digilib.uns.ac.id · i eksperimentasi model pembelajaran numbered heads together (nht) dengan...
TRANSCRIPT
i
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED
HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN METODE PENEMUAN
TERBIMBING PADA MATERI KUBUS DAN BALOK
DITINJAU DARI KEMAMPUAN SPASIAL
DAN GAYA KOGNITIF SISWA KELAS VIII MTs
DI KABUPATEN BANYUMAS
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Magister Pendidikan Matematika
Oleh
Abdul Aziz Hidayat
NIM. S851302002
PASCASARJANA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED
HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN METODE PENEMUAN
TERBIMBING PADA MATERI KUBUS DAN BALOK
DITINJAU DARI KEMAMPUAN SPASIAL DAN GAYA
KOGNITIF SISWA KELAS VIII MTs
DI KABUPATEN BANYUMAS
TESIS
Oleh
Abdul Aziz Hidayat
NIM. S851302002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS
TOGETHER (NHT) DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING
PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI KEMAMPUAN
SPASIAL DAN GAYA KOGNITIF SISWA KELAS VIII MTs
DI KABUPATEN BANYUMAS
TESIS
Oleh
Abdul Aziz Hidayat
S851302002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul: “ Eksperimentasi Model Pembelajaran Numbered Heads
Together (NHT) Dengan Metode Penemuan Terbimbing Pada Materi Kubus
dan Balok Ditinjau Dari Kemampuan Spasial dan Gaya Kognitif Siswa Kelas
VIII MTs Di Kabupaten Banyumas ” ini adalah karya penelitian saya sendiri
dan tidak pernah terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis
dengan acuan yang disebutkan sumbernya, baik dalam naskah karangan dan
daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan
terdapat unsur-unsur plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi, baik
Tesis beserta gelar magister saya dibatalkan serta proses sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
harus menyertakan tim promotor sebagai author dan FKIP UNS sebagai
institusinya. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi
ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Man Jadda Wa Jadda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Untuk Bapak, Ibu dan Adik yang aku cintai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Salah satu kebahagiaan dunia yang dapat dirasakan adalah ketika kita bisa
mewujudkan impian menjadi kenyataan. Bagi penulis tesis adalah salah salah satu
impian yang menjadi kenyataan. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, sehingga tesis yang berjudul “ Eksperimentasi Model Pembelajaran
Numbered Heads Together (NHT) Dengan Metode Penemuan Terbimbing Pada
Materi Kubus dan Balok Ditinjau Dari Kemampuan Spasial dan Gaya Kognitif
Siswa Kelas VIII MTs di Kabupaten Banyumas ”, dapat penulis selesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan dan saran dari segala pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mangucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
2. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. Kaprodi Magister Pendidikan Matematika FKIP
Universitas Sebelas Maret
3. Dr. Riyadi, M.Si, Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan
mengarahkan tesis ini.
4. Dr. Sri Subanti, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan
mengarahkan tesis ini.
5. Imam Sayekti, S.Pd, M.Si, M.PMat, Kepala MTsN Model Purwokerto, M.
Aris Fahmi, M.Pd.I, Kepala MTs Ma’arif NU Patikraja dan H. Khanan
Masykur, S.Sos, M.Si, Kepala MTs Miftahul Huda Rawalo, yang telah
memberikan ijin dan bantuan dalam melaksanakan penelitian.
6. Drs. Ubaedillah, Guru Matematika Kelas VIII MTsN Model Purwokerto yang
telah membantu pelaksanaan penelitian di lapangan.
7. Kuswadi, S.Pd., Guru Matematika Kelas VIII MTs Ma’arif NU Patikraja yang
telah membantu pelaksanaan penelitian di lapangan.
8. Sumiyati, S.Pd., Guru Matematika Kelas VIII MTs Miftahul Huda Rawalo
yang telah membantu pelaksanaan penelitian di lapangan.
9. Prof. Dr. Kartono, M.Si., Drs. Suhito, M.Pd., Novela Nadia F, S.Psi.,
Rosdiana Puspitasari, S.S, M.A., Zulia Karini, S.Pd, S.S, M.Hum., Dyahni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Mastutisari, S.Pd., dan Untung Syarifudin, S.Pd, M.Pd. yang telah
memvalidasi instrumen penelitian.
10. Kedua orang tua dan adikku yang telah memberi doa, dorongan, dan semangat
yang tidak ternilai harganya sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.
11. Semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat serta hidayat-Nya pada kita
semua baik di dunia maupun di akhirat. Penulis sadar bahwa kesempurnaan hanya
milih Allah Yang Maha Kuasa, penulis berharap tesis ini dapat memberi manfaat
bagi Almamater pada khususnya serta pembaca pada umumnya.
Surakarta, Agustus 2014
Penulis
Abdul Aziz Hidayat
NIM. S851302002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRAK
Abdul Aziz Hidayat. S851302002. Eksperimentasi Model Pembelajaran
Numbered Heads Together (NHT) Dengan Metode Penemuan Terbimbing
Pada Materi Kubus Dan Balok Ditinjau Dari Kemampuan Spasial Dan
Gaya Kognitif Siswa Kelas VIII MTs Di Kabupaten Banyumas. Pembimbing
I: Dr. Riyadi, M.Si. Pembimbing II: Dr. Sri Subanti, M.Si. Tesis. Program
Studi Magister Pendidikan Matematika. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta, 2014.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prestasi beajar
natematika pada materi kubus dan balok pada masing-masing model pembelajaran
ditinjau dari kemampuan spasial dan gaya kognitif. Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 3 × 3 × 2. Populasi
penelitian ini adalah seluruh siswa MTs kelas VIII di Kabupaten Banyumas.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified cluster random sampling.
Uji prasyarat meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Dengan 𝛼 = 0.05,
diperoleh simpulan bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal dan
mempunyai variansi yang homogen. Uji keseimbangan terhadap data Ulangan
Akhir Semester menggunakan anava satu jalan dengan sel tak sama diperoleh
simpulan bahwa ketiga populasi mempunyai kemampuan awal yang sama atau
seimbang. Pengujian hipotesis menggunakan analisis variansi tiga jalan dengan
sel tak sama.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh simpulan berikut (1) Pada
pembelajaran kubus dan balok, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai
model pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing lebih baik
daripada model pembelajaran NHT maupun model pembelajaran langsung,
prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran NHT lebih
baik daripada model pembelajaran langsung. (2) Pada pembelajaran kubus dan
balok, prestasi belajar matematika siswa dengan kemampuan spasial tinggi,
sedang maupun rendah sama baiknya. (3) Pada pembelajaran kubus dan balok,
prestasi belajar matematika siswa dengan gaya kognitif field independent lebih
baik daripada siswa dengan gaya kognitif field dependent. (4) Pada masing-
masing kategori kemampuan spasial, prestasi belajar matematika siswa yang
dikenai model pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing lebih
baik daripada model pembelajaran NHT maupun model pembelajaran langsung,
prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran NHT lebih
baik daripada model pembelajaran langsung. (5) Pada masing-masing kategori
kemampuan spasial, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model
pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada
model pembelajaran NHT maupun model pembelajaran langsung, prestasi belajar
matematika siswa yang dikenai model pembelajaran NHT lebih baik daripada
model pembelajaran langsung.
Kata kunci: NHT, Penemuan Terbimbing, Kemampuan Spasial, Gaya Kognitif,
Prestasi Belajar Matematika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
ABSTRACT
Abdul Azis Hidayat S851302002. The Experimentation of the Numbered
Heads Together (NHT) Learning Model with Guided Discovery Method on
the Learning Material of Cubes and Beams Viewed from the Spatial Abilities
and the Cognitive Styles of the Students in Grade VIII of Islamic Junior
Secondary Schools of Banyumas Regency. Principal Advisor: Dr. Riyadi,
M.Si., Co-advisor: Dr. Sri Subanti, M.Si. The Graduate Program in
Mathematics Education, Sebelas Maret University, Surakarta, the Faculty of
Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, Surakarta 2014
The objective of this research was to investigate the difference of learning
achievement in Mathematics on the learning material of Cubes and Cuboids in
each learning model viewed from the spatial abilities and the cognitive styles.
This research used the quasi experimental research with the factorial design of
3x3x2. Its population was all of the students in Grade VIII of Islamic Junior
Secondary Schools of Banyumas regency. The samples of the research were taken
by using the stratified cluster random sampling. The prerequisite tests of the
research included normality test and homogeneity test. With the value of α = 0.05,
a conclusion is drawn that the samples had a normal distribution and a
homogeneous variance. Based on the balance test on the Final Term Test using
the one-way analysis of variance with unbalanced cells, a conclusion is drawn that
the three populations involved in the research had the same or balanced initial
ability. The proposed hypotheses of the research were analyzed by using the
three-way analysis of variance with unbalanced cells.
The results of the research are as follows: 1) On the learning of Cubes and
Beams, the students instructed with the NHT learning model with guided
discovery method have a better learning achievement in Mathematics than those
instructed with the NHT learning model and those with the direct learning model,
and the students instructed with the NHT learning model have a better learning
achievement in Mathematics than those with the direct learning model. 2) On the
learning of Cubes and Beams, the students with the high, moderate, and low
spatial abilities have the same good learning achievement in Mathematics. 3) On
the learning of Cubes and Beams, the students with the cognitive style of field
independent have a better learning achievement in Mathematics than those with
the cognitive style of field dependent. 4). In each category of the spatial abilities,
the students instructed with the NHT learning model with guided discovery
method have a better learning achievement in Mathematics than those instructed
with the NHT learning model and those with the direct learning model, and the
students instructed with the NHT learning model have a better learning
achievement in Mathematics than those with the direct learning model. 5) In each
category of the spatial abilities, the students instructed with the NHT learning
model with guided discovery method have a better learning achievement in
Mathematics than those instructed with the NHT learning model and those with
the direct learning model, and the students instructed with the NHT learning
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
model have a better learning achievement in Mathematics than those with the
direct learning model.
Keywords: NHT, guided discovery, spatial abilities, cognitive styles, and learning
achievement in Mathematics.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS...... ........... iv
MOTO ............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
ABSTRACT ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
BAB
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
1. Manfaat Praktis ............................................................................. 6
2. Manfaat Teoritis ........................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 8
A. Kajian Teori ......................................................................................... 8
1. Belajar ......................................................................................... 8
2. Prestasi Belajar Matematika .......................................................... 8
3. Model Pembelajaran ..................................................................... 9
4. Model Pembelajaran Kooperatif .................................................. 10
5. Teori Belajar Mengenai Model Pembelajaran Kooperatif........... 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together 15
7. Metode Pembelajaran ................................................................... 18
8. Metode Penemuan Terbimbing ..................................................... 19
9. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Heads Together
dengan Metode Penemuan Terbimbing.........................................
22
10. Model Pembalajaran Langsung ..................................................... 24
11. Kemampuan Spasial ..................................................................... 26
12. Gaya Kognitif ............................................................................... 28
B. Penelitian yang Relevan ...................................................................... 31
C. Kerangka Berpikir ............................................................................... 34
D. Hipotesis Penelitian ............................................................................. 40
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 42
A. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian.................................................. 42
1. Tempat dan Subjek Penelitian ...................................................... 42
2. Waktu Penelitian .......................................................................... 42
B. Jenis Penelitian .................................................................................... 42
C. Rancangan Faktorial Penelitian ............................................................
D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............................
43
45
1. Populasi ........................................................................................ 45
2. Sampel .......................................................................................... 45
3. Teknik Pengambilan Sampel ........................................................ 45
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ..................................... 46
1. Variabel Penelitian ....................................................................... 46
a. Variabel Bebas ...................................................................... 46
b. Variabel Terikat ..................................................................... 48
F. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 49
1. Metode Tes ................................................................................... 49
2. Metode Dokumentasi ................................................................... 49
G. Instrumen Untuk Mengumpulkan Data................................................ 49
H. Analisis Uji Coba Instrumen ............................................................... 51
1. Analisis Instrumen ........................................................................ 51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
a. Validitas Isi ......................................................................... 51
b. Reliabilitas .......................................................................... 52
2. Analisis Butir Instrumen .............................................................. 52
a. Daya Pembeda .................................................................... 52
b. Tingkat Kesukaran Butir Tes .............................................. 53
I. Teknik Analisis Data ........................................................................... 54
1. Uji Prasyarat ................................................................................. 54
a. Uji Normalitas .................................................................... 54
b. Uji Homogenitas ................................................................. 55
2. Uji Keseimbangan ........................................................................ 56
3. Uji Hipotesis ................................................................................. 57
4. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi ................................................ 64
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 67
A. Hasil Uji Coba Instrumen .................................................................... 67
1. Instrumen Tes Prestasi Belajar ..................................................... 67
a. Uji Validitas Isi ................................................................... 67
b. Daya Pembeda Uji Coba Butir Soal .................................... 67
c. Tingkat Kesukaran Uji Coba Butir Soal ............................. 68
d. Butir Soal Yang Dipakai Untuk Penelitian .......................... 68
e. Reliabilitas Instrumen Tes .................................................. 68
2. Instrumen Tes Kemampuan Spasial ............................................. 69
a. Uji Validitas Isi ................................................................... 69
b. Daya Pembeda Uji Coba Butir Soal ................................... 69
c. Tingkat Kesukaran Uji Coba Butir Soal .............................. 70
d. Butir Soal Yang Digunakan Untuk Penelitian ..................... 70
e. Reliabilitas Instrumen Tes .................................................. 70
3. Instrumen Tes Gaya Kognitif ........................................................ 71
B. Data Hasil Tes Kemampuan Spasial .................................................... 71
C. Data Hasil Tes Gaya Kognitif .............................................................. 72
D. Data Hasil Tes Prestasi Belajar Matematika ........................................ 72
E. Analisis Uji Keseimbangan .... ............................................................. 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
1. Uji Normalitas Data UAS Semester 1 .......................................... 72
2. Uji Homogenitas Data UAS Semester 1...................................... 73
3. Anava Satu Jalan Dengan Sel Tak Sama Data UAS Semester 1 .. 74
F. Pengujian Persyaratan Analisis Data Uji Hipotesis Penelitian ............ 74
1. Uji Normalitas Tes Prestasi Belajar Matematika .......................... 74
2. Uji Homogenitas Tes Prestasi Belajar Matematika ....................... 75
G. Hasil Pengujian Hipotesis ..... .............................................................. 77
1. Analisis Variansi Tiga Jalan ........................................................... 77
2. Uji Lanjut Pasca Anava .................................................................. 78
H. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................... 81
1. Hipotesis Pertama ......................................................................... 81
2. Hipotesis Kedua ........................................................................... 82
3. Hipotesis Ketiga ........................................................................... 83
4. Hipotesis Keempat ....................................................................... 83
5. Hipotesis Kelima ........................................................................... 85
I. Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 86
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 87
A. Kesimpulan .......................................................................................... 87
B. Implikasi .............................................................................................. 88
1. Implikasi Teoritis ......................................................................... 88
2. Implikasi Praktis ........................................................................... 88
C. Saran .................................................................................................... 89
1. Bagi Kepala Madrasah ................................................................ 89
2. Bagi Guru Matematika................................................................... 89
3. Bagi Siswa ..................................................................................... 89
4. Bagi Peneliti Lain .......................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 91
LAMPIRAN .................................................................................................... 95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ........................ 12
2.2 Indikator Kemampuan Spasial .......................................................... 28
2.3 Implikasi Gaya Kognitif Dalam Pembelajaran.................................. 31
3.1 Rancangan Faktorial Penelitian ........................................................ 43
3.2 Kategori Pengelompokkan Sekolah .................................................. 46
3.3 Kategori Tingkat Kemampuan Spasial ............................................. 47
3.4 Jumlah Rerata AB ............................................................................. 60
3.5 Jumlah Rerata AC.............................................................................. 61
3.6 Jumlah Rerata BC ............................................................................. 61
3.7 Jumlah Rerata ABC .......................................................................... 61
4.1 Hasil Uji Daya Pembeda Untuk Butir Soal Tes Prestasi Belajar ..... 67
4.2 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Uji Coba Butir Soal ........................... 68
4.3 Hasil Uji Daya Pembeda Untuk Butir Soal Tes Kemampuan
Spasial...............................................................................................
69
4.4 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Untuk Butir Soal Uji Coba Tes
Kemampuan Spasial.........................................................................
70
4.5 Banyaknya Siswa di dalam Pembelajaran dan Kategori
Kemampuan Spasial.......................................................................
71
4.6 Banyaknya Siswa di dalam Pembelajaran dan Kategori Gaya
Kognitif..........................................................................................
72
4.7 Rata-rata Nilai Tes Prestasi Belajar Matematika .............................. 72
4.8 Rangkuman Uji Normalitas Data UAS Semester 1........................... 73
4.9 Rangkuman Anava Satu Jalan Data UAS Semester 1....................... 74
4.10 Rangkuman Uji Normalitas Data Prestasi Belajar .......................... 75
4.11 Rangkuman Uji Homogenitas Data Prestasi Belajar Matematika
Antar Kelompok Kemampuan Spasial dan Model Pembelajaran
76
4.12 Rangkuman Uji Homogenitas Data Prestasi Belajar Matematika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Antar Kelompok Gaya Kognitif..................................................... 76
4.13 Rangkuman Analisis Variansi Tiga Jalan Data Nilai Prestasi
Belajar Matematika........................................................................
77
4.14 Rerata Prestasi Belajar Antar Model Pembelajaran ....................... 78
4.15 Rangkuman Uji Lanjut Antar Model Pembelajaran ...................... 79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Silabus ............................................................................................. 95
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelompok Eksperimen
1 ......................................................................................................
97
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelompok Eksperimen
2 ......................................................................................................
100
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelompok Kontrol ..... 103
5. Lembar Kerja Siswa ....................................................................... 106
6. Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar........................... 110
7. Instrumen Uji Coba Soal Tes Prestasi Belajar................................. 112
8. Lembar Validasi Kisi-Kisi Tes Prestasi Belajar Matematika.......... 122
9. Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Tes Prestasi
Belajar Matematika...........................................................................
128
10. Perhitungan Reliabilitas Instrumen Uji Coba Tes Prestasi Belajar
Matematika.......................................................................................
129
11. Kisi-kisi Instrumen Tes Prestasi Belajar........................................... 130
12. Instrumen Tes Prestasi Belajar......................................................... 132
13. Kisi-kisi Uji Coba Tes Kemampuan Spasial.................................... 139
14. Soal Uji Coba Tes Kemampuan Spasial........................................... 141
15. Validasi Instrumen Tes Kemampuan Spasial ................................. 151
16. Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan
Spasial...............................................................................................
157
17. Perhitungan Reliabilitas Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan
Spasial...............................................................................................
158
18. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Spasial................................................... 159
19. Tes Kemampuan Spasial.................................................................. 161
20. Instrumen Group Embedded Figures Test (GEFT).......................... 169
21. Validasi Instrumen GEFT................................................................ 178
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
22. Penentuan Sampel Penelitian ........................................................... 181
23. Uji Normalitas Data Nilai UAS Kelompok Ekspsperimen 1........... 182
24. Uji Normalitas Data Nilai UAS Kelompok Eksperimen 2............... 185
25. Uji Normalitas Data Nilai UAS Kelompok Kontrol......................... 188
26. Uji Homogenitas Data Nilai UAS.................................................... 191
27. Uji Keseimbangan Data Nilai UAS.................................................. 193
28. Penentuan 3 Macam Kategori Kemampuan Spasial......................... 196
29. Rekapitulasi Data Penelitian MTsN Purwokerto.............................. 197
30. Rekapitulasi Data Penelitian MTs Ma’arif NU Patikraja................. 201
31. Rekapitulasi Data Penelitian MTs Miftahul Huda Rawalo.............. 204
32. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Kelompok Eksperimen 1....... 208
33. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Kelompok Eksperimen 2....... 211
34. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Kelompok Kontrol................. 214
35. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Kelompok KS Tinggi............ 217
36. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Kelompok KS Sedang........... 220
37. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Kelompok KS Rendah........... 224
38. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Kelompok Gaya Kognitif
Field Independent.............................................................................
227
39. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Kelompok Gaya Kognitif
Field Dependent.............................................................................
230
40. Uji Homogenitas Data Nilai Tes Prestasi Belajar Antar Model
Pembelajaran.....................................................................................
235
41. Uji Homogenitas Data Nilai Tes Prestasi Belajar Antar
Kemampuan Spasial.........................................................................
237
42. Uji Homogenitas Data Nilai Tes Prestasi Belajar Antar Gaya
Kognitif.............................................................................................
239
43. Uji Hipotesis Dengan Anava 3 Jalan Dengan Sel Tak Sama........... 240
44. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian........................................ 251
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan, matematika di Indonesia masih memiliki
berbagai masalah. Menurut Mohamad Asikin (2008), dua masalah yang amat
besar dan amat penting, adalah sebagai berikut. Pertama, sampai sekarang
pelajaran matematika di sekolah masih dianggap merupakan pelajaran yang
menakutkan bagi banyak siswa, antara lain karena bagi banyak siswa pelajaran
matematika terasa sukar dan tidak menarik. Kedua, sekalipun dalam banyak
kesempatan sering dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang sangat
berguna bagi kehidupan manusia, termasuk bagi kehidupan sehari-hari, banyak
orang belum bisa merasakan manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari
mereka di luar beberapa cabang matematika tertentu yang memberikan
pengetahuan dan ketrampilan praktis seperti berhitung, statistika dan geometri.
Karena adanya dua masalah tersebut, banyak siswa menjadi kurang termotivasi
dalam mempelajari matematika.
Permasalahan ini terlihat dari hasil Ujian Nasional Matematika MTs di
Kabupaten Banyumas tahun 2012/2013. Yaitu rata-rata nilai mata pelajaran
Matematika tingkat MTs secara umum masih rendah, yaitu berkisar antara 3,23
sampai 6,39 pada masing-masing MTs di Kabupaten Banyumas. Selain itu rata-
rata nilai Matematika siswa tingkat MTs di Kabupaten Banyumas menduduki
peringkat ke-27 dari 35 Kabupaten/Kota di provinsi Jawa Tengah. Di sisi lain,
apabila ditinjau dari daya serap masing-masing aspek kemampuan yang diuji,
secara umum aspek yang berkaitan dengan materi kubus dan balok menunjukkan
taraf serap yang masih rendah, yaitu dibawah 50%. Berbagai masalah yang
ditunjukkan dengan hasil Ujian Nasional diperkuat dengan hasil diskusi bersama
seorang guru Matematika MTs di kabupaten Banyumas yang menjelaskan materi
kubus dan balok masih dianggap sebagai materi yang sulit oleh sebagian besar
siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Berdasarkan berbagai masalah sebelumnya, maka dapat disimpulkan
secara umum bahwa prestasi belajar matematika pada materi kubus dan balok
untuk siswa MTs di kabupaten Banyumas masih rendah. Salah satu faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar matematika yaitu penggunaan model pembelajaran
di kelas. Berkaitan dengan penggunaan model pembelajaran, secara umum
kebanyakan guru masih menerapkan model pembelajaran langsung di kelas. Hal
ini diduga menjadi penyebab utama rendahnya prestasi belajar matematika siswa.
Untuk mengatasi permasalahan prestasi belajar matematika pada materi
kubus dan balok, diperlukan model pembelajaran inovatif. Model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif. Model pembelajaran NHT merupakan cara belajar
kooperaktif, dimana siswa dikelompokan menjadi beberapa kelompok. Setiap
siswa dalam kelompok mendapat nomor, guru memberi tugas kepada setiap siswa
berdasarkan nomor, jadi setiap siswa memiliki tugas berbeda. Model
pembelajaran NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif struktur kelas
tradisional (Trianto, 2009: 82). Model pembelajaran NHT juga merupakan suatu
cara penyajian pelajaran dengan melakukan percobaan, mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu permasalahan yang dipelajari. Dengan model
pembelajaran NHT siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau
melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalis,
membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek dan keadaan
suatu proses pembelajaran mata pelajaran tertentu.
Selain model pembelajaran yang digunakan, terdapat faktor-faktor lain
yang mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa. Faktor-faktor tersebut
antara lain kemampuan spasial dan gaya kognitif siswa. Gaya kognitif merupakan
variabel penting yang mempengaruhi pilihan siswa dalam bidang akademik,
kelanjutan perkembangan akademik, bagaimana belajar, serta bagaimana siswa
berinteraksi dalam kelas. Setiap siswa menunjukkan cara-cara pendekatan yang
berbeda dalam menerima pengajaran, sesuai gaya kognitif yang dimiliki. Gaya
kognitif pada siswa terdiri dari dua tipe yaitu field dependent dan field
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
independent. Menurut Nasution (2000), siswa yang bergaya kognitif field
dependent sangat dipengaruhi atau bergantung pada lingkungan, sedangkan siswa
yang bergaya kognitif field independent tidak atau kurang dipengaruhi oleh
lingkungan. Sementara itu kemampuan spasial banyak mempengaruhi
keberhasilan siswa dalam belajar matematika terutama mengenai bangun ruang.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2006), menunjukan bahwa ada
korelasi positif antara kemampuan spasial dengan hasil belajar matematika.
Kemampuan spasial ini diperoleh anak melalui alur perkembangan berdasarkan
hubungan spasial topologi, proyektif dan Euclidis. Pada hubungan spasial
topologi anak mengerti spasial dalam hubungannya dengan relasi topologi yaitu
“di samping” atau “di depan”. Dengan mengetahui perbedaan kategori gaya
kognitif dan kemampuan spasial siswa, diharapkan membantu para guru dalam
membimbing siswa untuk mengonstruksi pemahamannya terhadap matematika.
Perbedaan kategori gaya kognitif dan kemampuan spasial setiap siswa ini juga
dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru dalam memilih model pembelajaran
yang tepat untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran dan efektif dalam
meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
Berkaitan dengan model pembelajaran NHT, salah satu penelitian
mengenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang dilakukan oleh oleh
Rofiq Setyawan (2008) menunjukkan bahwa model pembelajaran Numbered
Heads Together lebih baik dibandingkan model pembelajaran langsung.
Sementara itu penelitian Maheady dan Mhichieli (2006) menyatakan bahwa
selama proses pembelajaran NHT setiap siswa aktif dalam diskusi di kelas. Disisi
lain Tri Sardjoko (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa prestasi
belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran NHT lebih baik daripada
siswa yang diajar dengan model pembelajaran Group Investigation.
Menurut Slavin (2009) terdapat beberapa kelemahan dalam model
pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah jika tidak dirancang dengan baik,
pembelajaran kooperatif justru berdampak pada munculnya free rider atau
“pengendara bebas”. Yang dimaksud free rider disini adalah beberapa siswa
yang tidak bertanggung jawab secara personal pada tugas kelompoknya mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
hanya “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya
yang lain. Free rider ini sering kali muncul ketika kelompok-kelompok kooperatif
ditugaskan untuk menangani suatu lembar kerja, satu proyek, atau satu laporan
tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa anggota
yang mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian
anggota yang lain justru “bebas berkendara”, berkeliaran kemana-mana. Untuk
mengatasi kelemahan ini maka model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dikombinasikan dengan metode penemuan terbimbing.
Metode penemuan terbimbing dipilih untuk dikombinasikan dengan model
pembelajaran NHT karena menurut Markaban (2008, 18), metode ini mempunyai
salah satu kelebihan yaitu materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat
kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam
proses menemukanya. Kombinasi model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing diharapkan mampu mengatasi siswa yang hanya mengekor
dalam pembelajaran.
Mengenai metode penemuan terbimbing, hasil penelitian yang dilakukan
oleh Leo Adhar Efendi (2012) menyatakan bahwa secara keseluruhan peningkatan
kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik
daripada pembelajaran konvensional. Sementara itu penelitian yang dilakukan
oleh Yang (2010) menyatakan bahwa metode penemuan terbimbing lebih efektif
daripada pembelajaran langsung. Di sisi lain Kyriazis, Psycharis & Korres (2009)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa penggunaan komputer dan metode
penemuan terbimbing sukses meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti melakukan penelitian dengan
mengeksperimenkan model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing pada materi kubus dan balok ditinjau dari kemampuan spasial dan
gaya kognitif. Penelitian ini perlu dilakukan guna memberikan masukan kepada
guru dalam memilih model pembelajaran yang tepat dilakukan di kelas,
khususnya pada pembelajaran kubus dan balok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Pada pembelajaran kubus dan balok, manakah yang menghasilkan prestasi
belajar yang lebih baik, model pembelajaran Numbered Heads Together
(NHT) dengan metode penemuan terbimbing, model pembelajaran Numbered
Heads Together (NHT), atau model pembelajaran Langsung?
2. Pada pembelajaran kubus dan balok, manakah yang prestasi belajarnya lebih
baik, siswa dengan kemampuan spasial tinggi, sedang, atau rendah?
3. Pada pembelajaran kubus dan balok, manakah yang prestasi belajarnya lebih
baik, siswa dengan gaya kognitif field dependent atau field independent?
4. Pada masing-masing kategori kemampuan spasial, pada pembelajaran kubus
dan balok, manakah yang menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik,
model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dengan metode
penemuan terbimbing, model pembelajaran Numbered Heads Together
(NHT), atau model pembelajaran Langsung?
5. Pada masing-masing kategori gaya kognitif, pada pembelajaran kubus dan
balok, manakah yang menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik, model
pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dengan metode penemuan
terbimbing, model pembelajaran Number Heads Together (NHT), atau model
pembelajaran Langsung?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang akan
dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pembelajaran mana yang menghasilkan prestasi belajar
yang lebih baik pada pembelajaran kubus dan balok, model pembelajaran
Numbered Heads Together (NHT) dengan Penemuan Terbimbing, model
pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) atau model pembelajaran
Langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Untuk mengetahui kategori kemampuan spasial mana yang memberikan
prestasi belajar matematika lebih baik pada pembelajaran kubus dan balok,
peserta didik dengan kemampuan spasial tinggi, peserta didik dengan
kemampuan spasial sedang, atau peserta didik dengan kemampuan spasial
rendah.
3. Untuk mengetahui kategori gaya kognitif mana yang memberikan prestasi
belajar matematika yang lebih baik, peserta didik dengan gaya kognitif field
dependent atau peserta didik dengan gaya kognitif field independent.
4. Untuk mengetahui pembelajaran mana yang menghasikan prestasi belajar yang
lebih baik pada pembelajaran kubus dan balok, model pembelajaran Numbered
Heads Together (NHT) dengan Penemuan Terbimbing, model pembelajaran
Numbered Heads Together (NHT) atau model pembelajaran Langsung, jika
ditinjau dari kemampuan spasial.
5. Untuk mengetahui pembelajaran mana yang menghasilkan prestasi belajar
yang lebih baik pada pembelajaran kubus dan balok, model pembelajaran
Numbered Heads Together (NHT) dengan Penemuan Terbimbing, model
pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) atau model pembelajaran
Langsung, jika ditinjau dari gaya kognitif.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru dan calon
guru dalam menentukan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa berdasarkan karakteristik tingkat kemampuan spasial dan gaya
kognitif siswa.
2. Bagi Siswa diharapkan bisa belajar untuk mengembangkan tingkat kemampuan
spasial dan gaya kognitif, sehingga bisa digunakan untuk membantunya belajar
pada segala bidang. Selain itu diharapkan siswa lebih senang terhadap
matematika dan prestasi belajar semakin meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan maupun
keterampilan peneliti khususnya terkait dengan penelitian eksperimentasi
model pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing yang ditinjau
dari kemampuan spasial dan gaya kognitif siswa pada materi kubus dan balok.
b. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran
untuk pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang pendidikan
matematika mengenai penerapan model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing ditinjau dari kemampuan spasial dan gaya kognitif siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Belajar
Menurut Robbins, sebagaimana dikutip oleh Trianto (2009: 15), belajar
didefinisikan sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan)
yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Berdasarkan definisi
tersebut, dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu (1) penciptaan hubungan,
(2) sesuatu hal (pengetahuan) yang sudah dipahami, dan (3) sesuatu
(pengetahuan) yang baru.
Menurut Hudojo (2001: 8), belajar merupakan suatu proses aktif, dengan
peserta didik berpartisipasi aktif dalam belajar. Hudojo (2001: 8) menyatakan
bahwa motivasi terbaik sehingga belajar bisa efektif adalah peserta didik haruslah
aktif, tidak pasif sebagai penerima sejumlah pengetahuan yang sudah siap
diberikan. Menurut Gagne sebagaimana dikutip oleh Suprijono (2013: 2), belajar
adalah disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.
Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan
secara alamiah.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, maka definisi belajar
dalam penelitian ini adalah suatu proses aktif siswa melalui aktivitas mengaitkan
antara pengetahuan yang sudah dipahami dengan pengetahuan baru. Siswa bukan
berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum dipahami, tetapi dapat melakukan
aktivitas mengaitkan pengetahuan yang sudah dipahami dengan pengetahuan yang
baru.
2. Prestasi Belajar Matematika
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 895) prestasi diartikan
sebagai yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Di sisi
lain Poerwanto dalam Ghulam Hamdu (2011) memberikan pengertian prestasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang setelah berusaha maksimal. Dalam
hubungannya dengan usaha belajar, prestasi berarti hasil belajar yang dicapai oleh
siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Prestasi
belajar siswa mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam bidang
pengetahuan/pengalaman dalam bidang ketrampilan, nilai dan sikap.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi
merupakan hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang sedang prestasi belajar
adalah hasil yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar
dalam kurun waktu tertentu.
Hudojo (2001: 40) mengemukakan bahwa matematika adalah suatu alat
untuk mengembangkan cara berpikir. Sementara itu Irzani dan Alkusaeri (2013:
4) menyatakan secara singkat bahwa matematika berkenaan dengan dengan ide-
ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya
deduktif.
Jadi pengertian matematika adalah suatu alat yang digunakan untuk
berpikir secara hirarkis dan bernalar secara deduktif. Seorang siswa yang telah
melakukan kegiatan belajar matematika, dapat diukur prestasinya setelah
melakukan kegiatan belajar tersebut dengan menggunakan suatu alat evaluasi.
Jadi prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh
siswa setelah mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur
dengan menggunakan alat evaluasi (tes).
3. Model Pembelajaran
Gunter et al dalam Santyasa (2007) mendefinisikan an instructional model
is a step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes. Sementara itu
Joyce & Weil dalam Santyasa (2007) mendefinisikan model pembelajaran sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran. Disisi lain menurut Agus Suprijono (2009: 46), model
pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas maupun tutorial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Lebih lanjut Trianto (2009: 23) menyebutkan bahwa istilah model
pembelajaran memiliki empat ciri khusus yaitu:
(a) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para penciptanya atau
pengembangnya;
(b) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar;
(c) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut berhasil;
(d) Lingkunngan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang dijadikan pedoman
pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
4. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson dalam Ismail (2002: 12), pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni
kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk
mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar
aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran
dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya
kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar
dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.
Johnson, Johnson dan Holubec dalam Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan,
(2006:1) mengusulkan lima unsur penting dari pembelajaran kooperatif
a) Positive interdependence : The success of one learner is dependent on the
success of the other learners.
b) Promotive interaction : Individual can achieve promotive interaction by
helping each other, exchanging resources, challenging each
other’sconclusions, providing feedback, encouraging and striving for mutual
benefits.
c) Individual accountability : Teachers should assess the amount of effort that
each member is contributing. These can be done by giving an individual test
to each student and randomly calling students to present their group’s work.
d) Interpersonal and small-group skills : Teachers must provide opportunities
for group members to know each other, accept and support each other,
communicate accurately and resolve differences constructively.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
e) Group processing : Teachers must also provide opportunities for the class to
assess group progress. Group processing enables group to focus on good
working relationship, facilitates the learning of cooperative skills and ensures
that members receive feedback.
Dengan demikian berdasarkan pendapat di atas, terdapat lima unsur
penting dalam pembelajaran kooperatif, yakni :
a) Saling ketergantungan positif antar siswa;
b) Interaksi promotif dengan saling membantu, saling menukar sumber daya,
memberikan umpan balik, dan memanfaatkan timbal balik;
c) Tanggung jawab individu, guru memberi tes individu kepada siswa dan
secara acak memanggil siswa untuk menyajikan pekerjaan kelompok mereka;
d) Interpersonal dan ketrampilan kelompok kecil;
e) Proses berkelompok yang memusatkan hubungan kerjasama yang baik,
memudahkan ketrampilan kooperatif dan memastikan anggota kelompok
menerima umpan balik.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa model
pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-
konsep yang sulit.
b. Pengakuan adanya keragaman
Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima
teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang.
Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik dan
tingkat sosial.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan
sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif
adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja sama dalam kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Pembelajaran kooperatif memiliki fase-fase sebagai berikut (Agus
Suprijono, 2009: 65) :
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase – 1
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik
Fase – 2
Menyajikan informasi
Fase – 3
Mengorganisasikan peserta didik
kedalam tim-tim belajar
Fase – 4
Membantu kerja tim dan belajar
Fase – 5
Evaluasi
Fase – 6
Memberikan pengakuan atau
penghargaan
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok
agar melakukan transisi secara efisien
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas mereka.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasekan
hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya hasil
belajar individu maupun kelompok
Manfaat model pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar
yang rendah, antara lain (Linda Lundgren dalam Ibrahim, 2000 : 18) adalah :
a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi,
b. Memperbaiki kehadiran,
c. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar,
d. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil,
e. Konflik antar pribadi berkurang,
f. Pemahaman yang lebih mendalam,
g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi,
h. Hasil belajar lebih tinggi.
5. Teori Belajar Mengenai Model Pembelajaran Kooperatif
Teori belajar yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori belajar
konstruktivisme. Menurut Asikin (2008), teori belajar kontruktivisme menyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
bahwa siswa harus membangun pengetahuan di dalam benak mereka sendiri.
Setiap pengetahuan atau kemampuan hanya bisa diperoleh atau dikuasai oleh
seseorang apabila orang itu secara aktif mengkontruksi pengetahuan atau
kemampuan itu di dalam pikirannya. Sementara itu, menurut Agus Suprijono
(2009: 30), gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum
sebagai berikut:
a. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu
merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek;
b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu
untuk pengetahuan;
c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur konsep
membentuk pengetahuan jika konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan
pengalaman-pengalaman seseorang.
Konstruktivisme psikologis berkembang dalam dua arah, yang lebih
personal, individual, dan subyektif seperti Piaget dan pengikut-pengikutnya; dan
yang lebih sosial seperti Vygotsky (socioculturalism). Piaget menekankan
aktivitas individual dalam pembentukan pengetahuan, sedangkan Vygotsky
menekankan pentingnya masyarakat (lingkungan secara kultural).
Dalam proses pembentukan pengetahuan, baik dalam sudut pandang
personal maupun sosiokultural sebenarnya sama-sama menekankan pentingnya
keaktifan siswa dalam belajar, hanya yang satu lebih menekankan keaktifan
individu, sedangkan yang lainnya lebih menekankan pentingnya lingkungan
sosial-kultural.
Dalam pembelajaran matematika sekolah, kedua pandangan tersebut saling
melengkapi. Belajar matematika memerlukan proses pembentukan individual
yang aktif tapi juga proses inkulturasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan hal
ini, Cobb (1994) menyarankan agar konstruktivisme personal dikombinasikan
dengan sosiokultural. Menurut Asikin (2008), pembelajaran konstruktivisme
memiliki beberapa konsep mendasar yaitu sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
a. Scaffolding
Scafollding dapat diartikan sebagai pemberian sejumlah bantuan kepada
seorang siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi
bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat
melakukannya (Slavin, 1994). Scafollding merupakan bantuan yang diberikan
kepada siswa untuk belajar dan untuk memecahkan masalah. Bantuan tersebut
dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam
langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain
yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
b. Proses Top Down
Pendekatan konstruktivitis dalam pengajaran lebih menekankan proses
pengajaran secara top-down dari pada bottom-up. Top-down berarti bahwa siswa
mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian siswa
memecahkan atau menemukan (dengan bimbingan guru) keterampilan-
keterampilan dasar yang diperlukan (Slavin, 2009).
c. Zone of Proximal Development (ZPD)
ZPD atau zone of proximal development dimaknai sebagai “jarak antara
tingkat perkembangan sesungguhnya (yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah secara mandiri), dengan tingkat perkembangan potensial
(yang didefinisikan sebagai pemecahan kemampuan pemecahan masalah di bawah
bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih
mampu)” (Slavin, 1994). Siswa yang bekerja dalam ZPD mereka, berarti siswa
tersebut tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya, dan dapat terselesaikan jika
mendapat bantuan dari teman sebaya atau orang dewasa.
d. Pembelajaran Kooperatif
Vygotsky sebagaimana dikutip oleh Slavin (2009) menyarankan agar dalam
pembelajaran digunakan pendekatan pembelajaran kooperatif, pembelajaran
berbasis proyek, dan penemuan. Salah satu implikasi penting teori Vygotsky
dalam pendidikan adalah perlunya kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar
siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam menyelesaikan tugas-tugas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dapat saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam
masing-masing ZPD mereka. Menurut Slavin (2009) pendekatan konstruktivis
dalam pengajaran kelas yang menerapkan pembelajaran kooperatif secara
ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan
masalah-masalah yang mereka hadapi dengan temannya.
e. Pembelajaran Matematika dalam Perspektif Konstruktivisme
Prinsip-prinsip dalam pembelajaran yang berpaham konstruktivitis
diantaranya adalah sebagai berikut :
(i) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial.
(ii) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya
dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar.
(iii)Siswa aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan
konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan
konsep ilmiah.
(iv) Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi siswa berjalan mulus.
Tujuan pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah membangun
pemahaman. Pemahaman memberi makna tentang apa yang dipelajari. Belajar
menurut pandangan konstruktivis tidak ditekankan untuk memperoleh
pengetahuan yang banyak tanpa pemahaman. Herman Hudojo (1998) berpendapat
bahwa pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah
membantu siswa untuk membangun konsep/prinsip matematika dengan
kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi, sehingga konsep/prinsip
tersebut terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi
konsep/prinsip baru.
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
untuk meningkatkan penguasaan isi akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagan
(dalam Ibrahim, 2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap
isi pelajaran tersebut.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep
Kagan (dalam Ibrahim, 2000: 28) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam
menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan mengecek
pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti
pertanyaan lansung kepada seluruh kelas, guru menggunakan empat langkah
sebagai berikut : (a) Penomoran, (b) Pengajuan pertanyaan,(c) Berpikir bersama,
(d) Pemberian jawaban.
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah
sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Keenam langkah tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa
dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk
merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin
dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan
nilai tes (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
3. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai
bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama
untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban
dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari spesifik sampai yang bersifat umum.
4. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada
siswa di kelas.
5. Memberi kesimpulan
Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan.
6. Memberikan penghargaan
Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian pada siswa
dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih
baik.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, maka langkah-langkah
model pembelajaran NHT dalam penelitian ini adalah sebagai beikut.
1) Guru mempersiapkan RPP dan LKS;
2) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok heterogen yang terdiri dari
empat sampai lima siswa. Dalam tahap ini guru memberikan penomoran pada
masing-masing siswa dalam kelompok;
3) Guru membagikan LKS kepada siswa pada masing-masing kelompok;
4) Siswa berdiskusi dengan teman dalam satu kelompok;
5) Guru memanggil nomor siswa untuk menjelaskan hasil diskusi dalam
kelompoknya;
6) Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi;
7) Guru memberikan penghargaan kepada siswa dalam kelompok.
Selain mempunyai langkah-langkah baku, setiap model pembelajaran
tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan
kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu sebagai berikut
(Lundgren dalam Ibrahim, 2000: 18)
1. Kelebihan
a) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi,
b) Memperbaiki kehadiran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
c) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar,
d) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil,
e) Konflik antara pribadi berkurang,
f) Pemahaman yang lebih mendalam,
g) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi,
h) Hasil belajar lebih tinggi,
i) Nilai-nilai kerja sama antar siswa lebih teruji,
j) Siswa termotivasi untuk mengembangkan wawasan dan kreativitas, karena
mereka harus mencari informasi dari berbagai sumber.
2. Kelemahan
a) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru,
b) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru,
c) Kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang
mendukung diatur kegiatan kelompok.
7. Metode Pembelajaran
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau
jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah,maka metode menyangkut
masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan. Menurut
Surya Darma (2008) Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun
tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang
telah ditetapkan. Disisi lain Sanjaya (dalam Nurhayati, 2011) berpendapat bahwa
Metode pembelajaran adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan
strategi pembelajaran.
Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Metode
Pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh seorang guru dalam melaksanakan
strategi pembelajaran di kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
8. Motode Penemuan Terbimbing
Menurut Jerome Bruner (dalam Markaban, 2008), penemuan adalah suatu
proses. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan
pemecahan masalah, praktek membentuk dan menguji hipotesis. Di dalam
pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, di
mana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang
tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan.
Menurut Herman Hudojo (2001: 112), metode penemuan terbimbing
merupakan suatu cara penyampaian topik-topik matematika sedemikian hingga
proses belajar memungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur-
struktur matematika melalui serentetan pengalaman-pengalaman belajar yang
lampau. Kadang-kadang metode penemuan ini memerlukan waktu lebih lama
untuk seluruh kelas atau kelompok kecil siswa dalam menemukan suatu obyek
matematika dari pada menyajikan obyek tersebut kepada mereka. Metode
penemuan ini kurang tepat untuk siswa MTs tanpa bimbingan guru, karena pada
umumnya sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat
menemukan sesuatu. Hal ini terkait erat dengan karakteristik pelajaran
matematika yang lebih merupakan deduktif reasoning dalam perumusannya. Di
samping itu, penemuan tanpa bimbingan dapat memakan waktu berhari-hari
dalam pelaksanaannya atau bahkan siswa tidak berbuat apa-apa karena tidak tahu,
begitu pula jalannya penemuan. Mengingat hal tersebut timbul metoda
pembelajaran dengan penemuan yang dipandu oleh guru. Menurut Amin Suyitno
(2004: 6), metode penemuan dalam pembelajaran Matematika akan dapat melatih
siswa dalam berpikir tingkat tinggi.
Metode penemuan yang dipandu oleh guru ini pertama dikenalkan oleh
Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka sering disebut
juga dengan metoda Socratic (Markaban, 2008). Metode ini melibatkan suatu
dialog/interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang
diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu
buku yang pertama menggunakan teknik penemuan terbimbing adalah tentang
aritmetika oleh Warren Colburn yang pelajaran pertamanya berjudul: Intellectual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Arithmetic upon the Inductive Method of Instruction, diterbitkan pada tahun 1821,
yang isinya menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam
mengembangkan konsep dan prinsip matematika. Ini menirukan metode Socratic
di mana Socrates dengan pertolongan pertanyaan yang ia tanyakan dimungkinkan
siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang tepat dari seorang
guru akan sangat membantu siswa dalam menemukan sesuatu.
Menurut Markaban (2008), di dalam motode penemuan ini, guru dapat
menggunakan strategi penemuan yaitu secara induktif, deduktif atau keduanya.
1. Strategi Penemuan Induktif
Induktif merupakan proses berpikir di mana siswa menyimpulkan dari apa
yang diketahui benar untuk hal yang khusus, juga akan benar untuk semua hal
yang serupa secara umum. Sebuah argumen induktif meliputi dua komponen,
yang pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung
kesimpulan dan yang kedua bagian dari argumentasi itu. Kesimpulan dari suatu
argumentasi induktif tidak perlu mengikuti fakta yang mendukungnya. Fakta
mungkin membuat lebih dipercaya, tergantung sifatnya, tetapi itu tidak bisa
membuktikan dalil untuk mendukung. Sebagai contoh, fakta bahwa 3, 5, 7, 11,
dan 13 adalah semuanya bilangan prima dan masuk akal secara umum kita buat
kesimpulan bahwa semua bilangan prima adalah ganjil tetapi hal itu sama sekali
“tidak membuktikan“ karena 2 adalah bilangan genap. Guru beresiko di dalam
suatu argumentasi induktif bahwa kejadian semacam itu sering terjadi.
Karenanya, suatu kesimpulan yang dicapai oleh induksi harus berhati-hati karena
hal seperti itu nampak layak dan hampir bisa dipastikan atau mungkin terjadi.
Sebuah argumentasi dengan induktif dapat ditandai sebagai suatu kesimpulan.
Bukti yang diuji terdiri dari kejadian atau contoh pokok-pokok.
2. Strategi Penemuan Deduktif
Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu
pernyataan diperoleh sebagai akibat logis kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan
antar pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Berarti dengan strategi
penemuan deduktif, kepada siswa dijelaskan konsep dan prinsip materi tertentu
untuk mendukung perolehan pengetahuan matematika yang tidak dikenalnya dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
guru cenderung untuk menanyakan suatu urutan pertanyaan untuk mengarahkan
pemikiran siswa ke arah penarikan kesimpulan yang menjadi tujuan dari
pembelajaran.
Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep
matematika. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman suatu konsep dapat
diawali secara induktif melalui peristiwa nyata atau intuisi. Kegiatan dapat
dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat
yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang
kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan
deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari
matematika
Dengan penjelasan di atas metode penemuan yang dipandu oleh guru ini
kemudian dikembangkan dalam suatu model pembelajaran yang sering disebut
model pembelajaran dengan penemuan terbimbing. Agar pelaksanaan model
pembelajaran dengan penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa
langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut
(Markaban, 2008: 17):
a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data
secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan
salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah;
b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir,
dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan
sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa
untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan,
atau LKS;
c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya;
d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas
diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran
prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai;
e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka
verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
menyusunya. Di samping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin
100% kebenaran konjektur;
f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan
soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu
benar.
Memperhatikan Model Pembelajaran dengan Penemuan Terbimbing
tersebut di atas dapat disampaikan kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya
(Markaban, 2008: 18-19). Kelebihan dari Model Pembelajaran dengan Penemuan
Terbimbing adalah sebagai berikut:
a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan;
b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan);
c. Mendukung kemampuan problem solving siswa;
d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan
demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar;
e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan
lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya.
Sementara itu kekurangannya adalah sebagai berikut:
a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama;
b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan,
beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah;
c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-
topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan Model
Penemuan Terbimbing.
9. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Dengan
Metode Penemuan Terbimbing
Berdasarkan langkah-langkah sebelumnya, maka sintaks model
pembelajaran Number Heads Together dengan metode penemuan terbimbing
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS). Tahap
persiapan ini dilakukan sebelum pembelajaran dimulai.
2. Pembentukan kelompok
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5
orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan
nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran
yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar.
Pembentukan kelompok dilakukan sebelum pembelajaran dimulai, sehingga
ketika pelajaran dimulai siswa tinggal menempatkan diri di masing-masing
kelompok.
3. Merumuskan Masalah
Guru bersama siswa merumuskan masalah berdasarkan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai
4. Diskusi Masalah
Siswa menyusun, memproses dan mengorganisir rumusan masalah tersebut.
Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja.
Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang
hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk LKS. Diskusi
dilakukan siswa dalam kelompok.
5. Menyusun Perkiraan
Siswa menyusun perkiraan dari hasil diskusi masalah yang dilakukannya. Bila
dipandang perlu, perkiraan yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa oleh
guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran perkiraan siswa,
sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.
6. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Setelah siswa menyusun perkiraan. Guru memanggil nomor salah satu siswa
untuk menjelaskan solusi masalah yang diberikan berdasarkan hasil perkiraan di
depan kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
7. Memberi kesimpulan
Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan pembelajaran berdasarkan
rumusan masalah yang disusun di awal pembelajaran
8. Memberikan penghargaan
Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian pada siswa
dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih
baik.
10. Model Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran yang
bersifat teacher center (Trianto, 2009:41). Dalam menerapkan model
pembelajaran langsung, guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau
keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah.
Hal ini dimaksudkan karena dalam pembelajaran peranan guru sangat dominan,
dan dituntut untuk dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa. Model
pembelajaran langsung sangat diperlukan dalam membelajarkan materi mata
pelajaran matematika terutama yang terkait dengan membelajarkan operasi
(aturan pengerjaan hitung, aljabar, matematika, dll.). Operasi sering disebut
dengan skill (keterampilan) yaitu keterampilan dalam matematika berupa
kemampuan pengerjaan (operasi) dan melakukan suatu prosedur atau aturan
yang harus dikuasai oleh siswa dengan kecepatan dan ketepatan yang tinggi
untuk memperoleh suatu hasil tertentu.
Beberapa keterampilan ditentukan oleh seperangkat aturan atau instruksi
atau prosedur yang berurutan, yang disebut algoritma. Menurut Gagne (dalam
Ismail, 2003), pengetahuan dibagi menjadi dua macam yaitu pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan mengenai bagaimana orang melakukan sesuatu sedangkan
pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu. Menurut Agus
Suprijono (2009: 50), fase dalam pembelajaran langsung adalah sebagai berikut:
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik;
2. Mendemonstrasikan pengetahuan atau ketrampilan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3. Membimbing pelatihan;
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik;
5. Memberikan kesempatam untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.
Dari fase-fase di atas dengan mengacu standar proses yaitu
Permendiknas Nomor 41 tahun 2007, maka langkah-langkah dalam model
pembelajaran langsung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Langkah awal guru menyiapkan siswa baik secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran, menjelaskan tujuan pembelajaran atau
kompetensi dasar yang akan dicapai, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
Langkah awal ini dilakukan untuk memberikan motivasi pada siswa untuk
berperan penuh pada proses pembelajaran
2. Langkah berikutnya adalah guru mempresentasikan materi ajar atau
mendemonstrasikan mengenai keterampilan tertentu. Selanjutnya guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan latihan dan
memberikan umpan balik. Dalam langkah ini dikaitkan guru memfasilitasi
siswa untuk mengeksplorasi, mengelaborasi dan mengonfirmasi proses
pembelajaran.
3. Langkah akhir guru memberikan latihan untuk menerapkan konsep yang telah
dipelajari, membuat rangkuman bersama-sama siswa, melakukan refleksi
terhadap pembelajaran yang sudah berlangsung, merencanakan kegiatan tindak
lanjutnya, menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya
Selain mempunyai langkah baku, model pembelajaran langsung tentunya
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan model
pembelajaran langsung yaitu sebagai berikut (Rachmadhi Widdiharto, 2004):
(i) Kelebihan
a) Relatif banyak materi yang tersampaikan;
b) Untuk hal-hal yang sifatnya prosedural, model ini akan relatif mudah diikuti.
(ii) Kekurangan
a) Jika guru terlalu dominan pada ceramah, maka siswa akan cepat bosan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
11. Kemampuan Spasial
Salah satu aspek dari kognisi adalah kemampuan spasial. Menurut
Linn&Petersen (dalam Yilmaz, 2009), kemampuan spasial mengacu pada
keterampilan dalam mewakili, transformasi, menghasilkan, mengingat simbol-
simbol dan informasi non-linguistik. Sementara itu menurut Gardner (dalam
Junsella Harmony & Roseli Theis, 2012), kemampuan spasial adalah kemampuan
untuk menangkap dunia ruang secara tepat. Disisi lain Olkun (2003: 8)
berpendapat bahwa kemampuan spasial adalah kemampuan manipulasi mental
objek dan bagian mereka dalam 2D dan 3D ruang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
definisi kemampuan spasial dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang
dalam menangkap atau memanipulasi gambar 2D dan 3D secara tepat. Penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan spasial adalah penting dan dapat ditingkatkan
melalui kegiatan yang sesuai. Kemampuan spasial diperoleh anak secara bertahap,
dimulai dari pengenalan objek melalui persepsi dan aktivitas anak di
lingkungannya.
Kemampuan spasial secara luas dianggap sebagai aspek penting dalam
kecerdasan manusia oleh para ilmuwan (Rafi, 2006). Hal ini melibatkan proses
kognitif melalui upaya otak untuk memahami dan menafsirkan beberapa jenis
informasi yang masuk yaitu informasi visual dan spasial. Sebuah pemahaman
sederhana dari informasi visual-spasial adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat bagaimana untuk bergerak di sekitar rumah. Keterampilan ini menjadi
jelas ketika individu terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan visual dan
spasial seperti Teknik, Sains, Arsitektur dan Teknologi.
Menurut Piaget & Inhelder (dalam Tambunan, 2006) kemampuan spasial
yang merupakan aspek dari kognisi berkembang sejalan dengan perkembangan
kognitif yaitu konsep spasial pada tahapan sensori-motor, konsep spasial pada
tahapan pra-operasional, konsep spasial pada tahapan konkret-operasional dan
konsep spasial pada tahapan formal-operasional. Kemampuan spasial ini
diperoleh anak melalui alur perkembangan berdasarkan hubungan spasial
topologi, proyektif dan euclidis. Pada hubungan spasial topologi anak mengerti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
spasial dalam hubungannya dengan relasi topologi yaitu “di samping” atau “di
depan”.
Mengenai aspek kemampuan spasial, Maier (1998) mengidentifikasi lima
aspek kemampuan spasial yaitu persepsi spasial, visualisasi, rotasi mental,
hubungan spasial dan orientasi spasial. Berikut kelima elemen kemampuan spasial
tersebut.
(1) Persepsi Spasial
Persepsi spasial merupakan kemampuan menentukan arah vertikal dan
horizontal dari suatu objek yang keberadaan posisinya dikacaukan, misalnya
benda tersebut dimiringkan ke kanan atau ke kiri.
(2) Penggambaran
Penggambaran merupakan kemampuan untuk memvisualisasi atau melihat
sebuah konfigurasi dimana terdapat gerakan atau perpindahan pada bagian
dari konfigurasi tersebut.
(3) Rotasi Mental
Rotasi mental merupakan kemampuan dalam menentukan hasil dari rotasi
gambar dimensi dua atau dimensi tiga.
(4) Hubungan Spasial
Hubungan spasial merupakan kemampuan untuk mengenali konfigurasi
spasial dari objek atau bagian objek serta kaitan antara satu dengan yang
lainnya.
(5) Orientasi Spasial
Orientasi spasial merupakan kemampuan untuk masuk dalam situasi spasial
tertentu, contohnya menebak hasil foto suatu benda yang difoto dari sudut
tertentu.
Kelima elemen kemampuan spasial tersebut dijadikan pedoman dalam
penyusunan indikator kemampuan spasial pada penelitian ini. Tabel 2.2
menunjukkan penjabaran indikator dari kelima elemen kemampuan spasial
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Spasial
Elemen Indikator
Persepsi Spasial a. Menenentukan kedudukan suatu benda ketika
dimiringkan
b. Menentukan bidang dalam bangun ruang
Penggambaran Menentukan bentuk yang sebenarnya sebuah bidang
dalam gambar bangun ruang Rotasi Mental a. Menentukan gambar yang identik berdasarkan
hasil rotasi
b. Menentukan bentuk jaring-jaring yang mungkin
dari suatu bangun ruang Hubungan Spasial a. Menentukan hubungan yang tepat dari beberapa
model gambar
b. Menentukan pasangan bidang yang saling
beroposisi dari sebuah bangun ruang Orientasi Spasial Menentukan kedudukan suatu benda yang berpindah
dalam sebuah bangun ruang
12. Gaya Kognitif
Secara psikologi ada perbedaan cara orang memproses dan
mengorganisasi kegiatannya. Perbedaan tersebut dapat mempengaruhi kuantitas
dan kualitas dari hasil kegiatan yang dilakukan, termasuk kegiatan belajar siswa di
sekolah. Perbedaan ini disebut dengan gaya kognitif (cognitive styles). Gaya
kognitif merujuk pada cara orang memperoleh informasi dan menggunakan
strategi untuk merespon suatu tugas. Disebut sebagai gaya dan tidak sebagai
kemampuan karena merujuk pada bagaimana orang memproses informasi dan
memecahkan masalah, dan bukan merujuk pada bagaimana cara yang terbaik
dalam memproses informasi dan memecahkan masalah.
Coop (1974) mengemukakan bahwa istilah gaya kognitif mengacu pada
kekonsistenan pola yang ditampilkan seseorang dalam merespon berbagai situasi.
Juga mengacu pada pendekatan intelektual dan/atau strategi dalam menyelesaikan
masalah. Sedangkan menurut Kogan (Ardana, 2002), gaya kognitif dapat
didefinisikan sebagai variasi individu dalam cara memandang, mengingat dan
berpikir atau sebagai cara tersendiri dalam hal memahami, menyimpan,
mentransformasi, dan menggunakan informasi. Sejalan dengan definisi di atas,
Nasution (2000) mengemukakan bahwa gaya kognitif adalah cara yang konsisten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi,
cara mengingat, berpikir, dan memecahkan masalah. Sedangkan Winkel (1996)
mengemukakan pengertian gaya kognitif sebagai cara khas yang digunakan
seseorang dalam mengamati dan beraktivitas mental di bidang kognitif, yang
bersifat individual dan kerapkali tidak disadari dan cenderung bertahan terus.
Mengenai jenis-jenis gaya kognitif, Winkel (1996) membedakan dalam beberapa
jenis berdasarkan kecenderungan, seperti: (a) cenderung bergantung pada medan
(field dependent) atau cenderung tidak tergantung pada medan (field idepemdent),
(b) Kecenderungan konsisten atau mudah meninggalkan cara yang telah dipilih
dalam mempelajari sesuatu, (c) kecenderungan luas atau sempit dalam
pembentukan konsep, dan (d) cenderung sangat atau kurang memperhatikan
perbedaan antara objek-objek yang diamati.
Nasution (2000) membedakan gaya kognitif secara lebih spesifik dalam
kaitannya dengan proses belajar mengajar, meliputi: (a) field dependent – field
independent, (b) impulsif – refleksif, (c) presentif – reseptif, dan (d) sistematis –
intuitif. Sedangkan Ardana (2002) mengutip pembagian gaya kognitif yang
dikemukakan oleh Siegel dan Coop (1974), yaitu: (a) mengutamakan perhatian
global versus perhatian detail (bagian), (b) membedakan suatu stimulus ke dalam
kategori yang lebih besar versus kategori bagian-bagian kecil, (c) kecendrungan
mengklasifikasi item berdasarkan karakteristik yang nampak seperti kesamaan
fungsi, waktu, atau ruang versus memilih kesamaan dari beberapa atribut yang
abstrak, (c) cepat (impulsive) versus lambat, sugguh-sungguh dalam pemecahan
masalah (reflexsive), dan (d) Intuitif, induktif versus kognitif logik, kognitif
deduktif.
Pada penelitian ini gaya kognitif field dependent-field independent beserta
implementasinya dalam pembelajaran akan menjadi fokus dalam penelitian ini.
Nasution (2000) mengemukakan bahwa siswa yang bergaya kognitif field
dependent sangat dipengaruhi atau bergantung pada lingkungan, sedangkan siswa
yang bergaya kognitif field independent tidak atau kurang dipengaruhi oleh
lingkungan. Penjelasan mengenai masing-masing tipe gaya kognitif dapat
diuraikan sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
a) Gaya Kognitif Field Independent
Individu yang memiliki gaya kognitif field independent memiliki
karakteristik antara lain: 1) memiliki kemampuan menganalisis untuk me-
misahkan obyek dari lingkungannya, 2) memiliki kemampuan mengorganisasikan
obyek-obyek, 3) memiliki orientasi impersonal, 4) memilih profesi yang bersifat
individual, 5) mendefinisikan tujuan sendiri, 6) mengutamakan motivasi intrinsik
dan penguatan internal (Witkin dalam Candiasa, 2002). Karakteristik yang
dimiliki individu field independent berimplikasi pada aktivitasnya selama
mengikuti proses pembelajaran, antara lain: 1) cenderung untuk merumuskan
sendiri tujuan pembelajaran; 2) lebih tertarik pada penguatan internal dan
motivasi intrinsik; dan 3) cenderung untuk menggunakan struktur perantara dalam
mempelajari materi (Witkin dalam Candiasa, 2002).
b) Gaya Kognitif Field Dependent
Beberapa karaktersitik individu yang memiliki gaya kognitf field
dependent sudah diidentifikasikan oleh Witkin dan kawan-kawannya (Candiasa,
2002), antara lain: 1) cenderung untuk berpikir global; 2) cenderung menerima
struktur yang sudah ada, 3) me miliki orientasi sosial, 4) cenderung memilih
profesi yang menekankan pada ketrampilan sosial, 5) cenderung mengikuti tujuan
yang yang sudah ada, dan 6) cenderung bekerja dengan motivasi eksternal serta
lebih tertarik pada penguatan eksternal. Individu yang memiliki gaya kognitif field
dependent cenderung baik hati, ramah, dan bijaksana, sehingga lebih mampu
untuk menjalin hubungan interpersonal dan lebih mudah diterima orang lain.
Akan tetapi orientasi sosial, kurangnya kemampuan menganalisis, serta
kecenderungan untuk menerima informasi seperti disajikan menjadikan individu
field dependent menemui kesulitan untuk mengemukakan pendapat dengan
persepsi sendiri.
Ciri-ciri individu field dependent dalam proses pembelajaran diuraikan
sebagai berikut: 1) menerima konsep dan materi secara global, 2) cenderung
menghubungkan konsep-konsep dalam kurikulum dengan pengalaman sendiri, 3)
mencari bimbingan dan petunjuk dari guru, 4) memerlukan hadiah untuk
memperkuat interaksi dengan guru, 5) sensitif terhadap perasaan dan pendapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
sendiri, 6) lebih suka bekerjasama daripada bekerja sendiri, dan 7) lebih tertarik
kepada organisasi materi yang telah disiapkan guru. Individu field dependent
cenderung menggunakan pendekatan pasif dalambelajar (Lin dan Shivers dalam
Candiasa, 2002).
Sementara itu Ardana (2002), menguraikan perbedaan implikasi gaya
kognitif siswa yang field dependent – field independent dalam pembelajaran dapat
dalam Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Implikasi Gaya Kognitif Dalam Pembelajaran
Gaya Kognitif
Field-dependent Field-Independent
1. Penerimaan secara global 1. Penerimaan secara analitis
2. Memahami secara global struktur
yang diberikan.
2. Memahami secara artikulasi dari
struktur yang diberikan atau
pembatasan
3. Membuat perbedaan yang umum
dan luas antara konsep, melihat
hubungan/ keterkaitan.
3. Membuat perbedaan konsep yang
spesifik dengan sedikit mungkin
tumpang tindih.
4. Orientasi sosial 4. Orientasi pada perorangan
5. Belajar materi yang lebih bersifat
sosial.
5. Belajar materi sosial hanya sebagai
tugas yang disegaja.
6. Materi yang baik adalah materi
yang relevan dengan
pengalamannya.
6. Belajar materi sosial hanya sebagai
tugas yang disengaja.
7. Memerlukan bantuan luar dan
penguatan untuk mencapai tujuan.
7. Tujuan dapat dicapai dengan
penguatan sendiri.
8. Memerlukan pengorganisasian. 8. Bisa dengan situasi struktur sendiri.
9. Lebih mempengaruhi oleh kritik. 9. Sedikit dipengaruhi oleh kritik.
10. Menggunakan pendekatan penonton
untuk mencapai konsep.
10. Menggunakan pendekatan
pengetesan hipotesis dalam
pencapaian konsep. Sumber : Ardana (2002)
B. Penelitian Yang Relevan
Untuk menunjang penelitian yang akan peneliti lakukan, berikut ini
penelitian yang relevan sebagai pembanding peneliti akan lakukan.
Penelitian Rofiq Setyawan (2008), meneliti tentang pengaruh model
pembelajaran NHT ditinjau dari motivasi belajar siswa. Temuannya menunjukkan
bahwa model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) lebih baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dibandingkan metode ceramah. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama
menggunakan model pembelajaran NHT sebagai salah satu model pembelajaran
yang digunakan dalam penelitian. Perbedaannya yaitu penelitian ini
mengkombinasikan model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing dan meninjau dari kemampuan spasial dan gaya kognitif.
Penelitian Maheady & Michieli (2012), meneliti tentang efektivitas model
pembelajaran NHT. Temuannya menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran
NHT setiap siswa aktif dalam diskusi di kelas. Persamaan dengan penelitian ini
yaitu sama-sama menggunakan model pembelajaran NHT sebagai salah satu
model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian. Perbedaannya yaitu
penelitian ini mengkombinasikan model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing dan meninjau dari kemampuan spasial dan gaya kognitif.
Penelitian Tri Sardjoko (2011), meneliti tentag efektivitas model
pembelajaran NHT dan GI ditinjau dari Motivasi Berprestasi. Temuannya
menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang diajar dengan model
pembelajaran Numbered Heads Together lebih baik daripada siswa yang diajar
dengan model pembelajaran Group Investigation. Persamaan dengan penelitian ini
yaitu sama-sama menggunakan model pembelajaran NHT sebagai salah satu
model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian. Perbedaannya yaitu
penelitian ini mengkombinasikan model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing dan meninjau dari kemampuan spasial dan gaya kognitif.
Penelitian Leo Adhar Efendi (2012), meneliti tentang pembelajaran
matematika dengan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan
kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa. Temuannya
menyimpulkan bahwa secara keseluruhan peningkatan kemampuan representasi
dan pemecahan masalahmatematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional.
Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan metode
penemuan terbimbing dalam pembelajaran. Perbedaannya yaitu penelitian ini
mengkombinasikan model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing dan meninjau dari kemampuan spasial dan gaya kognitif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Penelitian Yang (2010), meneliti tentang efektivitas metode penemuan
terbimbing. Temuannya menyatakan bahwa metode penemuan terbimbing lebih
efektif daripada pembelajaran langsung. Persamaan dengan penelitian ini yaitu
sama-sama menggunakan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran.
Perbedaannya yaitu penelitian ini mengkombinasikan model pembelajaran NHT
dengan metode penemuan terbimbing dan meninjau dari kemampuan spasial dan
gaya kognitif.
Penelitian Kyriazis1, Psycharis & Korres (2009), meneliti tentang
eksperimen metode penemuan dan komputasional pada pendidikan matematika
dan sains tingkat tinggi. Temuannya menyatakan bahwa penggunaan komputer
dan metode penemuan terbimbing sukses meningkatkan hasil belajar siswa.
Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan metode
penemuan terbimbing dalam pembelajaran. Perbedaannya yaitu penelitian ini
mengkombinasikan model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing dan meninjau dari kemampuan spasial dan gaya kognitif.
Penelitian Agung Putra Wijaya (2011), meneliti tentang eksperimentasi
model pembelajaran NHT dan STAD ditinjau dari keingintahuan dan gaya
kognitif. Temuannya menyatakan bahwa prestasi belajar matematika peserta didik
yang memiliki gaya kognitif field independent lebih baik dibandingkan prestasi
belajar matematika peserta didik yang memiliki gaya kognitif field dependent.
Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan variabel gaya
kognitif sebagai variabel bebas atributif. Perbedaannya yaitu penelitian ini
penelitian ini mengkombinasikan model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing dan meninjau dari kemampuan spasial dan gaya kognitif.
Penelitian Nora Faradhila, Imam Sujadi & Yemi Kuswardi (2013),
meneliti tentang eksperimentasi model pembelajaran Missouri Mathematics
Project ditinjau dari kemampuan spasial. Salah satu temuannya menyatakan
bahwa siswa yang mempunyai kemampuan spasial tinggi menghasilkan prestasi
belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan
spasial sedang dan rendah sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan spasial
sedang menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama baiknya. Persamaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan variabel kemampuan spasial
sebagai variabel bebas atributif. Perbedaannya yaitu penelitian ini
mengkombinasikan model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing dan meninjau dari kemampuan spasial dan gaya kognitif.
C. Kerangka Berpikir
1. Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika
Pada Materi Kubus dan Balok
Prestasi belajar matematika siswa merupakan suatu hasil yang diperoleh
siswa setelah melakukan serangkaian proses belajar matematika. Model
pembelajaran merupakan fakta yang sangat penting dalam menentukan prestasi
belajar siswa. Dalam peneltian ini, model pembelajaran yang diterapkan adalah
model pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing, model
pembelajaran NHT dan model pembelajaran langsung.
Dalam model pembelajaran NHT, setiap siswa dalam kelompok
mempunyai nomor yang berbeda dan menyadari bahwa setiap nomor mempunyai
peluang yang sama untuk dipanggil guru guna mewakili kelompoknya. Dengan
demikian setiap peserta didik diharuskan untuk terlibat secara total untuk
mengkonstruksi pemahamannya melalui diskusi kelompok sehingga memiliki
pemahaman yang maksimal dan mampu menjelaskan hasil diskusi kepada seluruh
siswa di kelas, jika nomor yang dimilikinya dipanggil oleh guru.
Sementara itu metode penemuan terbimbing menuntut siswa untuk
menemukan sendiri konsep-konsep tentang matematika dengan bimbingan guru.
Dengan metode penemuan terbimbing juga diharapkan materi yang dipelajari
siwa dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas
karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.
Melalui diskusi dalam model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing, siswa bersama dengan teman kelompoknya akan berusaha
untuk mengkonstruk sendiri pengetahuan mereka. Di sisi lain apabila ditemukan
adanya kesulitan dalam pembelajaran guru memberi bimbingan sampai siswa
benar-benar paham, bimbingan disini dirancang dalam bentuk pertanyaan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
pertanyaan yang berfungsi untuk membantu siswa mengkonstruksi sendiri
pengetahuan mereka. Dengan demikian pada penerapan model pembelajaran NHT
dengan metode penemuan terbimbing pada materi kubus dan balok, ilmu geometri
yang didapat oleh siswa akan bertahan lebih lama dalam memori otak mereka. Hal
ini dikarenakan karena ilmu yang mereka peroleh didapat dari mengkonstruk
pengetahuan mereka dibawah bimbingan dari guru.
Sementara itu pada model pembelajaran langsung, siswa cenderung hanya
mendengarkan ceramah dari guru. Siswa hanya pasif mendengarkan, dengan
hanya pasif mendengarkan maka materi kubus dan balok yang mereka peroleh
hanya terserap sedikit. Melalui model pembelajaran langsung juga dimungkinkan
siswa merasa bosan sehingga memungkinkan mereka menjadi ngantuk. Akibatnya
pengetahuan kubus dan balok yang mereka dapatkan dalam pembelajaran tidak
akan diserap secara maksimal.
Berdasarkan uraian tersebut, kemungkinan model pembelajaran NHT
dengan metode penemuan terbimbing menghasilkan prestasi belajar matematika
yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran NHT dan model
pembelajaran langsung, serta model prmbelajaran NHT menghasilkan prestasi
belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran
langsung.
2. Pengaruh Kemampuan Spasial Terhadap Prestasi Belajar Matematika
Pada Materi Kubus dan Balok
Kemampuan spasial adalah kemampuan seseorang dalam
memvisualisasikan suatu benda dan berpikir secara abstrak melalui objek gambar
yang mewakili benda tersebut baik pada ruang dimensi dua maupun dimensi tiga.
Siswa yang berkemampuan spasial tinggi, mempunyai kemampuan dalam berpikir
secara abstrak terhadap objek benda melalui gambar yang mewakilinya baik pada
ruang dimensi tiga maupun dimensi dua dengan sangat baik. Sementara itu pada
siswa dengan kemampuan spasial sedang mampu berpikir secara abstrak terhadap
objek benda melalui gambar yang mewakilinya baik pada ruang dimensi tiga
maupun dimensi dua, namun tidak sebaik siswa dengan kemampuan spasial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
sedang. Disisi lain pada siswa dengan kemampuan spasial rendah sulit untuk
berpikir secara abstrak terhadap objek benda melalui gambar yang mewakilinya
baik pada ruang dimensi dua maupun dimensi tiga.
Kubus dan balok merupakan salah satu objek geometri yang bersifat
abstrak dan termasuk ruang dimensi tiga. Materi ini banyak menuntut siswa untuk
memahami bangun ruang. Siswa dituntut untuk membayangkan bentuk kubus dan
balok. Oleh sebab itu pemahaman siswa dalam materi kubus dan balok erat
kaitannya dengan kemampuan spasial siswa atau kemampuan keruangan. Siswa
dengan kemampuan spasial tinggi mempunyai tingkat pemahaman yang tinggi
terhadap sifat keruangan. Dalam pembelajaran matematika, khususnya materi
geometri, diperlukan kemampuan yang tinggi dalam mengenali benda-benda
geometris dalam bentuk dua dan tiga dimensi. Siswa dengan kemampuan spasial
tinggi mungkin tidak mengalami kesulitan dalam memahami materi geometri
khususnya kubus dan balok. Tetapi untuk siswa dengan kemampuan spasial
sedang maupun rendah mungkin akan mengalami kesulitan dalam memahami
materi geometri. Sehingga prestasi belajar mereka cenderung lebih rendah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kemungkinan siswa yang
berkemampuan spasial tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih
baik dibandingkan siswa dengan kemampuan spasial sedang maupun rendah, serta
siswa yang berkemampuan spasial sedang prestasi belajar matematikanya lebih
baik dibandingkan dengan siswa berkemampuan spasial rendah.
3. Pengaruh Gaya Kognitif Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada
Materi Kubus Dan Balok
Faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa
adalah gaya kognitif. Gaya kognitif merujuk pada cara orang memperoleh
informasi dan menggunakan strategi untuk merespon suatu tugas. Nasution (2000)
mengemukakan bahwa gaya kognitif adalah cara yang konsisten yang dilakukan
oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat,
berpikir, dan memecahkan masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tipe gaya kognitif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu field
dependent dan field independent. Dalam pembelajaran kubus dan balok di kelas,
siswa dengan gaya kognitif field independent lebih tertarik untuk mengamati
pemrosesan informasinya. Siswa ini dapat menerima secara terpisah-pisah bagian-
bagian dari suatu pola dan dapat menganalisa suatu pola berdasarkan bagian-
bagiannya.
Siswa yang memiliki gaya kognitif field independent umumnya lebih
mudah dalam menghadapi tugas-tugas yang memerlukan kemampuan analisis.
Siswa tersebut memiliki kemampuan analisis yang mumpuni sehingga cenderung
lebih refleksif terhadap kemungkinan-kemungkinan klasifikasi pilihan yang
diberikan.siswa ini cenderung lebih tenang dan tidak bingung dalam memecahkan
permasalahan. Selain itu, siswa ini cenderung membuat kesalahan yang lebih
sedikit dalam membaca dan berpikir induktif. Secara kognitif, siswa yang
memiliki gaya kognitif field dependent akan mengalami kesulitan dalam
menganalisis masalah yang dihadapi dan mengubah strategi pemecahan masalah
yang selama ini telah digunakan atau menemukan strategi baru dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
Siswa yang memiliki gaya kognitif field independent dapat memahami
dengan baik lingkup matematika dan ilmu pengetahuan alam yang membutuhkan
kemampuan analisis. Sementara itu, siswa yang memiliki gaya kognitif field
dependent memiliki daya ingat yang baik untuk informasi sosial dan lebih
menyenangi pelajaran-pelajaran social seperti bahasa dan sejarah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pada pembelajaran kubus dan
balok kemungkinan siswa dengan gaya kognitif field independent mempunyai
prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan siswa dengan gaya
kognitif field dependent.
4. Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika
Pada Materi Kubus dan Balok Jika Ditinjau Dari Kemampuan Spasial
a. Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada
Materi Kubus dan Balok Pada Kemampuan Spasial Tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Siswa yang berkemampuan spasial tinggi, mempunyai kemampuan dalam
berpikir secara abstrak terhadap objek benda melalui gambar yang mewakilinya
baik pada ruang dimensi tiga maupun dimensi dua dengan sangat baik. Oleh sebab
itu mereka akan lebih mudah dalam mempelajari materi kubus dan balok. Dengan
demikian, perbedaan model pembelajaran yang digunakan guru di kelas tidak
begitu berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika mereka karena lebih
banyak dipengaruhi oleh kemampuan spasial mereka yang tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kemungkinan pada siswa dengan
kemampuan spasial tinggi, prestasi belajar matematika pada ketiga model
pembelajaran sama baiknya.
b. Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada
Materi Kubus dan Balok Pada Kemampuan Spasial Sedang
Siswa dengan kemampuan spasial sedang mampu berpikir secara abstrak
terhadap objek benda melalui gambar yang mewakilinya baik pada ruang dimensi
tiga maupun dimensi dua, namun tidak sebaik siswa dengan kemampuan spasial
sedang. Mereka memerlukan bimbingan yang lebih dalam mempelajari materi
kubus dan balok. Dengan demikian perbedaan model pembelajaran yang
digunakan guru di kelas akan banyak mempengaruhi prestasi belajar mereka
dalam materi kubus dan balok. Mengenai model pembelajaran yang digunakan
dalam penelitian ini, siswa dengan model pembelajaran numbered heads together
dengan metode penemuan terbimbing akan mendapatkan bimbingan lebih banyak
dari guru dalam pembelajaran di kelas, sehingga kemungkinan prestasi belajar
mereka akan lebih baik dibanding dengan model pembelajaran langsung maupun
numbered heads together, serta model pembelajaran NHT akan menghasilkan
prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran
langsung.
c. Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada
Materi Kubus dan Balok Pada Kemampuan Spasial Rendah
Siswa dengan kemampuan spasial rendah sulit untuk berpikir secara
abstrak terhadap objek benda melalui gambar yang mewakilinya baik pada ruang
dimensi dua maupun dimensi tiga. Mereka memerlukan bimbingan yang jauh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
lebih banyak dalam mempelajari materi kubus dan balok. Dengan demikian
perbedaan model pembelajaran yang digunakan guru di kelas akan banyak
mempengaruhi prestasi belajar mereka dalam materi kubus dan balok. Mengenai
model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini, siswa dengan model
pembelajaran numbered heads together dengan metode penemuan terbimbing
akan mendapatkan bimbingan lebih banyak dari guru dalam pembelajaran di
kelas, sehingga kemungkinan prestasi belajar mereka akan lebih baik dibanding
dengan model pembelajaran langsung maupun numbered heads together, serta
model pembelajaran NHT akan menghasilkan prestasi belajar matematika yang
lebih baik dibandingkan model pembelajaran langsung.
5. Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika
Pada Materi Kubus dan Balok Jika Ditinjau Dari Gaya Kognitif
a. Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada
Materi Kubus dan Balok Pada Gaya Kognitif Field Independent
Siswa dengan gaya kognitif field independent dalam pembelajaran kubus
dan balok mempunyai karakteristik yaitu penerimaan secara analitis, memahami
secara artikulasi dari struktur yang diberikan atau pembatasan, membuat
perbedaan konsep yang spesifik dengan sedikit mungkin tumpang tindih, orientasi
pada perorangan, belajar materi sosial hanya sebagai tugas yang disegaja, belajar
materi sosial hanya sebagai tugas yang disengaja, tujuan dapat dicapai dengan
penguatan sendiri, bisa dengan situasi struktur sendiri, sedikit dipengaruhi oleh
kritik dan menggunakan pendekatan pengetesan hipotesis dalam pencapaian
konsep. Dengan demikian mereka cenderung lebih mudah belajar mandiri. Oleh
sebab itu, di dalam pembelajaran siswa hanya butuh sedikit bimbingan dari guru
tanpa harus dibimbing secara mendalam. Oleh sebab itu perbedaan model
pembelajaran yang digunakan guru di kelas tidak akan mempengaruhi prestasi
belajar matematika.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kemungkinan pada siswa dengan gaya
kognitif field independent, prestasi belajar matematika pada ketiga model
pembelajaran sama baiknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
b. Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada
Materi Kubus dan Balok Pada Gaya Kognitif Field Dependent
Siswa dengan gaya kognitif field dependent mempunyai karakteristik yaitu
adanya penerimaan secara global, memahami struktur secara global, membuat
perbedaan yang umum dan luas, orientasi sosial, belajar materi yang lebih bersifat
sosial, materi yang baik adalah materi yang relevan dengan pengalamannya,
memerlukan bantuan luar dan penguatan untuk mencapai tujuan, memerlukan
pengorganisasian, lebih dipengaruhi oleh kritik dan menggunakan pendekatan
penonton untuk mencapai konsep. Mereka tidak bisa belajar mandiri dalam
mempelajari materi. Oleh sebab itu penggunaan model pembelajaran di kelas akan
sangat mempengaruhi prestasi belajar mereka. Sehingga perbedaan model
pembelajaran yang digunakan guru di kelas akan banyak mempengaruhi
perbedaan prestasi belajar matematika.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pada siswa dengan gaya kognitif
field dependent, kemungkinan model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing akan menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih
baik dibanding model pembelajaran NHT maupun langsug, serat model
pembelajaran NHT menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik
dibanding model pembelajaran langsung.
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan hipotesis
penelitian
1. Pada pembelajaran kubus dan balok, prestasi belajar matematika siswa yang
dikenai model pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing lebih
baik daripada model pembelajaran NHT maupun model pembelajaran
langsung, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran
NHT lebih baik daripada model pembelajaran langsung
2. Pada pembelajaran kubus dan balok, prestasi belajar matematika siswa dengan
kemampuan spasial tinggi lebih baik daripada siswa dengan kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
spasial sedang maupun rendah, prestasi belajar siswa dengan kemampuan
spasial sedang lebih baik daripada siswa berkemampuan spasial rendah.
3. Pada pembelajaran kubus dan balok, prestasi belajar matematika siswa dengan
gaya kognitif field independent lebih baik daripada siswa dengan gaya kognitif
field dependent.
4. Pada kategori kemampuan spasial tinggi, prestasi belajar matematika siswa
pada ketiga model pembelajaran sama baiknya. Sementara itu, pada kategori
kemampuan spasial sedang dan rendah, prestasi belajar matematika siswa yang
dikenai model pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing lebih
baik daripada model pembelajaran NHT maupun model pembelajaran
langsung, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran
NHT lebih baik daripada model pembelajaran langsung.
5. Pada kategori gaya kognitif field independent, prestasi belajar matematika
siswa pada ketiga model pembelajaran sama baiknya. Sementara itu pada
kategori gaya kognitif field dependent, prestasi belajar matematika siswa yang
dikenai model pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing lebih
baik daripada model pembelajaran NHT maupun model pembelajaran
langsung, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran
NHT lebih baik daripada model pembelajaran langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian
1. Tempat dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Madrasah Tsanawiyah (MTs) di
Kabupaten Banyumas, dan subyek penelitiannya adalah siswa kelas VIII semester
2 Tahun Pelajaran 2013/2014.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap. Tahap-tahap dalam
pelaksanaan penelitian adalah :
a. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi pengajuan judul, penyusunan proposal,
seminar proposal, penyusunan instrumen penelitian dan pengajuan ijin penelitian.
Tahap ini dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai dengan Februari 2014.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan meliputi uji coba instrumen penelitian, analisis uji coba
instrumen penelitian, dan pelaksanaan eksperimentasi di lapangan. Pelaksanaaan
eksperimentasi di lapangan sebanyak delapan kali pertemuan. Tahap ini
dilaksanakan mulai bulan Maret 2014 sampai dengan Mei 2014.
c. Tahap Penyelesaian Tesis
Pada tahap ini dilakukan analisa data dan penyusunan laporan penelitian,
yang pelaksanaannya dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu karena tidak semua
variabel yang relevan dapat dikontrol. Variabel yang dimanipulasi hanya variabel
bebas yakni Model Pembelajaran Numbered Heads Together(NHT) dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Metode Penemuan Terbimbing pada kelompok eksperimen I, Model
Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) pada kelompok eksperimen II
dan Model Pembelajaran Langsung pada kelompok kontrol, yang ketiga
kelompok ini didasari pada kemampuan spasial dan gaya kognitif siswa.
C. Rancangan Faktorial Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 3 × 3 × 2 yang dapat
digambarkan seperti tampak pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Rancangan Faktorial Penelitian
Kemampuan Spasial (B)
Model Pembelajaran Tinggi (𝑏1) Sedang (𝑏2) Rendah (𝑏3)
(A) Gaya Kognitif (C) Gaya Kognitif (C) Gaya Kognitif(C)
FI (c1) FD (c2) FI (c1) FD (c2) FI (c1) FD (c2) NHT dengan
Penemuan Terbimbing(a1) 𝑎𝑏𝑐111
𝑎𝑏𝑐112 𝑎𝑏𝑐121 𝑎𝑏𝑐122 𝑎𝑏𝑐131 𝑎𝑏𝑐132
NHT (a2) 𝑎𝑏𝑐211 𝑎𝑏𝑐212 𝑎𝑏𝑐221 𝑎𝑏𝑐222 𝑎𝑏𝑐231 𝑎𝑏𝑐232
Langsung(a3) 𝑎𝑏𝑐311 𝑎𝑏𝑐312 𝑎𝑏𝑐321 𝑎𝑏𝑐322 𝑎𝑏𝑐331 𝑎𝑏𝑐332
Keterangan :
𝑎𝑏𝑐111 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing pada kategori kemampuan spasial tinggi dan
gaya kognitif field independent;
𝑎𝑏𝑐112 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing pada kategori kemampuan spasial tinggi dan
gaya kognitif field dependent;
𝑎𝑏𝑐121 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing pada kategori kemampuan spasial sedang dan
gaya kognitif field independent;
𝑎𝑏𝑐122 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing pada kategori kemampuan spasial sedang dan
gaya kognitif field dependent;
𝑎𝑏𝑐131 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing pada kategori kemampuan spasial rendah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
gaya kognitif field independent;
𝑎𝑏𝑐132 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing pada kategori kemampuan spasial rendah dan
gaya kognitif field dependent;
𝑎𝑏𝑐211 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT pada kategori
kemampuan spasial tinggi dan gaya kognitif field independent;
𝑎𝑏𝑐212 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT pada kategori
kemampuan spasial tinggi dan gaya kognitif field dependent;
𝑎𝑏𝑐221 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT pada kategori
kemampuan spasial sedang dan gaya kognitif field independent;
𝑎𝑏𝑐222 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT pada kategori
kemampuan spasial sedang dan gaya kognitif field dependent;
𝑎𝑏𝑐231 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT pada kategori
kemampuan spasial rendah dan gaya kognitif field independent;
𝑎𝑏𝑐232 : siswa yang dikenai model pembelajaran NHT pada kategori
kemampuan spasial rendah dan gaya kognitif field dependent;
𝑎𝑏𝑐311 : siswa yang dikenai model pembelajaran Langsung pada kategori
kemampuan spasial tinggi dan gaya kognitif field independent;
𝑎𝑏𝑐312 : siswa yang dikenai model pembelajaran Langsung pada kategori
kemampuan spasial tinggi dan gaya kognitif field dependent;
𝑎𝑏𝑐321 : siswa yang dikenai model pembelajaran Langsung pada kategori
kemampuan spasial sedang dan gaya kognitif field independent;
𝑎𝑏𝑐322 : siswa yang dikenai model pembelajaran Langsung pada kategori
kemampuan spasial sedang dan gaya kognitif field dependent;
𝑎𝑏𝑐331 : siswa yang dikenai model pembelajaran Langsung pada kategori
kemampuan spasial rendah dan gaya kognitif field independent;
𝑎𝑏𝑐332 : siswa yang dikenai model pembelajaran Langsung pada kategori
kemampuan spasial rendah dan gaya kognitif field dependent.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Sugiyono (2011: 55) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas
dankarakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas VIII MTs se-Kabupaten Banyumas Tahun Ajaran 2013/2014.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2011: 55) sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian siswa dari beberapa sekolah yang dipilih untuk keperluan eksperimen
penelitian.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini untuk menentukan sampel penelitian, peneliti
menggunakan teknik pengambilan sampel dengan teknik stratified cluster random
sampling. Berikut langkah-langkah teknik pengambilan sampel.
1) Dari ke-45 MTs se-Kabupaten Banyumas akan dikelompokkan menjadi 3
kelompok, yaitu kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah.
Penggolongan kelompok ini berdasarkan nilai Ujian Akhir Nasional mata
pelajaran Matematika MTs se-Kabupaten Banyumas Tahun 2013. Adapun
cara pengelompokan sekolah kedalam kelompok tinggi, sedang dan rendah
yaitu dijelaskan dalam Tabel 3.2 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tabel 3.2 Kategori Pengelompokan Sekolah
Nomor Interval Kriteria
1 𝑥 > 𝜇 + (
1
2𝜎)
Tinggi
2 𝜇 − (
1
2𝜎) ≤ 𝑥 ≤ 𝜇 + (
1
2𝜎)
Sedang
3 𝑥 < 𝜇 − (
1
2𝜎)
Rendah
Keterangan:
𝑥 : Rata-rata nilai UN Matematika masing-masing sekolah
𝜇 : Nilai rata-rata UN Matematika MTs di Kabupaten Banyumas
𝜎 : Simpangan baku nilai UN Matematika MTs di Kabupaten
Banyumas
2) Dengan cara pengundian akan diambil 3 MTs, yang terdiri dari satu MTs dari
kelompok tinggi, satu MTs dari kelompok sedang dan satu MTs dari
kelompok rendah. Berdasarkan pengundian, terpilih MTs N Model
Purwokerto dari kelompok tinggi, MTs Ma’arif NU Patikraja dari kelompok
sedang dan MTs Miftahul Huda Rawalo dari kelompok rendah. Sedangkan
MTs yang digunakan untuk uji coba intrumen penelitian adalah MTs
Muhammadiyah Patikraja.
3) Di setiap MTs dipilih secara random, 1 kelas untuk dijadikan kelas
eksperimen I dan 1 kelas untuk dijadikan kelas eksperimen II, dan satu kelas
sebagai kelas kontrol. Sehingga diperoleh 2 kelas untuk kelompok eksperimen
dan 1 kelas untuk kelompok kontrol sebagai sampel penelitian. Adapun kelas
eksperimen I dikenai model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing, kelas eksperimen II dikenai model pembelajaran NHT, dan kelas
kontrol dikenai model pembelajaran langsung.
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Pada penelitian ini menggunakan tiga variabel bebas dan satu variabel
terikat, yaitu:
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
(i) Variabel Bebas Manipulatif
1) Model Pembelajaran
a) Definisi operasional : kerangka konseptual yang dijadikan pedoman
pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
b) Kategori: Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dengan
metode penemuan terbimbing pada kelompok eksperimen I, Model
pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) pada kelompok eksperimen
II dan Model Pembelajaran Langsung pada kelompok kontrol
c) Skala pengukuran : skala nominal
d) Simbol : A dengan kategori 𝑎1, 𝑎2 dan 𝑎3
𝑎1 : Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dengan
metode penemuan terbimbing
𝑎2 : Model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
𝑎3 : Model Pembelajaran Langsung
(ii) Variabel Bebas Atributif
1) Kemampuan Spasial
a) Definisi operasional : kemampuan seseorang dalam menangkap atau
memanipulasi dunia gambar 2D dan 3D secara tepat.
b) Skala pengukuran : skala interval yang diubah ke dalam skala ordinal.
c) Kategori : skor yang terdiri dari 3 kategori yaitu kemampuan spasial tinggi,
rendah dan sedang.
d) Simbol : B dengan kategori 𝑏1, 𝑏2 dan 𝑏3 seperti pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kategori Tingkat Kemampuan Spasial
Nomor Interval Kriteria
1 𝑥 > 𝑥 + (
1
2𝑠)
Tinggi
2 𝑥 − (
1
2𝑠) ≤ 𝑥 ≤ 𝑥 + (
1
2𝑠)
Sedang
3 𝑥 < 𝑥 − (
1
2𝑠)
Rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Keterangan:
𝑥 : Niai kemampuan spasial siswa
𝑥 : Nilai rata-rata kemampuan spasial siswa
𝑠 : Simpangan baku nilai kemampuan spasial siswa
Kategori:
𝑏1 : Kategori kemampuan spasial tinggi
𝑏2 : Kategori kemampuan spasial sedang
𝑏3 : Kategori kemampuan spasial rendah
2) Gaya Kognitif
a) Definisi operasional : cara khas yang digunakan seseorang dalam mengamati
dan beraktivitas mental di bidang kognitif, yang bersifat individual dan
kerapkali tidak disadari dan cenderung bertahan terus.
b) Skala pengukuran : skala interval yang diubah ke dalam skala ordinal.
c) Kategori : skor yang terdiri dari 2 kategori yaitu field independent dan field
dependent.
d) Simbol : C dengan kategori 𝑐1 dan 𝑐2
𝑐1 : gaya kognitif field independent (FI).
𝑐2 : gaya kognitif field dependent (FD).
Cara penentuan tipe gaya kognitif yaitu subjek yang mendapat skor lebih dari 9
digolongkan FI dan subjek yang mendapat skor kurang dari atau sama dengan
9 digolongkan FD. Adapun skor maksimal dari tes gaya kognitif yaitu 18.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika.
a) Definisi operasional : hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari
matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan alat
evaluasi(tes).
b) Skala pengukuran : skala interval
c) Kategori : nilai tes prestasi belajar matematika.
d) Simbol : 𝑋𝑖𝑗𝑘𝑙
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
F. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah :
1. Metode Tes
Menurut Budiyono (2003:54), metode tes adalah cara pengumpulan data
yang memberikan sejumlah pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada subyek
penelitian. Dalam penelitian ini bentuk tes yang digunakan adalah tes pilihan
ganda dengan setiap jawaban benar mendapat skor 1, sedangkan setiap jawaban
salah mendapat skor 0. Metode tes ini digunakan untuk mengumpulkan data
tentang prestasi belajar matematika, kemampuan spasial siswa dan gaya kognitif
siswa kelas VIII semester 2 MTs di Kabupaten Banyumas. Khusus untuk tes gaya
kognitif menggunakan instrumen baku yaitu instrumen Group Embedded Figures
Test( GEFT).
2. Metode Dokumentasi
Menurut Budiyono (2003:54), metode dokumentasi adalah cara
pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-dokumen yang ada. Pada
penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang
nilai Ulangan Akhir semester 1 kelas VIII MTs untuk mata pelajaran matematika,
dari sampel kelompok eksperimen I, kelompok eksperimen II dan kelompok
kontrol pada tahun pelajaran 2013/2014. Data yang didapat digunakan untuk uji
keseimbangan. Sebelum diuji keseimbangan antara tiga kelompok, perlu data diuji
terlebih dahulu uji normalitas data masing-masing kelompok dan uji homogenitas
variansi antara ketiga kelompok tersebut.
G. Instrumen Untuk Mengumpulkan Data
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan meliputi tes prestasi belajar
matematika, tes kemampuan spasial dan tes gaya kognitif. Adapun penjelasan
masing-masing instrumen yaitu sebagai berikut.
(a) Tes Prestasi Belajar Matematika
Bentuk tes yang digunakan untuk tes prestasi belajar matematika adalah
tes objektif jenis pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban dan hanya ada
satu jawaban yang benar. Penilaian untuk tes prestasi belajar adalah setiap soal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
yang dijawab dengan benar diberi skor 1, sedangkan soal yang dijawab salah
diberi skor 0.
Sebelum tes prestasi belajar matematika diberikan kepada sampel, tes
tersebut terlebih dahulu divalidasi untuk mengetahui validitasnya dan kemudian
diujicobakan untuk mengetahui daya beda, tingkat kesukaran dan reliabilitasnya.
Soal tes prestasi belajar yang diujicobakan berjumlah 30 butir soal. Sementara
itu jumlah soal yang direncanakan untuk penelitian sebanyak 20 butir soal dengan
alternatif 4 pilihan jawaban.
(b) Tes Kemampuan Spasial
Bentuk tes yang digunakan untuk tes kemampuan spasial adalah tes
objektif jenis pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban dan hanya ada satu
jawaban yang benar. Penilaian untuk tes kemampuan spasial adalah setiap soal
yang dijawab dengan benar diberi skor 1, sedangkan soal yang dijawab salah
diberi skor 0. Jumlah soal yang direncanakan untuk tes kemampuan spasial
sebanyak 20 butir dengan alternatif 4 pilihan jawaban.
Sebelum tes kemampuan spasial diberikan kepada sampel, tes tersebut
terlebih dahulu divalidasi untuk mengetahui validitasnya dan kemudian
diujicobakan untuk mengetahui daya beda, tingkat kesukaran dan reliabilitasnya.
Soal tes kemampuan spasial yang diujicobakan berjumlah 30 butir soal.
Sementara itu jumlah soal yang direncanakan untuk penelitian sebanyak 20 butir
soal dengan alternatif 4 pilihan jawaban.
(c) Tes Gaya Kognitif
Khusus untuk instrumen tes gaya kognitif adalah hasil adaptasi dari
Group Embedded Figures Test (GEFT). Reliabilitas instrumen GEFT yaitu 0,84
(Otman dalam Hasan, 2002). Identifikasi gaya kognitif subjek dalam penelitian ini
dilakukan dengan berpedoman pada hasil tes gaya kognitif GEFT (Group
Embedded Figures Test) yang terdiri dari 25 butir yang terbagi dalam 3 bagian,
dimana 7 butir pada bagian I merupakan latihan dan 18 butir pada bagian II dan
III merupakan inti dari GEFT. Setiap jawaban benar yang berarti subjek mampu
menebalkan secara tepat bentuk gambar sederhana yang tersembunyi dalam
gambar kompleks, diberi skor 1. Dalam penelitian ini, subjek yang mendapat skor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
lebih dari 9 digolongkan FI dan subjek yang mendapat skor kurang dari atau sama
dengan 9 digolongkan FD.
H. Analisis Uji Coba Instrumen
Soal tes prestasi belajar dan kemampuan spasial yang telah diujicobakan
kemudian dianalisis validitas dan reliabilitas instrumen penelitian, taraf kesukaran
dan daya pembeda.
1. Analisis Instrumen
(a) Validitas Isi
Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item dalam tes mencakup
keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh tes itu (Saifuludin Azwar, 2011:
175). Agar instrumen tes mempunyai validitas isi, harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
i Bahan ujian (tes) harus merupakan sampel yang representatif untuk mengukur
sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau materi yang
diajarkan maupun dari sudut proses belajar;
ii Titik berat bahan yang harus diujikan harus seimbang dengan titik berat bahan
yang telah diajarkan;
iii Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum diajarkan untuk
menjawab soal-soal ujian dengan benar (Budiyono, 2003:58).
Adapun pada penelitian ini suatu instrumen dikatakan valid jika memenuhi
kriteria penelaahan instrumen sebagai berikut.
i Butir tes sesuai dengan kisi-kisi soal yang telah dibuat;
ii Materi pada butir tes sesuai dengan indikator pada silabus;
iii Materi pada butir tes sudah pernah dipelajari oleh siswa;
iv Materi pada butir tes tidak memberikan interpretasi ganda;
v Butir tes bukan termasuk kategori soal yang terlalu mudah atau terlalu sulit;
vi Butir tes menggunakan bahasa yang dapat dipahami siswa.
Untuk mendapatkan validasi ini, pada penelitian ini soal tes dinilai
validitasnya oleh pakar atau validator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
(b) Reliabilitas Instrumen
Tes yang digunakan dalam penelitian memakai tes obyektif, yaitu setiap
jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Oleh karena itu
digunakan rumus Kuder-Richardson dengan KR-20 untuk menghitung tingkat
reliabilitasnya.
𝑟11 =𝑛
(𝑛 − 1)[1 −
𝑝 𝑞
𝑠𝑡2 ]
dengan :
𝑛 = banyaknya item
𝑝 = indeks kesukaran item
q = 1-p
𝑠𝑡2 = varians skor tes (X) (Saifuludin Azwar, 2011: 187)
Menurut Budiyono (2003:72) bahwa tidak ada ketentuan baku dalam
menentukan nilai indeks reliabilitas yang memenuhi syarat baik. Tetapi biasanya,
diambil nilai 0,70. Ini berarti, hasil pengukuran yang mempunyai indeks
reliabilitas 0,70 atau lebih, cukup baik nilai kemanfaatannya dalam arti
instrumennya dapat dipakai untuk melakukan pengukuran. Dalam penelitian ini,
peneliti menetapkan berdasarkan penjelasan di atas, bahwa kriteria tes dikatakan
reliabel, jika 𝑟𝑖 ≥ 0,70.
2. Analisis Butir Instrumen
(a) Daya Pembeda Butir Tes
Sebuah soal tes dikatakan mempunyai daya pembeda yang baik jika
banyak anak yang berasal dari kelompok anak pandai lebih banyak menjawab
dengan benar daripada anak yang berasal dari kelompok yang tidak pandai.
Perhitungan indeks daya pembeda menggunakan seluruh hasil dari kelompok
tinggi dan kelompok rendah. Adapun pembagian kelompok tinggi dan kelompok
rendah yaitu data hasil tes diperingkat dari terbesar sampai terkecil. Kemudian
dari hasil peringat ini, 50% data atas masuk dalam kelompok tinggi, sedangkan
50% data bawah masuk dalam data kelompok rendah. Jika banyak data ganjil,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
maka data ke-(n+1)/2 diabaikan. Setelah kelompok tinggi dan kelompok rendah
ditentukan, indeks daya pembeda (DP) dapat dihitung dengan rumus:
𝐷𝑃 = 𝑝𝑇 − 𝑝𝑅
dengan :
DP = Daya pembeda butir soal ke-i;
𝑝𝑇 = proporsi siswa dari kelompok tinggi yang menjawab butir ke-i secara
benar;
𝑝𝑅 = proporsi siswa dari kelompok rendah yang menjawab butir ke-i secara
benar (Saifuludin Azwar, 2011: 138).
Biasanya, suatu butir soal dikatakan mempunyai daya beda yang baik
apabila indeks daya bedanya sama atau lebih dari 0,30 (𝐷𝑃 ≥ 0,30) (Budiyono,
2011: 35).
(b) Tingkat Kesukaran Butir Tes
Tingkat kesukaran butir tes adalah proporsi banyaknya peserta yang
menjawab benar butir soal tersebut terhadap seluruh peserta tes. Sebuah soal tes
yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Tingkat
kesukaran sebuah soal tes dapat ditentukan dengan rumus:
𝑇𝐾 =𝑛𝑖
𝑁 (Saifuludin Azwar, 2011: 134)
dengan :
𝑛𝑖 = Banyaknya siswa yang menjawab butir soal ke-i dengan benar
𝑁 = Banyaknya siswa yang menjawab item
𝑇𝐾 = Tingkat kesukaran butir soal ke-i
Setelah diperoleh nilai tiap butir soal, kemudian diinterpretasikan dalam
klasifikasi tingkat kesukaran sebagai berikut :
a) Apabila 0,00 ≤ TK<0,30, tingkat kesukaran butir soal ke-i sukar;
b) Apabila 0,30≤ 𝑇𝐾 ≤0,70, tingkat kesukaran butir soal ke-i sedang;
c) Apabila 0,70 <TK≤1,00, tingkat kesukaran butir soal ke-i mudah (Suharsimi
Arikunto, 2006:210).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan berdasarkan petunjuk di atas,
bahwa butir soal tes dikatakan mempunyai tingkat kesukaran yang baik atau
memadai, jika 0,30≤ TK≤0,70
I. Teknik Analisa Data
1. Uji Prasayarat
Uji prasyarat dalam penelitian ini digunakan sebelum melakukan uji
keseimbangan maupun uji hipotesis. Adapun uji prasyarat yang dilakukan yaitu
sebagai berikut:
a) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
berasalah dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Jika data berdistribusi
normal, maka uji statistik lanjut yang digunakan uji statistik parametrik. Jika data
tidak berdistribusi normal, maka uji statistik lanjut yang digunakan uji statistik
nonparametrik. Karena data tidak dalam distribusi frekuensi data bergolong, maka
akan digunakan metode Kolmogorov Smirnov, dengan prosedur uji sebagai
berikut :
1) Hipotesis
𝐻0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
𝐻1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
2) Taraf signifikansi : 𝛼 = 0,05
3) Statistik Uji
𝐷 = maks |𝐹0 𝑋 − 𝑆𝑁 𝑋 | (Siegel, 1994:59)
dengan :
𝐹0 𝑋 = 𝑃 𝑍 ≤ 𝑧𝑖 ; 𝑍~𝑁(0,1)
𝑆𝑁(𝑋) = proporsi cacah 𝑍 ≤ 𝑧𝑖 terhadap seluruh 𝑧
4) Daerah Kritis
𝐷𝐾 = {𝐷|𝐷 > 𝐷𝛼 ;𝑛} dengan 𝐷𝛼 ;𝑛 merupakan harga kritis D dalam tabel tes
satu sampel KS dengan taraf signifikansi α dan ukuran sampel n.
5) Keputusan Uji
𝐻0 ditolak jika 𝐷𝑜𝑏𝑠 𝜖𝐷𝐾
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
b) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel-sampel
berasal dari populasi yang variansinya sama atau tidak. Untuk itu akan digunakan
uji Barlett untuk uji homogenitas antar model pembelajaran dan kemampuan
spasial dengan prosedur uji sebagai berikut :
1) Hipotesis
𝐻0 : 𝜎12 = 𝜎2
2 = 𝜎32 = ⋯ = 𝜎𝑘
2 (variansi populasi homogen)
𝐻1 : tidak semua variansi sama (variansi populasi tidak homogen)
2) Taraf signifikansi : 𝛼 = 0,05
3) Statistik uji
𝜒2 =2.303
𝑐(𝑓𝑙𝑜𝑔𝑅𝐾𝐺 − 𝑓𝑗 . 𝑙𝑜𝑔𝑠𝑗
2)
dengan :
𝜒2~𝜒2(𝑘 − 1)
𝑘 = banyaknya populasi=banyaknya sampel
N= banyaknya seluruh nilai (ukuran)
𝑛𝑗 = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j= ukuran sampel ke-j
𝑓𝑗 = 𝑛𝑗 − 1= derajat kebebasan untuk 𝑠𝑗2
𝑓 = 𝑁 − 𝑘 = 𝑓𝑗 =𝑘𝑗=1 derajat kebebasan untuk RKG
𝑐 = 1 +1
3(𝑘 − 1)(
1
𝑓𝑗−
1
𝑓)
𝑅𝐾𝐺= rerata kuadrat galat= 𝑆𝑆𝑗
𝑓𝑗;
𝑆𝑆𝑗 = 𝑋𝑗2 −
( 𝑋𝑗 )2
𝑛𝑗= (𝑛𝑗 − 1)𝑠𝑗
2
4) Daerah kritis
𝐷𝐾 = {𝜒2|𝜒2 > 𝜒𝛼 ;𝑘−12 }
5) Keputusan uji
𝐻0 ditolak jika 𝜒2𝑜𝑏𝑠
𝜖𝐷𝐾 (Budiyono, 2009: 177)
Sementara itu untuk uji homogenitas antar gaya kognitif menggunakan uji
F karena hanya terdiri dari dua kategori, adapun prosedur uji sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
1) Hipotesis
𝐻0 : 𝜎12 = 𝜎2
2 (variansi populasi homogen)
𝐻1 : 𝜎12 ≠ 𝜎2
2 (variansi populasi tidak homogen)
2) Taraf signifikansi : 𝛼 = 0,05
3) Statistik uji
𝐹 =𝑠1
2
𝑠22
dengan :
𝑠12 = variasi sampel kelompok pertama
𝑠22 = variasi sampel kelompok kedua
4) Daerah kritis
𝐷𝐾 = {𝐹|𝐹 > 𝐹𝛼 ;𝑛1−1,𝑛2−1}
5) Keputusan uji
𝐻0 ditolak jika 𝐹𝑜𝑏𝑠 𝜖𝐷𝐾 (Budiyono, 2009: 164)
2. Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan digunakan untuk menguji apakah sampel eksperimen I,
eksperimen II dan kontrol mempunyai kondisi awal yang sama. Dalam penelitian
ini, data yang dipakai untuk uji keseimbangan adalah data nilai Ulangan Akhir
semester 1 tahun ajaran 2013/2014. Analisis yang digunakan menggunakan teknik
analisis variansi (anava) satu jalan dengan sel tak sama.
(a) Model
𝑋𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝜀𝑖𝑗
dengan :
𝑋𝑖𝑗 = data ke-j pada perlakuan ke-i;
𝜇 = rerata dari seluruh data (rerata besar);
𝛼𝑖 = 𝜇𝑖 − 𝜇 = efek perlakuan ke-i pada variabel terikat;
𝜀𝑖𝑗 = 𝑋𝑖𝑗 − 𝜇𝑗 = deviasi data 𝑋𝑖𝑗 terhadap rerata populasinya, yang berdistribusi
normal dengan rerata 0 dan variansi 𝜎2.
i = 1,2,3 ; j = 1,2,3,.., 𝑛𝑖𝑗 ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
k = cacah populasi
(b) Prosedur Uji Hipotesis
Adapun prosedur uji keseimbangan rata-rata antara sampel eksperimen I,
eksperimen II dan kontrol, sebagai berikut :
1) Hipotesis
𝐻0: 𝜇1 = 𝜇2 = 𝜇3 (ketiga populasi mempunyai kemampuan awal sama)
𝐻1: paling sedikit ada dua rerata yang tidak sama (ketiga populasi mempunyai
kemampuan awal berbeda)
2) Taraf Signifikansi : 𝛼 = 0,05
3) Komputasi
𝐽𝐾𝑇 = 𝑋𝑖𝑗2
𝑖 ,𝑗
−𝐺2
𝑁
𝐽𝐾𝐴 = 𝑇𝑗
2
𝑛𝑗𝑗
−𝐺2
𝑁
𝐽𝐾𝐺 = 𝐽𝐾𝑇 − 𝐽𝐾𝐴
𝑅𝐾𝐴 =𝐽𝐾𝐴
𝑘 − 1
𝑅𝐾𝐺 =𝐽𝐾𝐺
𝑁 − 𝑘
4) Statistik Uji yang digunakan
𝐹𝑜𝑏𝑠 =𝑅𝐾𝐴
𝑅𝐾𝐺
dengan derajat kebebasan 𝑘 − 1 dan 𝑁 − 𝑘.
5) Daerah Kritis :
𝐷𝐾 = {𝐹|𝐹 > 𝐹𝛼 ;𝑘−1,𝑁−𝑘}
6) Keputusan Uji
𝐻0 ditolak jika 𝐹𝑜𝑏𝑠 ∈ 𝐷𝐾 (Budiyono, 2009: 198)
3. Uji Hipotesis
Setelah prasyarat uji normalitas dan uji homogenitas dipenuhi, maka
selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis dalam penelitian ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
menggunakan analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama. Analisis ini adalah
perluasan dari analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Pada analisis
variansi tiga jalan, terdapat 3 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Tujuan analisis
variansi tiga jalan adalah untuk menguji signifikansi efek tiga variabel bebas A, B
dan C terhadap variabel terikat. Kecuali itu juga bertujuan untuk menguji
signifikansi interaksi AB, AC, BC, dan ABC terhadap variabel terikat.
(a) Model Umum
Model untuk data populasi pada analisis variansi tiga jalan adalah:
𝑋𝑖𝑗𝑘𝑙 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 + 𝛾𝑘 + (𝛼𝛽)𝑖𝑗 + (𝛼𝛾)𝑖𝑘 + (𝛽𝛾)𝑗𝑘 + (𝛼𝛽𝛾)𝑖𝑗𝑘 + 𝜀𝑖𝑗𝑘𝑙
dengan :
𝑋𝑖𝑗𝑘𝑙 = Data ke-l pada faktor A kategori ke-i, faktor B kategori ke-j, dan
faktor C kategori ke-k;
𝜇 = Rerata dari seluruh data;
𝛼𝑖 = Efek faktor A kategori ke-i pada variabel terikat;
𝛽𝑗 = Efek faktor B kategori ke-j pada variabel terikat;
𝛾𝑘 = Efek faktor C kategori ke-k pada variabel terikat;
(𝛼𝛽)𝑖𝑗 = Interaksi antara faktor A dan B;
(𝛼𝛾)𝑖𝑘 = Interaksi antara faktor A dan C;
(𝛽𝛾)𝑗𝑘 = Interaksi antara faktor B dan C;
(𝛼𝛽𝛾)𝑖𝑗𝑘 = Interaksi antara faktor A, B, dan C;
𝜀𝑖𝑗𝑘𝑙 = Deviasi data 𝑋𝑖𝑗𝑘𝑙 terhadap rerata populasinya (𝜇𝑖𝑗 ) yang
berdistribusi normal dengan rerata 0 dan variansi 𝜎2.
(b) Prosedur Uji Hipotesis
Prosedur uji hipotesis dalam analisis variansi tiga jalan sebagai berikut:
i. Hipotesis
a) H0A : 𝛼𝑖 = 0 untuk setiap i = 1,2,3 (tidak ada perbedaan prestasi belajar
matematika pada masing-masing model pembelajaran);
H1A : paling sedikit ada satu 𝛼𝑖 yang tidak nol (ada perbedaan prestasi belajar
matematika pada masing-masing model pembelajaran);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
b) H0B : 𝛽𝑗 = 0 untuk setiap j = 1,2,3 (tidak ada perbedaan prestasi belajar
matematika pada masing-masing tingkatan kemampuan spasial);
H1B : paling sedikit ada satu 𝛽𝑗 yang tidak nol (ada perbedaan prestasi belajar
matematika pada masing-masing tingkatan kemampuan spasial);
c) H0C : 𝛾𝑘 = 0 untuk setiap k = 1,2 (tidak ada perbedaan prestasi belajar
matematika pada masing-masing tipe gaya kognitif);
H1C : paling sedikit ada satu 𝛾𝑘 yang tidak nol (ada perbedaan prestasi belajar
matematika pada masing-masing tipe gaya kognitif);
d) H0AB : (𝛼𝛽)𝑖𝑗 = 0 untuk setiap i = 1,2,3 dan j = 1,2,3 (tidak ada interaksi
antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Spasial terhadap prestasi belajar
matematika);
H1AB : paling sedikit ada (𝛼𝛽)𝑖𝑗 yang tidak nol (ada interaksi antara Model
Pembelajaran dan Kemampuan Spasial terhadap prestasi belajar matematika);
e) H0AC : (𝛼𝛾)𝑖𝑘 = 0 untuk setiap i = 1,2,3 dan k = 1,2 (tidak ada interaksi
antara Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif terhadap prestasi belajar
matematika);
H1AC : paling sedikit ada satu (𝛼𝛾)𝑖𝑘 yang tidak nol (ada interaksi antara
Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif terhadap prestasi belajar
matematika);
f) H0BC : (𝛽𝛾)𝑗𝑘 = 0 untuk setiap j = 1,2,3 dan k = 1,2 (tidak ada interaksi
antara Kemampuan Spasial dan Gaya Kognitif terhadap prestasi belajar
matematika);
H1BC : paling sedikit ada satu (𝛽𝛾)𝑗𝑘 yang tidak nol (ada interaksi antara
Kemampuan Spasial dan Gaya Kognitif terhadap prestasi belajar
matematika);
g) H0ABC : (𝛼𝛽𝛾)𝑖𝑗𝑘 = 0 untuk setiap i = 1,2,3; j = 1,2,3; dan k = 1,2 (tidak ada
interaksi antara Model Pembelajaran, Kemampuan Spasial dan Gaya Kognitif
terhadap prestasi belajar matematika);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
H1ABC : paling sedikit ada satu (𝛼𝛽𝛾)𝑖𝑗𝑘 yang tidak nol (ada interaksi antara
Model Pembelajaran, Kemampuan Spasial dan Gaya Kognitif terhadap
prestasi belajar matematika);
ii. Tingkat Signifikansi: 𝛼 = 0,05
iii. Komputasi
Pada analisis variansi tiga dengan sel tak sama ini didefinisikan notasi-
notasi sebagai berikut:
𝑛𝑖𝑗𝑘 : ukuran sel ijk ( sel pada baris ke-i dan kolom ke-jk)
: cacah data amatan pada sel ijk.
𝑛 : rerata harmonik frekuensi seluruh sel
𝑛 =𝑝𝑞𝑟
1
𝑛𝑖𝑗𝑘𝑖 ,𝑗 ,𝑘
N : cacah seluruh data amatan
𝑁 = 𝑛𝑖𝑗𝑘
𝑖 ,𝑗 ,𝑘
𝑆𝑆𝑖𝑗𝑘 : jumlah kuadrat deviasi deviasi data amatan sel ijk.
𝑆𝑆𝑖𝑗𝑘 = 𝑋𝑖𝑗𝑘𝑙2 −
( 𝑋𝑖𝑗𝑘𝑙 )2
𝑛𝑖𝑗𝑘
Selanjutnya, didefinisikan notasi jumlah rerata 𝐴𝑖 , 𝐵𝑗 , 𝐶𝑘 , 𝐴𝐵𝑖𝑗 , 𝐴𝐶𝑖𝑘 , 𝐵𝐶𝑗𝑘
dan 𝐴𝐵𝐶𝑖𝑗𝑘 yang disajikan dalam tabel berikut
Tabel 3.4 Jumlah Rerata AB
Model
Pembalajaran(A)
Kemampuan Spasial (B) Jumlah Tinggi
(b1)
Sedang
(b2)
Rendah
(b3)
NHT dengan Metode Penemuan
terbimbing (a1) ab11 ab12 ab13 A1
NHT (a2) ab21 ab22 ab23 A2
Langsung (a3) ab31 ab32 Ab33 A3
Jumlah B1 B2 B3 G
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tabel 3.5 Jumlah Rerata AC
Model
Pembalajaran(A)
Gaya Kognitif (C) Jumlah
FI(c1) FD (c2)
NHT dengan Metode Penemuan terbimbing (a1) ac11 ac12 A1
NHT (a2) ac21 ac22 A2
Langsung (a3) ac31 ac32 A3
Jumlah C1 C2 G
Tabel 3.6 Jumlah Rerata BC
Kemampuan Spasial (B) Gaya Kognitif (C)
Gaya Kognitif (C) FI(c1) FI(c1)
Tinggi (b1) bc11 bc12 B1
Sedang (b2) bc21 bc22 B2
Rendah (b3) bc31 bc32 B3
Jumlah
C1 C2 G
Tabel 3.7 Jumlah Rerata ABC
b1 b2 b3
c1 c2 c1 c2 c1 c2
a1 𝑎𝑏𝑐111 𝑎𝑏𝑐112 𝑎𝑏𝑐121 𝑎𝑏𝑐122 𝑎𝑏𝑐131 𝑎𝑏𝑐132
a2 𝑎𝑏𝑐211 𝑎𝑏𝑐212 𝑎𝑏𝑐221 𝑎𝑏𝑐222 𝑎𝑏𝑐231 𝑎𝑏𝑐232
a3 𝑎𝑏𝑐311 𝑎𝑏𝑐312 𝑎𝑏𝑐321 𝑎𝑏𝑐322 𝑎𝑏𝑐331 𝑎𝑏𝑐332
Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran (1), (2), (3), (4),
(5), (6), (7), (8), dan (9) sebagai berikut.
1 =𝐺2
𝑝𝑞𝑟 , G : jumlah rerata semua sel.
2 = 𝑆𝑆𝑖𝑗𝑘
3 = 𝐴𝑖
2
𝑞𝑟, Ai : jumlah rerata semua sel faktor A kategori i.
4 = 𝐵𝑖
2
𝑝𝑟, Bj : jumlah rerata semua sel faktor B kategori j.
5 = 𝐶𝑘
2
𝑝𝑞, Ck : jumlah rerata semua sel faktor C kategori k.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
6 = 𝐴𝐵𝑖𝑗
2
𝑟, ABij : jumlah rerata semua sel faktor A kategori i dan faktor B kategori j.
7 = 𝐴𝐶𝑖𝑘
2
𝑞, ACik : jumlah rerata semua sel faktor A kategori i dan faktor C kategori k.
(8) = 𝐵𝐶𝑗𝑘
2
𝑝, BCjk : jumlah rerata semua sel faktor B kategori j dan faktor C kategori k.
9 = 𝐴𝐵𝐶𝑖𝑗𝑘2 , ABCijk : jumlah rerata semua sel faktor A kategori i, faktor B kategori j,
dan faktor C kategori k.
𝐽𝐾𝐴 = 𝑛 3 − 1
𝐽𝐾𝐵 = 𝑛 4 − 1
𝐽𝐾𝐶 = 𝑛 5 − 1
𝐽𝐾𝐴𝐵 = 𝑛 6 − 4 − 3 + 1
𝐽𝐾𝐴𝐶 = 𝑛 7 − 5 − 3 + 1
𝐽𝐾𝐵𝐶 = 𝑛 8 − 5 − 4 + 1
𝐽𝐾𝐴𝐵𝐶 = 𝑛 9 − 8 − 7 − 6 + 5 + 4 + 3 − (1)
𝐽𝐾𝐺 = 2
Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat adalah:
dkA = p-1
dkB = q-1
dkC = r-1
dkAB = (p-1)(q-1)
dkAC = (p-1)(r-1)
dkBC = (q-1)(r-1)
dkABC = (p-1)(q-1)(r-1); dkG = N-pqr
dkT = N-1
Rerata kuadrat untuk masing-masing komponen adalah sebagai berikut:
𝑅𝐾𝐴 =𝐽𝐾𝐴
𝑑𝑘𝐴
𝑅𝐾𝐵 =𝐽𝐾𝐵
𝑑𝑘𝐵
𝑅𝐾𝐶 =𝐽𝐾𝐶
𝑑𝑘𝐶
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
𝑅𝐾𝐴𝐵 =𝐽𝐾𝐴𝐵
𝑑𝑘𝐴𝐵
𝑅𝐾𝐴𝐶 =𝐽𝐾𝐴𝐶
𝑑𝑘𝐴𝐶
𝑅𝐾𝐵𝐶 =𝐽𝐾𝐵𝐶
𝑑𝑘𝐵𝐶
𝑅𝐾𝐴𝐵𝐶 =𝐽𝐾𝐴𝐵𝐶
𝑑𝑘𝐴𝐵𝐶
𝑅𝐾𝐺 =𝐽𝐾𝐺
𝑑𝑘𝐺
Statistik uji :
1) Untuk H0A adalah 𝐹𝑎 =𝑅𝐾𝐴
𝑅𝐾𝐺
2) Untuk H0B adalah 𝐹𝑏 =𝑅𝐾𝐵
𝑅𝐾𝐺
3) Untuk H0C adalah 𝐹𝑐 =𝑅𝐾𝐶
𝑅𝐾𝐺
4) Untuk H0AB adalah 𝐹𝑎𝑏 =𝑅𝐾𝐴𝐵
𝑅𝐾𝐺
5) Untuk H0AC adalah 𝐹𝑎𝑐 =𝑅𝐾𝐴𝐶
𝑅𝐾𝐺
6) Untuk H0BC adalah 𝐹𝑏𝑐 =𝑅𝐾𝐵𝐶
𝑅𝐾𝐺
7) Untuk H0ABC adalah 𝐹𝑎𝑏𝑐 =𝑅𝐾𝐴𝐵𝐶
𝑅𝐾𝐺
iv. Daerah Kritik
1) Daerah kritik untuk Fa adalah DKa = 𝐹 𝐹 > 𝐹𝛼 ;𝑝−1,𝑁−𝑝𝑞𝑟
2) Daerah kritik untuk Fb adalah DKb = 𝐹 𝐹 > 𝐹𝛼 ;𝑞−1,𝑁−𝑝𝑞𝑟
3) Daerah kritik untuk Fc adalah DKc = 𝐹 𝐹 > 𝐹𝛼 ;𝑟−1,𝑁−𝑝𝑞𝑟
4) Daerah kritik untuk Fab adalah DKab = {𝐹|𝐹 > 𝐹𝛼 ; 𝑝−1 (𝑞−1),𝑁−𝑝𝑞𝑟 }
5) Daerah kritik untuk Fac adalah DKac = {𝐹|𝐹 > 𝐹𝛼 ; 𝑝−1 (𝑟−1),𝑁−𝑝𝑞𝑟 }
6) Daerah kritik untuk Fbc adalah DKbc = {𝐹|𝐹 > 𝐹𝛼 ; 𝑞−1 (𝑟−1),𝑁−𝑝𝑞𝑟 }
7) Daerah kritik untuk Fabc adalah DKabc = {𝐹|𝐹 > 𝐹𝛼 ; 𝑝−1 (𝑞−1)(𝑟−1),𝑁−𝑝𝑞𝑟 }
v. Keputusan Uji
1) H0A ditolak apabila Fa ∈ DKa
2) H0B ditolak apabila Fb ∈ 𝐷𝐾𝑏
3) H0C ditolak apabila Fc ∈ 𝐷𝐾𝑐
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
4) H0AB ditolak apabila Fab ∈ DKab
5) H0AC ditolak apabila Fac ∈ DKac
6) H0BC ditolak apabila Fbc ∈ DKbc
7) H0ABC ditolak apabila Fac ∈ DKabc (Budiyono, 2009: 235-243)
4. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi
Jika H0C pada uji hipotesis ditolak, maka tidak perlu dilakukan uji lanjut
pasca analisis variansi, karena dalam penelitian ini hanya terdapat 2 kategori pada
gaya kognitif, melainkan hanya perlu dilakukan pembandingan antara rataan
marginalnya. Uji lanjut diperlukan apabila H0A ditolak, H0B ditolak, H0AB ditolak,
H0AC ditolak. Adapun uji lanjut pasca anava yang akan dilakukan sebagai berikut:
1) Uji Komparasi Rataan Antar Model Pembelajaran
Jika H0A pada uji hipotesis di atas ditolak, maka perlu dilakukan uji lanjut
pasca analisis variansi yakni uji komparansi untuk rataan antar model
pembalajaran dengan menggunakan metode Scheffe’, dengan hipotesis :
𝐻0 ∶ 𝜇𝑖 .. = 𝜇𝑗 ..
𝐻1 ∶ 𝜇𝑖 .. ≠ 𝜇𝑗 ..
Uji Scheffe’ untuk komparasi rerata antar kelompok model pembelajaran
adalah sebagai berikut:
𝐹𝑖 ..−𝑗 .. =(𝑋 𝑖.. − 𝑋 𝑗 ..)
2
𝑅𝐾𝐺 1
𝑛𝑖 ..−
1
𝑛𝑗 ..
dengan :
𝐹𝑖 ..−𝑗 .. = nilai 𝐹𝑜𝑏𝑠 pada pembandingan kelompok model pembalajaran ke-i dan
kelompok model pembelajaran ke-j
𝑋 𝑖.. = rerata pada kelompok model pembelajaran ke-i
𝑋 𝑗 .. = rearata pada kelompok model pembelajaran ke-j
𝑅𝐾𝐺=rerata kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
𝑛𝑖 .. = ukuran sampel pada kelompok model pembelajaran ke-i
𝑛𝑗 .. = ukuran sampel pada kelompok model pembelajaran ke-j
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
(Budiyono, 2009:215)
Daerah penolakan untuk uji itu adalah: 𝐷𝐾 = {𝐹|𝐹 > 𝑝 − 1 𝐹𝛼 ;𝑝−1,𝑁−𝑝𝑞𝑟 }
2) Uji Komparasi Rataan Antar Kategori Kemampuan Spasial
Jika H0B pada uji hipotesis di atas ditolak, maka perlu dilakukan uji lanjut
pasca analisis variansi yakni uji komparansi untuk rataan antar kelompok kategori
B dengan menggunakan metode Scheffe’, dengan hipotesis :
𝐻0 ∶ 𝜇.𝑖 . = 𝜇.𝑗 .
𝐻1 ∶ 𝜇.𝑖. ≠ 𝜇.𝑗 .
Uji Scheffe’ untuk komparasi rerata antar kelompok kategori kemampuan
spasial adalah sebagai berikut:
𝐹.𝑖 .−.𝑗 . =(𝑋 .𝑖. − 𝑋 .𝑗 .)
2
𝑅𝐾𝐺 1
𝑛 .𝑖 .−
1
𝑛 .𝑗 .
dengan :
𝐹.𝑖 .−.𝑗 . = nilai 𝐹𝑜𝑏𝑠 pada pembandingan kelompok kategori kemampuan spasial ke-i
dan kelompok kategori kemampuan spasial ke-j
𝑋 .𝑖. = rerata pada kelompok kategori kemampuan spasial ke-i
𝑋 .𝑗 . = rerata pada kelompok kategori kemampuan spasial ke-j
𝑅𝐾𝐺=rerata kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
𝑛.𝑖 . = ukuran sampel kelompok kategori kemampuan spasial ke-i
𝑛.𝑗 . = ukuran sampel kelompok kategori kemampuan spasial ke-j (Budiyono,
2009:216)
Daerah penolakan untuk uji itu adalah: 𝐷𝐾 = {𝐹|𝐹 > 𝑞 − 1 𝐹𝛼 ;𝑞−1,𝑁−𝑝𝑞𝑟 }
3) Uji Komparasi Antar Sel Pada Kelompok Kemampuan Spasial atau Gaya
Kognitif yang sama
Jika H0AB dan H0AC pada uji hipotesis di atas ditolak, maka perlu dilakukan
komparasi ganda antar sel-sel AB dan AC pada kolom kelompok sama, dengan
menggunakan metode Scheffe’ dengan hipotesis :
𝐻0 ∶ 𝜇𝑖𝑗 = 𝜇𝑘𝑗
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
𝐻1 ∶ 𝜇𝑖𝑗 ≠ 𝜇𝑘𝑗
Uji Scheffe’ untuk komparasi rerata antar sel pada kelompok yang sama adalah
sebagai berikut:
kjij
kjij
kjij
nnRKG
XXF
11
2
dengan :
𝐹𝑖𝑗 −𝑘𝑗 = nilai 𝐹𝑜𝑏𝑠 pada pembandingan rerata pada sel ij dan rataan pada sel kj
𝑋 𝑖𝑗 = rerata pada sel ij
𝑋 𝑘𝑗 = rerata pada sel kj
RKG = rerata kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
𝑛𝑖𝑗 = ukuran sel ij
𝑛𝑘𝑗 = ukuran sel kj
Sedangkan daerah kritik untuk uji itu adalah :
DK = 𝐹|𝐹 > (𝑝𝑞 − 1)𝐹𝛼 ;𝑝𝑞−1,𝑁−𝑝𝑞𝑟 (Budiyono, 2009:216).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Uji Coba Instrumen
1. Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika
Instrumen tes prestasi belajar matematika diujicobakan pada siswa kelas
VIII B MTs Muhammadiyah Patikraja dengan peserta tes sebanyak 29 siswa.
a. Uji Validitas Isi
Instrumen uji coba tes prestasi belajar matematika pada materi kubus dan
balok terdiri dari 30 soal pilihan ganda. Validator instrumen tes tersebut adalah
Drs. Suhito, M.Pd dan Prof. Dr. Kartono, M.Si yang merupakan dosen senior di
jurusan matematika FMIPA UNNES, serta Dyahni Mastutisari, S.Pd. yang
merupakan guru matematika MTs Muhammadiyah Patikraja di Kabupaten
Banyumas. Ketiga validator tersebut menyatakan bahwa instrumen tes prestasi
belajar yang terdiri dari 30 soal objektif valid karena telah memenuhi kriteria
yang telah diberikan. Hasil validasi selangkapnya dimuat pada lampiran 8.
b. Daya Pembeda Uji Coba Butir Soal
Dari hasil perhitungan uji Daya Pembeda butir soal instrumen uji coba
tes prestasi belajar matematika (lihat Lampiran 9), diperoleh :
Tabel 4.1 Hasil Uji Daya Pembeda untuk Butir Soal Uji Coba Tes Prestasi
Belajar
No Kriteria Daya
Pembeda (DP)
Butir Soal Keputusan Jumlah Butir
Soal
1 𝐷𝑃 ≥ 0,30 1,2,3,4,5,6,7,8,10,12
13,15,16,17,18,19,20
22,23,28,
Butir Soal
Dengan Daya
Pembeda yang
baik
20
2 𝐷𝑃 < 0,30 9,11,14,21,24,25,26,27
,29,30
Butir Soal
dengan Daya
pembeda yang
tidak baik
10
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa dari 30 butir soal uji coba
instrumen tes prestasi belajar matematika, terdapat 20 butir soal yang mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
daya pembeda yang baik sehingga 20 butir soal ini dapat digunakan sebagai
instrumen penelitian tes prestasi belajar matematika, dan terdapat 10 butir soal
yang mempunyai daya pembeda yang tidak baik sehingga 10 butir soal ini tidak
dapat digunakan sebagai instrumen penelitian tes prestasi belajar matematika.
c. Tingkat Kesukaran Uji Coba Butir Soal
Dari hasil perhitungan uji Tingkat Kesukaran butir soal instrumen uji
coba tes prestasi belajar matematika (lihat Lampiran 9), diperoleh :
Tabel 4.2 Hasil Uji Tingkat Kesukaran untuk Butir Soal Uji Coba Tes Prestasi Belajar
Matematika
No Kriteria Tingkat
Kesukaran (TK)
Butir Soal Keputusan Jumlah Butir
Soal
1 𝑇𝐾 < 0,30 9,11,14,21,25,
26,27,29,30
Tingkat Kesukaran
Sulit dan tidak baik
9
2 0,30 ≤ 𝑇𝐾 ≤ 0,70 1,2,3,4,5,6,7,8,10
12,13,15,16,17,18,
19,20,22,23,24,28
30
Tingkat kesukaran
sedang dan baik
21
3 > 0,70 - - -
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa dari 30 butir soal uji coba
instrumen tes prestasi belajar matematika, terdapat 21 butir soal yang mempunyai
tingkat kesukaran yang baik sehingga 21 butir soal ini dapat digunakan sebagai
instrumen penelitian tes prestasi belajar matematika, dan terdapat 9 butir soal
yang mempunyai tingkat kesukaran yang tidak baik sehingga 9 butir soal ini tidak
dapat digunakan sebagai instrumen penelitian tes prestasi belajar matematika.
d. Butir Soal yang Dipakai untuk Penelitian
Berdasarkan hasil analisis tingkat kesukaran dan daya pembeda butir soal
tes prestasi belajar, maka diperoleh 20 buah butir soal yang memenuhi syarat
yaitu butir soal nomor 1,2,3,4,5,6,7,8,10,12,13,15,16,17,18,19,20,22,23 dan 28.
Kedua puluh butir soal tersebut semuanya digunakan untuk penelitian.
e. Reliabilitas Instrumen Tes
Berdasarkan hasil analisis daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal
instrumen uji coba tes prestasi belajar matematika, maka dari soal-soal yang akan
digunakan untuk penelitian selanjutnya dihitung reliabilitas instrumen tes prestasi
belajar matematika. Dari hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen tes prestasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
belajar matematika (Lihat lampiran 10), diperoleh indeks reliabilitas tes (KR-20)
𝑟11 sebesar 0.84. Karena 𝑟11 (= 0,84) lebih besar dari kriteria 𝑟11 (= 0,70), maka
hal ini berarti instrumen tes prestasi belajar matematika reliabel, sehingga dapat
digunakan sebagai instrumen penelitian tes prestasi belajar matematika.
2. Instrumen Tes Kemampuan Spasial
a. Uji Validitas Isi
Instrumen uji coba tes kemampuan spasial terdiri dari 30 soal pilihan
ganda. Validator instrumen tes tersebut adalah Drs. Suhito, M.Pd yang
merupakan pakar geometri di jurusan matematika FMIPA UNNES, Prof. Dr.
Kartono, M.Si yang merupakan Guru Besar bidang evaluasi pendidikan, dan
Novela Nadia Fardah, S.Psi. yang merupakan mahasiswa pasca sarjana psikologi
di Universitas Padjajaran. Ketiga validator tersebut menyatakan bahwa instrumen
tes kemampuan spasial yang terdiri dari 30 soal objektif valid karena telah
memenuhi kriteria yang telah diberikan. Hasil validasi selangkapnya dimuat pada
lampiran 15.
b. Daya Pembeda Uji Coba Butir Soal
Dari hasil perhitungan uji Daya Pembeda butir soal instrumen uji coba
tes kemampuan spasial (lihat Lampiran 16), diperoleh :
Tabel 4.3 Hasil Uji Daya Pembeda untuk Butir Soal Uji Coba Tes Kemampuan Spasial
No Kriteria Daya
Pembeda (DP)
Butir Soal Keputusan Jumlah Butir
Soal
1 𝐷𝑃 ≥ 0,30 1,6,7,8,9
,10,11,12,14,16
17,18,21,22,23,24
25,26,27,28,30
Butir Soal Dengan
Daya Pembeda yang
baik
21
2 𝐷𝑃 < 0,30 2,3,4,5,13
,18,19,20,29
Butir Soal dengan Daya
pembeda yang tidak
baik
9
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa dari 30 butir soal uji coba
instrumen tes kemampuan spasial, terdapat 21 butir soal yang mempunyai daya
pembeda yang baik sehingga 21 butir soal ini dapat digunakan sebagai instrumen
penelitian tes kemampuan spasial, dan terdapat 9 butir soal yang mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
daya pembeda yang tidak baik sehingga 9 butir soal ini tidak dapat digunakan
sebagai instrumen penelitian tes kemampuan spasial
c. Tingkat Kesukaran Uji Coba Butir Soal
Dari hasil perhitungan uji Tingkat Kesukaran butir soal instrumen uji
coba tes kemampuan spasial (lihat Lampiran 16), diperoleh :
Tabel 4.4 Hasil Uji Tingkat Kesukaran untuk Butir Soal Uji Coba Tes Kemapuan Spasial
No Kriteria Tingkat
Kesukaran (TK)
Butir Soal Keputusan Jumlah Butir
Soal
1 𝑇𝐾 < 0,30 2,20,29
Tingkat Kesukaran
Sulit dan tidak baik
3
2 0,30 ≤ 𝑇𝐾 ≤ 0,70 1,5,6,7,8,
9,10,11,12,14,
15,16,17,18,19,
21,22,23,24,25
26,27,28,39
Tingkat kesukaran
sedang dan baik
24
3 > 0,70 3,4,13 Tingkat kesukaran
mudah dan tidak
baik
3
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa dari 30 butir soal uji coba
instrumen tes kemampuan spasial, terdapat 24 butir soal yang mempunyai tingkat
kesukaran yang baik sehingga 24 butir soal ini dapat digunakan sebagai
instrumen penelitian tes kemampuan spasial, dan terdapat 6 butir soal yang
mempunyai tingkat kesukaran yang tidak baik sehingga 6 butir soal ini tidak
dapat digunakan sebagai instrumen penelitian tes kemampuan spasial.
d. Butir Soal Yang Digunakan Untuk Penelitian
Berdasarkan hasil anlisis tingkat kesukaran dan daya pembeda butir soal
tes kemampuan spasial, maka diperoleh 21 buah butir soal yang memenuhi syarat
yaitu butir soal nomor 1, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23,
24, 25, 26, 27, 28, dan 30. Dari 21 buah butir soal yang memenuhi syarat, maka
butir yang digunakan untuk penelitian sebanyak 20 butir soal. Butir soal yang
tidak digunakan yaitu butir nomor 24.
e. Reliabilitas Instrumen Tes
Berdasarkan hasil analisis daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal
instrumen uji coba tes kemampuan spasial, maka dari soal-soal yang akan
digunakan untuk penelitian selanjutnya dihitung reliabilitas instrumen tes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
kemampuan spasial. Dari hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen tes
kemampuan spasial (Lihat lampiran 17), diperoleh indeks reliabilitas tes (KR-20)
𝑟11 sebesar 0,83. Karena 𝑟11 (= 0,83) lebih besar dari kriteria 𝑟11 (= 0,70), maka
hal ini berarti instrumen tes kemampuan spasial reliabel, sehingga dapat
digunakan sebagai instrumen penelitian tes kemampuan spasial.
3. Instrumen Tes Gaya Kognitif
Instrumen tes Gaya Kognitif merupakan instrumen baku yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Oleh sebab itu instrumen ini perlu
divalidasi oleh 3 orang ahli bahasa. Validator instrumen tes tersebut adalah Zulia
Karini, S.Pd, S.S, M.Hum dan Rosdiana Puspitasari, S.S, M.A. yang merupakan
dosen Bahasa Inggris di STAIN Purwokerto, serta Untung Syarifudin, S.Pd,
M.Pd. yang merupakan guru Bahasa Indonesia di MTs Miftahul Huda Rawalo.
Ketiga validator tersebut menyatakan bahwa instrumen tes gaya kognitif valid
karena telah memenuhi kriteria dari segi penggunaan bahasa. Hasil validasi
selangkapnya dimuat pada lampiran 21.
B. Data Hasil Tes Kemampuan Spasial
Data hasil tes kemampuan spasial dapat dilihat pada Lampiran 29, dan
jumlah siswa berdasarkan kategori kemampuan spasial sebagai berikut :
Tabel 4.5 Banyaknya Siswa di dalam Pembelajaran dan Kategori Kemampuan
Spasial
Model Pembelajaran
(A)
Kemampuan Spasial
(B) Jumlah
Tinggi
(𝑏1)
Sedang
(𝑏2)
Rendah
(𝑏3)
NHT Dengan Metode Penemuan
Terbimbing (𝑎1) 38 12 26 76
NHT (𝑎2) 20 43 16 79
Langsung (𝑎3) 18 41 25 84
Jumlah 76 96 67 239
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
C. Data Hasil Tes Gaya Kognitif
Data hasil tes Gaya Kognitif dapat dilihat pada Lampiran 29, dan jumlah
siswa berdasarkan kategori gaya kognitif sebagai berikut.
Tabel 4.6 Banyaknya Siswa di dalam Pembelajaran dan Kategori Gaya Kognitif
Model Pembelajaran
(A)
Gaya Kognitif
(C) Jumlah
FI (c1) FD (c2)
NHT Dengan Metode Penemuan
Terbimbing (𝑎1) 30 46 76
NHT (𝑎2) 26 53 79
Langsung (𝑎3) 26 58 84
Jumlah 82 157 239
D. Data Hasil Tes Prestasi Belajar Matematika
Data hasil tes Prestasi Belajar Matematika dapat dilihat pada Lampiran
29, dan rata-rata nilai tes prestasi belajar matematika sebagai berikut.
Tabel 4.7 Rata-rata Nilai Tes Prestasi Belajar Matematika
Kemampuan Spasial (B)
Model Pembelajaran Tinggi (𝑏1) Sedang (𝑏2) Rendah (𝑏3)
(A) Gaya Kognitif (C) Gaya Kognitif (C) Gaya Kognitif(C)
FI (c1) FD (c2) FI (c1) FD (c2) FI (c1) FD (c2)
NHT Dengan
Metode
Penemuan
Terbimbing
(𝑎1)
76,79 75,21 78,33 70,00 74,29 75,26
NHT (𝑎2) 69,29 74,62 71,39 68,60 80,00 66,33
Langsung
(𝑎3) 72,50 60,00 66,47 61,25 76,67 61,14
E. Analisis Data Uji Keseimbangan
1. Uji Normalitas Data Ulangan Akhir Semester 1
Uji normalitas dilakukan karena salah satu syarat untuk analisis variansi
adalah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji ini digunakan
untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
atau tidak. Uji normalitas nilai ulangan akhir semester 1 dilakukan 3 kali, yakni
untuk populasi siswa yang dikenai Pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing, populasi siswa yang dikenai Pembelajaran NHT, dan Pembelajaran
langsung. Pada penelitian ini digunakan Metode Kolmogorov Smirnov dengan
tingkat signifikansi 5%. Analisis uji normalitas data nilai ulangan akhir semester
dan perhitungannya terdapat dalam Lampiran 23, 24 dan 25, diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 4.8 Rangkuman Uji Normalitas Data Ulangan Akhir Semester 1
Kelompok Siswa 𝐷𝑜𝑏𝑠 𝐷𝑘𝑟𝑖𝑡𝑖𝑘
NHT dengan metode penemuan terbimbing 0,0825 0,1484
NHT 0,1162 0,1521
Langsung 0,1080 0,1521
Berdasarkan rangkuman uji normalitas pada pada Tabel 4.8, maka dapat
diperoleh.
(i) Untuk sampel siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing diperoleh 𝐷𝑜𝑏𝑠 = 0,0825 ∉ 𝐷𝐾 = {𝐷|𝐷 > 0,1484 },
maka 𝐻0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel kelompok
siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
(ii) Untuk sampel siswa yang dikenai model pembelajaran NHT diperoleh
𝐷𝑜𝑏𝑠 = 0,1162 ∉ 𝐷𝐾 = {𝐷|𝐷 > 0,1521 }, maka 𝐻0 diterima. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sampel kelompok siswa yang dikenai model
pembelajaran NHT berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
(iii) Untuk sampel siswa yang dikenai model pembelajaran langsung diperoleh
𝐷𝑜𝑏𝑠 = 0,1080 ∉ 𝐷𝐾 = {𝐷|𝐷 > 0,1521 }, maka 𝐻0 diterima. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sampel kelompok siswa yang dikenai model
pembelajaran langsung berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Data Ulangan Akhir Semester 1
Salah satu syarat lain untuk analisis variansi adalah variansi populasi
homogen. Oleh karena itu sebelum uji keseimbangan perlu dilakukan uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
homogenitas variansi. Pada penelitian ini digunakan Metode Bartlett dengan
tingkat signifikansi 5%. Analisis uji homogenitas variansi data ulangan akhir
semester 1 dan perhitungannya terdapat dalam Lampiran 26.
Berdasarkan dari hasil perhitungan uji homogenitas dengan diperoleh
𝜒𝑜𝑏𝑠2 = 1,94 ∉ 𝐷𝐾 = 𝜒2 𝜒2 > 5,991 sehingga 𝐻0 diterima, maka dapat
disimpulkan bahwa ketiga kelompok populasi variansinya homogen.
3. Analisis Variansi Satu Jalan Dengan Sel Tak Sama Data Ulangan Akhir
Semester 1
Setelah memperoleh data nilai Ulangan Akhir Semester Matematika siswa
semester 1, baik untuk siswa pada kelompok NHT dengan metode penemuan
terbimbing, NHT, maupun siswa pada kelompok Langsung, dinyatakan
populasinya berdistribusi normal dan variansi ketiga populasi tersebut homogen,
maka selanjutnya uji keseimbangan antara ketiga kelompok tersebut dengan uji
analisis variansi sati jalan dengan sel tak sama dapat dilakukan, sehingga
diperoleh hasil (lihat Lampiran 27) sebagai berikut :
Tabel 4.9 Rangkuman Analisis Variansi Satu Jalan Data Ulangan Akhir Semester 1
Sumber Variansi JK Dk RK 𝐹𝑜𝑏𝑠 𝐹𝑡𝑎𝑏
Model Pembelajaran (A) 78,10 2 39,05 1,13 3,03
Galat (G) 8359 241 34,68
Total (T) 8437,06
Berdasarkan rangkuman analisis variansi satu jalan pada Tabel 4.9, maka
diperoleh 𝐹𝑜𝑏𝑠 = 1,13 ∉ 𝐷𝐾 = 𝐹 𝐹 > 3,03 sehingga 𝐻0 diterima, dapat
disimpulkan bahwa ketiga sampel berasal dari populasi yang berkemampuan awal
sama atau seimbang berdasarkan nilai Ulangan Akhir Semester 1.
F. Pengujian Persyaratan Analisis Data Uji Hipotesis Penelitian
1. Uji Normalitas Tes Prestasi Belajar Matematika
Uji normalitas dilakukan karena salah satu syarat untuk analisis variansi
tiga jalan adalah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas nilai prestasi belajar dilakukan 8
kali, yakni untuk populasi siswa dengan Pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing, populasi siswa dengan Pembelajaran NHT, populasi
siswa dengan pembelajaran langsung, populasi siswa dengan kemampuan spasial
tinggi, populasi siswa dengan kemampuan spasial sedang, populasi siswa dengan
kemampuan spasial sedang, populasi siswa dengan kemampuan spasial rendah,
populasi siswa dengan gaya kognitif field independent, dan populasi siswa dengan
gaya kognitif field dependent. Pada penelitian ini digunakan Metode Kolmogorov
Smirnov dengan tingkat signifikansi 5%. Analisis uji normalitas data prestasi
belajar dan perhitungannya terdapat dalam Lampiran 32-39, diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 4.10 Rangkuman Uji Normalitas Data Prestasi Belajar
Populasi Siswa 𝐷𝑜𝑏𝑠 𝐷𝑘𝑟𝑖𝑡𝑖𝑘 Keputusan
Uji Data
Berdistribusi NHT dengan metode
penemuan terbimbing 0,1344 0,1560 𝐻0 diterima Normal
NHT 0,0829 0,1530 𝐻0 diterima Normal Langsung 0,1412 0,1484 𝐻0 diterima Normal Kemampuan
Spasial Tinggi
0,1499 0,1560 𝐻0 diterima Normal
Kemampuan Spasial
Sedang
0,1246 0,1388 𝐻0 diterima Normal
Kemampuan Spasial
Rendah
0,1180 0,1662 𝐻0 diterima Normal
Gaya Kognitif Field
Independent
0,1083 0,1502 𝐻0 diterima Normal
Gaya Kognitif Field
dependent
0,1083 0,1085 𝐻0 diterima Normal
Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.10, maka dapat disimpulkan bahwa
kedelapan populasi siswa berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Tes Prestasi Belajar Matematika
Salah satu syarat lain untuk analisis variansi tiga jalan adalah variansi
populasi homogen. Oleh karena itu sebelum uji hipotesis penelitian perlu
dilakukan uji homogenitas variansi. Pada penelitian ini digunakan Metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Bartlett untuk uji homogenitas antar kemampuan spasial dan model pembelajaran,
sedangkan untuk uji homogenitas antar gaya kognitif menggunkan uji F, masing-
masing metode tingkat signifikansinya 5%. Analisis uji homogenitas variansi
data prestasi belajar matematika dan perhitungannya terdapat dalam Lampiran
40-42, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Prestasi Belajar
Matematika Antar Kelompok Kemampuan Spasial Dan Model Pembelajaran
Populasi
Siswa Antar
𝜒𝑜𝑏𝑠2 𝜒𝑡𝑎𝑏
2 Keputusan Uji Kesimpulan
Pembelajaran 3,018 5,991 𝐻0 diterima Variansi
Populasi
Homogen
Kategori
Kemampuan
Spasial
2,342 5,991 𝐻0 diterima Variansi
Populasi
Homogen
Tabel 4.12 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Prestasi Belajar
Matematika Antar Kelompok Gaya Kognitif
Sampel 𝑛𝑖 S 𝑠2 𝐹𝑜𝑏𝑠 𝐹𝑡𝑎𝑏 Keputusan
Uji
Kesimpulan
FI 82 11,28 127,24 0,92 1,36
𝐻0 diterima
Variansi
Populasi
Homogen FD 157 11,76 138,30
Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.11 dan 4.12, maka dapat disimpulkan.
a. Populasi siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing, model pembelajaran NHT dan model pembelajaran
langsuang mempunyai variansi populasi homogen.
b. Populasi siswa dengan kemampuan spasial tinggi, sedang dan rendah
mempunyai variansi populasi homogen.
c. Populasi siswa dengan gaya kognitif field independent dan field dependent
mempunyai variansi populasi homogen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
G. Hasil Pengujian Hipotesis
1. Analisis Variansi Tiga Jalan
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas variansi sebagai
syarat untuk analisis variansi dan diperoleh semua populasi berdistribusi normal
dan variansi populasi siswa homogen, maka dapat dilanjutkan ke uji selanjutnya
yaitu analisis variansi. Pada penelitian ini analisis variansi yang digunakan
analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama dengan taraf signifikansi 5%.
Analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama dan perhitungannya terdapat
dalam Lampiran 43, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.13 Rangkuman Analisis Variansi Tiga Jalan Dengan Sel Tak Sama Data
Nilai Prestasi Belajar Matematika
Sumber dk JK RK 𝐹𝑜𝑏𝑠 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Keputusan Uji
A 2 1435,14 717,57 6,67 3,04 𝐻0𝐴 ditolak
B 2 171,83 85,92 0,80 3,04 𝐻0𝐵 diterima
C 1 992,16 992,16 9,22 3,88 𝐻0𝐶 ditolak
AB 4 74,49 18,62 0,17 2,41 𝐻0𝐴𝐵 diterima
AC 2 379,00 189,50 1,76 3,04 𝐻0𝐴𝐶diterima
BC 2 201,75 100,88 0,94 3,04 𝐻0𝐵𝐶diterima
ABC 4 691,06 172,77 1,61 2,41 𝐻0𝐴𝐵𝐶diterima
Galat 221 23785,04 107,62
Total 238 27730,49
Kesimpulan analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama berdasarkan Tabel
4.13 adalah :
a) Pada efek utama A (model pembelajaran), 𝐹𝑜𝑏𝑠 = 6,67 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 3,04.
𝐹𝑜𝑏𝑠 ∈ 𝐷𝐾 = {𝐹|𝐹 > 3,04}, maka 𝐻0𝐴 ditolak, sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika pada masing-masing
model pembelajaran;
b) Pada efek utama B (kemampuan spasial), 𝐹𝑜𝑏𝑠 = 0,80 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 3,04.
𝐹𝑜𝑏𝑠 ∉ 𝐷𝐾 = 𝐹 𝐹 > 3,04 , maka 𝐻0𝐵 diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan prestasi belajar matematika pada masing-masing
tingkatan kemampuan spasial;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
c) Pada efek utama C (gaya kognitif), 𝐹𝑜𝑏𝑠 = 9,22 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 3,88. 𝐹𝑜𝑏𝑠 ∈
𝐷𝐾 = {𝐹|𝐹 > 3,88}, maka 𝐻0𝐶 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan prestasi belajar matematika pada masing-masing tipe gaya
kognitif. Tetapi karena rerata kelompok gaya kognitif FI (72,5) lebih besar
daripada rerata kelompok gaya kognitif FD (67,9), maka siswa dengan gaya
kognitif FI prestasi belajar matematikanya lebih besar daripada siswa dengan
gaya kognitif FD;
d) Pada efek interaksi AB, 𝐹𝑜𝑏𝑠 = 0,17dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,41. 𝐹𝑜𝑏𝑠 ∉ 𝐷𝐾 =
𝐹 𝐹 > 2,41 , maka 𝐻0𝐴𝐵 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
interaksi antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Spasial terhadap
prestasi belajar matematika;
e) Pada efek interaksi AC, 𝐹𝑜𝑏𝑠 = 1,76 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 3,04. 𝐹𝑜𝑏𝑠 ∉ 𝐷𝐾 =
𝐹 𝐹 > 3,04 , maka 𝐻0𝐴𝐶 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada interaksi antara Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif terhadap prestasi
belajar matematika;
f) Pada efek interaksi BC, 𝐹𝑜𝑏𝑠 = 0,94 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 3,04. 𝐹𝑜𝑏𝑠 ∉ 𝐷𝐾 =
𝐹 𝐹 > 3,04 , maka 𝐻0𝐵𝐶 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada interaksi antara Kemampuan Spasial dan Gaya Kognitif terhadap prestasi
belajar matematika;
g) Pada efek interaksi ABC, 𝐹𝑜𝑏𝑠 = 1,61 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,41. 𝐹𝑜𝑏𝑠 ∉ 𝐷𝐾 =
𝐹 𝐹 > 2,41 , maka 𝐻0𝐴𝐵𝐶 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada interaksi antara Model Pembelajaran, Kemampuan Spasial dan Gaya
Kognitif terhadap prestasi belajar matematika.
2. Uji Lanjut Pasca Anava
Berdasarkan keputusan uji analisis variansi tiga jalan pada Tabel 4.13,
maka:
a) Untuk hipotesis antar model pembelajaran,dari hasil analisis variansi tiga
jalan karena 𝐻0𝐴 ditolak, maka perlu dilakukan uji komparasi ganda antar
model pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Adapun rangkuman uji lanjut antar model pembelajaran dan rerata
prestasi belajar matematika pada masing-masing model pembelajaran sebagai
berikut.
Tabel 4.14 Rerata Prestasi Belajar Antar Model Pembelajaran
Model Pembelajaran
NHT+Penemuan Terbimbing NHT Langsung
Rerata 75,59 70 63,45
N 76 79 84
Tabel 4.15 Rangkuman Uji Lanjut Antar Model Pembelajaran
𝐻0 𝐹𝑜𝑏𝑠 2𝐹0.05;2;221 Keputusan Uji
𝜇1. = 𝜇2. 14,84
6,07
𝐻0 Ditolak
𝜇2. = 𝜇3. 21,42 𝐻0 Ditolak
𝜇1. = 𝜇3. 72,10 𝐻0 Ditolak
Berdasarkan hasil uji lanjut antar model pembelajaran pada Tabel 4.15
maka dapat diperoleh.
i) Untuk komparasi rerata siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan
metode penemuan terbimbing dibandingkan dengan siswa yang dikenai model
pembelajaran NHT diperoleh 𝐹𝑜𝑏𝑠 = 14,84 dan 2𝐹0.05;2;21 = 6,07. 𝐹𝑜𝑏𝑠 ∉ 𝐷𝐾
maka 𝐻0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa yang dikenai model pembelajaran
NHT dengan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang dikenai model
pembelajaran NHT. Karena rerata kelompok model pembelajaran NHT dengan
metode penemuan terbimbing (75,59) lebih besar dari rerata kelompok model
pembelajaran NHT (70,00), maka prestasi belajar matematika siswa yang
dikenai model pembejaran NHT dengan metode penemuan terbimbing lebih
baik daripada siswa yang dikenai model pembelajaran NHT.
ii) Untuk komparasi rerata siswa yang dikenai model pembelajaran NHT
dibandingkan dengan siswa yang dikenai model pembelajaran langsung
diperoleh 𝐹𝑜𝑏𝑠 = 21,42 dan 2𝐹0.05;2;21 = 6,07. 𝐹𝑜𝑏𝑠 ∉ 𝐷𝐾, maka 𝐻0 ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar
matematika antara siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
yang dikenai model pembelajaran Langsung. Karena rerata kelompok model
pembelajaran NHT (70,00) lebih besar dari rerata kelompok model
pembelajaran Langsung (63,45), maka prestasi belajar matematika siswa yang
dikenai model pembejaran NHT lebih baik daripada siswa yang dikenai model
pembelajaran Langsung.
iii) Untuk komparasi rerata siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan
metode penemuan terbimbing dibandingkan dengan siswa yang dikenai model
pembelajaran langsung diperoleh 𝐹𝑜𝑏𝑠 = 72,10 dan 2𝐹0.05;2;21 = 6,07.
𝐹𝑜𝑏𝑠 ∉ 𝐷𝐾, maka 𝐻0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang dikenai model
pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang
dikenai model pembelajaran Langsung. Karena rerata kelompok model
pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing (75.59) lebih besar
dari rerata kelompok model pembelajaran Langsung (63.45), maka prestasi
belajar matematika siswa yang dikenai model pembejaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing lebih baik daripada siswa yang dikenai model
pembelajaran Langsung.
b) Untuk hipotesis antar kemampuan spasial, dari hasil analisis variansi tiga
jalan karena 𝐻0𝐵 diterima, maka tidak perlu dilakukan uji komparasi ganda
antar kelompok kategori kemampuan spasial.
c) Untuk hipotesis antar kelompok tipe gaya kognitif, dari hasil analisis variansi
tiga jalan diperoleh 𝐻0𝐶 ditolak, tetapi hanya ada dua tipe gaya kognitif, maka
tidak perlu dilakukan uji komparasi ganda antar gaya kognitif
d) Untuk hipotesis interaksi efek A dengan B dan efek A dengan C, dari hasil
analisis variansi tiga jalan karena 𝐻0𝐴𝐵 dan 𝐻0𝐴𝐶 diterima, berarti tidak
terdapat interaksi, sehingga tidak perlu dilakukan uji komparasi ganda antar
sel pada kategori kemampuan spasial atau gaya kognitif yang sama.
e) Untuk hipotesis interaksi efek A, B dengan C, dari hasil analisis variansi tiga
jalan karena 𝐻0𝐴𝐵𝐶 diterima, berarti tidak terdapat interaks antara model
pembelajaran, kemampuan spasial dan gaya kognitif terhadap prestasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
matematika, sehingga tidak perlu dilakukan uji komparasi ganda antar sel
pada kategori kemampuan spasial dan gaya kognitif yang sama.
H. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahsan hasil penelitian pada sub bab ini adalah pembahasan hipotesis
yang ada di bab II dan hasilnya sebagai berikut
1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar pada masing-masing
model pembelajaran. Kemudian setelah dilakukan uji lanjut pasca anava hasilnya
menunjukkan bahwa pada pembelajaran kubus dan balok, prestasi belajar
matematika siswa dengan model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing lebih baik daripada model pembelajaran NHT maupun model
pembelajaran langsung, prestasi belajar matematika siswa dengan model
pembelajaran NHT lebih baik daripada model pembelajaran langsung.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Lebih baiknya
prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan
metode penemuan terbimbing disebabkan karena model pembelajaran ini lebih
menuntut tanggung jawab peserta didik dalam mengkonstruksi pemahaman
matematika melalui diskusi kelompok ditambah lagi dengan bimbingan dari guru
dalam menemukan suatu konsep. Bimbingan dari guru menguatkan pengetahuan
yang diperoleh siswa melalui diskusi kelompok.
Pada pelaksanaan presentasi hasil diskusi ini dilakukan oleh siswa yang
berbeda-beda dalam setiap pertemuan, bergantung pada nomor yang dipanggil
oleh guru. Tuntutan tanggung jawab diri terhadap pemahaman konsep kubus dan
balok membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran di kelas. Berbeda halnya
pada model pembelajran NHT maupun langsung. Pada model pembelajaran NHT
karena tidak adanya bimbingan intensif dari guru mengakibatkan banyak siswa
yang masih mengalami kebingungan dalam menjalankan proses diskusi kelompok
di kelas. Sementara itu pada model pembelajaran langsung, siswa hanya pasif
dalam pembelajaran di kelas, hal ini menimbulkan ada beberapa siswa yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
kooperatif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Dengan demikian pemahaman
konsep kubus dan balok siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan
metode penemuan terbimbing lebih optimal dibandingkan pada siswa yang
dikenai model pembelajaran NHT maupun model pembelajaran langsung.
Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Rofiq Setyawan (2008) yang menunjukkan bahwa model pembelajaran NHT lebih
baik dibandingkan dengan model pembelajaran langsung. Selain itu hasil
penelitian ini juga sesuai dengan hasil peneltian yang dilakukan oleh Leo Adhar
Efendi (2012) yang menyatakan bahwa secara keseluruhan peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pembelajaran
konvensional.
2. Hipotesis Kedua
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan prestasi belajar pada masing-masing
tingkatan kemampuan spasial. Hasil peneltian ini berbeda dengan hipotesis
penelitian yang menyatakan bahwa pada pembelajaran kubus dan balok, prestasi
belajar matematika siswa dengan kemampuan spasial tinggi lebih baik daripada
siswa dengan kemampuan spasial sedang maupun rendah, prestasi belajar siswa
dengan kemampuan spasial sedang lebih baik daripada siswa dengan kemampuan
spasial rendah.
Ada kemungkinan perbedaan tersebut dikarenakan dalam proses
pembelajaran siswa dengan kemampuan spasial tinggi, sedang dan rendah
cenderung sama untuk menguasai materi-materi bangun ruang khususnya pada
materi pokok kubus dan balok. Kemungkinan lain adalah model pembelajaran
yang digunakan guru di kelas mampu memotivasi siswa dengan kemampuan
spasial sedang dan rendah untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Akibatnya
siswa dengan kemampuan spasial sedang, rendah dan tinggi memiliki prestasi
yang sama baiknya.
Hasil ini juga berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nora
Faradhila, Imam Sujadi & Yemi Kuswardi (2013) yang menyatakan bahwa bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
siswa yang mempunyai kemampuan spasial tinggi menghasilkan prestasi belajar
matematika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan spasial
sedang dan rendah sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan spasial sedang
menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama baiknya.
3. Hipotesis Ketiga
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar pada masing-masing
kategori gaya kognitif. Oleh karena hanya melibatkan dua kategori, penentuan
kategori gaya kognitif yang lebih baik cukup dengan membandingkan besarnya
rerata marginal masing-masing kategori gaya kognitif. Karena rerata kelompok
gaya kognitif field independent (=72,5) lebih besar dari pada gaya kognitif field
dependent (=67,90), maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika
siswa dengan gaya kognitif field independent lebih baik daripada siswa dengan
gaya kognitif field dependent.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Lebih baiknya
prestasi belajar matematika siswa yang memiliki gaya kognitif field independent
disebabkan karena siswa ini lebih mudah menguraikan konsep-konsep yang
kompleks menjadi lebih sederhana, sehingga lebih mudah dalam memcahkan
permasalahan yang berkaitan dengan kubus dan balok. Hal ini tercermin dalam
hasil skor GEFT, peserta didik yang memiliki gaya kognitif field Independent
mempunyai skor yang lebih tinggi dalam menemukan bentuk sederhana di dalam
gambar yang kompleks.
Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agung
Putra Wijaya (2011) yang menyatakan bahwa prestasi belajar matematika peserta
didik yang memiliki gaya kognitif field independent lebih baik dibandingkan
prestasi belajar matematika peserta didik yang memiliki gaya kognitif field
dependent.
4. Hipotesis Keempat
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama,
menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan
kemampuan spasial, sehingga kesimpulan pada masing-masing kategori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
kemampuan spasial mengikuti efek utama pada model pembelajara. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing kategori kemampuan
spasial, prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran NHT
dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada model pembelajaran
NHT maupun model pembelajaran langsung, prestasi belajar matematika siswa
dengan model pembelajaran NHT lebih baik daripada model pembelajaran
langsung.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hipotesis penelitian yang menyatakan
bahwa pada kategori kemampuan spasial tinggi ketiga model pembelajaran sama
baiknya. Ada kemungkinan perbedaan ini diakibatkan karena efek model
pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Perbedaan model pembelajaran yang
diberikan pada masing-masing kelompok mengakibatkan perbedaan prestasi
belajar matematika.
Sementara itu pada kemampuan spasial sedang dan rendah, hasil penelitian
telah sesuai dengan hipotesis penelitian. Lebih baiknya prestasi belajar
matematika siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing disebabkan karena model pembelajaran ini lebih menuntut
tanggung jawab peserta didik dalam mengkonstruksi pemahaman matematika
melalui diskusi kelompok ditambah lagi dengan bimbingan dari guru dalam
menemukan suatu konsep. Bimbingan dari guru menguatkan pengetahuan yang
diperoleh siswa melalui diskusi kelompok. Pada pelaksanaan presentasi hasil
diskusi ini dilakukan oleh siswa yang berbeda-beda dalam setiap pertemuan,
bergantung pada nomor yang dipanggil oleh guru. Tuntutan tanggung jawab diri
terhadap pemahaman konsep kubus dan balok membuat siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran di kelas. Berbeda halnya pada model pembelajran NHT maupun
langsung. Pada model pembelajaran NHT karena tidak adanya bimbingan intensif
dari guru mengakibatkan banyak siswa yang masih mengalami kebingungan
dalam menjalankan proses diskusi kelompok di kelas. Sementara itu pada model
pembelajaran langsung, siswa hanya pasif dalam pembelajaran di kelas, hal ini
menimbulkan ada beberapa siswa yang tidak kooperatif dalam mengikuti
pembelajaran di kelas. Dengan demikian pemahaman konsep kubus dan balok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing lebih optimal dibandingkan pada siswa yang dikenai model
pembelajaran NHT maupun model pembelajaran langsung.
5. Hipotesis Kelima
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama
menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan gaya
kognitif, sehingga kesimpulan pada masing-masing kategori gaya kognitif
mengikuti efek utama pada model pembelajara. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada masing-masing kategori kemampuan gaya kognitif,
prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran NHT dengan
metode penemuan terbimbing lebih baik daripada model pembelajaran NHT
maupun model pembelajaran langsung, prestasi belajar matematika siswa dengan
model pembelajaran NHT lebih baik daripada model pembelajaran langsung.
Hasil penelitian ini berbeda dengan salah satu hipotesis penelitian yang
menyatakan bahwa pada kategori gaya kognitif field independent, prestasi belajar
matematika siswa pada ketiga model pembelajaran sama baiknya. Ada
kemungkinan perbedaan tersebut diakibatkan karena faktor model pembelajaran
yang digunakan. Perbedaan perlakuan pada masing-masing kelompok model
pembelajaran mengakibatkan perbedaan prestasi belajar pada kategori gaya
kognitif field independent.
Sementara itu pada kategori gaya kognitif field dependent, hasil penelitian
telah sesuai dengan hipotesis penelitian. Lebih baiknya prestasi belajar
matematika siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing disebabkan karena model pembelajaran ini lebih menuntut
tanggung jawab peserta didik dalam mengkonstruksi pemahaman matematika
melalui diskusi kelompok ditambah lagi dengan bimbingan dari guru dalam
menemukan suatu konsep. Bimbingan dari guru menguatkan pengetahuan yang
diperoleh siswa melalui diskusi kelompok. Pada pelaksanaan presentasi hasil
diskusi ini dilakukan oleh siswa yang berbeda-beda dalam setiap pertemuan,
bergantung pada nomor yang dipanggil oleh guru. Tuntutan tanggung jawab diri
terhadap pemahaman konsep kubus dan balok membuat siswa terlibat aktif dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
pembelajaran di kelas. Berbeda halnya pada model pembelajran NHT maupun
langsung. Pada model pembelajaran NHT karena tidak adanya bimbingan intensif
dari guru mengakibatkan banyak siswa yang masih mengalami kebingungan
dalam menjalankan proses diskusi kelompok di kelas. Sementara itu pada model
pembelajaran langsung, siswa hanya pasif dalam pembelajaran di kelas, hal ini
menimbulkan ada beberapa siswa yang tidak kooperatif dalam mengikuti
pembelajaran di kelas. Dengan demikian pemahaman konsep kubus dan balok
siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing lebih optimal dibandingkan pada siswa yang dikenai model
pembelajaran NHT maupun model pembelajaran langsung.
I. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan pada hasil penelitian, teridentifikasi suatu keterbatasan dalam
pelaksanaan penelitian ini. Keterbatasan penelitian ini diduga berdampak pada
tidak terbuktinya beberapa hipotesis penelitian yang disusun. Keterbatasan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Pada saat pembelajaran di kelas masih terdapat beberapa siswa yang tidak
kooperatif sehingga mengganggu proses pembelajaran di kelas. Hal ini
menyebabkan langkah-langkah model pembelajaran yang diterapkan di kelas
kurang berjalan dengan baik, akibatnya hasil yang diperoleh kurang
maksimal.
2) Penelitian ini sering terhenti dengan hari libur dan jadwal persiapan Ujian
Nasional. Hal ini menyebabkan siswa kehilangan fokus dalam mempelajari
materi pembelajaran karena sering libur.
3) Selama penelitian ada beberapa kelas yang terganggu proses pembelajarannya
karena banyak siswa yang gaduh di luar ruangan kelas. Hal ini menyebabkan
pelaksanaan ekeperimen model pembelajaran di kelas kurang berjalan
maksimal, sehingga hasil yang diperoleh kurang optimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV maka
kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pada pembelajaran kubus dan balok, prestasi belajar matematika siswa yang
dikenai model pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing lebih
baik daripada model pembelajaran NHT maupun model pembelajaran
langsung, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran
NHT lebih baik daripada model pembelajaran langsung
2. Pada pembelajaran kubus dan balok, prestasi belajar matematika siswa dengan
kemampuan spasial tinggi, sedang maupun rendah sama baiknya
3. Pada pembelajaran kubus dan balok, prestasi belajar matematika siswa dengan
gaya kognitif field independent lebih baik daripada siswa dengan gaya kognitif
field dependent.
4. Pada masing-masing kategori kemampuan spasial, prestasi belajar matematika
siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing lebih baik daripada model pembelajaran NHT maupun model
pembelajaran langsung, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model
pembelajaran NHT lebih baik daripada model pembelajaran langsung
5. Pada masing-masing kategori kemampuan spasial, prestasi belajar matematika
siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing lebih baik daripada model pembelajaran NHT maupun model
pembelajaran langsung, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model
pembelajaran NHT lebih baik daripada model pembelajaran langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan yang diperoleh, berikut ini
adalah beberapa implikasi, baik teoritis maupun praktis dalam upaya
mengoptimalkan prestasi belajar matematika siswa.
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pembelajaran kubus dan
balok, prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran NHT
dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada model pembelajaran
NHT maupun model pembelajaran langsung, prestasi belajar matematika siswa
dengan model pembelajaran NHT lebih baik daripada model pembelajaran
langsung. Selain model pembelajaran kemampuan spasial dan gaya kognitif juga
memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar matematika. Dengan demikian
hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan teori untuk mengembangkan
suatu model pembelajaran matematika yang inovatif, khususnya pada materi
kubus dan balok dengan memperhatikan kemampuan spasial dan gaya kognitif.
Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dijadikan landasan teori dalam
melakukan penelitian selanjutnya mengenai penerapan model pembelajaran NHT
dengan metode penemuan terbimbing, kemampuan spasial dan gaya kognitif.
2. Implikasi Praktis
Oleh karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pembelajaran
kubus dan balok, prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran
NHT dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada model
pembelajaran NHT maupun model pembelajaran langsung, prestasi belajar
matematika siswa dengan model pembelajaran NHT lebih baik daripada model
pembelajaran langsung, maka model pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing efektif untuk diterapkan pada pemebelajaran matematika di
kelas, khususnya pada materi kubus dan balok. Selain itu, pada saat pembelajaran
di kelas guru juga harus memperhatikan karekteristik gaya kognitif dan
kemampuan spasial siswa karena kedua faktor tersebut mempengaruhi prestasi
belajar matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
C. Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian, maka dikemukakan
beberapa saran sebagai berikut.
1. Bagi Kepala Madrasah
Kepala Madrasah hendaknya senantiasa memberikan supervisi dan
motivasi kepada guru matematika agar berani menerapkan model pembelajaran
inovatif dengan memperhatikan karakteristik kemampuan spasial dan gaya
kognitif siswa. Salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan
adalh model pembelajaran NHT dengan metode penemuan terbimbing.
2. Bagi Guru Matematika
a. Guru hendaknya termotivasi untuk menerapkan model pembelajaran inovatif
agar proses pembelajaran di kelas mampu mengoptimalkan pemahaman siswa
terhadap konsep matematika. Salah satu model pembelajaran inovatif yang
dapat diterapkan adalah model pembelajaran NHT dengan metode penemuan
terbimbing.
b. Dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif, pembentukan kelompok
hendaknya memperhatikan perbedaan kemampuan spasial dan gaya kognitif.
Hal ini dimaksudkan agar setiap siswa dalam kelompok terlibat aktif dalam
mengkonstruksi suatu konsep matematika.
c. Selama proses pembelajaran khususnya pada materi kubus dan balok,
hendaknya lebih memperhatikan karakteristik kemampuan spasial dan gaya
kognitif siswa, karena kedua faktor ini turut mempengaruhi prestasi belajar
matematika siswa.
3. Bagi Siswa
a. Siswa hendaknya selalu bersungguh-sungguh memperhatikan instruksi dari
guru dalam penerapan suatu model pembelajaran yang diterapkan. Hal ini
dimaksudkan agar siswa mampu mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
efektif sehingga memperoleh pengetahuan yang optimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
b. Siswa hendaknya dalam mengikuti pembelajaran kooperatif, turut terlibat
secara aktif sehingga mampu mengkonstruksi konsep matematika secara
optimal.
c. Siswa hendaknya memiliki kesiapan dan tanggung jawab besar dalam
mengkonstruksi konsep matematika yang sedang dipelajari. Hal ini terkait
dengan langkah penomoran dalam pembelajaran NHT dengan metode
penemuan terbimbing, langkah ini menuntut setiap siswa untuk siap dalam
mempresentasikan hasil diskusi kelompok
4. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain hendaknya dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan
mendalami dan memperluas lingkup penelitian ini, yakni dengan mengembangkan
model pembelajaran lain yang lebih inovatif dengan mempelajari variabel-
variabel yang lain yang turut berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika
siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, I.M. 2000. Pengembangan Pembelajaran Bilangan Bulat Berorientasi
Pada Kecenderungan Kognitif Secara Psikologis Sebagai Upaya
Peningkatan Konsep Diri Akademis Matematika Siswa Sekolah Dasar
Laboratorium IKIP Negeri Singaraja. Makalah S3. Surabaya:
Pascasarjana UNESA.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Asikin, M. 2008. Dasar-dasar Proses Pembelajaran Matematika 1. Semarang:
Universitas Negeri Semarang
Azwar, S, 2011. Tes Prestasi Fungsi Pengembangan Pengukuran Hasil Belajar.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiamin, Amin & Setiawati. 2009. Bimbingan Konseling. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Agama Islam Departemen Agama.
Budiyono, 2009. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: UNS PRESS
Budiyono, 2003. Metodologi Penelitian. Surakarta: UNS PRESS
Candiasa, I.M. 2002. Pengaruh Strategi Pembelajaran Dan Gaya Kognitif
Terhadap Kemampuan Memprogram Komputer (Eksperimen pada
Mahasiswa IKIP Negeri Singaraja). Jurnal Teknologi Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta Vol. 4, No.3, Desember 2002 (ISSN 1411-
2744). Halaman 1-37.
Coop, R.H. 1974. Psychological Concepts in The Classroom. New York : Harper
& Row Publisher.
Depdiknas. 2007 Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Jakarta: Depdiknas
Dharma, S. 2008. Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Efendi, L.A. 2012. Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan
Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Dan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan
Vol. 13 No. 2 Oktober 2012. Halaman 1-10.
Faradhila, N., Sujadi, I. & Kuswardi, Y. 2013. Eksperimentasi Model
Pembelajaran Missouri Mathematics Project Pada Materi Pokok Luas
Permukaan Serta Volume Prisma Dan Limas Ditinjau Dari Kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Spasial. Jurnal Pendidikan Matematika Solusi Vol. 1 No. 1. Maret 2013.
Halaman 67-74.
Harmony, J. & Theis, R. 2012. Pengaruh Kemampuan Spasial Terhadap Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Kota Jambi. Jurnal
Edumatica Volume 02 Nomor 01 , April 2012. Halaman 11-19.
Hassan, A. 2002. Students’ Cognitive Style and Mathematical Word Problem
Solving. Journal of the Korea Society of Mathematical Education Series
D: Research in Mathematical Education Vol. 6, No. 2. September 2002.
Page 171–182.
Hudojo, H. 2001. Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Matematika.
Malang: Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang.
Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas Negeri
Surabaya University Press.
Irzani dan Alkusaeri, 2013. Pengembangan Program Pembelajaran Matematika.
Mataram: Yazidopress.
Ismail, 2002. Model-model Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas
Joesmani. 1988. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta:Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kyriazis, A., Psycharis, S. & Korres, K. 2009. Discovery Learning and the
Computational Experiment in Higher Mathematics and Science Education:
A Combined Approach. Journal iJET – Volume 4, Issue 4, December
2009, Page 25-34.
Mansyur. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka
Maheady, L. & Michieli, J. 2006. “The Effects of Number Heads Together with
and Without an incentive Package on the Science Test Performance of a
Diverse Group of Sixth Graders”, Jurnal of Behavioral Education, Volume
15, Number 1, Page 25-38.
Maier, P.H. 1998. Spatial Geometry And Spatial Ability. Freiburg: University of
Freiburg.
Markaban. 2008. Model Penemuan Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika
SMK. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Tenaga Kependidikan Matematika Departemen Pendidikan Nasional
Nasution, S. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Nur, M. 1987. Pengantar Teori Tes. Jakarta:Direktorat JenderalPendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Nurhayati. 2011. Metode Pembelajaran Interaktif. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Paimun, S.N. & Kartikawati, E. 1995. Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Universitas Terbuka
Rafi, A. 2006. “On Improving Spatial Ability Through Computer Mediated
Engineering Drawing Instruction”. Journal Educational Technology &
Society, 9 (3) : 149-159.
Ruseffendi, E,T. 1991. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan
CBSA. Bandung: Tarsito
Santyasa, I.W. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif. Denpasar: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Sardjoko, T. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number
Heads Together dan Group Investigation Terhadap Prestasi Belajar
Matematika Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi. Tesis, Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Tidak Dipublikasikan.
Sinan, O. 2003. “Making Connections: Improving Spatial Abilities with
Engineering Drawing Activities”. International Journal of Mathematics
Teaching and Learning April 2003.
Siegel, S. 1994. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta:Gramedia.
Setyawan, R. 2008. Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Heads Together Pada
Pokok Bahasan Operasi Hitung Campuran Ditinjau dari Motivasi Belajar
Siswa. Tesis, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak Diterbitkan.
Slavin, R.E. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung:Nusa
Media
Sugiyono, 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Supardi, 2013. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian Konsep Statistika Yang Lebih
Komprehensif. Jakarta: Prima Ufuk Semesta.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Surabaya:
Pustaka Pelajar.
Suyitno, A. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika 1.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Tambunan, S.M. 2006. Hubungan Antara Kemampuan Spasial Dengan Prestasi
Belajar Matematika. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 1, Juni
2006. halaman 27-32.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Widdiharto, R. 2004. Model-model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta:
PPPG Matematika.
Wijaya, A.P. 2011. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together (NHT) Dan Student Teams Achievment
Divisions (STAD) Ditinjau Dari Keingintahuan Dan Gaya Kognitif
Peserta Didik SMP Di Kabupaten Blora. Tesis, Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Tidak Diterbitkan.
Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Edisi Revisi. Jakarta: Grasindo.
Yang, E.F.Y. 2010. The Effectiveness of Inductive Discovery Learning in 1: 1
Mathematics Classroom. Proceedings of the 18th International Conference on
Computers in Education. Putrajaya, Malaysia: Asia-Pacific Society for
Computers in Education.
Yilmaz, H.B. 2009. “On the development and measurement of spatial ability”.
International Electronic Journal of Elementary Education Vol.1, Issue 2,
March, 2009, Page 83-96.
Zakaria, E. & Iksan, Z. 2007. “Promoting Cooperative Learning in Science and
Mathematics Education: A Malaysian Perspective”.Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology Education,Volume 3 Number 1 Page
35-39.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user