documenti

Upload: 853311

Post on 09-Jul-2015

34 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I. Definisi Model Pengembangan Instruksional Model ialah sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan sebuah kegiatan. Pengembangan sistem intruksional ialah proses menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan perilaku pengembangan sistem ini memerlukan pemantauan interaksi siswa. Pengembangan senantiasa didasarkan pada pengalaman. Pengamatan yang sesama dan percobaan yang terkendali. Sedangkan menurut Twelker, Pengembangan instruksional ialah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangakan dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada dua proses pengembangan, pertama ialah pendekatan secara empiris yang menggunakan dasar-dasar teori, bahan pengajaran disusun berdasarkan pengalaman pengembang. Pendekatan kedua ialah dengan pendekatan model. Dalam penyusunan rancangan pengajaran ada langkah-langkah secara sistem : cara mencapainya dipilihkan cara-cara tertentu, kondisi tertentu, dan perubahan tertentu. II. Perbedaan Model-Model Pengembangan Instruksional Dari beberapa pengembangan intruksional memiliki perbedaan baik dalam perencanaanya maupun dalam penerapannya. Perbedaan tersebut antar lain : A. Model J.E KEMP Model desain sistem instruksional yang dikembangkan oleh Kemp (1994) merupakan model yang membentuk siklus. Dalam model ini pengembangan desain sistem pembelajaran terdiri atas komponen-komponen yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan berbagai kendala yang timbul. Menurut Kemp pengembangan perangkat merupakan suatu lingkaran yang kontinyu. Tiaptiap langkah pengembangan berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut. Model Kemp ini tidak menentukan dari komponen mana seharusnya proses pengembangan itu dimulai. Dalam mengembangkan sistem instruksional bisa dimulai dari komponen mana saja, asal tidak mengubah urutan komponennya, dan setiap komponen itu memerlukan revisi demi mencapai hasil yang maksimal. Pengembangan perangkat model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk dapat memulai dari komponen manapun. Namun sebaiknya proses pengembangan itu dimulai dari tujuan. Aplikasi pengembangan instruksional Benalthy dapat dibedakan dalam enam langkah sebgai berikut : 1. Merumuskan tujuan pengajaran (formulate objectivites of Intructional) Langkah ini merupakan suatu pernyataan yang menyatakan apa yang kita harapkan dari mahasiswa (anak didik) untuk dikerjakan, diketahui, dan dirasakan sebagai hasil dari pengalaman belajarnya.

2. Mengembangkan test intruksional (develop test of intructional) Dalam langkah ini dikembangkan sutau tes yang berdasarkan atas tujuan yang diinginkan, dan digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diharpkan dicapai sebagi hasil dari pengalaman belajarnya. Yakni dengan cara tes awal, kegiatan belajar, tes akhir (evaluasi belajar) 3. Menganalisis kegiatan belajar (analyze learning task) Apa yang harus dipelajari sehingga dapat menunjukan tingkah laku seperti yang digambarkan dalam tujuan yang telah dirumuskan. Dalam kegiatan ini kemampuan awal anak didik harus.Mendesain sistem intruksioanal (design system) 4. Merancang sistem intruksional ini bisa disebut dengan functions analysis yang artinya siapa atau apa yang mempunyai potansi untuk mencapai fungsi-fungsi tersebut (component analysis) yakni : a. Menentukan pokok bahasan dan tujuan umum Yakni menentukan pokok pembahasan dari mata pelajaran yang akan di bahas. Dan juga menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai oleh siswa. b. Mengetahuai karakteristik siswa dengan tujuan untuk mengetahui dan mengukur seberapa jauh siswa mampu mencapai tujuan belajarnya yang akan dicapai. Dan juga untuk mengetahui seberapa besar minat siswa untuk mempelajari pelajaran yang pelajari. c. Tujuan Belajar (tujuan intruksional kusus) pada tujuan ini dikategorikan diharapkan siswa mampu mencapai tiga ranah tujuan pengajaran yakni 1) Tujuan kognitif 2) Tujuan afektif 3) Tujuan Psikomotorik d. Isi Pokok bahasan/materi, dalam isi pokok bahasan yang disajikan hendaknya dimulai dengan menyajikan fakta, konsep, prinsip, dan akhirnya pemecahan masalah e. Kegiatan belajar mengajar dan media

Untuk mendorong keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar, maka guru diharuskan untuk memahami pengertian, fungsi, dan langkah-langkah pelaksanaan metode mengajar dengan baik. Sedangkan media pengajaran disebut juga dengan alat-alat belajar. Menurut edger bahwa pada kerucut pengalaman media atau alat pengajaran mula-mula berupaya dengan media yang paling kongkrit yakni dengan pengalaman langsung. Kemudian pada tingkatan atau jenjang yang lebih tinggi yakni pada pendidikan tingkatan perguruan tinggi maka anak didik akan mampu menjelajahi dunia abstrak, di sinilah media selanjutnya yang digunakan yakni verbal symbol (lambang kata) f. Penjajakan terhadap siswa setalah kelima tahap atau proses di atas dilakukan maka pendidik melakukan penjajakan terhadap anak didik. Dengan tujuan untuk menguji dan mengukur kemampuan siswa dalam mempelajari pelajaran yang telah dipelajari, apakah perencanaan yang disusun dan dilaksanakan sebelumnya dapat diteruskan ke langkah selanjutnya. g. Pelayanan penunjang Suatu pendidikan apapun yang didesain sebaik apapun jika tidak memiliki pelayanan penunjang, maka proses KBM tidak akan berhasil. Dalam hal ini pelayanan penunjang meliputi; petugas/pegawai sekolah, dana, fasilitas, peralatan, teknisi, staf administrasi, dll. h. Evaluasi Mengukuran pencapaian dalam pengajaran haruslah mengarah pada ranah tujuan belajar yakni menilai belajar kognitif, afektif dan psikomotorik 5. Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil Sistem yang didesain pada langkah sebelumnya maka pada langkah ini harus diuji cobakan atau dites dan dilaksanakan. Apa yang dilaksanakan oleh anak didik sebagai implementasi sistem, harus nilai agar dapat diketahui seberapa jauh kemampuan yang telah dicapai baik secara kognitif, afektif dan psikomtorik setelah proses belajar mengajar dilakukan. 6. Mengadakan perbaikan (change to improve) Hasil-hasil dari evaluasi kemudian merupakan umpan balik (feed back) untuk keseluruhan sistem sehingga ada perubahan-perubahan jika diperlukan, dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem intruksional B. Model BRIGS

Model yang dikembangkan oleg Briggs ini beroreintasi pada rancangan system dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional, yang susunan anggotanya meliputi antara lain dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media dan perancang instruksional. Briggs berpendapat bahwa model ini sesuai untuk pengembangan program-program latihan jabatan tidak hanya terbatas pada lingkungan program-program akademis saja. Disamping itu model Briggs dirancang sebagai metodologi pemecahan masalah instruksional. Model pengembangan Briggs ini bersandarkan pada prinsip keselarasan antara: 1. Tujuan yang akan dicapai ( mau kemana ?) 2. Strategi untuk mencapainya ( dengan apa ? ) 3. Evaluasi keberhasilannya ( bilamana sampai tujuan ? ) Dengan mengutip pendapat Briggs ( 1977), berdasarkan 3 (tiga) prinsip dasar pengembangan yang dipakai, urutan langkah kegiatan pengembangan instruksional menurut Briggs, adalah sebagai berikut: 1. Tujuan yang akan dicapai (Mau kemana?) Meliputi : a. Identifikasi masalah ( penentuan tujuan ) Dalam langkah ini Briggs menggunakan pendekatan bertahap; yaitu: 1) Mengidentifikasi tujuan kurikulum secara umum dan luas 2) Menentukan prioritas tujuan 3) Mengidentifikasi kebutuhan kurikulum baru 4) Menentukan prioritas remedialnya. b. Rumusan tujuan dalam perilaku belajar Sesudah tujuan kurikuler yang bersifat umum ditentukan dan diorganisasi menurut tujuan yang lebih khusus, tujuan ini sebaiknya dirumuskan dalam tingkah laku belajar yang diukur. c. Penyusunan materi/silabus d. Analisis tujuan Dalam hal ini perlu diadakan analisis terhadap tiga hal; yaitu:

1) Proses informasi, untuk menentukan tata urutan pemikiran yang logis 2) Klasifikasi belajar, untuk mengidentifikasi kondisi belajar yang diperlukan 3) Tugas belajar, untuk menentukan persyaratan belajar dan kegiatan belajar mengajar yang sesuai. 2. Strategi untuk mencapainya (Dengan apa?) Meliputi: a. Penyiapan evaluasi hasil belajar b. Menentukan jenjang belajar dan strategi instruksional c. Rancangan instruksional ( guru ) Dalam pengembangan strategi instruksional oleh guru ini, guru perlu menjabarkan stategi dalam teknik mengajar dalam fungsinya sebagai penyeleksi materi pelajaran. Kegitan ini meliputi: 1) Memilih media 2) Perencanaan kegiatan belajar 3) Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar 4) Pelaksanaan evaluasi belajar d. Strategi instruksional ( tim pengembangan instruksional ) Dalam hal ini dilakukan oleh tim pengembangan instruksional, terdiri dari beberapa kegiatan. Kegiatan tersebut antara lain: 1) Penentuan stimulasi belajar, yaitu stimulus yang paling sesuai untuk TIK ( Tujuan Instruksional Khusus ) 2) Pemilihan media 3) Penentuan kondisi belajar 4) Perumusan strategi 5) Pengembangan media 6) Evaluasi formatif 7) Penyusunan pedoman pemanfaatan

3. Evaluasi keberhasilannya (Bila mana sampai tujuan?) Meliputi : a. Penyusunan test b.Evaluasi formatif Dilakukan untuk memperoleh data dalam rangka revisi dan perbaikan materi bahan belajar di laksanakan dalam tiga fase, yaitu: 1) Uji coba 2) Uji coba pada kelompok 3) Uji coba lapangan dalam skala besar c. Evaluasi sumatif Dilakukan untuk menilai system penyampaian secara keseluruhan pada akhir kegiatan yang dinilai dalam evaluasi sumutif ini mencakup hasil belajar, tujuan instruksional dan prosedur yang dipilih. C. Model GERLACH DAN ELY Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) dimaksudkan sebagai pedoman perencanaan mengajar. Pengembangan sistem instruksional menurut model ini melibatkan sepuluh unsur seperti terlihat dalam flow chart di halaman berikut.Determination Of STRATEGY Organitation Of GROUPS Allocation Of TIME Allocation

Of SPACE Selection Of RESOURCES Evaluasi Of PERFORMANCE Analysis Of

FEEDBACKMeasurement Of ENTERING

BEHAVIORSSpecification Of CONTENT Specification Of

OBJECTIVES

1. Merumuskan tujuan. Tujuan instruksional harus dirumuskan dalam kemampuan apa yang harus dimiliki pada tingkat jenjang belajar tertentu. 2. Menentukan isi materi.

Isi materi berbeda-beda menurut bidang studi, sekolah, tingkatan dan kelasnya, namun isi materi harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapainya. 3. Menurut kemampuan awal. Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal. Pengetahuan tentang kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat; tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Pengetahuan tentang kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, misalnya apakah perlu persiapan remedial. 4. Menentukan teknik dan strategi. Menurut Gerlach dan Ely, strategi merupakan pendekatan yang dipakai pengajar dalam memanipulasi informasi, memilih sumber-sumber, dan menentukan tugas/peranan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan perkataan lain, pada tahap ini pengajar harus menentukan cara untuk dapat mencapai tujuan instruksional dengan sebaik-baiknya. Dua bentuk umum tentang pendekatan ini adalah berntuk eksopose (espository) yang lazim dipergunakan dalam kuliah-kuliah tradisional, biasanya lebih bersifat komunikasi satu arah, dan bentuk penggalian (inquiry) yang lebih mengutamakan partisipasi siswa dalam proses belajarmengajar. Dalam pengertian instruksional yang sempit, metode ini merupakan rencana yang sistematis untuk menyajikan pesan atau informasi instruksional. 5. Pengelompokan belajar. Setelah menentukan pendekatan dan metode, pengajar harus mulai merencanakan bagaimana kelompok belajar akan diatur. Pendekatan yang menghendaki kegiatan belajar secara mandiri dan bebas (independent study) memerlukan pengorganisasian yang berbeda dengan pendekatan yang memerlukan banyak diskusi dan partisipasi aktif siswa dalam ruang yang kecil, atau untuk mendengarkan ceramah dalam ruang yang luas. 6. Menentukan pembagian waktu. Pemilihan strategi dan teknik untuk ukuran kelompok yang berbeda-beda tersebut mau tidak mau akan memaksa pengajar memikirkan penggunaan waktunya, yaitu apakah sebagian besar waktunya harus dialokasikan untuk presentasi atau pemberian informasi, untuk pekerjaan laboratorium secara individual, atau untuk diskusi. Mungkin keterbatasan ruangan akan menuntut pengaturan yang berbeda pula karena harus dipecah ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. 7. Menentukan ruang. Sesuai dengan tiga alternative pengelompokan belajar seperti pada no.5, alokasi ruang ditentukan dengan menjawab apakah tujuan belajar dapat dipakai secara lebih

efektif dengan belajar secara mandiri dan bebas, berinteraksi antarsiswa, atau mendegarkan penjelasan dan bertatap muka dengan penagajar. 8. Memilih media instruksional yang sesuai. Pemilihan media ditentukan menurut tanggapan siswa yang disepakati. Jadi tidak sekadar yang dapat memberikan stimulus rangsangan belajar. Gerlach dan Ely mambagi media sebagai sumber belajar ini ke dalam lima katergori, yaitu: (a) manusia dan benda nyata, (b) media visual proyeksi, (c) media audio, (d) media cetak, dna (e) media display. 9. Mengevaluasi hasil belajar. Kegiatan belajar adalah interaksi antara pengajar dan siswa, interaksi antara siswa dna media instruksional. Hakiakat belajar adalah perubahan tingkah laku belajar pada akhir kegiatan instruksional. Semua usaha kegiatan pengembangan instruksional di atas dapat dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir belajar tersebut dievaluasi. Instrumen evaluasi dikembangkan atas dasar rumusan tujuan dan harus dapat mengukur keberhasilan secara benar dan objektif. Oleh sebab itu, tujuan instruksional harus dirumuskan dalam tingkah laku belajar siswa yang terukur dan dapat diamati. 10. Menganalisis umpan balik. Analisis umpan balik merupakan tahap terakhir dari pengembangan sistem instruksional ini. Data umpan balik yang diperoleh dari evaluasi, tes, observasi, maupun tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha instruksional ini menentukan, apakah sistem, metode, maupun media yang dipakai dalam kegiatan instruksional tersebut sudah sesuai untuk tujuan yang ingin dicapai atau masih perlu disempurnakan. D. Model BELA H. BANATY Model Banathy dikembangkan pada tahun 1968 oleh Bela H. Banathy. Model yang dikembangkannya ini berorientasi pada hasil pembelajaran, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem, yakni pendekatan yang didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Tahapan model pengembangan instruksional Banathy meliputi enam tahap, yaitu: 1. Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan umum maupun tujuan yang lebih spesifik, yang merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai peserta didik.

2. Mengembangkan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai Hal ini dilakukan agar setiap tujuan yang dirumuskan tersedia alat untuk menilai keberhasilannya. 3. Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni merumuskan apa yang harus dipelajari (kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar). Kemampuan awal siswa harus dianalaisis atau dinilai agar mereka tidak perlu mempelajari apa yang telah mereka kuasai. 4. Merancang sistem, yakni kegiatan menganalisis sistem dan setiap komponen sistem. Dalam langkah ini juga ditetapkan jadwal dan tempat pelaksanaan dari masing-masing komponen instruksional. 5. Mengimplementasikan dan melakukan tes hasil, yakni melatih (ujicoba) sekaligus menilai efektifitas sistem. Dalam tahap ini perlu diadakan penilaian atas apa yang dilakaukan siswa agar dapat diketahui seberapa jauh siswa mampu mencapai hasil belajar. 6. Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi. III. Persamaan Model-Model Pengembangan Instruksional Model-model tersebut diatas mempunyai banyak perbedaan dan persamaan. Perbedaan model-model tersebut terletak pada istilah yang dipakai, urutan, dan kelengkapan langkahnya. Persamaannya ialah bahwa setiap model mengandung kegiatan yang dapat digolongkan, ke dalam tiga kategori kegiatan pokok, yaitu: a. Kegiatan yang membantu menentukan masalah pendidikan dan mengorganisasi alat untuk memecahkan masalah tersebut; b. Kegiatan yang membantu menganalisis dan mengambangkan pemecahan masalah; dan c. Kegiatan yang melayani keperluan evaluasi pemecahan masalah tersebut. Semua kegiatan tersebut satu dengan lainnya dihubungkan oleh suatu sistem umpan balik yang terpadu dalam model bersangkutan. Adapun sistem umpan balik tersebut memungkinkan adanya perbaikan-perbaikan sistem