hubungan tingkat kedisiplinan pemakaian alat

17
HUBUNGAN TINGKAT KEDISIPLINAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG MATA DENGAN GANGGUAN KESEHATAN MATA PADA PEKERJA LAS HOME INDUSTRY DI KARTASURA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh: PRIYANTO J410110011 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

Upload: dinhdat

Post on 12-Jan-2017

254 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN TINGKAT KEDISIPLINAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG MATA DENGAN GANGGUAN

KESEHATAN MATA PADA PEKERJA LAS HOME INDUSTRY DI KARTASURA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada

Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

PRIYANTO

J410110011

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

i

ii

iii

1

HUBUNGAN TINGKAT KEDISIPLINAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG MATA DENGAN GANGGUAN KESEHATAN MATA PADA PEKERJA LAS

HOME INDUSTRY DI KARTASURA

Abstrak

Bengkel las merupakan salah satu tempat kerja informal yang berisiko untuk terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Penggunaan alat pelindung mata sangat penting bagi para pekerja. Namun demikian pada kenyataannya masih banyak tenaga kerja yang masih belum mengenakannya saat bekerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kedisiplinan pemakaian alat pelindung mata dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las home industry di Kartasura. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik. Populasi penelitian sebanyak 100 pekerja, jumlah sampel yang diteliti 45 responden dengan teknik sampling kuota. Teknik analisis data dilakukan dengan uji statistik korelasi Spearman Rho. Hasil penelitian menunjukkan pekerja las home industry sebanyak 86,7% agak disiplin dalam pemakaian alat pelindung mata pada saat melakukan kegiatan pengelasan. Pekerja las home industry di Kecamatan Kartasura sebanyak 53,3% tidak mengalami gangguan kesehatan mata. Terdapat hubungan yang signifikan (p = 0,000) dengan nilai korelasi negatif sangat kuat (-0,969) antara tingkat kedisiplinan pemakaian alat pelindung mata dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las home industry di Kartasura.

Kata kunci: Tingkat Kedisiplinan, Alat Pelindung Mata, Gangguan Kesehatan Mata

Abstract

Welding workshop is one of the informal work is at risk for accidents and occupational diseases. The use of eye protection is very important for workers. However, in reality there are many workers who still do not wear it to work. The purpose of this study was to determine the relationship of disicipline level of use eye protective equipment with eye health disorders in home industry welding workers at Kartasura. This type of research is an analytic observational study. The research population are 100 workers, the number of samples studied are 45 respondents with quota sampling technique. Data analysis technique performed with Spearman Rho correlation statistic test. The result showed home industry welding workers are 86.7% rather discipline in the use of eye protection equipment when conducting welding activities. Home industry welding workers in Sub district Kartasura are 53.3% had no eye health disorders. There is a significant correlation (p = 0.000) with a very strong negative correlation (-0.969) between the discipline level of use eye protective equipment with eye health disorders in home industry welding workers at Kartasura.

Keywords: Discipline Level, Eye Protective Equipment, Eye Health Disorders.

1. PENDAHULUAN

Pekerja pengelasan menduduki peringkat kedua dalam hal proporsi pekerja yang

mengalami cidera mata. Selain itu, dari sejumlah kejadian injury mata yang telah disebutkan,

2

yaitu sekitar 1390 kasus eye injury disebabkan karena pajanan bunga api pengelasan dan

mengakibatkan welder’s flash (photokeratitis) (BLS, 2012 dalam Harris, 2011). Berdasarkan

data BLS dalam Goff (2006) menyatakan bahwa sekitar dua juta pekerja berhubungan dengan

pengelasan dan sekitar 365.000 mengalami injury mata serta mengakibatkan hilangnya 1400

hari kerja.

Salah satu home industry pengelasan yaitu di wilayah kecamatan Kartasura,

Sukoharjo. Tempat pengelasan ini terdiri dari beberapa home industry kecil milik

perseorangan dan telah lama beroperasi. Industri pengelasan ini termasuk kriteria sektor

informal. Penggunaan alat pelindung mata sangat penting bagi para pekerja, terutama untuk

mencegah penyakit akibat kerja ataupun kecelakaan kerja. Namun demikian pada

kenyataannya masih banyak tenaga kerja yang masih belum mengenakannya saat bekerja.

Rendahnya tingkat kedisiplinan dalam menggunakan Alat Pelindung Mata (APM) biasanya

menunjukkan sistem manajemen keselamatan yang gagal, terbatasnya faktor stimulan

pimpinan, keterbatasan sarana, rendahnya kesadaran pekerja terhadap keselamatan kerja dan

lain-lain (Liswanti, dkk., 2015).

Berdasarkan observasi lapangan yang dilakukan peneliti, dari 10 pekerja las yang

diamati, 8 pekerja las tidak menggunakan APM pada waktu melakukan pengelasan. Hal ini

tentu saja sangat membahayakan kesehatan pekerja las tersebut. Berdasarkan wawancara

dengan salah satu pekerja home industry pengelasan di Kartasura alasan mereka tidak mau

menggunakan APM karena mereka malas untuk memakainya, ada juga yang beralasan

memakai APM terlalu ribet. Dari hasil wawancara juga diketahui keluhan gangguan

kesehatan mata yang dirasakan pekerja las setelah melakukan pengelasan seperti penglihatan

menjadi kabur, mata terasa ada yang mengganjal, mata mengeluarkan air dan ketajaman mata

menjadi berkurang. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian

lebih lanjut mengenai hubungan tingkat kedisiplinan pemakaian alat pelindung mata dengan

gangguan kesehatan mata pada pekerja las home industry di Kartasura.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kedisiplinan

pemakaian alat pelindung mata dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las home

industry di Kartasura. Tujuan khususnya adalah 1) untuk menilai dan menganalisis tingkat

kedisplinan dalam pemakaian alat pelindung mata pada pekerja tukang las, 2) untuk menilai

dan menganalisis gangguan kesehatan mata yang terjadi pada pekerja tukang las, dan 3) untuk

menganalisis hubungan tingkat kedisplinan dengan gangguan kesehatan mata yang terjadi

pada pekerja tukang las di wilayah Kecamatan Kartasura, Sukoharjo.

3

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik. Rancangan penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian

dilakukan di 37 bengkel pengelasan informal di wilayah Kecamatan Kartasura, Sukoharjo

pada bulan Juli tahun 2016.

Populasi dalam penelitian ini merupakan 100 pekerja sebagai tukang las di 37 bengkel

pengelasan di wilayah Kecamatan Kartasura, Sukoharjo. Berdasarkan kriteria sampel yang

telah ditentukan, didapatkan jumlah sampel yang memenuhi kriteria yaitu berjumlah 45

responden pekerja las. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

sampling kuota yaitu teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri

tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan (Sugiyono, 2010).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat kedisiplinan pemakaian alat

pelindung mata dengan alat ukur observasi dan checklist. Variabel terikat yaitu gangguan

kesehatan mata dengan alat ukur kuesioner dan wawancara. Variabel lain yang memiliki

potensi mengganggu (mempengaruhi) hasil penelitian terdiri dari umur, masa kerja,

pendidikan dan riwayat penyakit.

Analisa data dilakukan dengan uji statistik, korelasi Spearman Rho () menggunakan

program statistik pada komputer. Dasar pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pada

tingkat signifikan (nilai p), yaitu: Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian Ha ditolak. Jika

nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian Ha diterima.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Gangguan Kesehatan Mata

Berdasarkan hasil penelitian, pekerja las yang mengalami gangguan kesehatan mata

ringan sebanyak 18 orang (40%), gangguan kesehatan mata sedang sebanyak 3 orang (6,7%),

dan responden yang tidak mengalami gangguan kesehatan mata sebanyak 24 orang (53,3%).

Pada penelitian ini, sebagian besar pekerja las home industry di Kecamatan Kartasura tidak

mengalami gangguan kesehatan mata.

Pekerja las home industry rentan terhadap gangguan kesehatan mata. Menurut ICNIRP

14 (2007) mata adalah organ yang paling sensitive terhadap sinar UV. Pajanan UV terhadap

mata berhubungan dengan berbagai macam gangguan, termasuk kerusakan pada kelopak

mata, kornea, lensa, dan retina. Mata, yang terletak di bagian belakang kelopak mata,

tersembunyi ke dalam alur wajah. Hal inilah yang membuat mata terlindungi terhadap sinar

4

UV dari beberapa arah. Namun, mata pun tidak terlindungi dengan baik terhadap sinar UV

yang berasal dari arah depan dan dari arah samping. Pratiwi, dkk. (2015: 140) menyebutkan

gangguan kesehatan mata yang sering terjadi pada pekerja las saat melakukan pekerjaan

pengelasan, antara lain: penglihatan kabur, mata merah, mata terasa gatal, mata terasa pedih,

mata bengkak, sakit kepala di daerah atas mata, mata seperti kemasukan pasir/ kelilipan, mata

terasa berair, mata terasa sakit, katarak dan pernah terpercik api las listrik.

3.2 Keterkaitan Umur Responden dengan Persentase Gangguan Kesehatan Mata pada

Pekerja Las Home Industry di Kecamatan Kartasura

Berdasarkan hasil penelitian, responden pada kelompok umur kurang dari 34 tahun

sebanyak 16 orang (35,6%), kelompok umur 44-48 tahun sebanyak 15 orang (33,3%),

kelompok umur 34-38 tahun sebanyak 8 orang (17,8%), dan kelompok umur 39-43 tahun

sebanyak 6 orang (13,3%). Pada penelitian ini, sebagian besar pekerja las home industry di

Kecamatan kartasura masih berusia muda kurang dari 34 tahun.

Secara alamiah dengan bertambahnya umur yang semakin tua, ketajaman penglihatan

akan semakin berkurang. Penelitian dari Lestari, dkk. (2013) menyatakan bahwa manusia

pada umumnya dapat melihat objek dengan jelas pada usia 20 tahun sedangkan pada usia

kurang dari 40 tahun kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar

dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun lensa akan kehilangan

kekenyalannya sehingga semakin tua usia seseorang maka daya akomodasi mata akan

semakin menurun.

Hasil crosstab umur dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las home industry

di wilayah Kecamatan Kartasura, diperoleh hasil sebagian besar pekerja las yang berusia

kurang dari 34 tahun tidak ada gangguan kesehatan mata sebanyak 16 responden (35,6%). Hal

ini berarti ada hubungan antara umur dengan gangguan kesehatan mata. Semakin bertambah

usia pekerja las home industry maka gangguan kesehatan mata semakin berat.

Teori yang disampaikan Yuni dalam Rinawati, dkk. (2015) menunjukkan semakin

bertambahnya umur seseorang maka akan diikuti dengan penurunan tajam penglihatan.

Gangguan kesehatan mata seperti penurunan ketajaman mata pada manusia salah satunya

dipengaruhi oleh umur. Semakin lanjut usia pekerja semakin menurun tingkat ketajaman

penglihatan mata seseorang. Hasil penelitian terkait tingkat ketajaman mata tidak hanya

disebabkan oleh adanya pajanan pekerja melakukan pengelasan, melainkan juga dapat

5

disebabkan oleh usia pekerja itu sendiri, sehingga hasil penelitian ini dapat terganggu dari

adanya faktor usia pekerja las.

3.3 Keterkaitan Masa Kerja dengan Persentase Gangguan Kesehatan Mata pada

Pekerja Las Home Industry di Kecamatan Kartasura

Berdasarkan hasil penelitian, responden dengan masa kerja lebih dari 5 tahun

sebanyak 32 orang (71,1%), dan kelompok masa kerja 1-5 tahun sebanyak 13 orang (28,9%).

Pada penelitian ini, sebagian besar pekerja las home industry di Kecamatan kartasura

memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun.

Masa kerja mempengaruhi perubahan fisiologi jaringan, termasuk didalamnya

menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan mata pada pekerja las karena dengan adanya

kontak yang terus menerus dan berlangsung lama terhadap organ penglihatan dapat

mengakibatkan stress pada alat penglihatan dan dapat menimbulkan kelelahan pada otot mata

dan otot akomodasi, yang keduanya akan menyebabkan gangguan kesehatan mata. Bagi

tenaga kerja yang mempunyai masa kerja yang lama, berarti telah mempunyai waktu yang

lama pula dalam melaksanakan pekerjaannya. Tenaga kerja yang memiliki masa kerja lebih

lama akan lebih berrisiko mengalami penurunan efisiensi penglihatan. Hasil penelitian ini

sesuai dengan penelitian dari Nova (2012) dimana gangguan kesehatan yang dialami pekerja

canting batik disebabkan diantaranya masa kerja pekerja canting batik yang rata-rata 6 tahun 9

bulan.

Menurut Pratiwi, dkk. (2015), masa kerja merupakan kondisi yang akan

mempengaruhi lamanya keterpaparan mata pekerja las dengan sinar maupun asap yang

ditimbulkan oleh pekerjaan las listrik. Semakin lama masa kerja pekerja las listrik dalam

menekuni pekerjaannya, maka secara otomatis pajanan sinar maupun asap yang dihasilkan las

listrik terhadap mata juga semakin membahayakan. Masa kerja juga dapat memberikan

dampak positif bagi pekerja dalam memahami bahaya yang ditimbulkan akibat pekerjaan

yang dilakukannya. Pengalaman negatif selama bekerja dapat membuat individu berhati-hati

jika melakukan pelanggaran berulang.

Masa kerja merupakan faktor penting yang menentukan kejadian gangguan kesehatan

mata pada pekerja las. Paparan yang terus menerus dalam jangka waktu lama akan

memberikan efek dan dampak yang berbeda jika dibandingkan dengan paparan yang terjadi

dalam jangka pendek. Semakin lama mata terkena paparan, maka akan semakin berrisiko

mengalami gangguan kesehatan.

6

Hasil crosstab masa kerja dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las home

industry di wilayah Kecamatan Kartasura, diperoleh hasil pekerja las yang memiliki masa

kerja 1-5 tahun memiliki gangguan kesehatan mata sebanyak 13 responden (28,9%), dan

pekerja las yang memiliki masa lebih dari 5 tahun memiliki gangguan kesehatan mata

sebanyak 32 responden (71,1%). Dari data tersebut, dapat diketahui responden yang memiliki

masa kerja lebih dari 5 tahun, lebih banyak mengalami gangguan kesehatan mata yaitu

sebanyak 32 responden (71,1%). Hal ini berarti ada hubungan antara masa kerja dengan

gangguan kesehatan mata yang terjadi pada pekerja las home industry di wilayah Kecamatan

Kartasura.

Semakin lama masa kerja pekerja las, maka semakin berat gangguan kesehatan mata

yang dialami. Sejalan dengan hasil penelitian dari Setyaningsih, dkk (2007) bahwa masa kerja

dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan pekerja las. Perbedaan masa kerja pekerja las

turut mengurangi ketajaman penglihatan mata pekerja, bila tidak menggunakan APM. Masa

kerja yang baru dan yang lama, mempunyai perbedaan dampak radiasi sinar Ultra Violet,

sehingga pengukuran tingkat ketajaman penglihatan mata bisa saja disebabkan oleh masa

kerja. Hal ini sesuai dengan Pratiwi, dkk. (2015) bahwa las listrik merupakan kegiatan yang

menghasilkan pancaran sinar las listrik, sebagai pekerja las listrik, pancaran sinar las listrik

menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Pancaran sinar las listrik merupakan unsur fisik yang

dapat menyebabkan trauma pada mata. Semakin lama terpapar sinar las listrik, mata akan

berpotensi mengalami gangguan.

Lestari, dkk (2013) dalam penelitiannya menunjukkan masa kerja pekerja dengan rata-

rata di atas 3 tahun akan berrisiko terhadap kesehatan pekerja dikarenakan umur pengrajin

yang semakin bertambah dan juga mata yang dituntut untuk terus terakomodasi maka akan

menyebabkan ketegangan otot-otot mata sehingga dapat menimbulkan mata lelah.

3.4 Keterkaitan Tingkat Pendidikan dengan Persentase Gangguan Kesehatan Mata

pada Pekerja Las Home Industry di Kecamatan Kartasura

Berdasarkan hasil penelitian, responden pada kelompok tingkat pendidikan SMP dan

sederajat sebanyak 24 orang (53,3%), dan kelompok tingkat pendidikan SMA dan sederajat

sebanyak 21 orang (46,7%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

pekerja las home industry di Kecamatan Kartasura memiliki tingkat pendidikan SMP dan

sederajat. Menurut Notoatmodjo dalam Maloring, dkk. (2014) pengetahuan yang diperoleh

dari pendidikan adalah segala sesuatu yang diketahui seseorang setelah melakukan

7

pengideraan terhadap objek tertentu. Meningkatnya pengetahuan dapat menimbulkan

perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang karena dari pengalaman dan penelitian ternyata

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada yang tidak

didasari oleh pengetahuan.

Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat. Pendidikan

merupakan sarana yang digunakan oleh seorang individu agar nantinya mendapat pemahaman

terkait kesadaran kesehatan. Kebanyakan orang menilai apabila seseorang itu mendapat

proses pendidikan yang baik dan mendapat pengetahuan kesehatan yang cukup maka ia juga

akan mempunyai tingkat kesadaran kesehatan yang baik pula. Dengan begitu maka

diharapkan pada nantinya orang tersebut akan menerapkan pola hidup sehat dalam hidupnya

dan bisa menularkannya ke orang-orang di sekitarnya (Sriyono, 2015).

Hasil crosstab tingkat pendidikan dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las

home industry di wilayah Kecamatan Kartasura, diperoleh hasil pekerja las yang memiliki

tingkat pendidikan SMA dan sederajat sebanyak 21 pekerja (46,7%), dan pekerja las yang

memiliki tingkat pendidikan SMP dan sederajat sebanyak 24 pekerja (53,3%). Data tersebut

menunjukkan sebagian besar pekerja memiliki latar pendidikan SMP dan sederajat, Dari hasil

tersebut dapat ditunjukkan semakin rendah tingkat pendidikan pekerja las, maka semakin

berat gangguan kesehatan mata. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan gangguan kesehatan mata yang terjadi pada pekerja las home industry di

wilayah Kecamatan Kartasura. Tenaga yang tidak memiliki pendidikan dan pengetahuan yang

memadai akan melakukan pekerjaan dengan tidak hati-hati dimana dalam pengerjaannya

dapat membahayakan dirinya sendiri. Tingkat pendidikan yang rendah tidak akan memahami

pentingnya penggunaan APM, sehingga hasil pengukuran tingkat ketajaman mata pekerja

juga dapat disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan pekerja tersebut.

Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian dari Munthe, dkk. (2014) yang

menunjukkan tingkat pendidikan responden hampir sebagian besar tamat SD. Hal tersebut

berhubungan dengan tingkat pengetahuan kesehatan yang rendah. Pendidikan yang relatif

tinggi memungkinkan responden mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi untuk

menggunakan APD saat bekerja.

Salawati (2015) dalam penelitiannya menunjukkan terdapat hubungan pengetahuan

dengan penggunaan alat pelindung mata. Adanya tingkat pendidikan yang rendah

mengakibatkan pengetahuan akan pentingnya alat pelindung mata bagi pekerja las juga

8

rendah. Pekerja las yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah tentang pemakaian alat

pelindung mata, maka dalam melakukan pengelasan para pekerja tidak menggunakan alat

pelindung mata sehingga menyebabkan perih pada mata, karena kurangnya pengetahuan

pekerja akan pentingnya penggunaan alat pelindung diri pada mata maka pekerja sering

mengalami mata merah, pedih pada mata. Untuk itu pekerja las perlu diberikan penyuluhan

tentang bahaya tidak menggunakan alat pelindung mata dan tempat kerja disediakan poster,

leaflet penyakit mata akibat tidak menggunakan alat pelindung mata.

3.5 Keterkaitan Riwayat Penyakit Mata dengan Persentase Gangguan Kesehatan Mata

pada Pekerja Las Home Industry di Kecamatan Kartasura

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui pekerja las yang tidak ada riwayat penyakit

mata sebanyak 23 orang (51,1%), dan kelompok responden yang ada (memiliki) riwayat

penyakit mata sebanyak 22 orang (48,9%). Pada penelitian ini, sebagian besar pekerja las

home industry di Kecamatan Kartasura tidak ada riwayat penyakit mata.

Riwayat penyakit (history of disease) adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan

perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal

hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh

suatu intervensi preventif maupun terapetik (Murti, 2010). Riwayat penyakit sangat penting

dalam langkah awal diagnosis semua penyakit, termasuk penyakit mata. Sebagaimana

biasanya diperlukan riwayat penyakit deskripif dan kronologis, ditanya pula faktor yang

mempercepat penyakit dan hasil pengobatan untuk mengurangi keluhan penderita (Nugroho,

2009).

Hasil crosstab riwayat penyakit mata dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja

las home industry di wilayah Kecamatan Kartasura, diperoleh hasil pekerja las yang ada

riwayat penyakit mata sebanyak 22 pekerja (48,9%), dan pekerja las yang tidak ada riwayat

penyakit mata sebanyak 23 pekerja (51,1%). Dari data tersebut, dapat disimpulkan pekerja las

yang ada dan tidak ada riwayat penyakit mata sama-sama memiliki peluang dengan gangguan

kesehatan mata. Seperti hasil penelitian dari Pratiwi, dkk. (2015) pekerja las listrik secara

keseluruhan pernah mengalami gangguan kesehatan mata akibat proses pengelasan atau

bahkan dampak efek jangka panjang dari terpaparnya mata dengan sinar infra merah atau

ultraviolet dari proses pengelasan.

Dari hasil penelitian Pratiwi, dkk. (2015) juga menunjukkan tidak ada pekerja las yang

mengalami gangguan kesehatan mata berupa katarak. Hal ini disebabkan faktor keturunan

9

atau genetika merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang terkena penyakit

mata katarak. Jika salah satu keluarga mempunyai riwayat terkena penyakit mata katarak,

maka orang yang masih ada hubungan darah, akan terkena penyakit mata katarak juga. Dalam

hal ini ada peran kromosom yang menjadi sebabnya, karena kromosom mampu

mempengaruhi kualitas lensa mata.

3.6 Hubungan Tingkat Kedisplinan Pemakaian Alat Pelindung Mata dengan Gangguan

Kesehatan Mata pada Pekerja Las Home Industry di Kecamatan Kartasura

Berdasarkan hasil penelitian tingkat kedisiplinan pemakaian alat pelindung mata yang

telah dilakukan pada 45 responden, responden yang tidak disiplin dalam melakukan

pemakaian alat pelindung mata sebanyak 3 orang (6,7%), responden yang agak disiplin

melakukan pemakaian alat pelindung mata sebanyak 39 orang (86,7%), dan pekerja las yang

disiplin melakukan pemakaian alat pelindung mata sebanyak 3 orang (6,7%). Sebagian besar

pekerja las home industry agak disiplin dalam pemakaian alat pelindung mata pada saat

melakukan kegiatan pengelasan yaitu sebanyak 39 orang (86,7%). Menurut Tarwaka (2014)

alat pelindung mata digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan kimia korosif,

debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap yang dapat

menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang elektromagnetik, panas radiasi sinar matahari,

pukulan atau benturan benda keras, dll.

Syarat dasar dari APD mata paling tidak harus memenuhi kriteria (1) memenuhi

terhadap kriteria bahaya yang ada, (2) nyaman dipakai di mata atau muka, (3) tidak

menghalangi pandangan atau gerakan pandangan, (4) mudah dibersihkan dan tidak beracun,

(5) tahan terhadap beban untuk melindungi mata, (6) dapat dipakai bersama sama dengan

APD lain yang diperlukan dan (7) apabila pekerja memakai kacamata ukuran maka APD mata

dan muka harus disesuaikan berdasarkan ukuran lensa maupun ukuran kacamata (Solichin,

dkk., 2014).

Kedisiplinan tenaga kerja dalam menggunakan APD, berawal dari rasa kesadaran

tenaga kerja sendiri, pihak perusahaan telah berulang kali mengingatkan, namun jika tenaga

kerja tidak memiliki kesadaran bahwa penggunaan APD itu penting, untuk mencegah

penyakit-penyakit yang akan timbul dikemudian hari, pasti akan sulit, memang biasanya

penyakit-penyakit tersebut akan timbul dikemudian hari, biasanya akan timbul setelah ia

berhenti bekerja (kronis) (Sari, 2010). Pada kenyataannya, masih ada pekerja yang kurang

disiplin dan bahkan beberapa pekerja las yang masih belum memakai alat pelindung mata ini

10

karena merasa ketidaknyamanan dalam bekerja. Pemakaian alat pelindung mata memerlukan

ketelatenan dan pembiasaan diri. Oleh karena itu pekerja las home industry perlu memakai

alat pelindung mata agar pekerja terhindar dari pajanan sinar tampak, sinar inframerah dan

sinar ultaviolet yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan mata.

Hasil crosstab tingkat kedisplinan dengan gangguan kesehatan mata menunjukkan

pekerja las yang tidak disiplin dalam pemakaian alat pelindung mata sebanyak 3 pekerja

(6,7%), pekerja las yang agak disiplin dalam pemakaian alat pelindung mata sebanyak 39

pekerja (86,7%), dan pekerja las yang disiplin dalam pemakaian alat pelindung mata sebanyak

3 pekerja (6,7%). Dari hasil uji korelasi Spearmon Rho diketahui nilai Sig. kurang dari 0.05

dan koefisien korelasi sebesar -0,969, sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan negatif

sangat kuat antara tingkat kedisiplinan dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las di

wilayah Kecamatan Kartasura. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Pratiwi, dkk.

(2015) yang menunjukkan ada hubungan antara pemakaian alat pelindung diri (APD)

kacamata las listrik dengan kejadian gangguan kesehatan mata pada pekerja las listrik. Secara

keseluruhan pekerja las listrik pernah mengalami gangguan kesehatan mata pada saat setelah

proses pengelasan. Namun, semakin tidak disiplin semakin sering mengalami gangguan

kesehatan mata.

Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian dari Alfanan (2014) bahwa ada

pengaruh yang signifikan antara pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman

penglihatan pegawai bengkel las. Pemakaian alat pelindung mata merupakan faktor yang

memengaruhi ketajaman penglihatan pegawai bengkel las. Sementara penelitian dari Asrini

(2013) juga menunjukkan hasil yang sama, dimana pekerja yang tidak menggunakan alat

pelindung diri lebih banyak sering mengalami gangguan kesehatan baik gangguan mata,

pernapasan, maupun kulit.

Kedisiplinan pekerja las dalam pemakaian alat pelindung mata dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Penelitian dari Liswanti (2015) menunjukkan bahwa kepatuhan penggunaan

APD dapat terbentuk atau dibentuk tetapi harus didukung oleh berbagai faktor diantaranya

faktor predisposisi, faktor pemungkin, faktor penguat sehingga perilaku yang baik bukan

merupakan suatu kebetulan, perilaku yang baik dibangun pada suasana lingkungan dan daya

dukung yang baik pula. Kepatuhan penggunaan APD yang baik akan meningkatkan status

kesehatan. Sementara hasil penelitian dari Pratiwi (2015) menunjukkan bahwa kejadian

tingkat disiplin yang rendah pada pekerja las listrik dalam memakai alat pelindung diri dapat

11

dipengaruhi banyak hal, antara lain tingkat pendidikan yang rendah, tingkat pengetahuan yang

rendah, bahkan dapat disebabkan oleh karena tidak tersedianya alat pelindung yang

seharusnya. Tingkat pendidikan yang rendah dan didukung dengan tingkat pengetahuan yang

rendah pula dapat menyebabkan pekerja las listrik merasa tidak perlu memakai APM.

4. PENUTUP

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pekerja las home industry sebanyak 86,7%

agak disiplin dalam pemakaian alat pelindung mata pada saat melakukan kegiatan pengelasan.

Pekerja las home industry sebanyak 53,3% di Kecamatan Kartasura tidak mengalami

gangguan kesehatan mata. Terdapat hubungan yang signifikan (p = 0,000) dengan nilai

korelasi negatif sangat kuat (-0,969) antara tingkat kedisiplinan pemakaian alat pelindung

mata dengan gangguan kesehatan mata pada pekerja las home industry di Kartasura. Artinya

semakin tinggi tingkat kedisiplinan pekerja las semakin rendah gangguan kesehatan mata atau

sebaliknya.

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan kesimpulan di atas adalah Pemilik home

industry pengelasan sehubungan gangguan kesehatan mata, harus menyediakan kacamata, dan

kop las, agar dapat digunakan oleh pekerja las. Pemilik juga harus melakukan pengawasan

APM secara ketat kepada semua pekerja las, sehingga keselamatan dan keamanan kerja bagi

pekerja las dapat benar-benar terlindungi. Pekerja las diharapkan meningkatkan kedisiplinan

kerja, dengan memakai APD khususnya alat pelindung mata, terutama pada saat mengerjakan

pekerjaan las. Bagi Dinas Departemen Ketenagakerjaan, petugas Depnaker di Kabupaten

Sukoharjo hendaknya melakukan pengawasan dengan kontrol langsung ke industri las, agar

pekerja las mendapatkan jaminan keselamatan dan keamanan kerja. Bagi instansi kesehatan,

petugas instansi kesehatan di Puskesmas Kecamatan Kartasura hendaknya melakukan kontrol

kesehatan langsung ke industri las dengan melakukan pemeriksaan kesehatan mata secara

rutin agar pekerja las dapat mengetahui dan menyadari ada tidaknya gangguan kesehatan mata

yang dialami pekerja las. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh

kedisiplinan pemakaian alat pelindung mata terhadap gangguan kesehatan mata dengan

mengendalikan variabel pengganggu seperti waktu papar, kelainan refraksi, radiasi las,

kekuatan penerangan atau pencahayaan, dan standar pemakaian APM. Selain itu, peneliti

selanjutnya dapat menambah variabel yang dapat mempengaruhi gangguan kesehatan mata,

seperti konsep 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin).

12

PERSANTUNAN

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Allah SWT,

bapak dan ibu yang telah senantiasa mendoakan tanpa lelah untuk penulis. Kakak, adik dan

teman-teman yang selalu mendukung penulis. Serta bapak Tarwaka PGDip. Sc., M.,Erg.,

yang telah memberikan semangat dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi.

DAFTAR PUSTAKA

Alfanan, A. 2014. Pengaruh Pemakaian Alat Pelindung Mata Terhadap Ketajaman Penglihatan Pegawai Bengkel Las di Wilayah Terminal Bus Wisata Ngabean Kota Yogyakarta. Jurnal Medika Respati, Vol. 9, No. 3, hlm. 1-11.

Asrini. 2013. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Gangguan Kesehatan Pekerja Industri Meubel di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo. KIM Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Vol. 1, No. 1 (2013).

Goff, T. 2006. "Flexible Welding Protection", Occupational Health & Safety, Vol. 75, No. 9, pp. 32-34.

Harris, P. M. 2011. Workplace Injuries Involving the Eyes, 2008. United States: Bureau Labor Statistic.

International Commission on Non-Ionizing Radiation Protection (ICNIRP) 14: Protecting Workers From Ultra Violet Radiation. 19 April 2007. www.icnirp.de

Lestari, S., Naria, E., dan Dharma, S. 2013. Hubungan Karakteristik dan Lingkungan Fisik Rumah dengan Keluhan Kesehatan Mata Pengrajin Ulos di Kelurahan Kebun Sayur Kecamatan Siantar Timur Kotamadya Pematangsiantar Tahun 2012. Jurnal Lingkungan dan Kesehatan Kerja, Vol. 2, No. 3, hal. 1-10.

Liswanti, Y., Raksanagara, A.S., dan Yunita, S. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Serta Kaitannya Terhadap Status Kesehatan Pada Petugas Pengumpul Sampah Rumah Tangga di Kota Tasikmalaya Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, Vol. 13, No. 1, hlm.196-200.

Maloring, N., Kaawoan, A., dan Onibala, F. 2014. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Kepatuhan Perawatan pada Pasien Post Operasi Katarak di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sulawesi Utara. Jurnal Keperawatan, Vol. 2, No. 2 (2014).

Munthe, Eva L., Suradi, Surjanto, E., dan Yunus, F. 2014. Dampak Pajanan Asap Lilin Batik (Malam) terhadap Fungsi Paru dan Asma Kerja pada Pekerja Industri Batik Tradisional. J Respir Indo, Vol. 34 No. 3 Juli 2014, hal. 149-157.

Murti, Bhisma. 2010. Riwayat Alamiah Penyakit. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Notoatmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

13

Nova, Septi. 2012. Perbedaan Jarak Pandang Pekerja Canting Batik pada Beberapa Waktu Kerja di Kampung Batik Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 816 – 827.

Nugroho, Hengki D.E. 2009. Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja di Laboratorium PT. Polypet Karyapersada Cilegon. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Pratiwi, Y. S., Widada, W., dan Yulis, Z.E.A. 2015. Gangguan Kesehatan Mata Pada Pekerja Di Bengkel Las Listrik Desa Sempolan, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember. The Indonesian Journal Of Health Science, Vol. 5, No. 2, hlm. 137-149.

Rinawati, S., Utari, S., dan Sumardiyono. 2015. “Perbedaan Gangguan Pendengaran Pekerja Terpapar Bising Industri di Surakarta Antara Pekerja Memakai Alat Pelindung Telinga dan Pekerja Tidak Memakai Alat Pelindung Telinga”. Seminar Nasional, Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015.

Salawati, L. 2015. Analisis Penggunaan Alat Pelindung Mata Pada Pekerja Las. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Volume 15, Nomor 3, hlm. 130-134.

Sari, R.Y.N.I. 2010. Pemakaian Alat Pelindung Diri Sebagai Upaya Dalam Memberikan Perlindungan Bagi Tenaga Kerja Di Ruang Cetak PT. Air Mancur Palur. Laporan Khusus. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Setyaningsih, dkk. 2007. “Perbedaan Gangguan Penglihatan Akibat Radiasi Berdasarkan Kebiasaan Pemakaian Kacamata Las dan Karakteristik Pekerja Las Sektor Informal”. Laporan Penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang. (Tidak dipublikasikan)

Solichin, Endarto, F.E.W., dan Ariwinanti, D. 2014. Penerapan Personal Protective Equipment (Alat Pelindung Diri) pada Laboratorium Pengelasan. Jurnal Teknik Mesin, Tahun 22, No. 1, April 2014.

Sriyono. 2015. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pemahaman Masyarakat Tentang Ikan Berformalin Terhadap Kesehatan Masyarakat. Faktor Exacta, 8(1): 79-91, 2015.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Tarwaka. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menajemen dan Implementasi K3 di Tempat Keja. Surakarta : Harapan Press