identitas

60
BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : An. S No. CM : 076328 Tempat & tanggal lahir : Jawa, 18 Maret 2014 Usia : 1 tahun / 12 bulan Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Susukan 1 /1 Delik Tuntang Kabupaten Semarang Suku bangsa : Jawa/ Indonesia Agama : Islam Tanggal masuk RS: 17 Maret 2015 Ruang Rawat : Dahlia – 214 IDENTITAS ORANG TUA Data Orang Tua Ayah Ibu Nama Tn. I Ny. D Usia 25 tahun 23 tahun Perkawinan ke Pertama Pertama Usia saat menikah 24 22 Pendidikan SMA SMP Pekerjaan Karyawan Swasta Ibu rumah tangga Agama Islam Islam Suku Bangsa Jawa Jawa Data Dasar Alloanamnesis tanggal 18 Maret 2015 Pukul 17.45 WIB Keluhan Utama : Batuk

Upload: bungagobe

Post on 15-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. S

No. CM : 076328

Tempat & tanggal lahir : Jawa, 18 Maret 2014

Usia : 1 tahun / 12 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Susukan 1 /1 Delik Tuntang Kabupaten Semarang

Suku bangsa : Jawa/ Indonesia

Agama : Islam

Tanggal masuk RS : 17 Maret 2015

Ruang Rawat : Dahlia – 214

IDENTITAS ORANG TUA

Data Orang Tua Ayah Ibu

Nama Tn. I Ny. D

Usia 25 tahun 23 tahun

Perkawinan ke Pertama Pertama

Usia saat menikah 24 22

Pendidikan SMA SMP

Pekerjaan Karyawan Swasta Ibu rumah tangga

Agama Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa

Data Dasar

Alloanamnesis tanggal 18 Maret 2015 Pukul 17.45 WIB

Keluhan Utama : Batuk

Riwayat Penyakit Sekarang

3 hari yang lalu, orang tua pasien mngeluhkan bahwa anaknya batuk terus – menerus.

Batuk berdahak berwarna putih. Batuk sepanjang hari, baik pagi, siang, sore, ataupun

malam hari. Batuk lebih dari 5 kali sehari. Pasien batuk namun tidak disertai pilek. Pasien

tidak mengalami mual serta tidak muntah. Buang air kecil jumlahnya sedikit, berwarna

kuning jernih dan berbau khas. Pasien juga mengalami penurunan napsu makan dan

minum.

2 hari yang lalu, orang tua pasien juga mengatakan batuk pada pasien disertai sesak.

Sesak dikeluhkan orang tua pasien timbull secara tiba – tiba dan semakin memberat.

Sesak tidak berhubungan dengan aktifitas. Keluhan sesak napas tidak disertai dengan

adanya suara sesak bunyi ( mengi ) dan mengorok, serta tidak ada kebiruan pada ujung

jari maupun sekitar mulut.

2 hari sebelum, pasien juga mengalami demam. Demam dikeluhkan timbul mendadak

dan naik turun yang dirasa orang tua pasien cukup tinggi, siang sama dengan malam

namun orang tua pasien tidak mengukur suhu pasien. Panas badan tidak disertai kejang.

Tidak ada keringat pada malam hari maupun penurunan kesadaran. Buang air besar tidak

ada keluhan, buang air kecil masih sedikit jumlahnya.

1 hari sebelum masuk rumah sakit, orang tua pasien membawa pasien ke Puskesmas

untuk berobat. Setelah itu pasien mendapatkan obat puyer dan sirup namun keluhan tidak

membaik. Di Puskesmas, dokter mengtakan bahwa pasien mengalami infeksi pada paru

dan gizi kurang baik, lalu dokter menyarankan untuk meneruskan pemeriksaan dan

pengobatan di Rumah Sakit.

Pasien datang ke RSUD Ambarawa karena rujukan dari Puskesmas dengan suspek

bronkopneumoni dan gizi buruk. Pada saat di IGD, orang tua pasien mengeluhkan bahwa

batuk dan sesak pada pasien semakin memberat sehingga pasien kesulitan untuk tidur.

Ibu pasien mengatakan tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit batuk –

batuk lama dan sesak napas.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini

- Riwayat Kejang : Disangkal

- Riwayat Trauma : Disangkal

- Riwayat Alergi : Disangkal

- Riwayat Asma : Disangkal

- Riwayat Operasi : Disangkal

- Riwayat Batuk Lama : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayat Pengobatan TB : Disangkal

Riwayat Batuk Lama : Disangkal

Riwayat Pengobatan

Sudah ke berobat ke dokter namun tidak ada perbaikan

Riwayat Kehamilan dan persalinan

P1 A0, lahir spontan oleh bidan usia kehamilan 39 minggu, BB lahir 3000 gr PB: 48

cm, langsung menangis kuat.

Riwayat Imunisasi

Hepatitis B : (+) umur 0 hari

BCG : (+) umur 2 bulan

Polio : (+) umur 0 hari, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

DPT : (+) umur 3 bulan, 5 bulan, 7 bulan

Campak : (+) umur 9 bulan

Kepandaian dan Kemajuan Bayi

Membalik : 4 bulan

Tengkurap : 4 bulan

Duduk : 8 bulan

Merangkak : 11 bulan

Berdiri : belum bisa

Berjalan : belum bisa

Tertawa : 4 bulan

Berceloteh : belum bisa

Memanggil mama : belum bisa

Memanggil papa : belum bisa

Anamnesis Makanan Terperinci Sejak Bayi Sampai Sekarang

ASI : lahir - 12 bulan

PASI : 4 bulan - 12 bulan

Bubur susu : 4 bulan - 12 bulan

Bubur saring : 8 bulan - 12 bulan

Bubur halus : 8 bulan - 12 bulan

Nasi lembek : 12 bulan

Riwayat Kebiasaan:

Pasien mempunyai 1 botol susu yang di cuci setiap akan diberikan susu formula

àbotol susu tidak direbus dan botol susu diletakkan telungkup di atas meja

Sumber air berasal dari air ledeng, dan dimasak hingga mendidih sebelum di

minum dan diletakkan di penampungan air minum

Sebelum memberikan susu kepada anak à ibu tidak mencuci tangan

Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan

Penderita tinggal bersama ayah dan dan ibunya, serta bude dan pak de nya yang

memiliki 2 orang anak di rumah yang beratap genteng, berdinding tembok bata

dengan tambalan semen, lantai semen. Namun atas rumah pasien ( sebalah

kanan dan kiri nya ada yang tidak tertutup dengan baik sehingga udara luar

dapat langsung masuk ke dalam rumah.

Rumah pasien terdiri dari 2 kamar tidur, ruang tamu ( ruang keluarga ), dapur,

kamar mandi, dan satu ruangan untuk menjemur atau menyimpan baju.

Terdiri dari 2 kamar tidur. Kamar pertama terletak di depan dekat ruang tamu,

kamar pertama ditempati keluarga kakak nya bersaa 2 oranag anaknya. Pasien

dan keluarg amenempati kamar kedua yang berada di samping kamar pertma.

Rumah tersebut kurang memiliki ventlasi yang baik, tidak ada jendela. Hanya

ada pintu depan dan samping saja. Sumber air minum dari air isi ulang, sumber

penerangan listrik berasal dari PLN. Penanganan sampah dibuang di tempat

pembuangan sampah.

Paman pasien memeiliki kebiasaan merokok di dalam rumah. Sedaangkan ayah

pasien tidak merokok.

Genogram

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: terlihat kurus, tampak lemas, kurang aktif, sedikit rewel, terlihat nafas

cuping hidung

Kesadaran : CM

Tanda vital N : 104 x/menit, regular, isi cukup

RR : 38 x/menit, regular, retraksi (-)

S : 37,8° C

BB : 6,5 kg; PB : 72 cm LiLA : 11 cm LK : 44 cm LD : 43 cm

Status Gizi

BB/U = < percentile 5 à gizi buruk

PB/U = percentile 25 à pendek Gizi Buruk

BB/PB = < percentil 5 à kurus

Kesan status gizi : gizi buruk

Kepala : Bentuk mesocephal, rambut tipis kemerahan , tidak mudah dicabut, UUB

menutup

Mata : Konjungtiva anemis +/+ , sklera tidak ikterik, refleks kornea

kesan normal, refleks cahaya normal, lensa jernih, pupil bulat

isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, mata cekung +/+, bitot spot -/-, ulkus

kornea -/-, corneal scar -/-

Telinga : tidak ada sekret

Hidung : Tidak dijumpai deviasi septum, pernafasan cuping hidung +, tidak dijumpai

adanya sekret

Mulut : Sianosis tidak ada, selaput mulut basah,

Tonsil T1 - T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

Leher : tidak ada pembesaran KGB

Toraks : Bentuk simetris, ruang interkostal tidak melebar, tidak ada

retraksi

Jantung : Denyut jantung 104 x/menit, teratur, bunyi jantung I dan II

normal, tidak terdengar adanya bising

Paru

ANTERIOR POSTERIOR

KIRI KANAN KIRI KANAN

Inspeksi Pergerakan pernafasan simetris

Pergerakan pernafasan simetris

Pergerakan pernafasan simetris

Pergerakan pernafasan simetris

Palpasi Fremitus taktil = kanan

Fremitus taktil = kiri

Fremitus taktil = kanan

Fremitus taktil = kiri

Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi Vesikuler

Ronkhi (+)

Wheezing (-)

Vesikuler

Ronkhi (+)

Wheezing (-)

Vesikuler

Ronkhi (+)

Wheezing (-)

Vesikuler

Ronkhi (+)

Wheezing (-)

Abdomen : Bentuk datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak

teraba

Genitalia : Perempuan, tidak dijumpai adanya kelainan

Anggota gerak : Akral hangat, Capillary Refill Time ≤ 2”, kekuatan otot normal,

refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, tidak

dijumpai edema, baggy pants +/+, turgor kembali lambat

Diagnosis Sementara

1. Bronkopneumoni

2. Gizi buruk

Hasil Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap ( 18 Maret 2015 )

Hb : 11.5 g/dL

Leukosit : 9.4 ribu

Eritrosit : 4.45 juta

Ht : 34.5 %

Trombosit : 309.000/mm3

MCV : 77.8 mikro m3

MCH : 25.8 pg

MCHC : 33.2 %

RDW : 13,6 %

MPV : 6.8

Limfosit : 5.5

Monosit : 0.4

Eosinofil : 0.0

Basofil : 0.1

Neutrofil : 3.4

Limfosit% : 58.0

Monosit%: 4.5

Eosinofil%: 0.5

Basofil%:0.8

Neutrofil%: 36.2

PCT : 0.211

PDW : 12.7

Laju Endap Darah

• LED 1 : 26 mm/jam

• LED 2 : 60 mm/jam

• Gula Darah Sewaktu : 141

Gamabaran Radiologis

Kesan : pneumonia

I.2.6. Assesment

1. Penumonia

2. Gizi buruk

I.2.7. Penatalaksanaan

Non medikamentosa

Tirah baring F75 12x50 cc ( sonde NGT )

Medikamentosa

Infus KAEN 3B 500 cc/2jam à 7 tpm makro O2 Kanul nasal 2lpm Cetirizin 1x2 mg Ceftriaxone 2x250 mg Procaterol 2 x 1.7 cc Paracetamol 4 x ¾ cth Vitamin A 100.000

Edukasi

Jauhi dari paparan asap rokok dan debu.

Usahakan ventilasi udara di rumah bersirkulasi dengan baik.

Menganjurkan ibunya untuk tetap menjaga keseimbangan nutrisi anaknya dengan cara memberi makanan yang sehat dan bergizi

Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi Memberitahu tentang perjalanan penyakit kepada orang tua Memberi tahu komplikasi yang mungkin terjadi

I.2.9. Follow up

Tanggal Subject Object Assessment Planning

17-03-2015

Pasien mengeluh demam, batuk, pilek serta bab dbn , nappsu makan menurun

Ku: tampak rewel/CM

N:124x/m RR: 24x/m T: 37 C

K/L:CA+/+, SI -/-

Thorax :

cor s1 s2 reg, pulmo rhonki +/+

Abdomen: supel, bu +, NT (-)

Ekstremitas: akral hangat, crt <2”, turgor kembali lambat

Pneumonia

Gizi buruk

Infus KAEN 3B 500 cc/2jam

O2 Kanul nasal 2lpm

Cetirizin 1x2 mg

Ceftriaxone 2x250 mg

Procaterol 2 x 1.7 cc

Paracetamol 4 x ¾ cth

Tanggal Subject Object Assessment Planning

18-03-2015

Batuk (+), makan dan minum sedikit

Ku: tampak rewel/CM

N:120x/m RR: 24x/m T: 37,2 C

K/L:CA-/-, SI -/-

Thorax :

cor s1 s2 reg,

Bronkopneumonia

Gizi buruk

Infus KAEN 3B 500 cc

O2 Kanul nasal 2lpm

Cetirizin 1x2 mg

Ceftriaxone 2x250 mg

Procaterol 2

pulmo rhonki +/+

Abdomen: supel, bu +, NT (-)

Ekstremitas: akral hangat, crt <2”, turgor kembali cepat

x 1.7 cc Paracetamol

4 x ¾ cth Vitamin A

100.000 F75 12x50

cc

Tanggal Subject Object Assessment Planning

19-02-2015

Batuk sudah berkurang pilek (+), sulit makan

Ku: tampak rewel/CM

N:108x/m RR: 24x/m T: 37 C

K/L:CA-/-, SI -/-

Thorax :

cor s1 s2 reg, pulmo rhonki +/+

Abdomen: supel, bu +, NT (-)

Ekstremitas: akral hangat, crt <2”, turgor kembali cepat

Bronkopneumonia

Diare akut

Infus KAEN 3B 500 cc/2jam

O2 Kanul nasal 2lpm

Cetirizin 1x2 mg

Ceftriaxone 2x250 mg

Procaterol 2 x 1.7 cc

Paracetamol 4 x ¾ cth

Vitamin A 100.000

F75 12x50 cc

Tanggal Subject Object Assessment Planning

20-03-2015

Batuk berkurang

Demam -

Ku: tampak rewel/CM

N:124x/m RR: 24x/m T: 37 C

Pneumonia

Gizi buruk

Acc pulang

K/L:CA-/-, SI -/-

Thorax :

cor s1 s2 reg, pulmo rhonki -/-

Abdomen: supel, bu +, NT (-)

Ekstremitas: akral hangat, crt <2”, turgor kembali cepat

PENDAHULUAN

Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia lobularis.

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia biasanya

disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode yang serius disebabkan oleh

bakteria. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau

gambaran foto dada. Dalam program penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia

diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan

pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing

derajat penyakit.

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak

di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

anak berusia di bawah lima tahun. Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai

dengan distribusi umur pasien.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia lobularis.

Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian

distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus

alveolaris dan alveoli.

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Kebanyakan kasus

pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi

seperti aspirasi makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan lipoid dan

pnemonitis akibat obat. Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobus

atau lobularis, alveoler atau interstisial

II. Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak

di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

anak berusia di bawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh

dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian

besar terjadi di afrika dan asia tenggara. Menurt survei kesehatan nasional tahun 2001, 27%

kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem

respiratorius, terutama pneumonia.

Insidensi pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100

anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia

menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada balita di negara berkembang.

Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur

pasien. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri.

Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus

pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta

kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.

III. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi lesi di paru

- pneumonia lobaris

- pneumonia interstisial

- bronkopneumonia

Berdasarkan asal infeksi

- di dapat dari masyarakat

- di dapat dari rumah sakit

Berdasarkan etiologi penyebab

- pneumonia bakteri

- pneumonia virus

- pneumonia mikoplasma

- pneumonia jamur

Berdasarkan karakteristik penyakit

- pneumonia tipikal

- pneumonia atipikal

Berdasarkan lama penyakit

- pneumonia akut

- pneumonia persisten

IV. Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan

kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi

pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi streptococcus group

B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, pseudomonas atau klebsiella. Pada bayi yang

lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi streptococcus

pneumonia, haemophillus influenzae tipe B dan staphylococcus aureus. Sedangkan pada

anak yang lenih bedar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi

mycoplasma pneumoniae.

Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping

bakteri. Virus yang terbanyak ditemukan adalah respiratory syncytial virus, rino virus dan

virus para influenza.

Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi bergantung pada :

- usia

- status imunologis

- kondisi lingkungan

- status imunisasi

- faktor penjamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila

dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya

bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru

(bronkopneumonia)

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di Negara maju :

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari

Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

citomegalovirus

Herper simpleks virus

3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri

Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B

Virus Moraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza virus Ureaplasma urealyticum

Parainfluenza 1,2,3 Virus

respiratory syncytial virus Cytomegalovirus

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus Neisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza virus

Parainfluenza virus

respiratory syncytial virus

5 tahun – remaja Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr virus

Influenza virus

Parainfluenza Rinovirus

Varisela zoster

Rino virus

respiratory syncytial virus

V. Patogenesis

Pneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam saluran

penafasan bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan hematogen.

Dalam keadaan normal saluran nafas mulai dari trakea ke bawah berada dalam

keadaan steril dengan adanya mekanisme pertahanan paru-paru seperti refleks epiglotis

yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi, refleks batuk, pergerakan sel silia,

sekret mukus, sel fagositik dan sistem limfatik. Infeksi paru terjadi apabila mekanisme ini

terganggu atau mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan virulensi.

Saluran napas bawah dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan

mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang

membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan

bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain.

Biasanya bakteri penyebab terhirup ke paru-paru melalui saluran nafas, mikroorganisme

tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung

pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast

juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan

permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan

alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang

harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah

paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat

dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.

Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit

dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada

stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah

sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi

daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah

yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena

berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak

lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali ke strukturnya semula.

VI. Manifestasi klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga

sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam jiwa dan mungkin terdapat

komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah

inmaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis

yang tidak khas terutama pada bayi.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya

infeksi, tetapi secra umum adalah sebagai berikut:

Gambaran infeksi umum :

Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan

gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare.

Gambaran gangguan respiratorius:

Batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, merintih, sianosis.

VII. Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan

pernapasan cuping hidung.

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus

selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps

paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan

napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

VIII. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.

Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan

lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan

seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :

Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi

dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlibat sebagai

lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu

tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa

bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai

dengan peningkatan corakan peribronkial.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit

dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit

normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan) dan

bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan neutrofil yang predominan.

Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri serta peningkatan LED. Analisa

gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi

asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat

invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

IX. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :

1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

Kriteria takipneu menurut WHO :

Anak umur < 2bulan : ≥ 60 x/menit

Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 x/menit

Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit

Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit

2. Panas badan

3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

4. Foto thorax

Menunjukkan gambaran infiltrat difus

5. Leukositosis :

Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri

15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan.

Kadar leukosit berdasarkan umur:

Anak umur 1 bulan : 5000 - 19500

Anak umur 1-3 tahun : 6000 - 17500

Anak umur 4-7 tahun : 5500 - 15500

Anak umur 8-13 tahun : 4500 – 13500

Pedoman diagnosis dan tatalaksana sederhana berdasarkan WHO :

Bayi berusia di bawah 2 bulan

Pneumonia

Bila ada napas cepat (> 60 x/menit) atau sesak napas

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

Tidak ada napas cepat atau sesak napas

Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

Bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun

Pneumonia sangat berat

Bila ada sesak napas, sianosis sentral dan tidak sanggup minum

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia berat

Bila ada sesak napas, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia ringan

Bila tidak ada sesak napas

Ada napas cepat dengan laju napas

Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

Bukan pneumonia

Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

Tidak perlu dirawat dan antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis.

Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak mau minum, kejang,

kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk.

Tanda bahaya untuk bayi usia < 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.

X. Diagnosis banding

Bronkiolitis

Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun

Hiperinflasi dinding dada

Ekspirasi memanjang

Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai

Tidak ada respon dengan bronkodilator

Aspirasi pneumonia

Riwayat tiba-tiba tersedak

Stridor atau distres pernafasan tiba-tiba

Wheeze atau suara pernafasan menurun yang bersifat fokal

Tb paru primer

Riwayat kontak dengan pasien TB dewasa positif

Uji tuberkulin positif (>10mm, pada keadaan imunosupresi > 5mm)

Penurunan berat badan

Demam (>2minggu) tanpa sebab yang jelas

Batuk kronis > 3 minggu

Pembesaran KGB

XI. Penatalaksanaan

a. Penatalaksaan umum

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai sesak nafas hilang atau PaO2

pada analisis gas darah ≥ 60 torr

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

b. Penatalaksanaan khusus

mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72

jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi.

Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis

Antibiotik :

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)

menurut kelompok usia.

1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin-asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

- sefalosporin generasi ke-3

2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin)

3. Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima

obat peroral atau termasuk dalam derajat pneumonia berat. Antibiotik intravena

yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol, ceftriaxone, dan cefotaxim.

Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah

mendapat antibiotik intra vena.

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

2. Berat ringan penyakit

3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Nutrisi

Pada anak dengan distres pernafasan berat, pemberian makanan peroral harus dihindari.

Makanan dapat dberikan lewat NGT atau intravena. Jika memang dibutuhkan sebaiknya

menggunakan ukuran yang terkecil.

Perlu dilakukan pemantauan cairan agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada

pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.

# Kriteria rawat inap:

bayi

1. saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis

2. frekuensi nafas > 60 x/ menit

3. distres pernafasan, apneu intermiten

4. tidak mau minum atau menetek

5. keluarga tidak bisa merawat dirumah

anak

1. saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis

2. frekuensi nafas > 50 x/ menit

3. distres pernafasan

4. terdapat tanda dehidrasi

5. keluarga tidak bisa merawat dirumah

# Kriteria pulang:

- gejala dan tanda pneumonia menghilang

- asupan peroral adekuat

- pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah

- keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

- kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.

XII. Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga

thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan

hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang

dari penyebaran infeksi hematologi.

XIII. Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada

anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk

pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat

dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat

gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya

tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-

sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan

dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

XIV. Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan

penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya

bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan

daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,

makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin

berolahraga, dll.

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara

lain:

Vaksinasi Pneumokokus

Vaksinasi H. Influenza

Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah

Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

GIZI BURUK

Gizi buruk didefinisikan sebagai terdapatnya edema pada kedua kaki atau adanya

severe wasting dengan status gizi BB/TB < 70% atau <-3 SD ataupun gejala klinis gizi buruk

lainnya seperti kwashiorkor, marasmus, kwashiorkor-marasmus.4,5,6

Berdasarkan pedoman pelayanan anaki gizi buruk, gizi buruk adalah keadaan gizi

anak yang ditandai dengan satu atau lebih tanda berikut:

a. Sangat kurus

b. Edema, minimal pada kedua punggung kaki

c. BB/PB atau BB/TB < -3 SD

d. LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan)

Klasifikasi

Kwashiorkor

Pada kwashiorkor terjadi inadekuat protein dengan kandungan kalori yang

dapat hampir normal.5 Kwashiorkor yang klasik, terjadi gangguan metabolik dan

perubahan sel yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Pada penderita

defisiensi protein tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena

persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya.2,3,5

Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam

amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Dengan diet yang cukup karbohidrat,

maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum

yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya kadar

asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh

hepar, sehingga kemudian akan timbul edema. 2,3,5

Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta

sehinggaa transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya

terjadi akumulasi lemak dalam hepar.5

Etiologi

1. Intake kurang

2. Diare kronik

3. Malabsorpsi protein

4. Hilangnya protein melalui urine

5. Infeksi menahun

6. Luka bakar

7. Penyakit hati6,7

Gambaran Klinis

1. Rambu jarang, berwarna kemerahan, mudah dicabut.

2. Mata sembab, moon facies.

3. Tampak apatis

4. Anoreksia

5. Anemia

6. Hilangnya lemak subkutis

7. Hepatomegali

8. Edema tungkai

9. Crazy paving scaly skin

10. Ulkus luka yang tidak sembuh

Marasmus

Pada marasmus terjadinya inadekuat dari protein dan kalori.5 Disini terjadi

pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak

dibawah kulit. Pada mulanya kelainan tersebut merupakan proses fisiologis. Dalam

menjaga kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi

oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga

cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.9,10,11

Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi

kebutuhan energi, akan tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit

esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu

pada marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal,

sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.8,12

Etiologi

1. Kesalahan pemberian makan

2. Penyakit metabolik

3. Kelainan kongenital atau organ tubuh

4. Infeksi kronis6

Gejala Klinis

1. Kurus kering

2. Rewel, cengeng

3. Penakut, apatik

4. Nafsu makan menghilang

5. Gagal tumbuh kembang

6. Berat badan menurun

7. Jaringan subkuntan menghilang

8. Turgor jelek

9. Kulit keriput

10. Jaringan Llemak pipi menghilang à wajah seperti orang tua

11. Vena superfisialis nyata

12. Fontanella cekung

13. Tulang pipi & dagu menonjol

14. Mata lebih besar dan cekung

15. Perut membuncit

16. Atrofi otot à Hipotonia

17. Edema tungkai ringan

18. Suhu tubuh subnormal

19. Nadi lambat

20. Metabolisme basal menurun à ujung tangan dan kaki dingin6,7

Penyakit Penyerta

a. Enteritis

b. Infeksi cacing

c. Tuberkulosis

d. Defisiensi vitamin A6,7

Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri, anak

didiagnosis gizi buruk apabila :4,10,11

• BB/TB < -3 SD atau < 70% dari median (marasmus)

• Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor : BB/TB > -3

SD atau marasmik kwashiorkor : BB/TB < -3 SD

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur dapat menggunakan tanda klinis berupa anak

tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah

kulit terutama pada bahu, lengan, pantat, dan paha; tulang iga terlihat jelas, dengan atau

tanpa adanya edema.4

ANAMNESA

Anamnesis awal (untuk kedaruratan) : 4

• Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

• Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare

(encer/darah/lendir)

• Kapan terakhir berkemih

• Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin

Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi/dan

atau syok serta harus segera diatasi.4

Anamnesa untuk mencari penyebab dan rencana tata laksana selanjutnya (dilakukan

setelah kedaruratan ditangani) :4,7,8,10

• Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit

• Riwayat Pemberian ASI

• Asupan makanan dan minuman yg dikonsumsi beberapa hari terakhir

• Hilangnya nafsu makan

• Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru

• Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir

• Batuk kronik

• Berat dan badan lahir

• Riwayat tumbuh dan kembang;

• Riwayat Imunisasi

• Apakah ditimbang setiap bulan

• Lingkungan keluarga (sosial dan ekonomi)

• Diketahui atau tersangka infeksi

PEMERIKSAAN FISIK

• Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB –PB

• Tanda dehirasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk

• Adakah tanda syok (tangan dingin, capilary refill time yang lambat, nadi lemah dan

cepat), kesadaran menurun.

• Demam (suhu aksilar ≥ 37.5 C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5 C)⁰ ⁰

• Frekuensi dan tipe pernapasan; pneumonia atau gagal jantung

• Sangat pucat

• Pembesaran hati dan ikterus

• Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites, atau adanya

suara seperti pukulan air (abdominal splash)

• Adakah tanda2 defisiensi vitamin A à konjungtiva atau kornea yang kering (bercak

bitot), ulkus kornea, keratomalasia

• Ulkus pada mulut

• Fokus infeksi : telinga, tenggorokan, paru, kulit

• Lesi kulit pada kwashiorkor : hipo/hiperpigmentasi, deskuamasi, ulserasi (kaki, paha,

genital, lipatan paha, blkg telinga)

• Lesi eksudatif (menyerupai luka bakar) à seringkali dengan infeksi sekunder,

jamur).8,9,10

Pemeriksaan Penunjang

Darah perifer lengkap, LED

Fungsi hati

Gula darah sewaktu

Elektrolit: K, Na, Cl

Foto thorax

Urinalisa

Analisa tinja ( atas indikasi )6

II.4. Penatalaksanaan7

Hipoglikemia

Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <3mmol/L

atau <54 mg/dl) sehinga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau 50 ml larutan glukosa

10% segera setelah masuk rumah sakit. Penatalaksaan segera:4

Segera beri F75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannnya memungkinkan,

Bila F75 tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa 10%

secara oral atau NGT,

Lanjutkan pemberian F75 setiap 2-3 jam, siang dan malam selama minimal 2 hari,

Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F75,

Jika anak tidak sadar(lethargi), berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus)

sebanyak 5ml/kgBB

Berikan antibiotik

Lakukan pemantauan kembali, apabila gula darah awal rendah ulangi pengukuran setelah 30

menit, bila didapatkan masih rendah ulangi pemberian larutan glukosa 10%. Bila disertai

dengan hipotermia lakukan tatalaksana hiptermia baru ulangi penilaian.4,8

Hipotermia

Hipotermia dinyatakan bila didapatkan suhu aksilar <35.5oC. Penatalaksanaan yang

dapat dilakukan:4

Segera beri makan F75 (jika perlu, lakukan rehidrasi terlebih dahulu),

Pastikan anak berpakaian (termasuk kepalanya), tutup dengan selimut, gunakan

penghangat bila perlu, attau lakukan metode kangguru,

Berikan antibiotik sesuai pedoman.

Ukur suhu aksilar setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5oC, jika menggunakan

pemanas periksa setiam setengah jam. Pastikan anak tetap tertutup pakaian atau selimut

terutama pada malam hari. Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia.

Dehidrasi

Sering terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan

mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk karena sulitnya menetukan

derajat dehidrasi yang tepat. Maka anak gizi buruk dengan diare cair, bila derajat dehidrasi

tidak jelas anggap sebagai dehidrasi ringan. Penatalaksanaan sebagai berikut:4

Jangan gunakan infus untuk rehidrasi kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok,

Beri ReSoMal secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibandingkan jika

melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.

o Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama

o Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 ml/kgBB/jam berselang seling dengan

F75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.

Selanutnya berikan F75 secara teratur setiap 2 jam,

Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia <1th: 50-100ml setiap

buang air besar; usia ≥1th: 100-200 ml setiap kali buang air besar

Cara membuat cairan ReSoMal

Terdiri dari :

Bubuk WHO-ORS: 1 sachet (200 ml)

Gula pasir: 10 gram

Larutan elektrolit/ mineral mix: 8 ml

Di tambah air sampai larutan menjadi 400 ml

Setiap 1 liter cairan ReSoMal ini mengandung 45 mEq Na, 40 mEq K dan 1,5 mEq Mg

(*) : bubuk WHO ORS untuk 1 liter mengandung 3,5 g NaCl, 2,9 g trisodium citrat dihidrat

1,5 g KCl dan 20 g glukosa

Cara membuat larutan elektrolit

(**) : larutan elektrolit/ mineral terdiri dari :

KCl: 89.5 gram

Tripotasium citrat 32.4 gram

MgCl2,6H2O 30.5 gram

Zn asetat 2H2O 3.3 gram

Tembaga sulfat. 5H2O 0.56 gram

Ditambah air sampai larutan menjadi 1000 ml

Cara membuat cairan pengganti ReSoMal (Modifikasi ReSoMal)

Bila larutan elektrolit/mineral, sebagai alternatif atau bahan pengganti ReSoMal dapat dibuat

larutan sebagai berikut :

Bubuk WHO-ORS 1 sachet

Gula pasir 10 gram

Bubuk KCl 0.8 gram

Ditambah air sampai larutan menjadi 400 ml

Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka diberikan makanan

yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat pula diberikan MgSO4 50% secara

intramuskular 1 x dengan dosis 0.3 ml/kg BB dengan maksimum 2 ml.4Pantau kemajuan

proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam selama 2 jam pertama,

kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan. Jika

ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi nafas meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi

15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah

1 jam.4,8

Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang

mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk perbaikannya, serta terdapat

kelebihan kadar natrium total dalam tubuh. Penatalaksanaan yang diberikan:4

Berikan kalium dan magnesium yang sudah terkandung di dalam larutan mineral mix

yang ditambahkan ke dalam F75, F100, atau ReSoMal,

Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

Infeksi

Pada gizi buruk gejala infiksi yang biasa ditemukan seperti demam seringkali tidak

ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Maka semua anak dengan gizi

buruk dianggap mengalami infeksi saat meraka datang ke rumah sakit dan segera tangani

dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia adalah tanda infeksi berat.

Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:4

Antibiotik spektrum luas

Vaksin campak pada anak berumur >6 bulan dan pada anak berumur >9 bulan jika

sudah mendapat vaksin sebelum berumur 9 bulan.

Defisiensi Zat Gizi Mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering

ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetai tunggu sampai anak mempunyai

nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya. Hal tersebut dilakukan karena

zat besi dapat memperparah infeksi.

Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:4,8

Multivitamin

Asam folat (5 mg pada hari pertama dan selanjutnya 1mg/hari)

Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)

Tembaga (0.3 Cu/kgBB/hari)

Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)

Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 dengan dosis: <6 bulan 50.000IU; 6-

12 bulan 100.000IU; 1-5 tahun 200.000IU.

Pemberian Makan Awal ( Initial Feeding)

Pada fase pemberian awal makanan formula harus hati-hati karena keadaan fisiologis

masih rapuh. Sifat pemberian makanan pada fase awal:4,8

Makanan dalam jumlah sedikit tetapi serig dan rendah osmolaritas maupun rendah

laktosa

Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral

Energi : 100 kkal/kgBB/hari

Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari

Cairan 130 ml/kgBB/hari ( bila edema berat 100ml/kgBB/hari)

Jika masih mendapat ASI lanjutkan, tetapi pastikan jumlah F75 yang ditentukan

terpenuhi yaitu:

Hari ke Frekuensi Volume/kgBB/pemberian Volume/kgBB/hari

1-2 Setiap 2 jam 11 ml 130 ml

3-5 Setiap 3 jam 16 ml 130 ml

6 dst Setiap 4 jam 22 ml 130 ml

Pantau dan catat setiap harinya:4

Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan

Muntah

Frekuensi defekasi dan konsistensi feses

Berat badan

Tumbuh Kejar

Tannda yang menunjukkan anak sudah memasuki fase ini adalah, kembalinya nafsu

makan dan edema yang minmal atau menghilang.

Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal ke formula tumbuh kejar:4,8

Ganti F75 dengan F100, beri F100 dengan jumlah yang sama dengan F75 selama 2

hari berurutan

Selanjutnya naikkan jumlah F100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian sampai anak

tidak mampu menghabiskan.

Setelah transisi bertahap, beri anak:

o Pemberian makan yang sering dengan jumlah yang tidak terbatas

o Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari

o Protein 4-6 g/kgBB/hari

Jika masih mendapat ASI lanjutkan tetapi pastikan mandapatkan F100 sesuai kebutuhan

karena gizi ASI tidak mencukupi untuk tumbuh kejar.

Tabel kebutuhan gizi berdasarkan fase:

Zat Gizi Stabilisasi Transisi Rehabilitasi

Energi 80-100 kkal/kgBB/hari 100-150 kkal/kgBB/hari 150-220 kkal/kgBB/hari

Protein 1-1.5 g/kgBB/hari 2-3 g/kgBB/hari 4-6 g/kgBB/hari

Cairan 130 ml/kgBB/hari

Atau 100 ml/kgBB/hari

Bila edema berat

150 ml/kgBB/hari 150-200 ml/kgBB/hari

Kemajuan terapi dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan. Maka

timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan serta hitung dan catat

kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari

Cara menghitung:4

1. Hitung kenaikan beratbadan dalam gram

2. Hitung kenaikan berat badan per harinya (dari kenaikan per 3 hari)

3. Bagilah hasil pada langkah 2 dengan berat rat-rata dala kilogram.

Penilaian yang diberikan adalah:4,8

Kurang (<5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap.

Sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin ada

infeksi yang tidak terdeteksi.

Baik (>10 g/kgBB/hari).

Kriteria Pemulangan6

Kriteria pemulangan anak gizi buruk dari ruang rawat inap: 4,8

Persiapan untuk tindak lanjut di rumah dapat dilakukan sejak anak dalam perawatan,

misalnya melibatkan ibu dalam kegiatan merawat anaknya. Kriteria sembuh bila BB/TB atau

BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis.

Anak dapat dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut :

1) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif

2) BB/PB atau BB/TB > -3 SD

3) Komplikasi sudah teratasi

4) Ibu telah mendapat konseling gizi

5) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut

6) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan dokter anak indonesia. 2010. Pedoman pelayanan medis jilid 1. jakarta : pengurus

pusat IDAI

2. Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatricia. Jogjakarta

3. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2005.Unpad: Bandung

4. Pedoman pelayanan kesehatan anak dirumah sakit. 2009. Jakarta : WHO indonesia

5. Rahajoe. NN, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi 1 cetakan Pertama IDAI

Jakarta h.350-365

6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman pelayanan anak gizi buruk.

Kementrian Kesehatan republic Indonesia: Jakarta.

7. Tim Adaptasi Indonesia. 2009 Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit

tingkat pertama di tingkat kabupaten/kota. WHO: Jakarta.

8. Pudjiadi, A.H. et al. ed. 2011. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia

jilid II. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta.

9. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. 2005.

Panduan pelayanan medis departemen ilmu kesehatan anak. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia: Jakarta.