hukum zakat fitrah dengan uang
TRANSCRIPT
HUKUM ZAKAT FITRAH DENGAN UANG
SKPRIPSI PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I) Program Studi
Al Ahwal Al Syakhshiyyah Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
FADLULLAH
105 260 0044 12
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1437 H / 2016 M
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl.SultanAlauddin No.259 Talasalapang(GedungIqrat.4)Tlp:(0411)8669972/865375Makassar90221
بسم الله الرحمن الرحيمBERITA ACARA MUNAQASYAH
Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar, setelah
mengadakan sidang munaqasyah pada :
Hari/Tanggal : Kamis, 25 Rabiul Akhir 1437 H/04 Februari 2016 M
Tempat :Gedung Prodi Ahwal Syakhsiyah, Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah MakassarJl.St.Alauddin
No.259.Makassar.
MEMUTUSKAN
Bahwa Saudara,
Nama : Fadlullah Khairuddin
NIM : 105260004412
Judul skripsi : Hukum Zakat Fitrah dengan Uang
Dinyatakan : LULUS
Ketua
Drs.H.MawardiPewangi,M.Pd.I
NBM : 554 612
Sekretaris
Dr.Abd.Rahim Razaq,M.Pd
NIDN : 0999005374
Pembimbing I
Dr.Abbas Baco Miro, M.A
NBM : 1114043
Pembimbing II
M.Ali bakri M.P.d
Makassar, 14 Jumadil Ula 1436 H
05 Maret 2015 M
Dekan
Drs.H.Mawardi Pewangi,M.Pd.I
NBM : 554 612
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl.SultanAlauddin No.259 Talasalapang(GedungIqrat.4)Tlp:(0411)8669972/865375Makassar90221
viii
ABSTRAK
Fadlullah Khaeruddin, Nim 105260004412 “Telaah Hukum Zakat Fitrah dengan Uang. (Studi perbandingan Mazhab)” (dibimbing oleh Dr. Abbas Baco Miro, M.A dan M. Ali Bakri, M.Pd).
Penelitian yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah: Untuk
mengetahui konsep pemahaman masyarakat tentang Hukum zakat fitrah dengan Uang.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustakaan (Library Researce) dengan pendekatan Kualitatif. Dalam hal ini peneliti berusaha memfokuskan pada penelusuran dan penelaan literature serta bahan pustaka yang dianggap ada kaitannya dengan fenomena sistem demokrasi. Variabel dalam penelitian ini adalah telaah sistem demokrasi Indonesia sebagai variabel bebas dan dalam persfektif Islam sebagai variabel terikat. Teknik pengumpulan data yang ditempuh penulis adalah melakukan riset kepustakaan (library research) yaitu suatu analisis yang penulis pergunakan dengan membaca dan menelaah beberapa literatur. Teknik analisis data, diolah melalui deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan Bahwa pelaksanaan konsep Sistem demokrasi Indonesia periode tahun (1945-1959) disebut dengan demokrasi parlementer, kemudian pada tahun (1959-1965) disebut demokrasi terpimpin, dan pada tahun (1965-1998) disebut Orde baru namun ketiga formulasi sistem ini dianggap belum mampu membawa Indonesi menuju cita-citanya sehingga lahirlah gerakan reformasi untuk melalakukan perubahan dengan harapan bisa membawa Indonesia menuju cita-citanya. Hingga sampai pada saat ini sistem demokrasi Indonesia masih sebatas demokrasi prosedural belum mencapai demokrasi secara substansial. Adapun pendidikan demokrasi di Indonesia sangat penting, karena dalam pendidikanlah warga Negara dapat mengerti, memahami, menghargai kesempatan dan tanggungjawab sebagai warga negara yang demokratis. yakni pendidikan bukan hanya sekedar memberikan pengetahun dan praktek demokrasi, tetapi juga menghasilkan warga negaranya yang berpendirian teguh, madiri memiliki sikap selalu ingin tahu, dan berpandangan jauh ke depan. Pendidikan demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik dan lancar karena dalam kurikulum pendidikan nasional telah ditetapkan pengajaran tentang pendidikan demokrasi, seperti pendidikan kewarganegaraan, pendidikan demokrasi dan pancasila. Kemudian Prinsip demokrasi sejalan dengan Islam meliputi Keadilan, Musyawarah, Persamaan, Kebebasan untuk berpendapat, kedaulatan, dan demokrasi juga berarti upaya mengembalikan sistem politik yang di pratikkan Nabi dan Khalifahnya yang sempat hilang.
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله رب العالمين وبه
نستعين على أمور الدنيا والدين وأشهد ان لاإله إلا الله وأشهد ان محمدا
رسول الله اللهم صلى على محمد وعلى اله وأصحاب أجمعين
Puji dan Puja Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penyusun skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat
dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, yang harus dijadikan
tauladan dalam menjalankan segala aktifitas oleh semua orang.
Skripsi yang berjudul “Hukum zakat Fitrah dengan Uang” Merupakan upaya
penulis guna memahami Hukum zakat fitrah yang ditetapkan dinegara kita, sehingga
tidak ada lagi kesalah pahaman kita tentang beberapa golongan pendapat orang
mengenai hokum zakat fitrah dengan uang yang dianggap Ikhtilaf ulama. Skripsi ini
juga merupakan tugas akhir masa menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah
Makassar dan untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelar serjana strata satu
syariah, tetapi bukan sebagai akhir proses menuntut ilmu.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat
terselesaikan tanpa adanya bantuan dari barbagai pihak, baik moril maupun materil,
maka dari itu penulis perlu sampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibunda Siti Samatang dan Ayahanda Khairuddin Abdullah Ranreng, beserta
adik-adikku tercinta karena Allah yang selalu mendorong, mendukung, dan
mendo’akan penulis untuk menyelesaikan studi hingga selesai, semoga jasa
yang diberikan menjadi amal shaleh serta diterimah oleh Allah SWT, dan
semoga Allah selalu memberikan Hidayah dan taufiq, serta inayah-Nya
kepada mereka.
2. Syaikh Muhammad Thoyyib Thoyyib Khoory, keluarga, para masyaikh
beserta jajaran karyawan AMCF (Asia Muslim Charity Foundation) sebagai
donator tetap, Jazaakumullahu khaeran.
3. Dr. Irwan Akib, M.Pd.I, Selaku rektor Universitas Muhammadiyah
(UNISMUH) Makassar Sulawesi Selatan.
4. Drs. Mawardi Pewangi, M.Pd.I, Selaku Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah (UNISMUH) Makassar Sulawesi Selatan
5. Dr. Muh. Ilham Mukhtar, Lc.MA, Selaku ketua Prodi Ahwal Syakhsiyyah
Universitas Muhammadiyah (UNISMUH) Makassar Sulawesi Selatan.
6. Dr. Abbas Baco Miro, Lc.MA, dan m. Ali Bakri, M.Pd., selaku pembimbing
skripsi penulis, yang dengan kesabaran membimbing dan meluangkan
waktunya untuk penulis.
7. Seluruh dosen Universitas Muhammadiyah (UNISMUH) Makassar Sulawesi
Selatan, Khususnya dosen-dosen di program studi Ahwal Syakhsiyyah,
Jazaakumullah Khaeran jazaa atas bimbingan ilmu yang telah diberikan
selama penulis menimba Ilmu di Prodi Ahwal Syakhsiyyah.
8. Segenap staff karyawan akademik, perpustakaan Prodi Ahwal Syakhsiyyah,
Perpustakaan Unismuh Makassar, Perpustakaan wilayah yang selalu melayani
dan menemani penulis, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya.
9. Kepada semua keluarga di Makassar yang telah membantu saya selama saya
masih kuliah dan sampai saya bisa menyelesaikan kuliahku dengan baik.
10. Kepada seluruh teman-teman Angkatan ke-II prodi Ahwal Syakhsiyyah, Yaitu
Muhammad Ridwan, Muhammad Nasrullah, Muhammad Riza, Muhammad
Sibawai, Abdul Aziz Ramli, Muhammad Said Magun, Muhammad Arif,
Fachturrahman, Ardiansyah, Ahmad Sabil, Musleh, Akbar Syam. Yang telah
melangkah bersama penulis dalam petualangan asah kecerdasan dan kearifan.
Mudah-mudahan jalinan persahabatan kita tak akan pernah luntur dilekang
waktu dan semoga persahabatan ini bisa terjalin sampai kapanpun dan
dimanapun kita berada.
11. Kepada Seluruh teman-teman Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Makassar (PIKOM IMM FAI UMM) Periode 2015-2016. Yaitu : Iyang Ebi
Novita (Ketua umum), Jainal Karaing (Sekretaris umum), Riska Azizah
Mukhtar (Bendahara umum), Yan Safitri (Bendahara I), Dyah Astri Eka Putri
Hasyim (Bendahara II), Satri Fitra Smith (Bendahara III), Adistian (Ketua
bidang Organisasi), Ridwan Malik (Ketua bidang kader), Burhanuddin (Ketua
bidang Tabligh kajian dan Ke-Islaman), Mursalim (Ketua bidang Hikmah),
Nur Hidayah Juwaid (Ketua bidang Riset pengembangan & Ke-Ilmuan),
Mega Mustika (Ketua bidang IMMawati), Fadlullah fais (Ketua bidang Media
& Komunikasi), Mbularwati (Ketua bidang Eokonomi dan kewirausahaan),
Siti Nurhayati (Ketua bidang Sosial Pemberdayaan Masyarakat), Said Taher
(Ketua bidang Seni budaya & Olahraga), Muhammad Nawir (Sekretaris
bidang Organisasi), Mursyid Fikri (Sekretaris bidang kader), Syamsumarlin B
(Sekretaris bidang Tabligh kajian dan Ke-Islaman), Al-Munawwarah
(Sekretaris bidang Hikmah), Muhammad Said (Sekretaris bidang Riset
pengembangan & Ke-Ilmuan), Mirnawati Agus (Sekretaris bidang
IMMawati), Muhammad Syaiful Haq (Sekretaris Ketua bidang Media &
Komunikasi), Kasmawati (Sekretaris bidang Eokonomi dan kewirausahaan),
Nurliana (Sekretaris bidang Sosial Pemberdayaan Masyarakat), Ardiansyah
(Sekretaris bidang Seni budaya & Olahraga) yang telah mewarnai hari-hari
penulis dalam suka dan duka, Saudara yang tak sedarah tapi melebihi saudara.
Semoga hari-hari yang kita lewati bersama dalam aktifitas dakwah Amal
ma’ruf Nahi Mungkar di nilai oleh Allah SWT sebagai amal Jariah kita, bekal
di Akhirat Kelak .. Amien
Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan sebaik-baik
balasan. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan
sebaik-baik kebaikan. Aamiin…
Makassar, 11 Rabiul Akhir 1437 H
21 Januari 2016 M
Penulis
FADLULLAH KHAIRUDDIN
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................i
DAFTAR ISI ....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................4
C. Tujuan dan manfaat Penelitian ....................................................4
D. Pengertian Dan Defenisi Operasional .........................................4
E. Garis-garis Besar Isi ...................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................7
A. Kerangka Teoritik ......................................................................7
1. Defenisi Zakat .....................................................................9
2. Hukum zakat dan kedudukanya ............................................10
3. Fadhilah dan faidah zakat serta hikmah yang dikandungnya 16
4. Biografi Mazhab Fiqh...........................................................25
5. Perbedaan antar Mazhab .......................................................42
B. Kerangka Pikir ...........................................................................47
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................50
A. Jenis Penelitian ..........................................................................50
B. Sifat Penelitian ...........................................................................50
C. Pendekatan masalah ...................................................................50
D. Teknik Pengumpulan Data .........................................................50
E. TeknikAnalisis Data ...................................................................51
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………52
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Zakat merupakan rukun Islam ketiga sebagaimana sabda Nabi Shallalahu
‘alaihi wasallam:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : عن ابن عمر رضي الله عنهما قال
بني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وإقام
الصلاة وإيتاء الزكاة والحج وصوم رمضان
Artinya:
“Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallah ‘anhuma ia berkata: Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda ; Islam dibangun atas lima, Syahadat (persaksian)
bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Syahadat
(persaksian) bahwa Muhammad adalah rasul Allah Subhanahu wa Ta’ala,
mendirikan Shalat, menunaikan Zakat, Haji, dan shaum Ramadhan.1[1]
Zakat menjadi perwujudan ibadah seseorang kepada Allah sekaligus sebagai
perwujudan dari rasa pepedulian sosial. Dapat dikatakan, sesorang yang
melaksanakan zakat dapat mempererat hubungannya kepada Allah dan sesama
manusia. Dengan demikian pengabdian sosial dan pengabdian kepada Allah SWT
adalah inti dari ibadah zakat. Menunaikan zakat adalah urusan individu, sebagai
pemenuhan kewajiban seorang muslim.
1[1]Muhammad bin Isma’il Abu ‘Abdillah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,
(Yamamah: Dar Ibnu Katsir, 1407 H), jilid 1, hlm. 12.
2
Penunaian kewajiban zakat adalah urusan kepada Allah. Apabila seorang
mukmin telah melaksanakan zakat, berarti ia telah beribadah dan melaksanakan
kewajibannya di sisi Allah dan akan mendapat ganjaran sebagaimana yang Allah
telah janjikan. Namun dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dalam hal ini
muzakki tidak dapat terlepas dari urusan bersama, karena masalah zakat berhubungan
dengan masalah harta dan kepada siapa harta itu diberikan.
Allah swt. berfirman dalam Q.S. at-Taubah/9: 34.
Terjemahannya:
Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa
kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain,
dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun.
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.2
Masalah ini termasuk kajian yang banyak menjadi tema pembahasan di
beberapa kalangan dan kelompok yang memiliki semangat dalam dunia Islam. Tak
heran, jika kemudian pembahasan ini meninggalkan perbedaan pendapat.
Sebagian melarang pembayaran zakat fitrah dengan uang secara mutlak,
sebagian memperbolehkan zakat fitrah dengan uang tetapi dengan bersyarat, dan
sebagian lain memperbolehkan zakat fitrah dengan uang tanpa syarat. Yang menjadi
2 Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya (Jakarta: Yayasan Muslim Asia, 2012),h .
192
3
masalah adalah sikap yang dilakukan orang awam. Umumnya, pemilihan pendapat
yang paling kuat menurut mereka, lebih banyak didasari logika sederhana dan jauh
dari ketundukan terhadap dalil. Jauhnya seseorang dari ilmu agama menyebabkan
dirinya begitu mudah mengambil keputusan dalam peribadahan yang mereka
lakukan. Seringnya, orang terjerumus ke dalam qiyas (analogi), padahal sudah ada
dalil yang tegas. Uraian ini bukanlah dalam rangka menghakimi dan memberi kata
putus untuk perselisihan pendapat tersebut. Namun, ulasan ini tidak lebih dari sebatas
bentuk upaya untuk mewujudkan penjagaan terhadap sunah Nabi dan dalam rangka
menerapkan firman Allah swt. dalam Q.S. an-Nisa/4: 59.
Terjemahanya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.3
3 Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya (Jakarta: Yayasan Muslim Asia,
2012),h . 87
4
Zakat hukumnya wajib sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam:
صلى الله عليه عن أبى سعيد الخدرى قال كنا نخرج إذ كان فينا رسول الل
طعام أو زكاة الفطر عن كل صغير وكبير حر أو مملوك صاعا من وسلم
من تمر أو صاعا من زبيب صاعا من أقط أو صاعا من شعير أو صاعا
ا أو معتمرا فكلم فلم نزل نخرجه حتى قدم علينا معاوية بن أبى سفيان حاج
فيما كلم به الناس أن قال إنى أرى أن مدين من الناس على المنبر فكان
ا أنا سمراء الشام تعدل صاعا من تمر فأخذ الناس بذلك. قال أبو سعيد فأم
فلا أزال أخرجه كما كنت أخرجه أبدا ما عشت
Artinya:
“Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Ketika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam masih berada di tengah-tengah kami, biasa kami
mengeluarkan zakat fithrah dari setiap anak kecil dan orang dewasa, merdeka
atau budak, satu sha’ makanan atau satu sha’ keju, atau satu sha’ gandum,
atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ anggur kering. Kami selalu
mengeluarkannya seperti itu, hingga Mu’awiyah bin Abu Sufyan datang ke
kota kami (Makkah) untuk berhajji atau ‘umrah. Dia berbicara di atas mimbar
kepada kaum muslimin. Diantara pidatonya, dia mengatakan, “Aku
berpendapat, bahwa dua mud gandum Syam nilainya sebanding dengan satu
sha’ kurma. Maka orang-orang pun berpegang pada pendapat itu. Abu Sa’id
berkata, “Sedangkan aku tetap mengeluarkan seperti dulu, selamanya
sepanjang hidupku4[2]”.
Dari hadits diatas terjadi perbedaan antara Muawiyah dan Abu Sa’id al-
Khudri, Mu’awiyah mengatakan bahwa “2 mud gandum sama dengan 1 sha’ kurma,
4[2]Abu al-Husain Muslim bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih
Muslim, (Beirut: Dar al-Jail, t.t), Jilid 3, hlm. 69.
5
1 sha’ sama dengan 4 mud”. Sedangkan Abu Sa’id tidak membedakan baik itu
gandum, kurma, keju, kismis sesuai dengan apa yang di tetapkan Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam.
Itulah perbedaan para sahabat sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
mengenai takaran zakat, mereka tidak bisa disalahkan karena tidak mengurangi
takaran itu sendiri, selain itu Mu’awiyyah dan Abu Sa’id adalah seorang Sahabat.
Di zaman modern sekarang ini permasalahan zakat semakin berkembang,
bukan hanya mengenai takaran tetapi mengenai bahan makanan, yang di ganti dengan
uang. Meskipun hal ini pernah terjadi di kalangan tabi’u tabi’in bahkan tabi’in.
Hasan al-Bashri adalah seorang tabi’in, beliau salah satu yang membolehkan
dengan uang seperti ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz:
ة ، قال : جاءنا كتاب عمر بن عبد العزيز في صدقة حدثنا وكيع ، عن قر
الفطر : نصف صاع عن كل إنسان ، أو قيمته نصف درهم
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Qurah dia berkata: telah
datang kepada kami kitab ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz tentang Zakat Fitrah
setengah sha’ dari setiap manusia sama dengan menetapkannya setengah
Dirham5[3].
Kemudian Hasan al-Bashri mengatakan :
حدثنا وكيع ، عن سفيان ، عن هشام ، عن الحسن ، قال : لا بأس أن تعطي
الدراهم في صدقة الفطر
5[3]Abu Bakar ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah, Mushannaf Ibnu Abi
Syaibah, jilid 3, hlm. 174.
6
Artinya:
Telah bercerita kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Hisyam dari
Hasan al-Bashri ia berkata : Tidak mengapa menggunakan Dirham untuk
Zakat Fitrah6[4].
Itulah alasan/hujjah bagi orang yang membolehkan zakat fitrah dengan uang
atas dasar penetapan Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Tetapi ulama yang lainnya
tidak sepakat dengan pernyataan Khalifah tersebut. Banyak ulama yang tidak
sependapat dengan beliau (‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, diantaranya:
1. Imam Maliki
2. Imam Al-Syafi’
3. Imam Ahmad bin Hanbal
4. Imam al-Syaukani
5. Syaikh Bin Baz
6. Syaikh Jabir al-Jaziri.
Abu Daud mengatakan tentang gurunya yaitu Imam Ahmad:
لحمد وأنا أسمع : أعطي دراهم يعني في صدقة الفطر قال : أخاف قيل
عليه وسلم . صلى الل أن لا يجزئه خلاف سنة رسول الل
Artinya:
“Imam Ahmad ditanya dan aku pun menyimaknya. Beliau ditanya oleh
seseorang, “Bolehkah aku menyerahkan beberapa uang dirham untuk zakat
fithri?” Jawaban Imam Ahmad, “Aku khawatir seperti itu tidak sah.
6[4]Ibid
7
Mengeluarkan zakat fithri dengan uang berarti menyelisihi perintah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”7[5].
Perbedaan-perbedaan di atas menunjukan bahwa masalah fiqhiyyah ini sangat
luas dan tidak terbatas selama pendapat tersebut kuat dan bisa diterima. Terlepas dari
perbedaan para ulama mengenai Shalat Zakat fitrah, maka disini penulis bermaksud
mengadakan penelitian terhadap hadis-hadis tentang Zakat fitrah itu sendiri, karena
pentingnya masalah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hukum Zakat fitrah dengan Uang?
2. Bagaimana sikap yang seharusnya diambil masyarakat tentang
pemahaman Ulama tentang Zakat fitrah dengan Uang?
3. Adakah Mashlahat al-Murshalah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin di capai oleh penulis dalam penulisan paper ini berdasarkan
rumusan masalah diatas adalah :
1. Untuk mengetahui hukum zakat fitrah dengan uang.
7[5]Abu al-Hasan ‘Ubaidillah bin Muhammad ‘Abdussalam bin Khani
Muhammad bin Amanallah bin Hisamuddin al-Rahmani al-Mubarakfuri, Mar’atu al-
mafatih Syarah Misykatu al-Mashabih, (Banaris al-Hindi: Jami’ah al-Salafiyyah, 1404
H), jilid 6, hlm. 202.
8
2. Untuk mengetahui kondisi Mashlahat dan madharatnya zakat fitrah
dengan uang.
Adapun Kegunaan penelitiaan ini Adalah :
1. Untuk menjawab syubhat-syubhat atau keraguan mengenai hukum zakat
fitrah dengan uang.
2. Untuk Memberikan sebuah pengetahuan, pemahaman, serta kesimpulan
umat islam mengenai permasalahan tersebut.
1. Kegunaan Teoritis
Untuk memberikan konstribusi positif terhadap masyarakat bagaimana
seharusnya kita mengambil sikap tentang pengamalan ikhtilaf ini
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi lembaga
Sebagai bahan pemahaman untuk ketercapaian program-program yang
dijalankan (khususnya di dalam mata pelajaran Fiqh zakat)
b. Bagi Mahasiswa
Sebagai tambahan ilmu tetang zakat yang belum dipahami secara
menyeluruh terutama zakat fitrah dengan Uang
c. Bagi peneliti
Sebagai tambahan wawasan bagi peneliti dan harapan pastinya hasil
penelitian bisa dijadikan sebagai referensi bagi peneliti berikutnya
9
D. Pengertian dan Defenisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya kesalah fahaman tentang Hukum zakat fitrah
dengan Uang yang terkandung dalam judul penelitian ini, maka perlu peneliti
memberikan pengertian terhadap beberapa istilah yang berkaitan dengan judul. Yaitu
Hukum, zakat fitrah dan Uang yang berkaitan dengannya.
1. Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat.8
2. Zakat fitrah ialah Jumlah harta tertentu berupa bahan makanan pokok (beras,
gandum, dsb) yang harus di berikan pada akhir bulan yang wajib di keluarkan
oleh orang yang beragama islam dan di berikan kepada golongan yang berhak
menerimannya.9
3. Uang ialah Harga uang, standar pengukuran nilai atau kesatuan nilai yang
sah.10
Berdasarkan pengertian judul yang telah dikemukakan di atas maka secara
operasional bahwa Hukum zakat fitrah adalah kewajiban yang telah ditetapkan serta
jumlah, dan waktu yang di tetapkan pula. Sedanglan Nilai uang yang menjadi
permasalahan dalam pelaksanaan zakatnya itu yang sebahagian orang belum paham.
Jadi dari pemaparan diatas peneliti mencoba mengkaji permasalahan yang belum
dipahami kebanyakan masyarakat tentang Hukum zakat fitrah dengan Nilai uang
8 Kamus besar bahasa Indonesia hu-kum. 9 Kamus besar bahasa Indonesia za-kat fit-rah. 10Kamus besar bahasa Indonesia ni-lai uang.
10
yang sesuai dengan Al-quran dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam serta
pendapat para ulama.
E. Garis-garis Besar Isi
Untuk memudahkan dalam mengkaji dan memahami masalah yang dibahas dalam
skripsi ini, maka susunan sistematikannya sebagai berikut;
BAB I: Pendahuluan; Latar belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan
manfaat penelitian, , Pengertian dan Defenisi operasional dan Garis-
garis besar isi.
BAB II : Tinjauan Pustaka; Kerangka Teoritis, Defenisi Zakat, pengertian zakat
BAB III: Gambaran Umum Penelitian; Metode penelitian, Jenis Penelitian, sifat
penelitian, Pendekatan masalah, Pengumpulan Data dan Analisis Data.
BAB IV: Hasil Penelitian; Hukum zakat fitrah dengan Uang Menurut Al-quran,
Hadits-hadits dan pendapat para Jumhur Ulama.
BAB V: Penutup; Kesimpulan dan Saran
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritik
Dalam rangka teoritik ini peneliti memberikan gambaran tentang makna judul
diatas yaitu Hukum zakat fitrah dengan Uang. Apakah boleh mengeluarkan zakat
fitrah dengan Uang atau harus dengan makanan pokok yang sesuai dengan syari’at
atau tidak karena tidak dipungkiri, masalah ini masih banyak diperselisihkan terutama
masyarakat awwam yang belum paham banyak tentang zakat fitrah dengan Nilai,
bahkan diberbagai daerah ada beberapa kubu daerah yang membolehkan zakat fitrah
dengn uang dan ada yang membolekan zakat fitrah dengan bahan pokok dan tidak
memperbolehkan zakat fitrah dengan Uang
Pertama peneliti akan memaparkan secara ringkas tentang zakat, Zakat artinya
sebagaimana yang dijelaskan dalam lisanul arab adalah : Zakat berasal dari kata
mashdar dari zaka sya’iun زكا شيء yang berarti tumbuh, apabila sesuatu itu tumbuh
dan berkembang. Zakat adalah keberkahan, pertumbuhan, kesucian dan perbaikan6
6 Al-Mu’jam al-Wasith (1/398)
8
Zakat menurut syar’I, adalah bagian yang telah ditetapkan pada harta tertentu,
waktu tertentu, yang diserahkan kepada pihak-pihak tertentu pula. Bagian yang
dikeluarkan dari harta ini dinamakan zakat, karena zakat tersebut akan menambah
keberkahan dari harta yang dikeluarkan zakatnya dan melindunginya dari mala
petaka.7 Demikian pula zakat akan mensucikan jiwa orang yang mengeluarkannya,
8
yang semakna dengannya
1. Defenisi Zakat
Zakat, menurut bahasa, adalah mashdar dari zaka sya’iun زكا شيء apabila
sesuatu itu tumbuh dan berkembang. Zakat adalah keberkahan, pertumbuhan,
kesucian dan perbaikan.9
Zakat menurut syar’I, adalah bagian yang telah ditetapkan pada harta tertentu,
waktu tertentu, yang diserahkan kepada pihak-pihak tertentu pula. Bagian yang
dikeluarkan dari harta ini dinamakan zakat, karena zakat tersebut akan menambah
keberkahan dari harta yang dikeluarkan zakatnya dan melindunginya dari mala
petaka.10
Demikian pula zakat akan mensucikan jiwa orang yang mengeluarkannya,11
yang semakna dengannya
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala : QS. At-Taubah 103
7 Al-Majmu’, imam an-Nawawi (V/324)
8 Majmu’ al-Fatawa (XXV/8) 9 Al-Mu’jam al-Wasith (I/398)
10 Al-Majmu’, imam an-Nawawi (V/324)
11 Majmu’ al-Fatawa (XXV/8)
9
Terjemahanya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan12
dan mensucikan13
mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
2. Hukum Zakat dan kedudukannya
Hukum Zakat adalah Fardhu ‘ain bagi setiap orang yang telah
memenuhi syarat-syarat wajib zakat. zakat merupakan kewajiban yang
diperintahkan Allah kepada aetiap Muslim yang memiliki harta yang telah
mencapai Nishab dengan syarat-syarat tertentu, Kewajibannya di tetapkan
berdasarkan al-Quran, as-Sunnah dan Ijma’ para ulama.
Adapun dalam al-Quran, sungguh banyak ayat yang mewajibkan zakat
dan yang membicarakanya. Bahkan zakat ini selalu disandingkan dengan
shalat di delapan puluh ayat. Di antaranya adalah firman Allah swt berfirman:
Q.S.al-Baqarah 2/110
12 Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan
kepada harta benda 13
Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
memperkembangkan harta benda mereka.
10
Terjemahanya:
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja
yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada
sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Allah swt. berfirman: Q.S at-Taubah 9/103
Terjemahanya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan14
dan mensucikan15
mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Allah swt berfirman memberikan ancaman keras terhadap orang yang kikir
untuk mengeluarkannya. Allah swt berirman: Q.S. at-Taubah 9/34-35
14 Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada
harta benda 15
Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan
harta benda mereka.
11
Terjemahanya:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta
orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas
perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka,
lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta
bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang
(akibat dari) apa yang kamu simpan itu."16
Fiman-Nya : QS. Al-Baqarah 2/267
16
Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya (Jakarta: Yayasan Muslim Asia, 2012),h . 192
12
Terjemahanya:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.17
Shahih dari ibnu Umar dan Jabir bin Abdullah Radiyallahu ‘anhum, keduanya
berkata “Harta yang dikeluarkan zakatnya tidak termasuk harta simpanan.” 18
dengan
dua sanad yang shahih. Sedangkan dalam as-Sunnah telah mnegaskan kewajiban
zakat ini. Diriwayatkan dari ibnu Abbas Radhiallahu anhumaa, ketika Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu ke
Yaman, beliau berkata:
أن لا إله إلا الله وأني عهم إلى شهادةإنك تأتي قوما من أهل الكتاب فاد
رسول الله فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس
صلوات في كل يوم وليلة فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن الله افترض
إن هم أطاعوا لذلك فإياك عليهم صذقة تؤخذمن أغنيائهم فترد في فقرائهم ف
لمظلوم فإنه ليس بينها وبين الله حجابأموالهم واتق دعوة ا وكرائمArtinya:
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab,
maka ajaklah mereka untuk mengucapkan kalimat syahadat bahwa sanya
tidak ada Ilah yang berhak di Ibadahi kecuali Allah dan bahwasanya aku
adalah utusan Allah. Jika mereka menaatimu, maka ajarkan pada mereka
bahwa Allah Subhanahu Wata’ala mewajibkan pada mereka shalat lima waktu
sehari semalam. Jika mereka menaatimu, maka ajarkan pada mereka bahwa
Allah Subhanahu Wata’ala mewajibkan pada meraka zakat pada harta mereka
17 Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya (Jakarta: Yayasan Muslim Asia,
2012),h . 45 18 Mushannaf Abdurrazzaq (IV/107)
13
yang di ambil dari orang-orang kaya dan diserahkan kepada kaum kafir. Jika
mereka menaatimu, maka hindarilah dari mengambil harta-harta kesayangaan
meraka, dan hindarilah doa orang yang terzhalimi, karena tidak ada hijab
antara doanya dengan Allah .” 19
Kewajiban zakat ini menjadi ijma’ dan tidak ada seorang pun yang
menyelisihinya, sejak zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hingga sekarang
ini.
Adapun kedudukan zakat dalam agama: Zakat adalah salah satu dari lima
rukun Islam. Zakat adalah pilar ketiga dari agama islam setelah syahadatain dan
shalat, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
محمدا رسول الله , بني السلام علي خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن
وحج البيت لمن وإقام الصلاة, وإيتاء الزكاة, وحج البيت وصوم رمضان
استطاع إليه سبيلاArtinya:
“Islam dibangun di atas lima perkara: Bersaksi Bahwa tidak ada tuhan
yang berhak disembah melainkan Allah dan Bahwa Muhammad adalah
Utusan Allah (syahadatain), Mendirikan shalat, menunaikan zakat,
melaksanakan haji ke Baitullah dan menjalankan berpuasa Ramadhan, dan
pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu melakukannya.”20
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil baiat atas
para sahabatnya untuk mengeluarkan zakat.
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku
membaiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menegakkan shalat,
mengeluarkan zakat dan memberikan nasihat kepada setiap muslim.”21
19
Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (1496) dan Muslim (19) 20 Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (8) dan Muslim (16)
21 Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (8) dan Muslim (56)
14
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan untuk
memerangi orang yang menolak membayar zakat.
Diriwayatkan dari ibnu Umar Radhiyallahu anhumaa, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda;
الله وأن محمدا رسول الله أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا
.ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاةArtinya:
“ Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka
bersaksi bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah
dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat,
mengeluarkan zakat. . .”22
3. Fadhilah dan faidah zakat serta hikmah yang terkandung di dalamnya
1. Mengeluarkan zakat merupakan salah satu sifat orang-orang yang
berbakti (al-Abrar) dan penghuni syurga. Allah swt, berfirman: Q.S.
Adz-Dzariyat 51/15-19
22 Shahih , diriwayatkan oleh al-Bukhari (25) dan Muslim (22)
15
Terjemahanya:
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-
taman (syurga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian
Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang
yang berbuat kebaikan. di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.
dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.dan pada harta-
harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian23
.24
2. Mengeluarkan zakat adalah salah satu sifat kaum mukminin yang berhk
mendapatkan rahmat Allah. Allah Subhanahu wata’ala berfirman: QS. At-Taubah 71
Terjemahanya:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-
Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.25
23
Orang miskin yang tidak mendapat bagian Maksudnya ialah orang miskin yang tidak
meminta-minta 24 Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya (Jakarta: Yayasan Muslim
Asia, 2012),h .521 25
Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya (Jakarta: Yayasan Muslim
Asia, 2012),h .198
16
3. Allah Subhanahu wata’ala akan mengembangkan dan menyuburkan harta
zakat bagi orang yang mengeluarkannya. Allah swt. berfirman Q.S. al-Baqarah 2/276
Tejemahanya:
Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah26
. dan Allah tidak
menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa27
.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بعدل تمرة من كسب طيب ولا يقبل الله إلا الطيب وإن الله يتقبلها من تصدق
بيمينه ثم يربيها لصاحبه كما يربي أحدكم فلوه حتى تكون مثل الجبل
Artinya:
“Barangsiapa bersedekah dengan setangkai kurma dari usaha yang
baik, dan Allah Subhanahu wata’ala tidak akan menerima kecuali dari harta
yang baik, niscaya Allah akan menerimannya dengan tangan kanan-Nya
kemudian mengembangkannya untuk pemiliknya, sebagaimana salah seorang
dari kalian membesarkan anak untanya hingga seperti bukit.”28
Allah akan
menaungi (melindungi) orang yang mengeluarkan zakat dari panasnya Hari
kiamat kelak.
Dalam sebuah hadits riwayat Abu Huraira Radhiyyallahu ‘anhu,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
26 Yang dimaksud dengan memusnahkan Riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan
berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang
telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya 27
Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan Riba dan tetap melakukannya 28 Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (1410) dan Muslim (1014)
17
يظلهم الله في ظله, يوم لا ظل قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: سبعة
ادل, وشاب نشأ في عبادة ربه ورجل قلبه معلق في إلا ظله, الإمام الع
المساجد, ورجلان تحاب في الله, اجتمعا عليه وتفرقا عليه, ورجل طلبته
امرأة ذات منصب, وجمال, فقال تصدق أخفى, حتى لا تعلم شماله ماتنفق
يمينه, ورجل ذكر الله خاليا, ففاضت عيناه.
Artinya:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tujuh golongan
yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya .(Naungan Allah
Subhanahu wata’ala ini dapat diartikan secara sebenarnya yaitu naungan dari
‘arsyi Tuhannya, tetapi dapat juga ditafsirkan sebagai kinayah yaitu dalam
lindungan Allah Subhanahu wata’ala dan ditempatkan ditempat yang mulia)
pada hari yang tiada naungan kecuali naungan (dari)-Nya: Imam yang adil,
pemuda yang taat beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wata’ala sebagai
Tuhannya, Pemuda yang hatinya selalu terpaut untuk ke Masjid, Pemuda yang
saling mencintai karena Allah dan berpisah karena Allah Subhanahu wata’ala,
Pemuda yang di ajak oleh seorang wanita yang perpangkat, nasab dan lagi
kaya/cantik untuk berbuat maksiat lalu menolaknya karena takut kepada
Allah, kemudian seseorang yang besedekah sehingga tangan kirinya tidak
mengetahui jika tangan kanannya bersedekah, seorang yang berzikir kepada
Allah dikala sendiri hingga meleleh air matanya (Meleleh air matanya,
meksudnya ialah karena ingatnya memusat betul-betul kepada Allah
Subhanahu wata’ala,, berasa banyak dosa yang dilakukan, juga karena ia amat
rindu untuk segera bertemu denganNya dalam keadaan diredhai olehNya)
Basah karena menangis.”29
Zakat membersihkan harta dan mengembangkannya, serta membuka pintu-
pintu rizki bagi pelakunya.
Allah swt. berfirman :Q.S. Saba 34/39
29 Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (660) Hadits no 620 dan Muslim (1031)
18
Terjemahanya:
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa
yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi
(siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa saja yang kamu nafkahkan,
Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-
baiknya.30
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Dari Abu Huraira Radhiyallahu anhu, Allah Ta’ala berfirman: Berinfaklah
wahai anak Adam, niscaya ada yang berinfak kepadamu.31
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
Harta tidak akan berkurang karena shadaqah. Allah pasti akan menambah
kemuliaan seseorang yang suka memaafkan. Juga tidaklah seorang itu merendahkan
diri karena Allah, melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah ‘Azza
wajalla.32
Dari Abu Kabsyah, yaitu Umar Ibn Sa’ad al-anmari Radhiyallahu anhum.
Bahwasanya ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alai wasallam bersabda :
30
Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya (Jakarta: Yayasan Muslim
Asia, 2012),h .428 31 (Muttafaqun ‘alaih) Hadits sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadits no. 4316, 4933,
6862 dan 6942: Muslim, hadits no. 1658 dan 1659; al-Tirmizi, hadits no. 2971; Ibnu Majah, hadits no.
193; Ahmad, hadits no. 6993, 7793, 7806, 9606 dan 10096. 32 (HR Muslim)
Hadits sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadits no. 4689 al-Tirmizi, hadits no. 1952; Ibnu Majah,
hadits no. 193; Ahmad, hadits no. 6908, 8647 dan 9258; Malik, hadits no. 1590; al-Darimi, hadits no.
1614.
19
Ada tiga perkara yang aku bersumpah atasnya dan aku memberitahukan
kalian suatu hadits, maka peliharalah: Tidaklah berkurang harta seorang karena
shadaqah, tidaklah seorang hamba didzalimi dengan suatu kedzaliman dan ia
bersabar, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya, juga tidaklah seorang
hamba membuka pintu permintaan, melainkan Allah akan membuka untuknya pintu
kemiskinan,
Atau abda beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Merupakan kalimat lain yang
senada dengan uraian di atas.
Sesungguhnya dunia ini untuk empat macam golongan, yaitu: seorang hamba
yang dikaruniai rezki oleh Allah berupa harta dan ilmu pengetahuan, kemudian ia
bertaqwa kepada Tuhannya dan mempererat tali kekeluargaan serta mengetahui
haknya Allah dalam apa yang dimilikinya itu, maka ini adalah kedudukan terbaik,
juga seorang hamba yang di karuniai ilmu pengetahuan tetapi tidak di karuniai harta,
dan ia jujur dengan niatnya ketika berkata: seandainya aku mempunyai harta, niscaya
aku akan melakukan sebagaimana yang dilakukan di Fulan itu, maka orang tadi
karena keniatannya, pahalanya sama dengan orang yang akan dicontohnya.
Ada pula seorang hamba yang dikaruniai harta tetapi tidak dikaruniai ilmu
pengetahuan, ia tersesat dengan hartanya itu tanpa ilmu, ia tidak bertaqwa kepada
Tuhannya, dan tidak menyambung sanak Familinya, bahkan tidak pula mengetahui
hak Allahh dalam hartanya itu. Inilah seburuk-buruknya kedudukan, juga seorang
hamba yang tidak dikaruniai harta dan tidak pula ilmu pengetahuan, lalu ia berkata:
20
Seandainya aku mempunyai harta, pastilah aku akan berbuat sebagaimana perbuatan
si Fulan. Itulah niatnya, maka dosa keduanya sama.33
4. Zakat adalah sebab turunya berbagai kebaikan, dan menolak membayar zakat
adalah sebab terhalangnya berbagai kebaikan. Dalam hadits disebutkan :
Artinya:
“Tidaklah suatu kaum menahan zakat harta mereka melainkan mereka
dihalangi mendapatkan hujan dari langit. Seandainya bukan karena hewan ternak,
niscaya mereka tidak akan mendapat hujan.”34
5. Zakat menghapuskan dosa dan kesalahan.
Dalam hadits Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda :
“Sedekah dapat memadamkan kesalahan sebagaimana air dapat memadamkan
api.”35
Zakat adalah bukti kebenaran iman pelakunya. Sebab harta itu dicintai oleh
jiwa, dan suatu yang dicintai tidaklah dikeluarkan kecuali karena menharapkan
sesuatu yang dicintai yang semisalnya atau lebih, bahkan yang lebih banyak daripada
itu. Oleh karena itu, zakat disebut “shadaqah”, karena ia menunjukkan kejujuran
pelakunya dalam mencari ridha Allah Subhanahu wata’ala.36
33 Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dan beliau berkata bahwa ini adalah Hadits hasan
sahih. Hadits sahih, diriwayatkan oleh al-Tirmizi, hadits no. 2247. Beliau berkata : Hadits ini
Hadits hasan sahih. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibn Majah, hadits no. 4218 dan Ahmad,
hadits no. 17339 34 Ibnu Majah (4019) dan selainya. Syaikh al-Albani menshahihkanya dalam
ash-Shahihah (105) dengan syawahid 35 At-Thirmizi (609), an-Nasa’I dalam al-Kubra (11394), Ibn Majah (3973) dan Ahmad
(V/531) 36 Syarh al-Mumti’ (VI/12)
21
Zakat membersihkan akhlak orang yang mengeluarkannya dan melapangkan
dadanya.
Zakat menegeluarkan pelakunya dari golongan orang-orang bakhil dan
memasukkannya kedalam golongan orang-orang yang dermawan. Zakat akan
melapangkan dadanya; karena jika seseorang mengeluarkan zakat hartanya, dengan
kerelaan dan kemurahan hatinya, maka ia akan meresakan kelapangan dalam
jiwanya.37
Zakat akan menjaga harta dan melindunginya dari perhatian orang-orang fakir
dan jamahan tangan orang-orang yang jahat.
6. Zakat dapat membantu orang-orang fakir dan orang-orang yang
membutuhkan. Yaitu menggandeng tangan mereka untuk memulai usaha baru dan
semangat baru, jika mereka orang-orang yang mampu, dan membantu mereka
menjalani hidup yang mulia, jika mereka orang-orang yang lemah. Zakat melindungi
masyarakat dari penyakit kemiskinan, dan melindungi Negara dari kemerosotan dan
kelemahan. 38
7. Zakat adalah partisipasi seorang Muslim dalam menunaikan kewajiban
sosialnya guna menopang Negara islam, dengan memberikanya ketika dibutuhkan,
mempersiapkan pasukan, menolak serangan musuh, dan membantu kaum kafir
hingga berkecukupan.39
37 Zadul Ma’ad, Ibnu al-Qayyim (II/25)
38 Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (II/732) 39 Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (II/732)
22
8. Zakat adalah bentuk ucapan syukur akan nikmat harta.40
4. Hukum menolak membayar zakat dan hukuman bagi pelakunya
Para ulama bersepakat, barangsiapa yang meningkari kewajiban zakat, maka
ia kafir berdasarkan ijma’, karena ia mendustakan al-Quran dan as-Sunnah,
serta mengingkari suatu perkara yang sedah diketahui secara mendasar dalam
agama.41
Adapun barangsiapa yang mengakui kewajibanya tetapi menolak
untuk membayarnya: Diriwayatkan dari Imam Ahmad behwa ia berkata,
“orang yang tidak membayar zakat karena bakhil adalah kafir, seperti orang
yang meninggalkan shalatkarena malas.” Sebahagian hanabila menguatkan
riwayat ini.42
Mereka berdalil dengan firman Allah Subhanahu wata’ala
Terjemahanya:
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (at-Taubah 11)
40 Adz-Dzakhirah, al-Qurafi (III/7) 41
Al-Mughni (II/572) dan al-majmu (V/334) 42 Syarh al-kabir ma’a al-Inshaf (III/43), al-Mabda’ (I/308) dan Syarh al-Mumti’ (VI/7)
23
Mereka mengatakan, persaudaraan dalam agama tidak dinafikkan kecuali
dengan keluarnya seseorang dari agama. Allah Subhanahu wata’ala menetapkan
persaudaraan atas tiga kriteria ini: taubat dari syirik, menegakkan shalat, dan
menunaikan zakat
Sementara jumhur ulama berpendapat, orang yang menolak zakat karena
bakhil, tanpa mengingkari kewajibanya, maka ia telah melakukan salah satu dosa
besar, dam mendapatkan ancaman yang sangat keras berupa adzab yang sangat pedih
di hari kiamat. Tetapi, dengan hal ini, ia tidak keluar dari agama selama masih
mengakui akan kewajibanya.
Inilah pendapat yang benar dan didukung oleh hadits abu hurairah
Radhiyallahu ‘anhu menyebutkan hukuman bagi orang yang menolak zakat emas dan
perak, setelah itu beliau bersabda:
“Kemudian diperlihatkan jalanya: apakah ke surga atau ke neraka.”43
Seandainya ia kafir, sudah pasti tidak ada jalan baginya menuju ke surge.
Wallahu ‘alam.
Adapun hukuman bagi rang yang menolak membayar zakat di dunia ada dua:
Qadariyah dan Syar’iyyah.
Hukuman yang bersifat qadariah44
ialah Allah menimpakan bencana kepada
setiap orang yang bakhil untuk mengeluarkan hak Allah dan hak kaum kafir pada
43
Shahih, diriwayatkan oleh muslim 44 Fiqh Az-Zakah (1/92)
24
hartanya dengan kelaparan dan keringanan. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam:
ابتلا هم الله با لسنيتوما منع قوم الزكاة إلا
Artinya:
”Tidaklah suatu kaum menolak memebayar zakat,
melainkan Allah akan menimpakan bencana pada mereka dengan
musibah paceklik.”45
Dalam riwayat lain:
إلا حبس عنهم القتر
Artinya:
Melainkan hujan ditahun dari mereka (sehingga tidak turun)
a. Apabila orang yang menolak membayar zakat itu dalam
genggaman penguasa, maka zakat ditarik darinya secara paksa,
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka
menyatakan: Tiada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah. Jika
mereka telah mengatakannya, maka terpeliharahlah dara dan harta
mereka, kecuali dengan haknya, dan hisab mereka diserahkan
kepada Allah.”
Diantara hak islam adalah zakat. Abu bakar radhiyallahu ‘anhu berkata
dihadapan para sahabat, “Zakat adalah hak harta. Demi Allah, jikalau mereka
menolak menyerahkan kepadaku seekor unta yang mereka dulu serahkan kepada
45
Diriwayatkan oleh at-Thabrani dalam al-ausath (4557), al-hakim (II/136), al-baihaqi (III/346), dan dihasankan oleh syaikh al-albani.
25
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Niscaya aku akan memerangi mereka
karena menahannya. . .”46
b. Adapun apabila orang yang menolak membayar zakat ini diluar
genggaman penguasa, maka penguasa boleh memeranginya,
karena para sahabat memerangi orang-orang yang menolak
membayar zakat.
Adapun hukuman bagi orang yang menolak membayar zakat diakhirat, maka
nash telah mensinyalir hal itu. Di antaranya:
Firman Allah Suabhanahu wata’ala:
46 Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (1399) dan muslim (20)
26
Terjemahannya:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian
besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-
benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih,
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam,
lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka
(lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu
simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari)
apa yang kamu simpan itu."47
B. Uang
1. Sejarah Uang
Pada awalnya, dahulu manusia sama sekali belum mengenal pertukaran
barang (barter) apalagi uang, Sistem barter digunakan cukup lama, berabad-abad.
Hingga akhirnya kehidupan manusia makin kompleks sehingga adakalanya sistem
barter menghadapi kendala seperti sulitnya ketemu dua orang yang mempunyai
barang yang mau ditukarkan satu sama lain. Misal: Si A punya buah dan butuh ikan,
ketemunya si B yang punya ikan tapi butuhnya bukan buah, tapi pakaian.
Menghadapi masalah seperti diatas, maka manusia memikirkan lagi hingga
menemukan solusi yaitu menggunakan benda-benda tertentu sebagai alat tukar.
47 Q.S at-Taubah 34-35
27
Benda yang ditetapkan sebagai alat tukar biasanya benda yang bisa diterima dengan
secara umum, seperti misalnya pada orang Romawi dulu menggunakan garam.
Kalau diilustrasikan pada si A dan si B diatas, maka akan terjadi seperti ini: Si
A menemui penghasil garam yang butuh buah, kemudian buah ditukar dengan garam.
Setelah garam dia dapat, barulah menukar garamnya dengan ikannya si B. Meskipun
yang dibutuhkan si B adalah pakaian, tapi si B mau menerima karena garam sudah
ditetapkan sebagai alat pertukaran sehingga nantinya akan mempermudah si B untuk
menukarnya lagi dengan yang ia butuhkan, yaitu pakaian.
Meskipun alat tukar sudah ditentukan, seiring waktu menemui kendala juga.
Seperti: Tidak mempunyai pecahan nilai sehingga kesulitan menentukan nilainya,
penyimpanan dan pengangkutan (transportation) yang susah, dan mudah hancur atau
tidak bertahan lamanya benda tersebut.
Hingga akhirnya dicarilah benda yang mempunyai syarat-syarat:
Diterima secara umum
lebih mudah dibawa, dan tahan lama
Benda tersebut ialah uang logam yang bahan pembuatannya dari emas dan
perak. Pada waktu itu setiap orang yang mempunyai uang logam tersebut berhak
penuh atas uang tersebut. Setiap orang boleh menimbun sebanyak-banyaknya bahkan
boleh untuk menempa atau melebur untuk digunakan perhiasan, sehingga timbul
28
anggapan bahwa suatu saat jika tukar menukar mengalami perkembangan yang
membutuhkan uang logam dalam jumlah banyak, maka tidak bisa dilayani karena
mengingat emas dan perak jumlahnya terbatas. Lagi pula untuk transaksi tukar-
menukar dalam skala besar, uang logam jumlah banyak juga mempunyai kekurangan
yaitu sulitnya untuk dipindah-pindahkan dari tangan satu ke tangan lainnya. Sampai
akhirnya terciptalah uang kertas.
Tapi jangan salah, uang kertas yang beredar saat itu merupakan bukti
kepimilikan atas emas atau perak. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada
saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan
di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan
jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan
emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka
menjadikan ‘kertas-bukti’ tersebut sebagai alat tukar.
Karena kehidupan saat itu belum sekompleks seperti sekarang ini. Dengan
sangat sederhana sekali, manusia saat itu memenuhi kebutuhan hidup sendiri-sendiri.
Misalnya: Berburu kalau lapar, kalau butuh pakaian mereka membuatnya sendiri
dengan bahan sederhana seperti kulit dan dedaunan pohon, kalau ingin makan lainnya
tinggal pergi ke hutan untuk memetik buah yang bisa dimakan.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, lama-kelamaan manusia
menghadapi kenyataan bahwa apa yang mereka peroleh tidak bisa memenuhi
29
kebutuhannya sendiri secara menyeluruh. Sehingga dicarilah cara buat tukar-menukar
barang antara individu satu sama yang lain. Cara seperti ini dikenal sebagai sistem
barter.
Munculnya Uang Seiring dengan berkembangnya zaman sistem barter mulai
ditinggalkan karena banyak merugikan serta kurang praktis. Akhirnya manusia mulai
menggunakan benda-benda tertentu sebagai alat tukar seperti garam, kulit kerang,
manik-manik, tembaga, dan benda-benda lainya.
Pada abad ke-17 M sejarah uang pun berubah dan semakin berkembang. Alat
tukar yang digunakan pun mulai menggunakan logam. Adapun logam-logam yang
digunakan adalah emas dan perak. Semenjak saat itu pertukaran semakin mudah
dengan menggunakan uang. Seiring berjalanya waktu penggunaan uang logam dari
emas dan perak mulai digantikan dengan uang kertas.
2. Pengertian Uang
Pengertian uang dibagi menjadi dua, yaitu: Pengertian uang dalam ilmu ekonomi
tradisional dan modern.
Pengertian uang dalam ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat
tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda
apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses
pertukaran barang dan jasa. Uang seperti ini disebut Uang Barang.
30
Sedangkan dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu
yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi
pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya
bahkan untuk pembayaran hutang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi
uang sebagai alat penunda pembayaran.
Menurut Ahli Ilmuan tentag pengertian Uang
A.C Piguo dalam bukunya “The Veil Of Money” yang dimaksud uanga
adalah alat tukar.
D.H Robertson dalam bukunya Money yang dimaksud dengan uang adalah
sesuatu yang bisa diterima dalam pembayaran untuk mendapatkan barang.
R.G Thomas dalam bukunya Our Modern Banking menjelaskan bahwa uang
adalah seseuatu yang tersedia dan diterima umum sebagai alat pembayaran
bagi pembelian barang-barabg dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya.
3. Syarat- syarat Uang
Uang diterima dan disepakati oleh masyarakat sebagai alat perantara dalam
kegiatan ekonomi. Agar dapat disetujui dan diterima masyarakat, uang harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
Ada Jaminan
31
Setiap uang yang diterbitkan harus dijamin oleh pemerintah. Dengan adanya
jaminan dari pemerintah, penggunaan uang untuk berbagai keperluan
mendapat kepercayaan dari masyarakat luas.
Diterima Secara Umum (Acceptability)
Artinya uang harus dapat diterima secara umum penggunaannya, baik sebagai
alat tukar, penimbun kekayaan, atau sebagai standar pencicilan utang.
Nilainya Stabil (Stability of Value)
Nilai uang harus stabil. Apabila nilai uang naik-turun tidak menentu, orang
pun tidak mau menggunakannya sebagai alat tukar karena ia tidak
memercayainya.
Mudah Disimpan (Storable)
Uang harus memiliki fleksibilitas, seperti bentuk fisiknya yang tidak terlalu
besar, mudah dilipat, dan memiliki nilai nominal mulai dari yang kecil sampai
yang besar. Hal tersebut ditujukan agar uang mudah disimpan.
Mudah Dibawa (Portability)
Coba bayangkan seandainya berat sekeping uang logam mencapai 1 kg dan
sebesar piring. Orang pasti tidak bisa leluasa membawa uang tersebut ke mana
pun. Oleh karena itu, sebuah uang harus memenuhi syarat mudah dipindahkan
dan mudah dibawa ke mana pun. Artinya, uang harus mudah dipindahkan dari
satu tangan ke tangan yang lain.
Tidak Mudah Rusak (Durability)
32
Orang tentu tidak mau menggunakan uang jika uang tersebut mudah sekali
rusak. Uang harus tahan lama, tidak mudah robek, pecah, atau luntur. Oleh
karena itu, kualitas fisik uang harus betul-betul dapat dipastikan bertahan
untuk jangka waktu yang relatif lama.
Mudah Dibagi (Divisibility)
Uang juga harus mudah dibagi ke dalam berbagai nilai nominal, misalnya
Rp100.000,00; Rp50.000,00; Rp1.000,00, dan Rp500,00. Seandainya nilai
uang hanya Rp50.000,00 sedangkan untuk membeli satu kilogram jeruk hanya
dibutuhkan uang Rp5.000,00, bagaimana dengan kembaliannya? Tentu saja
hal tersebut akan menghambat transaksi. berjalanya waktu penggunaan uang
logam dari emas dan perak mulai digantikan dengan uang kertas.
4. Fungsi Asli dan Fungsi Turunan uang, secara umum terbagi atas 3, yaitu :
1. Sebagai Alat Tukar
Fungsi uang sebagai alat tukar merupakan fungsi utama dari uang, karena
pada dasarnya penggunaan uang untuk memudahkan pertukaran, khususnya bagi
pembeli. Sebagai alat tukar bentuk uang haruslah mudah dibawa, ringan dan relatif
aman. Dengan uang menjadikan pertukaran antar barang lebih fleksibel atau praktis,
karena antara pembeli dan penjual tidak perlu memiliki keinginan timbal balik
sebagaimana layaknya dalam pola barter (tukar). Dengan adanya uang pembeli dapat
memperoleh barang yang dia inginkan dan penjual pun dapat menggunakan uang
tersebut untuk dibelanjakan guna mendapatkan barang yang berbeda atau sama.
33
2. Sebagai Penyimpan Nilai
Fungsi uang sebagai penyimpan nilai yaitu nilai nominal yang tertera pada
kertas atau logamnya merupakan nilai yang memiliki daya beli yang sama pada
jangka waktu tertentu, pada saat harga-harga barang dan jasa belum naik. Artinya
nilai uang tidak kadaluarsa sebagaimana layaknya barang yang diperdagangkan.
Karena fungsi uang sebagai penyimpan nilai, maka uang bermanfaat bila disimpan
dalam arti akan memberikan kemampuan daya beli yang lebih tinggi dari sebelumnya
(untuk waktu tertentu) bila jumlahnya bertambah banyak dan bahkan akan bertambah
melebihi dari yang semestinya bila disimpan di bank.
3. Sebagai Satuan Hitung
Fungsi uang sebagai satuan hitung pada zaman ini hampir-hampir sudah
merupakan keharusan. Dalam segala pekerjaan apapun dan hasil penilaiannya
ditentukan dalam bentuk satuan uang, meskipun secara fisik atau bentuk benda yang
dinilai tidak tampak, seperti jasa. Dengan adanya uang, maka setiap orang akan
merasa bahagia jika mengetahui harga dari jasa yang diberikannya sesuai dengan
keinginan atau yang berlaku umum. Karena dengan uang, segala sesuatu hasil
pekerjaan dapat dinilai dan dihargai serta memudahkan pencatatan.
Fungsi Turunan Dibagi:
1. Uang sebagai alat pembayaran yang sah.
2. Uang sebagai alat pembayaran utang.
3. Uang sebagai alat penimbun kekayaan.
4. Uang sebagai alat pemindah kekayaan.
34
5. Uang sebagai alat pendorong kegiatan ekonomi
C. Kerangka Pikir
Dalam madzhab Syafi’i -madzhab yang dijadikan rujukan di Indonesia-
dijelaskan bahwa zakat fitrah itu dengan makanan pokok, bukan dengan uang.
Mereka tetapkan bahwa zakat fitrah dengan satu sho’ makanan pokok. Satu sho’ ini
adalah ukuran takaran yang berbeda dari masing-masing makanan karena berbedanya
massa jenis. Satu sho’ dapat diperkirakan antara 2,1 – 3,0 kg.
Kita akan lihat dari perkataan ulama Syafi’iyah, mereka menyebut bentuk
zakat fitrah adalah dengan makanan, bukan dengan uang yang senilai.
Ibnu Qasim Al Ghozzi dalam Fathul Qorib berkata bahwa zakat fitrah itu berupa satu
sho’ dari makanan pokok di negeri tersebut. Jika ada beberapa makanan pokok, maka
diambil makanan yang lebih dominan dikonsumsi. Jika seseorang berapa di badiyah
(bukan menetap di suatu negeri), maka zakat fitrah yang dikeluarkan adalah dari
makanan yang dekat dengan negerinya. Siapa yang tidak memiliki satu sho’
makanan, yang ada hanyalah setengah sho’, maka hendaklah ia keluarkan dengan
sebagian tersebut.48
Imam Nawawi juga berkata bahwa zakat fitrah itu berupa satu sho’ makanan
Jenisnya adalah dari makanan pokok, begitu pula bisa dengan keju menurut pendapat
48 (Fathul Qorib, hal. 235).
35
terkuat. Wajib yang dikeluarkan adalah makanan pokok dari makanan negeri.49
, Zakat
fitrah dikeluarkan dari makanan pokok dari negeri.50
Adapun membayar zakat fitrah dengan uang sudah disinggung oleh Imam
Nawawi dalam Al Majmu’ bahwa seperti itu tidak dibolehkan.
Imam Nawawi berkata, “Tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan qimah
(sesuatu seharga makanan, misal: uang). Inilah yang jadi pendapat madzhab Syafi’i.
Pendapat ini juga menjadi pendapat Imam Malik, Imam Ahmad dan Ibnul Mundzir.
Sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkan. Ibnul Mundzir menceritakan bahwa
Hasan Al Bashri, ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, serta Ats Tsauri berpendapat boleh seperti
Abu Hanifah. Sedangkan Ishaq dan Abu Tsaur berkata, “Membayar zakat fitrah
dengan sesuatu yang senilai (misal: uang) tidak sah kecuali saat darurat.”51
Dalil
ulama Syafi’iyah kenapa zakat fitrah mesti dengan makanan bukan dengan uang
adalah hadits Ibnu ‘Umar berikut,
زكاة الفطر صاعا من تمر ، أو –صلى الله عليه وسلم –فرض رسول الله
غير والكبير من صاعا من شعير على العبد والحر ، والذهكر والأنثى ، والصه
أن تؤدهى قبل خروج النهاس إلى الصهلاة المسلمين وأمر بها
Artinya:
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri
dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang
merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun
49 (Minhajuth Tholibin, 1: 400) 50
Dalam Kifayatul Akhyar (hal. 239) 51 (Al Majmu’6: 71).
36
dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang
keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.”52
52 (HR. Bukhari no. 1503 dan Muslim no. 984).
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian pustaka (library research) yaitu suatu
penelitian yang sumber datanya diperoleh dari beberapa buku, artikel dan beberapa
karya tulis ilmiah yang relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Sumber
tersebut diambil dari berbagai karya yang membicarakan mengenai persoalan ilmu
zakat terkhusus Hukum zakat fitrah dengan nilai uang.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, yaitu suatu penelitian yang dilakukan
untuk menginventarisasikan dan mengidentifikasi secara kritis dan analisis, yaitu
dengan menemukan fakta, pengertian dan permasalahan dengan diikuti oleh analisa
yang memadai.
3. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
pendekatan normatife, yaitu mendekati masalah yang diteliti dengan melihat
kebenaran berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam.
4. Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
dekumentatif, yaitu dengan mengumpulkan data primer yang di peroleh dari sumber-
sumber yang secara langsung berbicara tentang permasalahan yang di teliti dan juga
51
data-data sekunder yaitu data-data yang secara tidak langsung membicarakanya
namun relevan untuk dikutip sebagai pembanding.
5. Analisi Data
Dalam menganalisis data penelitian menggunakan induktif dan dedukatif,
Deduktif merupakan penalaran yang berangkat dari data umum ke data khusus,
sementara induktif adalah menelaran dari data khusus dan memiliki kesamaan
sehingga dapat digenerelisasikan menjadi kesimpulan Umum.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Hasil Penelitian
1. Pengertian Umum Hukum Zakat Fitrah dengan Uang
Jika Zakat Fitrah Menggunakan Uang
Masalah ini termasuk kajian yang banyak menjadi tema pembahasan di
beberapa kalangan dan kelompok yang memiliki semangat dalam dunia Islam. Tak
heran, jika kemudian pembahasan ini meninggalkan perbedaan pendapat.
Sebagian melarang pembayaran zakat fitrah dengan uang secara mutlak,
sebagian memperbolehkan zakat fitrah dengan uang tetapi dengan bersyarat, dan
sebagian lain memperbolehkan zakat fitrah dengan uang tanpa syarat. Yang menjadi
masalah adalah sikap yang dilakukan orang awam. Umumnya, pemilihan pendapat
yang paling kuat menurut mereka, lebih banyak didasari logika sederhana dan jauh
dari ketundukan terhadap dalil. Jauhnya seseorang dari ilmu agama menyebabkan
dirinya begitu mudah mengambil keputusan dalam peribadahan yang mereka
lakukan. Seringnya, orang terjerumus ke dalam qiyas (analogi), padahal sudah ada
dalil yang tegas.
Uraian ini bukanlah dalam rangka menghakimi dan memberi kata putus untuk
perselisihan pendapat tersebut. Namun, ulasan ini tidak lebih dari sebatas bentuk
upaya untuk mewujudkan penjagaan terhadap sunah Nabi dan dalam rangka
menerapkan firman Allah, yang artinya,
Terjemahanya:
“Jika kalian berselisih pendapat dalam masalah apa pun maka
kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian adalah orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir.” (Q.s. An-Nisa’:59)
Allah menegaskan bahwa siapa saja yang mengaku beriman kepada Allah dan
hari kiamat, maka setiap ada masalah, dia wajib mengembalikan permasalahan
tersebut kepada Alquran dan As-Sunnah. Siapa saja yang tidak bersikap demikian,
berarti ada masalah terhadap imannya kepada Allah dan hari akhir.
Pada penjelasan ini, terlebih dahulu akan disebutkan perselisihan pendapat
ulama, kemudian di-tarjih (dipilihnya pendapat yang lebih kuat). Pada kesempatan
ini, Penulis akan lebih banyak mengambil faidah dari risalah Ahkam Zakat fitri (zakat
fitrah), karya Nida’ Abu Ahmad.
Perselisihan ulama dalam hal “zakat fitri (zakat fitrah) dengan uang”
Terdapat dua pendapat ulama dalam masalah ini (zakat fitri (zakat fitrah)
dengan uang). Pendapat pertama, memperbolehkan pembayaran zakat fitri (zakat
fitrah) menggunakan mata uang. Pendapat kedua, melarang pembayaran zakat fitri
(zakat fitrah) menggunakan mata uang. Permasalahannya kembali kepada status zakat
fitri (zakat fitrah). Apakah status zakat fitri (zakat fitrah) itu sebagaimana zakat harta
ataukah statusnya sebagai zakat badan?
Jika statusnya sebagaimana zakat harta maka prosedur pembayarannya
sebagaimana zakat harta perdagangan. Pembayaran zakat perdagangan tidak
menggunakan benda yang diperdagangkan, namun menggunakan uang yang senilai
dengan zakat yang dibayarkan. Sebagaimana juga zakat emas dan perak,
pembayarannya tidak harus menggunakan emas atau perak, namun boleh
menggunakan mata uang yang senilai.
Sebaliknya, jika status zakat fitri (zakat fitrah) ini sebagaimana zakat badan
maka prosedur pembayarannya mengikuti prosedur pembayaran kafarah untuk semua
jenis pelanggaran. Penyebab adanya kafarah ini adalah adanya pelanggaran yang
dilakukan oleh badan, bukan kewajiban karena harta. Pembayaran kafarah harus
menggunakan sesuatu yang telah ditetapkan, tidak boleh menggunakan selain yang
ditetapkan.
Jika seseorang membayar kafarah dengan selain ketentuan yang ditetapkan
maka kewajibannya untuk membayar kafarah belum gugur dan harus diulangi.
Misalnya, seseorang melakukan pelanggaran berupa hubungan suami-istri di siang
hari bulan Ramadan, tanpa alasan yang dibenarkan. Kafarah untuk pelanggaran ini
adalah membebaskan budak, puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60
orang fakir miskin, dengan urutan sebagaimana yang disebutkan. Seseorang tidak
boleh membayar kafarah dengan menyedekahkan uang seharga budak, jika dia tidak
menemukan budak. Demikian pula, dia tidak boleh berpuasa tiga bulan namun putus-
putus (tidak berturut-turut). Juga, tidak boleh memberi uang Rp. 5.000 kepada 60
fakir miskin. Mengapa demikian? Karena kafarah harus dibayarkan persis
sebagaimana yang ditetapkan.
Di manakah posisi zakat fitri (zakat fitrah)?
Sebagaimana yang dijelaskan Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah, pendapat yang
lebih tepat dalam masalah ini adalah bahwasanya zakat fitri (zakat fitrah) itu
mengikuti prosedur kafarah karena zakat fitri (zakat fitrah) adalah zakat badan,
bukan zakat harta. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa zakat fitri (zakat fitrah)
adalah zakat badan –bukan zakat harta– adalah pernyataan Ibnu Abbas dan Ibnu
Umar radhiallahu ‘anhuma tentang zakat fitri (zakat fitrah).
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mewajibkan zakat fitri (zakat fitrah), … bagi kaum muslimin, budak
maupun orang merdeka, laki-laki maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa
….” (Hr. Al-Bukhari dan Muslim)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mewajibkan zakat fitri (zakat fitrah) (zakat fitrah), sebagai penyuci orang yang
berpuasa dari perbuatan yang menggugurkan pahala puasa dan dari perbuatan atau
ucapan jorok ….”(Hr. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)
Dua riwayat ini menunjukkan bahwasanya zakat fitri (zakat fitrah) berstatus sebagai
zakat badan, bukan zakat harta. Berikut ini adalah beberapa alasannya:
1. Adanya kewajiban zakat bagi anak-anak, budak, dan wanita. Padahal, mereka
adalah orang-orang yang umumnya tidak memiliki harta. Terutama budak;
seluruh jasad dan hartanya adalah milik tuannya. Jika zakat fitri (zakat fitrah)
merupakan kewajiban karena harta maka tidak mungkin orang yang sama
sekali tidak memiliki harta diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya.
2. Salah satu fungsi zakat adalah penyuci orang yang berpuasa dari perbuatan
yang menggugurkan pahala puasa serta dari perbuatan atau ucapan jorok.
Fungsi ini menunjukkan bahwa zakat fitri (zakat fitrah) berstatus sebagaimana
kafarah untuk kekurangan puasa seseorang.
Apa konsekuensi hukum jika zakat fitri (zakat fitrah) berstatus sebagaimana
kafarah?
Ada dua konsekuensi hukum ketika status zakat fitri (zakat fitrah) itu
sebagaimana kafarah:
1. Harus dibayarkan dengan sesuatu yang telah ditetapkan yaitu bahan makanan.
2. Harus diberikan kepada orang yang membutuhkan untuk menutupi hajat
hidup mereka, yaitu fakir miskin. Dengan demikian, zakat fitri (zakat fitrah)
tidak boleh diberikan kepada amil, mualaf, budak, masjid, dan golongan
lainnya. (lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam, 25:73)
Sebagai tambahan wacana, berikut ini kami sebutkan perselisihan ulama
dalam masalah ini.
Pendapat yang membolehkan pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) dengan
uang
1. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz
2. Hasan al-Bashri
3. Imam Abu Hanifah
4. Sufyan al-Tsauri
Alasan para ulama membolehkan zakat fitrah dengan uang diantaranya:
a. Pendapat Umar bin ‘Abdul ‘Aziz
ة ، قال : جاءنا : نصف ر كتاب عمر بن عبد العزيز في صدقة الفط عن قر
صاع عن كل إنسان ، أو قيمته نصف درهم
Artinya:
Dari Qurrah ia berkata: telah datang kepada kami ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz
tentang zakat fitri: setengah sha’ setiap manusia atau setara dengan setengah
dirham.1[20]
b. Pendapat Hasan al-Bashri
Diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri, bahwa beliau mengatakan, “Tidak
mengapa memberikan zakat fitri (zakat fitrah) dengan dirham.”
عن الحسن ، قال : لا بأس أن تعطي الدراهم في صدقة الفطر
Artinya:
Dari Hasan al-Bashri ia berkata: tidak mengapa memberikan dirham
untuk zakat fitrah.2[21]
Diriwayatkan dari Abu Ishaq; beliau mengatakan, “Aku menjumpai mereka
(Al-Hasan dan Umar bin Abdul Aziz) sementara mereka sedang menunaikan zakat
Ramadan zakat fitri zakat fitrah dengan beberapa dirham yang senilai bahan
makanan.”
1[20] Abu Bakar ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah, Mushannaf Ibnu
Abi Syaibah, jilid 3, hlm. 174.
2[21]Ibid
عن زهير ، قال : سمعت أبا إسحاق يقول : أدركتهم وهم يعطون في صدقة
رمضان ، الدراهم بقيمة الطعام
Artinya:
Dari Zuhair ia berkata: aku mendengar Abu Ishaq berkata: Aku
melihat orang-orang memberikan zakat dibulan Ramadhan berupa Dirham
yang seharga makanan.3[22]
c. Pendapat Abu Hanifah dan Sufyan al-Tsauri
Abu Hanifah dan Sufyan al-Tsauri membolehkan seperti riwayat ‘Umar bin
‘Abdul ‘Aziz dan Hasan al-Bashri.4[23]
Diriwayatkan dari Atha’ bin Abi Rabah, bahwa beliau menunaikan zakat fitri
(zakat fitrah) dengan waraq (dirham dari perak).
Pendapat yang melarang pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) dengan uang
1. Imam Malik
2. Imam Syafi’i
3. Imam Ahmad bin Hanbal
4. ‘Atha
5. Syeikh bin Baz
6. Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi
a. Pendapat Imam Malik dan Syafi’i
3[22] ibid
4[23]Mar’atu al-Mafatih Syarah Misykatu al-Mashabih, op.cit, jilid 6, hlm. 202.
Imam Malik, Imam Syafi’i mengatakan tidak boleh menyalurkan zakat fitrah
dengan uang yang senilai dengan zakat5[24]. Karena tidak ada satu pun dalil yang
menyatakan dibolehkannya hal ini6[25].
b. Pendapat imam Ahmad
Abu Daud mengatakan:
قال : أخاف -يعني في صدقة الفطر -أعطي دراهم قيل لحمد وأنا أسمع :
عليه وسلم . صلى الل أن لا يجزئه خلف سنة رسول الل
Artinya:
“Imam Ahmad ditanya dan aku pun menyimaknya. Beliau ditanya
oleh seseorang, “Bolehkah aku menyerahkan beberapa uang dirham untuk
zakat fithri?” Jawaban Imam Ahmad, “Aku khawatir seperti itu tidak sah.
Mengeluarkan zakat fithri dengan uang berarti menyelisihi perintah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam7[26]”.
Abu Tholib berkata berkata bahwa Imam Ahmad berkata padanya,
Tidak boleh menyerahkan zakat fithri dengan uang seharga zakat“ لا يعطي قيمته
tersebut.”8[27]
Dalam kisah lainnya dari Imam Ahmad:
بالقيمة ، قال يدعون قيل له : قوم يقولون ، عمر بن عبد العزيز كان يأخذ
عليه وسلم ويقولون قال فلن ، قال ابن عمر : صلى الل قول رسول الل
5[24] ‘Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi Abu Ahmad, al-Mughni
fi Fiqh Ahmad bin Hanbal al-Syaibani, (Beirut:Dar al-Fikr,1405 H), jilid 2, hlm 671.
6[25]Mar’atu al-Mafatih Syarah Misykatu al-Mashabih, op.cit, jilid 6, hlm. 202.
7[26]Ibid
8[27]Ibid
عليه وسلم وسلم زكاة الفطر صاعا من تمر ، صلى الل فرض رسول الل
أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وقال قوم يردون السنن : شعير أو صاعا من
قال فلن : قال فلن وظاهر
Artinya:
“Ada yang berkata pada Imam Ahmad, “Suatu kaum mengatakan
bahwa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz membolehkan menunaikan zakat fithri dengan
uang seharga zakat.” Jawaban Imam Ahmad, “Mereka meninggalkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas mereka mengatakan bahwa si
fulan telah mengatakan demikian?! Padahal Ibnu ‘Umar sendiri telah
menyatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fithri (dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum ...).” Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya), “Ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya.” Sungguh
aneh, segolongan orang yang menolak ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam malah mengatakan, “Si fulan berkata demikian dan demikian”.9[28]
c. Pendapat ‘Atha
‘Atha membenci zakat fitrah dengan uang ia berkata:
عن ابن جريج ، عن عطاء ؛ أنه كره أن يعطي في صدقة الفطر ورقا
Artinya:
Dari Ibnu Juraij dari ‘Atha: Bahwasanya ia membenci menunaikan
zakat fitrah dengan uang.10[29]
d. Pendapat Syaikh Jabir al-Jazairi
Syeikh Jabir al-Jazairi berkata: “Zakat fithri wajib dikeluarkan dari jenis-jenis
makanan (pokok), dan tidak menggantinya dengan uang, kecuali karena darurat
(terpaksa). Karena, tidak ada dalil (yang menunjukkan) bahwa Nabi Shallallahu
9[28], al-Mughni fi Fiqh Ahmad bin Hanbal al-Syaibani, op.cit, jilid 2, hlm 671.
10[29] Mar’atu al-Mafatih Syarah Misykatu al-Mashabih, op.cit, jilid 6, hlm. 202
‘alaihi wa sallam menggantikan zakat fithri dengan uang. Bahkan juga tidak
dinukilkan dari seorang sahabat pun, bahwa mereka mengeluarkannya dengan
uang11[30]”
e. Pendapat Syaikh bin Baz
“Telah kita ketahui bahwa ketika pensyari’atan dan dikeluarkannya zakat
fithri ini sudah ada mata uang dinar dan dirham di tengah kaum muslimin –khususnya
penduduk Madinah (tempat domisili) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan kedua mata uang ini dalam
zakat fithri.
Seandainya mata uang dianggap sah dalam membayar zakat fithri, tentu
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena
tidak boleh bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan penjelasan
padahal sedang dibutuhkan.
Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membayar zakat fithri
dengan uang, tentu para sahabat radhiyallahu ‘anhum akan menukil berita tersebut.
Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang
paling mengetahui sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang
yang paling bersemangat dalam menjalankan sunnahnya.
11[30]Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim (Kaira: Dar al-Salam), hlm
231.
Seandainya ada di antara mereka yang membayar zakat fithri dengan uang,
tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka yang
berkaitan dengan syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita.12[31]
Dari penjelasan ulama yang membolehkan zakat fitrah dengan uang dan yang
melarang (pro dan kontra), maka penulis mencoba untuk merumuskan alasan-
alasannya.
Pertama, alasan ulama yang pro terhadap zakat fitrah dengan uang hampir
semuanya berinduk kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Sedangkan ‘Umar bin
‘Abdul ‘Aziz ketika mengatakan bolehnya bahan makan pokok di ganti dengan uang,
itu merupakan Ijtihadnya karena tidak ada nashnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan juga para sahabat.
Kedua, ijtihad itu tidak selamanya benar, Terkadang salah dan terkadang
benar. Benar ia dapat dua pahala dan salah ia dapat satu pahala.
فأصاب فله أجران وإذا اجتهد فأخطأ فله أجر إذا اجتهد الحاكم
Artinya:
Apabilia seorang hakim berijtihad dan benar maka baginya dua pahala
dan jika salah maka baginya satu pahala.13[32] ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz
adalah seorang Imam bahkan Khalifah, dan ia memenuhi syarat muthlaq
sebagai Mujtahid.
12[31]Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Majmu’ Fatawa bin Baz
(Riyadh: Dar al-Qasim, 1420 H), jilid 14, hlm 208.
13[32]Abu Zakarya Yahya bin Syarf al-Nawawi, Minhaj Syarah Shahih Muslim
(Beirut: Dar Ihya al-Turats, 1392), jilid 11, hlm 91.
Ketiga, penulis melihat bahwa lahirnya zakat fitrah dengan uang pada zaman
sekarang ini lebih condong melihat Maslahah al-Mursalah atau dengan Qiyas.
Qiyas Zakat fitrah dengan uang terhadap makanan pokok
Qiyas secara bahasa التقدير والمساواة mengukur sesuatu/ menyamakan.14[33]
Sedangkan menurut istilah adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa
yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian
atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena
ada persamaan illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu15[34]
Al-Quran dan hadits adalah kedua sumber yang harus dijadikan sumber
hukum kemudian jika tidak ada didalam keduanya maka menempuh Ijma’ dan Qiyas.
Qiyas sangatlah diperlukan karena tidak semua peristiwa-peristiwa itu ada
dalam al-Quran dan hadits, para ulama menempuh jalan Qiyas ketika dihadapkan
persoalan yang tidak ada dasar hukumnya dari al-Quran dan Hadits. Seperti Narkoba,
narkoba tidak ada dalam al-Quran maupun Sunnah, menghukuminya sangatlah
penting. Jika tidak, maka seorang bisa saja memakai narkoba dengan alasan tidak ada
dalam al-Quran dan Sunnah sehingga boleh untuk digunakan. Adapun Qiyas dalam
masalah ini sangatlah berperan penting, para ulama Muta’khirin menempuh jalan
Qiyas dengan cara memenuhi kriteria Qiyas itu sendiri antara lain:
1. Asal
14[33] Dr. Mahmud Hamir ‘Utsman, Isthilahat al-Ushuliyyin, (Riyadh: Dar al-
Zahim, 1324), hlm. 241.
15[34] Ibid, hlm 241-242.
2. Far’u
3. ‘Ilat
4. Hukum Asal
Asal (al-Ashlu) menjadi syarat utama untuk menqiyaskan sesuatu, dan Asal
dalam kasus Narkoba adalah Khamer. Kemudian Syarat kedua adalah Far’u (cabang)
peristiwa yang tidak ada nashnya kemudian disamakan dengan peristiwa yang ada
Nashnya. Dalam hal ini yang menjadi Far’u adalah Narkoba karena Narkoba tidak
ada Nashnya. Selanjutnya, ‘Ilat (sebab) yaitu sebab yang menyambungkan pokok
dengan cabangnya atau suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat yang dicari pada
far’u, dalam peristiwa diatas ‘Ilatnya adalah memabukan.
Dan yang terakhir adalah hukum asal, hukum asal dari peristiwa diatas adalah
haram karena al-Quran telah menyebutkan bahwa khamer adalah dosa besar dan
perbuatan syetan. Oleh karena itu jelaslah bahwa Narkoba adalah haram sebagaimana
khamer karena ada persamaan sehingga harus menempuh jalan Qiyas, dan itulah
Qiyas yang shahih.
Jika tidak terpenuhi empat syarat diatas maka qiyasnya tidak sah, sebab empat
itu adalah syarat qiyas yang jika seorang meninggalkan salah satunya maka ia batal.
Penulis mencoba menguhubungkan zakat fitrah dengan uang diqiyaskan
dengan makanan pokok. Sebagaian orang khususnya pada abad sekarang mengatakan
bahwa bolehnya zakat fitrah dengan uang karena ada qiyas didalamnya. Penulis
meneliti persoalan qiyas yang terdapat dalam zakat fitrah dengan uang.
Pertama, harus adanya Asal. Dalam hal zakat fitrah ini yang menjadi Asal
adalah makanan pokok.
Kedua, adanya Far’u. peristiwa yang tidak ada nashnya kemudian disamakan
dengan peristiwa yang ada Nashnya. Dalam hal ini yang menjadi Far’u adalah uang.
Bisakah uang dijadikan Far’u?tentu saja tidak! karena uang ada zaman Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Dinar dan Dirham.
Ketiga,’Ilat. Dalam peristiwa ini zakat tidak memiliki ‘Ilat seperti Khamer.
Meskipun dalam kaidah الحكم يدور مع العلة (hukum itu dilihat dari ‘Ilatnya).16[35]
Kaidah itu berlaku bagi peristiwa yang jelas ada ‘Ilatnya, jika tidak ada maka
menempuh kaidah عبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب ال (‘Ibrah/yang di pakai itu dengan
melihat lafazh Umum tidak melihat khususnya sabab). Seperti pengharaman daging
Babi, Babi diharamkan tidak ada ‘Ilatnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan Babi tanpa sebab dan Dia
mempunyai hak periogatif untuk menetapkan syari’at. jika ada yang mengatakan
bahwa babi diharamkan karena ada ‘Ilatnya yaitu cacing pita, bagaimana jika babi itu
tidak ada cacing pita? apakah halal dagingnya? tentu saja tidak, karena cacing itu
bukanlah ‘ilat dan tidak mempengaruhi hukum baik ada dan tidaknya cacing itu.
Begitu juga dalam Zakat fitrah penulis melihat tidak adanya ‘Ilat dari Zakat fitrah ini
mengapa dengan makanan pokok.
16[35]Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Syaukani, Qaulu al-Mufid fi
Adillah al-Ijtihad wa al-Taqlid, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1396), jilid 1, hlm 72.
Keempat, hukum Asal. Dalam hal ini hukum Asalnya adalah wajib bagi laki-
laki, wanita, anak, orang merdeka hamba sahaya dan lain-lain. Zakat fitrah dengan
gandum sama hukumnya dengan zakat fitrah dengan uang.
Dari uraian diatas maka syarat qiyas tidak terpenuhi seluruhnya maka
qiyasnya tidak sah/batal.
Tarjih ikhtilaf ulama terhadap zakat fitrah dengan uang
Dari uraian diatas mengenai alasan-alasan mengapa timbulnya zakat fitrah
dengan uang, penulis mencoba mentarjihnya. penulis melihat yang mendekati
kebenaran ( اقرب للصواب(yaitu tidak boleh zakat fitrah dengan uang seperti apa yang
telah ditetapkannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Ditetapkannya zakat dari
gandum, kurma, keju, kismis dan diriwayat lain makanan pokok yang ada di
daerahnya.” Dan apa yang ditetapkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wajib
di ikuti dan ta’ati sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
سول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا وما آتاكم الر
Artinya:
(dan apa yang datang dari Rasul maka ambillah dan apa yang dilarang
maka tinggalkanlah).17[36]
17[36]Q.S al-Hasyr ayat 7
Kemudian uang ketika itu sudah ada yaitu Dinar dan Dirham bagaimana
mungkin mengqiyaskan apa yang sudah ada sebelumnya? sedangkan qiyas boleh
dijadikan hukum apabila hal tersebut tidak ada/belum ada.
Qiyas harus terpenuhi empat syarat yaitu Asal, Far’u, Hukum asal, ‘Ilat?. Dan
far’u ini tidak bisa digunakan, sebab far’u itu harus tidak ada pada asalnya (uang)
supaya di ukur kepada asal (bahan makan pokok).
Dan hal ini jelas dibantah dengan kaidah qiyas itu sendiri atau dikenal dengan
Qiyas Ma’a al-Fariq (Qiyas yang berbeda dengan apa yang diqiyaskan). Selain itu
perkara yang jelas aturannya tidak bisa dirubah, dan yang menyelisihinya tertolak
sebagimana hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
عليه أمرنا فهو رد من عمل عمل ليس
Artinya:
Barang siapa yang mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak
berdasarkan perintah kami (Nabi) maka amalan itu tertolak.18[37]
Dalam hal ini penulis menganggap bahwa zakat fitrah dengan uang
merupakan Bid’ah yang tidak ada contohnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan juga para sahabat, sedangkan munculnya masalah ini dizaman Tabi’in bukan
dizaman sahabat. Dan sahabat tidak bisa disamakan dengan tabi’in karena Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan legalitas syari’at/agama khusus kepada
sahabat sebagaimana hadits Nabi :
18[37]Shahih muslim, op.cit, jilid 5, hlm 132.
عضوا عليها بالنواجذ وإياكم فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين
وقال أبو عاصم مرة وإياكم ومحدثات والمحدثات فإن كل محدثة بدعة
المور فإن كل بدعة ضللة
Artinya:
“Ikutilah sunahku dan sunnah Khulafa al-Rasyidin yang mendapat
petunjuk setelahku gigitlah keduanya dengan gigi geraham dan jauhilah
perkara yang diada-adakan sesungguhnya yang diadakan itu adalah bid’ah,
dalam riwayat lain setiap bid’ah adalah sesat”.19[38]
Oleh karena itu setiap permasalahan wajib merujuk kepada Quran dan Sunnah
yang Shahih. Sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
سول وأولي المر منكم فإن تنازعتم في وأطيعوا الر شيء فردوه أطيعوا الل
سول إلى الل والر
Artinya:
Ta’atilah Allah dan Ta’tilah Rasul dan Ulil Amri diantara kamu, jika
kalian berselisih tentang sesuatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah
(Quran) dan Rasul (sunnah).20[39]
Dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jelas mesyariatkan zakat fitrah
dengan makanan pokok bukan uang.
Mashlahatul Mursalah zakat fitrah dengan uang
Tidak bisa dipungkiri bahwa meskipun zakat fitrah dengan uang tidak ada
nashnya dalam hadits, tetapi ada Mashlahatnya diantaranya:
19[38]‘Abdullah bin ‘Abdurahman Abu Muhammad al-Darimi, Sunan al-
Darimi (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1407 H), jilid 1, hlm 57.
20[39] Q.S al-Nisa ayat 59
1. Uang adalah alat/benda yang paling dibutuhkan oleh manusia, dan tidak ada
seorangpun yang tidak membutuhkannya. Uang bukan hanya bisa ditukar hanya
dengan makanan saja, tetapi ia bisa melengkapi kebutuhan yang lebih diutamakan
dari pada makanan itu sendiri.
Seperti : jika seorang mempunyai bahan makanan pokok dan ia menerima
bahan makan pokok , sedangkan di rumahnya tidak ada minyak untuk memasak
makanan pokok tersebut, bagaimana ia akan memasak sedangkan ia tidak memiliki
uang? maka lebih mashlahat jika makanan pokok itu diganti oleh uang sehingga bisa
di beli/tukar dengan hal-hal yang ia butuhkan.
Afif Abdul Fatah menyatakan bahwa aturan dalam Islam bukan saja sekedar
berdasarkan pada keadilan bagi seluruh umat manusia, akan tetapi sejalan dengan
kemashlahatan dan kebutuhan hidup manusia sepanjang zaman dan keadaan,
walaupun zaman itu berbeda dan berkembang dari waktu ke waktu21[40]. Selain itu
uang memiliki sifat fleksible, bukan hanya untuk ditukar dengan makanan pokok
tetapi bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Selain uang bersifat Fleksible uang lebih ringan dan cocok dikalangan umat sekarang
ini, sebab uang masuk semua kalangan baik itu kaya, miskin,anak kecil, orang
dewasa, laki-laki, perempuan dan lain-lain.
21[40] Afif Abdul Fatah Thabari, Ruuh Ad-Diin Al-Islamy, (Damaskus: Daar el-
Fikr,1966), hlm 300.
3. Uang lebih banyak diharapkan dari pada makanan pokok karena peranan uang lebih
urgen dari makanan pokok, meskipun manusia membutuhkan makan, dan dengan
uang makaanpun bisa dijangkaunya.
Pendapat ini merupakan pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Mereka
mewajibkan pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) menggunakan bahan makanan dan
melarang membayar zakat dengan mata uang. Di antara ulama yang berpegang pada
pendapat ini adalah Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad. Bahkan,
Imam Malik dan Imam Ahmad secara tegas menganggap tidak sah jika membayar
zakat fitri (zakat fitrah) mengunakan mata uang. Berikut ini nukilan perkataan
mereka.
Perkataan Imam Malik
Imam Malik mengatakan, “Tidak sah jika seseorang membayar zakat fitri
(zakat fitrah) dengan mata uang apa pun. Tidak demikian yang diperintahkan Nabi.”
(Al-Mudawwanah Syahnun)
Imam Malik juga mengatakan, “Wajib menunaikan zakat fitri (zakat fitrah)
senilai satu sha’ bahan makanan yang umum di negeri tersebut pada tahun itu (tahun
pembayaran zakat fitri (zakat fitrah)).” (Ad-Din Al-Khash)
Perkataan Imam Asy-Syafi’i
Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Penunaian zakat fitri (zakat fitrah) wajib
dalam bentuk satu sha’ dari umumnya bahan makanan di negeri tersebut pada tahun
tersebut.” (Ad-Din Al-Khash)
Perkataan Imam Ahmad
Al-Khiraqi mengatakan, “Siapa saja yang menunaikan zakat menggunakan
mata uang maka zakatnya tidak sah.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah)
Abu Daud mengatakan, “Imam Ahmad ditanya tentang pembayaran zakat
mengunakan dirham. Beliau menjawab, ‘Aku khawatir zakatnya tidak diterima
karena menyelisihi sunah Rasulullah.’” (Masail Abdullah bin Imam Ahmad; dinukil
dalam Al-Mughni, 2:671)
Dari Abu Thalib, bahwasanya Imam Ahmad kepadaku, “Tidak boleh
memberikan zakat fitri (zakat fitrah) dengan nilai mata uang.” Kemudian ada orang
yang berkomentar kepada Imam Ahmad, “Ada beberapa orang yang mengatakan
bahwa Umar bin Abdul Aziz membayar zakat menggunakan mata uang.” Imam
Ahmad marah dengan mengatakan, “Mereka meninggalkan hadis Nabi dan
berpendapat dengan perkataan Fulan. Padahal Abdullah bin Umar mengatakan,
‘Rasulullah mewajibkan zakat fitri (zakat fitrah) satu sha’ kurma atau satu sha’
gandum.’ Allah juga berfirman, ‘Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul.’
Ada beberapa orang yang menolak sunah dan mengatakan, ‘Fulan ini berkata
demikian, Fulan itu berkata demikian.’” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 2:671)
Zahir mazhab Imam Ahmad, beliau berpendapat bahwa pembayaran zakat
fitri (zakat fitrah) dengan nilai mata uang itu tidak sah.
Beberapa perkataan ulama lain:
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Allah mewajibkan pembayaran
zakat fitri (zakat fitrah) dengan bahan makanan sebagaimana Allah
mewajibkan pembayaran kafarah dengan bahan makanan.” (Majmu’ Fatawa)
Taqiyuddin Al-Husaini Asy-Syafi’i, penulis kitab Kifayatul Akhyar (kitab
fikih Mazhab Syafi’i) mengatakan, “Syarat sah pembayaran zakat fitri (zakat
fitrah) harus berupa biji (bahan makanan); tidak sah menggunakan mata uang,
tanpa ada perselisihan dalam masalah ini.” (Kifayatul Akhyar, 1:195)
An-Nawawi mengatakan, “Ishaq dan Abu Tsaur berpendapat bahwa tidak
boleh membayar zakat fitri (zakat fitrah) menggunakan uang kecuali dalam
keadaan darurat.” (Al-Majmu’)
An-Nawawi mengatakan, “Tidak sah membayar zakat fitri (zakat fitrah)
dengan mata uang menurut mazhab kami. Pendapat ini juga yang dipilih oleh
Malik, Ahmad, dan Ibnul Mundzir.” (Al-Majmu’)
Asy-Syairazi Asy-Syafi’i mengatakan, “Tidak boleh menggunakan nilai mata
uang untuk zakat karena kebenaran adalah milik Allah. Allah telah
mengaitkan zakat sebagaimana yang Dia tegaskan (dalam firman-Nya), maka
tidak boleh mengganti hal itu dengan selainnya. Sebagaimana berkurban,
ketika Allah kaitkan hal ini dengan binatang ternak maka tidak boleh
menggantinya dengan selain binatang ternak.” (Al-Majmu’)
Ibnu Hazm mengatakan, “Tidak boleh menggunakan uang yang senilai
(dengan zakat) sama sekali. Juga, tidak boleh mengeluarkan satu sha’
campuran dari beberapa bahan makanan, sebagian gandum dan sebagian
kurma. Tidak sah membayar dengan nilai mata uang sama sekali karena
semua itu tidak diwajibkan (diajarkan) Rasulullah.” (Al-Muhalla bi Al-Atsar,
3:860)
Asy-Syaukani berpendapat bahwa tidak boleh menggunakan mata uang
kecuali jika tidak memungkinkan membayar zakat dengan bahan makanan.”
(As-Sailul Jarar, 2:86)
Di antara ulama abad ini yang mewajibkan membayar dengan bahan makanan
adalah Syekh Ibnu Baz, Syekh Ibnu Al-Utsaimin, Syekh Abu Bakr Al-Jazairi, dan
yang lain. Mereka mengatakan bahwa zakat fitri (zakat fitrah) tidak boleh dibayarkan
dengan selain makanan dan tidak boleh menggantinya dengan mata uang, kecuali
dalam keadaan darurat, karena tidak terdapat riwayat bahwa Nabi mengganti bahan
makanan dengan mata uang. Bahkan tidak dinukil dari seorang pun sahabat bahwa
mereka membayar zakat fitri (zakat fitrah) dengan mata uang. (Minhajul Muslim,
hlm. 251)
Dalil-dalil masing-masing pihak
Dalil ulama yang membolehkan pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) dengan
uang:
1. Dalil riwayat yang disampaikan adalah pendapat Umar bin Abdul Aziz dan
Al-Hasan Al-Bashri. Sebagian ulama menegaskan bahwa mereka tidak
memiliki dalil nash (Alquran, al-hadits, atau perkataan sahabat) dalam
masalah ini.
2. Istihsan (menganggap lebih baik). Mereka menganggap mata uang itu lebih
baik dan lebih bermanfaat untuk orang miskin daripada bahan makanan.
Dalil dan alasan ulama yang melarang pembayaran zakat dengan mata uang:
Pertama, riwayat-riwayat yang menegaskan bahwa zakat fitri (zakat fitrah) harus
dengan bahan makanan.
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma; beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri (zakat
fitrah), berupa satu sha’ kurma kering atau gandum kering ….” (Hr. Al-
Bukhari dan Muslim)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri (zakat
fitrah), … sebagai makanan bagi orang miskin .…” (Hr. Abu Daud; dinilai
hasan oleh Syekh Al-Albani)
Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan, “Dahulu,
kami menunaikan zakat fitri (zakat fitrah) dengan satu sha’ bahan makanan,
satu sha’ gandum, satu sha’ kurma, satu sha’ keju, atau satu sha’ anggur
kering.” (Hr. Al-Bukhari dan Muslim)
Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Dahulu, di zaman Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menunaikan zakat fitri (zakat fitrah)
dengan satu sha’ bahan makanan.” Kemudian Abu Sa’id mengatakan, “Dan
makanan kami dulu adalah gandum, anggur kering (zabib), keju (aqith), dan
kurma.” (Hr. Al-Bukhari, no. 1439)
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menugaskanku untuk menjaga zakat Ramadan (zakat fitri (zakat
fitrah)). Kemudian datanglah seseorang mencuri makanan, lalu aku berhasil
menangkapnya ….”(Hr. Al-Bukhari, no. 2311)
Kedua, alasan para ulama yang melarang pembayaran zakat fitri (zakat fitrah)
dengan mata uang.
1. Zakat fitri (zakat fitrah) adalah ibadah yang telah ditetapkan ketentuannya.
Termasuk yang telah ditetapkan dalam masalah zakat fitri (zakat fitrah) adalah
jenis, takaran, waktu pelaksanaan, dan tata cara pelaksanaan. Seseorang tidak boleh
mengeluarkan zakat fitri (zakat fitrah) selain jenis yang telah ditetapkan, sebagaimana
tidak sah membayar zakat di luar waktu yang ditetapkan.
Imam Al-Haramain Al-Juwaini Asy-Syafi’i mengatakan, “Bagi mazhab kami,
sandaran yang dipahami bersama dalam masalah dalil, bahwa zakat termasuk bentuk
ibadah kepada Allah. Pelaksanaan semua perkara yang merupakan bentuk ibadah itu
mengikuti perintah Allah.”
Kemudian beliau membuat permisalan, “Andaikan ada orang yang
mengatakan kepada utusannya (wakilnya), ‘Beli pakaian!’ sementara utusan ini tahu
bahwa tujuan majikannya adalah berdagang, kemudian utusan ini melihat ada barang
yang lebih manfaat bagi majikannya (daripada pakaian), maka sang utusan ini tidak
berhak menyelisihi perintah majikannya. Meskipun dia melihat hal itu lebih
bermanfaat daripada perintah majikannya . (Jika dalam masalah semacam ini saja
wajib ditunaikan sebagaimana amanah yang diberikan, pen.) maka perkara yang
Allah wajibkan melalui perintah-Nya tentu lebih layak untuk diikuti.”
Harta yang ada di tangan kita semuanya adalah harta Allah. Posisi manusia
hanyalah sebagaimana wakil. Sementara, wakil tidak berhak untuk bertindak di luar
batasan yang diperintahkan. Jika Allah memerintahkan kita untuk memberikan
makanan kepada fakir miskin, namun kita selaku wakil justru memberikan selain
makanan, maka sikap ini termasuk bentuk pelanggaran yang layak untuk
mendapatkan hukuman. Dalam masalah ibadah, termasuk zakat, selayaknya kita
kembalikan sepenuhnya kepada aturan Allah. Jangan sekali-kali melibatkan campur
tangan akal dalam masalah ibadah karena kewajiban kita adalah taat sepenuhnya.
Oleh karena itu, membayar zakat fitri (zakat fitrah) dengan uang berarti
menyelisihi ajaran Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana telah diketahui bersama,
ibadah yang ditunaikan tanpa sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya adalah
ibadah yang tertolak.
2. Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiallahu
‘anhum sudah ada mata uang dinar dan dirham.
Akan tetapi, yang Nabi praktikkan bersama para sahabat adalah pembayaran
zakat fitri (zakat fitrah) menggunakan bahan makanan, bukan menggunakan dinar
atau dirham. Padahal beliau adalah orang yang paling memahami kebutuhan umatnya
dan yang paling mengasihi fakir miskin. Bahkan, beliaulah paling berbelas kasih
kepada seluruh umatnya.
Allah berfirman:
Terjemahannya:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri.
Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat berbelas kasih lagi penyayang terhadap orang-
orang mukmin.” (Q.s. At-Taubah:128)
3. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa jenis bahan
makanan, beliau tidak memberi kesimpulan: “… atau yang senilai dengan itu
semua itu ….”
Jika diperbolehkan mengganti bahan makanan dengan uang, tentu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya karena beliau adalah orang yang sangat
pemurah terhadap ilmu agama. Tidak mungkin hal itu akan beliau diamkan, padahal
ini adalah perkara agama yang penting.
Dalam masalah ini, terdapat satu kaidah fikih yang patut diperhatikan:
السكوت في مقام البيان يفيد الحصر
Artinya:
“Tidak adanya penjelasan (didiamkan) untuk masalah yang harusnya
diberi keterangan itu menunjukkan makna pembatasan.”
Kaidah ini disebutkan oleh Shidddiq Hasan Khan dalam Ar-Raudhah An-Nadiyah.
Berdasarkan kaidah ini, seringkali ketika Ibnu Hazm menyebutkan sesuatu yang tidak
memiliki dalilnya, beliau mengutip ayat Allah,
وما كان ربك نسيا
Terjemahannya:
“Tidaklah Tuhanmu pernah lupa.” (Qs. Maryam:64)
Berdasarkan hal tersebut, diamnya Allah ta’ala atau diamnya Rasul-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga tidak menyebutkan bolehnya membayar zakat
menggunakan uang, tidaklah disebabkan Allah atau Rasul-Nya lupa. Mahasuci Allah
dari sifat lupa. Namun, ini menunjukkan bahwa hukum tersebut dibatasi dengan
penjelasan yang Allah disampaikan. Selain penjelasan yang telah diberikan oleh
Allah dan Rasul-Nya itu tidak termasuk dalam ajaran yang Allah tetapkan.
Oleh karena itu, jika telah diketahui bahwasanya di zaman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah ada dinar dan dirham, sementara beliau tidak pernah
menggunakan mata uang tersebut untuk membayar zakat fitri (zakat fitrah) beliau,
demikian pula, beliau tidak pernah memerintahkan atau mengajarkan para sahabat
untuk membayar zakat fitri (zakat fitrah) dengan mata uang, maka ini menunjukkan
tidak bolehnya membayar zakat fitri (zakat fitrah) dengan menggunakan mata uang
karena pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) dengan mata uang tidak pernah dijelaskan
oleh Allah dan Rasul-Nya. Sekali lagi, Allah dan Rasul-Nya tidaklah lupa.
4. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa jenis bahan
makanan dengan ukuran satu sha’ untuk pembayaran zakat fitri (zakat fitrah).
Sementara, telah dipahami bersama bahwa harga masing-masing jenis
makanan berbeda. Satu sha’ gandum jelas berbeda harganya dengan satu sha’ kurma.
Demikian pula, satu sha’ anggur kering jelas berbeda harganya dengan satu sha’ keju
(aqith). Padahal, jenis-jenis bahan makanan itulah yang digunakan oleh sahabat untuk
membayar zakat fitri (zakat fitrah).
Lantas, dengan bahan makanan yang manakah yang bisa dijadikan acuan
untuk menentukan nilai mata uang?
An-Nawawi mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan
beberapa bahan makanan yang harganya berbeda, sedangkan beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mewajibkan pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) untuk semua jenis
makanan sebanyak satu sha’. Dengan demikian, ini menunjukkan bahwa yang
dijadikan acuan adalah ukuran sha’ bahan makanan dan tidak melihat harganya.”
(Syarh Muslim)
Ibnul Qashar mengatakan, “Menggunakan mata uang adalah satu hal yang
tidak memiliki alasan karena harga kurma dan harga gandum itu berbeda.” (Syarh
Shahih Al-Bukhari li Ibni Baththal)
Mari kita perhatikan perkataan Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu,
“Dahulu, di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menunaikan zakat fitri
(zakat fitrah) dengan satu sha’ bahan makanan.” Kemudian, Abu Sa’id mengatakan,
“Dan makanan kami dahulu adalah gandum, anggur kering (zabib), keju (aqith), dan
kurma.” (Hr. Al-Bukhari, no. 1439)
Penegasan Abu Sa’id (“dahulu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam…”) menunjukkan hukum dan ajaran yang disampaikan Abu Said berstatus
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena kejadian yang
dilakukan oleh para sahabat radhiallahu ‘anhum di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pasti terjadi di bawah pengawasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
persetujuan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih lagi dalam masalah ibadah,
seperti: zakat. Demikian yang dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar.
Kemudian, Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan keterangan untuk perkataan
Abu Said Al-Khudri tersebut, “Tentang semua bahan makanan yang disebutkan
dalam hadis Abu Said Al-Khudri, ketika cara membayarnya menggunakan ukuran
yang sama (yaitu, semuanya satu sha’, pen.), sementara harga masing-masing
berbeda, ini menunjukkan bahwasanya yang menjadi prosedur zakat adalah
membayarkan seukuran tersebut (satu sha’) dari bahan makanan apa pun.” (Fathul
Bari, 3:437)
Ringkasnya, tidak mungkin nilai uang untuk pembayaran zakat bisa
ditetapkan. Tidak ada yang bisa dijadikan sebagai ukuran standar. karena jenis bahan
makanan yang ditetapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermacam-macam,
padahal harganya berbeda-beda, sementara ukurannya sama, yaitu satu sha’.
Benarlah perkataan yang disampaikan oleh Ibnul Qasim Al-Maliki, “Masing-masing
penduduk negeri mengeluarkan zakatnya menggunakan bahan makanan yang
umumnya digunakan. Kurma adalah bahan makanan penduduk Madinah. Penduduk
Mesir tidak mengeluarkan zakat kecuali bur (gandum), sampai harga bur mahal,
kemudian bahan makanan yang umum mereka pakai menjadi sya’ir (gandum kasar),
dan itu boleh (untuk dijadikan zakat) bagi mereka.” (Dinukil oleh Ibnu Baththal
dalam Syarh Shahih Al-Bukhari; dikutip dari kitab Al-Mudawwanah)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Catatan dan kesimpulan tentang zakat fitrah menggunakan uang
Pada zaman modern sunnah seakan-akan menjadi asing, orang yang
menjalankan sunnah lebih dipermasalahkan dari pada orang yang keluar dari Sunnah.
orang yang menjalankan apa yang keluar dari Sunnah/tidak ada sunnahnya maka
terkesan masyarakat, bahkan Ulama disekitarnya mentaqrirnya atau menyetujuinya.
seperti : praktek zakat fitrah dengan uang tidak ada Nashnya baik dari Nabi
ataupun dari Sahabat yang melakukannya. Bagaimana tanggapan masyarakat
terhadap itu, mereka lebih memilih kemashlahatan dari pada ancaman meninggalkan
Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Bahkan masyarakat lebih menilai zakat fitrah dengan makanan pokok adalah
suatu hal yang ekstrim atau berlebihan, tekstual dan seolah-olah tanpa ada kebijakan
dari Agama. dan ini salah satu bukti bahwa sunnah asing di zaman sekarang ini.
islam memberikan keluasan dan kemudahan bagi umatnya, sebab agama ini
Mudah sebagaimana Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam :
1[41] bagaimana mendapatkan.(sesungguhnya agama ini Mudah) إن الدين يسر
kemudahan itu?tentunya dengan al-Quran dan Sunnah. ketika seorang safar
1[41] Shahih Bukhari, op.cit, Kitab Iman, Bab al-Din yusrun, jilid 1, hlm 23
mengqashar shalat yang mulanya empat raka’at menjdi dua raka’at, bukankah itu
sesuatu kemudahan? atau seorang yang sakit tidak mampu shalat berdiri kemudian
diberikan kemudahan dengan duduk, jika tidak mampu dengan berbaring, semua itu
adalah sautu kemudahan yang Allah Subahanahu wa ta’ala berikan. kemudahan itu
bisa diraih dengan kemampuan kita sendiri, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
قال رسول بأمر فأتوا منه ما استطعتم إذا أمرتكم وسلمصلى الله عليه -الله
Artinya:
apabila diperintahkan suatu perkara maka kerjakanlah semampu
kalian2[42].
Mashlahat atau kemudahan dalam syari’at tentunya dengan kemampuan
sendiri dengan syarat tidak keluar dari Syari’at.
zakat fitrah dengan uang salah satu kemudahan dan mashlahat didalamnya.
seorang mengerjakannya idak boleh keluar dari syari’at (al-Quran dan Sunnah)
berikut solusi untuk mengatasi masalah berkaitan dengan zakat fitrah dengan uang.
1. zakat fitrah dengan uang dilarang ketika diterima oleh Mustahiq artinya seorang
boleh saja zakat fitrah dengan uang kemudian diberikan kepada Amil zakat kemudia
si Amil menyerahkannya kepada Mustahiq dengan makanan pokok.
2[42] Sunan al-Kubra Baihaqi, op.cit, Kitab al-Shaum, Bab Maridh yaftiru tsumma
lam Yashih, jilid 4, hlm 253.
2. jika makan pokok memberatkan bagi muzakki, dengan alasan Malu/minder,
maka tugas ‘Amil boleh mengambil dari Muzakki tersebut makan pokok kemudian
diberikan kepada Mustahiq.
3. jika mustahiq membutuhkan uang ketimbang makanan pokok, maka makanan
pokok yang di terima Mustahiq boleh di jual dengan uang kepada siapa yang
membutuhkannya.
Dan itulah solusi atau ide meringankan zakat dengan uang yang tidak keluar
dari Syari’at.
Jika masih ada sebagian orang yang belum menerima sepenuhnya zakat fitri
(zakat fitrah) dengan makanan, karena beralasan bahwa uang itu lebih bermanfaat,
maka mari kita analogikan kasus zakat fitri (zakat fitrah) ini dengan kasus kurban.
Apa yang bisa Anda bayangkan ketika daging membludak di hampir semua daerah.
Bahkan, sampai ada yang busuk, atau ada yang muntah dan enek (berasa hendak
muntah, mual) ketika melihat daging. Bukankah uang seharga daging lebih mereka
butuhkan? Terlebih lagi untuk orang yang tidak doyan daging. Akankah kita katakan,
“Dibolehkan berkurban dengan uang seharga daging, sebagai antisipasi untuk orang
yang tidak doyan daging?”
Orang yang berpendapat demikian bisa kita pastikan adalah orang yang terlalu
jauh dari pemahaman agama yang benar.
Oleh karena itu, setelah dipahami bahwa pembayaran zakat fitri (zakat fitrah)
hanya dengan bahan makanan, kita tidak boleh menggantinya dengan mata uang,
selama bahan makanan masih ada. Terdapat kaidah dalam ilmu fikh:
عنهلا ينتقل إلى البدل إلا عند فقد المبدل
Artinya:
“Tidak boleh berpindah kepada ‘pengganti’ kecuali jika yang ‘asli’ tidak ada.”
Yang “asli” adalah bahan makanan (beras), sedangkan “pengganti” adalah segala
sesuatu selain beras.
B. Saran- saran
1. Kiranya lembaga – lembaga Dakwah yang ada, lebih memperhatikan /
memahamkan masyarakan sekitar demi terlaksananya pengaplikasian
sikap apa yang perlu masyarakat terapkan.
2. Materi Fiqhi, khususnya dalam pembahasan ini yaitu “Hukum zakat fitrah
dengan uang” masih perlu perhatian khusus. Oleh karena itu di harapkan
kiranya pera da’I dapat berperan aktif bahkan menjadi pelopor secara
nyata dalam masyarakat
52
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya,Mushaf, Yayasan Muslim Asia Departemen Agama
RI,Jakarta,2012
Al Majmu’ Syarh Al Muhaddzab, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar ‘Alamil
Kutub, cetakan kedua, tahun 1427 H.
Hasyiyah Al Qoulul Mukhtar -Ibnu Qasim Al Ghozzi- (Fathul Qorib), Dr. Sa’aduddin
bin Muhammad Al Kabiy, terbitan Maktabah Al Ma’arif, cetakan pertama,
tahun 1432 H.
Kifayatul Akhyar fii Halli Ghoyatil Ikhtishor, Muhammad bin ‘Abdul Mu’min Al
Hishniy, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H.
Minhajuth Tholibiin, Yahya bin Syarf An Nawawi, tahqiq: Dr. Ahmad bin ‘Abdul
‘Aziz Al Haddad, terbitan Darul Basyair Al Islamiyyah, cetakan kedua, tahun
1426 H.
KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia
http://beritaislamiterkini.blogspot.co.id/2014/09/bolehkah-membayar-zakat-
fitrah-dengan.html
Shahih Fiqih Sunnah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Syaikh
Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin/ Abu Malik Kamal
bin as-Sayyid salim: Abu Ihsan Al-Atsari, cetakan kelima:Dzulhijjah 1433 H./11
November 2012 M.
52
Minhajul Muslim, Konsep kehidupan ideal dalam Islam., Syaikh Abu Bakar
Jabir al-Jaza’iri: Musthofa Aini, Amir Hamzah, Kholif Mutaqin, cetakan keIX,
Sya’ban 1434 H./ Juli 2013 M.