hukum perlindungan konsumen

Download Hukum Perlindungan Konsumen

If you can't read please download the document

Upload: d13fg

Post on 02-Jul-2015

60 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

TUGAS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

D. FREDERICK G. 02061001118

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2009/2010

PERIKLANAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMENAbstrakDitetapkannya suatu etika periklanan yang menjadi bagian dalam peraturan perundang-undangan seperti Undang-undang Perlindungan Konsumen dan undang-undang lainnya yang menyangkut tentang periklanan, pada dasarnya bertujuan untuk mengatur penyiaran sebuah iklan serta memberi perlindungan kepada konsumen. Meskipun telah disusun dengan suatu aturan hukum yang mengatur periklanan tetapi masih banyak pihak pemasang iklan yang secara sengaja maupun tidak sengaja melakukan pelanggaran dalam bidang periklanan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran antara lain ialah kepentingan bisnis dari produsen untuk mencapai keuntungan yang maksimal, selain juga faktor persaingan antar produsen. Hal ini tentu saja akan menimbulkan kerugian pada konsumen karena hak-haknya sebagai konsumen tidak terpenuhi sedangkan kewajibannya sudah dilaksanakan.

Bagi produsen, promosi niaga merupakan sarana yang bertujuan meningkatkan hasil penjualan, yang pada akhirnya meningkatkan keuntungan. Promosi lewat iklan merupakan salah satu bentuk kegiatan promosi niaga, di samping bentuk lain seperti penjualan dari pintu ke pintu, promosi lewat sales promotion dan publikasi. Iklan pada hakekatnya adalah penawaran mengenai suatu barang dan/atau jasa tertentu kepada pihak lain. Penawaran ini kemudian menyebutkan karakteristik dan keunggulan barang dan/atau jasa yang ditawarkan. Upaya ini dilakukan untuk menarik minat dan kesadaran konsumen akan barang dan/atau jasa tertentu yang pada akhirnya diharapkan terjadi transaksi pembelian. Dalam upaya pencapaian sasarannya maka periklanan harus didasarkan pada keempat faktor yang terdiri dari pengetahuan tentang produk, sasaran pemasarn, penelitian tentang konsumen, serta pikiran konseptual yang harus melibatkan seluruh elemen periklanan. Kesalahan menerapkan strategi, meski salah satu unsur saja, akan berpeluang menciptakan permasalahan di masa mendatang yang mengarah pada tuntutan hukum, baik terhadap pelaku usaha maupun perusahaan periklanan. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sendiri telah mengatur ketentuan mengenai periklanan itu didalam pasal 10 yang berbunyi sebagai berikut : Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; kegunaan suatu barang dan/atau jasa; kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; bahaya penggunaan barang dan/atau jasa

Namun kenyataannya, iklan itu sering kali tidak benar-benar didukung oleh kegunaan dan manfaat produk tersebut. Janji iklan itu merupakan janji kosong, atau dengan kata lain iklan itu telah membohongi konsumen atau masyarakat. Sebagai contoh : iklan produk kosmetik yang menyatakan tidak mengandung hydro quinon yang dapat mengganggu kulit. Padahal sebenarnya zat tersebut masih layak digunakan dalam kosmetik asalkan dalam takaran kurang dari empat persen. Informasi-informasi yang disampaikan dalam iklan itu akan jelas merugikan masyarakat. Sebaliknya pihak produsen dengan seenaknya memberikan informasi yang menyesatkan bagi masyarakat demi meningkatkan penjualan. Promosi yang demikian sangat jelas merugikan, namun untuk penindakannya itu pun masih sulit dilakukan. Kegiatan promosi membuat hak-hak konsumen yang salah satunya adalah hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa terabaikan. Hal ini tentu saja akan menimbulkan kerugian pada konsumen karena hak-haknya sebagai konsumen tidak terpenuhi sedangkan kewajibannya sudah dilaksanakan. Tindakan menyembunyakan informasi dalam beriklan ini telah melanggar ketentuan bahwa pelaku usaha dilarang mengiklankan suatu barang dan/jasa dengan cara yang menyesatkan konsumen mengenai harga/tarif suatu barang dan/jasa (lihat pasal 10 huruf a UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). Selain itu dapat pula dikatakan bahwa pelaku usaha telah melakukan tindakan yang dilarang dengan memproduksi iklan yang mengelabui konsumen mengenai harga/tarif jasa (lihat pasal 17:1 huruf a UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). Pelaku usaha dalam beriklan sesungguhnya juga diwajibkan untuk mematuhi etika periklanan dan undang-undang periklanan (lihat pasal 17 ayat 1 huruf f UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). Ditambahkan pula bahwa tindakan pelaku usaha ini melanggar kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang jelas mengenai jasa yang ditawarkan sekaligus melanggar hak konsumen untuk menerima hak atas informasi. Terhadap pelanggaran pasal-pasal tersebut diatas diancam dengan sanksi pidana penjara atau pidana denda sebagaimana diatur dalam pasal 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Dilihat dari etika periklanan sebagaimana diatur dalam Tata Cara dan Tata Krama Periklanan Indonesia maka menyembunyikan sejumlah informasi dalam beriklan dikatakan melanggar asas umum yang pertama yakni iklan harus jujur, bertanggungjawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Iklan harus jujur artinya dalam beriklan pelaku usaha tidak boleh menyesatkan;

menyimpan sebagian informasi sehingga dapat dipersepsi secara salah bagi konsumen dapat dkatakan merupakan salah satu bentuk dari iklan yang menyesatkan. Pelaku usaha juga diharuskan untuk bertanggungjawab dalam beriklan sehingga iklan tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan merugikan masyarakat. Dengan demikian apabila pelaku usaha dalam beriklan menyembunyikan sejumlah informasi tertentu, maka dapat dikatakan pelaku usaha telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan konsumen.

Untuk mengatasi permasalahan itu, pada 1978, dibuat tiga hal pokok sebagai asas umum, yaitu: Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku; Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan atau merendahkan martabat agama, tatasusila, adat, budaya, suku dan golongan; Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat. Pada 1972 dikenal konsep baru dalam dunia periklanan yang disebut self regulation. Pada Kongres Internasional Advertising Association di Teheran pada 1974, self regulation mencapai momentum yang baik untuk menyebar ke seluruh dunia. Pada dasarnya. konsep self regulation ini mencakup dua hal penting yaitu: Melindungi konsumen secara efektif dari iklan yang menyesatkan (misleading advertisement); Melindungi produsen secara efektif dari pesaingan curang. Di Indonesia, self regulation ini dituangkan dalam bentuk Kode Etik Periklanan. Kode etik ini dimaksudkan untuk menciptakan persamaan sikap yang merata di kalangan semua pihak yang berkepentingan dengan iklan,yang menentukan hal yang boleh atau dilarang dilakukan dalam dunia periklanan. Dengan adanya self regulation di Indonesia yang berlakunya didukung oleh kalangan/pihak yang berkepentingan dengan periklanan, maka selayaknyalah produsen, perusahaan iklan dan media massa bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen secara tanggung menanggung. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut dalam hal ini iklan yang menyesatkan dapat dikenakan sanksi administratif sebagai ultimum remedium dan sanksi pidana. Di samping itu, terhadap perbuatan produsen yang melakukan promosi niaga lewat iklan menyesatkan ini, konsumen dapat mengajukan tuntutan ganti rugi perdata berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.Mendasarkan pada uraian diatas maka perlu diperhatikan mengenai pembuatan iklan agar iklan tidak semata-mata digunakan sebagai alat untuk menawarkan barang/jasa tertentu. Pelaku usaha sudah barang tentu memahami perilaku konsumen yang dibidiknya dalam menerima dan menyikapi informasi

yang

diberikan.

Dengan

demikian,

tidaklah

etis

untuk

memanfaatkan

ketidakkritisan konsumen dalam menerima informasi yang pada akhirnya akan menyesatkan persepsinya.