implementasi pemberian kredit dengan jaminan …digilib.unila.ac.id/31275/3/skripsi tanpa bab...

77
IMPLEMENTASI PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG DIIKAT DI BAWAH TANGAN (Studi Pada PT. BRI (Persero) Tbk, Unit Sukoharjo Kantor Cabang Pringsewu) (Skripsi) Oleh IMAN FERNANDO FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: others

Post on 04-Jun-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

IMPLEMENTASI PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA

YANG DIIKAT DI BAWAH TANGAN

(Studi Pada PT. BRI (Persero) Tbk, Unit Sukoharjo Kantor Cabang

Pringsewu)

(Skripsi)

Oleh

IMAN FERNANDO

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA

YANG DIIKAT DI BAWAH TANGAN

(Studi Pada PT. BRI (Persero) Tbk, Unit Sukoharjo Kantor Cabang

Pringsewu)

Oleh

IMAN FERNANDO

BRI Unit Sukoharjo dalam pemberian kredit umum pedesaan dengan perjanjian

tambahan berupa jaminan fidusia, sebagian besar pengikatannya hanya dilakukan

secara di bawah tangan dan tidak dilakukan di hadapan notaris, maupun

didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia. Permasalahan dalam penelitian ini

adalah bagaimana syarat dan prosedur, serta akibat hukum pemberian kredit

dengan jaminan fidusia yang diikat di bawah tangan pada BRI Unit Sukoharjo.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif

empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Tipe pendekatan masalah adalah

normatif terapan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

dan bahan hukum tersier. Pengolahan data dilakukan dengan cara klasifikasi data,

editing data, dan sistematika data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa prosedur pemberian

kredit dapat dikatakan berjalan dengan baik, tetapi terjadi penyimpangan dalam

hal pelaksanaan perjanjian jaminan fidusia karena sebagian besar diikat secara di

bawah tangan, padahal sudah jelas bahwa jaminan fidusia harus dilakukan secara

notaris dan didaftarkan. Terhadap status perjanjian, baik perjanjian pokok maupun

perjanjian tambahan tetap dianggap sah. Akibat hukum perjanjian jaminan fidusia

secara di bawah tangan secara konkret akan menempatkan para pihak dalam posisi

yang lemah, terutama kedudukan kreditur. Kelemahan tersebut diantaranya adalah

hak-hak kreditur yang sebelumnya diatur oleh Undang-Undang Jaminan Fidusia

menjadi hilang, yaitu hak preferent dan hak eksekutorial. Adapun upaya

penyelamatan kredit jika terjadi wanprestasi oleh debitur dilakukan dengan

penjadwalan kembali dan eksekusi jaminan. Eksekusi dilakukan dengan menjual

objek jaminan tersebut secara di bawah tangan.

Kata Kunci : Kredit, Perjanjian, Jaminan Fidusia

ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF CREDIT GIVING TO FIDUSIA WARRANTY

WITH PRIVATELY MADE ASSIGNMENT

(Study At PT BRI (Persero) Company, Sukoharjo Unit Of Pringsewu Branch

Office)

By

IMAN FERNANDO

BRI Unit Sukoharjo was lending a general credit for rural areas with additional

agreements in the form of fiduciary guarantee, most of the engangement just a

privately made assignment by the creditor not the notary and not be registered at

the fiduciary registration office. The problem in this research is about the terms

and procedures, as well as the legal consequences of lending with privately made

fiduciary guarantee of BRI Unit Sukoharjo. The type of research used in this

research is empirical normative research with descriptive research type. The type

of problem approach is normative applied. The data used in this study are primary

data and secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal

materials, and tertiary legal materials. Data processing was done by way of data

classification, data editing, and qualitative analysis on systematic data.

The results of the research have shown that crediting procedure can be said to run

well, but there are irregularities in the implementation of fiduciary guarantee

agreement because most of them are privately made assignment, where as it is

clear that fiduciary guarantee should be done notarized and registered. Against the

status of the agreement, neither the principal agreement nor the additional

agreement shall remain valid. This will place the parties in a weak position,

especially the creditor. The weaknesses are regulated by Fiduciary Guarantee Law

to be lost, namely preferential and executorial rights. The effort to rescue credit in

case of default by the debtor is done by rescheduling and execution of the

guarantee.

Key Words: Credit, Agreement, Fiduciary Guarantee

IMPLEMENTASI PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA

YANG DIIKAT DI BAWAH TANGAN

(Studi Pada PT. BRI (Persero) Tbk, Unit Sukoharjo Kantor Cabang

Pringsewu)

Oleh

IMAN FERNANDO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Iman Fernando. Penulis

dilahirkan di Muara Danau pada tanggal 21 April 1996, dan

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan

Bapak M Taufik dan Ibu Nurbaini. Penulis menyelesaikan

pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Muara Pinang

pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama di SMP

Negeri 1 Muara Pinang diselesaikan pada tahun 2011, dan Sekolah Menegah Atas

di SMA Negeri 1 Lintang Kanan diselesaikan pada tahun 2014. Penulis terdaftar

sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2014

melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif diberbagai unit kegiatan mahasiswa dan

organisasi, selain itu juga aktif dalam mengikuti kegiatan seminar daerah maupun

nasional. Penulis pernah menjadi anggota muda Bina Rohani Mahasiswa Islam

(Birohmah) Universitas Lampung tahun 2014, mujahid muda Forum Silaturahmi

dan Studi Islam (FOSSI) Fakultas Hukum tahun 2014, dan ketua Departemen 4

UKM Tapak Suci Universitas Lampung periode 2017-2018. Selain aktif dalam

kegiatan internal kampus, penulis juga aktif dalam kegiatan eksternal kampus.

Penulis tercatat sebagai relawan kemanusiaan pada organisasi kemanusiaan Aksi

Cepat Tanggap Untuk Kemanusiaan (ACT For Humanity) dari tahun 2015 sampai

sekarang. Pada tahun 2017 penulis mengikuti program Kuliah Kerja Nyata

Tematik (KKN-Tematik) yang merupakan program wajib di Universitas

Lampung, penulis ditempatkan di Desa Sendang Mulyo, Kecamatan Sendang

Agung, Kabupaten Lampung Tengah.

MOTO

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar

dan mengerjakan sholat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”

(Q.S. Al Baqarah : 153)

“Dunia itu ibarat bayangan. Kalau kamu berusaha menangkapnya, ia akan lari.

Tapi kalau kamu membelakanginya, ia tidak punya pilihan selain mengikutimu”

(Ibnu Qayyim Al Jauziyyah)

PERSEMBAHAN

Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT dan Rasulullah SAW

Atas rahmat serta hidayah-Nya dan dengan segala kerendahan hati,

Kupersembahkan skripsi ini kepada :

Orang tuaku tercinta,

Bapak M Taufik

Ibu Nurbaini

Yang telah membesarkanku dengan penuh cinta, kasih sayang, perhatian, dan

selalu mendoakan, memberi motivasi, semangat, serta berkorban jiwa dan raga

untuk mewujudkan kebahagiaan dan kerberhasilanku. Semoga Allah SWT selalu

memberi limpahan rahmat serta hidayah-Nya kepada mereka di dunia dan akhirat.

Aamiin Ya Rabbal Alamin.

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi yang berjudul “Implementasi Pemberian Kredit Dengan Jaminan

Fidusia Yang Diikat Di Bawah Tangan (Studi Pada PT. BRI (Persero) Tbk,

Unit Sukoharjo Kantor Cabang Pringsewu)” sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung

dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari berbagai

pihak. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Baginda

Rasulullah SAW, semoga kita mendapat syafaatnya di Yaumil Akhir kelak,

Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Armen Yasir, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Ibu Yennie Agustin MR, S.H., M.H., selaku Pembimbing 1 (satu) atas

kesabaran dan kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya,

mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik

yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak M Wendy Trijaya, S.H., M.H., selaku Pembimbing 2 (dua) atas

kesabaran dan kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya,

mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik

yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Ibu Ratna Syamsiar, S.H., M.H., selaku Pembahas 1 (satu) yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

6. Bapak Depri Liber Sonata, S.H., M.H., selaku Pembahas 2 (dua) yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

7. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik terima kasih

atas bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan masa studi

di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi

dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan

yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;

9. Kepada narasumber yang telah memberikan sumbangsih dalam penulisan

skripsi ini: Bapak Rudi Suryadi selaku Kepala Unit di Bank Rakyat Indonesia

Unit Sukoharjo dan Bapak Miftahurrahman selaku Account Officer di Bank

Rakyat Indonesia Unit Sukoharjo, terima kasih atas kerelaannya meluangkan

waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini;

10. Teristimewa untuk papa dan mama (M Taufik dan Nurbaini) terima kasih atas

dukungan moril, materil, disertai dengan doa yang mengiringiku sehingga aku

bisa menyelesaikan pendidikanku hingga bergelar Sarjana Hukum. Kalian

adalah orang tua terhebat dalam hidupku yang tiada henti memberikan cinta

kasih, semangat, dan sembah sujudnya terhadap Allah SWT untuk

kebahagian dan keberhasilanku;

11. Keluarga besarku, Yuk Nita, Yuk Rida, Faqih, Ara, Husein, Rini Oktaviani,

serta semua anggota keluargaku yang lain, terima kasih atas dukungan moril

maupun materil, serta nasihat, semangat, dan doanya yang selalu mengiringi

langkahku;

12. Wak maman sekeluarga, terima kasih atas kebaikannya kepada penulis selama

ini, yang terus memberikan dukungan moril dan dorongan agar penulis dapat

menyelesaikan studi;

13. Teman-teman terbaikku, Franika, Teisa, Memel, Ravik, Roma, Kak Wawan,

Zirwan, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini;

14. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum 2014 : Jery Wandro, M Arianto,

Imam Fatoni, Lorenzo Bornelisto, Ingga Palesa, Ksatria Dirgantara, Ricky

Adhitama, Gandung Bagaskara, Eka Fitri Wahyuni, Dewi Muslimah, Indri

Komalasari, Gista Leorika, Rizka Dilia, semoga kita semua bisa meraih

kesuksesan;

15. Keluarga keduaku di UKM Tapak Suci Universitas Lampung, Kak Fahmi,

Kak Wahyu, Kak Ali, Kak Irfan, Hendri, Dayat, Mbak Ummu, Mbak Mila,

Mbak Meita, Mbak Dian, Mbak Ririn, Nadiya, Suci, terima kasih atas

kebersamaan dan kekeluargaan yang telah terjalin selama ini;

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan, dukungan,

dan doanya.

Akhir kata, penulis menyadari akan keterbatasan penulis dalam menulis skripsi

ini, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang

membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan

ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 24 April 2018

Iman Fernando

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

ABSTRACT

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERNYATAAN

RIWAYAT HIDUP

MOTO

PERSEMBAHAN

SANWACANA

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................. 7

C. Ruang Lingkup ...................................................................................... 8

D. Tujuan Penelitian .................................................................................. 8

E. Kegunaan Penelitian .............................................................................. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 10

A. Tinjauan Tentang Perjanjian ................................................................. 10

1. Perjanjian Pada Umumnya ................................................................ 10

2. Perjanjian Kredit ............................................................................... 12

B. Tinjauan Tentang Kredit Perbankan ..................................................... 13

1. Pengertian Kredit .............................................................................. 13

2. Unsur-Unsur Kredit .......................................................................... 14

3. Jenis-Jenis Kredit .............................................................................. 15

4. Prinsip Pemberian Kredit .................................................................. 17

5. Tujuan Kredit .................................................................................... 22

6. Fungsi Kredit .................................................................................... 23

C. Tinjauan Tentang Jaminan .................................................................... 23

1. Pengertian Jaminan ........................................................................... 23

2. Sifat Perjanjian Jaminan ................................................................... 24

3. Bentuk-bentuk Jaminan .................................................................... 26

D. Tinjauan Tentang Jaminan Fidusia ....................................................... 29

1. Pengertian Jaminan Fidusia .............................................................. 29

2. Latar Belakang Timbulnya Lembaga Fidusia ................................... 31

3. Objek dan Subjek Jaminan Fidusia ................................................... 32

4. Pendaftaran Jaminan Fidusia ............................................................ 35

5. Pengalihan Fidusia ............................................................................ 37

6. Hapusnya Jaminan Fidusia ............................................................... 39

E. Tinjauan Tentang Bank Rakyat Indonesia ............................................ 40

1. Sejarah Bank Rakyat Indonesia ........................................................ 40

2. Visi dan Misi Bank Rakyat Indonesia .............................................. 43

3. Produk Kredit BRI Unit Sukoharjo................................................... 43

F. Kerangka Pikir ....................................................................................... 46

III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 49

A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 49

B. Tipe Penelitian ...................................................................................... 50

C. Pendekatan Masalah .............................................................................. 50

D. Data dan Sumber Data .......................................................................... 50

1. Data Primer ....................................................................................... 51

2. Data Sekunder ................................................................................... 51

E. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 52

F. Lokasi Penelitian ................................................................................... 53

G. Metode Pengolahan Data ...................................................................... 53

H. Analisis Data ......................................................................................... 53

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 55

A. Syarat Dan Prosedur Pemberian Kredit Dengan Jaminan Fidusia

Yang Diikat Di Bawah Tangan ............................................................. 55

1. Syarat Pemberian Kredit ................................................................... 57

2. Prosedur Pemberian Kredit ............................................................... 59

B. Akibat Hukum Dari Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang

Diikat Di Bawah Tangan ...................................................................... 66

1. Status Terhadap Perjanjian, Kreditur, dan Debitur ........................... 66

2. Penyelesaian Sengketa Jika Suatu Waktu Terjadi Wanprestasi

Oleh Debitur ..................................................................................... 69

V. PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 74

B. Saran ..................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945 diperlukan sebuah upaya pembangunan yang

berkesinambungan, salah satunya pembangunan perekonomian masyarakat.

Upaya pembangunan perekonomian masyarakat tidak mudah dilakukan, karena

perkembangan perekonomian yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan

terintegrasi. Tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang

semakin maju juga menjadi dasar perlunya penyesuaian kebijakan dibidang

perekonomian, termasuk perbankan.

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

mendefinisikan bahwa Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataaan, pertumbuhan

ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat

banyak.1 Ketentuan ini menjelaskan bahwa lembaga perbankan mempunyai

peranan penting dan strategis tidak hanya dalam menggerakkan perekonomian

nasional, tetapi juga diarahkan agar mampu menunjang pelaksanaan

pembangunan.

1 Pasal 4 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

2

Meningkatnya kebutuhan modal baik sektor usaha besar maupun kecil di

Indonesia tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang.

Hal ini ditandai dengan banyaknya pengikatan kredit yang dilakukan antara

kreditur dan debitur. Kreditur secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) kelompok,

yaitu lembaga keuangan bank, non bank, serta lembaga pembiayaan.2 Sedangkan

debitur bisa berasal dari masyarakat, perorangan, atau badan hukum yang

memerlukan modal untuk menjalankan kegiatan perekonomian.

Kebutuhan terhadap modal untuk menjalankan suatu usaha dapat diperoleh

melalui kegiatan pinjam-meminjam dan salah satunya melalui jasa lembaga

keuangan, yaitu melalui kredit yang diberikan oleh pihak bank atau melalui jasa

lembaga pembiayaan lainnya. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem

keuangan setiap negara, bank merupakan tempat bagi orang perorangan, badan

usaha swasta, badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan

untuk menyimpan dana yang dimilikinya.

Pengaturan terkait dengan bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan). Pasal 1 ayat

2 Undang-Undang Perbankan mendefinisikan bahwa Bank adalah badan usaha

yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit untuk meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak, serta memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.3

2 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan

Pembiayaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 17-18. 3 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2011, hlm. 8.

3

Bank secara yuridis formal merupakan subjek hukum yang dapat mengikatkan diri

dengan pihak ketiga, dan dalam praktiknya bank diwakili oleh pengurus bank.4

Kredit perbankan adalah salah satu kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank

untuk menggerakkan roda perekonomian. Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang

Perbankan mendefinisikan Kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam

antara bank dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.5

Pemberian kredit juga diartikan sebagai pemberian pinjaman uang oleh kreditur

kepada debitur, disertai penyerahan jaminan kredit oleh debitur. Pemberian kredit

perbankan secara umum mensyaratkan jaminan utang untuk menjamin pelunasan

utang. Bank seharusnya mengikat kredit dengan mengikuti ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Bank juga harus menyelesaikan pengikatan

dan penguasaan administratif sebelum kredit disalurkan dananya kepada debitur,

termasuk mengenai pengikatan dan penguasaan terhadap jaminan kreditnya.6

Praktik perbankan berkaitan dengan jaminan kredit biasanya telah diatur oleh

internal perusahaan dengan mengacu pada undang-undang yang mengaturnya.

Peraturan internal tersebut antara lain mengatur tentang objek jaminan kredit yang

dapat diterima, tata cara penilaian, dan cara pengikatannya. Jaminan mempunyai

fungsi yang sangat penting dalam pemberian kredit, karena jaminan dapat

memberi rasa aman bagi kreditur dan menjamin dipenuhinya tagihan oleh debitur.

4 Ratna Syamsiar, Hukum Perbankan, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2006,

hlm. 5. 5 Hermansyah, Op. Cit., hlm. 58.

6 M. Bahsan, Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT

Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 132.

4

Bentuk jaminan yang baik bagi debitur adalah bentuk jaminan yang tidak

mematikan kegiatan usahanya sehari-hari, sedangkan bagi kreditur bentuk

jaminan yang baik adalah bentuk jaminan yang dapat memberikan rasa aman dan

kepastian hukum bahwa kredit yang diberikan dapat dilunasi tepat pada waktunya.

Pemberian kredit perbankan mengenal berbagai jenis jaminan, salah satu jaminan

yang dikenal di Indonesia adalah jaminan fidusia, diatur dalam Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut Undang-

Undang Jaminan Fidusia).

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan

dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap

dalam penguasaan pemilik benda.7 Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Jaminan

Fidusia mendefinisikan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak

baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya

yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan

pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.8

Jaminan fidusia mewajibkan adanya suatu jaminan sebagai bentuk pelunasan

utang, jaminan tersebut dapat berupa surat-surat berharga atau yang lebih sering

dijadikan jaminan adalah surat tanda nomor kendaraan bermotor, dengan

ketentuan yang dijadikan jaminan hanya surat berharganya. Sedangkan untuk

barang tersebut masih bisa dinikmati dan dalam penguasaan debitur. Pengalihan

7 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

8 Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

5

hak kepemilikan dimaksud semata-mata hanya sebagai jaminan bagi pelunasan

utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia.

PT. BRI (Persero) Tbk, merupakan lembaga keuangan bank yang salah satu

kegiatan usahanya adalah memberikan kredit. Pada BRI Unit Sukoharjo yang

merupakan unit kerja dari PT. BRI, ada 3 (tiga) macam kredit yang diberikan

yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES), dan

Kredit Briguna yang hanya diperuntukan untuk pegawai negeri sipil.9 Pemberian

kredit pada umumnya dilakukan dengan mengadakan suatu perjanjian kredit

(sebagai perjanjian pokok) diikuti dengan perjanjian pengikatan jaminan (sebagai

perjanjian tambahan).

Kredit yang mengharuskan adanya perjanjian pengikatan jaminan berupa jaminan

fidusia pada BRI Unit Sukoharjo adalah kredit umum pedesaan. BRI Unit

Sukoharjo menganggap bahwa jaminan fidusia lebih fleksibel jika digunakan

sebagai jaminan untuk kredit umum pedesaan. Jaminan fidusia memberikan

kemudahan baik bagi kreditur maupun debitur, karena barang yang dijaminkan

masih dalam penguasaan debitur, dan kreditur lebih dimudahkan dalam penjualan

objek jaminan jika sewaktu-waktu terjadi wanprestasi oleh debitur.10

Produk bisnis mikro berupa kredit umum pedesaan ini hanya ada pada BRI Unit

dan digunakan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang layak.

BRI Unit menawarkan produk kredit umum pedesaan kepada masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat akan modal kerja dan investasi dalam

9 Wawancara dengan Rudi Suryadi (Kepala Unit) BRI Unit Sukoharjo, tanggal 13

Desember 2017 di Kantor BRI Unit Sukoharjo. 10

Wawancara dengan Miftahurrahman (Account Officer) BRI Unit Sukoharjo, tanggal 24

Januari 2018 di Kantor BRI Unit Sukoharjo.

6

memenuhi fungsinya.11

Pemberian kredit ini baru bisa dilaksanakan jika

pengikatan perjanjian tambahan telah dilaksanakan, adapun pada BRI Unit

Sukoharjo, perjanjian tambahannya dilakukan dengan pengikatan jaminan fidusia.

Fidusia adalah salah satu fasilitas dari perjanjian tambahan. Kredit dengan

jaminan fidusia dilakukan dengan Constitutum Possessorium yaitu penyerahan

hak milik dari debitur kepada kreditur dimana benda yang diserahkan tetap berada

dalam kekuasaan nyata debitur.12

Penyerahan hak milik dilakukan dengan janji

bahwa bendanya sendiri secara fisik tetap dikuasai oleh pemberi jaminan, yang

diserahkan hanya hak yuridis dari benda tersebut kepada kreditur, sedangkan hak

sosial ekonomisnya ada pada pemberi fidusia.

Jaminan fidusia merupakan perjanjian yang bersifat accesoir dari suatu perjanjian

pokok sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 6 huruf b Undang-Undang

Jaminan Fidusia dan harus dibuat dengan suatu akta notaris yang disebut sebagai

akta jaminan fidusia. Perjanjian yang bersifat accesoir lahir, berakhir, atau

hapusnya bergantung pada perjanjian pokoknya.13

Pasal 11 Undang-Undang

Jaminan Fidusia mendefinisikan bahwa perjanjian fidusia tidak cukup hanya

sebatas akta notaris tetapi juga harus didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia.14

Secara praktik di lapangan pemberian kredit dengan jaminan fidusia oleh bank

hanya berhenti pada pembuatan perjanjian tambahan saja tetapi tidak didaftarkan

11

Karmila Sari Soekarno, “Sinkronisasi Hukum Surat Pengakuan Hutang Kupedes Bri

Tanpa Legalisasi Berdasarkan Se Nose : 25-Dir/Adk/09/2013”. Jurnal Repertorium, ISSN:2355-

2646, Volume II No. 2 Juli - Desember 2015, hlm. 87. 12

D Y Witanto, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen-

Aspek Perikatan, Pendaftaran, dan Eksekusi, Mandar Maju, Bandung, 2015, hlm. 171 13

J Satrio, Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Pribadi, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

1996, hlm. 54. 14

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

7

di kantor pendaftaran fidusia, seperti yang terjadi di BRI Unit Sukoharjo. Bahkan

dalam pemberian kredit dengan perjanjian tambahan berupa jaminan fidusia

tersebut, sebagian besar perjanjian fidusia di BRI Unit Sukoharjo dilakukan hanya

dengan perjanjian di bawah tangan dan tidak dilakukan dihadapan notaris,

maupun didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia.

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penulis

tertarik untuk menjawab permasalahan seperti bagaimana syarat, prosedur, dan

akibat hukum pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang diikat di bawah

tangan. Maka dalam penelitian hukum ini, penulis ingin meneliti lebih lanjut

permasalahan di atas dan mengusulkannya dalam skripsi dengan judul :

“IMPLEMENTASI PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA

YANG DIIKAT DI BAWAH TANGAN (Studi Pada PT. BRI (Persero) Tbk, Unit

Sukoharjo Kantor Cabang Pringsewu).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pokok permasalahan pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang

diikat di bawah tangan pada PT. BRI (Persero) Tbk, Unit Sukoharjo Kantor

Cabang Pringsewu, maka sesuai dengan uraian latar belakang di atas rumusan

masalah yang timbul yaitu :

1. Bagaimana syarat dan prosedur pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang

diikat di bawah tangan ?

2. Apa akibat hukum dari perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang diikat di

bawah tangan ?

8

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang

lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah

mengkaji tentang syarat dan prosedur pemberian kredit dengan jaminan fidusia

yang diikat di bawah tangan, serta akibat hukum dilakukannya perjanjian kredit

dengan jaminan fidusia yang diikat di bawah tangan, sedangkan ruang lingkup

bidang ilmu dalam penelitian ini adalah hukum perbankan yang terkait dengan

jaminan fidusia.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan permasalahan dan mencari jawaban

dari permasalahan yang hendak diteliti. Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Tujuan Objektif

a) Untuk mengetahui bagaimana syarat dan prosedur yang harus dipenuhi

dalam pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang diikat di bawah tangan

pada PT. BRI (Persero) Tbk, Unit Sukoharjo Kantor Cabang Pringsewu;

b) Untuk mengetahui apa akibat hukum dengan dilakukannya perjanjian kredit

dengan jaminan fidusia yang diikat di bawah tangan.

2. Tujuan Subjektif

a) Untuk memperoleh pengetahuan yang jelas dan lengkap dalam menyusun

penulisan hukum, sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana

dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

9

b) Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum

khususnya dalam teori dan praktik terkait dengan jaminan fidusia.

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini penulis lakukan dengan harapan dapat berguna dalam dua aspek,

yaitu :

1. Kegunaan Secara Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan

landasan teoretis bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, dan dapat

memberikan informasi bagaimana syarat dan prosedur pemberian kredit, serta

akibat hukum pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang diikat di bawah

tangan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti

lain, serta menambah wawasan dibidang hukum khususnya yang terkait dengan

jaminan fidusia.

2. Kegunaan Secara Praktis

Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan

pendidikan program Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

para praktisi dan menambah wawasan bagi para pembaca terkait dengan jaminan

fidusia yang diikat di bawah tangan.

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Perjanjian

1. Perjanjian Pada Umumnya

a. Pengertian Perjanjian

Perjanjian merupakan suatu perbuatan dimana para pelakunya akan memperoleh

seperangkat hak dan kewajiban di dalamnya. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPdt) mendefinisikan perjanjian sebagai

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih.15

Peristiwa ini menimbulkan suatu hubungan hukum antara

dua orang atau lebih yang disebut perikatan, yang di dalamnya terdapat hak dan

kewajiban masing-masing pihak.

Perjanjian juga merupakan sumber perikatan, perikatan tersebut terjadi karena

dikehendaki oleh dua pihak atau lebih untuk membuat perjanjian, sedangkan

perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang

berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua aspek.16

Buku ketiga

KUHPdt yang mengatur tentang perikatan, menyatakan bahwa perikatan terdiri

15

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 16

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm. 117.

11

dari 2 (dua) bagian, yaitu bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum diatur

dalam Bab I, Bab II, Bab III (Pasal 1352 dan 1353) dan Bab IV.

Bagian umum membahas aturan umum mengenai semua perikatan-perikatan yang

lahir dari suatu kontrak atau perjanjian, perikatan yang lahir karena Undang-

Undang, serta ketentuan umum yang mengakhiri semua perikatan. Sedangkan

bagian khusus diatur dalam Bab III (semua Pasal, kecuali Pasal 1352 dan 1353)

dan Bab V sampai dengan Bab XVIII. Ketentuan ini memuat perikatan atau

perjanjian yang diberi nama tertentu, seperti perjanjian jual beli, sewa menyewa

dan sebagainya.

b. Sifat Perjanjian

Sifat pokok dari hukum perjanjian bahwa hukum ini mengatur hubungan hukum

antara orang dengan orang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat 1 KUHPdt

yang di dalamnya menganut asas kebebasan berkontrak, yaitu semua persetujuan

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.17

Hukum perjanjian pada dasarnya menganut asas kebebasan

berkontrak, dan bersifat sebagai hukum pelengkap dengan sistem terbuka, serta

mempunyai nilai-nilai yang terkait satu sama lain.

c. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Perjanjian dikatakan sah, apabila memenuhi syarat-syarat menurut Pasal 1320

KUHPdt.18

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian ada 4

17

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2001, hlm. 82. 18

Dadang Sukandar , Membuat Surat Perjanjian, CV Andi Offset, Yogyakarta, 2011,

hlm. 9.

12

(empat) macam, yaitu sepakat mereka untuk mengikatkan diri, kecakapan untuk

membuat perikatan, suatu hal tertentu, causa yang halal.19

2. Perjanjian Kredit

a. Pengertian Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan yang merupakan hasil

kesepakatan antara kreditur dan debitur mengenai hubungan-hubungan hukum

antar keduanya.20

Perjanjian kredit dapat juga disebut perjanjian pokok yang

bersifat riil, sedangkan perjanjian jaminannya adalah perjanjian tambahan

(accesoir). Bersifat riil artinya terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh

penyerahan uang oleh kreditur kepada debitur, dan berakhirnya perjanjian jaminan

ini bergantung pada perjanjian pokok.

Perjanjian kredit merupakan perjanjian baku, dalam prakteknya pihak bank

biasanya telah mempunyai draft tersendiri, dimana para pihak dapat mengisi data

pribadi dan data tentang pinjaman yang diambil, sedangkan jangka waktu dan

bentuknya sudah dicetak secara baku. Debitur yang menerima semua ketentuan

yang ditentukan oleh bank maka harus menandatangani perjanjian kredit tersebut,

sehingga dengan ditanda tanganinya perjanjian kredit tersebut berarti berlakulah

perjanjian kredit antara kreditur dan debitur.

b. Isi Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam KUHPdt ataupun

berdasarkan kesepakatan bersama, tetapi untuk aturan-aturan yang memaksa harus

19

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 20

Hermansyah, Op. Cit., hlm. 71.

13

sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KUHPdt. Isi perjanjian yang

dicantumkan dalam perjanjian kredit meliputi jumlah dan batas waktu pinjaman,

hak debitur, denda apabila debitur lalai membayar, serta klausula hukum.

B. Tinjauan Tentang Kredit Perbankan

1. Pengertian Kredit

Secara etimologis pengertian kredit berasal dari bahasa latin yaitu cradere yang

berarti kepercayaan.21

Sedangkan Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Perbankan

mendefinisikan kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga.22

Pasal 1 ayat 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian

Kualitas Aktiva Bank Umum juga mendefinisikan pengertian kredit.23

Pasal 1

ayat 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 menyatakan kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga termasuk :24

21

Ibid, hlm. 57. 22

Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 23

Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aktiva

Bank Umum 24

Hermansyah, Loc. Cit.

14

a. Cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak

dapat dibayar lunas pada akhir hari;

b. Pengambil alihan tagihan dalam kegiatan anjak piutang;

c. Pengambil alihan atau pembelian kredit dari pihak lain.

2. Unsur-Unsur Kredit

Unsur esensial dari kredit bank adalah adanya kepercayaan dari bank sebagai

kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Kepercayaan tersebut timbul

karena dipenuhinya segala ketentuan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur,

antara lain jelas tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan, dan lain-lain.

Unsur-unsur dari sebuah kredit terdiri atas :

a. Kepercayaan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik

dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali

dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang.

b. Jangka waktu yang disepakati berupa pemenuhan hak dan kewajiban pada masa

yang akan datang.

c. Kemungkinan risiko yang dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu

yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan

diterima dikemudian hari, semakin lama kredit yang diberikan maka semakin

tinggi pula tingkat risikonya.

d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga

dalam bentuk barang atau jasa.

15

3. Jenis-Jenis Kredit

Kredit dapat digolongkan dalam beberapa kriteria yaitu:25

a. Berdasarkan jangka waktu :

1) Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang jangka waktunya tidak melebihi 1

(satu) tahun;

2) Kredit jangka menengah, merupakan kredit yang mempunyai jangka waktu

antara 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun;

3) Kredit jangka panjang, merupakan kredit yang mempunyai jangka waktu di

atas 3 (tiga) tahun.

b. Berdasarkan kualitas :

1) Kredit lancar;

2) Kredit kurang lancar, terdapat tunggakan melebihi 90 hari;

3) Kredit diragukan, terdapat tunggakan melebihi 180 hari;

4) Kredit macet, terdapat tunggakan melebihi 270 hari.

c. Berdasarkan tujuan penggunaannya :

1) Kredit konsumtif, kredit yang diberikan kepada debitur untuk keperluan

konsumsi, seperti kredit pembelian alat-alat rumah tangga dan lain-lain;

2) Kredit produktif, yang terdiri dari: Kredit Investasi yang digunakan untuk

membeli barang modal; Kredit Modal Kerja yang digunakan untuk

membiayai pembelian modal yang habis dalam pemakain; serta Kredit

Likuidasi yang diberikan dengan tujuan untuk membantu perusahaan yang

sedang kesulitan likuidasi.

25

HR Daeng Naja, Hukum Kredit Dan Bank Garansi, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

2005, hlm. 125.

16

d. Berdasarkan cara penarikannya :

1) Kredit sekali jadi, yaitu kredit yang pencarian dananya dilakukan sekaligus;

2) Kredit rekening koran, yaitu kredit yang penyediaan dana maupun penarikan

dana tidak dilakukan sekaligus, melainkan secara tidak teratur kapan saja

dan berulang kali;

3) Kredit berulang-berulang, kredit semacam ini biasanya diberikan terhadap

debitur yang tidak memerlukan kredit sekaligus, melainkan secara berulang-

ulang sesuai kebutuhan, asalkan masih dalam jangka waktu yang

diperjanjikan;

4) Kredit bertahap, merupakan kredit yang pencairan dananya dilakukan secara

bertahap;

5) Kredit tiap transaksi, merupakan kredit yang diberikan untuk satu transaksi

tertentu, dimana pengembalian kredit diambil dari hasil transaksi yang

bersangkutan.

e. Berdasarkan pihak krediturnya :

1) Kredit terorganisir, merupakan kredit yang diberikan oleh lembaga yang

terorganisir secara legal dan berwenang memberikan kredit seperti bank;

2) Kredit tidak terorganisir, merupakan kredit yang diberikan oleh seseorang

atau kelompok orang, ataupun badan tidak resmi untuk memberikan kredit.

f. Berdasarkan Jumlah Kreditur

1) Kredit dengan kreditur tunggal, merupakan kredit yang pihak kreditnya

hanya satu orang atau satu badan hukum saja;

17

2) Kredit sindikasi, merupakan kredit dimana pihak krediturnya terdiri dari

beberapa badan hukum, dimana biasanya salah satu diantara kreditur

tersebut bertindak sebagai Lead Creditor/Lead Bank.

4. Prinsip Pemberian Kredit

Pemberian kredit oleh suatu bank harus dilakukan dengan mengacu pada beberapa

prinsip, yaitu sebagai berikut :

a. Prinsip Kepercayaan

Sesuai dengan asal kata kredit yang berarti kepercayaan, maka setiap pemberian

kredit haruslah didasari oleh kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditur kepada

debitur bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya. Untuk memenuhi

unsur kepercayaan ini, kreditur harus melihat apakah calon debitur memenuhi

berbagai kriteria yang biasanya diberlakukan terhadap pemberian kredit.

b. Prinsip Kehati-hatian

Prinsip kehati-hatian ini adalah bentuk konkret dari prinsip kepercayaan dalam

suatu pemberian kredit. Adanya jaminan dalam setiap pemberian kredit

sebenarnya juga mempunyai tujuan agar kredit diberikan secara hati-hati,

sehingga ada jaminan bahwa kredit yang bersangkutan akan dibayar kembali oleh

pihak debitur.

c. Prinsip 5 C

Prinsip 5 C selalu ada dalam pemberian kredit, yaitu :26

1) Character (Kepribadian)

26

Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Alfabeta,

Bandung, 2011, hlm . 83.

18

Salah satu unsur yang harus diperhatikan oleh pihak bank sebelum memberikan

kredit adalah penilaian atas karakter dari calon debiturnya. Karena karakter

yang kurang baik akan menimbulkan perilaku-perilaku yang kurang baik pula,

termasuk tidak mau membayar utang.

2) Capacity (Kemampuan)

Calon debitur harus diketahui kemampuan bisnisnya, sehingga dapat diprediksi

kemampuannya untuk melunasi kredit.

3) Capital (Modal)

Permodalan dari calon debitur juga merupakan hal yang penting dan harus

diketahui oleh pihak calon krediturnya, karena permodalan dan kemampuan

keuangan dari calon debitur mempunyai hubungan langsung dengan tingkat

kemampuan membayar kredit.

4) Conditions of Economy (Kondisi Ekonomi )

Kondisi perkonomian secara mikro maupun makro merupakan faktor penting

pula untuk dianalisis sebelum suatu kredit diberikan, terutama jika

berhubungan langsung dengan bisnis pihak debitur. Misalnya jika bisnis calon

debitur adalah dibidang bisnis yang selama ini diproteksi atau diberikan hak

monopoli oleh pemerintah. Kemudian terjadi perubahan kebijakan dimana

pemerintah mencabut proteksi atau hak monopoli, maka pemberian kredit

terhadap perusahaan tersebut harus lebih hati-hati.

19

5) Collateral (Jaminan)

Tidak diragukan lagi bahwa betapa pentingnya fungsi jaminan dalam setiap

pemberian kredit. Walaupun jaminan itu misalnya hanya berupa hak tagihan

yang terbit dari proyek yang dibiayai oleh kredit yang bersangkutan. Jaminan

merupakan sumber akhir bagi kreditur, dimana akan direalisasikan/dieksekusi

jika suatu kredit benar-benar dalam keadaan macet.

d. Prinsip 5 P

Dalam suatu pemberian kredit oleh bank, selain prinsip 5C juga terdapat apa yang

dinamakan prinsip 5 P, yaitu :27

1) Party (Para Pihak)

Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian

kredit. Untuk itu pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu kepercayaan

terhadap para pihak, dalam hal ini debitur.

2) Purpose (Tujuan)

Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak kreditur.

Harus dilihat, apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang positif dan

harus pula diawasi agar kredit tersebut benar-benar diperuntukan untuk tujuan

seperti yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian kredit.

3) Payment (Pembayaran)

Kredit yang akan diberikan diharapkan dapat dibayar kembali oleh debitur

yang bersangkutan. Jadi, harus dilihat dan dianalisis apakah setelah pemberian

27

Ibid, hlm. 88.

20

kredit nanti, debitur punya sumber pendapatan, dan apakah pendapatan tersebut

mencukupi untuk membayar kembali kreditnya.

4) Profitability (Perolehan Laba)

Unsur perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula pentingnya dalam suatu

pemberian kredit. Untuk itu, kreditur harus dapat mengantisipasi, apakah laba

yang akan diperoleh perusahaan lebih besar dari bunga pinjaman dan apakah

pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kembali kredit.

5) Protection (Perlindungan)

Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit agar sekiranya siap menghadapi

hal-hal yang tidak diinginkan.

e. Prinsip 3 R28

1) Return (Hasil Yang Diperoleh)

Return merupakan hasil yang akan diperoleh debitur, dalam hal ini ketika

kredit telah dimanfaatkan nanti, harus dapat diantisipasi oleh calon kreditur.

Perolehan tersebut artinya mencukupi untuk membayar kembali kredit beserta

bunga, ongkos-ongkos, di samping membayar keperluan yang lain.

2) Repayment (Pembayaran Kembali)

Kemampuan bayar dari pihak debitur tentu saja juga harus dipertimbangkan

dan apakah kemampuan bayar tersebut sesuai dengan waktu pembayaran

kembali dari kredit yang akan diberikan itu.

3) Risk Bearing Ability (Kemampuan Menanggung Risiko)

28

Ibid, hlm. 89.

21

Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah sejauh mana kemampuan debitur

untuk menanggung risiko. Misalnya dalam hal terjadi sesuatu yang tidak

dinginkan. Terutama jika dapat menyebabkan timbulnya kredit macet. Untuk

itu harus diperhitungkan apakah jaminan dan atau asuransi barang untuk kedit

sudah cukup untuk menutupi risiko tersebut.29

Di samping prinsip-prinsip tersebut di atas, ada beberapa prinsip lain dalam hal

pemberian kredit yang berhubungan dengan debitur yang harus diperhatikan oleh

suatu bank, yaitu :

a. Prinsip Matching

Harus selalu match antara pinjaman dengan aset perseroan. Jangan sekali-kali

memberikan suatu pinjaman yang berjangka waktu pendek untuk kepentingan

pembiayaan / investasi yang berjangka panjang.

b. Prinsip Kesamaan Valuta

Penggunaan dana yang didapatkan dari suatu kredit sedapat-dapatnya haruslah

digunakan untuk membiayai atau investasi dalam mata uang yang sama, sehingga

risiko gejolak nilai valuta dapat dihindari.

c. Prinsip Perbandingan Antara Pinjaman Dengan Modal

Pasti ada hubungan antara jumlah pinjaman dengan besarnya modal. Jika

pinjaman yang terlewat besar, disebut perusahaan yang high gearing. Sebaliknya

jika pinjamannya kecil dari modalnya disebut low gearing. Penghasilan

permodalan yang didapatkan perusahaan tidak menentu, dalam bentuk dividen.

29

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

1996, hlm. 21.

22

Perhitungan terhadap suatu pinjaman relatif tetap. Karena itu, kelangsungan

perusahaan akan terancam jika jumlah pinjaman dengan modal tidak seimbang.

d. Prinsip Perbandingan Antara Pinjaman Dengan Aset

Alternatif lain untuk menekan risiko dari suatu pinjaman adalah dengan

memperbandingkan antara besarnya pinjaman dengan aset, yang juga dikenal

dengan gearing ratio. Apapun bentuknya, suatu kegiatan dalam lalu lintas bisnis

tentunya memerlukan suatu landasan yuridis yang menjadi dasar hukumnya, hal

ini sebagai konsekuensi dari suatu prinsip bahwa negara Indonesia adalah negara

hukum, dan dalam sistem negara kita Peraturan Perundang-undangan menduduki

urutan yang sangat penting sebagai sumber hukumnya.

5. Tujuan Kredit

Menurut Kasmir suatu fasilitas kredit memiliki tujuan. Tujuan tersebut antara lain,

yaitu :30

a. Mencari keuntungan

Hasil keuntungan yang diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank

sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada debitur.

Keuntungan yang diperoleh penting untuk kelangsungan hidup bank sendiri, dan

juga dapat membesarkan usaha bank.

b. Membantu usaha debitur

Bantuan dana yang diberikan kepada debitur baik berupa dana untuk berinvestasi

maupun modal kerja yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan usahanya.

30

Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 88.

23

c. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak bank, maka

akan semakin baik mengingat banyak kucuran dana dalam rangka peningkatan

pembangunan diberbagai sektor terutama sektor riil.

6. Fungsi Kredit

Menurut Kasmir selain memiliki tujuan pemberian, suatu fasilitas kredit juga

memiliki beberapa fungsi, yaitu :31

a. Untuk meningkatkan daya guna uang.

b. Untuk meningkatkan peredaran lalu lintas uang.

c. Untuk meningkatkan daya guna barang.

d. Meningkatkan peredaran barang.

e. Sebagai alat stabilitas ekonomi.

f. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha.

g. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan.

h. Untuk meningkatkan hubungan internasional.

C. Tinjauan Tentang Jaminan

1. Pengertian Jaminan

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau

cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin

dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggung jawaban umum debitur terhadap

31

Ibid, hlm. 89.

24

barang-barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan sebutan agunan.

Istilah agunan terdapat dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Perbankan.32

Jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur

untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.

Jaminan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan (accessoir). Jaminan

dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang diterima oleh kreditur dari

debitur berkenaan dengan utang piutangnya. Sedangkan Pasal 1131 KUHPdt

mendefinisikan bahwa jaminan atau agunan adalah segala kebendaan si berutang,

baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang

baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan

perorangan.33

2. Sifat Perjanjian Jaminan

Setiap kali ada perjanjian jaminan, pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

perjanjian pokok. Tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada perjanjian

pokok, sebab perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri melainkan selalu

mengikuti perjanjian pokok. Apabila perjanjian pokok selesai, maka perjanjian

jaminannya juga selesai.34

Tidak mungkin ada orang yang bersedia menjamin

suatu utangnya, kalau utang tersebut tidak ada. Sifat perjanjian yang demikian

disebut accesoir.

Semua perjanjian jaminan bersifat accesoir, yang artinya perjanjian jaminan

eksistensi atau keberadaannya tergantung pada perjanjian pokok, yaitu perjanjian

32

Hermansyah, Op. Cit, hlm. 21. 33

Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 34

DY Witanto, Op. Cit., hlm. 107.

25

kredit. Perjanjian jaminan batal demi hukum jika perjanjian kreditnya dinyatakan

batal atau hapus, sebaliknya jika perjanjian jaminan yang batal atau hapus maka

perjanjian kredit belum tentu ikut batal.35

Perjanjian jaminan bukanlah perjanjian

yang berdiri sendiri tetapi tergantung perjanjian kredit sehingga perjanjian kredit

harus dibuat terlebih dahulu baru kemudian perjanjian pengikatan.

Kedudukan perjanjian jaminan yang dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir

mempunyai akibat hukum, sebagai berikut :36

a. Eksistensinya tergantung pada perjanjian pokok (perjanjian kredit).

b. Hapusnya tergantung perjanjian pokok (perjanjian kredit).

c. Jika perjanjian pokok batal, perjanjian jaminan ikut batal.

d. Jika perjanjian pokok beralih, maka ikut beralih juga perjanjian jaminan.

e. Jika perjanjian pokok beralih karena cessi, subrogasi maka ikut beralih juga

perjanjian jaminan tanpa ada penyerahan khusus.

f. Jika perjanjian kredit berakhir karena kreditnya telah dilunasi atau berakhir

karena sebab lain, maka berakhir pula perjanjian pengikatan jaminan.

g. Jika perjanjian kredit cacat yuridis dan batal maka perjanjian pengikatan

jaminan ikut batal juga. Sebaliknya perjanjian pengikatan jaminan cacat dan

batal karena suatu sebab hukum, misalnya barang jaminan musnah atau

dibatalkan karena pemberi jaminan tidak berhak menjaminkan maka perjanjian

kredit sebagai jaminan pokok tidak batal. Debitur tetap harus melunasi

hutangnya sesuai perjanjian kredit.

35

Ibid. 36

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Bank, Alfabeta, Bandung, 2003, hlm. 143.

26

3. Bentuk-Bentuk Jaminan

a. Jaminan Umum

Jaminan umum adalah segala kebendaan debitur, baik yang bergerak maupun

yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian

hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan. Pasal 1131 KUHPdt

mendefinisikan bahwa Jaminan Umum adalah segala barang-barang bergerak dan

tidak bergerak milik debitur baik yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi

jaminan untuk perikatan-perikatan debitur.37

Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang

memberi utang padanya, apabila debitur wanprestasi maka pendapatan penjualan

benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecil piutang

masing-masing, kecuali apabila diantara para kreditur itu ada alasan-alasan yang

sah untuk didahulukan. Tetapi tanpa diperjanjikan sebelumnya oleh para pihak,

kreditur sudah mempunyai hak verhaal atas benda-benda milik debitur.

Jadi hak-hak tagihan seorang debitur dijamin dengan :

1) Semua barang-barang debitur yang sudah ada, artinya yang sudah ada pada

saat utang dibuat;

2) Semua barang yang akan ada, yaitu barang-barang yang pada saat

pembuatan utang, belum menjadi kepunyaan debitur, tetapi kemudian

menjadi miliknya. Jadi, hak kreditur meliputi juga barang-barang yang akan

menjadi milik debitur, asal kemudian benar-benar menjadi miliknya;

37

Pasal 1131, Loc. Cit.

27

3) Semua itu, baik barang bergerak maupun tidak bergerak, menjadi jaminan

untuk semua perikatan.

b. Jaminan Khusus

Jaminan khusus timbul karena diperjanjikan secara khusus. Penyediaan jaminan

khusus itu dikehendaki oleh kreditur karena merasa jaminan umum kurang

memberikan rasa aman. Jaminan khusus hanya tertuju pada benda khusus milik

debitur (asas spesialitas), dan hanya berlaku bagi kreditur tertentu. Perjanjian

secara khusus mengakibatkan kreditur pemegang jaminan khusus mempunyai

kedudukan preferensi. Kreditur preferen memiliki hak untuk didahulukan dari

kreditur lain dalam pengambilan pelunasan piutang dari benda objek jaminan.

Kreditur preferen saat debitur pailit dapat bertindak terhadap objek jaminan

seolah-olah tidak ada kepailitan, benda objek jaminan tidak dimasukkan ke dalam

harta kepailitan (boedel pailit). Jaminan khusus dapat bersifat kebendaan

(zakenlijkrecht), yakni yang tertuju pada benda dan dapat pula bersifat perorangan

(persoonlijk recht) yang tertuju pada orang tertentu. Pada dasarnya, jaminan

khusus merupakan jaminan umum yang disebutkan dan diperjanjikan secara

khusus dan jaminan ini dapat timbul karena adanya perjanjian yang khusus yang

diadakan antara kreditur dan debitur. Jaminan khusus ini dapat berupa :

1) Jaminan Perorangan

Pemberian jaminan perorangan selalu diperjanjikan antara kreditur dengan

orang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur,

sehingga kedudukan kreditur menjadi lebih baik karena adanya lebih dari

seorang debitur yang dapat ditagih. Seseorang penanggung diberikan beberapa

28

hak istimewa, yaitu untuk menuntut supaya si debitur terlebih dahulu disita dan

dilelang harta kekayaannya.

Dalam hal adanya beberapa orang penanggung yang bersama-sama

menanggung pembayaran, satu utang dapat menuntut diadakannya pemecahan

atau pembagian beban tanggungannya. Karena tuntutan kreditur terhadap

seorang penanggung tidak diberikan suatu kedudukan istimewa di atas tuntutan

kreditur lainnya, maka jaminan perorangan ini tidak banyak berguna bagi

dunia perbankan.38

2) Jaminan kebendaan

Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa memisahkan suatu bagian dari

kekayaan seseorang, yaitu si pemberi jaminan dalam perjanjian kredit yaitu

debitur, dan menyediakannya guna pemenuhan kewajiban. Kekayaan tersebut

dapat berupa kekayaan debitur sendiri atau kekayaan orang ketiga, maka

perjanjian mengenai jaminan kebendaan selalu dapat diadakan antara kreditur

dan debiturnya, juga dapat diadakan antara kreditur dengan orang ketiga yang

memiliki harta, juga jaminan tersebut dapat menjamin dipenuhinya kewajiban-

kewajiban debitur.

Hak jaminan kebendaan juga memberikan kepada kreditur kedudukan yang

lebih baik, karena kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam pengambilan

atau pelunasan tagihan atas hasil penjualan benda milik debitur. Benda milik

debitur yang dipegang oleh kreditur dan berharga bagi debitur dapat

memberikan tekanan psikologis terhadap debitur. Debitur akan berusaha

38

R Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT

Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 27.

29

memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditur, karena benda yang

dijaminkan pada umumnya merupakan barang yang berharga baginya.

Di samping itu hak jaminan kebendaan sesuai dengan sifat-sifat kebendaan,

mempunyai ciri khas tertentu, yakni:

a) Mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu milik debitur;

b) Dapat dipertahankan dan ditunjukan kepada siapa saja;

c) Mempunyai sifat Droit de Suite;

d) Dapat dipindah tangankan / dialihkan kepada orang lain.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka benda jaminan pada hak jaminan

kebendaan haruslah benda yang dapat dialihkan dan mempunyai nilai

ekonomis. Dalam dunia Perbankan, jaminan yang digolongkan sebagai jaminan

khusus yang bersifat kebendaan ini, bentuknya ada yang berupa benda

bergerak yaitu gadai dan fidusia, sedangkan untuk benda tidak bergerak yaitu

hak tanggungan.

D. Tinjauan Tentang Jaminan Fidusia

1. Pengertian Jaminan Fidusia

Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda yaitu fiducie, sedangkan dalam Bahasa

Inggris disebut fiduciary transfer of ownership yang artinya kepercayaan. Dalam

beberapa literatur lazim juga disebut eigendom overdract, yaitu penyerahan hak

milik berdasarkan kepercayaan. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia,

mendefinisikan bahwa Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda

30

atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.39

Pengalihan hak kepemilikan adalah pemindahan hak kepemilikan dari pemberi

fidusia kepada penerima fidusia atas dasar kepercayaan, dengan syarat bahwa

benda yang menjadi objeknya tetap berada di tangan pemberi fidusia.

Kepemilikan benda yang menjadi objek jaminan jika sudah diserahkan kepada

kreditur tertentu, maka pihak debitur tidak mungkin menyerahkannya lagi kepada

kreditur yang lain.40

Dr. A Hamzah mendefinisikan fidusia sebagai suatu cara pengoperan hak milik

dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang

piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara

yuridis-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai

jaminan utang debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi

hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur eigenaar.41

Definisi di atas didasarkan pada konstruksi hukum adat, karena istilah yang

digunakan adalah pengoperan. Pengoperan diartikan sebagai suatu proses atau

cara mengalihkan hak milik kepada orang lain. Unsur-unsur yang tercantum

dalam definisi yang dikemukakan oleh Dr. A Hamzah dan Senjun Manulang

adalah adanya pengoperan, dari pemiliknya kepada krediturnya, adanya perjanjian

pokok, penyerahan berdasarkan kepercayaan, serta bertindak sebagai detentor

atau houder.

39

Pasal 1 ayat 1, Loc. Cit. 40

Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, Erlangga, Jakarta, 2013, hlm. 117-118. 41

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT Rajagrafindo Persada,

Jakarta, 2012, hlm. 56.

31

Selain istilah fidusia, dikenal juga istilah jaminan fidusia. Istilah jaminan fidusia

ini dikenal dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Jaminan

fidusia yaitu hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang

tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat

dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan

pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.42

2. Latar Belakang Timbulnya Lembaga Fidusia

Timbulnya lembaga fidusia sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah karena

ketentuan undang-undang yang mengatur tentang gadai mengandung banyak

kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat, dan tidak dapat mengikuti

perkembangan masyarakat.43

Kekurangan tersebut meliputi :

a. Adanya asas inbezitstelling, asas ini menyatakan bahwa kekuasaan atas

bendanya harus pindah atau berada pada pemegang gadai, sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 1152 KUHPdt. Ini merupakan hambatan yang berat bagi

gadai atas benda-benda bergerak berwujud, karena pemberi gadai tidak dapat

menggunakan benda-benda tersebut untuk keperluannya. Terlebih jika benda

tanggungan tersebut merupakan alat yang penting untuk mata pencaharian

sehari-hari, karena debitur yang membutuhkan kredit juga membutuhkan benda

tersebut untuk kegiatan perekonomiannya.

42

Pasal 1 ayat 2, Loc. Cit. 43

Salim HS, Op. Cit., hlm. 57.

32

b. Gadai atas surat piutang, dalam hal ini ada 2 (dua) hal yang menjadi kelemahan

dalam pelaksanaan atas surat-surat piutang. Kelemahan tersebut yaitu tidak

adanya ketentuan mengenai bentuk tertentu bagaimana gadai itu harus

dilaksanakan, dan tidak adanya ketentuan tentang cara penarikan dari piutang-

piutang oleh si pemilik gadai.

c. Gadai kurang memuaskan, karena tidak pasti berkedudukan sebagai kreditur

terkuat, sebagaimana tampak dalam hal membagi hasil eksekusi, kreditur lain

yaitu pemegang hak privilage dapat berkedudukan lebih tinggi dari pemegang

gadai.

Adanya berbagai kelemahan di atas menyebabkan timbulnya lembaga baru, yaitu

fidusia. Lembaga fidusia sendiri lahir di Indonesia berdasarkan Arrest

Hoggerechtshof 18 Agustus 1932 (BPM-Clynet Arrest). Lahirnya Arrest ini

karena pengaruh asas konkordansi dan dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan

yang mendesak dari para pengusaha kecil, pedagang, para pelaku usaha kecil yang

memerlukan fasilitas kredit untuk mengembangkan usahanya.

3. Objek dan Subjek Jaminan Fidusia

a. Objek Fidusia

Objek jaminan fidusia adalah benda sebagaimana disebut dalam Pasal 1 ayat 4

Undang-Undang Jaminan Fidusia. Benda yaitu segala sesuatu yang dapat dimiliki

dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar

maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak

33

dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotek.44

Pengertian benda yang

dapat menjadi objek jaminan fidusia meliputi juga piutang (receivables).

Khusus mengenai hasil dari benda yang menjadi jaminan fidusia, undang-undang

mengatur bahwa jaminan fidusia meliputi hasil benda tersebut dan juga klaim

asuransi kecuali diperjanjikan lain. Uraian mengenai benda yang menjadi objek

jaminan fidusia harus jelas dalam akta jaminan fidusia baik identitas benda

tersebut maupun penjelasan surat bukti kepemilikannya, harus dijelaskan jenis

bendanya, merek benda dan kualitasnya.

Jaminan fidusia dapat diberikan kepada satu atau lebih satuan atau jenis benda,

termasuk piutang yang diperoleh kemudian tidak perlu dilakukan dengan

perjanjian tersendiri. Pasal 10 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyebutkan

bahwa kecuali diperjanjikan lain, yaitu:45

1) Jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan

fidusia;

2) Jaminan fidusia meliputi klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi

objek jaminan fidusia diasuransikan.

Maksud kedua hal tersebut adalah bahwa hasil benda yang menjadi objek jaminan

fidusia adalah segala sesuatu yang diperoleh dari benda yang dibebani jaminan

fidusia. Klaim asuransi merupakan hak penerima fidusia dalam hal jaminan

tersebut musnah dan mendapat penggantian dari perusahaan asuransi.

44

Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia 45

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

34

b. Subjek Fidusia

Subjek jaminan fidusia adalah pemberi fidusia dan penerima fidusia. Pemberi

fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek

jaminan fidusia (Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia).46

Penerima

fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang

pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia (Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang

Jaminan Fidusia).47

Jaminan fidusia juga dapat diberikan kepada lebih dari satu

penerima fidusia atau kepada kuasa dari penerima fidusia tersebut.

Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau

kepada kuasa dari penerima fidusia dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit

konsorsium. Kuasa yang dimaksud adalah orang yang mendapat kuasa khusus

dari penerima fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan jaminan

fidusia dari pemberi fidusia. Wakil adalah orang yang secara hukum dianggap

mewakili penerima fidusia dalam penerimaan jaminan fidusia. Sedangkan utang

yang pelunasannya dapat dijamin dengan jaminan fidusia berupa:

1) Utang yang telah ada;

2) Utang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam

jumlah tertentu;

3) Utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan

perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban untuk memenuhi prestasi.

Utang yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah utang bunga atas pinjaman

pokok dan biaya lainnya yang jumlahnya dapat ditentukan kemudian. Jaminan

46

Pasal 1ayat 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia 47

Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

35

fidusia dapat diberikan untuk menjamin utang lebih dari satu penerima fidusia

atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia tersebut. Sedangkan syarat

bagi sahnya jaminan fidusia adalah pemberi fidusia mempunyai hak kepemilikan

atas benda yang dijadikan objek jaminan fidusia pada waktu ia memberi jaminan

fidusia.

4. Pendaftaran Jaminan Fidusia

Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18

Undang-Undang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun

2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun

2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta

Jaminan Fidusia. Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi

pendaftaran fidusia, tata cara perbaikan sertifikat, perubahan sertifikat, pencoretan

pendaftaran, dan penggantian sertifikat.48

Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia mendefinisikan bahwa benda, baik

yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibebani

jaminan fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran

fidusia yang telah dibentuk pada setiap provinsi di Indonesia, kantor pendaftaran

fidusia juga berada dalam lingkup tugas Departemen Hukum dan Hak Asasi

Manusia. Tujuan pendaftaran jaminan fidusia adalah melahirkan jaminan fidusia

bagi penerima fidusia dan memberi kepastian hukum.

48

Salim HS, Op. Cit., hlm. 82.

36

Kepastian hukum tersebut yaitu benda yang telah dibebani jaminan fidusia dan

memberi hak yang didahulukan terhadap kreditur, serta untuk memenuhi asas

publisitas karena kantor pendaftaran fidusia terbuka untuk umum.49

Pasal 13 ayat

1 Undang-Undang Jaminan Fidusia mendefinisikan bahwa pihak yang

mendaftarkan jaminan fidusia ke kantor pendaftaran fidusia adalah penerima

fidusia atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan

fidusia.50

Pasal 13 Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur mengenai pernyataan

pendaftaran jaminan fidusia yang harus memuat sekurang-kurangnya:

a. Identitas para pihak, pemberi dan penerima fidusia.

b. Tanggal, nomor akta, nama dan kedudukan notaris yang membuat akta

jaminan.

c. Perjanjian pokok yang dijamin fidusia.

d. Uraian mengenai benda yang menjadi jaminan fidusia.

e. Nilai penjaminan fidusia.

f. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Pendaftaran jaminan fidusia ke kantor pendaftaran fidusia dikenakan biaya yang

telah diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri mengenai Penerimaan Negara

Bukan Pajak dan dilengkapi dengan :

a. Salinan akta notaris tentang jaminan fidusia.

b. Surat kuasa untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia.

c. Bukti pembayaran biaya pendaftaran fidusia.

49

Ibid. 50

Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

37

Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan dengan melengkapi permohonan

pendaftaran kepada pejabat penerima permohonan pendaftaran. Berkas

persyaratan permohonan pendaftaran jaminan fidusia jika tidak lengkap akan

dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi, dalam hal kelengkapan

persyaratan permohonan telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan, pejabat

pendaftaran jaminan fidusia mencatat dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal

yang sama dengan tanggal penerima permohonan pendaftaran.

Kantor pendaftaran fidusia kemudian menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia dan

diberikan kepada penerima fidusia sebagai bukti bahwa penerima fidusia telah

mendaftarkan jaminan fidusia sehingga mempunyai hak untuk mendahului dan

hak-hak lain yang melekat pada penerima fidusia menurut undang-undang. Dalam

Pasal 14 ayat 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia, Sertifikat Jaminan Fidusia ini

lahir dan diserahkan pada tanggal yang sama dengan saat dicatatnya di dalam

Buku Daftar Fidusia dan merupakan salinan Buku Daftar Fidusia.

Terjadinya perubahan tentang isi dalam Sertifikat Jaminan Fidusia, maka

penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran tersebut kepada

kantor pendaftaran fidusia, dan selanjutnya kantor pendaftaran fidusia

mencatatnya dalam Buku Daftar Fidusia dan menerbitkan pernyataan perubahan

yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Sertifikat Jaminan Fidusia.

5. Pengalihan Fidusia

Pengalihan fidusia diatur dalam Pasal 19 sampai 24 Undang-Undang Jaminan

Fidusia. Pengalihan hak atas utang (cession), yaitu pengalihan piutang yang

38

dilakukan dengan akta otentik maupun akta di bawah tangan.51

Maksud

mengalihkan tersebut antara lain termasuk dengan menjual atau menyewakan

dalam rangka kegiatan usahanya. Pengalihan hak atas utang dengan jaminan

fidusia dapat dialihkan oleh penerima fidusia kepada penerima fidusia yang baru

(kreditur baru). Kreditur baru inilah yang melakukan pendaftaran tentang

beralihnya jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia.

Adanya cession membuat segala hak dan kewajiban penerima fidusia lama beralih

kepada penerima fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut

diberitahukan kepada pemberi fidusia. Pemberi fidusia dilarang untuk

mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain benda yang

menjadi objek fidusia. Pengecualian dari ketentuan ini, adalah bahwa pemberi

fidusia dapat mengalihkan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan

fidusia.

Berdasarkan prinsip droit de suite, jaminan fidusia tetap mengikuti objek jaminan

fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada, kecuali pengalihan atas benda

persediaan (inventory). Untuk benda persediaan, pemberi fidusia dapat

mengalihkannya dengan cara mengganti benda yang setara nilai dan jenisnya.

Tetapi ketentuan ini tidak berlaku jika terjadi wanprestasi oleh debitur (pemberi

fidusia). Jika hal itu terjadi, maka hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul

karena pengalihan sebagaimana dimaksud, demi hukum menjadi objek jaminan

fidusia pengganti dari objek jaminan fidusia yang dialihkan.52

51

Salim HS, Op. Cit., hlm. 87. 52

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

39

Penerima fidusia yang setuju pemberi fidusia untuk menggunakan,

menggabungkan, mencampur, atau mengalihkan benda atau hasil dari benda yang

menjadi objek jaminan fidusia. Persetujuan tersebut tidak berarti bahwa penerima

fidusia melepaskan jaminan fidusia. Penerima fidusia tidak menanggung

kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian pemberi fidusia baik yang timbul

karena hubungan kontraktual.

Penerima fidusia juga tidak menanggung kewajiban akibat tindakan yang

melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang

menjadi objek jaminan fidusia. Beban tersebut dilimpahkan kepada pemberi

fidusia karena pemberi fidusia tetap menguasai secara fisik benda yang menjadi

objek jaminan fidusia dan dia yang memakainya. Jadi sudah sewajarnya pemberi

fidusia yang bertanggungjawab atas semua akibat dan risiko yang muncul.

6. Hapusnya Jaminan Fidusia

Hapusnya jaminan fidusia yang dimaksud adalah tidak berlakunya lagi jaminan

fidusia. Ada tiga sebab hapusnya jaminan fidusia, yaitu :53

a. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia, hapusnya utang adalah antara

lain karena pelunasan dan bukti hapusnya berupa keterangan yang dibuat

kreditur. Hapusnya utang yang dijamin dengan jaminan fidusia juga terjadi jika

perjanjian pokoknya hapus.

b. Pelepasan hak atas jaminan oleh penerima fidusia.

c. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Musnahnya benda

jaminan tidak menghapuskan klaim asuransi.

53

D. Y Witanto, Op. Cit., hlm. 141.

40

Utang yang telah dilunasi oleh pemberi fidusia, wajib diberitahukan secara tertulis

oleh penerima fidusia, kuasanya, atau wakilnya ke kantor pendaftaran fidusia

mengenai hapusnya jaminan fidusia yang disebabkan oleh hapusnya utang pokok.

Pemberitahuan itu dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah hapusnya

jaminan fidusia yang bersangkutan dan dilampiri dengan dokumen pendukung

tentang hapusnya jaminan fidusia.54

Surat pemberitahuan hapusnya utang kemudian akan diterima oleh kantor

pendaftaran fidusia, selanjutnya ada 2 (dua) hal yang akan dilakukan kantor

pendaftaran fidusia, pertama pada saat yang sama mencoret pencatatan jaminan

fidusia dari buku daftar fidusia, yang kedua kantor pendaftaran fidusia

menerbitkan surat keterangan yang menyatakan “sertifikat jaminan fidusia yang

bersangkutan tidak berlaku lagi”.

E. Tinjauan Tentang Bank Rakyat Indonesia

1. Sejarah Bank Rakyat Indonesia

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, merupakan salah satu bank milik

pemerintah yang terbesar di Indonesia. Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia

didirikan pada tanggal 16 Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah dengan

nama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank

Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia

(pribumi). Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1946

disebutkan bahwa BRI adalah Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia.

54

Rahmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.

227.

41

Kegiatan Bank Rakyat Indonesia sempat terhenti untuk sementara waktu pada

tahun 1948 dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun

1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu

itu melalui PERPPU Nomor 41 Tahun 1960 dibentuk Bank Koperasi Tani dan

Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan

Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden

(Penpres) Nomor 9 Tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia.

Setelah berjalan selama satu bulan keluar Penpres Nomor 17 Tahun 1965 tentang

pembentukan Bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Ketentuan baru

tersebut membuat Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks

BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural,

sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor

(Exim). Setelah itu barulah fungsi Bank Indonesia dan Bank Negara Indonesia

Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dikembalikan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Undang-Undang

Pokok Perbankan dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Undang-

Undang Bank Sentral, fungsi Bank Indonesia dikembalikan sebagai Bank Sentral

dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan

menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor

Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan PP

Nomor 21 Tahun 1992 status BRI berubah menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk, yang kepemilikannya masih 100% ditangan Pemerintah.

42

Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk, mengalami beberapa perubahan yaitu:

a. Anggaran Dasar PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, yang seluruh

perubahannya dimuat dalam Akta Nomor 51 tanggal 26 Mei 2008 yang telah

disetujui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No.AHU-

48353.AH.01.02 tanggal 6 Agustus 2008 beserta perubahan-perubahannya.

b. Akta Penyertaan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan

Perseroan (Persero) PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Nomor 51

tanggal 26 Mei 2008.

c. Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa

Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk,

Nomor 7 tanggal 13 Februari 2009.

d. Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa

Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk

Nomor 4 tanggal 2 Februari 2009.

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, mendasarkan pelayanannya pada

masyarakat kecil dan sampai sekarang tetap konsisten, yaitu dengan fokus

pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Hal ini tercermin dari

keberhasilannya sebagai bank pertama yang dapat menyalurkan Kredit Usaha

Rakyat kepada masyarakat dalam jumlah yang besar. Seiring dengan

perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat maka sampai saat ini Bank

Rakyat Indonesia mempunyai 4.447 unit kerja yang terletak diberbagai wilayah

dalam dan luar negeri.

43

2. Visi dan Misi Bank Rakyat Indonesia

Agar pelaksanaan kegiatan operasional tercapai seperti apa yang telah ditargetkan,

berikut ini adalah visi dan misi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk :

a. Visi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan

nasabah.

b. Misi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

1) Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dan mengutamakan pelayanan

kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan

ekonomi masyarakat;

2) Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang

tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional

dengan melaksanakan praktek good corporate governance;

3) Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak

yang berkepentingan.

3. Produk Kredit BRI Unit Sukoharjo

a. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Kredit Usaha Rakyat merupakan pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil,

Menengah dan Koperasi (UMKM-K) dalam rangka pengembangan untuk usaha

produktif. Kredit usaha rakyat merupakan program yang dicanangkan oleh

pemerintah namun sumber dananya sepenuhnya berasal dari dana bank.

Pemerintah memberikan penjaminan terhadap risiko kredit usaha rakyat sebesar

44

70% sementara sisanya sebesar 30% ditanggung oleh pihak bank. Kredit usaha

rakyat di BRI Unit tidak mewajibkan adanya penyerahan jaminan, tetapi hanya

berdasarkan kerelaan nasabah untuk menyerahkan jaminan.

Pembiayaan kredit ini diberikan ketika usaha yang dijalankan dinilai layak, karena

sejatinya merupakan kredit tanpa jaminan. Bank BRI menyediakan fasilitas

penyaluran kredit usaha rakyat yang hanya ditujukan untuk usaha yang termasuk

golongan usaha mikro. Program kredit usaha rakyat diberikan dalam rangka

meningkatkan akses UMKM untuk mendapatkan tambahan modal dalam rangka

pengembangan usaha sehingga dapat mendorong kemajuan ekonomi nasional.

b. Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES)

Kredit umum pedesaan merupakan produk kredit yang dikeluarkan oleh Bank

BRI, dan hanya diberikan oleh BRI Unit. Kredit ini bersifat individual, selektif

dan berbunga wajar untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang

layak. Kredit umum pedesaan yang diberikan kepada masyarakat ada beberapa

jenis, antara lain Kupedes Komersil untuk pedagang atau usaha dan Kupedes

Golbertap (Golongan Masyarakat Berpenghasilan Tetap), Golbertap diatur

menurut Surat Edaran Kanpus BRI S.112-DIR/BUD/8/89.

Kredit umum pedesaan merupakan kredit yang tidak disubsidi oleh pemerintah,

kredit ini mendukung berbagai keperluan pembiayaan semua jenis usaha dengan

memenuhi kebutuhan modal kerja dan investasi, serta memenuhi kebutuhan

lainnya seperti pembiayaan pendidikan, pembelian kendaraan, dan berlaku untuk

semua sektor usaha (pertanian, perdagangan, maupun jasa lainnya). Berbeda dari

kredit usaha rakyat yang tidak mewajibkan adanya penyerahan jaminan, tetapi

45

hanya berdasarkan kerelaan debitur menyerahkan jaminan. Kredit umum pedesaan

mewajibkan adanya penyerahan jaminan pada perjanjian tambahannya.

c. Kredit BRIGuna

Kredit BRIGuna merupakan produk kredit yang dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan produktif dan non-produktif, seperti untuk membeli barang bergerak

atau barang tidak bergerak, sebagai biaya renovasi rumah, untuk keperluan biaya

pendidikan, dan lain-lain. BRIGuna ada tiga jenis, yaitu :

1) BRIGuna Karya

BRIGuna Karya merupakan jenis kredit dari BRIGuna dengan sumber

pembayaran (repayment) kredit yang berasal dari gaji tetap atau fixed income

(gaji).

2) BRIGuna Purna

BRIGuna Purna merupakan jenis kredit dari BRIGuna dengan sumber

pembayaran (repayment) kredit yang berasal dari gaji tetap atau uang

pensiunan.

3) BRIGuna Umum

BRIGuna Karya merupakan jenis kredit dari BRIGuna dengan sumber

pembayaran (repayment) kredit yang berasal dari gaji tetap atau fixed income

(gaji) dengan jangka waktu sejak pegawai aktif sampai dengan masa pensiun.

46

F. Kerangka Pikir

Bagan 1. Alur Kerangka Pikir

Pada BRI Unit Sukoharjo pelaksanaan pemberian kredit pada umumnya dilakukan

dengan dibuatnya suatu perjanjian. Perjanjian tersebut terdiri dari perjanjian

pokok, yaitu perjanjian utang piutang dan setelah itu dilanjutkan dengan

perjanjian tambahan berupa perjanjian pemberian jaminan oleh pihak debitur.

Debitur Bank Rakyat Indonesia,

Unit Sukoharjo

Perjanjian dibuat secara di

bawah tangan

Perjanjian dilakukan secara

notaris

Didaftarkan di

Kantor

Pendaftaran

Fidusia

Perjanjian tambahan

(Fidusia)

Perjanjian pokok (Kredit

Umum Pedesaan)

Syarat dan prosedur

pemberian kredit

Akibat hukum bagi para

pihak jika jaminan fidusia

diikat di bawah tangan

47

Kredit yang mengharuskan adanya perjanjian pemberian jaminan pada BRI Unit

Sukoharjo adalah kredit umum pedesaan.

Kredit umum pedesaan merupakan suatu fasilitas kredit yang hanya disediakan

oleh BRI Unit untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang layak.

Kredit ini cukup memberikan kontribusi bagi para pelaku usaha kecil mikro

dengan berbagai macam keunggulan, diantaranya mendukung berbagai keperluan

pembiayaan semua jenis usaha, baik untuk kebutuhan modal kerja dan investasi;

serta pemenuhan kebutuhan seperti pembayaran pendidikan, pembelian

kendaraan, dan berlaku untuk semua sektor usaha.

Jaminan yang paling banyak digunakan dalam praktik adalah jaminan kebendaan,

yang salah satunya adalah Jaminan Fidusia. Jaminan Fidusia diatur dalam

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pasal 1 ayat 1

Undang-Undang Jaminan Fidusia mendefinisikan bahwa, fidusia adalah

pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan

bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan

pemilik benda.

Pemberian jaminan fidusia ini merupakan perjanjian yang bersifat accesoir dari

suatu perjanjian pokok sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 6 huruf b

Undang-Undang Jaminan Fidusia dan harus dibuat dengan suatu akta notaris yang

disebut sebagai akta jaminan fidusia. Namun menurut Pasal 11 Undang-Undang

Jaminan Fidusia dijelaskan bahwa perjanjian fidusia tidak cukup hanya sebatas

akta notaris tetapi juga harus didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia.

48

BRI Unit Sukoharjo secara praktik melakukan sebagian besar pengikatan kredit

umum pedesaan dengan jaminan fidusia hanya berhenti pada pembuatan

perjanjian tambahan saja tetapi tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia,

bahkan perjanjian tersebut dilakukan secara di bawah tangan. Hal ini tentu

bertentangan dengan Pasal 5 dan 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang

menyatakan bahwa jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dan harus

didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia.

Pengikatan secara di bawah tangan oleh BRI Unit Sukoharjo dilakukan karena

alasan efektivitas dan tidak didaftarkannya jaminan fidusia tersebut karena biaya

yang harus dikeluarkan oleh bank untuk pendaftaran juga cukup mahal. Biaya

pendaftaran jaminan fidusia maksimal 2,5% dari total nilai kredit. Akibat dari

tidak didaftarkannya jaminan fidusia yaitu perjanjian fidusia tidak akan memiliki

sertifikat jaminan fidusia yang dikeluarkan oleh kantor pendaftaran fidusia,

sehingga bank selaku kreditur akan kehilangan berbagai keuntungan yang dijamin

dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia.

49

III. METODE PENELITIAN

Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala tertentu dengan jalan

menganalisisnya.55

Penelitian harus dilaksanakan secara sistematis, metodologis,

dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem tertentu, metodologis

artinya menggunakan metode atau cara tertentu dan konsisten berarti tidak ada hal

yang bertentangan dalam kerangka tertentu. Penelitian sangat diperlukan untuk

memperoleh data yang akurat sehingga dapat menjawab permasalahan sesuai

dengan fakta yang ada dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.56

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif empiris, karena meneliti dan mengkaji mengenai pemberlakuan atau

implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang) secara in-

action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna

mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penelitian tersebut dapat dilakukan

(terutama) terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, sepanjang

bahan-bahan tersebut mengandung kaidah hukum di dalam penelitian ini.

55

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 14. 56

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2004, hlm. 2.

50

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bersifat pemaparan dan

bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan

hukum yang berlaku di tempat tertentu pada saat tertentu, mengenai gejala yuridis

yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi di masyarakat.57

Penelitian

ini diharapkan dapat memberikan informasi secara jelas dan rinci dalam

memaparkan implementasi pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang diikat

di bawah tangan, termasuk syarat dan prosedur serta akibat hukumnya. Lebih jauh

penelitian ini berusaha menjelaskan postulat yang diteliti secara lengkap sesuai

temuan yang ada di lapangan.

C. Pendekatan Masalah

Dalam membahas penelitian ini penulis melakukan pendekatan yang bersifat

normatif terapan. Pendekatan normatif terapan yaitu menggunakan pendekatan

normatif analitis subtansi hukum (approach of legal content analysis) dilakukan

dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan perundang-

undangan yang ada dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

D. Data dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian hukum normatif empiris adalah data

primer dan data sekunder. Kegiatan-kegiatan pengumpulan data primer dan data

sekunder dilakukan dengan mengikuti tahap-tahap sebagai berikut :

57

Ibid, hlm, 50.

51

1. Data Primer

Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari lokasi penelitian, yaitu

yang terkait dengan dokumen pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang

diikat di bawah tangan. Sumber data yang ada di lokasi penelitian, yaitu

berdasarkan wawancara kepada Bapak Rudi Suryadi selaku Kepala Unit PT. BRI

(Persero) Tbk, Unit Sukoharjo Kantor Cabang Pringsewu dan Bapak

Miftahurrahman selaku Mantri (Account Officer) PT. BRI (Persero) Tbk, Unit

Sukoharjo Kantor Cabang Pringsewu.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, dengan

cara mengumpulkan dari berbagai sumber bacaaan yag berhubungan dengan

masalah yang diteliti. Data sekunder terdiri atas :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari

berbagai macam peraturan, Undang-Undang dan peraturan lainnya, yang

meliputi :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt)

2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas

Aktiva Bank Umum

5) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran

Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia

52

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer yang bersumber dari literatur-literatur, jurnal,

dokumen, serta tulisan ilmiah yang terkait dengan permasalahan yang akan

diteliti.

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti

Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, dan ensiklopedia yang terkait

dengan penelitian ini.

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data diusahakan agar memperoleh sebanyak mungkin data yang

berhubungan erat dengan permasalahan yang akan diteliti, selanjutnya barulah

data tersebut diolah dan dianalisis. Pengumpulan data dilakukan dengan cara :

1. Studi kepustakaan, dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara

membaca, menelaah dan mengutip peraturan perundang-undangan, buku-buku,

dokumen resmi, publikasi, dan bahan pustaka lain yang relevan dengan

penelitian yang dilakukan.58

2. Studi dokumen, dilakukan dengan cara membaca, menelaah, dan mengkaji

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Wawancara, dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur dengan mengacu

pada pokok permasalahan yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis

58

Zainudin Ali, Op. Cit., hlm. 107.

53

akan melakukan wawancara dengan Kepala Unit dan Mantri (Account Officer)

PT. BRI (Persero) Tbk, Unit Sukoharjo, Kantor Cabang Pringsewu.

F. Lokasi Penelitian

Untuk menunjang penelitian penulis, maka penulis melakukan penelitian di PT.

BRI (Persero) Tbk, Unit Sukoharjo Kantor Cabang Pringsewu bertempat di

Sukoharjo, Pringsewu, Lampung.

G. Metode Pengolahan Data

Prosedur pengolahan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Klasifikasi data, yaitu penggolongan atau pengelompokan data menurut pokok

bahasan yang telah ditentukan.

2. Editing data, yaitu memeriksa atau meneliti data yang keliru, menambah serta

melengkapi data yang kurang lengkap.

3. Sistematika data, yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara

sistematis sehingga memudahkan interpretasi data.

H. Analisis Data

Data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan, studi dokumen, dan wawancara

pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Artinya setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis

dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian

masalah secara kualitatif, yakni dengan memberikan pengertian terhadap data

54

yang dimaksud menurut kenyataan yang diperoleh dilapangan yang disusun dalam

bentuk kalimat ilmiah (deskriptif), sehingga benar-benar merupakan jawaban dari

pokok masalah yang ada. Kemudian hasil analisa dari data-data tersebut di

interpretasikan ke dalam bentuk kesimpulan yang bersifat induktif yang berupa

jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian.

74

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-

bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa :

1. Prosedur pemberian kredit pokok berupa kredit umum pedesaaan dapat

dikatakan berjalan dengan baik, adapun syarat dan prosedur tersebut mengacu

pada ketentuan Kanwil BRI. Tetapi yang terjadi penyimpangan adalah dalam

hal pelaksanaan perjanjian tambahannya. Perjanjian tambahan berupa jaminan

fidusia sebagian besar diikat oleh BRI Unit Sukoharjo secara di bawah tangan,

padahal sudah jelas dalam Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 11 Undang-Undang

Jaminan Fidusia bahwa jaminan fidusia harus dilakukan secara notariil dan

didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia.

2. Terhadap status perjanjian, baik perjanjian pokok maupun perjanjian tambahan

tetap dianggap sah. Perjanjian jaminan fidusia yang diikat di bawah tangan

tetap berlaku karena termasuk perjanjian yang baku, perjanjian tersebut berlaku

walaupun tidak mempunyai sertifikat jaminan fidusia. Akibat dari pengikatan

jaminan fidusia secara di bawah tangan secara konkret tentu akan

menempatkan para pihak dalam posisi yang lemah terutama kedudukan

kreditur sebagai pihak yang memberikan utang.

75

Kedudukan yang lemah bagi kreditur diantaranya adalah jika debitur

mengingkari bahwa telah terjadi perjanjian, maka kreditur harus membuktikan

di depan pengadilan bahwa memang benar telah terjadi perjanjian jaminan

fidusia. Selain itu kelemahan lain bagi kreditur adalah hak-hak yang

sebelumnya diatur Undang-Undang Jaminan Fidusia menjadi hilang karena

pengikatan di bawah tangan, hak tersebut adalah hak eksekutorial dan hak

preferent.

Jika sewaktu-waktu terjadi wanprestasi oleh debitur dalam hal pengembalian

kredit, maka kreditur akan melakukan upaya penyelamatan kredit maupun

eksekusi jaminan. Upaya penyelamatan kredit oleh kreditur dilakukan dengan

penjadwalan kembali kredit, persyaratan kembali kredit, dan penataan kembali.

Sedangkan eksekusi objek jaminan dilakukan dengan menjual objek jaminan

tersebut secara di bawah tangan. Penjualan objek jaminan secara di bawah

tangan baru dapat dilakukan jika disepakati oleh kreditur dan debitur.

B. Saran

Bank sebagai kreditur, dalam melakukan perjanjian jaminan fidusia hendaknya

melakukan seluruh pengikatan secara notaris dan didaftarkan di kantor

pendaftaran fidusia. Hal ini sebagai upaya preventif untuk melindungi bank selaku

kreditur, serta lebih memberikan kepastian hukum terhadap para pihak dalam

perjanjian. Hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia pun akan

berlaku bagi kreditur jika perjanjian dilakukan secara notaris dan didaftarkan.

DAFTAR PUSTAKA

76

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Zainudin. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Badrulzaman, Darus. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

Bahsan, M. 2010. Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia.

Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Firdaus, Rachmat dan Maya Ariyanti. 2011. Manajemen Perkreditan Bank

Umum. Bandung: Alfabeta.

Fuady, Munir. 2013. Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Erlangga.

Fuady, Munir. 1996. Hukum Perkreditan Kontemporer. Bandung: PT Citra Aditya

Bakti.

Hermansyah. 2011. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana.

HS, Salim. 2012. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada.

Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT

Citra Aditya Bakti.

Muhammad, Abdulkadir dan Rilda Murniati. 2004. Segi Hukum Lembaga

Keuangan dan Pembiayaan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Naja, HR. Daeng. 2005. Hukum Kredit Dan Bank Garansi. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

Satrio, J. 1996. Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Pribadi. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

77

Subekti, R. 1991. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum

Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Suharnoko. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta: Prenada Media.

Sukandar, Dadang. 2011. Membuat Surat Perjanjian. Yogyakarta: CV Andi

Offset.

Sutarno. 2003. Aspek-aspek Hukum Perkreditan Bank. Bandung: Alfabeta.

Syamsiar, Ratna. 2006. Hukum Perbankan. Bandar Lampung: Universitas

Lampung.

Usman, Rahmadi. 2008. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika.

Witanto, D. Y. 2015. Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan

Konsumen-Aspek Perikatan, Pendaftaran, dan Eksekusi. Bandung: Mandar

Maju.

B. Jurnal

Soekarno, K. S. 2015. Sinkronisasi Hukum Surat Pengakuan Hutang Kupedes Bri

Tanpa Legalisasi Berdasarkan Se Nose : 25-Dir/Adk/09/2013. Jurnal

Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume II No. 2 , 87.

C. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas

Aktiva Bank Umum

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran

Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia