ii. tinjauan pustaka a. fitokimiaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/1042/2/bab ii.pdf · alkaloid...
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Fitokimia
Menurut Robinson (1991) alasan melakukan uji fitokimia adalah untuk menetukan
ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh
ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologis. Pemanfaatan prosedur uji fitokimia
telah mempunyai peranan yang mapan dalam semua cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara
ini penting dalam semua telaah kimia dan biokimia juga telah dimanfaatkan dalam kajian
biologis.
Analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari
metode atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan secara
keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara isolasi atau pemisahannya (Moelyono,
1996). Pada tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi satu
disiplin ilmu tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan,
serta berkaitan dengan keduanya. Bidang perhatiannya adalah aneka ragam senyawa organik
yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya,
biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara ilmiah dan fungsi
biologisnya (Harborne, 1984).
Keanekaragaman dan jumlah struktur molekul yang dihasilkan oleh tumbuhan banyak
sekali, demikian juga laju pengetahuan tentang hal tersebut. Masalah utama dalam penelitian
fitokimia adalah menyusun data yang ada mengenai setiap golongan senyawa khusus.
Kandungan kimia tumbuhan dapat digolongkan menurut beberapa cara. Pengolahan
didasarkan pada asal biosintesis, sifat kelarutan dan adanya gugus fungsi tertentu.
B. Cara Pengolahan Daun Pepaya
Daun pepaya adalah daun tunggal, berukuran besar, berbentuk menjari (palmatifidus),
bergerigi dan mempunyai bagian-bagian tangkai daun (petioles) dan helaian daun (lamina).
Daun papaya dibagian ujung biasanya meruncing, tangkai daun panjang dan berongga.
Permukaan daun pepaya licin dan sedikit mengkilat, susunan tulang daun-daun pepaya adalah
menjari, daun yang muda terbentuk di bagian tengah tumbuhan.
Kandungan biochemical daun pepaya disajikan pada Tabel 1. dan kandungan daun
pepaya dalam setiap 100 g disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Kandungan Biochemical Daun Pepaya
Bahan Aktif Kandungan (ppm)Alkaloid 1.300-4.000Flavonoid 0-2.000Tannin 5.000-6.000Dehydrocarpaine 1.000Pseudocarpaine 100
Sumber : Anonim (2009)
Tabel 2. Kandungan daun pepaya dalam setiap 100 g
Nutrisi KandunganAir 75,4 gKalori 79 kalProtein 8,0 gLemak 2,0 gKarbohidrat 11,9 gKalsium 353 mgVitamin A 18250 SIVitamin B1 0,15 mgVitamin C 140 mg
Sumber : Thomas (1989)
Selain zat di atas, berdasarkan hasil analisis fitokimia daun pepaya terdapat beberapa
senyawa aktif yang diduga berperan dalam penyembuhan berbagai macam penyakit. Manfaat
tanaman pepaya dan senyawa aktif yang diduga berperan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Manfaat tanaman pepaya dan senyawa aktif yang berperanNo. Manfaat Senyawa aktif yang diduga berperan
1. antikankeralfatokoferol, likopene, flavonoid,benzylisothiosianat alkaloid (daun)
2. antidiabetes alkaloid, saponin, dan tanin3. antiinflamasi alkaloid, tanin, glikosida jantung, saponin
4. antibakteripapain, flavanoid, alkaloid, saponin,glikosidafenol
5. antimalariaflavonol, vitamin C dan E, antraquinon,alkaloid seperti karpain (daun)
6. antidenguealkaloid termasuk karpain, pseudocarpain,dehidrocarpain I dan II (daun)
7. penyembuh luka vitamin C, papain, chymopapain (daun)Sumber : Rahayu dan Tjitraresmi (2016)
Menurut Tjitrosoepomo (2004), sistematika tumbuhan pepaya (Carica papaya L.)
berdasarkan taksonominya adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Ordo : cistales
Family : caricaceae
Genus : carica
Spesies : carica papaya L.
Menurut Erin (2012) rasa pahit pada daun pepaya dapat dikurangi dengan berbagai
macam cara, diantaranya perebusan dengan penambahan:
1. Tanah Liat
Perebusan daun papaya dengan penambahan tanah liat umum dilakukan sejak jaman
dahulu. Caranya dengan mencampur air dengan tanah liat kemudian digunakan untuk
merebus daun papaya selama 10 menit. Daun pepaya setelah empuk, dicuci kembali
dengan air mengalir hingga bersih dari sisa tanah liat.
2. Daun Jambu Biji
Menyiapkan beberapa lembar daun jambu biji, direbus bersama daun pepaya hingga
mendidih selama 10 menit kemudian ditiriskan dan dipisahkan kedua daun tersebut. Cara
ini dapat mengurangi rasa pahit pada daun pepaya.
3. Daun Jambu Mete
Mencampur dan merebus daun pepaya dengan daun jambu mete secara bersamaan.
Proses perebusan hingga mendidih selama 10 menit, lalu tiriskan dan pisahkan kedua daun
tersebut.
4. Daun Singkong
Mencampur daun pepaya dan daun singkong kemudian direbus bersama air sampai
mendidih selama 10 menit. Ditiriskan dan dipisahkan antara daun pepaya dan daun
singkong. Daun singkong dan daun pepaya dapat dikonsumsinya secara bersamaan yaitu
dengan tanpa dipisahkan atau membiarkan daun singkong menyatu dengan daun pepaya.
Gabungan hasil olahan daun pepaya memiliki tekstur serat lebih kasar dan tekstur serat
daun singkong lebih lembut.
5. Garam Kasar
Mengambil garam kasar dan dicampur dengan daun papaya, kemudian diremas-remas
hingga getahnya keluar. Daun pepaya dicuci hingga bersih sebelum akan diolah. Daun
pepaya direbus hingga mendidih selama 10 menit dan ditiriskan, sehingga akan diperoleh
daun pepaya rebus yang berkurang rasa pahitnya.
6. Meremas dan Mencuci Ulang
Meremas-remas daun pepaya hingga getahnya keluar kemudian menyiram dengan air
kran (air mengalir kecil) sambil terus diremas hingga air remasannya tidak berwarna hijau
lagi. Proses perebusan dilakukan hingga mendidih selama 10 menit kemudian ditiriskan.
C. Antioksidan Daun Pepaya
1. Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklik dan terdapat pada tumbuh-tumbuhan tetapi tidak mengecualikan senyawa yang
berasal dari hewan. Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan
antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid. Pada prinsip yang sama, senyawa
netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan ini. Tipe
dan struktur inti alkaloid disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Tipe dan struktur inti alkaloid
Tipe alkaloid Struktur inti Alkaloid
Alkaloid sejati
Pirolidin Higrin, kuskohigrinTropan Atropin, hiosiamin, kokainPirolisidin Meteolidin, retronesinPiperidin Lobelin, pilletierin, piperinKuinolisidin Lupanin, spartein, sitisinIndolisidin Swansonin, kastanosperminFeniletilamin Anhalamin, tiramin, dopaminTetrahidro-isokuinolin Kodein, morfin, tebain, papaverinFenetilisokuinolin Galantine, maritidin, gantaminIndol sederhana Serotonin, triptamin, psilosinβ-karbolin Harmin, elaeagninIndol terpenoid Ajmalin, katarantin, sekologaninKuinolin Kuinin, kuinidin, kinkonidinPiroloindol Korinantin, korinanteinImidasol Pilokarpin, pilosin, histaminKuinolin Akuntin, BukharinAkridin AkronisinPiridin, pirolidin Anabasin, nikotin, evolin
ProtoalkaloidFeniletilamin Hordenin, meskalin, efedrinIndol Yohimbin, reserpinPirolisidin Senesionin
Pseudoalkaloid
piperidin Konini, koniseinTerpenoid Akonitin, gentianinSteroid Solanidin, solasodin, tomatidinPurin Kafein, teobromin, teofilin
Sumber : Hanani (2014)
Alkaloid dibagi menjadi 3 tipe yaitu alkaloid sejati, protoalkaloid dan pseudoalkaloid.
Alkaloid sejati dibentuk dari asam amino yang mempunyai unsur N dalam sistem
heterosiklik, memiliki aktivitas biologis, rasa pahit dan berbentuk padatan warna putih.
Protoalkaloid memiliki unsur N bukan dalam sistem heterosiklik, strukturnya sederhana dan
biasanya merupakan alkaloid minor. Pseudoalkaloid memiliki unsure N dalam kerangka
karbon yang tidak atau bukan berasal dari asam amino, tetapi pada kenyataannya berkaitan
dengan pembentuk asam amino atau sebagai hasil reaksi aminasi dan tansaminasi. Struktur
kimia protoalkaloid dan pseudoalkaloid disajikan pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Struktur kimia protoalkaloid (Hanani, 2014)
Gambar 2. Struktur kimia pseudoalkaloid (Hanani, 2014)
Berikut adalah struktur inti senyawa alkaloid yang disajikan pada Gambar 3.
dengan pembentuk asam amino atau sebagai hasil reaksi aminasi dan tansaminasi. Struktur
kimia protoalkaloid dan pseudoalkaloid disajikan pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Struktur kimia protoalkaloid (Hanani, 2014)
Gambar 2. Struktur kimia pseudoalkaloid (Hanani, 2014)
Berikut adalah struktur inti senyawa alkaloid yang disajikan pada Gambar 3.
dengan pembentuk asam amino atau sebagai hasil reaksi aminasi dan tansaminasi. Struktur
kimia protoalkaloid dan pseudoalkaloid disajikan pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Struktur kimia protoalkaloid (Hanani, 2014)
Gambar 2. Struktur kimia pseudoalkaloid (Hanani, 2014)
Berikut adalah struktur inti senyawa alkaloid yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur inti senyawa alkaloid (Hanani, 2014)
Alkaloid mempunyai struktur yang berbeda dan banyak menunjukkan jangkauan
aktivitas farmakalogis termasuk aktivitas antimikrobial (Hadi, 2001). Alkaloid serumpun
(molekul organik basa yang mengandung nitrogen) yang mempunyai struktur yang mirip
dengan struktur efedrin dan sekarang penting sebagai obat, terdapat dalam sejumlah
tumbuhan. Efedrin adalah unsur penting dalam tanaman jenis ephedra yang dipakai di China
selama lebih dari 5000 tahun.
Struktur kimia asam amino pembentuk alkaloid disajikan pada Gambar 4.
Gambar 3. Struktur inti senyawa alkaloid (Hanani, 2014)
Alkaloid mempunyai struktur yang berbeda dan banyak menunjukkan jangkauan
aktivitas farmakalogis termasuk aktivitas antimikrobial (Hadi, 2001). Alkaloid serumpun
(molekul organik basa yang mengandung nitrogen) yang mempunyai struktur yang mirip
dengan struktur efedrin dan sekarang penting sebagai obat, terdapat dalam sejumlah
tumbuhan. Efedrin adalah unsur penting dalam tanaman jenis ephedra yang dipakai di China
selama lebih dari 5000 tahun.
Struktur kimia asam amino pembentuk alkaloid disajikan pada Gambar 4.
Gambar 3. Struktur inti senyawa alkaloid (Hanani, 2014)
Alkaloid mempunyai struktur yang berbeda dan banyak menunjukkan jangkauan
aktivitas farmakalogis termasuk aktivitas antimikrobial (Hadi, 2001). Alkaloid serumpun
(molekul organik basa yang mengandung nitrogen) yang mempunyai struktur yang mirip
dengan struktur efedrin dan sekarang penting sebagai obat, terdapat dalam sejumlah
tumbuhan. Efedrin adalah unsur penting dalam tanaman jenis ephedra yang dipakai di China
selama lebih dari 5000 tahun.
Struktur kimia asam amino pembentuk alkaloid disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur kimia asam amino pembentuk alkaloid (Hanani, 2014)
Banyak senyawa dalam tumbuhan mengandung atom nitrogen basa dan dapat
diekstrak dengan asam encer. Senyawa ini disebut alkaloid yang artinya “mirip alkali”
(Fessenden, 1989). Ada sekitar 5500 alkaloid yang telah diketahui, alkaloid tersebut
merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid seringkali beracun bagi
manusia dan banyak yang mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol, jadi digunakan
secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1996).
Alkaloid Merupakan golongan senyawa organik yang paling banyak ditemukan dalam
tumbuhan. Alkaloid merupakan senyawa yang menyerupai basa, terbukti dari asal namanya
alkali (basa) dan oid (menyerupai). Dalam struktur dasarnya alkaloid banyak mengandung
gugus atom N.
Alkaloid memiliki aktivitas terapeutik yang menonjol. Isolasi murni alkaloid dan
derivatnya digunakan untuk sebagai bahan medis dasar karena efek analgesik, antispasmodic
Gambar 4. Struktur kimia asam amino pembentuk alkaloid (Hanani, 2014)
Banyak senyawa dalam tumbuhan mengandung atom nitrogen basa dan dapat
diekstrak dengan asam encer. Senyawa ini disebut alkaloid yang artinya “mirip alkali”
(Fessenden, 1989). Ada sekitar 5500 alkaloid yang telah diketahui, alkaloid tersebut
merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid seringkali beracun bagi
manusia dan banyak yang mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol, jadi digunakan
secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1996).
Alkaloid Merupakan golongan senyawa organik yang paling banyak ditemukan dalam
tumbuhan. Alkaloid merupakan senyawa yang menyerupai basa, terbukti dari asal namanya
alkali (basa) dan oid (menyerupai). Dalam struktur dasarnya alkaloid banyak mengandung
gugus atom N.
Alkaloid memiliki aktivitas terapeutik yang menonjol. Isolasi murni alkaloid dan
derivatnya digunakan untuk sebagai bahan medis dasar karena efek analgesik, antispasmodic
Gambar 4. Struktur kimia asam amino pembentuk alkaloid (Hanani, 2014)
Banyak senyawa dalam tumbuhan mengandung atom nitrogen basa dan dapat
diekstrak dengan asam encer. Senyawa ini disebut alkaloid yang artinya “mirip alkali”
(Fessenden, 1989). Ada sekitar 5500 alkaloid yang telah diketahui, alkaloid tersebut
merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid seringkali beracun bagi
manusia dan banyak yang mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol, jadi digunakan
secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1996).
Alkaloid Merupakan golongan senyawa organik yang paling banyak ditemukan dalam
tumbuhan. Alkaloid merupakan senyawa yang menyerupai basa, terbukti dari asal namanya
alkali (basa) dan oid (menyerupai). Dalam struktur dasarnya alkaloid banyak mengandung
gugus atom N.
Alkaloid memiliki aktivitas terapeutik yang menonjol. Isolasi murni alkaloid dan
derivatnya digunakan untuk sebagai bahan medis dasar karena efek analgesik, antispasmodic
dan antibakteri (Stray, 1998). Senyawa yang bersifat sitotoksik seperti alkaloid dapat
mempunyai efek imunosupresif pada dosis tinggi. Imunosupresif dapat menghambat
proliferasi sel imun, sitotoksiksitas dan menghambat produksi limfosit sel T (Hargono, 1996).
Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur),
tumbuhan dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dilakukan melalui
teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh
alkaloid. Salah satu contoh tanaman alkoloid adalah pepaya yang merupakan penghasil
papaine. Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali
dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman)
untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa
(pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina serta solanina). Alkaloid dikenal
sekitar 10.000 senyawa dengan struktur sangat beragam dan sampai saat ini tidak ada batasan
yang jelas.
2. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di
dunia tumbuhan. Sebanyak 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi,
namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol dan flavon.
Antosianin (dari bahasa Yunani anthos, bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna
yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu dan biru. Pigmen ini juga terdapat di
berbagai bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar.
Flavonoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar flavonoid terhimpun di vakuola sel
tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola (Lukman dan Sumaryono, 1995).
Struktur kimia senyawa flavonoid disajikan pada Gambar 5. dan biosintesis hubungan antara
jenis monomer flavonoid dari alur asetat-malonat dan alur sikimat disajikan pada Gambar 6.
Gambar 5. Struktur kimia senyawa flavonoid (Hanani, 2014)Gambar 5. Struktur kimia senyawa flavonoid (Hanani, 2014)Gambar 5. Struktur kimia senyawa flavonoid (Hanani, 2014)
Gambar 6. Biosintesis hubungan antara jenis monomer flavonoid dari alur asetat-malonat danalur sikimat (Markham, 1988)
Flavonoid adalah senyawa metabolit yang memiliki struktur inti C6-C3-C6 yaitu dua
cincin aromatic yang dihubungkan dengan 3 atom C, biasanya dengan ikatan atom O yang
Gambar 6. Biosintesis hubungan antara jenis monomer flavonoid dari alur asetat-malonat danalur sikimat (Markham, 1988)
Flavonoid adalah senyawa metabolit yang memiliki struktur inti C6-C3-C6 yaitu dua
cincin aromatic yang dihubungkan dengan 3 atom C, biasanya dengan ikatan atom O yang
Gambar 6. Biosintesis hubungan antara jenis monomer flavonoid dari alur asetat-malonat danalur sikimat (Markham, 1988)
Flavonoid adalah senyawa metabolit yang memiliki struktur inti C6-C3-C6 yaitu dua
cincin aromatic yang dihubungkan dengan 3 atom C, biasanya dengan ikatan atom O yang
berupa ikatan oksigen heterosiklik. Flavonoid termasuk senyawa polifenol karena
mengandung dua atau lebih gugus hidroksil, bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam
basa. Struktur kimia senyawa flavonoid O-glikosida dan C-gliko disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur kimia senyawa flavonoid O-glikosida dan C-glikosida (Hanani, 2014)
Flavonoid O-glikosida merupakan flavonoid yang gugus hidroksilnya berikatan
dengan satu atau lebih gula dengan ikatan hemiasetat, lebih mudah terurai dengan adanya
asam. Flavonoid C-glikosida merupakan flavonoid yang memiliki gula yang terikat langsung
pada atom karbon pada inti benzena, berupa ikatan karbon-karbon dengan sifat tahan
terhadap asam.
Hasil metabolisme sekunder yang termasuk dalam senyawa fenolat terdiri dari beragam
senyawa dengan struktur molekul yang heterogen. Dalam dunia pengobatan dan farmasi
kelompok flavonoid dan tanin adalah yang paling dikenal. Flavonoid yang berhasil
diidentifikasi sudah ada berkisar antara 2.000 macam. Flavonoid bertanggung jawab
melindungi tanaman dari pengaruh buruk sinar ultra violet dan berperan sebagai pemberi
warna pada tanaman.
Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Bahan aktif tersebut dapat
diektraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok
dengan eter minyak bumi. Flavonoid merupakan senyawa fenol, oleh sebab itu warnanya
akan berubah bila ditambah basa atau amoniak, jadi flavonoid mudah dideteksi pada
berupa ikatan oksigen heterosiklik. Flavonoid termasuk senyawa polifenol karena
mengandung dua atau lebih gugus hidroksil, bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam
basa. Struktur kimia senyawa flavonoid O-glikosida dan C-gliko disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur kimia senyawa flavonoid O-glikosida dan C-glikosida (Hanani, 2014)
Flavonoid O-glikosida merupakan flavonoid yang gugus hidroksilnya berikatan
dengan satu atau lebih gula dengan ikatan hemiasetat, lebih mudah terurai dengan adanya
asam. Flavonoid C-glikosida merupakan flavonoid yang memiliki gula yang terikat langsung
pada atom karbon pada inti benzena, berupa ikatan karbon-karbon dengan sifat tahan
terhadap asam.
Hasil metabolisme sekunder yang termasuk dalam senyawa fenolat terdiri dari beragam
senyawa dengan struktur molekul yang heterogen. Dalam dunia pengobatan dan farmasi
kelompok flavonoid dan tanin adalah yang paling dikenal. Flavonoid yang berhasil
diidentifikasi sudah ada berkisar antara 2.000 macam. Flavonoid bertanggung jawab
melindungi tanaman dari pengaruh buruk sinar ultra violet dan berperan sebagai pemberi
warna pada tanaman.
Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Bahan aktif tersebut dapat
diektraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok
dengan eter minyak bumi. Flavonoid merupakan senyawa fenol, oleh sebab itu warnanya
akan berubah bila ditambah basa atau amoniak, jadi flavonoid mudah dideteksi pada
berupa ikatan oksigen heterosiklik. Flavonoid termasuk senyawa polifenol karena
mengandung dua atau lebih gugus hidroksil, bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam
basa. Struktur kimia senyawa flavonoid O-glikosida dan C-gliko disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur kimia senyawa flavonoid O-glikosida dan C-glikosida (Hanani, 2014)
Flavonoid O-glikosida merupakan flavonoid yang gugus hidroksilnya berikatan
dengan satu atau lebih gula dengan ikatan hemiasetat, lebih mudah terurai dengan adanya
asam. Flavonoid C-glikosida merupakan flavonoid yang memiliki gula yang terikat langsung
pada atom karbon pada inti benzena, berupa ikatan karbon-karbon dengan sifat tahan
terhadap asam.
Hasil metabolisme sekunder yang termasuk dalam senyawa fenolat terdiri dari beragam
senyawa dengan struktur molekul yang heterogen. Dalam dunia pengobatan dan farmasi
kelompok flavonoid dan tanin adalah yang paling dikenal. Flavonoid yang berhasil
diidentifikasi sudah ada berkisar antara 2.000 macam. Flavonoid bertanggung jawab
melindungi tanaman dari pengaruh buruk sinar ultra violet dan berperan sebagai pemberi
warna pada tanaman.
Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Bahan aktif tersebut dapat
diektraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok
dengan eter minyak bumi. Flavonoid merupakan senyawa fenol, oleh sebab itu warnanya
akan berubah bila ditambah basa atau amoniak, jadi flavonoid mudah dideteksi pada
kromatogram atau dalam larutan (Harborne, 1996). Struktur kimia beberapa senyawa
biflavonoid disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Struktur kimia beberapa senyawa biflavonoid (Hanani, 2014)
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh
dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada tumbuhan tingkat tinggi,
flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga (Robinson, 1995).
Flavonoid sebagian besar terdapat pada tumbuhan terikat pada molekul gula sebagai
glikosida dan dalam bentuk campuran, sangat jarang dijumpai dalam senyawa tunggal.
Flavonoid yang berbeda kelas masih sering ditemukan, misalnya antosianin dalam mahkota
bunga yang berwarna merah, hampir selalu disertai oleh flavon atau flavonol yang tak
berwarna. Senyawa bioaktif pada tumbuhan diperkirakan telah berhasil diisolasi sekitar 3.000
senyawa flavonoid.
Flavonoid dalam tumbuhan mempunyai empat fungsi:
1. Sebagai pigmen warna
kromatogram atau dalam larutan (Harborne, 1996). Struktur kimia beberapa senyawa
biflavonoid disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Struktur kimia beberapa senyawa biflavonoid (Hanani, 2014)
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh
dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada tumbuhan tingkat tinggi,
flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga (Robinson, 1995).
Flavonoid sebagian besar terdapat pada tumbuhan terikat pada molekul gula sebagai
glikosida dan dalam bentuk campuran, sangat jarang dijumpai dalam senyawa tunggal.
Flavonoid yang berbeda kelas masih sering ditemukan, misalnya antosianin dalam mahkota
bunga yang berwarna merah, hampir selalu disertai oleh flavon atau flavonol yang tak
berwarna. Senyawa bioaktif pada tumbuhan diperkirakan telah berhasil diisolasi sekitar 3.000
senyawa flavonoid.
Flavonoid dalam tumbuhan mempunyai empat fungsi:
1. Sebagai pigmen warna
kromatogram atau dalam larutan (Harborne, 1996). Struktur kimia beberapa senyawa
biflavonoid disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Struktur kimia beberapa senyawa biflavonoid (Hanani, 2014)
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh
dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada tumbuhan tingkat tinggi,
flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga (Robinson, 1995).
Flavonoid sebagian besar terdapat pada tumbuhan terikat pada molekul gula sebagai
glikosida dan dalam bentuk campuran, sangat jarang dijumpai dalam senyawa tunggal.
Flavonoid yang berbeda kelas masih sering ditemukan, misalnya antosianin dalam mahkota
bunga yang berwarna merah, hampir selalu disertai oleh flavon atau flavonol yang tak
berwarna. Senyawa bioaktif pada tumbuhan diperkirakan telah berhasil diisolasi sekitar 3.000
senyawa flavonoid.
Flavonoid dalam tumbuhan mempunyai empat fungsi:
1. Sebagai pigmen warna
2. Fungsi fisiologi dan patologi
3. Aktivitas Farmakologi
4. Flavonoid dalam makanan
Aktifitas Farmakologi dianggap berasal dari rutin (glikosida flavonol) yang digunakan
untuk menguatkan susunan kapiler, menurunkan permeabilitas dan fragilitas pembuluh darah.
Flavonoid dapat digunakan sebagai obat karena mempunyai bermacam macam bioaktifitas
seperti antiinflamasi, antikanker, antifertilitas, antiviral, antidiabetes, antidepresant, diuretic.
Flavonoid mempunyai bermacam-macam efek yaitu efek antitumor, immunostimulant,
antioksidan, analgesik, antiradang, antivirus, antibakteri dan antifungi. Penelitian
membuktikan bahwa senyawa flavonoid dapat meningkatkan aktivitas IL-2 dan proliferasi
limfosit. Proliferasi limfosit akan mempengaruhi sel CD4+, kemudian menyebabkan sel Th1
teraktivasi (Baratawidjaja, 2002). Sel Th1 yang teraktivasi akan mempengaruhi SMAF
(Spesific Makrofag Activating Factor), yaitu molekul molekul multipel termasuk IFN γ yang
dapat mengaktifkan makrofag, sehingga makrofag mengalami peningkatan angka metabolik,
motilitas dan aktivitas fagositosis secara cepat dan lebih efisien dalam membunuh bakteri,
atau mikroorganisme patogen lainnya (Paul, 2003).
Jenis flavonoid yaitu flavonol, flavone dan glikosida sering terdapat di daun atau di
bagian luar dari tanaman, kecuali pada bawang. Aktivitas biologi flavonoid telah banyak
diketahui. Hasil studi yang telah banyak dilakukan menunjukkan bahwa flavonoid memiliki
banyak manfaat untuk kesehatan manusia karena kapasitas antioksidan dari flavanoid dan
kemampuannya dalam:
a. memodulasi enzim yang berbeda
b. interaksi dengan reseptor spesifik
c. efek vasodilatasi
d. berikatan dengan ion logam seperti Cu dan Fe (Pietta dan Paolo, 1999)
Sifat anti inflamasi dari flavonoid telah terbukti secara in vivo maupun in vitro,
sedangkan mekanisme flavonoid dalam menghambat terjadinya inflamasi melalui dua cara
yaitu:
a. Menghambat pelepasan asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel
neutrofil dan sel endotelial.
b. Menghambat fase proliferasi dan fase eksudasi dari proses inflamasi. Konsentrasi
tinggi dari beberapa senyawa flavonoid dapat menghambat pelepasan asam
arakidonat dan enzim lisosom dari membran dengan jalan memblok jalur
siklooksigenase, jalur lipoksigenase dan fosfolipse A2, sementara pada konsentrasi
rendah hanya memblok jaringan lipoksigenase. Terhambatnya pelepasan asam
arakidonat bagi jalur siklooksidase dan lipooksidase pada akhirnya akan menekan
jumlah prostaglandin, prostasiklin, endoperoksida, asam hidrosiekosatetrainoat,
leukotrin disisi lainnya (Sabir, 2003).
3. Tanin
Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah suatu senyawa polifenol
yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan
menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan
alkaloid.
Tanin (dari bahasa Inggris tannin; dari bahasa Jerman Hulu Kuno tanna, yang berarti
“pohon ek” atau “pohon berangan”) pada awalnya didasarkan pada penggunaan bahan tanin
nabati dari pohon ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan agar menjadi kulit
masak yang awet dan lentur. Pengertian tanin saat ini telah meluas mencakup aneka senyawa
polifenol berukuran besar yang mengandung cukup banyak gugus hidroksil dan gugus lain
yang sesuai (misalnya karboksil) untuk membentuk perikatan kompleks yang kuat dengan
protein dan makromolekul yang lain. Struktur kimia beberapa tanin terhidrolisis disajikan
pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur kimia beberapa tanin terhidrolisis (Hanani, 2014)
Tanin dapat terhidrolisis oleh asam atau enzim menjadi beberapa molekul asam
fenolat seperti asam galat dan asam heksahidroksidifenat. Ada 2 tipe tanin terhidrolisis yang
dikenal, yaitu galitanin dan elagitanin, masing-masing memiliki unit asam galat dan asam
heksahidroksidifenat. Struktur kimia tanin bentuk monomerik, dimerik dan trimerik disajikan
pada Gambar 10.
Gambar 10. Struktur kimia tanin bentuk monomerik, dimerik dan trimerik (Hanani, 2014)
protein dan makromolekul yang lain. Struktur kimia beberapa tanin terhidrolisis disajikan
pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur kimia beberapa tanin terhidrolisis (Hanani, 2014)
Tanin dapat terhidrolisis oleh asam atau enzim menjadi beberapa molekul asam
fenolat seperti asam galat dan asam heksahidroksidifenat. Ada 2 tipe tanin terhidrolisis yang
dikenal, yaitu galitanin dan elagitanin, masing-masing memiliki unit asam galat dan asam
heksahidroksidifenat. Struktur kimia tanin bentuk monomerik, dimerik dan trimerik disajikan
pada Gambar 10.
Gambar 10. Struktur kimia tanin bentuk monomerik, dimerik dan trimerik (Hanani, 2014)
protein dan makromolekul yang lain. Struktur kimia beberapa tanin terhidrolisis disajikan
pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur kimia beberapa tanin terhidrolisis (Hanani, 2014)
Tanin dapat terhidrolisis oleh asam atau enzim menjadi beberapa molekul asam
fenolat seperti asam galat dan asam heksahidroksidifenat. Ada 2 tipe tanin terhidrolisis yang
dikenal, yaitu galitanin dan elagitanin, masing-masing memiliki unit asam galat dan asam
heksahidroksidifenat. Struktur kimia tanin bentuk monomerik, dimerik dan trimerik disajikan
pada Gambar 10.
Gambar 10. Struktur kimia tanin bentuk monomerik, dimerik dan trimerik (Hanani, 2014)
Tanin terkondensasi tersebar luas dalam dunia tumbuhan dan merupakan kondensasi
(polimer) dari katekin atau galokatekin membentuk suatu oligomer yang lebih tinggi seperti
dimer. Flavolan merupakan tanin terkondensasi bentuk trimetik dari katekin, dengan ikatan
karbon-karbon yang menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui
ikatan 4-8 atau 6-8. Kelompok tanin terkondensasi menyebar pada seluruh bagian tumbuhan
akar, rimpang, kulit kayu, daun dan bunga. Pembentukan asam galat dari asam sikimat
disajikan pada Gambar 11. dan Pembentukan asam elagat, katekin, epikatekin dan
pentagaloilglukosa dari asam galat disajikan pada Gambar 12.
Gambar 11. Pembentukan asam galat dari asam sikimat (Hanani, 2014)
Tanin terkondensasi tersebar luas dalam dunia tumbuhan dan merupakan kondensasi
(polimer) dari katekin atau galokatekin membentuk suatu oligomer yang lebih tinggi seperti
dimer. Flavolan merupakan tanin terkondensasi bentuk trimetik dari katekin, dengan ikatan
karbon-karbon yang menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui
ikatan 4-8 atau 6-8. Kelompok tanin terkondensasi menyebar pada seluruh bagian tumbuhan
akar, rimpang, kulit kayu, daun dan bunga. Pembentukan asam galat dari asam sikimat
disajikan pada Gambar 11. dan Pembentukan asam elagat, katekin, epikatekin dan
pentagaloilglukosa dari asam galat disajikan pada Gambar 12.
Gambar 11. Pembentukan asam galat dari asam sikimat (Hanani, 2014)
Tanin terkondensasi tersebar luas dalam dunia tumbuhan dan merupakan kondensasi
(polimer) dari katekin atau galokatekin membentuk suatu oligomer yang lebih tinggi seperti
dimer. Flavolan merupakan tanin terkondensasi bentuk trimetik dari katekin, dengan ikatan
karbon-karbon yang menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui
ikatan 4-8 atau 6-8. Kelompok tanin terkondensasi menyebar pada seluruh bagian tumbuhan
akar, rimpang, kulit kayu, daun dan bunga. Pembentukan asam galat dari asam sikimat
disajikan pada Gambar 11. dan Pembentukan asam elagat, katekin, epikatekin dan
pentagaloilglukosa dari asam galat disajikan pada Gambar 12.
Gambar 11. Pembentukan asam galat dari asam sikimat (Hanani, 2014)
Gambar 12. Pembentukan asam elagat, katekin, epikatekin dan pentagaloilglukosa dari asamgalat (Hanani, 2014)
Biosintesis tanin diawali dengan terbentuknya asam galat. Pembentukan asam galat
dimulai dari asam sikimat melalui 3-dehidroksisikimat yang diikuti dengan proses dehidrasi
dan enolisasi. Pada proses ini terbentuk asam protokatekuat. Asam galat merupakan suatu
senyawa yang sering menjadi pembentuk berbagai jenis tanin lain seperti katekin, asam
elagat, prosianidin, epikatekin dan pentagaloilglukosa yaitu suatu galotanin yang sudah
ratusan tahun digunakan untuk penyamakan kulit hewan.
Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berbagai senyawa ini
berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama,
serta dalam pengaturan pertumbuhan. Tanin yang terkandung dalam buah muda
menimbulkan rasa sepat, perubahan-perubahan yang terjadi pada senyawa tanin bersama
berjalannya waktu berperan penting dalam proses pemasakan buah (McGee Harold, 2004).
Gambar 12. Pembentukan asam elagat, katekin, epikatekin dan pentagaloilglukosa dari asamgalat (Hanani, 2014)
Biosintesis tanin diawali dengan terbentuknya asam galat. Pembentukan asam galat
dimulai dari asam sikimat melalui 3-dehidroksisikimat yang diikuti dengan proses dehidrasi
dan enolisasi. Pada proses ini terbentuk asam protokatekuat. Asam galat merupakan suatu
senyawa yang sering menjadi pembentuk berbagai jenis tanin lain seperti katekin, asam
elagat, prosianidin, epikatekin dan pentagaloilglukosa yaitu suatu galotanin yang sudah
ratusan tahun digunakan untuk penyamakan kulit hewan.
Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berbagai senyawa ini
berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama,
serta dalam pengaturan pertumbuhan. Tanin yang terkandung dalam buah muda
menimbulkan rasa sepat, perubahan-perubahan yang terjadi pada senyawa tanin bersama
berjalannya waktu berperan penting dalam proses pemasakan buah (McGee Harold, 2004).
Gambar 12. Pembentukan asam elagat, katekin, epikatekin dan pentagaloilglukosa dari asamgalat (Hanani, 2014)
Biosintesis tanin diawali dengan terbentuknya asam galat. Pembentukan asam galat
dimulai dari asam sikimat melalui 3-dehidroksisikimat yang diikuti dengan proses dehidrasi
dan enolisasi. Pada proses ini terbentuk asam protokatekuat. Asam galat merupakan suatu
senyawa yang sering menjadi pembentuk berbagai jenis tanin lain seperti katekin, asam
elagat, prosianidin, epikatekin dan pentagaloilglukosa yaitu suatu galotanin yang sudah
ratusan tahun digunakan untuk penyamakan kulit hewan.
Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berbagai senyawa ini
berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama,
serta dalam pengaturan pertumbuhan. Tanin yang terkandung dalam buah muda
menimbulkan rasa sepat, perubahan-perubahan yang terjadi pada senyawa tanin bersama
berjalannya waktu berperan penting dalam proses pemasakan buah (McGee Harold, 2004).
Kandungan tanin dari bahan organik (serasah, ranting dan kayu) yang terlarut dalam
air hujan (bersama aneka subtansi humus), menjadikan air yang tergenang di rawa-rawa dan
rawa gambut berwarna coklat kehitaman seperti air teh, yang dikenal sebagai air hitam (black
water). Kandungan tanin yang membuat air berasa kesat dan agak pahit.
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai
beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan. Tanin
merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang
sukar dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan
bersenyawa dengan protein tersebut (Desmiaty et al., 2008). Tanin dibagi menjadi dua
kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin memiliki peranan biologis
yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat
berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman, 2002).
D. Media Perebusan Daun Pepaya
1. Tanah Liat
Mahida (1984), mendefinisikan tanah liat sebagai campuran partikel-partikel pasir dan
debu dengan bagian-bagian tanah liat yang mempunyai sifat-sifat karakteristik yang berlainan
dalam ukuran yang kira-kira sama. Salah satu ciri partikel-partikel tanah liat yaitu
mempunyai muatan ion positif yang dapat dipertukarkan. Material tanah liat mempunyai daya
serap yang baik terhadap perubahan kadar kelembaban karena tanah liat mempunyai luas
permukaan yang sangat besar.
Komposisi kimia tanah liat yang dianalisa dengan menggunakan alat Scanning
Electron Microscopy (SEM) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Tanah Liat
Elemen Nama Elemen konsentrasi (%)
C karbon 0,33O oksigen 46,91Al alumunium 22,05Si silika 13,42S sulfur 0,23
Ca kalium 0,21Fe besi 14,78
Sumber : Prameswari (2008)
Tanah liat adalah suatu silikat hidraalumunium yang kompleks dengan rumus kimia
Al2O3.nSiO2.Kh2O dimana n dan k merupakan nilai numerik molekul yang terikat dan
bervariasi untuk massa yang sama. Mineral tanah liat mempunyai daya tarik menarik
individual yang mampu menyerap 100 kali volume partikelnya.
Sifat-sifat yang dimiliki tanah liat menurut Hardiyatmo (1999) dan Derry Endriani
(2012) adalah sebagai berikut :
1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi
4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi
6. Proses konsolidasi lambat
Tanah liat memiliki luas permukaan yang besar, sehingga hal inilah yang berpotensi
sebagai adsorben. Ciri- ciri atau Karakteristik Tanah Liat:
1. Mempunyai sifat liat atau lengket
2. Mempunyai sifat yang sulit menyerap air
3. Tanah dapat terpecah menjadi butiran- butiran sangat halus saat keadaan kering
4. Tanahnya berwarna hitam terang atau hitam keabu- abuan
5. Merupakan bahan baku untuk membuat kerajinan tangan berupa gerabah atau
tembikar
2. Daun Jambu Biji
Jambu biji (psidium guajava) tersebar meluas di Asia Tenggara termasuk Indonesia,
hingga Asia Selatan, India dan Srilangka. Jambu biji termasuk tanaman perdu dan memiliki
banyak cabang dan ranting. Permukaan kulit luar pohon jambu biji berwarna coklat dan licin.
Bentuk daun jambu biji umumnya bercorak bulat telur dengan ukuran yang agak besar.
Bunga jambu biji berukuran kecil berwarna putih dan muncul dari balik ketiak daun.
Tanaman jambu biji dapat tumbuh subur di daerah dataran rendah sampai pada ketinggian
1200 meter diatas permukaan laut. Pohon jambu biji setelah umur 2-3 tahun akan mulai
berbuah dengan biji banyak yang terdapat pada daging buahnya.
Jambu biji memiliki nama lain yang biasa dikenal psidium guajava (Inggris/Belanda),
jambu biji (Indonesia), jambu klutuk, bayawas, tetokal, tokal (Jawa), jambu klutuk, jambu
batu (Sunda), jambu bender (Madura).
Klasifikasi botani dari jambu biji yaitu:
Kerajaan : Plantae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Upafamili : Myrtoideae
Bangsa : Myrteae
Genus : Psidium
Spesies : P. guajava
Daun jambu biji diketahui mengandung beberapa bahan aktif antara lain tanin,
flavonoid, guayaverin, leukosianidin, minyak atsiri, asam malat, damar dan asam oksalat.
Komponen khusus seperti flavonoid, tanin, minyak atsiri dan alkaloid yang memiliki efek
farmakologi.
Senyawa tanin yang terkandung dalam daun Psidium guajava L dapat diperkirakan
memiliki jumlah sebanyak 9-12% (Maryati dkk, 2008). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Sukardi, waktu ekstraksi optimal daun Psidium guajava L adalah selama 17,5
menit dengan kandungan tanin yang didapat sebesar 7,82% atau setara dengan 0,40 per 5
sampel. Menurut Sudarsono dkk. (2002) daun jambu biji mengandung flavonoid, tanin
(17,4%), fenolat (575,3 mg/g) dan minyak atsiri.
Kegunaan dari daun jambu biji sangat banyak diantaranya yaitu: sebagai obat diare,
obat maag, masuk angin, beser, prolapsisani, sariawan, sakit kulit dan obat luka baru. Daun
jambu biji bisa dimanfaatkan sebagai antioksidan, obat batuk dan membantu mengobati
penyakit diabetes melitus.
3. Daun Jambu Mete
Jambu monyet atau jambu mete (Anacardium occidentale) adalah sejenis tanaman
dari suku Anacardiaceae yang berasal dari Brasil dan memiliki "buah" yang dapat dimakan.
Pohon jambu mete berukuran sedang dengan tinggi sampai dengan 12 m dengan tajuk
melebar, sangat bercabang-cabang dan selalu hijau. Pohon jambu mete mempunyai tajuk
yang bisa tinggi dan menyempit, atau rendah dan melebar, bergantung pada kondisi
lingkungannya. Klasifikasi botani tanaman jambu mete ialah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Anacardium
Spesies : Anacardium occidentale L
Pada penelitian (Indah, 2012) ekstrak daun jambu mete yang dikombinasikan dengan
ekstrak psidium guajava dapat menghambat rotavirus pada monyet. Sari alkohol daun muda
jambu mete memberikan efek analgetik terhadap nyeri yang ditimbulkan oleh asam asetat
pada mencit putih. Daun jambu mete juga terbukti memiliki aktivitas antimikroba pada uji
terhadap bakteri gram positif yaitu bacillus pimilus, bacillus subtilis dan staphylococcus
aereus serta bakteri gram negatif yaitu escherichia coli, klebsiella pneumonia dan
pseudomonas auruginosa.
Ekstrak etanol daun jambu mete memiliki aktivitas antioksidan paling besar dibanding
ekstrak air dan ekstrak petroleum eternya. Kandungan fenolik total yang dimiliki ekstrak
etanol daun jambu mete juga lebih tinggi dibanding ekstrak lainnya (Jaiswal et al, 2010).
Kandungan daun jambu mete disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan daun jambu mete setiap 100 gNutrisi Kandungan
Air 78 gKalori 73 gProtein 4,6 gLemak 0,5 gHidrat arang 16,3 gKalsium 33 mgFosfor 64 mgBesi 8,9 gVitamin A 2.689 SIVitamin C 65 g
Sumber : Yuniarti (2008)
4. Daun Singkong
Daun singkong kaya akan antioksidan seperti β-karoten dan vitamin C. Daun
singkong mengadung glukosida sianogenik, kandungan senyawa glukosida sianogenik yang
terbesar adalah linamarin. Beberapa studi menunjukkan bahwa komponen aktif dalam daun
singkong memiliki aktivitas antikanker. Proses pengolahan dapat menurunkan kandungan
senyawa aktif tersebut (Askurrahman, 2010). Menurut intan hadistiani (2010), daun singkong
mengandung tanin 0,82 % dan flavonoid 0,9%.
Klasifikasi botani dari singkong ialah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Familia : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Species : Manihot esculenta Crantz
E. Tingkat Kesukaan
Tingkat kesukaan diukur dengan uji organoleptik yaitu mengukur, menilai atau
menguji mutu komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia yaitu mata,
hidung, mulut dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran subjektif
berdasarkan pada respon subjektif manusia sebagai alat ukur (Soekarto, 1990). Tingkat
kesukaan pada dasarnya merupakan salah satu uji organoleptik yang panelisnya
mengemukakan responnya berupa tingkat kesukaan terhadap atribut mutu yang diuji. Uji
kesukaan menggunakan panelis yang belum terlatih. Panelis diminta untuk mengemukakan
pendapatnya secara spontan, tanpa membandingkan dengan sampel standar atau sampel yang
diuji sebelumnya. Uji kesukaan sebaiknya cara penyajiannya berurutan, tidak disajikan
bersama-sama. Pengujian ini umumnya digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap
suatu bahan atau memproduksi reaksi konsumen terhadap produk yang diujikan, oleh karena
itu panelis sebaiknya diambil dalam jumlah besar yang mewakili populasi masyarakat
tertentu (Kartika dkk, 1988).
Skala nilai yang digunakan dapat berupa nilai numerik dengan keterangan verbal atau
keterangan verbal dengan kolom-kolom yang dapat diberi tanda oleh panelis. Skala nilai
dapat ditulis dalam arah vertikal atau horizontal. Skala nilai yang digunakan dalam pengujian
indrawi berupa skala numerik, skala grafik, skala standar dan skala verbal. Skala nilai yang
sering digunakan adalah skala numerik dengan deskripsi pemilihan kolom yang tersedia pada
grafik (Kartika dkk, 1988).
F. Hipotesis
Perlakuan daun pepaya (Carica papaya L.) dengan berbagai media perebusan diduga
dapat mempengaruhi kadar antioksidan dan tingkat kesukaan pada daun pepaya rebus.