ii. bab ii tinjauan pustaka ii.1. sejarah value · pdf filec. undang-undang tentang bangunan...

28
II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value Engineering Value Engineering mulai dikembangkan sejak perang dunia kedua. Pada saat itu industri di Amerika Serikat mengalami kekurangan bahan baku untuk proses produksinya. Salah satu perusahaan yang terkena dampaknya adalah General Electric Company. Pada tahun 1947 Lawrence D. Miles, seorang staf teknik dari General Electric Company mendapat tugas untuk mengatasi masalah tersebut. Tugasnya adalah mendapatkan bahan pengganti bagi bahan baku yang biasa dipakai untuk proses produksi serta mengembangkan suatu metoda untuk mengganti fungsi dari komponen yang terlalu mahal. Metoda yang dikembangkan oleh Miles dikenal sebagai teknik analisa nilai (Value analysis technique) dan menjadi metode standar General Electric Company bagi studi peningkatan nilai (Marzuki, 2006). Setelah teknik analisa nilai ini dikenal manfaatnya, maka mulai dipergunakan pula pada proses-proses produksi di perusahaan lainnya dan lambat laun metoda ini berkembang tidak lagi hanya sekedar menganalisis produk yang telah jadi, tapi juga mengupayakan suatu rekayasa (engineering) untuk produk yang akan dibangun atau lebih dikenal dengan metoda Value Engineering. Perkembangan Value Engineering dicatat sebagai berikut: a. Tahun 1954 digunakan di bidang pengadaan oleh angkatan laut Amerika Serikat; b. Tahun 1956 digunakan oleh angkatan darat AS; c. Tahun 1961 digunakan oleh angkatan udara AS; d. Tahun 1964 digunakan pemerintah AS untuk meningkatkan mutu manajemen; e. Tahun 1967 digunakan Biro Riset Dan Rekayasa Departemen Kantor Pos AS; f. Tahun 1969 digunakan NASA; g. Tahun 1969 digunakan Public Building Service (PBS)/General Service Administration (GSA);

Upload: phungkien

Post on 01-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Sejarah Value Engineering

Value Engineering mulai dikembangkan sejak perang dunia kedua. Pada saat itu

industri di Amerika Serikat mengalami kekurangan bahan baku untuk proses

produksinya. Salah satu perusahaan yang terkena dampaknya adalah General

Electric Company. Pada tahun 1947 Lawrence D. Miles, seorang staf teknik dari

General Electric Company mendapat tugas untuk mengatasi masalah tersebut.

Tugasnya adalah mendapatkan bahan pengganti bagi bahan baku yang biasa

dipakai untuk proses produksi serta mengembangkan suatu metoda untuk

mengganti fungsi dari komponen yang terlalu mahal. Metoda yang dikembangkan

oleh Miles dikenal sebagai teknik analisa nilai (Value analysis technique) dan

menjadi metode standar General Electric Company bagi studi peningkatan nilai

(Marzuki, 2006).

Setelah teknik analisa nilai ini dikenal manfaatnya, maka mulai dipergunakan pula

pada proses-proses produksi di perusahaan lainnya dan lambat laun metoda ini

berkembang tidak lagi hanya sekedar menganalisis produk yang telah jadi, tapi

juga mengupayakan suatu rekayasa (engineering) untuk produk yang akan

dibangun atau lebih dikenal dengan metoda Value Engineering. Perkembangan

Value Engineering dicatat sebagai berikut:

a. Tahun 1954 digunakan di bidang pengadaan oleh angkatan laut Amerika

Serikat;

b. Tahun 1956 digunakan oleh angkatan darat AS;

c. Tahun 1961 digunakan oleh angkatan udara AS;

d. Tahun 1964 digunakan pemerintah AS untuk meningkatkan mutu

manajemen;

e. Tahun 1967 digunakan Biro Riset Dan Rekayasa Departemen Kantor Pos AS;

f. Tahun 1969 digunakan NASA;

g. Tahun 1969 digunakan Public Building Service (PBS)/General Service

Administration (GSA);

Page 2: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

14

h. Tahun 1970 diperkenalkan di Jepang oleh Institute of Business and

Management of Tokyo;

i. Tahun 1972 diwajibkan dipakai oleh Construction Management Services;

j. Tahun 1975 digunakan oleh Environmental Protection Agency (EPA);

k. Tahun 1976 digunakan oleh Departemen Transportasi AS;

l. Tahun 1978 digunakan oleh perusahaan Chemint of Milan di Italia;

m. Tahun 1978 digunakan oleh Departemen Of Public Work Of Canada melalui

British Columbia Building Corporation;

n. Tahun 1979 digunakan oleh perusahaan Brian Farmer Of Woolworth Inc.

Dan Mc. Lachan Group of Sydney untuk Australian Mutual Provident (AMP)

di Australia;

o. Tahun 1986 mulai diperkenalkan di Indonesia oleh Dr Ir. Suriana Chandra

melalui seminar-seminar yang diadakan di berbagai kota;

p. Tahun 1986 digunakan di Indonesia pada Proyek Pembangunan Jalan Layang

Cawang;

q. Tahun 1987 dianjurkan pemakaiannya di Indonesia oleh Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (Bappenas), Departemen Keuangan, dan Direktorat

Jenderal Cipta Karya untuk seluruh pembangunan rumah dinas dan gedung

negara di atas 1 milyar rupiah;

r. Tahun 1990-an sampai 2007 tidak diketahui perkembangannya;

s. Bulan Mei Tahun 2007 Departemen Pekerjaan Umum mengeluarkan Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bagi tenaga ahli Value

Engineering. Hal ini mengisyaratkan peluang perkembangan kembali VE di

Indonesia.

II.2. Perkembangan Value Engineering Di Indonesia

Value Engineering mulai diperkenalkan pada tahun 1986 oleh Bapak Dr. Ir.

Suriana Chandra melalui seminar-seminar di berbagai kota. Pada tahun itu juga

metoda ini digunakan pada Proyek Pembangunan Jalan Layang Cawang. Pada

tahun 1987 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Departemen

Keuangan, dan Direktorat Jenderal Cipta Karya menganjurkan pemakaian VE di

Page 3: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

15

Indonesia untuk seluruh pembangunan rumah dinas dan gedung negara di atas 1

milyar rupiah.

Periode sejak tahun 1990-an sampai awal tahun 2003, perkembangan VE di

Indonesia tidak banyak diketahui. Jika ditinjau dari regulasi yang dikeluarkan

pemerintah terkait dengan konstruksi pada periode tersebut, seperti:

a. Undang-Undang Perumahan Dan Pemukiman Nomor 24 tahun 1992;

b. Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 tahun 1999;

c. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 tahun 2002;

d. Peraturan Pemerintah Nomor 28, 29, 30 Tahun 2000;

e. Keputusan Menteri (Kepmen) Pemukiman dan Prasarana Wilayah

(Kimpraswil) Nomor 332/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis

Pembangunan Gedung Negara,

Maka tampaknya anjuran Bappenas tahun 1987 untuk menerapkan VE pada

pembangunan rumah dinas dan gedung negara, tidak ditindaklanjuti dengan

penyusunan regulasi yang lebih tinggi tingkatan hukumnya, karena tidak ada satu

klausulpun pada regulasi periode tersebut yang menyinggung penerapan program

VE. Beberapa praktisi dibidang konstruksi memperkirakan pada periode ini

perkembangan VE telah berhenti.

Pada periode selanjutnya mulai tahun 2003 sejak dikeluarkannya Keppres 80

Tentang Pedoman Pengadaan Barang Dan Jasa Bagi Instansi Pemerintah, sampai

awal tahun 2007, perkembangan VE di Indonesia masih belum menunjukkan

perkembangan yang berarti. Pada periode ini kewajiban penerapan Keppres 80

dianggap menjadi penghambat berkembangnya penerapan VE secara meluas

khususnya pada proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah. Keppres 80

meskipun disatu sisi menyatakan bahwa pihak yang terkait dengan pelaksanaan

pengadaan penyedia jasa dan barang harus menghindari dan mencegah terjadinya

pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa,

namun disisi lain tidak memberi ruang yang leluasa bagi penyedia jasa untuk

berkreasi mengupayakan penghematan dengan metoda-metoda dan inovasi-

inovasi baru yang lebih baik. Proses-proses yang diatur dalam Keppres 80 tersebut

Page 4: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

16

sangat teknis dan rinci. Keppres 80 berjalan paralel dengan Kepmen Kimpraswil

nomor 339/KPTS/M/2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa

Konstruksi Oleh Instansi Pemerintah dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5

tahun 2004 tentang keharusan melaksanakan Keppres 80 tahun 2003. Value

Engineering yang dalam aplikasinya menuntut keleluasaan berkreasi, dan

melakukan analisis kembali terhadap desain awal seringkali tidak diakomodasi

atau tidak dipahami oleh owner (panitia pengadaan) dan aparat penegak hukum.

Keterbatasan pemahaman aparat penegak hukum terkait dengan pelaksanaan

konstruksi menyebabkan mereka berpegang pada aturan-aturan kaku yang

sebenarnya masih harus disempurnakan. Hal ini juga menjadi penyebab

masyarakat jasa konstruksi kemudian enggan menerapkan VE pada pelaksanaan

proyek konstruksi.

Sejak tahun 2007 geliat perkembangan VE di Indonesia kembali mulai terasa.

Departemen Pekerjaan Umum telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja

Nasional Indonesia (SKKNI) bagi tenaga ahli value engineer sebagai bentuk

pengakuan atas profesi VE. Pada tahun ini juga telah terbentuk Himpunan Ahli

Value Engineering Indonesia (HAVEI). Penerapan VE pada proyek-proyek

konstruksi mulai tampak meskipun umumnya dilaksanakan pada proyek-proyek

swasta. Pada proyek pemerintah sebenarnya metoda VE telah diterapkan secara

terbatas oleh kontraktor untuk mendapatkan manfaat peningkatan nilai.

Sayangnya hal ini hanya dilakukan secara internal instansi kontraktor dan

penghematan yang dihasilkan menjadi keuntungan bagi kontraktor semata.

Perkembangan metoda VE kedepan tampaknya akan lebih menjanjikan

dibandingkan masa-masa sebelumnya.

Mengingat perkembangan VE yang belum cukup baik dan ketersediaan literatur

yang menggambarkan perkembangan VE di Indonesia yang sangat minim, maka

penelitan ini tidak didasarkan pada prinsip-prinsip penerapan VE di Indonesia,

melainkan bercermin pada prinsip-prinsip penerapan VE di Amerika dan negara-

negara lannya, yang perkembangan VE dan ketersediaan literaturnya telah lebih

baik.

Page 5: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

17

II.3. Pengertian Value Engineering

Ada tiga nama yang sering digunakan untuk studi mengenai nilai yaitu, analisis

nilai (Value Analysis), rekayasa nilai (Value Engineering) dan manajemen nilai

(Value Management). Konsep dasar ketiga studi tersebut adalah sama sehingga

namanya sering dipertukarkan (NCHRP, 2005).

Menurut Zimmerman dan Hart (1982), Value Engineering adalah penerapan suatu

teknik manajemen melalui pendekatan yang sistematis dan terorganisasi dengan

menggunakan analisis fungsi pada suatu proyek atau produk sehingga diperoleh

hasil yang mempunyai keseimbangan antara fungsi dengan biaya, keandalan,

mutu dan hasil guna (Performance). Program ini berusaha mengidentifikasi dan

menghilangkan biaya (Cost) yang tidak perlu melalui suatu rencana kerja (Job

plan) yang terencana.

II.4. Karakteristik Value Engineering

Berdasarkan definisi VE di atas dapat dirumuskan karakteristik-karakteristik Value

Engineering sebagai berikut:

1. Pendekatan yang sistematis;

2. Pendekatan yang terorganisasi;

3. Penggunaan analisis fungsi;

4. Adanya objek berupa proyek, produk atau proses;

5. Bertujuan meningkatkan value.

II.4.1. Pendekatan yang sistematis

Pelaksanaan VE disusun dalam suatu Job plan yang sistematis yang meliputi tiga

tahap utama: pre-study, value study, dan post study. Masing-masing tahapan

terdiri dari fase-fase berbeda. Semua tahap dan fase dilaksanakan secara berurutan

(sequential). Job plan VE dalam penelitian ini didasarkan Pada Value

Methodology Standard yang dikeluarkan oleh Society Of American Value

Engineer (SAVE) tahun 1998, seperti tampak pada gambar berikut ini:

Page 6: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

18

Mengumpulkan user/costumer attitudesMelengkapi data-data yang dibutuhkanMemutuskan faktor-faktor evaluasiMenentukan batasan studiMembangun data model Memutusan komposisi tim

PRE-STUDY

1. Fase InformasiMelengkapi paket-paket dataMemperbaiki lingkup studi

2. Fase Analisis FungsiIdentifikasi fungsiKlasifikasi fungsiMengembangkan model fungsiMenetapkan worth untuk fungsiMenentukan Cost untuk fungsiMenetapkan value index (VI)Pemilihan fungsi untuk studi lanjutan

3. Fase KreatifMenciptakan berbagai ide terkait dengan fungsi yang dianalisis

4. Fase EvaluasiMerangking dan membandingkan ide-ideMemilih ide untuk pengembangan

5. Fase PengembanganBenefit analysisMelengkapi data-data teknisRencana implementasiPersiapan proposal akhir

6. Fase PresentasiOral reportWritten reportDapatkan komitmen untuk implementasi

VALUE STUDY

POST STUDY

Lengkapi perubahan yang terjadiLaksanakan perubahan Monitor status

Gambar II-1 Tahapan kegiatan dalam Job Plan Sumber: SAVE International (1998)

II.4.1.1. Pre-Study

Pada tahap ini ada enam langkah yang harus dilaksanakan, yaitu: mengumpulkan

user/costumer attitudes, mengumpulkan data-data terkait dengan proyek,

menentukan faktor penentu dalam melakukan evaluasi, menentukan batasan studi,

membangun model dan menentukan komposisi tim VE. Langkah dan aktivitas

yang dilakukan pada tahap ini tampak pada tabel berikut:

Tabel II-1 langkah dan aktivitas tahap Pre-Study

LANGKAH AKTIVITAS

1A Mengetahui hal-hal utama yang mempengaruhi pembelian produk, atau pada proyek infrastruktur, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi user memanfaatkan fasilitas infrastruktur

1B Mendefinisikan dan menilai tingkat kepentingan suatu feature dan karakteristik produksi suatu proyek

1C Mengetahui dan menilai kegagalan serius produk dari sudut pandang user dan komplain yang mungkin akan terjadi

1D Membandingkan proyek dengan proyek lain yang sejenis

1 Mengumpulkan user/costumer attitudes

1E Hasil dari kegiatan ini nantinya akan menjadi dasar referensi jika terjadi ketidak sesuaian penilaian value pada fase informasi

Page 7: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

19

LANGKAH AKTIVITAS

2 Mengumpulkan data-data terkait dengan proyek

2A

Mengumpulkan data-data dari user, desainer, arsitek, cost estimator mengenai: gambar rencana, spesifikasi proyek, dokumen lelang, rencana proyek (project plans). standar desain, regulasi, hasil test, laporan-laporan kegagalan, dan jurnal-jurnal serta data-data proyek serupa

3 Menentukan faktor untuk evaluasi 3A diskusi bersama dengan owner/user faktor apa yang menjadi kriteria

dalam mengevaluasi ide-ide atau gagasan yang akan dikembangkan

4 Menentukan batasan studi 4A Diskusi bersama owner mengenai batasan studi yang dilakukan oleh

tim VE

5 Membangun model 5A Berdasarkan batasan studi tentukan model biaya (cost), waktu, flow chart dan diagram distribusi yang sesuai untuk studi yang dilaksanakan.

6 Menentukan komposisi tim VE 6A Team leader memilih anggota tim sesuai dengan kebutuhan proyek

Sumber: SAVE International (1998)

II.4.1.2. Value Study

Tahap value study adalah tahap utama dalam aplikasi VE. Pada tahap ini ada

enam fase yang harus dilalui yaitu: fase informasi, fase analisis fungsi, fase

kreatif, fase evaluasi, fase pengembangan, dan fase presentasi seperti tampak pada

gambar berikut:

Page 8: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

20

Gambar II-2 Tahap Value Study dan fase-fase di dalamnya Sumber: SAVE International, (1998)

Tahap value study ini biasanya dilakukan dalam suatu workshop yang umumnya

berlangsung selama 40 jam selama lima hari. Beberapa penyesuaian sering

dilakukan untuk mengantisipasi kendala sumber daya yang menyebabkan

pelaksanaan workshop menjadi lebih lama atau sebaliknya mempercepat

pelaksanaan workshop menjadi kurang dari lima hari.

II.4.1.3. Post Study

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada fase ini ditujukan untuk meyakinkan

implementasi rekomendasi. Rekomendasi tersebut berisi perubahan-perubahan

yang telah disetujui untuk dilaksanakan. Team leader selanjutnya memantau

perkembangan pelaksanaan perubahan desain yang dilakukan oleh bagian desain.

Page 9: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

21

Setiap alternatif harus didesain terpisah dan dikonfirmasi juga persyaratan

kontraktual yang turut berubah. Selanjutnya desain perubahan tersebut diserahkan

ke bagian finansial untuk dilakukan audit akhir dan mengukur keuntungan yang

diperoleh dari penerapan metoda ini.

II.4.2. Pendekatan Yang Terorganisasi

Pendekatan yang terorganisasi dicapai melalui penugasan multidisiplin tim yang

independen pada pelaksanaan studi VE. Keberhasilan penerapan VE tidak terlepas

dari kesiapan tim VE ini. Tim ini terdiri antara 5 sampai 7 orang dengan

kompetensi yang berbeda-beda sesuai dengan proyek yang akan dianalisis. Tim

tersebut dipimpin oleh seorang koordinator team dan beberapa orang praktisi VE.

Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh koordinator tim dan praktisi VE berdasarkan

standar yang ditetapkan SAVE adalah :

Tabel II-2 Persyaratan dan kualifikasi Tim VE

Persyaratan Jabatan Pendidikan Pengalaman Kualifikasi Kepribadian

Koodinator Tim VE

1. Sarjana Min. 4 Thn.

2. Training VE Modul I

3. Training VE Modul II

4. Seminar VE

1. Telah 5 tahun dibidang relevan

2. Telah 2 tahun melaksanakan workshop VE

1. Punya kemampuan teknis 2. Keahlian memimpin tim 3. Kemampuan berkomunikasi 4. Memahami proses dalam

konstruksi dan hal-hal yang terkait, seperti pabrikasi, pengadaan, kontrak dan biaya

5. Kemampuan training

Pemimpin, cerdik, mampu memecahkan kebuntuan dalam memunculkan alternatif dan komunikator

Praktisi VE

1. Sarjana Min. 4 Thn.

2. Training VE Modul I

Telah 3 tahun dibidang relevan

1. Punya kemampuan teknis 2. kreatif 3. kemampuan berkomunikasi 4. memahami proses dalam

konstruksi dan hal-hal yang terkait, seperti pabrikasi, pengadaan, kontrak dan biaya

5. kemampuan training

Orientasi tim , tidak mudah patah semangat, cerdik dan dihargai dalam tim

Sumber: SAVE International (1998)

Materi training yang terkandung dalam Modul I dan modul II menyangkut :

konsep-konsep dasar VE, konsep pengaplikasian metode VE, analisis finansial,

manajemen, pengelolaan seminar VE dan materi lain yang berhubungan. Di luar

kebutuhan praktis untuk pelaksanaan proyek, individu-individu yang berminat

pada bidang Value Engineering juga dapat mengikuti training secara mandiri pada

Page 10: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

22

lembaga-lembaga training VE, seperti Society Of American Value Engineer

(SAVE, sebuah lembaga profesi yang menghimpun praktisi VE di Amerika

Serikat), Institute of Value Management (IVM) di Inggris, European National

Value Associations, lembaga Value Management di Hongkong, dll. Jenjang karir

profesional dalam VE:

1. Certified value specialist (CVS) : menyelesaikan modul I dan II dan berhak

memimpin workshop VE. CVS adalah jenjang tertinggi dalam training VE;

2. Associate value specialist (AVS): Menyelesaikan modul I dan II namun belum

mampu memimpin workshop VE. AVS adalah jenjang kedua dalam training

VE;

3. Value Methodology Practitioner (VMP): Menyelesaikan modul I, dapat

menjadi anggota tim VE. VMP adalah jenjang paling rendah dalam training

VE, (sumber: SAVE International).

II.4.3. Penggunaan Analisis Fungsi

Pada dasarnya setiap biaya yang dikeluarkan adalah untuk membeli fungsi. Fungsi

adalah sesuatu yang menyebabkan suatu produk (barang atau jasa) dibeli.

Keberadaan fungsi pada suatu konstruksi/produk menyebabkan konstruksi/produk

tersebut menjadi bernilai sehingga owner/user rela mengeluarkan sejumlah biaya

(cost) untuk mendapatkan fungsi yang mereka butuhkan, (Zimmerman & Hart,

1982). Fungsi dalam kajian VE dibagi 2, yaitu:

1. Basic function. Adalah fungsi utama yang menjadi tujuan suatu produk dibuat.

Tidak berjalannya fungsi tersebut menyebabkan produk menjadi tidak

berguna;

2. Secondary function Adalah fungsi pelengkap sehingga performansi produk

menjadi lebih baik.

Basic dan secondary function dinilai dengan suatu kriteria tertentu yang telah

disyaratkan oleh owner/user, seperti: daya dukung, keindahan, kenyamanan,

keamanan, biaya, kemampuan untuk diperbaiki, biaya perbaikan, dll.

Untuk memudahkan analisis fungsi digunakanlah diagram FAST (Function

Analysis System Technique), berdasarkan hasil analisis FAST selanjutnya disusun

prioritas fungsi yang harus dikaji lebih lanjut. Fungsi ini biasanya adalah fungsi

Page 11: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

23

yang memiliki nilai value index lebih besar dari 2 (Zimmerman & Hart, 1982).

Value index adalah perbandingan antara cost dan worth. Penjelasan mengenai cost

dan worth akan disajikan pada sub-bab II.4.3.2. dan II.4.3.3.

II.4.3.1. FAST Diagram

FAST (Function Analysis System Technique) adalah suatu metoda untuk

menganalisis, mengorganisasi dan mencatat fungsi-fungsi dari suatu sistem secara

terstruktur. Dengan menggunakan metoda ini nantinya akan dapat dibangun suatu

diagram yang menggambarkan fungsi-fungsi setiap elemen dalam suatu proyek

secara sistematis dan dapat dicari hubungan antara masing-masing fungsi serta

batasan lingkup permasalahan yang dikaji. Fungsi-fungsi dalam diagram FAST

diidentifikasi dengan menggunakan kata kerja (Verb) dan kata benda (Noun).

Di dalam diagram FAST terkandung hal-hal berikut ini:

a. Lingkup permasalahan yang dikaji (scope of the problem under study )

ditandai dengan dua garis putus-putus vertikal. Garis tersebut membatasi

permasalahan yang menjadi kajian;

b. Fungsi yang paling tinggi (highest order function). Tujuan atau keluaran yang

mesti dihasilkan dari basic function dan subject dalam studi harus merujuk

pada fungsi yang paling tinggi ini. Fungsi ini terletak di luar garis batas

sebelah kiri;

c. Fungsi paling rendah (lowest order function). Fungsi ini terletak di luar garis

putus-putus vertikal sebelah kanan. Fungsi ini merupakan masukan yang

menjelaskan bagaimana fungsi yang lebih tinggi dilaksanakan;

d. Basic function adalah fungsi dasar yang menjadi tujuan dilaksanakannya studi;

e. Objective or specification adalah parameter tertentu yang harus menjadi

landasan dan tujuan yang harus dicapai agar fungsi tertinggi dapat dipenuhi.

Model diagram FAST tampak pada gambar II-3 dibawah ini

Page 12: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

24

Gambar II-3 Model dasar FAST Diagram Sumber : Zimmerman dan Hart (1982)

Sebagai contoh identifikasi fungsi menggunakan diagram FAST tampak pada

gambar II-4. Disini keep record merupakan fungsi tertinggi (highest order

function), yang menjadi rujukan fungsi utama (basic function) dan fungsi-fungsi

pendukung lainnya. Fungsi utama disini adalah maintain information, fungsi ini

diperoleh melalui fungsi pendukung record information dan correct information.

Fungsi record information diperoleh melalui fungsi make marks, sementara

fungsi make marks didapat melalui fungsi deposit medium, selanjutnya fungsi

deposit medium diperoleh melalui fungsi apply pressure. Sementara itu untuk

dapat mewujudkan fungsi correct information, maka diperlukan fungsi remove

mark, fungsi remove mark dilakukan melalui fungsi absorb medium. Ketika itu

juga aktivitas rub eraser dibutuhkan. Untuk mewujudkan fungsi absorb medium

maka dibutuhkan fungsi apply pressure. Ketika fungsi apply pressure muncul

pada saat itu juga diperlukan fungsi secure eraser. Apply pressure dipenuhi

melalui fungsi transmit force. Untuk memudahkan fungsi trasmit force

diwujudkan, maka dibutuhkan fungsi acomodate grip. Pada saat bersamaan

fungsi-fungsi independent lainnya dapat timbul seperti, fungsi protect wood,

Highest order Function

Basic Function

SequentialFunction

SequentialFunction

SequentialFunction

concurrentor synonymous

Functions

concurrentor synonymous

Functions

SupportFunction

Lowest order Function

Design objective

Design criteria

Fuction that happen all the time

Scope of problem under study

Higher order scope

Lower order scope

How

Why

Page 13: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

25

improve appearance dan display information. Hold pencil adalah fungsi paling

rendah (lowest order function) yang mengawali analisis fungsi suatu proyek.

Gambar II-4 Contoh aplikasi FAST pada pensil Diadaptasikan dari contoh yang dikembangkan J. Jerry Kaufman (SAVE International, 1998)

II.4.3.2. Biaya (Cost)

Biaya (cost) disini adalah harga yang harus dibayar untuk setiap item. Seringkali

biaya bagi satu pihak merupakan harga yang harus dibayarkan pihak lain.

II.4.3.3. Worth

Worth adalah biaya paling rendah yang dibutuhkan untuk mewujudkan basic

function masing-masing item dengan metoda yang paling mungkin dilakukan dan

dengan teknologi yang tersedia saat ini. Jika perbandingan cost dan worth (Value

Index) lebih besar dari 2 maka ada indikasi inefisiensi pada desain elemen tersebut

(Zimmerman & Hart,1982). Contoh perhitungan Value Index (VI) tampak pada

tabel II-3 berikut:

Page 14: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

26

Tabel II-3 Contoh Perhitungan Cost-Worth Ratio

Sumber: Dell’Isola. AJ (1975) Dimana: B : Basic Function S : Secondary Function VI : Value Index merupakan pembagian antara cost dan worth Worth : Biaya untuk mewujudkan basic function Cost : Biaya untuk mendapatkan sebuah pensil (harga jual)

II.4.4. Diterapkan Pada Suatu Objek/Proyek

Value Engineering diaplikasikan pada objek tertentu seperti, proyek, produk

maupun proses. Dalam penelitian ini fokus kajian diarahkan pada proyek

konstruksi saja. Proyek konstruksi yang sesuai untuk penerapan Value

Engineering adalah proyek konstruksi dengan biaya besar, kompleks dan sumber

biayanya berasal dari anggaran publik.

II.4.4.1. Biaya Proyek

Di Amerika Serikat, VE wajib diterapkan pada proyek yang menelan biaya lebih

besar dari 25 juta dolar Amerika dan pada proyek jembatan yang menelan

anggaran lebih besar dari 20 juta dolar Amerika, (Regulasi Federal Highway

Administration (FHWA) dikutip dari Clark, 1999). Bagi proyek-proyek yang

nilainya dibawah 20 juta dolar penerapan VE masih mungkin dilaksanakan jika

pada proyek tersebut diperkirakan akan ada potensi penghematan dan adanya

permintaan penerapan VE dari manajer proyek.

Departement of Transportation negara-negara bagian di Amerika Serikat

menetapkan nilai proyek yang relatif lebih kecil bagi penerapan VE dibandingkan

yang disyaratkan oleh FHWA (Clark, 1999) seperti :

Item Name : PENCIL Function Component Verb Noun Kind Remark Worth Original Cost

Pencil make marks B $0.07 Penghapus remove marks S VI = 0.07/0.03 $0.01 Ferrule hold eraser S VI = 3.5 $0.005 Wood hold lead S $0.025 Paint protect wood S $0.005 provide beauty S Markings identify product S $0.005 Graphite makes marks B $0.02 $0.02

Page 15: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

27

1. California Departement of Transportation (Caltran) menetapkan anggaran

lebih besar dari 1 juta dolar Amerika ;

2. New Jersey Departement of Trasnportation (NJDOT) menetapkan anggaran 5

juta dolar atau lebih ;

3. Utah Departement of Transportation (UDOT) menetapkan anggaran lebih

besar dari 2 juta dolar ;

4. Virginia Departement of Transportation (VDOT) menetapkan anggaran lebih

besar dari 2 juta dolar.

II.4.4.2. Kompleksitas Pekerjaan

Kompleksitas pekerjaan juga merupakan dasar pertimbangan penerapan VE pada

proyek-proyek konstruksi khususnya fasilitas infrastruktur. Kompleksitas

pekerjaan sangat terkait dengan jenis konstruksi yang akan dibangun. Prinsip-

prinsip yang melandasi kompleksitas pekerjaan menurut Clark (1999), adalah:

a. Metode pelaksanaan pekerjaan yang spesifik. Metoda pelaksanaan semacam

ini umumnya jarang dikerjakan sebelumnya, sehingga sedikit sekali penyedia

jasa yang mampu melaksanakannya. Membutuhkan keterlibatan multidisiplin

engineer dengan akurasi pekerjaan yang tinggi, seperti pembangunan proses

kontrol pada jaringan pengeboran minyak lepas pantai, dll.

b. Pemecahan masalah pelaksanaan proyek yang mahal. Penyediaan komponen

yang mahal dan seringkali harus didatangkan dari luar negeri, seperti

teknologi pengeboran pada batuan masif, software perhitungan dan analisis

mutakhir, dll.

c. pengaruh eksternal proyek yang besar. Jalan akses yang sulit, kondisi alam di

sekitar proyek yang menuntut aplikasi teknologi baru, jarak angkut yang jauh

dan mahal, kondisi tanah keras yang dalam, dll.

d. persyaratan-persyaratan yang sangat kompleks dan mengikat, seperti standar

ambang kebisingan yang diperbolehkan, standar keamanan, waktu

pelaksanaan, energi yang digunakan, perlindungan kebakaran dan standar-

standar lainnya yang harus dipenuhi.

Page 16: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

28

II.4.4.3. Sumber Pembiayaan

Di Amerika penerapan VE umumnya dilakukan pada proyek yang dananya

bersumber dari dana Federal. Beberapa studi masih terus dilakukan mengenai

peluang penerapan VE pada proyek yang bukan berasal dari anggaran pemerintah

namun besar anggaran melebihi 25 juta dolar Amerika.

II.4.5. Value

Tujuan penerapan VE adalah untuk meningkatkan value. SAVE International

mendefinisikan value sebagai, biaya terendah yang dapat memenuhi pencapaian

fungsi, kualitas dan performansi lainnya yang sesuai dengan persyaratan yang

ditetapkan owner/user. Dalam Value Engineering dikenal sedikitnya 4 macam

value (Zimmerman & Hart, 1982), yaitu:

1. Nilai guna (use value), adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar

kegunaan suatu produk/proyek akibat sudah terpenuhiya suatu fungsi, yang

umumnya dipengaruhi oleh kualitas dan sifat produk/proyek tersebut.

2. Nilai Biaya (cost value), adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar biaya

total yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dan memenuhi semua

fungsi yang diinginkan

3. Nilai tukar (exchange value), adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar

keinginan konsumen menukarkan sejumlah uang untuk mendapatkan produk

tertentu.

4. Nilai kebanggaan/prestise (esteem value), adalah nilai yang menunjukkan

seberapa besar kemampuan produk/proyek tersebut membangkitkan minat

konsumen untuk memilikinya, atau dengan kata lain rasa kebanggaan

memiliki produk tersebut. Kemampuan ini ditentukan oleh sifat khusus dari

produk seperti daya tarik, keindahan, ataupun gengsi yang ditimbulkan setelah

memiliknya.

Dell ’isola seperti dikutip oleh Clark. JA, (1999) menggambarkan value dengan

menggunakan persamaan berikut:

)()(

LCCCostCicleLiveiPerformansQualitysesuaiFungsiValue =

Page 17: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

29

Dimana:

Fungsi : Kegunaan yang spesifik yang harus dihasilkan oleh desain/elemen

Quality : Harapan, keinginan, kebutuhan owner atau pengguna (quality, safety,

reliability, time, maintenable, cost, dll)

LCC : Keseluruhan daur hidup biaya (life cycle cost) pada proyek tersebut

mulai tahap conception, planning, design, bidding, construction,

maintanance sampai tahap disposal.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan value, yaitu:

a. Menurunkan performansi dan biaya, dimana penurunan performansi harus

lebih kecil dibandingkan penurunan biaya.

b. Performansi tetap, biaya turun.

c. Performansi dinaikkan, biaya diturunkan.

d. Performansi dinaikkan, biaya tetap

e. Performansi dan biaya dinaikkan, namun kenaikan performansi lebih besar

dibandingkan kenaikan biaya.

II.5. Life Cycle Cost

Analisis life cycle cost adalah analisis yang menghitung keseluruhan biaya dari

suatu konstruksi sepanjang umur rencananya. Biaya-biaya tersebut meliputi: biaya

perencanaan, riset dan pengembangan, pelaksanaan/produksi, operasi, perbaikan

dan biaya disposal. Dalam menentukan kebijakan memproduksi suatu produk atau

servis suatu skema waktu dari keseluruhan biaya harus disusun untuk membantu

memperlihatkan biaya-biaya yang dibutuhkan dan mengontrol alokasi biaya yang

dikeluarkan.

Dalam aplikasi VE wawasan mengenai biaya-biaya yang muncul pasca konstruksi

(biaya produksi, maintenance dan disposal) harus turut dipertimbangkan untuk

memberikan analisis yang lebih baik dan lengkap.

Page 18: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

30

II.6. Proses Project Delivery dan Waktu Penerapan Value Engineering

Proses project delivery adalah tahapan proses pelaksanaan proyek mulai dari

tahap persiapan, desain, pelaksanaan sampai tahapan penyelesaian dan serah

terima dari pelaksana kepada pemilik proyek. Proses project delivery ini dapat

disesuaikan dengan karakteristik proyek yang akan dibangun, kesepakatan pihak-

pihak terlibat dan tuntutan persyaratan regulasi khususnya bagi proyek-proyek

yang didanai oleh pemerintah. Pada pelaksanaan desain konvensional dimana

pihak yang terlibat langsung didalamnya adalah pemilik proyek (owner) sekaligus

pemberi tugas dan konsultan desain, maka tahapan yang umumnya berlangsung

adalah tahap perencanaan (planning), dilanjutkan dengan pelelangan perusahaan

penyedia jasa konsultansi dan pelaksanaan desain oleh konsultan terpilih, sampai

serah terima pekerjaan, berupa site plan analysis, master plan, gambar rencana

(bestek), rencana kerja dan syarat-syarat (RKS) dan hasil lainnya, sesuai kontrak

kerja antara owner dan konsultan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi model

konvensional, dimana pihak yang terlibat secara langsung adalah pemilik proyek

(owner) sekaligus pemberi tugas dan kontraktor, maka tahapan yang umumnya

dilalui adalah, tahap pelelangan perusahaan penyedia jasa pelaksanaan konstruksi,

dilanjutkan dengan proses pelaksanaan konstruksi hingga tahap serah terima

proyek. Pada proyek-proyek yang kompleks dimana tingkat kesulitan pelaksanaan

cukup tinggi dan keterlibatan teknologi serta tenaga ahli yang beragam, seperti

pembangunan pembangkit tenaga listrik, model proses project delivery umumnya

menggunakan sistem turn key. Model ini memberi keleluasaan kepada pihak

penyedia jasa (baik berasal dari konsultan desain, maupun kontraktor atau join

operation antara keduanya) untuk melaksanakan dua kegiatan utama sekaligus,

yaitu pelaksanaan desain dan konstruksi. Banyak lagi model proses project

delivery lainnya yang sering digunakan dalam pelaksanaan suatu proyek, seperti

swakelola, built-operate-transfer (BOT) dengan berbagai variasinya.

Value Engineering dapat diterapkan pada setiap tahapan proyek dengan peluang

penghematan yang berbeda-beda. Tahapan-tahapan tersebut pada penelitian ini

didasarkan pada pendapat Zimmerman dan Hart (1982) serta Clark (1999),

Page 19: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

31

sebagai berikut: tahap pemikiran (conception), perencanaan (planning), desain

(design) dan implementasi seperti tampak pada gambar berikut ini:

Gambar II-5 Kurva Pengaruh Waktu Penerapan Value Engineering Sumber: Zimmerman & Hart, (1982) dan Clark, 1999

II.6.1. Tahap Pemikiran (Conception Phase)

Pada tahap ini investigasi awal dilakukan untuk melihat kelayakan proyek dan

potensi return on investment (ROI) yang akan didapat. Analisis benefit cost ratio

telah dilakukan sehingga pada akhirnya dapat diketahui apakah proyek akan

menguntungkan atau tidak.

II.6.2. Tahap Perencanaan (Planning)

Tahap ini adalah kelanjutan tahap pemikiran. Pada tahap ini ditentukan tujuan dan

sasaran yang akan dicapai dari proyek, berdasarkan persyaratan-persyaratan yang

telah ditetapkan. Owner menyusun syarat-syarat yang harus terpenuhi dari proyek.

Memutuskan lokasi yang akan dibangun, selanjutnya konsultan desain

menyiapkan site analysis plan dan master plan. Value Engineering sangat

berpeluang diterapkan pada tahap ini dimana keputusan-keputusan besar yang

mempengaruhi keseluruhan pelaksanaan proyek dilakukan.

High

Low

Penghematan

Pengadaan Detail Desain

Preliminary Desain

Definisi Proyek

Kemampuan mempengaruhi biaya, kualitas dan jadwal proyek

Biaya implementasi perubahan proyek

Konstruksi

High

Low

Conception Desain Implementasi Perencanaan

Page 20: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

32

II.6.3. Tahap Preliminary Design (35% desain)

Pada tahap ini tim desain telah mulai mewujudkan definisi proyek dengan

batasan-batasan yang telah dijelaskan pada saat definisi proyek. Data-data awal

telah mulai dikumpulkan, data-data proyek sebelumnya yang mirip dengan proyek

yang akan dilaksanakan juga mulai dihimpun. Meskipun demikian informasi yang

tersedia masih bersifat umum dan belum mendetail. Gambar rencana awal,

metoda pelaksanaan dan estimasi biaya perkiraan juga mulai disusun meskipun

dengan tingkat akurasi yang minim.

Ada dua aliran yang berbeda dalam memandang waktu yang paling cocok untuk

penerapan metode Value Engineering. Aliran pertama memandang waktu yang

paling sesuai adalah pada tahap preliminary design (35% desain selesai) dengan

pertimbangan pada saat ini desain telah mulai mengidentifikasi elemen-elemen

konstruksi dan perkiraan biaya untuk elemen-elemen konstuksi tersebut, sehingga

hasil yang diperoleh akan lebih baik. Aliran kedua memandang waktu yang paling

tepat sesungguhnya adalah pada tahap conception atau planning. Penerapan

analisis fungsi pada tahap preliminary design lebih umum digunakan

dibandingkan pada tahap conception dan planning.

II.6.4. Tahap Detail Design (100% desain)

Pada tahap ini desain telah dibuat secara rinci. Dimana gambar rencana telah

terperinci, metoda pelaksanaan juga telah disusun, rencana anggaran biaya telah

cukup akurat. Pada tahap ini informasi telah terkumpul cukup lengkap. Tim desain

telah melaksanakan survey lapangan, pengujian laboratorium dan perhitungan

dengan menggunakan standar-standar yang ditetapkan. Teknologi untuk survey

dan pengolahan data yang belum tersedia di dalam negeri harus diadakan dari luar

negeri, pembelian hak paten, pembayaran royalti dan lain-lain. Pelaksanaan VE

pada tahap ini masih cukup baik meskipun dengan konsekuensi harus membayar

biaya desain kembali jika terjadi perubahan desain.

Page 21: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

33

II.6.5. Tahap Pengadaan/Tender

Pada tahap ini program VE dapat dilakukan oleh kontraktor selaku peserta

pelelangan/tender. Kontraktor setelah mempelajari dokumen lelang dapat

mengajukan usulan-usulan perubahan kepada owner melalui panitia lelang.

Disamping itu pihak owner juga dapat melakukan revisi setelah mengetahui

adanya peluang peningkatan value. Selanjutnya perubahan dokumen lelang

dihimpun dalam suatu addendum.

II.6.6. Tahap Konstruksi

Studi VE yang dilakukan pada tahap ini dapat terjadi dalam situasi :

a. Apabila suatu item yang telah ditetapkan pada tahapan sebelumnya

memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum diputuskan. Meskipun terjadi

keterlambatan, namun pada akhirnya akan memberikan potensi penghematan

biaya dan peningkatan kualitas yang signifikan.

b. Apabila pada tahap perencanaan belum dilakukan studi VE, sementara dengan

dilakukannya studi VE pada tahap ini tetap memberikan keuntungan yang

besar.

c. Apabila kontraktor melihat adanya potensi keuntungan pada bidang

pekerjaannya

Biaya-biaya tambahan yang mungkin timbul akibat perubahan-perubahan seperti:

biaya pemesanan kembali, biaya pembongkaran dan biaya yang timbul sebagai

kompensasi penambahan waktu pelaksanaan.

II.7. Value Engineering Proposal (VEP)

Value Engineering proposal adalah Value Engineering yang diterapkan pada

tahap desain oleh owner dengan potensi penghematan biaya mencapai 25% dari

total anggaran proyek.

II.7.1. Para Pihak Terlibat Dalam Program VE Proposal

Pada pelaksanaan VEP para pihak yang terlibat adalah :

1. User (Pengguna) dalam hal ini pengguna adalah masyarakat yang nantinya

akan memanfaatkan fasilitas infrastruktur tersebut;

Page 22: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

34

2. Owner (pemilik/pemberi tugas) adalah pemilik yang menginvestasikan

sejumlah dana untuk mewujudkan proyek infrastruktur;

3. Manajer Konstruksi adalah pihak yang ditugaskan oleh owner selaku pemilik

untuk mengatur hubungan kerja antara para pihak yang terlibat dalam proyek

konstruksi;

4. Konsultan desain adalah pihak yang ditugaskan untuk melakukan desain, baik

desain pendahuluan maupun detail desain;

5. Konsultan VE adalah konsultan yang ditugaskan untuk melaksanakan studi

VE. Dalam hal ini studi VE dapat dilakukan sejak masa konseptual sampai

sebelum kontrak kerja konstruksi di tanda-tangani.

II.7.2. Proses Pelaksanaan VE Proposal

Adapun proses pelaksanan program Value Engineering proposal tampak pada

gambar berikut:

Page 23: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

35

Gambar II-6 Proses Pelaksanaan Value Engineering Proposal (VEP) Diolah dari beberapa sumber

Page 24: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

36

II.8. Value Engineering Change Proposal (VECP)

Value Engineering change proposal (VECP) pada dasarnya sama dengan Value

Engineering Proposal (VEP). Jika pada VEP proses pelaksanaan studi VE

dilakukan sebelum kontrak kerja konstruksi ditanda-tangani maka VECP

dilaksanakan oleh kontraktor dengan dibantu oleh tim VE yang dibiayai oleh

kontraktor dan dilaksanakan setelah penandatanganan kontrak konstruksi

dilakukan. VECP biasanya dilaksanakan jika di dalam kontrak kerja terdapat

klausul mengenai VECP atau dengan persetujuan owner. Penghematan yang

dihasilkan dari pelaksanaan VECP akan dibagi antara kontraktor dan owner.

Penerapan VECP kurang banyak memberikan penghematan jika dibandingkan

dengan penerapan VEP. Jika pada VEP penghematan yang dihasilkan dapat

mencapai 25% maka pada VECP penghematan hanya mencapai 5% saja. Hal ini

disebabkan semakin mendekati masa penyelesaian proyek semakin kecil peluang

menerapkan inovasi-inovasi yang dapat menghemat biaya disamping semakin

besar tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan redesain dan

pembongkaran.

Penghematan yang diperoleh dari penerapan VECP berasal dari perbaikan desain

yang kurang akurat dilakukan oleh konsultan desain karena keterbatasan waktu

penyelesaian desain, penerapan teknologi terkini dalam pelaksanaan proyek yang

lebih efisien dengan kualitas yang lebih baik dan penggunaan material baru yang

lebih murah dengan tingkat keandalan yang tidak kalah dibandingkan material

sebelumnya dan potensi penghematan yang mungkin akan didapat selama life

cycle proyek, khususnya penghematan biaya operasional dan maintenance.

II.8.1. Para Pihak Terlibat

Para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Value Engineering Change Proposal

adalah: Kontraktor, Owner (Pemilik/pemberi tugas), Manajer Konstruksi,

Konsultan Desain, Konsultan VE.

Page 25: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

37

II.8.2. Proses Pelaksanaan VECP

Proses pelaksanaan VECP dimulai setelah kontrak kerja konstruksi ditanda-

tangani antara owner dan kontraktor terpilih. Proses pelaksanaan VECP adalah:

Gambar II-7 Proses Pelaksanaan Value Engineering Change Proposal (VECP) Sumber: US Departement of Defense, (2003)

Page 26: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

38

II.9. Pengaruh Kebiasaan(Habit) Dan Sikap (Attitudes) Para Pihak Berkompeten Terhadap Kesuksesan Penerapan Value Engineering

Hukum alamiah manusia yang paling mendasar adalah melakukan sesuatu

berdasarkan kebiasaan (habit). Pikiran hanya alat yang digunakan pada saat

genting dimana kebiasaan tidak dapat lagi mengatasi situasi. (Carlyle, dikutip dari

Zimmerman dan Hart, 1982). Habit cenderung kaku, susah berubah berbeda

secara diametral dengan ilmu pengetahuan (knowledge). Knowledge bersifat cair,

selalu berkembang dan selalu berubah (Zimmerman & Hart, 1982). Habit

seringkali mengabaikan ide-ide perubahan dan cenderung untuk mencari solusi

permasalahan berdasarkan pengalaman di masa lalu. Dalam penerapan praktis di

industri konstruksi seringkali para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan

konstruksi menolak ide-ide baru yang belum pernah mereka laksanakan

sebelumnya. Mereka hanya berpegang teguh pada kebiasaan (habit) yang telah

sering mereka praktekkan. Seringkali konsultan desain hanya meniru desain-

desain sebelumnya untuk digunakan kembali pada desain saat ini. Demikian juga

kontraktor hanya terpaku menggunakan metoda pelaksanaan konstruksi yang

sama tanpa inisiatif mengembangkannya dengan metoda-metoda baru yang lebih

baik. meskipun demikian tidak semua habit buruk, banyak juga habit baik yang

dipraktekkan dalam pelaksanaan konstruksi. Kebiasaan mengevaluasi hasil

pekerjaan dan menyusun perencanaan perbaikan di masa akan datang adalah salah

satu habit yang masuk dalam kategori ini.

Sikap memegang peranan penting dalam setiap pengambilan keputusan sekaligus

turut berperan dalam mempertahankan kebiasaan buruk. Roadblock seringkali

merupakan ekspresi dari sikap dan mengaburkan fakta yang sebenarnya.

Seringkali sikap membunuh ide-ide baik sebelum ide tersebut sempat

berkembang. Pada awalnya, penemuan-penemuan penting seringkali dihadapkan

pada sikap sinis bahkan antipati, usulan Francis Crocker untuk membangun kereta

gantung ( Palm Spring Tramway) di California awalnya menjadi cibiran dan

dicemooh sebagai “Crocker Folly”. Diawal bajak tanah pertanian diciptakan dari

besi untuk menggantikan bajak tanah dari kayu, bermacam penolakan muncul

Page 27: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

39

karena anggapan bajak dari besi tersebut akan meracuni tanah dan mendorong

tumbuhnya rumput liar.

Seiring dengan perkembangan zaman, pola pikir masyarakatpun semakin terbuka

dan lebih maju dibandingkan masyarakat sebelumnya. Namun sikap buruk dalam

menerima ide-ide baru tetap harus diwaspadai karena dewasa ini dapat saja

muncul dalam bentuk yang lain. Komentar-komentar seperti:

a. “hal itu akan membutuhkan approval tingkat tinggi...”

b. “itu terlalu ambisius untuk kita...”

c. “ pihak desainer tidak akan menyukai perubahan desain..”

d. “kita tidak boleh mengatakan kepada klien bahwa kita merubah desain kita..”

e. “bos hanya suka satu tipe konstruksi saja..”

f. “biaya tidak terlalu penting dalam hal ini..”

g. “itu harus dilaksanakan dengan cara seperti ini...”

h. “kita selalu melakukan dengan cara ini dan tidak pernah ada masalah kenapa

sekarang harus mencari cara baru?”

Masih akrab terdengar dan merupakan perwujudan dari ketakutan melakukan

inovasi baru dan keluar dari kungkungan kebiasaan masa lalu.

Kreativitas dan kondisi yang sehat bagi munculnya ide-ide baru sangat penting

dalam pelaksanaan Value Engineering. Pada tahap value study di fase kreatif, para

pihak yang terlibat diharapkan dapat mencurahkan segenap ide yang dimilikinya,

meskipun ide-ide tersebut terkesan mustahil, (dijelaskan pada bab II, sub-bab

II.4.1.2). Habit dan attitude buruk akan menjadi penghambat keberhasilan

pelaksanaan fase kratif ini.

II.10. Infrastruktur

Infrastruktur (prasarana) adalah bangunan atau fasilitas fisik yang mendukung

keberlangsungan dan pertumbuhan ekonomi dan sosial suatu masyarakat. Kualitas

infrastruktur sangat ditentukan oleh pencapaian fungsi dan tujuan dibangunnya

infrastruktur tersebut (pertumbuhan kegiatan ekonomi dan sosial suatu

masyarakat). Semakin besar kontribusi infrastruktur dalam meningkatkan

Page 28: II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sejarah Value · PDF filec. Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung Nomor 28 ... telah mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

40

pertumbuhan kegiatan ekonomi dan sosial suatu masyarakat maka semakin

berkualitas fasilitas infrastruktur tersebut.

II.10.1. Peranan infrastruktur

Pencapaian kesejahteraan manusia tergantung dari infrastruktur fisik yang

berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya dan pelayanan publik. Kualitas

dari pelayanan infrastruktur memberikan dampak kepada kualitas hidup,

kesehatan dan sosial juga kelangsungan perekonomian dan aktivitas bisnis dari

wilayah pengaruhnya, oleh karenanya, kekuatan ekonomi suatu bangsa dapat

diketahui dari aset infrstruktur yang dimilikinya.

II.10.2. Kategori fasilitas infrastruktur

Fasilitas fisik infrastruktur, berdasarkan fungsi utama dan pelayanannya dapat

dikategorikan kedalam tujuh kelompok yaitu:

1. Infrastruktur transportasi

2. Bangunan air terutama air kotor

3. Pengelolaan limbah

4. Produksi distribusi energi

5. Bangunan umum

6. Fasilitas rekreasi dan

7. Infrastruktur telekomunikasi