hukum islam
TRANSCRIPT
SYARI’AH ( الشرعي (الحكم
NAMA KELOMPOK:
Fajar Daniyal (135090400111018)
Mufid Saifullah (135090400111023)
Mery Endika Rani (135090401111013)
Nilna Amalia Hasna (135090401111037)
Diva Alfreda Hanifah (135090407111003)
HUKUM ISLAM
KONTRIBUSI dalam PERUNDANG-UNDANGAN
PENERAPAN HUKUM ISLAM
Pengertian
Sumber
Prinsip
Fungsi
HUKUM ISLAM
Pengertian Hukum Islam
• Hukum Islam adalah aturan/hukum yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad untuk mengatur seluruh aspek kehidupan.
Allah SWT
Sesama manusia
Diri sendiri
Hukum Islam kategori syariat bersifat konstan, tetap, maksudnya tetap berlaku di sepanjang jaman, tidak mengenal perubahan dan tidak boleh disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Situasi dan kondisilah yang menyesuaikan dengan syari’at.
Sumber-sumber Hukum Islam
Ijtihad
As-Sunnah
Al-Qur’an
Sumber Hukum Islam
• Al-qur’an berasal dari kata qira’ah, artinya “bacaan”, yaitu kitab suci yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad (Q.S. Al-Qiyamah : 18).
• Dari berbagai sumber, dapat disimpulkan Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad, memiliki kemukjizatan lafal, membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, tertulis dalam mushaf; dimulai dari surah al-Fatihah dan diakhiri surah al-Nas.
Al-Qur’an
• Dalam menetapkan hukum ada tiga cara yang dipergunakan Al-Qur’an, yaitu : Mujmal, Al-Qur’an hanya menerangkan pokok dan kaidah
hukum saja, sedangkan perincian dijelaskan dalam Sunnah dan ijtihad para ulama. Cara ini banyak berkaitan denga masalah- masalah ibadah.
Agak jelas dan terperinci, seperti dalam hukum jihad, undang-undang perang ( tawanan, rampasan), hubungan umat islam dengan umat lainnya.
Jelas dan terperinci, berkenaan dengan masalah hutang-piutang, makanan halal-haram, sumpah, memelihara kehormatan wanita dan perkawinan.
• Dalam menyimpulkan suatu ayat Al-Qur’an agar dapat dipahami dan diambil sebagai sumber hukum, diperlukan penafsiran, diantara metode penarsiran yang berkembang antara lain:
Tafsir Tahlil mengkaji Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan urutan dan mushaf Utsmani
Tafsir Ijmali penafsiran secara singkat , global tanpa uraian panjang lebar dengan penjelasan yang mudah dipahami.
Tafsir Muqaran (membanding) memilih ayat Al-Qur’an lalu mengemukakan penafsiran seorang ulama sekaligus membandingkan penafsirannya dari sisi dan kecenderungan masing-masing.
Tafsir Maudhu’I (tematik) mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang suatu masalah/tema (maudhu) yang mempunyai tujuan dan pengertian yang satu.
Metode penafsiran
As-Sunnah
• Secara etimologi “sunnah” berarti “jalan yang biasa dilalui”, “cara yang senantiasa dilakukan”, “kebiasaan yang selalu dilaksanakan”.
• Secara terminologi sunnah adalah seluruh yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, baik perkataan, perbuatan maupun persetujuan/ penetapan (taqrir).
• Para ulama sepakat bahwa sunnah merupakan sumber hukum kedua sesudah Al-Qur’an. Hal ini berdasarkan pada Q.S. Ali Imran : 31 Al-Nisa’:59 Al-Hasyr : 7 Al- Ahzab : 21 Hadist Rasul yang artinya, “Sesungguhnya
padaku telah diturunkan Al-Qur’an dan sejenisnya” (HR. Bukhari-Muslim).
• Ada beberapa istilah yang mempunyai kesamaan makna dengan sunnah, antara lain:o Hadist, biasa digunakan hanya terbatas kepada apa
yang datang dari Nabi SAW.o Khabar, digunakan terhadap apa yang datang dari
selain Nabi SAW.o Atsar, apa yang datang dari sahabat, tabi’in dan
orang sesudahnya.
• Sebagai sumber hukum, sunnah mempunyai tiga fungsi :1. Bayan ta’kid, sebagai penetap dan menegaskan
hukum- hukum yang terdapat pada Al-Qur’an.2. Bayan tafsir, berfungsi sebagai penjelas atau
memperinci atau membatasi yang secara umum dijelaskan Al-Qur’an.
3. Bayan tasyri’ , sunnah berfungsi menetapkan suatu hukum yang secara jelas tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.
Fungsi Sunnah
• Ijtihad berarti “mencurahkan segala kemampuan” dan “memikul beban”. Secara terminologi berarti mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ (Hukum Islam) tentang suatu masalah dari sumber (dalil) hukum yang tafsili/rinci (Al-Qur’an dan sunnah).
Ijtihad
Metode Ijtihad
• Ada beberapa metode (ijtihad) yang digunakan ulama dalam memutuskan suatu hukum.
1. Ijma’
2. Qiyas
3. Istishlah (al- mashlahah al-mursalah)
4. Istihsan
5. ‘urf
6. Sad- al-dzara’I
7. Istishhab
8. Madzhab shahabi
9. Syar’u man qabalana
Prinsip Hukum Islam
1. Prinsip Tauhid ketetapan tauhid yang dinyatakan dengan kalimat la ilaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah).
2. Prinsip Keadilan keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia dengan kemampuan manusia untuk melaksanakan kewajiban itu.
3. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar lebih dikenal dengan al-ahkamul khamsah yakni: wajib/fardhu, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
4. Prinsip Kemerdekaan dan Kebebasan dalam arti luas mencakup berbagai aspek, kecuali terikat dengan hal-hal syara’.
5. Prinsip Persamaan atau Egaliter persamaan di semua umat muslim karena yang menjadi pembeda adalah tinggi rendahnya ketaqwaan seseorang.
6. Prinsip Ta’awun tolong-menolong antara sesama manusia.
7. Prinsip Toleransi (tasamuh) toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak islam dan umatnya.
1. Memelihara kemaslahatan Agama Agama islam harus dipelihara dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang hendak merusak akidah, ibadah akhlaknya.
2. Memelihara Jiwa Islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan diancam hukuman qishash (pembalasan yang seimbang).
3. Memelihara Akal selain menerima semua hukum Islam, Islam juga memerintahkan agar manusia senantiasa berpikir dengan akalnya agar dapat menemukan kebenaran yang haqiqi.
4. Memelihara keturunan Islam mengatur pernikahan dan mengharamkan zina.
5. Memelihara harta benda Pada hakikatnya semua harta benda itu kepunyaan Allah, namun islam juga mengakui hak pribadi seseorang.
Fungsi Hukum Islam
Demokrasi dalam Islam
Perbincangan agama dalam konteks demokrasi, sering kali berhadapan dengan persoalan yang bersifat empirik. Masalahnya, karena pada basis empirik nya, agama dan demokrasi terdapat perbedaan. Agama berasal dari wahyu, sementara demokrasi berasal dari kumpulan pemikiran filosofis manusia.
Persoalannya adalah kesulitan mencari bukti-bukti historis, misalnya dalam kehidupan politik, yang secara eksplisit mampu menjelaskan adanya hubungan simbiosis mutualisme antara agama dan demokrasi.
Alasan dipilihnya demokrasi sebagai paradigma sosial politik dalam kehidupan masyarakat adalah karena hakikat etika. Dalam konteks sosial politik, demokrasi dilihat sebagai satu-satunya bentuk kenegaraan yang memiliki legitimasi etika. Sedangkan agama, menyediakan formulasi- formulasi etika dan moral yang dapat dikembangkan dalam konteks demokrasi.
Dalam sejarahnya, demokrasi muncul sebagai bentuk reaksi dan dekonstruksi terhadap system sebelumnya yang cenderung totaliter, diktator, dan otoriter. Demokrasi pertama-tama menawarkan kerangka pandang filosofis, sebelum dikembangkan dalam suatu sistem politik, pandangan filosofis yang paling pokok dari demokrasi adalah pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia, yang berimplikasi pada adanya pengakuan ham.
Demokrasi Islam dianggap sebagai system yang mengukuhkan konsep-konsep islami yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah (syura), persetujuan (ijma’), dan penilaian interpretatif yang mandiri (ijtihad).
Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Masalah musyawarah ini dengan jelas juga disebutkan dalam Al-Qur’an surat al-Syura : 28, yang isinya berupa perintah kepada para pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka yang dipimpinnya dengan cara bermusyawarah.
Hak dan Kewajiban Asasi dalam Islam
Dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah : 56 Allah menyatakan secara implisit bahwa pada hakekatnya jin dan manusia diciptakan untuk mengemban kewajiban-kewajiban, antara lain kewajiban mereka yang utama adalah menyembah Allah.
Manusia diciptakan oleh Allah untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya, dan apabila kewajiban-kewajiban itu telah dipenuhi maka dengan sendirinya ia akan memperoleh hak-haknya.
Pada hakekatnya hak-hak manusia itu merupakan imbalan daripada kewajiban-kewajiban yang telah ditunaikannya. Salah satu ciri khas Hukum Islam adalah memberikan kepada setiap manusia kewajiban-kewajiban sebagai tugasnya yang pertama dan utama, berlainan dengan sistem hukum Barat yang mengutamakan hak-hak seseorang.
PENERAPAN HUKUM ISLAM
Allah SWT telah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah secara bertahap sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia. (Surat Al-Anbiya ayat 107)
”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Penerapan hukum Islam yang turunnya dari Allah hukumnya adalah wajib sesuai firman-Nya dalam Surat Al-Maidah ayat 49,
“Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan kamu terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
Jika penerapannya diserahkan kepada setiap individu, setiap orang akan menyatakan dirinya sebagai hakim, mujtahid, dan munaffidz, yang berakibat terjadinya kekacauan struktrur sosial.
Sebagai contoh diterapkannya perda syariat Islam di Bulukumba yang sukses menurunkan kriminalitas hingga 85%.
Mantan Bupati Bulukumba, Andi Partabai Pobokori, mengungkapkan, penerapan perda syariat Islam di wilayahnya disambut umat non-Muslim. Mereka merasa tenteram dengan diberlakukannya perda-perda Syariat Islam. “Umat non Muslim juga mendukung penerapan Perda-perda bernuansa syariah di Bulukumba. Ketika ada Kongres Umat Islam di sana, mereka ikut membentangkan spanduk dukungan” (Andi Partabai Pokobori, 2013).
KONTRIBUSI DALAM
PERUNDANG-UNDANGAN
UUD 1945
“Dilihat dari segi naskah dan isinya, UUD 1945 tidak bertentangan dengan
islam (islami), sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Subardja, bahwa
kedudukan agama dalam UUD 1945 cukup mantap dan terhormat, suasana
keagamaan di Indonesia cukup baik dan “semarak”, ibadah dapat dilaksanakan
tanpa ada rintangan dari pemerintah, bahkan memberi jaminan dan dorongan.”
(Ahmad Subardja, 1995)
“Teuku Muhammad Radhi mengemukakan, salah satu syarat agar hukum
dapat berlaku dengan baik dalam masyarakat antara lain, hukum tersebut
harus sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Bisa dipahami bila
masyarakat Indonesia yang mayoritas islam menghendaki agar dalam
penyusunan hukum nasional hendaknya memperhatikan Hukum Islam dan
tidak bertentangan dengan Hukum Islam.” (Teuku Muhammad Radhi, 1983)
Peraturan Perundang-Undangan
• Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, menyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan UUD 1945. Dalam Piagam Jakarta, redaksi sila pertama Pancasila adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
• Intruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1980 (Pedoman Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980) tentang Perjanjian Bagi Hasil.
• Undang-Undang Perkawinan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan • Undang-Undang Peradilan Agama Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama • Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji• Undang-Undang Pengelolaan Zakat Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat • Undang-undang tentang Wakaf Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf • Undang-undang Tentang Perbankan Syari'ah. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Konsepsi Hukum Islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, dan hubungan manusia dengan manusia dengan dirinya sendiri.
Apabila umat Islam Indonesia mau melakukan pengkajian hukum Islam, maka kontribusi umat Islam dalam perumusan hukum nasional yang bernafaskan hukum Islam semakin besar. Di samping itu, berbagai problematika hukum Islam yang muncul dalam kehidupan sosial dapat dipecahkan dengan tepat.
KESIMPULAN
Materi ini diharapkan masyarakat dapat secara kritis dalam mengkaji dan menelaah hukum Islam dalam kehidupan. Sebaiknya masyarakat juga lebih dalam lagi mempelajari isi kandungan Al-Quran supaya menghindari kekeliruan dalam mengambil kesimpulan mengenai hukum Islam, apalagi di zaman seperti sekarang ini, banyak sekali hal-hal yang seharusnya aneh namun dianggap sebagai trend.
SARAN
TERIMA
KASIH.....