bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/40945/3/bab ii.pdf · zakat mal...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil kepustakaan yang di lakukan oleh peneliti, terdapat
beberapa penelitian terdahulu yang diyakini peneliti tidak ada penelitian yang
sama dengan “Efektivitas Pendayagunaan Zakat Produktif Dalam
Pemberdayaan Ekonomi Mustahik”.
Hikmatuz Zakiyah dalam skripsinya berjudul “Efektivitas Pengelolaan
Zakat Mal dan Zakat Fitrah (Studi Kasus Pengelolaan Zakat di Madrasah
Salafiyah Al-Ittihad Pasir Kidul Purwokerto Utara)” yang dilaksanakan pada
tahun 2006 dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian tersebut
memberikan kesimpulan bahwa pengumpulan zakat fitrah kurang efektif,
sedangkan perolehan zakat mal yang dikumpulkan mencapai 50% dengan
alokasi pendistribusian kepada asnaf yang efektif dan kurang efektifnya
alokasi pendistibusian pada hal pendayagunaan yang disebabkan cenderung
konsumtif.
Erwin Aditya Pratama dalam skripsinya berjudul “Optimalisasi
Pengelolaan Zakat Sebagai Sarana Mencapai Kesejahteraan Sosial (Sebuah
Studi di Badan Amil Zakat Kota Semarang)” yang dilaksanakan pada tahun
2013 dengan menggunakan pendekatan kualitatif yuridis sosiologis.
Penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa berdasarkan keputusan
walikota semarang nomor 451.12/1953 tahun 2011, seseorang yang
dikenakan zakat adalah orang yang mempunyai NPWP dengan pengehasilan
12
sebesar Rp 2.681.000 perbulan dan penghasilan di bawahnya dikenakan infaq
sebesa Rp 10.000.
Rusli, Abubakar Hamzah, Sofyan Syahnur, dalam jurnal ilmu
ekonomi dengan judul “Analisis Dampak Pemberian Modal Zakat Produktif
Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara. Dilakasanakan
pada tahun 2013 dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Jurnal tersebut
memberikan kesimpulan bahwa pemberian zakat produktif kepada
masyarakat penerima zakat produktif berdampak positif dengan perbedaan
pendapatan sebelum dan sesudah menerima modal zakat produktif, dalam sisi
lain juga berdampak pada berkurangnya jumlah angka kemiskinan di kota
Aceh Utara.
Caesar pratama, dalam skripsinya berjudul “Pendayagunaan Zakat
Produktif dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan CIBEST MODEL
(Studi Kasus: PT. Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa)”. Dilaksanakan pada
tahun 2015 dengan menggunakan pendekatan campuran atau kualitatif
kuantitatif. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan rata-rata pendapatan
rumah tangga mustahik mengalami peningkatan setelah adanya
pendistribusian dana zakat serta bimbingan dari Masyarakat Mandiri Dompet
Dhuafa. Klasifikasi jumlah rumah tangga mustahik berdasarkan kuadran
CIBEST, sebelum dan sesudah adanya bantuan, kuandran I dari 3 rumah
tangga menjadi 80 rumah tangga, kuandran II dari 97 rumah tangga menjadi
37 rumah tangga, kuadran III dari 6 rumah tangga menjadi 4 rumah tangga,
kuandran IV dari 15 rumah tangga menjadi nol.
13
Qonita, dalam skripsinya dengan judul “Analisis Zakat sebagai
Pengurang Kemiskinan (Studi Kasus: Bazis Provinsi DKI Jakarta)”
dilaksanakan pada tahun 2015 dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa program zakat produktif
yaitu zakat modal usaha dan juga zakat pendidikan mengalami penurunan
pada indikator kemiskinan, kecuali pada indeks kedalaman kemiskinan zakat
modal usaha. Kedua program zakat ini pun juga sama-sama dapat
meningkatkan jumlah keluarga yang berada pada kuadran I dan dapat
mengurangi jumlah keluarga yang berada pada kuadran II dan IV. Namun
masih banyak keluarga yang sudah berada pada kuadran I atau pendapatannya
berada di atas garis kemiskinan pada kedua jenis zakat produktif tersebut
tanpa adanya pemberian zakat.
Fajar Eka Pratomo, dalam skripsinya dengan judul “Efektivitas
Pendayagunaan Zakat Produktif Pada Pemberdayaan Ekonomi Mustahik
(Studi Kasus di Badan Amil Zakat Nasional/BAZ Kabupaten Banyumas)”.
Dilaksanakan pada tahun 2016 dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Dari penelitian tersebut memberikan kesimpulan BAZ Kabupaten Banyumas
dalam mendayagunakan zakat secara produktif dilakukan melalui divisi
pendayagunaan. Konsep pendayagunaan zakat prduktif pada pemberdayaan
ekonomi mustahik tersebut dituangkan dalam beberapa program yang
kemudian menjadi 4 jenis pendayagunaan zakat secara produktif, modal
usaha perorangan, pelatihan keterampilan kerja, bantuan modal kelompok,
bantuan sarana dan pra sarana usaha.
14
Nida Mushlihah, dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Dampak
Pendistribusian Dana Zakat Sebagai Pengurang Kemiskinan dengan
Menggunakan Model CIBEST (Kasus: Laz Pm Al Buyan Kota Bogor)”.
Dilaksanakan pada tahun 2016 dengan menggunakan pendekatan campuran
atau kuantitatif kualitatif. Dari penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan
setelah adanya bantuan dana zakat, rumah tangga mustahik pada kategori
rumah tangga sejahtera mengalami peningkatan sebesar 640 persen. Rumah
tangga mustahik yang masuk kategori miskin material, spiritual, dan absolut
masing-masing turun sebesar 62.162, 68.18, dan 83.87 persen.
Muhammad Ariqy Raihan, dalam skripsinya yang berjudul
“Pendayagunaan Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan Cibest
Model (Studi Kasus: Dpu Daarut Tauhid Kabupaten Bogor)”. Dilaksanakan
pada tahun 2017 dengan menggunakan metode campuran atau kualitatif
kuantitatif. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan program Misykat
berdampak positif bagi pendapatan rumah tangga mustahik yang menjadi
anggota program tersebut. Terlihat perbedaan pendapatan rata-rata mustahik
dengan bantuan dana zakat dan tanpa adanya bantuan dana zakat. Rumah
tangga miskin mustahik terjadi peningkatan pada kategori kesejahteraan dan
mengalami penurunan untuk kemiskinan absolut dan miskin material.
15
B. Konsep Pendayagunaan Zakat Produktif Pada Pemberdayaan Ekonomi
Mustahik
1. Definisi Zakat
Zakat ditinjau dari segi bahasa (lughatan) mempunyai beberapa
arti, yaitu keberkahan (albarkatu), pertumbuhan dan perkembangan
(alnama), kesucian (ath-thaharatu). Sedangkan arti zakat menurut istilah
(syar’iyah), yaitu merupakan bagian dari harta dengan persyaratan
tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk
diserahkan kepada yang berhak menerimannya, dengan persyaratan
tertentu pula.11
Kaitan antara makna bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali,
yaitu setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci,
bersih, baik, berkah, tumbuh dan berkembang. Dalam penggunaannya,
selain untuk kekayaan, tumbuh dan suci disifatkan untuk jiwa orang yang
menunaikan zakat. Maksudnya, zakat itu akan mensucikan orang yang
mengeluarkannya dan menumbuhkan pahalanya.12 Definisi terkait tentang
zakat juga disampaikan oleh 4 madzhab, yakni:
a. Menurut Malikiyah bahwa zakat yaitu mengeluarkan sebagian
tertentu dari harta tertentu yang telah sampai nishab kepada orang
berhak menerima, jika kepemilikan, haul (genap satu tahun) telah
sempurna selain barang tambang, tanaman dan harta temuan.
11 Ismail Nawawi, Zakat Dalam Perspektif Fiqh,Sosial & Ekonomi, (Surabaya: PutraMedia
Nusantara, 2010) hal. 1. 12 Mas’ud Muhammad Ridwan, Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan Ekonomi
Umat, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hal. 34.
16
b. Hanafiah memberikan definisi bahwa zakat adalah pemberian hak
kepemilikan atas sebagian harta tertentu kepada orang tertentu
yang telah ditentukan oleh syari’at, semata-mata karena Allah
SWT.
c. Menurut Syafi’iah, zakat yaitu nama untuk barang yang
dikeluarkan untuk harta atau badan kepada pihak tertentu.
d. Menurut Hanabilah, zakat yaitu hak yang wajib pada harta tertentu
kepada kelompok tertentu yang dikeluarkan pada waktu tertentu.13
Definisi di atas memberikan pemahaman bahwa zakat merupakan
bagian harta yang kita miliki, dimana sebagian dari harta tersebut terdapat
hak untuk yang berhak menerimanya dengan sebuah ketentuan ataupun
persyaratan yang sudah ada. Dalam harta yang dimiliki selain terdapat hak
penerimannya juga terdapat keberkahan, pertumbuhan atau perkembangan
sekaligus sebuah kesucian yang sudah membungkus harta tersebut, semua
hal yang menyelimuti harta tersbut akan memberikan sebuah dampak bagi
penerimanya setelah persyaratan bagi penerima hak tersebut terpenuhi.
Adapun dasar hukum tentang zakat diantaranya adalah QS. At-
Taubah [9] ayat 60,
ا ه ي ل لين ع ام ع ال ين و اك س م ال اء و ر ق ف ل ات ل ق د ا الص م ن إ
يل للا ب في س ين و م ار غ ال اب و ق في الر م و ه وب ل ة ق ف ل ؤ م ال و
ن اب يم و ك يم ح ل ع وللا ن للا يضة م ر يل ف ب الس
13 Mustafa Al-Zuhayly, “Fiqih Islam Wa Adillatuhu”, (Juz III; Bairut: Daar al-Fikr, 2007),
hal. 1788-1789.
17
Artinya “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-
orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf
yang dibujuk hatinya untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”14
Zakat menurut hukum atau syara’ di definisikan sebagai penunaian
hak yang diwajibkan atas harta tertentu, yang diperuntukkan bagi orang
tertentu yang kewajibannya didasari oleh haul atau batas waktu dan
nishab atau batas minimum.15 Hak wajib yang harus dilaksanakan oleh
seorang muslim yaitu mengeluarkan hak dari harta tertentu pada waktu
tertentu. Hak yang diwajibkan pada sebagian harta tertentu untuk diberikan
sebagai hak milik sekelompok tertentu, ditunaikan pada waktu yang telah
ditentukan dengan melepas semua manfaatnya dengan niat karena Allah
Ta’ala.16
2. Rukun dan Syarat Zakat
Rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari nisab (harta) yang
dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadiakannya sebagai
milik orang fakir dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut
14 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT
Syamil Cipta Media, 2007), hal. 9. 15 Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman Kuwait, Al-Mausu’ah fiqhiyyah atau
Ensiklopedia Fiqh Islam, Vol. 23, (Al-Kuwait: Penerbit Kementerian, 1983), hal. 226. 16 Khalid Abdur Razzaq Al-Aa’ani, Masharifu Az-zakah Wa Tamlikuha fi Dhaui Al-Kitab
wa As-Sunnah, (Oman: Dar Usamah li al-Nashr wa Tauzi’, 1999), hal. 31-32
18
diserahkan kepada wakilnya yakni imam atau orang yang bertugas untuk
memungut zakat.17
Menurut para ahli Hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar kewajiban zakat dapat terbebankan pada harta yang dipunyai
oleh seorang muslim. Syarat pertama, kepemilikan yang pasti. Artinya
sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan
pemanfaatan maupun kekuasan menikmati hasilnya. Kedua, harta tersebut
berkembang, baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun
bertambah karena ikhtiar atau usaha manusia. Ketiga, harta yang dimiliki
oleh orang tersebut melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri
sendiri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.
Keempat, harta yang dimiliki oleh orang tersebut bersih dari
hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada
sesama manusia. Kelima, harta tersebut sudah mencapai jumlah minimal
yang wajib dikeluarkan zakatnya. Keenam, sudah mencapai haul. Artinya
harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakatnya, biasanya dua belas
bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen.18
Melihat hukum zakat merupakan suatu keharusan (wajib), hal
tersebut menjadikan zakat dalam syariat Islam memiliki ketentuan
tertentu,. Jika dalam implementasinya zakat tidak dilaksanakan
17 Mustafa Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1995), hal. 97-98. 18 Mohammad Daud A, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, (Jakarta: UI press, 1988),
hal. 41.
19
sebagimana ketentuanya maka nilai zakat akan menjadi gugur, dengan
demikian amalan tersebut berubah menjadi sedekah atau infak.
1. Macam dan Jenis Zakat
Zakat terbagi menjadi dua yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat
fitrah adalah zakat saat menjelang hari raya Idhul Fitri. Zakat mal adalah
zakat atas harta kekayaan yang meliputi hasil perniagaan atau
perdagangan, pertambangan, pertanian, hasil laut, hasil ternak, hasil
temuan, emas dan perak, hasil kerja atau zakat profesi, zakat hadiah, zakat
perusahaan, dan zakat obligasi atau saham. Tiap-tiap jenis zakatpun
memiliki perhitungan yang berbeda-beda.19
Zakat Fitrah adalah zakat yang di keluarkan saat menjelang hari
raya Idul Fitri atau paling lambat penyerahan zakat tersebut sebelum
dilaksanakannya sholat Idul Fitri. Hukum dari zakat Fitri itu sendiri adalah
wajib. Syekh Sayyid Sabiq menyampaikan:
“Zakat Fitri adalah zakat yang diwajibkan karena berbuka dari
Ramadhan (maksudnya, berakhirnya Ramadhan). Wajib bagi setiap
pribadi umat Islam, anak-anak atau dewasa, laki-laki atau
perempuan, merdeka atau budak.”20
Zakat mal merupakan zakat harta benda atau kekayaan yang
dimiliki oleh setiap orang akan tetapi dengan ketentuan dan syarat tertentu.
Zakat mal terbagi menjadi beberapa kategori yaitu:
19 Tim Emir, Panduan Zakat Terlengkap, (Jakarta: Emir, 2016), hal. 34. 20 Ibid. Tim Emir, hal. 34.
20
a. Zakat Emas, Perak, dan Uang
Emas, perak dan uang adalah termasuk harta kekayaan utama umat
manusia. Dengan jenis benda tersebut, harta benda lainnya ikut
ternilai. Oleh sebab itu, emas dan perak terkena zakat sesuai dengan
ketentuan nishab dan haulnya. Nishab emas yakni sebesar 20 dinar
(lebih kurang 96 gram emas murni), perak yakni sebesar 200 dirham
(lebih kurang 672 gram), uang (giral atau chartal) yakni senilai
dengan harga 96 gram emas.21
b. Zakat Surat Berharga (Saham atau Investasi atau Obligasi)
Zakat juga diwajibkan atas surat berharga mencapai nishab dan
haulnya, seperti saham, obligasi, investasi dan sejenisnya. Zakat
investasi adalah zakat terhadap harta benda yang diperoleh dari hasil
investasi, misalnya bangunan atau kendaraan yang disewakan, sebesar
5% untuk penghasilan kotor dan sebesar 10% untuk penghasilan
bersih.22
c. Zakat Profesi atau Zakat Penghasilan
Zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi seseorang, besarannya 2,5%.
Dengan haul selama satu tahun, akan tetapi juga diperbolehkan
apabila zakat tersebut di keluarkan setiap bulannya untuk
meringankan beban pengeluaran.
21 Mohammad Daud A, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, (Jakarta: UI press, 1988),
hal. 45. 22 Tim Emir, Panduan Zakat Terlengkap, (Jakarta: Emir, 2016), hal. 35.
21
d. Zakat Tabungan
Zakat tabungan adalah uang yang telah disimpan selama satu tahun
dan mencapai nishab setara 85 gram emas. Zakat yang wajib
dikeluarkan atas tabungan sebesar 2,5%.
e. Zakat Perdagangan
Zakat dalam kategori ini bergantung pada suatu benda yang di niatkan
untuk diperdagankan, sehingga nishab dan haulnya akan berlaku
sebagaimana mestinya sesuai dengan barang yang diperdagangkan.
Setiap tutup buku, setelah perdagangan berjalan setahun lamanya,
uang yang ada dan barang yang ada dihitung harganya secara
keseluruhan. Setelah terhitung secara keselurahan maka di wajibkan
untuk mengeluarkan zakat sebesar 2,5%, nishab sama dengan nilai
harga emas sebasar 96 gram.23
f. Zakat Hasil Bumi
Zakat hasil bumi dapat disebut juga sebagai hasil pertanian yang mana
hal tersebut mengalami penyesuaian sesuai dengan lokasi
geografisnya. Zakatnya tidak harus menunggu satu tahun dimiliki,
akan tetapi harus dilakukan setiap kali panen atau menuai. Kadar
zakatnya sebesar lima persen untuk hasil bumi yang diairi atas usaha
penanaman sendiri dan sepuluh persen apabila pengairannya tadah
hujan tanpa usaha yang menanam.24
23 Mohammad Daud A, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, (Jakarta: UI press, 1988),
hal. 45 24 Ibid, Mohammad Daud A, hal. 46.
22
g. Zakat Hewan Ternak
Zakat hewan ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah hewan
ternak yang telah di pelihara selama setahun, tidak di pekerjakan, dan
mencapai nishabnya. Hewan ternak yang wajib dizakati di Indonesia
adalah:
1) Kambing, 40 sampai 120 ekor, diwajibkan zakat 1 ekor kambing,
121 sampai 200, diwajibkan zakat 2 ekor kambing, 200 sampai
300 diwajibkan zakat 3 ekor kambing, untuk selanjutnya setiap
penambahan 100 ekor kambing akan bertambah juga zakatnya 1
ekor kambing.
2) Sapi, 30 sampai 39 ekor, diwajibkan zakat 1 ekor sapi dengan
umur lebih dari satu tahun, 40 sampai 59 ekor, diwajibkan zakat 1
ekor sapi dengan umur lebih dari dua tahun, 60 sampai 69 ekor,
diwajibkan zakat 2 ekor sapi dengan umur setahun lebih, 70
sampai 79, diwajibkan zakat 2 ekor sapi (satu ekor berumur
setahun dan satu ekor berumur lebih dari dua tahun). Selanjutnya
setiap tambahan 30 ekor zakatnya 1 ekor sapi berumur lebih dari
setahun begitupun seterusnya, patokannya adalah 30 dan 40 ekor.
3) Kerbau, kadar zakat yang dikeluarkan untuk kerbau adalah sama
dengan kadar zakat yang melekat pada sapi.25
25 Ibid, Mohammad Daud A, hal. 46.
23
h. Zakat Rikaz dan Barang Tambang
Kewajiban untuk mengeluarkan zakat barang yang ditemukan adalah
setiap kali orang tersebut menemukan barang yang tidak
berkepemilikan. Kadar zakat yang dilekatkan barang temuan tersebut
sebesar dua setengah persen, dengan ketentuan apabila nishabnya
sudah mencapai atau sama dengan nishab emas (96 gram) dan perak
(672 gram), hal serupa juga terjadi apabila menuai hasil tambang,
hasil tambang akan dikenai zakat ketika sudah proses pengelolaan
dengan ketentuan mencapai nishab emas (96 gram) dan perak (672
gram).26
i. Zakat Harta
Hadiah yakni sebuah harta yang dimiliki dan diperoleh dari rezeki
yang tidak terduga melalui prantara manusia, barang tersebut tidak
mengandung unsur yang haram. Zakat hadiah atau harta pemberian
tersebut diqiyaskan dengan harta temuan, sehingga akan diwajibkan
mengeluarkan zakat sebesar 2,5% apabila sudah mencapai nishab
emas (96 gram) dan perak (672 gram).27
j. Zakat Perusahaan
Zakat perusahaan adalah kewajiban zakat sebesar 2,5% yang
dikeluarkan oleh sebuah perusahaan berdasarkan ketentuan
perhitungan tersendiri. Para ulama menganalogikan zakat perusahaan
26 Ibid, Mohammad Daud A, hal. 46. 27 Tim Emir, Panduan Zakat Terlengkap, (Jakarta: Emir, 2016), hal. 37.
24
pada zakat perdangangan karena dipandang dari aspek legal dan
ekonomi.28
2. Konsep Lembaga Zakat
Al-amil menurut Imam Qurtubi, merupakan orang-orang yang
mendapatkan tugas (oleh imam atau pemerintah) mengambil,
menuliskan, menghitung, sekaligus mencatat zakat yang sudah
diambilnya dari para muzakki yang selanjutnya diberikan kepada yang
berhak menerimanya. Peran tersebut dijalankan oleh Badan Amil Zakat
atau Lembaga Amil Zakat.29 Amil zakat menurut terminologi fikih yang
sebagaimana telah di utarakan oleh Ad-Dimasyqi, merupakan orang-
orang yang diangkat oleh imam (pemerintah) untuk mengatur urusan
zakat, yang mana melingkupi pengmpulan, pencatatan , pendistribusian,
dan sebagainya.30 Orang yang merupakan amil zakat adalah orang yang
bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak zakat dan juru
tulis yang berkerja di kantor amil zakat.31 Berdasarkan pengertian
lembaga dan pengertian amil zakat sebelumnya, maka yang dimaksudkan
dengan lembaga amil zakat adalah sebuah lembaga yang dibentuk secara
swadaya oleh masyarakat yang mempunyai tugas untuk membantu
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
28 Ibid. Mohammad Daud A, hal. 37. 29 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press,
2002), hal. 125. 30 Taqiyyuddin Ad Dimasyqi, Kifayah Al Akhyar Juzz Al Ula, Beirut: Darul Kutub
Al’Ilmiah, Cet-2, Al-Asqolani, Ibnu Hajar, Terjemah Bulughul Maram, (Bandung: CV.
Diponegoro, 2005), hal. 196. 31 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, (Bandung: PT. Al-Ma’Arif. Profi PKPU, 1968), hal. 22.
25
3. Zakat Produktif
a. Pengertian Zakat Produktif
Kata produktif secara bahasa berasal dari bahasa Inggris
“productive” yang memiliki arti banyak menghasilkan; memberikan
banyak hasil; banyak menghasilkan barang-barang berharga; yang
mempunyai hasil positif. Adapun zakat produktif memiliki pengertian
sebagai suatu pendistribusian zakat yang menjadikan penerimanya
menghasilkan sesuatu secara terus menerus dengan harta yang
diterimanya dengan cara dikembangkan dalam bentuk usaha
produktif.32
Zakat produktif merupakan zakat yang diberikan kepada
mustahik sebagai modal untuk menjalankan kegiatan ekonomi dengan
tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan produktivitas
mustahik. Hal demikian disampaikan oleh Abdurrahman Qodir.33
zakat hendaknya tidak selalu dalam bentuk konsumtif saja, malainkan
zakat dijadikan sumber dana umat.
Pemberian zakat untuk konsumtif hanyalah sebagai hal-hal yang
bersifat darurat. Artinya, ketika ada mustahik yang tidak mungkin
untuk dibimbing guna mempunyai usaha mandiri atau memang untuk
kepentingan mendesak, maka penggunaan konsumtif dapat
32 Asnaini, Zakat Produktif dalam Prespektif Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), hal. 64. 33 Garry Nugraha, “Pengaruh Dana Zakat Produktif Terhadap Keuntungan Usaha
Mustahiq Penerima Zakat”, (Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang, 2011), hal. 89.
26
dilakukan.34 Pemberian zakat secara konsumtif tersebut diberikan
kepada mustahik setalah melalui beberapa tahap pertimbangan
termasuk juga melalui tahap survei untuk melakukan peninjauan
kesusaian data yang dimiliki.
Pemerintah Islam diperbolehkan membangun pabrik atau
perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan
keuntungannya digunakan bagi kepentingan fakir miskin, sehingga
kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Hal tersebut diutarakan oleh Yusuf
Al-Qardhawi.35 Pemerintah diperbolehkan untuk menggunakan
sebagian dana zakat yang terkumpul untuk dikelola dengan
manajemen yang profesional agar dapat menjadi manfaat yang lebih
untuk mustahik.
Zakat produktif mengandung banyak cakupan kategori harta
didalamnya, harta yang bergerak ataupun harta yang tidak bergerak,
sehingga akan dikenakan wajib zakat apabila mengandung unsur yang
pertama Al-maliyat atau al-iqtisadiyat (unsur ekonomis) yakni harta
tersebut memiliki nilai yang dapat berkembang dan memberikan
tambahan pemasukan bagi pemilik, yang kedua yakni Al-nama’ atau
al-istinma’ (unsur produktif atau dapat diproduktifkan) kepemilikan
harta yang dimana harta tersebut dapat dikembangkan dan terus
berkembang.
34 A. Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat Meneropong Prospek
Berkembangnya Ekonomi Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 148-149. 35 Ismail Nawawi, Zakat Dalam Prespektif Fiqh, Sosial & Ekonomi, (Surabaya: Putra
Media Nusantara, 2010), hal. 76.
27
Ketiga, Al-milk al-tam (milik sempurna) artinya harta tersebut
secara keseluruhan tidak memilliki unsur kepemilikan dari orang lain.
Keempat, Al-kharij ‘an al-hajah al-asliyyah (diluar kebutuhan primer)
harta yang dimiliki tidak sampai mengganggu kebutuhan pokok sehari
–hari. Kelima, Tamam al-nisab (sempurna satu nisab) nilai dari harta
tersebut sudah setara atau mencapai dengan berat emas 85 gram.
Keenam, Al-salamah min al-dain (selamat dari hutang) harta yang
terkumpulkan terbebas dari unsur hutang atau tidak memiliki
tanggungan hutang sama sekali dalam unsur harta tersebut. Dan yang
terakhir yakni yang keenam, Haulan al-haul au tamam al-hasad
(mencapai satu tahun atau panen kering) nilai dari harta yang dimiliki
sudah mencapai haul satu tahun dalam kepemilikannya, sehingga
dalam waktu tersebut sudah diwajibkan dikeluarkan zakatnya.36
Terdapat tiga hal yang berkenaan dengan zakat dalam
pembangunan ekonomi, yaitu: pertama, zakat akan memakan harta
yang didiamkan atau ditimbun. Kedua, zakat merupakan sesuatu yang
sangat berharga bagi orang yang kurang beruntung serta dapat
mendorong tercapainya standart hidup masyarakat miskin dengan
memperbaiki tingkat produktivitasnya. Ketiga, institusi zakat dapat
menambah agregrat permintaan dalam skala makro ekonomi sehingga
36 Fakhrur, “Zakat Produktif di Kota Malang Studi Tentang Respon MustahiqTerhadap
Zakat Kredit Prespektif Behaviorisme”, (Disertasi—IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012), hal. 92.
28
dapat mengarahkan kepada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang
lebih tinggi.37
Harta akan lebih bermanfaat apabila harta tersebut tidak
ditimbun sehingga ada pengelolaan, pengembangan dan deviden.
Dengan demikian akan terasa hasilnya di rasakan oleh mustahik
karena mereka mendapatkan sebagian dari harta yang di keluarkan
zakatnya. Semua hal tersebut juga terjadi karena campur tangan
pemerintah yang memiliki power sebagai sebuah alat untuk
mengupayakan mensejahterakan masyarakat.
b. Pendayagunaan Zakat
Pendayagunaan zakat merupakan segala sesuatu yang berkaitan
dengan upaya pemerintah dalam memanfaatkan atau mengelola hasil
pengumpulan zakat untuk didistribusikan kepada mustahik dengan
berpedoman pada syariah, tepat guna, serta pemanfaatan yang efektif
melalui pola pendistribusian yang bersifat produktif dan memiliki
manfaat sesuai dengan tujuan ekonomis dari zakat itu sendiri.38
Pendayagunaan berasal dari kata guna yang mempunyai arti
manfaat, adapun pengertian lain menurut kamus besar Bahasa
Indonesia yakni sebuah pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil
dan manfaat, pengusahaan tenaga dan sebagainya agar mampu
menjalankan tugas dengan baik. Dari definisi yang terjabarkan di atas,
37 M Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf, (Yogyakarta: Pusat Studi
Ekonomi Islam STIS, 2003), hal. 247. 38 Sjechul Hadi Permono, Pendayagunan Zakat Dalam Rangka Pembangunan Nasional,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992), hal. 41.
29
pendayagunaan zakat dapat diartikan sebagai suatu usaha dalam
mengelola dana hasil pengumpulan zakat agar memiliki manfaat atau
daya guna sesuai dengan tujuan zakat.
Pendayagunaan zakat telah diatur dalam Undang-undang No. 23
tahun 2011. Pertama, zakat dapat didayagunakan untuk usaha
produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan
kualitas umat. Kedua, pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan
dasar mustahik telah terpenuhi.
Pendayagunaan dana zakat mempunyai prosedur dalam aktivitas
produktifnya. Melakukan studi kelayakan menjadi tahap awal bahwa
objek yang akan menerima dana zakat lolos secara administrative atau
prosedur yang telah ditetapkan. Ketika dinyatakan layak sebagai
mustahiq penerima dana zakat maka akan ditetapkannya jenis usaha
produktif untuk dikelola mustahiq. Melakukan bimbingan dan
penyuluhan menjadi salah satu bagian terpenting dalam proses
memuzakkikan musthahiq. Bimbingan dan peyuluhan dilakukan maka
pemantauan, pengendalian dan pengawasan menjadi bagian
selanjutnya sebelum dilakukannya evaluasi dalam program yang
dilakukan dan membuat laporan hasil program yang telah dijalankan.
Pengelolaan zakat produktif diperlukan adanya suatu
mekanisme atau sistem pengelolaan yang professional, sehingga
dalam pelaksanaannya kegiatan yang berindikasi penyelewengan dana
30
ataupun kendala-kendala lain dapat termonitor dan diselesaikan
dengan segera. Terdapat banyak model atau bentuk sistem
pengelolaan zakat produktif antara lain:
1) Surplus Zakat Budget
Merupakan pengumpulan dana zakat yang pendistribusiannya
hanya di bagikan sebagian dan sebagian lainnya digunakan
dalam pembiayaan usaha-usaha produktif dalam bentuk zakat
certificate. Dimana dalam pelaksanaannya, zakat diserahkan
oleh muzaki kepada amil yang kemudian dikelola menjadi dua
bentuk yaitu bentuk sertifikat dan uang tunai, selanjutnya
sertifikat diberikan kepada mustahik dengan persetujuan
mustahik. Uang tunai yang terkandung dalam sertifikat
tersebut selanjutnya digunakan dalam operasional.
perusahaan, yang selanjutnya perusahaan yang didanai
diharapkan dapat berkembang pesat dan menyerap tenaga
kerja dari golongan mustahik sendiri, selain itu perusahaan
juga diharapkan dapat memberikan bagi hasil kepada
mustahik pemegang sertifikat. Apabila jumlah bagi hasil telah
mencapai nishab dan haul nya maka mustahik tersebut dapat
berperan menjadi muzakki yang membayar zakat atau
memberikan shadaqah.
31
2) In Kind
Merupakan sistem pengelolaan zakat dimana alokasi dana
zakat yang akan didistribusikan kepada mustahik tidak
dibagikan dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk alat-
alat produksi seperti mesin ataupun hewan ternak yang
dibutuhkan oleh kaum ekonomi lemah yang memiliki
keinginan untuk berusaha atau berproduksi, baik untuk
mereka yang baru akan memulai usaha maupun yang ingin
mengembangkan usaha yang sudah dijalaninya.
3) Revolving Fund
Merupakan sistem pengelolaan zakat dimana amil
memberikan pinjaman dana zakat kepada mustahik dalam
bentuk pembiayaan qardhul hassan. Tugas mustahik adalah
menggunakan dana pinjaman tersebut untuk usaha agar dapat
mengembalikan sebagian atau seluruh dana yang dipinjam
tersebut dalam kurun waktu tertentu. Setelah dana tersebut
dikembalikan kepada amil kemudian amil menggulirkan dana
tersebut pada mustahik lainnya.39
4. Kriteria dan yang Wajib Berzakat (Muzakki)
Persoalan yang terkait dengan kewajiban zakat adalah kepada
siapa diwajibkan berzakat itu. Konteks yang demikianlah yang menjadi
salah satu pokok dimana nantinya kejelasan terkait dengan muzaki
39 Ridwan Mas’ud, Muhammad, Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan Ekonomi
Umat, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hal. 122-124.
32
terspesifikasikan dengan tepat. Muzaki merupakan orang yang wajib
berzakat, dalam konteks ini orang yang dimaksudkan dapat berbentuk
lembaga atau pemerintah yang dimiliki oleh agama Islam.40
Zakat hanya diwajibkan kepada seorang muslim, merdeka, baligh
dan berakal, yang memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dengan
syarat tertentu.41 Hal demikian masih didapati sebuah pro dan kontra
sebab terdapat kategori untuk anak-anak dan orang gila yang memiliki
harta dan sudah mencapai haul serta nishabnya, maka menurut tiga Imam
kecuali Hanafiyyah, wajib dikeluarkan zakatnya, akan tetapi kewajiban
mengeluarkan zakat tersebut dibebankan kepada walinya. Menurut
Hanafiyyah tidak wajib zakat. Sedangkan harta orang kafir tidak wajib
zakat.42
Ketentuan pertama, bahwa ulama telah sepakat, kewajiban
mengeluarkan zakat tidak diwajibkan bagi non muslim. Dasar dari
argument demikian adalah hadist shahih yang menjelaskan mengenai
perintah nabi kepada Mu’az bin Jabal ketika beliau mengutusnya ke
Yaman:
“… Yang pertama yang harus kamu lakukan adalah mengajak
mereka agar meyakini bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah RasulNya. Apabila mereka menyambut
seruanmu, maka ajarkanlah bahwa Allah mewajibkan mereka
salat lima kali dalam sehari. Dan bila mereka mengerjakannya,
maka barulah kamu beritahukan kepada mereka bahwa Allah
40 Isnawati Rais, Majelis Ulama Indonesia Pusat, Muzakki dan Kriterianya dalam Tinjauan
Fikih Zakat, Jurnal Al-Iqtishad, Vol. I, No. 1, (Januari 2009), hal. 99. 41 Ibid, Isnawati Rais, hal. 99. 42 Abdurrahman al-Jazayri, Kitaabul fiqhi ‘Alal Mazaahibil Arba’ah, Juz. I, (Beirut: Daar
al-Rasyaad al-Hadiitsah, t. t.), hal. 590-591.
33
mewajibkan mereka berzakat, yang dipungut dari orang kaya
mereka dan diberikan kepada orang yang miskin.”43
Dengan hal tersebut maka jelaslah bahwa kewajiban zakat ini
berkenaan dengan keislaman seseorang, dan ia merupakan salah satu dari
lima landasan tempat berdirinya bangunan keislaman itu, yaitu syahadat,
salat, zakat, puasa dan menunaikan ibadah haji . Karena dengan demikian
tidak diwajibkan bagi orang yang tidak menganut agama Islam. Sehingga
adanya hadist yang menyampaikan demikian dan melalui proses ijtihad,
akhirnya para ulama sepakat bahwa yang memiliki kewajiban untuk
membayar zakat adalah orang muslim dan merdeka. Sebab, apabila
seorang muslim tersebut adalah budak, maka seorang muslim tersebut
masih milik tuannya meskipun seorang budak tersebut memiliki harta
akan tetapi kepemilikan harta tersebut di sempurna.
Para ulama sebagian memiliki pendapat yang berbeda mengenai
kewjiban zakat yang harus dikeluarkan ketika harta tersebut dimiliki oleh
seseorang yang belum baligh dan orang gila, ada yang berpendapat tidak
wajib, dan ada yang sebaliknya. Beberapa ulama seperti Abu Ja’far al-
Baqir, Hasan, Mujahid dan lain-lain berpendapat bahwa harta yang
dimiliki oleh anak-anak dan orang gila tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
Mereka beralasan bahwa zakat merupakan ibadah mahdhah seperti salat,
dan ibadah ini memerlukan niat, yang tidak dimiliki oleh seseorang yang
belum baligh atau orang gila, dan apabila mereka dapat melakukannya,
maka hal yang telah dilakukan tidaklah sah atau tidak dianggap. Karena
43 Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah Jilid 1. (Kairo:Dar Al-fath.2009), hal. 235
34
itu, ibadah tidak wajib atas mereka, dan mereka tidak terikat
dengannya.44
Kedua, ulasan di atas, menurut para ulaama ditunjang dengan
hadist “rufi’al qalam ‘an tsalaatsattin: ‘anish shabiyyi hatta yablugha,
‘anin naa’imi hatta yastayqazha, wa ‘anil majnuuni hattayfiiqa”.
Terangkatnya pena berarti bebas dari tuntutan hukum, karena hukumnya
hanya dibebankan kepada orang yang memahami maksud hukum,
sedangkan tiga golongan yang disebutkan dalam hadist tidak memahami
maksud tersebut.45
Ketiga, dalil lain menurut para ulama yakni firman Allah dalam
QS. At-Taubah (9) ayat 103. Di sini dijelaskan bahwa tujuan dari
perintah pemungutan zakat itu adalah untuk membersihkan dan
mensucikan dari dosa, sedangkan anak-anak (seseorang yang belum
baligh) dan orang gila tidak berdosa. Karena itu, tentu mereka tiak
termasuk dalam tuntutan ayat ini.
Keempat, selain hal tersebut, dalam setiap penetapan hukumnya,
Islam sangat memperhatikan terkait dengan kemashlahatan, menurut
para ulama, tidak akan tercapai suatu tujuan yang diinginkan dengan
hanya mewajibkan zakat kepada harta mereka ini, karena apabila terdapat
ketidak-mampuan dalam mengelola harta, maka penarikan zakat dari
tahun ketahun dikhawatirkan akan menghabiskan harta mereka dan
menyebabkan mereka miskin.
44 Isnawati Rais, Majelis Ulama Indonesia Pusat, Muzakki dan Kriterianya dalam Tinjauan
Fikih Zakat, Jurnal Al-Iqtishad, Vol. I, No. 1, (Januari 2009), hal. 100. 45 Ibid, Isnawati Rais, hal.100.
35
Jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan orang yang
sesudah mereka, berpendapat bahwa harta anak-anak (seseorang yang
belum baligh) dan orang gila wajib dikeluarkan zakatnya. Alasan para
jumhur ulama antara lain:
a. Nash, ayat dan hadist yang mewajibkan zakat tersebut memiliki
sifat yang umum, yang mencakup pada semua harta orang kaya,
tanpa mengecualikan, baik anak-anak (seseorang yang belum
baligh dan orang gila.
b. Selain itu para uluma beralasan dengan tindakan para sahabat,
seperti Umar, Ali, Abdullah bin Umar, Aisyah dan Jabir bin
Abdullah yang mewajibkan zakat atas kekayaan anak-anak.
c. Kemudian mereka juga melihat dari sisi makna dari diwajibkannya
zakat, menurut para ulama adalah untuk membantu orang yang
membutuhkan, di samping untuk mensyukuri nikmat Allah, karena
itu anak-anak dan orang gila, bila memang kaya tidak terlepas dari
kewajiban zakat ini.46
Setelah memperhatikan semua sebab dari munculnya pendapat
para ulama dari kedua belah pihak, maka Yusuf Qardhawi berpendapat
bahwa yang mewajibkan zakat harta anak dan orang gila lebih kuat
dalilnya. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa kekayaan anak-anak
(seseorang belum baligh dan orang gila wajib zakat, karena zakat
merupakan kewajiban yang terkait dengan kekayaan bukan dengan
46 Ibid, Isnawati Rais, hal. 101.
36
orang, yang tidak gugur karena pemiliknya masih anak-anak (seseorang
belum baligh )atau orang gila.47
Dengan penjelasan yang terurai di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa untuk penentuan muzaki itu tidaklah terlalu sulit, karena
kriterianya sangat sederhana sekali. Telah diuraikan bahwa muzaki
merupakan seorang muslim atau lembaga yang dimiliki oleh orang Islam
yang memiliki harta yang diwajibkan zakat, baik sudah dewasa atau
tidak, berakal atau tidak.
5. Golongan yang Berhak Menerima Zakat (Mustahik)
Kriteria yang berhak menerima santunan atau penyaluran dana
zakat menurut Yusuf Al Qardawi terbagi menjadi sembilan golongan
antara lain:
a. Fakir : seseorang dikatakan fakir ialah mereka yang secara fisik
tidak mampu mencari pekerjaan sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan pokoknya.
b. Miskin: Seseorang dikatakan miskin ialah jika seseorang mampu
bekerja akan tetapi dengan pekerjaan tersebut ia belum mampu
memenuhi kebutuhan pokoknya.
c. Amil zakat atau pengurus zakat: amil zakat ialah mereka yang
mengurusi segala kegiatan mengenai urusan zakat sehingga Allah
47 Ibid, Isnawati Rais, hal 101.
37
menyedikan upah bagi mereka dari harta zakat sebagi balasan atau
imbalan.
d. Muallaf: yang dimaksud muallaf ialah seseorang yang diharapkan
kecendrungan hatinya atau keyakinanya dapat bertambah terhadap
Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum muslimin,
atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela
dan menolong kaum muslimin dari musuh.
e. Memerdekakan budak belian: yakni yang dimaksud mencakup
untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
f. Gharimin: gharimin terbagi menjadi 2 yaitu pertama orang yang
berhutang untuk kemaslahatan sendiri seperti untuk nafkah
keluarga, sakit dsb. Termasuk orang yang sedang tertimpa
musibah sehingga hartanya habis. Kedua ialah orang yang
berhutang untuk kemaslahatan orang lain misalnya seseorang yang
berusaha mendamaikan dua orang yang sedang berselisih atau
seseorang yang berhutang demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
g. Fisabilillah: seseorang dikatakan fisabilillah jika ia berjihad untuk
menegakan dan membela kalimat Allah di muka bumi. Dalam
artian jika seseorang mendirikan sekolaj berdasarkan factor
tertentu adalah perbuatan yang baik atau shaleh maka sangat
dianjurkan oeh Islam untuk memberikan zakat pada orang
tersebut.
38
h. Ibnu sabil: menurut jumhur ulama adalah kiasan untuk musafir,
yaitu orang yang dalam perjalanan yang melintas dari satu daerah
ke daerah lain, selagi bukan untuk mendatangi kemaksiatan.48
Pengertian fakir dan miskin mengalami perkembangan seiring
dengan berkembangnya kehidupan dan keadaan di masyarakat, sehingga
fakir dan miskin berkembang ke dalam cakupan yang lebih luas yaitu,
biaya penyantunan orang-orang miskin di lembaga-lembaga sosisal,
panti-panti asuhan, dan bantuan modal bagi fakir-miskin agar mereka
dapat berusaha secara produktif.49
Penjabaran terkait dengan amil mengalami perkembangan
sehingga tidak hanya berurusan mengenai pengelolaan dana zakat semata
akan tetapi juga berkaitan dengan masuknya biaya-biaya administrasi dan
personal badan atau organisasi amil tersebut, serta aktivitas yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran berzakat.50 Perkembangan
terkait penerima dana zakat pada muallaf tidak hanya sampai
penyantunan dan pembinaan terhadap muallaf saja akan tetapi dana
tersebut juga dipergunakan untuk membantu lembaga-lembaga dakwah.51
Pemahaman riqab mengalami perkembangan, yang mana
pemahaman tersebut tidak hanya berputar pada pembebasan budak saja,
namun bertambah pada pengembangan dana zakat untuk membebaskan
petani, pedagang, dan nelayan kecil yang terikat dengan rentenir atau
48 Yusuf Al-Qardhawi, Hukum Zakat,terj. Harun, Didin & Hasanuddin. (Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa, 2011). Hal. 510-663 49 Mohammad Daud A, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, (Jakarta: UI press, 1988),
hal. 68. 50 Ibid, Mohammad Daud A, hal. 68. 51 Ibid. Mohammad Daud A, hal. 68.
39
lintah darat atau pengijon. Gharim, dirumuskan dengan orang-orang atau
lembaga Islam yang jatuh pailit atau memiliki tanggungan akibat
kegiatan yang sah dimata hukum.52
Pemahaman akan definisi sabilillah terus mengalami
perkembangan, dimana dalam cakupan terkait dengan sabilillah
disertakan juga mengenai kebutuhan peribadatan, pendidikan, dakwah,
penelitian, penerbitan buku-buku, majalah-majalah ilmiah. Sedangkan
yang berkaitan dengan ibnusabil mengalami perkembangan pemahaman
bahwa dalam kategori tersebut penggunaan dana zakat juga meliputi
pembiayaan perjalanan seseorang yang kehabisan biaya dalam
perjalanan, beasiswa dan biaya-biaya kegiatan ilmiah.53
6. Organisasi Pengelola Zakat
a. Pengertian Organisasi Pengelola Zakat
Organisasi Pengelola Zakat merupakan sebuah institusi atau
lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan dana zakat, infaq, dan
shadaqah. Definisi menurut UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat pada Pasal 1, Ayat 1 yakni berupa kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengumpulan (funding), pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat.54
52 Ibid, Mohammad Daud A, hal. 68. 53 Ibid, Mohammad Daud A, hal. 68. 54 M. Ali Hasan, Zakat dan Infak, Salah Satu Solusi Mengatasi Problematika Sosial di
Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 118-119.
40
Berkaitan dengan konteks penjelasan di atas maka dapat diambil
pemahaman bahwa organisasi pengelola zakat juga berperan dalam
pengelolalan dana infaq dan shodaqoh, dalam pelaksanaannya
organisasi atau institusi tersebut melakukan perencanaan kegiatan,
pengorganisasian, pelaksanaan, sekaligus pengawasan dalam kegiatan
pengumpulan serta pendistribusian yang berkaitan pendayagunaan
dana zakat produktif.
b. Fungsi Organisasi Pengelola Zakat
Organisasi pengelola zakat apapun bentuk dan posisinya secara
umum mempunyai dua fungsi yakni:
1) Perantara keuangan.
Amil memiliki sebuah peran menghubungkan antara pihak muzaki
dan mustahik. Sebagai perantara amil dituntut menerapkan azas
trust (kepercayaan). Sebagaimana layaknya lembaga keuangan
yang lain, azaz kepercayaan menjadi syarat wajib yang harus
dibangun. Setiap amil dituntut mampu menunjukkan
keunggulannya masing- masing sampai terlihat jelas kedudukan
atau positioning organisasi, sehingga masyarakat dapat
memilihnya. Tanpa adanya positioning, maka kedudukan akan
sulit untuk berkembang dan dapat berinovasi.
2) Pemberdayaan
Fungsi ini, sesungguhnya upaya mewujudkan misi pembentukan
Amil, yakni bagaimana muzakki (orang yang wajib zakat) menjadi
lebih berkah rezekinya dan ketentraman kehidupannya menjadi
41
terjamin disatu sisi dan mustahik (orang berhak menerima zakat )
tidak selamanya bergantung dengan pemberian, bahkan dalam
jangka panjang diharapkan dapat berubah menjadi muzakki
baru.55
c. Urgensi Organisasi
Dalam surah At-taubah (9) ayat 60 dikemukakan bahwa salah
satu golongan yang berhak menerima zakat yakni orang yang bertugas
mengurus zakat (‘amilina ‘alaiha). Sedangkan dalam surah At-taubah
ayat 103 menjelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang
berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan
atau didistribusikan kepada yang berhak menerimanya (mustahik).
Yang mengambil dan menjemput tersebut adalah para petugas (amil).
Surah At-Taubah (9) ayat 60 ditafsirkan bahwa amil merupakan
orang yang diberi tugas oleh imam atau pemerintah untuk mengambil,
menuliskan, menghitung dan mencatatkan zakat yang diambilnya dari
muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya
(mustahik). Karena itu Rasulullah SAW pernah mempekerjakan
seseorang yang bernama ibnu Lutaibah dari suku Asad untuk
mengurus urusan zakat Bani Sulaim.56
55 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil(BMT), (Yogyakarta: UII
Press, cet. 2, 2005), hal. 207 – 208. 56 Jasafat, Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq Dan Sadaqah Pada Baitul Mal Aceh Besar,
Jurnal Al-Ijtimaiyyah, Prodi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Ar-Raniry, Jurnal Al-Ijtimaiyyah, VOL. 1, NO. 1, (Januari - Juni 2015), hal. 6.
42
Begitu pula dengan Muas bin Jabal yang ditugaskan di negeri
Yaman sebagai da’i juga sebagai pengurus Zakat. Demikian pula yang
dilakukan oleh para Khulafaur rasyidin sesudahnya. Pengelolaan zakat
oleh lembaga pengelola zakat memiliki beberapa keuntungan antara
lain: menjamin kepastian dan kedisiplinan dalam pembayaran zakat,
menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan
langsung untuk menerima zakat dari para muzakki, mencapai efisiensi
dan efektivitas serta ketepata sasaran dalam penggunaan harta zakat
menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat, memperlihatkan
syi’ar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang
Islami, memudahkan koordinasi dan konsolidasi data muzakki dan
mustahik, memudahkan pelaporan dan pertanggungjawaban ke publik,
dan yang terakhir bertujuan agar pengelolaannya dapat dikelola secara
professional.57
Sebaliknya jika dana zakat dari muzakki diserahkan langsung ke
mustahik, meskipun secara hukum syar’i adalah sah, akan tetapi akan
terabaikannya hal-hal tersebut di atas, juga hikmah dan fungsi zakat,
terutama yang berkaitan dengan pemerataan dan kesejahteraan ummat,
akan mengalami kesulitan dalam mewujudkannya.
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-
Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan
Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 Tentang
57 Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1988), hal. 85.
43
Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dan Keputusan
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No.
D. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Dalam Undang-Undang ini masih banyak kekurangan terutama tidak
adanya sangsi bagi muzakki yang melalaikan kewajibannya tidak
membayar zakat, tetapi Undang-Undang ini mendorong upaya untuk
pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat dan
dipercaya oleh masyarakat.58
Dalam Undang-Undang ini dikemukakan bahwa pengelolaan
zakat bertujuan, pertama meningkatkan pelayanan bagi masyarakat
dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama. Kedua,
meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan masyarakat dan keadilan sosial. Ketiga, meningkatkan
hasil guna dan daya guna zakat.
Dalam Bab III Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dikemukakan
bahwa organisasi pengelola zakat terdiri dari dua jenis, yaitu Badan
Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Selanjutnya
bahwa setiap pengelola zakat karena kelalaiannya tidak mencatat
dengan tidak benar tentang zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat, waris
dan kaffarah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 pasal 12 dan
pasal 11 Undang-Undang tersebut, diancam dengan hukuman
58 Ibid, Abdurrahman Qadir, hal. 6.
44
kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp.30.000.000.59
7. Unit Pengumpulan Zakat
Unit pengumpul zakat merupakan satuan organisasi yang dibentuk
oleh Badan Amil Zakat di semua tingkatan dengan tugas mengumpulkan
zakat untuk melayani muzaki, yang berada pada desa atau kelurahan,
instansi-instansi pemerintah dan swasta, baik dalam negeri maupun luar
negeri. Dengan adanya Undang-Undang Zakat, maka semua pengelola
zakat, infak, dan sedekah, haruslah benar-benar amanah, jujur, trampil,
profesional dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Oleh sebab
itu diharapkan para pengelola zakat dari setiap tingkatan baik kecamatan
sampai tingkat nasional mampu merubah kehidupan umat yang tadinya
mustahik bisa bertransisi menjadi muzaki.
Pengumpulan zakat hendaknya perlu diperhatikan beberapa hal.
Pertama pengumpulan zakat, infak, sedekah hendaknya dilakukan secara
terprogram, dan dalam pelaksanaan kegiatan dilakukan secara transparan,
jujur dan bertanggung jawab. Kedua, kerjasama antara semua petugas
pengumpul hendaknya dilaksanakn secara terpadu, menjauhkan rasa buruk
sangka sesama kawan dan bertanggung jawab. Dan yang ketiga,
59 Ibid, Abdurrahman Qadir, hal. 7.
45
Menciptakan rasa kebersamaan dan saling hormat menghormati antara
pengumpul dengan muzakki.60
Dengan menjadi UPZ (Unit Pengumpulan Zakat) BAZNAS, instansi
atau lembaga legal secara hukum, sehingga dapat melakukan kegiatan
pengumpulan zakat berdasarkan SK (Surat Keputusan) Ketua Umum
BAZNAS Pelayanan yang diberikan oleh UPZ (Unit Pengumpulan Zakat)
BAZNAS semakin optimal dengan adanya kewenangan memberikan
Bukti Setor Zakat (BSZ) yang dicetak oleh BAZNAS.
BSZ tersebut dapat dijadikan sebagai bukti bahwa zakat yang
dibayarkan dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena
pajak (zakat sebagai deductible items). Unit pengumpulan zakat
merupakan bagian dari jaringan zakat nasional, ada standarisasi kebijakan,
sistem, prosedur, materi sosialisasi. sehingga upaya menanggulangi
kemiskinan melalui pendayagunaan ZIS (zakat, infaq, shodaqoh) dapat
terukur dengan jelas.61
Prosedur dalam pengumpulan dana zakat di BAZNAS Gresik
dilakukan dengan cara muzakki mengeluarkan sebagian dari
pendapatannya sebesar 2,5% sebagai zakat pendapatan atau zakat profesi
yang dibayarkan kepada BAZNAS Gresik. Dana yang dihimpun oleh
BAZNAS Gresik tersebut kemudian dibagi dan di distribusikan kedalam
lima program untuk membantu rumah tangga mustahik, agar supaya
60 Qurratul Aini Wara Hastuti, Urgensi Manajemen Zakat Dan Wakaf Bagi Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat, Jurnal Zakat dan Wakaf, hal. 394-395. 61 Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) BAZNAS, diakses pada tanggal 27 April 2017 dari
http://pusat.baznas.go.id/upz/.
46
ekonomi mereka terbantukan. Mustahik yang menerima dana bantuan
zakat sebelumnya akan melalui survei terlebih dahulu dan mustahik yang
menerima dana bantuan zakat tersebut akan mendapatkan pembinaan.
Dana bantuan zakat tersebut diharapkan mampu menambah produktifitas
dari mustahik teresebut sehingga pendapatan rumah tangga mustahik
tersebut menjadi bertambah.
Pendapatan rumah tangga mustahik tersebut selanjutnya akan
diukur melalui indeks kemiskinan Islami yang akan menempatkan kondisi
mustahik tersebut kedalam empat kuadran yakni kemiskinan material,
kemiskinan spiritual, kemiskinan absolut, dan sejahtera.
47
Pembinaan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
C. Efektivitas Pendayagunaan Zakat Produktif
1. Efektivitas
Kata efektif memiliki arti dapat membuahkan hasil, mulai berlaku,
ada pengaruh atau akibat atau efeknya. Efektivitas juga dapat diartikan
Pendapatan Muzakki
BAZNAS Gresik
Gresik
Cerdas
Gresik
Peduli
Gresik
Taqwa
Gresik
Sehat
Gresik
Berdaya
Rumah Tangga Musthahik
Pendapatan RT Musthahik
Indeks Kemiskinan Islam
Kemiskinan Sejahtera
Spiritual Absolut Material
Muzakki
48
sebagai pengukuran sebuah keberhasilan dalam pencapaian tujuan-
tujuan.62 Efektif merupakan sebuah kemampuan mengerjakan sesuatu
dengan benar. Efektivitas banyak berkaitan dengan tujuan sebab semakin
dekat organisasi kepada tujuannya, semakin efektif organisasi tersebut.63
Menurut Harbani Pasolong pada dasarnya kata efektivitas berasal
dari kata “efek” dan digunakannya istilah tersebut sebagai hubungan sebab
akibat. Efektivitas juga dapat dipandang sebagai suatu sebab dari variable
lain. Efektivitas berarti bahwa tujuan yang telah direncanakan sebelumnya
sapat tercapai atau dengan kata sasaran tercapai karena adanya proses
kegiatan.64 Keefektifan organisasi adalah kondisi yang menunjukan sejauh
mana sebuah organisasi mewujudkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan
dan tujuan-tujuan yang dicapai.
Efektivitas sendiri kesesuaian antara output dengan tujuan yang
ditetapkan. Efektivitas, suatu keadaan yang terjadi karena adanya sebuah
keinginan bersama. Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan dengan
maksud tertentu dan memang dikehendaki, maka pekerjaan orang itu
dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud
sebagaimana yang dikehendaki sebelumnya, efektivitas harus dinilai atas
dasar tujuan yang bisa dilaksanakan, bukan atas dasar konsep tujuan yang
62 Sulkan Yasin dan Sunarto Hapsoyo, kamus Besar Bahasa Indonesia, Praktis, Populer
dan Kosa Kata Baru, (Surabaya: Mekar, 2008), hal. 132. 63 Badrudin, Dasar-dasar Manajemen, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 21. 64 Harbani Pasolong, Teori Administrasi Publik, (Bandung: Alfabeta, 2007), hal. 4.
49
maksimum.65 untuk mengukur efektivitas suatu program dapat dilakukan
dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut: 1) ketepatan
sasaran program, 2) sosialisasi program, 3) tujuan Program, 4) pemantauan
program.66
Ukuran efektivitas yang lain dapat pula dilihat dan diukur melalui
organisasi tersebut dengan beberapa indikator yakni: 1) produksi
merupakan kemampuan organisasi memproduksi jumlah atau mutu output
sesuai dengan permintaan lingkungan, 2) efesiensi merupakan
perbandingan antara output dengan Input, 3) Kepuasaan merupakan
ukuran yang menunjukan tingkat dimana organisasi dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat, 4) Keunggulan adalah tingkat organisasi dapat
tanggap terhadap perubahan internal dan eksternal, 5) pengembangan
merupakan mengukur kemampuan organisasi meningkatkan kapasitasnya
dalam menghadapi tuntutan masyarakat.67 Sehubungan dengan hal-hal
yang dikemukakan, maka ukuran efektivitas organisasi merupakan standar
akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai
sekaligus menunjukan sejauh mana organisasi, program atau kegiatan
melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal.
Masalah ukuran efektivitas memang sangat bervariasi tergantung
dari sudut terpenuhinya beberapa kriteria akhir. Menurut pendapat lain
65 Ni Wayan Budiani, “Efektivitas program penanggulangan Pengangguran Karang Taruna
“Eka Taruna Bhakti” Desa Sumerta Kelod Kecamatan Denpasar Timur Kota Denpasar”, INPUT:
Jurnal Ekonomi dan Sosial Volume 2 Nomor 1, (Bali: Universitas Udayana, 2007), hal. 52. 66 Ibid, Ni Wayan Budiani, hal. 53. 67 Gibson Donnelly, Organisasi, Prilaku, Struktur, Proses, (Jakarta: Erlangga, 1996), hal.
34.
50
juga disampaikan bahwa ukuran daripada efektivitas, yaitu: 1) kualitas
artinya kualitas yang diberikan organisasi, 2) produktivitas artinya
kuantitas dari jasa yang diberikan, 3) kesiagaan yaitu penilaian
menyeluruh dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik, 4)
efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek terhadap biaya untuk
menghasilkan prestasi tersebut, 5) penghasilan yaitu jumlah sumber daya
yang tersisa setelah biaya yang dikeluarkan dan kewajiban dipenuhi, 6)
pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi dan masa
lalunya, 7) stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya
setiap waktunya, 8) kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang
berakibat terjadinya kerugian waktu, 9) semangat kerja yaitu perasaan
yang mengikat dalam hal pencapaian tujuan, melibatkan usaha tambahan,
kebersamaan tujuan dan perasaan memiliki, 10) motivasi artinya kekuatan
yang mucul dari setiap individu dalam mencapai tujuan, 11) kepaduan
yaitu fakta bahwa anggota organisasi bekerja sama dengan baik,
berkomunikasi dan mengkoordinasikan, 12) keluwesan adaptasi artinya
suatu rangsangan baru untuk mengubah prosedur standar operasinya, yang
bertujuan untuk mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan.68
Efektivitas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
keberhasilan yang timbul dari pengelolaan dan pendistribusian zakat,
dimana pengelolaan zakat tersebut sudah tepat sasaran dalam
pendistribusiannya sehingga memberikan sebuah perubahan baik dalam
68 M. Richard Steers, Efektifitas Organisasi, (Jakarta: Erlangga, 1985), hal. 46-48.
51
segi spiritual, material, kesejahteraan, kemiskinan ketika sebelum dan
sesudah adanya program pengelolaan zakat produktif berupa ternak
bergulir.
2. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pemberdayaan merupakan sebuah proses pengambilan keputusan
yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang
yang mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya,
merupakan sebuah keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha,
pengetahuan, keterampilan, dan sumber lainnya dalam rangka mencapai
tujuan tanpa harus bergantung pada pertolongan eksternal. McArdle
mengimplikasikan hal tersebut bukan sebagai dari tercapainya tujuan,
melainkan makna pentingnya proses dalam pengambilan keputusan.69
Keberdayaan dalam masyarakat merupakan kemampuan individu
dengan individu-individu lainnya dalam masyarakat guna membangun
keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Memperkuat unsur-unsur
keberdayaan dalam keinginan meningkatkan harkat dan martabat dengan
mengandalkan kekuatan atau usahanya sendiri sehingga masyarakat
terebut mampu memperkecil kesenjangan sosial yang dialami dalam
proses tercapainya upaya-upaya kemandirian masyarakat yang
diharapkan.70
69 Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Humoniora Utama
Press,2010), Hal. 3 70 Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, (Bandung: Alfabeta, 2007), Hal. 01
52
Pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan sumber daya
manusia merupakan sebuah upaya dalam memperluas horison pilihan
masyarakat. Hal tersebut menyampaikan bahwa masyarakat diberdayakan
agar dapat melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat minimal untuk
dirinya sendiri. Dapat diambil kesimpulan, masyarakat yang berdaya
merupakan masyarakat yang mampu memilih dan memiliki kesempatan
untuk mengadakan pilihan-pilihan.71
Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa proses pemberdayaan akan
menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat untuk dapat memilih.
Sebab, masyarakat yang mempunyai kualitas adalah masyarakat yang
dapat memajukan pilihan yang sudah dibuat dan dapat memilih dengan
jelas.
71 Nanih Machendrawaty dkk, Pengembangan Masyarakat Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994), hal. 42.