ilokusi ekspresif

11
Andalusia Neneng Permatasari (0906499902) Ilokusi Behabitif pada Teks Wacana Naratif Berjudul “Lajang” karya Samuel Mulia 1. Pendahuluan Komunikasi bukan hanya sekedar mengekspresikan pernyataan kebahasaan saja. Dalam mengekspresikan bentuk kebahasaan tersebut, di dalamnya ada tindakan, hal inilah yang kita kenal dengan speech act atau tindak tutur. Ketika kita mengucapkan kata “ada film bagus” pada seorang kawan, di sana tidak hanya ada bentuk kebahasaan semata yang memberitahu ada film bagus, tapi di sana ada bentuk tindakan mengajak juga. Begitu juga dalam wacana narasi yang berjudul “Lajang” karya Samuel Mulia. Di dalamnya banyak terdapat bentuk-bentuk tindak tutur yaitu ilokusi yang berjenis behabitif (ekspresif) yang ditunjukkan dengan kritik-kritiknya yang tajam. Menariknya, tulisan Samuel Mulia yang kental dengan kritik ini menjadikan dirinya sendiri sebagai objek kritik. Hal inilah yang menjadi motivasi saya untuk menganalisis tindak tuturnya yang sarat nuansa kritik. Selain itu, gaya kepenulisannya pun menjadi salah satu faktor penarik saya untuk menelitinya, karena Samuel membuat bahasa lisan berpindah ke bahasa tulis. Untuk datanya, yaitu wacana naratif dari Samuel Mulia diambil dari Harian Umum Kompas. Wacana naratif Samuel Mulia ini selalu hadir setiap hari minggu dalam rubrik Parodi. Biasanya yang dibicarakan dalam tulisannya adalah hal-hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari disertai kritik-kritiknya yang tajam. 2. Masalah Dengan melihat latarbelakang tersebut maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk tindak ilokusi behabitif dari wacana narasi Samuel Mulia yang berjudul “Lajang”? 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk tindak 1

Upload: andalusia-neneng-permatasari

Post on 19-Jun-2015

1.081 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ilokusi ekspresif

Andalusia Neneng Permatasari (0906499902)

Ilokusi Behabitif pada Teks Wacana Naratif Berjudul “Lajang” karya Samuel Mulia

1. Pendahuluan

Komunikasi bukan hanya sekedar mengekspresikan pernyataan kebahasaan saja. Dalam mengekspresikan bentuk kebahasaan tersebut, di dalamnya ada tindakan, hal inilah yang kita kenal dengan speech act atau tindak tutur. Ketika kita mengucapkan kata “ada film bagus” pada seorang kawan, di sana tidak hanya ada bentuk kebahasaan semata yang memberitahu ada film bagus, tapi di sana ada bentuk tindakan mengajak juga.

Begitu juga dalam wacana narasi yang berjudul “Lajang” karya Samuel Mulia. Di dalamnya banyak terdapat bentuk-bentuk tindak tutur yaitu ilokusi yang berjenis behabitif (ekspresif) yang ditunjukkan dengan kritik-kritiknya yang tajam. Menariknya, tulisan Samuel Mulia yang kental dengan kritik ini menjadikan dirinya sendiri sebagai objek kritik. Hal inilah yang menjadi motivasi saya untuk menganalisis tindak tuturnya yang sarat nuansa kritik. Selain itu, gaya kepenulisannya pun menjadi salah satu faktor penarik saya untuk menelitinya, karena Samuel membuat bahasa lisan berpindah ke bahasa tulis.

Untuk datanya, yaitu wacana naratif dari Samuel Mulia diambil dari Harian Umum Kompas. Wacana naratif Samuel Mulia ini selalu hadir setiap hari minggu dalam rubrik Parodi. Biasanya yang dibicarakan dalam tulisannya adalah hal-hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari disertai kritik-kritiknya yang tajam.

2. Masalah

Dengan melihat latarbelakang tersebut maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk tindak ilokusi behabitif dari wacana narasi Samuel Mulia yang berjudul “Lajang”?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk tindak ilokusi behabitif dari wacana narasi Samuel Mulia yang berjudul “Lajang”.

4. Landasan Teori

Speech Act pertama kali diajukan oleh seorang Filusuf bernama J. L Austin. Ada tiga jenis tindakan yang dilakukan seseorang pada saat ia menghasilkan ujaran sebagaimana yang dikatakan J.L Austin dalam bukunya How to Do Things with Words (1962) yaitu tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlukosi (perlucotionary act).

Tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu. Daya ilokusi dapat berupa pernyataan (statement), perintah (command), menawarkan (offer), salam (greeting), saran (suggestion), janji (promise), dan masih banyak lagi. Teori Austin ini dikembangkan oleh John Searle (1969: 12-17) dengan mengembangkan teori tindak tutur dan mengkategorikan tindak ilokusi menjadi:

1. Asertif (assertives), yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya dengan kebenaran atas apa yang dikatakannya.

1

Page 2: ilokusi ekspresif

2. Direktif (directives), yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu.

3. Ekspresif (expressive), yaitu tindakan yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu.

4. Komisif (commissives), yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yan disebutkan di dalam ujarannya.

5. Deklarasi (declarations), yaitu tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal baru.

Ilokusi Behabitif (Ekspresif)

Austin (1962: 152) dalam how to do things With Words mengatakan bahwa ilokusi behabitif itu sangat beragam, tergantung pada sikap dan kebiasaan sosial. Ilokusi behabitif memasukkan reaksi-reaksi dari kebiasaan dan keberuntungan (kesempatan) setiap orang. Selain itu ilokusi behabitif juga memasukkan karakter dan ekspresi khas dari setiap karakter itu menjadi bagian dari pengamatannya. Hal ini sangat berhubungan dengan bagaimana mendeskripsikan apa yang kita rasakan dan bagaimana cara mengekspresikannya. Di bawah ini adalah yang termasuk ekspresi bahasa yang dapat termasuk pada ilokusi behabitif (Austin, 1962: 160).

1) Untuk meminta maaf kita mengekspresikan dengan kata “maaf”.

2) Untuk berterimakasih kita mengekspresikan dengan kata “terimakasih”.

3) Untuk menunjukkan simpati ditunjukkan dengan kata “selamat”, dan lain-lain.

4) Untuk menunjukkan sikap ditunjukkan dengan kritik, komplain, atau seperti kata “tidak apa-apa”, dan lain-lain.

5) Untuk memberi salam ditunjukkan dengan kata “selamat datang”, “selamat tinggal”, dan lain-lain.

6) Untuk harapan ditunjukkan dengan kata “semoga”, “good luck”, dan lain-lain.

7) Untuk kesempatan ditunjukkan dengan “dare”, bisa juga dengan bentuk “protes” (bentuk memprotes sesuatu), dan lain-lain.

IFID (Ilocutionary Forces Indicating Devices)

Untuk menganalisis ilokusi dalam hal ini yaitu ilokusi behabitif dapat digunakan IFID (Ilocutionary Forces Indicating Devices). Ada beberapa hal dalam IFID yang digunakan untuk menganalisis ilukosi (Austin, 1962: 73-76), yaitu:

1) Mood (modal)

Di dalam tindak tutur biasanya ditemukan bentuk-bentuk seperti akan, harus, seharusnya, sebaiknya, dan lain-lain. Bentuk-bentuk seperti itu menjadi salah satu bukti dari ilokusi.

2) Tone and emphasis

Dalam melakukan tindak tutur tentu disertai nada dan penekanan untuk menunjukkan apa yang dimaksud dan diinginkan. Dalam penelitian ini, bagian ini tidak dimasukkan karena bagian ini tidak dapat diamati dalam tindak tutur teks wacana naratif.

2

Page 3: ilokusi ekspresif

3) Adverbs (adverbial phrases)

Dalam konteks kalimat frasa adverbial ini kerap ada dalam kalimat sebab akibat dan persyaratan.

4) Connecting particles

Partikel penyambung ini tentu sangat dibutuhkan untuk melihat kesinambungan kalimat, apalagi jika kalimat itu bentuknya sebab akibat atau persyaratan.

5) Accompaniments of the utterance

Dalam hal ini yang dimaksud adalah hal-hal di luar ujaran yang menyertai ujaran, seperti gesture atau bahasa tubuh. Dalam penelitian ini bagian ini tidak bisa disertakan karena tindak tutur yang dianalisis adalah tindak tutur dalam teks wacana naratif .

6) The circumstances of the utterance

Konteks juga merupakan hal yang penting untuk diamati dalam sebuah bangun kalimat. Dalam penelitian ini, konteks yang dimaksud adalah konteks kalimat dalam teks wacana yang dianalisis yaitu teks wacana naratif berjudul “Lajang”.

Dalam penelitian ini, IFID akan digunakan untuk menganalisis ilokusi-ilokusi behabitif yang ditemukan dari wacana naratif berjudul “Lajang” karya Samuel Mulia.

5. Temuan dan Analisis

Ada empat verba yang nampak dan dominan dari wacana naratif berjudul “Lajang” karya Samuel Mulia, yaitu bertanya, jujur, cemburu, dan menipu diri. Keempat verba tersebut diambil sesuai konteks kalimat dari wacana tersebut, dan menunjukkan adanya ilokusi behabitif. Selanjutnya, kalimat-kalimat itu akan dianalisis oleh IFID untuk menemukan dan menggambarkan ilokusi behabitif yang terdapat dalam wacana naratif berjudul “Lajang” karya Samuel Mulia.

Jenis Ilokusi Verba yang menunjukkan ilokusi

Cara untuk mengenalinya

Variasi dimensi

Tujuan tindak tuturnya

Kecocokan antara dunia dan kata

kenyataan psikologis

ekspresif Bertanya pertanyaan akan menghadang bagaimana kalau saya begindang, saya begindung

kekhawatiran Usia tua dan kekhawatiran

Keresahan

3

Page 4: ilokusi ekspresif

Jenis Ilokusi

Contoh Verba yang menunjukkan ilokusi

Cara untuk mengenalinya

Variasi dimensi

Tujuan tindak tuturnya

Kecocokan antara dunia dan kata

kenyataan psikologis

ekspresif Jujur Tak lama lagi saya akan setengah abad, usia yang tak pernah saya pikirkan akan saya capai sendirian, tetapi apa boleh buat.

ketidakberdayaan

Usia setengah abad dan masih sendiri menimbulkan kecemasan.

Kekecewaan yang menimbulkan sikap tidak berdaya.

Jenis Ilokusi Contoh Verba yang menunjukkan ilokusi

Cara untuk mengenalinya

Variasi dimensi

Tujuan tindak tuturnya

Kecocokan antara dunia dan kata

kenyataan psikologis

ekspresif jujur Saya akan menjadi pembohong besar, kalau sejujurnya sangat senang mengetahui ada manusia yang khawatir, tepatnya mengkhawatirkan diri saya

Ungkapan sinis

Berpasangan berarti ada yang mengkhawatirkan

sinis

Jenis Ilokusi

Contoh Verba yang menunjukkan ilokusi

Cara untuk mengenalinya

Variasi dimensi

Tujuan tindak tuturnya

Kecocokan antara dunia dan kata

kenyataan psikologis

ekspresif

cemburu Meski yang tak saya sukai dari menjadi berdua adalah rasa cemburu yang timbul meski sejuta suara

Keharusan untuk saling percaya

Saling percaya dapat menurunkan kadar kecemburuan

Keraguan untuk berdua/berkomitmen.

4

Page 5: ilokusi ekspresif

mengatakan harus memberikan kepercayaan. Jeleknya, saya itu orangnya engga percayaan dan cemburuan

Analisis

Untuk mengetahui dan menggambarkan adanya ilokusi behabitif pada wacana naratif karya Samuel Mulia ini akan dipergunakan IFID. Berikut ini tindak tutur yang memperlihatkan adanya ilokusi behabitif karena merupakan ekspresi perasaan dan sikap dari Samuel Mulia selaku penulis dalam wacana naratifnya.

(1) Apalagi umur makin tua, sejuta pertanyaan akan menghadang bagaimana kalau saya begindang, kalau saya begindung.

(2) Tak lama lagi saya akan setengah abad, usia yang tak pernah saya pikirkan akan saya capai sendirian, tetapi apa boleh buat.

(3) Saya akan menjadi pembohong besar, kalau sejujurnya sangat senang mengetahui ada manusia yang khawatir, tepatnya mengkhawatirkan diri saya.

(4) Meski yang tak saya sukai dari menjadi berdua adalah rasa cemburu yang timbul meski sejuta suara mengatakan harus memberikan kepercayaan. Jeleknya, saya itu orangnya engga percayaan dan cemburuan.

Kalimat Pertama

Kalimat (1) ini memperlihatkan adanya modal yang ditunjukkan dengan kata akan sebagai petunjuk perkiraan apa yang akan terjadi di masa datang ketika umur semakin tua. Setelah modal akan dilanjutkan dengan frasa adverbia bagaimana kalau saya begindang, kalau saya begindung. Hal ini juga menunjukkan partikel penyambung sebagai sebuah klausa pengandaian yang ditunjukkan sebelumnya oleh bukti adanya modal akan sebagai bentuk perkiraan penulis pada apa yang akan terjadi di masa tua.

Adapun konteks dari kalimat (1) ini jika dilihat juga kalimat sebelumnya yaitu kesepian itu sudah saya alami, menjadi takut sendiri itu memiriskan nyali, maka yang tergambarkan adalah perasaan khawatir yang berlebihan. Rasa khawatir yang berlebihan ini ditunjukkan oleh bagaimana kalau saya begindang, kalau saya begindung yang sebelumnya pada klausa pertama apalagi umur makin tua. Ekspresi khawatir akan nasib di masa tua adalah bagian dari bentuk ilokusi behabitif dalam wacana naratif berjudul “Lajang” ini. Dalam ekspresi khawatir ini, penulis (Samuel Mulia) mencoba membangun otokritik pada pembaca yang mungkin pernah mengalami rasa kekhawatiran seperti itu, hingga akhirnya memutuskan berdua (berpasangan) hanya karena khawatir akan masa tua.

5

Page 6: ilokusi ekspresif

Kalimat Kedua

Dalam kalimat (2) modal muncul dua kali sebagai petunjuk sesuatu yang akan terjadi yaitu dengan kata akan. Modal akan ini menjadi sebab untuk akibat yang ditunjukkan oleh frasa adverbial yang dalam performatif kerap ada dalam hubungan sebab akibat. Dalam kalimat (2) ditunjukkan dengan tetapi apa boleh buat yang merupakan akibat dari bahwa dalam masa usia setengah abad dia akan sendirian.

Konteks kalimat (2) ini adalah bentuk tuturan ketidakberdayaan yang ditunjukkan dengan apa boleh buat sebagai penutup kalimat. Ketidakberdayaan pada kesendirian di umur tua, yang masih bersambung dengan kalimat sebelumnya yang ditunjukkan oleh kalimat (1) yang menggambarkan kekhawatiran atau kegelisahan. Bentuk ketidakberdayaan ini sebagai upaya kritik Samuel pada orang-orang dengan umur yang sudah dikatakan tua atau matang tapi belum menikah lalu menyerah begitu saja, oleh karena itu bentuk ini pun dapat dimasukkan pada ilokusi behabitif.

Kalimat Ketiga

Untuk kalimat (3) modal ditunjukkan dengan kata akan dalam klausa pertama yang menggambarkan sebuah peristiwa yang akan terjadi (menjadi pembohong besar) jika sebab dalam klausa selanjutnya dalam kalimat (3) terjadi yaitu kalau sejujurnya sangat senang mengetahui ada manusia yang khawatir, tepatnya mengkhawatirkan diri saya. Setelah modal alat ilokusi lain adalah frasa adverbia yang ditunjukkan oleh sangat senang mengetahui, lalu bukti-bukti ini semakin dikuatkan oleh partikel penyambung (connecting particle) kalau yang menjadi petunjuk syarat atau sebab jika klausa pertama ingin terjadi yang ditandai dengan akan.

Setelah bukti-bukti lain terkumpul maka jika dilihat secara konteks kalimat ini dalam wacana naratifnya adalah perasaan sinis yang dituturkan penulis. Hal ini tercermin dari bukti-bukti yang ada berupa frasa pembohong besar, klausa manusia yang khawatir, dan tepatnya mengkhawatirkan diri saya. Tentu saja untuk melihat konteks perlu untuk melihat kalimat sebelum atau sesudahnya. Kalimat sesudahnya itu adalah ada yang bawel menanyakan kapan pulang dan marah-marah. Perasaan sinis ini dikuatkan oleh bukti-bukti lain berupa modal, adverb, dan partikel penyambung yang ada. Saling keterkaitan ini membentuk ilokusi behabitif yaitu kritik penulis yang ingin mengatakan bahwa dia dapat dikatakan berbohong jika mengaku senang ada yang mengkhawatirkan. Hal ini juga kritik pada pilihan melajang banyak orang yang dikarenakan merasa terganggu dengan orang lain yang sedikit-sedikit memastikan dirinya baik-baik saja. Sebagaimana ciri khasnya, bentuk kritik sebagai salah satu ilokusi behabitif Samuel Mulia disampaikan dengan menjadikan diri sendiri sebagai contoh dari sasaran kritik.

Kalimat Keempat

Kalimat (4) ini modal ditunjukkan oleh harus yang berarti sebuah keharusan atau sesuatu hal yang harus dilakukan, dalam hal ini yang harus dilakukan adalah memberi kepercayaan. Akan tetapi, keharusan ini memang menjadi sesuatu yang gagal karena pada akhirnya rasa cemburu yang ingin dihindari itu tetap hadir juga ditunjukkan oleh rasa cemburu yang

6

Page 7: ilokusi ekspresif

timbul meski sejuta suara…, oleh karena itu frasa adverbia dalam kalimat ini ada pada syarat yang gagal untuk dipenuhi yaitu harus memberi kepercayaan. Kegagalan untuk melaksanakan syarat ini ditampilkan oleh partikel penyambung meski yang menunjukkan bahwa rasa cemburu tetap ada walaupun kepercayaan telah berusah dibangun dan diberikan.

Konteks untuk kalimat (4) ini adalah kegagalan. Kegagalan dalam konteks ini adalah kegagalan untuk menghindari cemburu jika harus hidup berdua. Hal inilah yang kebanyakan diyakini oleh orang-orang yang takut membina komitmen untuk bersama karena masalah cemburu yang terkadang merusak semua komitmen yang ada. Konteks kalimat (4) ini dikuatkan oleh kalimat setelahnya la wong di luar pekarang rumah harimaunya banyak sekali…. Oleh karena itu, sesuai dengan ciri dan gaya khas kepenulisannya Samuel Mulia di sini mengkritik bahwa pilihan berdua pun salah jika tidak dapat saling menghormati dan memberikan kepercayaan satu sama lain.

6. Kesimpulan

Tindak ilokusi yang digunakan dalam wacana naratif “Lajang” karya Samuel Mulia adalah jenis ilokusi behabitif (ekspresif), yang ditunjukkan dengan kekhawatiran, ketidakberdayaan, sinisme, dan kesadaran akan kegagalan. Keempat reaksi itu menjadi bentuk tindak tutur dalam teks naratif Samuel Mulia berjudul “Lajang” yang menunjukkan bentuk kritik pada pilihan lajang dan tidaknya dari kebanyakan orang yang bukan berasal dari kesadaran sendiri, namun karena tuntutan sosial atau orang lain. Dengan ekspresi kekhawatiran, kegagalan, ketidakberdayaan, dan sinis Samuel Mulia sebagai penulis melakukan kritik yang sangat tajam dan mengena.

7. Daftar Pustaka

Austin, J. L. 1962. How to Do Things With Words. Oxford: University Press.

Cruse, Alan. 2004. Meaning in Language An Introduction to Semantics and Pragmatics. USA: Oxford University Press.

Leech, Geofrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik, diterjemahkan oleh Dr. M.D.D Oka MA. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Searle, J. R. 1969. Speech Acts. Cambridge: University Press.

Yule, George. 1996. Pragmatik, diterjemahkan oleh Indah Fajar Wahyuni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

7