i. pendahuluan a. latar belakang -...
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari
pembangunan ekonomi nasional pada hakekatnya merupakan suatu
pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata. Potensi
ekonomi . yang harus digali tersebut meliputi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, modal, teknologi dan kemampuan berorganisasi
(Ditjen Perkebunan, 1986).
Sejalan dengan arah pembangunan nasional yang dituangkan dalam
GBHN, maka pembangunan perkebunan diarahkan perhatiannya kepada
masyarakat yang berpendapatan rendah seperti buruh tani dan petani
yang berlahan sempit. Disamping itu wilayah yang kurang maju dan
daerah-daerah kritis harus mendapat perhatian. Pembangunan
perkebunan karena sifat penjabaran usahanya yang meluas diseluruh
nusantara dan diusahakan oleh para petani kecil, maka selain dari
peranannya meningkatkan produktivitas nasional, peningkatan
pendapatan petani, mendukung pengembangan industri, sebagai sumber
pendapatan devisa negara dan pelestarian sumber daya alam, juga
diarahkan untuk melakukan misinya terhadap hal-hal yang khusus,
seperti yang dikemukakan di atas.
http://www.mb.ipb.ac.id
2
Bertitik tolak dari peranan pembangunan perkebunan dan karena
usaha perkebunan merupakan sumber ekonomi bagi masyarakat banyak,
maka pembangunan perkebunan ditempuh melalui empat pola
pengembangan yaitu :
• Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR)
• Pola Unit Pelayanan Pengembangan (UPP)
• Pola Swadaya (PS)
• Pola Perkebunan Besar (PB)
Dengan keempat pola pengembangan tersebut, menurut Ditjenbun.
(1986), secara konsepsional terkandung maksud untuk menjangkau
keseluruhan lapisan masyarakat seperti:
• Petani yang tidak mempunyai sumber daya (Iahan dan modal) dibantu
melalui pola PIR.
• Petani yang mempunyai lahan saja ditangani dengan pola UPP.
• Petani yang sudah punya potensi untuk berkembang ditangani melalui
pola swadaya dengan kegiatan yang dibantu pemerintah hanya
bersifat parsial, sehingga swadaya dari pada petani dapat tergugah.
• Para pengusaha yang mempunyai modal dan kemampuan didorong
untuk berpartisipasi di dalam pengembangan perkebunan besar baik
dengan pola PIR maupun bukan pola PIR.
http://www.mb.ipb.ac.id
3
Perusahaan Inti Rakyat adalah pola untuk mewujudkan suatu
perpaduan usaha dengan sasaran perbaikan keadaan sosial ekonomi
peserta dan didukung oleh suatu sistem pengelolaan usaha dengan
memadukan berbagai kegiatan produksi, pengelolaan dan pemasaran
dengan menggunakan perusahaan besar sebagai inti dalam suatu sistem
kerjasama yang saling menguntungkan (Ditjen Perkebunan, 1986).
Pola PIR memanfaatkan perkebunan besar milik negara dan swasta
sebagai inti pengembangan perkebunan rakyat dan dilaksanakan pada
areal bukaan baru, pada areal yang terpencil (remote) dan masih jarang
penduduknya. Pada pola tersebut, perusahaan inti disamping
mengusahakan kebunnya sendiri, berkewajiban membantu petani peserta
dalam membangun kebunnya dengan teknologi maju, melakukan
pengolahan serta melakukan pemasaran hasil.
Pembangunan perkebunan melalui pola PIR telah berkembang dan
tersebar di banyak lokasi dan telah memberikan banyak manfaat seperti
peningkatan pendapatan petani, pengembangan wilayah, penyerapan
tenaga kerja dan mendukung program transmigrasi. Berdasarkan alas
pembiayaan proyek, peserta proyek dan sasarannya maka pola PIR
dapat digolongkan atas PIR-BUN yang meliputi PIR Swadana yaitu PIR
Lokal & PIR Khusus dan PIR Berbantuan serta PIR-TRANS (Ditjen
Perkebunan, 1996). Pembangunan perkebunan dengan pola PIR-BUN
http://www.mb.ipb.ac.id
4
sampai dengan saat ini telah dikembangkan 562.156 Ha terdiri dari
397.762 ha kebun plasma dan 164.394 ha kebun inti dengan berbagai
macam komoditas yakni karet, kelapa sawit, tebu, kapas, kelapa hibrida
dan kakao yang tersebar di 20 propinsi (Ditjen Perkebunan, 1995).
Dengan Pola PIR-TRANS telah dikembangkan 584.627 Ha terdiri dari
kebun plasma seluas 425.417 Ha meliputi 381.227 Ha komoditas kelapa
sawit dan 44.190 Ha komoditas kelapa hibrida serta 159.210 Ha kebun
inti yang meliputi 148.162 Ha komoditas kelapa sawit dan 11.048 Ha
komoditas kelapa hibrida yang tersebar di 11 propinsi (Ditjen Perkebunan,
1997)
Didalam pelaksanaannya dijumpai masalah/kendala yang
mengakibatkan tidak selesainya program sesuai dengan rencana yang
mengakibatkan antara lain pelaksanaan akad kredit tidak tepat waktu,
sehingga calon petani peserta terlambat menerima pendapatan dari
kebun, perusahaan inti menanggung beban bunga dan petani peserta
meninggalkan lokasi sehingga proses sertifikasi tidak dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Dalam upaya untuk menyempurnakan
pengembangan perkebunan dengan pola PIR di masa mendatang, maka
penelitian untuk mengidentifikasi masalah/kendala yang dihadapi dan
bagaimana upaya yang dapat dikerjakan perlu dilakukan.
http://www.mb.ipb.ac.id
5
B. Perumusan Masalah
Pola PIR telah dikembangkan selama hampir 20 tahun dan saat ini masih
terus berjalan. Didalam rencana pengembangan wilayah Indonesia
bag ian Timur pola PIR juga dikembangkan. Dengan pola tersebut telah
terjawab sebagian masalah perluasan kesempatan kerja dan peningkatan
produktifitas, ketimpangan penyebaran penduduk, pertumbuhan antar
wilayah dan peningkatan devisa, namun dalam pelaksanaannya masih
dijumpai beberapa masalah yang perlu diselesaikan agar tidak terjadi
pada pelaksanaan pola PIR selanjutnya.
Beberapa masalah/kendala yang perlu mendapatkan perhatian
antara lain sebagai berikut :
1. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan kendala yang dihadapi adalah kelengkapan
legalitas atas kebun yang akan diusahakan seperti ijin untuk membuka
lahan, ijin dari Menteri Kehutanan apabila lokasinya terkena wilayah
hutan. Kendala pada tahap persiapan ini terkadang memerlukan
waktu yang cukup lama sehingga mempengaruhi waktu untuk
memulai pekerjaan lapangan. Dalam tahap pembangunan kebun,
kendala yang dihadapi seperti antara lain: kekurangan lahan karena
terjadinya okupasi, kekurangan bibit sebagai akibat kurang cermatnya
perencanaan dan serangan hama dan penyakit.
http://www.mb.ipb.ac.id
6
2. Tahap persiapan pengalihan pemilikan kebun plasma(konversi)
Pada tahap ini kendala yang dihadapi antara lain pergantian petani
yang mempengaruhi proses sertifikasi, kelengkapan administrasi
untuk usulan kepada bank pelaksana dan kelayakan teknis kebun.
3. Tahap pasca konversi
Pada tahap ini masalah yang dihadapi antara lain:
• Penjualan hasil kebun plasma ke luar perusahaan inti.
• Kondisi jalan dari kebun sampai sarana pengolahan.
• Arus informasi antara perusahaan inti dan petani kurang lancar.
• Kelembagaan petani belum mantap.
• Terjadinya penjualan terhadap kebun yang telah menghasilkan.
Dalam pengembangannya kedepan , masalah-masalah diatas
hendaknya dapat diatasi agar pengembangan perkebunan dengan Pola
PIR dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Dalam penelitian ini
permasalahan difokuskan pada pola PIR-TRANS mengenai faktor- faktor
yang paling berpengaruh terhadap ketepatan waktu akad kredit dan
bagaimana cara-cara I upaya yang dilakukan agar tahapan-tahapan pada
proses pengalihan pemilikan kebun plasma (konversi) dapat dilaksanakan
tepat waktu.
http://www.mb.ipb.ac.id
7
C. Tujuan Penelitian dan Ruang Lingkup
1. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengkaji hal-hal sebagai berikul :
- Menganalisis tahapan-tahapan kegiatan yang mempengaruhi
ketepatan waktu akad kredit.
- Menganalisis waktu yang diperlukan oleh masing-masing tahapan
kegiatan sesuai pelaksanaan di lapangan.
- Memberikan rekomendasi kepada perusahaan inti dan instansi
terkait mengenai tahapan-tahapan yang harus dilakukan dan kapan
waktu memulai pelaksanaannya.
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya pada proyek PIR-TRANS
dengan komoditas kelapa sawit tahun tanam 1985/1986 sampai
dengan tahun tanam 1993/1994 yang menurut ketentuan teknis telah
memenuhi syarat untuk dialihkan (kelas A).
D. Manfaat Penelitian
• Sebagai masukan bagi Instansi pemerintah agar dapat
menyelesaikan kebijakan/peraturan seperti penetapan satuan biaya
kebun plasma dan penetapan besar beban kredit kebun plasma
http://www.mb.ipb.ac.id
8
dengan tepat waktu agar perusahaan inti tidak menjumpai kendala
didalam menjalankan tahapan-tahapan dalam proses pengalihan
pemilikan kebun plasma.
• Sebagai masukan bagi Departemen Pertanian/Direktorat Jenderal
Perkebunan mengenai informasi lebih lanjut mengenai proses
pengalihan pemilikan kebun plasma PIR-TRANS komoditas kelapa
sawit.
• Sebagai masukan bagi Perusahaan inti agar mengetahui secara jelas
mengenai tahapan-tahapan yang harus diselesaikan, syarat-syarat
yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan suatu tahapan, waktu
yang diperlukan, kapan memulai suatu tahapan dan tahapan apa yang
paling berpengaruh terhadap proses pengalihan pemilikan kebun
plasma (konversi) berdasarkan pengalaman dari perusahaan inti yang
telah melaksanakan akad kredit.
http://www.mb.ipb.ac.id