ikm permukiman desa

5
Masalah yang terjadi pada permukiman di pedesaan Indonesia adalah ketersediaan air bersih dan masalah sanitasi dasar bagi penduduk. Tantangan yang dihadapi untuk mencapai target MDGs bidang air minum di Indonesia antara lain: 1. Cakupan daerah layanan yang sangat besar dan beragam. Sebaran penduduk yang tidak merata dan beragamnya wilayah Indonesia menjadikan tingkat kesulitan penyediaan layanan meningkat . 2. Keterbatasan sumber pendanaan pemerintah Keterlibatan pihak swasta untuk mendukung pembangunan air minum dan sanitasi di Indonesia sangat dibutuhkan terutama dikarenakan keterbatasan sumber dana dari pemerintah. Sayangnya, hingga tahun 2006, tingkat keterlibatan swasta masih rendah. 3. Penurunan kualitas dan kuantitas sumber air baku. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya daya dukung hutan terhadap sistem siklus air. Penyebab lain adalah aktivitas manusia yang mengeluarkan zat pencemar ke badan air seperti limbah pabrik/industri, limbah rumah tangga, sampah padat serta tangki septik di rumah tangga yang tidak memenuhi syarat konstruksi. 4. Masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan yang diderita penduduk turut menjadi penyebab rendahnya kemampuan penduduk untuk mengakses air minum yang layak. 5. Lemahnya kemampuan manajerial operator air minum Hal ini berdampak pada stagnasi produksi air minum perpipaan dalam kurun

Upload: yolanda

Post on 06-Nov-2015

217 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Ikm Permukiman Desa

TRANSCRIPT

Masalah yang terjadi pada permukiman di pedesaan Indonesia adalah ketersediaan air bersih dan masalah sanitasi dasar bagi penduduk. Tantangan yang dihadapi untuk mencapai target MDGs bidang air minum di Indonesia antara lain:1. Cakupan daerah layanan yang sangat besar dan beragam. Sebaran penduduk yang tidak merata dan beragamnya wilayah Indonesia menjadikan tingkat kesulitan penyediaan layanan meningkat .2. Keterbatasan sumber pendanaan pemerintah Keterlibatan pihak swasta untuk mendukung pembangunan air minum dan sanitasi di Indonesia sangat dibutuhkan terutama dikarenakan keterbatasan sumber dana dari pemerintah. Sayangnya, hingga tahun 2006, tingkat keterlibatan swasta masih rendah.3. Penurunan kualitas dan kuantitas sumber air baku. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya daya dukung hutan terhadap sistem siklus air. Penyebab lain adalah aktivitas manusia yang mengeluarkan zat pencemar ke badan air seperti limbah pabrik/industri, limbah rumah tangga, sampah padat serta tangki septik di rumah tangga yang tidak memenuhi syarat konstruksi.4. Masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan yang diderita penduduk turut menjadi penyebab rendahnya kemampuan penduduk untuk mengakses air minum yang layak.5. Lemahnya kemampuan manajerial operator air minum Hal ini berdampak pada stagnasi produksi air minum perpipaan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, masih tingginya kebocoran, serta kualitas, kuantitas dan kontinuitas pelayanan masih di bawah standar air minum yang sehat.Sementara itu, tantangan yang dihadapi untuk mencapai target MDGs bidang sanitasi di Indonesia antara lain:1. Pengetahuan penduduk tentang kualitas lingkungan yang masih rendah. Masyarakat terutama di perdesaan kurang memahami pentingnya sanitasi bagi kesehatan mereka. Hal ini salah satunya dikarenakan rendahnya pengetahuan mereka. Kondisi ini menyebabkan banyak jamban yang tidak digunakan sebagaimana mestinya. Tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat, jajaran eksekutif, jajaran legislatif dan pelaku dunia usaha harus ditingkatkan agar memahami bahwasanya sanitasi berkaitan erat dengan kualitas hidup. Bila masyarakat telah menyadari pentingnya sanitasi, khususnya berkaitan dengan kesehatan dan produktivitas maka kebutuhan terhadap prasarana dan sarana sanitasi akan meningkat.2. Masalah sanitasi sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat, terutama masyarakat miskin baik di perdesaan maupun di perkotaan, sangat diperlukan di masa depan.3. Belum adanya kebijakan terpadu lintas sektor yang berupaya menyediakan fasilitas sanitasi dasar yang layak dan sehat. Perhatian ini diberikan dalam bentuk penyediaan dana dan pendampingan dalam pembangunan sarana yang memenuhi kriteria teknis dan standar kesehatan yang ditetapkan tetapi sekaligus mudah dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat.4. Rendahnya kualitas bangunan tangki septik. Keterbatasan lahan menyulitkan banyak pihak untuk membangun sistem pengelolaan tinja individual dengan menggunakan tangki septik yang memenuhi syarat.5. Masih rendahnya akses terhadap pelayanan sistem pembuangan air limbah (sewerage system). Hal ini disebabkan laju pertumbuhan penduduk tidak mampu diikuti oleh laju penyediaan prasarana dan sarana sistem pembuangan air limbah. Rendahnya laju pembangunan sistem pembuangan air limbah bagi kota metropolitan dan besar pada umumnya disebabkan oleh semakin mahalnya nilai konstruksi dan semakin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai jaringan pelayanan, sementara di lain pihak kesediaan membayar (willingnes to pay) dari masyarakat untuk pelayanan air limbah domestik masih sangat rendah sehingga tidak dapat menutup biaya pelayanan.Tidak adanya pelayanan sanitasi yang layak berdampak pada kualitas kesehatan yang rendah. Hasil kajian Water and Sanitation Program East Asia and the Pacific (WSP - EAP), World Bank Office Jakarta Tahun 2008 berjudul "Dampak Ekonomi Sanitasi di Indonesia" menyebutkan bahwa total kerugian ekonomi dari sanitasi dan higinitas buruk mencapai Rp. 56 triliun per tahun. Dari total jumlah kerugian tersebut, sebesar 53% (Rp 29,5 triliun) merupakan dampak kesehatan dan sebesar 24% (Rp 13,3 triliun) merupakan dampak pencemaran air. Sisanya 23% biaya ekonomi disebabkan oleh waktu akses, pariwisata dan kerugian penggunaan lahan.

Selain itu, masalah terkait pola permukiman pada suatu desa dipengaruhi oleh Kondisi fisik lingkungan, yang merupakan faktor penting dalam proses memukimi maupun produk yang berupa permukiman. Pola persebaran permukiman rural lebih banyak ditentukan oleh faktor fisik lingkungan dibandingkan pertimbangan-pertimbangan sosio-ekonomik semata. Terbentuknya pola persebaran permukiman tertentu dipengaruhi oleh faktor internal penghuni yang berkait erat dengan kondisi sosial ekonomi penduduk, serta faktor eksternal yang didominasi oleh faktor fisik lingkungan. Pada setiap lokasi geografis tertentu memiliki kondisi fisik lingkungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berbeda-beda, sehingga determinan terbentuknya pola persebaran permukiman pada masing-masing tempat juga berbeda-bedaHubungan antara karakteristik sosial ekonomi penduduk dengan karakteristik permukiman menunjukkan bahwa terdapat hubungan cukup signifikan antara karakteristik sosial ekonomi penduduk dengan karakteristik permukimannya. Contohnya Permukiman Tipe A adalah permukiman berpola mengelompok, kepadatan tinggi, dan kualitas bangunan kurang baik, tipe B adalah permukiman berpola mengelompok dan atau random, kepadatan sedang, kualitas bangunan sedang, tipe C berpola random dan atau uniform, kepadatan rendah hingga sedang, dan kualitas bangunannya sedang hingga baik.Permukiman tipe A didominasi oleh sektor pekerjaan pertanian, Tipe B oleh sektor perdagangan dan jasa, dan tipe C oleh PNS. Dapat disimpulkan bahwa sektor pekerjaan berhubungan cukup signifikan dengan karakteristik permukiman, dimana kepala keluarga yang bekerja dalam sektor pertanian umumnya kurang baik tipe permukimannya. Tingkat ekonomi keluarga juga memiliki hubungan cukup signifikan dengan tipe permukiman, dimana semakin tinggi tingkat ekonominya semakin baik tipe permukimannya. Secara umum tipe permukiman di daerah penelitian adalah tipe menengah, dan ini sejalan dengan tingkat ekonomi yang juga didominasi kategori sedang.Tingkat pendidikan anggota rumah tangga juga berhubungan signifikan dengan tipe permukiman. Semakin rendah tingkat pendidikan anggota rumah tangga semakin kurang baik tipe permukimannya. Perlu dijelaskan bahwa variabel lokasi dan provisi permukiman tidak digunakan untuk menentukan tipe permukiman karena kedua variabel ini homogen di semua desa yang diteliti. Demikian juga dengan variabel struktur keluarga dan pola pemilikan rumah dan lahan juga tidak disertakan dalam menentukan kondisi sosial ekonomi karena keduanya juga homogen.Jadi kualitas permukiman suatu penduduk dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi penduduk, Tingkat pendidikan anggota rumah tangga.