implementasi pemberian jaminan fidusia terhadap...

81
IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR KREDIT MACET PADA PT BANK MANDIRI, TBK AREA KISAMAUN TANGERANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: WIDY MAYUNITA NIM: 11140480000147 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2019 M

Upload: dodung

Post on 05-Aug-2019

232 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP

DEBITUR KREDIT MACET PADA PT BANK MANDIRI, TBK AREA

KISAMAUN TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

WIDY MAYUNITA

NIM: 11140480000147

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 2: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

i

IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP

DEBITUR KREDIT MACET PADA PT BANK MANDIRI, TBK AREA

KISAMAUN TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Widy Mayunita

NIM: 11140480000147

Pembimbing

Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, SH, MH

NIP: 19670203 201411 1 001

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 3: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi Yang Berjudul Implementasi Pemberian Jaminan Fidusia Terhadap

Debitur Kredit Macet Pada PT Bank Mandiri, Tbk Area Kisamaun

Tangerang telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan

Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 02April 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Ilmu

Hukum.

Page 4: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 07 Maret 2019

Widy Mayunita

Page 5: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

iv

ABSTRAK

Widy Mayunita 11140480000147, Implementasi Pemberian Jaminan

Fidusia Terhadap Debitur Kredit Macet Pada PT Bank Mandiri, Tbk Area

Kisamaun Tangerang konsentrasi Hukum Bisnis Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1440 H/2019 M. viii + 73 halaman + 3 halaman daftar pustaka.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang menggambarkan tentang

bagaimana debitur telah melakukan pinjaman kredit kepada bank mandiri akan

tetapi debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya/melunasi. Namun

dipertengahan angsuran debitur mengalami kredit macet sehingga tidak bisa

membayar hingga waktu yang ditentukan dan disebabkan karena debitur telah di

PHK, dengan alasan tersebut bank melakukan upaya penyelesaian dengan cara

restrukturisasi kredit. Bank mandiri memberikan kelonggaran waktu terhadap

debituruntuk membayar hutangnya. Meskipun status debitur kredit macet, tetapi

tetap diberikan jaminan fidusia oleh pihak kreditur/bank.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan undang-undang, dapat

disebut juga statue approach. Dengan cara yuridis normatif. Penulis menggunakan

pengumpulan data Riset Kepustakaan (Library Research) yaitu Teknik penelitian

yang didasarkan pada bidang kepustakaan, dengan memandang hukum sebagai

sebuah kaedah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan

masyarakat, yang kemudian didukung dengan data-data yang droleh.

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh suatu kesimpulanbahwa

pemberian kredit dengan jaminan fidusia kepada debitur yang bermasalah atau

kredit macet dapat diberikan dengan dilakukan prosedur khusus menggunakan

analisa dalam pemberian pinjaman kredit. Adapun permasalahan yang terjadi

dalam praktek dengan jaminan di bank mandiri sebagai berikut: pertama, telah

berpindahnya objek jaminan fidusia kepada pihak lain; kedua, penyusutan pada

objek jaminan; ketiga, sulitnya mengeksekusi objek yang menjadi jaminan

fidusia. Kreditur dan debitur memiliki hak dan kewajiban yang harus dijalankan

pada saat wanprestasi.

Kata Kunci : Pinjaman Kredit, Objek Jaminan Fidusia, Jaminan Fidusia, Kredit

Macet.

Pembimbing : Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1983 sampai 2013

Page 6: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR
Page 7: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

vi

agar bisa meraih segala cita-citanya. Semoga amal baik mereka dibalas

oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda.

Peneliti Berharap Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

peneliti khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu,

kritik, dan saran yang membangun akan diterima dengan senang hati demi

kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta, 07 Maret 2019

Widy Mayunita

Page 8: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iii

ABSTRAK .......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan masalah ............................. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 6

D. Metode Penelitian ................................................................................ 7

E. Sistematika Penelitian .......................................................................... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA PERJANJIAN KEPASTIAN

HUKUM

A. Kerangka Konseptual ........................................................................... 13

B. Kerangka Teori

1. Teori kepastian hukum ................................................................... 15

2. Teori Perjanjian .............................................................................. 18

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .................................................. 20

BAB III TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia

1. Pengertian Jaminan Fidusia ........................................................... 22

2. Dasar Hukum Jaminan Fidusia ...................................................... 24

B. Sejarah Fidusia

1. Zaman Romawi ............................................................................. 6

2. Di Belanda ..................................................................................... 27

Page 9: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

viii

1. Pengaturan Di Indonesia Sebelum Diundangkannya

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 ..................................... 29

C. Prinsip-Prinsip Hukum Jaminan Fidusia ............................................. 42

D. Proses Terjadinya Jaminan Fidusia .................................................... 47

E. Hapusnya Jaminan Fidusia ................................................................. 50

F. Eksekusi Jaminan Fidusia .................................................................. 51

BAB IV JAMINAN FIDUSIA DAN PERMASALAHAN PADA PT

BANK MANDIRI AREA KISAMAUN TANGERANG

A. Pelaksanaan Prosedur Pemberian Kredit Dengan Jaminan

Fidusia Pada Bank Mandiri ................................................................. 54

B. Permasalahan Dalam Pemberian Kredit Yang Menggunakan

Jaminan Fidusia di Bank Mandiri ....................................................... 58

C. Hak-hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Jaminan

Fidusia Saat Terjadi Wanprestasi ........................................................ 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 67

B. Rekomendasi ............................................................................................. 69

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 70

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 73

Page 10: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia

menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor perbankan. Hal ini ditandai

dengan banyaknya pemberian dan pengikatan perkreditan yang dilakukan oleh

perbankan maupun lembaga pembiayaan non-Bank. Pemberian kredit selama

ini menggunakan lembaga jaminan yang diatur dalam Peraturan PerUndang-

Undangan. Pada saat ini salah satu jaminan yang sering digunakan di dalam

praktek adalah Jaminan Fidusia.

Istilah “Fidusia” berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya

“kepercayaan”, yakni penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan

sebagai jaminan (agunan) bagi pelunasan piutang kreditur. Penyerahan hak ini

dimaksudkan hanya sebagai jaminan, dimana memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada penerima fidusia (kreditur) terhadap kreditur-kreditur

lainnya.1

Pengaturan mengenai jaminan fidusia diatur dalam Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Jaminan Fidusia, pengertian Fidusia dinyatakan, bahwa:

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia, menyatakan

Pengertian Jaminan Fidusia, bahwa:

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda yang bergerak baik

yang bewujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak

1Rahmadi Usman, Hukum Kebendaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 283

Page 11: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

2

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai

agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan

diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.

Pada saat ini jaminan yang sering digunakan di dalam praktek adalah

Jaminan Fidusia, oleh karena Lembaga Jaminan Fidusia adalah jaminan atas

benda bergerak yang banyak diminati oleh masyarakat bisnis. Pembinaan

hukum terhadap bidang hukum jaminan adalah sebagai konsekuensi logis dan

merupakan perwujudan tanggung jawab dari pembinaan hukum mengimbangi

lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian,

perseroan, pengangkutan, dan kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan.2

Perjanjian fidusia biasa digunakan pada perusahaan atau lembaga

pembiayaaan. Pada umumnya perusahaan atau lembaga pembiayaan didalam

melaksanakan penjualan atas barang bergerak tersebut kepada konsumen

dengan menggunakan perjanjian mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi

objek benda jaminan fidusia berupa Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor

(BPKB), akan tetapi ternyata dalam prakteknya banyak dari perjanjian yang

dibuat oleh perusahaan tersebut tidak dibuat dalam Akta Notaris dan seperti

dalam tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat

sertifikat akta yang memuat irah-irah (Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa). Walaupun secara tertulis lembaga pembiayaan tersebut

dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencantumkan kata-kata dijaminkan

secara fidusia.

Salah satu ciri jaminan fidusia yang kuat itu mudah dan pasti dalam

pelaksanaan eksekusinya, jika debitur (pemberi fidusia) cedera janji.

Walaupun secara umum ketentuan mengenai eksekusi telah diatur dalam

2 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok pokok

Hukum Jaminan dan Jaminan perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 2007), h. 1

Page 12: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

3

hukum acara perdata yang berlaku, namun dipandang perlu untuk

memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi dalam Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yaitu yang mengatur

mengenai lembaga parate eksekusi.

Selama ini sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

Jaminan Fidusia, tidak ada kejelasan mengenai bagaimana caranya

mengeksekusi obyek jaminan fidusia. Karena tidak ada ketentuan yang

mengaturnya, banyak yang menafsirkan eksekusi obyek jaminan fidusia

dengan memakai prosedur gugatan biasa (lewat pengadilan dengan prosedur

biasa) yang panjang, dan melelahkan. Walaupun sejak berlakunya Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 1985, ada prosedur yang lebih mudah lewat

eksekusi dibawah tangan. Disamping syaratnya yang berat, eksekusi obyek

jaminan fidusia dibawah tangan tersebut tentunya hanya berlaku atas fidusia

yang berhubungan dengan rumah susun saja. Oleh karena itu, dalam praktek

hukum, eksekusi fidusia dibawah tangan sangat jarang dilakukan.3

Pelaksanaan kredit dengan jaminan fidusia sangat menarik karena,

objek jaminan fidusia khususnya untuk benda bergerak, objek tersebut tidak

harus diserahkan langsung dalam wujud bendanya tetapi hanya menyerahkan

surat-surat hak kepemilikan atas benda yang dijadikan sebagai jaminan

tersebut, bendanya masih dapat digunakan oleh debitur. Misalnya, jaminan

fidusia yang objeknya berupa sepeda motor atau mobil, yang dijaminkan tidak

harus sepeda motor atau mobil tersebut yang diserahkan sebagai jaminan

kepada bank, melainkan surat-surat kepemilikannya atau BPKB (Buku

Pemilik Kendaraan Bermotor) nya saja.

Polemik yang terjadi dalam masyarakat yang membuat menarik adalah

saat pemberian hak atas kepemilikan benda yang dijadikan jaminan, dengan

3 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Himpunan Karya Tentang Hukum jaminan, … h.

229

Page 13: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

4

hapusnya jaminan fidusia dalam hal hapusnya utang yang dijamin, tidak perlu

dilakukan pengalihan kembali (retro-overdracht) atas hak kepemilikan oleh

penerima jaminan kepada pemberi jaminan. Hal ini karena pengalihan hak

kepemilikan atas objek jaminan fidusia dilakukan oleh pemberi fidusia kepada

penerima fidusia sebagai jaminan atas kepercayaan bahwa hak kepemilikan

tersebut dengan sendirinya akan kembali bilamana utang tersebut lunas

(adanya syarat batal atau “order ontbindendevoor waarde”). Tentunya ini

sesuai dengan sifat perjanjian assesoir dari penjaminan fidusia itu sendiri.

Pengawasan yang dilakukan oleh bank yaitu preventif yaitu

pengawasan yang dilakukan sebelum terjadinya sesuatu hal yang tidak

diinginkan oleh pihak bank dan pengawasan represif yaitu pengawasan yang

dilakukan setelah terjadinya sesuatu. Dalam kenyataannya, debitur kadang

melakukan wanprestasi yang mengakibatkan kredit macet. Permasalahan

kredit macet yang menimpa dunia perbankan sebagai akibat dari adanya

wanprestasi atau keterlambatan dalam pembayaran oleh debitur ditambah

dengan banyaknya kredit yang dijamin dengan jaminan kebendaan akan tetapi

jaminan tersebut setelah dijual tidak mencukupi untuk memenuhi hutangnya.

Seperti kredit macet yang dialami pada Bank Mandiri dimana debitur yang

meminjam uang di Bank Mandiri tersebut tidak mampu mengembalikan uang

karena keadaan perekonomian yang tidak stabil sehingga terjadilah kredit

macet pada Bank Mandiri. Kita tahu bahwa bank sebelum memberikan

pinjaman kredit dengan jaminan fidusia wajib menganalisa terlebih dahulu

calon debitur yang akan memperoleh pinjaman kredit agar nantinya tidak

terjadi hambatan seperti kredit macet. Tetapi bagaimana jika debitur tersebut

telah mengalami kredit macet didalamm pembayaran kredit, langkah apa yang

harus ditempuh guna menyelesaikan kredit tersebut jika faktor dari kredit

macet tersebut merupakan musibah yang diluar dugaan debitur.

Sebagaimana uraian di atas peneliti untuk membahas bahasan tersebut

peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian pada permasalahan kali ini,

Page 14: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

5

sekaligus sebagai pemenuhan tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana

strata satu (S1) dengan menjadikan sebuah judul skripsi dengan tema

“Implementasi Pemberian Jaminan Fidusia Terhadap Debitur Kredit

Macet Pada PT Bank Mandiri, Tbk Area Kisamaun Tangerang”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik beberapa masalah sebagai

berikut:

a. Terjadi kredit macet terhadap pemberian kredit yang diberikan kepada

debitur.

b. Terdapat kesalahan prosedur dalam menganalisis karakter calon

debitur sebelum memberikan kredit sehingga timbul kredit macet.

c. Kurangnya kesadaran kewajiban yang harus dilaksanakan oleh debitur

selaku penerima kredit.

d. Barang jaminan yang dijadikan agunan mengalami penyusutan untuk

dijadikan pelunasan hutang.

e. Terdapat hambatan dalam pelunasan kredit dengan jaminan fidusia

terhadap debitur yang mengalami kredit macet.

2. Pembatasan Masalah

Dalam pembahasan mengenai pelanggaran kredit macet pada PT Bank

Mandiri, tentunya akan berhubungan dengan berbagai bidang, namun

dalam penelitian ini agar masalah yang akan peneliti bahas tidak meluas

sehingga mengakibatkan ketidakjelasan pembahasan masalah, maka

peneliti membatasi masalah yang akan diteliti mengenai beberapa

permasalahan, diantaranya pelanggaran debitur terhadap Bank Mandiri

dan aturan hukum di Indonesia yang masih lemah terhadap pelanggar

debitur.

Page 15: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

6

3. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah implementasi

pemberian jaminan fidusia terhadap debitur kredit macet pada bank

mandiri area kisamaun tangerang, namun ketika diterapkan menimbulkan

wanprestasi atau keterlambatan dalam pembayaran oleh debitur yakni

adanya perekonomian yang tidak stabil namun mengakibatkan kredit

macet pada bank mandiri area kisamaun tangerang, sehingga peneliti

membuat pertanyaan riset sebagai berikut :

a. Bagaimana pelaksanaan prosedur pemberian kredit dengan

jaminan fidusia di Bank Mandiri?

b. Apa saja yang menjadi permasalahan dalam pemberian kredit yang

menggunakan jaminan fidusia di Bank Mandiri dan bagaimana

penyelesaiannya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisa secara yuridis

normative terhadap kredit macet pada PT Bank Mandiri berdasarkan

Peraturan PerUndang-Undangan yang berlaku di Indonesia. Tujuan

penelitian yang hendak dicapai adalah:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan prosedur pemberian kredit dengan

jaminan fidusia di Bank Mandiri.

b. Untuk mengetahui yang menjadi permasalahan dalam pemberian

kredit yang menggunakan jaminan fidusia di Bank Mandiridan

bagaimana penyelesaiannya.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti diharapkan mampu

memberikan manfaat secara teoritis dan juga praktis yaitu:

Page 16: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

7

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penulisan ini diharapkan dapat memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi ilmu hukumterutama

mengenai implementasi pemberian jaminan fidusia dalam upaya

perlindungan hukum di Bank Mandiri. Selain itu dengan adanya

tulisan ini penulis berharap dapat menambah dan melengkapi

perbendaharaan dan koleksi karya ilmiah dengan memberikan

kontribusi pemikiran bagi penerapan pemberian jaminan fidusia.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi

kerangka acuan dan landasan bagi peneliti lanjutan, dan dapat

memberikan masukan bagi pembaca. Penulisan ini juga diharapkan

dapat bermanfaat bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat

mengetahui dan memberikan tanggapan terhadap implementasi

pemberian jaminan fidusia terhadap debitur kredit macet bagi

masyarakat.

D. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.

Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta

hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan4.

1. Pendekatan Penelitian

4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta : Universitas Indonesia

(UI-Press), 1986), cet.3, h. 43

Page 17: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

8

Penulis dalam melakukan proses penelitian ini menggunakan

pendekatan ilmu perundang-undangan (statute approach) yaitu dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani5.

Dalam hal ini peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pembatalan

eksekusi terhadap benda objek perjanjian fidusia antara Debitur dengan

Bank Mandiri, yaitu:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang

Penanaman Modal

d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang

Lembaga Pembiayaan

e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010

Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang

Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan.

g. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang

Hak Tanggungan.

2. Jenis Penelitian

5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013),

h. 93

Page 18: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

9

Untuk jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian normatif

yuridis. Dimana penelitian ini mengacu kepada norma-norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan

pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam mastarakat6.

Dalam hal ini yang menjadi objek normatif yuridis yaitu menelaah,

menginterpretasikan, serta menganalisis kasus yang terjadi mengenai

pemberian jaminan fidusia terhadap debitur kredit macet antara Debitur

dengan Bank Mandiri.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data skunder yang

artinya data yang sebelumnya telah diolah oleh orang lain. Data skunder

ini antara lain: dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian

yang berbentuk laporan, buku harian dan lain-lain7. Data skunder ini

meliputi bahan hukum primer, bahan hukum skunder, dan bahan hukum

tersier:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum

primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau

risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan

hakim. Bahan hukum primer yang digunakan antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia

6 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), Cet. 2, h.

105

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum, ( Jakarta : Universitas Indonesia

(UI-Press), 1986), cet.3, h. 12

Page 19: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

10

3) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal

4) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009

Tentang Lembaga Pembiayaan

5) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010

Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha

Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan.

7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996

Tentang Hak Tanggungan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat kaitannya

dangan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa,

memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer. Yang termasuk

dalam bahan hukum skunder yaitu semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi8. Misalnya dapat

berupa hasil karya dari kalangan hukum, seperti skripsi, tesis dan

disertasi hukum. Disamping itu juga, kamus-kamus hukum dan

komentar-komentar atas putusan pengadilan9.

4. Metode Pengumpulan Data

8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada

Media Group, 2013), h. 14

9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, … h. 155

Page 20: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

11

Alat-alat pengumpulan data, pada umumnya dikenal tiga jenis alat

pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan

atau observasi, dan wawancara atau interview. Berdasarkan pendekatan

yang dipergunakan untuk memperoleh data, maka alat pengumpulan data

yang dipergunakan adalah studi kepustakaan dan dokumen.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data

melalui studi dokumen/kepustakaan (library research) yaitu dengan

melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku

yang berkaitan dengan kredit macet, pendapat ahli , artikel, kamus, dan

juga berita yang peneliti peroleh dari internet.

5. Teknik Pengolahan Data

Analisis data kualitatif yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerjanyadata, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat di tuliskan dalam penelitian.10

6. Analisis Data

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak

membutuhkan populasi dan sampel karena jenis penelitian ini

menekankan pada aspek pemahaman suatu norma hukum yang terdapat di

dalam Peraturan PerUndang-Undangan serta norma-norma yang

berkembang di masyarakat. Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan

yang menjadi penelitiannya sebagai sumber data. Maksudnya data dan

informasi lapangan dilakukan analisis sehingga memperoleh hasil

penelitian yang bersifat deskriptif analisis.

10

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bnadung: PT. Remaja Rosdakarya,

2008), h. 248

Page 21: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

12

7. Teknik Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan pola pikir deduktif, yaitu dengan menarik kesimpulan

khusus dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi.

8. Metode Penelitian

Acuan metode penulisan yang peneliti rujuk mengacu kepada

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2017”

berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang sudah ditentukan

oleh fakultas.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dan alur pemikiran yang logis dalam

penelitian ini, peneliti akan memberikan gambaran umum secara sistematis

tentang keseluruhan penelitian ini sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, Bab ini dijelaskan tentang latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika

penelitian.

BAB II : Kajian Pustaka, Bab ini menjelaskan kerangka teori dan

konseptual, tinjauan (review) kajian terdahulu, pengertian

jaminan fidusia, perjanjian, kredit, bank.

BAB III : Tinjauan Hukum Tentang Jaminan Fidusia, Bab ini

menjelaskan secara khusus mengenai tinjauan umum mengenai

pengertian dan dasar hukum jaminan fidusia, sejarah fidusia,

Page 22: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

13

prinsip-prinsip hukum jaminan fidusia, proses terjadinya

jaminan fidusia, hapusnya jaminan fidusia, dan eksekusi

jaminan fidusia.

BAB IV : Analisis Implikasi Pemberian Jaminan Fidusia Menurut

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Terkait Dalam Debitur

Kredit Macet Di PT Bank Mandiri, Bab ini dijelaskan

mengenai analisis impilkasi pemberian jaminan fidusia

menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia terkait dalam debitur kredit macet di bank

mandiri area kisamaun tangerang.

BAB V : Penutup, Bab ini merupakan bab terakhir dalam penelitian di

skripsi ini yang berisi kesimpulan dan rekomendasi.

Page 23: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA PERJANJIAN KEPASTIAN HUKUM

A. Kerangka Konseptual

1. Pengertian Perjanjian

Sebagaimana dalam Pasal 1313 Burgelijk Wetboek atau Kitab

Hukum Perdata: “suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Dengan kata lain, perjanjian merupakan peristiwa hukum dimana

seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Suatu perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata).

Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :

a. Perbuatan

Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang

Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum

atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat

hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;

b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih Untuk

adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang

saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang

cocok satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan

hukum.

c. Mengikatkan dirinya

Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan

oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini

orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena

kehendaknya sendiri.

2. Perjanjian pinjam meminjam

Perjanjian pinjam meminjam diatur dalam pasal 1754 KUH

Perdata yaitu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan

Page 24: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

15

kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang

menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang

belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam

dan keadaan yang sama pula.

3. Lembaga Pembiayaan

Pengertian Lembaga Pembiayaan diatur dalam pasal 1 angka 1

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga

Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan

dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.

4. Perusahaan Pembiayaan

Pengertian perusahaan pembiayaan diatur dalam pasal 1 angka 2

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga

Pembiayaan yaitu Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang

khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang,

Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.

5. Fidusia

Pengertian Fidusia diatur dalam Pasal 1 angka 1 adalah pengalihan

hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan

bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam

penguasaan pemilik benda.

6. Jaminan Fidusia

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan

Pemberi Fidusia,sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang

Page 25: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

16

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia

terhadap kreditor lainnya.

7. Pemberi Fidusia

Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik

Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

8. Penerima Fidusia

Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang

mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan

Fidusia.

9. Kreditor

Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian

atau undang-undang.

10. Debitor

Debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian

atau undang-undang.

B. Kerangka Teori

1. Teori Kepastian Hukum

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma

adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das

sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus

dilakukan. Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat

umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam

bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu

maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu

menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan

Page 26: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

17

tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan

aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum1.

Jika dikaitkan teori kepastian hukum dalam suatu perjanjian sesuai

pasal 1313 KUH Perdata serta hak dan kewajiban pemberi dan

penerima fidusia, menekankan pada penafsiran dan sanksi yang jelas

agar suatu perjanjian/kontrak dapat memberikan kedudukan yang sama

antarsubjek hukum yang terlibat (para pihak yang melakukan

perjanjian utang piutang dengan jaminan fidusia).

Kepastian memberikan kejelasan dalam syarat-syarat sahnya

suatu perjanjian dimana ada dua akibat hukum yang terjadi apabila

syarat-syaratnya tidak terpenuhui yaitu:

a) dapat dibatalkan

apabila syarat subjektif dalam suatu perjanjian tidak terpenuhi

seperti kesepakatan dan kecakapan hukum.

b) batal demi hukum

apabila syarat objektif dalam suatu perjanjian tidak terpenuhi

seperti suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Kepastian memberikan kejelasan melakukan perbuatan

hukum saat pelaksanaan suatu perjanjian utang piutang dengan

jaminan fidusia, dalam bentuk prestasi bahkan saat perjanjian

tersebut cidera janji atau salah satu pihak ada yang dirugikan maka

sanksi dalam suatu perjanjian/kontrak tersebut harus dijalankan

sesuai kesepakatan para pihak baik kreditor maupun debitor.

a. Itikad Baik

Pengaturan itikad baik di Indonesia daitur dalam pasal 1338

Ayat (3) KUH Perdata. Pasal ini menentukan bahwa perjanjian

dilaksanakan dengan itikad baik, namun ketentuan ini sangat

1 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), h.

158

Page 27: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

18

abstrak dikarenakan tidak ada tolak ukur dan makna dari itikad

baik tersebut2.

Di Negeri Belanda, Pengaturan itikad baik dalam kontrak

terdapat dalam Pasal 1374 Ayat (3) BW (lama) Belanda yang

menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad

baik. Menurut P.L. Wery, makna pelaksanaan dengan itikad baik

(uitvoering tegoeder trouw) dalam Pasal 1374 ayat (3) di atas

masih teap sama dengan makna bona fides dalam hukum Romawi

beberapa abad lalu. Itikad baik bermakna bahwa kedua belah pihak

harus berlaku satu dengan lainnya tanpa tipu daya, tanpa tipu

muslihat, tanpa mengganggu pihak lain, tidak hanya melihat

kepentingan diri sendiri saja, tetapi juga kepentingan pihak lainnya

juga.

Produk legislatif terbaru yang berkaitan dengan itikad baik ini

terdapat di dalam Pasal 6.248.1 BW Baru Belanda. Menurut

Hartkamp, pembentuk Undang-Undang telah membedakan itikad

baik dalam makna ketaatan akanreasonable commercial standard

of fair dealing dari itikad baik dalam makna honesty in fat. Namun

Belanda menggunakan istilah itikad baik sebagai

reasonablenessdan equity. Itikad baik dalam kontrak dibedakan

menjadi itikad baik dua, yaitu:

1) Itikad baik pra kontrak (preontractual good faith) atau disebut

juga itikad baik subjektif, yaitu pengertian itikad baik yang

terletak dalam sikap batin seseorang. Di dalam hukum benda

itikad baik ini diartikan dengan kejujuran3.

2 Ridwan Khairandy, Kebebasan Berkontrak & Pacta Sunt Servanda Versus

Itikad Baik: Sikap Yang Harus Diambil Pengadilan, (Yogyakarta: FH UII Press,

2015), h. 5

3 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1983), h. 25

Page 28: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

19

2) itikad baik dalam pelaksanaan kontrak (good faith on contract

performane) disebut juga itikad baik objektif, bahwa suatu

perjanjian yang dibuat haruslah dilaksanakan dengan

mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan yang

berarti bahwa perjanjian itu harus dilaksanakan sedemikian

rupa sehingga tidak merugikan salah satu pihak.

2. Teori perjanjian

Menurut pendapat yang banyak dianut (Communis Opinion

Cloctortinz) perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata

sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Untuk memahami

istilah mengenai perjanjian terdapat beberapa pendapat para sarjana.

Adapun pendapat para sarjana tersebuit antara lain, yaitu:

a. Subekti tidak membedakan pengertian perjanjian dengan

persetujuan sebab menurut beliau, perjanjian dan persetujuan

sama-sama mempunyai pengertian bahwa kedua belah pihak

tersebut setuju untuk melakukan sesuatu yang telah di sepakati

bersama, dengan begitu penggunaannya dapat saja secara bebas

menggunakan perjanjian, persetujuan, kesepakatan, ataupun

kontrak dalam menggambarkan hubungan hukum yang

mengikat para pihak untuk melaksanakannya, ataupun

sebaliknya penggunaan perjanjian, persetujuan ataupun

kesepakatan pada hubungan yang tidak mempunyai

konsekuensi hukum yang mengikat.4

b. Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa perikatan adalah

hubungan hukum yang terjadi antara debitur dengan kreditur,

yang terletak dalam bidang harta kekayaan dimana keseluruhan

4Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Mingguan Ekonomi

dan Bisnis KONTAN, (Jakarta, 2006), h. 50

Page 29: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

20

aturan hukum yang mengatur hubungan hukum dalam bidang

harta kekayaan ini disebut hukum harta kekayaan.5

c. Menurut Wirjono Rodjodikoro mengartikan perjanjian, yaitu

suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua

pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji

untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu

hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan

perjanjian tersebut.6

d. Menurut M.Yahya Harahap, perjanjian maksudnya adalah

hubungan hukum yang menyangkut hukum kekayaan anatara 2

(dua) orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan

kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.7

e. Menurut Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum

dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling

mengikatkan dirinya terhadap satu orabng atau lebih.8

f. Menurut Syahmin AK, dalam bentuknya perjanjian itu berupa

suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau

kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.9

Perjanjian kerjasama untuk melakukan pekerjaan jasa-jasa

tertentu termask salah satu perjanjian bernama, hal tersebut

berdasarkan Pasal 1601-1617 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata.

5Abdulkadir Muhammad, Hukum Pedata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2000), h. 9

6Wirjono Rodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Mazdar Madju,

2000), h. 4

7M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), h.

6

8Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1979), h. 4

9Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2006), h. 140

Page 30: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

21

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Untuk menghindari kesamaan pada penulisan skripsi ini dengan

penelitiantentang implementasi pemberian jaminan fidusia terhadap

debitur kredit macet, maka peneliti melakukan penelusuran terhadap

beberapa penelitian terlebih dahulu, diantaranya penelitian-penelitian

tersebut yakni:

1. Skripsi yang disusun oleh Ardika Karya Santuso, dari Fakultas

Hukum Universitas Lampung Bandar Lampung, tahun 2016,

dengan judul “Implementasi Pemberian Kredit Dengan Jaminan

Fidusia Yang Diikat Di Bawah Tangan (Studi Pada PT. BRI

(Persero) Tbk, Unit Sukoharjo Kantor Cabang Pringsewu)”.

Penelitian ini membahas tentang BRI Unit Sukoharjo dalam

pemberian kredit umum pedesaan dengan perjanjian tambahan

berupa jaminan fidusia, sebagian besar pengikatannya hanya

dilakukan secara di bawah tangan dan tidak dilakukan di hadapan

notaris, maupun didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia. Skripsi ini

membahas tentang pemberian jaminan fidusia terhadap debitur kredit

macet pada bank mandiri area kisamaun tangerang. Perbedaan

dengan skripsi ini adalah membahas mengenai bagaimana syarat dan

prosedur, serta akibat hukum pemberian kredit dengan jaminan

fidusia yang diikat di bawah tangan pada BRI Unit Sukoharjo.

Persamaan dalam skripsi ini sama-sama membahas tentang jaminan

fidusia dan membahas pemberian kredit.

2. Buku yang ditulis oleh Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani

tahun 2000, dengan judul “Jaminan Fidusia”. Dalam Buku ini

dijelaskan tentang jaminan fidusia secara teoritis, umum dan juga

lebih komprehensif termasuk didalamnya terdapat pembahasan

mengenai jaminan fidusia. Perbedaannya penelitian skripsi ini tidak

hanya mencantumkan teori saja, tetapi menganalisis kasus yang

diteliti.

Page 31: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

22

3. Jurnal yang disusun oleh Nur Adi Kumaladewi, tahun 2015,

dengan judul “Eksekusi Kendaraan Bermotor Sebagai Jaminan

Fidusia Yang Berada Pada Pihak Ketiga”. Jurnal ini membahas

tentang Dalam eksekusi kendaraan bermotor sebagai jaminan fidusia

yang berada pada pihak ketiga namun pada dasarnya di Undang-

Undang Jaminan Fidusia tidak membolehkan ada pihak ketiga dalam

eksekusi kendaraan bermotor nantinya akan menimbulkan resiko

baru. Perbedaannya terdapat pada objek kajian yakni pada penelitian

ini membahas tentang implementasi pemberian jaminan fidusia

terhadap debitur kredit macet pada bank mandiri. Persamaan didalam

jurnal ini sama-sama memakai jaminan fidusia dan Undang-Undang

Jaminan fidusia.

Page 32: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

23

BAB III

TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia

1. Pengertian Jaminan fidusia

Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara

yuridis formal di akui sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Sebelum Undang-Undang ini

dibentuk, lembaga ini disebut dengan bermacam-macam nama. Zaman

Romawi menyebutnya “Fiducia cum creditore” Asser Van Oven

menyebutnya “zekerheids-eigendom” (hak milik sebagai jaminan),

Blom menyebutnya “bezitloos zekerheidsrecht” (hak jaminan tanpa

penguasaan), Kahrel memberi nama “Verruimd Pandbegrip”

(pengertian gadai yang diperluas), A. Veenhooven dalam menyebutnya

“eigendoms overdracht tot zekergeid” (penyerahan hak milik sebagai

jaminan) sebagai singkatan dapat dipergunakan istilah “fidusia” saja.1

Fidusia dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah

“penyerahan hak milik secara kepercayaan”. Dalam terminologi

Belandanya sering disebut dengan istilah lengkapnya berupa Fiduciare

Eigendoms Overdracht (FEO), sedangkan dalam bahasa Inggrisnya

secara lengkap sering disebut istilah Fiduciary Transfer of Ownership.2

Pengertian fidusia berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.3Berdasarkan pasal

1Mariam Darus Badrulzaman, Bab Tentang Kredit Verband, Gadai & Fidusia,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), h. 90

2Munir Fuady, Jaminan Fidusia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 3

3Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jaminan Fidusia,

Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum, (Dep

Hukum dan HAM RI, 2002), h. 2

Page 33: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

24

tersebut fidusia dirumuskan secara umum, yang belum dihubungkan

atau dikaitkan dengan suatu perjanjian pokok jadi belum dikaitkan

dengan hutang. Adapun unsur-unsur perumusan fidusia sebagai

berikut:4

a. Unsur secara kepercayaan dari sudut pemberi fidusia;

Unsur kepercayaan memang memegang peranan penting

dalam fidusia dalam hal ini juga tampak dari penyebutan unsur

tersebut di dalam Undang-Undang Fidusia arti kepercayaan

selama ini diberikan oleh praktek, yaitu: Debitur pemberi

jaminan percaya, benda fidusia yang diserahkan olehnya tidak

akan benar-benar dimiliki oleh kreditur penerima jaminan

tetapi hanya sebagai jaminan saja; Debitur pemberi jaminan

percaya bahwa kreditur terhadap benda jaminan hanya akan

menggunakan kewenangan yang diperolehnya sekedar untuk

melindungi kepentingan sebagai kreditur saja; Debitur pemberi

jaminan percaya bahwa hak milik atas benda jaminan akan

kembali kepada debitur pemberi jaminan kalau hutang debitur

untuk mana diberikan jaminan fidusia dilunasi.

b. Unsur kepercayaan dari sudut penerima fidusia;

c. Unsur tetap dalam penguasaan pemilik benda;

d. Kesan ke luar tetap beradanya benda jaminan di tangan

pemberi fidusia;

e. Hak mendahului (preferen);

f. Sifat accessoir.

2. Dasar Hukum Jaminan Fidusia

Pengertian jaminan fidusia itu sendiri adalah hak jaminan atas

benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan

benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani

hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang

4J. Satrio, Hukum Jaminan Kebendaan Fidusia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

2002), h. 160-175

Page 34: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

25

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada

dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan

utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

penerima Jaminan fidusia kreditur lainnya.5

Sebagai suatu perjanjian accessoir, perjanjian jaminan fidusia

memiliki ciri-ciri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor42

Tahun 1999 sebagai berikut:6

a. Kreditur Preference adalah memberikan kedudukan yang

mendahului kepada kreditur penerima fidusia terhadap kreditur

lainnya (pasal 27 Undang-Undang Fidusia). Penerima fidusia

memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya. Hak

yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran benda

yang menjadi obyek jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran

Fidusia. Hak yang didahulukan yang dimaksud adalah hak

penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atau

hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

b. Droit De Suiteadalah selalu mengikuti obyek yang dijaminkan

di tangan siapapun obyek itu berada (Pasal 20 Undang-Undang

Fidusia). Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi

obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut

berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi

obyek jaminan fidusia.

c. Memenuhi Asas Spesialitas dan Publisitas, sehingga mengikat

pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada

pihak-pihak yang berkepentingan (Pasal 6 dan Pasal 11

Undang-Undang Fidusia). Untuk memenuhi asas spesialitas

5Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Bandung: Raja

Grafindo Persada, 2003), h. 168

6 Purwahid Petrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Refisi dengan UUHT,

Fakultas Hukum UNDIP, (Semarang, 2001), h. 36-37

Page 35: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

26

dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Fidusia, maka akta

jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat :

1) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia

2) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

3) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia;

4) Nilai penjaminan dan;

5) Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;

Asas Publisitas dimaksudkan dalam Undang-Undang

Fidusia untuk memberikan kepastian hukum, seperti termuat

dalam Pasal 11 Undang-Uundang Fidusia yang mewajibkan

benda yang dibebani dengan jaminan fidusia didaftarkan pada

Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia,

kewajiban ini bahkan tetap berlaku meskipun kebendaan yang

dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah

Republik Indonesia.7

Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia

dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia, dan

pendaftarannya mencangkup benda, baik yang berada di dalam

maupun diluar wilayah Negara Republik Indonesia untuk

memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan

kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah

dibebani jaminan fidusia.

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Pasal 29 Undang-

Undang Fidusia). Eksekusi jaminan fidusia didasarkan pada

sertipikat jaminan fidusia, sertipikat jaminan fidusia ditertibkan

dan diserahkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia kepada

Penerima jaminan fidusia memuat tanggal yang sama dengan

7 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Bandung: Raja

Grafindo Persada, 2003), h. 139

Page 36: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

27

tanggal penerimaan pendaftaran jaminan fidusia, sertipikat

jaminan fidusia merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia,

memuat catatan tentang hal-hal yang dinyatakan dalam

pendaftaran jaminan fidusia.

Dalam hal debitur atau pemberi fidusia cidera janji,

pemberi fidusia wajib menyerahkan obyek jaminan fidusia

dalam rangka pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dapat

dilaksanakan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial oleh

penerima fidusia, artinya langsung melaksanakan eksekusi,

atau melalui lembaga parate eksekusi – penjualan benda obyek

jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan

umum serta mengambil pelunasan dari hasil penjualan. Dalam

hal akan dilakukan penjualan dibawah tangan, harus dilakukan

berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia.

B. Sejarah Fidusia

1. Zaman Romawi

Masyarakat Romawi pada waktu itu menganggap bahwa gadai dari

hipotek dianggap lebih sesuai karena adanya aturan tertulis sehingga

lebih memberikan kepastian hukum. Gadai dan hipotek juga

memberikan hak-hak yang seimbang antara kreditor dan debitor.

Demikian pula hak-hak dari pihak ketiga akan lebih terjamin

kepastiannya karena ada aturannya pula. Masyarakat Romawi juga

mengenal satu pranata lain di pranata jaminan fidusia di atas, yaitu

pranata titipan yang disebut Fiducia Cum Amino contrak yang artinya

janji kepercayaan yang dibuat dengan teman. Pranata ini pada dasanya

sama dengan pranata” Trust” sebagai mana dikenal dalam sistem

hukum Common Law. Lembaga ini sering digunakan dalam hal

seorang pemilik suatu benda harus mengadakan perjalanan ke luar kota

dan sehubungan dengan itu menitipkan kepemilikan benda tersebut

Page 37: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

28

kepada temannya dengan janji bahwa teman tersebut akan

mengembalikan kepemilikan benda tersebut jika pemiliknya sudah

kembali dari perjalanannya. Dalam Fiducia Cum Amino Contrakta ini

kewenangan diserahkan kepada pihak penerima akan tetapi

kepentingan tetap ada pihak pemberi. Perkembangan selanjutnya

adalah ketika hukum Belanda meresepti hukum Romawi dimana

hukum fidusia sudah lenyap fidusia tidak ikut resepsi. Itulah sebabnya

mengapa dalam Burgerlijk Wetboek (BW) Belanda tidak ditemukan

pengaturan tentang fidusia. Seterusnya sesuai dengan asas

konkordansi, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia

yang memberlakukan Burgerlijk Wetboek juga tidak ditemukan

pengaturan tentang fidusia.8

2. Di Belanda

Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) Belanda, pranata jaminan yang

diatur adalah gadai untuk barang bergerak dan hipotek untuk barang

tidak bergerak. Pada mulanya kedua pranata jaminan dirasakan cukup

memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat ituh dalam bidang

perkreditan. Tetapi karena terjadi krisis pertanian yang melanda

negara-negara Eropa pada pertengahan abad ke-19, terjadi

penghambatan pada perusahaan-perusahaan pertanian untuk

memperoleh kredit. Pada waktu tanah sebagai jaminan kredit menjadi

agak kurang populer, dan kreditor menghendaki jaminan gadai sebagai

jaminan tambahan disamping jaminan tanah tadi. Kondisi seperti

menyultkan prusahaan-perusahaan pertanian. Dengan menyerahkan

alat-alat pertaniannya sebagai jaminan gadai dalam pemgambilan

kredit sama saja dengan bunuh diri. Apalah artinya kredit yang

diperoleh kalau alat-alat pertanian yang dibutuhkn untuk mengolah

tanah sudah berada dalam penguasaan kreditor. Terjadilah perbedaan

8https://www.bphn.go.id/data/documents/implementasi_jaminan_fidusia_dalam_pem

berian_kredit_di_indonesia..pdf

Page 38: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

29

kepentingan antara kreditor dan debitor yang cukup menyulitkan kedua

pihak. Untuk melakukan gadai tanpa penguasaan terbentur pada

ketentuan 1152 Ayat (2) BW yang melarangnya.

Untuk mengatasi hal tersebut dicarilah terobosan-terobosan dengan

mengingat kontruksi hukum yang ada, yaitujual beli dengan hak

membeli kembali dengan sedikit penyimpangan. Bentuk ini digunakan

untuk menutupi suatu perjanjian peminjaman dengan jaminan. Pihak

menjual (penerima kredit) menjual barangnya kepada pembeli

(pemberi kredit) dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu tertentu

penjual akan membeli kembali barang-barang itu dan yang penting

barang-barang tersebut akan tetap berada dalam penguasaan penjual

dengan kedudukan sebagai peminjam pakai. Untuk sementara hal ini

dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada waktu itu.

Tetapi hal itu bukan bentuk jaminan yang sebenarnya, tentu akan

timbul keragu-raguan dalam prakteknya.9

Keadaan seperti itu berlangsung terus sampai dikeluarkannya

keputusan oleh Hoge Raad (HR) Belanda tanggal 29 Januari 1929

yang terkenal dengan nama Bierbrouwerij Arrest. Kasusnya adalah

sebagai berikut: NV Heineken Bierbrouwerij Maatschappij

meminjamkan uang sejumlah f 6000 dari P. Bos pemilik warung kopi

“Sneek”, dengan jaminan berupa hipotek keempat atas tanah dan

bangunan yang digunakan Bos sebagai tempat usahanya. Untuk lebih

menjamin pelunasan utangnya, Bos menjual inventaris warungnya

kepada Bierbrouwerij dengan hak membeli kembali dengan syarat

bahwa inventaris itu untuk sementara dikuasai oleh Bos sebagai

peminjam pakai. Pinjam pakai itu yang akan berakhir jika Bos tidak

membayar utang pada waktunya atau bilamana Bos jatuh pailit.

Ternyata Bos benar-benar jatuh pailit dan hartanya diurus oleh kurator

9https://www.bphn.go.id/data/documents/implementasi_jaminan_fidusia_dalam_pem

berian_kredit_di_indonesia..pdf

Page 39: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

30

kepailitan Mr. AW de Haan), termasuk inventaris tadi. Bierbrouwerij

kemudian menuntut kepada kurator kepailitan untuk menyerahkan

inventaris tadi dengan sitaan revindikasi. Kurator menolak dengan

alasan bahwa perjanjian jaul beli dengan hak membeli kembali

tersebut adalah tidak sah, karena hanya berpura-pura saja. Dalam

gugatan rekonvensi kurator kepailitanmenurut pembatalan perjanjian

jual beli dengan hal membeli kembali tersebut.

3. Pengaturan Di Indonesia Sebelum Diundangkannya Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999

Pada abad ke-19, krisis yang terjadi di Eropa membawa imbas

pada Indonesia sebagai negara jajahan Belanda. Untuk mengatasi

masalah itu lahirlah peraturan tentang ikatan panen atau Oogstverband

(staatsblad 1886 Nomor 57). Peraturan ini mengatur mengenai

peminjaman hutang yang diberikan dengan jaminan atas barang-

barang bergerak, atau setidak-tidaknya kemudian menjadi barang

bergerak, sedangkan barang-barang itu tetap berada dalam kekuasaan

debitor. Seperti halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia

diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hooggerechtsh of

(HGH) tanggal 18 Agustus 1932.

Walaupun demikian, sebenarnya konsep constitutum possessorium

ini bukan hanya monopoli hukum barat saja. Kalau kita teliti dan

cermati, dalam hukum adat di Indonesia pun mengenal konstruksi yang

demikian. Misalnya tentang gadai tanah menurut hukum adat.

Penerima gadai biasanya bukan petani penggarap, dan untuk itu ia

mengadakan perjanjian bagi hasil dengan petani penggarap (pemberi

gadai). Dengan demikian pemberi gadai tetap menguasai tanah tetapi

bukan sebagai pemilik melainkan sebagai penggarap. Setelah adanya

keputusan HGH itu, fidusia selanjutnya berkembang dengan baik di

samping gadai dan hipotik.

Page 40: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

31

Dalam perjalanannya, fidusia telah mengalami perkembangan yang

cukup berarti. Perkembangan itu misalnya menyangkut kedudukan

para pihak. Pada zaman Romawi dulu, kedudukan penerima fidusia

adalah sebagai pemilik atas barang yang difidusiakan, akan tetapi

sekarang sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya berkedudukan

sebagai pemegang jaminan saja.10

Tidak hanya sampai di situ, perkembangan selanjutnya juga

menyangkut kedudukan debitur, hubungannya dengan pihak ketiga dan

mengenai objek yang dapat difidusiakan. Mengenai obyek fidusia ini,

baik Hoge Raad Belanda maupun Mahkamah Agung di Indonesia

secara konsekuen berpendapat bahwa fidusia hanya dapat dilakukan

atas barang-barang bergerak. Apalagi dengan berlakunya Undang-

Undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang

lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria) perbedaan

antara barang bergerak dan tidak bergerak menjadi kabur karena

undang-undang tersebut menggunakan pembedaan berdasarkan tanah

dan bukan tanah.

Sistem hukum adat dan sistem hukum perdata barat sangat

dominan mempengaruhi perkembangan hukum jaminan nasional,

antara lain bahwa dalam Hukum Adat membedakan benda dalam dua

golongan yaitu benda tanah dan benda bukan tanah, sedangkan hukum

Perdata Barat yaitu hukum Perdata yang diatur dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (BW) membagi benda dalam benda bergerak,

benda tidak bergerak dan benda tidak berwujud, perbedaan tersebut

sangat berpengaruh pada lembaga jaminan untuk jenis-jenis benda

tersebut di atas.11

10

https://www.bphn.go.id/data/documents/implementasi_jaminan_fidusia_dalam_pe

mberian_kredit_di_indonesia..pdf 11

Retnowulan Sutantio, Lembaga Jaminan Kredit dan Pelaksanaannya secara

Paksa, makalah dalam Seminar 150 Tahun Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata,(Jakarta: BPHN, 1999), h. 2

Page 41: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

32

Sebagaimana diungkapkan oleh Mochtar Kusuma Atmadja12

,

bahwa dalam rangka pembentukan hukum, maka kesepakan untuk

menetapkan hukum-hukum mana yang perlu diadakan menarik untuk

dibicarakan, sebagian pakar hukum berpendapat bahwa hukum

perikatan atau kontrak sudah sangat mendesak (urgent) untuk diganti,

sebagian pakar hukum lainnya berpendapat disamping hukum

perikatan juga sudah perlu diganti perihal hukum perorangan (Van

Personem), hukum kebendaaan (Van Zaken), hukum jaminan, dilain

pihak ada yang mengangap bahwa hukum waris nasional sudah

waktunya untuk digarap.

Dalam rangka menjaga terjadinya kekosongan hukum, maka

dirumuskanlah Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945,

dengan pasal tersebut berlakulah diantaranya, hukum jaminan yang

didasarkan pada hukum barat yang di atur dalam KUH Perdata dan

hukum Jaminan yang didasarkan pada hukum adat, selain hukum

jaminan yang didasarkan pada hukum islam, akan tetapi dalam

prakteknya pemakaian hukum jaminan didominasi oleh ketentuan yang

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Barat (BW),

walaupun secara lokal di wilayah tertentu berlaku pula hukum jaminan

yang didasarkan pada Hukum Adat setempat dan Hukum Islam,

sehingga dalam perkembangan pembentukan hukum jaminan nasional

pengaruh dari sistem hukum tersebut di atas mewarnai hukum jaminan

di Indonesia.

Dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (BW) hukum jaminan dikenal adanya jaminan secara

umum dan secara khusus, jaminan secara umum yaitu jaminan yang

timbul dari undang-undang, sedangkan jaminan secara khusus

merupakan jaminan yang timbul dari suatu perjanjian baik berupa

12

Mochtar Kusuma Atmadja, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Nasional,

makalah Lokakarya, (Jakarta: BPHN, 1999), h. 19

Page 42: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

33

perjanjian kebendaan maupun perjanjian perorangan, perjanjian-

perjanjian jaminan khusus tersebut sifatnya accessoir terhadap

perjanjian pokoknya. Dengan adanya jaminan umum, maka hukum

jaminan telah memberikan perlindungan berupa jaminan secara umum

kepada kreditur bagi pelunasan utang debitur, akan tetapi untuk

memberikan rasa aman (kepastian), maka dalam praktek sering dibuat

perjanjian jaminan, baik berupa perjanjian jaminan kebendaan maupun

jaminan perorangan.

Dilain pihak akselerasi perkembangan ekonomi dan dimamika

global berpengaruh pula terhadap perkembangan hukum jaminan di

Indonesia, maka dalam pembentukan hukum sebagaimana

dikemukakan oleh Mochtar Kusuma Atmadja13

, perkembangannya

lebih cenderung membuat Kodifikasi Partial (sebagian), sehingga

pemikiran untuk mengadakan kodifikasi konprehensip sudah

ditinggalkan, oleh karena itu dalam pembentukan dan pengembangan

hukum jaminan arahnya mengikuti kodifikasi parsial tersebut.

Selain itu dalam hubungannya dengan hukum jaminan, maka

akan terkait dengan hukum benda tanah dan benda bukan tanah,

sebagaimana dimaklumi bahwa dalam sistem hukum adat dianut asas

pemisahan horisontal, pada asas pemisahan horisontal prinsipnya

memisahkan kepemilikan benda tanah dan benda bukan tanah yang

melekat pada tanah tersebut, sehingga pemilik tanah tidak selalu

menjadi pemilik rumah, tanaman-tanaman yang ada di atas tanah14

,

sehingga dalam hukum jamiman baik hukum jaminan kebendaan

maupun jaminan perorangan idealnya digabungkan dalam suatu

Undang-Undang, alasannya meskipun jaminan perorangan merupakan

salah satu jenis perjanjian khusus, tetapi tetap merupakan bagian

13

Mochtar Kusuma Atmadja, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Nasional,

lokakarya, (Jakarta: BPHN, 1999), h. 19

14

BPHN, Naskah Akademis Peraturan perundang-undangan tentang Hukum

Benda, Hukum Jaminan dan Hukum Bertetangga, (Jakarta: BPHN, 1996), h. 70

Page 43: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

34

hukum jaminan, oleh karenanya dalam satu Undang-Undang yang

mengatur hukum jaminan akan diatur dan ditemui ketentuan jaminan

umum dan jaminan khusus, sehingga secara teoritis dalam hukum

jaminan akan tersusun secara sistematis adanya Ketentuan Umum,

Lembaga Jaminan Kebendaaan, Lembaga Jaminan Perorangan dan

Ketentuan Hukum Acara.

Perkembangan hukum nasional, dalam hal ini kaitannya dengan

perkembangan hukum jaminan, khususnya perkembangan lembaga

jaminan di Indonesia dapat diamati dari perubahan melalui

pembentukan Peraturan PerUndang-Undangan, hal ini terjadi karena

pertimbangan kebutuhan hukum, akibat dari percepatan perekonomian,

selain itu perubahan hukum diadakan karena negara-negara bekas

jajahan memiliki kesadaran tinggi untuk memperbaiki sistem

hukumnya, maka hukum jaminan dibutuhkan karena berkaitan dengan

aspek ekonomi, juga untuk kepastian hukum. Dilain pihak

perkembangan hukum jaminan, jika diamati dari sudut substansi

hukum walaupun ada kalanya menguntungkan menggunakan model-

model asing yang berupa konsepsi, proses-proses dan lembaga-

lembaga hukumnya, pada sisi lain ada juga yang menghambat karena

mungkin saja tidak sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat

dimana hukum itu akan diberlakukan, oleh karena itu diperlukan

melakukan adopsi terhadap hukum asli dari masyarakat yang

bersangkutan, oleh karenanya sangat perlu diadakan kombinasi

konsep-konsep, prosedur dan lembaga-lembaga hukum tersebut,

sehingga hukum jaminan di Indonesia, selain dapat diterima oleh

masyarakat asli, juga dapat mengimbangi pergaulan International.

Dengan demikian secara teoritis perkembangan hukum jaminan,

khususnya lembaga jaminan di Indonesia akan mencakup antara lain;

perkembangan substansi hukumnya; perkembangan lembaga jaminan;

perkembangan obyek (benda-benda) dan subyeknya; perkembangan

Page 44: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

35

prosedurnya yang berkaitan dengan pendaftaran, masa berlaku, hapus

dan eksekusinya serta berhubungan dengan perkembangan lembaga-

lembaga penunjang hukum jaminan di Indonesia.

Bentuk awal dari fiducia yang kita kenal sekarang ini ialah

fidusia cum creditore. Penyerahan hak milik pada fidusia cum kreditor

ini terjadi secara sempurna, sehingga penerima fidusia (kreditur)

berkedudukan sebagai pemilik yang sempurna juga. Sebagai pemilik

tentu saja ia bebas berbuat apa pun terhadap barang yang dimilikinya,

hanya saja berdasarkan fides ia berkewajiban mengembalikan hak

milik atas barang tadi kepada debitur pemberi fidusia, apabila pihak

yang belakangan ini telah melunasi utangnya kepada kreditur. Lebih

daripada itu tidak ada pembatasan-pembatasan lain dalam hubungan

fidusia cum kreditur. Hak milik di sini bersifat sempurna yang terbatas,

karena digantungkan pada syarat tertentu. Untuk pemilik fidusia, hak

miliknya digantungkan pada syarat putus (ontbindende voorwaarde).

Hak miliknya yang sempurna baru lahir jika pemberi fiduia tidak

memenuhi kewajibannya (wanprestasi) (Dr. A. Veenhoven).15

Pendapat tersebut tidak memberi kejelasan bagaimana

kedudukan pemegang fidusia selama syarat putus yang dimaksud

belum terjadi. Meskipun demikian tidak ada bedanya dengan akibat

dari jualbeli dengan hak membeli kembali, di mana kalau penjual

(debitur) tidak membeli kembali barangnya maka pembeli (kreditur)

menjadi pemilik barang yang telah dijual tadi. Lagi pula pendapat

tersebut bertentangan dengan system hukum jaminan di mana dalam

hukum jaminan tidak diperbolehkan seorang penerima jaminan

(kreditur) menjadi pemilik dari barang jaminan, bahkan setelah

debitur wanprestasi pun kreditur dilarang menjadi pemilik barang

jaminan. Setelah debitur wnprestasi, kreditur hanya berhak menjual

15

Tiong Oey Hoey, Fidusia sebagai jaminan unsur-unsur perikatan, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1984), h. 47

Page 45: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

36

secara umum barang jaminan dan hasil penjualan itu dipergunakan

untuk melunasi hutangnya. Pasal 1155 dan 1156 KUH Perdata

mengenai pelaksanaan hak kreditur atas barang jaminan apabila

debitur lalai memenuhi kewajibannya.

Dengan demikian, telah diakui pula bahwa dianalogkan

ketentuan-ketentuan tentang gadai dapat dipergunakan bagi fidusia.

Maka kedudukan kreditur selama debitur belum lalai memenuhi

kewajibannya ialah bahwa kreditur berkedudukan sebagai penerima

jaminan, hanya saja karena dijaminkan berupa hak milik maka reditur

dapat melakukan beberapa tindakan yang dipunyai oleh pemilik,

seperti pengawasan atas barang jaminan. Hal yang demikian itu

memang diperlukan, oleh karena kreditur sebagai penerima jaminan

hak milik tidak menguasasai sendiri barang jaminan melainkan

dibiturlah yang menguasasinya. Dengan demikian, kreditur sebagai

orang yang berkepentingan atas barang jaminan akan tetapi

kewenangan atas barang jaminan itu dikuasakan kepada debitur, sudah

sepatutnya mempunyai hak melakukan pengawasan atas barang

jaminan.

Penyerahan hak milik kepada kreditur dalam fiduciaire

eigendoms overdracht bukanlah suatu penyerahan hak milik dalam arti

yang sesungguhnya seperti halnya dalam jual beli dan sebagainya,

sehingga kreditur tidak akan menjadi pemilik yang penuh (volle

eigenaar), ia hanyalah seorang bezitloos eigenaar atas barang-barang

jaminan, dan karena sesuai dengan maksud dan tujuan perjanjian

tentang jaminan itu sendiri, kewenangan kreditur hanyalah setarap

dengan kewenangan yang dimiliki oleh seorang yang berhak atas

barang-barang jaminan. Bahwa kedudukan kreditur penerima fidusia

itu adalah sebagai pemegang jaminan, sedangkan kewenangan sebagai

pemilik yang dipunyainya ialah kewenangan yang masih berhubungan

Page 46: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

37

dengan jaminan itu sendiri, oleh karena itu, dikatakan pula

kewenangannya sebagai pemilik terbatas.

Pengawasan dari kreditur terhadap barang jaminan yang

dikuasai oleh debitur, secara teoritis hal itu sulit dilakukan apalagi

kalau debiturnya ada beberapa seperti halnya pada bank. Terhadap

fidusia barang-barang yang difidusiakan dikuasai debitur untuk

dipergunakan sendiri bukan untuk dipindahtangankan kepada pihak

lain, sehingga jumlahnya tetap dan pengawasan terhadap barang-

barang tersebut relatif lebih mudah dibandingkan pada fidusia terhadap

barang-barang perdagangan dimana jumlahnya sesalu berubah karena

pemindahtanganan. Akan tetapi, cara pengawasannya adalah sama,

yaitu bahwa jumlah barang-barang yang ada pada tiap-tiap waktu

tertentu (tiap bulan misalnya) harus lebih besar dari pada sisa kredit

yang menjadi tanggungan dibitur.

Dalam fidusia, debitur melalui penyerahan secara constitutum

possessorium tetap menguasai barang jaminan. Mengenai penguasaan

ini pun dapat kita bagi menjadi dua bagian, yang pertama kalau yang

difidusiakan adalah barang-barang inventaris maka debitur menguasai

barang jaminan atas dasar perjanjian pinjam pakaidengan kreditur,

yang kedua kalau yang difidusiakan adalah barang-barang dagangan

maka debitur menguasai barang jaminan atas dasar konsinyasi

(consignatie) atau penitipan.

Pada bentuk yang pertama (pinjam pakai) debitur tidak diberi

kekuasaan untuk mengalihkan atau menjual barang jaminan sedangkan

pada bentuk yang kedua ia diberi kekuasaan untuk itu akan tetapi hasil

penjualan sebagian atau seluruhnya (menurut yang diperjanjikan)

harus disetorkan kepada kreitur. Kedua bentuk ini logis sekali kalau

diingat bahwapada barang inventaris diperlukan debitur untuk pakai

saja sedangkan barang dagangan justru ia diperlukan untuk

Page 47: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

38

mengalihkan (misalnya dijual) sehingga sudah seharusnya kekuasaan

untuk itu diberikan kepada debitur. Apabila terjadi penjualan atas

barang inventaris yang dijaminkan secara fidusia maka pembeli

dilindungi sesuai pasal 1977 KUH Perdata.

Konsekuensi logis dari hal tersebut ialah pihak ketiga boleh

menganggap bahwa pihak yang menguasasi barang (bergerak) sebagai

pemilik dan tidak ada kewajiban bagi pihak ketiga untuk menyelidiki

terlebih dahulu apakah benar pihak yang menguasai itu benar-benar

pemilik. Dengan demikian, jual beli yang dilakukan antara debitur

dengan pihak ketiga adalah sah. Kreditur dalam hal demikian dapat

dianggap wanprestasi dan selanjutnya ia dapat membatalkan perjanjian

pemberian kredit serta mewajibkan debitur melunasi utangnya secara

sekaligus. Jika debitur melakukan penyerahan secara constitutum

possessorium sekali lagi kepada pihak ketiga sehingga barang yang

dikuasai oleh debitur dijaminkan secara fidusia terhadap dua kreditur.

Bahwa penyerahan barang bergerak yang dilakukan oleh bukan

pemiliknya kepada seorang penerima yang beritikad baik adalah sah.

Tetapi suatu penyerahan tidak nyata (constitutum possessorium) dapat

dibenarkan jika orang yang menyerahkan barang tersebut mempunyai

kekuasaan untuk menyerahkannya atas dasar suatu hubungan hukum

dengan pihak lain.16

Kreditur dalam suatu perjanjian utang piutang

dengan jaminan fidusia dapat dikatakan tidak mungkin untuk

menyelidiki terlebih dahulu apakah debitur benar-benar pemilik

artinya orang yang dapat bertindak bebas atas barang-barang yang

dijaminkan itu, terutama karena barang-barang yang dijaminkan itu

berupa barang bergerak. Kreditrur dalam pada itu hanya dapat

meminta kepada debitur untuk berjanji bahwa ia adalah benar-benar

orang yang berhak untuk berbut bebas atas barang yang dijaminkan

itu.

16

Tiong Oey Hoey, Fidusia sebagai jaminan unsur-unsur perikatan, ... h. 56

Page 48: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

39

Selaku peminjam pakai suatu barang debitur secara umum

berkewajiban memelihara barang jaminan artinya selaku seorang

pemilik barang memelihara barangnya sendiri. Kewajiban lain ialah

bahwa pada barang-barang inventaris ia harus menjaga agar

jumlahnya tidak berkurang, sedangkan pada barang-barang

perdagangan ia harus menjaga agar sisa barang tersebut melebihi nilai

kredit yang masih tersesi, sampai jumlah tertentu sesuai dengan apa

yang diperjanjikan.

Kadang-kadang, kreditur tentunya meminta agar barang-barang

jaminan yang dikuasai debitur itu diasuransikan, atau mungkin pula

kreditur yang mengasuransikan tetapi premi asuransi tetap dibayar oleh

debitur. Kalau dilihat kewajiban-kewajiban tersebut di atas dapatlah

kita katakana bahwa debitur berkewajiban menganggung semua biaya

pengelolaan barang jaminan, kreditur hanya “terima bersih” saja.

Kewajiban-kewajiban yang demikian itu dapat kita maklumi, karena

secara sosial ekonomis pihak debiturlah yang berkepentingan atas

barang bersebut. Kreditur hanya berkepentingan atas pembayaran

kembali apa yang telah dituangkan kepada debiturnya.

Tingginya posibilitas yang paling banyak terjadi adalah

kepailitan debitor dengan adanya kepailitan ini maka semua hutang si

debitor menjadi dapat ditagih. Adanya kepailitan debitor, mewajibkan

penyelesaikan hubungan hukum antara debitor dan kreditor, bukan

hanya segi obligatoir juga segi zakelijk. Mengenai perjanjian fidusia

tersebut bersifat obligatoir atau zakelijk membawa serta akibat hukum

dan cara penyelesaian yang berbeda, manakala terjadi kepailitan pada

debitor. Jika kita berpegang pada pendapat bahwa perjanjian fidusia

merupakan perjanjian obligatoir, maka perjanjian tersebut hanya

melahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat

dipertahankan antara mereka saja, tidak berlaku atau tidak dapat

dipertahankan terhadap pihak ketiga. Maka konsekuensinya jika terjadi

Page 49: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

40

kepailitan debitor, maka benda-benda jaminan yang berada pada

debitor, karena penyerahan secara constitutum possessorium, berada di

luar kepailitan. Kreditor mempunyai hak sepenuhnya terhadap benda

tersebut untuk pemenuhan piutangnya. Kreditor mempunyai hak

sepenuhnya terhadap benda tersebut untuk pemenuhan piutangnya.

Kreditor tidak terikat kepada ketentuan-ketentuan yang bersifat

zakelijk sebagaimana berlakupada gadai dan hipotik.17

Cara pemenuhan piutangnya dan cara penyelesaian hubungan

hukumnya dalam kepailitan tersbut tergantung pada ketentuan-

ketentuan sebagaimana telah diperjanjikan antara para pihak. Misalnya

saja sikreditor dapat menahan benda jaminan tersebut, kemudian

diperhitungkan selisih harganya benda jaminan dengan jumlah

piutangnya, atau menjual benda jaminan tersebut secara di bawah

tangan atau dimuka umum, kemudian setelah diperhitungkan dengan

piutangnya, sisanya dikembalikan pada debitor.

Namun, bagi mereka yang berpendapat bahwa perjanjian

fiducia itu melahirkan hak yang zakelijk bagi kreditor, maka hak

zakelijk tersebut dapat dipertahankan terhadap pihak ketiga, dan

benda-benda jaminan yang berada pada debitor masuk dalam boedel

kepailitan. Untuk pemenuhan piutangnya kreditor dapat bertindak

terhadap benda-benda jaminan tersebut seolah-olah tidak terjadi

kepailitan.

Dia adalah “separatist” yaitu tergolong kreditor yang

mempunyai kedudukan terkuat, seperti halnya pemegang gadai dan

hipotik, yang pemenuhan piutang-piutangnya harus lebih didahulukan

dari kreditor-kreditor yang lainnya. Menurut ketentuan undangundang,

pemegang gadai dan hipotik, jika terjadi kepailitan dari debitor dapat

ditetapkan melaksanakan haknya seperti seolah-olah tidak terjadi

17

https://www.bphn.go.id/data/documents/implementasi_jaminan_fidusia_dalam_pe

mberian_kredit_di_indonesia..pdf

Page 50: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

41

kepailitan. Kedudukan pemegang fidusia dalam kepailitan adalah sama

dengan kedudukan pemegang gadai dan hipotik, yang melaksanakan

janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri terhadap benda-benda

jaminan manakala debitor tidak memenuhi kewajibannya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 57 Undang-Undang Kepailitan,

kreditor harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu 2

(dua) bulan, terhitung sejak mulai insolvasi. Jika ketentuan tersebut

tidak dilaksanakan oleh kreditor, maka curator kepailitan berhak

menjual benda-benda jaminan tersebut dengan memperhitungkan

piutang dari kreditor dari hasil penjualan tersebut.

Namun benda-benda jaminan tidak mencukupi untuk

pemenuhan piutang kreditor, maka dalam keadaan demikian seperti

halnya dengan pemegang gadai, ia berhak untuk bagian piutang yang

belum terpenuhi itu bertindak sebagai kreditor konkurent. Jika

perjanjian fiducia ini dianggap menimbulkan hak yang bersifat

zakelijk, maka kosekuensinya adalah hak hak atas benda jaminan itu

dapat dipertahankan terhadap pihak ketiga, jadi juga terhadap curator

kepailitan. Curator kepailitan tidak dapat menarik benda-benda

tersebut (revindikatei) dari kekuasaan debitor, selama debitor tetap

emenuhi kewajibannya dengan baik, yaitu membayar hutang-

hutangnya kepada kreditor.

Debitor masih tetap dapat menguasai bendanya, memakainya,

mempertahankannya terhadap curator dan para kreditor si pailit.

Benda-benda tersebut jatuh dalam boedel kepailitan. Pada saat

terjadinya kepailitan kreditor, jika di debitor melunasi hutang-

hutangnya, maka ia akan mempeeroleh kembali bendanya yang

dipakai sebagai jaminan. Jika debitor pada saat kepailitan kreditor

tidak melunasi hutanghutangnya, maka curator kepailitan dapat

Page 51: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

42

menjual benda-bendanya, kemudian sisanya setelah diperhitugnkan

dengan huangnya dikembalikan kepada debitor.

Pendapat lain yang beranggapan bahwa perjanjian fidusia itu

melahirkan hak-hak yang bersifat pribadi (personlijk/obligatoir) dan

merupakan perjanjian yang obligatoir, menyatakan bahwa kreditor

adalah pemilik benda-benda jaminan. Pihak ketiga tidak berurusan

dengan benda jaminan tersebut.

Perjanjian fidusia merupakan perjanjian khusus yang berbeda

dengan gadai. Ciri-ciri khusus yang ada dalam gadai tidak terdapat

dalam fidusia, oleh karena itu dalam kepailitan ketentuan-ketentuan

yang bersifat memaksa tidak dapat diterapkan. Ciri khusus dari hak

eigendom pada fidusia, yang membedakannya dengan gadai ialah cara

kreditor melaksanakan penahanan piutangnya terhadap debitor, yaitu

dapat menguasai/menahan bendanya dengan mengganti harga transaksi

tersebut. Karena perjanjian fidusia merupakan perjanjian yang

bertimbal balik terhadap perjanjian yang bertimbal balik telah ada

undang-undang kepailitan. Dalam hal ini telah ada ketentuan

penyesesaian secara cepat jika terjadi kepailitan kreditor.

C. Prinsip-Prinsip Hukum Jaminan Fidusia

Dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Fidusia

menyatakan, bahwa jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda

bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan,

yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi

pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Sebagai suatu

Page 52: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

43

perjanjian accessoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat-sifat

berikut:18

1. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok: Jaminan Fidusia

terikat dengan perjanjian pokok, sehingga jaminan fidusia bersifat

accessoir dan mengikuti perjanjian dasar, sehingga batalnya

perjanjian dasar secara hukum akan membatalkan perjanjian

accessoir yang mengikuti perjanjian dasar tersebut.

2. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya

perjanjian pokok.

3. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika

ketentuan yang diisyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau

tidak terpenuhi.

Adapun sifat mendahului (droit de preference) dalam

jaminan fidusia sama halnya seperti hak agunan kebendaan lainnya

seperti gadai yang diatur dalam Pasal 1150 KUH Perdata, hak

tanggungan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

Tentang Hak Tanggungan, maka jaminan fidusia menganut prinsip

droit de preference. Sesuai ketentuan Pasal 28 Undang-Undang

Fidusia, prinsip ini berlaku sejak tanggal pendaftaran pada Kantor

Pendaftaran Fidusia. Jadi di sini berlaku adagium “first registered

first secured”.19

Droite de suite jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang

menjadi obyek jaminan dalam tangan siapapun benda tersebut

berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi

obyek jaminan fidusia.Ketentuan ini merupakan pengakuan atas

18

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Bandung: Raja

Grafindo Persada, 2003), h. 123-124

19

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, … h. 124

Page 53: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

44

prinsip droite de suite yang telah merupakan bagian peraturan

perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak

mutlak atas kebendaan (in rem).20

Fidusia sebagai jaminan diberikan dalam bentuk perjanjian

memberikan pinjaman uang, kreditur mencantumkan dalam

perjanjian itu bahwa debitur harus menyerahkan barang-barang

tertentu sebagai jaminan pelunasan hutangnya.Sehingga dalam

perjanjian fidusia kreditur memperjanjikan kuasa/kewenangan

mutlak dalam arti bisa ditarik kembali dan tidak akan berakhir atas

dasar sebab-sebab sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1813 KUH

Perdata untuk dalam hal ini debitur wanprestasi:21

1. Mengambil sendiri benda fidusia ditangan debitur/pemberi

fidusia kalau debitur/pemberi jaminan atas tuntutan dari

kreditur tidak secara sukarela menyerahkan benda fidusia

kepada kreditur;

2. Menjual benda tersebut sebagai haknya sendiri, baik secara di

bawah tangan maupun di depan umum, dengan harga dan

syarat-syarat yang dianggap baik oleh lembaga pembiayaan;

3. Dalam hal ada penjualan, menandatangani akta perjanjiannya

menerima hasil penjualan tersebut, menyerahkan benda fidusia

kepada pembeli dan memberikan tanda penerimaannya.

Sehingga perikatan yang menimbulkan perjanjian jaminan

fidusia mempunyai sifat/karekteristik sebagai berikut:22

20

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, … h. 125

21

J. Satrio, Hukum Jaminan Kebendaan Fidusia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

2002), h. 132

22

Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1984), h. 32-33

Page 54: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

45

a. Hubungan perikatan berdasarkan mana kreditur berhak

unutuk menuntut penyerahan barang jaminan secara

constitutum possesorium dari debitur, yang berkewajiban

memenuhinya;

b. Isi perikatan itu adalah untuk memberi sesuatu, karena

debitur menyerahkan suatu barang secara constitutum

possesorium kepada kreditur;

c. Perikatan itu mengikuti suatu perikatan lain yang telah ada,

yaitu perikatan pinjam-meminjam antara kreditur dan

debitur. Perikatan antara pemberi dan penerima fidusia

dengan demikian merupakan perikatan yang sifatnya

accessoir, yakni merupakan perikatan yang membuntuti

perikatan lainnya sedangkan pokoknya ialah hutang

piutang;

d. Perikatan fidusia dengan demikian merupakan perikatan

dengan syarat batal, karena kalau utangnya dilunasi maka

hak jaminannya hapus;

e. Perikatan fidusia itu terjadi karena perjanjian pemberian

fidusia sebagai jaminan sehingga dapat dikatakan bahwa

sumber perikatannya adalah perjanjian, yakni perjanjian

fidusia;

f. Perjanjian itu merupakan perjanjian yang tidak dikenal oleh

KUH Perdata, oleh karena itu ia disebut juga perjanjian

tidak bernama innominat atau onbenoemde overeenkomst;

g. Perjanjian tersebut tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan

umum tentang perikatan yang terdapat dalam KUH Perdata.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

tersebut benda yang menjadi obyek fidusia umumnya merupakan benda-

Page 55: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

46

benda bergerak yang terdiri dari benda inventory, benda dagangan,

piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Namun sejak

berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, pengertian jaminan

fidusia diperluas sehingga yang menjadi obyek jaminan fidusia mencakup

benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud serta benda

tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan menurut

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Benda yang menjadi obyek jaminan fidusia adalah benda yang

dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya, baik benda itu berwujud

maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak

maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan

atau hipotik.23

Apabila kita memperhatikan pengertian benda yang dapat menjadi

obyek jaminan fidusia tersebut, maka yang dimaksud dengan benda adalah

termasuk juga piutang (account receivebles). Khusus mengenai hasil dari

benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, undang-undang mengaturnya

dalam Pasal 10 Undang-Undang Fidusia disebutkan, bahwa jaminan

fidusia meliputi semua hasil dari benda jaminan fidusia tersebut dan juga

klaim asuransi kecuali diperjanjikan lain.

Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia harus

disebut dengan jelas dalam akta jaminan fidusia, baik identifikasi benda

tersebut maupun penjelasan surat bukti kepemilikannya dan bagi benda

inventory yang selalu berubah-ubah dan atau tetap harus dijelaskan jenis

benda dan kualitasnya. Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau

lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang baik yang telah ada pada

saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.Pembebanan

23

Himpunan Peraturan PerUndang-Undangan di Bidang Jaminan Fidusia,

Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum, (Dep

Hukum dan HAM RI, 2002), h. 3

Page 56: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

47

jaminan atas benda atau piutang yang diperoleh kemudian tidak perlu

dilakukan dengan perjanjian tersendiri.

D. Proses Terjadinya Jaminan Fidusia

Perjanjian jaminan fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 dilaksanakan melalui 2 (dua) tahap, yaitu tahap pembebanan

dan tahap pendaftaran jaminan fidusia. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1)

Undang-Undang Fidusia dinyatakan:

“Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan Akta

Notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.

Akta Notaris merupakan salah satu wujud akta otentik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata. Setelah tahapan pembebanan

dilaksanakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Fidusia Nomor 42

Tahun 1999 akta perjanjian jaminan fidusia tersebut diwajibkan untuk

didaftarkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang

Fidusia, yang menyatakan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan

fidusia wajib didaftarkan”.

Adapun tata cara pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan oleh

penerima fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia sehubungan adanya

permohonan pendaftaran jaminan fidusia oleh penerima fidusia, diatur

lebih lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000

Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia:

a. Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa

atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan jaminan fidusia yang

memuat;

1) Identitas pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia yang meliputi

nama, agama, tempat tinggal/tempat kedudukan, tempat dan tanggal

lahir, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan;

Page 57: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

48

2) Tanggal dan nomor akta jaminan, nama dan tempat kedudukan

Notaris yang membuat akta jaminan fidusia;

3) Data perjanjian pokok;

4) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;

5) Nilai penjaminan dan;

6) Nilai benda yang menjdi obyek jaminan fidusia.

Pejabat Pendaftaran Jaminan Fidusia setelah menerima permohonan

tersebut memeriksa kelengkapan persyaratan permohonan.Apabila tidak

lengkap, harus langsung dikembalikan berkas permohonan tersebut.

b. Apabila sudah lengkap, Pejabat Pendaftaran Fidusia memberikan

sertipikat jaminan fidusia dan menyerahkan kepada pemohon yang

dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pencatatan

permohonan pendaftaran jaminan fidusia.

c. Apabila terdapat kekeliruan penulisan dalam sertipikat jaminan fidusia,

dalam waktu 60 hari setelah menerima sertipikat jaminan fidusia

pemohon memberitahu kepada Kantor Pendaftaran Fidusia untuk

ditertibkan sertipikat perbaikan. Sertipikat jaminan fidusia ini memuat

tanggal yang sama dengan tanggal sertipikat semula.

Dengan didaftarnya akta perjanjian fidusia, maka Kantor

Pendaftaran Fidusia akan mencatat akta jaminan fidusia dalam Buku

Daftar Fidusia dan kepada kreditur diberikan Sertifikat Jaminan

Fidusia. Saat pendaftaran akta pembebanan fidusia adalah melahirkan

jaminan fidusia bagi pemberi fidusia, memberikan kepastian kepada

kreditur lain mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia dan

memberikan hak yang didahulukan terhadap kreditur dan untuk

Page 58: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

49

memenuhi asas publisitas karena kantor Pendaftaran Fidusia terbuka

untuk umum.24

Jika terjadi perubahan atas data yang tercantum dalam sertipikat

Jaminan Fidusia, maka penerima fidusia wajib mengajukan

permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut ke Kantor Pendaftaran

Fidusia. Suatu yang sangat menguntungkan bagi kreditur penerima

jaminan fidusia adalah bahwa Sertipikat Jaminan Fidusia mengandung

kata-kata yang biasa disebut irah-irah, “DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” sebagaimana

ketentuan dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Fidusia.

E. Hapusnya Jaminan Fidusia

Dalam setiap perjanjian pasti ada masa berakhirnya, Pemberian

jaminan fidusia bersifat accessoir terhadap perjanjian pokok dalam hal ini

perjanjian kredit.Apabila kredit dan kewajiban yang terkait dengan

perjanjian kredit telah dilunasi maka perjanjian kredit juga hapus, dengan

hapusnya perjanjian maka jaminan fidusia hapus.Ketentuan hapusnya

jaminan fidusia berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) Undang-Undang Jaminan

Fidusia, yaitu :

Jaminan fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut :

1. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia ;

2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia atau ;

3. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tidak

menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud Pasal 10 huruf b,

yaitu jaminan fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang

24

Purwahid Petrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Refisi dengan UUHT,

Fakultas UNDIP, (Semarang, 2001), h. 41

Page 59: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

50

menjadi obyek jaminan fidusia diasuransikan. Apabila jaminan fidusia

hapus penerima fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran

Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia, sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) Undang-Undang Fidusia dengan melampirkan pernyataan

mengenai hapusnya utang, pelepasan hak atau musnahnya benda yang

menjadi obyek jaminan fidusia tersebut.

Dengan hapusnya jaminan fidusia Kantor Pendaftaran Fidusia

mencoret pencatatan jaminan fidusia dari Buku Daftar Fidusia, selanjutnya

Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang

menyatakan bukti pendaftaran yang bersangkutan tidak berlaku lagi.25

F. Eksekusi Jaminan Fidusia

Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, dengan Sertipikat

Jaminan Fidusia bagi kreditur selaku penerima fidusia akan mempermudah

dalam pelaksanaan eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia, pelaksanaan titel eksekutorial dari sertipikat Jaminan Fidusia

sebagaimana dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Fidusia dapat

dilakukan dengan cara:26

1. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia;

2. Penjualan benda yang menjadi obyek fidusia atas kekuasaan penerima

fidusia sendiri melalui pelelangan umum, serta mengambil pelunasan

piutangnya dari hasil penjualan;

3. Penjualan di bawah tangan dilakukan berdasarkan kesepakatan antara

pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat

diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Sedangkan

25

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2007), h. 318

26

Purwahid Patrik dan kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi dengan UUHT, …

h. 46

Page 60: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

51

dalam ruang lingkup pengadilan di Indonesia eksekusi ada 2 (dua)

bentuk, yakni:27

a) Eksekusi riil adalah yang hanya mungkin terjadi berdasarkan

putusan pengadilan untuk melakukan suatu tindakan nyata atau riil

yang:

1) telahmemperoleh kekuatan hukum tetap;

2) bersifat dijalankan terlebih dahulu;

3) bebentuk provisi dan;

4) berbentuk akta perdamaian di sidang pengadilan.

b) Eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasarkan atas

bentuk akta yang gunanya untuk melakukan pembayaran sejumlah

uang yang oleh undang-undang disamakan nilainya dengan

putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap berupa:

1) Grose akta pengakuan utang;

2) Grose akta hipotik;

3) Grose akta credit verband.

Dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, pemberi

fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia.Apabila pemberi fidusia tidak menyerahkannya pada waktu

eksekusi dilaksankan, penerima fidusia berhak mengambil benda yang

menjadi obyek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan

pihak yang berwenang. Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap

benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan

dengan ketentuan tersebut di atas, batal demi hukum.

Dalam hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia

wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia, namun

apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur

tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.

27

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Grose Akta Dalam

Pembuktian dan Eksekusi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 119-120

Page 61: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

52

Dalam kasus yang penulis teliti debitur telah melakukan pinjaman

kredit kepada bank mandiri akan tetapi debitur tidak dapat memenuhi

kewajibannya/melunasi kewajibannya. Namun dipertengahan angsuran

debitur mengalami kredit macet sehingga tidak bisa membayar hingga

waktu yang ditentukan yang mana disebabkan karena adanya kemerosotan

ekonomi bahwa debitur telah di PHK, dengan alasan tersebut bank

melakukan upaya penyelesaian dengan cara restrukturisasi kredit.

Dalam hal ini bank mandiri memberika keringanan riwayat

kemampuan dari debitur dan kreditur tidak pernah melakukan kesalahan di

dalam bank mandiri tersebut. Maka dari itu bank mandiri memberikan

kelonggaran waktu terhadap debitur. Kreditur juga melihat itikad baik

terhadap debitur yang ingin membayar hutangnya, sehingga meskipun

statusnya debitur kredit macet. Namun debitur tetap diberikan jaminan

fidusia oleh pihak kreditur/bank.

Tidak menutup bagi seorang debitur yang mengalami kredit macet

untuk mendapatkan fasilitas kredit pada bank mandiri, karena bank

mandiri masih dapat mentoleransi nasabah yang mengalami kredit macet

jika memang terdapat objek jaminan yang dapat dijadikan sebagai jaminan

fidusia dalam pemberian krdit.

Page 62: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

53

BAB IV

JAMINAN FIDUSIA DAN PERMASALAHAN PADA PT BANK MANDIRI

AREA KISAMAUN TANGERANG

A. Pelaksanaan Prosedur Pemberian Kredit Dengan Jaminan Fidusia

Pada Bank Mandiri

Dalam pemberian kredit yang terjadi pada bank mandiri terdapat

beberapa prosedur yang harus dipenuhi. Segala prosedur yang ada

dilakukan bertujuan agar kredit yang diberikan memiliki kepastian hukum

yang jelas. Salah satu prosedur yang harus dipenuhi ialah pengenalan

karakter calon debitur yang akan memperoleh fasilitas kredit. Pengenalan

karakter ini merupakan salah satu prinsip pada perbankan sebelum

diberikannya fasilitas-fasilitas perbankan. Prinsip pengenalan karakter ini

bertujuan untuk melihat segi kepribadian nasabah, hal ini bila dilihat dari

hasil wawancara antara Customer Service kepada nasabah yang hendak

mengajukan krdit, mengenai latar belakang, kebiasaan hidup, pola hidup

nasabah, dan lain-lain. Inti dari prinsip Character ini ialah menilai calon

nasabah apakah bisa dipercaya dalam menjalani kerjasama dengan baik.

Dengan adanya kerjasama yanag baik, maka akan meminimalisir

terjadinya kredit macet. Kredit macet biasanya terjadi karena kurangnya

keinginan yang serius dalam pelunasan kredit. Selain itu iktikad yang

kurang baik dari debitur juga menjadi penyebab kredit macet. Padahal

sesuai dengan teori kepastian hukum iktikad baik merupakan hal yang

perlu ada, baik pra kontrak maupun dalam pelaksanaan kontrak.

Pengenalan debitur yang menjadi analisa dalam kredit menjadi hal

yang penting karena jika mengabaikan aspek analisa yang baik atau

menurunkan tingkat kehati-hatiannya. Akan menimbulkan kredit macet

dikemudian hari. Faktor lain yang menjadi penyebab pada kredit macet

antara lain lemahnya administrasi, penyimpangan prosedur, kelemahan

analisa kredit.

Untuk menghindari terjadinya penyimpangan prosedur, lemahnya

administrasi dan kelemahan analisa kredit. Bank mandiri melakukan BI

Page 63: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

54

Checking sebelum memberikan kredit guna mengenali kepribadian

nasabah. Tentang bagaimana riwayat debitur/nasabah di Bank Mandiri.

Apabila debitur memiliki riwayat yang kurang baik di Bank Mandiri.

Tentu bank sebagai kreditur enggan memberikan kredit pada debitur guna

menghindari hal-hal yang buruk terjadi seperti yang pernah terjadi. Namun

apabila riwayat debitur di Bank Mandiri tercatat sebagai nasabah yang

baik maka hal ini tentu mempermudah debitur untuk memperoleh fasilitas

kredit.

Dalam jaminan fidusia, hak kepemilikan berada di pihak keditur. Maka

dari itu jaminan berupa BPKB dan STNK harus dipastikan benar bahwa

keduanya merupakan bukti sah milik debitur. Hal ini juga bertujuan agar

BPKB yang dijaminkan bukanlah milik pihak lain. BPKB dan STNK

disesuaikan dengan KTP debitur. Pada praktiknya prosedur selanjutnya

yang diterapkan oleh Bank Mandiri yaitu pengecekan pajak kendaraan,

photo fisik kendaraan, dan penggesakan nomor rangka mesin.

Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam

pelaksanaan prosedur pemberian kredit dengan menggunakan jaminan

fidusia kepada kreditur/bank, antara lain:1

1. Pemberian pasilitas kredit yang diberikan ke calon debitur umumnya

dilakukan BI Checking untuk mengetahui karakter calon debitur yang

akan diberikan fasilitas kredit;

2. Mengecek secara data apakah kendaraan tersebut benar-benar pemilik

calon debitur, pengecekan ini bisa di lihat dari BPKB (Buku Pemilik

Kendaraan Bermotor) dan STNK yang di sesuaikan dengan KTP

debitur;

3. Pengecekan pajak kendaran masih hidup atau sudah mati karena kalau

pajak kendaraan yang akan dijaminkan mati tidak dapat dilakukan

pencairan dana dan tidak bisa dilakukan fidusia;

1Data Hasil Wawancara dengan Bapak ependi Manager Bank Mandiri, Pada

Tanggal 19 Desember 2018, Pukul 11.00 WIB.

Page 64: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

55

4. Photo fisik kendaraan antara pejabat bank yang diberikan kewenangan

dengan calon debitur yang tampak dari depan, samping dan belakang

kendaraan tersebut;

5. Menggesek nomor mesin dan nomor rangka kendaraan;

6. Setelah pejabat bank melaksanakan verifikasi di atas, maka pihak bank

akan mengirimkan BPKB dan data debitur ke pihak notaris untuk

melakukan fidusia;

7. Hasil verifikasi dari pejabat bank dan fidusia dari notaris discan dan

dikirim ke bagian approve setelah itu dilakukan tanda tangan

perjanjian kredit sebagai akhir dari tahap pencairan.

Berdasarkan prosedur yang dilakukan oleh bank mandiri kepada

debitur yang akan mendapatkan kredit sesuai ketentuan yang ada

berdasarkan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan, yang Bank wajib mempunyai keyakinan bedasarkan

analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan

nasabah/debitur yang melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan.

Analisis tersebut mencakup watak, kemampuan, modal agunan dan

prospek usaha nasabah/debitur.

Dalam pemberian kredit terdapat prinsip 5C pada perbankan, yaitu:2

a. Character

Prinsip ini dilihat dari segi kepribadian nasabah. Hal ini bisa

dilihat dari hasil wawancara antara Customer Service kepada

nasabah yang hendak mengajukan kredit, mengenai latar belakang,

kebiasaan hidup, pola hidup nasabah, dan lain-lain. Inti dari prinsip

Character ini ialah menilai calon nasabah apakah bisa dipercaya

dalam menjalani kerjasama dengan baik.

b. Capacity

2https://www.google.com/amp/s/www.cermati.com/artikel/amp/prinsip-5c-bank-

dan-cara-kredit-anda-diterima.

Page 65: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

56

Prinsip ini adalah yang menilai nasabah dari kemampuan

nasabah dalam menjalankan keuangan yang ada pada usaha yang

dimilikinya. Apakah nasabah tersebut pernah mengalami sebuah

permasalahan keuangan sebelumnya atau tidak, dimana prinsip ini

menilai akan kemampuan membayar kredit nasabah terhadap bank.

c. Capital

Yakni terkait akan kondisi aset dan kekayaan yang dimilki,

khususnya nasabah yang mempunyai sebuah usaha. Capital

dinilai dari laporan tahunan perusahaan yang dikelola oleh

nasabah, sehingga dari penilaian tersebut, pihak bank dapat

menentukan layak atau tidaknya nasabah tersebut mendapat

pinjaman, lalu seberapa besar bantuan kredit yang akan

diberikan.

d. Collateral

Prinsip ini perlu diperhatikan bagi para nasabah ketika

mereka tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam

mengembalikan pinjaman dari pihak bank. Jika hal demikian

terjadi, maka sesuai dengan ketentuan yang ada, pihak bank

bisa saja menyita aset yang telah dijanjikan sebelumnya

sebagai sebuah jaminan.

e. Condition

Prinsip ini dipengaruhi oleh faktor di luar dari pihak bank

maupun nasabah. Kondisi perekonomian suatu daerah atau

Negara memang sangat berpengaruh kepada kedua belah pihak,

di mana usaha yang dijalankan oleh nasabah sangat tergantung

pada kondisi perekonomian baik mikro maupun makro,

sedangkan pihak bank menghadapi permasalahan yang sama.

Untuk memperlancar kerjasama dari kedua belah pihak, maka

penting adanya untuk memperlancar komunikasi antara

nasabah dengan bank.

Page 66: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

57

Dalam suatu perjanjian telah tercapai antara pihak Bank dan kreditur,

yang mana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sah perjanjian yaitu adanya

kesepakatan, kecakapan para pihak, objek yang diperjanjikan, sebab yang

halal. Dalam perjanjian kredit ini, terdapat perjanjian tambahan yang bersifat

accesoir, dimana debitur menjaminkan kepemilikan kendaraan kepada pihak

kreditur yang ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999 Tentang Jaminan Fidusia.

B. Permasalahan Dalam Pemberian Kredit Yang Menggunakan

Jaminan Fidusia di Bank Mandiri

Penggunaan jaminan fidusia merupakan salah satu kegiatan yang

paling sering dijadikan sebagai alternatif dibandingkan jaminan yang lain.

Disebabkan karena kemudahan prosedurnya dan juga objek jaminan yang

masih dapat dipergunakan meski kepemilikannya dijadikan jaminan.

Namun seringkali kemudahan-kemudahan yang diberikan, tidak jarang

terdapat hambatan-hambatan serta permasalahan yang timbul.

Pada dasarnya meski hak kepemilikan berada di pihak kreditur, akan

tetapi objek yang dijaminkan masih berada di pihak debitur. Meski hal ini

menguntungkan bagi debitur yang masih bisa memanfaatkan objek

tersebut, juga menimbulkan kecemasan bagi kreditur dimana debitur bisa

saja menghilangkan objek jaminan. Sehingga akan menimbulkan ketidak

pastian hukum bilaman pengalihan terjadi.

Adapun permasalahan yang terjadi dalam praktek dengan jaminan di

Bank Mandiri, antara lain:

1. Telah berpindahnya objek jaminan fidusia kepada pihak lain.

Kendaraan yang hak kepemilikannya sudah dijadikan sebagai

jaminan fidusia memang tidak bisa dipindah tangankan, digadai, ataupun

dijual ke pihak lain. Namun hal tersebut bisa saja dilakukan oleh debitur

Page 67: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

58

yang nakal dan tentunya tindakannya ilegal serta dapat menimbulkan

permasalahan yang lebih rumit dikemudian hari.

Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia Pasal 23 menjelaskan bahwa debitur dilarang menghilangkan

objek jaminan fidusia akan tetapi hal ini sering kali terjadi dalam

prakteknya, yang mana menjadi masalah dalam pemberian kredit dengan

jaminan benda bergerak. Selain itu debitur juga dilarang menggadaikan

objek jaminan fidusia hal ini dijelaskan pada Pasal 23 Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999. Apabila itu terjadi maka tindakan gadai tersebut

ilegal, pada Pasal 23 juga melarang debitur memindah tangankan objek

jaminan karena objek tersebut menjadi sepenuhnya hak kreditur.

Jika dikaitkan dengan teori kepastian hukum, maka sesuai aturan

yang berlaku debitur dilarang menghilangkan, menggadai, memindah

tangankan atau menjual kepada pihak lain akan tetapi hal tersebut masih

sering kita temukan pelanggaran. Dalam perjanjian pun debitur yang

menghilangkan, menggadai, memindah tangankan benda jaminan tersebut

maka telah melanggar perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak

di samping juga melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia.

Apabila tindakan mengalihkan kendaraan yang dijadikan objek

Jaminan Fidusia tetap terjadi, debitur harus mengganti objek Jaminan

dengan yang nilai jaminannya setara. Hal ini diatur pada Pasal 21 Ayat (3)

Undang-Undang Jaminan Fidusia.

Pasal 21 Ayat (1) dan (3) menyatakan bahwa:

(1) Pemberi fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi

objek jaminan fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan

dalam usaha perdagangan.

Page 68: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

59

(3) benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang telah dialihkan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh pemberi

fidusia dengan objek yang setara.

2. Penyusutan pada objek jaminan.

Pada jaminan fidusia objek yang dijadikan jaminan adalah benda

bergerak, maka penyusutan nilai dapat terjadi karena pada dasarnya

penyusutan benda bergerak sudah lebih dari 5 tahun dari pembelian. Jika

nilai jaminan mengalami penyusutan, meski pihak bank telah

menganalisisnya, dampak yang akan timbul ialah nilai jual objek lebih

rendah ketika di eksekusi dan tidak dapat menutupi sisa hutang debitur.

Ketika dilaksanakan eksekusi pada objek jaminan fidusia, bila nilai

jual objek rendah dan tidak menutupi hutang debitur. Maka debitur tetap

berkewajiban untuk melunasi sisa hutang yang ada. Sebaliknya bila nilai

jual objek jaminan lebih tinggi atau ada sisa dari pembayaran hutang maka

pihak bank harus mengembalikan uang hasil eksekusi tersebut ke debitur.

Penyustan nilai terjadi tidak hanya disebabkan oleh lamanya usia

objek jaminan selama berada dalam penguasaan debitur. Selain itu

kurangnya nilai jual objek juga bias terjadi karena kesalahan analisa dari

pihak bank. Pihak bank mungkin saja terjadi kesalahan kalkulasi dalam

kredit sehingga masih ada sisa hutang yang belum tertutupi.

Dalam pemberian kredit yang diberikan oleh bank /kreditur kepada

nasabah/debitur terdapat beberapa masalah yang terjadi, antara lain:3

a. Jaminan bisa dihilangkan atau dijual oleh pihak debitur ke pihak lain,

karena jaminan tesebuit adalah jaminan bergerak yang dapat

dipindahkan atau dihilangkan secara mudah;

3Data Hasil Wawancara dengan Bapak Ependi Manager Bank Mandiri, Pada

Tanggal 19 Desember 2018, Pukul 11.00 WIB.

Page 69: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

60

b. Nilai jaminan lebih rendah dibandingkan nilai kredit yang diberikan

oleh pihak bank sehingga pada saat jaminan di jual maka pihak bank

tidak dapat menuntut sisa hutang atau sisa hutang debitur;

c. Jaminan di gadaikan secara ilegal atau secara perorangan oleh pihak

debitur;

d. Menjalin hubungan emosional kepada debitur dengan cara silaturahmi

atau melakukan hubungan baik dengan debitur, sehingga debitur

merasa dilakukan sebagai sahabat atau saudara oleh pihak;

e. Karena yang dijaminkan adalah benda bergerak maka ada nilai

penyusutan terhadap nilai jual jaminan tersebut walaupun pihak bank

sudah menganalisis nilai jual kendaraan tersebut sampai kredit selesai

dan tidak dirawatnya jaminan tersebut oleh pihak debitur;

f. Memberikan informasi kepada debitur pada saat perjanjian kredit

dilakukan, bahwa jaminan tersebut tidak bisa dipindah tangankan

selama kredit berjalan dan jaminan tersebut menjadi hak sepenuhnya

pihak bank.

Dalam hal ini, permasalahan dalam sulitnya eksekusi dalam kondisi di

atas, dapat dilakukan beberapa cara, yaitu:

a. Jika objeknya tidak didaftarkan maka eksekusi tetap tidak dapat

dijalankan karena fidusia dianggap tidak ada;

b. Jika dipindah tangaankan, maka debitur dapat mengambil objek

tersebut kembali dari pembeli karena jual beli dianggap tidak sah.

Debitur haruss mengembalikan uang pembeli dan kreditur sebagai

kreditur preference;

c. Jika objek jaminan digadaikan maka kreditur dapat mengambil

paksa objek jaminan tersebut, karena kreditur kedudukannya

sebagai kreditur preference dimana hak pembayaran kreditur

didahulukan dari kreditur yang lain. Apabila objek jaminan hilang,

maka eksekusi tidak dapat dilakukan karena jika objek jaminan

Page 70: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

61

hilang/musnah fidusia dianggap hapus. Akan tetapi debitur wajib

mengganti objek jaminan fidusia yang setara.

Namun dalam pelaksanaannya tekadang tidaklah selalu berjalan

dengan baik. Ketika salh satu pihak gagal memenuhi kewajibannya

disitulah disebut wanprestasi. Dalam fidusia, wanprestasi dapat dilakukan

baik oleh kreditur maupun debitur. Wanprestasi oleh debitur atau penerima

fidusia seperti menghilangkan objek jaminan ataupun mengalami

tunggakan pembayaran angsuran.pemberi fidusia juga bisa saja

wanprestasi dalam hal tidak melakukan pendaftaran objek jaminan.

Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum adalah jaminan

bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat

memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dijalankan. Ketika ada

wanprestasi antara dua pihak yang mengadakan perjanjian terdapat pula

kepastian guna menjamin hak dan kewajiban yang ada untuk tetap

terpenuhi.

Wanprestasi terjadi karena kegagalan salah satu pihak memenuhi

kewajiban, tetapi bukan berarti tidak ada kewajiban baru yang harus

dijalankan. Kreditur berhak memberikan peringatan kepada debitur yang

wanprestasi peringatan tersebut pada bank mandiri selaku kreditur

dilakukan sebanyak tiga kali dalam bentuk tertulis ataupun lisan akan

tetapi peringatan tertulis lebih kuat dan memkasa dibanding tidak tertulis

atau lisan. Disamping itu debitur berkewajiban melaksanakan surat

peringatan yang ditujukan kepadanya, apabila tidak diindahkan pihak

kreditur melakukan tindakan-tindakan selanjutnya sesuai dengan yang

berlaku dalam perusahaan dan telah disepakati para pihak.

Dalam hak dan kewajiban pemberi dan penerima pada jaminan

fidusia saat terjadi wanprestasi terdapat beberapa masalah yang terjadi,

antara lain:4

4Data Hasil Wawancara dengan Bapak Ependi Manager Bank Mandiri, Pada

Tanggal 19 Desember 2018, Pukul 11.00 WIB.

Page 71: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

62

1. Hak dan kewajiban jaminan fidusia

a. Memberikan surat peringatan 1 (satu) apabila debitur tidak

melakukan kewajibannya untuk membayar angsuran lebih dari 30

hari;

b. Memberikan surat peringatan 2 (dua) apabila debitur tidak

melakukan kewajibannya untuk membayar angsuran lebih dari 60

hari;

c. Memberikan surat peringatan 3 (tiga) apabila debitur tidak

melakukan kewajibannya untuk membayar angsuran lebih dari 90

hari;

d. Apabila debitur sudah tidak mampu melaksanakan kewajibannya

untuk membayar angsuran maka pihak debitur mempunyai hak

untuk memperkecil angsuran dengan cara restrukturisasi atau

perpanjangan jangka waktu kredit, sehingga pihak kreditur dan

debitur sama-sama di untungkan.

e. Apabila debitur sudah tidak melakukan pembayaran atau

kewajiban kepada pihak kreditur lebih dari 90 hari dan pihak

kreditur sudah melakukan penawaran restrukturisasi kepada pihak

debitur dan pihak debitur tidak mau dilakukan restrukturisasi.

Maka pihak kreditur memberikan pilihan untuk menjual jaminan

dan dilakukan pilihan, pihak debitur atau pihak kreditur yang mau

melakukan penjual.

Berdasarkan uraian diatas debitur yang mengalami kredit macet

diberikan dispensasi waktu untuk menyelesaikan kreditnya yang

bermasalah. Debitur yang kreditnya macet akan diberikan peringatan

sebanyak 3 kali, apabila debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya

kemudian pihak kreditur akan memberikan restrukturisasi, ysng mana

restrukturisasi adalah upaya perbaikan yang dilakukan oleh bank di dakam

kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk

memenuhi kewajiban.

Page 72: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

63

Berikut ini adalah kategori dari cara-cara melakukan restrukturisasi

kredit:5

1. Penjadwalan Kembali (Rescheduling)

Strategi atau langkah penyelamatan kredit dengan melakukan

perubahan jangka waktu pelunasan, jumlah setoran pelunasan,

dan/atau pembayaran bunga.

2. Persyaratan Kembali (Reconditioning)

Strategi atau langkah penyelamatan kredt dengan melakukan

perubahan syarat-syarat kredit atau persyaratan baru, seperti:

a. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu;

b. Penurunan suku bunga;

c. Pembebasan bunga dan atau sebagian pokok dan lain-lain.

3. Penataan Kembali (Recapitalizing atau Restructuring)

Merupakan tindakan Bank kepada nasabah dengan cara menambah

modal usaha nasabah dengan pertimbangan nasabah memang

membutuhkan tambahan dana untuk usaha yang dibiayai untuk

menghasilkan tingkat arus kas (cash flow) yang dinginkan di masa

depan. Biasanya usaha yang ditambah modal ini masih sangat

layak namun terhenti karena kekurangan modal usaha.

Apabila debitur tidak mau dilakukan restrukturisasi maka pihak

debitur berhak melakukan penjualan objek jaminan ataupun debitur dapat

melakukan penjualan objek jaminan teresebut. Jika debitur melakukan

penjualan transaksi maka dilakukan di bank mandiri.

Dalam kasus yang penulis teliti debitur telah melakukan pinjaman

kredit kepada bank mandiri akan tetapi debitur tidak dapat memenuhi

kewajibannya/melunasi kewajibannya. Namun dipertengahan angsuran

debitur mengalami kredit macet sehingga tidak bisa membayar hingga

waktu yang ditentukan yang mana disebabkan karena adanya kemerosotan

5https://www.google.com/amp/s/www.cermati.com/artikel/amp/prinsip-5c-bank-

dan-cara-kredit-anda-diterima.

Page 73: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

64

ekonomi bahwa debitur telah di PHK, dengan alasan tersebut bank

melakukan upaya penyelesaian dengan cara restrukturisasi kredit.

Bank Mandiri telah melakukan penganalisaan terkait finansial

nasabah, walaupun nasabah tercatat sebagai kredit macet akan tetapi

karena alasan kredit macet itu sendiri akibat di PHK-nya nasabah. Fasilitas

kredit tetap diberikan karena agunan yang diberikan merupakan agunan

yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga pihak bank selaku kreditur

memberikan fasilitas kredit dengan jaminan fidusia.

Dalam hal ini bank mandiri memberikan keringanan dari riwayat

kemampuan dari debitur dan debitur tidak pernah melakukan kesalahan di

dalam bank mandiri tersebut. Maka dari itu bank mandiri memberikan

kelonggaran waktu terhadap debitur. Kreditur juga melihat itikad baik

terhadap debitur yang ingin membayar hutangnya, sehingga meskipun

statusnya debitur kredit macet. Maka debitur tetap diberikan jaminan

fidusia oleh pihak kreditur/bank.

Dapat dikatakan das sollen dan das sein telah tercermin dimana

bank mandiri telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan terhadap

debitur/nasabah kredit macet. Dapat disimpulkan tidak menutup

kemungkinan baagi seorang debitur kredit macet mendapatkan fasilitas

kredit pada bank mandiri masih dapat mentoleransi nasabah kredit macet

jika memang terdapat objek jaminan yang dapat dijadikan jaminan dalam

fidusia.

Jika dikaitkan dengan teori kepastian hukum yang memandang

hukum sebagai aturan yang membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan dan cenderung melihat hukum

sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, jaminan fidusia menekankan

pada hak dan kewajiban yang mengikat para pihak agar terjadi

keseimbangan posisi antara penerima dan pemberi fidusia. Debitur atau

selaku pemberi fidusia memenuhi kewajiban membayar hutang kepada

Page 74: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

65

kreditur/penerima fidusia, yang mana memperoleh pembayaran

merupakan hak bagi penerima fidusia/kreditur.

Sesuai dengan teori kepastian hukum, para pihak dalam kredit

dengan jaminan fidusia dipaksa untuk patuh terhadap aturan yang telah

ada sesuai Undang-Undang dan kesepakatan yang ditandatangani para

pihak. Segala yang tertulis yang mengatur mengenai utang piutang dengan

jaminan fidusia merupakan Undang-Undang bagi para pihak. Hal ini

sesuai dengan pandangan teori kepastian hukum yang bersumber dari

aliran positivisme yang melihat hukum sebagai aturan yang normatif

Page 75: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengakhiri

pembahasan dalam skripsi ini, peneliti memberikan kesimpulan sebagai

berikut:

1. Pemberian kredit dengan jaminan fidusia kepada debitur yang bermasalah

atau kredit macet dapat diberikan dengan melaksanakan prosedur khusus

menggunakan analisa dalam pemberian pinjaman kredit. Pihak bank

mandiri melakukan langkah-langkah penting sebelum kredit diberikan,

antara lain melakukan BI Checking untuk mengetahui karakter calon

debitur yang akan diberikan fasilitas kredit kemudian pihak bank

melakukan pengecekan secara data bahwa calon debitur merupakan

pemilik sah kendaraan yang kepemilikannya akan dijadikan jaminan lalu

bank akan mengecek pajak kendaraan, setelah dilakukan pengecekan

langkah selanjutnya ialah melakukan photo fisik kendaraan antara pejabat

bank yang berwenang dengan calon debitur, kemudian dilakukan

penggesekan nomor mesin dan nomor rangka kendaraan. Jika langkah-

langkah tersebut sudah dilakukan, maka pejabat bank akan memverifikasi

dan akan mengirimkan BPKB dan data debitur kepada pihak notaris untuk

dibuatkan akta fidusia. Tahap akhir setelah seluruhnya terpenuhi, hasil

verifikasi dari pejabat bank dan akta fidusia dari notaris akan discan lalu

dikirim ke bagian approval kemudian dilakukan penanda tanganan

perjanjian kredit sebagai akhir dari tahap pencairan.

2. Adapun permasalahan yang terjadi dalam praktek dengan jaminan di Bank

Mandiri, antara lain:

a. Telah berpindahnya objek jaminan fidusia kepada pihak lain

Kendaraan yang hak kepemilikannya sudah dijadikan sebagai jaminan

fidusia memang tidak bisa dipindah tangankan, digadai, ataupun dijual

ke pihak lain. Namun hal tersebut bisa saja dilakukan oleh debitur

yang nakal dan tentunya tindakannya ilegal serta dapat menimbulkan

Page 76: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

67

permasalahan yang lebih rumit dikemudian hari. Maka sesuai aturan

yang berlaku debitur dilarang menghilangkan, menggadai, memindah

tangankan atau menjual kepada pihak lain akan tetapi hal tersebut

masih sering kita temukan pelanggaran. Dalam perjanjian pun debitur

yang menghilangkan, menggadai, memindah tangankan benda

jaminan tersebut maka telah melanggar perjanjian yang telah

disepakati kedua belah pihak di samping juga melanggar Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

b. Penyusutan pada objek jaminan

Pada jaminan fidusia objek yang dijadikan jaminan adalah benda

bergerak, maka penyusutan nilai dapat terjadi karena pada dasarnya

penyusutan benda bergerak sudah lebih dari 5 tahun dari pembelian.

Jika nilai jaminan mengalami penyusutan, meski pihak bank telah

menganalisisnya, dampak yang akan timbul ialah nilai jual objek

lebih rendah ketika di eksekusi dan tidak dapat menutupi sisa hutang

debitur. Penyustan nilai terjadi tidak hanya disebabkan oleh lamanya

usia objek jaminan selama berada dalam penguasaan debitur. Selain

itu kurangnya nilai jual objek juga bias terjadi karena kesalahan

analisa dari pihak bank. Pihak bank mungkin saja terjadi kesalahan

kalkulasi dalam kredit sehingga masih ada sisa hutang yang belum

tertutupi.

Namun kreditur dan debitur memiliki hak dan kewajiban yang harus

dijalankan pada saat wanprestasi. Hak yang dapat dilakukan oleh

kreditur antara lain yaitu memberikan peringatan sesuai jangka waktu

yang ditentukan. Apabila debitur sudah tidak mampu melaksanakan

kewajibannya untuk membayar angsuran maka akan dilakukan

langkah untuk memperkecil angsuran dengan cara restrukturisasi atau

perpanjangan jangka waktu kredit. Apabila pihak debitur tidak mau

dilakukan restrukturisasi maka barang jaminan dilakukan penjualan

oleh kreditur ataupun debitur sesuai kesepakatan bersama.

Page 77: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

68

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil analisis dari bab-bab sebelumnya maka dapat diambil

rekomendasi sebagai berikut:

1. Aparat penegak hukum harus mengupayakan untuk melakukan revisi

terhadap aturan mengenai sanksi bagi debitur yang mengalami kredit

macet padabank mandiri yang belum memiliki sanksi yang tegas, dan

belum memberikan efek jera sehingga diperlukan aturan yang lebih tegas

dan mengikat bagi para debitur yang melanggar kewajibannya membayar

hutang/kredit macet oleh pihak kredtur

2. Aturan mengenai kewajiban kredit macet haruslah lebih diperjelas, karena

beberapa debitur masih tidak paham mengenai kredit macet yang

dimaksud apakah objek jaminannya ataukah akta perjanjian fidusianya.

Mengingat Undang-Undang Fidusia sudah terlalu lama maka peneliti

mengharapkan adanya aturan yang baru yang lebih luas dan terperinci

guna memberikan kemudahan pada hakim untuk semakin menegakkan

hukum yang berkeadilan dan sesuai dengan kehidupan masyarakat.

Page 78: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

69

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulkadir, Muhammad. Hukum Pedata Indonesia. (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti). 2000

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika). 2010

Arikunto, Suharsimi. Metodelogi Penelitian. (Yogyakarta: Bina Aksara).

2006

Atmadja, Mochtar Kusuma. Peranan Hukum Dalam Pembangunan

Nasional, makalah Lokakarya. (Jakarta: BPHN). 1999

Badrulzaman, Mariam Darus. Bab Tentang Kredit Verband, Gadai &

Fidusia. (Bandung: Citra Aditya Bakti). 1991

Djumhana, M. Hukum Perbankan di Indonesia. (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti). 2003

Fuady, Munir. Jaminan Fidusia. (Bandung: Citra Aditya Bakti). 2000

Harahap, M. Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian. (Bandung: Alumni).

1986

Marzuki, Peter Mahmud. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta: Kencana).

2008

. Penelitian Hukum. (Jakarta: Prenada Media

Group). 2013

Oey Hoey Tiong. Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan.

(Jakarta: Ghalia Indonesia). 1984

Rodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Perjanjian. (Bandung: Mazdar

Madju). 2000

Salim, HS. Perkembakangan Hukum Jaminan di Indonesia. (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada). 2005

Satrio, J. Hukum Jaminan Kebendaan Fidusia. (Bandung: Citra Aditya

Bakti). 2002

Page 79: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

70

Setiawan, R. Pokok-pokok Hukum Perikatan. (Bandung: Binacipta). 1987

Soekanto, Soerjono. Pengantar Peneltian Hukum. ( Jakarta: Universitas

Indonesia (UI-Press). 1986

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok

pokok Hukum Jaminan dan Jaminan perorangan. (Yogyakarta:

Liberty). 2007

Subekti, R.Hukum Perjanjian. (Jakarta: Citra Aditya Bakti).1983

Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Kelima. (Bandung: CV

Alfabeta). 2003

Syahmin. Hukum Kontrak Internasional. (Jakarta: Raja Grafindo Persada).

2006

Usman, Rahmadi. Hukum Kebendaan. Jakarta: Sinar Grafika. 2013

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang.Grose Akta Dalam

Pembuktian dan Eksekusi. (Jakarta: Rineka Cipta). 1993

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Jaminan Fidusia. (Bandung: Raja

Grafindo Persada). 2003

B. Website

https://www.google.com/amp/s/www.cermati.com/artikel/amp/prin

sip-5c-bank-dan-cara-kredit-anda-diterima.

https://www.bphn.go.id/data/documents/implementasi_jaminan_fid

usia_dalam_pemberian_kredit_di_indonesia..pdf

C. Peraturan PerUndang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang

Penanaman Modal

Page 80: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR

71

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang

Lembaga Pembiayaan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang

Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka

Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

Tanggungan.

Page 81: IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45528/1/WIDY MAYUNITA-FSH.pdfIMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR