implementasi nilai pancasila dan uud 1945 dalam …
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA DAN UUD 1945 DALAM PENANGANAN
ANAK JALANAN DI KOTA MALANG
Budi Budaya1
Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang
Abstraksi :
Anak-anak terlantar dan anak-anak jalanan pada hakikatnya memiliki hak-hak asasi yang sama dengan hak-hak
asasi manusia pada umumnya. Sebagaimana sila kelima Pancasila dan Pasal 34 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
yang disebutkan bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar diperlihara oleh negara. Maka demi keadilan sosial
pemerintah memiliki kewajiban melindungi dan memenuhi hak-hak anak-anak jalanan. Hasil Penelitian
implementasi Pancasila dan UUD 1945 di Kota Malang menunjukkan, nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun
1945 diimplementasikan ke dalam Peraturan Walikota Kota Malang No. 55 Tahun 2012 dan Peraturan Daerah
Kota Malang No. 10 Tahun 2013. Peraturan Walikota Kota Malang No. 55 Tahun 2012 mengatur tentang tugas
pokok, fungsi tata kerja Dinas Sosial Kota Malang. Pada Peraturan Walikota ini dinas sosial Kota Malang
wajib memberi pembinaan terhadap anak terlantar, memberi rekomendasi anak terlantar ke panti sosial bina
remaja, atau panti asuhan anak. Perda Kota Malang Tahun Nomor 10 Tahun 2013 berisi tentang penanganan
anak jalanan, gelandangan, dan pengemis di kota Malang. Mengacu kepada Perda ini pemerintah daerah
diwajibkan untuk secara aktif melakukan tindakan preventif terhadap anak jalanan. Implementasi kebijakan
pemerintah kota Malang antara lain adalah adanya kerjasama antara dinas sosial dengan SKPD dan Masyarakat,
serta adanya dukungan pendanaan. Dinas Sosial Pemkot Malang bekerjasama dengan Dinas Pendidikan
Nasional Kota Malang melalui Sanggar Kegiatan Belajar yang berupaya menangani pendidikan formal agar
anak jalanan bisa menyelesaikan pendidikan formalnya. Faktor Penghambat penanganan anak jalanan adalah
kurangnya sumber daya manusia. Sebab idealnya, ada tenaga sosial yang mendampingi anak jalanan tersebut
selama sehari dua jam dan seminggu penuh. Kendala dalam pemberian layanan yaitu terbatasnya SDM dari
pemerintah. Anggaran untuk pengentasan anak jalanan juga kurang. Penanganan permasalahan anak jalanan
jika dimasukkan dalam kebijakan PMKS masih terlalu umum, sehingga kebijakan ini belum mampu
memberikan dampak positif bagi anak jalanan itu sendiri.
Kata kunci: anak jalanan, perlindungan, Pemerintah, kebijakan
Abstraction :
Abandoned children and street children in fact have rights similar to human rights in general. As the five
precepts of Pancasila and Article 34 paragraph (1) NRI Constitution of 1945 stated that The poor and neglected
children maintained by the state. So for the sake of social justice the government has an obligation to protect and
fulfill the rights of street children. Results of implementation of Pancasila and the 1945 Constitution in Malang
shows NRI values of Pancasila and the Constitution of 1945 is implemented in Malang City Mayor Regulation
No. 55 of 2012 and Regulation of Urban Malang No. 10 Year 2013. Malang Mayor Regulation No. 55 of 2012
regulates the basic tasks, functions working procedures of the Social Service of Malang. In this Mayor
regulation Malang social services is required to provide guidance to the abandoned children, abandoned children
make recommendations to the social house building teens, or orphanage. Malang City Regulation No. 10 Year
2013 is about the handling of street children, vagrants and beggars in the city of Malang. Referring to this law
local governments are required to actively carry out preventive measures against street children. Malang city
government policy implementation among others, is the cooperation between social services with SKPD and
Society, as well as their funding support. Social Service of Malang City Government in cooperation with the
National Education Department of Malang through Studio Learning Activities are trying to address the formal
education that street children could finish their formal education. Factors hindering the handling of street
children is the lack of human resources. Because ideally, there are social workers who assist street children for
two hours a day and a full week. Constraints in service delivery is limited human resources of the government.
The budget for the alleviation of street children are also less. Handling problems of street children if included in
the PMKS is still too common policy, and the policy has not been able to provide a positive impact for street
children themselves.
Keywords: street children, protection, government, policy
1 Alamat Korespondensi : [email protected]
2 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM, Volume 10 Nomor 2 Periode Nov 2016 Hal 1 - 14
A. Pendahuluan
Pancasila merupakan dasar Negara
Indonesia. Sebagai dasar negara nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya sudah seha-
rusnya terimplementasi dalam berbagai pe-
raturan perundang-undangan dan juga dalam
berbagai kebijakan yang diambil oleh pe-
merintah, baik itu pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Salah satu sila dalam
pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Sila kelima pancasila ter-
sebut mempunyai implikasi yang luas baik
dalam bentuk penjabarannya dalam perun-
dang-undangan maupun dalam penerapan
perundang-undangan itu sendiri.
Pancasila memiliki hubungan erat
dengan UUD 1945. Sila-sila Pancasila dija-
barkan ke dalam batang tubuh UUD 1945.
Salah satu pasal yang menjabarkan sila ke-
lima pancasila adalah Pasal 34 ayat (2) UUD
1945 yang mengatur bahwa fakir miskin dan
anak-anak yang terlantar dipelihara oleh ne-
gara. Selanjutnya pada ayat (2) dinyatakan
negara mengembangkan sistem jaminan so-
sial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasi-
onal BPS tahun 1998 dapat dilihat bahwa
anak jalanan secara nasional sebanyak 2,8
juta anak. Pada tahun 2000, angka tersebut
mengalami peningkatan sebesar 5,4%, se-
hingga menjadi 3,1 juta anak. Pada tahun
2000, anak yang rawan menjadi anak jala-
nan sebanyak 10,3 juta anak atau 17,6% dari
jumlah total anak di Indonesia, yaitu 58,7
juta anak (Soewignyo, 2002). Berdasarkan
data terlihat, bahwa kualitas hidup dan masa
depan anak-anak di Indonesia sangat me-
merlukan perhatian, padahal mereka adalah
aset, investasi sumber daya manusia dan se-
kaligus harapan masa depan bangsa. Jika
kondisi dan kualitas hidup anak mempriha-
tinkan, berarti masa depan bangsa dan nega-
ra juga tidak menggembirakan. Bahkan, ti-
dak tertutup kemungkinan, sebagian dari
anak-anak Indonesia mengalami lost genera-
tion (generasi yang hilang).
UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 8 mene-
gaskan bahwa setiap anak berhak mempe-
roleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosi-
al sesuai dengan kebutuhan fisik, mental,
spiritual, dan sosial. Keberadaan anak jala-
nan disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-
hak mereka di ranah domestik. Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) meru-pakan
salah satu hal yang menyebabkan anak turun
ke jalan (Unimed.ac.id.) sebagian dari anak-
anak harus berada di jalanan sebagai akibat
dari lemahnya kondisi ekonomi keluarga
sekaligus sebagai bukti bahwa terdapat ke-
gagalan dalam pemenuhan hak asuh yang
ideal untuk keadaan anak.
Di sisi lain, struktur ekonomi pendu-
duk Kota Malang bertumpu pada sektor jasa,
umumnya buruh industri dan sektor infor-
mal. Dengan struktur ekonomi seperti ini
mendorong orang tua berharap anak–anak
dapat ikut berpartisipasi agar kegiatan pro-
duksi meningkat. Oleh karena melibatkan
anak, maka disebut produktif anak. Mening-
katnya jumlah anak maka jumlah anak yang
beraktifitas di jalan juga meningkat. Seba-
nyak 25 % anak di Kota Malang pada tahun
2004 (mayoritas berusia di bawah 15 tahun)
yang berjumlah 15.000 anak telah memasuki
dunia kerja, sebagian dari mereka menjadi
anak jalanan dengan wilayah kerja tersebar
ditempat keramaian seperti pusat perbelan-
jaan, terminal dan stasiun kereta api, perem-
patan/pertigaan jalan dan tempat strategis la-
innya.
Bertambahnya jumlah anak jalanan di
kota Malang memperlihatkankan bahwa
masih banyak anak yang belum mendapat-
kan perlindungan secara maksimal. Peme-
rintah masih memiliki kewajiban yang besar
untuk menjalankan peran dan fungsinya agar
anak-anak jalanan mendapatkan perlindung-
an yang layak. Akan tetapi, peran pemerin-
tah tersebut juga menghadapi kendala, baik
yang berasal dari anak jalanan itu sendiri,
keterbatasan SDM yang dimiliki oleh peme-
rintah, maupun keterbatasan dukungan dari
masyarakat.
Implementasi Nilai Pancasila Dan Uud 1945 Dalam Penanganan Anak Jalanan Di Kota
malang, Budaya Budi 3
Berkaitan dengan implementasi Pan-
casila dan UUD 1945, Pemerintah Daerah
Kota Malang telah menerbitkan Peraturan
Walikota Malang Nomor 55 Tahun 2012
tentang Uraian Tugas Pokok, Fungsi dan Ta-
ta Kerja Dinas Sosial. Dinas Sosial inilah
yang merupakan ujung tombak Pemerintah
Daerah Kota Malang dalam mengimplemen-
tasikan Pancasila dan UUD 1945. Di sam-
ping itu, Pemerintah Kota Malang juga me-
nerbitkan Peraturan Daerah Kota Malang
Nomor 10 Tahun 2013 tentang Penanganan
Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis.
Penerbitan peraturan daerah tersebut meru-
pakan upaya implementasi Pancasila dan
UUD 1945 yakni pemerintah daerah memi-
liki tanggung jawab perlindungan anak dan
juga untuk mewujudkan Kota Malang seba-
gai Kota Layak Anak.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka masalah dalam penelitian ini dirumus-
kan sebagai berikut: Pertama, Bagaimana-
kah hubungan Pancasila dan UUD 1945 ter-
kait dengan Peraturan Daerah Kota Malang
dalam kaitannya dengan Hak-hak Anak Jala-
nan? Kedua, Bagaimanakah Implementasi
kebijakan Penanganan Anak Jalanan di Kota
Malang?
B. Pembahasan
1. Hubungan Nilai Pancasila dan UUD
1945 dengan Kebijakan Pemerintah Da
erah Kota Malang dalam Pelin-dungan
Hak-hak Anak Jalanan
Sila kelima Pancasila yang berbunyi
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
adalah keadilan yang berKetuhanan Yang
Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya-
waratan/perwakilan dijabarkan dalam UUD
1945. Penjabaran sila tersebut antara lain
adalah sebagai berkut:
Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa
tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanu-
siaan. Ketentuan ini memancarkan asas ke-
sejahteraan atau asas keadilan sosial dan ke-
rakyatan yang merupakan hak asasi manusia
atas penghidupan yang layak.
Pasal 29 ayat (1) menyatakan negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Penjelasan UndangUndang Dasar,
ayat (1) pasal 29 ini menegaskan keperca-
yaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Adapun dalam pasal 29 ayat (2)
ditetapkan bahwa negara menjamin kemer-
dekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat me-
nurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Ketentuan ini jelas merupakan pernyataan
tegas tentang hak asasi manusia atas kemer-
dekaan beragama.
Pasal 31 ayat (1) menetapkan setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan.
Ketentuan ini menegaskan bahwa mendapat
pendidikan adalah hak asasi manusia. Selan-
jutnya pada ayat (2) pasal ini dikemukakan
bahwa setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar, dan pemerintah wajib
membiayainya. Dari ayat (2) pasal ini dipe-
roleh pemahaman bahwa untuk mengikuti
pendidikan dasar merupakan kewaji-ban
asasi manusia. Sebagai upaya memenuhi ke-
wajiban asasi manusia itu, maka dalam ayat
(3) pasal ini diatur bahwa pemerintah wajib
mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional yang mening-
katkan keimanan dan ketaqwaan serta akh-
lpp
][lmubh788lak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehi-dupan bangsa, yang
diatur dalam undang-undang. Demikian pula,
dalam rangka men-cerdaskan kehidupan
bangsa, maka dalam ayat (4) pasal 31 ini
ditetapkan bahwa nega-ra memprioritaskan
anggaran pendidikan se-kurang-kurangnya
20% (dua puluh persen) dari APBN
(Anggaran Pendapatan dan Be-lanja Negara)
serta dari APBD (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah) untuk me-menuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendi-dikan nasional.
Dalam pasal 31 ayat (5) dite-tapkan pula
bahwa pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilainilai agama dan per-
4 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM, Volume 10 Nomor 2 Periode Nov 2016 Hal 1 - 14
satuan bangsa untuk kemajuan peradaban
serta kesejahteraan umat manusia.
Pasal 34 ayat (1) mengatur bahwa fa-
kir miskin dan anak-anak yang terlantar di-
pelihara oleh negara. Selanjutnya pada ayat
(2) dinyatakan negara mengembangkan sis-
tem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan martabat kema-
nusiaan. Ketentuan dalam ayat (2) ini mene-
gaskan adanya hak asasi manusia atas jami-
nan sosial. Adapun pada pasal 34 ayat (4)
ditetapkan bahwa negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan keseha-
tan dan fasilitas pelayanan umum yang la-
yak. Pelaksanaan mengenai isi pasal ini, se-
lanjutnya diatur dalam undang-undang, se-
bagaimana dinyatakan pada ayat (5) pasal 34
ini.
Pasal-pasal di atas adalah penjabaran
dari pokok-pokok pikiran keadilan sosial
yang merupakan pancaran dari sila kelima
Pancasila. Berdasarkan penjabaran pokok-
pokok pikiran tersebut, maka pembuatan ke-
bijakan negara di Indonesia dimaksudkan
untuk menciptakan sistem keadilan social
bagi seluruh rakyat indonesia.
Dalam UUD 1945, “anak terlantar itu
dipelihara oleh negara” bermakna pe-
merintah mempunyai tanggung jawab ter-
hadap pemeliharaan dan pembinaan anak-
anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-
hak asasi anak terlantar dan anak jalanan,
pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi
manusia pada umumnya. Mereka perlu men-
dapatkan hak-haknya secara normal sebagai-
mana layaknya anak, yaitu hak sipil dan ke-
merdekaan (civil rights and freedoms), ling-
kungan keluarga dan pilihan pemeliharaan
(family envionment and alternative care),
kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic
health and welfare), pendidikan, rekreasi dan
budaya (education, laisure and culture
activites), dan perlindungan khusus (special
protection).
Implementasi nilai Sila kelima
Pancasila dan UUD 1945, pemerintah dae-
rah kota Malang mengeluarkan Peraturan
Walikota Kota Malang Nomor 55 Tahun
2012 tentang uraian Tugas Pokok, Fungsi
dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Malang.
Peraturan Walikota ini terdiri atas 8 bab dan
29 Pasal yang yang disyahkan pada tanggal
28 November 2012. Terkait dengan masalah
anak terlantar pada peraturan walikota ini
Dinas Sosial kota Malang wajib memberi
pembinaan terhadap anak terlantar, memberi
rekomendasi anak terlantar ke panti sosial
bina remaja, atau panti asuhan anak
Selain itu, terdapat juga Perda Kota
Malang Tahun Nomor 10 Tahun 2013. Pera-
turan daerah kota Malang nomor 10 tahun
2013 berisi tentang penanganan anak jala-
nan, gelandangan, dan pengemis di kota Ma-
lang. Perda ini terdiri atas 7 Bab dan 18 Pa-
sal yang disyahkan oleh walikota malang
Moch. Anton pada tanggal 30 Desember
2013. Menurut perda kota Malang ini, anak
jalanan adalah anak yang menghabiskan se-
bagian besar waktunya untuk melakukan ke-
giatan kehidupan baik untuk mencari nafkah
atau berkeliaran di tempat umum. Mengacu
kepada perda ini pemerintah daerah diwa-
jibkan untuk secara aktif melakukan tinda-
kan preventif terhadap anak jalanan. Adapun
tindakan preventif tersebut mencakup: Pe-
nyuluhan dan bimbingan sosial, Pembinaaan
sosial, Bantuan sosial, Perluasan kesempatan
kerja, Pemukiman lokal, Peningkatan derajat
sosial, Peningkat pendidikan.
Masalah tersebut diatur dalam Perda
kota Malang No. 10 tahun 2013 sebagimana
dijabarkan dalam pasal-pasal sebagai beri-
kut:
Pasal 4
1. Penanganan anak jalanan, gelan-
dangan dan pengemis dilaksanakan
secara terpadu oleh Pemerintah Dae-
rah dengan melibatkan dunia usaha
dan ele-ment masyarakat lainnya.
2. Penanganan anak jalanan, gelan-
dangan dan pengemis sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dilakukan de-
ngan mengacu pada azas dan tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 dan dilaksanakan secara terpadu
melalui usaha preventif, represif dan
rehabilitatif.
Implementasi Nilai Pancasila Dan Uud 1945 Dalam Penanganan Anak Jalanan Di Kota
malang, Budaya Budi 5
Pasal 5. Dalam rangka mencegah berkem-
bangnya anak jalanan, gelandangan dan pe-
ngemis maka Pemerintah Daerah berperan
aktif melakukan tindakan usaha preventif,
usaha represif dan usaha rehaibilitatif di-
maksud pada Pasal 4 ayat (2).
Usaha preventif sebagaimana di-
maksud pada ayat 1 dilakukan antara lain
melalui : a. Penyuluhan dan bimbingan so-
sial; b. Pembinaan sosial; c. Bantuan sosial;
d. Perluasan kesempatan kerja; e. Pemuk-
iman lokal, f. Peningkatan derajat keseha-
tan; g. Peningkatan Pendidikan
Pelaksanaan usaha preventif seba-
gaimana dimaksud pada ayat 2 diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Walikota. Usaha
represif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi : Razia, penampungan semen-
tara untuk diseleksi, Pelimpahan Anak jala-
nan, gelandangan dan pengemis yang terke-
na penertiban ditampung dalam penam-
pungan sementara untuk diidentifikasi dan
diseleksi. Kegiatan seleksi sebagaimana di-
maksud pada ayat 1 dimaksudkan untuk ku-
alifikasi para anak jalanan, gelandangan
dan pengemis sebagai dasar menetapkan
tindakan selanjutnya yang terdiri dari : a.
Dilepaskan dengan syarat; b. Dimasukkan
dalam panti sosial; c. Dikembalikan kepada
orang tua/wali/keluarga/kampung halaman;
d. Dijadikan pekerja sosial sebagai penyapu
jalan dengan diberi imbalan; e. Diberikan
pelayanan kesehatan
Pasal 7. Dalam hal seorang anak jalanan,
gelandangan dan pengemis dikembalikan ke
keluarga dan masyarakat sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 6 ayat 2 huruf c di-
berikan bantuan sosial yang jenis dan jum-
lahnya ditetapkan dengan Ke-putusan Wali-
kota.
Pasal 8. Pemerintah daerah berkewajiban
melaksanakan usaha rehabilitasi terhadap
para anak jalanan, gelandangan dan penge-
mis Usaha rehabilitatif sebagaimana dimak-
sud pada ayat 1 meliputi : a. Usaha penam-
pungan; b. Usaha seleksi; c. Usaha penyan-
tunan; d. Usaha penyaluran; e. Usaha tindak
lanjut
Pasal 9. Usaha penampungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat 2 huruf a ber-
tujuan untuk identifikasi anak jalanan, ge-
landangan dan pengemis yang dimasukkan
dalam Panti Sosial.
Pasal 11. Usaha penyantunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat 2 huruf c di-
tunjukan untuk mengubah sikap mental anak
jalanan, gelandangan dan pengemis dari
keadaan non produktif menjadi keadaan
yang produktif melalui : a. Bimbingan fisik;
b. Bimbingan mental; c. Bimbingan sosial; d.
Bimbingan keterampilan
Pasal 12. Usaha penyaluran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat 2 huruf d teru-
tama anak jalanan, gelandangan, dan pe-
ngemis yang telah mendapat bimbingan,
pendidikan, pelatihan dan keterampilan ker-
ja diarahkan agar dapat berperan kembali
sebagai warga masyarakat.
Pasal 13. Usaha tindak lanjut terhadap anak
jalanan,gelandangan dan pengemis se-
bagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat 2
huruf r dilakukan dengan : Meningkatkan
kesadaran berswadaya, meningkatkan ke-
mampuan sosial ekonomi, menumbuhkan ke-
sadaran hidup bermasyarakat
Pasal 14. Pemerintah Daerah melalui Dinas
Sosial berkewajiban melakukan pembinaan
dan pengawasan dalam penyelengaraan pe-
nanganan anak jalanan, gelandangan dan
pengemis.
Pasal 15. Pembinaan dan pengawasan seba-
gaimana dimaksud dalam Pasal 14 dalam
rangka mencegah dan menanggulangi melu-
asnya aktifitas anak jalanan, gelandangan
dan pengemis di wilayah Kota Malang. Pa-
da Dinas Sosial Kota Malang, hal ini mele-
kat pada Jabatan Struktural Kepala Bidang
Rehabilitasi Sosial yang memiliki tugas :
a. Terlaksananya pelaksanaan pembinaan
anak terlantar, para penyandang cacat,
panti asuhan, panti jompo, eks penyan-
dang penyakit sosial, eks narapidana,
anak dan lanjut usia
b. Terlaksananya pembinaan pemberdaya-
an penyandang masalah kesejahteraan
sosial
6 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM, Volume 10 Nomor 2 Periode Nov 2016 Hal 1 - 14
c. Terlaksananya pelaksanaan pembinaan
anak terlantar, para penyandang cacat,
panti asuhan, panti jompo, eks penyan-
dang penyakit sosial, eks narapidana,
anak dan lanjut usia serta PSK, narkoba
dan penyakit sosial lainnya.
2. Implementasi Pancasila dan UUD 1945
dalam Kebijakan Penanganan Anak
Jalanan di Kota Malang
Penerapan Kebijakan Perlindungan A-
nak Jalanan di Kota Malang jalanan ini di-
mulai dari Konferensi Hak Anak yang dirati-
fikasi Pemerintah Indonesia dengan bentuk
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990,
kemudian dibuat kebijakan sebagai penyem-
purna hingga yang terakhir adalah Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Per-
lindungan Anak. Melihat bahwa implemen-
tasi merupakan tugas yang memakan sumber
daya/resources paling besar, maka tugas im-
plementasi kebijakan juga sepatutnya men-
dapatkan perhatian yang lebih besar. Terka-
dang dalam praktik proses kebijakan publik,
terdapat pandangan bahwa implementasi a-
kan bisa berjalan secara otomatis setelah for-
mulasi kebijakan berhasil dilakukan. Nugro-
ho (2008), berpendapat bahwa implementa-
tion myopia yang sering terjadi di Indonesia
salah satunya adalah “Selama ini kita ber-
anggapan bahwa jika kebijakan telah dibuat,
maka implementasi akan berjalan dengan
sendirinya”. Terkadang sumber daya seba-
gian besar dihabiskan untuk membuat peren-
canaan padahal justru tahap implementasi
kebijakan yang seharusnya memakan sum-
ber daya paling besar, dan bukan sebaliknya.
Awal tahun 1998 telah dirintis kerja-
sama dengan berbagai instansi terkait dalam
menangani anak jalanan diantaranya Dinas
Sosial Pemkot Malang dengan Dinas Pendi-
dikan Nasional Kota Malang melalui Sang-
gar Kegiatan Belajar yang berupaya me-
nangani pendidikan formal agar anak jala-
nan bisa menyelesaikan pendidikan formal-
nya, juga terjadi kerja sama antara Dinas So-
sial Kota Malang dengan LSM yang membi-
na anak jalanan agar bisa mandiri, dengan
membekali anak jalanan dengan pendidikan
dan latihan keterampilan melalui berbagai
Rumah Singgah Anak Jalanan yang dimilki
beberapa LSM di Kota Malang.
Tabel Jumlah Anak Jalan Di Kota Ma-
lang Tahun 2014
No Kecamatan Jumlah Presentase
1 Sukun 96 22,80%
2 Klojen 88 20,90%
3 Kedung
Kandang
114 27,08%
4 Lowokwaru 67 15,92%
5 Blimbing 58 13,30%
Jumlah 421 100%
Sumber : Data Olahan Primer Tahun 2015
Untuk mengetahui dengan pasti usia
bukanlah pekerjaan yang mudah, namun da-
lam wawancara untuk menggali informasi
tentang usia penulis tidak mengalami kesu-
litan. Karena mereka yang menekuni profesi
sebagai anak jalanan umumnya masih anak
usia dini. Sehingga mereka masih mempu-
nyai daya ingat yang kuat tentang usianya.
Untuk mengetahui usia anak jalanan di Kota
Malang dikelompokkan penggolongan usia
enam golongan seperti yang tersaji dalam
tabel di bawah ini :
Tabel Jumlah dan Presentase Anak Jala-
nan Menurut Usia di Kota Malang tahun
2014
No Golongan
Usia Jumlah Presentase
1 < 6 Tahun 28 6,66 %
2 7 – 9 Tahun 29 6,67 %
3 10 – 12 Tahun 84 20%
4 13 – 15 Tahun 140 33.33 %
5 16 – 18 Tahun 119 28,33 %
6 >19 Tahun 21 5 %
Jumlah 421 100 %
Sumber : Olahan Data Primer 2015
Tabel tersebut menggambarkan bah-
wa anak jalanan di Kota Malang mempunyai
distribusi usia sebagian besar pada golongan
usia 13 – 15 tahun. Yakni sebesar 33,33 %
disusul kelompok usia 10 – 12 tahun sebesar
20% sedangkan golongan usia terenddah
presentasenya terjadi pada golongan usia 19
tahun ke atas yang hanya mencapi 5 % dari
kelompok usia kurang dari 6 tahun sebesar
Implementasi Nilai Pancasila Dan Uud 1945 Dalam Penanganan Anak Jalanan Di Kota
malang, Budaya Budi 7
6,66% . Dengan memperhatikan tabel sebe-
lumnya terlihat bahwa anak jalanan di Kota
Malang perkelompok usianya hampir sama.
Terutama pada usia kurang dari 15 tahun dan
sebenarnya secara umumnya mereka ini
termasuk penduduk kota yang berusia po-
tensial dan dinamis dalam menjalankan usa-
hanya sebagai anak jalanan.
Dengan tingkat pendidikan mereka
yang rendah menjadikan kemampuan berpi-
kir dan keluasan wawasan yang dimiliki a-
nak jalanan sangat terbatas. Sehingga me-
mungkinkan mereka dieksploitasi oleh pi-
hak–pihak yang tidak bertanggung jawab dan
tidak bersimpati kepada mereka. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian be-
sar 53.3 % tingkat pendidikan anak jalanan
tergolong rendah, yakni di bangku SD bah-
kan diantara mereka ada yang duduk di
bangku TK, dan tingkat pendidikan tertinggi
anak jalanan adalah SMU. Namun apabila
dilihat dari besarnya kontribusi (pendapatan
yang diberikan) penghasilan mereka terha-
dap keluarga, perbedaan tingkat pendidikan
tidak menunjukkan perbedaan yang signifi-
kan. Sebagai misal mereka yang berpendidi-
kan SD dengan mereka yang berpendidikan
SMP maupun SMU dalam memberikan pen-
dapatan yang diberikan penghasilannya ter-
hadap keluarga mereka hampir sama.
Faktor pendorong kinerja penanga-
nan anak jalanan yaitu adanya Peraturan
Walikota Kota No. 10 tahun 2013. Usaha
pemda kota Malang yaitu membuat kepu-
tusan tersebut yang berisi tentang Pemben-
tukan Dinas Sosial Penanggulangan Anak
jalanan. Dinas ini bertugas melakukan pe-
nertiban dan pemberdayaan anak jalanan di
Kota Malang. Selain itu, adanya dukungan
dana anggaran dari pemkot dan pemprov ju-
ga menjadi salah satu faktor pendukung ki-
nerja penanganan anak jalanan. Walaupun
dinilai dana anggaran tersebut tidak men-
cukupi proses penanganan anak jalanan, a-
kan tetapi hal itu lebih baik daripada tidak
mendapat perhatian dari pemkot maupun
pemprov itu sendiri.
Beban biaya untuk penanganan anak jala-
nan, gelandangan dan pengemis bersumber
dari:
a. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Dae-
rah dan sumber lain yang sah dan tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan peratu-
ran perundang –undangan.
b. Pengumpulan dan Pengolahan Data Pe-
nyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) dan Potensi Sumber Kesejah-
teraan Sosial (PSKS) dianggarkan sebe-
sar: Rp 247.816.500,00 menyerap angga-
ran sebesar Rp 245.287.000,00 digunakan
untuk tersedianya honorarium petugas
pendataan, yaitu aparat Kecamatan dan/
atau Kelurahan dengan melibatkan Tena-
ga Kesejahteraan Sosial Kecamatan dan
Pekerja Sosial Masyarakat sebanyak 193
orang yang dilengkapi Surat Penugasan
Sekretaris Daerah Kota Malang, bahan
perlengkapan praktek, alat tulis kantor,
makan dan minum rapat dan bantuan uang
transport bagi petugas pendataan.
Secara umum Dinas Sosial Kota Ma-
lang telah dapat melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya dalam penyusunan dan pelak-
sanaan kebijakan daerah di bidang sosial di
Kota Malang, baik kegiatan yang bersifat
administratif maupun bersifat teknis secara
proposional telah berjalan dengan baik.
Indikator keberhasilan / kegagalan
pencapaian visi, misi, tujuan, sasaran, pro-
gram dan kegiatan Dinas Sosial Kota Ma-
lang adalah dengan melakukan pengukuran
Indikator Kinerja Utama (IKU). Pengukuran
dilakukan terhadap hasil su-atu penilaian
secara sistematik yang didasarkan pada
indikator kinerja. Pengukuran kinerja men-
cakup: (1) indikator kinerja utama (rencana
tingkat capaian), dan (2) tingkat capaian sa-
saran Dinas Sosial Kota Malang terhadap in-
dikator kinerja utama yang telah ditetapkan.
Setelah diperoleh data hasil pengukuran in-
dikator kinerja maka dilakukan pengukuran
tingkat pencapaian indikator kinerja. Pengu-
kuran ini dilakukan dengan metode perban-
dingan antara rencana tingkat capaian (tar
get) dengan realisasi capaian untuk mening-
katkan kualitas dan kemandirian Penyan
8 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM, Volume 10 Nomor 2 Periode Nov 2016 Hal 1 - 14
dang Masalah Kesejahteraan Sosial agar da-
pat melaksanakan fungsi sosialnya secara
wajar, maka perlu adanya bimbingan sosial,
rehabilitasi dan pelayanan sosial, penggalian
potensi diri serta pembinaan melalui pembe
rian pelatihan dan ketrampilan bagi Penyan
dang Masalah Kesejahteraan Sosial agar
mampu mengembangkan kemampuannya.
Pembinaan tersebut dilaksanakan melalui
program pelayanan dan rehabilitasi kesejah
teraan sosial dengan target anggaran sebesar
Rp. 2.631.744.700,00, terserap sebesar : -----
Rp. 1.507.144.063,00, selisih anggaran tidak
terserap sebesar Rp 1.124.600.637,00 de
ngan cacatan kegiatan sebesar : --------------
Rp 1.000.000.000,00 dari sumber dana Dana
Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-
CHT) tidak dapat dilaksanakan dikarenakan
karena dasar hukum pelaksanaannya belum
sesuai dengan ketentuan ( Peraturan Guber
nur Nomor 51 Tahun 2010 tentang Pedoman
Umum Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau di Jawa Timur Ps 24 huruf
(h) jo Peraturan Walikota Malang Nomor 11
Tahun 2010 Ps 10 huruf (z) “ bahwa pembi
naan lingkungan sosial melalui pemberda
yaan PMKS ditujukan khusus untuk eks kli
en panti “ Sehingga telah terjadi efisiensi
anggaran sebesar Rp. 124.600.637,00 Kegia
tan–kegiatan yang telah dilaksanakan ada-lah
sebagai berikut:
(1) Pemulangan Orang Terlantar ke Dae
rah Asal, dianggarkan sebesar:---------
Rp. 21.000.000,- menyerap anggaran
sebesar: Rp. 17.700.000,- digunakan
untuk terlaksananya pemulangan o
rang terlantar di Kota Malang ke dae
rah asal sebanyak 255 orang dengan
pemberian uang transport atau saku.
Kegiatan ini dilaksanakan mulai bulan
Januari sampai dengan Desember 2013
dan ditujukan untuk menciptakan Kota
Malang yang bersih, tertib dan aman.
(2) Operasional Loka Bina Karya Pandan-
wangi, dianggarkan sebesar :------------
Rp. 24.400.000,- menyerap anggaran
sebesar Rp. 23.892.613,00 digunakan
untuk honorarium tenaga kebersihan/
pengamanan kantor, tersedianya alat
listrik dan elektronika, perawatan dan
bahan pembersih, rekening listrik, pe
meliharaan 22 unit mesin jahit, 2 mesin
obras, 8 mesin yanome, kebersihan
kantor, pemeliharaan/pengecatan tem
bok bangunan dilaksanakan oleh CV
DAYU HUTAMA Jalan Bareng Te
ngah VE/725 Malang sesuai SP No
mor: 027/214.1/PPK/35.73.305/2013
tanggal 08 April 2013 dan papan nama
Loka Bina Karya (LBK) Pan danwangi
dilaksanakan oleh CV SKETSA. COM
Jl. Danau Paniae IV H4/G 19 Malang
sesuai SP Nomor: 027/488.1/PPK/35.
73.305/2013 tanggal 20 Juni 2013. Ke
giatan ini dilaksanakan mulai bulan
Januari sampai de ngan Desember 2013
dan ditujukan untuk terwujudnya kelan
caran kegiatan dan operasional LBK
guna meningkat kan pelayanan
pelatihan bagi penyan dang cacat.
(3) Operasional Penampungan TWK Su
kun, dianggarkan sebesar:---------------
Rp.149.940.000,00 menyerap angga
ran sebesar : Rp.133.589.200,00 digu
nakan untuk pembayaran honorarium
perawat klien, biaya pemakaman kli en,
tersedianya alat kebersihan dan bahan
pembersih, makan dan minum 12 orang
klien selama 1 tahun dan be-lanja mo
dal pengadaan mebeleur, pera latan da
pur , alat lantai ( karpet, perlak plastik)
dan televisi. Kegiatan ini dilak sanakan
mulai bulan Januari sampai dengan
Desember 2013 bekerjasama dengan
CV. Jaya Mandiri yang berala mat di
Jalan Teluk Etna VIII Kav. 129 Ma
lang, berdasarkan kontrak nomor 027/
02/PPK/PL.I/35.73.305/2013 tanggal
18 Januari 2013 dan . Kegiatan ini ditu
jukan untuk tertampungnya dan terpe
nuhinya kebutuhan dasar Gelandangan
Pengemis terlantar yang ditampung di
TWK Sukun.
Operasional dan Penampungan Ling
kungan Pondok Sosial ( LIPONSOS) diang
garkan sebesar Rp. 684.867.600,00 menyerap
anggaran sebesar: Rp. 600.247.250,00
digunakan untuk terlakananya operasional
Implementasi Nilai Pancasila Dan Uud 1945 Dalam Penanganan Anak Jalanan Di Kota
malang, Budaya Budi 9
LIPONSOS yang meliputi honorarium Pe
ngasuh LIPONSOS, petugas dapur, penyuluh
dan pekerja sosial, pengelolaan administrasi
surat menyurat, penyediaan alat listrik dan
elektronika, alat kebersihan dan bahan pem
bersih, obat-obat an,perlengkapan harian kli
en dan hasil razia, operasional razia PMKS
Jalanan, sewa sarana mobilitas darat untuk
pengembalian klien hasil razia ke daerah
asal, makan dan minum klien dan pelaksa
naan razia, uang saku/transport petugas razia
dan pemeliharaan gedung dan bagunan LI
PONSOS, belanja modal mebeleir dan tele
visi serta pembangunan/peningkatan sarana
prasarana LIPONSOS. Kegiatan ini dilaksa
nakan mulai bulan Januari sampai dengan
Desember 2013.
Dalam rangka menangani anak jala
nan di Kota Malang Dinas Sosial bekerja
sama dengan masyarakat melalui rumah sing
gah dan juga panti asuhan yang ada di Kota
Malang. Layanan yang diberikan oleh Bi
dang PMKS Dinsos Malang kepada anak ja
lanan berupa pembinaan mental, pelatihan
keterampilan, dan bantuan modal usaha. Se
telah patroli dilakukan oleh tim Bidang
PMKS di jalan-jalan protokol Malang, anak
jalanan kemudian diberi bimbingan pe lati
han yang dibantu oleh LSM anak jalanan,
yaitu RPSA. Layanan yang diberikan oleh
Dinsos mengalami kendala, yaitu datangnya
dari obyek yang dilayani, anak jalanan. Hal
itu dikarenakan mobilitas anak jalanan yang
tinggi, menyebabkan layanan yang diberikan
Dinsos tidak mencapai pada sasarannya.
Anak jalanan tidak sepenuhnya mau dibina
dan diberi keterampilan, dan keinginan anak
jalanan tersebut selalu berubah-ubah. Hal ini
diungkapkan oleh Kabid dan Kasi Bidang
PMKS yang menyebutkan bahwa anak-anak
yang dibina seringkali tidak sama orang yang
harusnya dibina setiap kali bimbingan. Pada
hal bimbingan tersebut harus bertahap de
ngan orang yang sama.
Pihak Dinsos Kota Malang melim
pahkan wewenang pada RPSA yang ditun
juk, untuk menyusun proposal kegiatan yang
melibatkan anak jalanan. Proposal tersebut
harus dilengkapi data-data administratif dari
RT, RW, dan kelurahan yang ditempati anak
jalanan tersebut. Anggaran tersebut diguna
kan untuk pembinaan keterampilan yang di
sesuaikan dengan kebutuhan anak jalanan.
Akan tetapi, peran Dinsos Kota Malang ha
nya terbatas sebagai stimulan kegiatan saja.
Pembimbingan, pelatihan, hingga pengenta
san anak jalanan agar mandiri dilepaskan
sepenuhnya oleh RPSA.
Pada kenyataan di lapangan, LSM
akan lebih dekat dengan anak jalanan, kare
na mereka berinteraksi secara langsung, se
hingga tepat sekali jika dalam pelaksanaan
perlindungan anak jalanan ini pihak pemerin
tah mengajak kerjasama LSM-LSM agar ke
bijakan yang ada dapat berjalan lebih efektif
dan tepat sasaran
LPAJ Griya Baca merupakan salah-
satu LSM yang fokus dalam menangani anak
jalanan. Dalam kegiatannya, Griya Baca juga
bekerjasama dengan Dinas Sosial Kota Ma
lang.
Program yang dimiliki oleh Griya Ba
ca dalam penanganan terhadap anak jalanan
diantaranya adalah 1. Achivement Motiva
tion Training (AMT) dengan anak jalanan
yang menjadi anak-anak binaan; 2. Bhakti
sosial dengan keluarga anak jalanan; 3. Pem
binaan rutin dua kali dalam satu minggu; 4.
Pembinaan orang tua; 5. Pelatihan life skill
event; 6. Training-training pembina, adik bi
naan dan pengembangan diri lainnya.
Griya Baca menerapkan konsep child
center community development, karena itu
Griya Baca menyadari bahwa agar proses ad
vokasi dan pemberdayaan anak jalanan berja
lan dengan efektif dan progresif, maka dibu
tuhkan penanganan terhadap orang tua dan
masyarakat termarginalkan yang ada di seki
tar mereka. Dinas Sosial mengacu pada tiga
hal yang disebut dengan “3 fungsi utama pe
nanganan anak jalanan”, antara lain terdiri
dari 1.Fungsi pencegahan: dilakukan dengan
cara sosialisasi kepada anak jalanan melalui
kerjasama dengan LSM ataupun pihak-pihak
lain yang terkait. Proses sosialisasi ini tidak
serta merta dapat berjalan dengan maksi-mal,
sebagai alternatif pencegahan yang la in,
Dinas Sosial Kota Malang bekerjasama
10 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM, Volume 10 Nomor 2 Periode Nov 2016 Hal 1 - 14
dengan Satpol-PP untuk melakukan kegiatan
razia anak jalanan yang disebut “Operasi
Simpatik”. Kegiatan Operasi Simpatik ini
tidak hanya dilakukan oleh Satpol-PP, tetapi
ada tim terkait yang bekerjasama dalam ke
giatan ini, tim tersebut adalah gabungan dari
Dinas Sosial, Satpol-PP, Polresta Kota Ma
lang, Kementerian Agama Kota Malang dan
Dinas Ketenagakerjaan Kota Malang. Pada
tahun 2012 kemarin, telah dilakukan sembi
lan kali Operasi Simpatik, dari bulan Maret
sampai Nopember.
Fungsi rehabilitasi:anak jalanan yang
hasil razia Operasi Simpatik kemudian dida
ta dan ditampung di LIPONSOS (Lingkung
an Pondok Sosial) yaitu tempat yang me
mang disediakan untuk membina anak-anak
jalanan yang terjaring dalam razia. Materi
pembinaan yang diberikan dalam upaya reha
bilitasi di LIPONSOS antara lain adalah
pembinaan mental, keagamaan, dan motiva
si-motivasi. Setelah dari LIPONSOS, anak-
anak jalanan ini akan dirujuk ke UPT-UPT
(Unit Pelayanan Terpadu) yang berada di
Provinsi Jawa Timur untuk mendapatkan
pembinaan lebih lanjut. Dalam fase ini Di
nas Sosial Kota Malang bekerjasama dengan
Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur. Dinas So
sial juga bekerjasama dengan panti-panti asu
han untuk merujuk anak jalanan yang tidak
memiliki tempat tinggal tetap dan sudah ti
dak memiliki keluarga ataupun orang tua.
Pemberdayaan ini dimaksudkan agar
nantinya anak-anak jalanan tersebut dapat
memiliki keterampilan tertentu yang nanti
nya dapat mereka jadikan bekal dalam beker
ja, hal inilah yang diharapkan secara perla
han dapat membuat mereka berhenti menja di
anak jalanan. Pemberdayaan ini dimulai dari
tahapan identifikasi atau pendataan a nak
jalanan, dengan skema by name by address.
Setelah dilakukan pendataan/identi-fikasi,
data yang ada akan diseleksi. Proses seleksi
ini dimaksudkan agar pelatihan yang diikuti
oleh anak-anak jalanan ini sesuai de ngan
minat dan kemampuannya. Untuk me
mastikan bahwa data yang didapat dan telah
terploting merupakan data yang benar, maka
Dinas Sosial melakukan home-visite. Tidak
hanya berhenti pada proses home-visite, se
lanjutnya dilakukan tahapan assessment un
tuk dapat mengetahui latar belakang anak ja
lanan secara lebih menyeluruh. Dalam pro
ses ini, para relawan (seperti halnya pekerja
sosial, ataupun relawan-relawan yang terga
bung dalam LSM-LSM) melakukan pengi-
dentifikasian terhadap anak jalanan untuk
mendapatkan data yang selengkap-lengkap
nya tentang mereka.
Setelah semua data terkumpul seca
ra rinci, dibuatlah sebuah “rencana interven
si yaitu upaya yang dilakukan Dinas Sosial
untuk memasukkan mereka dalam rangkaian
pelatihan keterampilan yang disebut dengan
“Program Bimbingan Sosial dan Keterampi
lan”. Oleh Dinas Sosial Kota Malang adalah
pelatihan fotografi, tataboga, otomotif dan
kursus mengemudi. Ketika pelatihan ini sele
sai mereka akan mendapatkan bantuan stimu
lant sesuai dengan pelatihan keterampilan
yang mereka ikuti, tapi seringkali pemberian
stimulant ini dimanfaatkan tidak sebagaima
na mestinya oleh mereka, seperti pada saat
ada anak binaan dari Griya Baca yang diberi
bantuan kompresor, yang akhirnya bantuan
tersebut tidak dipakai untuk berusaha tetapi
malah dijual.
Fenomena ini menjadi wajar saja ter
jadi, terlebih jika melihat lingkungan anak-
anak jalanan yang menyebabkan mereka cen
derung berfikir pendek, apa yang dapat me
reka lakukan untuk mendapatkan uang de
ngan cepat, itulah yang akan mereka pilih, ti
dak ada lagi pemikiran ke depan untuk meru
bah kehidupan menjadi lebih baik, apalagi
dengan berhenti menjadi anak jala-nan, ka
rena sebagian mereka merasa bekerja me-
ngamen, meminta, dan berbagai macam pe
kerjaan di jalanan tersebut lebih mudah dan
lebih cepat menghasilkan uang. Dinas Sosial
sudah berusaha mengantisipasi hal ini de
ngan melakukan evaluasi dan monitoring,
tetapi karena tindakan evaluasi dan monito
ring ini hanya dilakukan dalam jangka wak
tu tertentu saja, itupun tenggang waktunya
relatif jarang, akhirnya praktik penyalahgu
naan bantuan ini masih saja terjadi.
Implementasi Nilai Pancasila Dan Uud 1945 Dalam Penanganan Anak Jalanan Di Kota
malang, Budaya Budi 11
Peran LSM sangat besar pada pe
nanganan terhadap anak jalanan, karena da
lam kenyataannya LSM adalah pihak yang
mempunyai hubungan langsung dengan
anak-anak jalanan. Permasalahan anak-anak
jalanan semakin lama memang semakin kom
pleks dan berkembang, mulai dari permasa
lahannya dengan dirinya sendiri, dengan ko
munitasnya, dengan masyarakat, sampai
yang saat ini marak adalah permasalahannya
dengan aparat, seperti halnya Satpol-PP, ka
rena seringkali tindakan Satpol-PP yang me
lakukan penangkapan pada mereka memicu
perlawanan balik dari anak-anak jalanan ini
yang pada akhirnya menimbulkan bentrok
dan kericuhan. Hal ini membuat hubungan
antara aparat dan anak jalanan menjadi ku
rang baik. Jika antara Pemerintah dan LSM
mempunyai hubungan dan komunikasi yang
baik, LSM bisa menjadi fasilitator untuk
menghubungkan antara pemerintah dengan
anak jalanan.
Jika kembali pada kebijakan PMKS,
yaitu keputusan Walikota Malang Nomor 10
Tahun 2013 yang saat ini dijadikan payung
kebijakan dalam penanganan permasalahan
anak jalanan, kebijakan tersebut bukanlah
merupakan kebijakan baru, tetapi merupa kan
penyempurnaan dari kebijakan PMKS yang
telah ada sebelumnya yang disahkan. Dalam
rentan waktu tiga tahun setelah kebi jakan ini
disahkan, dan setelah berbagai ma cam
program kerja terkait perlindungan anak
jalanan ini dilaksanakan, pada kenyata annya
jumlah anak jalanan masih belum mengalami
penurunan. Dari data yang dipe roleh dari
Dinas Sosial menyebutkan, pada 2009 di
Kota Malang ada sekitar 108 anak jalanan,
2010 meningkat menjadi 127 anak, 2011
meningkat lagi menjadi 487 anak ja lanan,
dan tahun 2012 kemarin ada 524 anak
jalanan.
Responsibilitas menjelaskan apakah
pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu di
lakukan sesuai dengan prinsip-prinsip admi
nistrasi yang benar atau sesuai dengan kebi
jakan organisai, baik yang eksplisit maupun
implisit. Usaha yang dilakukan agar bekerja
sesuai dengan prinsip administrasi yang ada
yaitu Bidang PMKS bekerja sesuai tugas ma
sing-masing, dan ada system pengawasan
yang dilakukan. Pengawasan tersebut diwu
judkan dengan adanya pertanggungjawaban
kepada Komisi C DPRD Kota Malang. Indi
vidu, kelompok, maupun tim di Bidang
PMKS Dinsos Kota Malang bertanggungja
wab atas peran dan pekerjaan mereka ma-
sing-masing. Contohnya bidang PMKS terdi
ri dari tiga seksi, yaitu seksi pelayanan sosi
al, seksi rehabilitasi sosial, dan seksi bantu
an sosial, mereka bertanggung jawab terha
dap kepala bidang PMKS, dan dalam pelak
sanaan tugas berkoordinasi satu sama lain.
Pada kenyataannya, tugas bidang PMKS
yang kegiatannya turun ke lapangan untuk
menjaring anak-anak jalanan dan memberi
pendampingan, dihadapi kendala kurangnya
tenaga sosial. Selain itu, kekurangan angga
ran untuk melaksanakan program juga men
jadi kendala responsibilitas.
Target yang diharapkan dari Bidang
PMKS adalah meningkatnya kesejahteraan
anak jalanan, diharapkan anak jalanan tidak
turun ke jalan kembali dan bisa hidup man
diri. Kepala Bidang PMKS menekankan bah
wa partisipasi masyarakat sangat dibutuh
kan, karena pada kenyataannya masih ba
nyak masyarakat yang kasihan melihat anak
jalanan dan memberi uang di jalanan. Pada
hal kebiasaan tersebut akan mengakibatkan
anak jalanan tidak dapat lepas dari jalanan.
Akan tetapi, kendala lain yang diha
dapi adalah tingkat kesejahteraan tersebut
berbeda-beda persepsinya antara satu indivi
du dengan individu lain. Kendala tersebut
menyebabkan usaha-usaha dari Dinsos Kota
Malang untuk menangani anak jalanan ha
nya di permukaan saja, tidak menyentuh kon
disi setelah anak jalanan diberi bantuan itu.
Target capaian hanya sebatas selesainya ke
giatan, dan tidak menangani bagaimana anak
tersebut mandiri sepenuhnya. Pertanggung-
jawaban dilakukan melalui laporan dari ba
wah ke pimpinan puncak setiap bulan yang
berupa laporan bulanan. Laporan ini dibuat
secara tertulis dan harus diserahkan kepada
Dinsos untuk diperiksa. Pertanggungjawa
bannya adalah sesuai dengan tupoksi ma
12 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM, Volume 10 Nomor 2 Periode Nov 2016 Hal 1 - 14
sing-masing. Pertanggungjawaban berupa ha
sil yang dilaporkan kepada Dinsos. Bentuk
pertanggungjawaban vertikal dari Bidang
PMKS yaitu membuat laporan pertanggung
jawaban tugas-tugas mereka dan diberi kan
ke Dinsos untuk diperiksa lalu diterus kan ke
Pemkot. Dinsos juga mempertanggungjawab
kan kepada Komisi C DPRD Ko ta Malang.
Sedangkan secara horisontal tidak perlu
adanya laporan. Hal-hal yang sudah dilapor
kan kepada publik dilakukan oleh Bidang
PMKS seperti memberi memberi himbauan
kepada masyarakat tentang larangan membe
ri uang kepada anak jalanan. Bentuk himbau
an ini seperti spanduk, mela lui media massa,
dan pamflet. Selain itu, bentuk bantuan seper
ti bantuan modal usaha ke pada anak jalanan
yang telah diseleksi juga dilaporkan di media
massa. Hal yang perlu ditingkatkan dalam
pelaporan publik seperti usaha-usaha yang
telah dilakukan oleh Dinsos dalam rangka
mengentaskan anak jalanan, sehingga juga da
pat ditingkatkan partisipasi masyarakat.
Kurangnya sumber daya manusia men
jadi kendala terbesar dalam penanganan anak
jalanan. Idealnya, ada tenaga sosial yang men
dampingi anak jalanan tersebut selama sehari
dua jam dan seminggu penuh. Akan tetapi,
kinerja Dinsos juga mengalami kendala yaitu
datangnya dari anak jalanan itu sendiri. Ke
inginan anak jalanan yang selalu berubah-
ubah menyebabkan program yang dicanang
kan untuk mereka tidak maksi mal, terbukti
di RPSA terdapat alat-alat keterampilan un
tuk usaha tidak digunakan. Sehingga modal-
modal ini menjadi sia-sia. Partisipasi masya
rakat juga menjadi kendala pada penanganan
anak jalanan ini. Kesadaran masyarakat
dinilai rendah dalam menghadapi dan menyi
kapi keberadaan anak jalanan. Masih banyak
masyarakat yang memberi uang kepada anak
jalanan, padahal tindakan tersebut akan mem
buat anak jalanan semakin tidak mau dan
berusaha mandiri.
Kendala dalam pemberian layanan
yaitu terbatasnya SDM dari pemerintah yang
ada. Jumlah anak jalanan yang ditangani ti
dak sebanding dengan jumlah tenaga sosial
dari pemerintah. Padahal bimbingan tersebut
harusnya menyeluruh, dilakukan dari anak ja
lanan diseleksi sampai dengan anak jalanan
tersebut mandiri di kehidupan masyarakat.
Anggaran untuk pengentasan anak jalanan
juga kurang. Hal ini diungkapkan oleh kepa
la RPSA, ia menjelaskan bahwa setiap tahun
anggaran untuk menangani anak jalanan yang
diberikan kepada yayasannya dari Din sos
semakin menurun. Masyarakat juga ber pen
dapat, kinerja Dinsos Kota Malang dini lai
belum maksimal, karena masih banyak anak
jalanan yang mereka temui di jalanan dan
masyarakat tidak mengetahui program apa
yang benar-benar diprioritaskan oleh pe
merintah kota Malang untuk mengentaskan
anak jalanan.
Penanganan permasalahan anak jala
nan jika dimasukkan dalam kebijakan PMKS
masih terlalu umum, sehingga tidak meng
herankan jika kebijakan ini belum mampu
memberikan dampak positif bagi anak jala
nan itu sendiri, dan banyak anak jalanan yang
belum dapat terlindungi dari adanya kebi
jakan tersebut Tahun 2010 Kota Malang di
tunjuk sebagai salah satu pengembang Kota
Layak anak (KLA). Salah satu indikator bagi
Kota Layak Anak adalah adanya kebijakan
mengenai Peraturan Daerah Perlindungan Pe
rempuan dan Anak. Jika Kota Malang sudah
ditetapkan menjadi bagian dari pengembang
an Kota Layak Anak, maka Kota Malang
harus mempunyai Peraturan Daerah tersebut.
Dengan adanya Perda Perlindungan Perempu
an dan Anak, maka upaya dan tindakan da
lam perlindungan anak jalanan akan lebih
fokus, tidak seperti pada Keputusan Walikota
Nomor 88 Tahun 2011 yang fokusnya masih
terpecah dalam 28 kategori PMKS.
Permasalahan anak jalanan merupakan
sebuah permasalahan yang kompleks, sehing
ga membutuhkan penanganan yang hollistic,
untuk itulah dibutuhkan kerjasama dan koor
dinasi yang baik antara stakehol ders. Untuk
membuat kebijakan yang terkait dengan per
masalahan anak jalanan, sudah se pantasnya
pemerintah bekerjasama dengan pihak-pihak
yang memang dekat dengan komunitas anak
jalanan tersebut, yang bersentuhan langsung
dengan mereka, agar ke bijakannya tepat
Implementasi Nilai Pancasila Dan Uud 1945 Dalam Penanganan Anak Jalanan Di Kota
malang, Budaya Budi 13
sasaran. Selain itu dalam pelaksanaan kebija
kan, koordinasi antar stakeholders juga harus
tetap dijaga, dalam hal ini Dinas Sosial se
bagai dinas yang menangani permasalahan-
permasalahan sosial, dan LSM-LSM peduli
anak jalanan, harus mempunyai visi yang
sejalan.
C. Kesimpulan
Implementasi nilai Pancasila dan
UUD 1945 terkait dengan penanganan ter
lantar diwujudkan ke dalam Perda No 10
Tahun 2013 dan Peraturan Walikota Ma lang
No 55 Tahun 2012. Terkait dengan penanga
nan anak terlantar pada peraturan wali kota
ini dinas sosial Kota Malang telah memberi
pembinaan dan memberi rekomendasi untuk
dapat dikirim(bantarkan) ke panti sosial bina
remaja, atau panti asuhan anak. Berdasarkan
Perda tersebut jelas bahwa pemerintah daerah
mempunyai kewaji ban untuk secara aktif
melakukan tindakan preventif maupun kura
tif menangani anak jalanan.
Proses penampungan terhadap anak-
anak jalanan dan gelandangan dilakukan de
ngan mengidentifikasi mereka yang tergo
long anak jalanan, gelandangan, dan penge
mis yang akan dimasukkan dalam Panti So
sial. Seleksi bertujuan untuk menentukan je
nis dan bentuk pelayanan sosial yang akan
diberikan. Selain itu juga dilakukan pemberi
an santunan untuk membantu dari keadaan
yang non produktif ke arah yang produktif
dan juga pemberian bimbingan fisik, mental,
dan juga sosial.
Dalam melakukan pembinaan dan
penanganan anak jalanan dilakukan kerjasa
ma antara dinas sosial dengan SKPD terkait
dan Masyarakat, serta adanya dukungan ang
garan dana. Selain itu juga kerja sama de
ngan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) untuk
menangani pendidikan formal agar anak ja
lanan bisa menyelesaikan pendidikan formal
nya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Badan Kesejahteran Sosial Nasional (BK
SN). 2000. Anak Jalanan di Indone
sia: Permasalahan dan Penanga
nannya. Jakarta: BKSN
Departemen Sosial Republik Indonesia.
1997. Panduan Pelaksanaan Pembi
naan. Kesejahteraan Sosial Anak
Melalui Panti Sosial Asuhan Anak.
Jakarta: Direktorat Kesejahteran
Anak, Keluarga dan Lanjut Usia.
Dinas Sosial. 2001. Acuan Pelaksanaan Pe
layanan Sosial Pembinaan Anak Ja
lanan Dinas Sosial Propinsi Jawa
Timur. Surabaya : Dinsos Jawa Ti
mur.
Djajasudarma. 2006. Metode Penelitian Sosi
al. Bandung : Rineka Cipta.
Dwi Astutik. 2005. Hasil Wawancara Ka
feilmu.com.
Ginanjar. Mohammad Hilman 2010. Anak
Jalanan Menurut Perspektif Hukum
(Studi Kasus Anak Jalanan di Perti
gaan UIN Sunan Kalijaga Yogya
karta). Yogyakarta :UIN Sunan Ka
lijaga.
Laporan Pemberdayaan Anak Kota Malang
Tahun 2005
Miles, Mattew B, dan A Michael Huberman.
2007. Analisis Data Kualitatif, Bu
ku Sumber tentang Metode-metode
Bar. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Moleong, Lexy. (2002). Metodologi Peneliti
an Kualitatif. Bandung: PT. remaja
Rosdakarya.
Nugroho. D. Riant. 2000. Otonomi Daerah,
Desentralisasi Tanpa Revolusi Kaji
an dan Kritik Atas Kebijakan De
sentralisasi di Indonesia. Jakarta:
PT. Alex Media Komputindo.
Patimah, Siti. 2012. Motivasi Belajar Anak
Jalanan dan factor-faktor yang
Mempengaruhinya. (Studi Tentang
Anak Jalanan di Traffic ligth Pasir
Koja Kecamatan Babakan Ciparay
Kota Bandung ). Bandung UPI Ban
dung.
Rahmadani. 2013. Latar Belakang Penyebab
Anak-anak Bekerja di Jalanan (Stu
14 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM, Volume 10 Nomor 2 Periode Nov 2016 Hal 1 - 14
di: 8 Orang Anak Jalanan di Kota
Tanjung-pinang). Riau: UNRI
Sakapurnama. 2011. Telaah Implementasi
Undang-undang Keterbukaan Infor
masi Publik Sebagai Wujud Penera
pan Prinsip Good Governance. Ja
karta: Universitas Indonesia Press.
Shalahuddin, Odi. 2004. Di Bawah Bayang-
Bayang Ancaman. Semarang: Yaya
san Setara.
Soeparman, 2000. Badan Kesejahteran Sosi
al Nasional (BKSN), Modul Pela
tihan Pimpinan. Jakarta: Rumah
Singgah.
Soetarso. 1999. Praktik Pekerjaan Sosial.
Bandung : Kopma STKS Bandung.
Subarsono. 2009. Analisis Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Surbakti dkk. 1997. Prosiding Lokakarya
Persiapan Survey Anaka Rawan:
Study Rintisan di Kotamadya Ban
dung. Jakarta: BBS dan UNICEF.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantita
tif, kualitatif dan R & D. Bandung:
Affabeta
Wijayanti, Pratiwi. 2010. Aspirasi Hidup
Anak Jalanan Semarang Sebuah stu
di kualitatif dengan pendekatan des
kriptif di daerah Siranda, Sema
rang Nugroho Fedri Apri .2014.
Realitas Anak Jalanan Di Kota La
yak Anak Tahun 2014 (Studi Kasus
Anak Jalanan di Kota Surakarta).
Semarang:Universitas Diponegoro.
B. Hasil Penelitian atau Tugas Akhir
SUSENAS. 2000. Survey Ekonomi Nasional
Tahun 2000 Studi di Kabupaten
Lombok Barat dan Kota Surakarta 1
Laporan Penelitian Hibah Riset
Unggulan Universitas Indonesia.
C. Internet
www.misipelmasgbi.org
www.kemsos.go.id
www.misipelmasgbi.org
www.unimed.ac.id.
D. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2002.
Tentang Perlindungan Anak
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 10
Tahun 2013 tentang Penanganan
Anak Jalanan, Gelandangan dan
Pengemis.
Peraturan Walikota Malang Nomor 55 Ta
hun 2012 tentang Uraian Tugas Po
kok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas
Sosial.