ii. tinjauan pustaka 2.1. pengertian bank syariah bank...
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah adalah bank umum yang sebagaimana dimaksud dalam
UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang saat ini telah diubah dengan
UU No. 10 Tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah, termasuk unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (Riyadi, 2005).
Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah menurut pasal 1 angka 13 Undang-undang No 10 Tahun 1998 adalah
aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainya
yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain :
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)
c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
d. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
e. Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa.
2.2. Bentuk Hukum, Permodalan dan Kepemilikan Bank Syariah
Berdasarkan UU Perbankan, bentuk hukum Bank Syariah dapat berupa
Perseroan Terbatas, Koperasi dan Perusahaan Daerah. Modal disetor untuk
medirikan Bank Syariah ditetapkan sekurang-kurangnya Rp
3.000.000.000.000,00 (tiga trilliun rupiah). Pendirian Bank Syariah hanya
dapat dilakukan oleh warga Negara Indonesia dan atau badan hukum
Indonesia serta warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia
dengan warga Negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan.
Sedangkan kepemilikan yang berasal dari warga Negara asing dan atau
badan hukum asing setinggi-tingginya sebesar 99 persen dari modal disetor
Bank. Sementara kepemilikan bank oleh badan hukum Indonesia setinggi-
tingginya adalah sebesar modal bersih sendiri dari badan hukum yang
bersangkutan. Dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank dilarang
bersumber dari :
a. Pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain.
b. Sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah, termasuk dari dan
untuk tujuan pencucian uang (money laundring).
2.3. Kegiatan Usaha Bank Syariah
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 62/24/PBI/2004 tanggal
14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, kegiatan usaha bank syariah dapat dibedakan
sebagai berikut :
a. Pengimpunan dana (funding)
Penghimpunan dana adalah kegiatan penarikan dana atau
penghimpunan dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi
berdasarkan prinsip syariah. Berkaitan dengan kegiatan
penghimpunan dana, dalam prinsip syariah dibedakan antara
simpanan yang tidak memberikan imbalan dan simpanan yang
mendapatkan imbalan. Dana simpanan atau tabungan yang tidak
memberikan imbalan bagi nasabah dimaksudkan semata-mata hanya
sebagai cara untuk menyimpan atau menitipkan uang. Sementara
simpanan untuk tujuan investasi akan mendapatkan imbalan dari
bank.
b. Penyaluran dana atau pembiayaan (financing)
Kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan bank syariah harus tetap
berpedoman pada prinsip kehati-hatian yang diatur oleh Bank
Indonesia. Oleh karena itu, Bank diwajibkan untuk meneliti secara
seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas pembiayaan
yang sehat. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan
penyaluran dana perbankan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Bentuk penyaluran dana atau
pembiayaan yang dilakukan Bank Syariah dalam melaksanakan
operasinya secara garis besar dapat dibedakan kedalam 4 kelompok
sebagai berikut :
a. Prinsip jual beli (ba’i)
b. Prinsip bagi hasil
c. Prinsip sewa menyewa (ijarah)
d. Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh.
c. Pembiayaan jasa-jasa pelayanan perbankan (bank services)
Jasa-jasa yang diberikan perbankan syariah kepada nasabah
berdasarkan akad dengan mendapatkan imbalan atau fee antara lain :
a. Al Wakalah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada
bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau jasa
tertentu.
b. Al Hawalah merupakan pengalihan hutang dari orang yang
berhutang (debitur) kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Transaksi ini pada dasarnya merupakan
pemindahan beban utang dari debitur menjadi tanggungan pihak
lain yang berkewajiban menanggung pembayaran hutang.
c. Al Kafah adalah garansi atau jaminan yang diberikan oleh
penanggung kepada pihak ketiga untuk menanggung kewajiban
pihak kedua (tertanggung) apabila tertangung tidak dapat
memenuhi kewajibanya.
d. Al Rahn merupakan arta atau asset yang harus diserahkan oleh
peminjam (debitur) sebagai jaminan atas diterimanya dari bank.
Tujuan pemberian fasilitas Al Rahn oleh bank adalah untuk
membantu nasabah dalam pembiayaan usahanya.
2.4. Laporan Keuangan
Siamat (2005) mengatakan dalam rangka peningkatan transparasi kondisi
keuangan, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor : 3/22/PBI/2001
tanggal 13 Desember 2001, bank wajib menyusun dan menyajikan laporan
keuangan dalam bentuk dan cakupan yang terdiri dari :
a. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Tahunan;
b. Laporan Keuangan Publikasi Triwulan;
c. Laporan Keuangan Publikasi Bulanan;
d. Laporan Keuangan Konsolidasi.
2.5. Tingkat Kesehatan Bank
Tingkat kesehatan bank adalah penelitian atas suatu kondisi laporan
keuangan bank pada periode dan saat tertentu sesuai dengan standar Bank
Indonesia (Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tanggal 30 April 1997
tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang
disempurnakan dengan SK direksi Bank Indonesia No 30/277/KEP/DIR
tanggal 19 Maret 1998 tentang Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum) yang meliputi faktor-faktor
berikut :
Tabel 5. Faktor-faktor Kesehatan Bank yang dinilai dan bobotnya
No Faktor yang
Dinilai
Komponen Bobot
1 Permodalan Rasio Modal terhadap Aktiva Tertimbang
Menurut Rasio (ATMR)
25 %
2 Kualitas Aktiva
Produktif
a. Rasio Aktiva Produktif yang
Diklasifikasikan (APYD) terhadap
Aktiva Produktif (AP)
b. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif yang dibentuk oleh Bank
(PPAPYD) terhadap Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif yang
Wajib Dibentuk (PPAPWD)
25 %
5%
3 Manajemen a. Manajemen Umum
b. Manajemen Risiko
10%
15%
4 Rentabilitas a. Rasio Laba Usaha Rata-rata terhadap
Volume Usaha
b. Rasio Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional
5%
5%
5 Likuiditas a. Rasio Kewajiban Bersih antar bank
terhadap modal inti
5%
b. Rasio Kredit terhadap Dana yang
Diterima Oleh Bank
5%
Sumber : Riyadi, 2004
2.6. Rasio Rentabilitas
Hanafi (1999), menyatakan bahwa efisiensi akan lebih jelas jika
dikaitkan dengan konsep perbandingan outpu-input. Output merukapan hasil
suatu organisasi, dan input merupakan sumber daya yang digunakan untuk
menghasilkan output tersebut. Dalam kasus perusahaan yang bergerak
dibidang perbankan, efisiensi operasi dilakukan untuk mengetahui apakah
bank dalam operasinya yang berhubungan dengan usaha pokok bank,
dilakukan dengan benar dalam arti sesuai dengan yang diharapkan
manajemen dan pemegang saham. Efisiensi operasi juga berpengaruh
terhadap kinerja bank, yaitu untuk menunjukkan apakah bank telah
menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna.
Menurut Bank Indonesia efisiensi operasi diukur dengan
membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi atau
yang sering disebut BOPO. Rasio BOPO ini bertujuan untuk mengukur
kemampuan pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional. Rasio
yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam
menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya
yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam
mengelola usahanya (SE, Intern BI 2004). Bank Indonesia menetapka angka
terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90 persen, karena jika rasio BOPO
melebihi 90 persen hingga mendekati angka 100 persen maka bank tersebut
dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Pada
penelitian ini variabel BOPO diambil sebagai salah satu variabel atau faktor
yang mempengaruhi kinerja keuangan bank, karena bagaimanapun juga jika
kita berbicara mengenai kinerja suatu perusahaan pastilah juga berhubungan
dengan efisiensi operasi bank tersebut.
2.7. Rasio Perbankan Asset (Asset Quality)
Rasio perbankan asset menurut Riyadi (2003) dilihat dari Non
Performing Loan (NPL). NPL adalah perbandingan antara jumlah kredit yang
diberikan dengan tingkat kolektibilitas tiga sampai dengan lima dibandingkan
dengan total kredit yang diberikan oleh bank. Sesuai dengan ketetapan yang
telah dibuat oleh Bank Indonesia, kredit bermasalah (NPL) dihitung dengan
menggunakan NPL Gross.
Rumus NPL :
NPL Gross :/ x 100 … . (1)
NPL Netto : x 100 … . (2)Kolektibilitas adalah penggolongan tingkat kelancaran pembayaran
kewajiban nasabah yang diukur berdasarkan jumlah hari tunggakan.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No 30/267/KEP/DIR,
tanggal 27 Februari 1998 tentang kualitas aktiva produktif dan pembentukan
cadangan, ditetapkan lima golongan kolektibilitas kredit, yaitu :
Tabel 6. Penggolongan Kolektibilitas
No Jumlah Hari Tunggakan Penggolongan Kolektibilitas
1 0 Lancar
2 1 sampai dengan 90 Dalam Perhatian Khusus
3 91 sampai dengan 180 Kurang Lancar
4 181 sampai dengan 270 Diragukan
5 > 270 Macet
2.8. Permodalan Bank
Modal bank adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka
pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha
bank disamping untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas
moneter (Taswan, 2010).
2.8.1 Fungsi Modal
1. Melindungi para kreditur
Kreditur dalam pengertian ini adalah mereka yang menyimpan
dananya baik berupa giro, tabungan dan deposito berjangka (dana
jangka pendek). Bagi kreditur mengharapkan adanya kepastian
kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan kreditur
sewaktu-waktu dibutuhkan, dengan demikian modal bank
merupakan penyanggah pengembalian dana kreditur manakala bank
kesulitan menarik kembali investasi jangka pendek ataupun bank
kesulitan likuidasi.
2. Menjamin kelangsungan operasional
Bank mampu memenuhi kegiatan operasional dengan modal mereka
sendiri termasuk membangun atau membeli kantor dan peralatan.
Dengan dana itu bank membiayai operasi mereka pada masa
paceklik, yaitu jumlah pendapatan lebih kecil daripada biaya yang
harus mereka keluarkan.
3. Memenuhi standar modal minimum
Standar kecukupan modal disebut dengan standar CAR (Capital
Adequacy Ratio) yang merupakan hal penting yang harus
diperhatikan atau dipenuhi oleh bank. Berdasarkan ratio CAR
apabila bank akan menambah penyaluran kredit kepada masyarakat,
maka dengan sendirinya bank harus menambah modal yang dimiliki.
Apabila bank tidak menambah jumlah kredit maka akan
memperkecil CAR yang dicapai bank.
2.8.2 Rasio Kecukupan Modal
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari
dana modal bank sendiri, disamping memperoleh dana-dana dari
sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman dan lain-lain.
Dengan kata lain CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur
kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang
mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan.
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
CAR = x 100 … . (3)Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
26/20/Kep/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No 26/2/BPPP
masing-masing tanggal 29 Mei 1993, maka bank diwajibkan untuk
menyediakan CAR sebesar 8 persen.
2.8.3 Hal-hal yang Mempengaruhi CAR
Setelah membahas mengenai CAR dapat ditarik kesimpulan
tentang hal-hal yang mempengaruhi CAR (Slamet Riyadi, 2004)
diantaranya adalah :
1. Tingkat kualitas manajemen bank, kualitas sistem dan prosedur
operasionalnya.
2. Tingkat kualitas aktiva beserta risiko yang melekat padanya.
3. Struktur posisi dan kualitas permodalan bank.
4. Kemampuan bank untuk meningkatkan pendapatan dan laba.
5. Tingkat likuiditas yang dimiliki.
6. Kapasitas untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka panjang.
2.8.4 Cara Meningkatkan CAR
Posisi CAR dapat ditingkatkan atau diperbaiki dengan cara :
1. Memperkecil komitmen pinjaman yang tidak digunakan.
2. Jumlah atau posisi pinjaman yang diberikan dikurangi atau
diperkecil sehingga risiko semakin berkurang.
3. Komitmen letter of credit bagi bank-bank devisa yang belum
benar-benar memperoleh kepastian dalam penggunaanya atau tidak
dapat dimanfaatkan secara efisien sebaiknya juga dibatasi.
4. Posisi aktiva tetap dan investaris diusahakan agar tidak berlebihan
dan sekedar memenuhi kelayakan.
5. Menambah atau memperbaiki posisi modal dengan cara setoran
tunai, go public dan pinjaman subordinasi jangka panjang dari
pemegang saham.
6. Mengelola ATMR dengan cara mengalihkan aktiva dari yang
mempunyai bobot resiko yang lebih besar ke aktiva yang memiliki
bobot risiko yang lebih rendah.
2.9. Rasio Likuiditas
Likuiditas diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibanya yang harus segera dibayar. Bank sebagai lembaga kepercayaan
harus mampu menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana dan penyalur
dana untuk memperoleh profit. Likuiditas bank adalah kemampuan bank
untuk memenuhi kemungkinan penarikan simpanan dan kewajiban lainya dan
atau memenuhi kebutuhan masyarakat berupa kredit dan penempatan dana
lainya (Taswan, 2010).
Likuditas dapat berfungsi sebagai (Synkey, 1986) :
1. Menunjukkan dirinya atau bank sebagai tempat yang aman untuk
menyimpan uang.
2. Memungkinkan bank untuk memenuhi komitmen kreditnya.
3. Untuk menghindari penjualan aktiva yang tidak menguntungkan
4. Untuk menghindari diri dari penyalahgunaan kemudahan atau kesan
negatif dari otoritas pengawas atau penguasa moneter karena meminjam
dana likuiditas dari bank sentral.
5. Memperoleh penilaian risiko ketidakmampuan membayar kewajiban
penarikan dananya.
Loan To Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara kredit yang diberikan
dengan dana yang diterima (dana pihak ke tiga). Kredit yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah (Taswan, 2010) :
1. Kredit yang diberikan kepada masyarakat dikurangi dengan bagian
kredit sindikasi yang dibiayai bank lain.
2. Penanaman pada bank lain dalam bentuk kredit yang diberikan dengan
jangka waktu lebih dari tiga bulan.
3. Penanaman bank lain, dalam bentuk kredit dalam rangka kredit
sindikasi.
Sedangkan dana yang diterima bank meliputi :
1. Deposito dan tabungan masyarakat
2. Pinjaman bukan dari bank lain dengan jangka waktu lebih dari tiga
bulan.
3. Deposito dan pinjaman dari bank lain dengan jangka waktu lebih dari
tiga bulan.
4. Modal inti
5. Modal pinjaman
Rumus untuk menentukan rasio LDR :
Loan To Deposit Ratio (LDR) : 100% … . . (4)2.10. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas memperlihatkan kemampuan suatu bank di dalam
menghasilkan keuntungan baik berasal dari kegiatan operasional bank yang
bersangkutan maupun hasil-hasil non operasionalnya. Di dalam perbankan,
profitabilitas juga merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam
menilai sehat tidaknya suatu bank, selain faktor-faktor modal, kualitas
aktiva, manajemen dan likuiditas.
Perhitungan profitabilitas dinyatakan dengan rumus :
Profitabilitas : x 100 %.......(5)
2.10.1 Analisa Profitabilitas
Analisa rasio ini merupakan suatu teknik analisis yang
bermanfaat dalam menilai kinerja suatu bank. Hasil dari perhitungan
analisis rasio ini kemudian dibandingkan dengan bank yang
peringkatnya satu kelas, kinerja tahun-tahun sebelumnya atau
dengan rencana laba bank yang telah dibuat. Untuk melakukan
analisa profitabilitas sebuah bank beberapa rasio yang umumnya
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Interest Margin
2. Net Margin
3. Asset Utilization
4. Return On Assets
5. Levarage Multiplier
6. Return on Equity
2.10.2 Net Interest Margin (NIM)
Rasio yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Net Interest
Margin (NIM). Tujuan dari Asset Liabilities Margin (ALM)
biasanya diekspresikan dalam target Net Interest Margin (NIM).
Untuk mengukur kinerja ALM, standar industri yang digunakan
adalah NIM, yang dinyatakan sebagai Net Interest Income (NII)
dibagi dengan rata-rata total asset. Karena NII sebanding dengan
pendapatan bunga (Interest Income) dikurangi biaya bunga (Interest
Expense). NIM dinyatakan sebagai persamaan sebagai berikut :
NIM = 100 % … … … (6)2.11. Penelitian Terdahulu
Penelitian Puspitasari (2008) yang berjudul Analisis Pengaruh Non
Performing Loan dan Capital Adequacy Ratio Terhadap Return On Asset
Dengan Bantuan Simulasi Komputer (Studi Kasus : PT Bank Muamalat
Indonesia Tbk). Penelitian ini menggunakan metode regresi linear dengan
nilai R square sebesar 79,7 persen yang artinya NPL dan CAR berpengaruh
terhadap ROA sebesar 79,7 persen, sedangkan 20,3 persen dipengaruhi oleh
faktor lain diluar penelitian. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa NPL
dan CAR mempengaruhi ROA dengan komposisi yang berbeda. CAR
mempengaruhi ROA lebih signifikan dibandingkan NPL.
Penelitian Rahayu Purba (2010) yang berjudul Pengaruh Non
Performing Loan, Capital Adequacy Ratio, Loan To Deposit Ratio dan
Marjin Suku Bunga terhadap Net Interest Margin (Studi Kasus PT Bank
Danamon Indonesia Tbk) menjelaskan bahwa besarnya NPL akan
mempengaruhi besarnya NIM, besarnya CAR akan mempengaruhi besarnya
NIM, meningkatnya LDR akan meningkatkan NIM serta pendapatan bunga
bersih (NIM) bank juga tidak lepas dari peningkatan atau penurunan suku
bunga, semakin besar selisih antara suku bunga pinjaman dan suku bunga
simpanan akan meningkatkan NIM yang lebih besar pula. Penelitian ini
menggunakan metode regresi linear dengan nilai R squre sebesar 0,753 yang
berarti NIM dipengaruhi oleh NPL, CAR, LDR dan marjin suku bunga
sebesar 75,3 persen sisanya 24,7 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar
penelitian.
Penelitian Purwanto (2011) yang berjudul Analisis Besarnya Pengaruh
Pembiayaan, Financing To Deposit Ratio (FDR) dan Rasio Non Performing
Financing (NPF) terhadap laba Bank Syariah (Studi Kasus PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk) menjelaskan bahwa penyaluran pembiayaan yang
besar berpengaruh positif terhadap perolehan laba dengan koefisien 0,0327,
yang berarti untuk menaikkan laba sebesar 0,0327 dibutuhkan paling sedikit
kenaikan penyaluran pembiayaan sebesar satu satuan. Hal ini dapat
dijelaskan karena semakin besar menyalurkan pembiayaan maka bank
syariah dapat memperoleh pendapatan baik itu didapat dari perolehan bagi
hasil, margin penjualan atau pendapatan jasa yang pada akhirnya akan
meningkatkan laba bank syariah. Koefisien Financing to Deposit Ratio
terhadap laba adalah -401. Hal ini berarti untuk menaikan laba sebesar Rp
401 juta rupiah, bank syariah paling sedikit harus menurunkan FDR nya
sebesar 1 persen. Kemudian untuk rasio Non Performing Financing
berpengaruh negatif terhadap laba dengan koefisien -4000. Ini artinya untuk
dapat menaikan laba sebesar 4 milyar rupiah, bank syariah setidaknya harus
menurunkan rasio NPF-nya sebesar satu persen.