perlindungan hukum konsumen terhadap...

76
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PEREDARAN PRODUK KOSMETIK ILEGAL YANG MENGANDUNG ZAT ADITIF (Tinjauan UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjan Hukum (S.H) Oleh: Iqlimatul Annisa NIM. 11140480000121 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1439/2018 M

Upload: phungngoc

Post on 29-Jun-2019

239 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PEREDARAN

PRODUK KOSMETIK ILEGAL YANG MENGANDUNG ZAT ADITIF

(Tinjauan UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjan Hukum (S.H)

Oleh:

Iqlimatul Annisa

NIM. 11140480000121

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1439/2018 M

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau
Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau
Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupaka hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memeperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan seusai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini plagiat maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,

Iqlimatul Annisa

(11140480000121)

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

v

ABSTRAK

IQLIMATUL ANNISA. NIM 11140480000121. PERLINDUNGAN HUKUM

KONSUMEN TERHADAP PEREDARAN PRODUK KOSMETIK IMPOR

ILEGAL YANG MENGANDUNG ZAT ADITIF (Tinjauan UU Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Program Studi Ilmu Hukum,

Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1439 H / 2018 M.

Isi: ix + 58 halaman + lampiran + 3 halaman daftar pustaka

Kosmetik impor ilegal yang mengandung zat aditif tentu menjadi salah satu

ancaman bagi konsumen para pengguna kosmetik, terlebih kosmetik saat ini sudah

menjadi kebutuhan pokok bagi manusia. Saat ini banyak beredar kosmetik yang

mengandung bahan berbahaya khususnya kosmetik impor. Adapun tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum konsumen

kosmetik impor ilegal yang mengandung zat aditif ditinjau dari Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-

undangan yang bersifat deskriptif. Sumber data penelitian ini menggunakan data

primer berupa peraturan perundang-undangan dan data skunder dari bahan

kepustakaan. Data di uraikan dalam bentuk teks naratif secara sistematis. Metode

analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan faktor-faktor yang membuat peredaran kosmetik

impor ilegal yang mengadung zat aditif terus berkembang hingga saat ini adalah

pertama kecenderungan masyarakat membeli produk kosmetik secara online hal

ini dapat menjadi celah bagi para pelaku usaha kosmetik impor ilegal untuk selalu

bisa memasarkan produknya, kedua, pola pikir masyarakat pada hasil instan, ini

bisa menjadi salah satu pemicu maraknya peredaran produk kosmetik yang

mengandung zat aditif atau bahan berbahaya karena pihak produsen akan selalu

mengikuti kemauan pasar jika pasar menginginkan sebuah produk dengan hasil

instan makan zat bebahaya akan menjadi pilihan para produsen demi mengikuti

arus pasar. Ketiga, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai produk

kosmetik. Juga menjabarkan tetang efektifitas dari Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen serta apa saja yang harus menjadi

perhatian jika terjadi pelanggaran atas hak-hak dari konsumen kosmetik.

Kata kunci : Perlindungan konsumen, Kosmetik impor ilegal, Hak konsumen.

Pembimbing : Syafrudin Makmur, SH.,MH., Achmad Bahtiar, M.Hum.

Daftar pustaka: Tahun 1981 Sampai Tahun 2013

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan

semesta alam atas segala rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN

TERHADAP PEREDARAN PRODUK KOSMETIK IMPOR ILEGAL

YANG MENGANDUNG ZAT ADITIF (Tinjauan UU Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen)”. Shalawat serta salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga,

sahabat yang telah membawa kita keluar dari zaman kegalapan menuju zaman

yang terang benderang saat ini. Semoga kita diberikan syafaat nya pada yaumil

akhir kelak. Aamiin.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah

membantu penulis baik secara materiil maupun immaterial. Oleh karena itu,

peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta beserta para Wakil Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M/Hum., sekertaris Program Studi Ilmu Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Syafrudin Makmur, SH.,MH., Achmad Bahtiar, M.Hum. Dosen pembimbing

yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya. Beserta Segenap Dosen

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya

Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan

yang sangat bermanfaat untuk peneliti.

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

vii

4. Kepala dan Staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Kepala dan Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang

memadai untuk peneliti mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan

skripsi ini

5. Nur Rohim Yunus, LL.M, Dosen Penasihat Akademik yang telah banyak

seklai membantu peneliti selama proses perkuliahan hingga akhir.

6. Dr. Yayan Sopyan, S.H., M.H. M.Ag, Mustolih Sidradj, S.HI., M.H, Dosen

yang selalu membantu selama penulisan skripsi dimulai hingga selesai.

7. Orang tua peneliti Leni Indrayani dan Gibson Sony yang dengan sangat sabar

mendidik peneliti mulai dari lahir hingga sekarang ini tanpa merasa lelah dan

juga selalu memberikan doa kepada peneliti. Terimakasih juga kepada adik

peneliti Meutia Sari yang selalu menyemangati serta memberi dukungan dalam

pembuatan skripsi ini

8. Sahabat-sahabat yang selalu bersama dan menemani peneliti selama peneliti

mengemban dunia pendidikan sejak semester 3 hingga saat ini, Hanifa Tri

Agustina, Nabilah Nur Annisa, Putri Nur Aini, Masyita Mustika, Nurlia

Fikawaty, Widy Mayunita, Adella Farah. Terimakasih selalu ada dan

menyemangati peneliti sejak awal dimulainya penulisan skripsi ini hingga

selesai. Semoga persahabatan kita tidak terputus.

9. Keluarga besar Ilmu Hukum angkatan 2014, keluarga Saman Ilmu Hukum,

teman seperjuangan bimbingan skripsi, yang telah memberikan dorongan

semangat dalam kelancaran dalam penulisan skripsi ini.

10.Semua pihak terkait yang tidak dapat di sebutkan satu persatu. Tidak ada yang

bisa peneliti berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali doa dan ucapan

terima kasih. Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi siapa saja yang membacanya. Terima Kasih.

Jakarta,

Iqlimatul Annisa

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................... iii

LEMBAR PENRNYATAAN ........................................................................ iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Identifikas, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 5

D. Metode Penelitian ..................................................................... 6

E. Sistematika Penulisan ............................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 10

A. Kerangka Konseptual ............................................................... 10

B. Hubungan Antar Konsumen dan Pelaku Usaha ....................... 14

C. Hak dan Kewajiban Konsumen ................................................ 16

D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ........................................... 18

E. Pihak-pihak Dalam Pelaksanaan Perlindungan Konsumen ...... 20

F. Tujuan Perlindungan Konsumen .............................................. 21

G. Tanggung Jawab Pelaku Usaha ................................................ 22

H. Penyelesaian Sengketa Konsumen ........................................... 25

I. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ....................................... 27

BAB III TINJAUAN UMUM KOSMETIK SERTA PERAN BPOM

DALAM PENGAWASAN PEREDARAN ................................ 30

A. Kosmetik................................................................................... 30

B. Ilegal ......................................................................................... 32

C. Profil Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) .............. 32

D. Pengawasan .............................................................................. 37

E. Pengawasan Terhadap Peredaran Kosmetik ............................. 38

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

ix

BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEREDARAN

KOSMETIK IMPOR ILEGAL YANG MENGANDUNG ZAT

ADITIF.........................................................................................41

A. Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Kosmetik Impor

Ilegal Yang Mengandung Zat Aditif Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999................................................................ 41

B. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Konsumen Masih Menggunakan

Produk Kosmetik Impor Ilegal ................................................. 46

C. Efektifitas Undang-Undang Nomor 8 Thanun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen .......................................................... 49

BAB V PENUTUP .................................................................................... 58

A. Kesimpulan ............................................................................... 58

B. Rekomendasi ............................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 60

LAMPIRAN .................................................................................................... 63

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan

pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital

bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,

mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau

melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Kosmetik merupakan

bagian dari kebutuhan hidup manusia yang sudah ada dan semakin berkembang

dari masa ke masa. Kosmetik juga memiliki peranan penting untuk menunjang

penampilan sesorang. Dalam masyarakat dengan gaya hidup yang sederhana

kosmetik berperan sebagai sarana untuk beribadah, sedangkan dalam masyarakat

dengan gaya hidup yang lebih kompleks kosmetik sudah menjadi kebutuhan

pokok seperti halnya sandang dan pangan.

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan,

dilekatkan, dituangkan, dipercikan, atau disemprotkan pada, dimasukan dalam,

dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk

membersihkan, memelihara serta menambah daya tarik atau mengubah rupa,

melindungi supaya tetap dalam keadaan baik akan tetapi tidak untuk

penyembuhan. Kosmetik merupakan produk yang di formulasikan dari berbagai

bahan aktif dan bahan-bahan kimia yang akan bereaksi ketika di aplikasikan pada

jaringan kulit.1 Dalam penggunaannya, konsumen harus memerhatikan legalitas

dan juga komposisi bahan yang terkandung di dalam suatu produk kosmetik yaitu

dengan cara memerhatikan keterangan yang ada pada label kosmetik tersebut,

apakah produk kosmetik tersebut memiliki nomer pendaftaran merek, serta

mencantumkan hasil tes uji dermatologi dan masa kadaluarsa produk.

1 Dewi Muliyawan dan neti suriana, A-Z Tentang Kosmetik, (Jakarta, PT Elex Media

Komputindo, 2013), h.123.

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

2

Produk kosmetik yang banyak beredar di pasaran terutama kosmetik impor

diperjual belikan dengan harga yang murah, dalam kemasan yang menarik, serta

mudah di dapat. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengawasan terhadap produk-

produk impor tersebut sehingga sering kali produk impor yang tidak di lengkapi

dengan perizinan dan standar produk yang memadai, aman untuk dipergunakan

dapat masuk pasaran dan dapat diperjual-belikan dengan mudah.

Akibat dari kurangnya penerapan dan pengawasan terhadap standar mutu

dan kualitas dari produk kosmetik ini yaitu posisi konsumen tidak terlindungi,

sehingga banyak terjadi kasus suatu produk kosmetik yang dibeli masyarakat

dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sempurna malah berakibat

sebaliknya serta merugikan kesehatan. Sayangnya produk kosmetik

impor tersebut seringkali dijual tanpa mencantumkan nomor layanan

konsumen atau pihak yang dapat dihubungi jika terjadi efek samping dari

penggunaan produk kosmetik tersebut.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Adanya kosmetik impor yang mengandung zat aditif atau bahan

berbahaya bagi pemakainya bertentangan dengan pasal 2 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa

“perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan,

keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.” Bentuk

penyalahgunaan yang biasa terjadi dalam bidang kosmetik ilegal adalah

penggunaan zat aditif atau zat berbahaya yang ditambahkan kedalam produk

kosmetik tersebut. Dalam Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992

tentang kesehatan yang dimaksud zat aditif adalah bahan yang penggunaannya

dapat menimbulkan ketergantungan psikis, kerusakan jaringan kulit,

ketergantungan pada fisik yang dapat menyebabkan sulitnya lepas dari

ketergantungan faktor tersebut..

Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah untuk

kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan rasa

percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan

akibat sinar ultra violet, polusi dan faktor lingkungan yang lain, mencegah

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

3

penuaan, dan secara umum membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai

hidup.1

Gencarnya penawaran produk kosmetik baik melalui media iklan di koran-

koran, radio, televisi, jejaring internet seolah-olah produk kosmetik tersebut

terpercaya dan aman dipergunakan, hal itu semata-mata agar masyarakat tertarik

untuk membelinya. Hal ini jelas amat berbahaya sebab kosmetik tersebut

mengandung bahan-bahan kimia berbahaya dan tidak teruji secara klinis.

Berbagai cara dilakukan oleh para pelaku usaha untuk memasarkan

produknya, salah satu contohnya adalah dengan mencantumkan bahwa produk

tersebut buatan luar negri yang diimpor langsung ke Indonesia. Tidak adanya

Notifikasi dari badan POM membuat harga menjadi lebih murah bukan karena

produk tersebut palsu. Beberapa perbedaan dari kosmetik resmi selain ada

tidaknya nomor badan POM adalah tidak adanya label terjemahan bahan baku

kosmetik dalam bahasa Indonesia yang menyebabkan konsumek sulit untuk

memahami campuran bahan apa yang terkandung dalam produk kosmetik yang

akan mereka gunakan, tidak adanya tanggal kadaluarsa pada kemasan, bahkan

beberapa kosmetik tersebut tidak disegel.

Para pelaku usaha yang dimaksud dalam undang-undang perlindungan

konsumen ialah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk

badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik

sendiri maupun bersama-sama melalaui perjanjian menyelenggarakan kegiatan

usaha dalam bidang ekonomi. Dapat disimpulkan bahwa tidak hanya dibatasi

pabrikan saja namun juga bagi distributor (jaringannya), serta para importir.2

Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian yang lebih karena

investasi asing telah menjadi bagian pembangunan ekonomi Indonesia, dimana

ekonomi Indonesia juga berkaitan dengan ekonomi dunia. Persaingan

2 Retno Iswari Tranggono Fatma Latifah, Buku Pegangan Pengetahuan Ilmu Kosmetik

(Gramedia Pustaka Utama,2007), h. 7.

2Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen (Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 12.

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

4

internasional dapat membawa impilasi negatif bagi konsumen.3 Perlindungan

konsumen tidak saja terhadap barang-barang berkualitas rendah, akan tetapi juga

terhadap barang-barang yang membahayakan kehidupan masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, konsumen memiliki sejumlah hak seperti yang termuat dalam pasal 4,

diantaranya hak konsumen atas kenyamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan atau jasa. Sebaliknya pelaku usaha bertanggung jawab

memenuhi kewajibannya dengan memberikan informasi yang benar, jelas dan

jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa tersebut serta memberikan

penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian hukum dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM

KONSUMEN TERHADAP PEREDARAN PRODUK KOSMETIK ILEGAL

DAN MENGANDUNG ZAT ADITIF (TINJAUAN UU NOMOR 8 TAHUN

1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN)”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang disampaikan di atas, terdapat

beberapa persoalan yang berkaitan dengan peredaran produk kosmetik ilegal,

yaitu:

a. Banyaknya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peredaran produk

kosmetik ilegal.

b. Adanya dampak terkait peredaran produk kosmetik ilegal.

c. Kurangnya perlindungan hukum bagi konsumen dari maraknya

peredaran kosmetil ilegal.

d. Indonesia menjadi salah satu negara tujuan peredaran kosmetik impor

ilegal.

3 Erma Rajagukguk, Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen dalam Era

Perdagangan Bebas, dalam Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum perlindungan

Konsumen, Mandar Maju, (Bandung, 2000), h. 2.

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

5

2. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang akan dibahas peneliti tidak terlalu luas, maka peneliti

fokus pada masalah pelanggaran hukum pelaku usaha kosmetik atas

beredarnya kosmetik yang mengandung zat aditif berdasarkan undang-

undang dan peraturan yang berlaku. Karena jenis kosmetik yang beredar di

masyarakat saat ini sangat beragam jenisnya maka dalam penelitian ini

peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada jenis kosmetik cream pemutih

wajah.

3. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini berjalan dengan baik, maka perlu dibuat perumusan

masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen terhadap peredaran

kosmetik yang mengandung bahan berbahaya menurut Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen?

b. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan konsumen masih menggunakan

produk kosmetik impor ilegal?

c. Bagaimana Efektifitas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Pelindungan Konsumen?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka

dapat di tetapkan beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui dampak dari maraknya peredaran produk kosmetik

ilegal.

b. Untuk mengetahui penyebab terjadinya peredaran produk kosmetik

ilegal di indonesia.

c. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen terhadap

peredaran kosmetik yang mengandung bahan berbahaya.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini anatar lain:

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

6

a. Manfaat Akademis

Secara akademis, penelitian ini diharapakan berguna bagi peneliti

lain serta perkembangan ilmu hukum kedepannya, khususnya dalam

hukum Bisnis.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi peneliti

lain serta pemerintah khususnya Badan Pengawas Obat dan Makanan

BPOM dalam menangani masalah perizinan kosmetik dan obat-

obatan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi penyelesaian

terhadap maraknya peredaran obat-obatan serta kosmetik ilegal dan

berbahaya atau kasus yang serupa dimasa yang akan datang.

D. Metode Penelitian

Untuk mendapatkan data yang akan digunakan untuk keperluan penelitian

maka metode yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu

penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif

penelitian yang dilakuka mengacu pada norma hukum yang terdapat pada

peraturan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku di

masyarakat.4Metode ini juga mengkaji kaitan antara permasalahan yang

diangkat dengan norma-norma dalam peraturan perundang-undangan

seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dan regulasi lainnya yang mengatur seperti peran Badan POM

dalam perlindungan konsumen.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang digunakan untuk

meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen

kunci.

4 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan penggunaan kepustakaan di Dalam

Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumen Universitas Indonesia, 1979), h. 18

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

7

3. Sumber Data

Studi ini akan menganalisis objek penelitian dengan menggunakan data

skunder, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian kajian bahan-bahan

pustaka. Sebagai suatu penelitian hukum, data skunder yang dipergunakan

dibagi menjadi tiga:

a. Bahan hukum primer, yang berupa ketentuan hukum dan perundang-

undangan yang mengikat serta berkaitan dengan penelitian ini, seperti

undang-undang perlindungan konsumen, undang-undang kesehatan,

keputusan Badan POM, peraturan kementrian kesehatan, peraturan cara

pembuatan kosmetik yang baik dan benar, dan peraturan lainnya yang

berkaitan dengan penelitian ini

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa literatur-literatur yang diperoleh

dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil dari

penelitin dan pengolahan orang lain yang sudah tersedia dalam buku-

buku atau dokumen biasanya disediakan di perpustakaan atau milik

pribadi.5

c. Bahan hukum tersier, yaitu berupa bahan penjelasan mengenai bahan

hukum tersier maupun skunder berupa kamus, ensiklopedia, dan

sebagainya.

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data-data terkait dengan tema penelitian ini maka

akan digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan cara

penelitian kepustakaan (libraray research), yaitu suatu teode

pengumpulan data dengan cara membaca atau merangkai buku-buku

serta literatur yang berkenaan dengan permasalahan yang diangkat

dalam penelitian ini, agar dapat memeberikan penjelasan terhadap

masalah yang ada dalam penelitian.

5Hilman Hadikusuma, Metode Penelitian Hukum, (Universitas Indonesia (UI) Press,

1986), h.52

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

8

b. Wawancara

Juga akan dilakukan wawancara singkat kepada narasumber pengguna

kosmetik ilegal. Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data

yang diperlukan sebagai data tidak tertulis. Hasil data Interview atau

wawancara tersebut kemudian diubah dari format audio menjadi visual

dalam bentuk teks.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara catatan lapangan dan

lain-lain sehingga dapat mudah dipahamai oleh orang lain.6 Teknik yang

digunakan peneliti adalah dengan metode kualitatif atau wawancara

langsung kepada responden, yang selanjutnya data hasil wawancara

tersebut akan digunakan sebagai data tambahan penelitian di samping

penggunaan data dari bahan kepustakaan.

6. Teknik Penulisan

Teknik yang digunakan dalam penulisan penelitian ini mengacu pada

buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum” yang

diterbitkan oleh fakultas syariah dan hukum Universitas Islam (UIN)

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyelesaian dari penelitian ini, maka peneliti

menyusun sistematika penulisan sebagai berikut

BAB I: Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan

pemaparan penulis dari latarbelakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, perumusan, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, kerangka teori metode penulisan, dan

sistematika penulisan.

BAB II: Pada bab ini akan membahas tinjauan umum tentang hukum

perlindungan konsumen

6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Dan R&D, (Bandung, Alfabeta

CV, 2013), h. 44

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

9

BAB III: Pada bab ini akan membahas tinjauan produk kosmetik dan peran

badan POM dalam pengawasan peredarannya.

BAB IV: Pada bab ini akan membahas bagaimana kosmetik ilegal dan

mengandung zat aditif dapat dijual secara bebas di Indonesia,

akibat hukum dari penjualan produk kosmetik ilegal, dan siapa saja

pihak-pihak yang harus di mintai pertanggung jawaban atas

pelanggaran hak konsumen akibat penjualan produk tersebut.

BAB V: Pada bab ini akan berisikan penutup serta kesimpulan yang

disimpulkan dari bab-bab yang sebelumnya.

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini akan menyajikan data kaitan atara satu konsep

dengan konsep lainnya kerangka konseptual merupakan pedoman yang lebih

konkrit dari kerangka teori yang berisi definisi operasional yang menjadi

pegangan dalam penulisan skripsi, sumber yang digunakan untuk menentuka

definisi dimbil dari peraturan perundang-undangn dan penelitian kepustakaan.

1. Pengertian Konsumen

Penjelasan mengenai konsumen berdasarkan pasal 1 angka 2 menurut

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo dalam bukunya yang berjudul hukum

perlindungan konsumen, disebutkan bahwa dalam kepustakaan ekonomi

dikenal konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah

pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen

antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian

dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam

undang-undang ini adalah konsumen akhir. Dapat diketahui pengertian

konsumen dalam UUPK lebih luas dari pada pengertian konsumen pada

rancangan undang-undang perlindungan kosumen, karena dalam UUPK juga

meliputi pemakaian barang untuk kepentingan mahluk hidup lain. Hal ini

berarti bahwa UUPK dapat memberikan perlindungan kepada konsumen

yang bukan manusia (hewan, maupun tumbuh-tumbuhan). Pengertian yang

luas seperti itu sangat tepat dalam rangka memberikan perlindungan seluas-

luasnya kepada konsumen.

Pengertian konsumen dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen (UUPK) mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna, pemanfaat

barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.

Page 20: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

11

2. Konsumen antara yaitu pemakai, pengguna, pemanfaat barang dan/atau

jasa untuk diproduksi menjadi barang dan/atau jasa lain untuk di

perdagangkannya (distributor) dengan tujuan komersial. Konsumen

antara ini sama denngan pelaku usaha.

3. Konsumen akhir yaitu, pemakai, pengguna, pemanfaat barang dan/atau

jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri, keluarga, rumah tangga dan

tidak untuk diperdagangkan kembali. Konsumen akhir inilah yang jelas

diatur perlindungannya dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

(UUPK).

Konsumen memiliki posisi yang sangat penting dalam kegiatan ekonomi

yang juga menjadi faktor penting bagi kelancaran dunia usaha, karena

konsumen lah yang akan mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang di

produksi oleh pelaku usaha tanpa memperdagangkannya kembali, yang

mana akan memberikan keuntungan bagi pelaku usaha untuk kelangsungan

usahanya. Konsumen sebagai pemakai barang dan/atau jasa memiliki

sejumlah hak dan kewajiban, pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat

penting agar masyarakat dapat bertindak sebagai konsumen yang kritis dan

mandiri. Tujuannya, jika terdapat tindakan yang tidak adil terhadap

konsumen maka mereka dapat menyadari hal tersebut kemudian konsumen

dapat bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata

lain tidak hanya tinggal diam ketika menyadari bahwa hak-haknya telah

dilanggar oleh pelaku usaha namun disamping itu konsumen juga memiliki

kewajiban yang harus dipenuhi atas diri produsen atau pelaku usaha.

Pengertian konsumen di Amerika Serikat dan Masyarakat Ekonomi

Eropa (MEE), kata “konsumen” yang berasal dari consumer sebenarnya

berarti “pemakai”. Namun ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai “korban

pemakaian produk yang cacat” baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli

tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan pemakai karena

Page 21: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

12

perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan

pemakai.1

Setiap konsumen berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan

pemenuhan yang maksimal. Jumlah dan keanekaragaman barang yang dapat

dipenuhi bergantung pada besar pendapatan/penghasilan, tingkat

kemakmuran dan kesejahteraan seseorang atau masyarakat bergantung pada

tingkat konsumsi yang digunakan.

Sifat-sifat konsumen antara lain:

1. Ingin mengetahui keadaan/ciri-ciri dari barang-barang yang akan

dibeli/di konsumsi.

2. Menginginkan barang yang baik dan berkualitas.

3. Menginginkan barang yang murah harganya.

4. Menginginkan kejujuran dalam bertransaksi/jual beli.

Hal yang menjadikan seseorang disebut sebagai konsumen antara lain

adalah membeli, yaitu bagi seseorang yang memperoleh barang atau jasa

dengan cara membeli tentu dia terlibat perjanjian dengan pelaku

usaha/produsen. Selanjutnya adalah Hadiah, Hibah dan Warisan, seseorang

yang memperoleh barang tetapi tidak langsung terlibat dalam suatu

hubungan kontraktual dengan pelaku usaha atau dengan kata lain seseorang

yang memperoleh barang atau jasa secara cuma-cuma.

2. Pengertian Pelaku Usaha

Pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap orang

perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum yang

didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

1 Agus Broto Susilo, Aspek-aspek Perlindungan Terhadap Konsumen dalam Hukum di

Indonesia, (Jakarta: YLKI-USAID, 1998), h. 46.

Page 22: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

13

perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi. Menurut penjelasan pasal 1 angka 3 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian

tersebut meliputi perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir,

pedagang, distributor dan lain-lain

Pengertian pelaku usaha menurut undang-undang perlindungan konsumen

tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa unsur, yaitu:

1. Bentuk atau wujud dari pelaku usaha adalah:

a. Orang perorangan, yaitu setiap individu yang melakukan kegiatan

usahanya secara seorang diri

b. Badan usaha, adalah kumpulan individu yang secara bersama-sama

melakukan kegiatan usaha. Badan usaha dapat dikelompokkan

kedalam dua kategori yaitu:

1) Badan hukum, contohnya Perseroan Terbatas

2) Bukan badan hukum, contohnya Firma atau sekelompok orang

yang melakukan kegiatan usaha secara insidentill.

2. Kegiatan usaha tersebut harus didasarkan pada perjanjian

3. Di dalam berbagai bidang ekonomi, pengertian ini sangat luas tidak

terbatas hanya pada bidang produksi.

Melihat penjabaran unsur dan/atau syarat dari pelaku usaha tersebut dapat

dilihat bahwa pengertian pelaku usaha menurut undang-undang

perlindungan konsumen sangat luas. Pelaku usaha menurut undang-undang

Perlindungan Konsumen bukan hanya produsen melainkan hingga pihak

terakhir yang menjadi perantara antara produsen dan konsumen seperti agen,

distributor, dan pengecer atau yang sering disebut sebagai konsumen antara.

3. Hukum Perlindungan Konsumen

Dalam ketetapan MPR tahun 1993 terdapat arahan mengenai

perlindungan konsumen yaitu melindungi kepentingan produsen dan

konsumen. Berdasarkan arahan tersebut maka terdapat dua hal yang perlu

Page 23: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

14

mendapat perhatian yaitu adanya kelompok masyarakat produsen serta

kelompok masyarakat konsumen, dimana kepentingan masing-masing

kelompok perlu dilindungi.2 Arahan ketetapan MPR tersebut terdapat

pengrtian mengenai hukum konsumen yaitu mengenai hukum konsumen

yaitu keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan

masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang/jasa) alat penyedia dan

penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1

UUPK disebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya

menjamin adanya kepastian hukum untuk melindungi konsumen yang

diperkuat oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) memberi

harapan agar pelaku usaha tidak lagi bertindak sewenang-wenang sehingga

dapat merugikan hak-hak konsumen, selain itu dengan adanya Undang-

Undang Perlindugan Konsumen (UUPK) dan peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang perlindungan konsumen maka konsumen

memiliki posisi berimbang.

B. Hubungan Antar Konsumen dan Pelaku Usaha

1. Hubungan Langsung

Menurut ahmad miru dalam bukunya prinsip-prinsip perlindungan

hukum bagi konsumen di Indonesia menyatakan bahwa hubungan langsung

yang dimaksud adalah hubungan antara produsen dan konsumen yang terkait

secara langsung dengan perjanjian tanpa mengabaikan jenis perjanjian-

perjanjian lainnya, pengalihan barang dari produsen kepada konsumen, pada

umumnya dilakukan dengan perjanjian jual beli, baik yang dilakukan secara

lisan maupun tulisan.3 Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu bentuk

perjanjian tertulis adalah perjanjian baku. Dimana perjanjian baku

didasarkan pada asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338

2 Az Nasution (a), Hukum Perlindungan Kondumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit

Media, 2006), h. 34.

3 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT.

Rajawali Pers, 2011), h. 34

Page 24: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

15

ayat (1) KUHPerdata, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah,

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pengertian

“sah” tersebut di atas yaitu telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian

berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata sebagai berikut:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

c. Suatu hal tertentu.

d. Suatu sebab yang halal.

Sehubungan dengan hal tersebut, R. Soetojo Prawirohamidjojo dan

Marthalena Pohan dalam bukunya yang berjudul Hukum Perikatan,

menyatakan bahwa meskipun telah dipenuhinya keempat syarat di atas

belum menjamin sempurnanya perjanjian yang dimaksud, karena masih ada

ketentuan lain yang harus diperhatikan untuk menentukan apakah perjanjian

tersebut sah tanpa ada alasan pembatalan, sehingga perjanjian tersebut

mengikat sebagaimana mengikatnya undang-undang. Ketentuan yang

dimaksud adalah kesempurnaan kata sepakat, karena apabila kata sepakat

diberikan dengan adanya paksaan, kekhilafan atau penipuan, maka

perjanjian tersebut tidak sempurna sehingga masih ada kemungkinan

dibatalkan.4

2. Hubungan Tidak Langsung

Menurut Ahmad Miru dalam bukunya Prinsip-prinsip Perlindungan

Hukum Bagi Konsumen menyatakan hubungan tidak langsung yang

dimaksud pada bagian ini adalah hubungan antara produsen dengan

konsumen yang tidak secara langsung terikat dengan perjanjian, karena

adanya pihak diantara pihak konsumen dan produsen. Ketiadaan hubungan

langsung dalam bentuk perjanjian antara pihak produsen dan konsumen ini

4 R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, (Surabaya: Bina

Ilmu, 1984) h. 25

Page 25: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

16

tidak berarti bahwa pihak konsumen yang dirugikan tidak berhak untuk

menuntut ganti rugi kepada produsen dengan siapa dia tidak memiliki

hubungan perjanjian, karena dalam hukum perikatan tidak hanya perjanjian

yang melahirkan perikatan, akan tetapi dikenal dua sumber perikatan, yaitu

perjanjian dan undang-undang. Sumber perikatan yang berupa undang-

undang ini masih dapat dibagi lagi dalam undang-undang saja dan undang-

undang karena perbuatan manusia, yaitu yang sesuai hukum dan yang

melanggar hukum. Berdasarkan pembagian sumber perikatan tersebut, maka

sumber perikatan yang terakhir, yaitu undang-undang karena perbuatan

manusia yang melanggar hukum merupakan hal yang penting dalam

kaitannya dengan perlindungan konsumen.5

C. Hak dan Kewajiban Konsumen

Menurut Az.Nasution dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen

Suatu Pengantar, menyatakan bahwa istilah “perlindungan konsumen”

berkaitan dengan perlindungan hukum. Maka dari itu perlindungan

konsumen banyak mengandung aspek hukum. Adapun materi yang

mendapatkan perlindungan bukan hanya secara fisik, melainkan terlebih-

lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan

konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan

hukum tentang hak-hak konsumen

Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu:

1. hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety).

2. hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed).

3. hak untuk memilih (the right to choose).

4. hak untuk didengar (the right to be heard).6

5 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen... h 35-36.

6Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,

2009), h. 30

Page 26: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

17

Empat hak dasar tersebut di atas diakui secara internasional. Di dalam

perkembangannya, organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam

The International Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan

lagi beberapa hak, seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak

mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang

baik dan sehat.

Hak konsumen sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa.

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan

yang dijanjikan.

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa.

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan.

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Sidharta mengemukakan bahwa adanya hak dan kebebasan untuk

memenuhi dan mengkonsumsi suatu produk tertentu seara tidak langsung

Page 27: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

18

memberikan arti bahwa dengan hak dan kebebasan tersebut berarti

konsumen harus dilindungi, karena dalam kondisi seperti itu biasanya

konsumen dihadapkan pada kondisi take it or leave it, artinya jika setuju

silahkan beli, jika tidak silahkan mencari di tempat lain.7

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen juga menyebutkan mengenai kewajiban konsumen sebagai

berikut:

1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan.

2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa.

3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, untuk menciptakan kenyamanan berusaha

bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang

diberikan kepada konsumen maka kepada pelaku usaha juga diberikan hak

sebagai berikut:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik.

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen.

7 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, edisi Revisi, (Jakarta: PT.

Grasindo, 2006), h. 28.

Page 28: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

19

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa sebagai konsekuensi dari hak

konsumen yang telah disebutkan pada uraian terdahulu, maka kepada pelaku

usaha juga dibebankan pula mengenai kewajiban pelaku usaha yaitu sebagai

berikut:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan.

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif.

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku.

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau

garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan.

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

kewajiban-kewajiban pelaku usaha tersebut merupakan salah satu bentuk

manifestasi dari hak konsumen dalam sisi lain yang ditargetkan untuk

menciptakan upaya tanggung jawab pada diri pelaku usaha itu sendiri.

Page 29: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

20

E. Pihak-Pihak Dalam Pelaksanaan Perlindungan Konsumen.

Mengingat kedudukan konsumen yang masih lemah, maka

perlindungan konsumen melibatkan beberapa kelompok yang merupakan

pihak-pihak dalam perlindungan konsumen, yaitu:

1. Konsumen.

Pengertian konsumen dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti dalam bukunya Hukum Perlindungan

Konsumen, menyatakan bahwa, jika konsumen merasakan, kuantitas dan

kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan

nilai tukar yang diberikannya, ia berhak mendapatkan ganti kerugian yang

pantas.8 Jenis dan jumlah ganti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan

ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan masing-masing pihak. Untuk

memperoleh ganti kerugian, konsumen tidak selalu harus menempuh

upaya hukum terlebih dahulu. Jika permintaan yang diajukan konsumen

dirasakan tidak mendapat tanggapan yang layak dari pihak-pihak terkait

dalam hubungan hukum dengannya, maka konsumen berhak mendapatkan

penyelesaian hukum, termasuk advokasi. Dengan kata lain, konsumen

berhak menuntut pertanggungjawaban hukum dari pihak-pihak yang

dipandang merugikan karena mengonsumsi produk itu.9

2. Pelaku Usaha

Pelaku Usaha dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan bahwa:

8 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 34

9 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 38

Page 30: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

21

Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

3. Menteri

Berdasarkan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen adalah menteri yang ruang lingkup tugas

dan tanggung jawabnya dibidang perdagangan. Pengertian menteri dalam

undang-undang tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah

Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag). Menteri

Perindustrian boleh mengizinkan barang dan/atau jasa diproduksi oleh

pelaku usaha, tetapi yang menentukan apakah barang dan/atau jaa tersebut

layak dikonsumsi dan dapat diedarkan ke dalam masyarakat adalah

Menteri Perdagangan.

4. Instansi Pemenerintah

instansi pemerintah disini adalah instansi yang terkait dengan produk

yang dihasilkan oleh pelaku usaha bersangkutan dan mempunyai

kewenangan dalam perizinan serta penentuan standar produksi.

Departemen atau instansi pemerintah yang terkait dengan peredaran

kosmetik yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Dinas

Perindustrian dan Perdagangan.

F. Tujuan Perlindungan Konsumen

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, menyebutkan bahwa perlindungan konsumen bertujuan:

1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri.

Page 31: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

22

2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi.

5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha.

6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini, merupakan isi

pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya,

karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir

yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan dibidang hukum

perlindungan konsumen.

G. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Seorang konsumen yang mengkonsumsi barang dan/atau jasa kemudian

menimbulkan kerugian bagi konsumen, maka dapat menggugat atau

meminta ganti rugi kepada pihak yang menimbulkan kerugian. Pihak yang

menimbulkan kerugian di sini yaitu bisa produsen, pedagang besar,

pedagang eceran/penjual ataupun pihak yang memasarkan produk,

tergantung dari pihak yang menimbulkan kerugian bagi konsumen.

Hal tersebut diatur pada Pasal 19 dan 27 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berikut merupakan pasal-

pasal yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha berdasarkan

ketentuan yang ada pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen:

Page 32: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

23

Pasal 19

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis

atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian

santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan

yang berlaku.

3. Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari

setelah tanggal transaksi.

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan

tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Substansi Pasal 19 ayat (1) menurut mengemukakan tanggung jawab

pelaku usaha, meliputi:

1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan.

2. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran.

3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.

Pasal 19 ini mengatur tentang pertanggungjawaban pelaku usaha

pabrikan dan/atau distributor pada umumnya, untuk memberikan ganti

rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

Page 33: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

24

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan

dengan ketentuan bahwa ganti rugi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis

atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian

santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Ganti rugi harus telah diberikan dalam jangka waktu 7

(tujuh) hari terhitung sejak tanggal transaksi.

Pasal 27

Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung

jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:

1. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak

dimaksudkan untuk diedarkan.

2. Cacat barang timbul pada kemudian hari.

3. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang

4. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen.

5. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang

dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.

Apabila ada hubungan kontraktuil antara konsumen dengan pelaku

usaha, maka gugatannya adalah wanprestasi. Kerugian yang dialami

konsumen dikarenakan tidak dilaksanakannya prestasi oleh pengusaha

atau pelaku usaha. Apabila konsumen menggunakan gugatan perbuatan

melawan hukum, maka hubungan kontraktuil antara konsumen dengan

pelaku usaha tidaklah disyaratkan.

Secara umum, tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh

konsumen sebagai akibat penggunaan produk hanya digolongkan menjadi

dua kategori, yaitu:

Page 34: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

25

a. Tuntutan Berdasarkan Wanprestasi.

Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka

terlebih dahulu tergugat dengan penggugat (produsen dengan konsumen)

terikat suatu perjanjian. Dengan demikian, pihak ketiga (bukan sebagai

pihak dalam perjanjian) yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti

kerugian dengan alasan wanprestasi. Pengaturan tentang wanprestasi

diatur dalam Pasal 1238, 1239, dan 1243 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUHPer).

b. Tuntutan Berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum

Berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada

wanprestasi, tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan

melanggar hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian antara produsen

dengan konsumen, sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh

setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan

perjanjian antara produsen dengan konsumen. Dengan demikian, pihak

ketiga pun dapat menuntut ganti kerugian. Pengaturan tentang perbuatan

melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUHPer).

H. Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, mengatur penyelesaian sengketa sebagai berikut:

1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui

lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan

pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan

umum.

2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan

atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

bersengketa.

Page 35: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

26

3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur

dalam undang-undang.

4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila

upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh

para pihak yang bersengketa.

Dalam undang-undang Perlindungan Konsumen terdapat penyelesaian

sengketa di luar pengadilan. Lembaga penyelesaian sengketa di luar

pengadilan adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Tugas dan

wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diatur dalam Pasal 52

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), sebagai berikut:

1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,

dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi.

2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.

3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku.

4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran

ketentuan dalam undangundang ini

5. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen

tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan

konsumen.

7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen.

8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang

yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undangundang ini.

Page 36: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

27

9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,

saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan

huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian

sengketa konsumen.

10. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti

lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.

11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian dipihak

konsumen.

12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

13. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar

ketentuan undang-undang ini.

I. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti melakukan kajian pustaka dan

menemukan beberapa penelitian yang berkaitan, yaitu:

1. Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan

Serbuk Emas Dalam Kosmetik” karya Fauziah Aulia, fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2015. Dalam skripsi tersebut dipaparkan tentang bagaimana penggunaan

emas untuk kecantikan dan analisis mengenai hukum penggunaan sebuk

emas pada kosmetik serta pengawasan obat dan makanan saat sesudah dan

sebelum berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia.

Perbedaan antara skripsi di atas dengan penelitian peneliti bahwa skripsi di

atas fokus pada pembahasan mengenai produk kosmetik yang

mengandung emas serta bagaimana hukumnya jika dipergunakan pada

wajah, sedangkan peneliti lebih memfokuskan kepada syarat dan

ketentuan suatu produk kosmetik bisa beredar di Indonesia sesuai dengan

UUPK serta penanganan apa yang akan didapat oleh kosumen jika merasa

dirugikan.

Page 37: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

28

2. Skripsi yang berjudul “Perlindugan Konsumen Atas Hak

InformasiTerhadap Kosmetik China Yang Mengandung Bahan Kimia

Berbahaya Di Kota Yogyakarta” karya Rika Rizki Meilia Sari, fakultas

Hukum Universitas Islam Indonesia tahun 2010. Skripsi tersebut

membahas tentang berbagai macam produk kosmetik produk China yang

memiliki harga murah namun hasil kerja dari kosmetik tersebut tidak kalah

dari kosmetik buatan negara-negara di Eropa namun yang peredarannya

khusus di seputar daerah Yogyakarta. Perbedaan antara skripsi di atas

dengan penelitian peneliti bahwa skripsi di atas fokus membahas

bagaimana peredaran kosmetik China di kota Yogyakarta, sedangkan

peneliti lebih memfokuskan kepada syarat dan ketentuan suatu produk

kosmetik bisa beredar di Indonesia sesuai dengan UUPK serta penanganan

apa yang akan didapat oleh kosumen jika merasa dirugikan.

3. Buku yang berjudul “Hukum Perlindungan Konsumen” karya Ahmad

Miru dan Sutarman Yodo, tahun 2000. Dalam buku ini dijelaskan tentang

bagaimana perlindungan konsumen serta akibat hukum dari pelanggaran

terhadap konsumen peneliti menggunakan beberapa peraturan dasar dari

buku ini untuk menjadi landasan dasar dari setiap penelitian yang akan

dilakukan peneliti. Perbedaan antara buku di atas banyak membahas

tentang peraturan-peraturan tentang hukum perlindungan konsumen,

sedangkan peneliti lebih memfokuskan kepada syarat dan ketentuan suatu

produk kosmetik bisa beredar di Indonesia sesuai dengan UUPK serta

penanganan apa yang akan didapat oleh kosumen jika merasa dirugikan.

4. Jurnal yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Dipertimbangkan

Konsumen Kosmetika Dalam Keputusan Pembelian Produk Pemutih

Wajah” karya indarti, margono, Thantawi A.S tahun 2010. Dalam jurnal

ini berfokus pada faktor-faktor yang menjadi pertimbangan konsumen

dalam mengambil keputusan pembelian produk kosmetik wajah.

Perbedaan antara jurnal di atas dengan penelitian peneliti bahwa jurnal di

atas fokus pada pembahasan mengenai faktor para pembeli produk

kosmetik pemutih wajah, sedangkan peneliti lebih memfokuskan kepada

Page 38: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

29

syarat dan ketentuan suatu produk kosmetik bisa beredar di Indonesia

sesuai dengan UUPK serta penanganan apa yang akan di dapat oleh

kosumen jika merasa dirugikan.

Page 39: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

30

BAB III

TINJAUAN UMUM KOSMETIK SERTA PERAN BPOM DALAM

PENGAWASAN PEREDARAN

A. Kosmetik

Kosmetik sudah digunakan sejak zaman dahulu kala. Beberapa arkeolog

telah mampu menelusuri dan membuktikan penggunaan kosmetik sejak

jaman Mesir Kuno dan Yunani Kuno. Pada zaman Mesir Kuno para wanita

bangsawan menggunakan lilin lebah, minyak zaitun dan air mawar sebagai

krim kulit. Bahkan patung dada nefertiti yang berusia 3300 tahun

menunjukan bahwa penggunaan celak telah digunakan di masa tersebut

sebagai simbol kecantikan wanita. Kosmetik saat ini telah menjadi

kebutuhan manusia yang tidak bisa dianggap sebelah mata mengingat era

globalisasai yang semakin maju membuktikan bahwa adanya kosmetik yang

beraneka bentuk dengan ragam warna dan keunikan kemasan serta

keunggulan dalam memberikan fungsi bagi konsumen menuntut industri

kosmetik untuk semakin mengembangkan teknologi yang tidak saja

mencakup peruntukan dari kosmetik itu sendiri namun juga kemudahan

dalam penggunaannya.

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada

bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar),

gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik,

mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,

memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau

menyembuhkan suatu penyakit.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian mengenai kosmetik

dan kosmetika, yaitu kosmetik adalah obat (bahan) untuk mempercantik

wajah, kulit, rambut, dan sebagainya seperti bedak dan pemerah bibir.

Page 40: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

31

Sedangkan kosmetika adalah ilmu kecantikan, ilmu tata cara mempercantik

wajah, kulit dan rambut.1

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan,

dilekatkan, dituangkan, dipercikan, atau disemprotkan pada, dimasukan

dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud

untuk membersihkan, memelihara serta menambah daya tarik atau

mengubah rupa, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik akan tetapi

tidak untuk penyembuhan. Kosmetik merupakan produk yang di

formulasikan dari berbagai bahan aktif dan bahan-bahan kimia yang akan

bereaksi ketika diaplikasikan pada jaringan kulit. (Iswari, 2007).

Syarif M. Wasitaatmadja dalam bukunya mengemukakan mengenai

pengertian kosmetik, Kosmetik dalam bahasa Yunani yaitu “kosmetikos”

berarti keterampilan menghias, sedang “kosmos” berarti hiasan.2 Berkaitan

dengan itu menurut Federal Food and Cosmetic Act (1958) pengertian

kosmetik adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan,

dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam,

dipergunakan pada badan manusia dengan maksud untuk membersihkan,

memelihara, menambah daya tarik dan mengubah rupa dan tidak termasuk

golongan obat. Zat tersebut tidak boleh mengganggu kulit atau kesehatan

tubuh secara keseluruhan. Dalam definisi tersebut jelas dibedakan antara

kosmetik dengan obat yang dapat mempengaruhi struktur dan faal tubuh.3

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175 / MenKes

/ PER / VIII / 2010 tentang Notifikasi Kosmetika, menyebutkan juga

mengenai pengertian kosmetik, yaitu kosmetik adalah bahan atau sediaan

yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia

(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan

1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990)

2Syarif M. Wasitaatmadja Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, (Depok: UI Press, 1997), h.

26-27.

3Ny. Lies Yul Achyar, Dasar-Dasar Kosmetologi Kedokteran, Majalah Cermin Dunia

Kedokteran, http;//www.scribd.com diakses tanggal 04 maret 2018.

Page 41: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

32

membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,

mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi

atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

Dalam Pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor HK.00.05.42.2995 dijelaskan bahwa pengertian

kosmetik impor adalah kosmetik yang dibuat oleh industri di luar negeri yag

dimasukkan dan diedarkan di wiaayah Indonesia

B. Ilegal

Pengertian ilegal adalah tidak sah menurut hukum, dalam hal ini

melanggar hukum, barang gelap, liar, ataupun tidak ada izin dari pihak yang

bersangkutan. Berdasarkan penjelasan dan pengertian di atas dapat di

simpulkan bahwa kosmetik impor ilegal adalah adalah obat (bahan) untuk

mempercantik wajah, kulit, rambut, dan sebagainya yang dibuat oleh industri

luar negeri serta beredar di wilayah Indonesia tanpa adanya izin dari pihak

yang bersangkutan dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM).

Berkaitan dengan hal tersebut terdapat kasus kosmetik impor ilegal yang

beredar di masyarakat belakangan ini dengan merek Cream Temulawak,

Cream ini berasal dari negara Malaysia produk ini beredar bebas di pasaran

tanpa adanya nomor register dari Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM). Kosmetik ini di perjualbelikan dengan harga yang cukup tejangkau

membuat kosmetik ini menyasar pasar kalangan ekonomi kelas bawah dan

menengah, namun banyak dari konsumen yang tidak memperhatikan bahaya

yang mungkin akan terjadi dikemudian hari akan timbul dari penggunan

produk kosmetik impor ilegal tersebut.

C. Profil Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

1. Profil dan latar belakang

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah adalah sebuah

lembaga di Indonesia yang bertugas untuk mengawasi peredaran obat-

obatan dan makanan di Indonesia. Badan publik yang dibentuk

berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang kedudukan, tugas,

Page 42: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

33

fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintah

non departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005. Pengawasan obat dan makanan

merupakan bagian integral dari upaya pembangunan kesehatan di

Indonesia. Fungsi dan tugas badan ini menyerupai fungsi dan tugas untuk

mengatur makanan, suplemen makanan, obat-obatan produk biofarmasi,

transfusi darah, piranti medis untuk terapi dengan radiasi, produk

kedokteran hewan dan kosmetik.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) didirikan karena

Indonesia dianggap memerlukan sistem pengawasan obat dan makanan

(sisPom) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan

mengawasi produk-produk termasuk untuk melindungi keamanan,

keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar

negeri untuk itu dibentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan

dalam penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang

tinggi, hal tersebut dipengaruhi dari kebebasan pasar dan pengetahuan

masyarakat yang masih belum memadai untuk dapat memilih dan

menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Dilain pihak iklan dan

promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara

berlebihan dan seringkali tidak rasional sehingga memungkinkan

meningkatnya resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan

keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau

terkontaminasi dengan bahan berbahaya maka resiko yang terjadi akan

berskala besar dan luas serta berlangsung amat cepat.4

2. Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mempunyai visi dan

misi, visi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah menjadi

institusi Pengawas Obat dan Makanan yang inovatif, Kredibel dan diakui

4Badan Pengawas Obat dan Makanan, Profil Badan POM RI, (Jakarta: Badan Pengawas

Obat dan Makanan, 2006), h.1.

Page 43: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

34

secara internasional untuk melindungi masyarakat, sedangkan misi dari

Badan Pengawas Obat dan Makanan antara lain:

a. melakukan pengawasan Pre-Market dan Post-Market berstandar

internasional.

b. menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.

c. mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai

lini.

d. memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan

makanan yang berisiko terhadap kesehatan.

e. membangun organisasi pembelajaran (learning organization).

3. Tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan

Berdasarkan pasal 2 pada peraturan presiden No.80 Tahun 2017 tentang

badan pengawasan obat dan makanan:

a. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mempunyai tugas

menyelenggarakan tugas pemerintahan dibidang pengawasan Obat dan

Makanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

b. Obat dan Makanan sebagaimana di maksud pada ayat 1 terdiri atas

obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat

tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.

4. Tugas Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan (Unit

Pelaksana Teknis)

sesuai pasal 2 peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Nomor 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan

Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan

di bidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas

produk terapetik, narkotika, psikotropika serta pengawasan atas kemanan

pangan dan bahan berbahaya.5

5. Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

a. Fungsi Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan

5Badan Pengawas Obat dan Makanan, Profil Badan POM RI... h. 2

Page 44: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

35

berdasarkan Pasal 3 Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat

dan Makanan (BPOM) No. 02001/SK/KBPOM, Badan Pengawas Obat

dan Makanan mempunyai fungsi antara lain:

1) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang

pengawasan Obat dan Makanan

2) pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan

Makanan

3) Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan

POM

4) Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap

kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan Obat dan

Makanan

5) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum

dibidang perencanaan umum, ke tatausahaan, organisasi dan tata

laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian,

perlengkapan dan rumah tangga.

b. Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (unit pelaksana

teknisi)

berdasarkan pasal 3 peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan Nomor 14 Tahun 2014, Unit pelaksana teknis di lingkungan

Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai fungsi antara lain:

1) penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan

2) pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium penguji dan

penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat aditif,

obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan

berbahaya

3) pelaksaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu

produk secara mikrobiologi

4) pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan

pemeriksaan sarana produksi dan distribusi

5) insvestigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum

Page 45: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

36

6) pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi

tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan

7) pelaksanaan kegiatan layanan informasi kosumen

8) evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan

9) pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumah tanggaan

10) pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan

Pengawasan Obat dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.6

6. Kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Berdasarkan pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2017,

dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan memiliki

kewenangan sebagai berikut:

a. Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan

persyaratan kemanan, khasiat, manfaat dan mutu, serta penguji obat

dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Melakukan intelejen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan

Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan

c. Pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

7. Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan Terhadap Produksi dan

Peredaran Kosmetik

Meningkatnya kegiatan produksi pada produk kosmetik memberikan

implikasi yang cukup luas terhadap pengendalian serta pengawasannya.

Upaya pengawasan dan pengendalian kosmetik mempunyai permasalahan

yang luas yang menjadi tanggung jawab pemerintah seran dituntutnya

peran aktif dari masyarakat, pemerintah menetapkan beberapa

pengendalian dan sistem pengawasan meliputi:

a. Pengawasan, regulasi, dan standarisasi

6Badan Pengawas Obat dan Makanan, Profil Badan POM RI... h.2.

Page 46: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

37

b. Lisensi dan sertifikasi industri dibidang farmasi berdasarkan cara-cara

produksi yang baik

c. Evaluasi produk sebelum di izinkan beredar

d. Post marketing vigiliance termasuk sampling dan pengujian

laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan

dan penegakan hukum.

e. Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk

f. Riset terhadap pelaksaan kebijakan pengawasan obat dan makanan

g. Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik.

C. Pengawasan

Pengawasan adalah sebuah proses untuk memastikan bahwa semua

aktifitas yang terselenggara sesuai dengan apa yang telah di rencanakan

sebelumnya. Pengawasan dari segi jenisnya dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. pengawasan internal (intern) adalah pengawasan yang dilakukan oleh

orang atau badan yan terdapat didalam lingkungan organisasai atau

lembaga yang bersangkutan

2. pengawasan eksternal (ekstern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh

unit pengawasan diluar lingkungan organisasi atau lembaga yang

bersangkutan

Menurut sukarno pengawasan tersebut mempunyai tujuan yaitu sebagai

berikut:

1. untuk mengetahui apakah sesatu berjalan sesuai dengan rencana yang di

gariskan

2. untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan dengan instruksi

serta asas-asas yang telah di instruksikan

3. untuk mengetahui kesulitan-kesulitan serta kelemahan-kelemahan dalam

bekerja

4. untuk mengetahui seala sesuatu apakah berjalan dengan efisien

Page 47: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

38

5. untuk mecari jalan keluar, apabila ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan

kelemahan-kelemahan atau kegagalan-kegagalan ke arah perbaikan7

Pengawasan bertujuan untuk mengoreksi kesalahan yang terjadi agar

nantinya dapat menjadai pedoman untuk mengambil kebijakan guna

mencapai sasaran yang optimal. Mengawasi bukan merupakan sesuatu yang

mudah untuk dilakukan, akan tetapi suatu pekerjaan yang memerlukan

kecakapan, ketelitian, kepandaian, dan pengalaman. Pengawasan dilihat dari

segi cara pelaksanaannya dibedakan atas:

a. pengawasan langsung

pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan dengan

cara mendatangi langsung ataupun melakukan peeriksaan ditempat

terhadap objek yang diawasi

b. pengawasan tidak langsung

pengawasan tidak langsung adalah kebalikan dari pengawasan

langsung yaitu dilakukan tanpa mendatangi tempat pelakasaan

pekerjaan atau objek yang diawasi. Pengawasan ini biasanya

dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisa dokumen yang

menyangkut objek yang diawasi yang disampaikan oleh pelaksana

maupun sumber lain, dokmen-dokumen tersebut dapat berupa:

1) laporan pelakasanaan pekerja, baik laporan berkala maupun

laporan insidenetil

2) surat pengaduan dari masyarakat

3) berita atau artikel dari media massa

D. Pengawasan Terhadap Peredaran Kosmetik

Pengawasan terhadap peredaran kosmetik mempunyai permasalahan

yang luas, cenderung kompleks, dan merupakan tanggung jawab bersama

antara pemerintah, masyarakat sebagai konsumen, dan pelaku usaha. Peran

serta masyarakat dan pelaku usaha dalam pengawasan peredaran kosmetik

7Sukarno K, Dasar-Dasar Managemen, (Jakarta: Miswar, 1992) h. 105

Page 48: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

39

mempunyai arti penting dan perlu ditingkatkan. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia mengenai pengertian pengawasan yaitu berasal dari kata “awas”

yang artinya adalah memperhatikan baik-baik, dalam arti melihat sesuatu

dengan cermat dan seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali memberi

laporan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dari apa yang diawas.8

Jika memperhatikan lebih jauh, yang menjadi pokok permasalahan dari

pengawasan peredaran kosmetik adalah sesuatu yang telah direncanakan

terlebih dahulu apakah sudah dilaksanakan sesuai dengan renana semula dan

apakah tujuannya telah tercapai. Terselenggaranya pengawasan dalam

sebuah institusi atau departemen yaitu untuk menilai kinerja suatu institusi

atau departemen dan untuk memperbaiki kinerja sebuah institusi atau

departemen. Oleh karena itu, dalam setiap institusi atau departemen mutlak,

bahkan rutin adanya sistem pengawasan. Dengan demikian, pengawasan

merupakan instrumen pengendalian yang melekat pada suatu instansi atau

departemen untuk mencapai tujuannya.

Pengawasan dilakukan terhadap perencanaan dan kegiatan

pelaksanaanya. Kegiatan pengawasan bermaksud untuk mengetahui tingkat

keberhasilan dan kegagalan yang terjadi setelah kegiatan tersebut

dilaksanakan. Keberhasilan dalam kegiatan pengawasan peredaran kosmetik

perlu dipertahankan atau ditingkatkan, sebaliknya setiap kegagalan dalam

kegiatan tersebut harus diperbaiki dengan menghindari penyebabnya baik

dalam menyusun rencana pengawasan atau pelaksanaannya. Untuk itulah,

fungsi pengawasan dilaksanakan agar diperoleh umpan balik (feed back)

untuk melaksanakan perbaikan bila terdapat penyimpangan pada kegiatan

peredaran kosmetik sebelum menjadi lebih buruk.

Saiful Anwar dalam bukunya yang berjudul Sendi-Sendi Hukum

Administrasi Negara, menyatakan bahwa: Pengawasan atau kontrol terhadap

tindakan aparatur pemerintah diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah

8Ny. Lies Yul Achyar, Dasar-Dasar Kosmetologi Kedokteran, Majalah Cermin Dunia

Kedokteran, http;//www.scribd.com diakses tanggal 21 maret 2018.

Page 49: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

40

ditetapkan dapat mencapai tujuan dan terhindar dari penyimpangan-

penyimpangan.9

Supaya peredaran kosmetik di masyarakat dapat berjalan dengan lancar

sesuai dengan apa yang diharapkan, maka hendaknya diperlukan

pengawasan yang lebih efektif disamping untuk mengendalikan peredaran

kosmetik yang mengandung bahan berbahaya di daerah Kabupaten

Banyumas khususnya. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah pusat dalam

hal melakukan pengawasan di daerah dengan melakukan pelimpahan bidang

pengawasan ini kepada Dinas Perdagangan dan Perindustrian serta Badan

Pengawas Obat dan Makanan atau dinas-dinas terkait yang ada disetiap

daerah.

9Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, (Glora Madani Press: 2004) h.

127.

Page 50: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

41

BAB IV

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEREDARAN KOSMETIK

IMPOR ILEGAL YANG MENGANDUNG ZAT ADITIF

A. Perlindungan konsumen terhadap peredaran kosmetik impor ilegal yang

mengandung zat aditif berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999

Perlindungan terhadap konsumen pada saat ini merupakan hal yang urgent

yang harus diperhatikan, dengan adanya Undang-Undang nomor 8 Tahun

1999 Tentang perlindungan konsumen diharapkan dapat menjawab persoalan

yang ada, disamping maraknya pasar asing yang masuk di Indonesia serta

penggunaan kosmetik secara merata menyebabkan pemantauan terhadap

kosmetik khususnya dapat lebih ditekankan. Terlebih penggunaan bahasa di

dalam penjelasan serta komposisi yang tidak dapat difahami serta penggunaan

bahan-bahan yang berbahaya dapat menjadi dasar kuat agar masalah ini dapat

dijadikan pembahasan serius untuk ditanggulangi.

Menurut Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Kosumen, beberapa peraturan yang dapat diterapkan untuk melindungi

konsumen terdapat pada Pasal 4, Pasal 7, serta Pasal 8. Pasal 4 huruf a yang

menyebutkan “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengonsumsi barang dan/atau jasa;” maksud dari pasal tersebut diartikan

sebagai perlindungan dari segala hal yang bisa menjadi hilangnya rasa aman,

nyaman dari diri konsumen ini berarti peredaran dari kosmetik ilegal harus di

tanggulangi dengan baik agar dalam menggunakan produk kosmetik

masyarakat bisa tetap terlindungi haknya.

Pasal 4 hurf c yang menyebutkan “Hak atas informasi yang benar, jelas,

dan jujur, mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;” maksud dari

pasal tersebut bisa di artikan keterbukaan informasi yang diberikan produsen

atau pelaku usaha kepada konsumen meruakan hak yang harus dimiliki

konsumen. Sama halnya dengan itu, maka produsen juga harus memenuhi

kewajiban untuk mengimplementasikan pasal 4 huruf c tersebut. Oleh karena

Page 51: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

42

itu pula penting bagi konsumen untuk selalu membaca kemasan atau tabel

informasi pada setiap produk yang dibelinya, konsumen juga harus teliti

mengenai informasi produk atau barang yang tidak sesuai denngan informasi

yang tertera pada produk. Sehingga dari hal ini bisa dikatakan produsen masih

belum memenuhi kewajibannya dalam memberikan informasi yang benar,

jelas, dan jujur pada konsumen barang dan/atau jasa dalam hal ini khususnya

produk kosmetik impor.

Pasal 4 huruf d yang isinya “Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya

atas barang dan/ata jasa yang digunakan;” setiap konsumen berhak atas

jaminan dari produk kosmetik yang digunakannya termasuk saat konsumen

mengalami keluhan dari produk tersebut pelaku usaha wajib menyediakan

layanan konsumen yang dapat menanggapi keluhan tersebut agar masyarakat

tetap terpenuhi hak nya atas setiap produk kosmetik yang ia gunakan, namun

pada produk-produk kosmetik ilegal tidak akan tercantum kontak layanan

konsumen dari kosmetik tersebut maka hal tersebut sudah menunjukan sebuah

itikad tidak baik dari sisi pelaku usaha yang tidak ingin bertanggung jawab

jika adanya keluhan dari konsumen atas produk yang mereka gunakan.

Pasal 4 huruf e “Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan

upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut” saat

konsumen mengalami kerugian atau permasalahan maka konsumen wajib

untuk mendapatkan advokasi dan perlindungan dalam upaya penyelesaian

sengketa tersebut, pemerintah sudah memberikan fasilitas berupa lembaga-

lembaga yang dapat menanggulangi masalah tersebut salah satunya Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) kosumen yang memeiliki sengketa

bisa mendapatkan bantuan hukum atau advokasi dari permasalahan yang

mereka hadapi serta bantuan dari beberapa pakar atau ahli dalam bidang

tersebut. Hal ini di perkuat dengan adanya teori perlindungan hukum, menurut

Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat adalah sebagai

tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum

yang preventiv bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang

mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan

Page 52: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

43

keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang bersifat represif

bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa termasuk penangannya di

lembaga peradilan.1

Pasal 4 huruf h “Hak untuk mendapatkan kompensasi, gant rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;” saat konsumen memutuskan

untuk membeli suatu produk kosmetik pastilah karena adanya iming-iming

atau janji yang diberikan produsen atas produknya tersebut, produk dijanjikan

resmi dan tidak mengandung bahan-bahan berbahaya yan dapat menyebabkan

kerusaka pada kulit namun jika pada kenyataannya saat pemakaian konsumen

justru mengalami hal yang sebaliknya maka pelaku usaha wajib bertanggung

jawab dengan memberikan kompensasi atau ganti rugi dari kerugian yang

dialami konsumen baik secara materiil maupun imateriil.

Pasal 7 huruf a “beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya”

setiap pelaku usaha wajib beritikad baik dalam menjalankan setiap usaha

khususnya di bidang kosmetik. Salah satu tanda seorang pelaku usaha

beritikad baik adalah dengan cara menggunakan jalur resmi dalam

mengedarka produk-produk kosmetik impornya serta dengan jelas

mencantumkan nomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Perlindungan konsumen juga mendapatkan perhatian yang besar dalam

prespektif hukum islam baik dalam Al-Qur’an maupun Hadits. Bisnis yang

adil dan jujur adlah bisnis yang tidak menzalimi dan tidak pula dizalami.

Allah SWT Berfirman dalam QS.Al-Baqarah ayat (279):

Artinya: “Maka jika kamu mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka

ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan

jika engkau bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok

1 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya, PT. Bina

Ilmu, 1987), h.29

Page 53: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

44

hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (QS.Al-

Baqarah ayat 279)”

Sepintas ayat ini memang berbicara tentang riba, namun secara implisit

mengandung pesan-pesan perlindungan konsumen, di ayat akhir di sebutkan

tidak menganiaya dan tidak dianiaya (tidak mendzalimi juga tidak di dzalimi).

Dalam konteks bisnis potongan pada akhir ayat tersebut mengandung

perintah perlindungan konsumen bahwa antara konsumen dan pelaku usaha

dilarang untuk saling mendzalimi atau merugikan satu dengan yang lainnya.2

Hal ini berkaitan dengan pasal 7 huruf a yang dimana itikad baik yang

dimaksud dalam pasal tersebut adalah agar konsumen tidak di dzalimi dan

pelaku usaha tidak berlaku dzalim kepada konsumen. Pasal 7 huruf a ini

sebenarnya sudah memenuhi semua yang dijabrkan dalam huruf berikutnya di

pasal tersebut karena beritikad baik juga termasuk dengan memberikan

informasi yang jelas dan benar, jujur mengenai kondisi produk, menjamin

mutu produk yang akan diperdagangkan serta memberi kompensasi atau ganti

rugi apabila pada saat penggunaan atau pemanfaatan dari produk khususnya

kosmetik tersebut tidak sesuai dengan pernjanjian. Sebuah itikad tidak baik

juga bisa menjadi sesuatu yang haram setelahnya, hal ini dikuti dalam salah

satu hadits dari Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

مه نبت من ت من لح لى فالنار السح به أو

Artinya: “Siapa yang dagingnya tumbuh dari pekerjaan yang tidak halal,

maka neraka pantas untuknya.” (HR. Ibnu Hibban 11: 315, Al Hakim

dalam mustadroknya 4: 141)

Dari hadits di atas dapat dilihat akibat dari pekerjaan yang tidak halal bisa

mempengaruhi amalan kebaikan hingga mendapatkan siksaan di akhirat

akibat dari daging yang dihasilkan dari suatu yang tidak halal.

Pasal 8 ayat 1 “pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau

memperdagangkan barang dan atau jasa yang”:

2 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, ( jakarta, kencana, 2013), h.41.

Page 54: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

45

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan

dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah

dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket

barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang

dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,

gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam

label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan,

iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat

nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan

pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku

usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan

harus di pasang/dibuat;

Pasal ini benar mengatur tentang larangan produksi bagi produk

khususnya kosmetik yang tidak mengikuti peraturan di atas namun pada

kenyataannya produk kosmetik impor ilegal yang beredar di pasaran tidak

memenuhi poin-poin dari penjelasan pasal tersebut karena produk kosmetik

impor ilegal sudah pasti tidak akan memiliki izin edar resmi yang berlaku di

Indonesia, juga isi dan kandungan yang terdapat dalam produk tersebut tidak

Page 55: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

46

bisa dipertanggung jawabkan karena tidak adanya kepastian dari keaslian

produk tersebut, tidak adanya label halal, serta tidak adanya pencantuman

label kadaluarsa menjadikan produk tersebut benar-benar telah menyalahi

aturan yang berlaku dalam peredaran kosmetik di Indonesia.

B. faktor-faktor yang membuat peredaran kosmetik impor ilegal yang

mengadung zat aditif terus berkembang hingga saat ini

peredearan kosmetik ilegal saat ini sudah menjadi rahasia umum

dikalangan masyarakat, semakin berkembangnya zaman serta kebutuhan

menjadikan para pelaku usaha menggunakan berbagai cara dalam memasarkan

produk-produk berbahaya tersebut. Berikut adalah beberapa faktor yang

membuat peredaran produk kosmetik impor ilegal yang mengandung zat aditif

terus berkembang hingga saat ini antara lain:

1. Kecenderungan masyarakat membeli produk kosmetik online

Zaman yang semakin modern dan canggih memberikan banyak

dampak positif bagi kehidupan kita sekarang, namun hal ini juga banyak di

salah gunakan oleh para pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab untuk

memelakukan penjualan, salah satu caranya adalah dengan menjual

produk kosmetik impor ilegal secara online. Masyarakat cenderung

memilih berbelanja produk komsetik melalui situs online karena harga

yang relatif lebih murah dibandingkan membelinya langsung di toko

resmi. Padahal banyak dari produk-produk yang diperjual belikan secara

online diimpor secara ilegal bahkan bisa juga kosmetik tersebut merupkan

barang replika atau tiruan. Namun kebanyakan konsumen tidak

memperhatikan hal tersebut sehingga pasar ini akan terus berkembang jika

masyarakat sendiri tidak peduli akan hal-hal tersebut.

2. Pola pikir masyarakat pada hasil instan

Kebutuhan masyarakat akan penampilan yang menarik, wajah yang

rupawan, serta ditambah dengan kurun waktu yang cepat untuk

memperoleh hasil tersebut menjadikan celah besar bagi para pelaku usaha

kosmetik impor ilegal dalam memasarkan produknya. Dengan iming-

Page 56: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

47

iming hasil sempurna dalam waktu yang cepat membuat masyarakat

khususnya konsumen produk kosmetik mau membeli produk tersebut

meskipun tidak adanya jaminan dari keaslian produk kosmetik tersebut.

Pola pikir masyarakat tersebut menjadi alasan utama dari maraknya

peredaran produk kosmetik impor ilegal yang mengandung zat aditif

karena akibat dari pola pikir tersebut menjadi sebuah keharusan suatu

produk kosmetik untuk bekerja instan agar diminati konsumen dan tetap

dapat bersaing di pasaran, dengan alasan tersebut pelaku usaha

memasukan zat-zat berbahaya kedalam produk kosmetik agar tujuan dari

hasil instan tersebut tercapai. Beberapa zat berbahaya yang umunya

terdapat di dalam kandungan kosmetik antara lain:

a) Merkuri

Merkuri atau raksa atau hydrargyrum adalah unsur kimia yang

banyak digunakan sebagai bahan amalgam gigi, termometer,

barometer, dan peralatan ilmiah lain, walaupun penggunaannya

untuk bahan pengisi termometer telah digantikan (oleh termometer

alkohol, digital, atau termistor) dengan alasan kesehatan dan

keamanan karena sifat toksik yang dimilikinya. Dalam kosmetik

merkuri biasanya banyak terdapat dalam krim pemutih wajah dengan

hasil yang instan namun sangat berbahaya bagi konsumen yang

menggunakan kosmetik dengan kandungan merkuri di dalamnya.

Merkuri dapat menyebabkan keracunan kronis oleh merkuri dapat

terjadi akibat kontak dengan kulit, makanan, minuman, dan

pernapasan. Toksisitas kronis berupa gangguan sistem pencernaan dan

sistem syaraf atau gingvitis Akumulasi Hg dalam tubuh dapat

menyebabkan tremor, parkinson, gangguan lensa mata berwarna abu-

abu, serta anemia ringan, dilanjutkan dengan gangguan susunan syaraf

yang sangat peka terhadap Hg dengan gejala pertama adalah

parestesia, ataksia, disartria, ketulian, dan akhirnya kematian. Wanita

hamil yang terpapar alkil merkuri bisa menyebabkan kerusakan pada

Page 57: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

48

otak janin sehingga mengakibatkan kecacatan pada bayi yang

dilahirkan.

b) Hidrokinon

Hidrokinon adalah senyawa kimia yang bila digunakan pada

produk kosmetik bersifat sebagai pemutih / pencerah kulit. Efek

samping yang umum terjadi setelah paparan hidrokinon pada kulit

adalah iritasi, kulit menjadi merah (eritema), dan rasa terbakar. Efek

ini terjadi segera setelah pemakaian hidrokinon konsentrasi tinggi

yaitu diatas 4%. Sedangkan untuk pemakaian hidrokinon dibawah

2% dalam jangka waktu lama secara terus menerus dapat terjadi

leukoderma kontak dan okronosis eksogen (diskolorasi warna kulit).

c) Asam Retinoat

Asam retinoat adalah turunan dari vitamin A yang sering disebut

dengan tretinoin yang digunakan dalam terapi jerawat. Bahaya

penggunaan asam retinoat adalah menimbulkan iritasi kulit, bersifat

karsinogenik, dan teratogenik (menyebabkan cacat janin).

d) Rhodamin B

Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang dilarang digunakan

sebagai bahan tambahan kosmetik menurut Peraturan Kepala Badan

POM Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 Tentang

Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika adalah Rhodamin B. Paparan

jangka pendek penggunaan rhodamin B pada kulit dapat menyebabkan

iritasi pada kulit, Selain itu, penggunaan rhodamin B pada kulit dapat

juga mengakibatkan efek sistemik dan bersifat mutagenik.

3. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai produk kosmetik

Berdasarkan pasal 4 huruf f Undang-Undang Perlindungan Konsumen

(UUPK) menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan

pembinaan dan pendidikan konsumen namun berdasarkan ketentuan

Page 58: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

49

tersebut terdapan perbedaan yang terjadi di lapangan. Pertama mengenai

hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan merupakan salah satu

hak dari konsumen. Kedua, pada praktik di lapangan hak tersebut

cenderung dibatasi dengan kewajiban konsumen untuk selalu berhati-hati

dalam melakukan transaksi.3

Begitu pula dalam hal peredaran produk kosmetik impor ilegal yag

mengandung zat aditif, konsumen biasanya tidak tahu mengenai segala

yang berkaitan dengan produk kosmetik yang dibelinya baik dari mana

kosmetik itu berasal maupu kandungan apa saja yang terkandung di

dalamnya juga mengenai efek samping dari bahan-bahan tersebut di

kemudian hari.

C. Ektifitas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

pada dasarnya telah mengatur segala rinci mengenai perlindungan konsumen

pengguna kosmetik, namun jika ditinjau dari kejadian di lapangan ternyata

beberapa peraturan dalam perundang-undangan tersebut belum sepenuhnya

dapat diterapkan. Perlindungan hukum bagi konsumen pada dasarnya adalah

melindungi hak-hak konsumen. Hak-hak konsumen sebenarnya sudah

dirumuskan secara jelas dan terinci di dalam peraturan perundang-undangan

yang semestinya diperhatikan dan dilindungi oleh pihak pelaku usaha, hanya

dalam prakteknya hal ini sering terabaikan karena iktikad tidak baik dari

pelaku usaha serta dalam melakukan usaha hanya didorong untuk

mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Peristiwa yang merugikan

konsumen telah disebutkan dalam bab sebelumnya yaitu terkait peredaran

kosmetik impor ilegal dengan nama Cream Temulawak, Cream ini terbgi atas

dua cream yaitu day cream dan night cream tetapi dijual dalam satu kemasan

yang sama, menjanjikan hasil kulit putih dan dapat menghilangkan bekas-

bekas jerawat. Namun pada kenyataan dalam penggunaannya kosmetik ini

3 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen... h.99

Page 59: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

50

menurut narasumber yang diwawancarai oleh peneliti pada masa

penggunaannya menyebabkan kulit menjadi mengelupas dan menimbulkan

jerawat yang sangat bertolak belakang dengan hasil yang dijanjikan pada

awalnya. Oleh karena itu sudah sangat jelas jika cream ini merupakan cream

impor ilegal yang mengandung zat aditif karena beredar tanpa adanya izin dari

Badan Pengawas Obat dan Makanan, berasal dari luar negeri namun diimpor

secara ilegal, serta memiliki kandungan yang berbahaya melihat efek samping

yang ditimbulkan.

Berdasarkan kasus tersebut konsumen yang mendapat akibat dari

peredaran kosmetik impor ilegal serta mengandung zat aditif harus mendapat

perlindungan. Pengertian konsumen dalam pasal 1 angka (2) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen (UUPK) adalah setiap orang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 965/Menkes/SK/XI/1992

tentang Cara Produksi Kosmetik Yang Baik, konsumen yang mengeluh akibat

kerusakan produk kosmetik maka perusahaan harus melakukan penanganan

terhadap keluhan konsumen. Penanganan terhadap hasil pengamatan produk

diperedaran adalah sebagai berikut:

a. Keluhan dan laporan masyarakat yang menyangkut mutu, keamanan

dan hal lain yang merugikan atau menimbulkan masalah hendaknya

dicatat, diperiksa, dievaluasi, dan ditindak lanjuti.

b. Kosmetik yang terbukti menimbulkan efek samping yang merugikan

dan keamanannya tidak memadai lagi harus ditarik dari peredaran dan

dimusnahkan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Nomor

965/Menkes/SK/XI/1992 tentang Cara Produksi Kosmetik Yang Baik tentang

keluhan konsumen apabila dikaitkan dengan Pasal 1 angka (2) Undang-

Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) maka dapat disimpulkan bahwa

konsumen yag dimaksud adalah konsumen akhir yang artinya pengguna atau

Page 60: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

51

pemanfaat akhir dari suatu produk. Apabila melihat dari kasus ini dapat

disimpulkan bahwa konsumen disini adalah pengguna kosmetik tersebut.

Perlindungan konsumen menurut Shidarta dalam bukunya Hukum

Perlindungan Konsumen Indonesia, yaitu Istilah perlindungan konsumen

berkaitan dengan perlindungan hukum. Adapun materi yang mendapatkan

perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih- lebih hak-haknya

yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen

sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap

hak-hak konsumen. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen merupakan perlindungan

terhadap hak-hak konsumen yang telah diatur dalam pasal 4 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu sebagai berikut:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Page 61: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

52

Berdasarkan pendapat di atas maka yang dimaksud perlindungan

konsumen adalah melindungi hak-hak konsumen seperti yang diatur dalam

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Yang dalam penelitian ini akan membahas tentang

perlindungan yang diatur dalam pasal 4 huruf a, c, d, dan e yaitu sebagai

berikut.

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa

Pasal 4 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)

menyebutkan “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.” Gunawan Widjaja dan

Ahmad Yani menyatakan bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama

dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang

penggunaannya tidak memberikan kenyamanan terlebih lagi yang

tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak

layak untuk diedarkan dalam masyarakat.4

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan No.HK.00.05.42.1018 Tentang bahan kosmetik dalam

peraturan tersebut dijelaskna bahwa kosmetik tidak boleh mengandung

merkuri (Hg) atau raksa. Hal ini karena bahan berbahaya tersebut

mengandung logam berat yang akan berdampak buruk bagi kesehatan.

Bila peraturan tersebut dikaitkan dengan pasal 4 huruf a Undang-

Undang Perlindungan Konsumen dan pendapat Gunawan Widjaja dan

Ahmad Yani maka dapat dideskripsikan bahwa kosmetik yang

mengandung mercury dan hidrokuinon merupakan bahan kosmetik

yang dilarang penggunaanya dalam pembuatan kosmetik. Dapat

disimpulkan bahwa kosmetik yang mengandung bahan berbahaya serta

tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) tidak aman untuk digunakan dan dapat mengancam

4 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen... h.30

Page 62: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

53

keselamatan konsumen. Kosmetik tersebut tidak layak untuk diedarkan

dimasyarakat karena melanggar hak konsumen sebagaimana yang

disebutkan dalam Pasal 4 huruf a Undang-Undang Perlindungan

Konsumen (UUPK), mengenai hak atas kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa.

c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa

Hak untuk memperoleh informasi atas barang atau produk yang

akan dibeli ini sangat penting, dimaksudkan agar konsumen dapat

mengetahui informasi yang jelas tentang suatu produk yang akan

dikonsumsi karena dengan informasi tersebut konsumen dapat memilih

produk yang sesuai dengan kebutuhannya serta dapat terhindar dari

kerugian apabila produk tersebut tidak layak untuk dikonsumsi.

Pasal 4 huruf c menyebutkan bahwa “Hak atas informasi yang

benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau

jasa.” Hal ini memiliki korelasi dengan Pasal 7 huruf a Undang-

Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang menjabarkan tentang

kewajiban pelaku usaha adalah “beritikad baik dalam melakukan

kegiatan usahanya”, huruf b “memberikan informasi yang benar, jelas

dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta

memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;” serta

huruf d “menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi

dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku;” maka dapat disimpulkan bahwa

konsumen harus memperoleh informasi mengenai barang dan/atau jasa

yang akan mereka konsumsi. Namun berdasarkan hasil wawancara

peneliti dengan saudari Sri selaku konsumen dari Cream Temulawak

tersebut menyatakan bahwa pada kemasan produk cream temulawak

tidak terdapat informasi mengenai tanggal kadaluarsa, cara

penyimpanan atau cara pemeliharaan, serta efek samping yang

mungkin ditimbulkan. Hal ini jelas sangat berbeda dengan ketentuan

Page 63: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

54

dan peraturan yang telah diatur dalam pasal-pasal di atas. Hal ini

menunjukan bahwa pelaku usaha tidak beritikad baik dalam

melakukan kegiatan usahanya, jadi dapat disimpulkan dalam kasus iini

konsumen tidak mendapkatakan pemenuhan dari haknya atas

informasi yang benar dan jelas mengenai kondisi barang atau produk

kosmetik yang dikonsumsi.

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/atau jasa yang digunakan

Konsumen yang mengalami kerugian atas produk kosmetik yang

digunakannya berhak untuk didengar keluhan dan pendapatnya.

Seperti dalam kasus Cream Temulawak ini menurut Sri selaku

narasumber menyatakan bahwa setelah pemakaian kosmetik tersebut

kulitnya menjadi mengelupas dan timbul jerawat dan jika ditanya soal

melakukan pengaduan dari efek yang ditimbulkan dari kosmetik

tersebut narasumber pun tidak tahu kemana harus melakukan

pengaduan karan tidak adanya informasi yang jelas mengenai pihak

yang dpat dimintai pertanggung jawaban. Maka sri selaku konsumen

berhak didengar keluhannya. Pasal 4 huruf d menyatakan “Hak untuk

didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan”. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal

yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang

diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai ataukah berupa

pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan

suatu produk atau berupa pernyataan atau pendapat tentang suatu

kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.5

Hak ini juga berkaitan dengan Keputusan Mentri Kesehatan Nomor

965/Menkes/SK/XI/1992 tentang cara produksi kosmetik yang baik

(CPKB) “konsumen yang mengeluh akibat dari kerusakan produk

kosmetik maka perusahaan harus melakukan penanganan terhadap

5 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindugan Konsumen... h.43

Page 64: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

55

keluhan konsumen, penanganan terhadap hasil pengamatan produk

diperedaran adalah sebagai berikut:

a. Keluhan dan laporan masyarakat yang menyangkut mutu,

keamanan dan hal lain yang merugikan atau menimbulkan masalah

hendaknya dicatat, diperiksa, dievaluasi, dan ditindaklanjuti.

b. Kosmetik yang terbukti menimbulkan efek samping yang

merugikan dan keamanannya tidak memadai lagi harus ditarik dari

peredaran dan dimusnahkan.”

Maka dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

pelaku usaha dalam hal ini tidak menanggapi keluhan konsumen

dalam memperoleh haknya untuk didengar pendapat dan keluhanya

atas produk kosmetik yang digunakan karena pada kemasan produk

pun tidak tertera nomor layanan pengaduan konsumen. Sehingga

konsumen harus melakukan pengaduan akibat pemakaian kosmetik

tersebut kepada Layanan Informasi Konsumen Badan Pengawas Obat

dan Makanan, maka dalam hal ini pemerintah telah melindungi hak

konsumen produk kosmetik untuk didengar keluhan dan pendapatnya

atas barang dan/atau jasa yang dipergunakan.

e) Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa serta perlindungan konsumen secara patut

Konsumen kosmetik yang menngalami kerugian dalam hal akibat dari

penggunaan produk kosmetii ilegal yang mengandung zat aditif berhak

mendapatkan perlindungan hukum dan upaya penyeselsaian sengketa

baik melalui pengadilan ataupun diluar pengadilan. Hak ini terkait

dengan penggunaan yang telah merugikan konsumen baik berupa

kerugian materi maupun kerugian menyangkut diri (sakit, cacat,

bahkan kematian) konsumen.6 hal ini dimaksudkan untuk pemulihan

keadaan konsumen pengguna kosmetik yang dirugikan. Pasal 4 huruf e

tentang hak konsumen menyebutkan “hak untuk mendapatkan

advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa serta

6 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konumen... h. 44

Page 65: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

56

perlindungan konsumen secara patut.” Pasal ini diperkuat dengan

adanya Pasal 19 dan 45 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen (UUPK) yaitu sebagai berikut:

Pasal 19

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7

(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan

pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya

unsur kesalahan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa

kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Pasal 45

ayat (1) dan (2)

(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha

melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara

konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada

di lingkungan peradilan umum.

(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui

pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela

para pihak yang bersengketa.

Page 66: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

57

Berdasarkan ketentuan dari Pasal 4 huruf e, Pasal 19, dan Pasal 45

ayat (1) dan (2) maka dapat di simpulkan bahwa konsumen yang

mengalami kerugian akibat penggunaan kosmetik yang mengandung

bahan berbahaya maka upaya penyelesaian sengketa dalam kasus ini

melalui fasilitas mediasi terlebih dahulu untuk mencari solusinya,

kemudian bentuk dan jumlah ganti rugi tergantung pada kesepakatan

antara kedua belah pihak yang bersengketa. Apabila para pihak

bersengketa di luar pengadilan maka bisa dilakukan melalui lembaga

yang menanganinya yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK).

Pada dasarnya seluruh peraturan perundang-undangan diatas telah

dibuat cukup lengkap demi menjaga hak dari setiap konsumen dalam

hal ini khususnya pengguna kosmetik namun efektifitas dari

pelaksanaan Undang-Undang ini dirasa masih belum seluruhnya

bekerja secara efekif karena masih banyak kejadian di lapangan yang

tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka dari itu tidak hanya

peran pemerintah yang dibutuhkan dalam mengoptimalkan kerja dari

Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini tapi juga peran akitf

masyarakat untuk selalu waspada dan peduli pada kejadian-kejadian

yang berpotensi melanggar hak dari para konsumen khususnya dalam

bidang kosmetik impor ilegal yang mengandung zat aditif.

Page 67: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

58

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya

maka peneliti dapat memberi kesimpulan bahwa

1. Perlindungan terhadap hak konsumen sebagai pengguna kosmetik atas

informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen khususnya kosmetik sebenarnya sudah

diatur secara jelas berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha untuk

memberi informasi yang selengkap-legkapnya untuk menghindari

timbulnya kerugian pada pihak konsumen kosmetik.

2. faktor-faktor yang membuat peredaran kosmetik impor ilegal yang

mengadung zat aditif terus berkembang hingga saat ini adalah pertama

kecenderungan masyarakat membeli produk kosmetik secara online hal ini

dapat menjadi celah bagi para pelaku usaha kosmetik impor ilegal untuk

selalu bisa memasarkan produknya, kedua, pola pikir masyarakat pada

hasil instan, ini bisa menjadi salah satu pemicu maraknya peredaran

produk kosmetik yang mengandung zat aditif atau bahan berbahaya karena

pihak produsen akan selalu mengikuti kemauan pasar jika pasar

menginginkan sebuah produk dengan hasil instan makan zat bebahaya

akan menjadi pilihan para produsen demi mengikuti arus pasar. Ketiga,

kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai produk kosmetik.

3. Pemerintah sebagai pihak terkait yang bertanggung jawab terhadap

peredaran produk kosmetik impor ilegal ini sebenarnya telah membuat

beberapa peraturan yang memadai sebagai alat penanggulangan

pemerintah juga mendirikan beberapa lembaga sebagai sarana pengaduan

masayarakat khususnya konsumen pengguna kosmetik ilegal yang hak

Page 68: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

59

dilanggar seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) juga Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia (YLKI), namun hal tersebut belum cukup maka

konsumen perlu meningkatkan kesadaran, kepedulian, pengetahuan,

kemampuan dan kemandirian untuk melindungi dirinya sendiri dari

perilaku tidak terpuji para pelaku usaha.

B. Rekomendasi

1. Untuk pemerintah, kepada pemerintah disarankan agar meningkatkan serta

memperkuat lagi sistem dan proses pengawasan terhadap peredaran produk

kosmetik impor ilegal yang mengandung zat aditif yang dilakukan oleh

para pelaku usaha tidak bertanggung jawab, agar peraturan yang sudah

dibuat bisa sepenuhnya berjalan efektif di lapangan dan meminimalisir

terjadinya pelangaran hak dari konsumen.

2. Untuk masyarakat, kepada masyarakat diharapkan agar tidak langsung

percaya dengan kosmetik khususnya krim wajah yang perjual belikan

dengan harga yang murah serta menjanjikan hasil optimal dengan kurun

waktu yang sangat cepat. Dan masyarakat juga diharpakan lebih peduli

akan bahaya dari kosmetik-kosmetik impor ilegal tersebut.

3. Untuk pelaku usaha, kepada pelaku usaha diharapkan dalam melakukan

suatu kegiatan usaha khususnya pada bidang kosmetik impor agar tidak

menyebarkan produknya secara ilegal dan tidak menambahkan zat aditif

serta berbahaya di dalamnya. Para pelaku usaha juga diharapkan untuk

tidak sekedar mengharapkan keuntungan dari penjualan kosmetik tersebut

tanpa memperhatikan efek samping atau akibat yang akan di derita

konsumen pada masa yang akan datang.

Page 69: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

60

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anwar Syaiful, Sendi-sendi Hukum Adminsrasi Negara, Glora madani Press,

2004

Aulia Fauziah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadpa Penggunaan Serbu Emas

Dalam Kosmetik”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas ISLAM Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta, Diakses

melalui repository.uinjkt.ac.id

Broto Agus Susilo, Aspek-aspek Perlindungan Terhadap Konsumen Dalam

Hukum di Indonesia, Jakarta: YLKI-USAID, 1998

Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman

Penulisan Skripsi, Jakarta: FSH, 2017

Hadikusuma, Hilman, Metode Penelitiab Hukum, Universitas Indonesia (UI)

Press, 1986

Iswari, Retno Tranggono Fatma Latifa, Buku Pegangan Pengetahuan Ilmu

Kosmetik, Gramedia Pustaka Utama, 2007

Lembaga Konsumen Yayasan, Perlindungan Konsumen Indonesia Suatu

Sumbangan Pemikiran Tentang Rancangan Undang-undang

Perlindungan Konsumen, Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen,

1981

Muliyawan, Dewi dan Suriana Neti, A-Z Tentang Kosmetik, Jakarta: PT Elex

Media Komputindo, 2013

M Wasitaatmadja, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Depok UI Press, 1997

Nasution Az, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta:

Diadit Media, 2006

Pengawas Badan Obat dan Makanan, Profil Badan POM RI, Jakarta: Badan

Pengawas Obat dan Makanan, 2006

Penyusun Tim Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

1990

Page 70: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

61

Poerwadinata, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 1976

Rajagukguk, Erma, Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen dalam Era

Perdagangan Bebas, dalam Husni danNeni Sri Imaniyati, Hukum

Perlindungan Konsumen, Bandung: Mandar Maju, 2000

Rizki Rika Meilia Sari, “Perlindungan Konsumen Atas Hak Informasi

Kosmetik China Yang Mengandung Bahan Kimia di Yogyakarta”,

Skripsi S1 Fakuktas Hukum, Universitas Islam Indonesia, Diakses

melalui repository.uii.ac.id

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia Edisi Revisi, Jakarta: PT

Grasindo, 2006

Soetojo R Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan,

Surabaya: Bina Ilmu, 1984

Sugiyono, Metode Penelitian dan Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta

CV, 2013

Sutarman Yodo dan Ahmad Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:

PT. Rajawali Pers, 2011

Tri Siwi Celina Kristianyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar

Grafika, 2009

Waluyu Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,

2002

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan

Konsumen, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000

Wuria Dewi Eli, Hukum Perlindungan Konsumen, 2015

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana, 2013

B. Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsume.

Page 71: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

62

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 965/Menkes/SK/XI/1992 tentang Cara

Produksi Kosmetik Yang Baik

Pasal 1 Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor HJ.00.05.4.17.45 tentang Kosmetik

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Maanan Nomor

HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis

Bahan Kosmetika

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

.HK.00.05.42.1018 Tentang bahan kosmetik

C. Internet

Ny. Lies Yul Achyar, Dasar-Dasar Kosmetologi Kedokteran, Mjalah Cermin

Dunia Kedokteran, http://www.scribd.com

Page 72: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

63

Page 73: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

64

Gambar di atas merupakan beberapa contoh iklan dari penjual kosmetik impor

ilegal yang di perjual belikan melalui situs belanja online, disebutkan bahwa

produk ini dapat menghilangkan bintik-bintik hitam, jerawat dan kisut-kisut pada

kulit. Kulit yang kasar dan hitam dapat berubah menjadi putih, bersih dan

bercahaya.

Page 74: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

65

Tampak Depan

Tampak Belakang

Isi dari Produk

gambar di atas merupakan produk milik dari narasumber yang sudah tidak lagi

dipakai karena efek sampingnya

Page 75: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

66

Berikut adalah hasil wawancara narasumber pengguna kosmetik impor

ilegal yang mengandung zat aditif denga nama produk “Cream Temulawak”

dengan narasumber yang bernama Sri dengan usia 29 Tahun, wawancara

dilakukan di kediaman narasumber. Daftar pertanyaan dan jawaban ini telah

diubah dari bentuk audi menjadi teks secara sistematis.

Daftar Pertanyaan dan Jawaban Wawancara

1. Dari mana awalnya mengenal produk bernama Cream Temulawak?

Saya tau cream itu dari adik saya, dia awalnya mukanya agak hitam

terus pergi ke toko kosmetik dipasar lalu dia di rekomendasikan oleh

pramuniaga disana untuk pakai krim itu katanya hasilnya cepat untuk

anak seusia adik saya waktu itu.

2. Kenapa bisa memutuskan untuk ikut menggunakan cream tersebut?

Karena awal mula adik saya memakai cream tersebut memang terlihat

mukanya lebih bersih kemudia saya tanya dia pakai apa lalu dia

menceritakan awal mula dia membeli produk tersebut, kemudia saya

ikut menggunaka produk itu.

3. Setelah jangka waktu pemakaian berapa lama baru saudara merasa jika

cream ini tidak bekerja seperti semestinya?

Kira-kira setelah 12 hari pemakaian tiba-tiba kulit muka saya jadi

mengering kemudia mengelupas, awalnya saya diamkan dan tetap

melanjutkan pemakaian namun makin lama wajah saya terasa memerah

kemudia timbul jerawat akhirnya saya stop menggunkan cream

tersebut.

4. Apa kulit wajah saudara saat memakai produk kosmetik lain juga

mengalami hal yang sama?

Sebelum pakai cream ini saya pakai cream lain dengan nama Dr.pure

namun karena harga dari cream itu cukup menguras kantong saya

pindah ke cream temulawak itu, tapi dulu saat saya menggunakan

cream dari Dr. Pure kulit wajah saya tidak mengalami hal seperti

setelah saya menggunakan Cream Temulawak.

5. Apa saudara tau jika produk cream temulawak tersebut di impor secara

ilegal dan tidak memiliki izin resmi dari Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM)?

Waktu saya beli cream itu sih sempat sedikit bertanya dengan

pramuniaganya ini kosmetiknya aman atau tidak, terus dia jawab kalau

Page 76: PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43005/1/IQLIMATUL... · PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ... mengubah penampilan dan atau

67

kosmetiknya aman tapi saya waktu itu tidak sempat bertanya mengenai

nomor POM nya karena memang tidak terlalu paham.