin, jaga pola

makan, jangan bergadang sama jangan lupa ambil obat seminggu sekali, itu aja lah dek yang di bilang sama

petugasnya. Ya saya setiap pagi langsung saya bawak

obat sama minumnya jadi biar langsung di minum

Universitas Sumatera Utara

Page 120: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

102

sama bapak di depan saya. masalah pelatihan gak ada

dek saya dikasih, penyuluhan khusus TB selama ini

pun saya juga gak ada dapat.

Informan 8 Awalnya pihak puskesmasnya gak mau saya yang jadi

(PMO untuk PMO, tapi karena cuman saya satu-satunya keluarga Penderita TB Paru dari cucu saya, yauda saya lah akhirnya yang jadi Sudah Sembuh) PMO. Ibu itu nyuruh saya ingatin cucu saya minum

obat rutin selama 6 bulan, ambil obat ke puskesmas, cucu saya gak boleh bergadang, gak bole kecapekan,

tapi cucu saya pun ngerti sendiri kok dia sama

penyakitnya itu kalo badan nya gak enak dirasa dia,

dia langsung tidur. Gak ada di kasih penyuluhan-penyuluhan TB gitu dek, palingan dikasih tahu aja

sama saya pas ngambil obat kalau alat-alat makan

minum itu jangan bercampur sama cucu nenek ya, karena nenek juga uda tua takutnya ketularan, cucu

saya di suruh pake masker kalau keluar tapi cucu saya

gak pernah di kasih masker gratis sama puskesmas

nya. Pelatihan pun saya gak dapat dek dari siapa-siapa.

8. Pernyataan Informan Mengenai Penjaminan Ketersediaan OAT dalam

Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak

Informan Pernyataan

Informan 3 OAT di sini selalu tersedia dek, belum pernah kita

(Penanggung Jawab ngalami kehabisan OAT, saat ini kita punya banyak TB) stok OAT jadi penderita TB gak perlu khawatir

kehabisan OAT. Selama ini kalau kita mintak OAT ke Dinkes Kota Pematangsiantar juga gak dipersulit sama

mereka, pengirimannya juga cepat kok dek, gak

dilama-lamain.

Informan 4 Ada obatnya selalu di puskesmas, dan gratis obatnya

(Penderita TB Paru juga dek. Jadi saya pun gak mengeluarkan uang dek, Tidak Sembuh) itula kelebihannya berobat dipuskesmas ini.

Informan 5 Setiap ambil obat ke puskesmas selalu ada kok kak,

(Penderita Paru gak pernah saya ngambil obat ke sana habis obatnya. Sudah Sembuh)

Informan 7 Selalu ada nak obatnya di puskesmas. Kita tinggal

(PMO untuk ngambil aja gak dipersulit, ya pokoknya gak pernah Penderita TB Paru sampai gak ada obatnya pas mau ngambil. Tidak Sembuh)

Universitas Sumatera Utara

Page 121: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

103

9. Pernyataan Informan Mengenai Pencatatan dan Pelaporan dalam Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak

Informan Pernyataan

Informan 1 Kalau untuk sistem pencatatan dan pelaporan kita

(Staff P2M Dinkes) sudah ada standarisasinya dan sudah disosialisasikan ke petugas TB. Biasanya itu waktu pelaporan nya per triwulan, jadi pihak puskesmas nanti kirimkan laporan

mereka ke dalam sistem online gitu namanya

SITT(Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu), kami

pun pihak Dinkes mengrimkan laporan ke Dinkes

Provsunya melalui sistem STTI ini juga.

Informan 2 Kalau di puskesmas kita untuk pencatatan setiap hari

(Kepala Puskesmas dibuat dibuku baru nanti kami ada laporan triwulan Bah bersama dinkes di supervisi, disinilah dicatat semua Biak) pasien TB termasuk pemeriksaanya. Setalah laporan

triwulan di supervisi kami membuat laporan triwulan ke SITT. kedalam bentuk laporan triwulan yang kami

kirimkan ke Dinkes dalam SITT. Kemudian laporan

pertahun kami buat setelah semua laporan triwulan

selesai dalam bentuk word. Kalau laporan triwulan itu

dari di supervisi, nanti wasor yang ngabari ke kita, di

sinilah dicatat semua pasien TB termasuk

pemeriksaannya.

Informan 3 Setiap hari saya catat kok, tiap pasien yang di sini

(Penanggung Jawab sudah saya kasih buku dan form nya. Yauda nanti pas TB) mereka datang seminggu sekali untuk ngambil obat di

saat itu lah saya isi form nya. Ada juga nanti laporan yang saya buat kayak jumlah suspek, yang diobati,

yang sembuh, laporan TB-DM dan TB-HIV.

10. Pernyataan Informan Mengenai Hambatan atau Kendala dalam

Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Bah Biak

Informan Pernyataan

Informan 1 Kalau kendala pasti ada. Yang paling berat itu dalam (Staff P2M Dinkes) penjaringan suspek yang belum maksimal dan

pemantauan penderita TB yang belum efektif. Oiya untuk sistem pelaporan juga masih belum lengkap dan

saya rasa juga belum efektif untuk sistem online

karena kami terkadang harus minta lagi sama pihak

puskesmasnya baru dikirim datanya sama mereka.

Semua hambatan yang kami hadapi itu ya pelan pelan

lah kami perbaiki, dimana yang belum maksimal kami

Universitas Sumatera Utara

Page 122: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

104

coba perbaiki semaksimal mungkin. Semua harapan

yang kami inginkan kami usahakan agar bisa

terealisasikan lah dek.

Informan 2 Kendala kita selama ini saya rasa itu lebih ke

(Kepala Puskesmas pasiennya ya dek, karena pasiennya ini masih ada Bah Biak) yang gak patuh minum obat, PMO nya pun bukan

ngelarang mereka malah yauda dibiarin aja gitu sama mereka karena katanya kasihan mual mula aja karena

obatnya, padahal itu kan lebih bahaya lagi kalau gak

sampai selesai. Kadang sifat pasien yang kayak gitu

itu susah kali dibilangin, makanya kami ini terus cari

solusi agar gak ada lagi pasien yang dropout.

Informan 3 Kalau menurut saya hambatan yang pertama itu dari

(Penanggung Jawab kesadaran masyarakatnya. Mereka ada yang gak tahan TB) karena efek obatnya dan ada juga yang merasa sudah

sembuh dipertengahan pengobatan karena udah gak terasa sakit lagi padahalkan sudah saya bilang harus

jalanin pengobatan selama 6 bulan. Yang kedua itu

kalau saya dari jumlah tenaga kesehatan yang belum

memadai, karena pekerjaan kami disini banyak yang

merangkap jadi saya pun sangat kewalahan dalam

melaksanakan program ini dengan beban kerja yang

sangat banyak. Yang ketiga itu kendaraan ya dek,

disini untuk cari transportasi kayak angkutan umum

gitu susah dek, makanya pasien itu untuk ke

puskesmas susah kalau gak ada kendaraan sendiri.

Kami pun juga susah dek, kendaraan kami di sini juga

belum memadai untuk ke lapangan, saya pun gak

pande bawak kendaraan dek jadi saya nunggu lagi

tenaga kesehatan yang lain selesai kerja baru kami

pergi ke lapangan.

Informan 6

(Penderita TB Paru Kendala saya selama masa pengobatan itu karena efek Droput) obatnya ya dek, saya gak tahan sama efeknya itu yang

buat saya mual mual, terus kepala saya sakit juga, dan saya rasa pas minum obat itu bawaan saya pengen

tidur aja. Tapi yang paling buat saya gak tahan itu mual mualnya ya dek, makanya saya berhenti minum obat dek. Istri saya yang jadi PMO responnya karena lihat saya gak tahan gitu jadi kasihan sama saya jadi ya dia gak marah sama saya dek.

Universitas Sumatera Utara

Page 123: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Dokumentasi bersama Kepala Puskesmas Bah Biak

Gambar 2. Dokumentasi bersama Penanggung Jawab P2TB Puskesmas Bah Biak

105 Universitas Sumatera Utara

Page 124: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

106

Gambar 3. Dokumentasi bersama Penderita TB Paru tidak sembuh dan PMO nya

Gambar 4. Dokumentasi bersama Penderita TB Paru sudah sembuh

Universitas Sumatera Utara

Page 125: IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN

107

Gambar 5. Dokumentasi bersama PMO Penderita TB Paru sudah sembuh

Universitas Sumatera Utara