ilmu jarhi wa al ta'dil

Upload: kang-atok

Post on 07-Jul-2015

654 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ILMU JARHI WA TADILMAKALAHDisusun untuk memenuhi tugas mata kuliahULUMUL HADITS II

Dosen Pengampu :

Drs. Samsul Hadi

Oleh : Kelompok : V Anggota :

MOH. ATHOUR ROHMAN AHMAD GHUFRON M.I. ENI MASRUROH HABIB M DEWI N

PRODI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM HASANUDDIN PARE KEDIRI 2011

BAB I PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG

Dalam upaya melaksanakan perintah Allah dan Rasul nya para sahabat telah menetapkan hal-hal yang menyangkut penyampaian suatu berita dan penerimaannya, terutama jika mereka meragukan kejujuran si pembawa berita . berdasarkan hal itu, tampak nilai dan pembahasan mengenai isnad dalam menerima dan menolak suatu berita. Didalam pendahuluan kitab Shahih Muslim, dituturkan dari Ibnu Sirin, dikatakan, pada awalnya mereka tidak pernah menanyakan tentang isnad, namun setelah terjadi peristiwa fitnah maka mereka berkata, sebutkanlah pada kami orang-orang yang meriwayatkan hadits kepadamu. Apabila orang-orang yang meriwayatkan hadits itu adalah ahlu sunnah, maka mereka ambil haditsnya . jika orang-orang yang meriwayatkan hadits itu adalah ahli bidah maka mereka tidak mengambilnya. Berdasarkan hal ini, maka suatu berita tidak bisa diterima kecuali setelah diketahui sanadnya. Oleh sebab itu salah satu cabang ilmu hadits yang membahas tentang keadilan dan kecacatan rowinya adalah Ilmu Jarhi Wa al Tadil

B. RUMUSAN MASALAH Rumusan maslah ini digunakan untuk membatasi permasalahan supaya tetap dalam koridor tema yang ada. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut; 1. Apa arti definisi Ilmu Jarhi Wa al Tadil? 2. Apa faidah mempelajari Ilmu Jarhi Wa al Tadil? 3. Bagaimana cara mengetahui keadilan dan kecacatan perawi dan masalah-masalahnya? 4. Apa saja kitab-kitab yang membahas Ilmu Jarhi Wa al Tadil? C. TUJUAN Dalam penulisan makalah ini, ada beberapa tujuan yang yang diharapkan yaitu; 1. Mengetahui arti dan definisi Ilmu Jarhi Wa al Tadil! 2. Mengetahui faidah mempelajari Ilmu Jarhi Wa al Tadil! 3. Mengetahui cara-cara (metode) untuk mengetahui keadilan dan kecacatan perawi dan masalahmasalahnya! 4. Mengetahui kitab-kitab yang membahas Ilmu Jarhi Wa al Tadil!

BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI Lafadz jarhi menurut muhadditsin ialah sifat yang dapat mencacatkan keadilan dan kedhabitanya. Menjarhi atau mentarjih seorang rawi berarti menyifati seorang rawi dengan sifat-sifat yang dapat menyebabkan kelemahan atau tertolak apa yang diriwayatkan nya. Mentadil seorang rowi berarti memberikan sifat-sifat terpuji kepada seorang rawi hingga apa yang diriwayatkanya dapat diterima . Ilmu jarhi wa tadil berarti ilmu yang membahas tentang pemberian kritik adanya aib (cacat) atau memberikan pujian pujian adil kepda seorang rawi B. FAIDAH ILMU JARHI WA TADIL Faedah mengetahui ilmu jarhi ma tadil ialah untuk menetapkan apakah periwayatan seorang rawi diterima ataukah ditolak. Apabila seorang rowi sudah di tarjih sebagai rawi yang cacat maka periwayatanya ditolak dan apabilah seorang rawi ditadil sebagi orang yang adil maka periwayatanya diterima. C. Jalan Untuk Mengetahui Keadilan Dan Kecacatan Rawi Dan Masalah-Masalahnya Untuk mengetahui keadilan rawi ada 2 jalan yaitu: a. b. Bi-Syuhroh (karena terkenal keadilanya) di kalangan ahli ilmu seperti: Anas bin Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Syubah bin Al-Hajjaj, Asy-SyafiI, Ahmad dan lain sebagainya. Pujian dari orang yang adil (tazkiyah) terhadap orang yang tidak diketahui keadilanya sebelumnya.1. Syarat-Syarat bagi Kritikus Hadis / Pentadil (Muaddil) dan Pentarjih (Jarih)

a)

Berhubungan dengan karakter pribadi antara lain 1. 2. 3. Adil Tidak bersikap fanatic terhadap suatu aliran/ madzhab yang dianutnya Tidak bersikap bermusuhan dengan perawi yang sedang dikritiknya sekalipun berbeda madzhab

b)

Berhubungan dengan kualitas keilmuan para kritikus hadits Dalam hal ini para kritikus harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam, terutama dalam bidang/ masalah1. Ajaran keislaman dan bahasa arab

2. 3.

Hadits dan Ilmu Hadits Menguasai Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh orang yang sedang dikritiknya

4. 5.

Menguasai hal-hal yang berhubungan dengan adat istiadat yang sedang berlaku Menguasai sebab-sebab yang melatarbelakangi munculnya sifat-sifat yang menonjol atau tercela yang dimiliki oleh perawi yang sedang dikritik

2. Norma-norma Kritikus Hadits Dalam pengajuan kritikan hadits terdapat Norma-norma khusus yang mengikat pada kritikus, norma ini diterapkan oleh ulama dengan tujuan untuk memelihara obyektifitas penilaian perawi secara bertanggung jawab, serta memelihara akhlaq mulia menurut nilai-nilai Islam. Diantara norma-norma tersebut adalah; a. b. c. Kritikus hadits tidak hanya mengemukakan sifat tercela yang dimiliki perawi, tetapi harus mengemukakan juga sifat terpuji perawi yang dikritiknya. Sifat-sifat terpuji yang dikemukakan kritikus dapat berupa penjelasan secara global, dan tidak harus dirinci satu persatu. Sifat-sifat tercela dikemukakan secara rinci tetapi tidak boleh dinyatakan secara berlebihan, sehingga dapat diketahui secara jelas apakah ketercelaan itu berkaitan dengan keadilan atau ke-dhabitanperawi. d. Pengungkapan penjelasan sifat-sifat tercela, harus dapat terkendali secara wajar, agar kritikan tersebut tidak menimbulkan keragu-raguan serta nama baik perawi tidak dirusakkan oleh hal yang tidak ada hubungannya dengan periwayatan hadits 3. Jumlah orang yang di pandang cukup untuk mentadil dan mentarjih rawi-rawi Terdapat perselisihan pendapat:a) Pedapat fuqoha minimal 2 orang baik dalam syahadah maupun riwayah

b) Cukup 1 orang dalam riwayah dan untuk syahadah tidak dibatasi bilangan karena bilangan tidak jadi syarat dalam penerimaan hadits. 4. Pertentangan antara jarhi dan tadil Maksudnya jika ada pertentangan sebagian ulama mentadil dan sebagian yang lain mentakhrij maka ada 4 pendapat:a.

Tadil harus didahulukan dari jarhi Karena rojih bisa salah dalam mencacatkan rowi apalagi kalau ada rasa benci maka pasti sebab pentarjihanya bersifat sebyektif berbeda dengan muaddil dalm menilai rowi mereka lebih mendahulukan kelogisan atau obyektif Jarhi harus didahulukan secara mutlak Dengan alas an 1) Kritikus yang menyatakan ketercelaan lebih paham terhadap pribadi perawi 2) Yang menjadi dasar untuk memuja adalah sangkaan baik bukan catatan

b.

c.

Bila jumlah muaddilnya lebih banyak dari rojih maka didahulukan tadil

Jika terjadi pertentangan antara pujian dan celaan, maka yang dimenangkan adalah pujian, kecuali celaan disertai dengan bukti atau penjelasan tentang sebab-sebabnya d. Pengkritik yang dhaif

Jika kritikus yang mengemukakan adanya ketercelaan itu termasuk kelompok orang dhaif, maka kritikannya terhadap orang yang terpercaya tidak diterima e. Kesamaan Nama

Ketercelaan tidak bisa diterima kecuali setelah ditetapkan (diteliti secara cermat) lantaran khawatir terjadi kesamaan perihal orang-orang yang dicelanya. f. Permusuhan

Ketercelaan yang dikemukakan oleh orang yang mengalami permusuhan dalam masalah duniawi itu tidak perlu diperhatikan5. Susunan lafadz-lafadz untuk mentadil dan mentarjih rawi

a.1)

Untuk mentadil ada 6 tingkatan lafad yang digunakan ( Ibnu Hajar): Berbentuk mubalaghah atau afalut tafdhil yang setara maknanya. Contoh : (Orang yang paling tsiqoh) (orang yang paling mantap hafalan dan keadilanya)

(orang yang paling top keteguhan hati dan lidahnya) (orang yang tsiqoh melebihi orang yang tsiqoh)2)

Berbentuk pengulangan lafadz yang sama atau dalam maknanya saja, yang mengandung arti keterpercayaan. Contoh: Lafzhi (Orang yang teguh lagi teguh) (orang yang tsiqoh lagi tsiqoh) Contoh : Maknawi (orana yang teguh lagi tsiqoh) (orang yang hafidz lagi peta lidahnya) ( orang yang kuat ingatan lagi meyakinkan ilmunya)

(orang yang ahli lagi peta lidahnya)

3)

Menggunakan Lafadz yang mengandung arti kuat ingatan. Contoh: ( orang yang teguh hati dan lidahnya) (orang yang meyakinkan ilmunya) (orang yang tsiqoh) (orang yang kuat hafalanya)

(orang yang petah lidahnya) 4)

Menggunakan Lafadz yang yang menunjukkan adanya kejujuran, keadilan dan kedhabitan perawi, tetapi tidak sampai menunjukkan adanya kekuatan dalam tsiqqoh. Contoh: (ng yang sangat jujurora ) (orang yang tidak cacat) (orang yang dapat memegang amanat)

5)

Menggunakan lafadz yang menunjukkan kejujuran rawi tetapi tidak sampai pada kedhabitannya. Contoh: (orang yang berstatus jujur) (orang yang baik haditsnya) (orang yang bagus haditsnya) (tsiqoh

orang yang haditsnya berdekatan dengan hadits-hadits orang lain yang)6)

Menggunakan lafadz yang menunjukkan arti mendekati cacat. Seperti sifat-sifat diatas yang diikuti lafadz insyaAllah, atau ditashghitkan, atau lafadz tersebut dikaitkan dengan pengharapan. Sehingga peringkatnya dinilai paling rendah. Contoh: (orang yang jujur, kalau Allh menghendaki) (orang yang diharapkan tsiqoh)

(orang yang sedikit kesalehanya) (orang yang diterima haditsnya)

Dari penjelasan diatas disimpulkan, tiga peringkat teratas dapat dijadikan sebagai hujjah. Sedang pada tingkat ke 4 dan ke 5, tidak dapat dijadikan hujjah, dikarenakan ungkapannya tidak mengandung kedhabitan. Sekalipun hadits mereka dapat didokumentasikan sebagai Itibar atau bahan kajian ulang. Adapun peringkat ke 6, hukumnya lebih rendah lagi dari peringkat sebelumnya.

b.1)

Untuk mentajrih hadits ada 6 tingkatan lafadz yang digunakan: Menggunakan lafadz-lafadz yang dekat dengan sifat adil tapi menunjukkan kelemahanya. Contoh: (ditsnyaorang yang didhoifkan ha) (orang yang diperbincangkan) (orang yang disingkiri) (orang yang tidak dapat digunakan hujjah haditsnya) (orang yang tidak kuat)

(orang yang lunak)

2)

Menunjukkan kelemahan dan kacaunya hafalan rowi. Contoh: (orang yang tidak dapat dibuat hujjah hadtsnya) (orang yang tidak dikenal identitasnya) (orang yang munkar haditsnya)

(orang yang kacau haditsnya) (orang yang banyak menduga-duga)3)

Menunjukkan amat lemahnya rowi. Contoh: (g yang dilempar haditsnyaoran) (orang yang lemah) (orang yang ditolak hadtsnya)

4)

Menunjukkan tuduhan dusta, bohong atau yang lainnya, Contoh: (orang yang dituduh bohong) (orang yang dituduh dusta) (orang yang perlu diteliti) (orang yang hadtsnya telah hilang) (orang yang ditinggal haditsnya) (orang yang gugur)

5)

Menggunakan lafadz lafadz sighot mubalaghoh menunjukkan amat cacatnya rowi. Contoh: (orang yang pembohong) (orang yang pendusta) (orang yang penipu)

6)

Menggunakan lafadz lafadz afalut tafdhil atau ungkapan-ungkapan lain yang serupa denganya menunjukkan amat cacatnya rowi. Contoh: (orang yang paling dusta) (orang yang paling bohong) (orang yang paling top kebohonganya)

Hadits yang masuk pada peringkat pertama dan kedua tidak dapat dijadikan hujjah, tetapi dapat didokumentasikan sebagai bahan penelitian ulang. Sedang pada peringkat selanjutnya, Imam al Syakhawi mengatakan tidak seorangpun dari mereka, haditsnya dapat dijadikan hujjah, didokumentasikan atau dijadikan bahan penelitian ulang. Dengan demikian klasifikasi peringkat ketercelaannya sebagai berikut;1. 2. 3. 4.

yaitu dikenal suka dusta yaitu : diduga kuat telah berdusta yaitu : riwayat yang salahnya lebih banyak daripada yang benar

yaitu; lupanya lebih menonjol daripada hafalannya

5. 6. 7. 8. 9.

yaitu; bersikap fasiq, tetapi tidak sampai menjadi kafir yaitu; diduga kuat riwayatnya mengandung unsure-unsur kekeliruan yaitu; riwayatnya berlawanan dengan yang terpercaya yaitu; kepribadian dan keadaan perawi tidak dikenal dengan jelas yaitu; berbuat bidah yang mengarah pada kefasikan, tetapi tidak sampai menjadikannya kafir.

10.

yaitu; hafalannya banyak yang salah

D. KITAB-KITAB ILMU JARHI WA TADIL1. Marifatur rijal, karya Yahya Ibni Main, merupakan kitab pertama yang sampai pada kita,

juz I buku tersebut berupa manuskrip ( tulisan tangan) berada di Darul Kutub Adh-Dhahiriyah2. Ad-Dhuafa, karya Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhori . Dicetak di Hindia tahun 320

H3. At-Tsiqat, karya Abu Hatim bin Hibban Al-Busty (wafat tahun 304 H). Ingat bahwa beliau ini

sangat muda mentadil rawi jadi hati-hati atas pendapatnya. Naskah asli kitab ini ditemukan di Darul Kutub Al-Mishriyah dengan tidak lengkap.4. Al-jarhu wa tadil, karya Abdurrahman bin Abi Hatim Ar-Razy (240-326 H), kitab ini

merupakan kitab yang terbesar dan mempunyai banyak faidah bagi kita. Terdiri dari 4 jilid yang memuat 18.055 rawi, sering di cetak berkali-kali dan terakhir dicetak di India pada tahun 1373 H menjadi 9 jilid, 1 jilid I dijadikan mukaddimah dan jilid yang lainya dijadikan 2.5. Mizanul Itidad, karya Imam Syamsuddin Muhammad Ad-Dzahabi (673-748), terdi dari 3

jilid, sudah dicetak berkali-kali dan terakhir dicetak di Mesir tahun 1325 H mencakup 10.907oran rijalus sanad.6. Lisanul Mizan, karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalany (773-852 H) memuat 14.343 rijalus

sanad, dicetak di India pada th 1329-1331 dalam 6 jilid.

BAB III AL-JARH WAT TADIL ABAD MODERN Sesungguhnya ilmu al-jarh wat tadil adalah khusus untuk para perawi yang bermasalah dalam periwayatan haditsnya. Dan apa yang dipraktikkan oleh para ulama salaf dalam hal ini sama sekali bukan ghibah. Ketika hadits-hadits telah dibukukan dan masa para perawi telah berlalu, maka selesailah sudah al-jarh wat tadil. Ia sama sekali tidak bisa diterapkan pada seorang muslim yang bukan perawi, apalagi diterapkan terhadap para ulama dan syuhada yang sangat dimuliakan Allah dan dicintai oleh kaum muslimin. Adapun beberapa pendapat para ulama tentang al-jarh wat tadil adalah sebagai berikut;1) Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaidan berkata, Al-Jarh wat tadil telah habis masanya. Ia

sudah tidak ada lagi sekarang.2) Syaikh Abdul Aziz bin Abdilah Ar-Rajihi berkata, Ilmu al-jarh wat tadil suah selesai, karena

ia sekarang telah terbukukan rapi dalam berbagai kitab. Begitu pula dengan hadits-hadits Nabi, ia telah terbukukan dalam berbagai kitab shahih, sunan, musnad, dan mujamsehingga sekarang tidak ada lagi al-jarh wa tadil. Dan, al-jarh wat tadil itu memang khusus untuk para ahli hadits.3) Syaikh Hasan bin Falah Al-Qahthani berkata, Besar sekali bedanya antara ilmu al-jarh wat

tadilyang dipraktikkan oleh para ulama salaf dalam kitab-kitab dan karya-karya mereka, dengan pelecehan terhadap para ulama dan daI, pencemaran nama baik, dan penyebaran aib serta kesalahan seseorang dengan mengatasnamakan al-jarh wat tadil yang terjadi sekarang ini.4) Syaikh Ridha Ahmad Shamadi berkata, Tidak usah dijarh orang yang tidak perlu dijarh,

seperti para ulama yang periwayatan hadits mereka tidak dibutuhkan.5) Ibnul Murabith (w. 485 H) berkata, Hadits-hadits telah dibukukan dan tajrih pun sudah tidak

ada faedahnya lagi.6) Syaikh Athiyah bin Muhammad Salim berkata, Dan tidak termasuk dalam hal itu apa yang

disebut al-jarh wat tadil. Seperti orang yang mengatakan; si fulan mudallis, atau si fulan sifatnya begini Sebab, yang semacam ini terdapat faedah di dalamnya bagi kaum muslimin, agar mereka berhati-hati terhadap hadits-hadits yang diriwayatkannya.

BAB IV PENUTUP a. Kesimpulan1.

Ilmu Jarhi adalah ilmu yang membahas masalah kecacatan para erawi hadits, misalnya pada sisi keadilan dan kekuatan hafalan (kedhabitan)-nya. At Tadil adalah system pengungkapan sifat-sifat asli dan murni yang terdapat pada diri perawi, sehingga tampak dengan jelas keadilan pribadinya dan karenanya riwayat yang disampaikan dapat diterima.

2.

3.

Faedah mengetahui ilmu jarhi ma tadil ialah untuk menetapkan apakah periwayatan seorang rawi diterima ataukah ditolak.

b.

Saran1.

Setiap diri muslim terlebih lagi para pelajar haruslah mulai mengerti dan memahami tentang Ilmu Jarhi Wa Al Tadil, agar dapat mengetahui hadits mana yang diterima dan hadits mana yang tertolak dikarenakan latar belakang perawinya.

2.

Adapun mengenai perkembangan pemikiran manusia, terdapat banyak sekali yang ikut campur dalam ilmu ini, sehingga tidak salah juga bila para ulama besar secara tidak langsung menghentikan menutup pembahasan ilmu tersebut, karena sudah langka tidak ada yang menandingi kehebatan para muhadditsin terdahulu.

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. M. Nawawi, Pengantar Studi Hadits, Surabaya: Kopertais IV Press, 2011. http://kangmasmadinstaihpare.blogspot.com/2011/08/ilmu-jarhi-wa-al-tadil_9671.html http://aziz.byethost3.com/index.php/mata-kuliah-bsa/10-ilmu-hadist/189-ilmu-jarhi-wa-tadil http://ihwansalafy.wordpress.com/2008/03/10/metode-al-jarh-wat-tadil-yang-diterapkan-salafiekstrim-merupakan-bentuk-kedustaan-dan-pemaksaan-nafsu-mereka/ 5. http://myquran.com/forum/showthread.php/8191-JARH-WA-TA-DIL-(Men-cacat-kan-danmeng-adil-kan-rawi)

KATA PENGANTAR Alhamdulillah dengan memanjatkan syukur pada Allah, kami diberi kekuatan lahir dan batin untuk menyelesaikan makalah tentang cabangIlmu Hadits yaitu Ilmu Jarhi wa al Tadil Umat Islam mengalami kemajuan pada zaman klasik (650-1250). Dalam sejarah, puncak kemajuan ini terjadi pada sekitar tahun 650-1000 M. Pada masa ini telah hidup ulama besar yang tidak sedikit jumlahnya, baik di bidang tafsir, hadits, fiqih, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, sejarah maupun bidang pengetahuan lainnya . Berdasarkan bukti historis ini menggambarkan bahwa periwayatan dan perkembangan pengetahuan hadits berjalan seiiring dengan perkembangan pengetahuan lainnya.Dalam kehidupan beragama saat ini, kita perlu mengkaji kembali mengenai dasar-dasar keimanan, keislaman. Apakah kita sudah berada pada posisi dan aturan yang benar. Atau bahkan mungkin kita belum tahu apa yang mendasari keislaman kita dari hadits ataukah dari Al Quran. Sehubungan dengan hal tersebut, banyak dari kalangan masyarakat yang memandang bahwasanya hadits adalah hukum kedua setelah Al-Quran, tapi hadits yang bagaimana yang bisa dijadikan dasar? Memahami dari situasi tersebut, kami mencoba mengurai kesucian atau keaslian hadits dari sisi perawinya, apakah perawatannya bisa diterima atau ditolak? Sebagai kalimat terakhir, kami sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Dosen Pengampu, yang telah memberikan kami tugas dan kesempatan untuk mendalami dan mempelajari tentang ilmu hadits, sehingga mau tidak mau akhirnya kami bertambah juga ilmunya. Walaupun masih sangat jauh dari kesempurnaan, kami minta maaf dan terima kasih atas bantuan dan kritikannya. Penulis

DAFTAR ISI Kata Pengantar.....................................................................................................................i Daftar Isi..............................................................................................................................ii A. BAB I PENDAHULUAN 1. 2. 3. Latar Belakang..................................................................................................2 Rumusan Masalah.............................................................................................2 Tujuan ..............................................................................................................2

B. BAB II PEMBAHASAN1. Definisi ............................................................................................................3

2. 3. 4.

Faidah Ilmu Jarhi wa al Tadil..........................................................................3 Jalan untuk mengetahui keadilan dan kecacatan dan masalah-masalahnya....3 Kitab-kitab ilmu jarhi wa al tadil....................................................................8

C. BAB III AL JARHI WAT TADIL ABAD MODERN

D. BAB IV PENUTUP1. Kesimpulan ......................................................................................................10

2.

Saran-saran.......................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................11