hukum pidana

14
I. HUKUM PIDANA DI INDONESIA Sampai saat ini di Indonesia, di samping berlaku hukum pidana tertulis, masih diakui pula berlakunya hukum pidana tidak terulis yaitu hukum pidana adat yang masih hidup. Induk peraturan hukum pidana Indonesia terdapat dalam KUHP (Wetboek Van Strafecht Voor Nederlansch Indie). KUHP yang berlaku di Indonesia dewasa ini masih tetap KUHP peniggalan colonial yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918. Materi yang diatur dalam KUHP ini pada prinsipnya merupakan salinan dari KUHP Belanda yang berlaku pada tahun 1886. Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, KUHP sebagaimana tersebut di atas diadakan perubahan- perubahan disesuaikan dengan alam kemerdekaan. Setelah Indonesia kembali menjadi Negara kesatuan mulai tanggal 17 Agustus 1950 keadaan “kwasi dualisme” terjadi,dimana berlaku dua KUHP yang sama dengan beberapa perubahan yang berbeda. Untuk mengakhiri keadaan “kwasi dualisme” ini dikeluarkan undang-undang No. 73 tahun 1958 yang isinya antara lain berbunyi: KUHP yang berlaku untuk seluruh Indonesia adlah KUH berdasarkan undang-undang No. 1 tahun 1946.

Upload: danielle-martin

Post on 09-Sep-2015

14 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

LAW

TRANSCRIPT

I. HUKUM PIDANA DI INDONESIASampai saat ini di Indonesia, di samping berlaku hukum pidana tertulis, masih diakui pula berlakunya hukum pidana tidak terulis yaitu hukum pidana adat yang masih hidup.

Induk peraturan hukum pidana Indonesia terdapat dalam KUHP (Wetboek Van Strafecht Voor Nederlansch Indie). KUHP yang berlaku di Indonesia dewasa ini masih tetap KUHP peniggalan colonial yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918. Materi yang diatur dalam KUHP ini pada prinsipnya merupakan salinan dari KUHP Belanda yang berlaku pada tahun 1886.Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, KUHP sebagaimana tersebut di atas diadakan perubahan-perubahan disesuaikan dengan alam kemerdekaan.

Setelah Indonesia kembali menjadi Negara kesatuan mulai tanggal 17 Agustus 1950 keadaan kwasi dualisme terjadi,dimana berlaku dua KUHP yang sama dengan beberapa perubahan yang berbeda.

Untuk mengakhiri keadaan kwasi dualisme ini dikeluarkan undang-undang No. 73 tahun 1958 yang isinya antara lain berbunyi: KUHP yang berlaku untuk seluruh Indonesia adlah KUH berdasarkan undang-undang No. 1 tahun 1946.

Suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap perbuatan pidana dan ada bandingannya dalam KUHP, maka dianggap diancam pidana yang sama dengan pidana yang diancamkan terhadap tindak pidana yang lain.

II. ASAS LEGALITASDasar adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas (principle of legality). Asas legalitas berpangkal pada asas liberalisme/individualisme, dalam arti memberi jaminan perlindungan kepada perorangan terhadap kesewenang-wenangan penguasa.Dalam KUHP kita asas legalitas dirumuskan dalam pasal 1 (1) sebagai berikut: tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas ketentuan-ketentuan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan. Inti dari ketentuan ini adalah:

1. Ketentuan hukum pidana harus tertulis (dirumuskan dalam undang-undang)

2. Ketentuan hukum pidana berlaku surut (retro aktif)

Konsekuensi dari hukum pidana harus tertulis, pertama suatu perbuatan yang tidak dicantumkan sebagai tindak pidana dalam undang-undang tidak dapat dipidana. Kedua dalam hukum pidana tidak boleh dilakukan penafsiran analogi. Ada penafsiran lain yang mirip dengan analogi yaitu penafsiran ekstensif. Yang dimaksud penafsiran ekstensif adlah memperluas arti kata pada waktu undang-undang dibuat/dibentuk disesuaikan dengan arti kata yang bersangkutan, pada saat undang-undang diterapkan.Arti penting bahwa hukum pidana harus tertulis dan larangan penggunaan penafsiran analogi adalah untuk menciptakan kepastian hukum dan untuk mencegah terjadinya tindakan sewenang-wenang dari penguasa.Rasio peraturan hukum pidana tidak boleh retro aktif. Di samping itu larangan retro aktif dikaitkan dengan pendirian, bahwa pidana sebagai paksaan psychis (Psychologishedwang). Ancaman pidana terkandung maksud untuk mempengaruhi calon pelaku tindak pidana untuk tidak melakukan tindak pidana. Oleh karena itu, ancaman pidana harus sudah ada pada saat tindak pidana dilakukan. Larangan retro aktif ini, ternyata dibuka kemungkinan dilakukan penyimpangan. Kemungkinan penyimpangan ini terjadi sehubungan dengan ketentuan pasal 1 (2) KUHP, yang merupakan hukum transitoir, yaitu ketentuan tentang hukum yang harus diterapkan apabila terdapat perubahan undang-undang. Larangan retro aktif dapat disimpang apabila:1. sesudah terdakwa melakukan tindak pidana ada perubahan dalam perundang-undangan; dan

2. peraturan yang baru lebih meringankan terdakwa.

Mengenai arti perubahan dalam perundang-undangan terdapat beberapa pandangan, yaitu ajaran formil, ajaran materiil terbatas dan ajaran materiil tidak terbatas. Menurut ajaran formil, terjadi perubahan dalam perundang-undangan, apabila terdapat perubahan dalam teks dari undang-undang pidana sendiri. Menurut ajaran materiil terbatas terjadi perubahan undang-undang, apabila terjadi perubahan dalam keyakinan hukum dalam hukum pidana. Menurut ajaran materiil tak terbatas, setiap perubahan dalam perundang-undangan digunakan untuk keuntungan terdakwa.III. RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT TEMPATDalam ilmu hukum pidana dikenal empat asas berlakunya hukum pidana menurtu tempat yaitu:

1. Asas TeritorialMenurut asas terotorial aturan hukum pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah Indonesia (pasal 2 KUHP). Aturan hukum pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar Indonesia, melakukan tindak pidana dalam perahu Indonesia (pasal 3 KUHP), pernyataan perahu dalam pasal 95 KUHP diperluas meliputi kendaraan air dan udara (UU No. 4 tahun 1976)2. Asas PersonalitasMenurut asas ini berlakunya hukum pidana didasarkan pada warga Negara dari suatu Negara. Disandarkan pada kewarganegaraan pasal 5 ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia ditetapkan bagi warga Negara yang di luar Indonesia melakukan: salah satu kejahatan tersebut dalam bab I dan II buku kedua pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Dan salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.3. Asas PerlindunganBerlakunya hukum pidana menurut asas ini disandarkan pada kepentingan hukum satu Negara yang dilanggar. Disini KUHP dapat diberlakukan terhadap orang (WNI/WNA) yang diluar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana dalam pasal 4 ke 1, 2, 3. pasal 7, pasal 8.4. Asas UniversalBerlakunya hukum pidana menurut asas ini disandarkan pada kepentingan hukum internasional yang terlanggar atas suatu perbuatan. Berlaku bagi WNI dan WNA yang melakukan tindak pidana di Indonesia/di luar Indonesia yang melakukan Tindak Pidana dalam pasal 4 ke 2 dan 4 ke 4.PERKECUALIAN TERHADAP ASAS-ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA

Perkecualian terhadap asas-asas ini disebut dengan hak exteritorialitet. Golongan orang yang mempunyai hak exteritorialitet adalah:

1. Urusan Diplomatik Negara Aasing di Indonesia

2. Kepala Negara Asing yang berada di Indonesia dengan persetujuan pemerintah

3. Anak buah kapal perang Asing yang berada di Indonesia dengan persetujuan pemerintah4. Angkatan Kapal Perang asing yang berada di Indonesia dengan persetujuan pemerintah

5. Perwakilan badan-badan Internasional

EKSTRADISI (PENYERAHAN)Yaitu penyerahan oleh suatu Negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi Negara yang meminta penyerahan karena berwenan untuk mengadili dan memidananya. Maksud dan tujuan ekstradisi ini adalah, menjamin agar pelaku kejahatan berat tidak dapat menghindarkan diri dari penuntutan atau pemidanaan.

Beberapa asas penting ekstradisi antara lain:

a. Asas kejahatan rangkap (double criminality), yaitu bahwa perbuatan yang dilakukan baik oleh Negara yang meminta maupun oleh Negara yang diminta dianggap sebagai kejahatan.

b. Asas jika suatu kejahatan tertentu oleh Negara yang diminta dianggap sebagai kejahatan politik maka permintaan ekstradisi ditolak.

c. Asas bahwa Negara yang diminta mempunyai hak untuk tidak menyerahkan warga negaranya sendiri.

LOCUS DELICTIELocus delictie adalah tempat terjadinya tindak pidana. Untuk menetapkan locus delictie dikenal ada tiga teori yaitu teori perbuatan materii, teori instrument, dan teori akibat.

Menurut teori perbuatan materiil, tempat terjadinya tindak pidana Ditentukan oleh perbuatan jasmaniah yang diwujudkan pelaku tindak pidana. Untuk tndak pidana formil teori ini dapar digunakan dengan baik, akan tetapi untuk tindak pidana materiil kadang-kadang sulit diterapkan.

Menurut teori instrumen, tempat terjadinya tindak pidana adalah tempat di mana alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana bekerja. Sedang menurut teori akibat tempat terjadinya tindak pidana adalah tempat terjadinya akibat dari tindak pidana yang dilakukan.

Dalam rangka mengadili perkara di samping locus delictie perlu diperhatikan pula tempus delictie yaitu waktu terjadinya tindak pidana.

VI. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA

Dalam unsur-unsur tindak pidana dikenal ada dua aliran yaitu aliran monitik dan aliran dualististik, dan aliran posotivistikAliran monistis, memandang semua syarat untuk menjatuhkan pidana sebagai unsur tindak pidana. Aliran ini memisahkan unsur yang melekat pada perbuatannya (criminal act) dengan unsur yang melekat pada orang yang melakukan tindak pidana (criminal responsibility atau criminal liability = pertanggung jawab dalam hukum pidana).

Aliran dualistis memisahkan antara criminal act dengan criminal responsibility, yang menjadi unsur tindak pidana menurut aliran ini hanyalah unsur-unsur yang melekat pada criminal act (perbuatan yang dapat di pidana).Unsur-unsur dari monistik yaitu: Tingkah laku manusia (perbuatan), memenuhi ruang lingkup undang-undang, bersifat melawan hukum, kesalahan, dan orang mampu yang bertanggung jawab.

Unsur-unsur dari Dualistik yaitu: Tingkah laku manusia (perbuatan), memenuhi rumusan undang-undang, bersifat melawan hukum.

Unsur-unsur dari positivistic yaitu: tingkah laku manusia (perbuatan), badan hukum, kesalahan(terbagi atas dolus dan culpa).

JENIS-JENIS TINDAK PIDANA

Tindak pidana dibedakan menjadi beberapa jenis. Sebagai berikut:

Kejahatan dan Pelanggaran

KUHP membedakan tindak pidana menjadi tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran. Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana pembedaan tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran yaitu yang bersifat. Kualitatif dan yang bersifat Kuantitatif.. yang menganut pandangan yang bersifat kualitatif kejahatan bersifat rechts delict dan tindak pidana pelanggaran bersifat delict Rechtsdelict, maksudnya tindak pidana kejahatan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancan pidana dalam suatu undang-undang atau tidak.Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materiil

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang. Tindak pidana materiil ialah tindak pidana yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang dilarang.

Tindak pidana commisionis, tindak pidana omissionis, tindak pidana commisionis per omissionem commissa.Tindak pidana commisionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap larangan, yaitu melakukan perbuatan yang dilarang. Tindak pidana omissionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap perintah, yaitu tidak berbuat sesuatu yang diperintahkan. Tindak pidana commissionis per omissionem commisa adlah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap larangan, tetapi dilakukan dengan cara tidak berbuat.Tindak pidana dolus dan tindak pidana culpa

Perbedaan ini didasarkan pada sikap batin petindak. Tindak pidana dolus adalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja. Tindak pidana kulpa adalah tindak pidana yang dilkukan karena kealpaan.

Tindak pidana aduan dan tindak pidana bukan aduan

Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang baru dilakukan penuntutan apabila ada pengaduan dari korban. Tidak pidana bukan aduan adlah tindak pidana yang penuntutannya selalu dapat dilakukan walaupun tidak ada pengaduan dari korban.Tindak pidana sederhana, tindak pidana diperberat, tindak pidana ringan

Tindak pidana sederhana sering juga disebut sebagai tindak pidana standar, maksudnya unsur-unsur yang dimiliki tindak pidana standar harus dimiliki pula oleh tindak pidana diperberat dan tindak pidana ringan. Tindak pidana diperberat adalah tindak pidana di samping memenuhi unsur-unsur tindak pidana sederhana ditambah unsur-unsur lain sehingga sifatnya menjadi lebih berat.Selain itu juga ada tindak pidana yang berlangsung terus-menerus, tindak pidana tunggal, dan tindak pidana berganda.

V. SIFAT MELAWAN HUKUMPengertian sifat melawan HukumSifat melawan hukum merupakan unsur mutlak tindak pidana, sifat melawan hukum merupakan cirri khas perbuatan yang diancam pidana. Mengenai pengertian sifat melawan hukum ada dua pandangan, yaitu sifat melawan hukum formil dan sifat melawan hukum materiil.

Sifat melawan hukum formil suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum apabila perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu tindak pidana dalam undang-undang, sedang sifat melawan hukum itu dapat dihaous hanya berdasarkan suatu ketentuan undang-undang.

Sifat melawan hukum materiil, berpendapat suatu perbuatan bersifat melawan hukum bukan hanya karena bertentangan dengan undang-undang, akan tetapi juga bertentangan dengan hukum tidak tertulis, atau norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Hapusnya sifat melawan hukum menurut paham ini, disamping berdasarkan undang-undang dapat pula berdasarkan aturan-aturan tidak tertulis.Sifat melawan hukum materiil dapat berfungsi secara positif dan dapat pula berfungsi secara negative. Dalam fungsinya yang positif, sifat melawan hukum materiil berarti norma-norma tidak tertulis dapat digunakan untuk menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana. Dalam fungsinya yang negative, sifat melawan hukum materiil berarti norma-norma di luar undang-undang dapat digunakan untuk menghapuskan sifat melawan hukum suatu perbuatan, yang memenuhi rumusan undang-undang.Unsur sifat melawan hukum adakalanya dirumuskan secara tegas dalam undang-undang, dan sebaliknya seringkali tidak dirumuskan dalam undang-undang. Dirumuskannya unsur sifat melawan hukum secara tegas dalam undang-undang terkandung maksud agar orang yang berhak atau yang berwenang melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang.

Pembuktian Unsur melawan hukum, apabila unsur melawan hukum dirumuskan secara tegas dalam undang-undang maka unsur melawan hukum harus dibuktikan, menurut Moelyatno bahwa unsur melawan hukum tidak perlu dibuktikan denagn alas an bahwa setiap perbuatan yang sudah memenuhi rumusan hukum pidana, merupakan indicator bahwa perbuatan itu bersifat melawan hukum.TUGAS HUKUM PIDANA

Disusun oleh:

Nama: Ferdy Kasinta Tarigan

NIM: 0610113089

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Brawijaya

Fakultas Hukum

2007