ii. tinjauan pustaka - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1341/2/bab...

27
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. (Anonim, 2011) Menurut Tjitrosoepomo (1991) tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika (Taksonomi) tumbuh- tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Graminae Famili : Graminaceae Genus : Zea Spesies : Zea mays Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak

Upload: lecong

Post on 23-May-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jagung

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan

dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat

bervariasi. Tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas

yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah

hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. (Anonim, 2011) Menurut Tjitrosoepomo

(1991) tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika (Taksonomi) tumbuh-

tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Graminae

Famili : Graminaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays

Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium.

Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat

dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung

ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak

banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai

bahan pangan. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi

mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa. Nilai kalori jagung hampir sama

dengan beras, bahkan jagung mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan beras.

Hal ini disebabkan jagung mengandung asam lemak esensiil yang sangat bermanfaat

bagi pencegahan penyakit arteriosclerosis, yakni semacam penyakit penyempitan

pembuluh darah. Selain itu, kandungan minyak jagung yang nonkolestrol ini juga dapat

mencegah penyakit pelagra (penyakit kulit kasar). Antara jagung putih dan jagung

kuning, kandungan gizinya lebih tinggi jagung kuning karena jagung kuning

mengandung provitamin A berkisar 0,081 ppm sampai 0,145 ppm. Kandungan protein

jagung kuning juga lebih tinggi daripada jagung putih (Warisno, 1998)

Salah satu cara meningkatkan nilai tambah produk jagung adalah dengan

mengolahnya menjadi berbagai macam produk olahan yang bisa tahan lebih lama.

Selain sebagai makanan pokok, jagung memliki potensi untuk dikembangkan menjadi

aneka produk, baik olahan dari jagung segar, produk primer (produk setengah jadi untuk

bahan baku), produk siap santap, dan produk jagung instan. Salah satu produk jagung

primer yang sudah dikembangkan adalah tepung jagung. Cara memmbuat tepung

jagung yaitu: memilih jagung kering pipilan yang bagus dan bersih, sosoh jagung yang

sudah bersih, rendam selama 4 jam, tiriskan dan tepungkan (Soenardi, 2009).

Penelitian tentang jagung kuning pernah dilakukan oleh Rosiani pada tahun 2013.

Tepung jagung kuning pada penilitian yang terdahulu dimanfaatkan sebagai mie kering

dan dilakukan pengujian vitamin A dan kualitas organoleptiknya. Teknik pembuatan

mie kering dilakukan dengan subtitusi, dimana menggunakan tepung jagung kuning

dengan jumlah yang berbeda yaitu tepung jagung kuning 25% dan tepung terigu 75%,

tepung jagung kuning 35% dan tepung terigu 65%, tepung jagung kuning 45% dan

tepung terigu 55%, jumlah ini digunakan sebagai variabel bebas. Variabel terikatnya

adalah kualitas mie kering substitusi tepung jagung kuning dilihat dari : a) mutu

inderawi dengan indikator warna, aroma, tekstur, dan rasa, b) uji kesukaan yaitu untuk

mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap produk mie ering, c) serta kandungan

gizi yang meliputi vitamin A dan proksimat. Variabel kontrolnya adalah karakteristik

bahan dan formula bahan tambahan yang digunakan, peralatan yang digunakan, proses

pembuatan, bentuk adonan, ketebalan adonan, suhu perebusan, serta suhu lama

pengeringan, dan proses pengemasan. Metode penelitian menggunakan metode

eksperimen. Desain Eksperimen yang digunakan yaitu Desain Acak Sempurna (Rosiani,

2013).

Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering

yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan

dibanding produk setengah jadi lainnya, karena tepung lebih tahan disimpan, mudah

dicampur, dan lebih praktis serta mudah digunakan untuk proses pengolahan lanjutan.

Jagung kuning maupun putih dapat diolah menjadi tepung jagung. Untuk dapat

menjangkau pasaran secara luas, maka ketentuan persyaratan kualitas tepung jagung

harus terpenuhi sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Syarat mutu jagung

meliputi keadaan bau, rasa, warna, cemaran benda asing, kehalusan, kadar air, abu,

serat kasar, derajat asam, kandungan logam, dan mikroba. Syarat mutu tepung jagung

menurut SNI 01-3727-1995 dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995

sumber : anonim,1995

B. Cookies

Cookies adalah kue kering yang rasanya manis dan bentuknya kecil-kecil.

Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biscuit yang dibuat

dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relative renyah bila dipatahkan dan

penampang potongannya bertekstur kurang padat. Kue kering adalah kue yang biasanya

dipanggang hingga cukup keras dan bertekstur kasar, namun masih dapat dimakan. Kue

kering ini dibuat dengan berbagai macam cara, biasanya menggunakan bahanbahan

baku seperti gula, mentega, tepung. Bahan-bahan tambahan lainnya juga dipakai untuk

memberikan rasa yang berbeda, seperti coklat, kacang, buah-buahan, sampai rempah-

rempah. Tekstur yang didapatkan dari sebuah kue kering tergantung dari berapa lama

kue kering tersebut dipanggang (Anonim, 2012).

Kue adalah penganan atau makanan ringan yang di buat dari campuran berbagai

bahan pangan dan memiliki bentuk dan jenis yang beraneka ragam. Pada awalnya, kue

merupakan istilah yang di gunakan untuk menyebut penganan tradisional atau oriental.

Namun kemudian digeneralisasikan oleh masyarakat untuk menyebut segala bentuk

makanan yang bukan makanan utama. Kue kering adalah istilah yang di gunakan untuk

menyebut kue yang teksturnya keras dan renyah karena memiliki kadar air yang sangat

minim. Kue kering mempunyai daya simpan yang sangat tinggi. Bahannya bisa dari apa

saja, tepung beras, tepung ketan, terigu ataupun sagu. Kue kering yang dioven biasanya

di sebut cookies (Ismayani, 2016).

Bahan-bahan penyusun cookies terdiri atas bahan pengikat dan bahan pelembut.

Bahan pengikat adalah tepung, air, padatan susu, putih telur atau telur utuh, dan garam.

Sedangkan bahan pelembut adalah gula, bahan pengembang dan kuning telur (Husain,

1993). Tepung merupakan komposisi dasar pada produk bakery. Dalam adonan, tepung

berfungsi sebagai pembentuk tekstur, pengikat bahan-bahan lain dan

mendistribusikannya secara merata, serta berperan dalam membentuk cita rasa (Matz

dan Matz, 1978). Tepung yang biasa digunakan untuk pembuatan cookies adalah tepung

gandum lunak dengan kadar protein 8-9%. Tepung terigu lunak juga biasa digunakan

untuk membuat bolu, kue kering, crackers, dan biskuit karena terigu lunak cenderung

membentuk adonan yang lebih lembut dan lengket (Matz, 1992). Selain itu, tepung jenis

ini lebih mudah terdispersi dan tidak mempunyai daya serap air yang terlalu tinggi

sehingga dalam pembuatan adonan membutuhkan lebih sedikit cairan. Semakin keras

tepung gandum, semakin banyak lemak dan gula yang harus ditambahkan untuk

memperoleh tekstur yang baik. Tepung terigu dengan kadar protein yang tinggi akan

mempengaruhi kekerasan. Bila jumlah tepung sangat sedikit, sedangkan lemak yang

ditambahkan cukup banyak maka cookies akan kehilangan bentuk dan mudah patah

(Matz, 1978).

Gula dalam bentuk sukrosa berfungsi sebagai pemanis nutririf, pembentuk tekstur

(pelembut), pemberi warna, dan pengontrol penyebaran cookies. Gula yang

ditambahkan dapat berfungsi sebagai pengawet karena gula dapat mengurangi aw bahan

pangan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al, 1981).

Gulaa bis menjadikan warna cookies menjadi lebih menarik, karena gla akan mengalami

proses karamelisasi yang akan menyebabkan warna menjadi coklat. Karamelisasi

merupakan suatu proses pencoklatan non enzimaris yang meliputi degradasi gula-gula

tanpa adanya asam amino atau protein. Sehingga bila gula dilakukan pemanasan di atas

titik leburnya sendiri, maka warnanya akan berubah menjadi coklat disertai juga dengan

perubahan cita rasa. Winarno (1999) mengatakan bahwa pada proses karamelisasi

sukrosa terpecah menjadi glukosa dan fruktosan. Fruktosa ialah fruktosa yang

mengalami kekurangan satu molekul air. Suhu yang tinggi pada saat pemanasan mampu

mengeluarkan satu molekul air dari setiap molekul gla sehingga terjadi juga glukosan.

Reaksi ini kemudian dilanjutkan dengan dehidrasi polimerasi jenis asam yang timbul di

dalamnya.Gula yang digunakan bisa dalam bentuk gula pasir, gula halus, atau tepung

gula. Besarnya partikel gula dalam bentuk adonan akan mempengaruhi penyebaran

cookies. Gula halus memiliki sifat pengkriman yang lebih baik dibandingkan dengan

tepung gula.

Telur mempengaruhi tekstur produk kue karena sifat pengemulsi, pengaerasi,

pelembut, dan pengikat yang dimilikinya. Selain itu telur juga berfungsi untuk

meningkatkan nilai gizi, memberikan warna dan flavor yang disukai. Telur penting

dalam menentukan kualitas organoleptik semua jenis cookies. Seluruh telur (putih dan

kuning telur) dapat menghasilkan struktur cookies yang baik. Pemakaian kuning telur

untuk menggantikan sebagian atau seluruh telur akan menghasilkan cookies yang

lembut, tetapi struktur dalamnya tidak sebaik yang menggunakan seluruh telur (Matz,

1978). Manley (1983) menjelaskan bahwa susu yang biasa digunakan dalam pembuatan

cookies berbentuk serbuk dan memiliki aroma khas yang kuat. Susu berfungsi

memperbaiki tekstur, memberikan aroma, dan memperbaiki warna permukaan. Laktosa

yang terkandung di dalam susu merupakan disakarida pereduksi yang jika dikombinasi

dengan protein melalui reaksi Maillard dan proses pemanasan akan memberikan warna

coklat yang menarik pada permukaan setelah dipanggang. Reaksi Maillard adalah reaksi

pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi

dengan gugus amin bebas dari asam amino atau protein. Reaksi ini banyak terjadi pada

produk pangan yang biasa dikonsumsi sehari-hari. Reaksi Maillard dalam makanan

dapat berfungsi untuk menghasilkan flavor dan aroma.

Gas karbondioksida, uap air, dan udara berperan pada pengembangan produk-

produk kue. Sumber karbondioksida pada kue antara lain sodium bikarbonat, amonium

bikarbonat, dan baking powder. Amonium bikarbonat digunakan untuk menghasilkan

produk kue kering yang kadar airnya rendah, tetapi tidak untuk produk yang kadar

airnya tinggi, karena aroma amoniak lebih terasa bila kadar air produk masih tinggi.

Amonium bikarbonat larut pada air dan dapat terdekomposisi pada suhu 104oC

(Stauffer, 1990). Baking powder merupakan campuran dari sodium bikarbonat dengan

pereaksi asam dengan atau tanpa penambahan pati. Baking powder bersifat cepat larut

pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan (Matz dan Matz, 1978).

Pada dasarnya proses pembuatan cookies dibagi menjadi tahap pembuatan

adonan, pencetakan dan pemanggangan. Pembentukkan cookies diawali sejak

pembuatan adonan. Selama pencampuran terjadi penyerapan air oleh protein terigu

sehingga terbentuk gluten yang akan membentuk struktur cookies dan mengalami

pemantapan selama pemanggangan. Adanya proses pengadukan menyebabkan

shortening menjadi lunak karena adanya panas selama proses pengadukan. Selain itu,

pengadukan juga menyebabkan udara yang terperangkap dalam jaringan tersebut

terdesak oleh air yang menguap dan menyebabkan pengembangan. Pada tahap awal

pemanggangan terjadi kenaikan suhu yang menyebabkan melelehnya lemak sehingga

konsistensi adonan menurun dan adonan cookies mengalami penyebaran ditandai

dengan perubahan diameter dan ketebalan cookies. Pada proses pemanggangan, hampir

50% total energi terserap. Selain itu, pada proses pemanggangan akan terjadi

pembentukan dan pemantapan kualitas produk (Priyanto 1991, dalam Rahma 2015).

Ketika suhu mendekati titik didih air, protein dalam susu dan telur terkoagulasi dan

diikuti gelatinisasi pati sebagian karena kandungan airnya yang rendah. Pada saat suhu

didih air tercapai pembentukkan uap air meningkat diikuti kenaikan volume cookies.

Pemantapan struktur cookies diakhiri dengan gelatinisasi pati, koagulasi protein dan

penurunan kadar air (Indiyah, 1992). Proses pembuatan cookies secara umum menurut

Matz (1978) dapat dilihat pada gambar 1.

Margarin

gula, vanili, susu skim kuning telur tepung

Cookies

Gambar 1. Proses pembuatan cookies

Mixing sampai lembut

Pencampuran

Pencampuran

Pengadukan sampai kalis

Pengovenan suhu 150oC

selama 10 menit

Tabel 2. Syarat mutu cookies

sumber : anonim,1992

Seperti halnya produk lain, cookies memiliki standard syarat mutu agar

dinyatakan aman untuk dikonsumsi masyarakat, di Indonesia syarat mutu tersebut

berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992) dapat dilihat pada Tabel 2.

C. Uji Kesukaan

Uji kesukaan adalah salah satu jenis uji penerimaan. Uji penerimaan menyangkut

penilaian seseorang akan suatu sifat atau qualitas suatu bahan yang menyebabkan orang

menyenangi. Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan yang

berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat

sensoris atau qualitas yang dinilai. Uji penerimaan lebih subyektif dari uji pembedaan.

Tujuan uji penerimaan ini untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik

tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Uji kesukaan atau uji hedonik merupakan uji

dimana panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau tidak suka, disamping itu

juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan disebut juga skala

hedonik. Skala hedonik ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka menaik

menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik tersebut dapat dilakukan analisa

statistik.

Metode afektif adalah metode yang digunakan untuk mengukur sikap subjektif

konsumen terhadap produk berdasarkan sifat-sifat organoleptik. Hasil yang diperoleh

adalah penerimaan (diterima atau ditolak), kesukaan (tingkat suka atau tidak suka),

pilihan (pilih satu dari yang lain) terhadap produk. Metode ini terdiri atas uji

perbandingan pasangan (Paired Comparation), Uji hedonik dan uji ranking. Uji

hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat

kesukaan terhadap produki. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya

sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan lain-

lain. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang

dikehendaki. Dalam analisi datanya, skala hedonik ditransformasikan ke dalam skala

angka dengan angka manaik menurut tingkat kesukaan (dapat 5, 7 atau 9 tingkat

kesukaan). Dengan data ini dapat dilakukan analisa statistik (Anonim, 2006).

Uji kesukaan termasuk dalam kategori uji peneriaan. Uji kesukaan lebih subyektif

daripada uji pembedaan. Karena sifatnya yang sangat subyektif itu beberapa panelis

yang mempunyai kecenderungan extrim senang atau benci terhadap suatu komoditi atau

bahan tidak dapat digunakan untuk melakukan uji kesukaan. Tetapi panelis orang

extrim ini mungkin masih dapat digunakan untuk menilai dengan uji pembedaan. Jika

pada uji pembedaan dikehendaki panelis yang peka, pada uji kesukaan dapat dilakukan

menggunakanan panelis yang belum berpengalaman sekalipun. Pada uji kesukaan tidak

ada contoh pembanding atau contoh baku. Jika pada uji pembedaan panelis diwajibkan

mengingat-ingat contoh pembanding, maka pada uji kesukaan justru panelis dilarang

mengingat-ingat atau membandingkan dengan contoh yang diuji sebelumnya.

Tanggapan harus diberikan segera dan secara spontan. Bahkan tanggapan yang sudah

diberikan tidak boleh ditarik kembali meskipun kemudian timbul keraguan (Wijandi,

2003).

Uji kesukaan meliputi beberapa atribut mutu, diantaranya yaitu aroma, warna,

rasa, dan tekstur. Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang

sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar yaitu manis, asin, asam,

dan pahit. Pada konsumsi tinggi indera pengecap akan mudah mengenal rasa-rasa dasar

tersebut. Beberapa komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan adalah

aroma makanan, bumbu masakan dan bahan makanan, keempukan atau kekenyalan

makanan, kerenyahan makanan, tingkat kematangan dan temperatur makanan. Rasa

juga merupakan persepsi dari sel pengecap meliputi rasa asin, manis, asam dan pahit

yang diakibatkan oleh bahan yang mudah terlarut dalam mulut.

Aroma adalah rasa dan bau yang sangat subyektif serta sulit diukur, karena setiap

orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda. Winarno (2002) senyawa

yang sangat berbeda struktur kimianya, mungkin menimbulkan aroma yang sama.

Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari penyebaran spektrum

sinar, selain itu warna bukan merupakan suatu zat atau benda melainkan suatu sensasi

seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke

indra mata atau retina mata. Selain itu warna adalah atribut kualitas yang paling penting,

walaupun suatu produk bernilai gizi tinggi, rasa enak dan tekstur yang baik namun jika

warna tidak menarik maka akan menyebabkan produk tersebut kurang diminati.

Menurut Kartika et al. (1988), tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati

dengan mulut (pada waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari.

D. β-karoten

Karoten adalah pigemen kuning yang berfungsi sebagai antioksidan. Sedangkan

beta-karoten salah satu bentuk senyawa karoten, merupakan penawar yang kuat untuk

oksigen reaktif (suatu radikal bebas yang sangat destruktif). Karena kelenjar timus

(yang berperan dalam sistem imun) sangat rentan terhadap kerusakan akibat radikal

bebas, maka untuk melindungi sistem imun itu diperkirakan beta-karoten lebih

berdayaguna dibandingkan dengan vitamin A (VitaHealth, 2006).

β-karoten adalah salah satu zat antioksidan yang terdapat dalam buah-buahan,

antara lain terdapat pada wortel, kentang, dan buah peach. Antioksidan sangat berguna

untuk melawan radikal nbebas yang berasal dari zat beracun. Β-karoten juga cukup

banyak terkandung di dalam buah-buahan serta sayuran yang berwarna kuning dan hijau

seperti mangga, pepaya, brokoli, jagung serta tanaman lainnya. Karena tak hanya

mampu melawan radikal bebas serta menjauhkan tubuh dari sel kanker, beta karoten

ternyata memilik manfaat lain sepert mejaga kesehatan jantung (Ide, 2010).

Beta karoten adalah salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan selama

fermentasi. Pada fermentasi kefir dengan bahan baku susu sapi, setelah akhir fermentasi

didapatkan kandungan karoten 220 µg yang sebelumnya tidak terdapat dalam susu sapi.

Sementara untuk tempe terjadi peningkatan beta karoten sampai 30 µg (FAO, 1972),

sedangkan fermentasi keju terjadi peningkatan beta karoten sampai 68 µg (USDA,

2007).

Saat ini terdapat lebih dari 300 karotenoid yang telah diketahui, yang paling

umum terdapat pada tumbuhan tinggi hanya sedikit, kemungkinan terbesar adalah ß-

karoten (Harborne, 1996). Struktur kimia senyawa ß-karoten terlihat seperti pada

Gambar 2.

Gambar 2. Struktur ß-karoten (Robinson,1995)

Penelitian mengenai pengujian β-karoten pada cookies pernah dilakukan oleh

Sengev I. A., Gernah D. I dan M.C Bunde-Tsegba pada tahun 2015. Pengujian

dilakukan pada cookies yang terbuat dari kentang dan mangga. Beta-karoten ditentukan

dengan menggunakan metode Rodriguez-Amaya dan Kimura, dan dengan sedikit

modifikasi. Prosedur yang dilakukan yaitu lima gram (5.0g) dari sampel dituangkan ke

dalam corong pisah dan larutan yang mengandung 140 mL etanol: heksan (4: 3)

petroleum eter dan aseton ditambahkan. 2 mL dari 2% natrium klorida (NaCl) juga

ditambahkan untuk menghindari pembentukan emulsi. Campuran tersebut secara

manual dikocok dengan kuat selama sekitar 3 menit., dibiarkan tenggelam selama 30

menit. Absorbansi lapisan atas ditentukan pada panjang gelombang 452nm

menggunakan spektrofotometer (Spectro Sc 20, Labomed, Inc USA) dan konsentrasi

beta karoten dihitung menggunakan hukum Beer-Lambert (Sengev, 2015).

Secara kimia karoten adalah terpena, disintesis secara biokimia dari delapan

satuan isoprena. Karoten berada dalam bentuk α-karoten, β-karoten, γ-karoten, dan ε-

karoten. Betakaroten terdiri dari dua grup retinil, dan dipecah dalam mukosa dari usus

kecil oleh β-karoten dioksigenase menjadi retinol, sebuah bentuk dari vitamin A.

Karoten dapat disimpan dalam hati dan diubah menjadi vitamin A sesuai kebutuhan.

Pigmen-pigmen golongan karoten sangat penting ditinjau dari kebutuhan gizi, baik

untuk manusia maupun hewan. Hal ini disebabkan karena sebagian dapat diubah

menjadi vitamin A. Diantara beberapa kelompok provitamin A yang dijumpai di alam,

yang dikenal lebih baik adalah α-karoten, β-karoten, γ-karoten, serta kriptosantin

(Muchtadi, 1989)

Beberapa kacang-kacangan juga memiliki kadar karoten, diantaranya yaitu kacang

hijau. Kacang hijau bahkan memiliki kelebihan lain yaitu aktivitas antioksidannya

tertinggi diantara kacang-kacangan ( Lee et al., 2000), mempunyai zat anti gizi yang

rendah sehingga tidak diperlukan perlakuan khusus selama pengolahan (Singh, 1999).

Menurut Chitra et al. (1995) , kadar asam fitat susu kacang hijau adalah 12,0 mg/g, jauh

lebih rendah dari kedelai yaitu 36,4 mg/g. Selain kacang hijau mengandung senyawa-

senyawa fungsional diantaranya beta karoten dan polifenol. Senyawa-senyawa ini telah

diketahui memiliki sifat fungsional sebagai antioksidan dan immunomodulator.

Kemampuan beta karoten sebagai antioksidan ditunjukkan dalam mengikat singuel

oksigen, “merantas” atau merapuhkan radikal peroksil dan menghambat oksidasi lipid,

sedangkan polifenol mampu ”merantas” oksigen dan radikal alkil dengan memberikan

donor elektron sehingga terbentuk radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope, 2006).

Oksidasi lipid biasanya melalui proses pembentukan radikal bebas yang terdiri dari tiga

proses dasar yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Apriyantono, 1989). Pada tahap

awal reaksi terjadi pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak jenuh secara homolitik

sehingga terbentuk radikal alkil yang terjadi karena adanya inisiator (panas, oksigen

aktif, logam atau cahaya). Pada keadaan normal radikal alkil cepat bereaksi dengan

oksigen membentuk radikal peroksi dimana radikal peroksi ini bereaksi lebih lanjut

dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroproksida dengan radikal alkil,

kemudian radikal alkil yang terbentuk ini bereaksi dengan oksigen. Dengan demikian

reaksi otoksidasi adalah reaksi berantai radikal bebas.β-Karoten bersifat lipofilik,

sehingga dapat berperan pada membran sel untuk mencegah oksidasi lipid.

Beta karoten adalah salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan selama

fermentasi. Pada fermentasi kefir dengan bahan baku susu sapi, setelah akhir fermentasi

didapatkan kandungan karoten 220 µg (Otes, 2003) yang sebelumnya tidak terdapat

dalam susu sapi. Sementara untuk fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi peningkatan

beta karoten sampai 30 µg (FAO, 1972), sedangkan fermentasi keju terjadi peningkatan

beta karoten sampai 68 µg (USDA, 2007).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan karoten. Gregory (1996)

dalam Legowo (2005), menyebutkan bahwa karoten stabil pada pH netral, alkali namun

tidak stabil pada kondisi asam, adanya udara atau oksigen, cahaya dan panas.

Karotenoid tidak stabil karena mudah teroksidasi oleh adanya oksigen dan peroksida.

Selain itu, dapat mengalami isomerisasi bila terkena panas, cahaya dan asam.

Isomerisasi dapat menyebabkan penurunan intensitas warna dan titik cair.

E. Uji Proksimat

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komponen utama dari suatu

bahan. Untuk makanan, komponen utama umumnya terdiri dari kadar air, kadar abu,

karbohidrat, protein serta lemak (Hui, 2006). Analisis ini menjadi perlu untuk dilakukan

karena menyediakan data kandungan utama dari suatu bahan makanan. Faktor lain

adalah karena analisis proksimat dalam makanan berkenaan dengan kadar gizi dari

bahan makanan tersebut. Kadar gizi perlu diketahui karena berhubungan dengan

kualitas makanan tersebut. Selain itu, analisis proksimat umumnya tidak mahal dan

relatif mudah untuk dilakukan ( Ensminger, 1994).

Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi

kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan

dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian

kualitas bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung

di dalamnya. Pendapat ini didukung oleh pernyataan Retnani,dkk (2000), menyatakan

bahwa Analisis proksimat adalah analisis atau pengujian kimia yang dilakukan untuk

bahan baku yang akan diproses lebih lanjut dalam industri menjadi barang jadi.

Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan nutrien

secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Soejono, 1990). Metode ini dikembangkan

oleh Henneberg dan Stockman dari Weende Experiment Station di Jerman pada tahun

1865 (Tillman et al., 1991). Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar

abu total, air total, lemak total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk

kandungan mikronutrien difokuskan pada provitamin A (β-karoten) (Sudarmadji et al.,

1996). Analisis vitamin A dan provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan

produk hasil olahan dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya kromatografi

lapis tipis, kromatografi kolom absorpsi, kromatografi cair kinerja tinggi, kolorimetri

dan spektrofotometri sinar tampak (Winarno, 1997).

Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pangan dapat diketahui bila bahan pangan

tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai selisih antara

100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga

ukurannya tetap (Anggorodi, 1994). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu

bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry

basis). Metode pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk sebagian besar

makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri

(bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut (Winarno,

1997).

Jumlah abu dalam bahan pangan hanya penting untuk menentukan perhitungan

bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan cara

mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600oC sampai

semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam

bahan pangan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili

bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan organik seperti sulfur

dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah terbang seperti natrium,

klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama pembakaran. Kandungan abu

dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada makanan baik

secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).

Kandungan lemak suatu bahan pangan dapat ditentukan dengan metode soxhlet,

yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990). Lemak yang

didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung lemak

sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan

pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar

(Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan

sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk

melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi,

1997)

Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan

produktivitas. Jumlah protein dalam pangan ditentukan dengan kandungan nitrogen

bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan

asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk

protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap

bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua

nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi

kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990). Menurut Siregar

(1994) senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh

mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya.

Pengujian proksimat pernah dilakukan oleh Awolu (2017) dengan bahan

pengujian tepung komposit yang terdiri dari gandum, Cocoyam (Colocasia esculenta)

dan bambara groundnt (Vigna subterranea). Pengujian proksimat yang dlakukan dengan

metode Association of Official Analytical Chemists (OAOC, 1995) untuk menentukan

presentase kadar air, protein, serat kasar, lemak dan karbohidrat. Hasil dari penelitian

didapatkan bahwa tepung komposit memiliki kandungan protein dan serat yang baik.

Gandum pada tepung komposit berkontribusi sebagai penyumbang protein yang tinggi,

sedangkan Cocoyam berkontribusi terhadap kualitas kadar abu. Secara umum tepung

komposit ini memiliki sifat proksimat yang baik.

F. HIPOTESIS

Pada Penelitian ini diduga terdapat tingkat kesukaan tertinggi pada cookies jagung

kuning dibandingkan dengan cookies dari tepung terigu (Control) serta terdapat

perbedaan nyata kadar β-karoten dari setiap cookies.

II. METODE PENELITIAN

A. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung jagung kuning, dengan

bahan tambahan tepung pati jagung, susu skim, margarin, gula halus, kuning telur,

vanili, dan tepung terigu (sebagai control). Bahan pembantu lainnya adalah bahan

kimia, antara lain asam sulfat (H2SO4), katalisator natrium sulfat (Na2SO4), natrium

hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), asam borat (H3BO3), n-heksana, indikator

BCG+MR dan indikator PP.

B. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian yaitu Oven, serangkaian alat titrasi, vortex, neraca,

erlenmeyer, penangas air, spektrofotometer, serta perlatan untuk membuat cookies

seperti mixer, solet, baskom, loyang, dan cetakan.

C. Jalan Penelitian

Penelitian dimulai dari perumusan masalah dan tujuan, studi pustaka, pembuatan

cookies, pengujian kesukaan, pengolahan data dengan SPSS (Uji Anova), pengujian

proksimat dan betakaroten cookies terpilih, pengolahan data dengan SPSS (Uji Anova),

pembahasan, dan di dapatkan kesimpulan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.

Tahap penelitian.

Margarin (50 g)

gula halus 35 g, vanili, 0,5 g, susu skim 15 g kuning telur 20 g tepung jagung : pati jagung (100 g: 0 g, 85 g : 15 g, 70 g : 30 g, 55 g : 45 g) Cookies control (100 g Tepung terigu)

Cookies

Gambar 3. Tahap Penelitian

Mixing sampai lembut

Pencampuran

Pencampuran

Pengadukan sampai kalis

Pencetakan

Pengovenan suhu 150oC

selama 10 menit

Analisis β-karoten Uji Kesukaan

Analisis Proksimat

cookies yang paling

disukai panelis

1. Kadar Air

2. Kadar Abu

3. Kadar Protein

4. Kadar Lemak

5. Kadar Karbohidrat

D. Analisa yang dilakukan

1. Pembuatan cookies tepung jagung dengan substitusi pati jagung

Penelitian ini menghasilkan empat cookies dengan bahan yang digunakan yaitu

jagung kuning (100%, 85%, 70%, 55%), tepung pati jagung (0%, 15%, 30%, dan

45%) dari total tepung. Bahan tambahan yang digunakan yaitu margarin sebanyak

50% dari total tepung, gula halus sebanyak 35% dari total tepung, susu skim 15%

dari total tepung, dan kuning telur satu butir (20 g). Tambahkan pula vanili untuk

menambah aroma.Untuk perbedaan komposisi masing-masing cookies dapat dilihat

pada tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan komposisi cookies

Bahan Cookies 1 (g) Cookies 2 (g) Cookies 3 (g) Cookies 4 (g)

Tepung jagung 100 85 70 55

Pati jagung 0 15 30 45

Margarin 50 50 50 50

Gula halus 35 35 35 35

Kuning telur 20 20 20 20

Susu skim 15 15 15 15

Vanili 0,5 0,5 0,5 0,5

Pembuatan cookies dilakukan dengan cara mempersiapkan bahan-bahan yang telah

dijelaskan diatas. Cara yang pertama yaitu mixing margarin sampai lembut dan

warnanya menjadi sedikit lebih cerah. Kedua tambahkan gula halus, susu skim, dan

vanili kemudian campur dengan mixer hingga rata. Ketiga masukkan kuning telur

dan mixer dengan kecepatan ringan. Selanjutnya masukkan tepung jagung kuning

dan tepung pati jagung kemudian aduk dengan sepatula hingga kalis. Jika sudah

kalis, maka adonan siap untuk dicetak. Cetak adonan hingga berbetuk bulat pipih,

dan tata dalam loyang. Siapkan oven dengan suhu 150oC, jika sudah 150oC

masukkan loyang beserta isinya ke dalam oven selama 10 menit. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar 4 tentang proses pembuatan cookies jagung

kuning.

Margarin (50 g)

gula halus 35 g, vanili, 0,5 g, susu skim 15 g kuning telur 20 g tepung jagung : pati jagung (100 g: 0 g, 85 g : 15 g, 70 g : 30 g, 55 g : 45 g)

Cookies Jagung Kuning

Gambar 4. Proses pembuatan cookies jagung kuning

Mixing sampai lembut

Pencampuran

Pencampuran

Pengadukan sampai kalis

Pencetakan

Pengovenan suhu 150oC

selama 10 menit

2. Pembuatan Cookies Control

Cookies control dibuat dengan bahan utama tepung terigu. Cookies ini digunakan

sebagai pembanding dari cookies jagung kuning. Bahan tambahan yang digunakan

sama dengan pembuatan cookies jagung kuning, hanya saja tidak menggunakan

tepung pati jagung. Proses pembuatannya sama dengan pembuatan cookies jagung

kuning hanya berbeda bahan utama yang digunakan, untuk lebih jelasnya proses

pembuatan cookies control dapat dilihat pada gambar 5.

Margarin (50 g)

gula halus 35 g, vanili 0,5 g, susu skim 15 g. kuning telur 20 g tepung terigu 100 g

Cookies control

Gambar 5. Proses pembuatan cookies control

Mixing sampai lembut

Pencampuran

Pencampuran

Pengadukan sampai kalis

Pencetakan

Pengovenan suhu 150oC

selama 10 menit

3. Uji kesukaan pada cookies

Uji kesukaan ini dilakukan dengan pengisian kuesioner yang akan diberikan kepada

panelis. Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner tertutup, sehingga panelis

akan memilih jawaban yang telah disediakan. Jumlah panelis yang dibutuhkan

minimal 30 panelis. Uji kesukaan dilakukan dengan menggunakan kuesioner, isi

kuesioner lebih jelas dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Kuesioner uji kesukaan Cookies

UJI KESUKAAN

Nama :

Usia :

Jenis kelamin : L/P

Pekerjaan :

Tanggal/TTD :

Petunjuk : Saudara diminta untuk menilai sampel berdasarkan tingkat

kesukaan saudara. Nilailah intensitas kesukaan dengan dengan menggunakan

angka kesukaan sebagai berikut :

1 = Sangat tidak suka

2 = Tidak suka

3 = Netral

4 = Suka

5 = Sangat Suka

Atribut mutu Kode sampel

135 246 357 468 579

Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

Keseluruhan

Keterangan :

4. Analisis proksimat cookies terpilih

Analisis proksimat meliputi

a. Uji kadar air (Thermogravimetri)

b. Uji kadar abu (Pengabuan Langsung)

c. Uji kadar protein (Kjeldahl)

d. Uji kadar lemak (Soxhlet)

e. Uji kadar karbohidrat (By difference)

5. Analisis kadar β-karoten

Pengukuran kadar beta karoten pada cookies jagung kuning dilakukan dengan

menggunakan spektroskopi UV-Vis.

E. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Faktorial, dengan menggunakan dua faktor yaitu jenis tepung dan konsentrasi tepung

jagung kuning dengan pati jagung (100%:0%, 85%:15%, 70%:30%, 55%:45%)

F. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Bulan April - Juni 2017 bertempat di Laboratorium

Inkubator Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta.