identifikasi ciliata di dalam rumen sapi brahman cross...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI CILIATA DI DALAM RUMEN SAPI
BRAHMAN CROSS, PERANAKAN ONGOLE, SUMBA
ONGOLE DAN FRISIEN HOLSTEIN
DARI DAERAH LAMPUNG
USMAUL KHASANAH
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M / 1430 H
IDENTIFIKASI CILIATA DI DALAM RUMEN SAPI
BRAHMAN CROSS, PERANAKAN ONGOLE, SUMBA
ONGOLE DAN FRISIEN HOLSTEIN
DARI DAERAH LAMPUNG
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
USMAUL KHASANAH
103095029787
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M / 1430 H
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul ”Identifikasi Ciliata di Dalam Rumen Sapi Brahman Cross,
Peranakan Ongole, Sumba Ongole dan Frisien Holstein dari Daerah Lampung”
yang ditulis oleh Usmaul Khasanah, NIM 103095029787 telah diuji dan
dinyatakan LULUS dalam Munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3 Maret 2009. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata
Satu (S1) pada Program Studi Biologi.
Penguji 1,
Fahma Wijayanti, M.Si
NIP. 150 326 910
Menyetujui Penguji 2,
Priyanti, M.Si
NIP. 132 283 153
Pembimbing 1,
Irawan Sugoro, M.Si NIP. 1976 1018 200012.1.1
Pembimbing 2,
Deni Zulfiana, M.Si NIP. 1977 0709 200812.1.3
Mengetahui
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis
NIP. 150 317 956
Ketua Program Studi Biologi
DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud.
NIP. 150 375 182
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN KEASLIAN SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 3 Maret 2009
Usmaul Khasanah
NIM. 103095029787
ABSTRAK
USMAUL KHASANAH. Identifikasi Ciliata di Dalam Rumen Sapi Brahman
Cross, Peranakan Ongole, Sumba Ongole, dan Frisien Holstein Dari Daerah
Lampung. Skripsi. Progam Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2009.
Sapi merupakan hewan ruminansia yang pakannya berupa hijauan dan
limbah pertanian. Perbedaan pemberian pakan dapat mempengaruhi ekosistem
rumen diantaranya ciliata. Percobaan dilakukan pada sapi potong yang berasal dari daerah Lampung. Sapi yang digunakan adalah dari jenis yang berbeda-beda
yaitu Brahman Cross (BX), Peranakan Ongole (PO), Sumba Ongole (SO) dan Frisien Holstein (FH). Parameter yang diukur adalah jumlah sel ciliata, komposisi
jenis ciliata dan viabilitas jenis ciliata. Hasil percobaan menunjukan bahwa jenis sapi yang berbeda mempengaruhi jumlah sel ciliata, dimana jumlah sel tertinggi
terjadi pada sapi SO yaitu 1,8 x 106 sel/ml dan terendah terjadi pada sapi FH yaitu sebesar 1,2 x 106 sel/ml. Komposisi ciliata pada sapi BX, PO dan SO sebesar
95,8%, sedangkan pada sapi FH 87,5%. Viabilitas jenis ciliata umumnya 100%,
nilai terendah terjadi pada Isotricha prostoma dan Entodinium caudatum forma
caudatum yaitu sebesar 50%. Perbedaan jenis sapi dan pola pemberian pakan
dapat mempengaruhi jumlah sel, komposisi dan viabilitas ciliata.
Kata kunci : Sapi, Ruminansia, Ciliata rumen
ABSTRACT
USMAUL KHASANAH. Identification of Cilliated on Rumen from Brahman
Cross Cattle, Peranakan Ongole, Sumba Ongole and Frisien Holstein from
Lampung. Skripsi. Biology Departement. Faculty of Science and Technology.
Islamic State University Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2009.
The cattle is ruminant animal that eats plants and farm waste. The
differences of added food pattern can influence of rumen ecosystem, one of them is the presence of ciliata. The experiment has be done to beef cattle from
Lampung. The breeds of beef cattle are Brahman Cross (BX), Ongole Cross Breed
(PO), Sumba Ongole (SO) and Frisien Holstein (FH). Parameter measured were
total count of cells of cilliata, species compotition of cilliata and their viability.
The experiment result showed that the differences of cattle breed can influence
cell quantitty of cilliata. The highest total count in SO cattle was 1,8 x 106 cell/ml
and the lowest was in FH cattle 1,2 x 106 cell/ml. Cilliata compotition in BX, PO
and SO beef cattle was 95,8% and 87,5% in FH beef cattle. Cilliata viability
normally is 100%, the lowest grade just happened in I. Prostoma and E.
ecaudatum forma caudatum species (50%). The differences of cattle breed and
added food pattern can influences total count of cells, compotition and cilliata
viability.
Keywords : Cattle, Ruminant, Rumen Cilliated.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohim.
Segala puja dan puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam. Bumi, langit
dan seisinya selalu mengagungkan Nya. Sembah sujud atas segala limpahan
rahmat, karunia dan hidayahnya Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul IDENTIFIKASI CILIATA DI DALAM RUMEN SAPI
BRAHMAN CROSS, PERANAKAN ONGOLE, SUMBA ONGOLE DAN
FRISIEN HOLSTEIN DARI DAERAH LAMPUNG. Shalawat dan salam tak
lupa penulis ucapkan semoga senantiasa terlimpah kepada pemimpin sejati
Muhammad SAW.
Penulis mengakui bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan
tanpa bantuan dan bimbingan serta semangat dari orang tua tercinta dan berbagai
pihak. Pada kesempatan inilah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Ayahandaku (H. Nasirudin) dan Ibundaku (Hj. Siti Karimah) tercinta,
terima kasih atas semua kasih sayang yang diberikan kepadaku. Dan
semua do’a dan dukungan baik spiritual dan moril. Kakak-kakakku Mas
Ali, Mba Umroh dan Adikku Zalmi tercinta terima kasih semua.
2. Irawan Sugoro, M.Si, selaku pembimbing 1 pada saat PKL dan penelitian,
terima kasih telah membimbingku hingga bisa menyelesaikan tulisan ini.
3. Deni Zulfiana, M.Si, selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan
waktunya dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis, serta
memberikan motivasi dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. selaku Ketua Program Studi
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Dasumiati, M.Si selaku pembimbing akademik, Dra. Nani Radiastuti M.Si,
dan drh. Bhintarti S.H. M.Si, selaku penguji seminar proposal dan seminar
hasil, Fahma Wijayanti M.Si, dan Priyanti M.Si, selaku penguji sidang
serta seluruh Dosen Program Studi Biologi atas semua pengalaman yang
selama ini diberikan.
7. Bu Nunik, Bu Nety Mba Tri dan Pa Dinar terima kasih telah banyak
membantu pada saat penulis penelitian.
8. Teman-temanku yang selalu ada disaat ku butuhkan, Era, Wila, Ima,Ika,
Cici dan Ayang. Terima kasih telah memberikan memory yang
menyenangkan selama kuliah. Saudaraku Bari dan Danial terima kasih
bang atas semua bantuan-bantuan yang ku minta secara paksa .
9. Mas Tri Mulyono terima kasaih banyak, yang selalu memberi semangat
saat penulis benar-benar membutuhkan, terima kasih telah memberi ilmu-
ilmu yang baru kepada penulis, “poko’e mas txu banget wes”.
10. Teman-teman Biologi 2003 yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh
penulis.
11. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.
Akhirnya hanya doa yang dapat penulis panjatkan kepada Allah SWT,
semoga semua pihak yang telah membantu penulis atas penyelesaian skripsi ini
dapat diberikan balasan dan pahala yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Amin.
Pemalang, 20 Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ............................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................... 4
1.3. Hipotesis ................................................................ 4
1.4. Tujuan Penelitian ................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Protozoa …………................................................. 6
2.1.1 Sistem Reproduksi dan Siklus Hidup
Ciliata ............................................................ 8
2.1.2 Aktivitas Ciliata dan Dekomposisi Bahan
Organik ......................................................... 9
2.1.3 Klasifikasi Ciliata ....................................... 10
2.2 Ruminansia ............................................................ 15
2.3 Klasifikasi Sapi ...................................................... 17
18
2.3.1 Jenis Sapi Peranakan Ongole ........................ 19
2.3.2 Jenis Sapi Sumba Ongole .............................. 19
2.3.3 Jenis Sapi Frisien Holstein ............................ 20
2.3.4 Jenis Sapi Brahman Cross ............................. 21
2.4 Ekosistem Rumen ................................................... 23
2.5 Fisiologi Pencernaan Makanan ............................... 24
2.6 Peranan Ciliata di dalam Rumen ............................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................. 28
3.2. Bahan dan Alat ...................................................... 28
3.3. Cara Kerja .............................................................. 28
3.3.1 Pengambilan Sampel Cairan Rumen ......... 28
3.3.2 Pemisahan Ciliata Rumen dari Cairan
Rumen ...................................................... 29
3.3.3 Penghitungan Jumlah Total Ciliata ........... 29
3.3.4 Identifikasi ................................................. 30
3.3.5 Pengamatan dan Penghitungan Komposisi
Jenis serta Viabilitas Jenis Ciliata ............ 30
3.3.6 Analisis Data ............................................. 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Jumlah Sel Ciliata Rumen ..................................... 32
4.2. Keragaman Ciliata ................................................. 34
4.2.1 Keragaman Famili Ciliata Rumen ............. 34
4.2.2 Keragaman Genus Ciliata Rumen ............. 35
4.2.3 Keragaman Spesies Ciliata Rumen ........... 37
4.3 Identifikasi Ciliata ................................................. 37
4.4 Komposisi Jenis Ciliata dan Viabilitas
Jenis Ciliata ........................................................... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ........................................................... 50
5.2. Saran ...................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 51
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................. 55
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Klasifikasi Holotrich Rumen ...................................... 11
Tabel 2. Penyebaran Ciliata Menurut Genus pada Berbagai
Inang ............................................................................
12
Tabel 3. Penyebaran Ciliata Holotrich pada Berbagai Inang .... 13
Tabel 4. Nilai Nutrisi Mikroba Rumen ..................................... 25
Tabel 5.
Porsi Pakan Sapi ..........................................................
28
Tabel 6.
Persentase Distribusi Ciliata Rumen Sapi ...................
34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Tubuh Polyplastron multivesiculatum .......... 12
Gambar 2. Struktur Tubuh Eudiplodinium .................................... 12
Gambar 3. Anatomi Ruminansia ................................................... 16
Gambar 4. Jenis-jenis Sapi ............................................................ 18
Gambar 5. Degradasi Pakan oleh Mikroba Rumen ....................... 23
Gambar 6. Grafik Jumlah Sel Ciliata ............................................ 32
Gambar 7. Beberapa Ciliata yang Ditemukan di Beberapa Jenis
Sapi ..............................................................................
39
Gambar 8. Komposisi Jenis Ciliata ............................................... 47
Gambar 9.
Viabilitas Jenis Ciliata .................................................
48
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Karakteristik Identifikasi Ciliata Rumen ..................... 55
Lampiran 2.
Tabel Hasil Pengukuran ..............................................
56
Lampiran 3.
Hasil Analisis Sidik Ragam (One Way Anova) ..........
57
BAB I
PENDAHULUAN
4.3. Latar Belakang
Ruminansia merupakan hewan ternak yang penting untuk kehidupan
manusia, baik sebagai penghasil daging, susu, maupun tenaganya. Diperkirakan
lima tahun mendatang tingkat konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia akan
meningkat dari 1,8 kg/kapita/tahun menjadi 25 kg/kapita/tahun. Kenaikan ini
setara dengan pemotongan 2,2 juta ekor ternak sapi lokal, sehingga diperlukan
tambahan sekitar 100.000 ekor sapi potong baru tiap bulannya dari peternakan
rakyat (Sarwono dan Arianto, 2005).
Sapi adalah ternak ruminansia paling dikenal di daerah tropis. Secara
tradisional pakan ternak ruminansia berasal dari limbah pertanian yang merupakan
pakan berserat tinggi. Sekitar 60-75% pakan ternak sapi terdiri dari karbohidrat
seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin (Jusmaldi, 2002).
Ternak ruminansia memiliki ciri khas ekosistem mikroba di dalam rumen
yang akan membantu proses pencernaan. Pencernaan serat kasar seperti selulosa,
pektin dan lignin dilakukan dengan menahannya di dalam retikulorumen untuk
memberikan kesempatan pada mikroba melakukan proses fermentasi (Warmer,
1979 dalam Jusmaldi 2002). Peran mikroba di dalam rumen selain membantu
proses pencernaan serat kasar juga mensintetis protein dan vitamin B12. Selain itu
mikroba juga mempunyai peran penting dalam keseimbangan nutrisi untuk hewan
inang, yaitu dalam proses pencernaan karbohidrat dan protein kompleks oleh
enzim sakarolitik dan proteolitik. Hasil akhir pencernaan oleh mikroba ini adalah
Volatil Faty Acid (VFA), senyawa amoniak dan gas lain yang dimanfaatkan oleh
ruminansia sebagai sumber energi (Jusmaldi, 2002).
Di dalam rumen terdapat empat jenis mikroba yaitu bakteri, protozoa,
jamur (fungi) dan virus. Dari keempat jenis mikroba tersebut bakteri mempunyai
jenis dan populasi tertinggi. Cacahan sel bakteri per gram isi rumen dapat
mencapai 1010-1011, sedangkan populasi tertingi ke dua diduduki oleh protozoa
yang dapat mencapai 106-105 cacahan sel/ml isi rumen pada kondisi ternak yang
sehat (Ogimoto dan Imai, 1981).
Protozoa yang berada di rumen sangat banyak dan jenisnya bermacam-
macam, di antaranya adalah ciliata dan flagelata. Ciliata telah berkembang
menjadi suatu kelompok khusus yang hanya sesuai hidup di dalam rumen dan
tidak dapat ditemukan di habitat lainnya. Ciliata bersifat anaerobik, dapat
memfermentasi serat tanaman, serta dapat tumbuh dalam temperatur rumen
bersama-sama dengan kehadiran berjuta-juta bakteri (Hungate, 1966).
Meskipun kekhususan ciliata rumen pada inang sangat tinggi, namun
transfaunasi spesies ciliata dapat terjadi di antara ruminansia. Transfaunasi spesies
ciliata dapat terjadi dengan mudah di antara spesies inang jika mereka berdekatan
satu sama lain, namun inang dari spesies yang sama dapat memiliki komposisi
ciliata yang berbeda jika mereka terpisah atau terisolasi secara geografis
(Imai,1988). Transfaunasi ciliata juga dapat terjadi melalui kontak langsung
melalui mulut ke mulut di antara inang dengan perantara saliva, karena perilaku
ruminasi dari inang (Jusmaldi, 2002).
Dinamika dan keragamanan ciliata pada setiap jenis sapi berbeda-beda.
Komposisi rumen ditentukan oleh faktor filogenetik dan wilayah distribusi yang
bersifat geografik (Dogiel, 1978). Namun yang lebih sering dilaporkan adalah
komposisi spesies yang ada dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi (Dehority, 1979). Kondisi psikologis inang merupakan faktor lain
yang ditemukan untuk mempengaruhi fauna (Göcmen, 2005). Kerbau rawa di
Indonesia total ciliatanya 1,5 x 104 sel/ml dengan rata-rata jumlah spesies 12,9;
sedangkan di Brazil, total ciliatanya 22,9 x 104/ml dengan rata-rata jumlah spesies
29 (Dehority, 1979).
Mikroba di dalam rumen erat kaitannya dengan peran serta ciliata dalam
pencernaan pakan berserat. Hal tersebut sangat mempengaruhi kelimpahan ciliata
rumen yang sangat besar dan juga disebabkan letak geografis yang sangat
berbeda. Selain itu, jenis dan kelimpahan ciliata sangat tergantung pada jenis
ternaknya, dimana masing-masing jenis memiliki kondisi inang yang berbeda.
Identifikasi ciliata dari berbagai inang merupakan suatu kajian yang sangat
menarik untuk diteliti. Ciliata sangat beragam bentuk maupun ukurannya,
keberadaannya tergantung pada spesies inang, lingkungan dan jenis makanan
yang dikonsumsi.
Pengetahuan tentang keseluruhan distribusi ciliata dalam inang terutama
sapi yang berbeda-beda di suatu daerah hanya sedikit. Untuk itu dilakukan
identifikasi ciliata dari beberapa jenis sapi potong yaitu sapi BX (Brahman Cross),
sapi PO (Peranakan Ongole), sapi Ongole (Sumba Ongole) dan sapi FH (Frisien
Holstein).
Untuk mengetahui keanekaragaman ciliata dari sapi yang berbeda-beda
maka dilakukan identifikasi ciliata dari sapi potong yang berbeda jenis. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan kondisi fisiologis inang, lingkungan dan jenis
makanan yang dikonsumsi berpengaruh pada populasi ciliata di dalam rumennya.
Oleh karena itu, rumen yang diambil berasal dari sapi PO, sapi SO, sapi BX dan
sapi FH, yang mempunyai kondisi fisik yang berbeda.
4.4. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah setiap jenis sapi yang berbeda dan dengan perkiraan umur yang
sama memiliki jumlah ciliata yang berbeda?
2. Apakah setiap jenis sapi yang berbeda dan dengan perkiraan umur sapi
yang sama memiliki komposisi ciliata yang berbeda?
3. Apakah setiap jenis sapi yang berbeda dan dengan perkiraan umur yangs
sama memiliki viabilitas jenis yang berbeda?
1.3. Hipotesis
1. Ada perbedaan jumlah ciliata pada masing-masing jenis sapi.
2. Ada perbedaan komposisi ciliata pada masing-masing jenis sapi.
3. Ada perbedaan viabilitas ciliata pada masing-masing jenis sapi.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis ciliata pada rumen sapi
yang berbeda-beda, dan juga untuk mengetahui apakah ada perbedaan jumlah,
komposisi dan viabilitas ciliata pada masing-masing jenis sapi.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi data
mengenai populasi protozoa khususnya ciliata dalam rumen beberapa jenis sapi,
dan dapat mendasari penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Protozoa
Protozoa berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata proto dan zoo,
artinya hewan pertama. Protozoa merupakan protista eukariotik yang hidup
sebagai sel tunggal atau berkelompok sebagai kumpulan sel yang mandiri dan
membentuk suatu koloni (Waluyo, 2004).
Lokomosi merupakan ciri penting dalam deferensiasi kelas pada protozoa.
Sarcodina bergerak dengan mengeluarkan tonjolan dari tubuhnya yang dinamakan
pseudopodia; Ciliata dengan bantuan gerak rambut-rambut yang sangat kecil yang
disebut cilia terletak disekitar tubuhnya; Flagelata bergerak dengan flagela yang
terletak pada ujung sel; dan Sporozoa bergerak dengan meluncur atau dengan
melenturkan tubuhnya, karena tidak mempunyai organel luar untuk bergerak
(Waluyo, 2004).
Protozoa tersebar luas di alam bebas dan dapat ditemukan juga di usus,
baik usus hewan darat maupun usus hewan air. Protozoa yang ada di dalam usus
tidak sama pada masng-masing hewan (Clarke, 1977). Protozoa yang ada dalam
rumen ruminansia sebagian besar adalah ciliata, meskipun ditemukan juga
beberapa spesies flagelata yang termasuk ke dalam kelas mastigofora. Ada 2 grup
utama ciliata yaitu Oligotricha dan Holotricha (Ogimoto dan Imai, 1981).
Ukuran dan bentuk morfologi ciliata sangat beragam, berbentuk lonjong
atau seperti bola, memanjang dan ada pula yang polimorfik. Diameter ciliata
mencapai ukuran 2.000 µm atau 2 mm. Sel ciliata terbungkus oleh membran
sitoplasma, banyak yang dilengkapi dengan lapisan luar sitoplasma yaitu
ektoplasma dan lapisan sitoplasma bagian dalam yang disebut endoplasma.
Kebanyakan struktur seluler terdapat dalam endoplasma (Waluyo, 2004).
Setiap sel ciliata memiliki satu inti, tetapi banyak ciliata mempunyai inti
rangkap di sebagian besar siklus hidupnya. Pada ciliata terdapat satu
makronukleus yang fungsinya untuk mengawasi kegiatan metabolisme dan proses
pertumbuhan serta proses regenerasi dan terdapat mikronukleus yang fungsinya
untuk mengendalikan reproduksi. Pelikel (lapisan membran sitoplasma sel) ciliata
tebal dan seringkali mempunyai struktur yang beragam. Banyak ciliata
membentuk struktur kerangka yang memberi kekakuan. Lapisan penutup yang
longgar ini berada di luar dari pelikel, dinamakan cangkang yang terdiri dari
bahan organik yang diperkuat bahan-bahan anorganik seperti kalsium karbonat
atau silikat. Ciliata dapat membentuk kista, dengan cara ini bentuk-bentuk
vegetatif atau tropozoit melindungi dirinya terhadap alam sekitarnya, misalnya
kekeringan, kehabisan makanan atau keasaman perut inangnya (Waluyo, 2004).
Komponen dasar dari tubuh ciliata adalah nukleus (inti) dan sitoplasma.
Tampubolon (2004) dalam Ismail (2006), mengatakan bahwa inti ciliata
mempunyai berbagai bentuk, ukuran dan struktur karena bentuk tubuh yang
sangat bervariasi. Komponen penting inti ciliata adalah membran inti, kromatin,
plastin dan nukleoplasma atau cairan inti. Secara struktural dibagi menjadi dua
tipe yaitu vesikuler dan kompak. Inti vesikuler terdiri dari membran inti yang
kadang-kadang sangat lembut tetapi jelas nukleoplasma, akromatin dan
kromatinnya. Disamping itu badan intranuklear biasanya agak bulat, tersusun dari
kromatin, nukleolus atau plasmasoma. Inti kompak mengandung banyak
substansi kromatin dan sedikit nukleoplasma, sehingga sifatnya padat.
Sitoplasma ciliata tidak berbeda fungsinya dari hewan multiseluler.
Sitoplasma ciliata berisi bermacam-macam organel. Pada mitokondrianya, krista
berbentuk tubuler lebih banyak daripada yang berbentuk piringan seperti terdapat
pada organisme tingkat tinggi. Organel lain seperti aparatus golgi, vakuola
kontraktil, vakuola makanan dan Cilia atau flagel (Ismail, 2006).
2.1.1. Sistem Reproduksi dan Siklus Hidup Ciliata
Reproduksi pada protozoa dapat terjadi secara aseksual atau seksual.
Reproduksi aseksual ada tiga tipe yaitu pembelahan ganda (biner), pembelahan
multiple (skizogoni) dan tunas (budding). Pembelahan ganda biasanya terdapat
pada flagelata, amoeba dan ciliata. Pada pembelahan multiple atau skizogoni, inti
membelah berulang-ulang, sitoplasma bergabung mengelilingi setiap inti,
kemudian sitoplasma membelah. Endodiogoni merupakan tipe istimewa dari
pembelahan biner dimana sel anak terbentuk di dalam sel induknya. Endopoligeni
merupakan tipe yang sama dengan skizogoni. Pertunasan adalah sel anak yang
kecil secara individu memisahkan dari sisi induk dan kemudian tumbuh menjadi
ukuran penuh. Pembelahan inti vesikuler atau inti mikro biasanya melalui mitosis,
sedangkan inti makro secara amitosis (Levine, 1990 dalam Ismail, 2006).
Reproduksi seksual ada dua tipe yaitu singami dan konjugasi. Singami
adalah persatuan dari dua gamet, sedangkan konjugasi adalah penggabungan
secara temporer dua individu yang berasal dari satu spesies dengan maksud
pertukaran materi inti. Pada singami terbentuk dua gamet haploid yang bergabung
membentuk suatu zigot. Gamet-gamet itu mirip satu sama lain disebut isogami
dan jika berbeda disebut anisogami. Pada anisogami, gamet yang lebih kecil
adalah mikrogamet dan yang lebih besar adalah makrogamet. Gamet-gamet
diproduksi oleh sel khusus (gamon), mikrogamet diproduksi oleh mikrogamon
atau mikrogametosit dan makrogamet diproduksi oleh makrogamon atau
mikrogametosit. Proses pembentukan gamet itu disebut gametogoni. Pada
konjugasi, dua individu dari spesies yang sama mendekat satu sama lain untuk
tujuan pertukaran bahan inti. Inti makro berdegenerasi dan inti mikro membelah
beberapa kali. Salah satu bakal haploid hasil pembelahan ini beralih dari satu
konjugan lain. Kemudian konjugan-konjugan tersebut memisah, bakal inti
bergabung dan terjadi regenerasi inti (Levine, 1990 dalam Ismail, 2006).
2.1.2. Aktivitas Ciliata dan Dekomposisi Bahan Organik
Ciliata merupakan pemangsa bakteri dan jamur (Elsas et. al., 1997 dalam
Arifah, 2002). Menurut Stout (1974) dalam Khusnuryani (2002), ciliata lebih
memilih organisme berukuran kecil, tidak membentuk filamen dan tidak
berkapsul sebagai sumber makanannya. Oleh karena itu ciliata lebih memilih
bakteri dari pada jamur dari pada bakteri dari pada jamur sebagai sumber
makanannya (Khusnuryani, 2002).
Aktivitas pemangsaan ciliata dapat mengontrol populasi bakteri dalam
tanah. Meskipun demikian, tidak semua bakteri sesuai sebagai sumber makanan
bagi ciliata. Pembentukan toksin bakteri dapat mencegah serangan oleh ciliata
(Weekers et. al., 1993). Flagellata dan ciliata adalah protozoa pemangsa bakteri
yang penting dalam ekosistem akuatik. Aktivitas pemangsaan bakteri oleh ciliata
tersebut akan memperkaya nutrien esensial dalam medium di sekelilingnya, yang
secara positif mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Aktivitas ciliari
ciliata menyebabkan sirkulasi gas dan nutrien terlarut lebih baik dalam
mikrohabitat cair. Ciliata yang lebih besar terlibat dalam penghancuran materi
tanaman dan hewan (Hausmann dan Haulsmann, 1996).
Aktivitas pemangsaan ciliata juga meningkatkan aktivitas dan
meningkatkan pertukaran nutrien, khususnya nitrogen yang terimobilisasi dalam
biomasa bakterial. Dengan demikian, ciliata berperan aktif dalam mengontrol
kesuburan tanah dan siklus nutrien tanah (Weekers et. al., 1993). Pemangsaan
mikrobia oleh ciliata akan merugikan mikrobia secara individual karena individu
anggota populasi dimangsa oleh ciliata, tetapi menguntungkan secara kolektif
karena mengurangi kompetisi antar mikrobia. Dengan demikian ciliata dapat
membantu pertumbuhan mikrobia sehingga populasi mikrobia selalu muda dan
aktif, selanjutnya dekomposisi bahan organik juga akan meningkat (Coyne, 1999
dalam Khusnuryani, 2002).
2.1.3. Klasifikasi Ciliata
Menurut Hungate (1966) ciliata dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
Holotricha (cilia ada di sekitar tubuhnya) dan Oligotricha (cilia hanya ada di
sekitar mulut). Kelompok Holotricha memiliki morfologi yang sederhana meliputi
spesies Isotricha dan Daystricha sebaliknya kelompok Oligotricha memiliki
bentuk yang kompleks meliputi spesies Entodinium, Epidinium, Diplodinium, dan
Ophryoscolex.
Protozoa yang terdapat dalam rumen berasal dari dua famili dan termasuk
ciliata. Famili yang pertama adalah Isotrichidae termasuk dalam golongan
Holotricha, dari golongan ini dikenal dua genus, yaitu Isotricha dan Dasytricha.
Famili yang ke dua adalah Ophryoscolecidae dan termasuk dalam Oligotrichs.
Ophryoscolecidae terdiri dari genus Entodinium, Eudiplodinium (Gambar 2),
Diplodinium, Epidinium dan Ophryoscolex. Golongan Oligotrichs dapat memecah
partikel makanan dan dapat memanfaatkan karbohidrat sederhana maupun yang
komplek termasuk selulosa, sedangkan golongan Holotrichs tidak dapat mencerna
partikel makanan maupun selulosa (Soepraniondo, 1994).
Jumlah dan posisi cilia, bentuk makronukleus, jumlah dan letak vakuola
kontraktil, jumlah dan letak keping kerangka menjadi karakter tetap yang
digunakan sebagai kriteria untuk identifikasi genus dan spesies dalam famili
Ophryoscolecidae (Gambar 1). Ukuran dan bentuk tubuh, bentuk dan panjang
makronukleus serta jumlah flagel juga digunakan sebagai kriteria identifikasi
(Imai, 1998 dalam Jusmaldi, 2002).
Honigberg (1964); Levine (1980) dan Lee (1985) dalam Jusmaldi (2002),
mengusulkan klasifikasi kelompok Holotrich berdasarkan ukuran tubuh dan posisi
cilia seperti dalam Tabel 2.1:
Tabel 1. Klasifikasi Holotrich Rumen
Taksa Honigberg 1964 Levine 1980 Lee 1985
Filum Ciliophora Ciliophora Ciliophpra
Subfilum - - Rhabdophora
Kelas Ciliata Kinetofragminophorea Litostomatea
Subkelas Holotrichia Vestibuleviria Trichostomatea
Ordo Trichostomatida Trichostomatida Vestibuliferida
Subordo - Trichostomatina -
Famili Isotrichidae Isotrichidae Isotrichidae
Genus Isotricha Daystricha
Oligoisotricha
Paraisotricha
Gambar 1. Struktur Tubuh Polyplastron multivesiculatum
(Ogimoto & Imai,1981)
Keterangan : OP= Operkulum, LCZ= Zona silium kiri, ACZ= Zona silium adoral,
Mi= Mikronukleus, Ma= Makronukleus, CV=Vakuola kontraktil, SP= keping
kerangka, R=Rektum dan CP=Anus.
Gambar 2. Struktur Tubuh Eudiplodinium (Furners, 2003)
Beberapa spesies ciliata tersebar pada banyak spesies ruminansia, tetapi
sebagian spesies ciliata tersebut ada yang hanya terbatas pada satu atau beberapa
spesies ruminansia. Genus Entodinium, Diplodinium, Ostracodinium, dan
Epidinium memiliki persebaran yang luas pada spesies ruminansia tetapi genus
Caloscolex dan Opisthotricum hanya terdapat pada onta dan antilop Afrika (Imai,
1988).
Komposisi ciliata dipengaruhi oleh faktor-faktor filogenetik dan wilayah
persebaran inang. Selain itu komposisi ciliata juga dipengaruhi oleh jenis pakan
dan kondisi fisiologi inang (Ogimoto dan Imai, 1981).
Tabel 2. Penyebaran Ciliata Menurut Genus Pada Berbagai Inang Inang Jenis-jenis Ciliata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
15
Rusa (deer) + - - - - - - - - - - + - - -
Bubalus(water
buffalo) + + + + + - + + + + - + - + -
Bos (cattle) + + + + + + + + + + + + + + -
Synceros (African buffalo)
+ + - - + - + - + - + - - -
Capra + + + + + + + + + + + - +
Ovis (sheep) + + + + + + + + + + + + - +
Camelus (camel) + + - - - - - - + - + - - +
Sumber : Ogimoto dan Imai (1981).
Keterangan : + = ada ; - = tidak ada ; 1. Entodinium, 2. Diplodinium, 3. Eodinium, 4. Eremoplastron, 5. Eudiplodinium, 6. Diploplastron, 7. Metadinium,
8. Polyplastron, 9. Elytroplastron, 10. Ostracodinium, 11. Enoploplastron, 12.
Epidinium, 13. Epiplastron, 14. Ophryoscolex, 15. Ophisthotricum.
Sedangkan menurut William dan Coleman dalam Sugiri (1994) yang
mengumpulkan data dari berbagai pustaka antara1925-1986 adalah sebagai
berikut:
Tabel 3. Penyebaran Ciliata Holotrich Pada Berbagai Inang.
Jenis ternak Jenis-jenis Ciliata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Sapi (USA, Eropa, Norwegia) + + + + + + - - - + - - - Sapi Bali (Bos javanicus) + + + + - + + + + + - + - Sapi Zebu (Bos indicus) + + + + - - - - - + - - +
Kerbau Rawa (Bubalus bubalis)
+ + + + - + - - - - - - -
Bison + + - - - + - - - - - - -
Cervis elaphus + + + - - - - - - - - - -
Keterangan : + = ada; - = tidak ada; 1. Daytricia ruminatum, 2. Isotrica prostoma, 3. I. intestinalis, 4. Oligoisotricha bubalis, 5. Microcetus lappus, 6.Buetchilia
parva, 7. Parabundleia ruminatum, 8. Polymorphella bovis, 9. Blepharoconus
krugerensis, 10. Blepharoprosthium, 11. Charonina ventriculi, 12. C. equi, 13.
Paraisotricha sp.
Faktor filogenetik dari inang mempengaruhi jumlah spesies ciliata di
dalam rumen. Pada famili Bovidae khususnya ternak sapi dan kambing cenderung
memiliki jumlah spesies ciliata lebih tinggi, dibandingkan famili Cervidae dan
Tragulidae (Rusa dan kancil). Jumlah spesies ciliata umumnya rendah pada hewan
peranggas seperti rusa, kijang dan kancil karena hewan ini makannya selektif dan
rendah serat, sedangkan jumlah spesies ciliata tinggi pada hewan perumput seperti
sapi, kerbau, domba dan bison karena makanannya tidak selektif dan mengandung
serat kasar (Imai, 1988).
Pengaruh faktor filogenetik, meskipun kekhususan inang terhadap ciliata
sangat tinggi, tetapi transfaunasi ciliata dapat terjadi di antara inang. Transfaunasi
ciliata dapat terjadi di antara spesies inang yang berbeda bila mereka ditempatkan
satu sama lain, sehingga spesies inang yang berbeda dapat saja memiliki
komposisi ciliata yang sama, namun sebaliknya inang dari spesies yang sama
dapat saja memiliki komposisi ciliata yang berbeda jika mereka terisolasi atau
terpisah secara geografis. Genus Ophryoscolex tidak ditemukan pada sapi dan
domba di Selandia Baru, genus ini juga tidak ditemukan di Australia, sebaliknya
50% kambing di Jepang memiliki genus ini di dalam rumennya (Dehority 1979).
Polyplastron multivesiculatum (Gambar 1) merupakan spesies ciliata paling
umum ditemukan di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang tetapi tidak terdapat di
Selandia Baru atau dalam rumen Bos indicus dan Bos taurus di India dan Seilon.
Di Brasilia spesies ini jumlahnya sangat rendah, ditemukan hanya pada satu
spesies inang yiatu Bos taurus. Genus Epidinium pada kerbau dan sapi tidak
ditemukan di wilayah Mesir (Hobson, 1988 dalam Jusmaldi 2002).
Pengaruh faktor transfaunasi, komposisi ciliata pada ruminansia sangat
dipengaruhi oleh induknya. Perpindahan ciliata hanya terjadi melalui kontak
langsung melalui mulut, ketika induk menjilat mulut anaknya dan sejumlah ciliata
terbawa bersama-sama air ludah dan cairan digesta. Faunasi juga dapat terjadi bila
makanan terkontaminasi oleh ciliata karena perilaku ruminansi dan dimakan oleh
ruminansia lain, atau dapat juga melalui aktivitas minum (Jusmaldi, 2002).
Faktor antagonisme (interaksi predator dan mangsa) di antara spesies
ciliata juga dapat mempengaruhi komposisi ciliata di dalam rumen. Menurut
Ogimoto dan Imai (1981), jika rumen dihuni oleh spesies lain tidak dapat menetap
di dalam rumen. Salah satu penyebab antagonisme ini adalah interaksi antara
predator dan mangsa yaitu Polyplastron multivesiculatum dan Epidinium
ecaudatum. Dengan demikian spesies ini tidak dapat menghuni individu inang
secara bersama. Secara umum Dipploplastron affine menghuni cairan rumen yang
menghuni cairan rumen yang mengandung Polyplastron multivesticulatum.
2.2. Ruminansia
Ruminansia merupakan ternak yang termasuk ke dalam kelompok hewan
bertulang belakang, mempunyai rahang, memiliki kaki berkuku genap dan tanduk
yang strukturnya berongga, menyusui anaknya dan mempunyai sistem pencernaan
makanan yaitu memamah biak. Hewan yang termasuk ke dalam ruminansia
adalah sapi, kerbau, kambing dan domba. Lambung ruminansia terdiri atas empat
bagian yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum (Gambar 3)
(Kartadisastra, 1997).
Gambar 3. Anatomi Ruminansia (Campbell et. al., 2002)
Sifat yang paling menonjol pada ruminansia adalah keperluan pakannya
tidak bersaing dengan manusia. Bahan pakan ternak ruminansia dapat
mengandalkan hijauan dan limbah pertanian yang tidak dikonsumsi oleh manusia.
Ternak ruminansia dapat mencerna pakan berserat tinggi dan mengubahnya
menjadi daging. Kemampuan itu menunjukkan hewan ruminansia memiliki proses
pencernaan yang khas. Lambung ruminansia terdiri dari 4 bagian yaitu rumen
(lambung pertama dengan kapasitas 100-230 liter pada sapi), retikulum (lambung
ke dua atau perut jala), omasum (lambung ke tiga atau perut buku) dan abomasum
(lambung keempat atau perut sejati) (Sarwono dan Arianto, 2005).
Pada hewan yang belum dewasa rumen dan retikulum relatif belum
berkembang sehingga susu yang dikonsumsi mencapai lambung melalui lipatan-
lipatan jaringan yang menyerupai tabung yang disebut parit esophagus. Pada saat
ternak mulai memakan makanan yang padat, retikulorumen membesar hingga
memenuhi 85% kapasitas lambung dewasa (Mc.Donald, 1996). Struktur perut
demikian menyebabkan sapi dapat menelan banyak pakan dalam waktu yang
singkat (Sarwono dan Arianto, 2005).
2.3. Klasifikasi Sapi
Bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik
tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan
dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang
dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Secara garis besar, bangsa-
bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal
dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan
tersebar di daerah tropis, (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di
daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.
Menurut Romans et al., (1994) dan Blakely dan Bade, (1992) dalam
Anonim (2007) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Sub ordo : Ruminantia
Family : Bovidae
Genus : Bos (cattle)
Spesies : Bos taurus (sapi Eropa)
Bos indicus (sapi India/sapi Zebu)
Bos sondaicus (banteng/sapi Bali)
a. Sapi Peranakan Ongole (PO) b. Sapi Ongole (Sumba Ongole)
c. Sapi Frisien Holstein (FH) d. Sapi Brahman Cross (BX)
Gambar 4. Jenis-Jenis Sapi (Usmaul, 2007)
2.3.1. Sapi PO (Peranakan Ongole)
Sapi Peranakan Ongole (Gambar 4.a) merupakan jenis sapi yang memiliki
ukuran tubuh dan koefisiensi keragaman yang berbeda-beda. Sapi ini merupakan
hasil persilangan antara sapi lokal dengan sapi India. Laju pertumbuhan semakin
baik jika bobot hidup semakin tinggi. Pada umur satu tahun rata-rata bobot hidup
sapi PO di peternak dapat mencapai 162,9-180,2 kg dan pada umur satu setengah
tahun dapat mencapai 192,70-225,00kg (Budi dan Mariyono, 2005). Sitepu et al.,
(1996) dalam Anonim (2007), menyatakan bahwa bobot hidup sapi PO di daerah
propinsi Lampung sangat beragam antara 189,8 ± 34,10 kg dengan berat
minimum 111 kg dan maksimum 262 kg.
2.3.2. Sapi Sumba Ongole
Sapi jenis Ongole atau sering disebut Sumba Ongole (Gambar 4.b)
merupakan sapi yang berasal dari Sumba, yang merupakan hewan khas daerah ini
terutama Sumba Timur. Sapi jenis ini merupakan keturunan Bos indicus yang
diimport tahun 1914. Dipelihara secara murni di pulau Sumba. Sapi ini paling
tahan dengan suhu tinggi dan tahan terhadap ketersedian pakan yang sedikit.
Pulau Sumba ditetapkan sebagai pusat pembibitan sapi Ongole murni (Anonim,
2007).
2.3.3. Sapi FH (Frisiean Holstein)
Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi
Shorhorn (Inggris), Frisiean Holstein (Belanda), Yersey (selat Channel antara
Inggris dan Perancis), Brown Swiss (Witzerland), Red Danish (Denmark) dan
Droughtmaster (Australia). Hasil survei di PSPB (Pusat Studi Budidaya
Peternakan) Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan
menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisiean Holstein
(Gambar 4.c). Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina
dewasa adalah:
1. Produksi susu tinggi
2. Umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak
3. Berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu
tinggi
4. Bentuk tubuhnya seperti baji
5. Matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan
atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat
6. Ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba
lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok, puting
susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak
terlalu pendek
7. Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular
8. Tiap tahun beranak.
2.3.4. Sapi BX (Brahman Cross)
Minish dan Fox (1979) dalam Anonim (2007) menyatakan bahwa sapi
Brahman di Australia secara komersial jarang dikembangkan secara murni dan
banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (HS). Hasil persilangan
dengan Hereford dikenal dengan nama Brahman Cross (BX) (Gambar 4.d). Sapi
ini mempunyai keistimewaan karena tahan terhadap suhu panas dan gigitan
caplak, mampu beradaptasi terhadap makanan yang tidak bagus serta mempunyai
kecepatan pertumbuhan yang tinggi. Menurut Turner (1977), sapi Brahman Cross
(BX) pada awalnya dikembangkan di stasiun CSIRO’S Tropical Cattle Research
Centre di Rockhampton Australia. Materi dasarnya adalah sapi American
Brahman, Hereford dan Shorthorn. Sapi BX mempunyai proporsi 50% darah
Brahman, 25% darah Hereford dan 25% darah Shorthorn. Secara fisik bentuk
fenotip sapi BX lebih cenderung mirip sapi American Brahman karena proporsi
darahnya yang lebih dominan, seperti punuk dan gelambir masih jelas, bentuk
kepala dan telinga besar menggantung. Pola warna kulit sangat bervariasi
mewarisi tetuanya.
Sapi Brahman Cross (BX) memiliki sifat-sifat seperti:
1. Persentase kelahiran 81,2%
2. Rataan bobot lahir 28,4 kg, bobot umur 13 bulan mencapai 212 kg dan
umur 18 bulan bisa mencapai 295 kg
3. Daya tahan terhadap panas cukup tinggi karena produksi panas basal
rendah dengan pengeluaran panas yang efektif
4. Ketahanan terhadap parasit dan penyakit sangat baik
5. Efisiensi penggunaan pakan terletak antara sapi Brahman dan persilangan
Hereford-Shorthorn (Turner, 1977).
2.4. Ekosistem Rumen
Di dalam rumen didapatkan bolus dan cairan rumen. Bolus yang terdapat
di dalam rumen merupakan makanan padat yang belum sepenuhnya tercerna,
sedangkan cairan rumen yang terdiri dari partikel halus dari makanan yang
tercerna dan air yang porsinya bisa mencapai 830-900 gram/kg (Mc. Donald,
1981)
Selain itu di dalam rumen juga terdapat mikroflora dan mikrofauna.
Mikroflora yang terdapat dalam rumen berupa bakteri anaerob dan fungi,
sedangkan mikrofaunanya adalah ciliata. Di dalam rumen jumlah bakteri lebih
tinggi dibandingkan protozoa (Lynch dan Poole, 1978 dalam Jusmaldi, 2002).
Beberapa senyawa kimia juga terdapat di dalam rumen, seperti : Volatil
Faty Acid (VFA), (asam asetat, asam propionat dan asam butirat), protein sel
mikroba, gas metan dan CO2. Semua produk metabolik tersebut merupakan hasil
pemecahan enzimatis pakan yang masuk ke dalam rumen (Ogimoto dan Imai,
1981).
Seperti halnya sistem kultur yang lain, rumen juga memerlukan
mekanisme homeostatis. Pada kondisi normal pH rumen sekitar 5,5-6,5, tetapi jika
banyak terdapat asam lemak yang diproduksi, maka pH rumen menurun sekitar
2,5-3. Adanya fosat dan bikarbonat yang berasal dari saliva dapat berfungsi
sebagai buffer, sehingga suasana pH yang asam dapat stabil kembali. Tekanan
osmose di dalam rumen dipelihara mendekati tekanan osmose darah. Walaupun
ada gas oksigen yang masuk ke dalam rumen, tetapi secara cepat digunakan
sehingga rumen tetap terpelihara kondisi anaerobnya. Temperatur di dalam rumen
mendekati temperatur tubuh inangnya, yaitu berkisar antara 38-420C (Perry, 1984
dalam Jumaldi, 2002).
Rumen tidak menghasilkan enzim pencernaan (enzim selulose), karena
tidak terdapat sel-sel kelenjar pada jaringan epitel selaput mukosa, tetapi rumen
selalu menerima saliva yang bersifat alkalis dengan karbonat sebagai komposisi
utamanya. Saliva yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai penyangga dan
membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Hal ini disebabkan karena
tingginya ion HCO3 dan PO4. Fase gas tersusun dari CO2 (50-70 %) dan sisanya
merupakan metan (CH4). Selama makan hanya sedikit oksigen yang terbawa ke
dalam rumen bersama makanan dan cepat termetabolisis (Jusmaldi, 2002).
Menurut Imai (1998) dalam Jusmaldi (2002), sejumlah mikroba rumen
(bakteri, fungi, dan protozoa) menghuni saluran pencernaan (rumen atau sekum)
inang sebagai habitatnya karena tempat ini menjamin lingkungan yang stabil, oleh
adanya homeostatis serta tersedianya makanan secara berkala. Proses fermentasi
oleh mikroba rumen dapat terjadi karena makanan tertahan di dalam
retikulorumen untuk beberapa lama sebelum menuju ke saluran pencernaan pasca
rumen. Di dalam rumen terjadi proses fermentasi oleh sejumlah mikroba yang
sangat efisien dalam mencerna serat kasar.
2.5. Fisiologi Pencernaan Makanan
Pada proses pencernaan hewan ruminansia terjadi secara mekanis di
mulut, fermentatif oleh mikroba pada rumen dan secara hidrolisis oleh enzim-
enzim pencernaan di abomasum. Proses memamah biak pada ujung anterior
rumen didorong kembali melalui esophagus menuju mulut, kemudian cairan
segera ditelan sementara materi padat kembali dikunyah dalam mulut sebelum
dikembalikan ke dalam rumen. Mikroba alami yang terdapat dalam rumen
melakukan fermentasi secara anaerobik. Mikroba tersebut mendegradasi senyawa-
senyawa kompleks yang terkandung di dalam bahan pakan termasuk selulosa dan
hemiselulosa (polisakarida) menjadi senyawa-senyawa sederhana sebagaimana
tercantum pada (Gambar 5) (Kaunang, 2004).
Gambar 5. Degradasi Pakan oleh Mikroba Rumen (BATAN, 2002).
Laju proses pencernaan pakan ditentukan oleh lamanya pakan tertahan di
dalam rumen dan populasi mikroba yang berkembang dalam rumen. Semakin
banyak mikroba rumen, dan semakin lama pakan berada dalam rumen maka
semakin besar potensi pakan dapat diuraikan sehingga pada akhirnya
meningkatkan nutrien yang dapat diserap oleh tubuh (Sarwono dan Arianto,
2005). Faktor utama yang menginduksi hewan melakukan proses memamah biak
adalah stimulus dari jaringan epitel pada anterior rumen. Waktu yang diperlukan
dalam proses pencernaan tergantung pada kondisi serat di dalam makanan. Pada
ternak yang merumput umumnya prosesnya dapat mencapai 8 jam/hari (Mc.
Donald, 1996).
Proses pencernaan ruminansia secara ringkas dapat diketahui bahwa
retikulorumen merupakan suatu sistem kultur kontinu bagi bakteri, protozoa
maupun fungi anaerobik. Pakan dan air masuk ke dalam rumen, kemudian pakan
akan difermentasikan untuk keperluan sel-sel mikrobial sehingga dihasilkan asam
lemak dan gas-gas metan serta karbondioksida. Gas yang dihasilkan dikeluarkan
saat hewan bersendawa, sedangkan asam lemak diserap melalui dinding rumen.
Sel-sel mikrobial bersama dengan komponen pakan tak cerna menuju omasum
kemudian abomasum dan usus halus. Pada abomasum terjadi pencernaan
enzimatis yang disekresikan hewan ternak, kemudian hasil pencernaan diserap
oleh dinding usus halus. Pada usus besar, sel-sel mikrobial kembali dicerna, asam
lemak yang dihasilkan diserap dinding usus, kemudian sel-sel mikrobial bersama
dengan komponen pakan tak cerna dieksresikan dalam bentuk feses (Mc. Donald,
1996).
2.6. Peranan Ciliata di Dalam Rumen
Pemberian makanan kepada ternak ruminansia berarti penyediaan zat-zat
nutrisi bagi dua ekosistem, yaitu mikroba dalam rumen (bakteri dan protozoa) dan
tubuh ternak itu sendiri atau inangnya (Leng, 1983). Ciliata dan bakteri akan
memanfaatkan zat-zat nutrisi makanan terlebih dahulu dan ternak baru
memanfaatkannya kemudian dalam bentuk zat-zat nutrisi yang tidak dicerna oleh
mikroba rumen dan produk dari proses pencernaan dalam rumen (Leng, 1988).
Ditinjau dari peranan mikroba proses pencernaan makanan dalam rumen
mikroba, bakteri adalah mikroba yang penting, walaupun populasi ciliata dapat
mencapai 80% dari biomassa rumen. Untuk melangsungkan hidupnya ciliata
memakan bakteri sebagai sumber protein untuk tubuhnya (Harison dan Allan
1980 dalam Jusmaldi 2002).
Biomassa ciliata berkisar antara 42-87% dari total biomassa mikroba
rumen. Ciliata ini dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi, dengan makanan
yang campuran ransum buatan dengan hijuan biomassa cilita mencapai 50%,
dengan makanan lucerne 46%, hijauan kadar tinggi 49% dari total biomassa
rumen (Jusmaldi, 2002).
Ciliata dan bakteri adalah sumber protein berkualitas tinggi bagi ternak
ruminansia, jika mereka teralirkan ke organ pencernaan pasca rumen (Hungate,
1966). Nilai nutrisi mikroba rumen diperlihatkan pada Tabel 4 :
Tabel 4. Nilai Nutrisi Mikroba Rumen
Mikroba Protein kasar
(%) Koefisiensi Cerna
Protein (%) Nilai Hayati (%) Nilai Protein
Yang
Terpakai (%)
Bakteri 41,81 74 81 60
Protozoa 55,50 91 80 73
Sumber : Sutardi (1978).
Pendapat yang mendukung keberadaan ciliata mempunyai alasan, bahwa
ciliata dapat mempertahankan pH melalui pengamanan pakan yang mudah
difermentasi (Readily Fermentable Carbohidrate/ RFC). Ciliata biasanya segera
menyimpan atau menumpuk karbohidrat mudah larut yang berasal dari pakan di
dalam tubuhnya, dengan cara ini laju konversi RFC yang terlalu cepat oleh
aktifitas fermentasi bakteri menjadi asam laktat dapat dicegah oleh ciliat. Laju
konversi RFC yang terlalu cepat menjadi asam laktat dapat mengakibatkan
penurunan pH. Penurunan pH secara drastis akan berakibat buruk terhadap
populasi mikroba rumen. Kecernaan dinding sel karbohidrat lebih tinggi pada
ternak yang mengandung protozoa normal. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena ciliata mempunyai pengaruh yang positif terhadap kecernaan dinding sel.
Kecernaan pada hewan defaunasi akan menurun bila pati terdapat jumlah yang
tingi dalam pakan (Kaufman et al.,1980 dalam Jusmaldi 2002).
Beberapa jenis ciliata mempunyai kemampuan untuk menghancurkan
dinding sel tanaman, selanjutnya dinyatakan juga bahwa beberapa jenis ciliata
membutuhkan bakteri sebagai sumber pakannya (Vandest, 1982 dalam Jusmaldi
2002). Protein baik yang berasal dari tanaman maupun bakteri kemungkinan
merupakan sumber protein utama bagi protein utama bagi ciliata. Pati adalah
substrat yang paling penting sebagai sumber energi ciliata, yang merupakan gula
atau karbohidrat yang mudah larut. Aktivitas ciliata memangsa bakteri di dalam
rumen dapat memberikan pasokan nitrogen (asam amino dan peptida) ke dalam
rumen yan merupakan hasil lisis bakteri (William and Coleman, 1988 dalam
Mulyana 1989).
Ciliata dapat menjadi sumber protein di dalam rumen dengan jalan
akumulasi protein bakteri menjadi protein ciliata di dalam rumen. Mikroba rumen
mengandung 80% nitrogen dan 0,061% sulfur, kandungan selenium sangat
bervariasi antara 0,04 dan 1,90 ppm. Jika pakan mengandung nilai protein yang
rendah, keberadaan ciliata di dalam rumen akan dapat meningkatkan nilai pakan
sehingga hijauan pakan akan lebih baik karena kualitas protein ciliata lebih baik
dari protein bakteri (Whanger, Weswig and Oldfield, 1978 dalam Jusmaldi 2002).
Jika ternak banyak mengkonsumsi pakan yang mudah dicerna maka
populasi Isotricha sp. akan meningkat. Spesies ini dapat memanfaatkan glukosa,
fruktosa, inulin, levans, granula, dan pektin, tetapi tidak dapat memanfaatkan
manosa, maltosa, dan glukosianin. Isotricha dapat membentuk asam asetat,
butirat, laktat serta H2 dan CO2 (Chruch, 1979 dalam Jusmaldi 2002). Asetat
adalah prekursor untuk sintetis asam-asam lemak yang lebih tinggi. Sebaliknya
Oligotricha pemecah selulosa tetapi Holotricha tidak mempunyai sifat ini. Pati
secara aktif diambil dan dicerna oleh seluruh Entodinimorphida kecuali beberapa
spesies Entodinium. Entodinium menjadi sangat banyak jumlahnya pada
ruminansia yang memakan biji-bijian. Pada sapi yang pakannya terdiri atas 20%
jerami dan 80% biji-bijian mengandung komposisi ciliata terutama Entodinium
(Hungate, 1966).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-September 2007, di
Laboratorium Kesehatan dan Reproduksi Ternak PATIR-BATAN, Lebak Bulus
Jakarta Selatan dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Jalan Pemuda No.10,
Bogor-Jawa Barat.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sampel cairan rumen
sapi yang telah dipotong dari jenis PO (Peranakan Ongole), Ongole, FH (Frisien
Holstein) dan BX (Brahman Cross). Bahan tersebut diperoleh dari Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) Bogor-Jawa Barat. Larutan MFS (Methylgreen
formalin saline) untuk pewarnaan ciliata.
Tabel. 5. Porsi Makan Sapi
Keterangan : +++ = banyak, ++ = sedikit
Porsi Makan
Sapi Hijauan K onsentrat
BX +++ ++
PO +++ ++
SO +++ ++
FH ++ ++
Alat yang diperlukan adalah box sampel sebagai wadah saat pengambilan
sampel, Ice box sebagai pengawet sementara, timbangan, mikroskop dengan
monitor dan kamera, Neubauer, Erlenmeyer 100 ml, tabung sentrifus, pipet
pasteur, object glass dan cover glass.
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Pengambilan Sampel Cairan Rumen
Sampel isi rumen dari tiap-tiap jenis sapi (PO, Ongole, FH dan BX) yang
diambil di rumah pemotongan hewan, diambil sebanyak ± 20 gr ke dalam wadah
plastik, kemudian diletakkan di wadah sampel yang telah diberi es batu.
3.3.2. Pemisahan Ciliata Rumen dari Cairan Rumen
Sampel rumen yang diperoleh disaring menggunakan kain kassa empat
lapis. Filtrat yang diperoleh dituang ke dalam Erlenmeyer 100 ml. Sebanyak 5 ml
cairan rumen yang berasal dari masing-masing jenis sapi dimasukkan ke dalam
tabung sentrifus, kemudian ditambahkan larutan MFS sebanyak 5 ml lalu diamkan
selama 30 menit. Apabila sampel belum diidentifikasi harus disimpan pada tempat
yang gelap (Ogimoto dan Imai, 1981).
3.3.3. Penghitungan Jumlah Total Ciliata
Sampel cairan rumen yang telah difiksasi dengan MFS diambil 1 ml
dengan pipet yang dipotong ujungnya sehingga membentuk lubang yang cukup
besar untuk dilewati partikel-partikel dalam cairan sampel. Kemudian sampel
diteteskan pada sisi lekuk kamar hitung Neubauer. Setelah ditutup dengan cover
glass, spesimen dihitung di bawah mikroskop dengan pembesaran 400x.
Penentuan jumlah total sel ciliata mengunakan lima kamar hitung pada kaca
obyek Neubauer dan dihitung dengan rumus berdasarkan Ogimoto dan Imai
(1981) yang dimodifikasi oleh Sugoro (2006) sebagai berikut :
Jumlah sel/ml = rata-rata jumlah sel protozoa x Nilai pengenceran
X 1000 0,1mm x 0,0025mm2
Keterangan : 0,1 mm = kedalaman kamar hitung
0,0025 mm2 = luas kamar hitung
3.3.4. Identifikasi
Identifikasi morfologi dilakukan pada seluruh spesies ciliata dalam
rumen yang ditemukan pada masing-masing rumen spesies sapi yang diambil dari
RPH. Deskripsi morfologi dilakukan berdasarkan Ogimoto dan Imai (1981).
3.3.5. Pengamatan dan Penghitungan Komposisi Jenis serta Viabilitas Jenis
Sel Ciliata
Pengamatan komposisi jenis dan viabilitas jenis sel ciliata dilakukan
secara langsung pada preparat dari masing-masing sampel di bawah mikroskop
dengan bantuan monitor. Komposisi jenis ciliata ditentukan berdasarkan
kehadiran masing-masing jenis ciliata yang diidentifikasi pada masing-masing
jenis sapi. Komposisi jenis (%) dihitung dengan rumus sebagai berikut (Sugoro,
2006) :
Jumlah Kehadiran Jenis Pada Tiap Spesies Sapi
Komposisi Jenis (%) = x 100%
Jumlah Seluruh Jenis
Viabilitas (kemampuan hidup) masing-masing jenis sel ciliata yang
diidentifikasi ditentukan dari jumlah kehadiran suatu jenis pada tiap spesies sapi.
Penghitungan dengan rumus sebagai berikut (Sugoro, 2005) :
Viabilitas (%) = Jumlah kehadiran suatu jenis pada tiap spesies sapi x 100%
Jumlah Total Sel Ciliata
3.3.6. Analisis Data
Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah dengan metode One
Way Anova dengan Rancangan acak Lengkap (RAL) dengan taraf uji 0,05.
Perlakuan pertama berupa sampel rumen dari sapi jenis PO, ke-2 jenis sapi
Ongole, ke-3 jenis FH dan yang ke-4 jenis sapi BX. Perlakuan tersebut masing-
masing terdiri dari 3 ulangan. Jika hasilnya berbeda nyata atau sangat nyata, maka
akan dilakukan uji Duncan (Gomez dan Gomez, 1984). Kedua uji ini
menggunakan program SPSS 11.5.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Jumlah Sel Ciliata Rumen
Hasil analisis terhadap jumlah ciliata pada masing-masing jenis sapi
menunjukan hasil yang berbeda-beda. Jumlah sel ciliata tertinggi terdapat pada
sapi jenis SO, yaitu 1,8 x 106 sel/ml, sedangkan sapi PO 1,5 x 106 sel/ml, sapi BX
1,4 x 106 sel/ml, dan sapi jenis FH memiliki jumlah sel ciliata terkecil, yaitu 1,2 x
106 sel/ml. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukan bahwa jumlah sel
setiap jenis sapi tidak berbeda nyata, (P≤0,05) (Lampiran 3.8a). Maka masing-
masing jenis sapi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah sel
ciliata.
6,3
6,25
6,2
6,15
6,1
6,05
6
5,95
A B C D
Jenis Sapi
Gambar 6. Grafik Jumlah Sel Ciliata
Keterangan : A (Sapi BX); B (Sapi PO); C (Sapi SO); dan D (Sapi FH)
Hal ini sesuai dengan pendapat Hungate (1966), bahwa jumlah total ciliata
pada ruminansia adalah 105 -106 sel/ml. Berdasarkan penelitian Jusmaldi tahun
2002, mengenai keragaman protozoa dalam kerbau dan sapi di Sumatera
dihasilkan bahwa pada sapi FH memiliki jumlah sel tertinggi yaitu 2,1 x 105
sel/ml, dan terendah pada sapi BX yaitu sebesar 1,5 x 105. Hal ini berbeda dengan
hasil penelitian, dimana pada sapi SO memiliki jumlah sel yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sapi jenis yang lainnya. Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan pemberian makanan, pada sapi SO makanan yang diberikan lebih
beragam. Hungate (1966) menyatakan masing-masing spesies ciliata rumen
memiliki aktivitas yang berbeda terhadap jenis-jenis pakan yang memiliki
kandungan serta kasar atau selulosa tertentu.
Perbedaan jumlah sel ciliata dalam rumen sapi sangat dipengaruhi oleh
makanan yang dikonsumsi. Semakin banyak ransum yang mengandung pakan
berkualitas serat tinggi maka jumlah ciliata akan semakin meningkat. Perbedaan
jumlah sel ciliata juga karena perbedaan kemampuan cerna terhadap pakan pada
sapi yang diamati. Sapi yang diberi pakan berupa hijauan yang mengandung serat
tinggi seperti rumput gajah berbeda dengan sapi yang diberi pakan berupa jerami.
Kandungan lignin pada jerami lebih tinggi dari pada kandungan lignin rumput
gajah. Semakin tinggi kandungan lignin maka semakin sulit ciliata untuk
mencernanya di dalam rumen (Sugiri, 1994).
Penurunan jumlah sel yang terjadi pada sapi jenis FH tejadi selain karena
pengaruh pakan, kondisi lingkungan juga terjadi karena faktor predasi. Pakan
yang diberikan pada sapi ini lebih banyak berupa ampas tahu yang memiliki
kandungan serat yang rendah di bandingkan pakan hijauan lainnya. Menurut
Wijono dan Mariyona, (2005), pemberian pakan sebaiknya menggunakan pakan
yang memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi sehingga mempengaruhi
pertumbuhan sapi. Apabila ternak diberi pakan dalam bentuk basah kurang
menguntungkan karena dapat mengurangi salivasi yang mengakibatkan turunnya
keasaman rumen sehingga menekan pertumbuhan mikroba (Krishna dan
Umiyasih, 2005). Adanya predasi yang terjadi pada beberapa jenis ciliata juga
dapat mengurangi jumlah sel ciliata. Salah satu contoh predasi yang umum terjadi
menurut Coleman (1980) dalam Jusmaldi (2002), adalah Entodinium bursa dapat
merombak bahan makanan berupa hijauan dan ciliata yang lebih kecil ukurannya.
Contoh lain predasi terjadi pada Polyplastron multivesiculatum terhadap
Epidinium, atau pada Entodinium longinucelatum terhadap beberapa ciliata yang
ukurannya lebih kecil (Ogimoto dan Imai, 1981)
4.2. Keragaman Ciliata
4.2.1. Keragaman Famili Ciliata Rumen
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa antara keempat jenis sapi yang
diamati (BX, PO, SO dan FH), memiliki kesamaan (Tabel 6). Famili ciliata yang
ditemukan pada sapi BX, PO, SO dan FH adalah famili Isotrichidae dan
Ophryoscolecidae. Ciliata yang ditemukan mayoritas termasuk ke dalam famili
Ophryoscolecidae, dan selebihnya Isotrichidae. Ciliata yang termasuk famili
Ophryoscolecidae berjumlah 20 jenis atau 83,3%, dan ciliata yang termasuk famili
Isotrichidae sebanyak 4 jenis atau 16,7%. Hal ini berbeda dengan pendapat
Gocmen et. al. (2005), yang mengamati ciliata pada kambing Turki, diperoleh
famili Isotrichidae sebanyak 6,5%, famili Entodinidae 81,9% dan famili
Ophryoscolecidae 11,6%.
Jumlah famili dari Isotrichidae yang sedikit karena pakan yang diberikan
lebih banyak berupa hijauan. Jika sapi mengkonsumsi pakan yang mudah cerna
maka famili Isotrichidae akan melimpah jumlahnya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hungate (1966), bahwa mayoritas gula dapat digunakan oleh beberapa
genus dari kelompok Holotrika dalam proses fermentasi.
Tabel 6. Persentase Distribusi Ciliata Rumen Sapi
Keragaman jenis (%) No. Famili
Jenis Ciliata A B C D
%Viabilitas
1 Isotrichidae Daytrtricha ruminantium 2.9 3 3 3 100 2 Isotricha intestinal 1.74 1.3 0 2.8 75 3 Isotricha prostoma 0 2.25 0 1.6 50 4 Oligoisotricha bubali 7.75 6.38 8.4 7.6 100
5
Ophryoscolecinae
Epidinium ecaudatum
forma parvicaudatum
4.64
5.16
5.52
7.6
100 6 Sub Famili Entodinidae Entodinium bovis 1.51 1.6 1.6 1 100 7 Entodinium bursa 23.4 29.8 28.34 23.45 100
8
Entodinium caudatum
forma caudatum
1.5
1.6
0
0
50
9 Entodinium caudatum
forma lobospinosum
3.23
2.53
3.21
2
100 10 Entodinium dilobum 1.9 1.3 3.13 2.23 100 11 Entodinium dubardi 2.37 2.1 2 2.68 100 12 Entodinium parfum 4.31 5 4.9 6 100 13 Entodinium rectangulatum 3.34 1.21 2.14 1.6 100 14 Entodinium nanelum 1.29 1.41 0.6 1.68 100 15 Entodinium simplex 2.16 1.86 2.1 1.23 100 16 Diplodinidae Diplodinium anisacantum 9.48 9.23 10.07 8.15 100 17 Diploplastron affine 2.59 1.49 0.6 1.68 100 18 Elytroplastron bubali 3.26 4.04 4.45 5.38 100 19 Eremoplastron dilobum 4.8 3.94 5.36 4.46 100 20 Eodinium rectingulatum 3.67 3.3 3.38 4 100 21 Euodiplodinium magii. 2.27 0 1 1.23 75 22 Ostrachodinium gracile 1.24 2 1.6 1.68 100
23
Ostrachodinium
mammosum
2.05
1.13
1.6
2.23
100
24
Polyplastron
multivesiculatum
7.17
6.48
6.08
6.92
100 Total (Jenis) 23 23 23 21 % Komposisi 95.8 95.8 95.8 87.5
Keterangan : A (Sapi BX); B (Sapi PO); C (Sapi SO); dan D (Sapi FH)
4.2.2. Keragaman Genus Ciliata Rumen
Ciliata yang ditemukan pada sapi BX, PO, SO dan FH keseluruhan
berjumlah 13 genus (Tabel 6). Pada sapi BX sebanyak 13 genus, sapi PO 12
genus, sapi SO 12 genus dan sapi FH 13 genus. Genus yang selalu ditemukan dan
komposisinya tinggi pada masing-masing jenis sapi ini adalah Entodinium,
Diplodinium, Epidinium, Oligoisotricha, Polyplastron, Eodinium, dan
Eremoplastron, sedangkan yang lainnya berjumlah sedikit.
Genus ciliata pada masing-masing jenis sapi jumlahnya berbeda-beda
(Tabel 6). Entodinium merupakan genus yang mempunyai persentase kehadiran
tertinggi yaitu 23,4% pada sapi BX, 29,8% pada sapi PO, 28,3% pada sapi SO dan
23,5% pada sapi FH. Persentase terendah dimiliki oleh Isotricha yaitu 1,74% pada
sapi BX, 1,3% pada sapi PO, dan pada sapi SO dan pada sapi FH tidak terdapat
jenis ini.
Secara statistik keragaman jenis ciliata rumen tidak menunjukan
perbedaan nyata antara keempat jenis sapi (P≤0,05). Hal ini berarti masing-
masing jenis sapi tidak mempengaruhi keragaman genus ciliata. Keragaman genus
ciliata di semua jenis sapi diduga terjadi karena faktor pakan yang hampir
seluruhnya diberi pakan berupa rumput gajah dan jerami, sehingga hanya jenis-
jenis ciliata pencerna serat dan gula terlarut yang jumlahnya melimpah di dalam
rumen. Menurut Sugiri et. al. (1992), menyatakan bahwa genus Entodinium
melimpah jumlahnya pada ternak yang memakan jenis pakan yang mengandung
gula terlarut tinggi.
Ciliata yang ditemukan pada keempat jenis sapi yang diamati paling
banyak adalah genus Entodinium dari sub famili Entodinidae. Karena adanya
pemberian makanan yang berupa pakan hijauan dan juga diberi tambahan ransum
berupa ampas tahu. Entodinium menjadi banyak jumlahnya pada sapi yang banyak
memakan pakan yang mengandung karbohidrat tinggi.
4.2.3. Keragaman Spesies Ciliata Rumen
Spesies ciliata yang didapatkan pada keempat jenis sapi berjumlah 24
jenis. Sebanyak 23 spesies terdapat pada sapi BX, PO dan SO sedangkan sapi FH
hanya 21 spesies (Tabel 6). Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukan tidak
adanya perbedaan yang nyata terhadap masing-masing jenis sapi. Hal ini berarti
jenis sapi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keragaman spesies
ciliata.
Perbedaan keragaman ciliata disebabkan karena faktor makanan, keadaan
fisologis sapi dan lingkungan. Menurut Dogiel (1927), yang menyatakan bahwa
keragaman ciliata ditentukan oleh faktor filogenetik dan topografi. Namun
umumnya yang terjadi, keragaman jenis dipengaruhi oleh jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi (Dehority, 1978). Kondisi inang merupakan faktor lain
yang ditemukan (Ogimoto dan Imai 1981).
Hasil yang di dapat berbeda dengan penelitian Gocmen et. al. (2005), yang
melaporkan bahwa pada domba Turki ditemukan antara 13-29 spesies. Pada
penelitian sebelumnya Gocmen et. al. (2003) di dapatkan bahwa jumlah spesies
pada domba dari Kenya sebanyak 51 spesies, Jepang 48 spesies, Kanada 28
spesies, Sri Lanka 53 spesies, dan Brazil 55 spesies.
4.3. Identifikasi Ciliata
Berdasarkan hasil identifikasi, populasi ciliata yang ditemukan dalam
keempat jenis rumen sapi terdiri dari 13 genus, 24 spesies 3 forma yang termasuk
dalam 2 famili dan 4 subfamili (Tabel 6). Hal ini berbeda dengan Sugiri et al.
(1992) yang mendapatkan 14 genus ciliata dalam rumen sapi PO dan 12 genus
ciliata dalam rumen kerbau lumpur di pulau Jawa, sedangkan Imai (1988)
menemukan 15 genus, 45 spesies, 25 forma ciliata dalam rumen sapi Bali dan 11
genus, 37 spesies 12 forma dalam rumen kerbau lumpur di Pulau Bali.
Jumlah genus ciliata yang diperoleh dalam rumen jenis sapi BX lebih
banyak bila dibandingkan dengan rumen dari jenis sapi yang lainnya. Karena pada
sapi BX memiliki sistem ketahanan tubuh yang lebih sempurna dan kemampuan
untuk beradaptasi terhadap makanan yang tidak bagus dibandingkan dengan sapi
jenis yang lainnya. Berikut adalah spesies ciliata yang ditemukan pada rumen sapi
yang diamati (BX, PO, SO dan FH) diantaranya adalah :
b c b b a
a
c a
a 1. b d a 2. b a 3. b
4. a d 5. a b a b 6.
b
7. 8. 9.
b a a
c a
10. 11. 12.
a c c a a c b
c 13. a e 14. a b a 15. c
16. c a a 17. c b 18. a
19. 20. a 21. e
a
a
d
22. 23. 24.
Gambar 7. Beberapa Ciliata yang Ditemukan di Beberapa Jenis Sapi
Keterangan : Perbesaran 400X (a = Makronuklues; b = cilia; c = vakuola kontraktil; d = kaudal; e = skelet)
4. Daytricha ruminantium 13. E. rectangulatum
5. Isotricha intestinal 14. E. nanelum
6. Isotricha prostoma 15. E. simplex
7. Oligoisotricha bubali 16. Diplodinium anisacantum
8. Epidinium caudatum forma parviculatum 17. Diploplastron affine
9. Entodinium bovis 18. Elytroplastron bubali
10. E. bursa 19. Eremoplastron dilobum
11. E. caudatum forma caudatum 20. Euodinium rectingulatum
12. E. caudatum forma lobospinosum 21. Euodiplodinium magii
13. E. dilobum 22. Ostrachodinium gracile
14. E. dubardi 23. O. mammosum
15. E. parvum 24. Polyplastron
multivesiculatum
Secara umum jenis-jenis ciliata yang ditemukan pada keempat jenis sapi
ini hampir mirip, meskipun ada beberapa spesies forma yang berbeda (Gambar 7).
Identifikasi yang dilakukan berdasarkan ciri morfologi secara khusus serta
penyebaran dari ciliata ini. Secara umum ciliata yang didapatkan adalah sebagai
berikut :
Famili Isotrichidae (Butschi, 1889)
Daytricha ruminantium (Schuberg, 1888)
Tubuh elips dan pipih dengan cilia pada seluruh permukaan tubuh, cilia
tersusun miring pada sumbu tubuh (Gambar 7.1). Makronukleus elips dan
lokasinya pada tubuh tidak tetap. Vestibulum terletak pada ujung tubuh. Satu
vakuola kontraktil. Panjangnya 64 - 75 µm dan lebarnya 22 - 41 µm. Spesies ini
terdapat di seluruh jenis sapi.
Isotricha intestinal (Stein, 1859)
Tubuhnya berbentuk oval, seluruh permukaan tubuhnya ditutupi oleh cilia.
Operkulum terletak sepertiga bagian anterior (Gambar 7.2). Makronukleus
berbentuk batang yang berada di dekat oprkulum. Panjang tubuhnya 90-95 µm,
dan lebar : 50-60 µm. Spesies ini terdapat hampir di semua jenis sapi yang di
amati kecuali pada sapi jenis sapi Ongole.
Isotricha prostoma (Stein, 1858)
Tubuh elips dengan cilium diseluruh permukaan tubuh, ukuran besar dan
tersusun sejajar pada sumbu tubuh (Gambar 7.3). Makronukleus berbentuk batang
dan agak melengkung, terletak dekat vestibulum. Panjang 85 – 110 µm dan lebar
53 – 67 µm. Terdapat di sapi jenis PO dan FH.
Oligoisotricha bubali (Dogiel, 1927).
Tubuhnya berbentuk bulat agak sedikit oval (Gambar 7.4). Bagian tubunya
tipis membulat, hampir seluruh bagian tubuhnya ditutupi oleh cilia, kecuali di
bagian permukaan posterior. Makronukleus berbentuk elips dan letaknya selalu
berubah-ubah. Panjang tubuhnya 15-20 µm, dan lebarnya 15 µm. Spesies ini
terdapat di semua jenis sapi yang diamati.
Famili Ophryoscolecidae (Stein, 1859)
Sub. Famili Ophroscolecinae (Lubinsky, 1957)
Epidinium ecaudatum forma parvicaudatum (Mustafowa, 1914)
Bentuk tubuhnya mmanjang agak pipih pada posteriornya (Gambar 7.5).
Cilium adoral terletak pada anterior. Makronukleus berbentuk batang terletak di
tengah agak ke kiri. Terdapat lima kaudal lurus yang mencolok dan terdapat
keping kerangka yang kurang jelas. Panjang tubuhnya : 110 - 115 µm, dan lebar :
30-68 µm. Spesies ini terdapat di semua jenis sapi yang diamati.
Sub. Famili Entodinidae (Lubinsky, 1957)
Entodinium bovis (Wertheim, 1935)
Tubuh bulat, meruncing di bagian anterior (Gambar 7.6). Makronukleus
berbentuk batang dan panjangnya sepertiga dari panjang tubuhnya. Panjang 12 –
22 µm dan lebar 8 – 15 µm. Spesies ini ditemukan di semua jenis sapi.
Entodinium bursa (Stein, 1958).
Tubuhnya besar, berbentuk bulat telur (Gambar 7.7). Pada ujung bagia
anterior dan posterior membulat. Makronukleus berbentuk batang panjang yang
terletak dekat dengan permukaan tubuh sebelah kanan. Panjang makronukleus
kurang lebih setengah panjang tubuh. Bagian anteriornya menebal dan bagian
posteriornya menipis. Panjang : 95-100 µm, dan lebar : 80-85 µm. Spesies ini
ditemukan pada semua jenis sapi yang diamati.
Entodinium caudatum forma caudatum (Stein, 1858)
Tubuh bulat telur, vakuola kontraktil terletak dekat ujung anterior
makronukleus (Gambar 7.8). Lekuk bagian atas melebar dan tidak meluas ke
bagian anterior tubuh. Makronukleus berbentuk batang. Panjang 43 – 57 µm dan
lebar 25 – 37 µm. Spesies ini ditemukan di sapi BX dan sapi PO.
Entodinium caudatum forma lobospinosum (Dogiel, 1925)
Ukuran dan morfologi sama dengan E. caudataum forma caudatum, hanya
memperlihatkan variasi pada duri kaudal (Gambar 7.9). Panjang 40 – 57 µm dan
lebar 21 – 27 µm. Spesies ini ditemukan di semua jenis sapi.
Entodinium dilobum (Dogiel, 1927)
Tubuh bulat telur, ada dua duri melebar dan pendek pada kiri dan kanan
ujung posterior (Gambar 7.10). Makronukleus relatif panjang berbentuk batang.
Panjang 50 – 75 µm dan lebar 30 – 50 µm. Spesies ini ditemukan di semua jenis
sapi.
Entodinium dubardi (Buisson, 1923)
Bentuk tubuh bulat telur, ujung anterior agak memipih, ujung posterior
agak membulat (Gambar 7.11). Makronukleus berbentuk batang. Panjang 35 – 53
µm dan lebar 25 – 35 µm. Spesies ini ditemukan di semua jenis sapi.
Entodinium parvum (Buisson, 1923)
Tubuh hampir simetris dan memanjang (Gambar 7.12). Makronukleus
berbentuk batang, terletak dekat permukaan kanan, panjangnya lebih dari setengah
panjang tubuh. Panjang 31 – 45 µm dan lebar 21 – 28 µm. Spesies ini diteumakan
di semua jenis sapi.
Entodinium rectangulatum (Lubinsky, 1957)
Tubuh bulat telur, vakuola kontraktil terletak di sisi tengah atas anterior
tubuh dan bagian anterior menyempit (Gambar 7.13). Makronukleus berbentuk
batang. Panjang 30 – 42 µm dan lebarnya 20 – 30 µm. Spesies ini ditemukan di
semua jenis sapi.
Entodinium nanelum (Dogiel, 1923)
Tubuh relatif memanjang, ujung anterior memipih. Bagian posterior tubuh
ramping (Gambar 7.14). Makronukleus berbentuk batang dan panjangnya
sepertiga panjang tubuh. Panjang 30 – 40 µm dan lebar 19 – 30 µm. Spesies ini
ditemukan di semua jenis sapi.
Entodinium simplex (Dogiel, 1927)
Tubuh bulat telur, ujung anterior agak memipih, ujung posterior membulat
(Gambar 7.15). Makronukleus berbentuk batang, panjangnya sepertiga dari
panjang tubuh. Panjang 41 – 60 µm dan lebar 25 – 30 µm. Spesies ini ditemukan
di seluruh jenis sapi.
Sub. Famili Diplodinidae (Lubinsky, 1957)
Diplodinium anisacantum (Dogiel, 1927)
Tubuhnya hampir membentuk segi empat, operkulumnya relatif kecil
(Gambar 7.16). Makronukleus berbentuk batang, tebal. Sepertiga anterior
condong ke kanan terdapat vakuola kontraktil pada sisi kiri Makronukeus. Pada
spesies ini tidak terdapat kaudal. Panjang tubuhnya 85-90 µm, dan lebar : 60-70
µm. Spesies ini terdapat di semua jenis sapi yang diamati.
Diploplastron affine (Dogiel, 1927)
Tubuhnya bulat telur, makronukleus berbentuk batang (Gambar 7.17). Ada
dua keping kerangka yang tipis dan berdekatan satu sama lain pada bagian
posterior. Dua vakuola kontraktil pada sisi makronukleus. Panjangnya 67 – 90
µm, lebar 40 – 56 µm. Spesies ini ditemukan pada semua jenis sapi.
Elytroplastron bubali (Dogiel, 1927)
Tubuhnya berbentuk bulat telur zona cilia kiri dan zona cilia adoral
terdapat di ujung anterior (Gambar 7.18). Terdapat empat keping kerangka kecil,
tiga besar dan jelas dan satunya kecil. Vakuola kontraktil brada di sisi kiri
makronukleus. Panjang tubuhnya : 110-120 µm, dan lebarnya 80-86 µm. Spesies
ini terdapat di semua jenis sapi yang diamati.
Eremoplastron dilobum (Dogiel, 1927)
Tubuh elips, ukuranny sangat besar, operkulum relatif jelas (Gambar 7.19)
Terdapat dua vakuola kontraktil dan satu keping kerangka. Makronukleus
berbentuk batang. Panjang 50 – 68 µm dan lebar 35 – 55 µm. Spesie ini terdapat
di semua jenis sapi.
Eodinium rectangulatum (Kofoid et Maclennan, 1930)
Tubuhnya segi empat dan kecil (Gambar 7.20). Makronukleus berbentuk
batang terletak di sisi kiri ujung posterior bersebelahan dengan vakuola kontraktil
yang terletak di bagian bawah posterior makonukleus. Panjang makronukleus
kurang lebih dua pertiga panjang tubuhnya. Panjang tubuhnya : 85 - 135 µm, dan
lebar : 87 - 98 µm. Spesies ini terdapat di semua jennis sapi yang diamati.
Eudiplodinium magii (Fiorentin, 1889)
Tubuh buat telur, operkulum kecil (Gambar 7.21). Cilia terdapat di sebelah
kiri dan adoral berada di ujung anterior. Terdapat satu keping kerangka tipis di
bawah permukaan atas. Makronukleus seperti batang, dengan ujung anteror
membesar mebntuk suatu kait yang membuka kearah kiri. Pelikel dan ektoplasma
tebal dan terdapat vakuola kontraktil. Panjang 50 – 65 µm lebar 25 – 45 µm.
Spesies ini di temukan di sapi jenis BX dan Sapi SO.
Ostrachodinium gracile (Dogiel,1927).
Tubuhnya berbentuk elips, zona cilium kiri dan zona cilium adoral berada
di ujung anterior (Gambar 7.22). Terdapat kerangka keping yang berada di sisi
atas tubuh. Operkulum kecil dan makronukleus berbentuk batang. Vakuola
kontraktil dekat makronukleus. Panjang tubuhnya 110-115 µm, dan lebar : 50-65
µm. Spesies ini terdapat di semua jenis sapi yang diamati.
Ostrachodinium mammosum (Railliet, 1890)
Tubuh elips hingga hampir segi empat (Gambar 7.23). Operkulum
memipih dan terdapat dua cuping kaudal pada ujung posterior. Makronukleus
berbentuk batang dan besar. Ada tiga vakuola kontraktil. Panjang 98 – 115 µm
dan lebar 55 – 67 µm. Spsies ini ditemukan di semua jenis sapi.
Polyplastron multyvesiculatum (Dogiel, 1927)
Tubuh bulat telur, makronukleus berbentuk batang pada sisi kirinya
terdapat sebuah mikronukleus (Gambar 7.24). Empat hingga lima vakuola
kontraktil terletak pada sisi kiri makronukleus. Terdapat lima keping kerangka dua
pada permukaan atas adalah besar dan sejajar satu sama lain, tiga pada permukaan
bawah adalah kecil dan tidak jelas. Panjang 150 – 170 µm dan lebarnya 97 – 110
µm. Spesies ini terdapat di semua jenis sapi yang diamati.
4.4. Komposisi Jenis Ciliata danViabilitas Jenis Ciliata
Komposisi jenis ciliata merupakan gambaran tingkat kehadiran masing-
masing ciliata yang dapat diidentifikasi pada masing-masing jenis sapi (Gambar
8). Komposisi jenis ciliata secara umum berbeda-beda pada masing-masing jenis
sapi. Pada sapi BX, PO dan FH cenderung memiliki komposisi jenis yang sama
yaitu 95,8 %. Terjadinya persamaan komposisi kemungkinan akibat terjadinya
transfaunasi antar inang. Transfaunasi dapar terjadi pada sapi yang diberi pakan
atau minuman di tempat yang sama, sehingga dapat terjadi perpindahan ciliata
melalui air liur yang dikeluarkan sapi pada saat makan atau pun minum. Hal ini
sesuai dengan pendapat Jusmaldi, (2002) yang menyatakan bahwa faunasi dapat
terjadi bila makanan terkontaminasi oleh ciliata karena perilaku ruminansi dan
dimakan oleh ruminansia lain, atau dapat juga melalui aktivitas minum.
Komposisi yang terendah terdapat pada sapi jenis SO yaitu 87,5 %. Hal itu
menunjukan ada beberapa jenis ciliata yang tidak ditemukan pada sapi SO atau
jumlahnya yang relatif sedikit. Berdasarkan hasil analisis statistik tidak
menunjukan perbedaan yang nyata terhadap jenis sapi (Lampiran). Hal ini berarti
bahwa jenis sapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan berupa perbedaan
komposisi jenis ciliata.
1 0 0
9 8
9 6
9 4
9 2
9 0
8 8
8 6
8 4
8 2
8 0
A B C D
Je ni s sapi
Gambar 8. Komposisi Jenis Ciliata
Keterangan : A (Sapi BX); B (Sapi PO); C (Sapi SO); dan D (Sapi FH)
Perbedaan komposisi jenis ciliata ini disebabkan karena perbedaan kondisi
lingkungan dalam cairan rumen akibat pengaruh perbedan pemberian makanan.
Menurut Franzolin dan Dehority (1966) bahwa sapi yang pakannya terdiri atas
20% jerami dan 80% biji-bijian mengandung komposisi ciliata terutama
Entodinium. Jenis sapi yang banyak mengkonsumsi hijauan akan lebih banyak
jumlah ciliatanya. Rendahnya komposisi jenis sebanding dengan rendahnya
jumlah total ciliata (Gambar 6). Jumlah total ciliata yang rendah mengindikasikan
adanya tingkat kehadiran beberapa jenis ciliata rendah.
Viabilitas adalah kemampuan jenis ciliata yang telah diidentifikasi untuk
dapat hidup pada kondisi tertentu. Semakin tinggi tingkat kehadiran suatu jenis
pada berbagai kondisi maka viabilitasnya juga akan semakin tinggi. Perbedaan
pemberian makanan juga mempengaruhi perbedaan viabilitas pada masing-masing
jenis sapi.
Nilai viabilitas jenis ciliata menerangkan bahwa beberapa jenis ciliata
berbeda-beda ketahanannya terhadap kedaan rumen dari beberapa jenis sapi.
Ciliata yang ada dalam rumen sapi berperan dalam mempertahankan pH. Ciliata
tersebut menyimpan kelebihan karbohidrat mudah larut yang berasal dari pakan
yang dapat menurunkan aktifitas fermentasi bakteri rumen. Sehingga pH rumen
dapat diturunkan.
450 400
350 D 300 250 C 200 B 150 100 A 50
0
Jenis Ciliata
Gambar 9. Viabilitas Populasi Ciliata Rumen
Keterangan : A (Sapi BX); B (Sapi PO); C (Sapi SO); dan D (Sapi FH)
Viabilitas jenis ciliata menunjukan terdapat beberapa jenis yang
viabilitasnya mencapai 100% pada masing-masing jenis sapi (Gambar 9). Ciliata
tersebut antara lain Diploplastron affine, Diplodinium anisacantum,
Elytroplastron bubali, Daytricha ruminantium, Entodinium bursa, E. dilobum, E.
parvum, E. dubardi, E. caudatum, E. rectangulatum, E. posterivasicum, E.
nanelum, E. simplex, Epidinium ecaudatum forma parviculatum, Eremoplastron
bovis, Euodinium rectingulatum, Oligoisotricha bubali, Ostrachodinium gracile,
Ostrachodinium mammosum, dan Polyplastron multivesiculatum, sedangkan jenis
yang lain (I. intestinal, I. prostoma) berkisar antara 50-75%.
Viabilitas yang dimiliki E. ecaudatum forma caudatum adalah 50%,
karena spesies ini memilki ukuran yang relatif kecil dibandingkan dengan spsies
Entodinium yang lainnya. Rendahnya viabilitas spesies ini merupakan salah satu
akibat terjadinya predasi antar jenis. I. intestinal dan I. prostoma yang memilki
viabilitas 50% dan 75% terjadi karena pada keempat jenis sapi yang diamati lbih
banyak diberi pakan hijauan sdangkan jenis Isotricha akan semakin meningkat
bila diberi pakan yang mengandung gula mudah larut. Hal ini sesuai dengan
Soepraniondo (1994), yang menyatakan bahwa ciliata golongan Oligotricha dapat
memecah partikel makanan dan dapat memanfaatkan karbohidrat sederhana
maupun yang komplek termasuk selulosa, sedangkan golongan Holotricha sukar
atau bahkan tidak dapat mencerna partikel makanan maupun selulosa.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penelitian adalah bahwa
perbedaan jenis sapi dapat mempengaruhi diantaranya :
1. Perbedaan jenis sapi memberikan perbedaan bagi jumlah sel ciliata.
Jumlah sel ciliata yang paling tinggi terdapat pada sapi jenis SO (1,8 x 106
sel/ml), dan terendah pada sapi jenis FH (1,2 x 106 sel/ml).
2. Komposisi jenis ciliata pada masing-masing jenis sapi berbeda-beda satu
sama lain. Pada sapi jenis BX, PO dan SO mempunyai komposisi yang
tinggi dan seragam yaitu 95,8%, berbeda dengan sapi jenis FH yang
memiliki komposisi terendah sebesar 87,5%.
3. Viabilitas ciliata di masing-masing jenis sapi hampir umumnya 100%,
hanya terdapat beberapa spesies saja yang viabilitasnya 50% (I. prostoma
dan E. caudatum forma caudatum).
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian saran yang dapat dikemukakan adalah
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai Ciliata Rumen yang diambil dari
beberapa jenis sapi yang lain dengan porsi pakan yang berbeda dan berasal dari
tempat yang berbeda-beda pula.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Jenis Sapi di Daerah Tropis. (www.sapo4.gemari.co.id) (19 Mei
2007)
BATAN. 2002. Aplikasi Teknik Nuklir Di Bidang Peternakan. Manfaat Teknik
Nuklir Dalam Litbang Peternakan Untuk Peningkatan Produksi. Puslitbang Tenaga Isotop Dan Radiasi. Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Jakarta.
Blakely, J. dan Bade, D.H. 1985. Ilmu peternakan. Edisi keempat. Diterjemahkan
oleh Bambang Srigandono. UGM press. Yogyakarta.
Budi W., Didi dan Mariyono. 2005. Review Hasil Penelitian Model Low External
Input Di Loka Penelitian Sapi Potong Tahun 2002-2004. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005. Hal. 43-56.
Budiyanto, A. 2006. Efek Pemberian Probiotik Khamir R1 Terhadap Populasi
Protozoa Dalam Cairan Rumen Kerbau Secara In Vitro. Skripsi. Jurusan
Farmasi ISTN. Jakarta.
Clarke, R.T.J. 1977. Protozoa in The Rumen Ecosystem. Academic Press. New
York.
Dehority, B. A. 1979. Rumen Cilliated Fauna of Alaskan moose (Alces
Americana), Mus-ox (Ovibus moschatus) and Dall mountain Sheep (Ovis
dalli). Journal Protozoology. 81: 26-32.
Dogiel, V.A., Poljanski, J.A., dan Cheisin, E.M. 1978. General Protozoa. At The
Clarendon Press. Oxford.
Furners, D. 2003. Ruminating On Some Secret Ciliates. Microscopy-UK.
(www.microscopy-uk.org.uk) (9 April 2007).
Göcmen, B., Dehority, B.A., dan Rastgeldi, S. 2003. Ciliated Protozoa In The
Rumen Of Turkish Domestic Cattle (Bos taurus L.). Journal eukaryot.
Microbiology. 50(2), pp. 104-108.
Göcmen, B., Rastgeldi, S., Karoglu, A., dan Askan, H. 2005. Rumen Ciliated Protozoa Of The Turkish Domestic Goats (Copra hircus L.). Zootaxa 1091: 53-64. (www.mapress.com/zootaxa).
Hausmann, K. and Haulsmann, N. 1996. Protozoology. Thiene Medical Publishers
Inc. New York.
Hungate, R.E. 1966. The Rumen And Its Microbes. Akademic Press New York.
London.
Imai, S. 1988. Ciliated Protozoa In The Rumen Of Kenyan Zebu Cattle, Bos
Taurus indicus, With The Description Of Four New Spesies. Journal
Protozoologi. Vol. 35 : 2.
Ismail. 2006. Identifikasi Protozoa Parasitik Pada Tinja Banteng Jawa (Bos
javanicus) Di Semenanjung Ujung Kulon. Tesis. Fakultas Kedokteran
Hewan IPB Bogor. Bogor.
Jusmaldi. 2002. Keragaman Protozoa Simbion Dalam Rumen Sapi dan Kerbau
Lumpur Di Sumatera Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB Bogor.
Bogor.
Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak
Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba dan Kambing). Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Kaunang, C.L. 2004. Respon Ruminan Terhadap Pemberian Hijauan Pakan Yang Dipupuk Air Belerang. Disertasi. Program Studi Ilmu Ternak, IPB Bogor.
Bogor.
Khusnuryani, A. 2002. Pengaruh Penambahan Protozoa terhadap Perubahan
Jumlah Mikroba Selulitik dan Hemiselulitik dalam Proses Dekomposisi
Jerami. Thesis. UGM. Yogyakarta.
Krishna, N.H., Umiyasih, U. 2005. Tata Laksana Pakan, Kaitannya dengan
Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan : Studi Kasus Pada Usaha Sapi
Potong rakyat di Kabupatn Bantul di Yogyakarta. Jurnal Seminar
Nasional Teknologi dan Veteriner. Hal 137 – 141
Latifudin., Diding., Budiman., dan Rusmana, D. 1999. Pengaruh Minyak Kelapa dan Minyak Kelapa Sawit Sebagai Agensia Defaunasi Terhadap Populasi Protozoa dan Kecernaan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum).
Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Univ. Padjajaran Bandung.
Bandung.
Leng, R.A. 1983. The Microbial Interaction In The Rumen. Proc. Of Symposium
Held At Univ. Western Australia. Australia.
Mahdiyah, D. 2004. Isolasi dan Pembuatan Kurva Tumbuh Isolat Khamir Rumen
Kerbau R2 Sebagai Suplemen Pakan Ternak Ruminansia. Laporan PKL. MIPA Univ. Islam Negeri Jakarta. Jakarta.
Mariyono., Wijono, D.B., dan Hartati. 2005. Perbaikan Teknologi Pemeliharaan
Sapi PO Induk Sebagi Upaya Peningkatan Produktivitas Induk dan
Turunan Pada Usaha Peternakan Rakyat. Jurnal Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005. Hal. 91-141.
Mc. Donald., P. R. A. Edwards, Greenhalg, J. F. D., and C. A, Morgan. 1996.
Animal Nutrition. Sixt Edition. Prentice Hall. London.
Mulyana, D. 1989. Populasi Protozoa Dalam Rumen Domba Pada Lingkungan
Nutritif Yang Berbeda. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan IPB Bogor. Bogor.
Ogimoto, K. dan Imai, S. 1981. Atlas Of Rumen Microbiology. Japan Scientific
Societies Press. Tokyo.
Sarwono, B., dan Ariyanto, N.B., 2005. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.
PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soepraniondro, K. 1994. Status Ciliata dan Performen Domba Yang Diberi Silase
Litter Ayam. Tesis. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.
Surabaya.
Sugiri, N., dan F. Satriya. 1994. Mikrofauna (Protozoa Simbion) dalam Rumen Hewan Ternak Besar di Indonesia. Laporan Akhir. Ilmu Hayat, PAU. IPB Bogor. Bogor.
Sugoro, I. 2004. Uji Viabilitas Isolat Khamir Bahan Probiotik dalam Cairan
Rumen Kerbau Steril. Jurnal Saintika. FMIPA UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Sugoro, I. dan Yunianto, I. 2006. Pertumbuhan Protozoa dalam Cairan Rumen
Kerbau Yang Disuplementasi Tanin Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah
Aplikasi Isotop Dan Radiasi. Vol. 2, No. 2, Hal. 48-55.
Sutardi, T. 1978. Ketahanan Bahan Makanan Terhadap Degradasi Oleh Mikroba
Rumen Dan Manfaatnya Bagi Peningkatan Produktivitas Ternak. Seminar
Penelitian Dan Penunjang Peternakan. LPP Bogor. Bogor.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Lampiran 1. Karakteristik Identifikasi Ciliata Rumen
Lampiran 2. Tabel Hasil Pengukuran
Tabel . Tabel Hasil Perhitungan Jumlah Sel Ciliata
Jumlah Sel Ciliata (sel/ml)
No.
Jenis Sapi 1 2 3
Rata-rata
Standar
Deviasi
1 Sapi BX 1240000 1680000 1426800 1448933.33 220833.45
2 Sapi PO 1480000 1613200 1332000 1475066.67 140664.89
3 Sapi SO 2493200 2226800 972000 1897333.33 812356.80
4 Sapi FH 893200 1106800 1106800 1222266.67 475726.62
Tabel . Jumlah Total Spesies Ciliata
Jenis Sapi
No.
Jenis Ciliata A B C D
Rata-
rata
1 Daytrtricha ruminantium 30 32 36 27 31.25
2 Isotricha intestinal 19 17 0 25 15.25
3 Isotricha prostoma 0 24 0 14 9.5
4 Oligoisotricha bubali 81 72 103 68 81
5 Epidinium ecaudatum forma
parvicaudatum
48
56
67
68
59.75
6 Entodinium bovis 16 17 20 12 16.25
7 Entodinium bursa 244 309 344 212 277.25
8 Entodinium caudatum forma caudatum
16
18
0
0
8.5
9
Entodinium caudatum forma lobospinosum
34
28
39
18
29.75
10 Entodinium dilobum 20 15 38 20 23.25
11 Entodinium dubardi 26 24 25 14 22.25
12 Entodinium parfum 50 54 60 54 54.5
13 Entodinium rectangulatum 35 14 26 14 22.25
14 Entodinium nanelum 14 16 13 15 14.5
15 Entodinium simplex 23 21 25 13 20.5
16 Diplodinium anisacantum 102 99 124 74 99.75
17 Diploplastron affine 27 17 10 15 17.25
18 Elytroplastron bubali 36 45 54 48 45.75
19 Eremoplastron dilobum 50 42 65 40 49.25
20 Eodinium rectingulatum 38 36 41 36 37.75
21 Euodiplodinium magii. 24 0 12 12 12
22 Ostrachodinium gracile 14 21 19 15 17.25
23 Ostrachodinium mammosum 21 15 19 20 18.75
Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
JSEL Between
Groups
7.13291E+11
3
2.37764E+11
1.071
0.414
Within Groups
1.77618E+12
8
2.22023E+11
Total 2.48947E+12 11
24 Polyplastron multivesiculatum 75 73 74 62 71
Total Sel Ciliata 1043 1065 1214 896 1054.5 Lampiran 3. Hasil Analisis Sidik Ragam (One Way Anova)
Tabel . Jumlah Sel Ciliata Rumen
H0 = Rata-rata jumlah sel pada keempat jenis sapi tidak menunjukan perbedaan
yang nyata
H1 = Rata-rata jumlah sel pada keempat jenis sapi menunjukan perbedaan yang
nyata
Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,414 > 0,05, maka H0 diterima
atau rata-rata jumlah sel ciliata pada masing-masing sapi (BX, PO, SO dan FH)
tidak menunjukan perbedaan yang nyata.
Tabel Keragaman Genus Ciliata Rumen
Sum of
Squares
df
Mean
Square
F
Sig.
GENUS Between
Groups
0.667
3
0.222
0.296
0.827
Within Groups
6
8
0.75
Total 6.667 11
H0 = Rata-rata keragaman genus ciliata pada keempat jenis sapi tidak
menunjukan perbedaan yang nyata
H1 = Rata-rata keragaman genus ciliata pada keempat jenis sapi menunjukan
perbedaan yang nyata
Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,827 > 0,05, maka H0 diterima
atau rata-rata gnus ciliata pada keempat jenis sapi (BX, PO, SO dan FH) tidak
menunjukan perbedaan yang nyata.
Tabel Keragaman Spesies Ciliata Rumen
Sum of
Squares
df Mean
Square
F
Sig. Between
Groups
4.917
3
1.639
3.933
0.054 Within Groups
3.333
8
0.417
SPESIES
Total 8.25 11
H0 = Rata-rata spesies ciliata pada keempat jenis sapi tidak menunjukan
perbedaan yang nyata
H1 = Rata-rata spesies ciliata pada keempat jenis sapi menunjukan perbedaan
yang nyata.
Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,054 > 0,05, maka H0 diterima
atau rata-rata spesies ciliata pada keempat jenis sapi (BX, PO, SO dan FH) tidak
menunjukan perbedaan yang nyata.
Tabel Komposisi Jenis Ciliata Rumen
Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
79.469
3
26.49
3.768
0.059
Within
Groups
56.24
8
7.03
KOMPOSISI
Total 135.709 11
H0 = Rata-rata komposisi jenis ciliata pada keempat jenis sapi tidak
menunjukan perbedaan yang nyata
H1 = Rata-rata komposisi jenis ciliata pada keempat jenis sapi menunjukan
perbedaan yang nyata.
Pada tabel tampak nilai probabilitas (Sig) 0,059 > 0,05, maka H0 diterima
atau rata-rata komposisi jenis ciliata pada keempat jenis sapi (BX, PO, SO dan
FH) tidak menunjukan perbedaan yang nyata.