identitas laporan kasus

17
LAPORAN KASUS A. IDENTITAS Nama : Ny. R Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 57 tahun Alamat : Brang Biji Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Tanggal Kunjungan : 25 Februari 2014 No. Registrasi : KS 0001263420495 B. ANAMNESIS Dilakukan anamnesis secara auto-anamnesis di poli lansia pada tanggal 25 Februari 2014, pukul 10.00 WITA. 1. Keluhan Utama Muncul lenting di perut sisi kanan sejak 2 hari sebelum datang ke puskesmas. 2. Keluhan Tambahan Nyeri di daerah yang timbul lenting, sakit kepala 3. Riwayat Penyakit Sekarang Dua hari sebelum datang ke puskesmas muncul gelembung berkelompok di bagian punggung kanan, kemerahan, rasa panas, dan nyeri. Gatal tidak terlalu dirasakan oleh pasien. Demam, dan pusing tidak dirasakan. Kemudian muncul dan meluas ke bagian perut bagian kanan seperti

Upload: vania-viestarila-zamri

Post on 24-Nov-2015

45 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

laporan kasus

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSA. IDENTITASNama: Ny. RJenis Kelamin: PerempuanUsia: 57 tahunAlamat: Brang BijiAgama: IslamPekerjaan: Ibu Rumah TanggaTanggal Kunjungan: 25 Februari 2014No. Registrasi: KS 0001263420495B. ANAMNESISDilakukan anamnesis secara auto-anamnesis di poli lansia pada tanggal 25 Februari 2014, pukul 10.00 WITA.1. Keluhan UtamaMuncul lenting di perut sisi kanan sejak 2 hari sebelum datang ke puskesmas.2. Keluhan TambahanNyeri di daerah yang timbul lenting, sakit kepala3. Riwayat Penyakit SekarangDua hari sebelum datang ke puskesmas muncul gelembung berkelompok di bagian punggung kanan, kemerahan, rasa panas, dan nyeri. Gatal tidak terlalu dirasakan oleh pasien. Demam, dan pusing tidak dirasakan. Kemudian muncul dan meluas ke bagian perut bagian kanan seperti setengah melingkari badan. Nyeri dirasakan juga apabila tersentuh oleh pakaian. Ada beberapa lenting yang pecah akibat gesekan dengan pakaian. Saat datang ke puskesmas pasien juga merasakan nyeri kepala.4. Riwayat Penyakit DahuluPasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus tipe II dan riwayat hipertensi. Pasien mengatakan rutin kontrol dan minum obat. Riwayat terkena varicella saat usia remaja. Riwayat penyakit lain tidak ada.5. Riwayat KeluargaPasien tinggal dengan suami pasien, memiliki 4 orang anak, namun tidak tinggal bersama pasien. Di keluarga tidak ada yang mengalami hal yang serupa. 6. Riwayat Kebiasaan

C. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum: Tampak sakit ringanKesadaran: Compos mentisStatus antropometri: Kesan gizi baikTanda vital: Tekanan darah: 150/90 mmHg Nadi: 72x/menit Suhu: 37,3oC Pernapasan: 20x/menitKepala: NormosefaliMata: Pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-Hidung:Bentuk normal, sekret -/-, tidak ada deformitasTelinga:Normotia, tidak ada deformitasMulut:Lidah, faring, tonsil tidak hiperemisLeher:KGB leher tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesarThoraks: Jantung: BJ I N/BJ II N, murmur -, gallop - Paru-paru: Suara nafas vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-AbdomenInspeksi: perut buncitPalpasi: Supel, NT (-)Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)Auskultasi: Bising usus (+) normalEfloresensi kulit: tampak vesikel isi cairan bening dengan dasar hiperemis bergerombol berukuran lentikuler dan mengikuti dermatom nervus torakalis XII di punggung dan perut bagian kanan.EkstremitasAkral hangat di keempat ekstremitasD. DIAGNOSIS KERJAHerpes ZosterHipertensi UrgensiE. PENATALAKSANAAN Non-MedikamentosaEdukasi: Menjelaskan penyakit ini disebabkan oleh virus, dan dapat diobati dengan anti virus. Penyakit ini menimbulkan rasa nyeri karena menyerang bagian saraf, dan biasanya nyeri masih bertahan walaupun gelembung sudah tidak ada. Tidak ada pantangan untuk mandi, dan tidak ada pantangan makanan. Gelembung yang belum pecah dapat ditaburi bedak agar tidak pecah.

Medikamentosa: Asiklovir 5 x 400 mg (selama seminggu) Asam Mefenamat 3 x 1 tablet Captopril 2 x 25mgF. PROGNOSISAd Vitam: ad bonamAd Sanationam: ad bonamAd Fungsionam: ad bonamPrognosis pada pasien ini ad bonam karena ditangani dengan pemberian terapi dan tepat dan tidak ada komplikasi.

TINJAUAN PUSTAKA

I. HERPES ZOSTERA. DEFINISIHerpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-zoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster. Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan virus varicella zoster. Virus varisela zoster dapat mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles. Pada usia di bawah 45 tahun, insidens herpes zoster adalah 1 dari 1000, semakin meningkat pada usia lebih tua.B. PATOGENESISHerpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi ganglion spinal atau ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten. Varicella zoster merupakan virus rantai ganda DNA, anggota famili virus herpes yang tergolong virus neuropatik atau neurodermatotropik. Reaktivasi virus varicella zoster dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti pembedahan, penyinaran, lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seseorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Jika virus ini menyerang ganglion anterior, maka menimbulkan gejala gangguan motorik.C. GAMBARAN KLINISLesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi sekunder.Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang tetap timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu. Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah hipestesi pada daerah yang terkena.D. KOMPLIKASIPostherpetic neuralgiaPostherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien herpes zoster dan merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan dengan usia. Postherpetic neuralgia didefenisikan sebagai gejala sensoris, biasanya sakit dan mati rasa. Rasa nyeri akan menetap setelah penyakit tersebut sembuh dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik pada penderita usia lanjut. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan menetap setelah erupsi akut herpes zoster menghilang.Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang muncul oleh karena penyakit atau luka pada sistem saraf pusat atau tepi, nyeri menetap dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster. Penyebab paling umum timbulnya peningkatan virus ialah penurunan sel imunitas yang terkait dengan pertambahan umur. Berkurangnya imunitas di kaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya seperti limfoma, kemoterapi atau radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan obat immunesuppressan setelah operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit (seperti kortikoteroid) juga menjadi faktor risiko.Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut (30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), dan postherpetic neuralgia (di defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit).Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri herpes zoster akut, dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes zoster yang disebabkan oleh replikasi jumlah virus varicella zoster yang besar dalam ganglia yang ditemukan selama masa laten. Oleh karena itu, mengakibatkan inflamasi atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan, hilang dan rusaknya serabut-serabut syaraf atau impuls abnormal, serabut saraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak dan mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke medulla spinalis meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat.

E. DIAGNOSISPenegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran klinis. Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya (1) gejala prodromal berupa nyeri, (2) distribusi yang khas dermatomal, (3) vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul, (4) beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus sensorik, (5) tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkan herpes simpleks zosteriformis), (6) nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal tidak menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi krusta, imunoflouresensi direk dari spesimen lesi vesikular, dan kultur virus yang tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2 minggu.F. TATALAKSANATujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah mempercepat proses penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik, serta mengurangi risiko komplikasi. Untuk terapi simtomatik terhadap keluhan nyeri dapat diberikan analgetik golongan NSAID seperti asam mefenamat 3 x 500mg per hari, indometasin 3 x 25 mg per hari, atau ibuprofen 3 x 400 mg per hari. Kemudian untuk infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik. Sedangkan pemberian antiviral sistemik direkomendasikan untuk pasien berikut:a. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata (herpes zoster oftalmikus). Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat mengalami keratitis yang akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan komplikasi ocular lainnyab. Pasien berusia lebih dari 50 tahunc. Herpes zoster diseminata (dermatom yang terlibat multipel) direkomendasikan pemberian antiviral intravenad. Pasien yag imunokompromais seperti koinfeksi HIV, pasien kemoterapi, dan pasca transplantasi organ atau bone marrow. Pada pasien HIV, terapi dilanjutkan hingga seluruh krusta hilang untuk mengurangi risiko relaps; dane. Pasien dengan dermatitis atopik beratObat antiviral yang dapat diberikan adalah asiklovir atau modifikasinya, seperti valasiklovir, famsiklovir, pensiklovir. Obat antiviral terbukti efektif bila diberikan pada tiga hari pertama sejak munculnya lesi, efektivitas pemberian di atas 3 hari sejauh ini belum diketahui.Untuk pengobatan topikal, pada lesi vesikular dapat diberikan bedak kalamin atau phenol-zinc untuk pencegahan pecahnya vesikel. Bila vesikel sudah pecah dapat diberikan antibiotik topical untuk mencegah infeksi sekunder. Bila lesi bersifat erosif dan basah dapat dilakukan kompres terbuka.Sebagai edukasi pasien diingatkan untuk menjaga kebersihan lesi agar tidak terjadi infeksi sekunder. Edukasi larangan menggaruk karena garukan dapat menyebabkan lesi lebih sulit untuk sembuh atau terbentuk skar jaringan parut, serta berisiko terjadi infeksi sekunder. Selanjutnya pasien tetap dianjurkan mandi, mandi dapat meredakan gatal. Untuk mengurangi gatal dapat pula menggunakan losio kalamin. Untuk menjaga lesi dari kontak dengan pakaian dapat digunakan dressing yang steril, non-oklusif, dan non-adherent.

II. HIPERTENSI URGENSIA. DEFINISITerdapat perbedaan beberapa penulis mengenai terminologi peningkatan darah secara akut. Terminologi yang paing sering dipakai adalah: 1. Hipertensi emergensi (darurat), yaitu peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ terget. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat obatan anti hipertensi intravena. 2. Hipertensi urgensi (mendesak), yaitu peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat obatan anti hipertensi oral.Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain: 1. Hipertensi refrakter: respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.2. Hipertensi akselerasi: peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.3. Hipertensi maligna: penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik > 120 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peninggian tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapatkan pengobatan. Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya mempunyai tekanan darah normal. 4. Hipertensi ensefalopati: kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang hebat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan.B. MEKANISME AUTOREGULASI Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontraksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah orak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60 70 mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop. Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih inggi.Straagaard pada penelitiaanya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13 penderita hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan 73 mmHg pada orang normotensi. Penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantara group normotensi dan hipetensi tanpa pengobatan. Orang dengan hipertensi terkontrol cenderung menggeser autoregulasi ke arah normal.Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi, diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira kira 25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP sebanyak 20 25% dalam beberapa menit atau jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15 30 menit dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan darah 25% dalam 2 3 jam. Untuk pasien dengan infak serebri akut ataupun perdarahn intrakranial, penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6 12 jam) dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170 180/100 mmHg.C. PENDEKATAN DIAGNOSIS Kemampuan membedaan antara hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat dilakukan dengan cepat dan segera agar dalam penatalaksaan tidak terlambat yang berakibat peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pasien.Catatan riwayat penyakit harus dilaporan untuk mengetahui kegawatan hipertensi, obat obatan yang diminum terakhir baik yang diresepkan oleh dokter maupun tidak terutama obat obatan monoamine oxidase inhibitors, kokain, amfetamin dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda tanda neurologik harus diperiksa seperti sakit kepala dan kejang.Pemeriksaan laboratorium seperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin dan urinalisa harus disertakan pada pasien hipertensi krisis. Foto thorax, EKG dan CT-scan kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan neurologis. Pada keadaan gagal jantun kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan. Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi:

D. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI URGENSI a. Penatalaksanaan Umum Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak membutukan obat-obatan parenteral. Pemberan obat-obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal (Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%). Pada fase awal goal standar penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg. Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral mauun oral bukan tanpa resiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan mengalamihipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.b. Obat obatan spesifik untuk hipertensi urgensi Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dengan onset mulai 15 30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50 100 mg setelah 90 120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis pada arteri renal bilateral). Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering digunakan pada psien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random terhadap penggunaan nicardipin atau plasebo. Nicardipin memiliki efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan plasebo yang mencapai 22% (P=0,002). Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala. Labetolol adalah gabungan antara 1 dan -adrenergic blocking dan memiliki waktu kerja mulai antara 1 2 jam. Dalam penelitian labetolol memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap group ada yang diberikan dosis 100, 200 dan 300 mg secara oral dan menghasilkan penurunan tekan darah sistolik dan diastolik secara signifikan. Secara umum labetolol dapat diberikan mulai dari dosi 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3 4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala. Clonidin adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (2-adrenergic receptor agonist) yang memiliki onset kerja antara 15 30 menit dan puncaknya antara 2 4 jam. Doasi awal bisa diberikan 0,1 0,2 mg kemudian berikan 0,05 0,1 setiap jam sampai tercapainya tekanan darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. efek samping yang sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik. Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak kerja antara 10 20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi kerana dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diperidisikan sehingga berhungan dengan kejadian strok. Pada tahun 1995 National Heart, Lung, and Blood Institute meninjau kembali bukti keamanan tentang penggunaan obat golongan Ca channel blocker terutama nifedipine kerja cepat harus digunakan secara hati-hati terutama pada penggunaan dosis besar untuk terapi hipertensi.