identifikasi miskonsepsi siswa kelas vii i smp …digilib.unila.ac.id/23042/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9DAN 25 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2015/2016 PADA
MATERI PROSES PEROLEHAN NUTRISIDAN TRANSFORMASI ENERGI
PADA TUMBUHAN HIJAU
(Skripsi)
Oleh
MARINA ASNUSA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG2016
ii
ABSTRAK
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9DAN 25 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2015/2016 PADA
MATERI PROSES PEROLEHAN NUTRISIDAN TRANSFORMASI ENERGI
PADA TUMBUHAN HIJAU
Oleh
MARINA ASNUSA
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi yang terjadi pada
siswa dan faktor yang mempengaruhi miskonsepsi siswa. Sampel penelitian
adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung yang berjumlah
274 siswa yang dipilih secara random sampling. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes
tertulis dengan Certainty Of Respons Index (CRI) dan angket. Analisis data
dilakukan dengan teknik deskriptif untuk miskonsepsi siswa dan faktor yang
mempengaruhi miskonsepsi siswa, serta secara statik menggunakan rumus
persentase dan uji korelasi Pearson Product Moment.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemahaman konsep siswa kelas VIII
SMP Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung pada materi proses perolehan nutrisi dan
transformasi energi pada tumbuhan hijau, yang paling tinggi persentasenya
adalaha kategori “Miskonsepsi” sebesar 67,86±5,53. Dalam materi tersebut ada
tiga konsep yang terkait yaitu Fotosintesis, Respirasi, serta Fotosintesis dan
iii
Respirasi. Siswa yang mengalami miskonsepsi pada setiap konsep hampir sama,
yaitu pada konsep Fotosintesis yang masuk ke dalam kategori “Miskonsepsi”
sebesar 65,83±10,07. Pada konsep Respirasi siswa yang masuk ke dalam kategori
“Miskonsepsi” sebesar 69,94±6,88, dan pada konsep Fotosintesis dan Respirasi
siswa yang masuk ke dalam kategori “Miskonsepsi” sebesar 69,09±4,04.
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dipengaruhi oleh faktor minat belajar siswa.
Ditemukan korelasi dengan arah korelasi berlawan arah antara minat belajar
dengan miskonsepsi siswa, yaitu semakin rendah minat belajar siswa, maka
miskonsepsi siswa akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Ada tiga hal yang
mendukung bahwa siswa mengalami miskonsepsi, dikarenakan rendahnya minat
belajar siswa, yaitu siswa tidak memiliki sumber pustaka yang beragam, siswa
jarang belajar setiap akan memulai pelajaran, dan siswa jarang mengulang
pelajaran yang sudah diajarkan di rumah.
Kata Kunci : miskonsepsi, Certainty Of Respons Index (CRI), fotosintesis,respirasi
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9DAN 25 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2015/2016 PADA
MATERI PROSES PEROLEHAN NUTRISIDAN TRANSFORMASI ENERGI
PADA TUMBUHAN HIJAU
Oleh
MARINA ASNUSA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan BiologiJurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG2016
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25
Maret 1994, merupakan anak keenam dari enam
bersaudara, anak dari pasangan Bapak Agus Subekti
(Alm) dengan Ibu Nurmalia Samal. Penulis beralamat di
Jl. Aziz Cindar Bumi no. 22/33, Enggal Bandar
Lampung. Nomer telepon 089698941838.
Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1999 di TK Kartini Bandar
Lampung yang diselesaikan pada tahun 2000. Tahun 2000 penulis bersekolah di
SD Negeri 1 Palapa Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2006. Tahun
2006 diterima di SMP Negeri 25 Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2009.
Pada tahun 2009 penulis diterima di SMA Negeri 10 Bandar Lampung dan selesai
pada tahun 2012. Tahun 2012 penulis diterima di Universitas Lampung Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan MIPA Program Studi
Pendidikan Biologi melalui jalur Undangan.
Pada tahun 2015, penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di
SMP Negeri 2 Bandar Negeri Suoh dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di
Kabupaten Lampung Barat. Tahun 2016 peneliti melakukan penelitian di SMP
Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung untuk meraih gelar sarjana pendidikan (S.Pd.).
viii
Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji untuk Mu ya Rabb atas segala kemudahan,limpahan rahmad, rezeki, dan karunia yang Engkau berikan selama ini. Teriring doa,
rasa syukur dan segala kerendahan hati.
Dengan segala cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya ini untuk orang-orangyang akan selalu berharga dalam hidupku:
Ayah (Agus Subekti)(Alm) dan Ibu (Nurmalia Samal)
Sosok ayah dan ibu yang baik hati, peduli, pengertian dan bertanggung jawab sertamotivasiku untuk terus maju. Terimakasih untuk doa, ilmu, cinta dan kasih sayang yang
tiada terhingga untukku.
Kakak ( M.Romli, Novita, Yuliet Asnusa, Novani Asnusa, danSoraya Asnusa S.E)
Terimakasih untuk segala cinta, kasih sayang, motivasi, nasihat, dan segala bentukdukungan yang kakak berikan untukku.
ix
Motto
“Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkanbaginya jalan ke surga.”
(H.R. Muslim)
Honesty is the soul jewelry shine more than diamonds.( Berlian )
“With God we are all equally in size and equally same, but categorized by ourown” manner
(Albert Einsten)
“Masa depan tergantung pada apa yang kita lakukan hari ini”(Mahatma Gandhi)
” The formulas of a success are a work hard and never give up”(Marina Asnusa)
xi
SANWACANA
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA
FKIP Unila. Skripsi ini berjudul “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2015/2016 pada Materi Proses
Perolehan Nutrisi dan Transformasi Energi pada Tumbuhan Hijau”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan
dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung;
2. Dr. Caswita,M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung;
3. Berti Yolida, S.Pd, M.Pd.,selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi
yang telah memberikan bimbingan dan motivasi hingga skripsi ini dapat
selesai;
4. Dr. Tri Jalmo, M.Si., selaku Pembimbing 1 yang telah banyak meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, dan saran hingga
skripsi ini dapat selesai;
5. Rini Rita T. Marpaung, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing 2 sekaligus
Pembimbing Akademik yang telah telah banyak meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, motivasi, dan nasihat, hingga skripis ini dapat selesai;
xii
6. Dr. Arwin Surbakti M.Si., selaku Pembahas yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, saran perbaikan, dan motivasi yang sangat berharga hingga
skripis ini dapat selesai;
7. Siti Aisyah S.Pd, Agus Setia Budi, Endang Palupi., S.Pd, dan Marjanto, S.Pd.,
selaku guru mitra SMP Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung yang telah
memberikan izin dan bantuan selama penelitian serta motivasi yang berharga,
siswa-siswi kelas VIIIa,VIIIb,VIIIe dan VIIIg, SMP Negeri 9 Bandar Lampung
serta siswa-siswi kelas VIIIa,VIIId,VIIIe , VIIIg dan VIIIi SMP Negeri 25
Bandar Lampung atas kerjasama yang baik selama penelitian berlangsung;
8. Rekan-rekan Pendidikan Biologi 2012 terlebih rekan Kelas A,kakak dan adik
tingkat Pendidikan Biologi FKIP UNILA atas persahabatan dan keceriaannya;
9. Sahabat-sahabat terbaikku (Agnes Uthami S.Sos, Connyta Elvadola S.Pd,
Chatarina Lilia S.Pd, Dian Hartika S.Pd, Dwi Putri.L S.Ab, Desinta,Fitrija
Marvelya, Feisal Ramadhan, Lia Septya S.Pd, Maulida Mahartika S.Pd, M.
Zainul S.Pd, Nur Intan, dan Rizky Samty, A.) terima kasih untuk semangat,
dukungan, bantuan dan kebersamaan kita selama ini dalam susah dan senang;
10. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, 30 Juni 2016
Penulis
Marina Asnusa
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvii
DAFTAR CONTOH ......................................................................................... xviii
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang ....................................................................................... 1B. Rumusan Masalah .................................................................................. 6C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 7E. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 8F. Kerangka Pikir ....................................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKAA. Pemberlajaran IPA............................................................................. 12B. Konsep IPA........................................................................................ 18C. Miskonsepsi........................................................................................ 24D. Proses Perolehan Nutrisi dan Transformasi Energi pada
Tumbuhan Hijau ................................................................................. 31
III. METODE PENELITIANA. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 36B. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................ 36C. Desain Penelitian ................................................................................... 37D. Prosedur Penelitian …........................................................................... 38E. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data.................................... 40F. Teknik Analisis Data…......................................................................... 42
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian ................................................................................... 47B. Pembahasan ......................................................................................... 58
V. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan ............................................................................................. 77B. Saran .................................................................................................... 77
xiv
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 79
LAMPIRAN
1. Kisi-Kisi Indikator Instrumen Tes Benar-Salah Beralasan................. 852. Kisi-Kisi Instrumen Tes Benar-Salah Beralasan................................. 873. Lembar Soal Tes Benar-Salah Beralasan............................................ 924. Lembar Jawaban Tes Benar-Salah Beralasan..................................... 955. Kisi-Kisi Angket Siswa....................................................................... 986. Lembar Angket Siswa......................................................................... 997. Kisi-Kisi Angket Guru........................................................................ 1028. Lembar Angket Guru.......................................................................... 1039. Hasil Tes Identifikasi Miskonsepsi Siswa SMP Negeri 9
Bandar Lampung................................................................................ 10710. Hasil Tes Identifikasi Miskonsepsi Siswa SMP Negeri 25
Bandar Lampung................................................................................ 11211. Hasil Persentase Tes Identifikasi Per Siswa SMP Negeri 9 Bandar
Lampung............................................................................................ 11712. Hasil Persentase Tes Identifikasi Per Siswa Siswa SMP Negeri 25
Bandar Lampung ............................................................................... 12213. Hasil Persentase Tes Identifikasi Miskonsepsi dan Angket
Siswa SMP Negeri 9 Bandar Lampung............................................. 12914. Hasil Persentase Tes Identifikasi Miskonsepsi dan Angket
Siswa SMP Negeri 25 Bandar Lampung............................................ 13415. Hasil Angket Siswa SMP Negeri 9 Bandar Lampung........................ 14016. Hasil Angket Siswa SMP Negeri 25 Bandar Lampung...................... 14217. Data Analisis Korelasi Faktor yang Mempengaruhi
Miskonsepsi Siswa SMP Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung............ 14418. Hasil Angket Guru SMP Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung............. 14819. Rekap Jawaban Miskonsepsi Siswa SMP Negeri 9 dan
25 Bandar Lampung.......................................................................... 15020. Foto Penelitian................................................................................... 18621. Surat Keterangan Penelitian SMP Negeri 9 Bandar Lampung............. 19122. Surat Keterangan Penelitian SMP Negeri 25 Bandar Lampung............192
xviii
DAFTAR CONTOH
Contoh Halaman
1. Jawaban miskonsepsi yang dituliskan siswa pada konsep Fotosintesispada SMP Negeri 9 B.Lampung............................................................ 62
2. Jawaban miskonsepsi yang dituliskan siswa pada konsep Fotosintesispada SMP Negeri B.Lampung............................................................... 63
3. Jawaban miskonsepsi yang dituliskan siswa pada konsep Respirasipada SMP Negeri 9 B.Lampung............................................................ 65
4. Jawaban miskonsepsi yang dituliskan siswa pada konsep Fotosintesisdan Respirasi pada SMP Negeri 9 B.Lampung..................................... 66
5. Jawaban tidak tahu tahu konsep yang dituliskan siswa pada konsepFotosintesis pada SMP Negeri 9 B.Lampung....................................... 68
6. Jawaban paham konsep yang dituliskan siswa pada konsepFotosintesis pada SMP Negeri 9 B.Lampung........................................ 69
7. Jawaban miskonsepsi yang dituliskan siswa pada konsepFotosintesis pada SMP Negeri 25 B.Lampung..................................... 71
8. Jawaban miskonsepsi yang dituliskan siswa pada konsepFotosintesis pada SMP Negeri 25 B.Lampung............ ........................ 72
9. Jawaban miskonsepsi yang dituliskan siswa pada konsep RespirasiPada SMP Negeri 25 B.Lampung......................................................... 73
10. Jawaban miskonsepsi yang dituliskan siswa pada konsep Respirasipada SMP Negeri 25 B.Lampung......................................................... 74
11. Jawaban miskonsepsi yang dituliskan siswa pada konsep Fotosintesisdan Respirasi pada SMP Negeri 25 B.Lampung................................... 75
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan Kerangka Pikir............................................................................................. 11
2. Pernyataan dalam soal pada konsep Fotosintesis pada SMP Negeri 9B.Lampung.............................................................................................................. 62
3. Pernyataan dalam soal pada konsep Fotosintesis pada SMP Negeri 9B.Lampung.............................................................................................................. 63
4. Pernyataan dalam soal pada konsep Respirasi pada SMP Negeri 9B.Lampung.............................................................................................................. 64
5. Pernyataan dalam soal pada konsep Fotosintesis dan Respirasi pada SMPNegeri 9 B.Lampung............................................................................................... 66
6. Pernyataan dalam soal pada konsep Fotosintesis pada SMP Negeri 9B.Lampung.............................................................................................................. 67
7. Pernyataan dalam soal pada konsep Fotosintesis pada SMP Negeri 9B.Lampung.............................................................................................................. 69
8. Pernyataan dalam soal pada konsep Fotosintesis pada SMP Negeri 25B.Lampung.............................................................................................................. 71
9. Pernyataan dalam soal pada konsep Fotosintesis pada SMP Negeri 25B.Lampung.............................................................................................................. 72
10. Pernyataan dalam soal pada konsep Respirasi pada SMP Negeri 25B.Lampung.............................................................................................................. 73
11. Pernyataan dalam soal pada konsep Respirasi pada SMP Negeri 25B.Lampung.............................................................................................................. 74
12. Pernyataan dalam soal pada konsep Fotosintesis dan Respirasi pada SMPNegeri 25 B.Lampung............................................................................................. 75
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pengelompokan Derajat Pemahaman................................................... 23
2. Sebaran Sampel Penelitian................................................................... 37
3. Skala Tingkat Keyakinan Siswa dalam Menjawab Pernyataan .......... 43
4. Kategori Tingkatan Pemahaman Konsep ............................................ 44
5. Kategori Tingkatan Miskonsepsi......................................................... 45
6. Tingkat Hubungan Berdasarkan Interval Korelasi Sederhana............. 46
7. Tingkat Pemahaman Konsep Siswa per Konsep SMP Negeri 9dan 25 Bandar Lampung...................................................................... 48
8. Tingkat Pemahaman Konsep Siswa per Subkonsep SMP Negeri 9dan 25 Bandar Lampung..................................................................... 50
9. Tingkat Pemahaman Konsep Siswa per Konsep SMPNegeri 9 Bandar Lampung.................................................................. 51
10. Tingkat Pemahaman Konsep Siswa per Subkonsep SMPNegeri 9 Bandar Lampung................................................................... 52
11. Tingkat Pemahaman Konsep Siswa per Konsep SMPNegeri 25 Bandar Lampung................................................................ 53
12. Tingkat Pemahaman Konsep Siswa per Subkonsep SMPNegeri 25 Bandar Lampung................................................................ 54
13. Data Hasil Uji Korelasi Pearson antara Aspek yang dinilaidengan Miskonsepsi Siswa SMP Negeri 9 Bandar Lampung............. 55
14. Persentase Siswa dalam Angket SMP Negeri 9Bandar Lampung................................................................................. 56
xvi
15. Data Hasil Uji Korelasi Pearson antara Aspek yang dinilaidengan Miskonsepsi Siswa SMP Negeri 25 BandarLampung............................................................................................... 57
16. Persentase Siswa dalam Angket SMP Negeri 25 Bandar Lampung..... 58
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa.
Salah satu tujuan pembelajaran sains adalah agar siswa memahami konsep
(Dahar, 1989: 79). Tujuan pembelajaran IPA di SMP/MTs salah satunya
agar siswa memiliki kemampuan mengembangkan pemahaman tentang
berbagai macam gejala alam, konsep, dan prinsip IPA yang bermanfaat
dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga terjadi
peningkatan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan jenjang selanjutnya (BSNP, 2006: 377).
Kemampuan siswa dalam memahami konsep merupakan hal yang sangat
penting karena konsep merupakan landasan untuk berpikir (Dahar, 1989:
79). Menurut Bandura (dalam Hart, K.E. dan Kritsonis, W., 2006: 3)
bawah pemahaman konsep sangat penting dengan tujuan agar siswa dapat
mengingat konsep-konsep yang mereka pelajari lebih lama, sehingga
proses belajar akan menjadi lebih bermakna. Penguasaan konsep
merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti apa yang diajarkan,
menangkap makna apa yang dipelajari, memanfaatkan isi bahan yang
2
dipelajari, serta memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi
yang dipelajari (Nurjanah, dkk, 2012: 4).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap guru sains, Smith (dalam Kardi,
1997: 16) menekankan pentingnya pemahaman konsep-konsep essensial
sebagai faktor penentu untuk memahami sains. Dikatakan lebih lanjut
bahwa untuk mencapai tujuan tersebut guru perlu dibantu mengembangkan
pemahaman tentang teori yang lebih bersifat kontruktivis. Dari sudut
pandang teori belajar kontruktivis, guru tidak dapat begitu saja
memberikan pengetahuan kepada siswanya agar pengetahuan yang
diberikan kepadanya dapat bermakna, siswa sendirilah yang harus
memproses informasi yang diterima, menstrukturkannya kembali dan
mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya,
sehingga pengetahuan tersebut menjadi bagian integral dari struktur
kognitifnya, bermakna, bermanfaat dan dapat digunakan untuk
menyesuaikan diri dengan lebih baik lagi terhadap lingkungannya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Carey (1986: 1) yang menyatakan untuk
dapat menguasai konsep, siswa harus dapat menghubungkan materi yang
telah dibaca dari buku teks atau yang didengar dari penjelasan guru dengan
pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya.
Konsep dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu formasi konsep dan
asimilasi konsep menurut Ausubel, formasi konsep merupakan
pembentukan konsep-konsep sebelum anak mendapatkan pendidikan
formal melalui proses induksi.
3
Ketika siswa dihadapkan pada rangsangan lingkungan, siswa
mengabstraksi sifat-sifat atau atribut-atribut tertentu yang sama dari
berbagai stimulus. Pembentukan konsep merupakan bentuk belajar
penemuan, setidaknya dalam bentuk primitif yang melibatkan proses-
proses psikologi seperti analisis diskriminatif, abstraksi, deferensial,
pembentukan hipotesis, pengujian, dan generalisasi. Sedangkan, asimilasi
konsep bersifat deduktif didapat setelah memasuki pendidikan formal.
Siswa yang belajar akan menghubungkan atribut-atribut dengan gagasan
yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka (Dahar, 1989:
81).
Konsepsi siswa dapat berbeda dengan saintis. Konsepsi saintis pada
umumnya akan lebih canggih, lebih komplek, lebih rumit, melibatkan
lebih banyak hubungan antar konsep dari pada konsepsi siswa (Shen,
2013: 2). Kalau konsepsi siswa sama dengan konsepsi saintis yang
disederhanakan tidaklah dikatakan salah, tetapi jika konsepsi siswa
bertentangan dengan konsepsi saintis maka dikatakan siswa mengalami
miskonsepsi (Shen, 2013: 2).
Dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir miskonsepsi dalam Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) telah menjadi perhatian serius dalam dunia
pendidikan (Hewindati dan Suryanto, 2004: 61). Pada kenyataan di
lapangan banyak siswa hanya menghafal konsep-konsep sesuai dengan
yang ditulis dalam buku atau yang dijelaskan oleh guru tanpa memahami
maknanya (Suparno, 2005: 54). Hal ini yang menjadikan siswa mengalami
miskonsepsi.
4
Menurut Ross (dalam Juhri dan Kusmiyati, 2015: 2), bahwa miskonsepsi
adalah pemahaman yang berbeda yang tidak sesuai dengan penjelasan
ilmiah. Pembentukan konsepsi awal ini dapat dimulai ketika siswa
mendapatkan pengalaman pembelajaran di sekolah maupun
dilingkungannya sendiri. Miskonsepsi dapat terjadi ketika siswa sedang
berusaha membentuk pengetahuan dengan cara menerjemahkan
pengalaman baru dalam bentuk konsepsi awal (Gardner, 2009: 4).
Siswa yang mengalami miskonsepsi juga dapat dikarenakan oleh adanya
kesulitan siswa dalam memahami konsep (Suparno, 2005: 29). Kesulitan
tersebut dapat berasal dari istilah asing dalam biologi yang belum dapat
diterima dan dikuasai oleh siswa serta kerumitan dari suatu konsep
dikarenakan kompleksitas informasi atau ciri yang membentuk konsep
tersebut (Gardner, 2009: 4).
Menurut Suparno, secara garis besar ada lima penyebab terjadinya
miskonsepsi yaitu, peserta didik, guru, buku teks, dan metode pengajaran
yang digunakan oleh siswa dalam pembelajaran (Suparno, 2005: 29).
Menurut Setyadi (dalam Juhri dan Kusmiyati, 2015: 2) bahwa salah satu
faktor yang menyebabkan tingkat miskonsepsi masuk dalam kriteria tinggi
karena dalam benak siswa sudah terdapat konsep yang didasarkan pada
pengetahuan sebelumnya. Kerugian yang dialami siswa akibat miskonsepsi
dapat menghamabat siswa dalam memahami fenomena ilmiah dan
melakukan eksplanasi ilmiah. Jika siswa tidak menyadari terjadinya
miskonsepsi, akan terjadi kebinggungan dan inkoherensi pada diri siswa.
5
Pada akhirnya, bila tidak segera diperbaiki, miskonsepsi tersebut akan
menjadi hambatan bagi siswa pada proses pembelajaran(Murni. 2013: 206)
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Turki oleh Köse (2008: 283)
menyatakan bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada konsep
Fotosintesis, Respirasi pada Tumbuhan serta Makanan dan Nutrisi pada
Tumbuhan. Hasil penelitian Arnold dan Simpson (1982) menunjukkan
bahwa karena tidak memahami konsep-konsep tentang benda hidup, gas,
makanan dan energi, siswa mengalami miskonsepsi mengenai konsep
fotosintesis. Di Indonesia sendiri, sebuah studi menyatakan bahwa
beberapa siswa sering mengalami konsepsi yang cenderung salah pada
konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan (Cokadar, 2012: 82).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian yang
berjudul “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 dan 25
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 Pada Materi Proses
Perolehan Nutrisi dan Transformasi Energi Pada Tumbuhan Hijau”.
Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi masukan bagi
tenaga pendidik khususnya guru agar lebih cermat dan tepat dalam
melakukan pembelajaran IPA khususnya bidang Biologi di sekolah.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan
masalah secara umum dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana miskonsepsi siswa kelas VIII SMP Negeri 9 dan 25 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 pada materi proses perolehan
nutrisi dan transformasi energi pada tumbuhan hijau?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi miskonsepsi siswa kelas VIII SMP
Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 pada
materi proses perolehan nutrisi dan transformasi energi pada tumbuhan
hijau?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui:
1. Miskonsepsi siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung
Tahun Ajaran 2015/2016 pada materi proses perolehan nutrisi dan
transformasi energi pada tumbuhan hijau.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi miskonsepsi siswa kelas VIII SMP
Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 pada
materi proses perolehan nutrisi dan transformasi energi pada tumbuhan
hijau.
7
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
pembelajaran biologi, serta mendalami lebih lanjut tentang realita
munculnya miskonsepsi siswa, sehingga masalah miskonsepsi pada
siswa dapat dikurangi bahkan dicegah.
2. Bagi guru, menjadi bahan masukan agar lebih mengenali tingkat
pemahaman siswa mengenai konsep-konsep secara tepat dan
memperhatikan konsep-konsep yang sering mengalami miskonsepsi
pada siswa sehingga guru dapat melakukan tindaklanjut yang tepat jika
terdapat siswa yang terdiagnosis mengalami miskonsepsi. Serta
memotivasi guru tentang pentingnya merujuk buku-buku pelajaran
biologi kepada buku-buku ilmiah standar dan melakukan inovasi baru
dalam teknik pengajaran sehingga guru dapat meminimalkan resiko
miskonsepsi.
3. Bagi siswa, dapat menyadari pada materi mana mereka mengalami
miskonsepsi sehingga kedepannya miskonsepsi tidak lagi terjadi.
4. Bagi sekolah, memperbaiki kualitas sekolah dengan meningkatkan
kemampuan guru dan siswa dalam penguasaan konsep sehingga
miskonsepsi dapat diminimalisir.
8
E. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka perlu dikemukakan ruang
lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Miskonsepsi memiliki arti sebagai sesuatu yang tidak akuratakan
konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh yang salah,
kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarki
konsep-konsep yang tidak benar (Suparno, 2005: 5).
2. Miskonsepsi diukur dengan menggunakan metode Certainty Of
Response Index (CRI) dengan cara mengukur tingkat keyakinan atau
kepastian seseorang dalam menjawab setiap pertanyaan yang
diberikan.
3. Metode Certainty Of Response Index (CRI) berdasarkan suatu skala
yang tetap, penelitian skala yang digunakan adalah skala enam (0-5),
yaitu: (0) Totally Guessed Answer; (1) Almost Guess; (2) Not Sure; (3)
Sure; (4) Almost Certain; dan (5) Certain (Hasan, 1999: 297).
4. Materi pokok yang diteliti adalah Proses Perolehan Nutrisi dan
Transformasi Energi pada Tumbuhan Hijau (K.D. 2.2
Mendeskripsikan proses perolehan nutrisi dan transformasi energi pada
tumbuhan hijau).
5. Sampel penelitian adalah siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar
Lampung dan SMP Negeri 25 Bandar Lampung.
Tahun Ajaran 2015/2016.
9
F. Kerangka Pikir
Pembelajaran IPA merupakan suatu konsep yang memberikan pengalaman
bermakna kepada peserta didik. Dikatakan bermakna karena dalam
pengajaran terpadu, peserta didik akan mengalami konsep- konsep yang
mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya
dengan konsep lain yang mereka pahami. Sehingga proses belajar akan
menjadi lebih bermakna. Konsep dapat diperoleh melalui proses yang
dialami yaitu pembentukan konsep, asimilasi konsep, akomodasi konsep,
dan equilibrasi. Hasil dari pembentukan konsep yang telah dilakukan
siswa berdasarkan pengalamannya sendiri ini disebut prakonsepsi atau
konsepsi awal. Prakonsepsi yang dimiliki siswa sebelum memasuki
pembelajaran formal di sekolah bermacam juga berbeda-beda tiap individu
yang disebabkan oleh perbedaan latar belakang dan kemampuan masing-
masing siswa dalam membentuk konsep.
Kemudian siswa mengalami asimilasi konsep dimana siswa akan
menghubungkan atribut-atribut dengan gagasan yang relevan yang sudah
ada dalam struktur kognitif mereka didalam asimilasi konsep ini terjadi
siswa yang berhasil menghubungkan konsep dan ada juga siswa yang tidak
berhasil menghubungkan konsep sesungguhnya dikarenakan proses
kemampuan pemahaman berpikir yang dimiliki seseorang itu berbeda-
beda. Setelah melalui asimilasi konsep siswa akan membentuk suatu
skema baru yang sesuai dengan rangsangan yang baru dan dapat
memodifikasi skema yang ada sehingga konsep yang diberikan oleh guru
10
dengan melakukan penalaran-penalaran dan membentuk skema baru yang
sesuai dengan konsep yang sedang dipelajari, kejadian atau fakta yang
mereka jumpai. Akibat dari proses adaptasi secara asimilasi maupun
akomodasi tercapailah suatu equilibrasi atau keseimbangan yang
dipengaruhi oleh kemampuan intelektual masing-masing individu dalam
membuat suatu penalaran untuk memahami pengetahuan/konsep, persepsi,
maupun fakta. Faktor penyebab miskonsepsi dapat berasal dari siswa
sendiri, dari guru yang menyampaikan konsep yang keliru, buku teks,
konteks, dan metode mengajar/cara mengajar yang kurang tepat. Sehingga
perlu dilakukan pendeteksian miskonsepsi pada siswa dapat dilakukan
melalui berbagai macam teknik.
Salah satu teknik yang dapat mendeteksi adanya miskonsepsi pada siswa
yang dinilai untuk mengidentifikasi dengan baik yaitu Certainty Of
Response Index (CRI) dengan tes diagnostik pilihan ganda beralasan
terbuka. Dengan menggunakan teknik ini dapat diukur miskonsepsi
seseorang dengan cara mengukur tingkat keyakinan atau kepastian
seseorang dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. Metode
Certainty Of Response Index (CRI) berdasarkan suatu skala yang tetap,
dalam penelitian skala yang digunakan adalah skala enam (0-5), yaitu: (0)
Totally Guessed Answer; (1) Almost Guess; (2) Not Sure; (3) Sure; (4)
Almost Certain; dan (5) Certain. Skala ini untuk menentukan nilai sejauh
mana tingkat keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki siswa dalam
menjawab pertanyaan. Jadi, angka 0 menunjukkan tingkat keyakinan yang
dimiliki siswa sangat rendah sedangkan angka 5 menunjukkan tingkat
11
keyakinan yang dimiliki siswa sangat tinggi. Sehingga, dengan melihat
skala yang ada pada siswa, dapat ditentukan bahwa apakah siswa tersebut
termasuk dalam siswa yang paham konsep dengan baik, siswa paham
konsep tetapi kurang yakin, miskonsepsi, dan tidak paham.
Untuk mengetahui alur kerangka pikir secara umum, dapat dilihat bagan
kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
Terjadiproses:- Asimilasi
Konsep- Akomodasi
Konsep- Equilibrasi
Dipengaruhioleh:- Kondisi
Siswa- Guru- Cara
Mengajar- Buku Teks- Konteks
Siswa melakukan pembentukankonsep baru
Tes Diagnostik/IdentifikasiTingkat Pemahaman Siswa
dengan CRI
Prakonsepsi Awal
Proses Pembelajaran
Siswa PahamKonsep
Siswa Paham KonsepTetapi Kurang Yakin
Siswa TidakPaham Konsepsi
SiswaMiskonsepsi
Pembentukan Konsep Awal
Konsep:Fotosintesis, Respirasi, sertaFotosintesis dan Respirasi
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran IPA
IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui
serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah, yang dibangun atas
dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang
tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori
yang berlaku secara umum (Trianto, 2010: 141). Sedangkan menurut Carin
dan Sund, mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan
tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan
data hasil observasi dan eksperimen (Puskur, 2007:6). IPA merupakan
kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk saja tetapi juga
mencakup pengetahuan seperti keterampilan dalam hal melaksanakan
penyelidikan ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud misalnya melalui
pengamatan, eksperimen, dan analisis yang bersifat rasional (Sulistyanto,
dkk. 2008: 7).
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa.
Salah satu tujuan pembelajaran sains adalah agar siswa memahami konsep
(Dahar, 1989: 79). Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan
dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,
13
mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai
metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif
dan efisien (Sugihartono dkk, 2007:81).
Pembelajaran IPA terpadu merupakan suatu konsep dapat dikatakan
sebagai suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa
bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada peserta
didik. Dikatakan bermakna karena dalam pengajaran terpadu, peserta didik
akan mengalami konsep- konsep yang mereka pelajari melalui pengamatan
langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka
pahami (Trianto, 2010: 57).
Tujuan pembelajaran IPA di SMP/MTs salah satunya agar siswa memiliki
kemampuan mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala
alam, konsep, dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga terjadi peningkatan pengetahuan,
konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya (BSNP, 2006: 377). Tujuan
Pembelajaran IPA Terpadu Menurut BNSP (2006: 484) mata pelajaran
IPA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaban, keindahan dan keteraturan alam ciptan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
14
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, kesadaran adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Berdasarkan tujuan mata pelajaran IPA, setelah menyelesaikan jenjang,
siswa harus memiliki pemahaman konsep. Kemampuan siswa dalam
memahami konsep merupakan hal yang sangat penting karena konsep
merupakan landasan untuk berpikir (Dahar, 1989: 79). Menurut Bandura
(dalam Hart, K.E. dan Kritsonis, W., 2006: 3) menyatakan pemahaman
konsep sangat penting dengan tujuan agar siswa dapat mengingat konsep-
konsep yang mereka pelajari lebih lama, sehingga proses belajar akan
menjadi lebih bermakna.
Kurikulum 2013 mengunakan sebuah konsep pendekatan ilmiah (scientific
approach). Dalam pendekatan ilmiah pembelajaran yang dilakukan
berbasis pada fakta yang dapat dijelaskan dengan logika. Sehingga siswa
mampu menemukan sebuah jawaban yang tidak berdasarkan angan-angan
15
atau pendapat tidak masuk akal tetapi melalui proses ilmiah yang
struktural (Mulyasa, 2013: 65). Implementasi kurikulum 2013 sangat
menonjolkan pendekatan saintifik dengan pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik. Pembelajaran melalui pendekatan saintifik adalah
proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik
secara aktif menkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-
tahapan mengamati (untuk mengidenifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
ditemukan. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan
pada keunggulan pendekatan tersebut, antara lain:
1. Meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir
tingkat tinggi;
2. Mengembangkan karakter siswa;
3. Melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya
dalam ide menulis artikel ilmiah;
4. Membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah secara sistematik;
5. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa
belajar merupakan suatu kebutuhan; dan
6. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi (Afrizon, 2012: 11).
16
Dalam proses pemebelajaran teori kontruktivisme memiliki peran dalam
pembelajaran IPA. Menurut Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis
pertama menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses
pembelajaran untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun
dari realitas lapangan (Dahar, 1989: 159). Sedangkan, menurut Karli
(2003:2) menyatakan konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang
proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar
(perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif yang
hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses belajar
pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari hasil
interkasi dengan lingkungannya. Suparno (1997:49) menyatakan bahawa
secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diambil adalah
sebagai berikut :
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal
maupun secara sosial;
2. Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan
keaktifan siswa sendiri untuk bernalar;
3. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi
perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta
sesuai dengan konsep ilmiah; dan
4. Guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi siswa berjalan mulus.
17
Oleh karena itu, teori konstruktivisme cukup sesuai dengan teori
perubahan konsep dalam arti bahwa dalam proses pengetahuan
seseorang mengalami perubahan konsep. Pengetahuan seseorang itu
tidak sekali jadi, melainkan merupakan proses berkembang yang
terus menerus. Dalam perkembangan itu ada yang mengalami
perubahan besar dengan mengubah konsep lama melalui akomodasi,
ada pula yang hanya mengembangkan dan memperluas konsep yang
sudah ada melalui asimilasi. Proses perubahan terjadi bila peserta
didik aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Konstruktivisme juga
menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh peserta didik yang
sedang belajar, dan teori perubahan konsep, yang menjelaskan bahwa
peserta didik mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat
berperan dalam menjelaskan mengapa seorang peserta didik bisa
salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang dipelajari.
Konstruktivisme dapat membantu untuk mengerti bagaimana peserta
didik membentuk pengetahuan yang tepat (Kukla, 2003: 6-10).
Dengan demikian, peran guru dalam pembelajaran menurut teori
kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator dan
mengarahkan peserta didik dalam pembentukan pengetahuan. Teori
belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya sesuai keadaan
yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada peserta didik
18
sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan pengertian ilmuan
(Dahar, 1989: 159).
B. Konsep IPA
Konsep pada pembelajaran siswa khususnya biologi merupakan konsep
abstrak. Konsep yang membutuhkan penjabaran dan pemahaman konsep
yang baik dan benar. Proses memahami konsep tersebut dapat dipelajari
dengan lebih mengutamakan belajar konsep dasar terlebih dahulu pada
suatu materi, sehingga diharapkan sampai kepada hal-hal yang dimaksud
untuk dimengerti oleh siswa. Belajar konsep merupakan landasan dasar
dalam berpikir dan proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan
prinsip dan generalisasinya sebagai hasil utama dari pendidikan (Dahar.
2011: 62).
1. Pembentukan Konsep
Konsep dapat diperoleh dengan cara pembentukan konsep dan asimilasi
konsep menurut Ausubel (1968). Sedangkan, menurut Piaget (dalam
Zirbel, 2001: 1) siswa membangun konsep baru melalui pembentukan
konsep, proses adaptasi secara asimilasi dan akomodasi, yang pada
akhirnya siswa mencapai equilibrasi (keseimbangan) terhadap suatu
konsep adalah sebagai berikut :
a. Pembentukan Konsep
Pembentukan konsep-konsep sebelum anak mendapatkan
pendidikan formal melalui proses induksi. Ketika siswa dihadapkan
pada rangsangan lingkungan, siswa mengabstraksi sifat-sifat atau
19
atribut-atribut tertentu yang sama dari berbagai stimulus.
Pembentukan konsep merupakan bentuk belajar penemuan,
setidaknya dalam bentuk primitif yang melibatkan proses-proses
psikologi seperti analisis diskriminatif, abstraksi, deferensial,
pembentukan hipotesis, pengujian dan generalisasi. Pembentukan
konsep ini juga ditunjukan oleh orang-orang lebih tua dalam situasi
kehidupan nyata dan di dalam laboratorium tetapi dengan tingkat
yang lebih tinggi.
b. Asimilasi Konsep
Setelah memasuki pendidikan formal peserta didik akan
dihadapkan untuk belajar banyak konsep melalui asimilasi konsep.
Asimilasi konsep bersifat deduktif. Dimana siswa yang belajar
akan menghubungkan atribut-atribut dengan gagasan yang relevan
yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka (dalam Dahar,
1989: 8). Sedangkan menurut Zirbel (2001: 1) siswa akan
mengasimilasi informasi-informasi yang ada dan mencoba untuk
menyusunnya menjadi suatu network dan mencoba menyocokan
kembali menjadi informasi yang baru.
c. Akomodasi Konsep
Akomodasi merupakan pembentuk skema baru yang sesuai dengan
rangsangan yang baru dan dapat memodifikasi skema yang ada
sehingga sesuai dengan rangsangan itu. Kemudian siswa dapat
memodifikasi skema sehingga sesuai dengan konsep yang
diberikan oleh guru dengan melakukan penalaran-penalaran dan
20
dapat membentuk skema baru yang sesuai dengan konsep yang
sedang dipelajari, kejadian atau fakta yang mereka jumpai
(Wisudawati, 2014: 36)
d. Equilibrasi
Equilibrasi merupakan akibat dari proses adaptasi secara asimilasi
maupun akomodasi untuk dapat mencapai suatu equilibrasi atau
keseimbangan yang proses pencapaiannya akan berlangsung
berlainan antarindividu yang dipengaruhi oleh kemampuan
intelektual masing-masing individu dalam membuat suatu
penalaran untuk memahami pengetahuan/konsep, persepsi, maupun
fakta (Wisudawati, 2014: 37).
2. Tingkat-tingkat pencapaian konsep
Setiap orang dalam memahami suatu konsep akan mencapai
pemahaman yang berbeda serta bertingkat-tingkat. Hal tersebut terkait
sejauh mana perhatian, intensitas, kepentingan dan konsepsi awalnya
tentang konsep yang dipelajarinya.
Menurut Klausmeier (1977) bahwa ada empat tingkatan pencapaian
konsep. Empat tingkat pencapaian konsep menurut Klausmeier adalah
tingkat konkret, tingkat identitas, tingkat klasifikasi, dan tingkat
formal. Uraian tentang empat tingkat pencapaian konsep menurut
Klausmeier (Dahar, 2011: 70) adalah berikut ini :
a. Tingkat konkrit,merupakan tingkat seseorang mencapai tingkat ini
bila dapat mengenal sesuatu yang telah dihadapi sebelumnya.
Untuk mencapai tingkat konkret, siswa harus dapat
21
memperlihatkan benda itu dan dapat membedakan benda itu dari
stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya.
b. Tingkat identitas, merupakan tingkat seseorang akan mengenal
suatu objek :
1) Sesudah selang waktu tertentu;
2) Bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda
terhadap objek itu; dan
3) Bila objek itu ditentukan melalui suatu cara indra yang
berbeda, misalnya mengenal suatu bola dengan cara menyentuh
bola itu bukan dengan melihatnya.
e. Tingkat klasifikasi, pada tingkat ini seseorang dapat mengenal
persamaan (equivalance) dari dua contoh yang berbeda pada kelas
yang sama. Walaupun siswa itu tidak dapat menentukan kriteria
atribut ataupun menentukan kata yang dapat mewakili konsep itu,
siswa dapat mengklasifikasikan contoh dan noncontoh konsep,
sekalipun contoh dan noncontoh itu mempunyai banyak atribut
yang mirip. Operasi mental tambahan yang terlibat dalam
pencapaian konsep pada tingkat klasifikasi ialah mengadakan
generalisasi bahwa dua atau lebih contoh sampai batas-batas
tertentu itu ekuivalen. Dalam operasi mental ini siswa berusaha
untuk mengabstraksi kualitas-kualitas yang sama yang dimiliki
oleh subjek-subjek itu.
22
f. Tingkat formal, seseorang berada pada tingkat ini jika dapat
menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Dapat
disimpulkan bahwa siswa telah mencapai suatu konsep pada tingkat
formal bila siswa itu dapat memberi nama konsep itu,
mendefinisikan konsep itu dalam atribut-atribut kriterianya,
mendiskriminasi dan memberi nama atribut-atribut yang
membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal
contoh dan noncontoh konsep. Dalam pendidikan tingkat
pencapaian konsep ini dipengaruhi umur, pengalaman, dan latihan
secara multiple intelegensi seseorang dalam menguasai suatu
konsep. Seseorang yang memiliki intelegensi tinggi boleh jadi
memiliki penguasaan konsep yang rendah dibanding seseorang
yang berada dibawahnya namun memiliki kecerdasan emosional,
interpersonal serta motivasi yang tinggi dan pengalaman yang luas.
(Dahar,2011: 71)
3. Pemahaman Konsep
Pemahaman atau comprehension merupakan salah satu unsur psikologis
dalam belajar yang mengharuskan siswa untuk mengerti secara mental
makna dan aplikasi dari konsep sehingga siswa dapat memahami
konsep secara menyeluruh (Sadirman, 2012: 42-43). Siswa yang
memahami konsep secara menyeluruh harus mengetahui berbagai
atribut yang dimiliki suatu objek serta hubungan-hubungannya dengan
objek lain. Akan tetapi, setelah mempelajari konsep, siswa tidak selalu
bisa memahami konsep sesuai dengan tujuan pembelajaran.
23
Kemungkinan yang dapat terjadi saat siswa mempelajari konsep
diantaranya: siswa tidak memahami, samar-samar, segera lupa atau lupa
sebagian, atau benar-benar memahami (Widdiharto, 2008: 14).
Abraham (1992) mengemukakan enam derajat atau tingkatan
pemahaman dalam menjawab soal uraian untuk mengetahui
pemahaman siswa terhadap konsep. Kriteria tersebut dapat dilihat pada
table 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Pengelompokan Derajat Pemahaman Konsep
No Derajat Pemahaman Kriteria Penilaian
1 Tidak ada respon Kosong
Tidak tahu
Tidak mengerti
2 Tidak paham Mengulangi pertanyaan
Respon tidak jelas
3 Miskonsepsi Respon menunjukkan ketidaklogisan
atau informasi yang diberikan tidak
jelas
4 Paham sebagian dengan
miskonsepsi
Respon menunjukkan pemahaman
konsep tetapi juga miskonsepsi
5 Paham sebagian Respon yang diberikan memberikan
komponen yang diinginkan tetapi
belum lengkap
6 Paham secara lengkap Respon yang diberikan meliputi
semua komponen yang diinginkan
Sumber: Abraham (1992)
Jawaban siswa tersebut kemudian dianalisis untuk menilai bagaimana
kategori pemahaman dalam menjawab soal. Abraham (1992)
mengelompokkan kategori siswa dalam menjawab soal dengan tiga
kategori yakni, “paham” yang terdiri dari kategori paham secara
24
lengkap dan paham sebagian, “miskonsepsi” yang terdiri dari dengan
sebagian miskonsepsi dan miskonsepsi, dan “tidak paham konsep”.
C. Miskonsepsi
Suparno (2005: 4) mengungkapkan bahwa miskonsepsi atau salah konsep
menunjuk pada salah satu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian
ilmiah yang diterima pakar di bidang tersebut. Menurut Allen, seorang
anak dapat membangun sendiri pengetahuan awalnya dari pengalaman
informal ataupun percobaan yang siswa alami. Pengetahuan awal ini juga
diistilahkan sebagai prakonsepsi atau prior ideas (dalam Khotimah, 2014:
13). Prakonsepsi ini harus difasilitasi dengan tuntunan pengajaran yang
bermakna agar dapat relevan dengan konsep ilmiah yang benar.
Maka dapat dipahami bahwa prakonsepsi adalah konsepsi awal siswa yang
berasal dari pengalaman-pengalaman yang siswa alami dan dapat
dipengaruhi lingkungan sekitar sebelum mendapatkan pembelajaran secara
formal. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan,
hubungan yang tidak benar diantara konsep-konsep, gagasan intuitif atau
pandangan naif. Sedangkan Fowler memandang miskonsepsi “sebagai
pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah,
klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang
berbeda, dan hubungan hirarki konsep-konsep yang tidak benar” (Suparno,
2005: 5).
25
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut maka miskonsepsi dapat
diartikan sebagai konsepsi siswa yang terbentuk dari suatu pengalaman
tidak sesuai dengan konsepsi para ahli dalam bidangnya, sehingga dapat
menjadi penghalang untuk membentuk pengetahuan sains yang benar.
1. Sifat-Sifat Miskonsepsi
Miskonsepsi merupakan sebuah penghambat proses konstruksi
konsepsi ilmiah terutama dalam pembelajaran sains. Berdasarkan hasil
suatu penelitian oleh Driver (dalam Khotimah, 2014: 15) yang
mengemukakan hal-hal mengenai sifat miskonsepsi sebagai berikut:
a. Miskonsepsi bersifat pribadi. Bila dalam suatu kelas, siswa disuruh
menulis tentang percobaan yang sama (misal, hasil demonstrasi
guru) mereka memberikan berbagai interpretasi. Setiap siswa
melihat dan menginterpretasikan eksperimen itu menurut caranya
sendiri. Setiap siswa mengonstruksi kebermaknaannya sendiri.
b. Miskonsepsi memiliki sifat yang stabil. Sering kali terlihat bahwa
gagasan ilmiah ini tetap dipertahankan siswa, walaupun guru sudah
memberikan suatu kenyataan yang berlawanan.
c. Bila menyangkut koherensi, siswa tidak merasa butuh pandangan
yang koheren sebab interpretasi dan prediksi tentang peristiwa-
peristiwa alam praktis kelihatannya cukup memuaskan. Kebutuhan
akan koherensi dan kriteria untuk koherensi menurut persepsi
siswa tidak sama dengan yang dipersepsi ilmuwan (Dahar, 2011:
154).
26
2. Penyebab Miskonsepsi
Miskonsepsi dapat disebabkan pengalaman sehari-hari siswa yang tidak
sesuai dengan konsep IPA, maka pengajar harus mengungkapkan asal
dari pengalaman yang menyebabkan miskonsepsi untuk mengetahui
penyebabnya, kemudian membetulkan dengan konsep yang benar
dengan memberikan pengalaman yang sesuai dengan konsep IPA.
Miskonsepsi dapat berasal dari siswa sendiri, dari guru yang
menyampaikan konsep yang keliru, buku teks, konteks, dan metode
mengajar yang kurang tepat (Suparno, 2005: 29). Secara lebih jelas
penyebab dari adanya miskonsepsi sebagai berikut:
a. Siswa.
Suparno (2005: 53) yang menyatakan bahwa miskonsepsi ini
disebabkan oleh prakonsepsi, pemikiran asosiatif dan humanistik,
reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap
perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, dan minat
belajar siswa serta kurangnya pengetahuan dari siswa. Sedangkan,
Menurut Liliawati (2009: 160) Miskonsepsi yang berasal dari
siswa sendiri dapat terjadi karena asosiasi siswa terhadap istilah
sehari-hari yang menyebabkan miskonsepsi. Intuisi yang salah dan
perasaan siswa dapat juga menimbulkan miskonsepsi.
b. Guru
Dari sekian banyak guru, mungkin saja salah satu dari mereka tidak
memahami konsep dengan baik yang akan berikan pada muridnya.
Hal ini dapat saja membuat siswa mengalami miskonsepsi apabila
27
kesalahan pemahaman guru yang kurang baik tersebut diteruskan
kepada siswa. Ketidakmampuan dan ketidakberhasilan guru dalam
menampilkan aspek-aspek esensi dari konsep yang bersangkutan,
serta ketidakmampuan menunjukkan hubungan konsep satu dengan
konsep lainnya pada situasi dan kondisi yang tepat (Liliawati,
2009: 160). Sedangkan menurut Suparno (2005) guru bisa menjadi
penyebab miskonsepsi karena guru tidak menguasai bahan, guru
bukan berasal dari lulusan bidang ilmu yang berkaitan, guru tidak
membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, dan relasi antara
guru dengan siswa tidak baik.
c. Buku Teks
Faktor terjadinya miskonsepsi yang berasal dari buku salah satunya
yaitu penggunaan bahasa yang terlalu sulit dan kompleks. Tidak
semua siswa dapat mencerna dengan baik apa yang tertulis dalam
buku, akibatnya siswa menyalah artikan maksud dari isi buku
tersebut. Penggunaan gambar dan diagram dapat pula
menimbulkan miskonsepsi pada diri siswa (Liliawati, 2009: 160).
Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Suparno (2005) yaitu
dalam buku teks penjelasannya keliru, penulisan buku yang terlalu
tinggi bagi siswa, siswa tidak tahu membaca buku teks yang
terkait, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena
alasan menariknya yang perlu.
28
d. Konteks
Menurut Suparno (2005: 72), kesalahan siswa dapat berasal dari
kekacauan penggunaan bahasa antara bahasa sehari-hari dengan
bahasa ilmiah. Sehingga, menurut Mc Clleand (dalam Suparno
2005: 72) menganjurkan guru/dosen dalam memberikan definisi
dengan jelas tidak menggunakan bahasa yang ambigu serta melatih
siswa dengan cara yang sama. Suparno (2005) menyebutkan pula
bahwa pengalaman siswa, penjelasan orangtua/orang lain yang
keliru, dan konteks hidup siswa seperti TV, radio, film yang keliru,
perasaan senang atau tidak senang, bebas atau tertekan dapat
menjadi penyebab miskonsepsi. Pengalaman siswa dapat
membentuk konsep pengetahuan yang cukup kuat karena langsung
dialami oleh siswa itu sendiri (Tekkaya, 2002: 260).
e. Metode Mengajar
Menurut Suparno (2005: 82), cara mengajar yang dapat menjadi
penyebab khusus miskonsepsi diantaranya yaitu : hanya
menggunakan metode ceramah dan menulis, langsung kebentuk
matematis, tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa, tugas tidak
dikoreksi, model analogi, model praktikum dan diskusi yang tidak
sesuai langkah-langkah yang ditentukan. Metode mengajar yang
hanya menekankan salah satu segi dari kebenaran yang diajarkan
dan kefanatikan terhadap salah satu jenis metode mengajar perlu
dihindari karena akan membatasi cara pandang kita terhadap
masalah pengetahuan. Selain itu metode mengajar yang tidak tepat
29
terhadap situasi, kondisi materi yang diajarkan dapat memunculkan
miskonsepsi pada diri siswa, sehingga guru harus memilih dan
menggunakan metode mengajar yang tepat agar penyampaian
konsep dapat dipahami siswa.
Menurut Driver (dalam Khotimah, 2014: 16-17) terbentuknya
miskonsepsi dalam pembelajaran khususnya tingkatan dasar banyak
disebabkan oleh cara dan tipe anak dalam menerima ilmu pengetahuan.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi terbentuknya miskonsepsi pada
anak tersebut, yaitu:
a. Terbentuknya miskonsepsi disebabkan karena anak cenderung
mendasarkan berpikirnya pada hal-hal yang tampak dalam suatu
situasi masalah.
b. Dalam banyak kasus, anak hanya memperhatikan aspek-aspek
tertentu saja sehingga anak mengintrepretasikan suatu fenomena
dari segi sifat absolut benda-benda, bukan dari segi interaksi antara
suatu sistem.
c. Anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi
diam.
d. Bila anak-anak menerangkan perubahan, cara berpikir mereka
cenderung mengikuti urutan kausal linier.
e. Gagasan yang dimiliki anak mempunyai berbagai konotasi,
gagasan anak inklusif dan global.
30
f. Anak kerap kali menggunakan gagasan yang berbeda untuk
menginterpretasikan situasi-situasi yang oleh pada ilmuwan
digunakan yang sama (Dahar, 2011; 154-155).
3. Sumber Miskonsepsi
Berdasarkan hasil penelitian miskonsepsi siswa berhubungan dengan
konsep-konsep biologi. Ada beberapa yang mengidentifikasi sumber
miskonsepsi itu yaitu:
a. Miskonsepsi muncul dari pengalaman pribadi siswa. Dari bahasa
dan lingkungan berinteraksi dengan orang lain atau teman bermain
melalui interaksi tersebut.
b. Miskonsepsi berasal dari kata-kata yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari yang memiliki arti dalam kehidupan sehari-
hari.
c. Miskonsepsi muncul ketika siswa menggunakan konsep yang
telah dipelajari dengan konsep yang baru.
d. Dari beberapa konsep dalam pembelajaran, miskonsepsi bisa juga
berasal dari guru yang salah atau tidak akurat dalam mengerjakan
materi.
e. Faktor lain yang juga berkontribusi terjadinya miskonsepsi pada
siswa yaitu buku teks, yang mana didalamnya terdapat informasi
yang salah dan tidak tepat (Tekaya, 2002: 260-261).
4. Cara Mengatasi Miskonsepsi
Berdasarkan penelitian telah dilakukan oleh para ahli pendidikan
biologi, kimia, dan fisika yang mengungkapkan bermacam-macam
31
cara yang dilakukan untuk membantu siswa dalam memecahkan
persoalan miskonsepsi. Secara garis besar langkah yang digunakan
untuk menghambat terjadinya miskonsepsi adalah sebagai berikut:
a. Mencari atau mengungkapkan miskonsepsi yang dilakukan oleh
siswa.
b. Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut
c. Mencari perlakuan yang sesuai untuk mangatasi miskonsepsi
(Suparno, 2005: 55).
D. Proses Perolehan Nutrisi dan Transformasi Energi pada TumbuhanHijau
Dalam Kompeensi Dasar 2.2 materi tentang proses perolehan nutrisi dan
transformasi energi pada tumbuhan hijau mencakup konsep fotosintesis
dan respirasi. Fotosintesis dan respirasi tumbuhan merupakan salah satu
konsep dasar dalam biokimia, karena di dalamnya terdapat beberapa
konsepsi-konsepsi biologis yang berkaitan dengan proses-proses kimiawi
kehidupan.
Fotosintesis adalah proses pemanfaatan energi cahaya yang berasal dari
energi matahari oleh kloroplas tumbuhan untuk mengubah menjadi energi
kimiawi yang disimpan dalam bentuk gula dan molekul organik lainnya
(Campbell, 2002:181). Makanan yang diperoleh oleh mahluk hidup,
selanjutnya akan digunakan sebagai sumber energi untuk melakukan
semua aktivitas hidup. Energi ini dapat dihasilkan oleh mahluk hidup
dengan cara mengoksidasi makanan tersebut dengan menggunakan
32
oksigen melalui proses respirasi. Fotosintesis tidak hanya menyediakan
makanan, tetapi juga menyediakan gas oksigen untuk proses respirasi atau
pernapasan seluruh mahluk hidup yang ada di bumi. Dengan demikian
proses fotosintesis dan respirasi adalah dua proses yang sangat penting
bagi kehidupan. Begitu pentingnya kedua proses ini bagi kehidupan,
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada kehidupan jika tidak ada proses
fotosintesis dan respirasi (Susanti, 2013: 1-2).
Terminologi fotosintesis berasal dari kata photon yang berarti cahaya dan
synthesis yang berarti sintesis, sehingga fotosintesis diartikan sebagai
peristiwa penyusunan zat organik dari zat anorganik dengan bantuan
cahaya matahari (Syamsuri, 2007: 41) atau diartikan sebagai proses
pengubahan energi cahaya yang berasal dari energi matahari oleh
kloroplas tumbuhan untuk diubah menjadi energi kimiawi yang disimpan
dalam bentuk gula dan molekul organik lainnya (Campbell, 2010: 200).
Reaksi fotosintesis berlangsung pada organel sel yang disebut kloroplas
(Syamsuri, 2007). Seluruh bagian hijau tumbuhan, termasuk batang hijau
dan buah yang belum matang, memiliki kloroplas, namun daun merupakan
tempat utama fotosintesis pada sebagian besar tumbuhan. Untuk dapat
berfotosintesis, daun harus mengabsorpsi energi cahaya yang dilakukan
oleh klorofil atau zat hijau daun di dalam kloroplas sehingga menggerakan
sintesis molekul organik (Campbell, 2010: 201). Reaksi pengikatan karbon
dioksida juga terjadi di dalam kloroplas (Campbell, 2010: 204). Setelah
terjadi fotosintesis, nantinya hasil dari proses ini akan disimpan sementara
33
di jaringan parenkim palisade sebelum diangkut oleh pembuluh angkut di
jaringan spons (Jumhana, 2011: 10).
Bahan yang digunakan untuk fotosintesis adalah air dan karbondioksida.
Air (H2O) yang diserap oleh akar diangkut ke daun melalui pembuluh,
sedangkan karbon dioksida (CO2) sebagai bahan dari udara masuk melalui
stomata. Produk yang dihasilkan dari fotosintesis yaitu glukosa (C6H12O6)
merupakan produk fotosintesis berenergi tinggi yang menyebar ke seluruh
bagian tanaman lewat floem (Campbell, 2002: 183). Dan nantinya,
glukosa yang dihasilkan dari proses fotosintesis ini akan diubah menjadi
energi untuk keperluan hidup organisme (Rahman, 2010: 10). Oksigen
(O2) adalah produk fotosintesis yang keluar dari daun melalui stomata
(Campbell, 2002: 183).
Persamaan reaksi untuk proses fotosintesis yaitu:
6CO2 (aq) + 6H2O (aq) cahaya matahari C6H12O6 (s) + 6O2 (g)
klorofil
Persamaan fotosintesis merupakan rangkuman sederhana dari proses yang
sangat kompleks. Sebenarnya, fotosintesis terdiri dari dua proses yang
masing-masing terdiri dari banyak langkah. Kedua tahap fotosintesis
dikenal sebagai reaksi terang dan reaksi gelap (Campbell, 2002: 185).
Reaksi terang merupakan tahap-tahap fotosintesis yang mengubah energi
cahaya menjadi energi kimia. Air dipecah sehingga menyediakan sumber
elektron dan proton serta melepaskan O2 sebagai produk sampingan.
Sedangkan energi cahaya awalnya diubah menjadi energi kimia dalam
bentuk dua senyawa, NADPH dan ATP (Campbell, 2002: 185).
34
Proses selanjutnya yaitu reaksi gelap, disebut demikian sebab tidak ada
satu pun langkah dalam proses reaksi yang membutuhkan cahaya “secara
langsung”. Reaksi ini diawali dengan penggabungan CO2 dari udara ke
dalam molekul organik yang sudah ada dalam kloroplas. Kemudian,
mengubah CO2 menjadi karbohidrat dengan bantuan NADPH dan ATP
yang dihasilkan oleh reaksi terang. Dari reaksi gelap ini dihasilkan gula
(CH2O) (Campbell, 2010: 204). Fotosintesis merupakan aktivitas
kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal menyangkut kondisi jaringan/organ
fotosintetik, kandungan klorofil, umur jaringan, aktivitas fisiologi yang
lain seperti transpirasi, respirasi dan adaptasi fisiologis lain yang saling
terkait. Faktor eksternal meliputi faktor klimatik seperti suhu, kelembaban,
kecepatan angin, hujan, dan juga faktor cahaya, konsentrasi CO2, O2,
kompetitor, dan organisme pathogen (Suyitno, 2006: 1).
Respirasi merupakan suatu proses membebaskan energi melalui reaksi
kimia dengan atau tidak menggunakan oksigen (Priadi, 2009: 28). Namun,
pada tumbuhan, respirasi yang terjadi menggunakan oksigen bebas untuk
memecah energi menjadi zat-zat kimia yang sederhana, sehingga disebut
respirasi aerob (Pratiwi, 2008: 136).
Respirasi dilakukan oleh semua sel penyusun tubuh, baik sel-sel tumbuhan
maupun sel hewan (Syamsuri, 2007: 31). Respirasi pada tumbuhan terjadi
kapan saja jika oksigen di lingkungan berada pada kondisi yang optimal
dan terjadi di seluruh organ tumbuhan yang memiliki stomata, seperti akar,
35
batang, dan daun. Respirasi terjadi pada setiap sel tumbuhan, karena di
setiap sel tumbuhan terdapat organel sel mitokondria yang berfungsi
sebagai organel sel untuk respirasi seluler (Mustaqim, 2014: 79).
Bahan yang digunakan untuk respirasi adalah glukosa (C6H12O6) dan
oksigen (O2). Respirasi yang dilakukan tumbuhan menggunakan sebagian
oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis, sisanya akan berdifusi ke
udara melalui daun.
Persamaan reaksi untuk proses respirasi (Campbell, 2010: 176) yaitu:
C6H12O6 (s)+ 6O2 (g) 6CO2 (aq) + 6H2O (aq) + Energi(ATP + panas)
Respirasi dimulai dari glukosa atau molekul organik lain dan penggunaan
O2, respirasi menghasilkan H2O, CO2, dan energi dalam bentuk ATP dan
panas (Campbell, 2010: 196). Dalam respirasi, glukosa (C6H12O6)
teroksidasi menjadi CO2, sedangkan O2 tereduksi menjadi H2O.
Tahapan respirasi yaitu Glikolisis dan Siklus Asam Sitrat menyuplai
elektron ke rantai transpor elektron, yang menggerakan fosforilasi
oksidatif. Fosforilasi oksidatif menghasilkan ATP (Campbell, 2010: 197).
36
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap, bulan Februari
2016 Tahun Ajaran 2015/ 2016 di SMP Negeri 9 Bandar Lampung dan
SMP Negeri 25 Bandar Lampung.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas VIII di
SMP Negeri 9 dan SMP Negeri 25 Bandar Lampung Tahun Ajaran
2015/2016. Total populasi dari kedua SMP Negeri adalah 549 siswa kelas
VIII yang tersebar dalam 17 kelas, dengan rincian siswa kelas VIII di SMP
Negeri 9 Bandar Lampung terdapat 236 siswa yang terdiri dari 8 kelas dan
siswa kelas VIII di SMP Negeri 25 Bandar Lampung terdapat 312 siswa
yang terdiri dari 9 kelas.
Penentuan sampel yang digunakan adalah random sampling yang termasuk
ke dalam propability sampling (Hikmat, 2011: 62). Menurut Arikunto
(2006: 134) pengambilan sampel untuk penelitian ini didapat sampel
sebesar 50% dari populasi yang ada yang terdiri dari 17 kelas, maka 50%
dari total kelas adalah sekitar 9 kelas, dengan pembagian di SMP Negeri 9
37
Bandar Lampung sebanyak 4 kelas yang dijadikan sebagai sampel dengan
jumlah 117 siswa dan SMP Negeri 25 Bandar Lampung sebanyak 5 kelas
yang dijadikan sebagai sampel dengan jumlah 157 siswa.
Dengan demikian dapat diperoleh sampel yang distribusinya dijelaskan
dalam (Tabel 2) dibawah ini:
Tabel 2. Sebaran Sampel Penelitian
No. Sekolah KelasJumlah Siswa
(orang)
1. SMP Negeri 9 Bandar Lampung
VIII A 28VIII B 30VIII E 29VIII G 30
2. SMP Negeri 25 Bandar Lampung
VIII A 33VIII D 29VIII E 36VIII G 23VIII I 36
Total 274
C. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah desain
deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian sederhana,
dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang lain, karena dalam
penelitian ini penelitian tidak melakukan apa-apa terhadap objek atau
wilayah yang diteliti (Arikunto, 2010: 3) dengan mengambil informasi
langsung yang ada di lapangan tentang identifikasi miskonsepsi siswa
kelas VIII SMP Negeri 9 dan SMP Negeri 25 Bandar Lampung yang
memberikan deskripsi kenyataan tersebut secara tersendiri tanpa dikaitkan
atau dihubungkan dengan kenyataan yang lain. Penelitian ini merupakan
penelitian yang bersifat kualitatif yaitu suatu pendekatan penelitian yang
38
menghasilkan data deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari
orang-orang dan pelaku yang diamati (Hikmat, 2011: 37).
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap kegiatan, yaitu tahap persiapan
dan tahap pelaksanaan.
1. Tahap Persiapan
a. Menetapkan subjek penelitian, yaitu SMP Negeri 9 Bandar
Lampung dan SMP Negeri 25 Bandar Lampung
b. Memodifikasi kisi-kisi soal tes identifikasi miskonsepsi dari jurnal Tri
Ade Mustaqim yang berupa soal pilihan benar salah beralasan pada
materi proses perolehan nutrisi dan transformasi energi pada
tumbuhan hijau yang mencakup konsep Fotosintesis dan Respirasi
(KD 2.2 Mendeskripsikan proses perolehan nutrisi dan transformasi
energi pada tumbuhan hijau), kemudian membuat instrumen tersebut.
c. Membuat kisi-kisi angket siswa mengenai materi yang sudah
dipelajari dan kisi-kisi angket guru mengenai metode pembelajaran
dan materi yang sudah diajarkan, kemudian membuat angket
tersebut.
d. Memperbaiki kisi-kisi soal, setelah mendapatkan pertimbangan
dosen pembimbing.
e. Menguji coba instrumen (tes tertulis) kepada siswa kelas VIII SMP
selain sampel penelitian, yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Jati
Agung dan SMP Budi Karya Lampung Selatan.
39
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini telah dilakukan terhadap siswa sebagai
subjek utama dan guru sebagai subjek pendukung.
Untuk menguji kemampuan siswa, langkah penelitian yang dilakukan
adalah:
a. Melaksanakan tes identifikasi miskonsepsi mengenai materi proses
perolehan nutrisi dan transformasi energi pada tumbuhan hijau
pada siswa dengan waktu 2x40 menit, agar siswa memiliki waktu
yang memadai di dalam memberikan jawaban dan alasan sesuai
dengan konsepnya.
b. Memberikan angket mengenai kegiatan pembelajaran di kelas.
c. Mengkaji dan menganalisis hasil tes tertulis siswa dengan metode
CRI untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa terhadap
materi yang terkait.
d. Mengkaji dan menganalisis hasil jawaban siswa pada angket untuk
mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tingkat pemahaman
konsep siswa pada materi terkait.
e. Mendeskripsikan hasil uji kemampuan siswa terhadap pemahaman
konsep mengenai materi proses perolehan nutrisi dan transformasi
energi pada tumbuhan dengan kategori: siswa paham konsep, siswa
paham konsep tapi kurang yakin, siswa miskonsepsi, dan siswa
tidak paham konsep.
40
Untuk mengetahui peran guru dalam pemahaman konsep siswa,
langkah penelitian yang dilakukan adalah:
a. Memberikan angket mengenai metode pengajaran dan materi yang
sudah diajarkan.
b. Mengkaji dan menganalisis hasil jawaban guru pada angket untuk
mengetahui peran guru dalam pemahaman konsep siswa mengenai
materi proses perolehan nutrisi dan transformasi energi pada
tumbuhan hijau.
c. Mendeskripsikan peran guru dalam pemahaman konsep siswa
mengenai materi terkait yang juga bisa menjadi salah satu faktor
penyebab pemahaman konsep siswa.
E. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data Penelitian
Data penelitian ini berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data
kuantitatif dalam penelitian ini berupa persentase pemahaman konsep
siswa yang diperoleh dari hasil tes tertulis siswa, serta hasil angket
siswa mengenai kegiatan pembelajaran di kelas.
Sedangkan data kualitatif dalam penelitian ini yaitu berupa deskrispsi
tentang siswa yang mengalami miskonsepsi, serta deskripsi faktor-
faktor yang mempengaruhi miskonsepsi pada siswa, salah satunya dari
angket guru yang telah diberikan.
41
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes benar salah
beralasan disertai kolom tingkat keyakinan atau Certainly Of
Respons Index (CRI). Jenis tes diagnostik benar salah beralasan ini
dipilih karena salah satu karakteristik tes diagnostik yaitu harus
mampu menangkap informasi mengenai kesulitan siswa dalam
memahami suatu konsep (Arikunto, 2009: 34). Menurut Adodo
(2013: 202) menyatakan bahwa tes benar salah menjadi pilihan
yang efektif untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami
siswa oleh peneliti. Tes ini bertujuan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi siswa pada materi proses perolehan nutrisi dan
transformasi energi pada tumbuhan hijau.
b. Non Tes
1). Angket
Terdapat dua jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu mengenai biodata diri dan kegiatan pembelajaran serta
angket guru mengenai metode pembelajaran dan materi yang
sudah diajarkan. Berdasarkan kebebasan responden dalam
menjawab setiap pertanyaan, angket dalam penelitian ini dibagi
menjadi dua, yaitu angket siswa merupakan angket tertutup
sedangkan angket guru merupakan angket terbuka.
Pada angket siswa ini menggunakan angket tertutup dengan
Skala Likert yang disediakan lima altenatif jawaban, yaitu
42
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-Ragu (RR), Tidak Setuju
(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) (BAPM, 2008: 3).
Sedangkan untuk angket terbuka, jawaban untuk setiap
pertanyaan/pernyataan tidak disediakan dan responden secara
bebas memberikan jawaban untuk setiap pertanyaan sesuai
dengan yang diinginkannya (BAPM, 2008: 3).
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Tes Identifikasi Miskonsepsi Siswa
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu berupa data
kuantitatif yang berasal dari data hasil tes benar salah beralasan dan
form Certainly Of Respons Index (CRI).
Langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
a. Menganalisis lembar jawaban siswa pada tes benar salah
beralasan. Teknik analisis yang dilakukan adalah
mengokombinasikan pilihan jawaban siswa dengan alasannya.
b. Menentukan kategori tingkat pemahaman konsep siswa
berdasarkan pilihan jawaban, alasan, dan nilai CRI (Hakim, 2012:
549).
Dalam penelitian skala CRI yang digunakan adalah skala enam (0-
5) yang dapat dilihat pada (Tabel 3) sebagai berikut:
43
Tabel 3. Skala Tingkat Keyakinan Siswa dalam MenjawabPertanyaan
Skala Deskripsi
0Totally Guessed Answer: Jika menjawab soal 100% ditebak
1Almost Guess: Jika menjawab soal persentase unsur tebakan antara75%-99%
2Not Sure: Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara50%-74%
3Sure: Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 25%-49%
4Almost Certain: Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakanantara 1%-24%
5Certain: Jika dalam menjawab soal tidak ada unsur tebakan samasekali (0%)
Sumber: Hasan (1999: 297)
Skala ini pada dasarnya untuk memberikan nilai sejauh mana tingkat
keyakinan yang dimiliki siswa dalam menjawab pertanyaan. Angka 0
menunjukkan tingkat keyakinan yang dimiliki siswa sangat rendah,
siswa menjawab pertanyaan dengan cara menebak. Hal ini
menandakan bahwa siswa tidak tahu sama sekali tentang konsep-
konsep yang ditanyakan. Sedangkan angka 5 menunjukkan tingkat
keyakinan siswa dalam menjawab pertanyaan sangat tinggi. Mereka
menjawab pertanyaan dengan pengetahuan atau konsep-konsep yang
benar tanpa ada unsur tebakan sama sekali (Hasan, 1999: 297).
Dengan memperhatikan kondisi siswa khususnya bagi siswa di
Indonesia, Hakim (2012: 549) memodifikasi kategori pemahaman
yang dijabarkan oleh Saleem Hasan pada (Tabel 4) seperti berikut:
44
Tabel 4. Kategori Tingkatan Pemahaman Konsep Siswa
Jawaban Alasan Nilai CRI Deskripsi
Benar Benar >2,5Memahami konsep denganbaik
Benar Benar < 2,5Memahami konsep denganbaik tetapi kurang yakin
Benar Salah >2,5 Miskonsepsi
Benar Salah < 2,5 Tidak tahu konsep
Salah Benar >2,5 Miskonsepsi
Salah Benar < 2,5 Tidak tahu konsep
Salah Salah >2,5 Miskonsepsi
Salah Salah < 2,5 Tidak tahu konsep
Sumber: Hakim (2012: 549)
c. Melakukan analisis jawaban siswa untuk membedakan antara
paham konsep dengan baik, paham konsep tetapi kurang yakin,
miskonsepsi, dan tidak tahu konsep.
d. Melakukan perhitungan persentase terhadap keempat hasil
penilaian di tiap tingkatan, dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
P = Persentase siswa tiap tingkatan kategori pemahamankonsep
f = Jumlah siswa tiap tingkatan kategori pemahamankonsep
N = Jumlah seluruh siswa yang menjadi subjek penelitian
e. Membuat rekapitulasi persentase rata-rata tingkatan pemahaman
konsep seluruh siswa.
f. Memasukkan kategori tingkat miskonsepsi yang diperoleh siswa
dari perhitungan persentase sebelumnya sesuai dengan
P = f/N x 100%
45
tabel kategori tingkat miskonsepsi (Sudijono, 2009: 43) pada
(Tabel 5) seperti berikut :
Tabel 5. Kategori Tingkatan Miskonsepsi
Persentase Kategori
0-30% Rendah
31-60% Sedang
61-100% Tinggi
g. Mendeskripsikan secara sederhana data yang diperoleh dari hasil
tes dan angket. Langkah ini digunakan untuk mendeskripsikan
gambaran tentang identifikasi miskonsepsi siswa dan faktor-faktor
yang mempengaruhi miskonsepsi pada siswa. Selanjutnya data ini
mengarahakan pada kesimpulan.
2. Analisi angket siswa dengan analisis korelasi Pearson Product Moment
Nilai angket faktor yang mempengaruhi miskonsepsi siswa dianalisis
korelasinya dengan banyaknya butir soal yang masuk ke dalam
kategori miskonsepsi menggunakan metode Pearson product moment.
Setelah itu hasilnya dikonsultasikan dengan nilai rtabel dengan
siginifikansi 5% pada tabel product moment (Arikunto, 2006: 276).
Ketentuan nilai rhitung adalah sebagai berikut:
a. Jika rhitung> rtabel maka hubungan antara kedua variabel bersifat
positif atau berbanding lurus.
b. Jika rhitung< rtabel maka tidak ada hubungan antara kedua variabel
tersebut.
46
c. Jika rhitung bernilai negatif, maka hubungan bersifat negatif atau
berbanding terbalik.
Untuk mengetahui kekuatan hubungan antar variabel, maka nilai rhitung
dikonsultasikan dengan Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat hubungan berdasarkan interval korelasi sederhana
Interval Koefisien Tingkat Hubungan0,000 – 0,199 Sangat Lemah0,200 – 0,399 Lemah0,400 – 0,599 Sedang0,600 – 0,799 Kuat0,800 – 1,000 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono (2010: 257)
77
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Miskonsepsi siswa kelas VIII SMP Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung,
termasuk ke dalam kategori “tinggi”, pada materi proses perolehan nutrisi
dan transformasi energi pada tumbuhan hijau, khususnya pada konsep
fotosintesis, respirasi, serta fotosintesis dan respirasi.
2. Faktor yang mempengaruhi miskonsepsi pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 9 dan 25 Bandar Lampung pada materi proses perolehan nutrisi
dan transformasi energi pada tumbuhan hijau adalah siswa tidak memiliki
sumber pustaka yang beragam, siswa jarang belajar setiap akan memulai
pelajaran, dan siswa jarang mengulang pelajaran yang sudah diajarkan di
rumah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas saran-saran yang dapat diajukan dalam
penelitian ini adalah:
78
1. Bagi siswa, untuk meningkatkan pemahaman setiap konsep dalam proses
pembelajaran IPA (Biologi) sehingga kedepannya miskonsepsi tidak lagi
terjadi.
2. Bagi guru, diharapkan guru dapat menemukan miskonsepsi pada konsep
lain dan menentukan metode mengajar yang tepat agar dapat
diminimalisirkan miskonsepsi yang terjadi pada siswa, serta sebelum
melakukan kegiatan pembelajaran sebaikanya siswa diajak untuk
melakukan praktikum minimal demonstrasi jika konsep tersebut berupa
proses.
3. Bagi sekolah, dapat meningkatkan kualitas baik sarana maupun prasarana
di sekolah khususnya dalam pelajaran biologi.
4. Bagi penelitian selanjutnya yang akan menggunakan metode Certainty of
Respon Index (CRI) dapat mengidentifikasi pada konsep lain yang siswa
mengalami miskonsepsi.
79
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, Michael. R., Et Al. 1992. Understanding And Misunderstanding OfEight Graders Of Five Chemistry Concept Found In Text books. Journal OfResearch In Science Teaching. Hal: 105-120.
Adodo, S.O. 2013. Effects of Two Tier Multiple Choice Diagnostic AssessmentItems on Students’Learning Outcome in Basic Science Technology (BST).Academic Journal of Interdisciplinary Studies.Volume 2 No 2. SapienzaUniversity of Rome: Italia. Hal: 201-210.
Afrizon, A. Et Al. 2012. Peningkatan Perilaku Berkarakter danKetrampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTSN Model Padang Pada MataPelajaran IPA-Fisika Menggunakan Model Problem Based Instruction.Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika. Hal: 1-16.
Anderson, C.W., T.H. Sheldon dan J. Dubay. 1990. The effect of instruction onCollege nonmajors conceptions of photosynthesis and respiration. J. Res. Sci.Teaching, 27 (8): 761-776.
Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: RinekaCipta.
_______, 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: RinekaCipta.
_______. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed Revisi 2010.Jakarta: Rineka Cipta.
Ausubel, D.P. 1968. Educational Psychology: A Cognitive View.New York: Holt, Rinehart And Winston.
BAPM. 2008. Uji Coba Instrumen Penelitian dengan Menggunakan MS. Exceldan SPSS. Makalah. Jakarta: BAPM.
BSNP. 2006. Standar Isi Untuk Pendidikan Dasar Dan Menengah: Jakarta.
80
Campbell, N.A, Et. Al. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga.
_______. 2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Carey, Susan. 1986. Cognitive Science And Science Education. AmericanPsychologist. Nomor 10, Hal: 1123- 1130.
Cokadar, H. 2012. Photosynthesis And Respiration Processes : ProspectiveTeachers’Conception Level. Education And Science Journal volume 37 (164).Hal: 82-94.
Dahar,Ratna Willis. 1989. Teori –Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
_______. 2011. Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Dwi, I.V., dkk. 2013. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning(CTL) untuk Mengatasi Miskonsepsi Siswa SMP pada Materi Fotosintesis.Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa 1 (2).
Ekayanti N.1, Ida Bagus A.A, dan Gusti Ayu D. S. 2014. Identifikasi MiskonsepsiDalam Materi Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan Pada Siswa Kelas IXSMP di Kota Denpasar: Bali. Universitas Mahasaraswati.
Gardner, A.L., et al. 2009. The Biology Teacher’s Handbook. USA: NSTA Press.
Gie, T. L. 1995. Cara Belajar Efisien II. PUBIB: Yogyakarta.
Hakim, A., Liliasari, dan Kadarohman, A. 2012. Student Concept UnderstandingOf Natural Products Chemistry in Primary and Secondary Metabolites Usingthe Data Collecting Technique of Modified CRI. International Online Journalof Educational Sciences. 4 (3). 544-553.
Hakim, T. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.
Hart, K. E., & Kritsonis, W. A. 2006. Critical Analysis Of An Original Writing OnSocial Learning Theory: Imitation Of Film-Mediated Aggressive Models.
Hasan, Saleem., D. Bagayoko, dan E. L. Kelley. 1999. Misconceptions And TheCertainty Of Response Index (CRI). Phys Educ. Volume 34 (5). Hal: 294-299.
Hikmat, M.M. 2011. Metodelogi Penelitian: dalam Presepektif Ilmu Komunikasidan Sastra.Graha Ilmu: Yogyakarta. Hal: 168 .
Hewindati,Yuni Tri dan Adi Suryanto.2004. Pemahaman Konsep TerhadapMurid Sekolah Dasar Terhadap Ipa Berbasis Biologi, Jurnal Pendidikan.Hal: 61.
81
Ibrahim, M. 2012. Seri Pembelajaran Inovatif Konsep, Miskonsepsi, dan CaraPembelajarannya. Surabaya : Unesa University Press.
Juhri, A.Wahab dan Kusmiyati. 2015. Analisis Penguasaan Konsep danMiskonsepsi Biologi dengan Teknik Modifikasi Certainty Of Response Indexpada Siswa SMP Se-Kota Sumbawa Besar. Volume 9 (1). Hal: 1-6.
Jumhana, N. 2011. Berbagai Fungsi Pada Tumbuhan. Bandung: ModulUniversitas Pendidikan Indonesia.
Kardi, Soeparman. 1997. Miskonsepsi Terhadap Konsep-Konsep Biologi,Kemungkinan Penyebab dan Cara Penanngulangannya. Pidato Pengukuhandibaca Pada Peresmian Penerimaaan Jabatan Guru Besar dalam Bidang IlmuHayat Pada Jurusan Biologi FMIPA IKIP Surabaya,Tanggal 4 Desember1997.
Karli, H. dan Yuliariatiningsih, M.S. 2003. Model-Model Pembelajaran. BinaMedia Informasi: Bandung.
Kimball, J.W. 1992. Biologi Umum. Jakarta: Erlangga.
Köse, Sacit. 2008. Diagnosing Student Misconceptions:Using Drawings As AResearch Method. World Applied Science Journal. Pamukkale University:Turkey. Hal: 283-293.
Kukla, Andre. 2003. Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu (SocialConstrucyivism and the Philosophy of Science). Yogyakarta: Jendela.
Khotimah, F. N. 2014. Identifikasi Miskonsepsi Siswa pada KonsepArchaebacteria dan Eubacteria dengan Menggunakan Tes DiagnostikPilihan Ganda Beralasan. Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah.
Krisno, H.M.A.,dkk. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam: SMP/MTs Kelas VIII.Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta. Hal: 338.
Liliawati, Winny dan Taufik Ramlan Ramalis. 2009. Identifikasi MiskonsepsiMateri IPBA Di SMA Dengan Menggunakan Certainly Of Respons Index(CRI) Dalam Upaya Perbaikan Urutan Pemberian Materi IPBA Pada KTSP.Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA.Universitas Negeri Yogyakarta.Yogyakarta. Hal: 159-168.
Mulyani, D. 2013. Hubungan Kesiapan Belajar Siswa dengan Prestasi Belajar.Jurnal Ilmiah Konseling Universitas Negeri Padang. Volume 2. 27-31.
82
Murni, Dewi. 2013. Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Pada Konsep SubstansiGenetika Menggunakan Certainty Of Response Index (CRI). Jurnalpendidikan biologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Hal: 205-211.
Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: PT.Remaja Rosdakarya.
Mustaqim, T. A. 2014. Identifikasi Miskonsepsi Siswa dengan MenggunakanMetode Certainty of Response Index (CRI) pada Konsep Fotosintesis danRespirasi Tumbuhan. Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah.
Nurjanah, S.I., Suwarto WA, dan Idam Ragil W.A. 2012. Model Kooperatif TipeTGT untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Koperasi Pada MataPelajaran IPS. Jurnal FKIP PGSD. Hal: 1-7.
Puskur. 2007. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu SekolahMenengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Departemen PendidikanNasional: Jakarta.
Pratiwi, R., et al. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam SMP Kelas VIII Edisi 4. JakartaPusat: Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Prayitno. 1997. AUM PTDSL. Padang: FIP Universitas Negeri Padang.
Priadi, Arif. 2010. Biologi 3. Jakarta: Yudhistira
Rahman, T. 2010. Nutrisi dan Energi Tumbuhan. Bandung: UniversitasPendidikan Indonesia.
Sadirmam, A.M .2012. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Santyasa, I.W. 2005. Model Pembelajaran Inovatif dalam ImplementasiKurikulum Berbasis Kompetensi. http : // www. Freewebs. Com /santyasa/PDF_Files/PEMBELAJARAN_INOVATIF.pdf. Diakses pada 18 Mei 2016 ;19.45 WIB.
Setiawati, G.A.D. 2014. Identifikasi Miskonsepsi dalam Materi Fotosintesis danRespirasi Tumbuhan pada Siswa Kelas IX SMP di Kota Denpasar. JurnalBakti Saraswati Vol.3 No.2. 17-31.
Simpson, M., And Arnold, B.1982. Availibility Of Prerequisite Concepts ForLearning Biology at Certivicate Level. Journal Of Biology. Hal: 65-72.
83
Sudijono, A. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RND. Bandung:Alfabeta.
Sugihartono, dkk,. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sulistyanto, Heri, dkk. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat PerbukuanDepdiknas.
Suniati, N.M.S. 2013. Pengaruh Implementasi Pembelajaran KontekstualBerbantuan Multimedia Interaktif Terhadap Penurunan Miskonsepsi. JurnalProgram Pascasarjana Undiksha. Volume 4. 1-13.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta:Kanisius.
. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika.Jakarta: Gramedia.
Susanti, R. 2013. Pengaruh Penerapan Pembelajaran berbasis Masalah padaPraktikum Fotosintesis dan Respirasi untuk Meningkatkan KemampuanGenerik Sains Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Unsri. MakalahDisampaikan pada Seminar Kenaikan Jabatan tingkat Fakultas-FKIP UnsriFKIP Universitas Sriwijaya: Palembang.
Suyitno. 2006. Faktor-Faktor Fotosintesis. Yogyakarta: Materi dalam PembinaanTim Olimpiade Biologi SMAN 9 Yogyakarta.
Shen,Ma Min. 2013. Miskonsepsi Pembelajran di Sekolah. LPMP NTB: NTB.Hal 1-6.
Syamsuri, Istamar., Dkk. 2007. Biologi 3A. Jakarta: Erlangga.
Tawil, Muhammad Dan Liliasari. 2014. Keterampilan-Keterampilan Sains danImplementasi dalam Pembelajaran IPA. Makassar : Universitas NegeriMakassar.
Tekkaya, C. (2002). Misconception As Barrier To Understanding Biology.Haccepte University. Jurnal Of Educational Faculty. Hal: 260-261.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep danImplementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).Kencan: Jakarta.
84
Utomo, B. 2007. Fotosintesis pada Tumbuhan. Karya Ilmiah. Medan: USU e-Repository.
Widdiharto, Rachmadi. 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP danAlternatif Proses Remidinya. Departemen Pendidikan Nasional, PusatPengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga KependidikanMatematika. Yogyakarta. Hal: 58.
Wisudawati, A.W dan Sulistyowati, E. 2014. Metodologi Pembelajaran IPA.Jakarta: Bumi Aksara.
Zirbel, E. L. 2001. Learning, Concept Formation & Conceptual Change.Department of Physics and Astronomy. USA: Tufts University.