identifikasi keragaman d-loop dna mitokondria … · 10. jumlah nukleotida sapi bali, madura, aceh,...
TRANSCRIPT
i
IDENTIFIKASI KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA
PADA SAPI POTONG DI INDONESIA
SKRIPSI
SRI RAHAYU
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ii
RINGKASAN
SRI RAHAYU. D14080212. 2012. Identifikasi Keragaman D-loop DNA
Mitokondria pada Sapi Potong Di Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si.
Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA.
Sapi Bali merupakan salah satu sumber daya genetik asli Indonesia, sumber
daya genetik lain yang dimiliki oleh Indonesia pada ternak sapi yaitu hasil silangan
sapi asli dan sapi luar yang masuk ke Indonesia yang telah menjadi sapi lokal seperti
sapi Madura, Pesisir, Aceh, dan PO. Persilangan/perkembangan jenis sapi tersebut
menyebabkan muncul keragaman genetik dan keterkaitan/hubungan kekerabatan
(filogenetik) pada sapi asli dan sapi lokal Indonesia, termasuk keragaman di DNA
mitokondria (mtDNA) di daerah D-loop. Keragaman pada mtDNA penting untuk
diketahui, yaitu sebagai informasi dasar tentang mtDNA khususnya di daerah D-loop
(data base) pada sapi-sapi Indonesia, mengingat sapi-sapi tersebut sudah diakui oleh
dunia.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sekuen mtDNA daerah D-loop
pada sapi dan mengetahui keragaman daerah D-loop mtDNA pada sapi Bali, Madura,
Pesisir, Aceh dan PO di Indonesia. Tujuan lain yaitu untuk mengetahui hubungan
genetik (filogenetik) antara sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO.
Sampel darah sapi yang digunakan sebanyak 18 sampel yaitu dua sampel dari
sapi Bali yang berasal dari BIB dan empat sampel dari BPTU sapi Bali pulau Bali,
masing-masing dua sampel sapi Madura yang berasal dari Sapudi dan Kabupaten
Sampang, dua sampel sapi Pesisir dari Kabupaten Pesisir Selatan, dua sampel sapi
Aceh dari Kabupaten Aceh Besar, dan masing-masing dua sampel sapi PO yang
berasal dari Kab. Kebumen dan kandang A Fakultas Peternakan IPB. Sampel darah
tersebut diamplifikasi dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan dilanjutkan
dengan sekuen. Data sekuen D-loop disejajarkan berganda dengan sekuen acuan Bos
indicus dari GenBank (kode akses AY126697) menggunakan program Clustal W
yang terdapat dalam program MEGA 5.0. Hitungan jarak genetik antara sapi
penelitian menggunakan perhitungan pairwise distance dan analisis filogeni dengan
menggunakan metode bootstrapped Neighboor-Joining (NJ) dengan 1000 kali
pengulangan.
Hasil PCR pada suhu 60 oC menghasilkan produk amplifikasi sebesar 1145
bp, namun yang dapat dianalisis sepanjang 584 bp. Hasil amplifikasi tersebut
didapatkan sekuen basa nukleotida sebesar 22 bp (GTACATAATATTAATGTAATAA)
sebagai motif ulangan dan ditemukan pada sapi Bali, Madura, dan PO. Motif
ulangan lain sepanjang 22 bp yaitu GTACATAATATTAATGTAATAA juga
ditemukan pada sapi Pesisir, Aceh, Bali 1, dan Bali 2. Hasil analisis D-loop mtDNA
dengan sekuen acuan Bos indicus, menunjukkan bahwa sapi Aceh satu klaster
dengan sapi Pesisir, mempunyai jarak genetik yang lebih dekat dengan sapi Bos
indicus, sedangkan sapi Bali, Madura, dan PO membentuk klaster sendiri yang
memiliki jarak genetik lebih dekat dengan sapi Bali.
Kata-kata kunci : bangsa sapi Indonesia, mtDNA, D-loop, filogenetik
iii
ABSTRACT
Identification of Genetic Variation D-loop of mtDNA in Indonesian Beef Cattles
Rahayu, S., Jakaria, Muladno
Indonesia have indigenouse genetic resources especially in Bali cattle, in addition
there is others local cattle genetic resource which is the cross breeding from
indigenouse cattle and foreign cattle like Madura, Aceh, and Pesisir cattle. The
impact from cross breedingare necessary to know the genealogy and their
relationships (phylogenetic) of the cattle. The aims of this study were to determine
the diversity from the D-loop of mtDNA sequences and phylogenetic relationship
from Bali, Madura, Pesisir, and Aceh cattle through GenBank. A total of 18
sampels from the 6 Bali cattles (Bali island), 4 Madura cattles (Madura island), 2
Pesisir cattles (south Pesisir), 2 Aceh cattles (Aceh Besar), and from 4 PO cattles as
out group were analyzed by Polimerase Chain Reaction (PCR) amplification and
subsequently sequenced. The data were aligned refer to Bos indicus sequences from
GenBank using Cluscal W programme and analyzed by MEGA5 programme. The
result of PCR product of D-loop sequences by 60 oC annealing temperature were
1145 bp length which could be analyzed 584 bp. On the other hand, amplification
nukeotide sequence was 22 bp length as repeat tandem which found in Bali, Madura,
Pesisir, Aceh, and PO cattle. From the D-loop mtDNA analysis indicated that Aceh
cattle had the same cluster as Pesisir cattle which have closer genetic distance to Bos
indicus, on the other hand Bali, Madura and PO cattle had the same cluster in
different group which have closer genetic distance to Bali cattle.
Keywords: Indonesian cattle, DNA, Mitochondrial, D-loop
iv
IDENTIFIKASI KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA
PADA SAPI POTONG DI INDONESIA
SRI RAHAYU
D14080212
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
v
Judul : Identifikasi Keragaman D-Loop DNA Mitokondria pada Sapi
Potong di Indonesia
Nama : Sri Rahayu
NIM : D14080212
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
(Dr. Jakaria, S.Pt., M. Si.)
NIP : 19660105 199303 1 001
Pembimbing Anggota,
(Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA)
NIP : 19610824 198603 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)
NIP: 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 21 Nopember 2012 Tanggal Lulus:
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Juli 1990 di Banjarnegara. Penulis
merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H.
Mohammad Sodiq dan Ibu Hj. Sutariyah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SDN 6 Batur.
Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2005 di MTs.
Muhammadiyah Batur, Banjarnegara dan pendidikan menengah atas diselesaikan
pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Bawang, Banjarnegara.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB USMI pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor
Teknologi Peternakan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009. Selama mengikuti
pendidikan, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak Himaproter
periode 2010-2011 dan Majalah Peduli Pangan dan Gizi EMULSI periode 2010-
2011, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten mata
kuliah Genetika Ternak pada tahun 2011-2012. Penulis berkesempatan mengikuti
magang di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Bogor pada tahun 2009 dan Balai
Embrio Ternak (BET) Bogor pada tahun 2010. Penulis pernah lolos dalam PKM
penelitian yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2011.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabil’alamin,
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, karunia, rizki dan nikmat iman dan Islam yang telah diberikan
sehingga Penulis memperoleh kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul ”Identifikasi Keragaman D-loop DNA Mitokondria
pada Sapi Potong di Indonesia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Shalawat dan salam semoga selalu kita curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW.
Sapi Bali merupakan salah satu sumber daya genetik asli Indonesia yang
sudah didomestikasi dan termasuk aset dunia yang sangat bernilai. Indonesia juga
memiliki bangsa-bangsa sapi lokal yang sudah diakui dunia seperti sapi Madura,
Pesisir, Aceh, dan PO. Hingga saat ini informasi genetik sapi asli atau sapi lokal di
Indonesia secara umum masih bersifat parsial terbatas pada salah satu jenis sapi.
Informasi genetik sangat menunjang untuk program pemuliaan sapi Indonesia
terutama dalam upaya pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan secara
berkelanjutan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian-penelitian di bidang
ini yaitu dengan melakukan studi keragaman D-loop mtDNA pada sapi asli dan sapi
lokal Indonesia.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi pedoman dasar
untuk penelitian serupa pada masa yang akan datang. Amin.
Bogor, Desember 2012
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .................................................................................................. ii
ABSTRACT ..................................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
Klasifikasi Sapi .................................................................................... 4 Bangsa Sapi di Indonesia ..................................................................... 4
Sapi Bali ................................................................................... 5
Sapi Madura ............................................................................. 6
Sapi Pesisir ............................................................................... 6
Sapi Aceh ................................................................................. 7
Keragaman Genetik ............................................................................. 8
DNA Mitokondria ................................................................................ 9
Kekerabatan Sapi di Indonesia ............................................................ 12
MATERI DAN METODE ............................................................................... 15
Lokasi dan Waktu ................................................................................ 15
Materi ................................................................................................... 15
Sampel Darah ........................................................................... 15
Alat dan Bahan ......................................................................... 15
Primer DNA Mitokondria Daerah D-loop ............................... 16
Prosedur ............................................................................................... 16
Pengambilan Sampel Darah ..................................................... 16
Isolasi DNA ............................................................................. 16
Amplifikasi DNA Mitokondria Daerah D-loop ....................... 17
Elektroforesis ........................................................................... 18
Perunutan Produk PCR (Sekuensing) ...................................... 18
ix
Rancangan dan Analisis Data .............................................................. 18
Jarak Genetik dan Pohon Filogeni ........................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 20
Amplifikasi Daerah D-loop ................................................................. 20
Keragaman D-loop ............................................................................... 22
Komposisi Basa Nukleotida ..................................................... 22
Sekuen Minisatelit ................................................................... 25
Jarak Genetik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia .................. 27
Analisis Filogenetik ................................................................. 31
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 35
Kesimpulan .......................................................................................... 35
Saran .................................................................................................... 35
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 37
LAMPIRAN ..................................................................................................... 42
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia...................................... 15
2. Rataan Komposisi Nukleotida Daerah D-loop Parsial Sapi Bali,
Madura, Aceh, Pesisir, PO Setelah Disejajarkan dengan B. indicus
Dari Genbank (Ukuran 584 bp) ......................................................... 23
3. Lokasi Sekuen Berulang pada Setiap Individu Sapi Bali, Madura,
PO, Pesisir, dan Aceh ......................................................................... 26
4. Jumlah Motif Ulangan Basa Nukleotida yang Ditemukan pada
Bangsa Sapi Bali, Madura, PO, Pesisir, dan Aceh ............................. 26
5. Jarak Genetik Berdasarkan Metode Pairwise Distance Daerah D-
loop yang Dilakukan Pengelompokan pada Sapi Bali, Sapi Madura
dan Sapi PO dengan Sapi B. indicus dan B.taurus dari Genbank ...... 28
6. Jarak Genetik Berdasarkan Metode Pairwise Distance Daerah D-
loop Setiap Individu pada Sapi Bali, Sapi Madura dan Sapi PO
dengan Sapi B. indicus dan B.taurus dari Genbank ........................... 30
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Sapi Bali ........................................................................................... 5
2. Sapi Madura ..................................................................................... 6
3. Sapi Pesisir ....................................................................................... 7
4. Sapi Aceh ......................................................................................... 8
5. Genom Mitokondria pada B. indicus ............................................... 10
6. Skema DNA Mitokondria Daerah D-loop ....................................... 11
7. Komposisi Genetik Populasi Sapi di Beberapa Wilayah di
Indonesia .......................................................................................... 13
8. Konstruksi Pohon Filogenik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia
Berdasarkan DNA Daerah CO I ....................................................... 13
9. Konstruksi Pohon Filogenik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia ... 14
10. Situs Penempelan Primer Sekuen D-Loop DNA Mitokondria Sapi 17
11. Hasil Ektroforesis Produk PCR Daerah D-loop mtDNA ................. 20
12. Sketsa Letak Penempelan Primer Forward dan Reverse untuk
Mengamplifikasi pada Daerah D-loop Sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO ................................................................................... 22
13. Frekuensi A+T dan G+C Daerah D-loop mtDNA Parsial
Berukuran 584 bp pada Sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO . 24
14. Konstruksi Pohon Filogeni Antar Individu Sapi Berdasarkan
Metode Neighbor-Joining ................................................................ 33
15. Konstruksi Pohon Filogeni Kelompok Sapi Berdasarkan Metode
Neighbor-Joining ............................................................................. 34
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Modifikasi Metode Isolasi DNA Menggunakan Genomic DNA
Mini Kit (Geneaid) ....................................................................... 43
2. Elektroforesis Produk PCR sebelum Dilakukan Sekuensing ....... 44
3. Lokasi Penempelan Primer Forward dan Reverse pada Sekuen
Basa Nukleotida Gen D-loop parsial Sapi Asli dan Sapi Lokal
Indonesia ........................................................................................ 45
4. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Bali ....................................... 46
5. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Madura .................................. 47
6. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Pesisir ................................... 48
7. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Aceh ..................................... 49
8. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi PO ......................................... 50
9. Situs-situs Delesi dan Insersi Basa-basa Nukleotida D-loop
parsial 584 bp ................................................................................. 51
10. Jumlah Nukleotida Sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO dan
Sapi Pembanding dari GenBank .................................................... 59
11. Motif Ulangan pada sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO..... 60
12. Nomor Akses Sekuen Daerah D-loop Utuh B. indicus dan B.
taurus dari Genbank pada Situs NBCI yang Digunakan untuk
Membentuk Pohon Filogeni .......................................................... 61
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi Bali merupakan salah satu sumber daya genetik ternak asli Indonesia
yang sudah didomestikasi (MacHugh, 1996) dan termasuk salah satu aset dunia yang
sangat berharga (Noor et al., 2000). Sementara, bangsa sapi lokal Indonesia yaitu
Madura, Aceh, dan Pesisir. Sapi Sumba-Ongole (SO) dan Java-Ongole (PO) juga
dianggap sebagai sapi lokal Indonesia (Martojo, 2003). Noor (2010) menyatakan
bahwa ternak asli maupun lokal memiliki keunggulan yaitu mampu beradaptasi
dengan lingkungan lokal seperti kualitas pakan berkualitas rendah, ketersediaan air
yang kurang, iklim tropis, manajemen yang kurang baik, dan ketahanan terhadap
penyakit. Dengan demikian, ternak-ternak inilah yang paling cocok untuk dipelihara
dan dikembangkan di Indonesia khususnya bagi peternak kecil (small holder farmer),
walaupun produksinya relatif lebih rendah dari ternak impor.
Sapi Bali merupakan sapi yang berasal dari domestikasi banteng (Bos
javanicus) yang pada awalnya termasuk banteng liar asli dari Pulau Bali (Hayashi et
al., 1980). Proses domestikasi tersebut mengakibatkan terdapat beberapa perbedaan
dan kesamaan antara ternak domestikasi dan ternak liar sebagai nenek moyang
(Vaisanen dan Jensen, 2003). Sementara sapi lokal (Madura, Pesisir, dan Aceh)
merupakan persilangan banteng dan sapi luar yang masuk ke Indonesia. Namun,
telah cukup lama berada di Indonesia sehingga berkembang biak sesuai dengan
lingkungan lokal (Abdullah et al., 2008), hal tersebut menyebabkan kemungkinan
adanya keragaman genetik seperti keragaman di DNA mitokondria (mtDNA) di
daerah D-loop antara sapi-sapi lokal Indonesia dan sapi Bali. Adanya dugaan
keterkaitan/hubungan kekerabatan (filogenetik) antar bangsa sapi yang ada di
Indonesia menjadi hal penting untuk diketahui.
Keterkaitan hubungan antar sapi asli dan sapi lokal Indonesia telah dilakukan
berdasarkan ukuran tubuh (Otsuka et al., 1980; Abdullah, 2008), ukuran tengkorak
(Hayashi et al., 1980), protein darah (Namikawa et al., 1980), DNA mikrosatelit
(Mohamad et al., 2009) dan DNA mitokondria daerah CO I (Febriana, 2011).
Beberapa hasil penelitian tersebut masih bersifat parsial dan terbatas pada salah satu
bangsa sapi lokal. Di sisi lain, Indonesia memiliki beberapa bangsa sapi lokal
Indonesia yang merupakan sapi-sapi yang sudah diakui oleh dunia (sapi Bali,
2
Madura, Pesisir, Aceh, dan PO). Semakin berkembangnya kajian ilmu genetika
molekuler saat ini, maka penelitian terhadap bangsa sapi lokal Indonesia pada tingkat
molekuler khususnya pada DNA mitokondria sangat diperlukan, terutama DNA
mitokondria di daerah D-loop karena DNA mitokondria mempunyai jumlah turunan
yang lebih tinggi (high copy number), yaitu mempunyai jumlah salinan sebesar 103-
104
molekul DNA mitokondria/sel somatik (Randi, 2000). Keunggulan lain dari
mtDNA yaitu ukuran mtDNA kecil sehingga dapat dipelajari secara utuh. Genom
DNA mitokondria mempunyai laju evolusi 5-10 kali lebih cepat dari DNA inti
(Clayton, 1992).
Nijman et al. (2003) menyatakan bahwa penentuan daerah D-loop mtDNA
pada sapi dapat digunakan untuk menunjukkan proses hibridisasi pada bangsa sapi
Indonesia termasuk sapi asli Indonesia (sapi Bali). Penanda atau marker DNA
mitokondria adalah penanda genetik berdasarkan garis maternal yang hanya
diwariskan melalui induk tanpa mengalami rekombinasi. Penciri yang berbasis pada
DNA mitokondria dapat digunakan untuk merekonstruksi pohon kekerabatan
(filogenetik) pada berbagai bangsa/spesies yang saling berdekatan (Duryadi, 1994).
Penelitian di daerah D-loop sudah sangat spesifik dan sudah digunakan
sangat luas, penelitian mtDNA daerah D-loop pernah dilakukan untuk mengetahui
variasi DNA mitokondria dan evolusi sapi Hitam Jepang (Bos taurus) (Mannen et
al., 1998), memposisikan sapi Zebu Amerika berasal dari Bos indicus (Meirelles et
al., 1999), menentukan perbedaan genetik dan variasi sekuen daerah D-loop mtDNA
sapi asli Cina (Lai, 2005), mengetahui hibridisasi banteng (Bos javanicus) dan zebu
(Bos indicus) (Nijman et al., 2003), menetukan keragaman genetik dan pohon
filogenetik kerbau sungai di Mesir (Hassan et al., 2009). Hal ini menjadikan
penelitian identifikasi keragaman D-loop mtDNA penting untuk dilakukan,
mengingat sapi-sapi tersebut merupakan sumber daya genetik yang dimiliki
Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar tentang
DNA mitokondria di daerah D-loop (data base) pada sapi-sapi Indonesia. Selain itu
hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam
menentukan kebijakan program pemuliaan sapi Indonesia terutama dalam upaya
pelestarian, pengembangan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan.
3
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat sekuen daerah D-loop mtDNA dan
mengetahui keragaman daerah D-loop mtDNA pada sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh
dan PO di Indonesia. Tujuan lain yaitu untuk mengetahui hubungan genetik
(filogenetik) antara sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Sapi
Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas
sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik
tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies
yang sama. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi
berikutnya. Menurut Blakely dan Bade (1992) bangsa sapi mempunyai klasifikasi
taksonomi sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub class : Theria
Infra class : Eutheria
Ordo : Artiodactyla
Sub ordo : Ruminantia
Infra ordo : Pecora
Famili : Bovidae
Genus : Bos (cattle)
Spesies : Bos taurus (sapi Eropa)
Bos indicus (sapi India/sapi zebu)
Bos javanicus (banteng/sapi Bali)
Bangsa Sapi di Indonesia
Berdasarkan taksonomi sapi diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Bos
indicus, Bos taurus, dan Bos javanicus (Payne dan Hodges, 1997). Sapi Bali,
Madura, Padang, Aceh, Peranakan Ongole, dan Grati dikenal sebagai sapi-sapi yang
terdapat di Indonesia. Sapi-sapi tersebut memiliki karakteristik warna kulit maupun
ukuran tubuh yang berbeda. Kondisi seperti ini, dimungkinkan sebagai refleksi
introgresi sapi Bos indicus dari India dan Bos taurus dari Eropa (Otsuka et al., 1980).
Berdasarkan uji jarak genetik, sapi Madura mempunyai hubungan terdekat
dengan sapi Bali. Sapi Madura, Jawa dan Peranakan Ongole diklasifikasikan sebagai
Bos indicus, sedangkan sapi Bali sangat nyata terpisah dari dua kelompok sapi India
5
maupun Eropa (Namikawa et al., 1980; Mohamad et al., 2009; Febriana, 2011).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sapi Bali merupakan sebagian besar tetua sapi-sapi
yang terdapat di Indonesia (Payne dan Hodges, 1997).
Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi yang berasal dari domestikasi banteng (Bos
banteng javanicus) (Nijman et al., 2003) yang termasuk banteng liar asli yang
berasal dari Pulau Bali (Hayashi et al., 1980). Sapi-sapi tersebut berasal dari
pegunungan yang terdapat di Bali dan kemudian pergi ke daratan pada tahun 1856.
Sapi Bali tersebut kemudian menyebar ke pulau Sulawesi, Lombok, dan Timor dan
sebagian kecil pulau di Indonesia (Payne dan Rollinson, 1973).
Gambar 1. Sapi Bali Sumber : Hartaningsih (2008)
Sapi Bali termasuk sapi kecil dengan ukuran bobot yaitu 150-300 kg pada
jantan bobot badan dewasa (Talib et al., 2002). Sapi Bali memiliki karakteristik
yang seragam. Ternak ini berukuran sedang, berdada dalam, kaki yang bagus.
Warna bulu sapi Bali yaitu merah, keemasan, dan coklat tua dikenal juga walaupun
tidak umum. Sapi Bali memiliki Bibir, kaki, dan ekor hitam dan kaki berwarna putih
dari lutut ke bawah, dan terdapat warna putih di bawah paha dan bagian oval yang
putih yang jelas pada bagian pantat. Pada bagian punggung selalu terdapat garis
hitam yang jelas, dari bahu dan berakhir di atas ekor. Warna pada ternak jantan lebih
gelap daripada betina, warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat
6
mencapai dewasa. Sapi Bali memiliki bulu pendek, halus, dan licin, kulit berpigmen
dan halus, dan kepala lebar dan pendek (Williamson dan Payne, 1993). Gambar sapi
Bali dapat dilihat pada Gambar 1.
Sapi Madura
Sapi Madura yaitu sapi yang banyak ditemukan di Pulau Madura. Sapi jantan
mempunyai ciri-ciri ukuran gumba sedang, namun lebih kecil daripada gumba sapi
Aceh jantan. Sapi Madura betina hanya ditemukan jejak-jejak gumba. Secara umum
sapi Madura yang terdapat di pulau Madura memiliki warna coklat, tetapi beberapa
penelitian menemukan warna sapi Madura mirip dengan sapi Bali yaitu memiliki
kaki berwarna putih, pantat berwarna putih atau hitam, dan memiliki garis hitam di
bagian punggung (Otsuka et al., 1980).
Gambar 2. Sapi Madura Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, (2012a)
Sapi Pesisir
Sapi pesisir merupakan salah satu sapi lokal Indonesia yang terdapat di
Sumatera Barat yang berbeda dari sapi lokal lain yang terdapat di Indonesia yaitu
memiliki bentuk dan ukuran yang kecil (Jakaria, 2008). Sapi ini yang berasal dari
Kabupaten Pesisir Selatan merupakan sapi terkecil kedua di dunia setelah sapi dwarf
west Afrika Shorthorn yang berasal dari Wilayah pantai Afrika Barat (Sarbaini,
2004). Hal tersebut termasuk salah satu keunikan dari sapi ini yang merupakan salah
7
satu keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh bangsa sapi lain (Jakaria, 2008).
Keunggulan lain yang dimiliki sapi pesisir yaitu variasi bulu yang beragam, sehingga
menjadikan identitas suatu bangsa, yaitu putih, kuning muda, kuning tua, merah bata,
cokelat, dan hitam (Sarbaini, 2004).
Sapi Pesisir memiliki rataan tinggi pundak 114 cm dan betina 109 cm pada
umur 4 tahun (Saladin, 1983). Sementara Sarbaini (2004) mendapatkan rataan tinggi
pundak pada sapi jantan dewasa pada setiap sub populasi sapi pesisir, yaitu di daerah
Kabupaten Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Kabupaten Agam masing-masing 99,9
cm; 108, 7 cm; dan 101,8 cm; sedangkan pada betina masing-masing 99,2 cm;
108,2 cm; dan 101,7 cm.
Gambar 3. Sapi Pesisir Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2012b)
Sapi Aceh
Sapi Aceh merupakan bangsa sapi tipe kecil yang ditemukan khusus di
daerah Aceh (Abdullah et al., 2008). Hasil penelitian Abdullah (2008) menunjukkan
bobot badan dan ukuran tubuh sapi Aceh mengalami penurunan dibandingkan
dengan bobot badan dan ukuran tubuh yang dilaporkan pada tahun 1926. Ukuran-
ukuran tubuh sapi Aceh mempunyai ukuran-ukuran tubuh yang lebih kecil pada
tingkat umur yang sama, apabila dibandingkan sapi Bali, Madura dan PO. Namun
masih berada di atas rataan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan sapi Pesisir di
8
Sumatera Barat. Rata-rata bobot hidup sapi Aceh dewasa betina 161,19 kg dan
jantan 191,78 kg (Abdullah, 2008).
Abdullah et al. (2008) menemukan hampir seluruh populasi sapi Aceh
mempunyai garis muka yang cekung dan sebagian (4,5%) memiliki garis muka yang
lurus. Secara umum sapi Aceh mempunyai garis punggung yang cekung (89,25%),
sebagian mempunyai garis punggung cembung (6,25%) dan sebagian kecil
mempunyai garis punggung lurus (4,5%). Secara kualitatif, sapi Aceh mempunyai
warna dominan merah bata dan cokelat muda serta pola warna beragam mulai warna
gelap sampai terang. Bentuk pertumbuhan tanduk sapi betina mengarah ke samping
melengkung ke atas kemudian ke depan dan pada jantan mengarah ke samping
melengkung ke atas.
Gambar 4. Sapi Aceh Sumber : Nangroe Aceh Darusalam. Litbang (2012)
Keragaman Genetik
Keragaman genetik yaitu perbedaan genotip diantara ternak-ternak yang tidak
memiliki hubungan keluarga (Noor, 2010). Keragaman genetik timbul akibat proses
pembelahan meiosis saat pembentukan gamet, yang disebabkan salah satunya karena
terdapat peluang terjadinya rekombinasi kromosom yang berasal dari kedua tetua.
Sumber keragaman lain yaitu mutasi gen yang terjadi secara alami, di mana frekuensi
kejadiaanya relatif rendah. Namun dalam skala masa evolusi perkembangan berbagai
jenis ternak evolusi merupakan keragaman yang cukup penting, karena mutasi
9
tersebut dapat diwariskan. Hal tersebut dikarenakan hanya terjadi pada sel germinal
yang terdapat pada ovarium dan testis (Martojo, 1992; Jusuf, 2001; King, 2002b).
Keanekaragaman pada berbagai populasi ternak yang ada pada saat ini
merupakan akumulasi dari mutasi-mutasi yang terjadi selama evolusi pada masa
lampau (Martojo, 1992). Keragaman genetik dapat dilihat dengan menggunakan
penanda morfologi dan penanda molekuler (King, 2002a).
Penanda morfologi merupakan penanda yang telah banyak digunakan dalam
program genetika dasar maupun dalam program praktis pemuliaan, karena penanda
ini paling mudah untuk diamati dan dibedakan. Namun, penanda ini memiliki
beberapa kelemahan dalam aplikasi lapang yaitu ketelitian dan ketepatan penentuan
mutu genetik hewan penanda morfologi sangat rendah. Dengan demikian untuk
kegiatan pemuliaan tidak cukup hanya berdasarkan pada informasi karakteristik
morfologi saja, tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan saat ini, maka dapat
digunakan alternatif penanda lain yaitu penanda molekuler yang telah relatif lebih
mudah untuk dikerjakan (Muladno, 2006). Keragaman nukleotida merupakan
parameter yang akurat untuk menggambarkan keragaman genetik. Unsur positif
dengan menggunakan keragaman nukleotida tidak tergantung besar sampel dan
panjang DNA (Hartl dan Clark, 1989).
Sekarang telah ada beberapa penanda DNA untuk menganalisis latar
belakang genetik hibrida pada sapi (Nijman et al., 2003) yaitu penanda mtDNA.
Penanda mtDNA menunjukkan introgresi melalui silsilah maternal (Randi, 2000),
yang pada sapi menunjukkan sejarah kekerabatannya (Nijman et al., 2003).
Penelitian Lai et al. (2005) berdasarkan pengujian keragaman sekuen pada daerah
kontrol DNA mitokondria yaitu daerah D-loop menunjukkan bahwa sapi asli Cina
merupakan keturunan dari maternal sapi Asia Timur.
DNA Mitokondria
Material DNA yang secara umum digunakan dalam analisa genetik yaitu
DNA yang berasal dari inti, tetapi untuk organisme eukariot sumber DNA dapat pula
diperoleh dari organel-organel sitoplasmik. Salah satu organel yang dapat menjadi
sumber bahan genetik adalah mitokondria (Duryadi, 1994; King, 2002a).
Mitokondria adalah organel yang bertanggung jawab di dalam metabolisme aerobik
pada sel-sel eukariot. Mitokondria mempunyai molekul DNA tersendiri dengan
10
ukuran kecil dan sederhana yang memiliki susunan yang berbeda dengan DNA inti
(Randi, 2000). Ukuran dari DNA mitokondria pada sapi yaitu sebesar 16.338 pasang
basa (Duryadi, 1994).
Sekitar 1% dari material genetik organisme eukariot terdapat dalam
mitokondria yang dibentuk dari untai-ganda sirkular yang mengandung 2-10 salinan
molekul DNA. DNA mitokondria memiliki fungsi penting antara lain sebagai
penyandi 2 RNA ribosom (RNA ribosom besar 16S dan kecil 12S), 22 molekul RNA
tranfer, dan 13 protein (tujuh sub unit NADH dehidrogenase (kompleks I), sitokrom
b kompleks III, tiga sub unit sitokrom oksidase (kompleks IV), dan dua sub unit ATP
sintase) yang berperan penting dalam rantai respiratorik (Randi, 2009). Adapun
genom mitokonria Bos indicus dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Genom Mitokondria pada B. indicus Sumber : Anderson et al. (1982)
Kelebihan menggunakan DNA mitokondria sebagai penanda genetik dalam
studi variabilitas genetik intraspesifik (inter populasi) dapat memberikan informasi
secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal tersebut dikarenakan laju mutasi DNA
mitokondria lebih tinggi dibandingkan DNA nukleus yaitu 5-10 kali lebih sering
(Randi, 2000). Kelebihan tersebut menyebabkan mtDNA berevolusi sangat cepat,
sehingga dapat digunakan untuk melacak kejadian yang relatif baru seperti pada studi
hibridisasi alami antara dua sub spesies seperti hibridisasi pada Bos javanicus dan
Bos indicus (Nijman et al., 2003).
11
DNA mitokondria memiliki sifat khusus yaitu diturunkan melalui induk tanpa
mengalami rekombinasi. Sifat tersebut sehingga dapat digunakan untuk suatu
rekonstitusi historik dari genealogi matrilinier suatu spesies maupun antar populasi.
Studi keragaman genetik interspesifik berdasarkan perbedaan dan persamaan
mtDNA dapat menghasilkan rekonstruksi filogenik dari beberapa spesies yang satu
terhadap yang lain (Duryadi, 1994).
Kajian keragaman genetik yang berdasarkan DNA mitokondria saat ini sangat
berkembang karena DNA mitokondria mempunyai jumlah turunan yang tinggi (high
copy number), mempunyai jumlah salinan sebesar 103-10
4 molekul DNA
mitokondria/sel somatik, tergantung jaringan dan status fisiologis. Ukuran DNA
mitokondria kecil sehingga dapat dipelajari secara utuh. Daerah DNA mitokondria
paling bervariasi yaitu daerah D-loop (Randi, 2000). D-loop DNA mitokondria
adalah control region, yaitu tempat yang mengatur replikasi dan transkripsi mtDNA
yaitu awal dari replikasi rantai berat (Ho). Dinamakan D-loop karena pada fragmen
tersebut terdapat fragmen DNA dengan sruktur 3-rantai (membentuk hairpin),
terbentuk akibat terciptanya rantai berat (H-strand) yang menggantikan rantai induk
dan membentuk struktur tripleks D-loop (3-strand) (Clayton, 1992).
Gambar 6. Skema DNA Mitokondria Daerah D-loop Sumber : Selwood et al. (2000)
12
Daerah yang memb)entuk hairpin/D-loop berdekatan dengan gen tRNAphe
dan terdapat promotor (Heavy Strand Promotor/HSP dan Light Strand Promotor/
LSP) yang berfungsi sebagai transkripsi genom mitokondria juga terdapat daerah OH
(Origin of Replication) untuk rantai berat yang berfungsi awal replikasi (Clayton,
1992). Daerah D-loop yang hipervariabel (mempunyai variasi basa yang cukup
tinggi) terletak di luar segmen yang mempunyai fungsi transkripsi dan replikasi
tersebut (Wood dan Phua, 1996), sehingga dapat digunakan untuk mengetahui
silsilah dari suatu ternak dan hubungan kekerabatan (filogenetik) (Mannen et al.,
1998). Daerah D-loop mtDNA disajikan pada Gambar 6.
Kekerabatan Sapi di Indonesia
Berdasarkan ukuran tubuh sapi-sapi asli Indonesia yaitu sapi Bali, Madura,
Aceh dan Padang memiliki kesamaan ukuran tubuh. Variasi dari sapi tersebut yaitu
mempunyai warna bulu yang berbeda, karena sapi Padang memiliki variasi bulu
yang beragam. Sementara pada sapi Madura betina memiliki ukuran tubuh yang
lebih besar dari pada sapi Aceh dan sapi Padang, namun lebih kecil daripada sapi
Bali. Apabila dibandingkan dengan sapi asli yang terdapat di Asia Tenggara seperti
Thailand dan Malaysia Barat, sapi-sapi Indonesia yang terdapat di Sumatra (sapi
Aceh dan sapi Padang) memiliki hubungan yang dekat. Sementara sapi Madura
sangat dekat dengan sapi asli Thailand, sedangkan ukuran tubuh sapi asli Filipina dan
Taiwan memiliki kesamaan dengan sapi Bali pada beberapa bagian (Otsuka et al.,
1980).
Berdasarkan penelitian Hayashi et al. (1980) ukuran tengkorak sapi Aceh
mempunyai lebar dan tinggi tengkorak yang lebih pendek dibanding panjang
tengkorak sapi tersebut, dan bagian cerebral tengkorak lebih besar dibanding bagian
wajah, tingkat keseragaman sapi Aceh juga lebih rendah dari pada sapi Bali.
Sementara sapi Madura mempunyai lebar dan tinggi tengkorak yang memiliki
ukuran diantara sapi Aceh dan sapi Bali, sapi Madura juga memiliki tingkat
keseragaman yang rendah seperti pada sapi Aceh. Berbeda dengan sapi Bali yang
lebih menyerupai banteng dari pada sapi Aceh dan sapi Madura. Namun tidak
ditemukan tonjolan intercornual di tengkorak sapi Bali. Karakteristik ini tidak
ditemukan pada sapi asli lain maupun banteng. Sebaran komposisi genetik populasi
sapi di beberapa wilayah Indonesia disajikan pada Gambar 7.
13
Gambar 7. Komposisi Genetik Populasi Sapi di Beberapa Wilayah di Indonesia Sumber : Mohamad et al. (2009)
Analisis hubungan kekerabatan pada sapi lokal Indonesia berdasarkan sekuen
DNA Mitokondria Gen Cytochrome Oxidase I (Gen COI) menunjukkan bahwa sapi
Bali terpisah dari pengelompokan keempat bangsa sapi Indonesia lainnya. Sapi
Aceh, Pesisir, PO, dan Madura terletak dalam kelompok yang sama dengan Bos
indicus. Dari kedua pengelompokan tersebut menunjukkan bahwa sapi Bali
mempunyai asal-usul tersendiri sedangkan keempat sapi lain berasal dari kelompok
sapi Zebu (Gambar 8) (Febriana, 2011). Hal tersebut juga didukung oleh pendapat
Mohamad et al. (2009) melalui analisis DNA mitokondria, Y-kromosom, dan
mikrosatelit (Gambar 9).
Gambar 8. Konstruksi Pohon Filogenik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia
Berdasarkan DNA Daerah CO I Sumber : Febriana (2011)
14
Gambar 9. Konstruksi Pohon Filogenik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia Sumber : Mohamad et al. (2009)
15
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian
Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2012
Materi
Sampel Darah
Sampel darah sapi yang digunakan yaitu sapi asli dan sapi lokal sebanyak 18
sampel dari lima bangsa sapi yang yaitu sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO.
Jumlah masing-masing sampel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia
Ternak n Asal
Sapi Bali 2
4
BIB Sapi Bali, Bali
BPTU Sapi Bali, Bali
Sapi Madura 2
2
Sapudi
Kab. Sampang
Sapi Aceh 2 Kab. Aceh Besar
Sapi Pesisir 2 Kab. Pesisir Selatan
Sapi PO 2
2
Kab. Kebumen
Kandang A Fakultas Peternakan IPB
Total 18
Keterangan : n = jumlah individu sampel
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada pengambilan sampel darah adalah alkohol 70%,
es, dan kapas. Alat yang digunakan antara lain jarum venojact, tabung vacutainer 10
ml, dan termos. Sampel darah yang digunakan merupakan koleksi dari laboratorium
Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.
16
Amplifikasi daerah D-loop dilakukan melalui Polymerase Chain Reaction
(PCR). Bahan-bahan yang digunakan pada proses amplifikasi DNA adalah adalah
DW, sampel DNA, 10 × buffer, MgCl2, primer forward dan reverse, enzim taq,dan
dNTPs. Alat yang digunakan adalah satu set pipet mikro, alat sentrifugasi, tabung
PCR, mesin PCR, vortex, dan freezer.
Bahan yang digunakan untuk elektroforesis terdiri atas gel elektroforesis,
loading dye, dan marker 100 pb. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat gel
elektroforesis yaitu agarose, 0,5 × TBE, Ethidium Bromide. Bahan-bahan yang
digunakan untuk membuat larutan loading dye yaitu bromothymol blue, xylene
cyanol, gliserol. Sementara, alat yang digunakan antara lain microwave, stearer,
magnet stearer, gelas ukur, tabung erlenmeyer, gel tray, pencetak untuk sumur
(comb), power supply 100 volt, gelas ukur, pipet makro dan mikro, serta UV-
Transiluminator. Buffer elektroda yang digunakan terdiri dari Tris, Glycine dan
aquadestilata.
Primer DNA Mitokondria Daerah D-loop
Primer merupakan molekul oligonukleotida yang berukuran pendek (sekitar
18-24 pasang basa) yang akan menempel pada DNA cetakan di tempat spesifik.
Pasangan primer yang digunakan untuk mengamplifikasi mtDNA daerah D-loop sapi
dengan runutan primer forward5′-TAGTGCTAATACCAACGGCC-3′ dan primer
reverse5′-AGGCATTTTCAGTGCCTTGC-3′ (Hassan et al., 2009).
Prosedur
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah sapi sebanyak sekitar 3 ml melalui vena jugularis
dengan menggunakan venojact lalu segera dimasukkan ke dalam tabung vaccutainer
yang dimasukkan kedalam termos es dan disimpan dalam suhu 4 ºC.
Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dari sampel darah dengan menggunakan Genomic
DNA mini kit Geneaid (Lampiran 2) yang dimodifikasi untuk penggunaan sampel
yang disimpan dalam alkohol.
17
Amplifikasi DNA Mitokondria Daerah D-loop
Amplifikasi lengkap fragmen D-loop DNA mitokondria menggunakan primer
seperti yang digunakan Hassan et al. (2009), yaitu primer Forward 5′-
TAGTGCTAATACCAACGGCC-3′ dan primer Reverse 5′-
AGGCATTTTCAGTGCCTTGC-3′ dengan panjang produk PCR 1145 bp (Gambar
10). Sekuen D-loop mtDNA diperoleh dari NBCI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/).
Nomor akses standardnya adalah Bos indicus dengan kode akses AY126697.
Keterangan :
: Primer forward
: Primer reverse
Warna hijau menunjukkan basa nukleotida yang berbeda
Volume setiap reaksi PCR sebanyak 25 µl yang terdiri atas 2 µl sampel
DNA; 0,3 µl primer forward dan reverse; 0,2 µl dNTPs; 1 µl MgCl2; 2,5 µl 10 ×
buffer0,1 µl enzim Taq Polymerase; dan 18,9 µl destilation water (DW) yang
dilakukan dengan menggunakan mesin PCR model Applied Biosystems. Kondisi
PCR yang digunakan adalah: predenaturasi pada suhu 95 °C selama lima menit,
dilanjutkan dengan siklus utama yaitu tahap denaturasi pada suhu 95 °C selama 30
detik, tahap penempelan primer (annealing) pada suhu 60 °C selama 45 detik, dan
tahap polimerasi (extension) pada suhu 72 °C selama satu menit diulang sebanyak 35
siklus. Reaksi PCR diakhiri dengan polimerasi (final exstension) pada suhu 72 °C
selama lima menit.
5’−TAGTACTAATACCAACAGCCGGCACAGTTGAAAACAAATTACTAAAATGAAGACAGGTCTTTGTAGTACATCTAA
TATACTGGTCTTGTAAACCAGAGAAGGAGAACAACTAACCTCCCTAAGACTCAAGGAAGAAACTGTAGTCTCACCGTC
AACCCCCAAAGCTGAAGTTCTATTTAAACTATTCCCTGAACACTATTAATATAGTTCCATAAATGCAAAGAGCCTTAT
CAGTATTAAATTTATCAAAAATCCCAATAACTCAACACAGAATTTGCACCCTAACCAAATATTACAAACACCACTAGC
TAACATAACACGCCCATACACAGACCACAGAATGAATTACCCAGGCAAGAGGTAATGTACATAACATTAATGTAATAA
AGACATGATATGTATATAGTACATTAAATTATATACCCCATGCATATAAGCAAGTACATGATCTCTATAATAGTACAT
AATACATACAATTATTAATTGTACATAGTACATTATATCAAATCCATCCTCAACAACATATCTACTATATACCCCTTC
CACTAGATCACGAGCTTAATTACCATGCCGCGTGAAACCAGCAACCCGCTAAGCAGAGGATCCCTCTTCTCGCTCCGG
GCCCATAGACCGTGGGGGTCGCTATTTAATGAATTTTACCAGGCATCTGGTTCTTTCTTCAGGGCCATCTCATCTAAA
GTGGTCCATTCTTTCCTCTTAAATAAGACATCTCGATGGACTAATGACTAATCAGCCCATGCTCACACATAACTGTGC
TGTCATACATTTGGTATTTTTTTATTTTGGGGGATGCTTGGACTCAGCTATGGCCGTCAAAGGCCCCGACCCGGAGCA
TCTATTGTAGCTGGACTTAACTGCATCTTGAGCACCAGCATAATGATAGGCATGGGCATTACAGTCAATGGTCACAGG
ACATAAATACATTATATATCCCCCCCTTCATAAAAACCTCCCCCTTAAATATTCACCACCACTTTTAACAGACTTTTC
CCTAGATACTTATTTAAATTTTCCACACTTTCAATACTCAATTTAGCACTCCAAACAAAGTCAATATATAAACGCAGG
CCCCCCCCCCCCCCGTTGATGTAGCTTAACCCAAAGCAAGGCACTGAAAATGCCT-3’
Gambar 10. Situs Penempelan Primer Sekuen D-Loop DNA Mitokondria Sapi
18
Elektroforesis
Elektroforesis menggunakan agarose 1,5% dilakukan dengan cara 0,45 g
agarose dilarutkan dalam larutan 0,5 x TBE sebanyak 30 ml lalu dipanaskan dalam
microwave selama sekitar lima menit kemudian dilakukan stirer dan ditambahkan
2,5 µl EtBr. Larutan dituang ke dalam cetakan gel, diberi sisiran pada tepi gel dan
gel dibiarkan mengeras. Sisir dicabut setelah gel mengeras sehingga terbentuk
sumur-sumur.
Produk PCR sebanyak lima µl dicampurkan dengan loading dye sebanyak
satu µl dengan menggunakan mikropipet lalu dimasukkan dalam sumur-sumur gel
dan satu sumur gel dimasukkan marker sebanyak 2 µl yang digunakan sebagai
penanda. Kemudian gel ditempatkan ke dalam gel tray elektroforesis yang sudah
berisi larutan buffer dan dialiri listrik 100 volt selama 30 menit, molekul DNA yang
bermuatan negatif pada pH netral akan bergerak (bermigrasi) ke arah positif. Gel
agarose yang telah selesai dilakukan elektoforesis kemudian diambil untuk melihat
panjang pita DNA dengan menggunakan sinar ultraviolet dalam trans illuminator.
Panjang pita DNA dapat diketahui dengan cara menarik garis lurus masing-masing
pita sampel DNA dengan posisi pita DNA marker.
Perunutan Produk PCR (Sekuensing)
Pebacaan sekuen menjadi alat penting dan utama dalam biologi molekular
karena dapat mengetahui komposisi nukleotida dan asam amino suatu gen, juga
digunakan untuk menganalisis kekerabatan dan jalur evolusi (Albert et al., 1994).
Produk PCR daerah D-loop dari penelitian ini berupa pita tunggal yang berukuran
1145 pb. Analisis perunutan dilakukan di Macrogen, Korea Selatan.
Rancangan dan Analisis Data
Jarak Genetik dan Pohon Filogeni
Sekuen DNA dilakukan manual editing dengan menggunakan BioEdit.
Runutan nukleotida yang telah diedit disejajarkan dengan runutan baku nukleotida B.
indicus dari Genbank (kode akses AY126697; Mirreti et al., 2002). Proses
pensejajaran (alignment) dilakukan dengan menggunakan program Clustal W yang
terdapat pada program MEGA 5.0 (Molecular Evolutionary Genetics Analysis 5.0;
19
Tamura et a., 2007). Perhitungan komposisi basa nukleotida, jarak genetik dan
konstruksi pohon filogeni dilakukan dengan menggunakan program MEGA 5.0.
Jarak genetik digunakan untuk melihat kedekatan hubungan genetik antara sampel
yang dianalisis. Nilai jarak genetik diperoleh dengan membagi jumlah nukleotida
yang berbeda degan jumlah total nukleotida. Perhitungan pairwise distance
digunakan untuk melihat jarak rata-rata p-distance dari basa nukleotida daerah D-
loop. Pohon filogeni direkrontruksi dengan menggunakan metode bootsraped
Neighboor-Joining (NJ) dengan 1000 kali pengulangan (Nei dan Kumar, 2000).
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Daerah D-loop
Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtDNA) pada sampel DNA
sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin
PCR Applied Biosystem. Hasil optimal fragmen D-loop mtDNA berhasil dilakukan
amplifikasi pada kondisi annealing dengan suhu 60 °C selama 45 detik, dan
diperoleh produk PCR dengan panjang 1145 bp (Gambar 11).
M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2
(+)
Keterangan :
M (marker) = ladder 100 bp
B = Bali
M = Madura
P = PO
Gambar 11. Hasil Ektroforesis Produk PCR Daerah D-loop mtDNA
Keberhasilan amplifikasi daerah D-loop sangat ditentukan dengan kondisi
penempelan primer pada DNA genom, selain faktor-faktor bahan pereaksi PCR dan
mesin PCR yang digunakan. Weissensteiner (2004) menyatakan bahwa suhu
penempelan (annealing) primer yang sesuai merupakan hal yang paling penting
untuk keberhasilan PCR disamping kosentrasi MgCl2. Berdasarkan hasil amplifikasi
yang dilakukan oleh Hassan et al. (2009) penempelan (annealing) primer daerah D-
loop mtDNA pada kerbau sungai dengan primer yang sama, yaitu pada suhu 59 °C
selama 45 detik akan menghasilkan produk PCR yang baik. Berbeda pada suhu
annealing yang optimal pada penelitian ini, yaitu lebih tinggi dibandingkan dengan
1000 bp
bp
(-)
21
suhu annealing yang digunakan oleh Hassan et al. (2009) yaitu 60 °C selama 45
detik. Hal tersebut dikarenakan melting temperature (Tm) akan turun sebesar 5 °C
setiap terdapat 1% ketidakcocokan pada basa dalam untai ganda (Carter, 2000a).
Amplifikasi daerah D-loop mtDNA ini dilakukan dengan menggunakan
pasangan primer forward 5′-TAGTGCTAATACCAACGGCC-3′ dan primer reverse
5′-AGGCATTTTCAGTGCCTTGC-3′ sesuai dengan desain yang digunakan oleh
Hassan et al. (2009), yaitu primer yang digunakan untuk amplifikasi daerah D-loop
kerbau sungai. Hasil analisis menunjukkan bahwa primer tersebut dapat digunakan
untuk mengamplifikasi D-loop mtDNA pada sapi, yang menunjukkan bahwa primer
yang didesain memiliki high similarity. Hal tersebut diduga karena sapi dan kerbau
masih berkerabat dekat terdapat dalam satu rumpun yaitu Bovini (Lenstra dan
Bradley, 2006), yang menyebabkan keduanya masih berkerabat secara taksonomi,
sehingga memiliki kemiripan basa nukleotida yang tinggi. Namun, pada primer
forward terdapat dua nukleotida yang berbeda antara sapi dan kerbau. Perbedaan
nukleotida tersebut terdapat pada nukleotida ke-5 dan ke-17, pada kedua urutan
tersebut sapi memiliki nukleotida A dan pada kerbau sungai memiliki nukleotida G.
Hal tersebut diduga karena sapi dan kerbau terdapat pada genus yang berbeda, yaitu
Bos (sapi) dan Bubalus (kerbau) (Lenstra dan Bradley, 2006). Dawkin (2000)
menyatakan bahwa secara taksonomi hubungan kekerabatan (filogenetik) akan
memisah ketika terjadi perbedaan atau perubahan dalam basa nukleotida, semakin
banyak perbedaan tersebut maka hubungan kekerabatan akan semakin jauh.
Berdasarkan runutan genom utuh DNA mitokondria Bos indicus (sapi
Nellore) dengan kode akses (AY126697) dari GenBank. Produk PCR hasil
amplifikasi pasangan primer forward 5′-TAGTGCTAATACCAACGGCC-3′ dan
primer reverse 5′-AGGCATTTTCAGTGCCTTGC-3′ menghasilkan pita tunggal
yang jelas berukuran 1145 pb (Gambar 11). Munculnya satu pita ini menunjukkan
bahwa pasangan primer yang digunakan bersifat spesifik hanya menempel pada
posisi yang diharapkan (pada kondisi annealing yang digunakan) (Ratnayani et al,
2007). Hasil amplifikasi tersebut terdiri atas 53 bp fragmen gen CYT B pada posisi
ke-1087 sampai dengan 1140 (15604-15656), 69 bp tRNAThr
pada posisi ke-1 sampai
dengan 69 (15661-15729), 66 bp tRNAPro
pada posisi ke-1 sampai dengan 66
(15729-15794), 913 bp fragmen utuh daerah D-loop pada posisi 1 sampai dengan
22
913 (15795-16341, 1-366), dan 41 bp fragmen tRNAPhe
pada posisi basa ke-1 sampai
dengan 41 (367-407) (Lampiran 3). Ilustrasi letak penempelan pasangan primer
tersebut pada daerah D-loop sapi penelitian disajikan pada Gambar 12.
Hasil amplifikasi pada produk PCR primer forward menempel pada posisi
basake-88 sampai dengan 108 (15604-15623) pada bagian CYT B dan primer
reverse menempel pada tRNAPhe
posisi ke-22 sampai dengan 41 (367-407)
(Lampiran 3). Ilustrasi letak penempelan pasangan primer forward dan primer
reverse pada daerah D-loop sapi terdapat dalam Gambar 12.
Gambar 12. Sketsa Letak Penempelan Primer Forward dan Reverse untuk
Mengamplifikasi pada Daerah D-loop Sapi Bali, Madura, Pesisir,
Aceh, dan PO
Keragaman D-loop
Komposisi Basa Nukleotida
Setelah dilakukan sekuensing pada produk PCR dari dua arah yaitu primer
forward dan primer reverse didapatkan hasil sekuen sepanjang 1145 bp dengan
sekuen standardnya adalah sekuen Bos indicus dari GenBank (kode akses
AY126697; Mirreti et al., 2002). Sekuen tersebut terdiri dari sekuen D-loop
sepanjang 913 bp.
Analisis keragaman runutan nukleotida dilakukan setelah runutan DNA sapi
Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO disejajarkan dengan Cluscal W dengan acuan
utama pada runutan nuleotida sapi B. indicus (Nellore) dari GenBank (kode akses
AY126697; Mirreti et al., 2002). Hasil pensejajaran sekuen tersebut diperoleh
bahwa jumlah basa nukleotida pada setiap individu sapi yang diteliti tidak sama
(Gambar 11). Hal tersebut dikarenakan terdapat mutasi yang menghilangkan (delesi)
Primer F
20 bpPrimer R
20 bp tRNA Thr
tRNA Pro
69 bp 66 bp
Teramplifikasi 1145 bp
( CYT B 53 bp, 69 bp tRNAThr
,66 bp tRNAPro
, D-loop utuh, 41 bptRNAPhe
)
CYT B
53 bp
tRNAPhe
41 bp
D-loop (GenBank) 913 bp
23
dan menyisipkan (insersi) beberapa nukleotida pada sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir,
dan PO yang setiap individu jumlahnya tidak sama (Lampiran 4).
Hasil pensejajaran runutan nukleotida sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan
PO sepanjang 584 bp yang dapat dianalisis dengan acuan runutan B. indicus
(Nellore) dari GenBank, maka setiap bangsa sapi yang diteliti memiliki rataan
komposisi basa nukleotida yang berbeda (Tabel 2). Perbedaan jumlah basa
nukleotida daerah D-loop parsial untuk masing-masing sapi dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Tabel 2. Rataan Komposisi Nukleotida Daerah D-loop Parsial Sapi Bali, Madura,
Aceh, Pesisir, PO Setelah Disejajarkan dengan B. indicus Dari Genbank
(Ukuran 584 bp)
Bangsa Sapi %
n T(U) C A G A+T C+G
B. indicus 3 27,3 24,2 35,7 12,8 63,0 37,0
B. taurus 4 28,2 23,5 34,9 13,4 63,1 36,9
Bali 6 26,9 25,3 34,8 13,0 61,7 38,3
Madura 4 26,9 25,1 34,9 13,1 61,8 38,2
Aceh 2 27,3 24,2 35,7 12,8 63,0 37,0
Pesisir 2 26,7 24,4 35,6 13,3 62,3 37,7
PO 4 27,0 25,4 34,8 12,9 61,8 38,3
Keterangan : n = jumlah individu sampel
Rataan nukleotida T daerah D-loop tertinggi sampai terendah berturut-turut
dimiliki oleh sapi Aceh 27,3%; PO 27,0%; Bali dan Madura masing-masing 26,9%;
serta Pesisir 26,7%. Rataan nukleotida C daerah D-loop tertinggi sampai terendah
berturut-turut dimiliki oleh sapi PO 25,4%; Bali 25,3%; Madura 25,1%; Pesisir
24,4%; dan Aceh 24,2%. Rataan nukleotida A daerah D-loop tertinggi sampai
terendah berturut-turut dimiliki oleh sapi Aceh 35,7%; Pesisir 35,6%; Madura
34,9%; serta Bali dan PO masing-masing 34,8%. Rataan nukleotida G daerah D-loop
tertinggi sampai terendah berturut-turut dimiliki oleh sapi Pesisir 13,3%; Madura
13,1%; Bali 13,0%; PO 12,9%; dan Aceh 12,8% (Tabel 2). Perbedaan komposisi
24
nukleotida A, T, G, dan C menunjukan perbedaan komposisi asam amino yang
dikandungnya (Ridley, 1991).
Gambar 13. Frekuensi A+T dan G+C Daerah D-loop mtDNA Parsial Berukuran 584
bp pada Sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO
Nukleotida A+T pada semua sapi yang diteliti yaitu sapi Bali, Madura,
Pesisir, Aceh, dan PO memiliki rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rataan
nukleotida G+C. Rataan nukleotida A+T dari paling tinggi hingga paling rendah
berturut-turut yaitu Aceh 63,0%; Pesisir 62,3%; Madura dan PO masing-masing
61,8%; serta Bali 61,7%. Rataan nukleotida G+C dari paling tinggi hingga paling
rendah berturut-turut yaitu Bali dan PO masing-massing 38,3%; Madura 38,2%,
Pesisir 37,7%; dan Aceh 37,0%. Keragaman frekuensi basa nukleotida pada sapi
Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO tersebut dikarenakan mtDNA memiliki laju
mutasi lima sampai sepuluh kali lebih cepat dari pada DNA inti (Wilson et al., 1985)
dan pada daerah kontrol memiliki kecepatan evolusi 10-20 kali lebih cepat
dibandingkan dengan daerah mtDNA lainnya (Randi, 2000). Komposisi basa
nukleotida A+T memiliki frekuensi yang lebih tinggi dibadingkan dengan komposisi
G+C pada hasil penelitian ini, karena pada daerah tersebut merupakan daerah
noncoding. Hal tersebut diduga penyebabkan daerah noncoding memiliki laju
evolusi lebih tinggi.
Komposisi G+C dari mulai tertinggi hingga terendah ditunjukkan berturut-
turut dimiliki oleh sapi Bali 38,3%; PO 38,3%; Madura 38,2%; Pesisir 37,7%; dan
0
10
20
30
40
50
60
70
Bali Madura Aceh Pesisir PO
Fre
kuen
si
Bangsa Sapi
A+T
C+G
25
Aceh 37,0%. Pada bakteri yang mampu hidup pada suhu termofilik memiliki
komposisi G+C yang tinggi (Yuwono, 2009). Hal tersebut karena ikatan antara G+C
lebih stabil dari pada ikatan pada A+T. Oleh karena itu, sapi-sapi Indonesia
terutama pada sapi Bali memiliki kemampuan ketahanan yang lebih baik pada
lingkungan tropis dibanding sapi-sapi Bos indicus maupun Bos taurus.
Sekuen Minisatelit
Minisatelit DNA merupakan urutan sekuen berulang yang berurutan
(Nakamura et al., 1987). Minisatelit ini terjadi karena pada DNA tersebut terdapat
pasangan basa nukleotida dalam satu untaian DNA yang sama (intra-strand pairing)
(Yuwono, 2009). Subtipe ini terdiri atas DNA yang berukuran kecil hingga sedang
dari unit yang berulang. Secara umum terdiri atas panjang sekuen berulang yang
polimorfik. Pengulangan tersebut dapat terjadi 1%-60% per genom, dengan salinan
setiap sekuen individu berkisar antara 1-106 per genom. Sekuen berulang yang
memiliki frekuensi tinggi biasanya ditemukan pada DNA noncoding (Carter, 2000b).
Berdasarkan hasil analisis sekuen dari seluruh sapi yang diteliti telah
disejajarkan dengan menggunakan metode Cluscal W, maka ditemukan sekuen
berulang atau minisatelit yang memiliki panjang 22 bp. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Carter (2000b) yang menyatakan bahwa panjang sekuen ulangan berurutan
antara 9 bp sampai 250 bp.
Motif ulangan yang ditemukan pada penelitian ini terdapat antara basa
nukleotida ke-324 sampai dengan 608. Sekuen berulang pada sapi Bali terletak pada
urutan basa nukleotida ke-329 sampai dengan 546, sapi Madura urutan basa
nukleotida ke-345 sampai dengan 608, sapi PO urutan basa nukleotida ke-346
sampai dengan 523, sapi Pesisir urutan basa nukleotida ke-324 sampai dengan 356,
dan sapi Aceh urutan basa nukleotida ke-331 sampai dengan 356 (Tabel 3). Alves et
al. (2009) juga menemukan sekuen berulang pada daerah D-loop. Sekuen tersebut
terdapat pada urutan basa nukleotida ke-380 sampai dengan 500, dari bagian yang
dilakukan amplifikasi mulai dari basa nukleotida ke-230 sampai dengan 520.
26
Tabel 3. Lokasi Sekuen Berulang pada Setiap Individu Sapi Bali, Madura, PO,
Pesisir, dan Aceh
Individu Sapi Urutan Basa Nukleotida
Bali 1 366-409
Bali 2 348-545
Bali 3 329-526
Bali 4 349-546
Bali 5 347-433
Bali 6 352-417
Madura 1 345-584
Madura 2 350-545
Madura 3 355-418
Madura 4 347-608
PO 1 346-409
PO 2 350-523
PO 3 352-415
Pesisir 1 324-345
Pesisir 2 325-356
Aceh 1 331-352
Aceh 2 335-356
Tabel 4. Jumlah Motif Ulangan Basa Nukleotida yang Ditemukan pada Bangsa Sapi
Bali, Madura, PO, Pesisir, dan Aceh
Bangsa sapi n Motif Ulangan Jumlah Ulangan
Bali 6
2
GTACATAATATTAATGTAATAA
GTACATAACATTAATGTAATAA
2, 8, 9, 9, 4, 3
1, 1
Madura 4 GTACATAATATTAATGTAATAA 11, 9, 3, 12
PO 4 GTACATAATATTAATGTAATAA 8, 8, 3,8
Pesisir 2 GTACATAACATTAATGTAATAA 1,1
Aceh 2 GTACATAACATTAATGTAATAA 1,1
Keterangan : n = jumlah individu sampel
Warna merah menunjukkan basa nukleotida yang berbeda
27
Semua sapi yang diteliti yaitu sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO
ditemukan motif ulangan. Motif ulangan yang ditemukan pada penelitian ini yang
terdapat di daerah D-loop DNA mitokondria yaitu sekuen dengan basa nukleotida
GTACATAATATTAATGTAATAA dan GTACATAACATTAATGTAATAA yang
masing-masing memiliki panjang 22 bp (Tabel 4).
Motif ulangan dengan sekuen GTACATAATATTAATGTAATAA
ditemukan pada sapi Bali, Madura, dan PO (Tabel 4). Setiap Bangsa sapi memiliki
jumlah motif ulangan yang berbeda-beda. Motif ulangan pada sapi Bali berkisar
antara 2-9 ulangan, pada sapi Madura berkisar antara 3-12, dan pada sapi PO
berkisar antara 3-8. Alves et al. (2009) menemukan jumlah ulangan daerah D-loop
mtDNA pada babi yang memiliki jumlah ulangan antara 18-30 ulangan. Jumlah
motif ulangan pada sapi Bali, Madura, Pesisir, dan Aceh disajikan pada Tabel 4.
Motif ulangan lain yang ditemukan pada penelitian ini juga memiliki panjang
22 bp yaitu GTACATAACATTAATGTAATAA ditemukan pada sapi Pesisir, Aceh,
Bali 1, dan Bali 2 (Tabel 3). Motif ulangan ini memiliki perbedaan dengan motif
ulangan sebelumnya yaitu terdapat satu basa nukleotida yang mengalami subtitusi
transisi yaitu pada basa nukleotida ke-9 minisatelit atau pada basa nukleotida yang
ke-438 D-loop mtDNA setelah disejajarkan. Transisi tersebut dari basa nukleotida T
menjadi C. Motif ulangan ini pada sapi Pesisir, Aceh, dan Bali ditemukan sebanyak
satu ulangan.
Hasil motif ulangan tersebut dapat digunakan untuk membedakan bangsa sapi
yang berasal dari kelompok sapi Bali dengan kelompok yang lain yaitu B. indicus
dan B. taurus. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Carter (2000b) dan King (2002c)
bahwa motif ulangan dapat digunakan untuk fingerprinting. Carter (2000b) juga
menyatakan bahwa motif ulangan dapat digunakan untuk mengestimasi
heterozigositas 90%-99% marker genetik yang sangat bervariabel.
Jarak Genetik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia
Kedekatan hubungan genetik antara lima bangsa sapi yaitu Bali, Madura,
Pesisir, Aceh, dan PO dengan sapi B. indicus dilihat dengan mengukur jarak genetik.
Jarak genetik diukur dengan menggunakan analisis Pairwise Distance Calculation
yang ditunjukkan dengan matriks perbedaan genetik antara lima bangsa sapi (Bali,
Madura, Pesisir, Aceh, dan PO) dan sapi B. indicus yang diambil dari GenBank.
28
Jarak genetik model ini digunakan untuk melihat tingkat subtitusi transisi dan
tranversi melalui banyaknya perbedaan nukleotida per pasangan (Abdullah, 2008).
Sapi-sapi yang memiliki nilai jarak genetik semakin rendah, maka ternak tersebut
memiliki hubungan kekerabatan semakin dekat. Sebaliknya ternak yang memiliki
jarak genetik tinggi, maka hubungan kekerabatannya semakin jauh.
Hasil perhitungan nilai jarak genetik antara individu pada lima bangsa sapi
berkisar antara 0,000 sampai 0,146. Jarak genetik tertinggi dari sapi yang diteliti
yaitu pada sapi Madura 1 dan Pesisir 1 maupun sapi Pesisir 2 yaitu dengan nilai
0,146. Sementara jarak genetik terendah yaitu dengan nilai 0,000 ditemukan pada
sapi Aceh 1 maupun sapi Aceh 2 dan B. indicus, antara sapi Pesisir 1 dan sapi Pesisir
2, antara sapi Bali 2 dan sapi Bali 3 maupun sapi Bali 4, antara sapi Madura 2 dan
sapi Bali 2, 3 , dan 4, antara sapi Madura 3 dan sapi Bali 5, antara sapi PO 1 dan sapi
Bali 5, antara sapi PO 3 dan sapi Bali 5, antara PO 3 dan Madura 5, dan antara PO 1
dan PO 3 (Tabel 6).
Tabel 5. Jarak Genetik Berdasarkan Metode Pairwise Distance Daerah D-loop yang
Dilakukan Pengelompokan pada Sapi Bali, Sapi Madura dan Sapi PO
dengan Sapi B. indicus dan B.taurus dari Genbank
No. Bangsa 1 2 3 4 5 6 7
1 B. indicus -
2 B. taurus 0,056 -
3 Aceh 0,005 0,055 -
4 Pesisir 0,012 0,061 0,007 -
5 Bali 0,129 0,151 0,128 0,136 -
6 Madura 0,134 0,155 0,133 0,140 0,009 -
7 PO 0,132 0,153 0,131 0,138 0,007 0,009 -
Hal yang sama juga terlihat pada perhitungan jarak genetik yang dilakukan
pengelompokan. Jarak genetik tertinggi ditemukan pada sapi Madura dan sapi
Pesisir, sedangkan nilai jarak genetik terendah dimiliki oleh sapi Aceh dan B.
indicus. Jarak antar individu antara sapi Bali dengan sapi Bali yang lain berkisar
0,000-0,012; jarak individu antara sapi Madura dengan sapi Madura yang lain
berkisar 0,003-0,022; jarak antara individu sapi Pesisir dengan sapi Pesisir yang lain
29
yaitu 0,000; dan jarak antara individu sapi Aceh dengan sapi Aceh yang lain yaitu
0,000.
Nilai pada jarak genetik yang dilakukan pengelompokan berkisar antara 0,005
sampai 0,140. Berdasarkan nilai jarak genetik sapi Aceh memiliki jarak genetik
yang lebih tinggi dengan B. taurus yaitu 0,055 bila dibandingkan dengan B. indicus
yaitu 0,005, dan nilai jarak genetik sangat tinggi bila dibandingkan dengan sapi Bali
yaitu 0, 128. Sementara pada sapi Pesisir juga menyatakan hal yang sama yaitu
memiliki jarak genetik yang lebih dekat dengan B. indicus, namun nilai jarak genetik
tersebut berbeda. Nilai jarak genetik dengan B. indicus yaitu 0,012; B. taurus yaitu
0,061; dan sapi Bali yaitu 0, 136. Berbeda dengan sapi Madura yang memiliki nilai
jarak genetik yang lebih rendah terhadap sapi Bali (0,009), dibandingkan dengan B.
indicus (0,134) dan B. taurus (0,155). Hal serupa juga ditunjukkan pada sapi PO,
yaitu dengan nilai jarak genetik terhadap sapi Bali memiliki nilai yang lebih rendah
yaitu 0,007 bila dibandingkan dengan B. indicus (0,132) dan B. taurus (0,153).
Nilai-nilai jarak genetik tersebut disajikan pada Tabel 5.
Jarak genetik pada sapi Aceh memiliki nilai yang lebih rendah dengan sapi
Pesisir, yang menunjukkan bahwa sapi Aceh dan Pesisir memiliki hubungan yang
dekat. Sementara sapi Bali nilai jarak genetik yang rendah dengan sapi Madura dan
PO, yang menunjukkan hubungan sapi-sapi tersebut memiliki kedekatan. Kedekatan
hubungan beberapa sapi lokal tersebut diduga karena adanya perkawinan tidak acak
dan aliran gen yang terjadi akibat letak geografis yang berdekatan antara sapi-sapi
tersebut, sehingga akan mengurangi perbedaan antar populasi yang telah
terakumulasi akibat seleksi alam maupun genetic drift.
30
Tabel 6. Jarak Genetik Berdasarkan Metode Pairwise Distance Daerah D-loop Setiap Individu pada Sapi Bali, Sapi Madura dan Sapi PO dengan Sapi
B. indicus dan B.taurus dari Genbank
No. Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
1 Nellore_(GB) -
2 Aceh_1 0,000 -
3 Aceh_2 0,000 0,000 -
4 Pesisir_1 0,007 0,007 0,007 -
5 Pesisir_2 0,007 0,007 0,007 0,000 -
6 Bali_1 0,137 0,137 0,137 0,145 0,145 -
7 Bali_2 0,123 0,123 0,123 0,131 0,131 0,012 -
8 Bali_3 0,121 0,121 0,121 0,128 0,128 0,011 0,000 -
9 Bali_4 0,126 0,126 0,126 0,133 0,133 0,012 0,000 0,000 -
10 Bali_5 0,131 0,131 0,131 0,139 0,139 0,007 0,008 0,005 0,008 -
11 Bali_6 0,131 0,131 0,131 0,139 0,139 0,009 0,010 0,007 0,010 0,002 -
12 Madura_1 0,139 0,139 0,139 0,146 0,146 0,021 0,019 0,016 0,022 0,013 0,015 -
13 Madura_2 0,126 0,126 0,126 0,133 0,133 0,012 0,000 0,000 0,000 0,008 0,010 0,022 -
14 Madura_3 0,131 0,131 0,131 0,139 0,139 0,007 0,008 0,005 0,008 0,000 0,002 0,013 0,008 -
15 Madura_4 0,135 0,135 0,135 0,142 0,142 0,010 0,012 0,009 0,012 0,003 0,005 0,017 0,012 0,003 -
16 PO_1 0,134 0,134 0,134 0,141 0,141 0,007 0,009 0,006 0,009 0,000 0,002 0,014 0,009 0,000 0,003 -
17 PO_2 0,135 0,135 0,135 0,142 0,142 0,012 0,013 0,011 0,013 0,005 0,007 0,018 0,013 0,005 0,008 0,005 -
18 PO_3 0,131 0,131 0,131 0,139 0,139 0,007 0,008 0,005 0,008 0,000 0,002 0,013 0,008 0,000 0,003 0,000 0,005 -
19 PO_4 0,124 0,124 0,124 0,131 0,131 0,016 0,003 0,004 0,003 0,012 0,013 0,022 0,003 0,012 0,015 0,012 0,017 0,012 -
31
Analisis Filogenetik
Pohon filogenetik atau pohon evolusi adalah pohon yang menunjukkan
hubungan evolusi antara berbagai spesies yang diyakini memiliki nenek moyang
yang sama diantara beberapa spesies. Pohon filogenetik dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi urutan nukleotida yang homolog pada mtDNA (Dawkin, 2000).
Rekonstruksi pohon filogenetik sapi asli dan sapi lokal dilakukan berdasarkan
urutan nukleotida daerah kontrol dari genom DNA mitokondria yang dianalisis
secara parsial. Panjang sekuen D-loop yang dapat dianalisis hanya sepanjang 584 bp.
Hal tersebut dikarenakan pada beberapa sapi yang diteliti terdapat variasi ulangan
minisatelit dan adanya delesi pada sekuen basa nukleotida pada beberapa sapi.
Selain itu juga dikarenakan mtDNA memiliki laju mutasi lima sampai sepuluh kali
lebih cepat dari pada DNA inti (Wilson et al., 1985) dan pada daerah kontrol
memiliki kecepatan evolusi 10-20 kali lebih cepat dibandingkan dengan daerah
mtDNA lainnya (Randi, 2000), sehingga segmen ini lebih banyak situs polimorfik
yang berguna dalam rekonstruksi pohon filogeni intraspesifik. Pohon filogenetik ini
dibentuk dengan menggunakan metoda Neighbor-joining yang termasuk dalam
metoda jarak dengan prinsip pengelompokkan taksa berdasarkan nilai jarak
evolusioner pasangan-pasangan operational taxonomyunit dimana setiap
percabangan yang terdapat dalam pohon filogeni berevolusi pada kecepatan yang
tidak sama (Hartl, 2000).
Konstruksi pohon filogeni bangsa-bangsa sapi asli dan sapi lokal Indonesia
berdasarkan jarak genetik p-distance dari susunan dan komposisi basa-basa
nukleotida daerah D-loop menunjukkan adanya perbedaan materi-materi genetik
diantara kelompok maupun individu sapi-sapi tersebut. Berdasarkan analisis
perbedaan genetik antar individu untuk membentuk pohon filogeni berdasarkan
metode 2 parameter Kimura dalam uji bootsrap 1000 kali pengulangan, diperoleh
dua klaster sapi lokal Indonesia, yaitu klaster pertama klaster A yang terdiri dari sapi
Bali, Madura, serta PO dan klaster yang kedua yaitu klaster B yang terdiri dari sapi
Aceh dan Pesisir (Gambar 14).
Klaster A yaitu sapi Aceh dan Pesisir termasuk dalam kelompok B. indicus
dari GenBank dengan nilai uji bootstrap 98%. Pengklasteran sapi Aceh dan Pesisir
terpisah terhadap sapi Bali (B. javanicus). Nilai uji bootstrap 100% yang
32
menunjukkan sapi Madura dan PO termasuk dalam klaster A yaitu klaster sapi Bali.
Pembobotan rendah antar individu dijumpai pada sapi Bali, Madura, dan PO yaitu
berkisar 18%-57% serta sapi Aceh yaitu berkisar 25%-28%. Walaupun demikian
posisi sapi Bali, Madura, serta PO dan sapi Aceh, Pesisir, serta B. indicus dari
GenBank akan tetap sama posisinya. Namun posisi antar individu dalam kelompok
sapi Bali, Madura, PO, dan Aceh diduga masih dapat berubah-ubah karena nilai
bootstrapnya rendah.
Berdasarkan hasil analisis filogenetik sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan
PO yang dilakukan dengan pengelompokan yang disajikan pada Gambar 15, maka
terdapat dua subklaster sapi lokal Indonesia golongan sapi B. indicus dan sapi Bali.
Sapi yang terdapat pada kelompok B. indicus yaitu sapi Aceh dan pesisir, sementara
pada golongan sapi Bali yaitu sapi Madura dan PO. Sapi Madura dan PO merupakan
golongan B. javanicus yaitu sapi Bali yang sangat terpisah dari B. indicus dan B.
taurus GenBank. Perbedaan genetik tersebut merupakan akibat adanya proses
kehidupan sapi dari pengaruh mutasi dan lingkungan yang berbeda-beda, yang
muncul melalui pewarisan dengan modifikasi dari spesies nenek moyangnya untuk
menyesuaikan terhadap lingkungan yang bekerja secara terus menerus selama
periode waktu yang sangat panjang (Dawkin, 2000).
Pengelompokan sapi Aceh dan Pesisir ke dalam klaster B. indicus
menunjukkan bahwa sapi Aceh dan Pesisir memiliki kekerabatan yang dekat dengan
B. indicus dan terpisah dengan B. taurus maupun kelompok sapi Bali. Menurut
Abdullah (2008) dan Jakaria (2008) karena nenek moyang (ancestor) sapi Aceh dan
Pesisir berasal dari hibridisasi dengan sapi zebu. Hal tersebut menunjukkan bahwa
sapi Aceh dan Pesisir berasal dari maternal zebu. Perbedaan bangsa pada dua
kelompok sapi tersebut dikarenakan adanya dugaan bahwa hal tersebut timbul dari
bentuk nenek moyangnya melalui akumulasi adaptasi secara bertahap terhadap
lingkungan hidup yang berbeda (Dawkin, 2000).
Pengelompokkan sapi Madura dalam klaster sapi Bali (B. javanicus)
menunjukkan bahwa sapi Madura berasal dari maternal banteng (B. javanicus) bukan
berasal dari maternal zebu (B. indicus). Sementara sapi Bali merupakan hasil
domestikasi langsung dari banteng (Otsuka et al., 1980; Nijman et al., 2003;
Mohammad et al., 2009). Hal tersebut dilihat berdasarkan DNA mitokondria,
33
kromosom Y dan mikrosatelit (Mohammad et al., 2009) dan ukuran tengkorak pada
sapi Bali juga menyerupai banteng (Hayashi et al., 1980).
Keterangan :
GB (GenBank) : Sekuen D-loop mtDNA sampel yang diperoleh dari GenBank
Gambar 14. Konstruksi Pohon Filogeni Antar Individu Sapi Berdasarkan Metode
Neighbor-Joining
A
B
C
34
Gambar 15. Konstruksi Pohon Filogeni Kelompok Sapi Berdasarkan Metode
Neighbor-Joining
Sapi PO terdapat pada kelompok sapi Bali dan Madura, menunjukkan bahwa
sapi PO yang diteliti diduga berasal dari maternal banteng. Hal tersebut tidak sesuai
dengan pendapat Otsuka et al. (1980) menyatakan bahwa sapi PO (Filial Ongole)
merupakan keturunan langsung dari sapi Ongole dari B. indicus. Pengelompokan
sapi PO pada klaster sapi Bali dan Madura, diduga karena sapi PO yang diteliti
bukan merupakan sapi PO murni, sesuai dengan pendapat Otsuka et al. (1980) yang
menyatakan bahwa PO merupakan turunan langsung dari sapi Ongole. Sapi tersebut
diduga telah mengalami percampuran dengan sapi Bali. Uggla (2008) juga
menemukan beberapa maternal sapi PO yang diteliti berasal dari banteng. Hal
tersebut diduga karena ada aliran gen akibat letak geografis yang berdekatan yaitu
antara Jawa dan Bali.
35
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Nukleotida A+T daerah D-loop memiliki frekuensi lebih tinggi dibandingkan
nukleotida G+C pada semua sapi yang diteliti yaitu sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh,
dan PO. Sekuen minisatelit sebagai motif ulangan yang ditemukan pada penelitian
ini yaitu GTACATAATATTAATGTAATAA yang memiliki panjang 22 bp dan
ditemukan pada sapi Bali, Madura, dan PO. Sekuen minisatelit lain sebagai motif
ulangan yang memiliki panjang 22 bp yaitu GTACATAACATTAATGTAATAA
juga ditemukan pada sapi Pesisir, Aceh, Bali 1, dan Bali 2. Penelitian DNA daerah
D-loop mtDNA dapat digunakan sebagai penanda untuk membedakan dan
pengelompokan sapi asli maupun sapi lokal Indonesia. Berdasarkan runutan daerah
D-loop mtDNA parsial, sapi Pesisir dan Aceh berada satu kelompok berkerabat dekat
dengan bangsa-bangsa sapi Bos indicus, sedangkan sapi Bali, Madura, dan PO
membentuk kelompok sendiri yang terpisah dari Bos indicus dan Bos taurus.
Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan sampel yang lebih banyak.
Selain itu juga saat sekuensing perlu dilakukan denggan menggunakan primer
Forward dan Reverse untuk mendapatkan hasil sekuensing yang lebih akurat.
36
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur Alhamdulillahirrabbilalamin, Penulis sampaikan kehadirat Allah
SWT yang selalu melimpahkan nikmat-Nya yang tak terhingga sehingga Penulis
dapat menyelesaikan skripsi dan studi ini. Salawat dan salam semoga selalu kita
curahkan untuk suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW. Terimakasih penulis
sampaikan kepada Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. dan Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA atas
segala perhatian, bimbingan, motivasi, dan arahan yang diberikan kepada Penulis
selama melakukan penelitian dan menyusun skripsi. Penulis menyampaikan
terimakasih kepada Ir. Rini H. Mulyono, M.Si. dan Iwan Prihantoro, S.Pt. sebagai
dosen penguji pada ujian sidang. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sri
Darwati, M.Si. Sebagai dosen penguji seminar dan Yuni C. Endrawati, S.Pt., M.Si.
selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan nasehat dan motivasi kepada
Penulis.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada ibunda tercinta Bunda Sutariyah,
ayahanda Bapak M. Sodiq, kakak Nurochman, M. Yusro, Mif tahul Huda dan
seluruh keluarga tersayang atas segala bantuan materiil, doa, motivasi, dan senyuman
untuk kesuksesan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kak Eryk yang memberikan
bimbingan dan masukan selama penelitian dan penulisan skripsi. Terima kasih juga
Penulis sampaikan kepada tim di Laboratorium Genetika Molekuler, teman-teman
IPTP 45, Wisma Seroja, teman asrama, dan teman-teman Laboratorium Pemuliaan
dan Genetika ternak atas dukungan, doa, dan bantuan selama ini. Semua kebaikan
yang telah diberikan hanya Allah yang pantas membalas. Penulis juga ucapkan
terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan atas kerjasama,
keceriaan, dan kekeluargaannya selama ini serta kepada semua pihak yang telah
membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan dan
peternakan. Amin.
Bogor, Desember 2012
Penulis
37
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. A. N. 2008. Karakterisasi genetik sapi Aceh menggunakan analisis
keragaman fenotipik, daerah D-loop DNA mitokondria dan DNA
mikrosatelit. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Abdullah, M. A. N., R. R. Noor, & E. Handiwirawan. 2008. Identifikasi penanda
genetik daerah D-loop pada sapi aceh. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 33 : 1.
Albert, J., J. Wahlberg, T. Leitner, D. Escamilla, & M. Uhlen. 1994. Analysis of
rape case by direct sequencing of the human immunodeficiency virus type 1
pol and gag genes. J. Virol 68: 5018-5024.
Alves, E., A. I. Ferna´ ndez-, A. Ferna´ ndez-Rodrı´guez, D. Pe´ rez-Montarelo, R.
Benitez, C. O´ vilo, C. Rodrı´guez, & L. Silio´. 2009. Identification of
mitochondrial markers for genetic traceability of European wild boars and
Iberian and Duroc pigs. J. Anim. : 1-8.
Anderson, S., M. H. de Bruijn, A. R. Coulson, I. C. Eperon, F. Sanger, & I. G.
Young. 1982. Complete sequence of bovine mitochondrial DNA. Conserved
features of the mammalian mitochondrial genome. J. Biol. 156: 683–717.
Blakely, J. & D. H. Blade. 1992. The Science of Animal Husbandry. Prentice-Hall
Inc, New Jersey.
Carter, R. E. 2000a. General Molecular Biology. In : Bakker, A. J. (Ed.).
Molecular Methods in Ecology. Black Well Science, Oxford.
Carter, R. E. 2000b. DNA Fingerprinting using Minisatellite Probes. In : Bakker,
A. J. (Ed.). Molecular Methods in Ecology. Black Well Science, Oxford.
Clayton, D. A. 1992. Transcription and replication of animal mitochondrial DNAs.
Int. Rev. Cytol. 141: 217-222.
Dawkin, R. 2000. Mekanisme Evolusi. In: Camphell, N.A., J.B. Reece, & L.G.
Mitchell. Biologi. Edisi ke-5. Terjemahan: Lestari, R., E.I.M. Adil, N. Anita,
Andri, W.F. Wibowo, & W. Manalu. Erlangga, Jakarta.
Departemen Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Nangroe Aceh Darussalam.
2011. Sapi Aceh. http://nad.litbang.go.id. [8 Mei 2012]
Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. 2011a. Sapi Pesisir.
http://ditjennak.deptan.go.id. [8 Mei 2012]
Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. 2011b. Sapi Madura.
Departemen Pertanian. http://ditjennak.deptan.go.id. [8 Mei 2012]
Duryadi D. 1994. Peran DNA mitokondria (mtDNA) dalam studi keragaman genetik
dan biologi populasi pada hewan. J. Hayati 1 (1) : 1-4.
Febriana, A. 2011. Filogeni berdasarkan sekuen DNA mitokondria gen cytochrome
oxidase (gen COI) pada beberapa bangsa sapi lokal Indonesia. Skripsi.
38
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Hartaningsih, N. 2008. Bali cattle. http://balicattle.com/aboutus.html. [8 Mei 2012]
Hartl, D. 2000. A Primer of Population Genetics. 3rd
(Ed). Sinauer Associates, Inc.,
Sunderland.
Hartl, D. L. & A. G. Clark. 1989. Principles of Population Genetics. 2nd
Edit.
Sinauer Associates, Inc. Sunderland, Massachusetts.
Hassan, A. A., S. M. El Nahas, S. Kumar, P. S. Godithala, & K. Roushdy. 2009.
Mitochondrial D-loop nucleotide sequences of Egyptian river buffalo:
variation and phylogeny studies. Livestock Sci. 125 : 37–42.
Hayashi, Y., T. Nishida, J. Otsuka, & I.K. Abdulgani. 1980. Measurement of the
skull of native cattle and banteng in Indonesia. The Origin and Phylogeny of
Indonesia Native Livestock. 404315 : 19-27.
Jakaria. 2008. Keragaman genetik gen hormon pertumbuhan pada sapi pesisir
Sumatera Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Jusuf, M. 2001. Genetika I Struktur dan Ekspresi Gen. Institut Pertanian Bogor
(IPB)-Press, Bogor.
King, M. C. 2002a. Organisasi dan Pengontrolan Genom Eukariotik. Dalam:
Camphell, N. A., J. B. Reece, & L. G. Mitchell. Biologi. Edisi ke-5.
Terjemahan: Lestari, R., E. I. M. Adil, N. Anita, Andri, W. F. Wibowo, & W.
Manalu. Erlangga, Jakarta.
King, M. C. 2002b. Meiosis dan Siklus Hidup Seksual. Dalam: Camphell, N. A., J.
B. Reece, & L. G. Mitchell. Biologi. Edisi ke-5. Terjemahan: Lestari, R., E.
I. M. Adil, N. Anita, Andri, W.F. Wibowo, & W. Manalu. Erlangga, Jakarta.
King, M. C. 2002c. Pengklonan DNA. Dalam: Camphell, N. A., J. B. Reece, & L.
G. Mitchell. Biologi. Edisi ke-5. Terjemahan: Lestari, R., E.I.M. Adil, N.
Anita, Andri, W.F. Wibowo, & W. Manalu. Erlangga, Jakarta.
Lai, S. J., Y. P. Liu, Y. X. Liu, X. W. Li, & Y. G.Yao. 2005. Genetic diversity and
origin of Chinese cattle revealed by mtDNA D-loop sequence variation.
Molecular Phylogenetics and Evolution 38 : 146–154.
Lenstra, J. A. & D. G. Bradley. 2006. Systematics and Phylogeny of Cattle. In :
Fries, R. & A. Ruvinsky (Eds.). The Genetics of Cattle. CABI Publishing,
New York.
MacHugh, D. E. 1996. Molecular biogeography and genetic strukture of
domesticated cattle. Doctor Degree. Departemen of Genetics, Trinity
College, University of Dublin.
39
Mannen, H., S. Tsuji, R. T. Loftus, & D. G. Bradley. 1998. Mitochondrial DNA
variation and evolution of Japanese black cattle (Bos taurus). J. Genetics
150: 1169–1175.
Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departeman Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Martojo, H. 2003. Indigenous Bali Cattle: The Best Suited Cattle Breed for
Sustainable Small Farms in Indonesia. Laboratory of Animal Breeding and
Genetics, Fac. Anim. Sci., Bogor Agric. Univ., Indonesia.
Meirelles, F. V., A. J. M. Rosa, R.B. Lôbo, J. M. Garcia, L.C. Smith, & F. A. M.
Duarte. 1999. Is the American zebu really Bos indicus. Genet. Mol.
Biol. 22: 4.
Miretti M. M., H. A. Pereira jr., M. A. Poli, E. P. B. Contel, & J. A. Ferro. 2002.
African-derived mitochondria in South American native cattle breeds (Bos
taurus): evidence of a new taurine mitochondrial lineage. Heredity. 93 (5):
323-30.
Mohamad, K, M. Olsson, H. T. A. Van Tol, S. Mikko, B. H. Vlaming, G.
Andersson, H. Rodrı´guez-Martı´nez, B. Purwantara, R. W. Paling, B.
Colenbrander, & J. A. Lenstra. 2009. On the Origin of Indonesian Cattle.
Plosone. 4 : 5.
Muladno. 2006. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Pustaka Wirausaha Muda,
Bogor.
Nakamura, Y., M. Leppert, F. Bardakci, D. O. Skibinski , G. R. Carvalho, & G. C.
Mair. (1987). Variable number tandem repeat (VNTR) marker for human
gene mapping. Science 235 : 1616-1622.
Namikawa, T., Y. Matsuda, K. Kondo, B. Pangestu, & H. Martojo. 1980. Blood
group and blood protein polymorphisms types of the cattle in Indonesia. The
Origin and Phylogeny of Indonesia Native Livestock. 404315 : 35-45.
Nei, M. & S. Kumar. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford
University Press, New York.
Nijman, I. J., M. Otsen, E. L. C. Verkaar, C. de Ruijter, E. Hanekamp, J. W.
Ochieng, S. Shamshad, J. E. O. Rege, O. Hanotte, M. W. Barwegen, T.
Sulawati, & J. A. Lenstra. 2003. Hybridization of banteng (Bos javanicus)
and zebu (Bos indicus) revealed by mitochondrial DNA, satellite DNA, AFLP
and microsatellites. Nature. 90 : 10-16.
Noor, R. R. 2010. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Noor, R. R., Muladno, B. Benyamin, Z. Hedah, & Herliantin. 2000. Uji kemurnian
sapi Bali melalui protein, DNA mikrosatelit, struktur bulu dan kromosom.
Laporan penelitian. Kerjasama penelitian Fapet IPB dengan Balai Inseminasi
Buatan Singosari-Malang.
40
Otsuka, J., K. Kondo, S. Simamora, S.S. Manjoer, & H. Martojo. 1980. Body
measurements of the Indonesian native cattle. The Origin and Phylogeny of
Indonesia Native Livestock. 404315 : 35-45.
Payne, W. J. A. & J. Hodges. 1997. Tropical Cattle : Origin, Breeds and Breeding
Policies. Black Well Science, Oxford.
Payne, W. J. A. & Rollinson D. H. L. 1973. Bali cattle. World Anim. Rev.7:13-21.
Randi, E. 2000. Mithocondrial DNA. In : Bakker, A. J. (Ed.). Molecular Methods in
Ecology. Black Well Science, Oxford.
Ratnayani, K., I. N. Wirajana, & A. A. I. A. M. Laksmiwati. 2007. Analisis variasi
nukleotida daerah D-loop DNA mitokondria pada satu individu suku bali
normal. Jurnal Kimia 1(1) : 7-14.
Ridley, M. 1991. Masalah-Masalah Evolusi. Terjemahan: Saifuddin, A. F.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Saladin, R. 1983. Penampilan sifat-sifat produksi dan reproduksi sapi lokal Pesisir
Selatan di Propinsi Sumatera Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sarbaini. 2004. Kajian keragaman karakteristik eksternal dan DNA mikrosatelit sapi
Pesisir Sumatera Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Selwood, S. P., Z. M. A. Chrzanowska-Lightowlers, & R. N. Lightowlers. 2000.
Does the mitochondrial transcription-termination complex play an essential
role in controlling differential transcription of mitochondrial DNA?.
Biochemical Society Transactions 28 (2) : 154-159.
Talib, C., A. Entwistle, S. Siregar, Budiarti, Turner, & D. Lindsay. 2002. Survey of
population and production dynamics of Bali cattle and existing breeding
programs in Indonesia. In: K. Entwistle and D.R. Lindsay (Eds.).
Strategiesto Improve Bali Cattle in Eastren Indonesia, Canberra.
Tamura, K., J. Dudley, M. Nei, & S. Kumar. 2007. MEGA 4: Molecular
evolutionary genetics analysis (MEGA) software version 4.0. Mol. Biol Evol
24 : 1596-1599.
Uggla, C. M. 2008. Investigating genetic variability within specific indigenous
Indonesian cattle breeds. Institutionen för husdjursgenetik, sweden.
Vaisanen, J. & P. Jensen. 2003. Social versus exploration and foraging motivation in
young red jungle fowl (Gallus gallus) and white leghorn layers. Appl. Anim.
Behaviour Sci. 84: 139-158.
Weissensteiner, T. 2004. Optimizing PCR with the Aid of Experimental Design. In:
Weissensteiner, T., H. G. Griffin, & A. Griffin (Eds.). PCR Technology
Current Inovations. Second edition. CRC Press, London.
41
Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wilson, A.C., R.L. Cann, & S.M. Carr. 1985. Mitochondrial DNA and two
prespectives on evolutionary genetics. Biological Journalof the Linnean
Society 26: 375-400.
Wood, N. J. & S. H. Phua. 1996. Variation in the control region sequence of the
sheep mitochondrisl genome. Anim. Genet. 27: 25-33.
Yuwono, T. 2009. Biologi Molekular. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
42
LAMPIRAN
43
Lampiran 1. Modifikasi Metode Isolasi DNA Menggunakan Genomic DNA Mini Kit
(Geneaid)
Sampel darah
Sentifugasi 3500 rpm, 10 menit
DW ± 1000 µl
Sentrifugasi 5000 rpm, 10 menit
Buang cairan
+ DW sampai 5000 µl, kocok perlahan, diamkan 10 menit
Sentrifugasi 7000 rpm, 10 menit
Supernatan dibuang
+ 1× STE sampai 350 µl
+ 5 mg/ml proteinase
Inkubasi 56oC, 1 jam
+10 % SDS 40 µl
+ Buffer GB 250 µl
Inkubasi 70 oC, 10 menit
+ Ethanol 250 µl
Pindahkan ke GD column
Sentrifugasi 10000 rpm, 3 menit
Cairan ditabung penampung dibuang
+ Buffer W1 400 µl
Sentrifugasi 10000 rpm, 1 menit
Cairan ditabung penampung dibuang
+ Buffer pencuci 600 µl
Sentrifugasi 10000 rpm, 1 menit
Cairan ditabung penampung dibuang
Dipindahkan GD column ke tabung 1,5 ml
+ Buffer pengelusi 100 µl
Sentrifugasi 1000 rpm, 1 menit
Didapatkan cairan berisis DNA dalam tabung 1,5 ml
44
Lampiran 2. Elektroforesis Produk PCR sebelum Sekuensing
M B1 B2 B3 M1 M2 M3 P1 P2 P3
M (marker) = ladder 250, 500, 750, 1000, 1500, 2000, 2500, 3000 3500,
4000, 5000,6000, 8000, 10000
B = Bali
M = Madura
P = PO
1000 bp bp
45
Lampiran 3. Lokasi Penempelan Primer Forward dan Reverse pada Sekuen Basa
Nukleotida Gen D-loop parsial Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia
Sekuen CYT B (15604-15656) .…
Sekuen tRNA Thr (15661-15729) .…
Sekuen tRNA Pro (15729-15794) .…
Sekuen D-loop (15795..16341,1..366) .…
Pasangan primer Forward dan Reverse(15604-15623, 388-407) ..... ….
Sekuen tRNA Phe (367-407) .…
TAGTACTAATACCAACAGCCGGCACAGTTGAAAACAAATTACTAAAATGAAGACAGGTCTTTGTAGTA
CATCTAATATACTGGTCTTGTAAACCAGAGAAGGAGAACAACTAACCTCCCTAAGACTCAAGGAAGAA
ACTGTAGTCTCACCGTCAACCCCCAAAGCTGAAGTTCTATTTAAACTATTCCCTGAACACTATTAATA
TAGTTCCATAAATGCAAAGAGCCTTATCAGTATTAAATTTATCAAAAATCCCAATAACTCAACACAGA
ATTTGCACCCTAACCAAATATTACAAACACCACTAGCTAACATAACACGCCCATACACAGACCACAGA
ATGAATTACCCAGGCAAGAGGTAATGTACATAACATTAATGTAATAAAGACATGATATGTATATAGTA
CATTAAATTATATACCCCATGCATATAAGCAAGTACATGATCTCTATAATAGTACATAATACATACAA
TTATTAATTGTACATAGTACATTATATCAAATCCATCCTCAACAACATATCTACTATATACCCCTTCC
ACTAGATCACGAGCTTAATTACCATGCCGCGTGAAACCAGCAACCCGCTAAGCAGAGGATCCCTCTTC
TCGCTCCGGGCCCATAGACCGTGGGGGTCGCTATTTAATGAATTTTACCAGGCATCTGGTTCTTTCTT
CAGGGCCATCTCATCTAAAGTGGTCCATTCTTTCCTCTTAAATAAGACATCTCGATGGACTAATGACT
AATCAGCCCATGCTCACACATAACTGTGCTGTCATACATTTGGTATTTTTTTATTTTGGGGGATGCTT
GGACTCAGCTATGGCCGTCAAAGGCCCCGACCCGGAGCATCTATTGTAGCTGGACTTAACTGCATCTT
GAGCACCAGCATAATGATAGGCATGGGCATTACAGTCAATGGTCACAGGACATAAATTACATTATATA
TCCCCCCCTTCATAAAAACCTCCCCCTTAAATATTCACCACCACTTTTAACAGACTTTTCCCTAGATA
CTTATTTAAATTTTCCACACTTTCAATACTCAATTTAGCACTCCAAACAAAGTCAATATATAAACGCA
GGCCCCCCCCCCCCCCGTTGATGTAGCTTAACCCAAAGCAAGGCACTGAAAATGCC
46
Lampiran 4. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Bali
47
Lampiran 5. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Madura
48
Lampiran 6. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Pesisir
49
Lampiran 7. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Aceh
50
Lampiran 8. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi PO
51
Lampiran 9. Situs-situs Delesi dan Insersi Basa-basa Nukleotida D-loop parsial 584 bp
#MEGA
!Title ;
!Format
DataType=Nucleotide CodeTable=Standard
NSeqs=19 NSites=613
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data property=Coding CodonStart=1;
[ 111 111 111 122 222 222 223 333 333 333 444 444 444 455 555 555 556 666 666 666 777 777 777 ]
[ 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 ]
#Nellore_(GB) A-- --- --- --- --- --- ACA CTA TTA ATA TAG TTC CAT AAA TGC AAA GAG CCT TAT CAG TAT TAA ATT TAT CAA AAA
#Aceh_1 .-- --- --- --- --- --- ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Aceh_2 .-- --- --- --- --- --- ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Pesisir_1 .-- --- --- --- --- --- ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Pesisir_2 .-- --- --- --- --- --- ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Bali_1 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#Bali_2 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#Bali_3 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#Bali_4 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#Bali_5 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#Bali_6 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#Madura_1 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#Madura_2 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#Madura_3 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#Madura_4 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#PO_1 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#PO_2 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#PO_3 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
#PO_4 .TT TGA ACT ATT TCC TAA G.. ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... .GC ... ... ... ... ..C ... ...
52
Lanjutan
[ 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 ]
[ 788 888 888 889 999 999 999 000 000 000 011 111 111 112 222 222 222 333 333 333 344 444 444 445 555 555 ]
[ 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 ]
#Nellore_(GB) TCC CAA TAA CTC AAC ACA GAA TTT GCA CCC TAA CCA AAT ATT ACA AAC ACC ACT AGC TAA CAT AAC ACG CCC --- ---
#Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... --- ---
#Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... --- ---
#Pesisir_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... --- ---
#Pesisir_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... --- ---
#Bali_1 .TT ... C.G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
#Bali_2 .TT ... ..G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
#Bali_3 .TT ... ..G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
#Bali_4 .TT ... ..G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
#Bali_5 .TT ... C.G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
#Bali_6 .TT ... C.G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
#Madura_1 .TT ... C.G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
#Madura_2 .TT ... ..G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
#Madura_3 .TT ... C.G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
#Madura_4 .TT ... C.G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CC- ACT
#PO_1 .TT ... C.G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
#PO_2 .TT ... C.G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... .T. CCC ACT
#PO_3 .TT ... C.G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
#PO_4 .TT ... ..G ... ... ... ... ... .T. ... ... ... ... ..C ... ... ... ... ... ... T.A C.. ... ... CCC ACT
53
Lanjutan
[ 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 111 122 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 ]
[ 555 666 666 666 677 777 777 778 888 888 888 999 999 999 900 000 000 001 111 111 111 222 222 222 233 333 ]
[ 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 ]
#Nellore_(GB) --- --A TAC ACA GAC CA- -CA GAA TGA AT- --- --T ACC CAG GCA AGA GGT AAT GTA CAT AAC ATT AAT GTA ATA AAG
#Aceh_1 --- --. ... ... ... ..- -.. ... ... ..- --- --. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Aceh_2 --- --. ... ... ... ..- -.. ... ... ..- --- --. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Pesisir_1 --- --. ... ... ... ..- -.. ... ... ..- --- --. ... ... ... ... ..G ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Pesisir_2 --- --. ... ... ... ..- -.. ... ... ..- --- --. ... ... ... ... ..G ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Bali_1 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AAC .TT A.T .T. .T. A.. .-- --- --- --- --- --- --- --- -..
#Bali_2 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
#Bali_3 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
#Bali_4 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
#Bali_5 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
#Bali_6 ACA GA. .G. ..C CT. ..A ATG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
#Madura_1 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
#Madura_2 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
#Madura_3 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
#Madura_4 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
#PO_1 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. .-- --- --- --- --- --- --- --- --.
#PO_2 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
#PO_3 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
#PO_4 ACA GA. .G. ..C CT. ..A GTG .G. .A. G.A CAT AA. .TT A.T .T. .T. A.. ..A ... ... ..T ... ... ... ... ...
54
Lanjutan
[ 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 222 223 333 333 333 333 ]
[ 333 334 444 444 444 555 555 555 566 666 666 667 777 777 777 888 888 888 899 999 999 990 000 000 000 111 ]
[ 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 ]
#Nellore_(GB) ACA TGA TAT GTA TAT AGT ACA TTA AAT TAT ATA CCC CAT GCA TAT AAG CAA GTA CAT GAT CTC TAT A-A TAG TAC ATA
#Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .-. ... ... ...
#Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .-. ... ... ...
#Pesisir_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .-. ... ... ...
#Pesisir_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .-. ... ... ...
#Bali_1 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#Bali_2 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#Bali_3 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#Bali_4 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#Bali_5 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#Bali_6 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#Madura_1 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#Madura_2 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#Madura_3 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#Madura_4 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#PO_1 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#PO_2 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .A. C.. ... ...
#PO_3 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
#PO_4 ... .A. ... ... ... ... ... ... C.. ..C ... ... ... ... ... ... ... ... .T. ..A ... C.. .G. C.. ... ...
55
Lanjutan
[ 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 333 ]
[ 111 111 122 222 222 223 333 333 333 444 444 444 455 555 555 556 666 666 666 777 777 777 788 888 888 889 ]
[ 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 ]
#Nellore_(GB) ATA CAT ACA ATT ATT AAT TGT ACA TAG TAC ATT ATA TCA AAT CCA TCC TCA ACA ACA TAT CTA CTA TAT ACC CCT T-C
#Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .-.
#Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .-.
#Pesisir_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .-.
#Pesisir_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .-.
#Bali_1 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... ... ... .C. ... ... .T. C.. .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#Bali_2 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... C.. ... ... ... ... .T. ... .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#Bali_3 G.. ... TA- --- --- --- --- --- --- --- --- -.. ... ... .T. ... .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#Bali_4 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... C.. ... ... ... ... .T. ... .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#Bali_5 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... ... ... .C. ... ... .T. C.. .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#Bali_6 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... ... ... .C. ... ... .T. C.. .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#Madura_1 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... ... ... .C. ... ... .T. C.. .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#Madura_2 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... C.. ... ... ... ... .T. ... .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#Madura_3 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... ... ... .C. ... ... .T. C.. .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#Madura_4 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... ... ... .C. ... ... .T. C.. .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#PO_1 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... ... ... .C. ... ... .T. C.. .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#PO_2 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... ... ... .C. ... ... .T. C.. .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#PO_3 G.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... ... ... .C. ... ... .T. C.. .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
#PO_4 T.. ... TA. TCC .C. ... C.. ... ... C.. ... ... ... ... .T. ... .TG ... ... .GC --- --- -.. .T. ... .-.
56
Lanjutan
[ 333 333 333 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 ]
[ 999 999 999 000 000 000 011 111 111 112 222 222 222 333 333 333 344 444 444 445 555 555 555 666 666 666 ]
[ 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 ]
#Nellore_(GB) CAC TAG ATC ACG AGC TTA ATT ACC ATG CCG CGT GAA ACC AGC AAC CCG CTA AGC AGA GGA TCC CTC TTC TCG CTC CGG
#Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Pesisir_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Pesisir_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
#Bali_1 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .A. ... C.. .C. ... ... ... ...
#Bali_2 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .A. ... C.. .C. ... ... ... ...
#Bali_3 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .A. ... C.. .C. ... ... ... ...
#Bali_4 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .A. ... C.. .C. ... ... ... ...
#Bali_5 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .A. ... C.. .C. ... ... ... ...
#Bali_6 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .A. ... C.. .C. ... ... ... ...
#Madura_1 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... -.. ... ... ... ... ... ... ... C.T .C. ... ... ... ...
#Madura_2 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .A. ... C.. .C. ... ... ... ...
#Madura_3 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .A. ... C.. .C. ... ... ... ...
#Madura_4 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... .A. ... ... ... ... ... TA. ... C.. .C. ... ... ... ...
#PO_1 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .A. ... C.. .C. ... ... ... ...
#PO_2 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... .A. ... ... ... ... .A. ... C.. .C. ... ... ... ...
#PO_3 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .A. ... C.. .C. ... ... ... ...
#PO_4 ... ... ... ... ..A ... .CC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... C.. .C. ... ... ... ...
57
Lanjutan
[ 444 444 444 444 444 444 444 444 444 444 455 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 ]
[ 677 777 777 778 888 888 888 999 999 999 900 000 000 001 111 111 111 222 222 222 233 333 333 334 444 444 ]
[ 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 ]
#Nellore_(GB) GCC CAT AGA CCG TGG GGG TCG CTA TTT AAT GAA TTT TAC CAG GCA TCT GGT TCT TT- CTT CAG GGC CAT CTC ATC TAA
#Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ..- ... ... ... ... ... ... ...
#Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ..- ... ... ... ... ... ... ...
#Pesisir_1 ... ... ... ... ... ... ... ... .G. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ..- ... ... ... .-. ... ... ...
#Pesisir_2 ... ... ... ... ... ... ... ... .G. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ..- ... ... ... .-. ... ... ...
#Bali_1 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..T ... ... ... ... .C. ... .T.
#Bali_2 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#Bali_3 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#Bali_4 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#Bali_5 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#Bali_6 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#Madura_1 ... ... GA. TT. C.. ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ..A ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#Madura_2 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#Madura_3 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#Madura_4 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#PO_1 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#PO_2 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#PO_3 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
#PO_4 ... ... GA. TT. ... ... ... ... ... ... ... ... ..T ... A.. ... ... ... ..- ... ... ... ... .C. ... ...
58
Lanjutan
[ 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 555 556 666 666 666 666 6] [ 444 555 555 555 566 666 666 667 777 777 777 888 888 888 899 999 999 990 000 000 000 111 1]
[ 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 345 678 901 234 567 890 123 456 789 012 3]
#Nellore_(GB) AGT GGT CCA TTC TTT CCT CT- TAA ATA AG- ACA TC- TCG ATG GAC TAA TGA CTA ATC AGC CCA TGC T
#Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .
#Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .
#Pesisir_1 ... ..C ... ... ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ... ... ... ... .G. ... ... ... .
#Pesisir_2 ... ..C ... ... ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ... ... ... ... .G. ... ... ... .
#Bali_1 .A. T.. ... C.. ... ... ..T ... ... ..G ... ..- ... ... ..T ... ... ... ... ... ... ..T C
#Bali_2 .-. -.. ... C.. ... ... .-- ... ... ..- ... ..- ... ... ..T -.. ... ... -.. ... ... ... C
#Bali_3 .-. T.. .-. C.. ..C .TC T-- -.. ... ..- ... ..C ... ... ..T ..- ... ... -.. ... .-. ... C
#Bali_4 .A. T.. ... C.. ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ..T ... ... ... ... ... ... ... C
#Bali_5 .A. T.. ... C.. ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ..T ..G ... ... ... ... ... ... C
#Bali_6 .A. T.. ... C.. ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ..T ..G ... ... ... ... ... ... C
#Madura_1 .-. T.. .T. C.. ... ... .G- ... ... G.- ... ..- ... ... ..T ..G ... ... C.. ... ... ... -
#Madura_2 .A. T.. ... C.. ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ..T ... ... ... ... ... ... ... C
#Madura_3 .A. T.. ... C.. ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ..T ..G ... ... ... ... ... ... C
#Madura_4 .A. T.. ... C.. ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ..T ..G ... ... ... ... ... ... C
#PO_1 .A. T.. ... C.. ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ..T ..G ... ... ... ... ... ... C
#PO_2 .A. T.. ... C.. ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ..T ..G ... ... ... ... ... ... C
#PO_3 .A. T.. ... C.. ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ..T ..G ... ... ... ... ... ... C
#PO_4 .A. T.. ... C.. ... ... ..- ... ... ..- ... ..- ... ... ..T ... ... ... ... ... ... ... C
59
Lampiran 10. Jumlah Nukleotida Sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO dan Sapi
Pembanding dari GenBank
Sampel Jumlah nukleotida yang
teramplifikasi
Jumlah nukleotida yang
dapat diamati
Nellore (GB) 913 571
Ongole (GB) 910 571
Sahiwal (GB) 917 571
Angus (GB) 911 571
Red Angus (GB) 911 571
Charolais (GB) 910 571
Simental (GB) 911 571
Aceh 1 950 571
Aceh 2 950 571
Pesisir 1 950 570
Pesisir 2 950 570
Bali 1 950 580
Bali 2 950 596
Bali 3 950 569
Bali 4 1140 601
Bali 5 1330 601
Bali 6 1180 601
Madura 1 950 598
Madura 2 1230 601
Madura 3 1160 601
Madura 4 1200 600
PO 1 950 576
PO 2 1200 601
PO 3 1170 601
PO 4 1340 601
Rata-rata 1035,32 584
Keterangan : GB (GenBank) = Data yang diperoleh dari GenBank
60
Lampiran 11. Motif Ulangan pada sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO
a) CCA--CAGAATGAAT------TACCCAGGCAAGAGGTA-----------------ATGTACATAACATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AGACATGAT
b) CCA--CAGAATGAAT------TACCCAGGCAAGAGGTA-----------------ATGTACATAACATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AGACATGAT
c) CCA--CAGAATGAAT------TACCCAGGCAAGAGGGA-----------------ATGTACATAACATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AGACATGAT
d) CCA--TGGAATGAAT------TACCCAGGCAGGAGGGA-----------------ATGTACATAACATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AGACATGAT
e) CCACGTGGGATAAGTACATAACATTAATGTAATAAGCACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AGACATAAT
f) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAACATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------AGACATAAT
g) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------AGACATAAT
h) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------AGACATAAT
i) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AGACATAAT
j) CCAAATGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AGACATAAT
k) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA----------------------AGACATAAT
l) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------AGACATAAT
m) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AGACATAAT
n) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAAGACATAAT
o) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA----------------------------------------------------------------------------------------AGACATAAT
p) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA----------------------------------------------------------------------------------------AGACATAAT
q) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AGACATAAT
r) CCAAGTGGGATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAAGTACATAATATTAATGTAATAA----------------------------------------------------------------------------------------AGACATAAT
Keterangan : a) Sapi Aceh 1 k) Sapi Madura 1
b) Sapi Aceh 2 l) Sapi Madura 2
c) Sapi Pesisir 1 m) Sapi Madura 3
d) Sapi Pesisir 2 n) Sapi Madura 4
e) Sapi Bali 1 o) Sapi PO 1
f) Sapi Bali 2 p) Sapi PO 2
g) Sapi Bali 3 q) Sapi PO 3
h) Sapi Bali 4
i) Sapi Bali 5
j) Sapi Bali 6
Lampiran 11. Motif Ulangan pada sapi Bali, Madura, Pesisir, aceh, dan PO
Keterangan : : satu motif ulangan
Warna yang berbeda menunjukkan motif ulangan yang berbeda
a) Sapi Aceh 1 k) Sapi Madura 1
b) Sapi Aceh 2 l) Sapi Madura 2
c) Sapi Pesisir 1 m) Sapi Madura 3
d) Sapi Pesisir 2 n) Sapi Madura 4
e) Sapi Bali 1 o) Sapi PO 1
f) Sapi Bali 2 p) Sapi PO 2
g) Sapi Bali 3 q) Sapi PO 3
h) Sapi Bali 4 r) Sapi PO 4
i) Sapi Bali 5
j) Sapi Bali 6
GTACATAATATTAATGTAATAA
61
Lampiran 12. Nomor Akses Sekuen Daerah D-loop Utuh B. indicus dan B. taurus
Dari Genbank pada Situs NBCI yang Digunakan untuk Membentuk
Pohon Filogeni
No Spesies Kode akses mtDNA
1 Nellore (Bos indicus) AY126697 D-loop
2
3
4
Ongole (Bos indicus)
Sahiwal (Bos indicus)
Angus (Bos taurus)
AY378135
L27732
AY676858
D-loop
D-loop
D-loop
5 Red Angus (Bos taurus) DQ520591 D-loop
6 Simmental (Bos taurus) AY521055 D-loop