idul

55
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam ilmu geologi adalah sedimentologi yang mempelajari tentang sedimentasi Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser. Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya.pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi membuat terjadinya sedimentasi. Pantai Motui terletak di kecamatan Motui yang merupakan daerah pantai yang sangat aktif dengan 1 Geologi dan Studi Sedimentologi Daerah Motui

Upload: mohammad-suriyaidulman-rianse

Post on 24-Sep-2015

21 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

IDUL

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANI.1Latar BelakangSalah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam ilmu geologi adalah sedimentologi yang mempelajari tentang sedimentasi Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser. Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya.pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi membuat terjadinya sedimentasi.Pantai Motui terletak di kecamatan Motui yang merupakan daerah pantai yang sangat aktif dengan kondisi ombak yang terus bergejolak. Dilihat secara sepintas kondisi air laut di pantai Motui airnya berwarna kuning kecoklat-coklatan. Ini menandakan kondisi air laut yang banyak mengandung material-material lain seperti lumpur atau pasir yang ditimbulkan akibat abrasi air laut. Kondisi pantai ditempat tersebut sebagian besar didominasi oleh pasir sedimen dengan warna kehitam-hitaman.. Hal itu dapat dibuktikan dengan menggali pasir di daerah tersebut sedalam 1 m kondisi pasir halus masih tetap ditemukan. Ini menandakan proses sedimentasi telah berlangsung lama dan terjadi secara terus menerus. Keadaan ini jelas teramati gerakan arus air laut dipantai menanunjukan adanya partikel-partikel pantai yang ikut terbawa arus laut.

I.2. Maksud dan TujuanMaksud diadakannya field trip Sedimentologi ini adalah untuk melatih Mahasiswa Geologi agar terlatih dalam mendeskripsi ukuran butir material sedimen yang ditemukan di daerah penelitian (Motui), serta untuk mengetahui jenis arus purba yang bekerja pada pantai Motui dan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Sedimentologi di Jurusan Teknik geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian.Tujuan dilaksanakannya field trip Sedimentologi ini adalah sebagai berikut:1. Mengetahui ukuran butir material sedimen pada daerah penelitian (Motui).2. Mengetahui jenis arus purba yang bekerja pada pantai motui.3. Melakukan pemetaan topografi daerah penelitian.I.3. Waktu, Lokasi dan Kesampaian DaerahField trip Sedimentologi ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 4 April 2015 di daerah Motui Kec. Motui Kab. Konawe Utara Propinsi Sulawesi Tenggara. Praktikum ini dilaksanakan pada pukul 07.00 14.00 WITA. Adapun daerah penelitian (Motui) dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda 4 (angkot) serta kendaraan roda 2 (motor) dengan waktu tempuh 1 jam dari GKU FITK UHO sampai ke daerah penelitian (Motui).I.4 Metode PenelitianMetode penelitian yang digunakan adalah dengan mendeskripsi singkapan batuan yang ditemui pada tiap stasiun yang ada dilapangan, kemudian menandai lokasi atau posisi singkapan dipeta dasar menggunakan GPS, mengukur arah batuan, serta arah penggambaran, setelah pengambilan data singkapan dan pengambilan data litologi batuan mencangkup pendeskripsian jenis batuan hingga penamaanya, pengambilan data litologi di akhiri dengan pengambilan sampel. Setelah data litologi selesai, pengambilan data geomorfologi, serta data struktur adalah yang terakhir, dimana data geomorfologi mencangkup relief, vegetasi, pelapukan, serta tataguna lahan daerah singkapan, dan data struktur mencangkup penhgukuran slope pada singkapan. Setelah itu, menarik meteran sepanjang 75M dan mengambil sampel material sedimen pada tiap 15 meter untuk menentukan jenis ukuran butir yang ada pada tiap meteran yang berbeda, serta melakukan pengukuran dengan menanamkam patok utama dengan patok detail pada tiap ketinggian yang berbeda, mengukur ketinggian tiap patok utama dan patok detail dengan mengguganakan kompas. Mengukur arah arus purba dengan menggali pasir dengan kedalam 1 meter sampai ditemukannya air, setelah ditemukannya arah arus purba pada daerah penelitian melakukan pemoplotan pada peta topografi.I.5 Peneliti TerdahuluPeneliti terdahulu yaitu:1. Rusman, E Sukido, Sukarna, D. Haryono, E. Simanjuntak T.O 1993. Keterangan Peta geologi Lembar Lasusua Kendari, Sulawesi Tenggara. Skala 1:250.0002. Surono, 2013. Geologi Lengan Tenggara Sulawesi. Badan Geologi Kementrian Energi Dan Sumber Daya Mineral3. Sukamto, R.1975.Struktural GI. Sulawesi In The Light Gf Plate Tektonik.Dept of Mineral and Energy.4. Surono and Bachri S.2001.Stratigrapgy Sedimentation and Paleogeographic Significance of the Trassic Meluhu Formation, Southeast Arm of Sulawesi, Eastern Indonesia Geological Research and Development Center

BAB IIGEOLOGI REGIONAL DAERAH MOTUI KAB. KONUTII.1 Geomorfologi Regional

Gambar 2.1 Peta Pulau SulawesiPulau Sulawesi, yang mempunyai luas sekitar 172.000 km2 (van Bemmelen, 1949), dikelilingi oleh laut yang cukup dalam. Sebagian besar daratannya dibentuk oleh pegunungan yang ketinggiannya mecapai 3.440 m (gunung Latimojong). Seperti telah diuraikan sebelumnya, Pulau Sulawesi berbentuk huruf K dengan empat lengan: Lengan Timur memanjang timur laut barat daya, Lengan Utara memanjang barat timur dengan ujung baratnya membelok kearah utara selatan, Lengan tenggrara memanjang barat laut tenggara, dan Lengan Selatan mebujur utara selatan. Keempat lengan tersebut bertemu pada bagian tengah Sulawesi.Sebagian besar Lengan Utara bersambung dengan Lengan Selatan melalui bagian tengah Sulwesi yang merupakan pegunungan dan dibentuk oleh batuan gunung api. Di ujung timur Lengan Utara terdapat beberapa gunung api aktif, di antaranya Gunung Lokon, Gunung Soputan, dan Gunung Sempu. Rangakaian gunung aktif ini menerus sampai ke Sangihe. Lengan Timur merupakan rangkaian pegunungan yang dibentuk oleh batuan ofiolit. Pertemuan antara Lengan Timur dan bagian Tengah Sulawesi disusun oleh batuan malihan, sementara Lengan Tenggara dibentuk oleh batuan malihan dan batuan ofiolit.Seperti yang telah di uraikan sebelumnya,pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya merupakan pertemuan tiga lempeng yang aktif bertabrakan.Akibat tektonik aktif ini,pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya dipotong oleh sesar regional yang masih aktif sampai sekarang.Kenampakan morfologi dikawasan ini merupakan cerminan system sesar regional yang memotong pulau ini serta batuan penyusunya bagian tenga Sulawesi,lengan tenggara,dan lengan selatan dipotong oleh sesar regional yang umumnya berarah timur laut barat daya.II.1.1 MorfologiVan Bemmelen (1945) membagi lengan tenggara Sulawesi menjadi tiga bagian: ujung utara, bagian tengah,dan ujung selatan (gambar 3.1), Ujung utara mulai dari palopo sampai teluk tolo; dibentuk oleh batuan ofiolit, Bagian tengah ,yang merupakan bagian paling lebar (sampai 162,5 km), didominasi oleh batuan malihan dan batuan sedimen mesozoikum. Ujung selatan lengan tenggara merupakan bagian yang relative lebih landai ; batuan penyusunya didominasi oleh batuan sedimen tersier ,uraian dibawah ini merupakan perian morfologi dan morfogenesis lengan tengah Sulawesi.

II.1.2 Ujung utaraUjung utara lengan tenggara Sulawesi mempunyai cirri khas de3ngan munculnya kompleks danau malili yang terdiri atas danau matano,danau towuti,dan tiga danau kecil disekitarnya (danam mahalona,danau lantoa, dan danau masapi; pembentuka kelima danau itu diduga akibat sistem system sesar matano,yang telah diketahui sebagai sesar geser mengiri. Pembedaan ketinggian dari kelima danau itu memungkinkan air dari suatu danau mengalir ke danau yang terletak lebih rendah.II.1.3 . Bagian TengahMorfologi bagian tengah Lengan Tenggara Sulawesi didominasi oleh pegunungan yang umumnya memanjang hampir sejajar berarah barat laut - tenggara. Pegunungan tersebut diantaranya adalah Pegunungan Mengkoka, Pegunungan Tangkelamboke, dan Pegunungan Matarombeo. Morfologi bagian tengah ini sangat kasar dengan kemiringan lereng yang tajam. Puncak tertinggi pada rangkaian pegunungan Mengkoka adalah Gunung Mengkoka yang mempunyai ketinggian 2790 m dpl. Pegunungan Tangkelamboke mempunyai puncak Gunung Tangkelamboke (1500 m dpl). Sedangkan Pegunungan Matarombeo berpuncak di barat laut Desa Wawonlondae dengan ketinggian 1551 m dpl.II.1.4. Satuan MorfologiSetidaknya ada lima satuan morfologi yang dapat dibedakan dari citra IFSAR bagian tengah dan ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi, yakni satuan pegunungan, perbukitan tinggi, perbukitan rendah, dataran rendah, dan karst. Uraian di bawah ini merupakan perian secara singkat dari kelima satuan morfologi tersebut.II.1.4.1. Satuan PegununganSatuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini, terdiri atas Pegunungan Mengkoka, Pegunungan Tangkelemboke, Pegunungan Mendoke dan Pegunungan Rumbia yang terpisah di ujung selatan Lengan Tenggara. Satuan morfologi ini mempunyai topografi yang kasar dengan kemiringan lereng tinggi. Rangkaian pegunungan dalam satuan ini mempunyai pola yang hampir sejajar berarah barat laut tenggara. Arah ini sejajar dengan pola struktur sesar regional di kawasan ini. Pola ini mengindikasikan bahwa pembentukan morfologi pegunungan itu erat hubungannya dengan sesar regional.Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh batuan malihan dan setempat oleh batuan ofiolit. Ada perbedaan yang khas di antara kedua penyusun batuan itu. Pegunungan yang disusun oleh batuan ofiolit mempunyai punggung gunung yang panjang dan lurus dengan lereng relatif lebih rata, serta kemiringan yang tajam. Sementara itu, pegunungan yang dibentuk oleh batuan malihan, punggung gunungnya terputus pendek-pendek dengan lereng yang tidak rata walaupun bersudut tajam.II.1.4.2. Satuan Perbukitan TinggiSatuan morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan Tenggara, terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai ketinggian 500 m dpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini berupa batuan sediman klastika Mesozoikum dan Tersier.

II.1.4.3. Satuan Perbukitan RendahSatuan morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastika Mesozoikum dan TersierII.1.4.4. Satuan DataranSatuan morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran Sampara berbatasan langsung dengan satuan morfologi pegunungan. Penyebaran satuan dataran rendah ini tampak sangat dipengaruhi oleh sesar geser mengiri (Sesar Kolaka dan Sistem Sesar Konaweha). Kedua sistem ini diduga masih aktif, yang ditunjukkan oleh adanya torehan pada endapan aluvial dalam kedua dataran tersebut (Surono dkk, 1997). Sehingga sangat mungkin kedua dataran itu terus mengalami penurunan. Akibat dari penurunan ini tentu berdampak buruk pada dataran tersebut, di antaranya pemukiman dan pertanian di kedua dataran itu akan mengalami banjir yang semakin parah setiap tahunnya.Dataran Langkowala yang melampar luas di ujung selatan Lengan Tenggara, merupakan dataran rendah. Batuan penyusunnya terdiri atas batupasir kuarsa dan konglomerat kuarsa Formasi Langkowala. Dalam dataran ini mengalir sungai-sungai yang pada musim hujan berair melimpah sedang pada musim kemarau kering. Hal ini mungkin disebabkan batupasir dan konglomerat sebagai dasar sungai masih lepas, sehingga air dengan mudah merembes masuk ke dalam tanah. Sungai tersebut di antaranya Sungai Langkowala dan Sungai Tinanggea. Batas selatan antara Dataran Langkowala dan Pegunungan Rumbia merupakan tebing terjal yang dibentuk oleh sesar berarah hampir barat-timur. Pada Dataran Langkowala, terutama di dekat batas tersebut, ditemukan endapan emas sekunder. Surono (2009) menduga emas tersebut berasal dari batuan malihan di Pegunungan Rumbia dan sekitarnya.

II.1.4.5. Satuan KarstSatuan morfologi karst melampar di beberapa tempat secara terpisah. Satuan ini dicirikan perbukitan kecil dengan sungai di bawah permukaan tanah. Sebagian besar batuan penyusun satuan morfologi ini didominasi oleh batugamping berumur Paleogen dan selebihnya batugamping Mesozoikum. Batugamping ini merupakan bagian Formasi Tampakura, Formasi Laonti, Formasi Tamborasi dan bagian atas dari Formasi Meluhu. Sebagian dari batugamping penyusun satuan morfologi ini sudah terubah menjadi marmer. Perubahan ini erat hubungannya dengan pensesar-naikkan ofiolit ke atas kepingan benua. Di sekitar Kendari batugamping terubah tersebut ditambang untuk bahan bangunan.II.2 Stratigrafi Regional

Gambar 2.2 Stratigrafi Regional SulawesiFormasi Meluhu diberikan oleh Rusmana & Sukarna (1985) kepada satuan batuan yang terdiri batupasir kuarsa, serpih merah, batulanau, dan batulumpur di bagian bawah; dan perselingan serpih hitam, batupasir, dan batugamping di bagian atas. Formasi Meluhu menindih takselarasan batuan malihan dan ditindih takselaras oleh satuan batugamping Formasi TampakuraFormasi Meluhu mempunyai penyebaran yang sangat luas di Lengan Tenggara Sulawesi. Formasi ini telah dipublikasikan secara luas; di antaranya oleh Surono dkk. (1992); Surono (1997b, 1999), serta Surono & Bachri (2002), Sebagian besar bahasan selanjutnya merupakan terjemahan dan/atau kompilasi dari publikasi tersebut.Surono (1997b) membagi Formasi Meluhu menjadi tiga anggota (dari bawah ke atas): Anggota Toronipa yang didominasi oleh batupasir dan konglomerat, Anggota Watutaluboto didominasi oleh batulumpur, batulanau, dan serpih, Anggota tuetue dicirkan oleh hadirnya napal dan batu gamping.II.3 Struktur Geologi Regional

Gambar 2.3 Struktur Regional dan Tektonik SulawesiSeperti telah diuraikan sebelumnya Lengan Tenggara Sulawesi termasuk kawasan pertemuan dua lempeng, yakni lempeng benua yang berasal dari Australia dan lempeng samudera dari Pasifik. Kepingan benua di Lengan Tenggara Sulawesi dinamai Mintakat Benua Sulawesi Tenggara (South east Sulawesi Continental Terrane) dan Mintakat Matarombeo oleh Surono (1994). Kedua lempeng dari jenis yang berbeda ini bertabrakan dan kemudian ditindih oleh endapan Molasa Sulawesi. Sebagai akibat subduksi dan tumbukan lempeng pada Oligosen Akhir Miosen Awal, Kompleks ofiolit tersesar-naikkan ke atas Mintakat Benua. Molasa Sulawesi, yang terdiri atas batuan sedimen klastik dan karbonat, terendapkan selama akhir dan sesudah tumbukan, sehingga, Molasa ini menindih takselaras Mintakat Benua Sulawesi Tenggara dan Kompleks Ofiolit tersebut. Pada akhir kenozoikum lengan ini dikoyak oleh sesar Lawanopo dan beberapa pasangannya, termasuk Sesar Kolaka.II.3.1. Parit Sulawesi UtaraParit Sulawesi Utara yang memanjang barat-timur, merupakan zona benioff, tempat Kerak Laut Sulawesi menunjam di bawah Lengan Utara Sulawesi mulai pada akhir Paleogen (Fitch, 1970; Katili, 1971; Cardwell & Isack, 1978; Hamilton, 1979; McCaffrey dkk, 1983). Subduksi ini mencapai puncaknya pada Neogen. Namun demikian, hasil analisis seismologi menunjukkan bahwa Parit Sulawesi Utara ini sudah menyurut aktivitasnya (McCaffrey dkk, 1983; Kertapati dkk, 1992). Simandjuntak (1988; dalam Darman dan Sidi, 2000) menduga bagian timur parit ini menunjukkan gejala aktif kembali ditandai aktivitas vulkanisme di ujung timur dan daerah sekitar Lengan Utara. II.3.2. Sistem Sesar Palu-KoroNama sesar Palu-Koro diusulkan pertama kali oleh Sarasin (1901) yang kemudian diulangi oleh Rutten (1927). Sistem sesar ini menorah mulai ujung utara Selat Makassar, melaui Kota Palu dan menerus sampai Teluk Bone. Hasil pemetaan geologi yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (sekarang menjadi Pusat Survei Geologi) menunjukkan bahwa sistem sesar ini berhubungan juga dengan Sesar Matano dan Sesar Lawanopo (Simandjuntak dkk, 1993a, b, c, d; Rusmana, dkk,1993; Sukamto, 1975a; Rusmana dkk, 1993).Gerakan horizontal dan vertikal Sesar Palu-Koro telah dianalisis oleh beberapa penulis Van Bemmelen (1970) dan Katili (1978) setuju bahwa bagian utara sesar ini didominasi oleh gerakan vertikal, sedangkan bagian selatannya oleh gerakan horizontal mengiri. Kecepatan gerakan horizontal, yang dianalisis oleh beberapa penulis, hasilnya berbeda, misalnya sudradjat (1981, dalam Darman & Sidi, 2000) 2-3,5 mm sampai 14-17 mm/tahun; Indriastuti (1990, dalam Darman & Sidi, 2000) 1,23 mm/tahun. Sementara itu, kecepatan gerakan vertical, yang dihitung berdasarkan pengangkatan koral, adalah 4,5 mm/tahun (Tjia & Zakaria, 1974), dan 3,4 mm/tahun (Walpersdoft dkk, 1997; dalam Darman & Sidi, 2000). Sistem Sesar Palu-Koro walaupun didominasi oleh gerakan horizontal mengiri, juga secara setempat membentuk tinggian dan rendahan. Bentuk rendahan semacam cekungan dapat dikenali Danau Matano, Danau Poso, dan Lembah Palu.II.3.3. Sesar Naik BatuiSesar Naik Batui merupakan hasil tumbukan antara Kepingan Benua Banggai-Sula dengan Lajur Ofiolit Sulawesi Timur; kepingan tersebut naik terhadap lajur ofiolit. Sesar naik ini menorah ujung Lengan Timur Sulawesi sampai Teluk Tolo dan bertemu dengan perpanjangan Sesar Matano, yang dinamai Sesar Manui oleh Gerrard dkk. (1988).Sesar Naik Batui ini dipotong oleh beberapa sesar geser yang hadir belakangan, di antaranya Sesar Toili, Ampana, dan Wekuli (Simandjuntak, 1986; Rusmana dkk, 1993; Surono ddk, 1993). Berdasarkan rekaman seismik sesar naik ini mengalami pengaktifan kembali (McCaffrey dkk, 1983; Kertapati dkk, 1992). Endapan teras terumbu koral Kuarter yang tersebar mulai Batui sampai ujung Lengan Timur Sulawesi (Rusmana dkk, 1993; Surono dkk, 1993) menunjukkan bahwa paling tidak ada tiga kali periode pengangkatan. Besar kemungkinan pengangkatan terumbu koral tersebut diakibatkan karena kegiatan Naik Sesar Batui.II.3.4 Sesar Naik PosoSesar Naik Poso memanjang utara-selatan, mulai dari Tanjung Peindilisa di Teluk Tomini sampai Masamba di pantai utara Teluk Bone (Sukamto, 1975a; Simandjuntak dkk, 1993b;d). Sesar naik ini memisahkan Lajur Malihan Sulawesi Tengah di bagian timur dengan Lajur Vulkanik Sulawesi Barat di barat.Berdasarkan hasil rekaman seismik, Kertapati dkk, (1992) menduga saat ini Sesar Naik Poso dalam keadaan tidak aktif. Namun demikian, gempa yang terjadi di bagian barat Teluk Tomini beberapa waktu lalu memungkinkan paling tidak ujung utara sesar tersebut teraktifkan kembali (Darman & Sidi, 2000).II.3.5 Sesar WalanaeSesar Walanae, yang berarah hampir utara-selatan, menorah Lengan Selatan Sulawesi dan menerus memotong Pulau Selayar yang berada di selatannya (Sukamto, 1975a; Sukamto, R. & Supriatna, S, 1982; Sukamto, R, 1982). Bahkan Darman & Sidi, (2000) menduga sesar ini menerus ke selatan sampai ke Sesar Naik Flores di utara Pulau Flores. Ke arah utara Sesar tersebut mungkin menerus sampai Selat Makassar dan bersatu dengan rantas (suture) Paternoster-Lupar.Sesar Walanae teraktifkan kembali pada kuarter sehingga membentuk depresi Walanae yang luas. Namun rekaman seismik tidak menunjukkan keaktifan sesar ini (Darman & Sidi, 2000).II.3.6 Tektonik SulawesiBerdasarkan data geologi dan geofisika, Simandjuntak (1993 dalam Darman dan Sidi, 2000) menyatakan bahwa Pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya mengalami empat kali kegiatan tektonik seperti dijelaskan di bawah ini.II.3.6.1. Subduksi tipe Cordileran KapurSubduksi tipe Cordileran dicirikan oleh zona Beniof yang miring kea rah barat di bagian barat Sulawesi. Subduksi ini mengakibatkan proto-laut Banda menunjam di bawah tepi timur Paparan Sunda. Subduksi ini juga ditandai oleh keberadaan batuan malihan berderajat rendah berumur Kapur Akhir di Sulawesi Tengah, batuan campur aduk (mlange) berumur Kapur Paleogen, dan Lajur Gung Api Sulawesi Barat. Batuan endapan turbidit laut dalam berumur Kapur di Sulawesi Barat mungkin merupakan endapan sepanjang palung.II.3.6.2. Tumbukan divergen Mesozoikum Tektonik divergen pada Mesozoikum terjadi akibat pemekaran tipe utara Benua Australia. Pemekaran pada tepi benua itu mengakibatkan beberapa keping benua terpisah dari induknya dan kemudian bergerak ke arah utara utara barat ke posisi sekarang yang tersebar di Kawasan Laut Banda. Garrad dkk, (1988) menduga proses pemisahan ini terjadi sejak Jura. Beberapa penulis (di antaranya Simandjuntak, 1986; 1993; Garrad dkk, 1988; Darman & Sidi, 2000) menduga pergerakan kepingan benua tersebut melalui Sesar Sorong.II.3.6.3. Tumbukan Tipe Tethyan Neogen`Sebagian kepingan benua tersebut bertumbukan dengan kompleks subduksi Kapur dan ofiolit di Sulawesi dan daerah sekitarnya pada Neogen. Pada kawasan ini dijumpai di antaranya Kepingan Banggai-Sula, Kepingan Sulawesi Tenggara, Paparan Buton dan Tukangbesi. Pada tumbukan tipe Tethyan ini kepingan benua tersebut menyusup di bawah ofiolit dan kompleks subduksi (Darman & Sidi, 2000). Simandjuntak (1986) menemukan batuan campur aduk (mlange) sepanjang Sesar Naik Batui, di Lengan Timur Sulawesi. Akhir dari tumbukan Neogen ini mengakibatkan Lajur Ofiolit Sulawesi Timur Naik ke atas tepi beberapa kepingan benua tersebut.II.3.6.4. Tumbukan KuarterPada waktu ini kawasan Sulawesi dan daerah sekitarnya menunjukkan adanya tektonik aktif: Lajur subduksi di utara Lengan Utara Sulawesi (North Sulawesi Trench), tempat lempeng Laut Sulawesi menunjam masuk di bawah Lengan Utara Sulawesi. Lajur subduksi ini berhubungan dengan sesar geser mengiri aktif Palu-Koro, Matano, dan Lawanopo. Jalur gunung api aktif mulai ujung utara Lengan Utara sampai ke Sangihe yang diakibatkan oleh subduksi ganda di utara Sulawesi pada Neogen, kemudian diaktifkan kembali oleh Kuarter. Pergerakan ke barat Kepingan Benua Banggai-Sula menyebabkan Lajur Ofiolit Sulawesi Utara tersesar-naikkan di atas kepingan itu. Teras batugamping terumbu yang memanjang dari Batui sampai ujung utara Lengan Utara Sulawesi.II.4. Teori RingkasII.4.1Batuan SedimenIstilah sedimen berasal dari kata sedimentum, yang mempunyai pengertian yaitu material endapan yang terbentuk dari hasil proses pelapukan dan erosi dari suatu material batuan yang ada lebih dulu, kemudian diangkut secara gravitasi oleh media air, angin atau es serta diendapkan ditempat lain dibagian permukaan bumi. Umumnya bentuk awal dari endapan ini berupa kumpulan dari fragmen yang berukuran halus hingga kasar yang belum terkonsolidasi sempurna, disebut endapan, sedimen (sediments), superfical deposits. Kemudian akan berlangsung proses diagnesa yang meliputi proses fisik : kompaksi, proses kimia antara lain : sedimentasi, autigenik, rekristalisasi, inversi, penggantian, dan disolusi, proses biologi. Proses diagnesa ini berjalan selama waktu geologi, sehingga mentebabkan material terkonsolidasi sempurna dengan bentuk fisik masif dan padat. Hal ini akan menghasilkan salah satu jenis batuan dialam, yaitu yang disebut dengan batuan sedimen (sedimentary rokcs). (Boggs, 1987) Sebagian besar material penyusun komposisi batuan sedimen berasal dari proses pelapukan dan erosi dari batuan yang tertua, atau batuan yang terbentuk lebih dahulu. Dari studi sedimen masa kini hingga terbentuk batuan sedimen, maka dapat diketahui lingkungan pengendapannya yang meliputi : Darat atau terrestial Laut Lingkungan campuran merupakan lingkungan peralihan dari darat hingga laut, misal lingkungan delta, estuari laut, dan peraiaran pantai yang dipengaruhi pasang surutDari lingkungan pengendapan batuan sedimen tersebut maka dapat dikenal tiga material penyusun batuan sedimen : Fragmen yang berasal dari batuan yang diangkut dari tempat asalnya oleh air, angin atau glasial, fragmen ini disebut material klastik atau pecahan. Material yang berasal dari larutan garam, yang disebut material kimia. Material yang berasal dari tumbuh tumbuhan dan hewan, yang disebut material organik.II.4.2 Batuan sedimen KlastikTerbentuknya dari pengendapan kembali denritus atau perencanaan batuan asal.Batuan asal dapat berupa batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.Dalam pembentukkan batuan sedimen klastik ini mengalami diagnesa yaitu perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen selama dan sesudah litifikasi.Tersusun olek klastika-klastika yang terjadi karena proses pengendapan secara mekanis dan banyak dijumpai allogenic minerals. Allogenic minerals adalah mineral yang tidak terbentuk pada lingkungan sedimentasi atau pada saat sedimentasi terjadi.Mineral ini berasal dari batuan asal yang telah mengalami transportasi dan kemudian terendapkan pada lingkungan sedimentasi.Pada umumnya berupa mineral yang mempunyai resistensi tinggi.II.4.3 Proses Pembentukan Batuan SedimenBatuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya oleh kekuatan-kekuatan yaitu pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan-pengikisan angina, serta proses litifikasi, diagnesis, dan transportasi, maka batuan ini terendapkan di tempat-tempat yang relatif lebih rendah letaknya, misalnya: di laut, samudera, ataupun danau-danau. Mula-mula sedimen merupakan batuan-batuan lunak, akan tetapi karena proses diagenesis sehingga batuan-batuan lunak tadi akan menjadi keras.Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama terpendapkan dan terlitifikasikan, sedangkan litifikasi adalah proses perubahan material sedimen menjadi batuan sedimen yang kompak.II.4.4Transportasi dan Deposisia. Transportasi dan deposisi partikel oleh fluidaPada transportasi oleh partikel fluida, partikel dan fluida akan bergerak secara bersama-sama. Sifat fisik yang berpengaruh terutama adalah densitas dan viskositas air lebih besar daripada angin sehingga air lebih mampu mengangkut partikel yang mengangkut partikel lebih besar daripada yang dapat diangkut angin. Viskositas adalah kemampuan fluida untuk mengalir. Jika viskositas rendah maka kecepatan mengalirnya akan rendah dan sebaliknya. Viskositas yang kecepatan mengalirnya besar merupakan viskositas yang tinggi.b. Transportasi dan deposisi partikel oleh sediment gravity flowPada transportasi ini partikel sedimen tertransport langsung oleh pengaruh gravitasi, disini material akan bergerak lebih dulu baru kemudian medianya. Jadi disini partikel bergerak tanpa batuan fluida, partikel sedimen akan bergerak karena terjadi perubahan energi potensial gravitasi menjadi energi kinetik. Yang termasuk dalam sediment gravity flow antara lain adalah debris flow, grain flow dan arus turbid. Deposisi sediment oleh gravity flow akan menghasilkan produk yang berbeda dengan deposisi sedimen oleh fluida flow karena pada gravity flow transportasi dan deposisi terjadi dengan cepat sekali akibat pengaruh gravitasi. Batuan sedimen yang dihasilkan oleh proses ini umumnya akan mempunyai sortasi yang buruk dan memperlihatkan struktur deformasi.Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen dan penamaan batuan sedimen telah ditemukan oleh para ahli, baik berdasarkan genetik maupun deskriptif.Secara genetik dapat disimpulkan dua golongan. (Pettijohn,1975 dan W.T.Huang,1962)II. 4.5Litifikasi dan DiagnesisLitifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan sediment yang kompak. Misalnya, pasir mengalami litifikasi menjadi batupasir. Seluruh proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama terpendam dan terlitifikasi disebut sebagai diagnesis. Diagnesis terjadi pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi daripada kondisi selama proses pelapukan, namun lebih rendah daripada proses metamorfisme.Proses diagnesis dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan proses yang mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses diagenesis sangat berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir batuan sedimen yang dihasilkannya. Proses diagnesis akan menyebabkan perubahan material sedimen. Perubahan yang terjadi adalah perubahan fisik, mineralogi dan kimia.Secara fisik perubahan yang terjadi adalah terutama perubahan tekstur, proses kompaksi akan merubah penempatan butiran sedimen sehingga terjadi kontak antar butirannya. Proses sementasi dapat menyebabkan ukuran butir kwarsa akan menjadi lebih besar. Perubahan kimia antara lain terdapat pada proses sementasi, authigenesis, replacement, inverse, dan solusi. Proses sementasi menentukan kemampuan erosi dan pengangkatan partikel oleh fluida. Pengangkutan sedimen oleh fluida dapat berupa bedload atau suspended load. Partikel yang berukuran lebih besar dari pasir umumnya dapat diangkut secara bedload dan yang lebih halus akan terangkut oleh partikel secara kontinu mengalami kontak dengan permukaan, traksi meliputi rolling, sliding, dan creeping. Sedangkan pada saltasi partikel tidak selalu mengalami kontak dengan permukaan. Deposisi akan terjadi jika energi yang mengangkut partkel sudah tidak mampu lagi mengangkutnya.Adapun beberapa proses yang terjadi dalam diagenesa, yaitu : KompaksiKompaksi terjadi jika adanya tekanan akibat penambahan beban. AnthigenesisMineral baru terbentuk dalam lingkungan diagnetik, sehingga adanya mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui sebagai berikut : karbonat, silika, klastika, illite, gypsum dan lain-lain. MetasomatismeMetasomatisme yaitu pergantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autigenik, tanpa pengurangan volume asal. Contoh : dolomitiasi, sehingga dapat merusak bentuk suatu batuan karbonat atau fosil. RekristalisasiRekristalisasi yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang berasal dari pelarutan material sedimen selama diagnesa atau sebelumnya.Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukkan batuan karbonat.Sedimentasi yang terus berlangsung di bagian atas sehingga volume sedimen yang ada di bagian bawah semakin kecil dan cairan (fluida) dalam ruang antar butir tertekan keluar dan migrasi kearah atas berlahan-lahan. Larutan (Solution)Biasanya pada urutan karbonat akibat adanya larutan menyebabkan terbentuknya rongga-rongga di dalam jika tekanan cukup kuat menyebabkan terbentuknya struktur iolit.Diktat Petrologi UPN ; 2001)

BAB IIIGEOLOGI DAN STUDI SEDIMENTOLOGI DAERAH PENELITIANIII.1 Geologi Lokal Daerah Penelitian Daerah motui bertempat pada kelurahan motui kecamatan motui kabupaten konawe utara yang termasuk dalam formasi meluhu yang beranggotakan batuan sedimen, batuan beku dan batuan metamorf. Pada daerah penelitian pantai panjang motui ditemukan batuan metamorf dengan dimensi 1,5M yang bersifat eksitu yaitu telah terpisah dari batuan asalnya, pada batuan tersebut ditemukan vein kuarsa yang ukuran lebar 1cm. Pada pantai panjang motui memiliki perlapisan laminasi dengan ukuran butir pasir halus, pasir sedang dan pasir kasar dan mineral berat serta arus purba.III.2 Morfologi Pantai Motui Penelitian daerah motui ditemukan morfologi pedataran marine dengan relief mendatar, vegetasinya lebat berupa pohon kelapadan jambu mente, dengan tata guna lahan sebagai daerah wisata.III.3 Analisa Arus Purba Dan Ukuran Butir III.3.1 Analisa Arus PurbaFoto 3.1 Analisa Arus PurbaPenentuan arus purba yang dilakukan pada daerah penelitian dengan cara membuat penampang pada pantai dengan kedalaman 1M, pada penelitian ini ditemukan perlapisan struktur Laminasi yang disebabkan arus Laminar Flow seprti berikut:1. Perlapisan meteran 0-3,9cm dijumpai pasir sedang yang berwarna putih keabu-abuan dengan ukuran butir pasir sedang (1/2-1/8), tekstur klastik, struktur berlapis , serta memiliki komposisi mineral olivine, kuarsa, biotit dan hornblende.2. Pada perlapisan 4-4,7cm dijumpai pasir halus yang berwarna hitam dengan ukuran butir pasir halus (1/4-1/8) serta tekstur klastik dan memiliki komposisi mineral biotit dan olivine.3. Sedangkan pada perlapisan 4,8-5,2cm memiliki waran kuning, ukuran butir pasir sedang (1/2-1/4) memiliki tekstur klastik dan komposisi mineral kuarsa, hornblende dan piroksin.4. Pada meteran terakhir 5,3-1m ditemukan jenis pasir halus dengan warna abu-abu kehitaman memiliki ukuran butir pasir halus (1/4-1/8) dengan tekstur klastik serta memiliki komposisi mineral biotit, kuarsa dan hornblende.III.3.2 Analisa Ukuran Butir

Foto 3.2 Analisa Ukuran Butir

Melalui pengamatan pada daerah penelitian diperoleh ukuran butir yang berbad pada tiap meteran, meteran 0-15 M dengan ukuran butir halus, meteran 15-30 dengan ukuran butir sedang, meteran 30-45 dengan ukuran butir halus, meteran 45-60 dengan ukuran butir sangat halus, meteran 60-75 dengan ukuran butir sangat kasar.Perbedaan ukuran butir terjadi karana adanya berbedaan energi atau arus purba yang membawa butiran material sedimen, karena setiap ukuran butir akan mengambarkan energi atau arus purba(paleoccurent) pembawa material butiran sedimen, sedangkan struktur sedimen akan mengambarkan arah arus purba dan lingkungan pengendapanya, dari analisa ukuran butir dapat diketahui bahwa pada daerah penelian(Motui) banyak dijumpai batu pasir dengan ukuran sangat halus, halus, sedang, sampai sangat kasar. pada batu pasir dengan ukuran butir sangat halus dan halus energi atau arus pembawa material tersebut melemah ke arah hilir dan selama proses teransportasi tersebut butiran-butiran material mengalami gesekan-gesekan sehingga butiran tersebut mengalami pembundaran dan pada ukuran butir sedang energi atau arus purba pembawa material sedimen telatif stabil, sedangkan batu pasir dengan ukuran butir kasar-sangat , energi atau arus purba pembawa material tersebut sangat besar/kuat.Jenis struktur sedimen yang dijumpai pada lokasi pengamatan (motui) yaitu struktur berlapis dan laminasi, sehingga arus purba terbentuk secara bertahap karena pada penentuan arus purba data yang diperoleh dari analisa arus purba tergolong jenis bimoidal karena terdapat dua kelas yang dominan dan terletak saling bersebrangan yang dilihat dari diagram rosed, karena arus purba dominannya adalah bimoidal maka lingkungan endapan adalah marine shelp yang dicirikan oleh adanya arus pasang surut sehingga arus purba yang terbentuk akibat adanya dua gelombang air laut. Air laut yang tenang menghasilkankan struktur laminasi sedangkan gelombang air laut yang keras menghasilkan struktur sedimen berlapis.

BAB IVPENGOLAHAN DATA PEMETAAN DAERAH PENELITIANHasil pengambilan data dilapangan berupa pengukuran arah, jarak, serta slope antar patok (tapping kompas) dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :Tabel IV.1. Data pengukuran tapping kompasPatokJarakArahSlope

P1-P216,5N 1900 E-10

P2-P116,5N 100 E10

P2-P317,8N 240 E-100

P3-P217,8N 300 E100

P3P-426,44N 2630 E-200

P4-P326,4N 800 E200

P4-P525N 230 E-300

P5-P425N 2000 E300

P5-P620N 600 E100

P6-P520N 2400 E-100

P2-PD16,6N 3120 E-10

PD1-P26,6N 1300 E10

P3-PD26,9N 3450 E-30

PD2-36,9N 1600 E30

P5-PD38,1N 950 E-30

PD3-P58,1N 2750 E30

P4-PD410,72 N 500 E -300

PD4-P410,72 N 2300 E 300

I.Rumus Pengolahan Data Penggambaran Tapping Kompas menggunakan Sudut dalam Azimuth x Koordinat, yaitu sebagai berikut :1. Perhitungan Sudut Dalam

a. Sudut Dalam patok utama

Sdn = Sdbelakang = Sdepan

Sdn = ..........?b. Faktor koreksi sudut dalam patok utama

FKsdn - [(n-2)180]

c. Faktor koreksi sudut dalam patok utama

Ksdn X SDn

Tapping dalam dengan koordinatd. Sudut dalam terkoreksi patok utama

SDTn-Sdn Ksdn

2. Pengolahan data

a. Sudut dalam patok utama

Sdn = Sdbelakang SdDepan

Sd1 = 240- 90 = 50 Sd2 = 24 - 10 = 140 Sd3 = 30 263 = -233 + 360 = 127 Sd4 = 80 23 = 57 Sd5 = 200 60 = 140 Hasil dari = Sd1 + Sd2 + Sd3 + Sd4 + Sd5 = 117 + 246 + 354 + 285 + 228 + 30= 1260

b. Faktor koreksi sudut dalam Patok utama

Fksdn - [(n-2)180]Fksd1 - [(1-2)180] 388 - [(-1)180] 388 (-180) 568FKsd2 - [(2-2)180] 388 - [(0)180] 388 (0) 388FKsd3 - [(3-2)180] 388 - [(1)180] 388 180 208FKsd4 - [(4-2)180] 388 - [(2)180] 388 360 28FKsd5 388 - [(5-2)180] 388 - [(3)180] 388 540 -152Jadi 568+ 388 + 208 + 28 +(-152) 1040

c. Koreksi sudut dalam Patok utama

KSDn X SDnKsd1 X SD1 X 50 - 0,391 x 50 = - 19,55Ksd2 X SD2 X 14 -54,74Ksd3 X SD3 X 127 -49,657Ksd4 X SD4 X 57 22,287Ksd5 X SD5 X 140 -54,74 12,85714286

d. Sudut dalam terkoreksi patok utama

SDTn = Sdn KsdnSDT1 = Sd1 Ksd1= 50 + 19,55= 69,55SDT2 = Sd2 Ksd2= 14 + 54,74= 68,74SDT3 = Sd3 Ksd3= 127 + 49,657= 176,657

SDT4 = Sd4 Ksd4= 57 + 22,287= 79,287SDT5 = Sd5 Ksd5= 140 + 54,74= 194,74Jadi 588,974 e. Beda Tinggi TerkoreksiBttn= BTn KBTn1. BTT1= -0,2873 + 0,287501211= 0,0002012112. BTT2= -3,0749 + 3,081556664= 0,0021566643. BTT3= -9,04248 + 9,051134544= 0,008654544. BTT4= -12,6 + 12,5087544= -0,019245595. BTT5= -0,1122 + 0,122085442= 0,000201211 + 0,00215664 + 0,00865454 + (-0,9124559) + (-0,000114558) = -0,911468707f. Beda Tinggi Patok BTpn = Sd. Sin

1. BTp1 = 6,6 sin-1= 6,6. -0,017452406= -0,1151858822. BTp2= 6,9 sin= 6,9. -0,052335956= -131,65984323. BTp3= 8,1 sin -3= 8,1 -0,052335956= -0,4239212434. BTp4= 10,72 sin -300= 10,72. -0,5 = -5,36g. Sudut dalam patok DetailSPDn = PDn PUSPD1 = 312 240 = 288SPD2 = 3450 264 = 81SPD3 = 95 60 = 35SPD4 = 50 23 = 27Jadi Dari sudut dalam patok detail = 431

II. Perhitungan Jarak Utama

Jarak Horizontal Patok utama

JHn = Jn Cos

JH1 = 16,9 cos -1 = 16,9 . 0,999 = 16,8831

JH2 = 17,8 cos -10 = 17,8. 0,984= 13,5792

JH3 = 26,44 cos -20 = 26,44.0,939= 24,5827

JH4 = 28 cos -300= 28.0,866= 24,248 JH5 = 30 cos 10= 29,52 Hasil dari JHn = 108,813 Jarak Horizontal Patok Detail

JHPDn = SPDn X cos

JHPD1 = 6,6 . cos-1 = 6,6 m . 0,999 = 6,5934

JHPD2 = 6,9 . cos 3 = 6,9 . 0.998 = 6,8862

JHPD3 = 8,1 cos 3 = 8,1 . 0,889 = 8,0838

JHPD4 = 10,74 cos 30= 10,74 . 0,866 = 9,30084

III. Perhitungan Beda Tinggi

BTn = Sn X sin BT1 = 16,9 sin-1 = 16,9-0,017 = -0,2873BT2 = 17,8 sin-10 = 17,8-0,173 = -3,0794BT3 = 26,44 sin-20 = 26,44-0,342 = -9,04248BT4 = 25 sin-30 = 25-0,5 = -12,5BT5 = 6,6 sin-1 = 6,6-0,017Hasil dri BTn = -25,0335 ]BTn[ = 25,01598 Koreksi Beda Tinggi Patok UtamaKBTn = X ]BTn[KBT1 = X 8,2873 = -10,00700352 X 0,2873 = -0,287501211KBT2 = -1,000700352 X 3,0794 = -3,081556664KBT3 = -1,000700352 X 9,04248 = -9,051134544KBT4 = -1,000700352 X 12,5 = -12,5087544KBT5 = -1,000700352 X 0,1122 = -0,122085442

Beda Tinggi TerkoreksiBTTn = BTn KBTnBTT1 = -0,2873 + 0,287501211= 0,002156664BTT2 = -3,0794 + 3,081556664 = 0,00865454BTT3 = -9,04248 + 9,051134544 = 0,00865454BTT4 = -12,6 + 12,5087544 = -0,09124559BTT5 = -0,1122 + 0,122085442 = -0,000114558BTTn = -0,911468707 Beda Tinggi Patok DetailBTPn = Sn X SinBTP1 = 6,6 sin-1 = 6,6 0,052335956 = -0,115185882BTP2 = 6,9 sin-3 = 6,9 0,052335956 = -131,6598432BTP3 = 8,1 sin-3 = 8,1-0,052335956 = 0,423921243BTP4 = 10,72 sin-30 = 10,72 0,5 = 5,36Jadi Hasil Dari BTPn = -6,68583506IV. Perhitungan ketinggian patokPn = Pn-1 + BTTn (n-1)r = P(n-1) + BTTn (n-1)P1 = 1,5P2 = P (2-1) + BTT (2-1) = 1,5 + 0,000701211 = 1,500201211P3 = P2 + BTT2 = 1,500201211+ 0,004156664 = 1,504398774P4 = P3 + BTT3 = 1,504398774+ 0,00865454 = 1,51305328 0,091245599 = 1,421807681P4 P1 = 1,421807681 0,000119558 = 1,421688123 Perhitungan azimut

= (-1-SDTn-1)180

Dimana Nilai arah dari P1 ke P2 = N1550E

= 16,9 = (16,9-69,55)180 = (-52.65)+180 = 127,35 = 127,35-68,74180 = 58,61-180 = 121,39 = 121,39-176,657180 = 55,267-180 = 124,733 = 204,02 - 180 = 24,02

= 24,02 194,74 180 = (-170,72)+180 = 9,28 Azimut Patok Detail = PDn= 312 = 312 + 288 = 600-360 = 240 = 240 + 18 = 321 = 321 + 35 = 35d4 1 = 356 + 27 = 383-360 =26

VI . Perhitungan Koordinat Patok Utama Koordinat X Patok UtamaXn = Sn . Sin X1 = 16,9. Sin 16,9 = 16,9 X 0,290702193 = 4,912867072X2 = 17,8. Sin 127,35= 17,8 X 0,704944353 = 14,1500949X3 = 26,44. Sin 121,39 = 26,44 X 0,853641717 = 22,57028701X4 = 25. Sin -124,737= 25 X (-0,821816023) = -20,54540058 X5 = 30. Sin 24,02 = 30 X 0,40705505 = 12,2110066517Faktor koreksi koordinat X Patok UtamaFXn = KX1 = 0,456887903 X 4,912867072 = 2,244629534KX2 = 0,456887903 X 14,912867072 = 6,464968163KX3 = 0,456887903 X 22,57028701 = 10,3120911KX4 = 0,456887903 X 20,54540058 = 9,386944987KX5 = 0,456887903 X 12,2110066517 = 5,59233832Koordinat X Terkoreksi Patok UtamaKxTn = Xn kxnKxT1 = 4,912867072 2,244629534 = 2,668237538KxT2 = 14,15000949 6,464968163 = 7,688041327KxT3 = 22,57028701 10,3120911 = 12,25819591KxT4 = -20,54540058 9,306944987 = 11,15845559KxT5 = 12,211066517 5,59233832 = 6,61866833KxT6 = -4,2378116 3,37263939 = -7,610447966Hasil Dari KxTn = 40,3915987

Koordinat XXn = Xn-1 + KXTn -1 (Untuk X1 = 0)X1 = (4,912867072-1) + (2,244629534) = 3,192867072 + 1,244629534 = 5,162496606X2 = 13,15000949 + 5,464968163 = 18,61497765X3 = 21,57028701 + 9,3120911 = 30,88237811X4 = -21,15845559 +8,386944987 = -13,15845559X5 = 11,2110066817 + 4,59233832 = 15,80334497VII. Perhitungan Koordinat Y Patok Utama Koordinat Y Patok UtamaYn = Sn Cos nY1 = 16,9 cos 16,9 = 16,9 X 0,956813584 = 16,17014957Y2 = 17,8 cos 0,956813584 = 17,8 X (-0,606682351) = -10,79894545Y3 = 26,44 cos 121,39 = 26,44 X (-0,190808995) = -5,044989838Y4 = 25 cos -124,733 = 25 X 0,5675295 = 14,24382375Y5 = 30 cos 24,02 = 30 X 0,913403424 = 27,40210272 Faktor Koreksi Koordinat Y Patok Utama

FYn = = = 0,569809049

Koreksi Koordinat Y Patok UtamaKYn = Ky1 = 0,569809049 X 16,17014957 = 9,21389549Ky2 = 0.56809049 X (-10,79894545) = 2,87680862Ky3 = 0,569809049 X (-5,044989838) = -2,8748086Ky4 = 0,569809049 X 14,24382375 = 8,116259665Ky5 = 0,569809049 X 27,40210272 = 15,61396609

Koordinat Y Terkoreksi Patok UtamaKyTn = yn kynKyT1 = -33,53338786 + 14,72369780 = -18,80969006KyT2 = -1,00463498 + 0,44111086 = -0,56352452KyT3 = 31,09725 - 13,65404872 = 17,44320128KyT4 = 10,01803652 4,39867701 = 5,61935951KyT5 = 16,7845548 7,3696911 = 9,4146637KyT6 = 30,70897169 13,4835651 = 17,22540659Hasil Dari kyTn = 30,3294165 Koordinat YYn = Yn-1 + KyTn 1Y1 = (16,1701495-1) + (6,956252021-1) = 21,12640Y2 = (-10,74899545-1) + (3,64557708-1) = -8,15336837Y3 = -(5,04498938-1) + (2,170308977-1) = 4,874680861Y4 = -19,37321458 + 17,44320128 = -4,9300133Y5 = -4,9300133 + 5,61935951 = 0,68934621Y5-1 = 10,10400991 + 17,22540659 = 27,3294165

VIII. Titik Koordinat Patok UtamaTn = ( Xn, Yn )Ti = ( X1, Y1)

CoordinatXYBTT

P15,16249660621,126401,5

P218,61497765-8,153368371,500201211

P330,882378114,8746808611,504398774

P4-13,15845559-4,93001331,421807681

P515,803344970,68934621

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KesimpulanPenelitian daerah motui memiliki morfologi pedataran marine dengan relief mendatar memiliki vegetasi yang lebat berupa pohon kelapa dan jambu mente, dengan ukuran butir sangat halus, halus dan sangat kasar yang menunjukan energi atau arus purba pembawa butiran material sedimen, jika pasir halus menunjukan bahwa energi atau arus pembawa melemah ke arah hilir jika pasir kasar mendakan energi atau arus pembawa besar/kuat, dan struktur sedimen yang terlihat pada daerah penilian yaitu laminasi dan berlapis yang berarti material terendapkan jauh dari sumbernya dengan energi yang melemah. V.2 SaranAdapun saran yang dapat saya berikan pada field trip lapangan kali ini yaitu untuk pembuatan laporan selanjutnya agar waktu pembuatan laporan lapangan yang diberikan bisa lebih lama agar hasilnya lebih maksimal.

21Geologi dan Studi Sedimentologi Daerah Motui