ibu hamil chika

Upload: dinar-wulan-lovegood

Post on 10-Jan-2016

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sfwn

TRANSCRIPT

BAB V

Definisi Operasional dan Kriteria ObjektifPengetahuan Ibu Hamil Definisi Operasional: segala sesuatu yang diketahui oleh informan mengenai pemeriksaan kehamilan yang bisa diukur dari jawaban atas pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti.

Kriteria Objektif:

Penilaian pengetahuan ibu hamil dibagi menjadi 2 kategori :

BaikBurukPerilaku Kesehatan Ibu HamilDefinisi Operasional: upaya pemeriksaan yang dilakukan oleh ibu meliputi dimana pemeriksaan dilakukan, kunjungan minamal pemeriksaan.

Kriteria Objektif: Baik

Kurang

Edukasi Ibu Hamil selama Memeriksakan DiriDefinisi Operasional: Penjelasan dari tenaga kesehatan (bidan) selama ibu memeriksakan diri ke praktek.Kriteria Objektif :

Ada

Tidak ada

Fungsi dan Peran Buku KIA bagi Ibu HamilDefinisi Operasional: Tanggapan dan pemahaman ibu mengenai fungsi dan peran buku KIA bagi ibu hamil

Kriteria Objektif :

Baik

Buruk

Edukasi Tanda Bahaya Risiko Kehamilan dan Persalinan bagi Ibu HamilDefinisi Operasional : Penjelasan dari tenaga kesehatan (bidan) atas tanda bahaya kehamilan atau persalinan yang dialami oleh ibu.

Kriteria objektif :

Ada, jika diberikan edukasi mengenai tanda bahaya dan risiko kehamilan dan persalinanTidak ada, jika tidak diberikan edukasi mengenai tanda bahaya dan risiko kehamilan dan persalinanJaminan Kesehatan yang DimilikiDefinisi Operasional : Jaminan kesehatan yang dimiliki oleh ibu hamil

Kriteria objektif :

Ada, jika memiliki jaminan kesehatanTidak ada, jika tidak memiliki jaminan kesehatanEdukasi Obat yang Diberikan bagi Ibu HamilDefinisi Operasional : Pemahaman yang diberikan oleh tenaga kesehatan (bidan) mengenai obat yang diberikan kepada ibu hamil yang datang berobat.

Kriteria objektif :

Ada, jika diberikan edukasi mengenai obat yang diberikan oleh bidanTidak ada, jika tidak diberikan edukasi mengenai obat yang diberikanBAB V

HASIL PENELITIAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengunjungi ibu yang mengalami kematian neonatus, dukun, dan bidan praktek mandiri di wilayah kerja Puskesma Lempake pada tahun 2015. Alamat rumah dan tempat praktek diperoleh dari lembar audit dan data bidan praktek mandiri di puskesmas. Terdapat 1 ibu yang mengalami kematian neonatus di wilayah Kelurahan Tanah Merah dan 1 ibu di wilayah Kelurahan Lempake, 1 dukun di Kelurahan Lempake RT 04. Pada wilayah Kelurahan Tanah Merah terdapat 3 Bidan Praktek Mandiri dan wilayah Kelurahan Lempake 3 Bidan Praktek Mandiri. Kunjungan rumah dilakukan pada tanggal 22 Juni - 27 Juni 2015.

Karakteristik Informan

Informan penelitian terdiri dari Bidan Praktek Mandiri, dukun dan ibu yang mengalami kematian neonatus. Karakteristik informan disajikan dalam tabel 5.1 berikut :

Tabel 5.1. Identitas Bidan Praktik Mandiri

Nama BidanUsiaLama KerjaPendidikanJumlah Persalinan normal yang di tolongJumlah Persalinan Patologis yang di tolongPelatiahan APN dan Resusitasi

Bid. EW44 Tahun24 tahunD III Kebidanan10 persalinan/bulan1x Sungsang

1x Asfiksia ringanYa

Bid. S40 Tahun21 tahunD III Kebidanan1 persalinan/bulan2x SungsangTidak

Bid. DI38 Tahun19 tahunD IV Kebidanan1 persalinan/bulan1x Sungsag

1x Partus lama

1x Ketuban Mekonium

1x Lilitan tali pusatTidak

Bid.A40 Tahun21 tahunDIII Kebidanan2 persalinan/bulan2x SungsangYa

Bid. SJ42 Tahun22 TahunDIII Kebidanan2 persalinan/bulanTidak

Bid. TY40 Tahun14 tahunDIII Kebidanan1 persalinan/bulan-Tidak

Sumber : Olahan Data Primer

Berdasarkan Tabel 5.1 didapatkan bahwa usia Bidan berkisar 38-44 tahun dengan lama praktek sekitar 14 - 24 tahun. Persalinan patologis yang ditolong oleh BPM lebih sering adalah persalinan sungsang. Bidan yang telah mengikuti pelatihan APN dan resusitasi hanya 2 orang dari 6 Bidan yang praktek mandiri.

Tabel 5.2 Identitas Ibu yang Mengalami Kematian Neonatus

Nama IbuUsiaJumlah ParitasANCPendidikan Pekerjaan

Bu K26 Tahun21xSMPIRT

Bu S19 Tahun12xSDIRT

Sumber : Olahan Data Primer

Tabel 5.3 Identitas Dukun yang Menolong Persalinan

Nama DukunUsiaJumlah Persalinan yang di tolongPendidikanKerja sama dengan BidanPekerjaan

Bu SY60 Tahun4x dalam 1 tahunTidak SekolahTidakDukun Urut

Sumber : Olahan Data Primer

Gambaran pengetahuan Ibu Hamil tentang Pelayananan KesehatanGambaran Pengetahuan Ibu Hamil tentang ANCBu K: Ya, langsung periksa, waktu awal kehamilan, rutin biasa kan, yang ini ga rutin.

Minimal 4 kali kah itu.

Ya dikasih tau bu bidannya, Bu Sarpiah.

Ya, diperiksa detak jantungnya, posisinya..

Bu S: Tidak tahu, saya hanya tahu jika hamil perut membesar saja.

Berdasarkan wawancara di atas, dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu hamil tentang ANC memiliki presentase yang sama yaitu 1 orang memiliki pengetahuan yang baik mengenai ANC sedangkan 1 orang sisanya memiliki pengetahuan yang buruk mengenai ANC. Ibu hamil yang memiliki pengetahuan baik menyebutkan bahwa ANC dimulai saat awal kehamilan, dilakukan secara rutin yaitu minimal 4x selama masa kehamilan. Sedangkan ibu hamil yang memiliki pengetahuan yang buruk tidak mengetahui berapa kali seharusnya dilakukan pemeriksaan kehamilan, ibu tersebut mengatakan bahwa yang dia ketahui adalah jika hamil perut ibu akan membesar.

Gambaran Perilaku Kesehatan Ibu Hamil

Bu K: Ya ga tau, anak pertama ya disitu juga,.. jarak dekat ya ga bukan itu juga sih. Iya ga ada alasan khusus, karena anak pertama kemaren disitu juga.

Ga. (pemeriksaan kehamilan lengkap?)

Dua kali.

Ya, sebulannya sebelumnya yang pertama, kedua yang pas mau melahirkan itu. Sebelumnya ga pernah.

Bu S: Iya rutin, di bidan (bu indri?)

1 bulan sekali, pernah mau USG tetapi tidak jadi

Selama sebulan sekali, tetapi selalu lewat tanggal yang ditentukan

Berdasarkan wawancara di atas, kedua ibu hamil memiliki gambaran perilaku kesehatan yang berbeda, namun keduanya sama-sama memilih bidan sebagai tempat untuk memeriksakan kehamilannya. Ibu hamil yang pertama memiliki perilaku kesehatan yang kurang, dimana dijelaskan bahwa ibu tersebut tidak melakukan kunjungan rutin pemeriksaan kehamilan. Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan 1 kali, hal ini dinyatakan dari pernyataan ibu yang mengatakan bahwa kunjungan pertama yaitu sebulan sebelum melahirkan, dan yang kedua pada saat mau melahirkan. Kunjungan pada saat mau melahirkan tidak termasuk dalam kunjungan rutin pemeriksaan kehamilan. Pada ibu hamil yang kedua memiliki gambaran perilaku kesehatan yang baik, dimana ibu tersebut melakukan kunjungan rutin pemeriksaan kehamilan yaitu 1 bulan sekali, walaupun selalu lewat tanggal yang ditentukan.

Edukasi Ibu Hamil selama Memeriksakan DiriBu K: Kata bidannya kan kepalanya udah dibawah tinggal tunggu waktunya

Informasi selama kehamilan, ga ada, Cuma dikasi tau kalo ini posisi yang pertama dibilang normal siap melahirkan, trus disuruh USG, disuruh sebulan lagi lah, ternyata pas mau USG sudah keburu mau melahirkan.

Bu S: Jangan banyak beraktifitas karena dibilang ada lemah kandungan.

Berdasarkan wawancara di atas, kedua ibu hamil mendapatkan edukasi dari bidan selama memeriksakan kehamilan. Ibu yang pertama mendapatkan edukasi mengenai letak kepala, dikatakan bahwa letak kepala bayi sudah di bawah, namun untuk lebih memastikan pemeriksaan, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan USG sebulan lagi. Pada ibu yang kedua, edukasi yang diberikan oleh bidan saat dilakukan pemeriksaan kehamilan adalah jangan benyak beraktifitas karena ibu mengalami lemah kandungan.

Fungsi dan Peran Buku KIA bagi Ibu HamilBu K: Ya cuma nanti kan ada timbang-timbangan itu nah. Kalo saya baca petunjuk-petunjuk pas mau melahirkan, cara-cara apa, vitamin-vitamin gitu pas saya hamil yang anak pertama.

Ya penting.

Bu S: Penting sih, soalnya disitu ada gambar-gambarnya kan mbak, terus ada hasil pemeriksaan saya disitu, ya untuk tahu bayi saya sehat atau nggak.

Berdasarkan wawancara di atas, kedua ibu hamil memiliki tanggapan yang hampir sama mengenai fungsi dan peran buku KIA bagi ibu hamil. Keduanya mengatakan buku KIA memiliki peran penting dengan fungsi sebagai tempat pencatatan timbangan-timbangan ibu hamil serta hasil pemeriksaan lainnya, petunjuk-petunjuk dan cara-cara saat akan melahirkan, serta vitamin-vitamin apa yang diberikan.

Edukasi Tanda Bahaya Risiko Kehamilan dan Persalinan bagi Ibu HamilBu K: Ga ada, Cuma dikasi tau kalo ini posisi yang pertama dibilang normal siap melahirkan, trus di suruh USG, disuruh sebulan lagi lah, ternyata pas mau USG sudah keburu mau melahirkan.Bu S : Kata bidan sakit perut ini hanya biasa dan tidak diperiksa hanya dipegang saja perut saya, kemudian diberi vitamin untuk mengurangi rasa sakit, tetapi tidak berefek.

Berdasarkan wawancara di atas, kedua ibu hamil mendapatkan edukasi dari bidan pemeriksa mengenai tanda bahaya risiko kehamilan dan persalinan bagi keduanya. Ibu pertama mendapat edukasi mengemai posisi kepala, bidan tersebut juga meminta pasien untuk melakukan pemeriksaan USG untuk lebih memastikan posisi kepala bayi sebelum melahirkan. Untuk ibu yang kedua, mendapat edukasi mengenai keluhan yang ibu rasakan, hal ini dijeaskan dengan pernyataan bahwa sakit perut yang dirasakan pasien adalah hal biasa, serta anjuran bagi ibu untuk tidak memegang perutnya. Bidan tersebut juga memberikan vitamin, yang dipahami ibu sebagai pengurang rasa sakit, namun obat tersebut tidak memiliki efek yang diharapkan.

Jaminan Kesehatan yang DimilikiBu K: Iya ada Jamkesda.Bu S : Tidak ada

Berdasarkan wawancara di atas, didapatkan keterangan bahwa ibu yang pertama memiliki jaminan kesehatan yaitu Jamkesda, sedang ibu yang kedua tidak memiliki jaminan kesehatan.

Edukasi Obat yang Diberikan bagi Ibu HamilBu K: Vitamin aja, warna pink tapi aku beli apotek.

Bu S : dapat vitamin selama hamil.

Hanya penahan rasa sakit.

Berdasarkan wawancara di atas, kedua pasien mendapatkan vitamin selama melakukan pemeriksaan kehamilan. Ibu yang kedua juga mendapatkan penahan rasa sakit untuk nyeri perut yang diras

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran balita dengan gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan status imunisasi, pendidikan terakhir pengasuh, jumlah anak, pekerjaan pengasuh, jumlah pendapatan, pengetahuan pengasuh, pola makan, penyakit penyerta, tindak lanjut dan hasil akhir status gizi pada balita gizi kurang dan gizi buruk di Puskesmas Sempaja periode tahun 2013. Rancangan penelitian ini mengunakan kualitatif dengan metode wawancara mendalam serta data sekunder berupa rekam medis dan kartu KMS.

Jumlah Kasus

Selama tahun 2013 pada wilayah kerja Puskesmas Sempaja terdapat 4 kasus mengalami gizi kurang dan 2 kasus gizi buruk. Dibandingkan dengan data 2012 tidak ditemukan adanya kasus balita yang mengalami gizi kurang atau gizi buruk. Hasil ini ditunjang dengan hasil balok SKDN periode tahun 2013. Didapatkan pada Indikator presentase balita yang berat badannya naik dibandingkan jumlah bayi yang ditimbang (N/D) hanya didapatkan 37,91%. Angka ini menunjukan tidak mencapai sesuai dengan target dari DKK samarinda menyatakan bahwa presentase balita yang berat badannya naik dibandingkan jumlah bayi yang ditimbang (N/D) yaitu 100%. Jumlah kasus didapatkan hasil pencatatan oleh UPK KIA.

Status Imunisasi

Hasil tabulasi dapat dilihat keempat penderita memiliki riwayat status imunisasi yang lengkap. Dengan data ini menunjukan tidak ada hubungan status imunisasi lengkap terhadap kejadian gizi kurang atau buruk. Dimana dalam literatur disebutkan bahwa imunisasi merupakan salah satu faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi gizi balita. Karena imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap suatu antigen. Balita merupakan kelompok yang paling rentan terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik dengan orang dewasa. Dimana jika pasien sakit dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh.

Apabila dibandikan dengan peneitian di Puskesmas Juanda Samarinda tahun 2013, Presentase imunisasi lengkap 78.57%. Hasil ini menunjukan tidak ada hubungan signifikan status imunisasi dengan kejadian gizi kurang. Sehingga mendukung hasil penelitian ini, walaupun hasil tidak sejalan dengan literatur.

Pendidikan Terakhir Pengasuh

Hasil tabulasi didapatkan 3 dari 6 pengasuh lulusan SD dan SDLB. Menunjukan 3 pengasuh memiliki tingkat pendidikan rendah. Walaupun pengasuh yg memiliki tingkat pendidikan rendah memiliki pengasuh pendamping dengan pendidikan terakhir tinggi yaitu lulusan SMA. Literatur mengatakan bahwa pendidikan Ibu atau pengasuh berpengaruh terhadap pola penyusunan makanan rumah tangga maupun dalam pola pengasuhan anak. Diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan Ibu atau pengasuh diharapkan member dampak ke gizi anak lebih baik, walaupun pendidikan Ibu bukanlah faktor langsung yang dapat mempengaruhi gizi anak.

Apabila dibandikan dengan peneitian di Puskesmas Sepatan Tanggerang tahun 2009, menunjukan hasil tingkat pendidikan ibu katagori rendah sangat mempengaruhi gizi kurang dan gizi buruk balita. Jadi penelitian ini sejalan dengan literatur.

Jumlah Anak

Hasil tabulasi didapatkan Dari tabel 5.4. dapat dilihat, dua pengasuh merawat satu anak, dua pengasuh merawat 2 anak. Literatur menyebutkan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak dari pada anak-anak yang lebih tua. Dengan demikian anak-anak yang muda mungkin tidak diberi makan.

Sehingga penelitian ini tidak sejalan dengan literatur, karena semua pengasuh hanya merawat 1-2 anak. Sehingga jumlah anak tidak berhubungan dengan status gizi anak dan didukung oleh penelitian di Puskesmas Juanda Samarinda tahun 2013 menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi kurang pada balita.

Pekerjaan Pengasuh

Hasil tabulasi didapatkan 3 pengasuh dari 6 pengasuh sebagi Ibu rumah tangga atau tidak memiliki pekerjaan, 2 pengasuh wiraswasta, 1 pengasuh sebagai karyawan swasta. Dalam literatur pada ibu yang bekerja tentu saja waktu yang diberikan kepada anak balitanya akan lebih sedikit daripada ibu yang tidak bekerja, tetapi perhatian yang diperlukan oleh anak balita sama besarnya. Penyebab tidak langsung dalam proses tumbuh kembang anak meliputi ketahanan keluarga, asuhan ibu terhadap anak, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan. Dengan ibu yang bekerja di luar rumah setiap hari maka ibu tidak dapat mengawasi secara langsung terhadap pola makanan sehari-hari anak balitanya.

Pendapatan Keluarga

Dari keempat balita ini, hanya satu balita yaitu An. A.W yang pendapatan keluarga per bulannya tidak mencukupi untuk pemenuhan sehari-hari. Dimana pendapatan untuk keluarga ini sebesar Rp. 900.000,00 dengan total biaya pengeluaran yang tidak mencukupi sebesar Rp. 1.500.000,00 per bulannya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan manusia adalah tingkat sosial ekonomi. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga tersebut, harga bahan makanan, serta pengelolaan sumber daya alam dan pekarangan. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk pemenuhan kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya (Suhendri,2009)

Pengetahuan tentang Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Berdasarkan definisi operasional mengenai gizi kurang dan gizi buruk, maka dari keempat pengasuh dari balita ini sama-sama tidak memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai keadaan gizi kurang dan gizi buruk pada balita. Kesesuaian definisi dan perbedaan mengenai gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan Kartu Menuju Sehat dilihat dari berat badan bayi sesuai umur tidak ditemukan di keempat balita ini.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Suhendri di tahun 2009, ditemukan bahwa balita dengan gizi kurang di Puskesmas Sepatan Kabupaten Tangerang sebanyak 97,2% berasal dari ibu dengan tingkat pengetahuan yang baik. Sehingga pada uji analisisnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan status gizi balita (p = 0,350). Sedangkan pada penelitian Simanjuntak tahun 2002 menyebutkan bahwa anak balita dengan gizi baik dan pengetahuan ibu yang baik lebih banyak dibandingkan dengan ibu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, dan ditemukan hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita di Kecamatan Siantar Martoba dan Siantar Marihat.

Seperti yang telah diketahui, kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita. Ibu adalah seorang yang paling dekat dengan anak haruslah memiliki pengetahuan tentang gizi. Pengetahuan minimal yang harus diketahui seorang ibu adalah tentang kebutuhan gizi, cara pemberian makan, jadwal pemberian makan pada balita, sehingga akan menjamin anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal (Anggraini, 2008).

Pengetahuan tidak hanya didapat di bangku sekolah saja, melainkan juga dapat diperoleh melalui pengalaman sehari-hari terutama pengetahuan ibu tentang gizi. Dengan pengetahuan yang cukup diharapkan. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian informasi kesehatan dan penyuluhan kesehatan khususnya tentang gizi balita kepada pengasuh balita gizi kurang atau gizi buruk yang bertingkat pengetahuan rendah

Pola Makan

Dari keempat balita, dilihat dari pola makan sehari-hari berdasarkan umur, tampak hanya satu balita yang asupan gizi dan variasi makanan yang kurang sejak lahir, yaitu anak A.W. yang dapat dikarenakan pendapatan keluarga kurang. Dilihat dari pemberian makan di usia kurang dari 6 bulan ASI dibantu susu formula hanya sekitar 30 cc setiap kali minum dan sehari hanya dua kali. Pada usia 6-9 bulan hanya makan pisang, dan di usia lebih dari 9 bulan sampai dengan 1 tahun hanya makan kurang lebih 4 sendok nasi putih dengan lauk telur per hari. Pada balita ini lebih senang banyak minum air putih.

Sedangkan pada anak R.A usia 1-6 bulan diberi pisang ambon karena dirasa ASI saja tidak cukup, pada saat balita berusia diatas 7 bulan, mulai diberikan makanan pendamping seperti bubur, setelah keluar dari rumah sakit dikarenakan adanya penyakit penyerta di usia anak 3 hari, ibu mulai memberikan ASI bersamaan dengan susu formula sampai balita menginjak usia 2 tahun dengan pemberian sebanyak 2 kali dalam satu hari. Nafsu makan anak pun menurun selama anak sakit dirawat di Rumah Sakit.

Pada anak N.H di usia kurang dari 6 bulan, bayi ini diberi susu formula tanpa ASI dengan porsinya 3-4 kali dalam sehari sekitar 30 cc setiap minum susu. Saat usia 6-12 bulan, anak ini diberikan makanan tambahan bubur sun, bubur tim, sereal, buah-buahan seperti pepaya, jeruk. Untuk bubur tim porsinya 2 kali 2 sendok makan dewasa setiap harinya. Sedangkan pada usia lebih dari 1 tahun mulai diberikan makanan seperti makanan orang dewasa, tetapi cenderung makanan yang lembek didampingi dengan pemberian susu formula yang porsinya meningkat menjadi 6 kali 60 cc dalam sehari.

Terakhir pada anak A.D pada usia kurang dari 6 bulan tidak diberi ASI dan diberikan susu formula kira-kira sebanyak 50 cc setiap pemberian dan cukup sering per harinya. Setelah usia 6 bulan dberikan bubur susu dan campuran pisang lumat . Setelah usia 1 tahun mulai diberikan makanan nasi dengan porsi seperempat piring atau mangkok ukuran kecil. menurut penuturan ibu, anak cenderung susah makan meski telah diberi variasi berbagai jenis makanan seperti hati, wortel, dan lain-lain.

Seperti yang telah diketahui menurut DepKes RI, 2002 pola makan yang salah akan menyebabkan gizi buruk secara langsung, misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak memberikan anak daging, telur, santan dll), hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup.

Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan buah (Soekirman, 2000).

Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai umur dua tahun serta mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi. Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi (Soekirman, 2000 ; Walker, 2004).

Penyakit penyerta

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil dari empat anak yang diteliti, hanya ada satu anak yang memiliki penyakit penyerta yang mengikuti keadaan gizi buruk yaitu anak RA,yang mana dijelaskan oleh ibu bahwa anaknya sempat beberapa kali dirawat di Rumah sakit, diantaranya saat baru lahir, anak sempat dirawat karena sakit kuning, atau ikterus neonatorum, dan diterapi cahaya di rumah sakit, kemudian anak juga sempat menderita kejang disertai demam, dan sempat dirawat di rumah sakit hingga tiga kali karena sakit kejangnya ini, serta saat umur sekitar 7 bulan, anak sempat menderita radang paru-paru yang juga dirawat di Rumah sakit, dan diterapi pengobatan selama 6 bulan.

Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah rendahnya status gizi anak (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007) Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007).

Dari hasil anak yang lain, yang kami temukan, yaitu anak MN, dari deteksi dini tumbuh kembang didapatkan adanya gangguan tumbuh kembang, yang dijelaskan oleh pengasuh dengan adanya riwayat terlambatnya tumbuh kembang anak, seperti terlambatnya umur mengangkat kepala, saat umur 4 bulan,anak belum mengangkat kepala, dan tidak melewati fase tengkurap, dan hingga sekarang belum bisa berjalan saat umur 2 tahun 6 bulan ini. Tetapi, peneliti tidak dapat menyimpulkan apakah gangguan tumbuh kembang mengakibatkan gizi kurang/buruk ataupun sebaliknya gizi kurang/buruk menyebabkan gangguan tumbuh kembang.

Tindak Lanjut

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil dari empat anak yang diteliti, dijelaskan bahwa pada hasil untuk variabel tindak lanjut ini, yang pertama dari anak RA dijelaskan bahwa tindak lanjut setelah diketahui anaknya gizi buruk adalah ibu memberikan makanan porsinya diperbanyak, diberi buah buahan, dan vitamin, kemudian ada perbaikan gizi, namun karena lembali sakit, berat badannya turun lagi. Kemudian, Puskesmas juga membantu dengan memberikan pemberian makanan tambahan dan mengajarkan membuat makanan tambahannya tersebut.

Anak kedua, anak NH setelah diketahui menderita gizi buruk, pengasuh memberikan tambahan porsi makanan, dan mendapat pengajaran pemberian makanan tambahan pemulihan dari Puskesmas, namun hanya sekali saja diberi pengajaran tersebut dan hanya sekali saja mengontrol anaknya.

Anak ketiga, anak AW setelah diketahui menderita gizi krang, pengasuh tidak memberikan penambahan porsi makanan, dan hanya mengandalkan pemberian makanan tambahan dari Puskesmas yang berupa kacang hijau, telur, dan diajarkan pembuatan pemberian makanan tambahan.

Anak ke empat, anak AD setelah diketahui anaknya mengalami gizi kurang, ibu pasien memberikan perhatan lebih, dan memberikan variasi makanan, dan porsi minum susunya diberikan tambah banyak, serta dari Puskesmas sudah memberikan penyuluhan dan pengajaran pembuatan makanan bergizi dan pemberian makanan tambahan.

Berdasarkan teori untuk tindak lanjut dari penemuan kasus gizi kurang/buruk di suatu wilayah kerja Puskesmas adalah pemberian makanan tambahan, yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi anak.

Proses PMT terdiri dari tiga tahap, yaitu perencanaan ( penentuan jadwal pendistribusian PMT), pelaksanaan ( penentuan jenis makanan, pembelian bahan makanan, dan pemberian paket PMT), dan Pengawasan ( pencatatan an pelaporan). Untuk melaksanakan proses tersebut, diperlukan empat unsur, yaitu tenaga,dana, sarana, bahan ( bahan paket berisi kacang hijau, biskuit, gula, susu, telur, dan multivitamin), dan metode.

Cara penyelenggaraan pemberian makanan tambahan ini dengan pemberian paket setiap hari, dan seminggu sekali kader mendemonstrasikan pembuatan MP-ASI, makananan anak, dan membagikan makanan tersebut kepada balita gizi kurang, selanjutnya kader membagikan paket bahan makanan mentah, serta memberikan penyuluhan.Hasil Gizi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil dari empat anak yang diteliti, dijelaskan bahwa pada hasil untuk variabel hasil gizi sekarang, yang pertama dari anak RA terlihat dari hasil status gizi sekarang di KMS didapatkan masih dibawah garis merah atau gizi buruk, disini disimpulkan tidak ada perbaikan setelah dilakukan tindak lanjut pada pasien ini, yang mungkin disebabkan oleh keadaan penyakit lain atau penyakit penyerta yang diderita pasien dan terus berulang.

Kedua, anak NH terlihat dari hasil status gizi sekarang di KMS didapatkan masih dibawah garis merah atau gizi buruk, disini disimpulkan tidak ada perbaikan setelah dilakukan tindak lanjut pada pasien ini, yang mungkin disebabkan pola asuh yang salah, dan pendidikan ibu yang kurang, serta mungkin dari keadaan tumbuh kembang yang terlambat.

Ketiga, anak AW terlihat dari hasil status gizi sekarang di KMS didapatkan masih dibawah garis merah atau gizi buruk, disini disimpulkan ada perburukan dari awalnya gizi kurang menjadi gizi buruk setelah dilakukan tindak lanjut pada pasien ini, yang mungkin disebabkan oleh pola asuh yang salah, perhatian dan kepekaan dari pengasuh

Yang kurang setelah diketahui gizi anaknya kurang, kurangnya pendidikan pengasuh, pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup, pola makan yang salah, serta pengetahuan pengasuh yang kurang juga.

Keempat, anak AD terlihat dari hasil status gizi sekarang di KMS didapatkan gizi anak sekarang di garis kuning atau gizi kurang, dan sudah ada peningkatan berat badan dari sebelumnya, disini disimpulkan ada perbaikan pada anak ini, karena dari program PMT-P yang berjalan baik dengan ibu yang kooperatif dan perhatian pada anaknya, serta mungkin ada keadaan masalah keluarga yang sudah terselesaikan.