i. pendahuluan a. latar belakangdigilib.unila.ac.id/19792/1/bab 1 sampe 5.pdf · 2016-01-25 ·...
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan nasional seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD
1945 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Salah satu
upaya yang dilakukan pemerintah yaitu pembangunan di bidang industri, dalam
hal ini termasuk melaksanakan pembinaan terhadap industri-industri yang sudah
ada.
Upaya tersebut diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan penduduk, hal ini seperti yang dikemukakan Nursid
Sumaatmadja (1988:183), bahwa pembangunan industri yang dimaksudkan untuk
meningkatkan pendapatan nasional dan kesejahteraan penduduk, juga harus
sejalan dengan pemecahan masalah lainnya dan sedapat mungkin tidak
menimbulkan masalah baru yang lebih gawat. Berdasarkan pendapat tersebut,
dalam pembangunan industri perlu juga dipikirkan dampak negatif dari industri.
Pembangunan sektor industri antara lain bertujuan a) meningkatkan penyerapan
tenaga kerja, b) meningkatkan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi
perekonomian, c) meningkatkan penyebaran industri. Berdasarkan hal tersebut,
pembangunan di sektor industri diharapkan dapat berkembang dengan baik.
2
Perkembangan industri tersebut, seperti halnya yang terjadi di Kelurahan Sawah
Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung. Industri tempe
merupakan salah satu upaya penduduk di kelurahan tersebut untuk memenuhi
kebutuhan materi. Hal tersebut seperti yang dikemukakan juga oleh Nursid
Sumaatmdja (1988:181), Perkembangan industri merupakan perkembangan
kehidupan lebih lanjut dari proses cara manusia memenuhi kebutuhan materi.
Hal yang perlu diperhatikan dan dicermati sehubungan dengan dampak industri
yaitu adanya pencemaran air, pencemaran udara, dan pencemaran daratan. Hal
tersebut seperti dikemukakan Wisnu Arya Wardhana (2004:24), dampak langsung
(yang bersifat negatif) akibat kegiatan industri dan teknologi, antara lain
terjadinya masalah-masalah berikut ini : a) pencemaran udara, b) pencemaran air,
c) pencemaran daratan.
Limbah industri tempe berupa whey (air rebusan kedelai) dan kulit ari (kulit
kedelai), limbah tersebut mengandung protein yang cukup tinggi untuk
dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ikan, hal ini sesuai pendapat M. Gempur
Adnan (2006:3), limbah tempe mengandung protein cukup tinggi, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ikan. Namun jika limbah industri tempe
tidak diolah dan dibuang langsung ke parit atau ke sungai, maka dapat
menurunkan kualitas air sungai.
Industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur
Kota Bandar Lampung merupakan industri rumah tangga. Dalam melakukan
proses produksinya, industri tempe yang berjumlah 22 KK ini menggunakan
sistem injak dalam proses pencucian kedelai dan proses peragian serta
3
pembungkusan menggunakan tenaga manusia, modal usaha yang kecil, belum
mengutamakan faktor kelestarian lingkungan, dan belum mampu mengolah
limbah yang dihasilkan. Hal ini terbukti dari belum adanya pengolahan limbah
industri tempe dan pembuangan air limbah yang langsung dibuang ke parit atau
sungai.
Pembuangan limbah industri tempe yang tidak diolah terlebih dahulu dapat
menurunkan kualitas lingkungan, hal ini terbukti dari timbulnya bau yang tidak
sedap, lingkungan yang kotor, serta sungai yang beralih fungsi menjadi tempat
pembuangan limbah industri tempe. Menurunnya kualitas lingkungan, merupakan
indikator dari terganggunya kesehatan lingkungan. Hal tersebut seperti yang
dikemukakan Daryanto (1995:131) bahwa kesehatan lingkungan merupakan
kesehatan yang berhubungan dengan kualitas lingkungan hidup, apabila kualitas
lingkungan hidup rendah kesehatan lingkungan hidup juga rendah, sebaliknya
apabila kualitas lingkungan hidup tinggi kesehatan juga tinggi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti mengenai
keberadaan industri tempe terhadap kesehatan lingkungan di Kelurahan Sawah
Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung Tahun 2009.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka penulis
mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan Keberadaan Industri Tempe
Terhadap Kesehatan Lingkungan di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung
Karang Timur Kota Bandar Lampung antara lain sebagai berikut :
4
1. Pembuangan limbah industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan
Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung.
2. Keadaan air limbah industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan
Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung.
3. Dampak pembuangan limbah industri tempe terhadap kesehatan lingkungan di
Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar
Lampung.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tempat pembuangan limbah industri tempe di wilayah
Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar
Lampung?
2. Bagaimanakah kondisi air limbah industri tempe yang dibuang dari segi
kesehatan lingkungan di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung
Karang Timur Kota Bandar Lampung?
3. Bagaimanakah dampak keberadaan industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes
Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung terhadap kesehatan
lingkungan?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini memiliki tujuan:
1. Untuk mengetahui informasi tentang tempat pembuangan limbah industri
tempe di wilayah Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur
Kota Bandar Lampung.
5
2. Untuk mengetahui informasi tentang kondisi air limbah industri tempe di
Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar
Lampung.
3. Untuk mengetahui informasi tentang dampak pembuangan limbah industri
tempe terhadap kesehatan lingkungan di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan
Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung
E. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada
Program Studi Geografi Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
2. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan sosial yang diperoleh di perguruan
tinggi khususnya yang berhubungan dengan kajian geografi, khususnya
Geografi Industri.
3. Sebagai informasi tentang kesehatan lingkungan di Kelurahan Sawah Brebes
Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung Tahun 2009.
4. Sebagai suplemen bahan ajar pada mata pelajaran Geografi di :
a. Sekolah Menengah Atas Kelas XII Semester Genap, pokok bahasan
Perindustrian.
b. Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII Semester Ganjil, pokok bahasan
Pembangunan Berkelanjutan.
6
F. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan adalah:
1. Ruang Lingkup Subjek, yaitu keberadaan industri tempe, air limbah industri
tempe, pengusaha tempe, dan penduduk sekitar industri tempe di Kelurahan
Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung.
2. Ruang Lingkup Objek, yaitu kondisi air limbah industri tempe dan dampak
industri tempe terhadap kesehatan lingkungan di Kelurahan Sawah Brebes
Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung.
3. Ruang Lingkup Tempat, yaitu di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan
Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung.
4. Ruang Lingkup Waktu, yaitu Tahun 2009.
5. Ruang Lingkup Ilmu yaitu Ekologi Geografi
Ekologi Geografi adalah salah satu cabang ilmu geografi yang mempelajari
tentang hubungan antara populasi makhluk hidup dengan lingkungannya
(Nursid Sumaatmadja, 1988:230).
Dalam penelitian ini digunakan Ekologi Geografi karena penelitian ini mengkaji
aspek keruangan yang berhubungan dengan penyelenggaraan aktivitas industri
serta hubungan antara manusia dan lingkungannya, yang dalam hal ini adalah
dampak yang ditimbulkan dari keberadaan industri tempe terhadap kesehatan
lingkungan yang meliputi tempat pembuangan limbah industri tempe, kondisi air
limbah industri tempe, dan dampak industri tempe terhadap kesehatan lingkungan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Industri Tempe
Menurut Nursid Sumaatmadja (1988:179) industri adalah kegiatan mengolah
bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi (manufacturing industry).
Menurut Kartasapoetra (1987:6), industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan industri.
Menurut Philip Kristanto (2002:166), pada dasarnya kegiatan suatu industri
adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output).
Dalam penelitian ini, industri yang dimaksud adalah industri tempe yaitu industri
yang mengolah kedelai menjadi tempe. Menurut M. Gempur Adnan (2006:1),
tempe merupakan makanan tradisional sebagian besar masyarakat di Indonesia,
yang digemari hampir oleh semua lapisan masyarakat. Selain mengandung gizi
yang baik, pembuatan tahu tempe juga relatif mudah. Untuk lebih jelasnya proses
produksi tempe dapat dilihat pada bagan halaman 8 berikut ini :
8
Gambar I. Proses Produksi Tempe
Kedelai
Air Pembersihan Air cucian
(kotoran)
Panas Perebusan
½ matang
Air Pencucian dan Air dan
Pengupasan kulit kulit
Perendaman
Semalam
Air Pencucian Air cucian
(organik)
Panas Perebusan
(Sampai masak)
Penirisan Air cucian
(organik)
6-8 jam
Ragi baru Pencampuran Limbah
cair
Plastik,
Daun pisang Pembungkusan
Fermentasi
Tempe
Keterangan :
Bahan baku
Limbah cair
Limbah padat
9
Berdasarkan Gambar 1 pada halaman 8, dapat diketahui bahwa dalam melakukan
proses produksi tempe dihasilkan bahan buangan atau yang disebut dengan
limbah. Limbah yang dihasilkan antara lain berupa limbah cair yang dihasilkan
dari air cucian bekas pembersihan kedelai, pencucian, penirisan, serta
pencampuran ragi baru. Selain limbah cair, produksi tempe juga menghasilkan
limbah padat yang berasal dari pengupasan kulit kedelai dan sisa-sisa
pembungkusan tempe yang berupa plastik atau daun pisang.
Menurut M. Gempur Adnan (2006:1), industri tahu tempe di Indonesia
mempunyai ciri-ciri yang hampir sama di setiap daerah, yaitu berkembang dengan
modal usaha kecil, teknik produksi sederhana, belum mengutamakan faktor
kelestarian lingkungan, belum mampu mengolah limbah yang dihasilkan,
keselamatan dan kesehatan kerja kurang mendapat perhatian serta masih
minimnya kegiatan riset dan pengembangan usaha. Seperti pendapat yang
dikemukakan di atas, industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan
Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung merupakan industri rumah tangga
dengan jumlah pekerja kurang dari lima orang termasuk tenaga kerja keluarga
yang tidak dibayar.
Industri tempe di kelurahan tersebut belum mengolah limbah yang dihasilkan dan
membuangnya langsung ke sungai, sehingga menyebabkan Sungai Way Awi yang
mengalir di Kelurahan tersebut menjadi tercemar. Hal tersebut seperti yang
dikemukakan oleh Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam dan Mitra
Lingkungan Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Bandar Lampung
10
Budiono dalam Harian Kompas (22 Juli 2008), 21 Sungai di Bandar Lampung
hampir semuanya tercemar berat oleh limbah rumah tangga dan industri.
Catatan BPLH Bandar Lampung menyebutkan, sungai yang tercemar tersebut
adalah Sunga Way Awi, Way Penengahan, Way Simpur, Way Kuala, Way Galih,
Way Kupang, Way Lunik, Way Kunyit, Way Kuripan, Way Kedamaian, Anak
Way Kuala, Way Belau, Way Halim, Way Langkapura, Way Keteguhan, Way
Sukabumi, Way Kedaton, Way Gading, Way Kandis, Way Limus, dan Way Batu
Lengguh.
2. Dampak Industri
Dampak industri ada yang bersifat tak langsung dan langsung. Menurut Wisnu
Arya Wardhana (2004:20), dampak tak langsung industri pada umumnya
berhubungan dengan masalah sosial masyarakat, atau lebih jelasnya diungkapkan
sebagai dampak psikososioekonomi. Adapun dampak langsung (yang bersifat
negatif) akibat kegiatan industri dan teknologi, dapat dilihat dari terjadinya
masalah-masalah berikut ini: a) pencemaran udara, b) pencemaran air, c)
pencemaran daratan.
Pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran daratan dapat mengurangi
daya dukung alam sehingga perlu dihindari sebagai bagian usaha untuk menjaga
kelestarian maupun kesehatan lingkungan.
11
3. Kesehatan Lingkungan
Menurut Retno Widyati dan Yuliarsih (2002:2), Kesehatan lingkungan adalah
usaha-usaha pengendalian/pengawasan keadaan lingkungan yang dapat
mempengaruhi kesehatan atau yang dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan
perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.
Kesehatan lingkungan mencakup aspek yang sangat luas yang meliputi hampir
seluruh aspek kehidupan manusia. Pentingnya lingkungan yang sehat akan
mempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Menurut Retno Widyati dan Yuliarsih
(2002:3), Ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi:
1) penyediaan air minum
2) pengolahan air buangan dan pencemaran air
3) pengolahan sampah padat
4) pengendalian vektor (pemindah penyakit)
5) pencegahan atau pengendalian pencemaran tanah oleh kotoran manusia dan
lain-lain
6) sanitasi (kebersihan) makanan/minuman
7) pengendalian pencemaran udara
8) pengendalian bising
9) kesehatan kerja dan pencegahan kecelakaan
10) perumahan dan pemukiman
11) pengawasan terhadap tempat-tempat rekreasi umum dan pariwisata
Menurut Juli Soemirat Slamet (2000:19), di dalam lingkungan terdapat faktor-
faktor yang dapat menguntungkan manusia (eugenik), ada pula yang merugikan
manusia (disgenik). Usaha-usaha di bidang kesehatan lingkungan ditujukan untuk
meningkatkan faktor eugenik dan mengurangi peran atau mengendalikan faktor
disgenik.
Berdasarkan pendapat di atas, kesehatan lingkungan merupakan usaha-usaha
pengendalian/pengawasan terhadap ruang lingkup kesehatan lingkungan. Dalam
12
penelitian ini ruang lingkup kesehatan lingkungan dibatasi pada pengolahan air
buangan dan pencemaran air. Untuk memberikan pengertian dan parameter, akan
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengolahan Air Buangan
Menurut Juli Soemirat Slamet (2000:126) yang dimaksud dengan air buangan
adalah semua air/zat cair yang tidak lagi dipergunakan, sekalipun kualitasnya
mungkin baik. Air yang digunakan manusia untuk aktivitas sehari-hari akan
dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor dan tercemar. Ditinjau dari sudut
kesehatan lingkungan dan keindahan, masalah pembuangan air limbah perlu
mendapat perhatian, baik pembuangan air limbah di desa maupun di kota.
Menurut Daryanto (1995:22), salah satu contoh tahap-tahap proses penanganan air
buangan adalah sebagai berikut:
a) Penanganan primer, yaitu membuang bahan-bahan padatan yang mengendap
atau mengapung.
b) Penanganan sekunder, yaitu proses dekomposisi bahan-bahan padatan secara
biologis
c) Pengendapan, yaitu menghilangkan komponen-komponen fosfor dan padatan
tersuspensi
d) Absorpsi, yaitu menghilangkan bahan-bahan organik terlarut
e) Elektrodialis, yaitu menurunkan konsentrasi garam-garam terlarut sampai
pada konsentrasi air semula, sebelum digunakan
f) Chlorinasi, yaitu menghilangkan organisme penyebab penyakit
b. Pencemaran Air
Menurut Wisnu Arya Wardhana (2004:72) Air yang ada di bumi tidak pernah
terdapat dalam keadaan murni bersih, tetapi selalu ada senyawa atau mineral
(unsur) lain yang terlarut di dalamnya. Hal ini tidak berarti bahwa semua air di
13
bumi ini telah tercemar. Air yang mengandung bakteri atau mikroorganisme tidak
dapat langsung digunakan sebagai air minum tetapi harus direbus dulu agar
bakteri dan mikroorganismenya mati. Pada batas-batas tertentu air minum justru
diharapkan mengandung mineral agar air terasa segar. Air murni tanpa mineral
justru tidak enak untuk diminum.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa air tercemar apabila air tersebut
telah menyimpang dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung
pada faktor penentu, yaitu kegunaan air dan asal sumber airnya.
Menurut Wisnu Arya Wardhana (2004:74), indikator atau tanda bahwa air
lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati
melalui:
a. Adanya perubahan suhu air
b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen
c. Adanya perubahan bau, warna, dan rasa air
d. Adanya perubahan endapan, kolodial, dan bahan terlarut
e. Adanya mikro organisme
f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.
Dalam menilai kualitas air, pemerintah melalui menteri kesehatan telah
merumuskan standar kualitas air yang digunakan sebagai dasar rujukan. Pada
awalnya standar kualitas air dari pemerintah tertuang dalam Permenkes No
01/BIRHUKMAS/1/1975 yang kemudian diperbaharui dengan Permenkes RI
Nomor 416/1990 tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air.
14
Menurut peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari kualitasnya harus memenuhi syarat kesehatan
dan dapat diminum setelah dimasak. Dalam penelitian ini yang menjadi titik
perhatian adalah parameter pH, BOD, kekeruhan, total solid, warna, bau dan rasa.
a. pH
pH adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam suatu cairan. Organisme dalam air
sangat sensitif terhadap perubahan ion hidrogen. Pada proses penjerihan air, pH
menjadi indikator untuk meningkatkan efisiensi proses penjernihan ( Totok
Sutrisno, 1996:73). pH merupakan istilah yang digunakan untuk mengetahui
intensitas asam atau basa suatu larutan.
Menurut Wisnu Arya Wardhana (2004:74), air normal yang memenuhi syarat
suatu kehidupan mempunyai pH berkisar 6,5-7,5, air dapat bersifat asam atau basa
tergantung pada besar kecilnya pH. Air yang mempunyai pH lebih kecil daripada
pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar
daripada pH normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan dari
kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada
akhirnya mengganggu kehidupan organisme. Sedangkan menurut Sharma dalam
Suripin (2001:157), untuk sistem air bersih pH air normal 7-8,5. bila pH melebihi
standar tersebut air akan bersifat asam dan basa.
Untuk mengukur pH dapat digunakan kertas lakmus ataupun menggunakan pH
meter. Hal ini sesuai dengan pendapat Totok Sutrisno (2002:74), pengukuran pH
dapat menggunakan pH meter, kertas lakmus dan kalori meter.
15
b. BOD
BOD (Biological Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen biologis adalah
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan
untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air
lingkungan tersebut (Wisnu Arya Wardhana, 2004:93). Nilai BOD tidak
menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, melainkan hanya
mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
secara kimiawi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang
ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti bahan-
bahan organik yang ada membutuhkan oksigen tinggi (Setiay Pandia, dkk
1996:43).
Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu 200C
selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi
(disebut sebagai BOD5) dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi
oksigen terlarut sebelum dan setelah inkubasi (Setiay Pandia, dkk 1996:43).
c. Total Suspended Solid
Total Suspended Solid adalah jumlah zat padat yang tidak terlarut dalam air yang
disebabkan oleh adanya unsur anorganik dalam air (Abdullah Muthalib, 1994:12).
Apabila bahan buangan padat larut dalam air maka kepekatan air atau berat jenis
cairan akan naik. Adakalanya bahan buangan padat dalam air akan disertai pula
dengan perubahan warna air, akibatnya proses fotosintesis tanaman dalam air akan
terganggu. Jumlah oksigen yang terlarut akan mengalami pengurangan. Hal ini
16
sudah barang tentu berakibat pula terhadap kehidupan organisme yang hidup di
dalam air (Wisnu Arya Wardhana, 2004:79).
Menurut Sharma dalam Suripin (2001:157), untuk sistem air bersih total
suspended solid tidak melebihi dari 1500 mg/l dan lebih baik jika kurang dari
1500 mg/l. pengaruh negatif jika melebihi dari batas akan berpengaruh pada rasa,
kesadahan dan korositas.
Total Suspended Solid dapat diukur dengan metode pengeringan sampel. Hal ini
sesuai dengan pendapat Totok Sutrisno (2002:77), dalam pengukuran total
Suspended solid dengan cara pengeringan sampel. Sampel di tempatkan di atas
mangkok kemudian dipanaskan pada suhu 1030C-105
0C sampai air menguap
seluruhnya. Adapun perbedaan berat mangkok sebelum dan sesudah menunjukkan
konsentrasi solid di air.
4. Lingkungan
Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang
wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal
ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan
untuk kelangsungan hidupnya.
Menurut Juli Soemirat Slamet (2000:18), bahwasannya lingkungan berpengaruh
pada terjadinya penyakit sudah sejak lama diperkirakan orang. Sebagai contoh,
nama “Malaria” yang berarti udara jelek, diberikan pada penyakit yang
mempunyai gejala-gejala demam, menggigil, berkeringat, demam lagi, menggigil
lagi, dan seterusnya, serta didapatkan diantara masyarakat yang bertempat tinggal
17
di sekitar rawa-rawa. Udara di sekitar rawa-rawa memang tidak segar dan orang
saat itu beranggapan udara itulah yang menyebabkan penyakit tersebut. Sekarang
diketahui bahwa nyamuk-nyamuk yang bersarang di rawa-rawa itulah yang
menyebabkan penyakit Malaria.
Menurut Bintarto (1979:22), lingkungan hidup manusia dapat digolongkan dalam
beberapa kelompok yaitu lingkungan fisikal (physical environment), lingkungan
biologis (biological environment), dan lilngkungan sosial (social environment).
Dalam penelitian ini lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisikal
(physical environment) dan lingkungan sosial (social environment).
a) Lingkungan Fisikal
Menurut Bintarto (1979:22) lingkungan fisikal adalah segala sesuatu di sekitar
manusia yang berbentuk mati seperti pegunungan, sungai, air, sinar matahari,
kendaraan, rumah, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini lingkungan fisikal
yang dimaksud adalah sungai, air limbah industri tempe, air limbah yang di
alirkan ke sungai dan air sumur kepala keluarga yang berada di Kelurahan Sawah
Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung.
b) Lingkungan Sosial
Menurut Bintarto (1979:22) lingkungan sosial mempunyai beberapa aspek seperti
sikap kemasyarakatan, sikap kejiwaan, dan sikap kerohanian. Dalam penelitian ini
lingkungan sosial yang dikaji adalah sikap kemasyarakatan, yang dalam hal ini
adalah sikap masyarakat yaitu upaya yang dilakukan masyarakat di Kelurahan
18
Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung terhadap
dampak keberadaan industri tempe yang berupa limbah dan sampah padat.
B. Kerangka Pikir
Industri adalah kegiatan mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau
setengah jadi. Dalam setiap proses produksinya setiap industri pasti menghasilkan
limbah. Limbah dari proses produksi industri apabila tidak diolah dapat
berdampak terhadap lingkungan, antara lain dapat menyebabkan a) pencemaran
air, b) pencemaran udara, c) pencemaran daratan.
Industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur
Kota Bandar Lampung menghasilkan limbah yang berupa Whey dan kulit ari.
Limbah industri tempe ini tidak diolah dan langsung dibuang ke parit atau sungai.
Sehingga penulis memiliki dugaan keberadaan industri tempe di Kelurahan Sawah
Brebes berdampak terhadap kesehatan lingkungan di Kelurahan Sawah Brebes
Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung. Untuk lebih jelasnya
kerangka pikir dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini:
Gambar 2
Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pikir
Keberadaan
industri tempe
Kesehatan lingkungan:
- Tempat pembuangan limbah industri tempe
- Kondisi air limbah industri tempe
- Dampak pembuangan air limbah industri tempe
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang dilengkapi dengan
uji laboratorium. Menurut Pabundu Tika (2005:4), penelitian deskriptif adalah
penelitian yang lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan
sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-
kadang diberikan interpretasi atau analisis.
Kaitannya dengan penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan
gambaran tentang dampak keberadaan industri tempe terhadap kesehatan
lingkungan di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota
Bandar Lampung Tahun 2009.
B. Populasi dan Sampel
I. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian (Suharsimi Arikunto,
1993:115). Populasi dalam penelitian ini adalah populasi wilayah (area) dalam
mengambil air limbah industri tempe. Jumlah responden dalam penelitian yaitu 42
responden, yang terdiri dari 22 pengusaha tempe dan 20 KK sebagai responden
20
masyarakat di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota
Bandar Lampung yang diambil dengan menggunakan teknik purposif sampling.
Menurut Pabundu Tika (2005:41):
“sampel purposif disebut juga judgement sampling adalah sampel yang dipilih
secara cermat dengan mengambil orang atau subjek penelitian yang selektif dan
mempunyai ciri-ciri yang spesifik. Sampel yang diambil memiliki ciri-ciri yang
khusus dari populasi sehingga dapat dianggap cukup representatif. Ciri-ciri
maupun strata yang khusus tersebut sangat tergantung dari keinginan peneliti“.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
I. Variabel Penelitian
Menurut Sumadi Suryabrata (2000:72) variabel penelitian diartikan sebagai
faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala-gejala yang diteliti.
Variabel dalam penelitian ini adalah kondisi air limbah industri tempe dengan
parameter: pH, BOD, dan total suspended solid, dan kesehatan lingkungan.
2. Definisi Operasional Variabel
1) Kondisi Air Limbah
Limbah adalah bahan/barang sisa atau bekas dari suatu kegiatan usaha yang
dibuang ke sumber-sumber air atau perairan umum dan diduga dapat
menurunkkan kualitas lingkungan (Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Lampung Nomor : G/624/B.VII/HK/1995). Menurut sumbernya limbah dapat
dibagi menjadi tiga yaitu: a) limbah domestik (rumah tangga); b) limbah industri;
dan c) limbah rembesan dan limpahan air hujan.
21
Dalam penelitian ini, limbah yang dimaksud adalah limbah industri khususnya
industri tempe. Limbah industri tempe berupa whey (air rebusan kedelai) dan kulit
ari (kulit kedelai). Limbah yang dikaji pada penelitian ini adalah limbah industri
tempe yang berupa Whey (air rebusan kedelai) dengan parameter pH, BOD, dan
Total Suspended Solid. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
a) pH
pH merupakan konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu cairan. Dalam penelitian ini
pH dikatakan baik jika berkisar antara 6,0-9,0 dan buruk jika <6,0 dan >9,0.
b) BOD
BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan mikro organisme
untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan organik buangan dalam air. BOD
dikatakan baik jika <75 mg/L, sedang jika 75 mg/L, dan buruk jika >75 mg/L.
c) Total Suspended Solid
Total Suspended Solid dalam penelitian ini tanpa membedakan zat terlarut
maupun zat tersuspensi, tetapi Total Suspended Solid dalam penelitian ini
digabungkan antara zat terlarut dan zat tersuspensi. Dalam penelitian ini dikatakan
baik jika total Suspended solidnya di bawah 50 ppm, total suspended solidnya
sama dengan 50 ppm dikatakan sedang, total suspended solidnya melebihi 50 ppm
dikatakan buruk.
2) Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan adalah usaha-usaha pengendalian atau pengawasan keadaan
lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan atau yang dapat menimbulkan
22
hal-hal yang dapat mempengaruhi kesehatan atau yang dapat menimbulkan hal-
hal yang merugikan perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia
(Retno Widyarsih, 2002:2). Kesehatan lingkungan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah dampak yang ditimbulkan dari industri tempe tehadap
lingkungan.
Dalam penelitian ini lingkungan dikatakan sehat bila lingkungan belum tercemar,
yang ditandai dengan udara yang dihirup terasa segar dan lingkungannya bersih.
Lingkungan dikatakan tidak sehat bila lingkungannya telah tercemar, yang
ditandai dengan udara yang dihirup tidak segar dan lingkungannya kotor.
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Teknik Observasi
Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang
ada pada objek penelitian (Pabundu Tika, 2005 : 44)
Observasi digunakan untuk memperoleh data mengenai kondisi atau keadaan di
lapangan secara langsung mengenai lokasi penelitian seperti : jumlah industri
tempe di Kelurahan di Kelurahan Saawah Brebes, tempat pembuangan limbah
industri tempe, pengambilan sampel air limbah industri, dan keadaan lingkungan
di sekitar Industri tempe.
23
2. Teknik Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang
dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Pabundu
Tika, 2005 : 44). Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh data primer
dari pengusaha tempe, tokoh masyarakat, dan instansi terkait seperti: dampak
yang ditimbulkan dari keberadaan industri tempe terhadap kesehatan lingkungan.
3. Teknik Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang. Dokumen yang
berbentuk tulisan misal catatan harian, sejarah kehidupan (life story), cerita,
biografi, peraturan, dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya
foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya
misalnya karya seni yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi
dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif. (Sugiyono, 2008 : 329).
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dalam rangka menganalisa masalah
yang sedang diteliti dalam hal ini beberapa informasi dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan subyek yang diteliti. Studi dokumentasi ini digunakan untuk
mendapatkan data sekunder berupa data monografi dari kelurahan, peta daerah
penelitian, dan foto daerah penelitian.
24
4. Uji Laboratorium
Uji laboratorium digunakan untuk menguji sampel air limbah industri tempe.
Sampel air diambil dari salah satu industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes
Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung pada tanggal 26 juni
2009 dengan menggunakan botol plastik warna hitam yang di masukkan ke dalam
termos es agar suhu terjaga dan menghindari penguapan, sampel tesebut kemudian
dengan sesegera mungkin dibawa ke laboratorium untuk menghindari kesalahan
analisa. Analisa sampel dilakukan oleh petugas laboratorium instrumentasi
FMIPA Unila, hasil terlampir. Dari data uji laboratorium tersebut dapat diketahui
kandungan dari pH, BOD dan total solved solid. Prosedur kerja untuk mengukur
masing-masing parameter akan dijabarkan sebagai berikut.
a. pH
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pH dalam penelitian ini menggunakan
pHmeter. Cara kerjanya sebagai berikut: (1) air yang akan diukur pHnya
dimasukan ke wadah yang bersih dan bebas dari kotoran, (2) pH meter
dikeluarkan dari tempatnya dan ujung dari pHmeter dibersihkan dengan
menggunakan kain yang bersih, (3) ujung pH meter dimasukan ke wadah yang
berisi air yang akan diukur pHnya dan didiamkan beberapa detik, (4) hasil akan
langsung dapat dilihat dan pH meter akan menunjukkan hasil pengukuran
tersebut.
25
b. BOD
Pengukuran BOD dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengoksidasi air
pada suhu 200C selama 5 hari, kemudian dihitung selisih konsentrasi oksigen
terlarut sebelum dan setelah inkubasi.
c. Total Suspended Solid
Pengukuran total suspended solid dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengeringan dan bahan yang digunakan antara lain: gelas kimia ukuran 300gram,
neraca analitis, pemanas listrik, kamar bebas debu, pipet volumetri. Cara kerja
sebagai berikut: (1) timbang gelas kimia sampai ketelitian 0,0001g, (2) masukan
air yang akan diukur total suspended solidnya ke dalam gelas kimia, (3) panaskan
gelas kimia yang berisi air pada suhu 1030C-105
0C sampai kering pada kamar
bebas debu, (4) hitung berat gelas kimia sebelum dan sesudah pengeringan, selisih
yang terjadi antara sebelum dan sesudah menunjukkan jumlah larutan.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis
persentase. Untuk menghitung persentase dapat menggunakan rumus sebagai
berikut:
100% N
f%
Keterangan:
% = Persentase
F = Jumlah Frekuensi
N = Jumlah Sampel
100% = Konstanta
(Arif Sadiman, 1993)
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Geografis Kelurahan Sawah Brebes
Gambaran daerah penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu keadaan
fisik maupun sosial di daerah penelitian. Dalam penelitian ini keadaan geografis
Kelurahan Sawah Brebes dilihat dari: letak, luas, dan batas wilayah, keadaan
topografi, keadaan hidrografi dan iklim.
1. Letak, Luas dan Batas Wilayah
Secara Astronomis, Kelurahan Sawah Brebes terletak pada 05024’04”LS –
05024’38”LS dan 105
015’08”BT – 105
015’50”BT. Letak astronomis adalah letak
suatu tempat berdasarkan garis lintang dan garis bujur yang akan membentuk
suatu koordinat, (Katijan Sugianto, 1997:23). Berdasarkan letak astronomisnya,
posisi kelurahan Sawah Brebes termasuk ke dalam wilayah lintang rendah. Ini
berarti Kelurahan Sawah Brebes berada pada daerah tropis yang terletak pada
zona garis lintang antara garis lintang 23030’LU (Tropic of Cancer) dan zona
garis lintang 23030’LS (Tropic of Capricorn). Oleh karena itu keberadaan letak
astronomis di atas telah berperan dalam menentukan iklim wilayah ini.
Pada awalnya Kelurahan Sawah Brebes merupakan suatu pendukuhan dari Desa
Sukajawa yang sekarang berada dalam wilayah Kecamatan Tanjung Karang
27
Barat. Pada Tahun 1944, karena pendukuhan ini telah memiliki penduduk yang
cukup banyak maka dikembangkan menjadi desa tersendiri yang diberi nama
Desa Sawah Ketoprak (karena penduduknya banyak yang menggemari kesenian
ketoprak). Nama Desa Sawah Ketoprak tidak berlangsung lama, karena
penduduknya banyak yang berasal dari Brebes Tegal Jawa Tengah maka pada
tahun 1946 nama Desa Sawah Ketoprak diganti menjadi Desa Sawah Brebes
dengan luas wilayah termasuk daerah Gunung Sari, karena perkembangan
penduduk dan untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan maka pada
tahun 1958 sebagian wilayah Desa Sawah Brebes dimekarkan menjadi desa
tersendiri yaitu Desa Sawah Lama.
Saat ini Kelurahan Sawah Brebes mempunyai luas 46 Ha. Berdasarkan letak
adminstratifnya termasuk dalam wilayah Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota
Bandar Lampung. Letak administrasi adalah letak suatu daerah berdasarkan
pembagian wilayah administrasi pemerintahan, (Katijan Sugianto, 1997:28).
Adapun batas-batas administratif Kelurahan Sawah Brebes adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Jagabaya 1
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sawah lama, Kelurahan
Tanjung Agung, dan Kelurahan Gunung Sari
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pasir Gintung
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Kedamaian dan Kelurahan
Jagabaya II
(Monografi Kelurahan Sawah Brebes Tahun 2008)
Untuk lebih jelasnya lokasi penelitian dapat dilihat pada peta lokasi berikut ini.
28
29
2. Keadaan Topografi
Topografi menurut Budiyono (2003:12) adalah lahan muka bumi baik
bergelombang, miring, lereng gunung, lembah dan lainnya yang sangat
berpengaruh pada kegiatan manusia baik untuk pertanian, perindustrian, sumber
daya air, pembangkit tenaga listrik jalur lalu lintas, perikanan, yang semua jenis
topografi ini akan berpengaruh pada jenis aktivitas manusia di permukaan bumi.
Secara umum daerah penelitian merupakan dataran rendah yang terletak pada 96
meter di atas permukaan laut (Monografi Kelurahan Sawah Brebes tahun 2008).
3. Keadaan Hidrografi
Hidrologi menurut Suharyono dan Moch Amien (1994:20) adalah ilmu yang
mempelajari air tawar di daratan (baik di permukaan atau di bawah tanah) dalam
kaitan dengan usaha pemenuhan kebutuhan akan air untuk kehidupan (kehidupan
sehari-hari, irigasi, kebutuhan industri, dan sebagainya).
Pada Kelurahan Sawah Brebes terdapat sebuah aliran sungai yang berhulu di
Gunung Betung dan bermuara di Teluk Lampung yaitu Sungai Way Awi. Sungai
Way Awi digunakan oleh penduduk sekitar sebagai tempat pembuangan limbah
industri tempe sehingga menyebabkan sungai tersebut terlihat kotor, keruh dan
berbau. Sehingga Sungai Way Awi tidak digunakan lagi oleh penduduk sekitar
untuk kebutuhan air bersih.
30
4. Iklim
Menurut Susilo Prawirowardoyo dalam Subarjo (2001:4), iklim adalah keadaan
yang mencirikan atmosfir pada suatu daerah dalam jangka waktu yang cukup
lama, yaitu kira-kira 30 tahun. Untuk menentukan iklim Kelurahan Sawah Brebes
dilakukan dengan membandingkan rata-rata curah hujan bulan kering dan bulan
basah. Data curah hujan Kelurahan Sawah Brebes dapat dilihat pada Tabel
berikut.
Tabel 1. Data Curah Hujan Kelurahan Sawah Brebes dan Sekitarnya Selama
10 Tahun Terakhir
Bulan Tahun Jumlah
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 262 149 235 383 128 289 308 233 102 262 2351
Februari 359 256 159 171 200 300 366 333 175 284 2603
Maret 176 169 146 331 297 281 142 150 238 302 2232
April 107 42 74 167 189 157 77 92 180 99 1184
Mei 260 67 142 158 167 140 112 6 104 118 1274
Juni 60 144 91 116 35 63 198 68 81 87 934
Juli 130 141 299 216 22 98 110 161 75 0 1252
Agustus 50 48 73 16 15 152 146 3 36 135 674
September 20 76 81 0 122 116 79 0 0 213 707
Oktober 204 158 139 51 354 56 1171 12 101 121 1367
November 99 156 230 65 163 172 150 47 20 466 1568
Desember 180 111 205 116 237 435 120 192 200 464 2260
Jumlah
Bulan
Lembab
2
2
4
1
0
2
2
2
2
2
19
Jumlah
Bulan
Kering
2
2
0
3
3
1
0
5
3
1
20
Jumlah
Bulan Basah
8 8 8 8 9 9 10 5 7 9 81
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Panjang
Kota Bandar lampung, 2008.
Untuk menentukan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah, Schmidth-
Fergusson menggolongkan kriteria sebagai berikut yaitu:
1. Bulan kering (BK) : bulan dengan curah hujan < 60 mm
2. Bulan lembab (BL): bulan dengan curah hujan antara 60-100 mm
3. Bulan basah (BB): bulan dengan curah hujan > 100 mm
31
Rumus iklim menurut Schmidt- Fergusson adalah Q = Rata-rata bulan kering/rata-
rata bulan basah X 100 %. Berdasarkan Tabel 11 tersebut dapat dijelaskan bahwa
banyaknya bulan kering adalah 20, bulan lembab 19 dan bulan basah 81, sehingga
nilai Q dapat dihitung sebagai berikut:
Q = Rata-rata bulan kering/rata-rata bulan basah X 100 %
Q = x 100 %
Q = 24,69 %
Untuk menentukan tipe iklim berdasarkan nilai Q tersebut maka dirujuk pada
Tabel Tipe Iklim Schmidt-Fergusson sebagai berikut:
Tabel 2. Tipe Iklim Menurut Scmidth-Ferguson
Tipe
Iklim
Besarnya Nilai Q Besarnya nilai Q dalam % Kondisi iklim
A 0 ≤ Q < 0,143 0,0-14,3 Sangat basah
B 0,143 ≤ Q< 0,333 14,3 -33,3 Basah
C 0,333 ≤ Q < 0,60 33,3 – 60 Agak basah
D 0,60 ≤ Q< 1,00 60 -100 Sedang
E 1,00 ≤ Q <1,67 100 -167 Agak kering
F 1,67 ≤ Q < 3,00 167 -300 Kering
G 3,00 ≤ Q < 7,00 300 -700 Sangat kering
H 7,00 ≤ Q < - 700 - ke atas Luar biasa kering
Sumber: Ance Gunarsih Kartasapoetra (2004 : 21-22)
Berdasarkan Tabel 2 tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa tipe iklim di
Kelurahan Sawah Brebes dan sekitarnya berdasarkan klasifikasi iklim menurut
Schmidt-Fergusson adalah bertipe iklim B yaitu basah dengan vegetasi hutan
hujan tropis. Untuk mengetahui batas besar nilai Q dari masing-masing tipe curah
hujan, maka Schmidt-Fergusson menyajikan gambar sebagai berikut:
2
8,1
32
Gambar 4. Batas Besar Nilai Q dari Masing-masing
Tipe Curah Hujan Schmidt-Fergusson
Tipe iklim B ini memiliki kondisi iklim basah dengan ciri-ciri vegetasi hutan
hujan tropis. Dengan diketahuinya kondisi iklim di Kelurahan Sawah Brebes yaitu
basah dengan bulan basah selama 10 tahun yaitu 81 bulan, dan bulan kering 20
bulan serta curah hujan rata-rata tahunan yang dihitung selama 10 tahun yaitu
1.534mm/tahun, maka dapat dikatakan Kelurahan Sawah Brebes mempunyai
cadangan air yang cukup. Hal ini dapat dibuktikan dengan kedalaman air Sungai
Way Awi di Kelurahan Sawah Brebes berkisar antara 1,5 meter sampai 2 meter
pada musim penghujan dan 0,5 meter sampai 1 meter pada musim kemarau.
Namun, karena sungai tersebut digunakan untuk pembuangan limbah industri
tempe maka pada musim kemarau kondisi air berubah keruh dan kotor bahkan
menimbulkan bau sehingga tidak digunakan lagi oleh masyarakat sekitar sebagai
sumber air bersih.
G
E
D J
um
lah
ra
ta-r
ata
bu
lan
ker
ing
H 700%
300
%
167%
60%
100%
14%
33%
0%
Q F
C
B
A
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
11
12
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jumlah rata-rata bulan basah
Tipe Iklim
Kelurahan Sawah Brebes
33
6.544 jiwa
0,46 Km2
B. Keadaan penduduk
1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Kelurahan Sawah Brebes memiliki jumlah penduduk sebanyak 6.544 jiwa dengan
jumlah kepala keluarga sebanyak 1.586 KK yang menenmpati wilayah seluas 46
Ha atau 0,46 Km2 (Monografi Kelurahan Sawah Brebes Tahun 2008).
Menurut Ida Bagoes Mantra (2003:74) kepadatan penduduk adalah jumlah
penduduk per satuan unit wilayah. Kepadatan penduduk dalam penelitian ini akan
dihitung menggunakan kepadatan aritmatik. Kepadatan aritmatik adalah
banyaknya penduduk per satuan luas (Ida Bagoes Mantra, 2003:74). Kepadatan
aritmatik dapat diperoleh dengan rumus:
Kepadatan penduduk =
Keterangan: P = jumlah penduduk suatu wilayah (jiwa)
L = luas wilayah (Km2 atau Ha)
Berdasarkan rumus tersebut, maka kepadatan penduduk di Kelurahan Sawah
Brebes yaitu:
Kepadatan penduduk =
= 14.226,087 jiwa/ Km2 dibulatkan menjadi 14.226
jiwa/Km2
Menurut Suyono,dkk. (1995:246), indikator kepadatan penduduk yaitu:
a) Antara 0-50 jiwa/km2 tergolong tidak padat
b) Antara 51-250 jiwa/km2
tergolong kurang padat
c) Antara 251-400 jiwa/km2
tergolong cukup padat
d) Antara 401 jiwa/km2
lebih tergolong sangat padat
P
L
34
Berdasarkan indikator di atas dan hasil penghitungan, maka penduduk di
Kelurahan Sawah Brebes tergolong sangat padat yaitu berjumlah 14.226
jiwa/Km2. Padatnya penduduk di Kelurahan Sawah Brebes dikarenakan daerah
ini dekat dengan pasar yaitu Pasar Tugu, Pasar Bawah, Pasir Gintung, dan Pasar
Koga yang dijadikan sebagai tempat pemasaran tempe.
2. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Komposisi penduduk adalah pengelompokan penduduk atas variabel-variabel
tertentu (Ida Bagoes Mantra, 2003:23). Menurut Said Rusli dalam Ida Bagoes
Mantra (2003:23), komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk yang
dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik-karakteristik
yang sama. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai komposisi penduduk
menurut umur dan jenis kelamin dapat dilihat dari Tabel 4 berikut ini.
Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Kelurahan
Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung
Tahun 2008
No Kelompok
Umur
Jenis Kelamin Jumlah
(jiwa)
Persentase
(%) Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa)
0 – 4 217 433 650 9,93
2 5 – 9 289 419 708 10,82
3 10 – 14 492 561 1053 16,09
4 15 – 19 943 981 1924 29,40
5 20 – 24 315 417 732 11,19
6 25 – 29 288 285 573 8,75
7 30 – 34 205 214 419 6,40
8 35 – 39 102 116 218 3,33
9 40 – 44 52 56 108 1,65
10 45 – 49 26 45 61 0,93
11 50 – 54 20 34 54 0,83
12 55 – 59 11 13 24 0,37
13 60 – 64 6 9 15 0,23
14 65+ 3 2 5 0,08
Jumlah 2.969 3575 6544 100
Sumber: Monografi Kelurahan Tahun 2008
35
Berdasarkan Tabel 3 tersebut, dapat dijelaskan jumlah penduduk paling banyak
terdapat pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu sebanyak 1924 jiwa (29,40%).
Kelompok ini merupakan kelompok umur produktif, sedangkan jumlah penduduk
paling sedikit terdapat pada kelompok umur 65 tahun ke atas yaitu sebanyak 5
jiwa (0,08%) yang merupakan kelompok umur tidak produktif. Menurut jenis
kelamin, penduduk yang berjenis kelamin perempuan memiliki jumlah yang lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki.
Komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat
pada diagram berikut.
Gambar 5. Diagram Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin.
36
3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian adalah jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang dalam rangka
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Untuk melihat komposisi penduduk berdasarkan
mata pencahariannya di Kelurahan Sawah Brebes dapat dilihat pada Tabel 5
berikut ini.
Tabel 4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan
Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung
Tahun 2008.
No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase
Karyawan( PNS, Swasta, ABRI, POLRI) 950 17,94
2 Wiraswasta/Dagang 1.354 25,57
3 Tani 24 0,45
4 Pertukangan 263 4,97
5 Buruh 1.575 29,75
6 Pensiunan 382 7,21
7 Nelayan - -
8 Pemulung 15 0,28
9 Jasa 732 13,83
Jumlah 5.295 100%
Sumber: Monografi Kelurahan Tahun 2008.
Berdasarkan Tabel 4 di atas, sebagian besar penduduk di kelurahan Sawah Brebes
memiliki mata pencaharian sebagai buruh 29,75% dan wiraswasta/dagang
25,57%. Hal ini mungkin dikarenakan Kelurahan Sawah Brebes dekat dengan
pasar sehingga banyak penduduknya yang menjadi buruh dan pedagang di pasar,
serta 22 orang dari 25,57% penduduk yang bekerja sebagai wiraswasta dan
pedagang merupakan pengusaha industri tempe.
37
4. Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan
Penduduk Kelurahan Sawah Brebes dapat digolongkan berdasarkan kriteria
pendidikannya. Berdasarkan pendidikan dapat digolongkan pada jenjang
pendidikan dasar, menengah yaitu SMP dan SMA, dan jenjang perguruan tinggi.
Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Sawah Brebes
dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan
Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung
Tahun 2008.
No Jenjang Pendidikan Jumlah (orang) Persentase
Taman Kanak-kanak 419 6,40
2 Sekolah Dasar 2.247 34,34
3 SMP 1.751 26,76
4 SMA 1.642 25,09
5 Akademi (D1-D3) 218 3,33
6 Sarjana (S1-S3) 267 4,08
Jumlah 6.544 100%
Sumber: Monografi Kelurahan Tahun 2008.
Berdasarkan Tabel 5 di atas, kelurahan Sawah Brebes memiliki komposisi
pendidikan yang tergolong rendah karena penduduknya paling banyak yaitu
26,76% lulusan SMP.
C. Deskripsi Data Penelitian dan Hasil Pembahasan
1. Tempat Pembuangan Limbah Industri Tempe
Limbah industri tempe sebenarnya masih dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak
dan ikan karena masih mengandung protein yang cukup tinggi. Namun di
Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar
Lampung limbah industri tempe tidak diolah dan langsung dibuang ke parit atau
38
sungai yang ada di lingkungan sekitar. Berikut adalah Tabel tempat pembuangan
limbah industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang
Timur Kota Bandar Lampung Tahun 2009.
Tabel 6. Tempat Pembuangan Limbah Industri Tempe di Kelurahan Sawah
Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung Tahun
2009.
NO Tempat Pembuangan Limbah Jarak dengan
sungai
Jumlah
pengusaha
Persentase
(%)
1. Industri – Sungai 0 m -15 m 14 63,64
2. Industri - Parit + Sungai >15 m - 30 m 4 18,18
3. Industri – Parit >30 m – 45 m 4 18,18
Jumlah 22 100
Sumber : Tabel Rekapitulasi, Data Primer, (lampiran)
Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat diketahui paling banyak pengusaha tempe di
Kelurahan Sawah Brebes membuang limbah industrinya langsung ke sungai yaitu
sebanyak 14 orang (63,64%). Hal ini dikarenakan jarak lokasi industri yang dekat
dengan sungai. Air limbah yang dibuang ke sungai dapat mempengaruhi kualitas
air sungai dan menyebabkan air sungai menjadi tercemar. Hal tersebut seperti
yang dikemukakan Philip Kristanto (2002:167), bahan pencemar keluar bersama-
sama dengan bahan buangan (limbah) melalui media udara, air, dan tanah yang
merupakan komponen alam.
Air yang telah tercemar dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi manusia.
Kerugian yang disebabkan oleh pencemaran air dapat berupa air menjadi tidak
bermanfaat lagi dan air menjadi penyebab timbulnya penyakit (Wisnu Arya
Wardhana, 2004:135).
Jarak tempat pembuangan limbah industri tempe dengan sungai yang dekat
menyebabkan pengusaha tempe membuang limbah industrinya ke sungai dan
39
parit. Hal ini dikarenakan pengusaha tempe dikelurahan tersebut tidak memiliki
tempat pembuangan limbah dan merasa lebih praktis karena tidak perlu
melakukan pengolahan lebih lanjut. Untuk lebih jelasnya berikut adalah Tabel
tentang alasan pengusaha tempe membuang limbah industrinya ke sungai atau
parit.
Tabel 7. Alasan Pengusaha Tempe Membuang Limbah Industri Tempe ke Sungai
atau Parit di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur
Kota Bandar Lampung Tahun 2009.
No.
Alasan Pengusaha Tempe
Membuang Limbah Industri
Tempe ke Sungai atau Parit
Jumlah pengusaha Persentase (%)
1. Lebih praktis 13 59,09
2. Tidak memiliki tempat
pembuangan 9 40,91
Jumlah 22 100
Sumber : Tabel Rekapitulasi, Data Primer, (lampiran)
Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat diketahui bahwa paling banyak pengusaha
tempe di kelurahan tersebut beralasan membuang limbah industrinya ke sungai
atau parit karena merasa lebih praktis yaitu sebanyak 13 orang (59,09%). Hal ini
dikarenakan pengusaha tempe merasa lebih praktis dan tidak perlu melakukan
pengolahan lebih lanjut.
Air limbah industri tempe yang langsung dibuang ke sungai atau parit
menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan tidak nyaman untuk dihuni. Hal
tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Wisnu Arya Wardhana (2004:137), air
lingkungan yang kotor karena tercemar oleh berbagai macam komponen
pencemar menyebabkan lingkungan hidup menjadi tidak nyaman untuk dihuni.
40
Berikut ini adalah gambar limbah industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes yang
dibuang ke parit dan sungai :
Gambar 7. Limbah Cair Industri Tempe yang langsung dibuang ke sungai
Gambar 6. Limbah Cair Industri Tempe yang dialirkan melalui siring.
41
2. Kondisi Air Limbah Industri Tempe
Industri tempe menghasilkan limbah yang berupa Whey (air rebusan kedelai) dan
kulit ari (kulit kedelai). Limbah yang dibuang ke parit ataupun langsung dibuang
ke sungai dapat menurunkan kualitas air.
Kualitas air menunjukkan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu
dalam kehidupan sehari-hari manusia, mulai dari air untuk kebutuhan langsung
yaitu sebagai air minum, mandi, mencuci, atau kebutuhan tidak langsung yaitu
irigasi, pertanian, peternakan, rekreasi dan transportasi.
Kualitas air mencakup tiga aspek yaitu aspek fisik, kimia, dan biologis. Aspek
fisik meliputi; jumlah bahan padat, warna, bau, rasa, kekeruhan, temperatur.
Aspek kimia meliputi; pH, alkalinitas, kesadahan, dan kandungan bahan mineral
lainnya. Aspek biologi meliputi; kandungan bakteri koli, dan jumlah organisme
lainnya di dalam perairan.
Dalam penelitian ini untuk menilai kualitas air limbah industri tempe
menggunakan aspek fisik dan kimia. Aspek fisik meliputi; total suspended solid,
sedangkan aspek kimia meliputi pH dan BOD.
Untuk mengetahui keadaan air limbah industri tempe berikut disajikan Tabel data
hasil uji laboratorium yang dibandingkan dengan baku mutu limbah cair di
Propinsi Daerah Tingkat I lampung melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Lampung Nomor:G/624/B.VII/HK/1995. Sampel diambil kemudian
diuji di Laboratorium Instrumen Fakultas MIPA Universitas Lampung untuk
mengukur kadar pH, BOD, total suspended solid.
42
Tabel 8. Kondisi Air Limbah Industri Tempe Dengan Parameter pH, TSS
Pada Sungai Way Awi di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung
Karang Timur Kota Bandar Lampung tahun 2009
Sampel Air Parameter Baku Mutu Hasil uji laboratorium Keterangan
Limbah
industri
tempe
BOD
TSS
pH
75 mg/l
50 ppm
6,0 - 9,0
16.400 mg/l
74,3 ppm
3,2
Melewati batas
Melewati batas
Melewati batas
Sumber : Hasil Uji di Lab. Instrumen Fakultas MIPA, Tahun 2009.
Berdasarkan Tabel 8 tersebut, Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan, maka
air limbah industri tempe di kelurahan tersebut telah melewati ambang batas baku
mutu limbah cair di Propinsi Daerah Tingkat I lampung melalui Keputusan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung Nomor:G/624/B.VII/HK/1995.
Air limbah industri tempe memiliki pH 3,2 yang berarti bersifat asam. Air yang
baik mempunyai pH yang berkisar 6,5–7,5. Air limbah dan bahan buangan
industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat
menggangu kehidupan organisme di dalam air seperti berkurangnya jumlah
populasi ikan yang ada di Sungai Way Awi. Selain itu, pH yg rendah atau bersifat
asam juga dapat mengakibatkan air menjadi berbau.
Air limbah industri tempe memiliki TSS 74,3 ppm. Berarti telah melewati baku
mutu yang telah ditetapkan yaitu 50 ppm. TSS menunjukkan jumlah zat padat
yang tidak terlarut dalam air, secara tidak langsung padatan tersuspensi
mempengaruhi parameter lain seperti temperatur dan oksigen terlarut, akibatnya
proses fotosintesis tanaman dalam air akan terganggu serta jumlah oksigen terlarut
air juga mengalami pengurangan. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan
43
dari penyimpangan TSS yakni air akan memberikan rasa yang tidak enak pada
lidah dan menimbulkan rasa mual.
Air limbah industri tempe juga memiliki BOD yang telah melewati baku mutu
yang telah ditetapkan, yaitu 16.400 mg/L. BOD yang tinggi menunjukkan
kebutuhan oksigen terlarut yang tinggi, hal ini berarti kebutuhan oksigen biologis
untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme juga tinggi.
Semakin tinggi oksigen yang dibutuhkan oleh air maka dapat dikatakan air
semakin tercemar, hal ini berakibat pada kehidupan manusia yaitu menimbulkan
penyakit mata dan penyakit gatal-gatal bila air ini digunakan.
Limbah industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes memiliki pH, BOD dan TSS
yang telah melewati ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan, sehingga
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan diantaranya menimbulkan bau yang
tidak sedap dan menyebabkan penurunan kualitas Sungai Way Awi. Bau yang
tidak sedap ditimbulkan dari air sisa rebusan kedelai yang dialirkan melalui parit
atau langsung di buang ke sungai. Penurunan kualitas Sungai Way Awi dapat
diketahui dari perubahan warna, bau, dan juga banyaknya sampah yang
menumpuk di sungai tersebut. Pengusaha industri tempe di Kelurahan Sawah
Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung membuang
limbah industrinya ke siring ataupun langsung ke sungai karena merasa lebih
praktis dan tidak memiliki tempat pembuangan limbah, (Hasil Wawancara dengan
Pengusaha Industri Tempe, April 2009).
Dengan demikian, kondisi air limbah industri tempe berpengaruh terhadap
kesehatan lingkungan diantaranya menyebabkan lingkungan menjadi bau dan
44
penurunan kualitas Sungai Way Awi. Hal ini disebabkan air rebusan kedelai yang
langsung dibuang ke parit dan sungai.
Selain itu, limbah industri tempe yang langsung dibuang ke parit atau sungai
berpengaruh juga terhadap kesehatan masyarakat karena air dapat berfungsi
sebagai penyebar penyebab penyakit atau sarang insekta penyebar penyakit. Hal
ini sesuai dengan pendapat Juli Soemirat Slamet, (2002:92) pengaruh langsung
terhadap kesehatan tergantung sekali pada kualitas air, karena air berfungsi
sebagai penyalur ataupun penyebar penyebab penyakit ataupun sebagai sarang
insekta penyebar penyakit.
3. Dampak Industri Tempe Terhadap Kesehatan Lingkungan
Keberadaan industri memiliki dampak langsung dan tidak langsung. Dampak tak
langsung industri pada umumnya berhubungan dengan masalah sosial masyarakat,
atau lebih jelasnya diungkapkan sebagai dampak psikososioekonomi. Adapun
dampak langsung (yang bersifat negatif) akibat kegiatan industri dan teknologi,
dapat dilihat dari terjadinya masalah-masalah berikut ini: a) pencemaran udara, b)
pencemaran air, c) pencemaran daratan.
Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat asing. Zat-zat
asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara
dari keadaan normalnya, (Wisnu Arya Wardhana, 2004:28). Kehadiran bahan atau
zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu
yang cukup lama, akan menggangu kehidupan manusia, tumbuhan dan binatang.
Pencemaran udara berasal dari komposisi gas dari limbah industri, biasanya
45
pencemaran udara ditandai dengan asap sisa pembakaran ataupun bau yang tak
sedap.
Air tercemar apabila air tersebut tidak menyimpang dari keadaan normalnya
(Wisnu Arya Wardhana, 2004:73). Air yang normal adalah air yang tidak
berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Keadaan normal air masih tergantung
pada faktor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air.
Pencemaran air dapat berasal dari limbah industri yang berupa limbah cair,
biasanya pencemaran air ditandai dengan pencemaran sungai dan pengeruhan air
tanah.
Daratan mengalami pencemaran apabila ada bahan-bahan asing, baik yang
bersifat organik maupun bersifat anorganik, berada dipermukaan tanah yang
menyebabkan daratan menjadi rusak, tidak dapat memberikan daya dukung bagi
kehidupan manusia, (Wisnu Arya Wardhana, 2004:97). Pencemaran daratan dapat
berasal dari limbah industri yang berupa limbah padat, pencemaran daratan
biasanya ditandai dengan menurunnya kualitas tanah.
Pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran daratan yang berasal dari
limbah industri dapat berdampak terhadap kehidupan manusia. Dampak yang ada
dari keberadaan industri antara lain berdampak peada kesehatan lingkungan
sekitar seperti menyebabkan lingkungan menjadi bau, penurunan kualitas air dan
sampah yang menumpuk.
Industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur
Kota Bandar Lampung telah berdampak kepada kesehatan lingkungan di
46
kelurahan tersebut. Dampak industri terhadap kesehatan lingkungan di Kelurahan
Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung dapat
dilihat pada Tabel 9 dan 10
Tabel 9. Dampak Keberadaan Industri Terhadap Kesehatan Lingkungan di
Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota
Bandar Lampung Tahun 2009.
NO Dampak Keberadaan Industri
Terhadap Lingkungan Jumlah Responden Persentase (%)
1. Bau Tak Sedap 12 60
2. Sungai menjadi Kotor 8 40
Jumlah 20 100
Sumber : Tabel Rekapitulasi, Data Primer, (lampiran)
Berdasarkan Tabel 9 di atas, paling banyak responden menyatakan dampak
industri terhadap kesehatan lingkungan adalah menyebabkan lingkungan menjadi
berbau yaitu sebanyak 12 responden (60%). Hal ini disebabkan air rebusan
kedelai yang dibuang ke parit menimbulkan bau yang menyengat dan sampah
yang menumpuk di sungai membusuk.
Sungai menjadi kotor karena limbah industri tempe yang bersifat padat seperti
kulit kacang kedelai, plastik, dan daun pisang langsung dibuang ke sungai. Hal ini
dikarenakan pengusaha tempe merasa lebih praktis dan jarak lokasi industri yang
tidak terlalu jauh dengan sungai
.
Lingkungan yang berbau dan sungai yang kotor dapat menyebabkan gangguan
terhadap kesehatan masyarakat. Untuk mengetahui dampak industri tempe
terhadap kesehatan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 10 halaman 47.
47
Tabel 10. Dampak Keberadaan Industri Terhadap Kesehatan Masyarakat di
Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota
Bandar Lampung Tahun 2009.
NO Dampak Keberadaan Industri
Terhadap Kesehatan Jumlah Responden Persentase (%)
1. Sering Demam 5 25
2. Gangguan Pernapasan 15 75
Jumlah 20 100
Sumber : Tabel Rekapitulasi, Data Primer, (lampiran)
Berdasarkan Tabel 10 tersebut, paling banyak responden menyatakan dampak
industri terhadap kesehatan masyarakat adalah mengalami gangguan pernapasan
yaitu sebanyak 15 responden (75%). Hal ini dikarenakan lingkungan yang berbau
tak sedap.
Sering demam yang ditandai dengan kenaikan suhu tubuh juga dirasakan warga di
Kelurahan Sawah Brebes. Demam dapat disebabkan karena terganggunya organ
tubuh antara lain infeksi saluran pernapasan yang dapat mengakibatkan gangguan
pernapasan.
48
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah penelitian dilakukan dengan cara pengambilan sampel air limbah industri
tempe dan wawancara dengan penduduk di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan
Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung dengan cara purposif sampling,
maka penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sebanyak 63,64% pengusaha tempe membuang limbah industrinya ke sungai
dengan jarak dari tempat pembuangan industri ke sungai 0 m – 15 m, 18,18%
pengusaha tempe membuang limbah industrinya ke parit dan sungai dengan
jarak dari tempat pembuangan industri ke sungai antara 16 m – 30 m dan
18,18% pengusaha tempe membuang limbah industrinya ke parit dengan jarak
dari tempat pembuangan industri ke sungai antara 31 m – 45 m.
2. Kualitas air limbah tempe memiliki pH 3,2 yang berarti bersifat asam, yang
dapat mengganggu kehidupan organisme dalam air, selain itu juga
menyebabkan air menjadi berbau. TSS 74,3 ppm yang menyebabkan
perubahan warna pada air, menimbulkan rasa pahit pada lidah dan
menimbulkan rasa mual. BOD 16.400 mg/l yang menyebabkan air menjadi
tercemar sehingga menyebabkan penyakit mata dan penyakit gatal-gatal bila
air digunakan.
49
3. Sebanyak 60% responden menyatakan bahwa dampak industri tempe terhadap
kesehatan lingkungan menyebabkan lingkungan menjadi bau dan 40%
responden menyatakan sungai menjadi kotor seperti air sungai yang berwana
putih susu kekuningan dan juga banyak terdapat sampah. Sebanyak 25%
responden) menyatakan sering demam dan 75% responden menyatakan
mengalami gangguan pernapasan.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dapat diberikan saran kepada
masyarakat dan pengusaha industri tempe di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan
Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung guna menyikapi keberadaan
industri tempe terhadap kesehatan lingkungan sebagai berikut:
1. Agar pengusaha tempe tidak membuang limbah industrinya langsung ke
sungai atau ke parit, melainkan dibuatkan tempat pembuangan limbah atau
terlebih dahulu di tampung dan diendapkan sehingga dapat dijadikan pakan
ternak karena limbah industri tempe masih mengandung protein yang tinggi.
2. Agar masyarakat di Kelurahan Sawah Brebes Kecamatan Tanjung Karang
Timur Kota Bandar Lampung dapat melestarikan Sungai Way Awi dengan
cara tidak membuang sampah dan limbahnya ke Sungai Way Awi.