hukum pembiayaan perusahaan-ojk

7
UJIAN TENGAH SEMESTER HUKUM PEMBIAYAAN PERUSAHAAN (TAKE HOME) Dosen : Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M OLEH Nama : Lia Syarifah Kastella NPM : 1206307201 Kelas : Hukum Ekonomi Pagi (Ruang A) MAGISTER HUKUM EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA

Upload: januar-abdul-razak

Post on 12-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Pembiayaan, OJK

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum Pembiayaan Perusahaan-OJK

UJIAN TENGAH SEMESTER

HUKUM PEMBIAYAAN PERUSAHAAN

(TAKE HOME)

Dosen : Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M

OLEH

Nama : Lia Syarifah Kastella

NPM : 1206307201

Kelas : Hukum Ekonomi Pagi (Ruang A)

MAGISTER HUKUM EKONOMI

UNIVERSITAS INDONESIA

2012

Page 2: Hukum Pembiayaan Perusahaan-OJK

Kajian Terhadap Dampak Pembuatan Undang - Undang Otoritas Jasa Keuangan

(UU OJK) Terhadap Persoalan Pembiayaan Perusahaan

Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, menurut Pasal 1 Undang – Undang Nomor

21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan

bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam

Undang - Undang ini. Berdasarkan Pasal 10 UU 21 Tahun 2011 tersebut, OJK dipimpin

oleh 9 orang yang disebut Dewan Komisioner yang keanggotaannya ditetapkan oleh

Keputusan Presiden.

Perlu diketahui bahwa lahirnya OJK dilatarbelakangi terjadinya krisis moneter

1997/1998 yang menjalar menjadi krisis multi dimensi. Untuk mencegah terulangnya

kembali krisis serupa di masa yang akan datang, pemerintah memandang perlu adanya

pemisahan fungsi pengawasan pada industri sektor jasa keuangan. Ide pemisahan

fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan

Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU

(kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia)

bertindak sebagai konsultan. Ia mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak

mengawasi bank. Di Jerman pengawasan industri perbankan dilakukan oleh suatu

badan khusus yaitu Bundesaufiscuhtsamt fur da kreditwesen.

Bertolak dari badan khusus di Jerman tersebut, Indonesia membentuk OJK

dengan harapan, sistem jasa keuangan di Indonesia menjadi lebih terintegrasi, maju

dan memberikan perlindungan lebih bagi konsumen jasa keuangan.

Pada awalnya, otoritas dalam bidang perbankan dipegang oleh Bank Indonesia

dan otoritas dalam bidang pasar modal ada pada Bapepam-LK di bawah Kementerian

Keuangan. Diharapkan dengan adanya OJK sebagai lembaga pengawas yang

independen dengan segala kewenangan yang dimilikinya, yang menerima pengalihan

pola pengawasan terhadap sektor jasa keuangan dari Bank Indonesia (BI) dan

Bapepam-LK, mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa

Page 3: Hukum Pembiayaan Perusahaan-OJK

keuangan sehingga peran sebagai lembaga intermediasi semakin meningkat. Pola

pengawasan industri keuangan oleh OJK diharapkan bisa menciptakan sistem

keuangan yang lebih teratur, stabil, kompetitif dan kredibel. Pengalihan wewenang

tersebut terdapat dalam Pasal 55 (1) UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan, yang berbunyi :

“Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan

pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian,

Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya

beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

Keuangan.”

Dengan adanya satu instansi yang melakukan pengawasan, maka diharapkan

dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas di bidang pengawasan.

Dapat dikatakan bahwa OJK memberikan dampak positif bagi para konsumen

jasa keuangan, mengingat lingkup kewenangan OJK adalah pengaturan dan

pengawasan. Dalam melakukan pengawasan, OJK berwenang melakukan

pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen hingga pemberian sanksi bagi suatu

institusi jasa keuangan.

Perlindungan yang diberikan oleh OJK mencakup pencegahan kerugian

konsumen, pelayanan pengaduan konsumen yang dirugikan dan pembelaan hukum.

Dalam melakukan pembelaan hukum, OJK berwenang mengajukan gugatan untuk

memperoleh kembali harta kekayaan milik konsumen yang dirugikan dan atau

mengajukan gugatan ganti kerugian sebagai akibat pelanggaran atas peraturan

perundang – undangan di sektor jasa keuangan. Dengan demikian, dalam upaya

memberikan perlindungan konsumen yang lebih bagi konsumen (dalam hal terjadi

pengaduan) OJK berwenang melakukan tindakan – tindakan mulai dari menerima

pengaduan, memfasilitasi penyelesaian pengaduan, memeriksa dan menyidik LJK

(Lembaga Jasa Keuangan), pelaku dan/atau penunjang jasa keuangan, mengajukan

gugatan pengembalian harta kekayaan pihak yang dirugikan, mengajukan gugatan

ganti kerugian hingga menetapkan sanksi administratif dan memerintahkan atau

Page 4: Hukum Pembiayaan Perusahaan-OJK

melakukan tindakan tertentu kepada LJK untuk menyelesaikan pengaduan konsumen

yang dirugikan LJK yang dimaksud. Tujuan pembentukan OJK adalah agar keseluruhan

kegiatan dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan

masyarakat.

OJK memiliki fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan

yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, yang

meliputi: (Pasal 6 UU 21 Tahun 2011)

1. Sektor perbankan;

2. Sektor Pasar Modal;

3. Sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan LJK

(Lembaga Jasa Keuangan) lainnya.

Pembiayaan perusahaan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu

pembiayaan melalui pemberian kredit, melalui lembaga pembiayaan, melalui pasar

modal (antara lain dalam bentuk saham, obligasi), pasar uang (perbankan),

pendaanaan langsung, pembiayaan melalui proyek serta permbiayaan dagang ekspor

dan impor. Dalam kaitan pembiayaan perusahaan dengan OJK, misalnya pada sektor

perbankan, modal dan IKNB yang dilakukan hanya oleh OJK (satu atap) diharapkan

dapat mempermudah untuk mendeteksi permasalahan lintas sektor secara lebih dini

dan komprehensif, tercapainya koordinasi pada level dewan komisioner, misalnya

pengawasan bank yang yang memiliki anak perusahaan di bidang pembiayaan,

sekuritas, dan asuransi akan terkonsolidasi. Selain itu duplikasi pengaturan atau

adanya wilayah – wilayah antar sektor keuangan yang belum diatur dapat dihindari.

Kesimpulan:

Dengan diundangkannya UU Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan, maka:

1. telah menutup polemik atau pro kontra pembentukan OJK. Pelaku industri

keuangan tidak perlu lagi menghabiskan energi untuk berdebat apakah OJK itu

perlu atau tidak.

Page 5: Hukum Pembiayaan Perusahaan-OJK

2. Pengawasan yang awalnya dilakukan oleh BI dan Bapepam-LK menjadi hanya

dibawah OJK sehingga efisiensi dan efektifitas lebih mudah dicapai.

3. Dengan adanyawewenang pengawasan, pengawasan, pengujian OJK, maka

kepentingan konsumen dapat lebih terjamin.

4. Mempermudah untuk mendeteksi permasalahan lintas sektor secara lebih dini

dan komprehensif.

5. Duplikasi pengaturan atau adanya wilayah – wilayah antar sektor keuangan yang

belum diatur dapat dihindari

Page 6: Hukum Pembiayaan Perusahaan-OJK

Sumber Bahan Bacaan:

1. Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

2. Artikel “Sistem Keuangan Pasca UU OJK dalam Mendorong Pertumbuhan

Perekonomian Nasional” Oleh I Nyoman Tjager.

3. “Rencana Implementasi Sistem Pengawasan Bank di OJK” oleh Dr. Halim

Alamsyah

4. “OJK, Era Baru Perlindungan Nasabah” oleh Kukuh Komandoko Hadiwidjojo,

http://www.academia.edu/1200360/OJK_Era_Baru_Perlindungan_Nasabah,

diakses tanggal 8 November 2012.