penerapan asas pembuktian terbalik dalam tindak pidana...

16
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang) Bidang Kegiatan PKM-AI Diusulkan Oleh : Atoy Yoga P (E0010061 / 2010) Asti Handini (E0010058 / 2010) Vanny Christina (E0010345 / 2010) UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014

Upload: dinhtuong

Post on 30-Mar-2019

252 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM

PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK

PIDANA KORUPSI

(Studi Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang)

Bidang Kegiatan

PKM-AI

Diusulkan Oleh :

Atoy Yoga P (E0010061 / 2010)

Asti Handini (E0010058 / 2010)

Vanny Christina (E0010345 / 2010)

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2014

Page 2: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Page 3: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Page 4: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

1

PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK

PIDANA KORUPSI

(Studi Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang)

Atoy Yoga Prasetya, Asti Handini, Vanny Cristina

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Email : [email protected]

ABSTRAK :

Korupsi merupakan perilaku yang telah membudaya dalam kehidupan

bangsa Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas

maraknya korupsi. Hal ini terlihat dari usaha Pemerintah dengan membentuk

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian diubah dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi. Kemudian munculnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

sebagai konsekuensi lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi. Dimana Pengadilan Tipikor berwenag

memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi.

Sistem pembuktian dalam perkara tindak pidana korupsi mendasarkan

pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum pidana formil dan ketiga

Undang-Undang diatas sebagai Hukum Pidana Materiil yaitu sistem

pembuktian negatif dengan asas praduga tak bersalah. Namun terdapat hal

yang tidak lazim, didalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, sistem pembuktian perkara tindak pidana korupsi menggunakan

sistem pembuktian terbalik. Sedangkan dalam KUHAP hal demikian tidak

diatur. Penerapan pembuktian terbalik dalam praktek masih mengalami

beberapa hambatan, yakni dipertentangkan dengan asas pembuktian terbalik,

ketidak jelasan aturan mengenai pembuktian terbalik dan adanya hibah fiktif.

Dengan penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat praktis, yaitu

dapat memberi masukan bagi para penegak hukum dalam menyelesaikan

permasalahan korupsi dengan disertai penerapan sistem pembuktian terbalik

secara konsisten.

Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi , Pembuktian Terbalik

ABSTRACT :

Corruption is a behavior that has been entrenched in the life of the

Indonesian nation . Various attempts have been made to eradicate the

rampant corruption . This is evident from the efforts of the Government to

establish the Law No. 31 of 1999 which was amended in Law No. 20 Year

2001 on Eradication of Corruption . Then the advent of the Corruption Court

Page 5: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

2

as a consequence of the enactment of Law No. 30 Year 2002 on Corruption

Eradication Commission . Corruption Court where authorities are checking

out , try and decide corruption cases .

System of proof in corruption cases based on Law No. 8 of 1981 on

the Law of Criminal Procedure (Criminal Code ) as a formal criminal law

and a third above the Law of Criminal Law Material verification system that

is negative with the presumption of innocence . But there are things that are

not uncommon , in Article 37 of Law No. 31 of 1999 jo . Law No. 20 Year

2001 on Corruption Eradication , system verification corruption cases using

reverse authentication system . While such cases in the Criminal Code is not

set . Implementation of proof in practice still have some obstacles , which is

opposed to the principle of proof , lack of clarity about the rules of proof and

the existence of a fictitious grant . With this research can bring practical

benefits , which can provide input for law enforcement in solving the

problems of corruption , accompanied by the application of reverse

authentication system consistently.

Keywords : Corruption, Proof Reversed.

A. PENDAHULUAN

Korupsi merupakan fenomena yang terjadi secara sistematik dalam

penyelenggaran negara. Penanggulangan bentuk kejahatan tersebut di atas

sangat diprioritaskan, hal ini karena korupsi dipandang dapat mengganggu

dan menghambat pembangunan nasional. penanggulanganya yang sulit,

masalah pembuktian dalam tindak pidana korupsi juga merupakan masalah

yang rumit, karena pelaku tindak pidana korupsi ini melakukan kejahatanya

yang rapi. Sulitnya pembuktian dalam perkara korupsi ini merupakan

tantangan bagi para aparat penegak hukum.

Dalam hukum pembuktian korupsi, khususnya mengenai pembebanan

pembuktian ada perbedaan dengan ketentuan pembebanan di KUHAP. Dalam

hal-hal tertentu dan pada tindak pidana tertentu terdapat penyimpangan beban

pembuktian tidak mutlak pada jaksa penuntut umum, tetapi ada pada

terdakwa. Melalui penerapan pembuktian terbalik, terdakwa yang harus

membuktikan bahwa harta yang dimilikinya diperoleh dengan cara yang legal

(sah berdasarkan hukum), kalau terdakwa tidak mampu membuktikan bahwa

hartanya diperoleh dengan cara yang legal, maka ia dapat dikategorikan

melakukan tindak pidana korupsi.

Ketentuan mengenai pembuktian terbalik sebenarnya sudah

dicantumkan di dalam Pasal 12B, 37, 37A, 38 Undang-undang Nomor 20

Page 6: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

3

tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketentuan ini merupakan

penyimpangan dari sistem pembuktian konvensional yang diatur dalam

KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). KUHAP

menentukan bahwa yang harus membuktikan kesalahan terdakwa adalah

jaksa penuntut umum bukan terdakwa. Di samping itu penerapan pembuktian

terbalik juga merupakan penyimpangan dari asas praduga tidak bersalah

(presumption of innocence), melalui pembuktian terbalik terdakwa dianggap

bersalah melakukan tindak pidana korupsi sampai dapat membuktikan

sebaliknya. Dengan diterapkannya pembuktian terbalik akan memberikan

efek jera kepada pelaku tindak pidana korupsi, karena ia yang harus

membuktikan bahwa ia tidak bersalah, artinya kalau ia tidak mampu

membuktikan, maka otomatis ia dianggap bersalah melakukan tindak pidana

korupsi.

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Penerapan sistem pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi.

C. METODE

Dalam penulisan artikel ini, penulis mempergunakan metode

kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut

Kirk dan Miller mendefinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu

dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya

( Haris Herdiansyah, 2010:9). Jenis penelitian ini menggunakan penelitian

hukum normatif (legal research) atau dikenal sebagai penelitian hukum

doktrinal atau penelitian hukum kepustakaan yaitu hanya studi dokumen

yakni menggunakan sumber-sumber data sekunder saja berupa peraturan

perundang-undangan, teori hukum dan pendapat para ahli, itu sebabnya

digunakan analisis secara kualitatif (normatif-kualitatif) karena datanya

Page 7: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

4

bersifat kualitatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang

meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma

yang dimaksud adalah asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-

undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin atau ajaran (Mukti

Fajar ND dan Yuliyanto Achmad, 2009:34).

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem pembuktian dalam ketentuan Pasal 17 Undang-undangNomor 3

Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini dikenal dengan

sistem pembagian pembuktian, yaitu merupakan suatu asas yang mewajibkan

terdakwa untuk membuktikan ketidakbersalahannya, tanpa menutup

kemungkinan jaksa melakukan hal yang sama untuk membuktikan kesalahan

terdakwa.

Selanjutnya, pembuktian terbalik Tindak Pidana Korupsi sebenarnya

telah disebutkan di dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.

Undang-undangNomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 37 yang berbunyi sebagai

berikut:

1.Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak

melakukan tindak pidana korupsi.

2.Dalam terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak

pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan

sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.

Ketentuan dalam Pasal 37 merupakan suatu penyimpangan dari Pasal

66 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang menyebutkan bahwa

tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Hukum Acara

Pidana digunakan dalam proses kejahatan korupsi, khususnya dalam hal

pembuktian adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP).

Undang-undang tersebut tidak mengenal asas pembuktian terbalik. Asas ini

dinilai bertentangan dengan Hak Asasi Manusia apabila dikaitkan dengan

asas “Presumption of Innocence” atau “asas praduga tak bersalah”.

Kebijakan legislasi pembalikan beban pembuktian mulai terdapat dalam

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 24 Tahun 1960 tentang

Page 8: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

5

Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan. Terhadap Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang No. 24 Tahun 1960 dilakukan penyempurnaan

sehingga dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 1971

(Lilik Mulyadi. 2007:156).

Pembuktian terbalik yang bersifat terbatas sebagaimana tersebut di

atas, hanya terjadi di sidang pengadilan. Jika pembuktian terbalik diwajibkan

pada saat berstatus sebagai tersangka, maka dikhawatirkan pembuktian

terbalik itu dapat menjadi bumerang bagi penegakan hukum pemberantasan

korupsi itu sendiri. Dapat saja terjadi, pembuktian terbalik tersebut

disalahgunakan oleh penyidik. Penyidik dapat melakukan penyalahgunaan

wewenang, dengan memeras seseorang yang telah menjadi tersangka yang

diduga telah melakukan korupsi.

Tindak Pidana Korupsi dengan Tindak Pidana Pencucian Uang

memiliki hubungan atau keterkaitan yang sangat fundamental. Hal tersebut

secara jelas dapat dilihat dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

(TPPU). Dalam Undang-Undang itu sendiri dikenal satu istilah yang disebut

dengan “tindak pidana asal” (predicate crime). Tindak pidana asal

didefinisikan sebagai tindak pidana yang memicu (sumber) terjadinya tindak

pidana pencucian uang.

Pencucian uang merupakan sarana bagi para pelaku kejahatan korupsi

untuk melegalkan uang hasil kejahatannya dengan cara menyembunyikan

ataupun menghilangkan asal-usul uang yang diperoleh dari hasil kejahatan

melalui mekanisme lalu lintas keuangan. raktik pencucian uang ini dipilih

dengan tujuan agar asal-usul uang tersebut tersembunyi dan tidak dapat

diketahui dan dilacak oleh penegak hukum. Setelah proses pencucian uang

selesai dilakukan, maka uang tersebut secara formil yuridis merupakan uang

dari sumber yang sah atau kegiatan-kegiatan yang tidak melanggar hukum.

Tindak pidana korupsi sangat berkaitan dengan pencucian uang. Pada

umumnya hasil dari perbuatan korupsi disalurkan ke dalam suatu rekening baik

melalui perbankan maupun non perbankan ataupun rekening keluarga. Kecuali

dalam hal korupsi tertangkap tangan maka tidak ada pencucian uang.

Page 9: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

6

Undang-Undang TPPU mengenal atau memuat tentang ketentuan

pembuktian terbalik, yaitu koruptor yang menyangkal hartanya berasal dari

korupsi, diperintahkan oleh hakim untuk membuktikan asal usul hartanya.

Pelaku dalam sidang perkara di pengadilan jika tidak bisa membuktikan

sumbernya dari kegiatan yang sah, maka harus disita untuk negara, dan pelaku

dipidana.

Pasal-pasal lain yang mendukung pembuktian terbalik ini diantaranya

yaitu pada Pasal 79 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai sita terhadap harta kekayaan hasil

dari suatu tindak pidana yang menyatakan bahwa: “Dalam hal terdakwa

meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang

cukupkuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana

Pencucian Uang, hakim atas tuntutan penuntu umum memutuskan

perampasan Harta Kekayaan yang telah disita.”

Ketentuan Pasal 79 ayat (4) dalam penjelasannya dimaksudkan untuk

mencegah agar ahli waris dari terdakwa menguasai atau memiliki Harta

Kekayaan yang berasal dari tindak pidana. Di samping itu sebagai usaha

untuk mengembalikan kekayaan negara dalam hal tindak pidana tersebut telah

merugikan keuangan negara. Hakim pengadilan tipikor memerintahkan

terdakwa untuk membuktikan profil harta kekayaan terdakwa yang

mencurigakan atau sangat signifikan dibandingkan dengan perolehan harta

kekayaannya yang sah.

Terdakwa bersifat aktif hanya pada pembuktian asal usul harta

kekayaan. Unsur praduga tak bersalah tetap dijalankan dalam tahap

pembuktian sebelum tahap pengadilan yang dilakukan oleh jaksa. Maksudnya

jaksa penuntut umum juga berkewajiban dalam hal pembuktian tuntutannya.

Keadaan tersebut dapat dikatakan bahwa TPPU juga menggunakan jalur

pidana (criminal procedur) dengan tetap mempertahankan sistem pembuktian

negatif (beyond reasonable doubt), sedangkan terhadap asal usul harta

kekayaan pelaku digunakan pembuktian terbalik.

Akan tetapi, pembuktian terbalik menimbulkan masalah karena

bertentangan dengan Pasal 183 KUHAP sebab : “Hakim tidak boleh

Page 10: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

7

menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu

tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya”. Jadi Hakim pengadilan tipikor tidak berwenang memberikan

perintah dimaksud karena tidak memiliki kewenangan berdasarkan Undang-

Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Proses

pembuktian tersebut hanya berlaku dan dapat diterapkan pada tindak pidana

memperkaya diri sendiri secara tidak sah atau “illicit enrichment”. Sampai

saat ini, illicit enrichment belum ditetapkan (diundangkan) sebagai salah satu

tindak pidana dalam Undang-undang Tipikor Tahun 1999 atau Tahun 2001.

Selain itu, pembuktian terbalik juga bertentangan dengan Pasal 189

Ayat (4) KUHAP : “Keterangan terdakwa saja , tidak cukup untuk

membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan

kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain”. Oleh

karena itu perlu ada langkah baru, salah satunya adalah menggunakan teori

"keseimbangan kemungkinan pembuktian" (balanced probability of

principles), yaitu keseimbangan yang proporsional antara perlindungan

individu dan perampasan hak individu yang bersangkutan atas harta

kekayaannya yang diduga kuat berasal dari korupsi. Dengan demikian, atas

dasar bahwa harta kekayaannya diduga kuat berasal dari korupsi, maka

tersangka dapat diwajibkan untuk melakukan pembuktian bahwa ia tidak

bersalah.

Kebutuhan hukum serta kondisi faktual saat ini adalah konsep baru

dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010, dengan penguatan sistem beban

pembuktian terbalik dalam penyelesaian TPPU. Beban pembuktian terbalik

secara berimbang yang menjadi muatan utama konsep di Indonesia

merupakan salah satu jalan terbaik untuk mengikis pergesekan pertentangan.

Melalui dasar teori yang dikemukakan oleh Oliver Stolpe dalam beban

pembuktian terbalik keseimbangan kemungkinan (Balanced Probability of

Principles). Pelaksanaan beban pembuktian terbalik telah memiliki

kepentingan yang mendesak untuk segera di implementasikan dalam sebuah

praktik TPPU. Sekaligus menjawab atas permasalahan mengakar dalam

Page 11: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

8

kejahatan asal TPPU yang tidak kunjung menempati titik terbaik dalam

sejarah bangsa.

Walaupun merupakan kejahatan yang lahir dari kejahatan asalnya,

misalnya korupsi, namun rezim anti pencucian uang di hampir seluruh negara

menempatkan pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang tidak bergantung

pada kejahatan asalnya dalam hal akan dilakukannya proses penyidikan

pencucian uang (Adrian Sutedi, 2008: 133-134). Di sidang pengadilan,

terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaanya bukan merupakan

hasil dari suatu tindak pidana (asas pembuktian terbalik). Dan untuk

kelancaran pemeriksaan di pengadilan, dalam hal terdakwa telah dipanggil

secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah,

perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa sesuai dengan

ketentuan pada Pasal 79 ayat (1).

E. KESIMPULAN

Pada umumnya harta kekayaan hasil tindak pidana korupsi akan

sangat berkaitan dengan perbuatan pencucian uang. Di dalam Undang-undang

TPPU terbaru dipakai sistem pembuktian terbalik dalam hal tindak pidana

pencucian uang yang berasal dari kejahatan korupsi sebagai tindak pidana

asalnya. Sistem pembuktian dalam pemeriksaan tindak pidana korupsi

berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20

Tahun 2001 dan KUHAP sebagai sumber hukum materiil dan sumber hukum

formil adalah sistem pembuktian terbalik terbatas atau berimbang. Sistem ini

memberikan terdakwa hak untuk membuktikan dirinya tidak melakukan tindak

pidana korupsi tanpa meniadakan kewajiban penuntut umum membuktikan

asal-usul harta kekayaan terdakwa dalam surat dakwaannya. Terbatas

maksudnya hanya mengenai asal-usul harta kekayaan

proses pemeriksaan terdakwa sesuai dengan KUHAP kecuali ditentukan lain

dengan UU TPPU. Konsekuensinya, jika terdakwa tidak berhasil membuktikan

harta kekayaan yang berhasil tindak pidana maka yang terjadi tidak serta merta

terdakwa terbukti sebagai tindak pidana pencucian uang, dengan demikian

pembalikan beban pembuktian yang diatur dalam tindak pidana pencucian

Page 12: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

9

uang hanya menyangkut salah satu unsur tindak pidana pencucian uang tetap

harus dibuktikan oleh penuntut umum.

F. UCAPAN TERIMAKASIH

Atas terselesaikannya PKM AI ini penulis ingin menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Dosen Pembimbing Fakultas Bapak Ismunarno, S.H.,M.Hum dan Dosen

Pembimbing Mitra dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang

Bapak John H. Butar-butar, S. H, M. Si, M. H yang telah mendampingi,

memberikan bimbingan, didikan, pengetahuan mengenai Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi di Semarang.

2. Ketua Gugus KMM Fakultas Hukum UNS Bapak Pranoto, S. H, M. H

yang telah memberikan pendampingan, arahan, petunjuk dan atas

terselenggaranya Kegiatan Magang Mandiri Fakultas Hukum UNS periode

XVI dengan baik.

3. Orang tua yang telah mendukung penulis secara materiil maupun

spiritual.

4. Kepada rekan dan teman yang telah memberi dukungan, semangat dan

motivasi.

G. DAFTAR PUSTAKA

Buku,

Adrian Sutedi. 2008. Tindak Pidana Pencucian Uang. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti.

Lilik Mulyadi. 2007. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoritis,

Praktik dan Masalahnya. Bandung: PT. Alumni.

Sutopo, HB. 1999. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Makalah dan Artikel

Giovanoli, M. 2011.dari Bank for International Settlement dalam makalah

Grace Y. Bawole, SH., MH “Sistem Pembuktian dalam Tindak Pidana

Pencucian Uang di Indonesia Menurut UU No. 23 Tahun 2004”. Manado:

FH Univ. Sam Ratulangi.

Page 13: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

10

Pauline David. 2008. “Panduan Jaksa Penuntut Umum Indonesia dalam

Penanganan Harta Hasil Kejahatan”.Indonesia Australia Legal

Development Facility.

Perundang-undangan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 24 Tahun 1960 tentang

Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 sebagaimana telah diubah Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Page 14: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Page 15: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Page 16: PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA …pkm.uns.ac.id/.../E0010061_001027_PENERAPAN_ASAS_PEMBUKTIAN_TERB.pdf · Undang Tipikor dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian