ilmu pendidikan

13

Click here to load reader

Upload: ahmed-babay

Post on 11-Jun-2015

1.910 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ilmu pendidikan

Taksonomi of education Benjamin S Bloom

Suatu teori pendidikan yang tersusun berbagai domain,setiap domain itu dibagi kembali

kedalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarki. Taksonomi Bloom terdiri dari 3 domain:

1. Domain kognitif : lebih berdasar kepada perilaku-perilaku yang berdasarkan pada

intelektualitas.mencakup:

• Pengetahuan (knowledge)

• Pemahaman (comprehension)

• Aplikasi (application)

• Analisis (analysis)

• Sintesis (synthesis)

• Evaluasi (evaluation)

2. Domain afektif: lebih berdasar kepada perasaan dan emosi. Mencakup:

• Penerimaan(receiving)

• Tanggapan (responding)

• Penghargaan (vauling)

• Pengorganisasian(organization)

• Karakterisasi berdasarkan nilai-nilai(characterization by value or value complek)

3. Domain psikomotor: lebih berdasar kepada personal skill/kemampuan fisik seseorang

• Persepsi (perception)

• Kesiapan(set)

Teori taksonomi ini penting dikarenakan

• Menciptakan suatu perencanaan belajar yang aktif,efektif dan kreatif bagi siswa

• Untuk mengetahui perkembangan siswa dalam belajar.

• Mengevaluasikan efektivitas pembelajaran

• mengembangkan kerangka klasifikasi untuk menulis tujuan pendidikan

Dampak negative apabila pendidik/sekolah tidak menyadari teori Bloom

• Tidak akan bisa melihat keseluruhan dari siswa yang berupa kognitif,afektif, psikomotor.

• Tidak bisa mengembangkan kerangka klasifikasi untuk menulis tujuan pendidikan, dikarenakan

tidak mengetahui hirarki tujuan pendidikan

Page 2: ilmu pendidikan

• Tidak bisa merencanakan perencanaan belajar secara sempurna dikarenakan perencanaan tidak

rinci.

Mastery learning(belajar tuntas)

Suatu proses belajar semua siswa sama jika diberi waktu yang cukup dan kesempatan belajar

yang memadai, dimana semua siswa berbeda dalam kecepatan memahami suatu pelajaran.

Asumsi dasar Mastery learning

Asumsi dasar yaitu siswa tidak ada yang pintar maupun yang bodoh, jadi tidak pembedaan antar

siswa yang pintar dengan yang bodoh. Yang membedakan bagaimana kecepatan antar siswa dalam

memahami suatu pelajaran.

Hal-hal yang meningkatkan hasil pembelajaran menurut konsep Mastery learning yang harus dilakukan

pendidik/sekolah

• Perhatian Guru kesetiap murid per individu secara keseluruhan

• Tidak membedakan murid yang satu dengan murid yang lain

• Memberikan jam tambahan pelajaran dikarenakan untuk memberikan waktu yang cukup untuk

memahami pelajaran

• Jangan melanjutkan ke materi lain jika materi sebelum siswa memahami materi itu

• Memberikan kebebasan waktu dalam mengumpulkan tugas/mengerjakan tugas dikarenakan setiap

siswa dalam memahami berbeda

Hal-hal yang jangan dilakukan oleh para pendidik/sekolah untuk meningkatkan hasil pembelajaran

menurut konsep mastery learning

• Guru jangan memperhatikan satu siswa saja/ memperhatikan siswa yang cerdas tapi harus

memperhatikan seluruh siswa

• Jangan mengejar materi apabila materi sebelumnya belum tuntas

• Menekan siswa untuk mengerjakan tugas/ mengumpulkan tugas tepat waktu

Page 3: ilmu pendidikan

Ralph W Tyler

Buku laid out deceptively-struktur sederhana untuk mengevaluasi dan memberikan

instruksi yang terdiri dari empat bagian yang kemudian dikenal sebagai Tyler alasan:

1. Apa tujuan pendidikan sekolah harus berusaha untuk mencapai? ((Mendefinisikan sesuai

tujuan belajar.)

2. Bagaimana pengalaman belajar dapat dipilih yang mungkin berguna dalam mencapai

tujuan? (Memperkenalkan berguna pengalaman belajar.)

3. Bagaimana pengalaman belajar efektif untuk diorganisir instruksi? (Mengorganisir

pengalaman untuk memaksimalkan pengaruh mereka.)

4. Bagaimana efektivitas belajar pengalaman dievaluasi (Mengevaluasi proses revisi dan

daerah-daerah yang tidak efektif.)

Dari buku ini bisa diambil kesimpulan Teori Ralph W TYLER tentang tahap-tahap

pengembagan kurikulum dan pembelajaran

• Learning objectives: setiap kegiatan yang harus mempunya tujuan yang akan dicapai

• Learning experiences: apa-apa yang harus dipersiapkan dalam setiap kegiatan

• Organization of experiences: hal-hal yang harus didahulukan/ terorganisasinya kegiatan

• Evalutions: evaluasi dari semua kegiatan.

Tujuan menurut Ralph w tyler harus dirumuskan jelas dan spesifik karena Menggunakan

Tujuan untuk merencanakan kegiatan belajar-mengajar untuk beberapa banyak, baik yang

dinyatakan tujuan menyiratkan jenis kegiatan belajar-mengajar yang akan sesuai untuk mencapai

mereka. faktor apa yang mungkin muncul menjadi jelas hubungan antara tujuan dan kegiatan

yang setiap aktivitas instruksional memiliki beberapa tujuan tujuan pengaturan proses adalah

beberapa waktu s dilihat sebagai satu-ke-satu hubungan antara berbagai tingkat tujuan dan

tingkat kegiatan sekolah. Sementara rantai serupa yang terkait adalah tujuan dasar untuk

kurikulum suara perencanaan, pengembang tidak boleh menganggap bahwa kesederhanaan

sepenuhnya mewakili realitas sekolah. Ketika seorang guru yang terlibat dalam mengajar

membaca ia juga harus sadar dan mengajar menuju tujuan-tujuan lain: kemampuan berpikir,

pengetahuan manusia prestasi, hubungan dengan yang lain, konsep diri positif, dan seterusnya.

Page 4: ilmu pendidikan

Evaluasi harus mengacu pada tujuan karena evaluasi digunakan untuk menentukan

keberhasilan/kegagalan kompetensi dasar yang merupakan indikator dari tujuan ,sebenarnya

mereka diharapkan untuk memenuhi kriteria: kejelasan dan pentingnya. Para pendidik,

masyarakat, dan isi yang ahli meninjau tujuan akan ditanya, "Anda memahami apa tujuan ini

berarti? Penting adalah bagaimana para siswa yang belajar di sekolah ini? "Tujuan yang jelas dan

sering dianggap penting walaupun mereka dinyatakan dan hanya sebentar. Bila sasaran telah

diidentifikasi, penilaian nasional anggota staf atau konsultan mengembangkan latihan dirancang

agar definisi operasional yang ditujukan hasilnya. Ketentuan, standar kinerja dan sebagainya

ditetapkan untuk latihan, bukan untuk tujuan.

Menetapkan tujuan yang sulit karena membutuhkan assembling dan beratnya semua

faktor yang harus diperhatikan dalam memilih yang relatif sedikit, namun penting tujuan yang

dapat dicapai dengan keterbatasan waktu dan sumber daya yang tersedia untuk sekolah.

kebutuhan dan kesempatan masyarakat, kebutuhan siswa, sumber daya dari beasiswa, nilai

demokrasi dan kondisi yang diperlukan untuk belajar efektif harus dianggap.

John Dewey

Hal-hal yang harus dilakukan dalam pendidikan menurut john dewey

1. Pendidikan terfokus pada anak

2. Hands on learning: menyediakan belajar dengan melakukan - membantu siswa untuk

memperoleh pengetahuan dan keterampilan di luar buku dan pengajaran didalam kelas.

Belajar dapat terjadi melalui bekerja, bermain dan pengalaman hidup lainnya.

3. Project based learning: semua proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh tiap pelajar

berdasar pada partisipasi dan produktifitasnya dalam pengerjaan proyek.

4. Pembelajaran langsung

5. Tujuan pembelajaran untuk menciptakan kemampuan menyelesaikan masalah dengan

kreatif

Hal-hal yang jangan dilakukan dalam pendidikan menurut john dewey

1. Otoriter

2. Pembelajaran yang terlalu kaku

Page 5: ilmu pendidikan

3. Terpaksaan murid

4. Pengetahuan baku

Menurut saya, pembelajaran yang alami/saksikan tidak menerapkan teori John dewey

karena pendidikan john dewey berdasarkan minat siswa, sedangkan pendidikan yang saya

saksikan dan yang saya alami tidak berdasarkan minat siswa, misalnya pendidikan berdasarkan

minat siswa berarti ada yang nama penjurusan kelas yang berdasarkan minat siswa yng berlaku

dari jenjang Sd,Smp dan Sma, sedangkan di Indonesia itu penjurusan kelas itu hanya di SMA

saja.

John Piaget

C. TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN

Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan

anak, yaitu :

1. kematangan

2. pengalaman fisik / lingkungan

3. transmisi social

4. equilibrium

Selanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap

individu secara lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi klinis

terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan

kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis :

1. tahap Sensori Motor : 0 – 2 tahun ;

2. tahap Pra Operasi : 2 – 7 tahun ;

3. tahap Operasi Konkrit : 7 – 11 tahun ;

4. tahap Operasi Formal : 11 keatas.

Page 6: ilmu pendidikan

Sebaran umur pada seiap tahap ersebut adalah rata-rata (sekitar) dan mungkin pula

terdapat perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, antara individu

yang satu dengan individu yang lainnya. Dan teori ini berdasarkan pada hasil penelitian di

Negeri Swiss pada tahun 1950-an.

a. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage)

Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan

anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra)

Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu

ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari

objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat.

Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat

perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek

dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan

objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan,

suara binatang, dll.

Kesimpulan pada tahap ini adalah : Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema

dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa

kanak-kanak ini, anak beum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat

mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya.

b. Tahap Pra Operasi ( Pre Operational Stage)

Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi

yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti

mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan

tertentu (seriation), dan membilang (counting), (mairer, 1978 :24). Pada tahap ini pemikiran

anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika

ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada

tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan

Page 7: ilmu pendidikan

(conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri

anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara

bersamaan.

Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi

masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja.

c. Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage)

Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, dan

pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-

benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk

mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda

secara objek

Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi

hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa

objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam

menyelesaikan tugas-tugas logika.

Smith (1998) memberikan contoh. Anak-anak diberi tiga boneka dengan warna rambut

yang berlainan (Edith, Suzan, dan Lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi

boneka yang berambut paling gelap. Namun, ketika diberi peranyaan, “Rambut Edith lebih

terang daripada rambut Lily. Rambut siapakah yang paling gelap?” , anak-anak pada tahap

operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan

menggunakan lambang-lambang.

Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak telah dapat mengetahui symbol-simbol

matematis, tetapi belum dapatt menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).

d. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage)

Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan konitif secara kualitatif.

Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang

Page 8: ilmu pendidikan

abtrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak

mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung.

Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-

simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk

melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan,

memahami konsep promosi.

Sebagai contoh eksperimen Piaget berikut ini :

Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada gambar “pak Pendek” dan untaian klip

(penjepit kertas) untuk mengukur tinggi “Pak Pendek” itu. Kemudian ditambahkan penjelasan

dalam bentuk verbal bahwa “Pak Pendek” itu mempunyai teman “Pak Tinggi”. Lebih lanjut

dikatakan bahwa apabila diukur dengan batang korek api tinggi “Pak Pendek”empat batang

sedangkan tinggi “Pak Tinggi” enam batang korek api.

Berapakah tinggi “Pak Tinggi” bila diukur dengan klip? Dalam memecahkan masalah

diatas, anak harus memerlukan operasi terhadap operasi.

Karakteristik dari anak pada tahap ini adalah telah memiliki kekampuan untuk melakukan

penalaran hipotek-deduktif, yaitu kemampuan untuk menyusun serangkaian hipotesis dan

mengujinya (child, 1977 : 127)

Kesimpulan pada tahap ini adalah :

Pada tahap operasional formal, anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan

tidak dibingungkan oleh isi argument (karena itu disebut operasional formal).

Tahap ini mengartikan bahwa anak-anak telah memasuki tahap baru dalam logika orang

dewasa, yaitu mampu melakukan penalaran abstrak. Sama halnya dengan penalaran abstrak

sistematis, operasi-operasi formal memungkinkan berkembangnya system nilai dan ideal, serta

pemahaman untuk masalah-masalah filosofis.

Page 9: ilmu pendidikan

Cara-cara dalam mengembangkan pendidikan Tk dan SD menurut teori jean piaget

Teori psikologi perkembangan Jean Piaget selama ini telah menjadi rujukan utama

kurikulum TK dan bahkan pendidikan secara umum. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung

secara tidak langsung dilarang untuk diperkenalkan pada anak-anak di bawah usia 7 tahun.

Piaget beranggapan bahwa pada usia di bawah 7 tahun anak belum mencapai fase operasional

konkret. Fase itu adalah fase, di mana anak-anak dianggap sudah bisa berpikir terstruktur.

Sementara itu, kegiatan belajar calistung sendiri didefinisikan sebagai kegiatan yang

memerlukan cara berpikir terstruktur.

Piaget khawatir otak anak-anak akan terbebani jika pelajaran calistung diajarkan pada

anak-anak di bawah 7 tahun. Alih-alih ingin mencerdaskan anak, akhirnya anak-anak malah

memiliki persepsi yang buruk tentang belajar dan menjadi benci dengan kegiatan belajar setelah

mereka beranjak besar.

Persiapan belajar membaca mempunyai tiga unsur pokok. Yaitu minat untuk membaca,

kemampuan membedakan secara visual (bentuk, warna, ukuran) dan kemampuan membedakan

suara-suara. Untuk memupuk minat baca si kecil, orangtua bisa melatihnya dengan memberikan

dan membacakan buku-buku cerita dengan gambar yang menarik.

Berorientasi pada Kebutuhan Anak

Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak.

Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk

mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun

psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.

Belajar melalui bermain

Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk

bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di

sekitarnya.

Page 10: ilmu pendidikan

Lingkungan yang kondusif

Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan

dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan

belajar melalui bermain.

Menggunakan pembelajaran terpadu

Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang

dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan

minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal

berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan

bermakna bagi anak.

. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup

Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan.

Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan

bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.

Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar

Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-

bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.

Dilaksanakan secara bertahap dan berulang –ulang

Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari

konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik

hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berulang-ulang.

Page 11: ilmu pendidikan

Paulo Freire

TUJUAN akhir setiap manusia sejatinya adalah humanisasi atau menjadi lebih humanis.

Untuk mencapai tujuan tersebut manusia senantiasa menggali potensinya dengan suatu proses

kontinyu yang dinamakan dengan belajar. Sayangnya proses tersebut selalu disederhanakan

dengan sekolah dari SD dan akan berhenti setelah sarjana.

Slogan belajar sepanjang hayat telah berubah menjadi belajar sampai sarjana. Maka tidak

mengherankan jika setiap individu berpacu untuk sekolah yang tinggi dengan harapan mampu

menjadi manusia yang humanis.

Tanpa kita sadari sesungguhnya pendidikan yang terbatas pada ruang segi empat yang

kita namakan kelas itu telah mereduksi sisi kemanusiaan kita (dehumanisasi). Pendidikan telah

menjadi arena pemaksaan untuk mempelajari konsep-konsep ilmu yang begitu banyak, yang

mungkin sudah usang, dan tidak ada kaitan langsung dengan kehidupan peserta didik.

Pendidikan hanya menjadikan individu-individu untuk beradaptasi dengan

lingkungannya, bukannya merubah realitas yang ada. Maka tidaklah mengherankan jika kita

seringkali mendengar istilah: sulit menjadi orang baik di lingkungan tidak baik. Hal ini

sesungguhnya mengindikasikan bahwa ada keengganan untuk mengubah keadaan yang ada

(sistem), tetapi sebisa mungkin menyesuaikan dengan sistem yang ada. Jika hal ini berjalan

terus-menerus maka tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa akan menjadi cita-cita yang

menggantung di langit, utopis, dan tidak pernah tercapai.

Paulo Freire, paedagogik kritis asal Brazil telah menggagas pentingnya pendidikan kritis

melalui proses konsientisasi. Konsientisasi atau proses penyadaran adalah upaya penyadaran

terhadap sistem pendidikan yang menindas yang menjadikan masyarakat mengalami

dehumanisasi.

Pendidikan diharapkan mampu mendekonstruksi kenyataan sosial, ekonomi, dan politik

dan merekonstruksi untuk menyelesaikan problem masyarakat. Dengan demikian pendidikan

akan menjadi problem solver, bukan malah menjadi part of problem.

Membangun pendidikan kritis melalui upaya penyadaran (konsientisasi) sebagaimana

yang ditawarkan oleh Freire tidaklah mudah. Pendidikan kritis tidak mungkin atau susah

direalisasikan jika guru sebagai ujung tombak pembelajaran tidak memahami hakikat pendidikan

kritis itu sendiri.

Page 12: ilmu pendidikan

Daya kritis guru terlanjur digadaikan dengan juklak dan juknis dari atasan dan disibukkan

dengan administrasi-administrasi yang menumpuk.

Realitas yang ada menggambarkan bahwa pendidikan kritis tidak mungkin segera

dilaksanakan dalam waktu dekat. Untuk itu diperlukan strategi dan langkah-langkah untuk

mencapainya. Langkah pertama yang paling strategis adalah memperbaiki konsep kurikulum

lembaga keguruan sebagai pencetak calon guru. Lembaga ini harus mampu menghasilkan calon

guru yang mampu menganalisis kurikulum untuk dikaitkan langsung dengan problem kehidupan

yang ada, menjadi fasilitator, motivator, dan administrator. Kecenderungan yang ada selama ini

adalah terbatasnya kualitas lulusan pada kemampuan sebagai administrator, sehingga guru

kurang berhasil memerankan peranan sebagai fasilitator dan motivator yang baik.

Langkah kedua adalah mengubah proses pembelajaran dari paedagogik ke andragogik.

Pembelajaran yang bercorak paedagogik hanya akan menghasilkan budaya bisu (the cultural of

silence). Di situ peserta didik diposisikan sebagai objek yang harus menuruti kemauan guru.

Dengan pembelajaran yang bercorak andragogik maka peserta didik menjadi mitra

belajar bagi guru itu sendiri.

Guru dan peserta didik menjadi sama-sama belajar, ada keharmonisan dan kehangatan

dalam belajar karena keduanya merasa di - uwongke . Pembelajaran andragogik juga

menekankan pada problem solver sehingga teori yang diajarkan akan menjadi pisau analisis

terhadap realitas yang ada, bukannya terbatas sebagai alat untuk menjawab soal dalam ujian.

Langkah ketiga adalah mengoptimalkan kurikulum lokal. Kurikulum lokal yang selama

ini diterjemahkan dengan muatan lokal harus benar-benar diberdayakan. Selama ini kurikulum

lokal diposisikan sebagai pelengkap derita dan tidak dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai

sebuah keunggulan. Mestinya kurikulum lokal benar-benar menjadi branch image setiap sekolah

di wilayah tertentu sehingga memperkaya keilmuan yang ada sekaligus konservasi terhadap

keunikan-keunikan lokal, dan sebagai bentuk perimbangan terhadap globalisasi yang semakin

liar.

Fleksibel

Langkah yang terakhir adalah kemauan dari Dinas Pendidikan Nasional untuk tidak lagi

memosisikan diri sebagai God Father yang dapat membatasi daya kritis sekolah-sekolah di

daerah. Dinas Pendidikan Nasional harus lebih fleksibel dalam menentukan kurikulum yang

berlaku. Yang sangat penting adalah mengubah bentuk kegiatan ujian menjadi evaluasi.

Page 13: ilmu pendidikan

Ujian Nasional yang dilaksanakan selama ini sangat menguras tenaga dan pikiran guru dan

terlebih peserta didik. Keberhasilan ujian menjadi sasaran akhir setiap peserta didik, dengan

mengesampingkan aspek lainnya. Bahkan banyak sekolah yang terpaksa mengorbankan mata

pelajaran lainnya demi sukses di mata pelajaran yang diujikan secara nasional.

Sesungguhnya evaluasi dapat dilakukan setiap saat untuk mengetahui daya serap siswa atau

ketercapaian kompetensi yang dicapai, akan tetapi hasil yang dicapai bukan menjadi alat untuk

memvonis lulus tidaknya siswa. Evaluasi dijadikan pijakan langkah berikutnya guna lebih baik

dalam proses pembelajaran dan penyelenggaraan sekolah.

Pendidikan kritis sangat diperlukan agar setiap manusia mengenal kediriannya, humanis,

tidak kerdil dan reaktif terhadap perubahan yang terusmenrus. Membangun pendidikan kritis

adalah tanggung jawab bersama seluruh stakeholder pendidikan (11).