implementasi kebijakan
DESCRIPTION
oleh Novi hendra S. IPTRANSCRIPT
Novi Hendra, S. IP
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Implementasi kebijakan adalah aktifitas-aktifitas yang dilakukan untuk
melaksanakan suatu kebijaksanaan1. Implementasi kebijakan merupakan rangkaian
kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Implementasi kebijakan haruslah
menampilkan keefektifan dari kebijakan itu sendiri. Pada prinsipnya ada tiga hal yang
perlu dipenuhi dalam hal kefektifan implementasi kebijakan2. Pertama, apakah
kebijakannya sudah tepat. Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana kebijaksanaan
yang ada telah bermuatan hal-hal yang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan.
Kedua, apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah
yang hendak dipecahkan. Ketiga, apakah kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai
kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan karakter kebijakan.
Menurut George C. Edwards III ada empat faktor atau variabel krusial dalam
implementasi kebijakan publik3 :
1. Komunikasi
Edwards membagi tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni
transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity).
A. Transmisi
Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari
bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah
dikeluarkan.
Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah-perintah
yang diimplementasikan4. Pertama, pertentangan pendapat antara pelaksana dengan
1 Ali Mufiz, Pengantar Administrasi Negara. Jakarta, Universitas Terbuka Depdikbud, 1999, hal. 108.2 Riant Nugroho D, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Jakarta, PT Alex Media Komputindo, 2003, hal.179.3 Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta, Media Pressindo, 2002, hal.126.4 Ibid.,hal. 127-128.
Novi Hendra, S. IP
perintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Kedua, informasi melewati
berlapis-lapis birokrasi. Ketiga, penangkapan komunikasi dihambat oleh persepsi yang
selektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahuhi persyaratan-persyaratan
suatu kebijakan.
B. Kejelasan
Jika kebijakan diimplementasikan sebagaimana diinginkan, maka petunjuk
pelaksana tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan tapi juga komunikasi
kebijkan tersebut harus jelas5.
Dalam beberapa kasus para pelaksana-pelaksana sama sekali tidak memahami
tujuan-tujuan suatu kebijakan atau persyaratan-persyaratan operasional. Sedangkan dalam
beberapa kasus lain, para pelaksana membuat usaha untuk mengekploitasi kekaburan
dalam komunikasi dengan tujuan membantu kebijakan-kebijakan atau badan-badan
kepentingan mereka sendiri. Kurangnya kejelasan mungkin menimbulkan perubahan
kebijakan yang tidak diharapkan karena kekaburan dieksploitasi untuk membantu
kepentingan-kepentingan tertentu6. Selain itu, kurangnya pengetahuan atau pemahaman
tentang suatu bidang kebijakan di antara pejabat-pejabat tinggi mungkin akan membatasi
kejelasan petunjuk-petunjuk yang mereka keluarkan. Kebijakan yang cenderung kabur
seringkali membutuhkan kompromi yang besar mengenai hal-hal yang khusus agar dapat
mencapai suatu keputusan.
C. Konsistensi
Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah
pelaksanaannya harus konsisten dan jelas. Jika perintah yang disampaikan bertentangan,
maka hal ini akan menyulitkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan
baik7. Di sisi lain, perintah-perintah implementasi kebijakan yang tidak konsisten akan
5 Ibid., hal. 128.6 Ibid., hal. 128.7 Ibid., hal. 128.
Novi Hendra, S. IP
mendorong para pelaksana mengambil tindakan yang sangat longgar dalam menafsirkan
dan mengimplementasikan kebijakan. Jika suatu kebijakan bertentangan dengan pilihan-
pilihan pelaksana, maka mereka akan mempunyai kecenderungan menggunakan
keleluasaan mereka untuk mengabaikan dan mendistorsikannya8.
Ketidakkonsistenan seperti halnya kekaburan berasal dari semakin besarnya
kepentingan yang bersaing yang berusaha untuk mempengaruhi implementasi kebijakan.
2. Sumber-sumber
Sumber-sumber merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan
publik. Sumber-sumber yang penting meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian
yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang
diperlukan untuk menterjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan
publik9.
A. Staf
Staf merupakan sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan karena
merekalah sebagai pelaksana kebijakan di lapangan. Dalam hal ini jumlahnya harus
cukup dan harus mempunyai keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan
kebijakan.
B. Informasi
Informasi yang dimaksud di sini adalah, pertama, informasi mengenai bagaimana
melaksanakan suatu kebijakan. Pelaksana perlu mengetahui apa yang dilakukan dan
bagaimana mereka harus melakukannya. Dengan demikian para pelaksana kebijakan
harus diberi petunjuk untuk melaksanakan kebijakan. Kedua, data tentang ketaatan
personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah.
8 Ibid., hal. 129.9 Ibid., hal. 132.
Novi Hendra, S. IP
Kurangnya pengetahuan tentang bagaimana mengimplementasikan kebijakan akibat
kurangnya informasi mempunyai beberapa konsekuensi langsung. Pertama, beberapa
tanggung jawab secara sungguh-sungguh tidak akan dapat dipenuhi atau tidak dapat
dipenuhi tepat pada waktunya. Kedua, ketidakefisienan.
C. Wewenang
Terbatas atau kurangnya wewenang dalam melakukan suatu kebijakan bisa menjadi
suatu hambatan. Namun bisa juga suatu badan mempunyai wewenang besar namun tidak
efektif dalam menggunakan wewenang tersebut. Dalam hal ini efektifitas dalam
penggunaan wewenang sangat diperlukan.
D. Fasilitas-fasilitas
Fasilitas-fasilitas fisik merupakan sumber-sumber penting dalam implementasi
karena merupakan sebagai faktor pendukung terlaksananya sebuah kebijakan.
3. Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku
Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang
mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif.
Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, hal ini merupakan
suatu dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang
diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian pula sebaliknya, bila perspektif
para pelaksana berbeda dengan pembuat keputusan awal, maka proses pelaksanaannya
suatu kebijakan menjadi sulit10.
Menurut Edwards, banyak kebijakan yang masuk kedalam “zona ketidakacuhan”.
Ada kebijakan yang dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari
pelaksana kebijakan, namun kebijakan-kebijakan lain mungkin akan bertentangan secara
langsung dengan pandangan pelaksana kebijakan atau kepentingan pribadi atau organisasi
pelaksana. Dalam kasus seperti ini para pelaksana kebijakan akan mengunakan
10 Ibid.,hal.142.
Novi Hendra, S. IP
keleluasaan dan kadang-kadang dengan cara-cara yang halus menghambat
implementasi11.
4. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan
menjadi pelaksana kebijakan. Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu aspek
struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasional yang
standar yang dapat menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak12.
Menurut Hogwood dan Gun13, bahwa kebijakan publik mengandung resiko untuk
gagal. Keduanya membagi dua pengertian tentang kegagalan kebijakan (policy failure),
yaitu :
1. Tidak terimplementasikan (Non Implementation).
Suatu kebijakan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana dan pada akhirnya
berakibat pada implementasi yang tidak efektif dan sulit untuk dipenuhi.
2. Implementasi yang tidak berhasil (Unsucessfull Implementation).
Implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi manakala suatu kebijakan tertentu
telah dilaksanakan sesuai dengan rencana namun karena ada faktor eksternal akhirnya
kebijakan itu tidak berhasil untuk mencapai hasil yang dikehendaki. Kebijakan memiliki
resiko gagal karena faktor berikut :
a. Pelaksanaan buruk (Bad Excecution)
b. Kebijakan itu sendiri buruk (Bad Policy)
c. Kebijakan itu sendiri yang bernasib buruk (Bad Luck).
11 Ibid., hal. 143.12 Ibid., hal. 149.13 James E. Garret, Public Administration and Policy Implementation: A Social Work Perspektive. International Journal Of Public Administration, 1993, hal. 52-53.
Novi Hendra, S. IP
Peter mengatakan, implementasi kebijakan yang gagal disebabkan oleh beberapa
faktor14 :
1. Kekurangan informasi sehingga menyebabkan gambaran gambaran
yang kurang tepat mengenai isi kebijakan yang sesungguhnya.
Gambaran yang kurang jelas ini berdampak buruk kepada objek kebijakan maupun
kepada pelaksana dari isi kebijakan yang akan dilaksanakan dan hasil dari kebijakan itu.
Hal ini juga menghindari kesalahpahaman dan agar menyamakan persepsi antara kedua
belah pihak.
2. Isi kebijakan yang samar-samar dan tidak jelas atau tidak tegas.
Implementasi kebijakan bisa gagal karena masih samarnya isi atau tujuan kebijakan
atau ketidaktepatan intern maupun ekstern kebijakan itu sendiri dan menunjukkan adanya
kekurangan yang sangat berarti atau adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya.
3. Tidak cukupnya dukungan dalam melaksanakan kebijakan.
Implementasi kebijakan akan sangat sulit apabila pada pelaksanaannya tidak cukup
dukungan terhadap kebijakan tersebut.
4. Pembagian potensi yang bersifat diferensiasi tugas dan wewenang
para aktor implementasi kebijakan.
Hal ini terkait dengan pembagian potensi di antara para aktor implementasi dan dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan wewenang
14 Hesel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik, 2003, hal. 111.