hukum bisnis

11
MAKALAH HUKUM BISNIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis Dosen Pengampu : Isroah Disusun Oleh : Joda Sahfa Ramadhan 13803241095 Nanda Siti Adi Utami 13803244014 Crisya Suripatty 13803249003 PENDIDIKAN AKUNTANSI C

Upload: nanda-siti

Post on 20-Oct-2015

70 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sengketa

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum Bisnis

MAKALAH HUKUM BISNISPENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum BisnisDosen Pengampu : Isroah

Disusun Oleh :

Joda Sahfa Ramadhan 13803241095Nanda Siti Adi Utami 13803244014Crisya Suripatty 13803249003

PENDIDIKAN AKUNTANSI CFAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA2013

Page 2: Hukum Bisnis

A. Pengertian Sengketa

Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atau lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

B. Penyelesaian Sengketa

1. NegosiasiPengertian Negosiasi :

a. Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang lain.

b. Proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain.

c. Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihak lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.

2. MediasiMediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau

mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.

Prosedur Untuk Mediasi

Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.

Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.

Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.

Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.

Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.

Page 3: Hukum Bisnis

3. Konsiliasi Konsiliasi merupakan lembaga peradilan untuk menyelesaikan sengketa sebelum ke pengadilan. Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang brselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Dalam pasal 1 angka 10 dan alinea 9 Penjelasan Umum, yakni konsiliasi merupakan salah satu lembaga alternatif dalam penyelesain sengketa. Konsiliator berkewajiban memberikan pendapat terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa. Tetapi konsiliator tidak berhak untuk membuat putusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang merupakan kesepakatan diantara mereka.

4. Arbitrase Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan

untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”. Menurut Subekti, arbritase merupakan suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk dan menaati keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau yang ditunjuk.

Arbritase adalah sebagai upaya hukum dalam perkembangan dunia usaha, baik nasional maupun internasional. Pemerintah telah mengadakan pembaharuan terhadap undang undang arbritase nasional dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif penyelesaian sengketa.

Berdasarkan pengertian arbitrase menurut UU Nomor 30 Tahun 1990 diketahui bahwa.

1. Arbitrase merupakan suatu perjanjian ;2. Perjajian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis;3. Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian menyelesaikan sengketa untuk

dilaksanakan di luar perdilan umum.

Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

Suatu perjanjian arbritase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaaan, seperti berikut:

1. Meninggalnya salah satu pihak2. Bangkrutnya salah satu pihak3. Novasi (pembaharuan utang)4. Insolvensi ( keadaan tidak mampu membayar utang) salah satu pihak5. Pewarisan6. Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok

Page 4: Hukum Bisnis

7. Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbritase tersebut, atau

8. Berakhirnya perjanjian pokok.

Ada dua jenis arbitrase, yakni ad hoc atau arbitrase volunter dan arbitrase institusional.

a. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunterArbitrase ini dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan suatu sengketa tertentu. Arbitrase ini bersifat “insidentil”, apabila telah menyelesaikan sengketa dengan diputuskan perkara tersebut, keberadaan dan fungsi arbitrase ad hoc akan lenyap dengan sendirinya.

b. Arbitrase institusionalSuatu lembaga arbitrase “permanen”

Dalam dunia bisnis, banyak pertimbangan yang melandasi para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau yang dihadapi. Namun, kadangkala pertimbangan mereka berbeda, baik ditinjau dari segi teoritis maupun segi empiris atau kenyataan dilapangan.

5. Peradilan UmumDalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum, yang dimaksud peradilan umum adalah salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang pada umumnya mengenai perkara perdata dan pidana.Kekuasaan dilingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh :1. Pengadilan Negeri

Pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten yang dibentuk oleh presiden. Pengadilan negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.

2. Pengadilan TinggiPengadilan tingkat banding yang berkeduudkan di ibukota provinsi, bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perdata pada tingkat banding.

3. Mahkamah AgungKetentuan mengenai Mahkmah Agung diatur dalam Undang-Undang No.14 tahun 1985, merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain, yang berkedudukan di ibukota negara Repuplik Indonesia.Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutusa. Permohonan kasasib. Sengketa tentang kewenangan mengadilic. Pemohonan peninjauan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap

Page 5: Hukum Bisnis

KASUSPenyelesaian Kasus Sengketa Tanah Di Meruya

Beberapa waktu yang lalu kasus sengketa tanah menjadi headline sebagian besar media massa. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah kasus sengketa tanah Meruya antara warga dengan PT. Portanigra. Kasus ini mencuat saat warga Meruya memprotes keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan PT. Portanigra atas tanah seluas 44 Ha. Kepemilikan berganda atas tanah tersebut berawal dari penyelewengan Djuhri, mandor tanah, atas kepercayaan yang diberikan Benny melalui Toegono dalam pembebasan di Meruya Selatan pada tahun 1972. Djuhri menjual tanah itu kembali kepada pihak lain karena tahu pembelian tanah itu melanggar aturan. Kemudian, Toegono memperkarakannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan pada akhirnya Djuhri divonis hukuman percobaan dengan membayar 175 juta ditambah 8 Ha tanah. Pihak Portanigra belum menganggap masalah ini selesai dan menggugat Djuhri kembali secara perdata ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.

Sengketa tanah antara Djuhri dan PT.Portanigra ternyata membawa dampak bagi pihak ketiga yaitu warga Meruya. Mereka terancam kehilangan tanah dan bangunan. Sebagai pihak ketiga, seharusnya memperoleh pertimbangan hukum. Hal tersebut sesuai dengan pasal 208 (1) pasal 207 HIR dan warga dapat menggugat kembali PT. Portanigra.

Menurut Prof. Endriatmo Sutarto, ahli hukum Agraria Sekolah Tinggi Pertanahan Yogyakarta, pemerintah harus menjadi penengah. Sebagai langkah awal, pemerintah harus meneliti ulang kebenaran status kepemilikan tanah. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus membenahi sistem administrasi dan lembaga kepemerintahan. Berdasarkan kasus ada ketidakberesan dalam sistem administrasi di BPN. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah sengketa. Begitupun MA, kronologis menunjukkan bahwa putusan MA No. 2683/PDT/G/1999 memiliki keganjilan karena batas-batas tanah Portanigra di letter C masih belum jelas. Tampak adanya sebuah “permainan” di sana. Pemerintah seharusnya membentuk badan peradilan agraria independen di bawah peradilan umum layaknya pengadilan pajak, niaga, anak dll. Peradilan itu diisi oleh hakim-hakim Adhoc yang bukan hanya ahli hukum tanah secara formal tetapi memahami masalah tanah secara multidimensional. Peradilan tersebut dibentuk berdasarkan UUPA 1960 dan UU No.4/2004 tentang kekuasaan kehakiman.

ANALISIS

Page 6: Hukum Bisnis

Kasus sengketa tanah Meruya merupakan kasus rumit yang melibatkan banyak pihak. Penyelesaiannya dilakukan melalui jalur hukum yang dilandasi keadilan dan akal sehat untuk mencapai win-win solution, bukan dengan saling menyalahkan secra emosional. Kasus pertanahan memiliki banyak dimensi social yang dipertentangkan, mulai dari hubungan sosial, religi, ketidakberlanjutan komunitas masyarakat dan harga diri serta martabat manusia (dignity) yang penyelesaiannya membutuhkan itikad baik dari pihak bersengketa agar tidak menimbulkan gejolak kemasyarakatan.Adanya kasus penyuapan di dalam MA menunjukkan peradilan masih jauh dari harapan terwujudnya penegakkan hukum yang adil dan obyektif. Hal tersebut disebabkan oleh sikap mental, akhlak dan budi pekerti serta kepatuhan para pemegang kekuasaan terhadap hukum yang masih kurang. Dampak secara langsung dirasakan oleh warga yang kehilangan hak asasi manusia, hak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, mereka mencari keadilan dengan menggugat kembali PT. Portanigra melalui pengadilan. Sengketa Meruya mencerminkan penegakkan HAM di Indonesia yang masih kurang.

Penyelesaian kasus sengketa tanah di Meruya harus dilakukan melalui pengadilan yang berkeadilan. Keadilan diartikan sebagai suatu seimbang , tidak berat sebelah atau tidak memihak. Berarti, azas keadilan harus terpenuhi diantar pihak yang bersengketa yang meliputi;

1. azas quality before the law yaitu azas persamaan hak dan derajat di muka hukum.2. azas equal protection on the law yaitu azas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak

mendapat perlindungan yang sama oleh hukum.3. azas equal justice under the law yaitu azas yang menyatakan bahwa tiap orang

mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum.Bila azas keadilan tidak terpenuhi maka penyelesaiannya akan berlarut-larut seperti yang terjadi dalam kasus Meruya, dimana warga tidak memperolah persamaan hak berupa pengakuan kepemilikan tanah saat Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.

Page 7: Hukum Bisnis

Penyelesaian Sengketa Ekonomi PT Sara Lee Indonesia

PT Sara Lee Indonesia, perusahaan besar yang bergerak di consumer product, diguncang masalah dengan karyawanya. Sekitar 200 buruh bagian pabrik roti yang tergabung dalam Gabungan Serikat Pekerja PT Sara Lee Indonesia, menggelar aksi mogok kerja di halaman pabrik, Jalan Raya Bogor Km 27 Jakarta Timur, Rabu (19/11/10).

Aksi mogok kerja ini, ternyata tidak hanya di Jakarta namun serentak di seluruh distributor Sara Lee se-Indonesia. Bahkan, buruh yang ada di daerah mengirim ‘utusan’ ke Jakarta untuk memperkuat tuntutannya. Utusan itu bukan orang, namun berupa spanduk dari Sara Lee yang dikirim dari beberapa daerah.

Dalam aksinya di depan pabrik, para buruh yang mayoritas perempuan ini membentangkan spanduk berisikan tuntutan kesejahteraan kepada manajemen perusahaan yang berbasis di Chicago Sara Lee Corporation dan beroperasi di 58 negara, pasar merek produk di hampir 200 negara serta memiliki 137.000 karyawan di seluruh dunia.

Dengan mengenakan kaos putih dan ikat merah di kepalanya. Buruh merentangkan belasan spanduk, di antaranya bertuliskan: “Kami bukan sapi perahan, usir kapitalis”, “Rp 16 triliun, Bagian kami mana?”, “Jangan lupa karyawan bagian dari aset perusahaan juga.” “Kami Minta 7 Paket”, “Perusahaan Sara Lee Besar Kok Ngasih Kesejahteraan Kecil” juga tuntutan lain tentang kesejahteraan dan gaji yang rendah.

Spanduk juga terpasang di pagar pabrik Sara Lee, juga ada sehelai kain berisi tanda tangan para pekerja dan 12 poster yang mewakili suara masing-masing tim dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Banyuwangi, Medan, Makassar, Denpasar, Jember, Surabaya, Madiun, Kediri, Gorontalo, Samarinda, Lombok dan Aceh.

Poster dari Surabaya GT tertera beberapa kalimat yang berbunyi: “Kami tidak akan berhenti mogok, sebelum kalian penuhi tuntutan buruh, penjahat aja tahu balas budi, kalian?” Juga poster dari Tim Banyuwangi menyuarakan: “Kedatangan kami bukan untuk berdebat, kami datang untuk meminta hak kami, jangan bersembunyi di belakang UU, dan jangan ambil jatah kami, ayo bicaralah untuk Indonesia.”

“Kami terpaksa mogok karena jalan berunding sudah buntu dari pertemuan tripartit antara manajemen perusahaan dengan serikat pekerja. Banyak tuntutan yang kami ajukan mulai kesejahteraan, peningkatan jumlah pesangon dan kompensasi dari manajemen,” ungkap seorang buruh wanita yang enggan disebut namanya.

Buruh takut menyebut nama, sebab manajemen perusahaan akan terus melakukan intimidasi yang menyakitkan. “Ini aksi dalam jumlah yang kecil, dan menggerakan lebih besar dan sering melancarkan aksi, jika tuntutan kami tak dikabulkan,” sambungnya.

Perwakilan manajemen sempat mengimbau peserta aksi mogok untuk kembali bekerja melalui pengeras suara, namun ditolak oleh pekerja. Hingga kini aksi buruh terus bertambah sebab karyawan dari distributor Jakarta, Bogor, Tanggeran, Depok dan Bekasi satu persatu memperkuat aksinya itu.

Buruh lainnya mengatakan kasus ini bermula dari penjualan saham Sara Lee dijual kepada perusahaan besar. Ternyata, perusahaan baru itu Setelah enggan menerima karyawan lain, sehingga nasib karyawan menjadi terkatung-katung. Bahkan, memutus hubungan kerja seenaknya saja. Buruh pun aktif demo.

Page 8: Hukum Bisnis

Sara Lee merasa malu dengan aksi yang mencoreng perusahaan raksasa inim sehingga siap melakukan perundingan tripartit. Sayangnya, hingga kini belum ada kesepakatan karena manajemen perusahaan memberikan nilai pesangon yang sangat rendah, tak sesuai pengabdian karyawan.

ANALISIS

Dalam kasus tersebut PT Sara Lee di anggap oleh karyawannya tidak bertanggung jawab atas kesejahteraan pegawai. Dalam hal ini management PT Sara Lee seharusnya bisa menyelesaikan masalah yang mereka hadapi agar tidak berlarut-larut. PT Sara Lee yang notabene adalah sebuah perusahaan besar seharusnya bisa memberikan kesejahteraan bagi karyawannya, sehingga karyawan tidak akan melakukan demo meminta hak-haknya untuk dipenuhi. Management dari PT Sara Lee bisa melakukan negosiasi dengan salah seorang wakil buruh atau wakil buruh dari setiap wilayah cabang perusahaan untuk dapat mencapai kesepakatan bersama. Bisa juga dengan melakukan mediasi, yaitu pelibatan pihak ketiga dalam pencapaian keputusan. Orang ketiga tersebut akan memfasilitasi, menemukan serta merumuskan titik persamaan dari argumen yang ada agar tercapai sebuah penyelesaian. Dengan demikian permasalahan yang di hadapi oleh PT Sara Lee akan dapat cepat terselesaikan, sehingga nantinya tidak akan menimbulkan masalah lebih lanjut serta kerugian yang lebih besar.