ilusi dan ironi iklan

4
Iklan; Ilusi Bertumpuk Ironi McD membawa kebahagiaan. Iklan rokok membawa kebebasan dan maskulinitas. Pond’s menghadirkan kecantikan. Coca-cola dan Sprite membawa kesegaran. Dan puluhan deret lagi semuanya menawarkan kesenangan dalam berbagai bentuk Namun, pada intinya mereka semua sama. Menjual emosi. Seringkali ide pembuatan iklan berangkat dari sebuah logika sederhana. Semisal sebuah pertanyaan sederhana Berikut. Apa yang paling diinginkan seorang wanita yang bisa ditawarkan oleh sebuah produk? Adalah kecantikan. Kulit yang putih. Mulus tanpa noda jerawat, komedo, dan sebagainya. Pertanyaan sederhana tersebut berimplikasi luas. Kenyataannya adalah semua wanita memang mendambakan hal yang demikian, karena memang katanya sudah ‘fitrahnya’ dari sana. Berangkat daripada itu, muncul iklan kosmetik yang semakin hari semakin bervariasi dalam berbagai model dan merk. Produk kecantikan yang lebih dulu eksis mulai mendapat saingan-saingan dari produk baru. Berbagai merk untuk perawatan dari ujung kaki sampai ujung kepala pun semuanya hadir menghias layar televisi. Tentu tidak ada salahnya ketika suatu produk menawarkan dagangannya dengan amat sangat menarik toh pada akhirnya konsumenlah yang menentukan produk mana yang akan dia beli. Namun, dalam kenyataannya konsumen perlu sadar dan mawas bahwasannya tidak semua produk yang ditawarkan dengan amat sangat meyakinkan dan menggoda siapapun yang melihat tidak mesti tepat guna dan mangkus. Memang tingkat kehati-hatian masyarakat Indonesia untuk tidak termakan mentah-mentah sebuah produk relatif tinggi. Namun, akal-akalan tim kreatif sanggup menghadirkan iklan dengan begitu meyakinkan, dan nyatanya mampu menggoyahkan keyakinan sebagian obyek iklan. Terlebih bagi masyarakat yang sudah amat sangat kebelet berkeinginan pada hasil-hasil yang didapat jika mengonsumsi produk iklan tertentu. Atau pada masyarakat yang memang frustasi dengan kondisi dirinya yang bermasalah dengan hal yang berkaitan dengan tema iklan tersebut. Atau bagi ABG yang masih labil

Upload: hasan-musthofa

Post on 26-Jul-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ilusi Dan Ironi Iklan

Iklan; Ilusi Bertumpuk Ironi

McD membawa kebahagiaan. Iklan rokok membawa kebebasan dan maskulinitas. Pond’s menghadirkan kecantikan. Coca-cola dan Sprite membawa kesegaran. Dan puluhan deret

lagi semuanya menawarkan kesenangan dalam berbagai bentuk Namun, pada intinya mereka semua sama. Menjual emosi.

Seringkali ide pembuatan iklan berangkat dari sebuah logika sederhana. Semisal sebuah pertanyaan sederhana Berikut. Apa yang paling diinginkan seorang wanita yang bisa ditawarkan oleh sebuah produk? Adalah kecantikan. Kulit yang putih. Mulus tanpa noda jerawat, komedo, dan sebagainya. Pertanyaan sederhana tersebut berimplikasi luas. Kenyataannya adalah semua wanita memang mendambakan hal yang demikian, karena memang katanya sudah ‘fitrahnya’ dari sana. Berangkat daripada itu, muncul iklan kosmetik yang semakin hari semakin bervariasi dalam berbagai model dan merk. Produk kecantikan yang lebih dulu eksis mulai mendapat saingan-saingan dari produk baru. Berbagai merk untuk perawatan dari ujung kaki sampai ujung kepala pun semuanya hadir menghias layar televisi.

Tentu tidak ada salahnya ketika suatu produk menawarkan dagangannya dengan amat sangat menarik toh pada akhirnya konsumenlah yang menentukan produk mana yang akan dia beli. Namun, dalam kenyataannya konsumen perlu sadar dan mawas bahwasannya tidak semua produk yang ditawarkan dengan amat sangat meyakinkan dan menggoda siapapun yang melihat tidak mesti tepat guna dan mangkus. Memang tingkat kehati-hatian masyarakat Indonesia untuk tidak termakan mentah-mentah sebuah produk relatif tinggi. Namun, akal-akalan tim kreatif sanggup menghadirkan iklan dengan begitu meyakinkan, dan nyatanya mampu menggoyahkan keyakinan sebagian obyek iklan. Terlebih bagi masyarakat yang sudah amat sangat kebelet berkeinginan pada hasil-hasil yang didapat jika mengonsumsi produk iklan tertentu. Atau pada masyarakat yang memang frustasi dengan kondisi dirinya yang bermasalah dengan hal yang berkaitan dengan tema iklan tersebut. Atau bagi ABG yang masih labil dengan kondisi psikis maupun fisiknya sendiri. Saking besarnya keinginannya untuk tampil seindah mungkin, maka semua produk iklan kecantikan yang ada menjadi sangat menarik dan statusnya menjadi ‘recomended product’.

Produk pemutih wajah dapat indikator apakah seorang obyek iklan termakan iklan atau tidak. Definisi cantik di Indonesia telah bergeser menjadi kulit putih seperti kulit orang Jepang atau Korea. Namun, dr Retno I.S. Tranggono, SpKK, cosmetodermatologist sekaligus pendiri PT Ristra Indolab, dikutip dari okezone.com memandang bahwa cara pemikiran tersebut merupakan sebuah kesalahan fatal. “Sudut pandang cantik harus berkulit putih sulit dihentikan. Manusia selalu melihat orang lain lebih baik darinya. Ketahuilah bahwa ‘rumput tetangga’ tak selalu lebih baik. Masyarakat perlu diedukasi bahwa kulit kita cokelat, sudah bagus. Enggak usahlah berkulit putih...” Konsumen Indonesia disarankan melihat iklan produk pemutih kulit secara lebih kritis. “Jangan asal termakan iklan. Masyarakat harus pintar dan kritis.”

Ada juga iklan yang dengan percaya diri memberi iming-imingan hadiah yang sebegitu besar hanya dengan syarat yang sepele. Bisa dengan mengirim bungkus makanan yang diiklankan,

Page 2: Ilusi Dan Ironi Iklan

atau dengan mengikuti undian berhadiah, sampai pada imingi-imingan hadiah besar dengan mengetik REG spasi dan sebagainya.

Sekilas terlihat naif memang. Namun, dalam kenyataannya ada sebagian dari masyarakat Indonesia yang termakan dan percaya buta dengan iklan-iklan tersebut. Iklan-iklan jenis ini memang jelas diarahkan kepada kaum garis bawah. Terutama bagi kaum digital urban atau kelompok masyarakat yang baru saja mencoba menikmati teknologi dan tidak tahu menahu akal-akalan para penyaji iklan. Masyarakat pekerja yang seharian membanting tulang di lapangan takjub dan tertarik dengan iklan yang menawarkan iming-imingan besar dengan cara yang mudah. Televisi menjadi media perantara yang sangat efektif karena menyentuh segala lapisan masyarakat. Sifatnya yang murah, bahkan gratis, maka kalangan terbawah sekalipun dapat ‘menikmati’ iklan yang disiarkan. Ilusi berupa iming-imingan tersebut adalah ilusi sekaligus ironi. Bayang-bayang kekayaan yang dapat diraih jika mengikuti iklan menutup akal sehat bahwa iklan tersebut seringkali adalah akal-akalan.

Ilusi pepesan kosong juga ditunjukkan oleh iklan rokok. Iklan rokok jaman sekarang telah bergeser dari wujud harfiah rokok itu sendiri, menjadi pesan-pesan yang menyampaikan sebuah nilai bahwa perokok itu maskulin, keren, cool, dan membanggakan. Iklan rokok sangat mendominasi deretan iklan yang menyelingi acara utama televisi. Hal ini berbanding lurus dengan perkembangan industri rokok, dan berbanding terbalik dengan tingkat kesehatan para obyek iklan, yaitu para perokok. Iming-iming keren dan sebagainya hanyalah ilusi para tim iklan agar rokoknya menarik, diingat orang banyak, memberi kesan, dan akhirnya membeli rokok tersebut. Berapa banyak perokok yang awalnya hanya mencoba-coba agar terlihat keren seperti di dalam iklan. Mereka adalah bukti bahwa ilusi iklan rokok sungguh manjur membius obyek iklan.

Perlu Regulasi

Semua orang memang bebas menyampaikan pesan tertentu kepada khalayak, termasuk jenis iklan. Namun, ketika iklan ini menyampaikan ilusi pepesan kosong yang malah emnjerumuskan, tentu hal ini tidak boleh dibiarkan. Kaum yang tidak paham atau ‘mudah tertipu’ adalah pihak yang dirugikan, dan nyatanya mereka masih ada di dalam unsur masyarakat kita. Maka iklan-iklan tersebut harus harus ditinjau kembali apakah layak ditampilkan di hadapan jutaan orang yang melihat media tempat iklan disiarkan.

Faktor kesopanan juga perlu dibenahi, mengingat masih banyak iklan yang melenceng dari produk yang diiklankan, namun malah menyampaikan nilai lain yang seronok dan tidak pantas dilihat oleh khalayak, terutama anak-anak. Iklan yang terbukti merugikan dan membohongi tentu saja harus diberi hukuman yang pantas. Obyek iklan juga jangan sampai terlena dengan iming-iming yang terkadang menggiurkan dan menutupi akal sehat. Iklan yang terkadang bombastis dan yang paling menggiurkan, itulah yang perlu diwaspadai. [] (Hs)