hukum pidana dan tipikor
TRANSCRIPT
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 1/53
Hukum pidana dan Tipikor
1. Pengertian dan istilah-istilah hukum pidana di Indonesia
1.1. Pengertian dan istilah hukum pidana1.2. Hk Pidana yang berlaku di Indonesia1.3. Kitab Undang-Undang Hk Pidana
1.1. Pengertian dan istilah hukum pidanaa. Obyek Studi :
hukum pidana hukum pidana mat eriel(i us poenale)_i si/sub stansiny a, bersifat ab st rak/diam.
hukum acara pidanahukum pidana f ormel(ius poenaendi)_bersifat ny ata/kongkrit, dalam suatu prose s
b. Berdasarkan Pengalaman : kriminologiI. Penge tahuan t entang perb uatan jahat dan kejahatan.
K riminalistik A jaran t entang pengusutan
psikiat ri f orensik dan psikologi f orensik
sosiologi hukum pidana seb agai gejala masyarakat, ke taatan hukum di
dalam masyarakat c. Prof Moelyat no merumuskan seb agai berikut :
Hukum pidana adalah seb agian daripada ke seluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar -dasar dan aturan-
aturan untuk : menentukan perb uatan-2 yang tidak bole h dilakukan /dilarang disertai
ancaman atau sanksi berupa pidana t e t entu
menentukan kapan dan dalam hal apa dapat dikenakan atau di jatuhi pidana seb agaimana diancamkan
menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana t erseb ut dapat di laksanakan
1.2. Hk Pidana yang berlaku di Indonesiaa. Zaman VOC
hukum statuta, t ermuat dalama S tatut en v an B atavi a
hukum Belanda K uno azas-azas hukum Romawi tahun 1866 berlaku dua KUHP :
H et Wetboek va n Strafrecht voor Europea n e n, berlaku bagi golon ga n Eropa
H et Wetboek va n Strafrecht voor I nl a n ds e n daarmede ge l ijk
geste l de
b. Zaman Hindia Belanda tahun 1915 lahir We t boek v an S t rafrec ht voor Nederlansc h Ind ie
(WvSI) berlak u untuk seluruh golongan pend ud uk
c. Zaman Jepang WvSI t e tap berlaku seb agaimana t ermuat dalam pasal 3 O samu
sere i (Undang-undang) asal sa ja tidak bert entangan denganaturan pe merintah milit er
d. Zaman Kemerdekaan
Pasal II aturan peralihan UUD 1945, mengatakan : segala b adannegara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 2/53
Hukum pidana dan Tipikor
belum diadakan yang b aru menurut Undang -undang Dasar ini.Hal ini dikuatkan Peraturan Nomor 2 tanggal 10 O kt ober 1945
dari Pre siden. Dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 yang mene tapkan
b ahwa We t boe k v an S t rafrec ht voor Ne derlansc h Indie (WvSI)
di ub ah menjadi We t boe k v an S t rafrec ht yang diseb ut KitabUndang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan beberapa perub ahan
1.3. Kitab Undang-Undang Hk Pidana
a. Tahun 1971 dis us un Ranc angan B uku I KUHP
b. Tahun 1976 dis us un Ranc angan B uku II KUHP
c. Tahun 1979 dibentuk Ti m Pengka ji an Hukum Pi dana I dengan K e tua Ment eri
K e haki man (dibentuk B PHN : B adan Pe mbinaan Hukum N asional )d. Tahun 1980-1981 mulai dis us un Ranc angan B uku I KUHP dan sec ara
kas ar se l es ai Tahun 1982e. M at eri B uku II 95% s ama denga KUHP lama dengan c atatan t i dak t erdapat
perbe daan antara de l i k kejahatan dan de l i k pe langgara n.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 3/53
Hukum pidana dan Tipikor
2. Asas-asas berlakunya hukum pidana menurut waktu dan tempat
2.1. Menurut waktu :
a. asas legalitasb. asas nonretroaktif
c. penerapan asas legalitas
2.2. Menurut tempat :a. asas teritorial
b. asas nasional aktif
c. asas universal
2.1 MENURUT WAKTU
2.1.1 Asas Legalitas
A sas legalitas t ercantum di dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP. Y ang se suai dengan t erje mahan dari b ahasa Belanda -nya, berb unyi Tiada suatu
perb uatan (f eit ) yang dapat dipidana selain berdasark an kek uatan ke t entuan
p erundang-undangan pidana yang mendahuluinya .F eit juga b isa berarti p erb uatan k arena meliputi b aik p erb uatan yang
melanggar se suatu yang dilarang ole h huk um pidana maupun mengab aik anse suatu yang diharusk an. Menurut Haze winkel -Suringa, jik a suatu p erb utan(fe it) yang mencocok i rumusan delik yang dilak uk an sebelum berlak unya
ke t entuan yang bersangk utan, mak a b uk an sa ja hal itu tidak dapat dituntut t e tapi untuk orang yang bersangk utan sama sek ali tidak dapat dipidana .
A sas Legalitas yang t ercantum di dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP dirumusk an di dalam b ahasa Latin:
y Nu ll um de l ictum n u ll a po e n a si n e pr aevia l ige po e n a l i ya ng da p at
dia r ti ka n tida k ada de l i k, tida k ada p ida n a ta np a kete n tua n p ida n a ya ng
me n da hu l ui nya , y Nu ll um c r ime n si n e l e g e st r icta ya ng a r ti nya ti da k a da de l i k ta n pa
kete n tua n ya ng te g as .
Ha ze wi nke l -Su r i ng a mema kai kata-kata da l am ba hasa Be l a nda , yaitu :y g ee n de l ict, g ee n st r af z on de r ee n v oor af g aa n de st r afbe p a l i ng ya ng
da p at dia r ti ka n tida k ada de l i k, tida k ada p ida n a ta np a kete n t ua n p ida n a ya ng me n da hului nya ,
y g ee n de l ict, z on de r ee n pr ecieze wette l ijke be p a l i ng ya ng a r ti nya tidak
ada de l ik ta np a kete n t ua n ya ng te g a s.
A da d ua ha l ya ng da p at dita r ik seba g ai ke si mpul a n da r i rumusa n te rseb ut,yait u seba g ai be r ik ut.
a. Jika se suat u p e r b uata n ya ng di l a r a ng ata u p e ng abaia n se suat u ya ng di ha ruska n da n dia n ca m de ng a n p ida n a, maka p e r b uata n ata u p e ng abaia n te rseb ut te r ca n t um di da l a m un da ng -un da ng p ida n a.
b. K ete n t ua n te rseb ut tidak b ol e h be rl ak u surut, de ng a n sat u kekec ua l ia n ya ng te r ca n t um dida l a m Pa sa l 1 a yat 2 KUHP.
M o e lj a n t o me nul i s ba hwa a sa s l e g a l ita s it u me ng a n d ung ti g a p e ng e r tia n , yait u
seba g ai be r ik ut.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 4/53
Hukum pidana dan Tipikor
a. Tidak ada perb uatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau kal
itu t erleb ih dahulu belum dinyatkan dalam suatu aturan undang -undang.
b. Untuk menentukan adanya perb uatan pidana tidak bole h digunakananalogi (kias).
c. A turan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut .
Me skipun istilah ini berasal dari b ahasa Latin, namun ke t entuan ini tidak berasal dari Hukum Romawi. A sas legalitas dimanif e stasikan pertama kali di dalam K onstitusi A merika Serikat pada tahun 1783 dan ke mudian di dalam
Pasal 8 De claration de s droit de I homme e t du cotiyen tahun1789. A khirnya muncul didalam pasal 4 Code Penal dan WvS Belanda yang ke mudian turun ke
KUHP Indone sia, dan KUHP Belgia pada pasal 2.
Menurut van der Donk yang dikutip ole h A . Z. A b idin, pencantuman
asas legalitas di dalam KUHP, pertama kali di A ust ria pada tahun 1787. Jadi.mungkin dapat disimpulkan b ahwa asas legalitas pertama kali t ercantum di dalam K onstitusi A merika Serikat tahun 1783 dan berikut nya, t e tapi dalam
pencantuman di dalam KUHP, pertama kali di A ust ria. A sas Legalitas ke mudian muncul di dalam b anyak KUHP modern, yaitu
seperti :
a. Pasal 1 ayat 1 KUHP Republik K ore a, b. Pasal 2 KUHP Thailand, c. Pasal 1 KUHP Turki, d. Pasal 1 KUHP Jepang, dll.
D isamping itu, ada pula KUHP yang tidak mencantumkan asas legalitas seperti KUHP yang bersumber pada Inggris, yaitu KUHP M alaysia, KUHP
Brune i, KUHP Singapura, KUHP A rgentina. Menurut A . Z. A b idin, katiadaanasas legalitas di Inggris diimb angi dengan :
a.
hakim yang berint egritas, mampu, dan ju jur;b. hakim, juri, penuntut hukum dan pengacara yang menjunjung tinggi
ke hormatan dan se mangat dan jiwa kerakyatan;
c. ke sadaran hukum rakyat nya; dand. polisinya yang e fisien.
Y ang intinya orang Inggris leb ih me mentingkan pelaksanaan hukum yang
berint egritas dan bermoral tinggi daripada rumus -rumus dikertas yang muluk-muluk.
2.1.2 Asas NonretroaktifPrinsip atau asas nonr etroakti f , yang dalam b ahasa asalnya adalah seb uah maksim Latin yang berb unyi "nullum delic tum nulla po ena sine praev ia
lege punali", se sungguhnya b ukanlah prinsip atau asas hukum yang berdiri sendiri. A da sejumlah asas hukum yang mendahului asas nullum delic tum tadi. A sas-asas hukum itu adalah asas nullum crimen sine po ena (tiada kejahatantanpa hukuman), nullum crimen sine lege (tidak ada kejahatan kec uali dit entukan o le h hukum atau undang -undang), nulla po ena sine lege (tiada
hukuman kec uali dit entukan o le h hukum atau undang -undang).
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 5/53
Hukum pidana dan Tipikor
Dengan de mikian gagasan yang mendahul ui asas nonre t roaktif itu
berupa sejumlah asas hukum yang pada akhirnya, seb agaimana dikatakan
James Poppl e, yaitu b ahwa tidak ada kejahatan atau hukuman di luar yangdit entukan ole h hukum. Tak ada kejahatan yang tak b isa dihukum karena
ke tiadaan aturan hukum.
Menurut sejarahnya, tujuan dit erapkannya asas nonr etroakti f ialah untuk menghindari ke wenang -wenangan negara. Para penguasa b isa seenaknya menghukum se seorang yang melakukan suatu perb uatan dengan
serta-merta menyatakan b ahwa perb uatan itu adalah kej ahatan atau
perb uatan pidana, padahal ke tika perb uatan itu dilakukan, hukum atau undang-undang tidak menyatakan perb uatan itu seb agai perb uatan pidana.
Prinsip ini ke mudian dit erima se cara luas di Eropa menjelang akhir ab ad
ke-19, dimulai dari Prancis ke tika asas ini dimasukkan ke dalam ke t entuan
pasal 8 De klarasi Prancis t entang Hak-hak A sasi M anusia tahun 1789 (French
De claration of the Rights of M an of 1789), yang ke mudian juga dimasukkan ke dalam K itab Undang-undang Hukum Pidana Prancis dan K onstitusi Prancis
1791. Se dangkan dalam K onstitusi A merika Serikat ke t entuan serupa b aru dimasukkan pada tahun 1789 dengan seb utan ex post f act o laws, seb agaimana ke mudian dimuat dalam pasal 1 ayat 9 (3).
Sejalan dengan perke mb angan gerakan hak asasi manusia, asas atau
prinsip non-re t roaktif atau ex post f act o laws tadi ke mudian juga dituangkandalam berb agai inst rumen hukum int ernasional.
Isi penting pasal 11 (2) Universal De claration of Human Rights b ahwa dilarang adalah (1) menyatakan se seorang bersalah karena m elakukan suatu
perb uatan pidana yang ke tika perb uatan itu dilakukan b ukan merupakan
perb uatan yang dapat dipidana, (2) menjatuhkan hukuman atau pidana yangleb ih berat daripada hukuman atau pidana yang berlaku pada saat perb uatan
itu dilakukan.Pengertian azas nonre t roaktif ini juga t elah t ercantum dalam KUH
Pidana Pasal 1 dan A mande men kee mpat UUD 1945 Pasal 28 I ( ayat 1 ).
A dapun b unyinya adalah seb agai berikut :a. KUH Pidana Pasal 1 ( ayat 1 ) :
Tiada su at u p e r bu atan dapat dipidana kecu ali atas keku atan at u ran
pidana dalam p e rat u ran p e r undang - undangan yang t elah ada, sebelum p e r bu atan dilakuk an.
b. KUH Pidana Pasal 1 ( ayat 2 ) :
Jik a se su dah p e r bu atan dilakuk an ada p e r ub ah an dalam p e r undang - undangan, dipak ai at u ran yang paling ringan b agi t e rdakw a .
c. UUD
1945P
asal 28I
( ayat 1 ) : Hak unt uk h idu p , h ak unt uk tidak disik sa, h ak keme rdek aan pik iran danh ati nu rani, h ak be ragam a, h ak unt uk tidak dip e r bu dak, h ak unt uk diaku i
seb agai prib adi dih adapan hukum, dan h ak unt uk tidak dit unt u t atas
dasar hukum yang be r laku su r u t adalah h ak asasi m anu sia yang tidak
dapat diku rangi dalam ke adaan apa p un .
Dari ke t ent u an p e r undangan - undangan di atas dapat disim p ulk an
b ahw a A sas nonr e tr oak tif be rarti b ahw a se tiap p e rat u ran p e r undang - undangan tidak be r laku su r u t dan mene ga sk an b ahw a se seorang tidak boleh
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 6/53
Hukum pidana dan Tipikor
dihukum karena peraturan yang belum ada sebelumnya. F ungsi azas
nonre t roaktif ini adalah menjamin ke adilan b agi se seorang agar tidak
diberlakukan tidak adil dan se wenang -wenang serta me mberikan kepastianhukum.
2.1.3 Penerapan Asas LegalitasSeb agaimana yang dike mukakan ole h Moeljat no b ahwa salah satu
pengertian Asas Legalitas , yaitu tidak bole h dip e r gunakan analogi , maka
p e r lu dike mukakan disini t entang hal itu.
Haze winkel-Suringa mengatakan b ahwa p ene rapan analogi itu r elatif, kar ena dit olak p enciptaan hukum pidana b aru ole h hakim pidana dengan
sarana analogi, t e tapi tidak kebe ratan jika hakim menciptakan hukum b aru inbonam part e m, tapi kadang-kadang p e mb uat undang-undang sendiri menciptakan analogi, misalnya b ahwa dengan p e mb or ongan diartikan se mua
p e r b uatan apapun namanya yang jelas dipandang yang begitu pula (Pasal 90
b is ayat 2 WvS N).
Bentuk analogi yang dilarang sebenar nya adalah analogi yangmengatakan b ahwa p ene rapan analogi tidak di jinkan se tidak -tidaknya dalam hal yang dengan analogi diciptakan delik -delik b aru dan be rt entangan dengan
Pasal 1 ayat 1 KUHP.
2.2 MENURUT TEMPAT
2.2.1 Asas TeritorialHukum pidana berlaku dinegaranya sendiri. Ini merupakan yang paling
pokok dan juga merupakan asas yang paling tua. B ahkan dalam hukum adat pun dikenal asas de mikian. M isalnya Van Vollenhoven me mb agi Indone sia atas 19 wilayah hukum adat, yang merupakan pe mb agian berdasarkan asas
t erit orialitas. A sas wilayah ini menunjukkan, b ahwa siapa pun yang melakukan delik
di wilayah Negara t e mpat berlakunya hukum pidana, tunduk pada hukum
pidana itu. Dapat dikatakan se mua Negara menganut asas ini, t ermasuk
Indone sia. Y ang menjadi pat okan ialah t e mpat atau wilayah se dangkanorangnya tidak dipersoalkan.
A sas t erit orialitas atau wilayah ini t ercant um di dalam pasal 2 KUHP, yang berb unyi : Peraturan hukum pidana Indone sia berlaku t erhadap tiap -
tiap orang di dalam wilayah Indone sia melakukan delik ( st rafb aar fe it ). Disini berarti, b ahwa orangnya yang melakukan delik itu tidak harus se cara f isik be tul-be tul berada di Indone sia t e tapi deliknya ( st rafb aar fe it ) t erjadi di Indone sia. A sas ini sebenarnya berlandaskan ke daulatan Negara di wilayahnya
sendiri. Hukum pidana berlaku b agi siapa pun juga yang melakukan delik di wilayah Negara t erseb ut . A dalah ke w a jib an suatu Negara untuk menegakkan
hukum dan me melihara ke t ertib an hukum di wilayahnya sendiri t erhadap
siapa pun.Wilayah itu t erdiri atas tanah daratan, laut sampai 12 mil dan ruang
udara diatasnya. K husus untuk Indone sia dianut wawasan nusantara yang
diundangkan dalam Undang -undang Nomor 4 (PRP) tahun 1960, ke mudiandikukuhkan dengan K e t e tapan M PR tahun 1973 t entang GBHN. Wawasan
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 7/53
Hukum pidana dan Tipikor
nusantara menyatakan b ahwa se mua wilayah laut antara pulau -pulau
N usantara merupakan ke satuan wilayah Indone sia. Ini berarti , wilayah darat dan laut Indone sia ialah 12 mil diukur dari pulau -pulau Indone sia t erluar.Sudah t entu meliputi pula wilayah udara di atasnya. Tentu ada ke ke cualian
juga jika jarak pantai antara pulau t erluar Indone sia dan Negara t e tangga
leb ih se mpit dari 24 mil, misalnya selat M alaka antara Indone sia dan M alaysia , b atasnya berada di t engah -t engah.
Pasal 3 KUHP me mperluas berlakunya asas t erit orialitas atau wilayah
dengan me mandang kendaraan air ( v aartuig) Indone sia seb agai ruang t e mpat berlakunya hukum pidana (b ukan me mperluas wilayah).
Ut re cht menunjukkan b ahwa Pompe , Jonkers, v an Hattum, Hazenwikel -
Suringa mengatakan b ahwa orang tidak bole h menarik ke simpulan seolah -olah
kendaraan air (v aartuig) itu merupakan wilayah Negara itu. Hukum
int ernasional modern hanya mengakui kapal perang, kapal dagang di laut t erb uka dan dalam hal di jalankan ius passagii innox ii (ke t entuan yangmengatur suatu kapal yang le wat se cara damai di wilayah laut suatu negar
lain) seb agai wilayah nasional. A sli istilah dalam pasal 3 i alah v aartuig yangdit erje mahkan menjadi kendaraan air. Menurut Pompe , v aartuig berarti segala se suatu yang dapat berlayar, yakni segala se suatu yang dapat bergerak diatas air.
Jadi Undang-undang tidak menjelaskan apakah vaartuig itu. Y angdi jelaskan ole h KUHP, pasal 95 ialah istilah kapal ( sc hip). Pasal itu berb unyi :
yang diseb ut vaartuig Indone sia ialah kendaraan air yang me mpunyai surat laut atas pas kapal, atau surat izin se mentara, menurut aturan umum mengenai surat laut dan pas kapal Indone sia. Sec ara luas dapat disimpulkan
b ahwa vaartuig tdak hanya berupa kapal sa ja, juga merupakan perahu, b ahkan rakit .
Se mula Pasal 3 KUHP (juga WvS N) tidak menyeb ut kapal udara karena pada waktu WvS N 1881 disusun, belum t erpikirkan untuk me masukkan ke dalam t e ks alat angkut yang c anggih t erseb ut . Tidaklah ada
keberatan untuk me makai penerapan analogi dalam hal ini, se hingga pasal 3meliputi pula pe sawat udara (vliegtuigen) dan kapal t erb ang (luc htsc hepen).
Y ang dilarang ole h pasal 1 ayat 1 KUHP menurut Pompe adal ah yang
berkaitan dengan st rafb aarhe id (dapat nya dipidana) perb uatan dan pasal 3mengenai vervolgb aarhe id (dapat nya dituntut ) suatu delik. Dengan Undang-
undang Nomor 4 tahun 1976, pasal 3 KUHP Indene sia t elah ditamb ah juga
dengan kata pe sawat udara. K e warganegaraan kendaraan air dan kapal udara itu haruslah Indone sia.
P
ara pengarang merinc i mere ka yang diber i imunitas mere ka yangdiberi imunitas, artinya hukum pidana (Indone sia) tidak berlaku b agi mere ka yang se dang berada di Indone sia :
1. K epala-kepala Negara dan keluarganya. Mengenai pengikut nya, t erdapat bebe arapa perbe daan pendapat . K epala -kepala Negara dan keluarga-
keluarganya itu berada di Indone sia se cara re smi, b ukan incognit ot ermasuk jika mere ka siggah di pelab uhan dan laangan t erb ang
(st opover). Jika keluarganya dating sendiri-sendiri, maka mere ka tunduk
pada hukum Negara t e mapt ia berada itu.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 8/53
Hukum pidana dan Tipikor
2. Duta Negara asing dan keluarganya. Mengenai pejab at -pejab at perwakilan seperti konsul, tidak berlaku umum imunitas itu, t ergantung
pada t raktat antar Negara. Landgere cht B atavia tanggal 7 Nove mber1922, T. 142, hlm. 789, me mutuskan b ahwa pegawai -pegawai konsuler
tunduk pada yuridiksi negara di t e mpat ia berada. Tidak dapat nya
diganggu-gugat mere ka itu dikatkan dengan prib adi perwakilan itu.Mere ka di jamin dari pe maksaan b adan dan penyanderaan, ke hidupankeluarga dan pelaksanaan jab atan tidak t erganggu. Jika delik dilakukan
di hot el, maka orang yang turut serta t e tap dituntut dan dipidana.
Dipersamakan dengan konsul ialah pegawai -pegawai organisasi int ernasional.
3. A nak b uah kapal perang asing, walaupun delik dilakukan di luar kapal, juga t ermasuk awak kapal t erb ang m ilit er.
4. Pasukan Negara sahab at yang berada di wilayah Negara atas
perse tu juan Negara yang bersangkutan. Jika mere ka datang tanpa
perse tu juan Negara yang bersangkutan, maka mere ka dipandang
seb agai musuh.
2.2.2 Asas Nasional Aktif
A sas N asional A ktif bertumpu p ada ke warganegaraan pe mb uat delik.
Hukum pidana indone sia mengikuti warganegaranya ke mana pun ia berada.Inti asas ini t ercantum daidalam pasal 5 KUHP yang berb unyi : K e t entuan
pidana dalam perundang -undangan Republik Indone sia berlaku b agi warganegara Indone sia yang melakukan di luar wilayah Indone sia :
1. Salah satu kejahatan yang t erseb ut dalam B ab I dan II B uku II dan
dalam pasal-pasal 160,161,240,279,450, dan 451 KUHP ; dan2. suatu kejahatan yang dipandang seb agai kejahatan menurut undang -
undang negara, dimana perb uatan itu dilakukan.Penuntutan t erhadap suatu perb uata yang dimaksudkan pada sub 2
b isa di jalankan apab ila t erdakwa b aru menjadi warganegara Indone sia se t elah
melakukan perb uatan itu. Pasal 5 ayat 1 ke -1 menentukan sejumlah pasalyang jika dilakukan ole h orang Indone sia di luar negeri maka berlakulah hukum pidana Indone sia. Tidak menjadi masalah apakah kejahatan -kejahatan
t erseb ut juga diancam pidana ole h negara t e mpat perb uatan itu dilakukan.K e t entuan di dalam pasal 5 ayat 1 ke-2 bermaksud agar orang
Indone sia yang melakukan kejahatan di luar negeri, jangan sampai lolos dari hukum pidana. Indone sia tidak akan menyerahkan warganya untuk diadili di luar negeri. K e t entuan ini berlaku b agi se mua kejahatan menurut KUHP
Indone sia.
K e t entuan ini tidak berlaku b agi delik
Pelanggaran. A sal N asional aktif ini diperluas dengan pasal 7 yang disamping
mengandung asas nasional aktif (Personalitas juga mengandung asas nasional
pasif (asas perlindungan). Pasal itu berb unyi :
A turan hukum pidana dalam perundang-undangan Indone sia berlaku
b agi se tiap orang pegawai negeri yang di luar Indone sia melakukan salah satu perb uatan pidana t erseb ut
Pengertian pegawai (amb t enaar) di jelaskan se cara ot entik ole h pasal
92 KUHP. Dapat disimpulkan dari pasal itu b ahwa pe gawai negeri t ermasuk juga orang-orang yang dipilih berdasarkan aturan umum, b ukan karena
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 9/53
Hukum pidana dan Tipikor
pe milihan menjadi anggota b adan pe mbentuk undang -undang, b adan
pe merintahan, atau de wan perwakilan rakyat yang dibentuk ole h pe merintah
atau atas nama pe merintah. K husus untuk delik korupsi , pengertian pegawai negeri diperluas lagi ole h pasal 2 UUPTK P, se hingga meliputi juga pegawai swasta yang mendapat sub sidi atau kelonggran -kelonggaran dari pe merintah.
K e t entuan t entang pegawai negeri yang melakukan delik jab atan di luarnegeri ini bersifat campuran, karena kalau dilihat dari sudut hukum pidana mengikuti warganegaranya keluar negeri, maka merupakan asas personalitas
atau nasional aktif, se dangkan kalau dilihat jenis deliknya, yaitu delik jab atan
maka t ermasuk asas perlindungan (asas nasional pasif ).
2.2.3 Asas Universalitas
A sas ini melihat hukum pidana berlaku umum, melampaui b atas ruang
wilayah dan ruang orang (Indone sia). Y ang dilindungi disini ialah kepentingan
dunia. Jenis kejahatan yang diancam pidana menurut asas ini sangat berb ahaya b ukan sa ja dilihat dari kepentingan Indone sia t e tapi juga
kepentingan dunia. Se cara universal kejahatan ini perlu dicegah dandiberantas. De mikianlah B angsa jerman menamakan asas ini welt erchtsprinzip(asas hukum dunia). Di sini ke kuasaan ke hakiman menjadi mut lak karena
yuridiksi pengadilan tidak t ergantung lagi pada t e mpat t erjadinya delik atau
nasionalitas atau domisili t erdakwa. A sas ini diatur didalam pasal -pasal :
a. Pasal 4 sub ke-2 KUHP, khususnya kalimat pertama yang berb unyi : melakukan salah satu kejahatan t entang mata uang, uang kertas yangdikeluarkan ole h negara atau b ank.
b. Pasal 4 sub ke-4, yang berb unyi melakukan salah satu kejahatan yangdit entukan dalam pasal 458,444-446 t entang perampokan di laut dan
yang dit entukan dalam pasal 447 t enat ng penyerahan alat pelayarkepada perampok laut .
Pasal 1 Undang-undang no 4 tahun 1976, selain mengub ah pasal 3
KUHP juga mengub ah dan menamb ah pasal 4 sub 4 se hingga berb unyi : salah satu kejahatan yang t erseb ut dalam pasal 438,4 44 sampai dengan pasal
440 t entang pe mb a jakan laut dan pasal 447 t entang penyerahan kendaraanair kepada b a jak laut dan pasal 479 huruf j t entang penguasaan pe sawat udarase cara melawan hukum, pasal 479 huruf l,m,n, dan o t entang kejahatan
yang mengancam ke selamatan penerb angan sipil. Dalam Undang -undangNomor 4 tahun 1976 ini, diciptakan juga delik b aru tab tang penerb angan,
yaitu b ab XX IX A
dari pasal 479ª samapi 479b. Mengenai kejahatan mata uang dapat kita katakan seb agai hukum int ernasional yang didasark an pada konve si Jene wa 1929.
Begitu pula t entang perompakan dilaut, didasarkan pada De cleration of Paris 1858. Mengenai pe mb a jakan pe sawat udara didasarkan pada konvensi Tokyo tahun 1963, K oinvensi The Hague Tahun 1970 dan konvensi Mont re al1971. K e tiga konvensi t erseb ut t elah diratifikasi ole h Indone sia dengan
Undang-undang No. 2 tahun 1976.
Untuk menerapkan ke tiga konvensi t erseb ut di Indone sia, maka dikeluarkan Undang-undang No. 4 tahun 1976. Perumusan delik dan ancaman
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 10/53
Hukum pidana dan Tipikor
pidana dalam undang-undang ini tidaklah persis sama dengan yang t ercantum
di dalam ke tiga konvensi t erseb ut . A ncaman pidana diserahkan kepada negara
pe serta , karena hanya dikatakan di dalam konvensi Mont re al pasal 3, b ahwa akan diancam pidana yang berat ( se vere penaltie s)
Indone sia t elah ikut dalam konvensi Jene wa 1949 (K onvensi Palng
Merah) berdasarkan Undang -Undang No. 59 tahun 1958. K onvensi ini punmenentukan ancaman pidana, t e tapi berbe da dengan dengan kejahatanpenerb angan yang t elah diinkorporasikan ke dalam KUHP, kejahatan me nurut konvensi Jene wa tahun 1949 (K ejahatan menurut hukum perang) belum ada
undang-undangnya atau belum dimasukkan dalam KUHP sampai kini.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 11/53
Hukum pidana dan Tipikor
3. Penafsiran hukum pidanamenurut Undang-Undang :
3.1. penafsiran gramatikal
3.2. penafsiran sistimatis3.3. penafsiran logis
3.4. penafsiran historis
3.5. penafsiran analogis3.6. penafsiran a contrario
3.7. penafsiran ekstensif
3.8. penafsiran terbatas
3. PENAFSIRAN HUKUM PIDANA
(RECHTSINTERPRETATIE)
Int erpre tasi atau penafsiran merupakan salah satu me t ode pene muan hukum
yang me mberi penjelasan yang jelas mengenai t e ks undang -undang agar ruang
lingkup kae dah dapat dit e tapkan se hub ungan dengan peristiwa t ert entu. Penafsiran
dalam pengertian sub ye ktif adalah upaya penafsiran se suai dengan yang dike hendaki ole h pe mb uat Undang-Undang. A dapun Penafsiran dengan pengertian ob ye ktif adalah penafsiran yang lepas dari pendapat pe mb uat U ndang-Undang dan
dise suaikan dengan adat b ahasa se hari -hari. Dalam melakukan penafsiran hukum t erhadap suatu peraturan perundang -undangan yang dianggap tidak lengkap atau
tidak jelas, seorang ahli hukum tidak dapat bertindak se wenang -wenang.
Menurut Prof . J.H. A . Loge mann : Dalam melakukan penafsiran hukum, seorang ahli hukum diwa j ib kan untuk mencari maksud dan ke hendak pe mb uat undang-undang se de mikian rupa se hingga menyimpang dari apa yang dike hendaki ole h pe mb uat undang-undang itu.
Dalam usaha mencari dan menentukan ke hendak pe mb uat undang -undangitulah maka dalam ilmu hukum dike mb angkan beberapa me t oda atau cara menafsirkan peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan seorang ahli hukum yaitu seb agai berikut :
3.1 PENAFSIRAN GRAMATIKAL (TAATKU NDIGE INTERPRETATIE)
Y aitu penafsiran yang dilakukan t erhadap peristilahan atau kata -kata, tata
kalimat didalam suatu kont e ks b ahasa yang digunakan pe mb uat undang -undang dalam merumuskan peraturan perundang -undangan t ert entu. B ahasa
merupakan sarana yang penting b agi hukum. Penafsiran UU itu pada
dasarnya selalu merupakan penjelasan dari segi b ahasa. Peraturan hukum
hendaknya dirumuskan dengan singkat, jelas dan tidak mengandungpengertian berane ka ragam. A kan t e tapi pe mb uat UU tidak selamanya dapat melakukannya. Dalam kondisi seperti ini seorang hakim wa jib mencari arti kata se suai dengan kelaziman penggunaan se hari -hari, menggunakan kamus, me minta ke t erangan dari ahli b ahasa, atau dengan mengka ji sejarah
penggunaan kata.
3.2 PENAFSIRAN SISTEMATIS (SYSTEMATISCHE INTERPRETATIE)
Y aitu penafsiran t erhadap satu atau leb ih peraturan perundang -undangan, dengan cara menyelidiki suatu sist e m t ert entu yang t erdapat didalam suatu
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 12/53
Hukum pidana dan Tipikor
tata hukum, dalam rangka pene muan asas -asas hukum umum yang dapat dit erapkan dalam suatu masalah hukum t ert entu. Terjadinya seb uah UU selalu
berkaitan dan berhub ungan dengan peraturan perundang -undangan yanglain. Se tiap UU atau aturan adalah b agian dari suatu sist e m hukum.
Menafsirkan UU seb agai b agian dari ke seluruhan sist e m perundang -undangan
dengan jalan menghub ungkannya dengan UU lain diseb ut int erpre tasi sist e matis. M isalnya: Seorang hakim hendak me mahami sifat pengakuan anak yang dilahirkan di luar perkawinan ole h orang tuanya, tidak cukup hanya
mencari ke t entuan-ke t entuan dalam B W sa ja, t e tapi harus melihat pada UU
no 1 1974 (pasal 42-44) , juga dalam K HI (pasal 99-103).
3.3 PENAFSIRAN LOGIS
Y aitu penafsiran dengan mencari pengertian dari suatu istilah atau ke t entuan
berdasarkan hal-hal yang masuk di akal
3.4 PENAFSIRAN HISTORIS (HISTORICHE INTERPRETATIE)
Y aitu penafsiran yang berdasarkan pada sejarah t erbentuknya undang -undang(prose s pe mbentukan undang -undang dari me mori penjelasan, laporan sidangdi dpr, surat -menyurat antara ment eri dan dpr), maupun sejarah hukum
(t ermasuk penyelidikan t erhadap maksud pe mbent uk undang-undang pada
waktu me mbentuk undang-undang t erseb ut ) dengan menyelidiki asal usulsuatu peraturan dikaitkan dengan suatu sist e m hukum yang pernah berlaku
atau dengan suatu sist e m hukum asing t ert entu 3.5 PENAFSIRAN ANALOGIS
Bila t erdapat se suatu yang diatur dengan t egas ole h undang -undang
ke mudian t erdapat hal lain yang me mpunyai sifat dan sandaran yang sama, dengan hal yang diatur se cara t egas tadi, maka undang -undang yang
mengatur se cara t egas tadi bole h dipergunakan untuk hal -hal yang belum diatur tadi
3.6 PENAFSIRAN A CONTRARIO (KEBALIKAN ANALOGIS) b ila t erdapat hal -hal yang se cara t egas diatur dalam undang -undang, disamping itu t erdapat hal -hal yang sandaran / sifat nya sama, tapi hal ini tidak diliputi ole h undang -undang yang mengatur se cara t egas tadi.(me mperse mpit lapangan undang -undang).
3.7 PENAFSIRAN EKSTENSIF A dalah penafsiran hukum se cara kont e kstual se hingga leb ih luas daripada
penafsiran gramatikal (me mperluas makna atau pengertian yang t ercakup dari suatu undang-undang.). Seb agai cont oh, istila h jual dalam Pasal 1576 KUHPerdata yang mengatakan b ahwa penjualan b arang yang dise wakan tidak
me mutuskan hub ungan hukum se wa menye wa ditafsirkan ole h HogeRaad
tidak hanya seb agai perb uatan hukum penjualan, melainkan mencakup se tiap
perb uatan hukum yang bertu juan untuk mengalihkan kepe milikan b arangyang dise wakan.
A tau Me t ode Int erpre tasi se cara e kst entif yaitu penafsiran dengan cara
me mperluas arti kata-kata yang t erdapat dalam Undang -undang se hingga suatu peristiwa dapat dimasukkan ke dalamnya. Cont o h : Bahwa Jurisprudensi
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 13/53
Hukum pidana dan Tipikor
di Ne derland : Menyamb ung atau menyadap aliran l ist rik dapat dikenakan
pasal 362 KUHP artinya Jurisprudensi me mperluas pengertian unsur b arang
(benda), dalam pasal 362 KUHP.
3.8 PENAFSIRAN TERBATAS
Y aitu penafsiran yang me mb atasi/me mperse mpit maksud suatu pasal dalam Undang-undang seperti : Putusan Hoge Road Belanda t entang kasus PerK ere ta A pi Linden b aum b ahwa kerugian yang dimaksud pasal 1365
KUHPerdata juga t ermasuk kerugian immat eril yaitu pejalan kaki harus
bersikap hati-hati se hingga pejalan kaki juga harus menanggung tuntutanganti rugi separuhnya (orang yang dirugikan juga ada ke salahannya) ( Mr. C.
A sser, 1986, hal 84-85).
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 14/53
Hukum pidana dan Tipikor
4. Perbuatan dan rumusan delik :
4.1. pengertian delik
4.2. cara merumuskan delik4.3. jenis-jenis delik
PERBUATAN DAN RUMUSAN DELIK
4.1 Pengertian Delik
4.1.1 Istilah Perbuatan Pidana (straf baarf eit) :
y Perb uatan Pidana adalah perb uatan yang dilarang ole h suatu aturanhukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
t ert entu, b agi b arangsiapa melanggar larangan t erseb ut. Dapat juga
dikatakan b ahwa perb uatan pidana adalah perb uatan yang ole h suatu
aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asalkan larangan t erseb ut ditu jukan kepada perb uatan (yaitu suatu ke adaan atau kejadian yang
ditimb ulkan ole h kelakuan orang), se dangkan ancaman ditu jukan kepada
orang yang menimb ulkan kejadian.
Istilah perb uatan merupakan pengertian ab st rak yang menunjuk kepada dua ke adaan konkrit, yaitu :
A danya kejadian yang t ert entu
A danya orang yang berb uat, ya ng menimb ukan kejadian t erseb ut y Peristiwa Pidana adalah pengertian yang konkrit, yang hanya menunjuk
kepada suatu kejadian t ert entu sa ja, misalnya matinya orang. Hukum
pidana tidak melarang orang mati t e tapi melarang adanya orang mati karena perb uatannya orang lain, misalnya tindakan pe mb unuhan mutilasi ole h Ryan.
y Tindak Pidana, istilah yang sering dipakai ole h K e ment rian K e hakiman,
t erutama dalam perundang -undangan, seperti Undang-Undang Tindak Pidana E konomi, Undang-Undang Tindak Pidana K orupsi, dst . Me skipun
kata tindak leb ih pende k daripada perb uatan namun t idak menunjuk
kepada hal yang ab st rak seperti perb uatan, tapi hanya menyatakanke adaan yang konkrit, seb agaimana halnya dengan peristiwa.
y St r afba r feit (Istila h dala m Hukum Pi dana Belanda). St r afba r feit menurut Si mons a dala h kela kuan (handeling ) yang dianca m deng an
pi dana , yang be sifat mela wan hukum, yang be rhub ung an deng anke sala han dan yang dila kukan ole h or ang yang ma mpu
be r tanggung ja wab.
y C r imi n a l Act (Isti l a h In ggr i s) a da l a h a kibat da r i ke l a kua n ( act us r e us),
ya n g di l a r a n g ol e h hukum.y Delik (Latin - delic t um), pad anan kata istilah strafb ar fe it
4.1.2 Pendapat Ahli hukum terhadap istilah dalam perbuatan pidana1. Moelyatno
Moeljat no menolak istilah peristiwa pidana, seb ab merupakan
pengertian yang konkrit dan menu juk pada satu kejadian t ert entu sa ja, misalnya matinya orang
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 15/53
Hukum pidana dan Tipikor
Moeljat no kurang se tu ju dengan istilah tindak pidana, ole h karena
tindak seb agai kata tidak begitu dikenal, maka dalam perundang -
undangan yang menggunakan istilah tindak tindak pidana b aik dalam pasalnya maupun dalam penjelasan hampi r selalu dipakai kata
perb uatan
Moeljat no leb ih menye tu jui istilah perb uatan pidana, perb uatanpidana dapat disamakan dengan criminal ac t, yang berbe da denganst rafb aar fe it, yang meliputi pula pertanggungjawab an pidana.
K atanya criminal ac t itu berarti kelakuan dan akib at, yang diseb ut juga ac tus re us.
2 . V an d er Hoev en
Van der Hoe venmengkritik istilah fe it pada Negeri Belanda, karena
katanya yang dapat dipidana ialah pe mb uat, b ukan fe it itu.
3 . V an Hamel
Van Hamel mengusulkan istilah strafw aar d ig fe it (patut d ipid ana). Van
Hamel me rumuskan b ahw a strafb ar fe it me rupakan kelakuan orang
(menselijke ged raging) yang d irumuskan d alam we t, be rsif at melaw anhukum, patut d ipid ana (strafw aar d ig) d an d ilakukan dengan ke salahan.Inti pokok d alam penge rtian t e rseb ut ad alah : b ahwa f e it dalam st raf b ar f e it berarti handeling, kelakuan atau
tingkah laku (istilah ini berlainan de ngan pe ng ertian perb uatan dalam perb uatan pidana, kare na dalam perb uatan selain kelakuan
juga kejadian atau akib at yang ditumb ulkan ole h kelakuan ) b ahwa pengertian s t rafb ar fe it dihub ungkan dengan kes alahan orang
yang melakukan t erseb ut .4. S imons
Simon mengatakan b ahwa s trafb ar fe it itu b ukan hanya kelakuan s a ja.
Beliau be rkata : s tar fb ar fe it itu sendiri t e rdiri atas handeling dan gevolg(kelakuan dan akib at ). Pada s trafb ar fe it juga mencakup penge rtianpe r b uatan pidana dan kes alahan. Se dangkan pada pe r b uatan pidana
hanya menunjuk kepada s if at nya pe r b uatan s a ja tanpa melihat hub ungan b atinnya dengan pe r b uatan t e r seb ut, yaitu kes alahannya.
5. A.Z Abidin
A .Z. A b idin mengusulkan istilah perb uatan kriminal, karena perb uatan pidana yang dipakai ole h Meoljat no juga kurang t epat, karena tidak ada hub ungan logis antara ke duanya.
A .Z. A b idin menamb ahkan b ahwa leb ih b aik dipakai istilah padana dari kata f e it, yang umum dipakai ole h para sarjana, yaitu delik
(dari b ahasa Latin delic tum)6. Roeslan S al ehRoe slan Sale h di samping me makai perb uatan pidana juga me makai istilah delik , begitu pula ole h Oe mar Seno A d ji, di samping me makai istilah tindak pidana juga me makai istilah delik
Ole h karena itu b any ak referensi hukum me makai istilah delik sa ja y angne t ral itu.
4.2 CARA MERUMUSAN DELIK4.2.1 Pengertian Rumusan Delik
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 16/53
Hukum pidana dan Tipikor
Jonkers dan Ut re cht me mandang Rumusan S imons merupakan rumusan
yang lengkap, yang meliputi :
1. diancam dengan pidana ole h hukum, 2. bert entangan dengan hukum, 3. dilakukan ole h orang yang bersalah,
4.
orang itu dipandang bertanggungjawab atas perb uatannya.Rumusan Delik lainnya, antara lain :
1. Van Hamel merumuskan delik (st rafb ar fe it ) itu seb agai kelakuan
manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan ke salahan
2. Rumusan Vos, mengatakan b ahwa suatu kelakuan manusia yang ole h
peraturan perundang-undangan diberi pidana; jadi suatu kelakuan
manusia yang pada umumnya dilarang dan diancam dengan pidana .
3. Simons, Van Hamel, dan Vos se muanya merumuskan delik itu se cara
b ulat, tidak me misahkan antara perb uatan dan akib at nya di satu pihak dan pertanggungjawab an di lain pihak
4. A .Z. A b idin merumuskan delik seb agai aliran monistik t entang delik
5. A liran Dualistis merumuskan delik dengan me misahkan antara perb uatan (actus re us) dengan akib at nya di satu pihak dan
pertanggungjawab an (mens re a) di lain pihak. Cont oh : Undang-
undang di Inggris. A .Z. A b idin digolongkan seb ag ai yang me misahkanke dua unsur itu, karena mengatakan b ahwa pandangan monistis yang
dianut ole h mayoritas sarjana hukum dapat menghasilkan ke tidakadilah dengan menge mukakan kasus hipot e sis.Berdasarkan uraiannya itu, A .Z. A b idin me mb uat b agan t entang syara t pe midanan yang dib agi dua :
a. actus re us (delictum), perb uatan kriminal seb agai syarat
pe midanan ob ye ktif;b. mens re a, pertanggungjawab an kriminal seb agai syarat
pe midanan sub ye ktif.6. Haze winkel - Suringa menulis b ahwa se suai berf ungsinya sist e m
undang-undang pidana Belanda, leb ih b aik dikatakan suatu kelakuanmanusia (yang meliputi perb uatan dan pengab aian) yang me menuhi rumusan yang dilarang ole h undang -undang dan diancam pidana
7. Sudart o menge mukakan b ahwa tidak perlu me mpert entangkan ke dua
macam perumusan delik (st rafb aarhe id) t erseb ut, karena ke duanya
sama sa ja.
4.2.2 Perbuatan & Rumusan Delik dalam Undang-undangDalam hukum pidana Belanda selalu me makai istilah fe it . Dr. A ndi Hamzah,
SH leb ih menye tu jui istilah perb uatan b ukan dengan maksud seb agai t erje mahan istilah fe it, t e tapi seja jar dengan itu, karena perb uatan berarti meliputi pula b aik perb uatan positif maupun pengab aian ( nalat en).
Code Penal me makai istilah infrac tion yang t erb agi atas crime s (kejahatan), delits (kejahatan ringan). Hukum pidana Inggris me makai istilah ac t (tindakan)
dan lawannya omission (pengab aian). Menurut A ndi Hamzah, tidak t epat me makai istilah tindak pidana karena tindak hanya me liputi perb uatanpositif dan tidak meliputi pengab aian (nalat en).
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 17/53
Hukum pidana dan Tipikor
4.2.3 Cara merumuskan delik
1. Rumusan suatu delik berisi b agian inti ( be standdellen). A rtinya, b agian-b agian inti t erseb ut harus se suai dengan perb uatan yang
dilakukan, b arulah se seorang diancam de ngan pidana.
Cont oh: Delik pencurian t erdiri dari b agian inti ( be standdellen):
1) Mengamb il2) Barang yang seluruhnya/seb agian kepunyaan orang lain3) Dengan maksud me miliki 4) Melawan hukum
K ee mpat b agian inti delik ini harus se suai dengan perb uatan nyata yang
dilakukan,se hingga harus t ermuat di dalam surat dakwaan. A pab ila
satu/leb ih b agian inti ini tidak dapat dib uktikan di Sidang Pengadilan, maka t erdakwa beb as.
2. Rumusan delik tidak menyeb ut unsur -unsur /kenyataan seb agai b agian
inti (be standdellen) delik.Dalam rumusan delik dicantumkan pengertian umum dari perb uatanyang dilarang. Pe mb uat Undang -Undang dalam hal ini tidak me maparkan
unsur-unsur delik berupa b agian inti, karena khawatir dengan me mb uat rumusan de mikian mungkin t ernyata sangat se mpit pengerti annya se hingga sangat sulit di jalankan seb agaimana me stinya. Untuk
menyatakan kenyatan-kenyataan de mikian diserahkan kepada hakim danilmu hukum pidana.
Cont oh: y Delik penganiayaan (pasal 351 KUHP)y Delik perdagangan wanita (pasal 297 KUHP)
y
Delik perkelahian tanding (pasal 184 KUHP)
3. Rumusan delik hanya mencantumkan unsur -unsur /kenyataan berupa b agian inti (be standdellen) belaka tanpa kualifikasi. Cont oh pasal 106, 108, 167, 168, 209, 279, 259, 479a, dan masih b anyak lagi.
4. Dalam rumusan delik yang dicantumkan hanya b agian intinya sa ja tanpa kualifikasi t e tapi sebenarnya me mpunyai nama popular dalam
masyarakat dan dalam b uku pela jaran hokum pidana. Cont oh pasal 415
KUHP dengan nama penggelapan ole h pegawai negeri/pejab at: Pasal
279 dengan nama b igamy, pasal 296 dengan nama muncikari (koppelari j).
4.3
JENIS-JENIS DELIK 4.3.1 Pembagian Delik
Delik dapat dibe dakan atas pe mb agian t ert entu, seperti berikut ini :
1. Delik kejahatan dan delik pelanggaran (misdri jven en overt re dingen).Pe mb agian delik atas kejahatan dan pelanggaran ini muncul di dalam
Wvs (KUHP) Belanda tahun 1886, yang ke mudian turun ke Wvs (KUHP)Indone sia tahun 1918. Sebelu itu di negeri Belanda dikenal tiga macam
delik, yaitu kejahatan, perb uatan b uruk dan pelanggaran.
2. Delik mat eriel dan delik f ormil (mat eriele en f ormele delict en). Pada delik mat eriel diseb utkan adanya akib at t ert entu, dengan ada atau tanpa
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 18/53
Hukum pidana dan Tipikor
menyeb ut perb uatan t ert entu. Pada delik f ormel, diseb ut hanya satu
perb uatan t ert entu seb agai dapat dipidana, misalnya Pasal 160, 209, 242, 263, 362 KUHP.
3. Delik komisi dan delik omisi (commissie delicten en omissie delicten ) . Delik
komisi ialah delik yang dilakukan dengan perb uat an. Ini dapat berupa
delik yang dirumuskan sec ara materiel maupun f ormel. Disini orangmelakukan perb uat an akt if dengan mel anggar larangan. Delik omisi dilakukan dengan me mb iarkan at au mengab aikan. Dibe dakan dengan
delik omisi murni dan yang t idak murni. Delik omisi murni adalah
me mb iarkan se suat u yang diperint ahkan, se dangkan delik omisi t idak murni terjadi jika ole h Undang -undang t idak dike hendaki suat u akib at
(yang akib at it u dapat dit imb ulkan dengan suat u pengab aian ) .4. Delik yang berdiri sendiri dan delik yang diteruskan (Zelfst andige en
voorgezette ) . Mengenai delik yang berdiri sendiri dan delik yang
diteruskan dapat dib ac a pada uraian gab ungan delik at au perb arengan
(S amenloop ) .
5. Delik sele sai dan delik berlanjut (af lopende en voort durende delicten ) .Delik yang sele sai adalah delik yang terjadi dengan melakukan suat u at au beberapa perb uat an tertent u. Delik yang berlangsung t erus adalah
delik yang terjadi karena meneruskan suat u ke adaan yang dilarang.
Misalnya Pasal 169, 250 KUHP.6. Delik t unggal dan delik berangkai (enkelvoudige en samenge stelde
delicten ) . Delik berangkai berart i suat u delik yang dilakukan dengan leb ih dari sat u perb uat an unt uk terjadinya delik it u. Van Hamel menyeb ut ini seb agai delik kole kt if . Contohnya yang paling ut ama ialah delik yang
dilakukan seb agai keb iasaan. Sepert i pasal 296 KUHP.7. Delik bersaha ja dan delik berkualifikasi (eenvoudige en geq ualificeerde
delicten ) . Delik berkualifikasi adalah bent uk khusus, me mpunyai se mua unsur bent uk dasar, tet api sat u at au leb ih ke adaan yang me mperberat pidana (t idak menjadi soal apakah it u unsur at au t idak), misalnya
penc urian dengan me mbongkar, penganiayaan yang meng akib at kanke mat ian, pe mb unuhan berenc ana (seb agai lawan pe mb unuhan ) .Seb aliknya ialah delik yang berpriv ilege , bent uk khusus yang
mengakib at kan ke adaan-ke adaan pengurangan pidana (t idak menjadi soal apakah it u unsur at au t idak), dipidana leb ih ringan dari bent uk
dasar, misalnya pe mb unuhan anak leb ih ringan dari pe mb unuhan b iasa.
8. Delik senga ja dan delik kelalaian at au c ulpa (Dole use en c ulpose delicten ) . Delik yang dilakukan dengan senga ja dan delik kelalaian
(Culpa) pent ing dalam hal percob aan, penyert aan, pidana kurungan, pidana perampasan.9. Delik polit ik dan delik komun at au umum (polit ie ke en commune
delicten ) . Delik polit ik dib agi at as : yang murni, yait u t u juan polit ik yang
hendak dic apai terc ant um dalam Bab 1 Buku II, sepert i Pasal 107 KUHP.
Disini termasuk Lande s Verrat dan Hoc hverrat. Delik polit ik c ampuran, setengah delik polit ik, setengah delik komun (umum) sepert i pe mb unuhan seorang t iran. Disini pe mb unuhan polit ik.
10. Delik proparia dan delik komun at au umum (delict a proparia encommune delicten ) . Dengan delict a proparia diart ikan delik yang hanya
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 19/53
Hukum pidana dan Tipikor
dapat dilakukan ole h orang-orang yang me mpunyai kualitas t e t entu, seperti delik jab atan, delik milit er dan seb againya.
11. Delik-delik dapat dib agi juga atas kepentingan hukum yang dilindungi, seperti delik atas ke amanan negara, delik t erhadap orang, delik
ke susilaan, delik t erhadap harta benda dan lain -lain.
12. Untuk Indone sia, menurut K itab Undang -undang Hukum A cara Pidana Pasal 284, dikenal pula delik umum dan delik khusus, seperti delik e konomi, korupsi, sub versi dan lain-lain.
4.3.2 Delik Pengaduan (Klachtdelicten) Menurut jenisnya delik pengaduan dapat dib agi menjadi menjadi :
1. Delik pengaduan ab solut (ab solut e klach tdelic t en ) . Y aitu beberapa jenis
delik t ert entu yang untuk menentukannya pada umumnya dib utuh kan
pengaduan. Cont oh : a. Delik pengaduan :
y Pasal 310 : menista (menghina)
y
Pasal 331 : me mfit nah (last e r)
y Pasal 315 : penghinaan se derhana (o env o u digbeladiging ) y Pasal 319 : (disini dit entukan syarat b ahwa kejahatan
penghinaan dapat dituntut se t elah ole h pihak penderita
dilakukan pengaduan, ke cuali dalam hal Pasal 316)y Pasal 316 : (penghinaan t erhadap seorang pejab at pe merintah
yang se dang melakukan tugas se cara syah, untuk menuntut nya berdasarkan Pasal 319, tidak diperlukan pengaduan).
b. Dalam hal ini merupakan penyimpangan.
Cont oh : K ejahatan ke susilaan (ze dermisdri jven).y Pasal 284 : zina (o ve rp el )
y
Pasal 287 : perkosaan (verkrachting)
y Pasal 293 : perb uatan cab ul ( o m tuch t) .Co nto h : Memb uka rah asia (schend ing v an g ehe imen ) .
Pasal 322 d an Pasal 323 (guna melakukan penuntutan
t erh ad ap kejah atan ini h arus d ilakukuan pengad uan, d it entukan d alam ayat d ari ked ua pasal itu) .
Co nto h : Mengancam (afdre iging) .Pasal 369 (d alam ayat (2 ) d it entukan b ah wa d iperlakukanpengad uan untuk mengad akan penuntutan.
2. Delik pengad uan relatif. Y aitu beberapa jenis delik t ert entu yang guna penuntutannya pad a um umnya tid ak d ib utuh kan pengad uan, t e tapi
d alam h al ini merupakan syarat, apab ila antara si pelaku d an si penderita t erd apat h ub ungan keluarga.Co nto h : Delik ke kayaan t er t entu (bepalde verme g ens delict en )
a. Pencurian
b. Pengg elapanc. Penipuan
d. Pemerasan
Pasal 362 ad alah pencurian b iasa, t e tapi Pasal 367 ayat (2 ), penuntutan
t erh ad ap si pelaku h anya d apat d ilakukan dengan pengad uan.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 20/53
Hukum pidana dan Tipikor
5. Pengertian kesalahan dalam arti luas dan melawan hukum :
5.1. kesalahan dalam arti hukum pidana
5.2. kesalahan dalam arti luas 5.3. dapat dipertanggungjawabkan
5.4.perbuatan melawan hukum
KESALAHAN DALAM ARTI LUAS DAN MELAWAN HUKUM
5.1 KESALAHAN DALAM ARTI HUKUM PIDANA
K e salahan dalam hukum pidana t erb agi dua yaitu ke senga jaan (opze t/dolus)dan K elalaian (culpa)
a. Sengaja
Berdasarkan me mori penjelasan (Me morie Van Toelicht ing ) senga ja berart i
kehendak yang didasari yang dit u jukan unt uk melakukan kejah at antertent u. Menurut Penjelasan terseb ut senga ja (opzet) sama dengan
w illens en wettens yakni dikehendaki dan diket ah ui.Jenis-jenis senga ja yang sec ara tradisional telah dit ulis di berb agai b uku h ukum pidana : - S engaja d engan maksud
Y akni merupakan bentuk senga ja yang paling se derhana, senga ja seb agai maksud apab ila pe mb uat mengke hendaki akib at perb uatannya.
Ia tidak pernah melakukan perb uatannya apab ila pe mb uat menge tahui b ahwa akib at perb uatannya tidak t erjadi.Cont oh : A pab ila se seorang mene mb ak orang lain dan senjatanya
diarahkan ke jantung atau kepala orang itu, maka perb uatan itu disimpulkan senga ja (seb agai maksud) menghilangkan nyawa orang
t erseb ut - S engaja d engan k esadaran t entang k epastian Y ang dikatakan dengan senga ja dengan ke sadaran dan kepastian
t erjadi apab ila pe mb uat yakin b ahwa akib at yan g dimaksudnya tidak akan t ercapai tanpa t erjadinya akib at yang tidak dimaksud. Menurut t eori ke hendak, apab ila pe mb uat juga mengke hendaki akib at atau hal -
hal yang t erleb ih dahulu t elah dapat digamb arkan seb agai suatu akib at yang tidak dapat dielakkan t erjadinya maka orang itu melakukansenga ja dengan kepastian t erjadi. Se dangkan menurut t eori me mb ayangkan, apab ila b ayangan t entang akib at atau hal -hal yang
turut serta me mpengaruhi t erjadinya akib at tidak langsung dike hendaki t e tapi juga tidak dapat dielakkan, maka orang itu melakukan senga ja
dengan kepastian yang t erjadi.Cont oh : K asus Thomas v an Bre merhanen yang belayar ke
Southampt on dan me minta asuransi yang sangat tinggi disana. Ia
me masang dinamit, supaya kapalnya dile dakan dan dit enggelamkandilaut lepas. Motif nya ialah untuk menerima uang asuransi.K e senga jaannya ialah menenggelamkan kapal itu. Jika orang yang
berlayar dengan kapal itu mati t enggelam maka itu adalah senga ja
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 21/53
Hukum pidana dan Tipikor
dengan kepastian.
- S engaja d engan k esadaran k emungkinan s ekali t erjadi
Senga ja ke mungkinan se kali t erjadi dicont ohkan dalam kasus kue tart dari kota hoorn, dimana seorang me mb unuh kepala pasar dengan
mengirim kue tart yang dib uuhi racun tikus ke alamat t erseb ut . Ia
menge tahui b ahwa disamping musuhnya itu juga berdiam ist rinya. Ia menge tahui b ahwa sang ist ri t erseb ut juga akan me makan kue t erseb ut dan ia masih me mpunyai waktu untuk mencegahnya namun tidak ia
lakukan
- S engaja d engan k emungkinan t erjadi atau s engaja bersyarat t erjadi jika pe mb uat t e tap melakukan yang dike hendakinya walaup un
ada ke mungkinan akib at lain yang sama se kali tidak diinginkan t erjadi.Jika walaupun akib at (yang sama se kali tidak diinginkan) itu diinginkan
daripada menghentikan perb uatannya maka t erjadi pula ke senga jaan.
b. Kelalaian (culpa)
Undang-undang tidak me mberi de finisi yang jelas t entang kelalaian. Hanya Me mori Penjelasan mengatakan, b ahwa kelalaian ( c ulpa) t erle tak antara senga ja dan kebe tulan. Bagaimanapun juga c ulpa dipandang leb ih ringan
dib andingkan dengan senga ja.
Van Hamel membagi c ulpa atas 2 jenis :a. K urang melihat ke depan yang perlu
b. K urang ke hati-hatian yang perlu Sedangkan Vos membedakan dua unsur dari culpa :a. Terdakwa dapat melihat ke depan apa yang akan t erjadi
b. K urangnya ke hati-hatian.
5.2 KESALAHAN DALAM ARTI LUAS DAN MELAWAN HUKUMK e salahan dalam arti luas meliputi:
1) Senga ja
2) K elalaian (culpa)3) Dapat dipertanggungjawab kan
Menurut Pompe , melawan hukum (we derre cht eli jkhe id) t erle tak di luar
pelanggaran hukum, se dangkan senga ja, kelalaian dan dapat dipertanggungjawab kan t erle tak di dalam pelanggaran hukum.
Senga ja dan kelalaian (onacht z aamhe id) itu harus dilakukan se cara melawan
hukum supaya me menuhi unsur ke salahan dalam arti luas Sejak tahun 1930 dikenal asas tiada pidana tanpa ke salahan ( K e ine St rafe
ohne S
chuld). Hanya orang yang bersalah atau perb uatan yangdipertanggungjawab kan kepada pe mb uat yang dapat dipidana.Menurut Me mori Penjelasan (Me mori van Toelichting), 2 hal yang menyeb ab kan
dit erima atau tidaknya dapat dipertanggungjawab kan pe mb uat:
a. Dalam hal perb uatan yang dipaksakan
b. N af su, pathologis, gila, pikiran se sat dsb Menurut Haze winkel-Suringa, jika tidak dapat dipertanggungjawab kan maka
tidak ada ke salahan.
5.2.1 Sengaja
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 22/53
Hukum pidana dan Tipikor
Menurut Me mori Penjelasan (MvT) WvS Belanda tahun 1886, senga ja
berarti ke hendak yang disadari yang ditu jukan untuk m elakukan kejahatan
t ert entu. Senga ja (op ze t ) sama dengan w illens en we t ens (dike hendaki dandike tahui).
Van Hattum me mb antah b ahw a w illen tidak sama dengan we t en. Jadi
dengan senga ja tidak sama dengan w illen dan we t en. Se seorang yangw illen (hendak) berb uat se suatu belum t entu menghendaki akib at yang t erjadi karena p erb uatan t erseb ut .
Menurut Jonkers, sudah me madai jika p e mb uat dengan senga ja
melakukan p erb uatan atau p engab aian ( nalat en) mengenai apa yang ole h undang-undang dit entukan seb agai pidana.
Beberapa KUHP asing mencantumkan error in juris (khilaf t entang
undang-undang), artinya keliru t entang dapat nya dipidana sautu p erb uatan
atau p engab aian ole h undang -undang, seb agai dasar p eniadaan pidana atau
p engurangan pidana.
Teori-teori Tentang Sengaja
1. Teori Kehendak (wilstheorie) Dike mukakan ole h : Von HippelBuku : Die Gr enze von Vor s atz und F ahr lass igke it , 1903
Senga ja be rar t i b ahwa akib at s uat u pe r b uat an d ike hend aki d an ini te r nyat a apab ila akib at it u s ungguh -s ungguh d imaks ud ole h pe r b uat an
yang d ilakukan it u. Contoh : A menghend aki ke mat ian B. Ia mene mb ak kepala s i B d ari
jarak de kat. Be rar t i A s ungguh -s ungguh menghend aki ke mat ian B.
2. Teori Membayangkan (Voorstellings-theorie) Dike mukakan ole h : Frank
Dalam tulisan : Ueber den A uf b au de s Schuldbegriffs, dalam Fe tschrift Gie szen, 1907
Se cara psikologis, tidak mungkin suatu akib at dapat dike hendaki.Manusia tidak mungkin menghendaki suatu akib at . Ia hanya dapat me mb ayangkan, mengingini, mengharapkan atau me mb ayangkanadanya suatu akib at .
Istilah lain yang dipakai undang -undang di samping istilah dengan senga ja: 1. menge tahui b ahwa (we t ende dat )2. tahu t entang (kennis dragende v an)
3. dengan maksud (oogmerk)4. niat (voorne men)
5.
dengan rencana leb ih dahulu ( me t voorberacht erade)Se cara t radisional, dikenal 3 jenis senga ja: a. Sengaja sebagai maksud
A pab ila pe mb uat menghendaki akib at perb uatannya. Ia tidak
pernah melakukan perb uatannya apab ila pe mb uat menge tahui b ahwa akib at perb uatannya tidak akan t erjadi.
Senga ja bentuk ini paling mudah dib uktikan.
Cont oh: se seorang mene mb ak orang lain dan senjatanya ditu jukan
ke arah b agian tub uh yang berb ahaya b agi nyawanya (jantung,
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 23/53
Hukum pidana dan Tipikor
kepala, le her, dsb), maka dapat disimpulkan b ahwa pe mb uat senga ja (seb agai maksud) menghilangkan nyawa orang t erseb ut .
b. Sengaja dengan kesadaran tentang kepastian A pab ila pe mb uat yakin b ahwa akib at yang dimaksudkannya tidak
akan t ercapai tanpa t erjadinya akib at yang tidak dimaksud.
Cont oh: Penenggelaman kapal dengan dinamit ole h Thomas vanBre merhaven dengan motif agar menerima uang asu ransi.Penenggelaman itu merupakan senga ja seb agai maksud, tidak akan
t erjadi tanpa matinya para penumpang yang tidak dimaksud itu.
K e matian para penumpang merupakan kepastian t erjadi jika kapaldit enggelamkan dengan dinamit di laut lepas.
c. Sengaja dengan kesadaran kemungkinan sekali terjadi /
Sengaja dengan kemungkinan terjadi / Sengaja bersyarat
Terjadi jika pe mb uat t e tap melakukan yang dike hendakinya
walaupun ada ke mungkinan akib at lain yang sama se kali tidak diinginkannya t erjadi.
Cont oh: Se seorang yang berniat untuk me mb unuh dengan cara mengirimi calon korb an kue tar yang t elah dib ub uhi racun. Ia menge tahui b ahwa di samping korb an, t erdapat pula ist rinya yang
ke mungkinan be sar akan ikut me makan kue t erseb ut, padahal yang
menjadi targe t hanyalah suaminya. A pab ila dalam rumusan delik t ercantum dengan senga ja dan melawan
hukum, ada 3 pendapat t entang arti penghubung dan: a. A rtinya seja jar satu sama lain, t erlepas dan tidak saling me mpengaruhi.
Terdakwa harus melakukan perb uatan dengan senga ja dan juga
melawan hukum, masing-masing berdiri sendiri.b. Tiadanya kata dan tidak berarti apa -apa. K e duanya me mpunyai ciri
t ersendiri tanpa me mpengaruhi satu sama lain.c. K ata penghub ung dan tidak me mpunyai arti. Jadi, istilah dengan
senga ja meliputi pula mela wan hukum.Beberapa istilah kuno untuk senga ja (jarang muncul dalam prakt e k danlit erature):
1) D ol us Di r ectus
Sama dengan senga ja seb agai maksu d 2 ) D ol us Indi r ectus
Senga ja ini te rdapat dalam Code Penal .Co nt oh: dalam su atu pe r tengkaran sese orang mendoro ng orang lain lal u
jatu h dan te r gi las mo bi l yang kebetu lan l e wat.
3 ) D ol us Dete rminatus /D ol us Indete rminatus /D ol us Al te r nativus D ol us Dete rminatus : senga ja yang dituju kan kepada orang te r tentu D ol us Indete rminatus : ke hendak untu k me mbunu h yang s ama se kal i ti dak me mpe du l i kan orangnya (mis al nya mene mb ak ke arah ke r u munan
orang, me l e dakkan ke r et a) D ol us Al te r nativus : pe mbu at dapat me mpe rki rakan s atu dan lain akib at (mis al nya me racuni su mu r)
4 ) D ol us Gene ral is Di laku kan dengan be r b agai kasus.Co nt oh: A mence ki k B ke mu di an me l e mparkannya ke ai r . B ti dak mati
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 24/53
Hukum pidana dan Tipikor
karena ce kikan t e tapi karena mati le mas.
5 ) D o lu s Pre med itat u s/ D o lu s Repentinu s
D o lu s Pre med itat u s : senga ja yang t elah d irenungkan atau d ipikirkant erleb ih d ahulu
D o lu s Repentinu s : senga ja yang tid ak d irenungkan atau d ipikirkan
t erleb ih d ahulu 6 ) D o lu s Ant e cedens/D o lu s Sub sequens
D o lu s Ant e cedens : artinya sebelu mnya t elah t erjad i Co ntoh: A berencana me mbunu h ist rinya pad a 3 N o ve mber dengan
senapan unt u k berburu. P ad a 2 N o ve mber A me mbersihkan senapand an karena ke celakaan ist rinya t ert e mb ak mati. Walau ad a ke hend ak
senga ja unt u k me mbunu h tanggal 3, namun tid aklah merupakan senga ja
yang t erjad i tanggal 2.
Co ntoh D o lu s Sub sequens : A karena culpa menabrak se se o rang yang
t ernyata ad alah mu su hnya. Penabrakan bu kanlah senga ja. Tapi jika ia senga ja me mb iarkan ko rb an misal tid ak me manggil d okt er, maka ia
senga ja me mbunu h dengan cara pengab aian.7 ) D o lu s M alu s
Se se o rang d ipid ana jika ia sad ar b ahwa perbu atannya melawan hu ku m
d an d apat d ipid ana menuru t und ang -und ang.
5.2.2 Kelalaian ( Culpa )
K elalaian (culpa) t erle tak antara senga ja dan kebe tulan. Culpa dipandangleb ih ringan dib anding senga ja.
Van Hamel membagi culpa atas 2 jenis :
1) K urang melihat ke depan yang perlu 2) K urang hati-hati yang perlu
Vos membedakan culpa atas 2 unsur :1) Terdakwa dapat melihat ke depan yang akan t erjadi
Hal ini merupakan syarat sub ye ktif Cont oh: anak ke cil yang me mindahkan wisel rel kere ta api se hingga keluar jalur, tidaklah ia bersalah jika ia tidak tahu apakah wisel kere ta api itu
2) K e tidakhati-hatian dalam perb uatan yang dilakukan (pengab aian)Terdapat b atas yang tipis antara culpa yang disadari dan senga ja
ke mungkinan (senga ja bersyarat ).Persamaan : pe mb uat dapat melihat ke depan ke mungkinan akib at perb uatannya.
Perbe daan : pada culpa yang d isadari pe mb uat sama se kali tidak menghendaki akib at atau ke adaan yang berhub ungan dengan hal itu. Ia
melakukan perb uatan dengan ke sadaran dapat menghindari akib at nya.
Delik kelalaian dalam rumusan undang-undang ada 2 macam:
1) Delik K elalaian (culpa) yang m enimb ulkan akib at Dengan t erjadinya akib at, maka t erciptalah delik kelalaian
2) Delik K elalaian (culpa) yang tidak menimb ulkan akib at Dengan kelalaian atau ke kuranghati -hatian itu sendiri sudah diancam
dengan pidana
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 25/53
Hukum pidana dan Tipikor
5.2.3 Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana
Ciri atau unsur kesalahan dalam arti luas:
a. Dapat dipertanggungjawab kan pe mb uat b. A da kaitan psikis antara pe mb uat dan perb uatan (senga ja atau
ke salahan dalam arti se mpit )
c.
Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang menghapus dapat nya dipertanggung-jawab kan se suatu perb uatan kepada pe mb uat
Tidak mungkin ada ke salahan tanpa adanya melawan hukum. N amun
kata Vos, mungkin ada melawan hukum tanpa adanya ke salahan. Melawanhukum adalah mengenai perb uatan yang abnormal se cara ob ye ktif . K alau
perb uatan itu tidak melaw an hukum berarti b ukan perb uatan abnormal, dan
berarti pe mb uat nya tidak bersalah.
K e salahan adalah unsur sub ye ktif, yaitu untuk pe mb uat t ert entu.
Dikatakan ada ke salahan jika pe mb uat nya dapat dipertanggungjawab kan atas
perb uatan. Dalam b ahasa Indone sia hanya ada 1 istilah yaitu
pertanggungjawab an. Dalam b ahasa Belanda ada 3 sinonim: aansprakeli jk, verantwoordeli jk, dan t oere kenb aar.
5.3. KESALAHAN DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN.
Sebelum me mb ahas Peringanan Pidana yang Dapat Dipertanggungjawab kanmaka perlu pe mb ahasan siapa penanggungjawab dalam ke salahan atau
peristiwa pidana.
5.3.1 Pengertian Penanggung jawab
Subje k hukum adalah manusia prib adi atau b adan hukum yang menjadi pendukung hak dan ke wa jib an ( drager v an rec ht en en plic ht en). Subje k
hukum pidana adalah manusia yang : 1. Penanggung jawab peristiwa pidana;2. Polisi yang melakukan penyelidikan;
3. Jaksa yang melakukan penuntutan;4. Pengac ara;5. Hakim yang mengadili; atau
6. Pe tugas le mb aga pe masyarakatan yang melaksanakan e kse kusi keputusanhakim.
Fokus pe mb ahasan mengarah pada b utir satu di atas yaitu penanggung jawab
peristiwa pidana yang diklasifikasi atas : 1. Penanggung jawab penuh;
2. P
enanggung jawab seb agian.
5.3.2 Penanggung Jawab Penuh.
Penanggung jawab penuh adalah tiap orang yang menyeb ab kan (turut serta
menyeb ab kan) peristiwa pidana yang diancam dengan pidana se tinggi pidana
pokoknya.Penanggung jawab penuh t erb agi atas :
1. D ader (pelaku) penanggung jawab mandiri;2. Me de dader (pe serta pelaku) penanggung jawab bersama;3. Me depleger (pe mb antu pelaku) penanggung jawab serta;
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 26/53
Hukum pidana dan Tipikor
4. D o e n pl e g e r (p e nyuruh me lakukan ) p e nanggung jawab p e nyuruh;
5. Uit lokke r (p e mb u juk) p e nanggung jawab p e mb u juk/ p e r e ncana.
5.3.3 Penanggung Jawab Sebagian.
Penanggung jawab seb agian apab ila se seorang bertanggung jawab atas
b antuan percob aan suatu kejahatan dan dian cam pidana sebe sar 2 /3 (dua pertiga) pidana kejahatan yang sele sai.Penanggung jawab seb agian t erb agi atas :
1. Poger (orangnya), Poging (kegiatannya);
2. Me deplichtige (penanggung jawab b antuan).
5.3.4 Peniadaan.
Tit el ke-3 dari Buku Pertama KUHP menyeb utkan alasan -alasan penghapusan
pidana: 1. Alasan pe mbenar yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan
hukumnya perb uatan.
2. Alasan pe maaf yaitu alasan yang menghapuskan ke sahalan t erdakwa.
3. Alasan penghapus penuntutan alasan dengan tidak melaksanakanpenuntutan (cont oh: Pasal 53 KUHP pelaku yang tidak menyele saikan
tindakan pidana).
Dari pe mb ahasan dasar peniadaan pidana serta penanggung jawab peristiwa pidana, maka perlu diuraikan jenis -jenisnya se cara t erinci. Biasan ya uraian
para pengarang hukum pidana dimulai dengan Pasal 48 KUHP (daya paksa)atau Pasal 49 KUHP (pe mbelaan t erpaksa), ialah Pasal 44 yang dikaitkandengan hal tidak dapat dipertanggungjawab kan (ont oere keningsv at b aarhe id )
maka hal inilah yang pertama diu raikan.Terjermahan pasal itu seb agai berikut:
ayat 1: "Barang siapa melakukan perb uatan yang tidak dapat dipertanggungjawab kanpadanya, diseb ab kan karena akal se hat nya cacad dalam pertumb uhan atau
t erganggg karena penyakit, tidak dipidana"
Masalah ada tidaknya pertanggungjawab an pidana diputuskan ole h
hakim. Menurut Pompe ini merupakan pengertian yuridis b ukan me dis.Me mang me dikus yang me mber ke t erangan kepada Hakim yang me mutuskan.
Menurut nya dapat dipertanggungjawab kan ( t oere kenb aarhe id) itu berkaitan
dengan ke salalan (schuld). Orang dapat menyatakan dapat dipertanggungjawab kan itu sendiri Merupakan ke salahan ( schuld).
D
apat dipertanggungjawab kan t erdakwa berarti b ahwa ke adaan jiwanya dapat menentukan perb uatan itu dipertanggungjawab kan kepadanya. Is tilah di dalam Pasal 44 itu t erb atas artinya, tidak meliputi melawan hukum.
Menurut Pompe selanjut nya dapat dipertanggungjawab kan b ukanlah
merupakan b agian inti (be standdeel) t e tapi tidak dapat dipertanggungjawab kan itu merupakan dasar peniadaan pidana.
Dari pendapat nya itulah ia mengatakan jika t erjadi keragu -raguan
t entang ada tidaknya hal tidak dapat dipertanggungjawab kan,t erdakwa t e tap
di jatuhi pidana. Ia mengatakan b ahwa jika orang se t elah melakukanpe meriksaan t e tap ragu t entang dapat nya dipertanggung jawab kan, maka
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 27/53
Hukum pidana dan Tipikor
pe mb uat t e tap dapat dipidana.
Pendapat Pompe ini berlawanan dengan pendapat Van Hamel (halaman
326), Simons I (halaman 209), Ze ven Bergen (halaman 141), Lange mai jer TvS XLI (halaman 89), Noyon Lange mai jer I (halaman 215), Vos (halaman 85) ,
Van Hattum (halaman 339).
Jalan pikiran Pompe mungkin didasarkan atas hal dapat dipertanggungjawab kan itu b ukan b agian inti delik se hingga dianggap ada sampai dib uktikan seb aliknya, misalnya dengan ke t erangan psikiat er. K ita
harus me mperhatikan kata -katanya yang mengatakan b ahwa jika t erjadi keragu-raguan se sudah diadakan pe meriksaan (ole h psikiat er?) maka pe mb uat t e tap dapat dipidana.
Ini berarti se t elah diadakan pe meriksaan (psikiat er) t e tap hakim ragu -
ragu, maka pe mb uat t e tap dipidana. Pendapat Pompe i ni mungkin ada
benarnya jika dib andingkan dengan hukum pidana negara -negara lain, misalnya menurut E vidence C ode Pasal 522, t erdakwalah yang me mikul beb an
pe mb uktian hal sakit jiwa (insanity) dengan b ukti -b ukti yang kuat, yang dapat
me yakinkan juri. Tentulah hal ini melalui penasihat hukumnya.Moeljat no, me skipun juga mengatakan b ahwa dapat
dipertanggungjawab kan merupakan unsur diam-diam selalu ada, kec uali kalau
ada tanda-tanda yang menunjukkan tidak normal, ia berpendapat se suai dengan a jaran dua tahap hukum pidana (maksudnya: ac tus re us dan mens re a), ke mampuan bertanggungjawab seb agai unsur ke salahan.
Ia mengikuti pendapat Van Hattum, b ahwa jika t erjadi keragu -raguanapakah t erdakwa berpenyakit jiwa atau b ukan maka t erdakwa tidak dipidana.Bagaimana jika ada t erdakwa berpura -pura sakit ingatan, lalu meragukan
hakim? Untuk mencegah hal seperti ini, KUHP Republik K ore a Pasal 10 ayat (3) mengatakan orang yang senga ja me mb uat dirinya sakit mental dapat
dipidana.Lalu Pasal 10 itu me mbe dakan orang yang sakit mental yang tidak dapat
me mb uat penilaian yang rasional atau mengendalikan ke hendaknya tidak
dapat dipidana, se dangkan kalau kurang mampu me mb uat penilaian yangrasional, dikurangi pidananya.Beberapa KUHP A sing mengatur lain t entang tidak dapat dipertanggungjawab kan karena penyakit jiwa. KUHP Rusia misalnya ke adaansakit jiwa tidak meniadakan pidana, t e t api merupakan pe milihan tindakan.
Jadi, tidak menyangkut lepas dari tuntutan hukum ( ontslag van
rec htsvervolging).Begitu pula KUHP Swe di`a tidak menghub ungkan antara dapat
dipertanggungjawab-kan dan sakit jiwa.P
aragraf 3B
ab 31 mengatakan: If a person wha has committ e d a criminal ac t has been in a report of his mental ex amination t o be in nee d of c are in a mental hospital, the court may, if it finds the nee d f or suc h c are e stablishe d order his surrender f or c are inaccord with the Mental He alth A c t .
Penulis se tu ju kiranya ke t entuan se mac am ini dimasukkan ke dalam RUU (KUHP) Indone sia karena: 1) Mencegah orang berpura-pura sakit jiwa untuk menghindari pe midanaan.
Di Indone sia t erkenal t erdakwa pe mb unuh peragawati Julia Y asin, yangdicurigai ole h orang seb agai berpura-pura sakit ingatan (selalu t ertidur di
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 28/53
Hukum pidana dan Tipikor
ruang sidang). A da wartawan yang mengikuti t erdakwa naik b us, yang
kelihatannya Ia cukup sadar untuk me mpersilakan seorang wanita
mengamb il t e mpat duduknya.2) Mencegah t erjadinya ke keliruan hakim, karena ad a orang yang sakit
jiwanya hanya datang se cara berkala.
3) Untuk me muaskan korb an (keluarga korb an) b ahwa me mang ke adilant elah dit egakkan. K arena t erdakwa sakit jiwa maka dimasukkan ke rumah sakit jiwa, b ukan dilepas dari tuntutan hukum.
A kal se hat adalah t erje mahan dari verstandeli jke vermogens, yang di dalam Wv S Belanda t elah diub ah pada tahun 1928 menjadi gee st vermoge s yang dapat dit erje mahkan menjadi daya pikir. Sudah jelas b ahwa
gee st vermoge s (daya pikir) leb ih luas artinya dari pada verstandeli jke
vermogens (akal se hat ). Y ang t erseb ut duluan meliputi idiot, le mah akal, sakit jiwa, epilepsy dan lain-lain. Prakt e k di Indone sia mengikuti pengertian luas
t erseb ut .Menurut Van Be mmelen, dapat dipertanggungjawab kan itu meliputi :
1. K e mungkinan menentukan tingkah lakunya dengan ke mauannya.
2. Mengerti tu juan nyata perb uatannya.3. Sadar b ahwa perb uatan itu tidak diperkenankan ole h masyarakat .
Menurut Jonkers pengertian t erseb ut agak sulit karena dalam pakt e k
ke tiganya sering saling bert entangan. Se cara se derhana dapat dikatakanb ahwa seb agai manusia normal mere ka dipandang dapat dipertanggungjawab kan. Hukum pidana katanya me mandang se cara normaldapat dipertanggungjawab kan itu dianggap ada. Dengan ini dianggap ada sampai ada keb alikannya atau keraguan yang me mert ukan pe meriksaan.
Di samping Pasal 44 KUHP, yang menyeb ut dasar tidak dapat dipertanggungjawab-kan yang lain, misalnya umur yang belum cukup (belum
de wasa) berada di b awah hypnose , tidur samb il berjalan dan lain -lain.Tidak dapat dipertanggungjawab kan dipa ndang seb agai unsur ke salahan
dalam arti luas atau merupakan unsur diam-diam suatu delik. Dalam tulisan
ini, merupakan mens re a. Hoge Raad di dalam putusannya l0 Nove mber 1924, N.J. 1925 halaman 169, menyatakan b ahwa dapat dipertanggungjawab kanb ukanlah b agian inti (be standdeel) delik, t e tapi jika tidak dapat dipertanggungjawab kan maka itu menghapuskan atau meniadakan dapat nya dipidana se suatu perb uatan. K alau melawan hukum yang tidak ada berarti suatu perb uatan tidak dapat dipidana t e tapi kalau tidak dap at dipertangungjawab kan, perb uatan itu t e tap dapat dipidana hanya orangnya yang tidak dapat dipidana. Y ang pertama merupakan unsur ob ye ktif
se dangkan yang ke dua unsur sub ye ktif dapat nya dipidana suatu perb uatan.Pengaruh hypnose dan tidur samb il berjalan titak dapat dipertangungjawab kan karena menunrt Hoge Raad l0 Nove mber 1924, N.J.
1925, halaman. 169, itu merupakan unsur diam -diam pada se tiap delik.
K arena itu merupakan dasar peniadaan pidana maka hilang pula
dapat nya dipidana si pe mb uat . Dari kata -kata Pasal 44 KUHP itu sendiri t elah dapat disimpulkan b ahwa tidak dapat dipertangungjawab kan itu tidak t erb atas
hanya yang t erseb ut di dalam pasal itu, yaitu cacad pertumb uhan akal se hat atau gangguan penyakit pada akal se hat nya.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 29/53
Hukum pidana dan Tipikor
Menurut pasal 44 ayat 2 hakim dapat me masukkan ke rumah sakit jiwa
selama satu tahun jika perb uatan itu tidak dapat dipertangungjawab kan
kepada t erdakwa karena kurang se mpurna akalnya sakit berub ah akalnya.Ini berarti hakim dapat me mutuskan lepas dari tuntutan hukum atau
seb agai tindakan me merintahkan untuk dimasukkan ke rumah sakit jiwa
t erseb ut .Sebenarnya masih ada masalah gangguan penyakit yang tidak
diperhatikan ole h hukum Pidana Belanda dan Eropa (juga Indone sia), yaitu
ada orang yang t ergangu jiwanya pada masa -masa t ert entu t e tapi normal
pada masa lain. Bagaimana jika orang de mikian ini t erganggu akal se hat nya pada waktu melakukan delik, t e tapi pada waktu disidangkan ia normal?
KUHP RRC Pasal 15 yang menyatakan: "A me n ta ll y i ll p e r s on wh o causes da ng e ro us c on seque n ces at time
whe n he is u n ab l e t o r ec ogn ize u n ab l e t o c on t rol his o w n c on duct is no t t o bea r c r imi n a l r es pon sibi l ity; but his fami l y or g ua r dia n sha ll be or de r ed t o sub j ect him t o st r ict su r vei ll a n ce a n d a rr a ng e f or medica l
t r eatme n t. A p e r s on wh o se me n ta l i lln ess is o f a n i n te r mitte n t n atu r e sha ll bea r
c r imi n a l r es pon sibi l ity if he c o mmits a c r ime du r i ng a p e r i o d o f me n ta l nor ma l ity.
An i n t o xicated p e r s on wh o c o mmits a c r ime sha ll bea r c r imi n a l r es pon sibi l ity.
Pada a l i n ea ked ua it ul ah diseb ut ka n bahwa sese or a n g ya n g me m pun yai
p e n ya kit me n ta l ya n g be r si f at be r se l a n g-se l i n g di p e r ta n ggun gjawab ka n p ida n a ji ka ia me l a kuka n de l i k se l ama masa me n ta l nor ma l .
Sebe lum be rkemba n gn ya p si kiat r i ya n g m ul ai p ada tah un 1800 un t uk
me n e n t uka n ada tida kn ya p e r t umb uha n ya n g tita k sem purn a ata u ga n ggua n
p e n ya kit p ada a ka l sehat sese or a n g, ma ka ha l it u dite n t uka n de n ga n: 1) Mun gki nkah dibeda ka n a n ta r a bai k da n b uruk ( the r ight a n d w ron g test).2) Ap a kah ha l da p at me n aha n d oron ga n hati ( the i rr esistib l e im pul se test)
sebagai kr ite r ia un t uk me n e n t u ka n da p at di p e r ta n ggun gjawab ka n ?3) Da p at kah dite r ima bahwa or a n g-or a n g ya n g ha n ya kur a n g daya p i ki rn ya
un t uk membeda ka n da n me n aha n (go daa n ) juga di kur a n gi
p e r ta n ggun gjawaba nn ya da n de n ga n demi kia n di kur a n gi p ida n a n ya.
Me n ge n ai or a n g mab uk da p at di kata ka n b ahwa de n ga n se n gaja mi num-
mi numa n ke r as da n mab uk. kem udia n me l a kuka n de l i k da p at di p e r ta n ggun gjawab ka n .
De n ga n se n gaja mi num da n mab uk me rup a ka n p e n e n t ua n kema ua n . Ia da p at
mem p e rki r a ka n a kibat n ya ji ka ia mab uk.Me numt put usa n Raad va n Justitie Sema r a n g, 2 Agust us 1938, T. 148
ha l ama n ., 790, sese or a n g mab uk ya n g me n emba k d ua temba ka n ke p ada
ke lo m pok or a n g ia tida k di p ida n a de n ga n se n gaja me l a kuka n p emb unuha n me l ai nka n se n gaja me l a kuka n p e n ga n iayaa n be r at be r dasa rk a n be rkur a n gn ya
kesada r a nn ya.Di da l am a l i n ea ketiga Pasa l 15 KUHP RRC ditegas ka n bahwa or a n g
mab uk ya n g me l a kuka n de l i k be r ta n ggun gjawab p ida n a ( An i n t o xicated
p e r s on wh o c o mmits a c r ime sha ll bea r c r imi n a l r es pon sibi l ity).
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 30/53
Hukum pidana dan Tipikor
Menurut Pompe , se cara yuridis menurut Pasal 44 KUHP, mab uk tidak
t ermasuk, mab uk berkaitan dengan senga ja atau kelalaian. Orang me mikirkan
ke mab ukan seb agai C ulpa in C ausa.
5.4. PERBUATAN MELAWAN HUKUM
Seringkali dalam prakt e k se hari -hari ada yang sepintas lalu seb agai perb uatanmelawan hukum t e tapi undang-undang me mandangnya seb agai diperbole hkanole h hukum, jadi tidak berlaku pe mbelaan t erpaksa untuk melawannya. Misalnya
perb uatan alat negara yang menangkap dan menahan orang yang diduga keras
t elah melakukan delik. Di sini kelihatan melanggar kebeb asan bergerak orang.Te tapi undang-undang me mandangnya seb agai perb uatan yang tidak melawan
hukum, karena perb uatan t erseb ut se suai dengan undang -undang yaitu pasal 21
KUHP.
K e mudian, kita lihat b ahwa pengertian melawan hukum itu sen diri bermacam-macam. A da mengartikan seb agai tanpa hak sendiri ( zonder egen
re cht ). bert entangan dengan hak orang lain ( t egen eens anders re cht ),
bert entangan dengan hukum ob ye ktif ( t egen he t obje ctieve re cht ).K arena bermacam-macamnya pengertian melawan hukum itu, Noyon-
Lange me yer (1954) mengusulkan agar fungsi kata itu hendaknya dise suaikan
dengan se tiap delik tanpa se cara asasi menghilangkan ke satuan artinya.
Misalnya Hoge Raad dengan A rre st nya tanggal 28 Juni 1911, dalam menerapkanpasal 326 Ne d; W.v.S. (= pasal 378 KUHP) mengatakan de dader geen e igen
re cht t op de bevoordeling hee ft (t erdakwa tidak me mpunyai hak sendiri untuk menikmati ke untungan itu).
Dibe dakan pula pengertian melawan hukum f ormel dan mat eriel. Menurut Pompe , dari istilahnya sa ja sudah jelas, melawan hukum jadi bert entangandengan hukum, b ukan bert entangan dengan undang -undang. Dengan de mikian,
Pompe me mandang melawana hukum seb agai yang kita maksud dengan melawan hukum mat eriel.Se dangkan melawan hukum se cara f ormel dia rtikan bert entangan dengan
undang-undang. A pab ila suatu perb uatan t elah mencocoki rumusan delik, maka b iasanya dikatakan t elah melawan hukum se cara f ormel.Melawan hukum mat eriel harus berarti hanya dalam arti negatif, artinya kalau
tidak ada melawan hukum (mat eriel) maka merupakan dasar pe mbenar. Dalam penjatuhan pidana harus dipakai hanya melawan hukum f ormel, artinya yang
bert entangan dengan hukum positif yang t ertulis, karena alasan asas nullun
crimen lege st ricta yang t ercantum di dalam pasal 1 ayat ( 1) KUHP.Melawan hukum sering merupakan b agian inti delik, artinya t erseb ut se cara
jelas di dalam rumusan delik seperti pasal 362KU
HP
, pasal 372KU
HP dan lain -lain. K adang-kadang hanya t ersirat di dalam rumusan delik. A rtinya melawan
hukum se cara umum. Misalnya pasal 338 KUHP. Di sini melawan hukum seb agai unsur dapat nya dipidana, b ukan b agian inti delik. A pab ila pada yang t erseb ut pertama, b agian inti melawan hukum tidak t erb ukti , maka putusannya beb as.
Jadi, melawan hukum seb agai b agian inti harus t erc antum dalam dakwaan, danitulah yang harus dib uktikan. (Selengkapnya b aca halaman 131 -134, A ndi Hamz ah)
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 31/53
Hukum pidana dan Tipikor
DASAR PENIADAAN PIDANA MENURUT KUHP DAN DILUAR KUHP
6.1 DASAR PENIADAAN PIDANA MENURUT KUHP6.1.1 Ontoerekeningsvatbaarheid
Sebelum masalah ini diuraikan panjang leb ar, pertama -tama akan
ditinjau perumusan-perumusan yang t erdapat dari St raf b aar f e it atau delict. Menurut perumusan itu, maka St raf b aar f e it itu mengandungbeberapa unsure , yaitu :
1. Suatu perb uatan manusia (menseli jke handeling). Dengan handeling
dimaksudkan b aik een doen (melakukan se suatu) maupun eennalat en (melalaikan).
2. Perb uatan ini dilarang dan diancam dengan hukum ole h undang -undang.
3. Perb uatan ini dilakukan ole h se seorang yang dapat dipertanggungjawab kan (t eere keningsvat b aar person).
Menurut perumusan Simons, st raf b aar f e it itu harus merupakan: a. Perb uatan manusia b. Perb uatan itu adalah we derre cht eli jke (bert entangan dengan
hukum)
c. Perb uatan itu dilakukan orang yang dapat dipertanggungjawab kan
(t oere keningsvat b aarhe id)d. Dan orang itu dapat dipersalahkan
St raf b aar f e it menurut Prof . Mr. S. K artanegara adalah : Suatu perb uatan manusia, jadi suatu handeling atau leb ih t epat lagi ;
suatu ge draging (tindak-tanduk).
Dalam KUHP, diamb il pokok pangkal b ahwa se tiap orang adalah
t oere keningsvat b aarhe id, itu harus dib uktikan ole h karena undang-undangmenganggapb ahwa se tiap orang me mpunyai jiwa yang se hat, namun
kenyataannya menjadi lain apab ila se seorang adalah
6. Dasar peniadaan pidana menurut KUHP dan diluar KUHP :
6.1. Dasar peniadaan pidana menurut KUHP:
A. ontoerekeningsvatbaarheid, tidak dapat dihukum karena
orangnya sendiri (pasal 44); B. overmacht ( daya paksa-> pasal 48 );
C. noodweer (pembelaan terpaksa ->pasal 49);
D. melaksanakan Undang-Undang (pasal->50);
E. melaksanakan perintah jabatan (pasal->51).
6.2. Dasar peniadaan pidana diluar KUHP :
a.umum
b.khusus
c.tidak tertulis
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 32/53
Hukum pidana dan Tipikor
ont oere keningsvat b aarhe id artinya b ahwa ia tidak dapat dihukum se cara
pidana karena kondisi kejiwaannya yang t erganggu/sakit i ngatan atau jiwa
yang tumb uh kurang se mpurna. Pada pasal 44 : (1) Barangsiapa melakukan perb uatan yang tidak dapat dipertanggungkan
kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumb uhan atau t erganggu
karena penyakit, tidak dipidana.(2) Jika t ernyata perb uatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada
pelakunya karena pertumb uhan jiwanya cacat atau t erganggu karena
penyakit, maka hakim dapat me merintahkan supaya orang itu
dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lam satu tahun seb agai waktu percob aan.
(3) K e t entuan dalam ayat (2) hanya berlaku b agi Mahkamah A gung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Ole h karena KUHP hanya menyatakan se cara negative b ila se seorangtidak t oere keningsvat b aarhe id , maka dalam penyikapan kasus ini dapat
dit e mpuh beberapa cara yaitu : 1. Biologis, yaitu dengan meninjau ke adaan jiwa se seorang, b ias ke
Psikiat er atau Dokt er.
2. Meninjau hub ungan antara perb uatan dengan jiwa si pelaku.
Bilamana se suatu perb uatan dapat dipertanggungjawab kan, maka
timb ullah pertanyaan, apakah ini berarti b ahwa, se seorang yang melakukansuatu perb uatan dan ia dihinggapi ole h ke adaan seperti yang diseb utkan di atas, tidak dapat dihukum. Halnya adalah tidak de mikian, akan t e tapi haruslah dib uktikan t erleb ih dahulu b ahwa tingkat penyakit ingatan itu adalah de mikian rupa, hingga orang yang dihinggapi tidak dapat
dipertanggungjawab kan t erhadap perb uatannya. Y ang seperti de mikian itu me mpunyai tingkatan -tingkatannya ada
yang ringan, ada pula yang berat dan t erdapat pula yang se dang. Se t elah
itu, ke adaan harus dihub ungkan dengan k e tiga syarat di b awah ini artinya haruslah diselidiki, apakah orang yang dihinggapi ke adaan jiwa seperti itu :
1. Dapat mengerti akan nilai perb uatannya, hingga dapat mengerti akan
nilai-nilai dari pada akib at perb uatannya.2. Dapat menentukan ke hendaknya t erhadap perb uatan yang
dilakukannya itu.
3. Dapat menyadari b ahwa perb uatannya yang dilakukan itu, adalah perb uatan yang dilarang.
6.1.2 Overmacht ( keadaan memaksa) Tercantum pada pasal 48 KUHP yang berb unyi Barangsiapa
melakukan perb uatan karena pengaruh dayapaksa tidak dipidana. K ata
dayapaksa ini adalah salinan kata Belanda overmacht, yang artinya
ke kuatan atau daya yang leb ih be sar. Undang -undang hanya menyeb ut t entang tidak dipidana se seorang yang melakukan perb uatan karena
dorongan ke adaan yang me maksa. A sl inya berb unyi : N ie t St raf b aar is hi jdie een f e it begat waart oe hi j door overmacht is ge drongen.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 33/53
Hukum pidana dan Tipikor
Undang-undang tidak menjelaskan apakah itu ke adaan me maksa
(overmacht ). Tidaklah jelas, apakah menyangkut perb uatan (f e it ) ataukah
pe mb uat nya. Masalah ini t elah berab ad-ab ad dipersoalkan ole h para yuris dan filosuf . Re mmelink yang mengerjakan b uku Haze winkel -Suringa, ce takan
ke-8, mengatakan, b ahwa pada ce takan t erseb ut ia akan me mb icarakan
seb ab yang menjadi dasar tidak dapat dipidananya overmacht itu.K e kuatan fisik yang mut lak yang tak dapat dihindari dinamakan vis
compulsive , karena se kalipun tidak me maksa se cara mut lak, t e tapi me maksa
juga.Umumnya dikatakan b ahwa vis ab soluta tidak masuk dalam pasal 48, tapi hanya vis compulsive sa ja. A dapun seb abnya iala h b ahwa dalam vis ab soluta, orang yang berb uat b ukan yang t erkena pakasaan, t e tapi orang
yang me mber paksaan pisik.
Mengenai vis compulsive b iasanya ini dib agi dalam daya paksa dalam
arti se mpit (overmacht in enge zin) di mana sumber atau musab abnya
paksaan keluar dari orang lain, dan ke adaan darurat (noodt oe stand) di mana daya tadi tidak diseb ab kan ole h orang lain, t e tapi timb ul dari ke adaan -
ke adaan yang t ert entu.Juga dikatakan, b ahwa dalam dayapaksa yang se mpit, inisiatif untuk
berb uat ke a rah perb uatan yang t ert entu,ada pada orang yang me mber
t e kanan. Se dangkan dalam ke adaan darurat, orang yang t erkena, beb as
untuk me milih perb uatan mana yang akan dilakukan. Inisiatif ada pada dirinya sendiri. Cont oh dari dayapaksa yang se mpit adalah kalau orang
dit odong dengan pist ol untuk melakukan se suatu perb uatan pidana. Dalam ke adaan darurat b iasanya dikatakan ada 3 ke mungkinan yaitu :
1. Orang t erjepit antara dua kepentingan. Dengan kata lain, di sini ada
konf lik antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang la in.2. Orang t erjepit antara kepentingan dan ke wa jib an. Jadi ada konf lik antara
kepentingan dan ke wa jib an.3. A da konf lik antara dua ke wa jib an. Orang dapat panggilan untuk hadir di
pengadilan pada hari yang sama, di mana dia juga harus dating pada
pengadilan di kota lain. K e wa jib an yang pertama diab aikan untuk menunaikan ke wa jib an yang ke dua.
6.1.3 PEMBELAAN TERPAKSA (Noodweer) Pe mbelaan t erpaksa ada pada se tiap hukum pidana dan sama usianya
dengan hukum pidana itu sendiri. Istilah yang dipakai ole h Belanda adalah
noodweer tidak t erdapat dalam rumusan Undang -undang.Pasal 49 (1) KUHP (t er j e mahan) mengatakan : tidak dipidana b arang
siapa yang melakukan perb uatan pe mbelaan t erpaksa untuk diri sendiri atau orang lain, ke hormatan ke susilaan, atau harta benda sendiri at au orang lain, karena serangan se ke jap itu atau ancaman serangan yang sangat de kat pada saat itu yang melaw an hukum.
Pe mbelaan t erpaksa KUHP Indone sia ini berbe da dengan WvS
belanda, karena KUHP Indone sia mengikuti WvS untuk golongan Eropa dulu (1898). Ia me mperluas pengertian serangan b ukan hanya yang se ke jap itu
seperti WvS Belanda (oogenblikke lijke) t e tapi itu diperluas dengan ancaman
serangan yang sangat de kat pada saat itu (onmiddelijke dre igende). A lasannya, karena situasi dan kondisi Indone sia (Hin dia belanda, w aktu itu)
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 34/53
Hukum pidana dan Tipikor
berbe da dengan belanda. Te tapi menurut Le maire , maksud t erseb ut kurang
berarti, hanya me mpert egas sa ja, karena menurut penulis Belanda, pasal 41
WvS (pasal 49 KUHP) itu berarti juga ancaman serangan se ke tika itu Dari rumusan t erseb ut dapat ditarik unsure-unsur suatu pe mbelaan
t erpaksa (noodweer) t erseb ut :
1) Pe mbelaan itu bersifat t erpaksa
2) Y ang dibela ialah diri sendiri, orang lain, ke hormatan ke susilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.
3) A da serangan se kejap atau ancaman seran gan yang sangat de kat pada
saat itu.4) Serangan itu melawan hukum.
Pe mbelaan harus se imb ang dengan serangan atau ancaman.
Serangan tidak boe h melampaui b atas keperluan dan ke harusan. A sas ini diseb ut asas sub sidiaritas (sub sidiarit e it ). Harus se imb ang antara
kepentingan yang dibela dan cara yang dipakai di satu pihak dankepentingan yang dikorb ankan. Jadi harus proporsional. Tidak se mua alat
dapat dipakai. Hanya yang pantas, masuk akal.Menurut Pompe , jika ancaman dengan pist ol, dengan mene mb ak
tangannya sudah cukup maka jangan dit e mb ak mati. Pe mbelaan itu harus
sangat perlu. K alau perlindungan cukup dengan lari maka pe mbelaan tidak
perlu. Begitu juga putusan Hoge Raad 15 Januari 1957. t e tapi Haze winkel -Suringa menyatakan b ahwa lari jika mungkin itu kalau serangan dating dari ornag gila.
Pe mbelaan juga t erpaksa t erb atas hanya pada tub uh, ke hormatanke susilaan, dan harta benda. Tub uh meliputi jiwa, melukai dan kebeb asan
bergerak b adan. K e hormatan ke susilaan meliputi perasaan malu se ksual.Leb ih se mpit daripada ke hormatan t e tapi leb ih luas daripada tub uh sa ja
(Hoge Raad 8 Januari 1917 N.J. 1957 halaman 175)P embelaan Terpaksa Melampaui Batas , Pasal 49 ayat (2)
menyatakan : pe mbelaan t erpaksa yang melampaui b atas, yang langsung
diseb ab kan ole h keguncangan jiwa yang heb at karena serangan atau ancaman serangan itu tidak dipidana.
A da persamaan antar pe mbelaan t erpaksa (noodweer) dan pambelaan
t erpaksa yang melampaui b atas (noodweer ex ce s), yaitu ke duanya mensyaratkan adanya serangan yang melawan hukum yang dibela j uga
sama, yaitu tub uh, ke hormatan ke susilaan, dan harta benda, b aik diri sendiri maupun orang lain.Perbe daannya ialah :
a. P
ada pe mbelaan t erpaksa yang melampaui b atas ( noodweer exce s), pe mb uat melampaui b atas karena kegunc angan jiw a yang heb at, o le h karena itu,
b. Maka perb uatan me mbela diri melampaui b atas itu t e tap melaw an
hukum, hanya o rangnya tidak dipidana karena kegunc angan jiw a yang
heb at .c. Leb ih lanjut maka pe mbelaan t erpaksa yang melampaui b atas menjadi
dasar pe maaf . Se dangkan pe mbelan t erpaksa ( noodweer) merupakan
dasar pe mbenar, karena melaw an hukumnya tidak ada.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 35/53
Hukum pidana dan Tipikor
Pada pe mbelaan t erpaksa yang melampaui b atas, b atas pe mbelaan yang
perlu dilampaui, jadi tidak proporsional.
Melampaui b atas pe mbelaan yang perlu ada dua macam . Pertama, orang yang diserang seb agai akib at keguncangan jiwa yang heb at melakukan pe mbelaan pada mulanya se kejap pada saat diserang ( H oge
Raad 27 Me i 1975 N.J. 1975, no.463). jadi, disini orang yang berhak me mbela diri karena t erpaksa karena akib at keguncangan jiwa yang heb at sejak se mula me makai alat yang melampaui b atas.
6.1.4 MELAKSANAKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANGPasal 50 KUHP menyatakan (t erje mahan) : b arang siapa yang
melakukan perb uatan untuk melaksanakan ke t entuan undang -undang tidak
dipidana.
Se derhana se kali b unyi undang -undang ini. N amun masih t erdapat perbe daan pendapat se kitar istilah apa yang dimaksud dengan undang -undang disitu. A pakah hanya undang -undang dalam arti f ormal sa ja (yang
dib uat pe merintah bersama dengan DPR) ataukah meliputi juga undang -undang dalam arti mat erial se hingga meliputi pula Peraturan Pe mrintah danperaturan yang leb ih rendah lainnya.
K alau kita b andingkan dengan sejarahnya di Belanda, maka mula -mula
Hoge Raad (27 Juni 1887, W5447) mengartiakna undang -undang dalam arti f ormal yaitu yang dib uat ole h ra ja dan Stat en Generaal ditamb ah dengan
A MvB dan peraturan seb agai pelengkap undang -undang se cara ke seluruhanatau diperintahkan ole h undang -undang.
K e mudian, pandangan ini berub ah dengan mengartikan ke t entuan
undang-undang seb agai se tiap ke t entuan yang dikeluarkan ole h suatu ke kuasaan yang me mpunyai we wenang mengeluarkan undang -undang
menurut Undang-undang dasar atau undang-undang (HR 26 Juni 1899W7307, 30 Nov 1914, N.J. 1915, 282, w9747). A rre st t erakhir itu mengenai hal : Seorang yang bernama Rambonne t mel anggar Pasal 7 Peraturan A irLe iding di Ge meent e Doornspi jk. Ia t elah mengeluarkan perintah untuk mene mpatkan tanggul di waduk Ee kst erbee k dan dengan itu mengganggu
jalan air di anak sungai. Di dalam peraturan lain dit entukan b ahwa
Rambonne t berdasarkan sy arat -syarat t ert entu harus mengatur ke adaan airdi anak sungai itu. Rambonne t bertindak melaksanakan ke t entuan
perundangan-undangan t erakhir. K e istime waan arre st ini ialah Hoge Raad
mengakui di sini, b ahwa seb agai ke t entuan undang -undang ialah suatu peraturan yang berisi suatu aturan yang menyangkut satu orang.
Menurut
Pompe , ke t entuan undang-undang meliputi peraturan(verordening) dikeluarkan ole h penguasa yang berwenang untuk itu menurut
undang-undang. Jadi, meliputi ke t entuan yang berasal langsung dari pe mb uat undang-undang, dari penguasa yang leb ih rendah yang me mpunyai we wenang (b ukan ke wa jib an) untuk me mb uat peraturan yang berdasar
undang-undang. Y ang melakukan perb uatan itu merupakan ke wa jib annya, ole h karena itu undang-undang itu menyatakan : dalam melaksanakan
suatu..ke t entuan.
Dalam melaksanakan we wenang penyidikan menurut hukum acara pidana t ermasuk pengertian Pasal 50 ini.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 36/53
Hukum pidana dan Tipikor
A da pula yang menyatakan antara lain Haze winkel -Suringa, b ahwa
ke t entuan Pasal 50 ini seb agai dasar pe mbenar berkeleb ihan ( o verb odig), karena b agi o rang yang menjalankan ke t entuan undang -undang dengansendirinya tidak melawan hukum. Co ntoh o rang yang tidak me mpunyai we wenang menyidik (o rang swasta) t e tapi menangkap t ersangka dalam hal
t ertangkap tangan, jika tidak t ermasuk ke dalam pengertian Pasal 50 KUHP, yaitu menjalankan ke t entuan undang -undang (KUH A P), ia toh tidak dapat dipidana karena tidak melawan hukum.
Menurut Ho ge Raad 14 okto ber 1940, 1961 N o . 165 untuk penerapan
Pasal 50 KUHP disyaratkan pelaksanaan ke wa jib an berd asarkan undang-undang.
Menurut Haz ewink el-S uringa, kata fei t (perb uatan) di dalam pasal
50 berart i perb uatan yang me menuhi i si deli k. Bagai mana mungkin
se seorang berb uat melaksanakan ke t entuan undang -undang bersamaan
dengan i tu melakukan deli k. Sebenarnya ini berasal dari Code Penal, t e tapi maksudnya khusus untuk deli k ke kerasan. Se mula hanya perintah jab atan,
t e tapi ke mudi an di tamb ah dengan menjalankan ke t entuan undang -undang di dalam WvS Belanda.
Di dalam KUHP Belgi a, t erdapat dalam satu pasal, yai tu pasal 70, yang
menyatakan t i dak ada deli k ji ka suatu perb uatan di t entukan dalam undang -
undang (seb agai deli k) dan ole h pe merintah diperintahkan. Di KUHP Jerman menjalankan ke t entuan undang-undang dan menjalankan perintah
jab atan t i dak t ercantum, karena ke t entuan se macam i tu dipandangberkelebi han (overbodig).
Bagai mana ji ka seorang penyi di k dalam menjalankan ke t entuan
undang-undang mi salnya akan menangkap t ersangka, i a melukai b ahkanme mb unuhnya karena melari kan diri atau melawan ? hal sepert i ini bersi f at
kasusi st i s. Mungkin t erjadi daya paksa (overmacht ) mungkin pe mbelaant erpaksa (noodweer) mungkin pula pe mbelaan t erpaksa yang melampaui b atas(noodweer ex ce s) b agi pe tugas yang menjalankan ke t entuan undang -
undang i tu. Dalam menjalankan ke t entuan undang -undang harus patut, t i dak berkelebi han.
Sebenarnya se t i ap perb uatan pe merintah melalui alat -alat nya dalam
menjalankan ke t entuan undang-undang adalah sah dan t i dak melawanhukum, asalkan dilakukan dengan sebenarnya dan patut .
Menurut Vos, pe tugas t i dak bole h pada umumnya dalam menangkap
orang yang melari kan diri , me mb unuh atau melukai berat, ke cuali mengenai deli k yang sangat seri us, mi salnya pe mb unuh massal.
6.1.5 Melaksanakan perintah jabatanPasal 51 KUHP menyatakan:
(1) Barangsiapa melakukan perb uatan untuk mel aksanakan perintah
jab atan yang diberikan ole h penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
(2) Perintah jab atan tanpa we wenang, tidak menyeb ab kan hapusnya pidana ke cuali jika yang diperintah, dengan itikad b aik mengira b ahwa
perintah diberikan dengan we wenang dan pelaksanannya t ermasuk
dalam lingkungan pe kerjaannya.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 37/53
Hukum pidana dan Tipikor
a. Perintah itu karena jab atan. Jadi antara yang me mberi perintah
dan yang diperintah ada hub ungan hukum publik.
b. Tidak perlu hub ugan jab atan t erseb ut hub ungan atasanb awahan se cara langsung.
Perintah jab atan yang diberikan ole h yang tidak berwenang untuk lolos dari
pe midanaan harus me menuhi dua syarat: 1) Syarat sub ye ktif: pe mb uat harus dengan itikad b aik me mandang b ahwa
perintah itu dating dari yang berwenang.
2) Syarat ob ye ktif: pelaksanaan perintah harus t erle tak dalam ruang
lingkup pe mb uat seb agai b awahan.
6.2 DASAR PENIADAAN PIDANA DILUAR KUHP
6.2.1 Umum
Dasar peniadaan pidana diluar undang -undang t erb agi atas yang umum
dan yang khusus. Y ang umum masalnya tiada pidana tanpa ke salahan dan
tidak melawan hukum se cara mat eriel.
Dasar peniadaan pidana di luar undang -undang dapat dib agi atas yangumum dan yang khusus. Y ang umum misalnya tiada pidana tanpa ke salahan dan tidak melawan hukum se cara mat eriel
6.2.2 Khusus Y ang khusus, yaitu mengenai ke wenangan2 t ert entu ( menjalankan
prof e si/ pencaharian t ert entu) misalnya pe kerjaan dokt er, olahraga seperti tinju dll.
6.2.3 Tidak Tertulis A lasan peniadaan pidana di luar undang -undang atau yang tidak t ertulis
dapat dib agi menjadi: 1. yang merupakan dasar pe mbenar (tidak melawan hukum)
Merupakan segi dari luar pe mb uat atau fakt or ob ye ktif . Hal ini sangat penting b agi acara pidana, seb ab jika dasar pe mbenar itu ada, atau perb uatan itu tidak melawan hukum, dimana melawan hukum itu merupakan b agian inti (be standdeel) delik, maka pu tusannya ialah
beb as.2. yang merupakan dasar pe maaf (tidak ada ke salahan) atau peniadaan
pidana yang subje ktif Merupakan segi dalam pe mb uat atau fakt or sub ye ktif . F akt or ini juga sangat penting, seb ab jika ke salahan tidak ada atau dasar pe maaf ada, maka
putusannya ialah lepas dari segala tuntutan hukum.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 38/53
Hukum pidana dan Tipikor
Dasar pemberatan dan peringanan pidana :
7.1. Dasar pemberatan pidana :
a.ambtelijkheid( tanggungjawab pejabat)
b.recidive( tanggungjawab ulang )
c.samenloop( tanggungjawab majemuk )
7.2. Dasar peringanan pidana
a.poging(percobaan)
b.medeplichtigheid
c.minderjarigheid
DASAR PEMBERATAN DAN PERINGANAN PIDANA
Menurut Pasal 132 rancangan KUH Pidana, fakt or-fakt or yang me mperinganpidana meliputi :
a. percob aan melakukan tindak pidana;
b. pe mb antuan t erjadinya tindak pidana;
c. penyerahan diri se cara sukarela kepada yang berwa jib se t elah melakukan
tindak pidana d. tindak pidana yang dilakukan ole h wanita hamil;e. pe mberian ganti kerugian yang layak atau perb aikan kerusakan se cara
sukarela seb agai akib at tindak pidana yang dilakukan;f . tindak pidana yang dilakukan karena kegoncangan jiwa yang sangat heb at ;g. tindak pidana yang dilakukan ole h pe mb uat seb ag aimana dimaksud dalam
Pasal 39; atau h. fakt or-fakt or lain yang bersumber dari hukum yang hidup dalam masyarakat .
Dalam Pasal 133 rancangan KUH Pidana di jelaskan leb ih lanjut atas
peringanan t erseb ut seb agai berikut:
a. Peringanan pidana adalah pengurangan 1 /3 (satu per tiga) dari ancamanpidana maksimum maupun minimum khusus untuk tindak pidana t ert entu.
b. Untuk tindak pidana yang diancam pidana mati dan penjara se umur hidup, maksimum pidananya penjara 15 (lima belas) tahun.
c. Berdasarkan pertimb angan-pertimb angan t ert entu, peringanan pidana dapat berupa perub ahan jenis pidana dari yang leb ih berat ke jenis pidana yang
leb ih ringan.
Menurut Pasal 134 rancangan KUH Pidana, fakt or-fakt or yang me mperberat pidana meliputi pelanggaran suatu ke wa jib an jab atan yang khusus diancam dengan
pidana atau tindak pidana yang dilakukan ole h pegawai negeri dengan
menyalahgunakan ke wenangan, ke se mpatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jab atan, misalnya :
a. penggunaan bendera keb angsaan, lagu keb angsaan, atau lamb ang Negara Indone sia pada waktu melakukan tindak pidana;
b. penyalahgunaan ke ahlian atau prof e si untuk melakukan tindak pidana;
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 39/53
Hukum pidana dan Tipikor
c. tindak pidana yang dilakukan orang de wasa bersama -sama dengan anak di b awah umur 18 (delapan belas) tahun;
d. tindak pidana yang dilakukan se cara berse kutu, bersama-sama, denganke kerasan, dengan cara yang kejam, atau dengan berencana;
e. tindak pidana yang dilakukan pada waktu t erjadi huru hara atau bencana
alam;f . tindak pidana yang dilakukan pada waktu negara dalam ke adaan b ahaya;g. pengulangan tindak pidana; atau
h. fakt or-fakt or lain yang bersumber dari hukum yang hidup dalam masyarakat .
K e mudian dalam Pasal 135 dan 136 rancangan KUH Pidana diuraikan b ahwa
Pemberat an pidana adalah p enamb ahan 1 /3 (s at u p er t iga) dari m aks im um anc am an
pidana. Jika dalam s uat u p erkara terdapat faktor -faktor yang mem p eringan dan
mem p erberat pidana sec ara bers am a-s am a, m aka m aks im um anc am an pidana
dip erberat l eb ih dahulu, kem udian has il p emberat an terseb ut dikurangi 1 /3 (s at u p er
t iga) . Berdas arkan p ert imb angan tertent u, hakim dapat t idak menerapkan ketent uan
meng enai p eringanan dan p emberat an pidana
7.1 . DASAR PEMBERATAN PIDANA
7.1.1 Tanggung Jawab Pejabat (ambteli jk eheid ).
Dalam KUH Pidana t erdapat dasar-dasar untuk me mperberat hukuman (g ro nd v an st rafverzw aring ) yang berhub ungan dengan jab atan
pe gaw ai ne g eri, antara lain dalam pasal 52 KUH Pidana yaitu : jika
s es eorang pegawai n egeri melanggar salah satu k ewaji bannya
dalam jabatannya, ol eh kar ena melakukan per buatan yang dapat
dihukum atau dalam menjalankan per buatan itu ia memakai k ekuasaannya atau k es empatannya atau ikhtiar yang diperol ehnya
dari jabatannya, maka dapatlah hukumannya ditambah s epertiganya .
7.1.2 Pengulangan tindak pidana (r ecidiv e) Recidiv e adalah apab ila se seorang melakukan beberapa perb uatan ,
yang merupakan beberapa delik yang berdiri sendiri yang t elah di jatuhi hukuman ole h hakim. Dasar hukuman mengapa re cidive di jadikan seb agai dasar pe mberatan pidana adalah b ahwa orang ( persoon) t erseb ut t erb ukti t elah me mpunyai tab iat yang jahat, dan diangga p berb ahaya b agi masyarakat dan b agi ke t ertib an umum.
Menurut dokt rin, dari sudut sifat nya, sist e m re cidi
ve itu dapat dib agi dalam : a. Generale re cidive
Y aitu apab ila se seorang yang t elah melakukan kejahatan, dimana
kejahatan t erseb ut t elah di jatuhi hukuman sebelumnya, maka apab ila ia
ke mudian melakukan kejahatan lagi yang dapat merupakan bentuk
kejahatan apapun, hal ini dapat di jadikan seb agai alasan untuk me mperberat hukuman.
b. S p ecia l r ecidive
Jeni s r ecidive ini t e r jadi a p abi l a se seor ang me l a kuk an keja ha t an, dant e rhada p keja ha t an t e rseb ut t e l a h dija tuhi hukuman ol e h ha ki m.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 40/53
Hukum pidana dan Tipikor
K e mudian ia melakukan kejahatan lagi yang sejenis dengan kejahatan
sebelumnya, maka persamaan kejahatan yang dilakukan itu merupakan
dasar untuk me mperberat hukuman.
K itab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) t erkhusus dalam pasal
486-488 menggunakan syst e m/asas t engah ( to e ssenst elsel) yaitu kejahatan-kejahatan yang diatur t erseb ut dib agi dalam go lo ngan -go lo ngan menurut sifatnya yang ole h KUHP dianggap sama. Berdasarkan penggolongan
menurut sifat kejahatan yang ole h se seorang ke mudian dilakukan lagi dan
dapat me menuhi rec idive adalah b ukan se tiap kejahatan dan b ukan pula kejahatan yang sejenis.
Dalam pasal 486 KUHPidana ( pengulangan kejahatan yang
bersangkutan dengan berb agai s eb ab) digolongkan beberapa jenis kejahatan
yang dianggap me mpunyai sifat yang sama yaitu yang dilakukan dengan
maksud untuk menc ari ke untungan yang tidak halal atau perb uatan -
perb uatan yang dilakukan dengan me mpergunakan tipu muslihat seperti
penc urian, penggelapan dan penipuan-penipuan. Cont oh : pertama -tama Part o menc uri b arang A kri. Se t elah Part o diadili, ia t erb ukti bersalah dandiberi hukuman penjara selama 5 tahun dan ia t elah menjalani hukuman itu.
Dike mudian hari se t elah ia beb as dan menghirup udar a segar, ia melakukan
perb uatan penggelapan atau penipuan t erhadap E ko. Maka dalam peradilanatas kasus ke dua ini, hal dalam kasus pertama dapat di jadikan seb agai dasar
pe mberat hukuman b agi Part o.
Dalam pasal 487 KUHPidana digolongkan sejumlah perb uatan d anmenjadi dasar rec idive adalah perb uatan-perb uatan yang merupakan
perb uatan t erhadap jiwa se seorang. Seperti penganiayaan dan pe mb unuhan.Dalam pasal 488 KUHPidana digolongkan sejumlah be sar kejahatan
yang menurut sifat nya merupakan perb uatan penghinaan ataupun fit nah danpence maran nama b aik.
Sec ara garis be sar rec idive harus me menuhi beberapa syarat agar
dapat menjadi dasar pe mberat dalam dakwaaan, yaitu : a. Terhadap kejahatan yang pertama yang t elah dilakukan, harus t elah
ada keputusan hakim yang mengand ung hukuman (ada ancaman
pidananya).b. K eputusan hakim t erseb ut harus merupakan suatu keputusan yang
tidak dapat diub ah lagi, artinya yang me mpunyai ke kuatan hukum t e tap
(t erakhir).c. Dalam pasal 486 KUHP dan 487 KUHP dit entukan b ahwa hukuman yang
di jatuhkan pada perb uatan yang pertama harus merupakan hukumanpenjara, se dangkan dalam pasal 488 KUHP tidak dit entukan hukumanapa yang t elah di jatuhkan dalam perb uatan yang pertama.
d. A ntara saat kejahatan yang diulangi ke mudian dan hukuman yang
di jatuhkan t erhadap perb uatan yang pertama jangka waktunya adalah
lima tahun.Dalam prakt e k untuk menge tahui apakah se seorang sudah pernah dihukum
atau belum pada pangadilan-pengadilan selalu t erse dia arsip mengenai keputusan keputusan hakim.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 41/53
Hukum pidana dan Tipikor
7.1.3 Gabungan dari Beberapa Perbuatan yang dapat Dihukum
(Samenloop Van Strafbare Fe it e n)
A dakalanya se seorang melakukan beberapa perb uatan se kaligus se hingga menimb ulkan masalah t entang penerapannya. K ejadian yang
se kaligus atau serentak t erseb ut diseb ut samenloop yang dalam b ahasa
Belanda juga diseb ut samenloop v an st rafb aar fe it atau conc ursus. A jaranmengenai samenloop ini merupakan salah satu a jaran yang t ersulit di dalam ilmu penge tahuan hukum pidana, se hingga orang tidak akan dapat me mahami apa yang sebenarnya dimaksud dengan samenloop v an st rafb aar
fe it itu sendiri, maupun permasalahan-permasalahan yang timb ul di dalam a jaran t erseb ut, apab ila orang itu tidak mengikuti perke mb angan paham -
paham mengenai perkataan fe it yang t erdapat di dalam rumusan pasal -pasal
yang mengatur masalah samenloop itu sendiri. Perb arengan merupakan t erje mahan dari samenloop atau conc ursus.
A da juga yang menerje mahkannya dengan gab ungan. Dalam pe mb ahasankali ini yang menjadi sorotan adalah perb arengan dua atau leb ih tindak
pidana yang dipertanggungjaw ab kan kepada satu orang atau beberapa orang dalam rangka penyertaan. Tindak pidana -tindak pidana yang t elah t erjadi itu se suai dengan yang dirumuskan dalam perundang -undangan.
Se dangkan kejadiannya sendiri dapat merupakan hanya satu tindakan sa ja, dua/leb ih tindakan atau beberapa tindakan sec ara berlanjut . Dalam haldua/leb ih tindakan t erseb ut masing-masing merupakan delik t ersendiri, dipersyaratkan b ahwa salah satu di antaranya belum pernah diadili.
Ilmu Hukum Pidana mengenal 3 ( tiga ) bentuk conc ursus yang juga diseb ut a jaran, yakni seb agai berikut :
1. Concursus idealis ( eendaadsche samenloop ) ; Terjadi apab ila se seorang melakukan satu perb uatan dan t ernyata satu
perb uatan t erseb ut melanggar beberapa ke t entuan hukum pidana.2. Concursus Realis (meerdaadsche samenloop);
Terjadi apab ila se seorang se kaligus mere alisasikan beberapa perb uatan
atau apab ila se seorang melakukan beberapa perb uatan, masing -masingperb uatan itu berdiri sendiri -sendiri seb agai tindak pidana.
3. Perbuatan Lanjutan ( voortgezette handeling ) ;
Terjadi apab ila se seorang melakukan perb uatan yang sama beberapa kali, dan diantara perb uatan-perb uatan itu t erdapat hub ungan yang
se de mikian erat nya se hingga rangkaian perb uatan itu harus dianggap
seb agai perb uatan lanjutan .
Ukuran Pidana yang dapat Dijatuhkan atas Diri Seseorangdalam Tindak Pidana Concursus, t elah di utarakan b ahwa persoalanpokok dalam b angunan perb arengan adalah mengenai ukuran pidana yang
dikaitkan dengan st elsel atau sist e m pe midanaan. Beberapa st elsel di antaranya seb agai berikut :
1. Stelsel pidana minimum secara umum ( algemene strafminima), yaitu dit entukannya se cara umum pidana t erendah yang berlaku
untuk se tiap tindak pidana. Y ang dianut dalam KUHP ialah :
a. Pidana penjara t erpende k adalah 1 hari ( pasal 12 )b. Pidana kurungan t erpende k adalah 1 hari ( pasal 18 )
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 42/53
Hukum pidana dan Tipikor
c. Pidana denda paling se dikit adalah 25 sen x 15 ( pasal 30 )
2. Stelsel pidana maksimum secara umum ( algemene
strafmaxima ), yaitu dit entukannya se cara umum pidana t ertinggi yang berlaku untuk se tiap tindak pidana, dengan penge cualian apab ila
ada hal-hal yang me mberatkan dalam KUHP hal ini dit entukan :
a. Pidana penjara maksimum 15 tahun berlanjut ke cuali dalam halt erseb ut pada pasal 12 ayat 3,
b. Pidana kurungan maksimum 1 tahun, ke cuali dalam hal t erseb ut pasal 18 ayat ke dua.
c. Untuk pidana denda dalam b uku I KUHP tidak dit entukanmaksimumnya, hal mana berarti harus dicari dalam pasal -pasal
tindak pidana yang bersangkutan dalam KUHP, atau dalam
perundang-undangan lain apab ila di atur diluar KUHP ( Vide pasal
103 KUHP ).
3. Stelsel pidana maksimum secara khusus ( Speciale
Strafmaxima ), yaitu dit entukan se cara khusus untuk se suatu pasal
tindak pidana, maksimum ancaman pidananya. A tau jika hal itu diaturdi luar KUHP, dit entukan maksimum pidana untuk se suatu pasal atau beberapa pasal dalam perundang-undangan yang bersangkutan.
A pab ila dika ji ke t entuan pasal 12 KUHP, sebenarnya manfaat nya leb ih b anyak untuk pe mb uat undang -undang, karena sist e m yang dianut dalam
perundangan pidana ialah : b ahwa pada pasal atau pasal -pasal t ert entu sudah se cara langsung diancamkan pidana maksimum denganme mperhatikan ke t entuan pasal 12 KUHP t erseb ut, misalnya :
1) Untuk kejahatan yang dipandang berat sudah langsung diancamkanpidana penjara yang t erberat yaitu maksimum 15 tahun. Pasal 107 ( 1
), 108, 124 ( 1 ), 187 ke-2, 338, 347 ( 2), 335 ( 2 ), 365 ( 3 ), 438, 439, 440, 441, 442, dsb.
2) Untuk kejahatan yang dipandang sangat berat, juga sudah diancamkan
pidana penjara yang meleb ihi t erseb ut di atas , yaitu maksimum 20tahun dalam hal ancaman pidana penjara di al t ernatifkan denganpidana mati dan pidana penjara se umur hidup atau hanya dengan
pidana penjara se umur hidup sa ja. De mikian juga dalam hal concursus, re cidive dan pe mberatan yang dit entukan pada pasal -pasal 52, 52 a
KUHP dan seb againya dapat dilampaui menj adi maksimum 20 tahun
pidana penjara.3) Dan untuk tindak pidana seleb ihnya di ancamkan pidana yang
maksimumnya leb ih rendah dari yang dicantumklan pada pasal 12KUHP t erseb ut .
Dua st elsel pe midanaan untuk perb arengan adalah : st elsel kumulasi dan st elsel ab sorsi murni, se dangkan st elsel antara adalah st elsel kumulasi t erb atas dan st elsel ab sorsi diperta jam.
a. Stelsel Kumulasi murni atau stelsel penjumlahan murni .
Menurut st elsel ini untuk se tiap tindak pidana di ancamkan /dikenakan
pidana masing-masing tanpa pengurangan. Jadi, apab ila se seorangmelakukan 3 tindak pidana yang masing-masing ancaman pidananya
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 43/53
Hukum pidana dan Tipikor
maksimum 5 b ulan, 4 b ulan, 3 b ulan maka jumlah ( kumulasi )
maksimun ancaman pidana adalah 12 b ulan
b. Stelsel absorsi murni atau stelsel penyerapan murni. Menurut st elsel ini, hanya maksimun ancaman pidana yang t erberat yang
dikenakan dengan pengertian b ahwa maksimum pidana lainnya (
sejenis atau tidak sejenis ) diserap ole h yang leb ih tinggi. Penggunaanst elsel ini sukar dielakkan apab ila salah satu tindak pidana diantaranya di ancam dengan pidana yang t ertinggi, misalnya pidana mati, pidana
penjara se umur hidup atau pidana penjara se mentara maksimum 20
tahun. A kan t e tapi dalam hal t erjadi perb arengan tindakan jamak, di mana yang satu diancam dengan p idana penjara maksimum 9 tahun
dan yang lainnya maksimum 4 tahun, dengan penggunaan st elsel ini se akan-akan tindak pidana lainnya itu dib iarkan tanpa penyele saian
se cara hukum pidana. K arenanaya para sarjana pada umumnya
cenderung untuk me meperta jam atau menamb ahnya seperti yang t erseb ut di d berikut .
c. Stelsel Kumulasi terbatas, atau stelsel kumulasi terhambatatau reduksi stelsel; sistem ini dapat dikatakan seb agai bentuk antara atau bentuk t engah dari t erseb ut a dan b. artinya untuk se tiap
tindak pidana dikenakan masing-masing ancaman pidana yang
dit entukan pidananya, akan t e tapi dib atasi dengan suatu penamb ahanyang lamanya/ jumlahnya dit entukan berb ilang pe cahan dari yang
t ertinggi. Misalnya 2 tindak pidana yang masing-masing diancam dengan maksimum 6 dan 4 tahun. A pab ila dit entukan maksimum
penamb ahan sepertiga dari yang t ertinggi, maka maksimum ancaman
pidana untuk ke dua tindakan pidana t erseb ut adalah 6 tahun + (sepertiga x 6 tahun ) = 8 tahun.
d. Stelsel penyerapan dipertajam. St elsel ini merupakan variant dari st elsel kumulasi t erb atas. Menurut st elsel ini tindak pidana yang leb ih ringan ancaman pidananya tidak dipidana, akan t e tapi dipandang
seb agai ke adaan yang me mberatkan b agi tindak pidana yang leb ih berat ancaman pidananya. Penentuan ma ksimum pidana menurut st elsel ini hampir sama dengan t erseb ut c ( st elsel kumulasi t eb atas ), yaitu pidana yang diancamkan t erberat ditamb ah dengan sepertiganya.
7.2 .FAKTOR YANG MEMPERINGAN
7.2.1 Percobaan (Poging) 1. Percobaan Menurut KUHP
Percob aan melakukan kejahatan diatur dalam
B
uku ke satu t entang A turan Umum, Bab I V pasal 53 dan 54 KUHP.
A . Pasal 53
(1) Mencob a melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu t elah
t ernyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak sele sainya
pelaksanaan itu, b ukan se mata -mata diseb ab kan karena ke hendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok t erhadap kejahatan, dalam perc ob aan
dikurangi sepertiga.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 44/53
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 45/53
Hukum pidana dan Tipikor
(2) Dikatakan ada permulaan pelaksanaan, jika pe mb uat t elah
melakukan: a. Perb uatan melawan hukum;b. Se cara obje ktif perb uatan itu langsung mende katkan pada
t erjadinya tindak pidana; dan
c. Se cara subje ktif tidak diragukan lagi b ahwa perb uatan yangdilakukan itu diniatkan atau ditu jukan pada t erjadinya tindak pidana.
B. Pasa l 18
(1) Jika se t elah permulaan pelaksanaan dilakukan, pe mb uat tidak menyele saikan perb uatannya karena ke hendaknya sendiri se cara
sukarela, maka pe mb uat tidak dipidana.
(2) Jika se t elah permulaan pelaksanaan dilakukan, pe mb uat dengan
ke hendaknya sendiri mencegah t ercapainya tu juan atau akib at perb uatannya, maka pe mb uat tidak dipidana.
(3) Jika perb uatan seb agaimana dimaksud dalam ayat (2) t elah
menimb ulkan kerugian atau menurut peraturan perundang -undangan t elah merupakan tindak pidana t ersendiri, maka pe mb uat dapat dipertangungjawab kan untuk tindak pidana
t erseb ut .C . Pasa l 19
Percobaan me l a kukan tinda k pidana yang dianca m dengan pidana
denda K a t egori I tida k dipidana.D. Pasa l 20
Jika tida k se l esa i a t a u tida k mungkin t erja dinya tinda k pidana
disebab kan ke tida kma mpuan a l a t yang diguna kan a t a u ke tida kma mpuan obje k yang ditu ju, ma ka pe mb ua t t e t ap dianggap
t e l a h me l a kukan percobaan tinda k pidana dengan anca man pidana t e l a h l eb ih dari ½ (sa tu per dua) ma ks imum pidana yang dianca mkanuntuk tinda k pidana yang ditu ju.
Berdasarkan kepa da Penje l asan Pasa l 17 Rancangan Penjelasan
KUHP N asional dike tahui ke t entuan dalam Pasal 17 ini tidak me mberikande f enisi t entang percob aan, t e tapi hanya menentukan unsur-unsur kapan
se seorang diseb ut melakukan percob aan tindak pidana. A dapun unsur -unsur t erseb ut adalah:
a. Pe mb uat t elah mulai melakukan permulaan pelaksanaan tindak
pidana yang ditu ju.b. Pelaksanaan itu tidak sele sai atau tidak mencapai hasil atau akib at
yang dilarang.
7.2.2 Medeplichtigheid (Membantu Melakukan)
1. Pengertian
Mede pl ichti g heid ad alah me mb ant u me lakukan. Di d alam KUHP di at ur d alam
Pasal 56 : Seb agai p e mb ant u me lakukan kejah at an dih ukum : 1. Orang yang dengan senga ja me mb ant u wakt u kejah at an it u di lakukan.
2. Orang yang dengan senga ja me mberi ke se mpat an i khti ar at au
keterangan unt uk me lakukan kejah at an it u .
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 46/53
Hukum pidana dan Tipikor
2. Jenis membantu
Menurut pasal t erseb ut pe mb antu kejahatan dapat diperinci menjadi 2 jenis
yaitu : 1. Pe mb antu kejahatan yang dilakukan se ti ap perb uatan yang merupakan
perb uatan, pert olongan , perb uatan pert olongan
a. A sal diberikan pada saat kejahatan dilakukan
b. Berupa apapun b aik mat eriil ( misal alat -alat untuk melakukankejahatan ), maupun idiil ( misal tahu b ahe al berupa
penerangan )
2. Pe mb antu kejahatan yang yang melakukan tiap perb uatan , yang berupa pert olongan, perb uatan pert olongan, dimana :
a. A sal diberikan sebelum kejahatan itu dilakukan ole h orang lain.
b. Berupa ikhtiar seb agaimana dit entukan se cara liminatif ole h KUHP, yaitu yang berupa : K e se mpatan (Ge l e g enheid)
A seorang pe mb antu rumah tangga ,tah u b ah wa B akab
me lakukan kejah atan berupa pencuri an pad a malam i tu. Pad a malam i tu A senga ja me mb uka pintu rrumah i tu, sehingga B
d apat masuk rumah untuk mencuri. Sarana (Midde l en)
A menge tahui B akan me mb unuh C, A dengan senga ja
me mberi kan B senjata dengan maksud senjata i tu digunakan
untuk me mb unuh B.
K e t erangan (Inl ich t ingen) A Seorang pe mb antu rumah tangga tah u benar B akan
menc uri dalam rumah i tu. K e mudi an A me mberi ke t erangan
kepada B b ah wa pada h ari , jam t ert entu t i dak ada dirumah.
A tau me mberi ke t erngan di mana ma ji kannya menyi mpanuang atau perhi asan.
Y ang menjadi soal dalam pasal 56 adalah : pene mpatan unsur dengan
senga ja, yang art inya A pabi la di dalam perumusan se suatu de l i k dalam KUHP dipergunakan unsur dengan senga ja maka unsur lain dalam de l i k t erseb ut yang l e taknya dibe lakang unsur dengan senga ja di l iput i ol eh ke senga jaan
(Opze t ).
3. Pembedaan Medeplicticheid aktif dan Pasif
a. Mede pl icti g heid aktif
A
dalah me mberi b antuan se cara aktif, yaitu dalam arti menurut tafsirantata b ahasa se hari-hari dan menurut pasal 56 KUHP.
b. Mede pl ichti g heid p asif
A dala h a p abila seseorang t i da k berb ua t ses ua tu a p a , a kan t e t a p i wala upun de mi kian ia t oh menga kiba tkan ole h orang lain mela kukan
ses ua tu keja ha t an.Cont oh : A meli ha t B mela kukan keja ha t an t a p i A t i da k berb ua t a p a-a p a.
Pa da yang p asif ini yang ja di soal a dala h sia p a yang diangga p me de p li cht ighei d.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 47/53
Hukum pidana dan Tipikor
Mengenai hal itu t erdapat 2 pendirian yaitu :
1. S empit : Dalam hal ini se seorang hanya dapat disalahkan t elah
melakukan me deplichtighe id pasif apab ila Berdasarkan Undang-Undangatau Perjanjian me mpunyai ke wa jib an mencegah kejahatan .M isal : Penjaga gudang me mpunyai beb an mencegah kejahatan yang
mungkin t erjadi dalam gudang yang di jaganya.Berdasar hal itu, maka penjaga gudang b isa dipersalahkan apab ila tidak dapat mencegah t erjadinya kejahatan dalam gudang dan apab ila dia
menge tahui se seorang melakukan kejahatan dalam gudang.
2. Luas : Menurut sandaran ini yang dapat dipersalahkan melakukanme deplichtiche id pasif adalah : se tiap orang yang menurut kepatutan
dalam masyarakat berke wa jib an untuk mencegah kejahatan dan b ukan
sa ja orang yang me mpunyai ke wa jib an berdasar perjanjian .Misal : Menurut cont oh penjaga gudang, apab ila gudang di curi yang
b isa jadi me depl ichtiche id b ukan Cuma penjaga gudang tapi supir t ruk, kuli dan orang lain yang menge tahui kejadian itu.
Tapi dalam ke hidupan se hari-hari yang dipakai adalah me deplichtiche id pasif se cara se mpit .
4. Hukuman terhadap Medeplichtigen
Ditinjau pada pasal 57 yaitu : 1. Maksimum hukuman pokok yang diancamkan atas kejahatan , dikurangi
sepertiga b agi si pe mb antu, 2. Jika kejahatan dihukum mati atau se umur hidup maka untuk pe mb antu
di jatuhi hukuman penjara selama -lamanya 15 tahun
3. Hukuman tamb ahan untuk kejahatan dan me mb antu sama sa ja 4. Pada penentuan hukuman hanya diperhatikan perb uatan yang senga ja
dimudahkan atau dib antu ole h si pe mb antu serta akib at perb uatan itu.Pertanggung jawab an hukum pidana b agi me deplichtihe id Perb uatan me deplichtighe id digab ung dengan perb uata n pelaku utama (hee f dader )
1. Me mb atasi pertanggung jawab an Me deplichtighe id
A dalah Hanya dipertanggungjawab kan t erhadap perb uatannya yang
merupakan se ke dar perb uatan b antuan t erhadap pelaku utama.2. Me mperluas pertanggungjawab an Me deplichtiche id
Seb aliknya pertanggungjawab an me deplichtighe id dapat diperluas yaitu, Ia juga dipertanggungjawab kan t erhadap segala akib at, yang mungkintimb ul akib at b antuannya.
5. Medeplictigheid dalam Pelanggaran ( Overtrading ) tidakdihukum.
Menurut pasal 60
Me mberi b antuan t erhadap pelanggaran tidak dapat dihukum.
Berhub ungan dengan ke t entuan ini menjadi pertanyaan, apa seb abnya me deplichtighe id dalam kejahatan dapat dihukum. A lasan pe mb uat Undang -
undang untuk mengkukum me deplightighe id dalam soal kejahatan adalah :
Bahwa dalam pelanggaran kepentingan hukum yang dapat dilanggar adalah tidak begitu penting
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 48/53
Hukum pidana dan Tipikor
Jika dalam hub ungan ini ditinjau ke mb ali perumpamaan yang t erdapat dalam
pasal 56 maka dinyatakan dengan t egas b ahwa : seb agai me deplichtighe id t erhadap suatu ke jahatan
Berhub ung dengan itu, maka apab ila pasal 60 ini dihub ungkan dengan pasal
56 dapat timb ul ke san b ahwa ke t entuan yang t erdapat dalam pasal 60 adalah berleb ihan.K e san ini dapat timb ul , ole h seb ab pasal 56 dapat diamb il ke simpulan b ahwa
: 1. Y ang dapat dihukum hanyalah me deplichtige t erhadap suatu kejahatan.2. Berdasar atas ke t entuan itu me deplichtighe id t erhadap pelanggaran tidak
dapat dihukum.
Manfaat dari pasal 60
Pe mb uat undang-undang yang leb ih rendah tingkatannya daripada pe mb uat undang-undang pusat dapat dicegah untuk me mb uat ke t entuan yangmengandung ancaman hukuman t erhadap me deplichtighe id t erhadap
pelanggaran.
7.2.3 Kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang belum cukup
umur / kurang dari 16 tahun (minderjarigheid)
Dalam pasal 45-47 KUH Pidana diseb utkan b ahwa dalam menuntut orang yang belum cukup umur ( minder jarig) karena melakukan perb uatan
sebelum umur enam belas tahun maka hakim dapat menentukan hukumanantara lain:
a. tanpa pidana apapun dan me merintahkan agar yang bersalah t erseb ut dike mb alikan kepada orang tuanya, atau walinya atau diserahkankepada pe merintah
b.
dipidana dengan hukuman pen jara maksimum dikurangi sepertiga; atau pen jara lima belas tahun jika ke jahatan yang ia lakukan diancam pidana maksimum hukuman mati atau pen jara se umur hidup.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 49/53
Hukum pidana dan Tipikor
8. Ajaran kausalitas dalam hukum pidana :
8.1. ajaran kausalitas dalam hukum pidana
8.2. Macam-macam ajaran kausalitas (von Buri,Traeger ) 8.3. Ajaran yang menginvidualiseer dan menggeneraliseer.
AJARAN KAUSALITAS DALAM HUKUM PIDANA
8.1 AJARAN KAUSALITAS DALAM HUKUM PIDANA
Se tiap peristiwa sosial menimb ulkan satu atau beberapa peristiwa sosialyang lain, de mikian se t erusnya; yang satu me mpengaruhi yang lain se hingga
merupakan satu lingkaran seb ab akib at . Hal ini diseb ut hubungan kausal yang
artinya adalah seb ab akib at atau kausalitas.Delik atau ac tus re us hanya ada pada delik yang mensyaratkan adanya akib at t ert entu, yaitu:
a. Delik materiel, misalnya pe mb unuhan (pasal 338 KUHP), penipuan (pasal
378 KUHP)b. Delik culpa, misalnya karena kelalaiannya mengakib atkan ke matian orang
lain (pasal 359 KUHP), karena kelalaiannya menyeb ab kan lukanya orang
lain (pasal 360 KUHP)c. Delik yang dikualifikasikan karena akibatnya, misalnya penganiayaan
yang berunsurkan luka berat (pasal 351 KUHP),dan matinya orang lain(pasal 351 ayat 3 KUHP)
8.2 MACAM-MACAM AJARAN KAUSALITAS (VON BURI, TRAEGER) a.
eori c onditio sin e qua non (syarat -syarat tanda mana tidak)
Menurut Von Buri b ahwa se mua fakt or, yaitu se mua syarat yang turut serta
menyeb ab kan suatu akib at dan yang tidak dapat weggedac ht (dihilangkan) dari rangkaian fakt or -fakt or yang bersangkutan harus
dianggap causa (seb ab) akib at itu.Diseb ut juga seb aga t eori eki v al en (acqui v al ent e-l eer ) karena menurut
Von Buri antara bedingung (syarat ) dengan causa (seb ab) itu tidak ada
perbe daan.
Kritik atas t eori ini : Von Buri tidak me mperhatikan hal -hal yang sifat nya kebe tulan t erjadi.
b. Penganut teori Von Buri, yaitu Van Hamel , dan Re icsgericht Van Hamel berpendapat b ahwa pada prinsipnya t eori Von Buri dapat dit erima walaupun harus diimb angi dengan e st riksi (pe mb atasan).
8.3 AJARAN YANG MENGINDIVIDUALISEER DAN MENGGENERALISIR
Teori Mengindividuallisasikan ( indi v idualis er ends theori en )1. ¡ eory d er meist wirksame bedingung dari Birkme yer
Birkme yer menyatakan b ahwa didalam rangkaian syarat -syarat yang tidak
dapat dihilangkan untuk timb ulnya akib at, lalu dicarinya syarat manakah yang
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 50/53
Hukum pidana dan Tipikor
dalam ke adaan t ert entu itu, yang paling b anyak me mb atu untuk t erjadinya
akib at (meist wirksam)
Keberatan atas t eori ini : y Bagaimana mengukur ke kuatan suatu syarat untuk menentukan mana
yang paling kuat, yang paling b anyak me mb antu pada timb ulnya akib at y Musab ab adalah syarat yang menurut sifat nya menimb ulkan akib at .Jadi b ukan mana yang kuantitas namun mana yang k ualitatif .
2. U bergewi c hts theory dari K arl BindingMenurut t eori ini, musab ab adalah syarat yang mengadakan ke t entuan
t erhadap syarat -syarat positif untuk meleb ihi syarat -syarat negatif .3. ¢ heori e d es l etzt en bedingung dari Ortmann
Bahwa fakt or yang t erakhir yang me matahkan ke se imb angan yang
merupakan fakt or.Teori yang menggeneralisasi, dib agi 3 yaitu :
1) £ eori ad equaat dari Van K rie s
Adequ aat (seb anding, se imb ang, sepadan)
Dikait kan dengan delik, maka perbu at an haru s sepadan, se imb ang at au seb anding dengan akib at yang sebelu mnya dapat diket ahu i, set idak -
t idaknya dapat diramalkan dengan past i ole h pe mbu at.Disebut juga seb agai teori generalisasi yang sub ye kt if adequ aat , ole h
karena menurut Von K rie s yang menjadi seb ab dari rangkaian f aktor -f aktor
yang berhubungan dengan terwuju dnya delik, hanya satu seb ab sa ja yang
dapat diterima yaitu yang sebelu mnya telah dapat diket ahu i ole h si pe mbu at.
2) ¤ eori oby ekti f nac httragli c her prognos e dari Rumelling
Bahwa yang menjadi seb ab atau akib at adalah fakt or obje ktif yang
diramalkan dari rangkaian fakt or -fakt or yang berkaitan dengan t erwu judnya
delik se t elah delik itu t erjadi.Tolok ukur t eori t erseb ut adalah b ukan ramalan t e tapi mene tapkan harus
timb ul suatu akib at .3) ¥ eori ad equaat dari Traeger
Bahwa akib at dari delik haruslah in he t algemee n v oo rz ie n b aar yan gartinya adalah pada um um nya dapat disadari seb agai suatu yan g m un gkin se kali dapat t erjadi.
K e an e karagam an hub un gan seb ab akib at kadan gkala me nimb ulkan berb agai perm asalahan yan g tidak pa sti, o le h kare na tidak m udahlah untuk me n e ntukan m ana yan g me n jadi seb ab dan m ana yan g me n jadi akib at, t erutam a
apab ila b anyak dit em ukan fakto r beran gkai yan g me nimb ulkan akib at .Misalnya : A me nikam B dan kare nanya t erjadi luka berat di le n gannya
dan pada waktu itu diantar ke Rum ah Sakit ia m untah darah pula kare na ia
berpe nyakit TBC. Di Rum ah Sakit ia me nin ggal dunia kare na t erlalu b anyak me n geluarkan b anyak darah b aik kare na luka m aupun kare na kare na m untah
darah itu. F akto r m ana yan g me n jadi seb ab kem atiannya? kare na ditikam atau kare na pe nyakit TBC itu?
Bersandar pada sulitnya pe n e ntuan seb ab akib at yan g m ut lak me n gin gat b anyaknya ran gkaian seb ab-seb ab dalam hub un gannya de n gan pe n erapan ilm u hukum , me nimb ulkan beberapa aliran atau dalam t e o ri dalam h ub uan gan
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 51/53
Hukum pidana dan Tipikor
kausalitas t erseb ut . Beberapa t eori itu diantaranya adalah :
1. Teori Von Buri yang bernama teori Conditio Sine Qua Non (Syarat
tanpa mana tidak) Toeri ini adalah t eori yang pertama kali dice tuskan pada tahun 1873 ole h Von
Buri. Menurut Von Buri se mua fakt or, yaitu se mua syarat yang turut serta
menyeb ab kan suatu akib at dan yang tidak dapat dihilangkan dari rangkaianfakt or-fakt or yang bersangkutan harus dianggap causa (seb ab) akib at itu.Tiap fakt or yang dapat dihilangkan dari rangkaian fakt or -fakt or yang adanya
tidak perlu untuk t erjadinya akib at yang bersangkutan, tidak diberi nilai.De mikian seb aliknya tiap fakt or yang tidak dapat dihilangkan dari rangkaianfakt or-fakt or t erseb ut, yaitu yang adanya perlu untuk t erjadinya akib at yang
bersangkutan, maka t eori Von Buri diseb ut pula dengan t eori Conditio Sine
Qua Non. Teori ini juga dikenal dengan t eori e kuivalensi (aeq uivalentie -leer)
karena menurut Von Buri se mua fakt or yang tidak dapat dihilangkan itu harus
diberi nilai sama. Disamping itu t eori i ni juga diseb ut denganBe dingungstheorie , karena b aginya tidak ada perbe daan antara syarat
(be dingung) dan causa (seb ab).K e mudian dalam perke mb angannya t eori Von Buri b anyak menimb ulkanberb agai tanggapan dari kalangan ahli hukum. Beberapa tanggapan / keberatan / pert entangan itu antara lain ;
a. Penganut t eori Von Buri yaitu Van Hammel berpendapat b ahwa pada prinsipnya t eori Von Buri dapat dit erima walaupun harus diimb angi dengan
re st riksi (pe mb atasan). Re st riksi t erseb ut dapat dit e mukan dalam pela jarant entang ke senga jaan dan ke alpaan (Opze t en Schuldleer).
b. Dengan menyamaratakan nilai tiap-tiap causa dengan syarat, me skipun hal
itu se cara logis adalah benar, tapi itu bert entangan dengan pandanganumum dalam pergaulan masyarakat, yang just ru me mbe dakan antara
syarat dan causa.c. K eberatan yang lain adalah b ahwa hub ungan kausal tak mungkin dikorogir
ole h a jaran t entang ke salahan, seb ab yang pertama yang le taknya dalam
lapangan lahir, se dangkan yang belakangan ada dalam lapangan b atin.Jadi, kalau t oh akan mengadakan b atasan, hal itu harus di lapangan se in
juga.
Dan pada akhirnya, dengan tidak mengadakan perbe daan antara syarat dancausa, maka se kalipun se cara t eoritis itu be tul, t eori Conditio Sine Qua Non
tidaklah se suai dengan prakt e k, karena dalam pergaulan mas yarakat just ru
diadakan perbe daan antara syarat dan causa. Juga dapat dikatakan, b ahwa apa yang dipandang seb agai causa ole h t eori ini untuk prakt e k adalah t erlalu
luas.K
arena itu harus diadakan b atasan dengan mengadakan perbe daanantara mana yang menjadi causa dan man yang syarat belaka 2. Teori Traeger
Traeger me mberi a jaran yang berlainan se kali dengan a jaran Von Buri. Ia
mengadakan perbe daan antara rangkaian -rangkaian perb uatan dan diantara
perb uatan-perb uatan itu harus dicari yang manakah yang menimb ulkan akib at yang dilarang dan diancam dengan hukum ole h Undang-Undang. Menurut a jarannya itu, maka ia tidak menganggap rangkaian perb uatan itu seb agai syarat daripada timb ulnya akib at, akan t e tapi ia me mbe dakan syarat danalasan (Voorwarde en A anle iding). Dalam pada itu Traeger hanya mencari
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 52/53
Hukum pidana dan Tipikor
satu masalah sa ja, yang harus dianggap seb agai seb ab daripada akib at . Para
penganut Traeger dalam mencari satu perb uatan guna menentukan seb ab
daripada akib at yang timb ul, menggunakan dua jenis cara yaitu : I ndi v idualis er end e Theori e
A jaran yang mengindividuliser dan menggeneraliseer
(Individualiserende the o rien ) dike mb angk an o leh B irk me yer. B irk me yerberpangk al pada dalil Ursache I st D ie W irk samste Be dingung yait u b ah wa yang menjadi fakt o r dari penyeb ab suat u kejadian h uk um
adalah fakt o r (kejadian ) yang paling berpegaruh at as terjadinya delik
yang bersangk ut an. Te o ri individualisir ini mengadak an b at asan sec ara pandangan kh usus, yait u dengan melih at suat u k asus sec ara k o nkrit seh ingga pendirian munc ul setelah t imb ul ak ib at.
Te o ri ini juga mengalami kek urangan da lam h al suat u kejadian
diseb abk an o leh b anyak fakt o r dimana masing-masing fakt o r me milik i pengaruh yang sama kepada suat u kejadian terseb ut. A t au juga b ila sifat at au c o rak kejadian dalam rangk aian fakt o r terseb ut t idak sama
mak a ak an t imb ul ke sulit an dalam mengident ifik asi fakt o r mana yangbenar-benar me milik i pengaruh paling be sar dalam kejadian terseb ut.K o hler menga juk an keberat an terh adap te o ri ini dengan menyat ak an
b ah wa b uk anlah fakt o r yang sec ara k uant it at if leb ih b anyak yang
dik at ak an paling berpengaruh terh adap suat u kejadian, namun fakt o ryang sec ara k ualit as leb ih b aiklah yang leb ih ut ama menjadi penyeb ab
at au ak ib at dari suat u kejadian.Te o ri individualier ini juga menc ak up :
Teori Ueberg ew icht yang dike mukakan oleh Binding yang juga
dianut oleh Schepper. T he or ie Des Letzte n Bedi ng u ng yang di ke mu kakan o leh
Or t mann . T e or i i n i me nga jakan b ah wa h al te rakhi r yang me mat ah kan kesei mb angan lah yang me r upakan fakt or ut ama, namu n kesulit annya ad alah d alam me n e n tu kan mana yang me r upakan fakt or te rakhi r yang me mat ah kan kesei mb angan te r sebut.
G en eralis er end e Theori e
Pada dasarnya t eori generalisir ini menyatakan b ahwa dalam menentukan penyeb ab atau akib at dari suatu delik maka harus dipilih
salah satu fakt or sa ja yaitu yang menurut pengalaman manusia pada umumnya dipandang seb agai c ausa (Penyeb ab). Teori Generalisir ini mengadakan b atasan-b atasan yang umun atau ab st rak, se hingga tidak
t erikat pada perkara t ert entu sa ja. Teori ini mengamb il pendirian pada saat sebelum kejadian t erseb ut timb ul.
Teori generalisir ini t erb agi manjadi 3, yaitu :
¦ eori Adaequaat dari V on Kri es (t eori gen eralisasi yang sub jekti f adauquaat ). Y ang menjadi seb ab dari rangkaian
fakt or-fakt or yang berhub ungan dengan t erjadinya delik, hanya satu seb ab sa ja yang dapat dit erima yaitu yang sebelumnya
t elah dapat dike tahui ole h si pe mb uat . Diseb ut subje ktif karena
t eori ini melihat seb ab atau akib at menurut penilaian subje ktif pelaku dari suatu delik sebelum delik t erseb ut t erjadi.
8/9/2019 Hukum Pidana Dan Tipikor
http://slidepdf.com/reader/full/hukum-pidana-dan-tipikor 53/53
Hukum pidana dan Tipikor
§ eori ob jekti f (Nac httragli c her Prognos e) ol eh Rumeling.
Bahwa yang menjadi seb ab atau akib at dari suatu delik adalah fakt or objaktif yang diramalkan dari rangkaian fakt or -fakt oryang berkaitan dengan t erwu judnya delik se t elah delik t erseb ut t erjadi. Tolak ukur t eori t erseb ut b ukan ramalan tapi
mene tapkan harus timb ul suatu akib at . ̈ eori Adaequaat dari Traeger . Bahwa akib at delik haruslah
pada umumnya dapat disadari seb agai suatu yang mungkin sa ja dapat t erjadi.