hubungan pola asuh keluarga dengan ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334363-t32623...the...
TRANSCRIPT
1
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN POLA ASUH KELUARGA DENGAN
KEMANDIRIAN PERAWATAN DIRI ANAK USIA
SEKOLAH DI KELURAHAN CISALAK PASAR
KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister
Keperawatan
OLEH
HERLINA
1006833760
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
DEPOK
JANUARI 2013
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
IIALAMAN PERIYYATAATI BEBAS PLAGIARISME
Peneliti yang bertanda tangan di bawah ini dengan menyatakan bahwatesis ini peneliti susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peratuan yang
bdalnl di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari temryata peneliti melakukan tindaken Plagiarisrre, penelitiakan bertang€iung jawab sepenubnya dan menerima sanksi yang dij*trhkan olehUniversias Indonesia kepada saya"
Deeolq 20 Januari 2013
TIERLINA
iv
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
HAI"A}TAN PSRI\TYATAAFT ORISINALITAS
Tesis ini datah hf,sil kya pcnsliti satdtn,
dan scmn sumba baik yaag dikutip milFm dinduk
td& pemoliti aydakan &ngan bcnar.
Nran
NPM
TaMrfffi*S
frurl
: IIERLINA
: 1ffi6ff1[]?6CI
l 20Jeumri20f3
fl
3Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
4
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNYA kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
proposal tesis yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Keluarga
dengan Kemandirian Perawatan diri Anak Usia Sekolah Di Kelurahan Cisalak
Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok Tahun 2012”. Tesis ini disusun dalam
rangka menyelesaikan tugas akhir untuk meraih gelar Magister Keperawatan
Peminatan Keperawatan Komunitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Penyusunan laporan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar berkat
bimbingan, dorongan, arahan, dan kesabaran dari Bpk. Sigit Mulyono, S.Kp., MN
dan Ibu Kuntarti, S.Kp., M.Biomed. Pada kesempatan ini, peneliti tidak lupa pula
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dewi Irawaty, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
2. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N., selaku Ketua Program Pascasarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan.
3. Wiwin Wiarsih, S.Kp., MN, selaku Pembimbing Akademik Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
4. Staf Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah membekali ilmu, sehingga peneliti mampu menyusun
tesis ini.
5. Fatimah, selaku administrasi yang telah membantu terselesainya surat izin
penelitian.
6. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, yang telah memberikan izin
penelitian.
7. Bapak Kepala Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan
Masyarakat Kota Depok, yang telah memberikan izin penelitian.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
9. Responden (Masyarakat di kelurahan Cisalak pasar Kecamatan Qimanggrs Kota
Depok) pada penelitian ini
10. Orangtua, $mmi-anat&u, adikku yang selalu memberikan dukungan dan doa
yang tulus.
11. Teman-teman di Program Pascasarjana Fakultas IImu Keperauatan Universitas
Indonesia angkatm 2010 genap dan 2011 ganjil, terlftusus Keperawatan
Komrmitas
Semoga tesis iai dapat manf,aat rmtuk kita semua dan peneliti
membtrhrtrkan sapn dan masukan yaag membangrm sebgai perbaikan demi
kesempurnaan tesis ini.
Deeok, Jqpuari ^013
vi
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
IIALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAI\I PUBLIKASITUGAS AKIIIR UNTT]K KEPENTINGAI\I AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia peneliti yang bertanda tangan di
bawahini:
Nama
NPM
Program Studi
Peminatan
Fakultas
JenisKarya
Herlina
1006833670
Magister Ilmu Keperawatan
Keperawatan Komunitas
Ilmu Keperawatan
Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuarq menyetujui rmtuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-*clusive Royalty
Frce Right) atas karya ilmiah peneliti yang berjudul :
HUBT]NGAI\I POLA ASUI{ KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAI\I
PERAWATAI\I DIRI ANAK USIA SEKOLAH DI KELURAIIAN CISALAK
P,ASAR KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK
Beserta perangkat yang ada (iika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
ekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpaq mengalih media/ formatkan,
mengelola dalam kntuk pangkalan data (dotabase), merawat, dan mempublikasikan
tugas akhir saya selama tetap mencantumkan narna saya sebagai peaulis/pencipta dan
sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikianlah pernyataan ini sayabuat dengan sebenarnya
Dibuat di : DepokPada trnggal : 20 Januari 2013
Yang menyatakan,
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
8
ABSTRAK
Name : Herlina
Program Studi : Program Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan
Komunitas, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia
Judul : Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Kemandirian
Perawatan Diri Anak Usia Sekolah di Kelurahan Cisalak
Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok
Pola asuh keluarga merupakan suatu cara orangtua dalam mengasuh anak untuk
mampu melakukan perawatan diri secara mandiri dengan berbagai tipe pola asuh
yang digunakan keluarga yaitu, pola asuh Demokratis, permisif, dan otoriter.
Anak yang mampu mandiri dalam melakukan perawatan diri dapat meningkatkan
derejat kesehatan pada anak usia sekolah dengan anak mampu melakukan dan
memenuhi kebutuhan udara, air, nutrisi, eleminasi, pencegahan bahaya, privasi,
interaksi sosial, aktivitas dan istirahat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan pola asuh keluarga dengan kemandirian perawatan diri anak usia
sekolah. Metode yang digunakan adalah desain cross sectional. Jumlah sampel
penelitian sebanyak 107 orang yang diambil menggunakan teknik cluster
proporsional sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin anak
perempuan, dan pola asuh demokratis dan permisif yang menjadi faktor dominan
dalam memandirikan anak dalam melakukan perawatan diri. Pola asuh yang
digunakan keluarga dalam mendidik anak merupakan salah ssatu faktor
keberhasilan orangtua dalam mendidik dan membesarkan anak, agar menjadikan
anak yang berkualitas dikemudian hari dan mampu memberikan implikasi bagi
pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi anak sekolah dalam membuat suatu
program untuk anak usia sekolah.
Kata Kunci : Pola Asuh Keluarga, Kemandirian Perawatan Diri, Anak Usia
Sekolah.
.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
9
ABSTRACT
Name : Herlina
Study Program : Master of Nursing, Community Health Nursing Specialisation
Faculty of Nursing, Universitas Indonesia
Title : The relationship of family parenting with children self-care
autonomy at Cisalak Pasar-Cimanggis Depok
The relationship of family parenting with children self-care autonomy at Cisalak
Pasar–Cimanggis District in family parenting is a method which how parent
educate their children to be able to self-care independently i.e. Democratic
parenting, permissive parenting and authoritative parenting. Children who are able
to self-care indepently, automatically they could intensify their health e.g. they are
able to do and fill the necessity of air, water, nutrition, elimination, danger
prevention, privacy, social interaction, activity and refreshment. The research
purpose is to discover the relationsip of family parenting with children self-care
autonomy to the school-age children. The research methode uses cross sectional
method. The total of research sample is 107 persons, which use cluster
proportional sampling technic. The dominant research result is a female children
are able to self-care independently through democratic and permissive parenting
method. The parenting method are the succeed factor on how to parent educate the
autonomy children, bringing up in order to they have certain quality in the next
future and they could be an implication for family parenting technical program for
school-age children.
Key Words : Family Parenting, Self-Care Independence, School-Age Children.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
10
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNYA kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
proposal tesis yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Keluarga
dengan Kemandirian Perawatan diri Anak Usia Sekolah Di Kelurahan Cisalak
Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok Tahun 2012”. Tesis ini disusun dalam
rangka menyelesaikan tugas akhir untuk meraih gelar Magister Keperawatan
Peminatan Keperawatan Komunitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Penyusunan laporan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar berkat
bimbingan, dorongan, arahan, dan kesabaran dari Bpk. Sigit Mulyono, S.Kp., MN
dan Ibu Kuntarti, S.Kp., M.Biomed. Pada kesempatan ini, peneliti tidak lupa pula
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dewi Irawaty, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
2. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N., selaku Ketua Program Pascasarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan.
3. Wiwin Wiarsih, S.Kp., MN, selaku Pembimbing Akademik Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
4. Staf Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah membekali ilmu, sehingga peneliti mampu menyusun
tesis ini.
5. Fatimah, selaku administrasi yang telah membantu terselesainya surat izin
penelitian.
6. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, yang telah memberikan izin
penelitian.
7. Bapak Kepala Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan
Masyarakat Kota Depok, yang telah memberikan izin penelitian.
8. Bapak Lurah Cisalak Pasar, yang telah memberikan izin penelitian.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
11
9. Responden (Masyarakat di kelurahan Cisalak pasar Kecamatan Cimanggis
Kota Depok) pada penelitian ini
10. Orangtua, suami-anakku, adikku yang selalu memberikan dukungan dan doa
yang tulus.
11. Teman-teman di Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia angkatan 2010 genap dan 2011 ganjil, terkhusus
Keperawatan Komunitas
Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua dan peneliti
membutuhkan saran dan masukan yang membangun sebagai perbaikan demi
kesempurnaan tesis ini.
Depok, Januari
2013
Peneliti
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
12
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ................................................................................................. i
Lembar Pernyataan Bebas Plagiarisme ............................................. ii
Lembar penyataan Orisinilitas ............................................................... iii
Lembar Pengesahan ........................................................................ iv
Kata Pengantar ................................................................................................. v
Lembar persetujuan Publikasi .......................................................................... vii
Abstrak ............................................................................................................. viii
Abstract ............................................................................................................ ix
Daftar Isi .......................................................................................................... x
Daftar Tabel .................................................................................................... xii
Daftar Bagan/Skema ....................................................................................... xiii
Daftar Diagram ................................................................................................ ix
Daftar Lampiran .............................................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 10
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 11
1.4 Manfaat penelitian ....................................................................... 12
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN ........................................................ 13
2.1 Agregat Anak Usia Sekolah sebagai Populasi At Risk ................. 13
2.2 Perawatan diri................................................................................. 25
2.3 Kemandirian .................................................................................. 26
2.4 Pola Asuh ...................................................................................... 30
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL ............................................................................... 41
3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 41
3.2 Hipotesis ........................................................................................ 43
3.2 Definisi Operasional ...................................................................... 44
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
13
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 48
4.1 Rancangan penelitian ................................................................... 48
4.2 Populasi dan Sampel ..................................................................... 48
4.3 Tempat penelitian ......................................................................... 51
4.4 Waktu Penelitian ........................................................................... 52
4.5 Etika Penelitian ............................................................................. 52
4.6 Alat Pengumpulan Data ................................................................. 54
4.7 Uji Instrumen ................................................................................ 56
4.8 Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 56
4.9 Analisis Data ................................................................................. 57
BAB 5 HASIL PENELITIAN ..................................................................... 61
5.1 Analisis Univariat .......................................................................... 61
5.2 Analisis Bivariat ............................................................................. 66
BAB 6 PEMBAHASAN ................................................................................. 67
6.1 Gambaran Karakteristik Keluarga.................................................. 67
6.2 Gambaran Karakteristik Anak Usia Sekolah ................................ 73
6.3 Gambaran Pola Asuh Keluarga Anak Usia Sekolah ...................... 75
6.4 Gambaran Keperawatan Diri Anak Usia Sekolah .......................... 79
6.5 Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Kemandirian Perawatan
Diri Anak Usia Sekolah ................................................................ 79
6.6 Keterbatasan Penelitian .................................................................. 81
6.7 Implikasi Keperawatan .................................................................. 82
BAB 7 KESIMPULAN .................................................................................. 84
7.1 Simpulan ....................................................................................... 84
7.2 Saran ............................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
14
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ……………………………………… 43
Tabel 4.1 Kisi-Kisi Kuesioner Penelitian ……………………………… 51
Tabel 4.2 Analisa Data Penelitian ……………………………..……… 56
Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan karakteristik keluarga....… 62
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan karakteristik anak…. ..… 63
Tabel 5.3 Distribusi hubungan pola asuh keluarga dengan kemandirian
perawatan diri anak usia sekolah……………………….. ..… 66
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
15
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian ………………………………. 38
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………. 40
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
16
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 5.1 Pola Asuh Keluarga ………………………………. 64
Diagram 5.2 Kemandirian perawatan diri anak…………………. 65
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Penelitian
Lampiran 2 : Lembar Uji Etik
Lampiran 2 : Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Penelitian (Informed Consent)
Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 : Lembar Persetujuan Penelitian
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
18
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab satu menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan umum dan
tujuan kusus serta manfaat penelitian.
1.1 Latar Belakang
Anak sebagai generasi penerus bangsa memerlukan pendidikan dasar yang
baik. Pendidikan dasar meliputi pengetahuan, agama, dan kehidupan
bermasyarakat. Anak yang mendapatkan pendidikan dasar yang baik akan
memiliki potensi yang tinggi, sehingga menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia diukur dengan menggunakan
Human Development Indeks (HDI). Hasil analisis HDI menunjukkan kualitas
SDM Indonesia pada tahun 2005 peringkat 113, dan tahun 2011 peringkat
124 dari 187 negara di Dunia. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa
kualitas SDM Indonesia terus mengalami penurunan.
Kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
perkembangan seseorang, yang dimulai dari bayi, balita, anak, remaja,
dewasa sampai dengan lansia. Salah satu tahapan tumbuh kembang yang
mempengaruhi kualitas manusia adalah tahap tumbuh kembang anak usia
sekolah. Anak usia sekolah adalah anak yang berusia kurang lebih 6 tahun
dan diakhiri ketika anak mulai mengalami puberitas yaitu usia 12 tahun
(Kozier, 2010).
Hasil Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010 diketahui bahwa jumlah total
penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, jumlah penduduk usia sekolah
sebanyak 19,3% (42 juta jiwa). Berdasarkan rentang usia penduduk Indonesia
paling banyak pada usia 5-9 tahun sebanyak 23 juta jiwa (9,78 %), usia 0-4
tahun dan 10-14 tahun masing-masing sebesar 22,6 juta jiwa (9,54%) (Badan
Pusat Statistik, 2012). Jumlah penduduk berdasarkan umur ini, dapat terlihat
bahwa jumlah anak usia sekolah cukup banyak sehinggi dibutuhkan peran
serta pemerintah dalam upaya meningkatkan derajat kesehatannya.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
19
Anak akan mengalami proses tumbuh kembang dengan berbagai macam
perubahan yang akan terjadi baik secara fisik, psikososial, kognitif, moral,
dan spiritual (Wong, 2003; Kozier dkk, 2010). Pertumbuhan dan
perkembangan fisik anak ditandai dengan penambahan TB (tinggi badan),
BB (berat badan), dan postur tubuh. Perkembangan kognitif ditandai dengan
anak mampu berpikir logis, mampu mengingat, berpikir imajinatif.
Perkembangan psikososial anak usia sekolah meliputi adanya pengembangan
konsep diri anak menjadi lebih berpikir rasional. Perkembangan moral dan
spiritual pada anak usia sekolah ditandai dengan anak mulai mampu berpikir
dan memiliki kepribadian yang lebih bersifat abstrak (Kozier, 2010; Brown,
2005; Potter-Perry, 2002).
Kemampuan dan keberhasilan tumbuh kembang anak dapat dilihat dari
kemandirian anak dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (Kozier, 2010).
Hurlock (2006) menjelaskan bahwa tumbuh kembang yang optimal bertujuan
untuk menjadikan anak menjadi manusia yang berkualitas dengan tidak
hanya sekedar tumbuh secara fisik, namun juga berkemampuan untuk
berdaya guna dan berhasil guna baik bagi dirinya, keluarganya, masyarakat,
bangsa serta umat manusia. Oleh karena itu, masa anak-anak perlu
mendapatkan perhatian. Pemantauan perkembangan ada empat aspek yang
dinilai, yaitu motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan personal sosial
(Hartanto, 2006). Faktor yang mempengaruhi keberhasilan tumbuh kembang
anak adalah faktor internal (keluarga, ras, umur, dan lain-lain) dan eksternal
(gizi, psikologis, penyakit, dan lain-lain) (Kozier, 2010; Supriasa,dkk, 2001).
Karakteristik anak yang sehat yaitu sehat fisik, mental-emosional, mental-
intelektual, mental-sosial, dan mental-spiritual (Hawari, 2007). Dalam
Roopnaire & Johnson (1993) Froebel menjelaskan bahwa masa anak
merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga, dan merupakan
masa pembentukan karakter dan kemandirian anak dalam periode kehidupan
manusia. Masa anak-anak merupakan masa emas bagi penyelenggara
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
20
pendidikan. Pendidikan hal yang baik yang didapat oleh anak akan
membentuk intelektual anak ke depannya. Pendidikan kemandirian dalam
memenuhi kebutuhan dasar dapat dilakukan sejak usia sekolah (Kozier,
2010).
Kemandirian dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dapat menyebabkan
masalah pada anak usia sekolah yang muncul antara lain; gangguan
perkembangan, gangguan perilaku, dan gangguan belajar yang dapat
menghambat pencapaian prestasi pada peserta didik (Suyanto, 2010).
Menurut Edelman & Mandle, 2000 dalam Friedman (2003), menjelaskan
bahwa masalah yang sering muncul pada anak usia sekolah adalah perawatan
gigi yang tidak adekuat, masalah gangguan fisik/ gangguan perilaku,
penganiayaan anak, penyalahgunaan zat, dan penyakit menular. Masalah lain
yang umum terjadi adalah berkaitan dengan PHBS (perilaku hidup bersih dan
sehat) dimana anak mengalami defisit perawatan diri, seperti masalah karies
gigi, kuku yang panjang, perilaku tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah
makan (Monks, Knoers & Haditono, 2006; Lie & Prasasti, 2004, Friedman,
2003).
Ketergantungan pada anak ada 2 jenis yaitu: ketergantungan fisik dan
psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan ketergantungan mengurus
dirinya sendiri, dan ketergantungan psikologis ditandai dengan kemampuan
dalam mengambil keputusan. Ketergantungan fisik bisa berakibat pada
ketergantungan psikologis. Anak yang selalu dibantu akan selalu tergantung
pada orang lain karena merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengurus
dirinya sendiri. Akibatnya, ketika ia menghadapi masalah, ia akan
mengharapkan bantuan orang lain untuk mengambil keputusan bagi dirinya
dan memecahkan masalahnya (Lie & Prasasti, 2004). Ada dua alasan anak
tidak mandiri orangtua cenderung memberikan bantuan dan perlindungan
berlebihan, yaitu: orangtua yang terlalu khawatir akan membatasi anak untuk
mencoba kemampuannya dan orangtua tidak sabar menunggu anak berusaha
mandiri, orangtua cenderung lekas membantu agar cepat selesai. Akibatnya,
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
21
anak tidak memperoleh kesempatan untuk mencoba. ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kemandirian anak yaitu: faktor bawaan, pola asuh,
kondisi fisik anak, dan ururan kelahiran (Hurlock, 2003). Efek
ketergantungan pada anak dapat menimbulkan kerugian, yaitu: anak tidak
mampu secara optimal mengembangkan kepribadian, kemampuan sosialisasi
dan keadaan emosionalnya akan terlambat (Handayani, 2006).
Masalah ketergantungan yang mungkin timbul pada anak usia sekolah,
mengakibatkan usia ini masuk dalam kelompok at risk (kelompok berisiko).
Kelompok at risk merupakan kelompok berisiko tinggi mengalami masalah
kesehatan dibanding dengan yang lain (Stanhope & Lancaster, 2004).
Beberapa faktor-faktor risiko pada anak usia sekolah, antara lain: faktor
sosial ekonomi, perilaku, biologis, dan ketersediaan makanan (Hitchcock,
1999; Smith & Maurer, 2009; Soucier, 2009). Menurut Califano (1979)
dalam Stanhope & Lancaster (2004) mengidentifikasi ada 5 faktor risiko
yaitu: biologi, sosial, ekonomi, gaya hidup, peristiwa dalam hidup. Faktor
lain yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan anak sekolah sebagai at
risk adalah; usia, jenis kelamin, lingkungan, pekerjaan, suku, sosiokultural,
ekonomi, genetik, dan sebagainya (Lundy & Janes, 2009).
Faktor-faktor risiko yang terdapat pada usia anak sekolah, akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Keluarga memiliki
peranan penting dalam mendukung keberhasilan proses tumbuh kembang
yang dilalui oleh anak. Menurut Gunarsa pada 6-9 tahun, anak perlu
mendapatkan perhatian dan pujian atas perilaku dan prestasi-prestasinya,
membutuhkan pengarahan dan pengawasan dalam setiap usaha yang
dilakukan anak. Menurut Kolhberg anak usia kanak-kanak akhir (10-12
tahun) anak sudah bisa berpikir bijaksana, dengan ditandai dengan
berperilaku sesuai dengan moral, berbuat kebaikan, tahu akan aturan,
mengembangkan kepribadian, meningkatkan kemandirian dan belajar
perannya dalam keluarga, sekolah dan masyarakat (Brown, 2005). Pada tahap
perkembangan anak usia sekolah anak diharapkan mampu memenuhi
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
22
kebutuhan dasar sehari-hari, apabila orangtua atau keluarga terlalu perhatian
akan mengakibatkan anak tidak bisa mengeksplorasikan kemampuan dan
potensinya (Baraja, 2008).
Anak yang mandiri akan bertanggung jawab pada tiap tugas yang diberikan
kepadanya, ciri-ciri anak mandiri adalah anak mampu mengambil keputusan,
memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas yang diberikan,
bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan (Rini, 2004). Kemandirian
anak dalam melakukan pemenuhan kebutuhan dasar terutama kebutuhan
perawatan diri, merupakan bentuk keberhasilan tumbuh kembang anak.
Memandirikan anak sedini mungkin perlu diajarkan agar anak mampu
beradaptasi dengan lingkungan internal maupun eksternal. Kemampuan anak
melakukan perawatan diri secara mandiri merupakan salah satu upaya
pencegahan timbulnya masalah kesehatan atau masalah akibat tumbuh
kembang anak.
Model konsep Orem tentang perawatan diri (self care) menjelaskan
bagaimana seseorang mampu dalam melakukan perawatan diri dalam
memenuhi kebutuhan dasar (biologis, psikologis, perkembangan dan sosial).
Menurut teori Orem kebutuhan anak dalam melakukan perawatan diri
merupakan salah satu upaya anak untuk bisa mencapai kemandirian dalam
melakukan pemenuhan kebutuhan dasar (Orem, 2001). Perawatan diri dapat
diterapkan pada anak yang belum dewasa. Dalam pemenuhan perawatan diri
sendiri serta membantu dalam proses penyelesaian masalah, Orem memiliki
metode untuk proses tersebut diantaranya membantu dalam pemenuhan
kebutuhan dasar, membimbing, memberi dukungan kepada anak,
meningkatkan pengembangan kepribadian anak serta mengajarkan anak
untuk mampu melakukan dan memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri (Meleis,
2007).
Teori Orem terdapat tiga tipe kebutuhan perawatan diri yaitu: kebutuhan
universal perawatan diri, kebutuhan perkembangan perawatan diri, dan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
23
kebutuhan perawatan diri deviasi. Pada perkembangan kemandirian
perawatan diri anak bisa diketahui dengan bagaimana anak dalam memenuhi
kebutuhan universal perawatan diri. Kebutuhan dasar yang mampu dilakukan
secara mandiri oleh anak, akan meminimalkan timbulnya masalah pada anak
usia sekolah. Kebutuhan universal perawatan diri yaitu bagaimana anak
mampu mandiri dalam pemenuhan kebutuhan akan udara, air, makan,
eleminasi, aktivitas dan istirahat, pencegahan bahaya, promosi kesehatan, dan
dukungan sosial (Meleis, 2007; Orem, 2001). Pada penelitian Kartika Sari
(2006) menjelaskan bahwa seorang anak dapat melaksanakan tugas
perkembangannya dengan melihat kemandirian anak dalam memenuhi
kebutuhan perawatan diri dengan baik berarti anak tersebut dapat hidup
mandiri.
Perawatan diri digunakan pada anak usia sekolah yang sudah memiliki
kemampuan dalam menguasai dan meningkatkan keterampilan dalam
melakukan kemandiran melakukan perawatan dirinya sendiri (Karrenbock &
Lewit, 1999 dalam Tork et al, 2007). Kemandirian dapat diajarkan orangtua
kepada anak sejak dini (pra sekolah), dengan kemandirian anak yang
dilakukan sejak dini anak akan mampu menghadapi konflik yang terjadi dan
anak akan merasa bersalah, merasa takut dan cemas bila aktivitas dibatasi
(Pott & Mandleco, 2007). Menurut American academy of pediatric (1996)
menjelaskan bahwa diperlukan suatu perencanaan yang sistematik untuk
melatih anak usia sekolah agar menguasai keterampilan perawatan diri
sebelum mereka mencapai usia dewasa. Salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat kemandirian anak adalah pola pengasuhan keluarga
dalam mendidik anaknya (Baumrind, 1989).
Pola asuh adalah segala sesuatu yang dilakukan keluarga untuk membentuk
perilaku anak-anak mereka meliputi semua peringatan dan aturan, pengajaran
dan perencanaan, contoh dan kasih sayang serta pujian dan hukuman (Kenny
& Kenny, 1991). Kemandirian anak tergantung pada pola pengasuhan yang
ditetapkan keluarga melalui interaksinya dengan anaknya, sehingga pola
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
24
pengasuhan keluarga yang berbeda akan menghasilkan tingkat perkembangan
kemandirian yang berbeda pula. Anak dalam keluarga cenderung selalu
mempunyai kesempatan untuk dapat perhatian, kasih sayang, dan anak akan
lebih terpantau oleh kedua keluarganya. Jika ada sedikit kesulitan di rumah,
anak akan mudah meminta pertolongan. Jika sikap ini dipertahankan
keluarga, akan menghambat kemandirian anak dalam mengatasi setiap
masalah yang dihadapinya (Hawari, 2007).
Terdapat tiga pola asuh yang sering digunakan keluarga dalam mendidik
anaknya, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, pola asuh permisif,
dan pola asuh neglecful (Baumrind, 1989). Perilaku pola asuh yang
digunakan keluarga dalam mendidik anak secara tidak langsung akan
mempengaruhi perkembangan kemandirian anak dalam melakukan
perawatan diri. Pola asuh keluarga memiliki peranan penting dalam
perkembangan kemandirian anak dalam melakukan perawatan diri. Perilaku
keluarga dalam mendidik anak dan pola asuh yang diberikan akan
mempengaruhi karakter anak dan bagaimana cara anak dalam kemandirian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rohmahningsih (2007),
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola asuh ibu yang bekerja dengan
tingkat kemandirian anak SD (sekolah dasar). Keluarga memiliki tanggung
jawab besar dalam mendidik anak, membesarkan, dan memandirikan anak
dalam melakukan perawatan dirinya sendiri.
Menurut Friedman (2003) peran keluarga didefinisikan sebagai kemampuan
untuk mengasuh, mendidik dan menentukan nilai kepribadian anggota
keluarga. Peran pengasuh adalah peran dalam memenuhi kebutuhan
pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya terpelihara sehingga
diharapkan mereka menjadi anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan
spiritual. Peran pengasuh adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa
aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan anak
tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya (Friedman, 2003).
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
25
Gaya pola asuh yang diberikan keluarga akan menunjukkan karakter anak ke
depannya. Pola asuh keluarga dan fungsi keluarga sangat penting dalam
mengetahui masalah yang terjadi pada anak (Golan dan Enten, 2004). Pola
asuh yang telah diterapkan oleh keluarga (suami-istri) bekerja, dan anak
tinggal bersama nenek atau pengasuhnya akan sangat berbeda dengan pola
asuh yang diterapkan oleh keluarga dengan ibu rumah tangga, yang dapat
sepenuhnya mengasuh anaknya. Menurut Baumrind (1967) yang dikutip oleh
Petranto (2006) pola asuh keluarga merupakan gambaran tentang sikap dan
perilaku keluarga dengan anak dalam berinteraksi, serta berkomunikasi
dengan anggota keluarga. Kemampuan interpersonal keluarga dengan anak
melalui pendekatan secara komprehensif akan mempengaruhi kemandirian
anak dalam perawatan dirinya (Santrock, 2002).
Ketergantungan anak diakibatkan karena anak merasa keluarga masih bisa
membantu anak dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Keluarga lebih
memanjakan anak karena ingin melindungi anak dan khawatir kebutuhan
anak tidak terpenuhi, pada hal kemandirian anak perlu dikembangkan agar
merasa aman, bisa beradaptasi dengan baik dan diterima di lingkungan.
Keluarga dan perawat komunitas mempunyai peranan yang penting dalam
meningkatkan status kesehatan masyarakat terutama pada anak usia sekolah
(Hitchcock, Schurbert & Thomas, 1999). Peran perawat sebagai care
provider dan conselor dibutuhkan dalam membantu keluarga untuk dapat
memberikan pola asuh yang tepat unutk memandirikan anak.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan memandirikan anak adalah
dengan mengajarkan dan memberikan tanggung jawab kepada anak, misalnya
membuat jadwal aktivitas sehari-hari anak mulai dari bangun tidur hingga
tidur lagi pada malam hari. Kemampuan anak dalam mengatur waktunya
akan memberikan dampak positif anak mampu disiplin dan bertanggung
jawab pada dirinya sendiri. Pemberian reinforcement positif pada
kemandirian anak akan memotivasi anak untuk dapat melakukan hal lebih
untuk bisa memandirikan dirinya.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
26
Berdasarkan sensus penduduk kota Depok tahun 2010 jumlah penduduk kota
depok sebesar 1.7 juta jiwa, tahun 2011 mencapai 1.8 juta jiwa. Berdasarkan
BPS kota Depok tahun 2012, penduduk terbesar adalah Kecamatan
Cimanggis 242.214 orang (13,95%). Di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan
Cimanggis memiliki penduduk sebanyak 17.869 ribu jiwa (7,4 %).
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan di Kelurahan Cisalak Pasar terdapat
populasi anak usia 6-12 tahun ± 3066 jiwa (17,2 %) (Laporan Rekapitulasi
Penduduk Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok,
2011). Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap 10
keluarga di Kelurahan Pasir Gunung Selatan pada tahun 2010 yang memiliki
anak usia 6-8 tahun, mereka mengatakan tidak tega jika melihat anaknya
melakukan kegiatan sehari-hari sendiri, selain itu mereka juga mengatakan
tidak sabar jika anak sedang melakukan usaha dalam memenuhi
kebutuhannya sendiri, namun sampai begitu waktu yang begitu lama belum
juga memperlihatkan hasil, maka keluarga akan segera mengambil tindakan
dengan membantu anak dalam memenuhi kebutuhannya seperti memakai
pakaian, makan sendiri dan belajar (Anonym, 2010).
1.2 Perumusan Masalah
Menurut teori perkembangan anak Erikson, salah satu tugas terpenting pada
ank usia sekolah adalah menguasai keterampilan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar dalam
konsep perawatan diri Orem memperkuat bahwa anak sejak usia dini diberi
tugas dalam merawat dirinya sendiri, agar anak mampu mandiri dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan perawatan diri sendiri untuk mencegah
timbulnya masalah kesehatan. Tingkat ketergantungan anak dalam memenuhi
kebutuhan dasar, mejadi beban yang amat besar bagi keluarga, dalam
mengasuh dan mendidik anak agar mampu tumbuh dan berkembang sesuai
usianya. Perawat komunitas yang melakukan upaya preventif dan promotif
dalam memandirikan keluarga dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan,
berupaya berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
27
Pola asuh merupakan upaya orangtua dalam mendidik anak sejak dini
(prasekolah) agar mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya (Rini,
2010). Kemandirian anak dapat dilihat bagaimana anak mampu melakukan
makan-minum sendiri tanpa disuruh atau dipaksa orangtua (Hurlock, 1994).
Anak usia sekolah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri
akan mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang anak, dan kemandirian
anak dalam melakukan perawatan diri juga dipengaruhi oleh pola asuh
keluarga (Sari, 2006). Kemampuan keluarga dalam memberikan kasih sayang
dengan pola asuh yang tepat memberikan dukungan yang positif bagi anak
untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.
Jumlah penduduk di Kelurahan Cisalak Pasar tahun 2011 sebanyak 17.869
jiwa, dengan populasi anak usia sekolah berjumlah 3.066 anak (17,2 %) dari
total penduduk yang ada di kelurahan Cisalak Pasar. Berdasarkan pengkajian
yang dilakukan kepada keluarga yang ada di Kelurahan Cisalak Pasar,
keluarga yang memiliki anak usia sekolah dilakukan wawancara dan
observasi kepada anak dan keluarga bagaiman cara memandirikan anak
dalam pemenuhan kebutuhannya. Ditemukan dari 10 keluarga anak usia
sekolah sebanyak 8 anak mengalami masalah dalam memandirikan dalam
pemenuhan kebutuhan, dengan terlihat anak makan disuruh, disuap, pakaian
disiapkan dan di pakaikan oleh keluarga, bangun tidur dibangunkan keluarga,
belajar harus disuruh keluarga. Penyebab masalah ketidakmandirian anak di
antaranya karena kesibukan keluarga, tipe keluarga besar, faktor ekonomi,
dan lain-lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian “Apakah
ada hubungan pola asuh keluarga dengan kemandirian perawatan diri anak
usia sekolah di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota
Depok?”
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
28
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui “Hubungan pola asuh keluarga
dengan kemandirian perawatan diri anak usia sekolah di Kelurahan Cisalak
Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok”.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahui gambaran karakteristik keluarga di Kelurahan Cisalak Pasar
Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
1.3.2.2 Diketahui gambaran karakteristik anak di Kelurahan Cisalak Pasar
Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
1.3.2.3 Diketahui gambaran pola asuh keluarga di Kelurahan Cisalak Pasar
Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
1.3.2.4 Diketahui gambaran kemandirian perawatan diri anak usia sekolah di
Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
1.3.2.5 Diketahui hubungan pola asuh keluarga dengan kemandirian perawatan
diri anak usia sekolah di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis
Kota Depok.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat bagi pelayanan keperawatan komunitas/keluarga
Penelitian yang dilakukan dapat digunakan perawat sebagai dasar dalam
membuat perencanaan pada keluarga dengan masalah yang disebabkan
masalah ketidakmandirian perawatan diri anak usia sekolah yang
disebabkan oleh pola asuh keluarga di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan
Cimanggis Kota Depok.
1.4.2 Manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan komunitas
Hasil penelitian dapat menjadi dasar dalam praktik keperawatan pada
komunitas dan sebagai proses pembelajaran dalam melakukan praktik
keperawatan dengan keluarga dengan ketidakmandirian perawatan diri anak
usia sekolah dan pola asuh keluarga yang memiliki peranan dalam
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
29
memandirikan anak di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis
Kota Depok.
1.4.3 Manfaat bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian dapat menjadi pertimbangan bagi peneliti selanjutnya
untuk meneliti bagaimana pengaruh pola asuh terhadap kemandirian anak
usia sekolah dalam melakukan perawatan diri mereka di Kelurahan Cisalak
Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
30
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori dan konsep yang berhubungan dengan anak usia
sekolah, pola asuh keluarga, karakteristik keluarga dan karakteristik anak, serta
kemandirian perawatan diri anak.
2.1 Agregat Anak Usia Sekolah Sebagai Populasi At Risk (Populasi Berisiko)
2.1.1 Batasan Usia Anak Usia Sekolah
Periode sekolah dimana saat anak berusia lebih kurang 6 tahun, yakni
ketika gigi susu tanggal, periode praremaja (prapuberitas) dan berakhirnya
periode ini saat anak berusia lebih 12 tahun, dengan awitan pubertas
(Kozier, Erb, Berman, dan Snyder, 2010, 2010). Menurut WHO, anak
sekolah dasar atau anak usia sekolah pada umumnya berusia antara 6-12
tahun. Hurlock 2004(1980) mengelompokkan anak usia sekolah
berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai late childhood
9-12 tahun. Usia sekolah dimulai pada usia anak 6 tahun dan berakhir saat
individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14
tahun (Wong, 2003). Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka batasan
anak usia sekolah pada penelitian ini adalah anak yang berusia 6-12 tahun
yang sedang bersekolah di sekolah dasar.
Anak usia sekolah bertugas untuk mengembangkan ketrampilan-
ketrampilan sosial, yang berimplikasi pada membangun rasa percaya diri,
dan mengakui pencapaian yang diperolehnya (fase industri) atau anak
berkembang tidak realistis pada pengharapan atau berlebihan terhadap
kritik kasar sebagai petunjuk perhatian yang tidak adekuat (Hitchcock,
Schubert & Tomas, 1999). Pada usia 6 tahun pertumbuhan anak mulai
melambat, pertumbuhan anak laki-laki dan anak perempuan berbeda.
Setelah usia 9 tahun anak akan lebih terlihat cepat pertumbuhannya
(Kozier, Erb, Berman, dan Snyder, 2010).
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
31
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah faktor
genetik yang terjadi saat konsepsi dan tidak akan berubah sepanjang
kehidupan dan menentukan berbagai karakteristik seperti gender,
karakteristik fisik (misal warna mata, potensial tinggi badan), dan
tempramen (mis, respon terhadap stimulus didalam lingkungan); dan
faktor lingkungan meliputi keluarga, agama, iklim, budaya, sekolah,
komunitas, dan nutrisi. Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan
anak usia sekolah terbagi 2 yaitu masa anak sekolah 6-9 tahun dan periode
pra remaja/ masa anak tanggung (10-12 tahun), kelompok teman sebaya
(peer group) mempengaruhi perilaku anak, perkembangan fisik, kognitif,
dan sosial meningkat, dan keterampilan komunikasi semakin baik (Kozier,
Erb, Berman, dan Snyder, 2010; Wong, 2003; Steinberg, 1999).
2.1.2 Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah ( 6-12 tahun ) sebagai berikut:
2.1.2.1 Perkembangan Fisik (semua usia anak) : Berat badan dan tinggi badan
pada usia 11 tahun tinggi badan 90% orang dewasa dimana anak
perempuan lebih tinggi dari pada anak laki-laki saat usia 12 tahun dan
berat badan 50% berat badan orang dewasa, laki-laki pada usia 12 tahun
mencapai 80% TB (tinggi badan) orang dewasa dan berat badan 50% berat
badan orang dewasa (usia 6 tahun anak laki-laki BB 21 kg, rerata kenaikan
BB (berat badan) anak usia 6-12 tahun sebanyak 3,2 Kg pertahunnya),
pertumbuhan tulang ekstremitas lebih cepat dibanding batang tubuh
sehingga terihat tidak proporsional setelah 6 tahun torakal berkembang,
tulang sempurna setelah usia remaja; penglihatan kedalaman dan jarak
pandang akurat 6-8 tahun, ukuran penglihatan 20/20 terbentuk usia 9-11
tahun; pendengaran dan perabaan berkembang utuh bisa membedakan
suara yang halus, baik bnyi maupun nada, dan perabaan mampu
menentukan titik panas atau dingin diseluruh tubuh dengan mampu
mengidentifikasi objek hanya dengan sentuhan (streognosis); Sistem
reproduksi dan endokrin sehingga meningkatnya produksi keringat,
kemampuan motorik mampu menyeimbangkan keterampilan dan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
32
koordinasi otot dan kontrol motorik halus memadai (Kozier, Erb, Berman,
dan Snyder, 2010; Wong, 2002).
2.1.2.2 Perkembangan psikososial: menurut Erikson (1964) dalam Kozier, Erb,
Berman, dan Snyder (2010); pada masa ini mengembangkan rasa
kompetensi dan ketekunan, sedangkan menurut Freud (1939)
perkembangan adalah aktivitas fisik dan intelektual, pengembangan
konsep diri, lebih kooperatif. Usia sekolah anak mulai percaya diri tetapi
juga sering rendah diri, daya konsentrasi anak tumbuh pada usia 9 tahun
keatas. Tahap ini juga termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama
dengan kelompok dan bertindak menurut cara-cara yang dapat diterima
lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli pada permainan yang jujur
(Sugiyanto, 2006).
Teori Kohlberg, membagi perkembangan anak menjadi dua tahapan:
tahapan pertama, usia 6-10 tahun anak mulai hukuman atau akibat yang
diterimanya berdasarkan tingkat hukuman dan kesalahan yang
dilakukannya, sehingga mengetahui perilaku baik dan mampu membuat
jauh atau tidak mendapat hukuman; tahap kedua, usia 10-12 tahun ana bisa
berpikir bijaksana, berperilaku sesuai dengan aturan moral agar disukai
oleh oranbg dewasa, bukan karena takut dihukum. Sehingga berbuat
kebaikan bagi anak usia seperti ini lebih baik dinilai dari tujuannya dan
anak tahu akan aturan (www.anneahira.com/perkembangan -anak-usia-6-
12-tahun, 2012).
2.1.2.3 Perkembangan kognitif: menurut Piaget (1980) dalam Kozier, Erb,
Berman, dan Snyder (2010), usia 7-11 tahun merupakan fase operasi
konkrit, pola pikir logis dan intuitif, mengetahui perbedaan waktu,
kemampuan membaca meningkat, senang berbicara dan berdebat. Anak
mengembangkan pola pikir yang logis dan pola berpikir intuitif, mengeti
tentang uang pada usia7-8 tahun, konsep waktu mulai mengerti jadwal
tidak sampai usia 9 tahun sudah menerti, dan membaca berkembang akhir
masa anak-anak.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
33
2.1.2.4 Perkembangan moral: tahap tingkat prakonvensional Kohlberg (hukuman
dan kepatuhan); tahap 2 instrumental-relativist orientation; tahap 3
konvensional berkembang baik; tahap 4 orientasi hukum dan tata tertib.
Anak bisa mencapai tingkat konvensional anatara usia 10-12 tahun, anak
beralih inat individu yang konkret menjadi minat kelompok, dan motivasi
tindakan moral pada tahap ini adalah hidup sesuai pemikiran orang
terdekat mengenai anak tersebut (Kozier, Erb, Berman, dan Snyder, 2010).
2.1.2.5 Perkembangan spiritual: menurut Fowler (2003) terdapat 2
perkembangann kenyataan yaitu tahap mitos dan faktual membedakan
khayalan yakinan yang diterima oleh kelompok agama dan khayalan
adalah pemikiran dan gambaran yang terbentuk dalam pikiran anak dan
kenyataan. Anak mulai mengajukan pertanyaan tentang Tuhan dan agama.
2.1.2.6 Perkembangan Seksual (untuk semua usia sekolah): pada perempuan
mengalami menstruasi pada usia 11-12 tahun, tertarik pada sesama jenis,
perkembangan bahasa (untuk semua usia), kemampuan dalam berbahasa,
mengikuti perubahan, untuk meningkatkan pengertian dalam bahasa, maka
diberi kesemppatan mendengarkan radio, TV. Libatkan dalam
pembicaraan sosial untuk menghilangkan egosentrisnya.
2.1.2.7 Perkembangan sosial : mempunyai kelompok untuk bermain, sehingga
mempunyai keinginan yang kuat supaya diterima pada anggota kelompok.
Bermain, Jenis bermain yang diminati pada usia ini yaitu : bermain
konstruktif (membuat sesuatu untuk bersenang-senang saja tidak
memikirkan manfaatnya seperti menggambar, dan membentuk sesuatu);
menjelajah (ingin bermain jauh dari lingkungan rumah); mengumpulkan
(benda-benda yg menarik perhatiannya, membawa benda ke rumah);
permainan dan olahraga (cenderung ingin memainkan permainan orang
dewasa (bola basket, sepak bola) dan senang pada permainan yg bersaing);
hiburan (anak ingin meluangkan waktunya untuk membaca, menonton TV,
mendengarkan radio dan melamun).
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
34
2.1.2.8 Perkembangan anak sekolah dalam kemandirian
Menurut Erik H. Erikson (1964) dalam Kozier, Erb, Berman, dan Snyder
(2010), menjelaskan bahwa anak usia 6-12 tahun anak belajar untuk
menjalankan kehidupan sehari harinya secara mandiri. Jika orangtua bisa
membimbing anak dengan baik, anak akan belajar makin rajin dan
bersemangat melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif bagi kemajuan
dirinya sendiri (Lie dan Prasasti, 2004). Jika ketidakmandirian anak tidak
tercapai maka, anak menjadi ragu dan malu karena anak belum berpikir
secara diskriminatif sehingga masih membutuhkan bimbingan orangtua.
Anak secara bertahap belajar mengendalikan diri, bila berhasil anak akan
timbul kebanggaan dan percaya diri pada anak (Soetjiningsih, 2004).
Usia ini, anak sangat aktif bergerak, mulai belajar mengembangkan
kemampuan untuk bermasyarakat dan inisiatif mulai berkembang, bersama
teman-teman belajar merencanakan sesuatu dan melakukan dengan
gembira, mempunyai hubungan erat dengan beberapa anggota kelompok
tertentu karena menganggap teman. Keakraban dilingkungan sekolah atau
dirumah penting untuk memilih teman. Kecenderungan kuat anak untuk
memilih teman dari temannya sendiri disekolah (Soetjiningsih, 2004).
2.1.3 Tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah 6-12 tahun (Gunarsa, 2004):
belajar keterampilan fisik untuk permainan biasa; membentuk sikap sehat
mengenai teman-teman sebaya, belajar bergaul dengan teman-teman
sebaya, belajar peranan jenis yang sesuai dengan jenisnya, membentuk
keterampilan dasar (membaca, menulis, dan berhitung; membentuk konsep-
konsep yang perlu untuk hidup sehari-hari), membentuk hati nurani, nilai
moral dan nilai sosial, memperoleh kebebasan pribadi, membentuk sikap-
sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
35
2.1.4 Karakteristik Anak Usia Sekolah (Gunarsa, 2004) yaitu:
2.1.4.1 Umur
Umur anak merupakan faktor bawaan yang berhubungan erat dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada setiap periode umur
anak terdapat ciri- ciri tertentu yang lebih menonjol dibanding dengan ciri-
ciri lain (Monks, Knoers, Haditono, 2006). Anak usia sekolah 6- 12 tahun
merupakan masa belajar di dalam dan diluar sekolah, dimana anak harus
menjalani tugas- tugas perkembangan yakni: belajar keterampilan fisik,
sikap sehat, bergaul dengan teman-teman sebaya, membentuk
keterampilan dasar, membentuk konsep- konsep untuk hidup sehari-hari,
memperoleh kebebasan pribadi, dan membentuk hati nurani, nilai moral
dan nilai sosial (Gunarsa, 2004).
2.1.4.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin penting bagi perkembangan selama hidupnya, setiap tahun
anak mengalami peningkatan tekanan- tekanan budaya dari para orangtua,
guru, kelompok sebaya mereka, dan masyarakat yang mempengaruhi
perkembangan pola- pola sikap dan perilaku yang dipandang sesuai bagi
kelompok jenis kelamin mereka; pengalaman belajar ditentukan oleh jenis
kelamin individu dirumah, sekolah, dan daam kelompok bermain, anak
akan bermain sesuai dengan jenis kelamin mereka; sikap orangtua dan
anggota keluarga penting terhadap individu sehubungan dengan jenis
kelamin mereka, seperti anak laki- laki lebih disukai daripada anak wanita
(Khatri & Hartley, 1969 dalam Hurlock, 2004).
2.1.4.3 Urutan Anak
Urutan anak dalam keluarga mempengaruhi hubungan anak dalam
kelompok, interaksi dengan saudara kandung. Ada pendapat yang
menjelaskan bahwa anak yang tertua lebih mudah terpengaruh oleh norma-
norma kelompok dan oleh orang lain dibandingkan dengan adik-adiknya
(Monks, Knoers & Haditono, 2006). Menurut Begner (1974) dalam
Hurlock 2004(2000) anak tengah akan berperan sebagai penghubung
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
36
dalam interaksinya dengan kakaknya karena anak pertama lazimnya
bertindak sebagai pemimpin saudara-saudaranya dalam susunan keluarga.
Anak tengah kadang-kadang bertingkah dan melanggar peraturan untuk
mendapatkan perhatian orangtua bagi dirinya sendiri dan merebut
perhatian orangtua dari kakak dan adiknya.
Anak usia sekolah selalu menampilkan perbedaan-perbedaan individual
dalam banyak segi dan bidang, diantaranya, perbedaan-perbedaan dalam
intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan
kepribadian dan perkembangan fisik anak. Karakteristik anak usia sekolah
berbeda-beda satu sama lainnya, ada 4 karakter anak usia sekolah yaitu;
senang bermain; bergerak, dapat duduk tenang paling lama 30 menit;
senang bekerja dalam kelompok; senang merasakan atau melakukan
(memperagakan) sesuatu secara langsung. Menurut Piaget (1966), salah
satu ciri-ciri anak SD adalah tumbuhnya rasa ingin tahu tentang segala
sesuatu yang ada dalam dunia realita sekitarnya (Kozier, Erb, Berman, dan
Snyder, 2010).
Hurlock (2004) menyebutkan beberapa ciri umum sehubungan dengan
posisi urutan kelahiran anak dalam keluarga, yaitu:
a. Anak sulung
1. Berperilaku secara matang karena berhubungan dengan orangorang
dewasa dan karena diharapkan memikul tanggung jawab.
2. Benci terhadap fungsinya sebagai teladan bagi adik-adiknya dan
sebagai pengasuh mereka.
3. Cenderung mengikuti kehendak dan tekanan kelompok dan mudah
dipengaruhi untuk mengikuti kehendak orangtua.
4. Mempunyai perasaan kurang aman dan perasaan benci sebagai
akibat dari lahirnya adik yang sekarang menjadi pusat perhatian.
5. Kurang agresif dan kurang berani karena perlindungan orangtua
yang berlebihan.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
37
6. Mengembangkan kemampuan memimpin sebagai akibat dari harus
memikul tanggung jawab di rumah. Tetapi ini sering disanggah
dengan kecenderungan untuk menjadi "bos".
7. Biasanya berprestasi tinggi atau sangat tinggi karena tekanan dan
harapan orangtua dan keinginan untuk memperoleh kembali
perhatian orangtua bila ia merasa bahwa adik-adiknya merebut
perhatian orangtua dari dirinya.
8. Sering tidak bahagia karena adanya perasaan kurang aman yang
timbul dari berkurangnya perhatian orangtua dengan kelahiran
adik-adiknya dan benci karena mempunyai tugas dan tanggung
jawab yang lebih banyak daripada adik-adiknya.
b. Anak tengah
1. Belajar mandiri dan bertualang adalah akibat dari kebebasan yang
lebih banyak.
2. Menjadi benci atau berusaha melebihi perilaku kakak-kakaknya
yang lebih diunggulkan
3. Tidak menyukai keistimewaan yang diperoleh kakak-kakknya.
4. Bertingkah dan melanggar peraturan untuk menarik perhatian
orangtua bagi dirinya sendiri dan merebut perhatian orangtua dari
kakak atau adiknya.
5. Mengembangkan kecenderungan untuk menjadi "bos", mengejek,
mengganggu atau bahkan menyerang adik-adiknya yang
memperoleh lebih banyak perhatian orangtua.
6. Mengembangkan kebiasaan untuk tidak berprestasi tinggi karena
kurangnya harapan-harapan orangtua dan kurangnya tekanan untuk
berprestasi.
7. Mempunyai tanggung jawab yang lebih sedikit bila dibandingkan
tanggung jawab anak pertama. Sering ditafsirkan bahwa anak
tengah lebih rendah daripada anak pertama. Hal ini melemahkan
pengembangan sifat-sifat kepemimpinan.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
38
8. Terganggu oleh perasaan-perasaan diabaikan oleh orangtua yang
selanjutnya mendorong timbulnya berkembangnya gangguan
perilaku
9. Mencari persahabatan dengan teman-teman sebaya di luar rumah,
hal ini sering mengakibatkan penyesuaian sosial yang lebih baik
daripada penyesuaian anak pertama.
c. Anak bungsu
1. Cenderung keras dan banyak menuntut sebagai akibat dari kurang
ketatnya disiplin dan dimanjakan oleh anggota-anggota keluraga
2. Tidak banyak memilki rasa benci dan rasa aman yang lebih besar
karena tidak pernah disaingi oleh saudara-saudaranya yang lebih
muda
3. Biasanya dilindungi oleh orangtua dari serangan fisik atau verbal
dari kakak-kakakanya dan hal ini mendorong ketergantungan dan
kurangnya rasa tanggung jawab.
4. Cenderung tidak berprestasi tinggi karena kurangnya harapan dan
tuntutan dari orangtua.
5. Mengalami hubungan sosial yang baik di luar rumah dan biasanya
populer tetapi jarang menjadi pemimpin karena kurangnya
kemauan memikul tanggung jawab.
6. Cenderung merasa bahagia karena memperoleh perhatian dan
dimanjakan anggota-anggota keluarga selama masa awal kanak-
kanak.
2.1.5 Masalah Anak Usia Sekolah
Masalah pada anak sekolah menurut Hawari (2007), masalah pada anak
usia sekolah dapat berupa; bahaya fisik yaitu penyakit yang sering muncul
karena kurang kebersihan diri), kegemukan (timbul karena banyaknya
mengkonsumsi karbohidrat) masalah nutrisi sering terjadi pada anak
(Broadwater, 2002), masalah terkait dengan status ekonomi (miskin dalam
kesehatan, sekolah dan dewasa), kecelakaan dan cidera, penyakit menular,
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
39
penyakit kronis (dermatitis, hearing difficulty, stomachaches, headache,
diabetic, asthma), problem perilaku dan ketidakmampuan belajar
(membaca, menulis, matematika), kutu kepala/pediculosis, miskin nutrisi
dan kesehatan gigi (caries gigi), dan tidak aktivitas; bahaya psikologis: iri
pada anak yg lebih populer, dan menarik diri; perkembangan motorik kasar
: usia 6 tahun (berjalan seimbang, Skreening DDST baik), usia 8 tahun
(meletakkan kaki kanan/kiri sesuai perintah); usia 9- 11 tahun (mampu
berjalan dengan mata ditutup, menangkap bola) dengan satu tangan
2.1.6 Karakteristik At Risk Anak Usia Sekolah
Menurut Palmer dan Sainfort (1993) menyatakan bahwa risiko merupakan
sebuah konsep yang lebih bersifat universal sebagai kombinasi
kemungkinan dengan sesuatu yang kurang baik, yang tidak enak atau
berbahaya. Menurut Hitchcock, Schubert & Thomas (1999) menyatakan
risiko adalah suatu kemungkinan kejadian, hasil, penyakit atau kondisi
yang terjadi pada periode tertentu dan population at risk adalah populasi
dari orang-orang yang mana terdapat beberapa kemungkinan yang telah
jelas atau telah ditentukan (walaupun sedikit atau kecil) akan peristiwa
tersebut terjadi. Populasi at risk (risiko) adalah suatu kelompok populasi
yang berisiko tinggi terkena penyakit dari pada kelompok lain (Stanhope
& Lancaster, 2004). Dari berbagai pengertian risiko diatas, dapat
disimpulkan bahwa populasi risiko merupakan kemungkinan kelompok
tertentu untu terjadinya masalah kesehatan akibat beberapa faktor-faktor
tertentu.
Faktor risiko yang dapat mengakibatkan individu menjadi at risk
diantaranya yaitu: genetik, usia, biologi, kebiasaan kesehatan, gaya hidup
dan lingkungan (Pender, 2002). Califano (1979) dalam Stanhope &
Lancaster (2004) mengidentifikasi 4 faktor risiko utama, yaitu: risiko
biologis bawaan atau genetis (biological risk), risiko lingkungan
(environmental risk), risiko perilaku (behavioral risk), risiko yang terkait
dengan usia (age-related risk). Sementara itu, Pender (2002)
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
40
mengklasifikasikan risk factors sesuai dengan kategori-kategori sebagai
berikut: genetik, usia, karakteristik biologis, kebiasaan kesehatan individu,
gaya hidup, dan lingkungan.
Faktor-faktor yang dapat berisiko menimbulkan masalah kesehatan atau
sehat sakit yang terjadi pada anak usia sekolah sebagai populasi at risk,
namun tidak setiap orang yang terpapar faktor risiko akan mengalami
masalah kesehatan (Stanhope & Lancaster, 2004):
2.1.6.1 Risiko Biologi Dan Usia
Risiko biologi merupakan faktor genetik, kondisi fisik dan usia
yang mempengaruhi terjadinya masalah risiko kesehatan (sehat
sakit) seseorang, (Stanhope & Lancaster, 2004). Faktor biologis
atau perubahan bilogis seseorang akan mempengaruhi timbulnya
risiko yang mengancam kesehatan (McMurray, 2003). Menurut
Allender dan Spradley (2005) faktor biologi terdiri dari keturunan,
usia , gender, ras dan keterbatasan fisik/mental.
Faktor biologi yang mempengaruhi kesehatan yaitu usia, menurut
Bornstein (2002) usia 5-12 tahun digolongkan sebagai usia anak
pertengahan (middle childhood). Hurlock, 2000 menyebuntukan
bahwa masa anak 2-12 tahun. Anak usia sekolah usia 6-12 tahun
memiliki karakteristik teman sebaya mempengaruhi perilaku anak,
perkembangan fisik, kognitif dan sosial dan keterampilan
komunitas (Kozier, Erb, Berman, dan Snyder, 2010). Anak usia
sekolah merupakan periode dengan tantangan untuk menghadapi
perubahan perilaku, dan berbagai batasan, kesempatan, serta
tuntutan lingkungan. Usia sekolah juga merupakan perubahan
transisi fisik, kemampuan kognitif dan belajar, relasi dengan orang
lain dan terpaan hal yang baru, berupa kesempatan dan tututan
untuk mampu mandiri dalam bersikap dan berperilaku (Setiono,
2011). Dengan penambahan usia dan perubahan fisik yang terjadi
pada anak tiap tahunnya, akan memiliki karakteristik dan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
41
permasalahan yang berbeda-beda. Faktor genetik akan menjadi
tolak ukur dasar dalam melihat sejauh mana masalah kesehatan
yang terjadi, pengaruh gen atau keturunan merupakan salah satu
pemicu timbulnya masalah kesehatan akibat penyakit turunan.
Proses tumbuh kembang anak dalam kemandirian memenuhi
kebutuhan dasar secara mandiri perlu diterapkan sejak dini. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartikasari (2001),
memandirikan anak dapat dilakukan sejak usia pre school (5-6
tahun). Kemampuan anak dalam melakukan dan memenuhi
kebutuhan secara mandiri, menjadi kontribusi keberhasilan tumbuh
kembang anak. Kemampuan dasar anak dalam memelihara
kesehatan dan mampu melakukan perawatan diri akan berpengaruh
besar terhadap faktor biologis sebagai risiko timbulnya masalah
kesehatan.
2.1.6.2 Risiko Sosial
Faktor risiko sosial merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan timbulnya masalah kesehatan pada anak usia
sekolah, yaitu tingkat kriminalitas, fasilitas kesehatan dan rekreasi
terbatas, lingkungan yang berpolusi, dan stress lingkungan.
Faktor sosiokultural yang menjadi risiko penyebab timbulnya
masalah kesehatan pada anak usia sekolah adalah: tingkat
pendidikan, nilai budaya, sistem dukungan, dan akses pelayanan
kesehatan (Allender dan Spradley, 2010).
Lingkungan keluarga tinggal dan bagaimana anak bersosialisasi
dengan teman dilingkungan tempat tinggal, merupakan salah satu
faktor yang akan menimbulkan masalah kesehatan. Lokasi tempat
tinggal dekat dengan jalan raya, menjadi faktor timbulnya masalah
kecelakaan atau injury pada abak usia sekolah bermain atau pulang
sekolah. Anak yang tidak memiliki keinginan untuk bersosialisasi
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
42
akan menjadikan anak tumbuh kembang tidak maksimal, tidak
mampu belajar menangani suatu masalah, belajar mandiri
memenuhi kebutuhan dasar dengan melihat atau membandingkan
dengan kemampuan teman lain yang tinggal dengan lingkungan
sekitar. Risiko timbulnya masalah akibat sosial dan ekonomi, akan
berdampak bagaimana kondisi psikologis anak atau membentuk
karakter anak.
2.1.6.3 Risiko Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan penyebab timbulnya masalah
kesehatan, salah satunya pada orang miskin yang memiliki risiko
besar untuk mengalami masalah kesehatan. Risiko ekonomi
ditentukan oleh hubungan sumber daya keuangan keluarga dan
pengeluaran keluarga. Kebutuhan yang menunjang untuk kesehatan
yaitu : rumah yang sehat, terpenuhinya sandang, pangan,
pendidikan, perawatan kesehatan (Stanhope & Lancaster, 2004).
Perekonomian keluarga yang kurang, akan berakibat timbulnya
masalah tumbuh kembang keluarga, pertumbuhan dan
pekembangan tidak terpenuhi maksmial sehingga timbulnya
masalah kesehatan. Diusia sekolah anak membutuhkan pendidikan,
nutrisi yang cukup untuk proses tumbuh kembang anak. Pada saat
tumbuh kembang mengalami masalah, maka akan menimbulkan
ketidakmampuan atau keterbatasan pada anak dalam memenuhi
kebutuhan dasar akan berakibat anak masalah ketidak mandirian
anak dalam melakukan perawatan diri.
2.1.6.4 Risiko Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang berhubungan dengan pola kebiasaan
individu yang berdampak terjadinya risiko kesehatan dipengaruhi
oleh faktor sosiokultural dan karakteristik personal dalam minum,
makan, tidur, waktu bermain anak, dan komunikasi anak (Stanhope
& Lancaster, 2004; Kozier, Erb, Berman, & Synder, 2010; Maurer
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
43
& Smith, 2005). Karakteristik anak usia sekolah sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sekolah yang berpengaruh besar
terhadap perilakunya. Lingkungan yang membentuk karakteritik
anak berupa gaya hidup anak sehari-hari, cenderung dipengaruhi
oleh bagaimana didikan orangtua dan teman-teman sebaya. Diusia
sekolah anak lebih mudah terpengaruh dengan lingkungan, atau
lebih banyak meniru gaya hidup lingkungan sekitarnya (Monks,
Knoers, Haditono, 2006).
Interaksi anak dengan teman sebaya membuat anak akan belajar
mengenai aturan-aturan, tingkah laku, mengekspesikan perasaan,
belajar berbagi dan menjadi bagian dari kelompok dan hal ini juga
berpengaruh pada gaya hidup anak usia sekolah sehari-harinya
(Gustian, 2001). Anak sekolah yang mampu membina hubungan
baik dengan teman sebaya, dapat memperkecil perbuatan-
perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai moral (Gunarsa,
2004).
Rasa ingin tahu, keinginan untuk menjadi yang terbaik atau
berprestasi, dan keinginan memiliki teman banyak, menginginkan
sesuatu harus dapat dimiliki sehingga anak berhasrat ingin
memiliki seluruh apa yang diinginkan kepada orangtua, sehingga
anak akan lebih banyak berpangku tangan dengan orang yang dapat
mengakibatkan anak tidak mandiri. Sikap mandiri dapat terwujud
dengan adanya latihan-latihan dan sebaiknya pelatihan
kemandirian dilakukan sejak usia dini (Hadi, 2004).
2.1.6.5 Risiko Kejadian Hidup
Kejadian dalam hidup adalah kejadian dalam kehidupan yang akan
berisiko terhadap terjadinya masalah kesehatan (Stanhope &
Lancaster, 2004). Kejadian yang dialami akan menjadi pelajaran
hidup bagi seseorang sehingga tidak terulangnya lagi dengan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
44
masalah yang sama. Usia anak sekolah merupakan masa yang
dimana anak mulai mampu menggunakan rasionalisasi terhadap
setiap masalah yang dijumpainya, anak akan mudah mengingat hal-
hal yang terjadi pada dirinya (Santrock, 2005).
Anak usia sekolah mempunyai risiko kesehatan yang dipengaruhi
oleh kemampuan dalam memepertahankan kesehatan perawatan
diri. Kemampuan anak dalam mempertahankan diri dalam
mengahadapi masalah yang muncul, anak akan merasa siap jika
pertahanan diri baik. Setiap kejadian yang terjadi akan menjadi
pembelajaran buat anak dalam mencapai tumbuh kembang
maksimal. Kemandirian anak dalam melakukan dan memenuhi
kebutuhan sendiri, sebagai salah satu keberhasilan tahapan tumbuh
kembang anak.
2.2 Perawatan diri
Perawatan diri dikembangkan oleh Dorothea Orem. Perawatan diri adalah
pelaksanan aktivitas individu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan. Jika perawatan
diri dapat dilakukan dengan efektif, maka dapat membantu individu dalam
mengembangkan potensi diri (Orem, 1991 dalam Tomey and Alligood, 2006).
Orem menjelaskan bagaimana tatanan pelayanan keperawatan ditujukan
kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri
serta mengatur kebutuhannya. Perawatan diri berorientasi pada manusia
(person), lingkungan, kesehatan dan keperawatan yang saling mempengaruhi
(Meleis, 2007). Perawatan diri menjelaskan bagaimana seorang anak berusaha
mencapai kemandirian dalam melakukan pemenuhan kebutuhan dasar sehari
seperi makan-minum, eleminasi, dan berhias (Hutlock, 2001; Kozier, Erb,
Berman, dan Snyder, 2010; Meleis, 2007)
Kebutuhan perawatan diri menurut orem ada 3 tipe yaitu: kebutuhan universal,
perkembangan perawatan diri, dan penyimpangan kesehatan. Pada perawatan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
45
diri secara keseluruhan (universal self care) fokus utama perawatan diri adalah
meningkatkan kemampuan seseorang untuk dapat merawat dirinya atau
anggota keluarganya secara mandiri sehingga tercapai kemampuan untuk
mempertahankan kesehatan dan kesejahteraannya (Meleis, 2007). Teori self
care perawatan diri secara mandiri diupayakan pada pemeliharaan intake
udara, pemeliharaan intake air, pemeliharaan intake makanan,
mempertahankan hubungan perawatan proses eleminasi dan ekskresi,
pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, pemeliharaan
keseimbangan antara solitude dan interaksi sosial, pencegahan risiko-risiko
untuk hidup, fungsi usia dan kesehatan manusia, peningkatan fungsi tubuh dan
pengimbangan manusia dalam sosial sesuai dengan potensinya. Konsep
perawatan diri secara keseluruhan juga merupakan suatu landasan bagi
perawat dalam memandirikan keluarga sesuai tingkat ketergantungannya
bukan menempatkan keluarga atau keluarga dalam posisi dependent. Karena
menurut Orem, perawatan diri itu bukan proses intuisi, tetapi merupakan suatu
perilaku yang dapat dipelajari melalui proses belajar (Orem, 2001).
Berdasarkan penelitian Ratnawati (2011) menjelaskan perawatan mandiri yang
dilakukan pada anak tunagrahita usia 9-17 tahun tergambar bahwa anak yang
mampu mandiri melakukan perawatan secara mandiri pada anak laki-laki,
orangtua menggunakan pola asuh demokratis dalam mengasuh anak dalam
melakukan perawatan diri, namun dilihat dari kemampuan perawatan diri anak
tuna grahita perawatan diri berada pada kategori kemampuan perawatan diri
rendah berdasarkan jumlah kegiatan perawatan diri, dan terhadapat hubungan
signifikan antara karakteristik anak terhadap kemampuan perawatan diri anak
tunagrahita.
Kemampuan perawatan diri adalah kemampuan individu untuk terlibat dalam
proses perawatan diri (Tomey & Alligood, 2006). Perawatan diri dipengaruhi
oleh pengalaman keluarga dalam mengatasi masalah, pendidikan keluarga,
budaya/suku, pengetahuan, tumbuh kembang, dan pola asuh (Meleis, 2007).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perawatan diri berkaitan dengan basic
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
46
conditioning factor yang terdiri dari faktor usia, jenis kelamin, status
kesehatan, orientasi sosial budaya, sistem perawatan kesehatan, kebiasaan
keluarga, pola hidup, faktor lingkungan dan keadaan ekonomi (Tomey &
Alligod, 2006). Bila salah satu faktor ini ada dalam keluarga, hal ini yang akan
menghambat dalam pelaksanaan kemandirian perawatan diri pada anggota
keluarga (anak) maka akan menghambat proses tumbuh kembang anak.
Tujuan perawatan diri adalah kebebasan merawat diri dan memiliki
kemampuan untuk mengenal, memvalidasi dan proses dalam memvalidasi
mengenai anatomi dan fisiologi manusia yang berintegrasi dalam lingkaran
kehidupan.
2.3 Kemandirian Anak
2.3.1 Definsi
Kemandirian menurut Hurlock (2004) adalah individu memiliki sikap
mandiri dalam cara berpikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan,
mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri sesuai
dengan norma yang berlaku dilindunginya. Kemandirian adalah
kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sesuai dengan
tahapan perkembangan dan kapasitasnya (Lie dan Prasasti, 2004).
Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara
komulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk
bersikap mandiri dalam menghadapi bebagai situasi lingkungan, sehingga
indivisu mampu berpikir dan bertindak sendiri (Mu’tadin, 2002). Jadi,
kemandirian dalam penelitian ini adalah kemampuan anak dalam
melakukan kegiatan aktivitas fisik sesuai tahapan tumbuh kembang anak
usia sekolah dalam memenuhi kebutuhan dasar terutama kebutuhan
perawatan diri.
Kemampuan kemandirian anak akan semakin dirasakan dimana lingkungan
luar rumah cukup besar sehingga beberapa masalah sudah mampu diatasi
dengan sendirinya dan anak sudah mampu menunjukkan penyesuaian diri
dengan lingkungan yang ada, sehingga dalam mengalami kegagalan maka
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
47
akan sering dijumpai reaksi kemarahan/kegelisahan, perkembangan
kognitif, psikososial, interpersonal dan psikoseksual, moral dan spiritual
sudah mulai menunjukkan kematangan pada masa ini (Alimul, 2005).
Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kemandirian anak yaitu
peran aktif orangtua dalam menciptakan lingkungan yang sosial yang perlu
dialami oleh anak. Dimana anak secara bertahap mampu melepaskan diri
dari ketergantungan serta perlindungan mutlak dari orangtua (Gunarsa,
2004).
Anak yang tinggal dalam keluarga, dalam naungan pendidikan asuhan
orangtua lebih terperhatikan kebutuhannya. Pola asuh keluarga sangat
penting dalam memandirikan anak agar mampu tumbuh dan berkembang,
mandiri dalam melakukan segala hal yang dilakukan. anak jika
mendapatkan kesulitan didalam rumah atau menemukan masalah
kurangnya kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan, akan lebih mudah
meminta pertolongan orangtua dalam membantu mengatasi masalah. Sikap
orangtua yang selalu ingin melindungi dan rasa khawatir terhadap
kemampuan anak, hal ini dapat berakibat menghambat kemandirian anak
(Hartono, 2001).
2.3.2 Peran Orangtua Dalam Memandirikan Anak Usia Sekolah
Peran orangtua dalam memandirikan anak usia sekolah yaitu (Lie dan
Prasasti, 2004): ajari anak untuk merawat tubuhnya sendiri, biarkan anak
menyiapkan makan sendiri, ajari anak menata buku sekolahnya sendiri,
jangan mengerjakan pekerjaan rumah anak, ajari anak dalam
menyelesaikan masalahnya sendiri, ajari anak dalam merapikan mainannya
sendiri, ajari anak untuk merapikan atau melipat bajunya sendiri, hargai
kebebasan anak dalam memilih pakaiannya, ajari anak dalam merapikan
kamarnya sendiri, ajari anak dalam mengembalikan buku yang sudah
dibaca pada tempatnya, ajari anak untuk menabung dan berhemat, libatkan
anak dalam kegiatan masak- memasak, ajari anak untuk menyiapkan
hidangan makan malam, minta anak untuk melakukan beberapa pekerjaan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
48
rumah tangga, libatkan anak dalam kegiatan belanja, libatkan anak dalam
perencanaan acara liburan sekolah.
2.3.3 Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Anak (Gunarsa, 2004):
2.3.3.1 Faktor internal adalah faktor yang ada dari diri anak itu sendiri, yang
meliputi: kondisi fisiologis dan psikologis anak. Kondisi fisiologis anak
berpengaruh pada keadaan tubuh, kesehatan jasmani dan jenis kelamin.
Anak perempuan cenderung bersikap pasif makan lebih lama
ketergantungan dengan orangtua, berbeda dengan anak laki- laki yang
agresif dan ekspansif sehingga anak lebih cepat mandiri dibandingkan
dengan anak perempuan (Gunarsa, 2004). Kondisi psikologis, kecerdasan
dan kemampuan berpikir anak dalam memecahkan suatu masalah
tergantung bagaimana seseorang tersebut berpikir dengan seksama tentang
tindakan yang telah dilakukannya (Basri, 2000).
Menurut Soetjiningsih (2004), faktor internal yang mempengaruhi
kemandirian anak adalah: faktor emosi (kemampuan mengontrol emosi),
dan faktor intelektual (kemampuan mengatasi masalah).
2.3.3.2 Faktor eksternal adalah hal-hal yang datang atau ada dari luar diri anak itu
sendiri (Soetjiningsih, 2004; Mu’tadin, 2002), yaitu:
a. Lingkungan, merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya
atau tidak kemandirian anak usia sekolah. Lingkungan yang baik akan
meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak.
b. Karakteristik sosial, dapat memepengaruhi kemandirian anak misalnya:
tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak
dari keluarga kaya.
c. Stimulasi, anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih
cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang atau tidak mendapat
stimulasi.
d. Pola asuh, anak dapat mandiri akan membutuhkan kesempatan,
dukungan dan dorongan. Peran orangtua sebagai pengasuh sangat
diperlukan bagi anak sebagai penguat perilaku yang telah dilakukannya.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
49
Oleh karena itu, pola asuh merupakan hal yang penting dalam
pembentukan kemandirian anak.
e. Cinta dan kasih sayang, hendaknya diberikan sewajarnya kepada anak,
karena ini akan mempengaruhi kemandirian anak bila diberikan
berlebihan akan menjadi anak kurang mandiri.
f. Kualitas interaksi anak-anak dan orangtua, dengan interaksi dua arah
anak-orangtua dapat menyebabkan anak menjadi mandiri.
g. Pendidikan orangtua, pendidikan yang tinggi akan menyebabkan
orangtua dapat menerima segala info dari luar terutama cara
memandirikan anak.
Menurut Hurlock 2004(2000), faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
adalah: pola asuh orangtua, pola asuh demokratis sangat meransang
kemandirian anak, dimana akan membimbing dan memperhatikan kebutuhan
anak terutama dalam hal pelajaran/pendidikan serta pergaulannya
dilingkungan atau disekolah; jenis kelamin, anak akanberkembang dengan
pola tingkah laku maskulin, lebih mandiri dari pada anak yang
mengembangkan tingkah laku yang feminism; urutan posisi anak, anak
pertama yang diharapkan untuk menjadi contoh teladan bagi adiknya, lebih
berpeluang untuk mandiri. Sementara anak bungsu yang mendapat perhatian
berlebiha dari orangtua dan kakak-kakaknya, berpeluang kecil untuk bisa
mandiri.
Berdasarkan penelitian kemandirian anak yang dilakukan oleh arief di SDN
Panjang Wetan tahun 2007, tingkat kemandrian baik sebanyak 34 anak
(57,6%), 24 anak kemandirian cukup, sedangkan 1 anak (1,7%) kemandirian
kurang. Pada penelitian Yeni Retnowati (2008) dengan judul pola
komunikasi orangtua dalam membentuk kemandirian anak, orangtua atau ibu
yang bekerja mempengaruhi tingkat kemandirian anak, terlihat dari anak
yang mandiri lebih sering terjadi pada anak yang memiliki orangtua yang
bekerja (ayah-ibu) sebanyak 32 anak (42,1 %), anak tidak mandiri terlihat
dari ibu yang tidak bekerja sebanyak 15 anak (57,9 %).
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
50
Kemandirian anak tidak terlepas dari peran keluarga dalam mengasuh anak
mereka. Pengasuhan yang diberikan orangtua turut membentuk kemandirian
seseorang. Toleransi berlebihan, pemeliharaan berlebihan dan orangtua yang
keras kepada anak akan menghambat pencapaian kemandirian anak (Prasetyo
dan Sutoyo, 2000). Lingkungan dapat membentuk kemandirian anak, melalui
hubungan dengan teman sebaya, dan hubungan dengan guru. Menurut
Hurlock 2004(2000), hubungan dengan teman sebaya, anak berusaha belajar
berpikir mandiri dalam melakukan segala hal seperti dalam memecahkan
masalah yang dihadapi.
2.4 Pola Asuh Keluarga
2.4.1 Konsep Keluarga
2.4.1.1 Definisi Keluarga
Menurut UU No. 52 Tahun 2009 amandemen dari UU No.10 Tahun 1992
Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
keluarga didefinisikan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri
dari suami-istri, atau suami, isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih
yang hidup bersama terjadi proses interaksi emosional dan sosial,
memiliki peran dan tugas masing-masing, serta dapat menyayangi dan
saling memiliki (Murray & Zenfner, 1997; Friedman et al, 2003;
Allender, 2010). Stanhope dan Lancester (2004), menjelaskan bahwa
keluarga sebagai dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok
keluarga yang sama atau yang berbeda dan saling mengikutsertakan
dalam kehidupan yang terus menerus, biasanya bertempat tinggal dalam
satu rumah, mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian tugas
antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan definisi dari beberapa
sumber, keluarga adalah dua orang yang telah menikah, tinggal bersama,
dan memiliki keturunan.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
51
2.4.1.2 Tugas Tumbuh Kembang Keluarga Dengan Anak Usia Sekolah
Tumbuh kembang keluarga dengan anak usia sekolah yaitu, keluarga
memiliki kewajiban dalam mensosialisasikan anak, memenuhi kebutuhan
kesehatan fisik anggota keluarga, mempertahankan hubungan harmonis
dengan pasangan dan anggota keluarga yang lain. Pada tiap tumbuh
kembang yang dilalui keluarga, memiliki masalah pada tiap tahapan
tumbuh kembang. Masalah tumbuh kembang pada anak usia sekolah
yaitu : masalah disfungsional komunikasi, anak tidak mandiri, gangguan
tumbuh kembang, tekanan komunitas, masalah perilaku, penyakit kronik
dan menular, masalah kurang terpenuhinya kebutuhan dasar anak
(Friedman, Bowden, Jones, 2003; Stanhope & Lancaster, 2004; Kozier,
Erb, Berman, dan Snyder, 2010).
2.4.1.3 Karakteristik Keluarga
Menurut Friedman, Bowden, dan Jones (2003), karakteritik keluarga
terbagi atas: keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh
perkawinan, darah dan ikatan adopsi; para anggota keluarga hidup
bersama-sama dalam satu rumah tangga, jika mereka hidup secara
terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai
mereka; anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama
lainnya dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan
ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari; keluarga
sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil
dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri. Karakteritik
sosiodemografi keluarga mempengaruhi masalah kesehatan keluarga
adalah:
a. Tipe/ bentuk keluarga didefinisikan sebagai kumpulan atribut
keluarga yang menjelaskan bagaimana keluarga berfungsi sebagai
sebuah unit (McCubbin & McCubbin, 1993 dalam Friedman,
Bowden, dan Jones, 2003). Tipe keluarga menurut Friedman (2003)
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
52
1. Keluarga secara tradisional (keluarga inti yang hanya terdiri dari
ayah, ibu dan anak; keluarga besar adalah keluarga inti ditambah
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah).
2. Keluarga secara modern: Tradisional Nuclear (keluarga inti tinggal
dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu
ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di luar
rumah), Reconstiituted Nuclear (pembentukkan baru dari keluarga
inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam
pembentukkan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan
dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu atau
keduanya dapat bekerja di luar rumah), Niddle Age/ Aging Couple
(suami sebagai pencari uang, istri di rumah, atau kedua-duanya
bekerja, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/
perkawinan/ meniti karier), Dyadic Nuclear, (suami istri yang
sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau
salah satu bekerja di luar rumah), Single Parent (satu orangtua
akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anak dapat
tinggal di rumah atau di luar rumah), Dual Carrier ( suami istri
atau keduanya orang karier dan tanpa anak), Commuter Married
(suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada
jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu-waktu
tertentu), Singgle Adult (wanita atau pria dewasa yang tinggal
sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk kawin), Three
Generation (tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah),
Institusional (anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam
suatu panti), Communal (satu rumah terdiri atas lebih/pasangan
yang monogamy dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam
penyediaan fasilitas), Grup Marriage (satu perumahan terdiri atas
orangtua dan keturunan didalam satu kesatuan keluarga dan tiap
individu adalah menikah), Unmarriage parent child (ibu dan anak
dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi),
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
53
Cohibing cauple (dua orang atau satu pasangan yang tinggal dan
tanpa pernikahan).
Hasil dari beberapa beberapa penelitian menunjukkan bahwa
hubungan keluarga merupakan faktor penting dalam perkembangan
individu. Salah satu bukti menunjukkan dengan pengaruh besarnya
keluarga terhadap perkembangan anak, dengan demikian semakin
banyak anak dalam suatu keluarga atau banyaknya anggota dalam
keluarga maka semakin kurang perhatian dan pengawasan yang
didaat dari orangtua (Hurlock, 2004).
b. Latar belakang budaya (suku) keluarga yang dianut keluarga akan
menunjukkan bagaimana karakteristik keluarga tersebut, dan juga
berpengaruh pada masalah kesehatan yang muncul dalam keluarga.
Budaya Indonesia yang beraneka ragam menjadi ciri khas tersendiri
bagi keluarga dalam memandang kesehatan. Menurut Friedman,
Bowden, dan Jones (2003) mengatakan asal usul keluarga akan
mempengaruhi keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
dan bagaimana mengatasi masalah kesehatan yang terjadi dalam
keluarga.
c. Status sosial ekonomi keluarga (pendapatan) akan mempengaruhi
status kesehatan keluarga, bagaimana keluarga dalam dalam
mempertahankan status kesehatan keluarganya dengan sumber
penghasilan yang memadai atau tidak (Friedman, Bowden, dan Jones,
2003; Notoatmodjo, 2010). Menurut Gunarsa (2004), menyatakan
kondisi keluarga yag memiliki tingkat pendapatan rendah akan
menyebabkan orangtua kurang memperhatikan kebutuhan anak,
memberikan penghargaan, dan pujian untuk berbuat baik dan
mengikuti peraturan, kurang latihan dari penanaman nilai moral.
Meningkatnya pendapatan maka terjadi perubahan-perubahan
perilaku kemandirian anak dalan melakukan perawatan diri.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
54
d. Tingkat pendidikan keluarga, tingkat pendidikan anggota keluarga
terutama orangtua sangat mempengaruhi pengetahuan keluarga dalam
menentukan status kesehatan atau mengatasi masalah kesehatan.
Tingkat pendidikan orangtua baik secara langsung ataupun tidak
langsung akan mempengaruhi komunikasi antara orangtua dan anak
dalam lingkungan keluarga (Gunarsa, 2004). Dengan pendidikan yang
baik akan mempengaruhi intelektualitas keluarga dalam
memandirikan anak dalam belajar atau bagaimana mengatasi masalah
yang dihadapi anak.
e. Umur
Menurut Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung
mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Dan umur menurut
Hurlock (2004) merupakan rentang kehidupan yang diukur dengan
tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40
tahun, dewasa Madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60
tahun, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak
dilahirkan (Harlock, 2004).
Periode perkembangan usia dewasa dibagi menjadi 3 periode
(Hurlock, 2004), yaitu:
1. Masa Dewasa Awal (Early Adulthood) usia dewasa yang dimulai
dari umur 18/20 tahun – 40 tahun) yaitu ; Secara biologis
merupakan masa puncak perumbuhan fisik yang prima dan usia
tersehat dari populasi manusia secara keseluruhan (healthiest
people in population) karena didukung oleh kebiasaan-kebiasaan
positif (pola hidup sehat); Secara psikologis, cukup banyak yang
kurang mampu mencapai kematangan akibat banyaknya masalah
dihadapi dan tidak mampu diatasi baik sebelum maupun setelah
menikah, misalnya: mencari pekerjaan, jodoh, belum siap menikah,
masalah anak, keharmonisan keluarga; tugas-tugas perkembangan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
55
(development task) pada usia ini meliputi; pengamalan ajaran
agama, memasuki dunia kerja, memilih pasangan hidup, memasuki
pernikahan, belajar hidup berkeluarga, merawat dan mendidik
anak, mengelola rumah tanggga, memperoleh karier yang baik,
berperan dalam masyarakat, mencari kelompok sosial yang
menyenangkan.
2. Masa Dewasa Madya/Setengah Baya (Midle Age) merupakan usia
dewasa yang dimulai dari umur 40 – 60 tahun yaitu ; Aspek fisik
sudah mulai agak melemah, termasuk fungsi-fungsi alat indra, dan
mengalami sakit dengan penyakit tertentu yang belum pernah
dialami (rematik, asam urat, dll); Tugas-tugas perkembangan
meliputi : memantapkan pengamalan ajaran agama, mencapai
tanggung jawab sosial sebagai warga negara, membantu anak
remaja belajar dewasa, menerima dan menyesuaikan diri dengan
perubahan pada aspek fisik, mencapai dan mempertahankan
prestasi karier, memantapkan peran-perannya sebagai orang
dewasa.
3. Masa Dewasa Lanjut / Masa Tua (Old Age) usia dewasa yang
dimulai dari 60– Mati) dengan perkembangan yaitu ; ditandai
dengan semakin melemahnya kemampuan fisik dan psikis
(pendengaran, penglihatan, daya ingat, cara berpikir dan interaksi
sosial); tugas-tugas perkembangan meliputi : Lebih memantapkan
diri dalam pengamalan ajaran-ajaran agama. Mampu menyesuaikan
diri dengan : menurunnya kemampuan fisik dan kesehatan, masa
pensiun, berkurangnya penghasilan dan kematian pasangan hidup.
Membentuk hubungan dengan orang seusia dan memantapkan
hubungan dengan anggota keluarga.
2.4.2 Definisi Pola Asuh
Pola asuh berasal dari kata, Pola artinya sistem cara kerja, asuh artinya
menjaga (merawat dan mendidik) anak, membimbing (membantu, melatih)
supaya dapat mandiri (Purwadarminta, 2003). Pola asuh adalah perlakuan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
56
yang dilakukan orangtua antara lain mendidik, membimbing, serta
mengajar tingkah laku yang umum dilakukan di masyarakat (Suwono,
2008). Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak
dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan,
minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih
sayang, perlindungan, dan lain-lain), serta sosilaisasi norma-norma yang
berlaku dimasyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya.
Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orangtua dengan
anak dalam rangka pendidikan karakter anak. Berdasarkan beberapa
definisi pola asuh maka disimpulkan bahwa, pola asuh merupakan suatu
bentuk perilaku dan sikap orangtua dalam mendidik anak hingga anak
dewasa.
2.4.3 Tipe-Tipe Pola Asuh Keluarga (Santrock, 2004; Baumrind, 1974 dalam
Diana (2011)) yaitu :
2.4.3.1 Pola asuh otoriter, yaitu pola asuh yang penuh pembatasan dan hukuman
(kekerasan) dengan cara orangtua memaksakan kehendaknya, sehingga
orangtua dengan pola asuh otoriter memegang kendali penuh dalam
mengontrol anak-anaknya, cenderung menetapkan standar mutlak harus
dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman-ancaman.
Ciri-ciri pola asuh otoriter adalah: menuntut nilai kepatuhan yang tinggi
pada anak, mengontrol dan membuat batas-batasan atau peraturan-
peraturan untuk mengontrol perilaku, berusaha membentuk dan menilai
sikap dan perilaku anak dengan standar absolute yang telah ditetapkan,
cenderung menggunakan hukuman dalam menerapkan disiplin terhadap
remaja, tidak memberikan kesempatan pada anak untuk menyelesaikan
masalah.
Ciri-ciri anak dengan pola asuh otoriter (Hurlock, 2000): anak harus
tunduk dan patuh pada kehendak orangtua; pengontrolan orangtua pada
tingkah laku anak sangat ketat sehingga tidak memberikan kesempatan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
57
untuk mengatur dirinya sendiri dan hampir tidak pernah memberi pujian;
sering memberikan hukuman fisik jika terjadi kegagalan memenuhi
standar yang telah ditetapkan orangtua; pengendalian atau pengontrolan
tingkah laku; tidak memberikan penjelasan apa yang mereka buat.
Karakteristik anak akan menjadi penakut, pendiam, tertutup, tidak
berinisiatif, gemar menentang, sua melanggar norma, kepribadian lemah
dan menarik (Baumrind, 1974).
Pola asuh orangtua, makin otoriter orangtua makin berkurang
ketidaktaatan pada anak, sehingga pemilihan pola asuh akan
mempengaruhi anak dalam mencapai kemandirian karena anak merasa
memiliki tanggung pada tugas yang diberikan (Rohmahningsih, 2007).
2.4.3.2 Pola asuh demokratis, yaitu pola asuh yang memberikan dukungan
emosional dengan struktur dan bimbingan pada anak untuk mandiri namun
tetap menerapkan berbagai batasan yang akan mengontrol perilaku
mereka.
Ciri-ciri pola asuh demokratis adalah: menunjukkan kehangatan dan upaya
pengasuhan, mendorong kebebasan anak dalam batas-batas yang wajar,
membuat standar perilaku yang jelas atau tegas bagi anak, orangtua
menuntut tanggung jawab dan kemandirian anak, partisipasi anak dalam
aktivitas keluarga, melibatkan anak dalam diskusi keluarga.
Ciri-ciri anak dengan pola asuh demokratis adalah (Hurlock, 2003): anak
diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal;
anak diakui sebagai pribadi yang unik yang bisa diterima dan dicintai oleh
orangtua dan turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan; menetapkan
peraturan serta mengatur kehidupan anak. Karakteristik anak dengan pola
asuh demokratis mempunyai karakteristik: anak mandiri, dapat mengontrol
diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress,
mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan kooperatif terhadap orang
lain.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
58
Penelitian Baumrind dan Bach dalam Wijaya (2001), menjelaskan bahwa
orangtua yang demokratis akan menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan
diri maupun mendorong tindakan-tindakan mandiri pada anak, seperti
membuat keputusan sendiri yang akan berakibat pada munculnya tingkah
laku mandiri yang bertanggungjawab bagi anak-anak mereka. Pola asuh
yang tepat untuk keluarga dengan ibu yang bekerja menurut Enoch
Markum (2006) adalah pola asuh demokratis. Ibu mengajarkan anak untuk
mampu mandiri, memberi batasan serta mengontrol perilaku anak.
Seorang ibu bersikap hangat, mengasuh dengan penuh kasih sayang
(Petranto, 2006). Pola asuh demokratis banyak digunakan namun ibu
tidak mampu menerapkannya pada saat emosi ibu sedang tidak stabil
(Wicaksono, 2006). Saat emosi ibu cenderung otoriter atau ibu cenderung
menjadi permisif. Kondisi ini manusiawi, emosi yang tidak stabil
cenderung membuat manusia lupa akan kondisi yang terjadi saat ini oleh
sebab itu diharapkan ibu mampu mengontrol emosi dan bisa segera
kembali ke kondisi awal. Berdasarkan penelitian Anita H.Tumanggor
tahun 2008 menjelaskan bahwa pola asuh demokratis yang diterapkan
keluarga, menyebabkan kemandirian anak dalam melakukan personal
hygiene menjadi mandiri pada anak usia pra sekolah di TK Negeri Bertaraf
Internasional Kecamatan Embalang Kabupaten Semarang.
2.4.3.3 Pola asuh permisif, orangtua memberikan pengawasan yang sangat
longgar, memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan sesuatu
tanpa pengawasan yang cukup dari orangtua, tidak menegur atau
memperhatikan anak, dan sedikit bimbingan yang diberikan orangtua. Pola
asuh ini, paling bayak disukai anak-anak.
Ciri-ciri pola asuh permisif yaitu: menunjukkan kehangatan yang tinggi,
membiarkan anak untuk mengatur dirinya sendiri, membiarkan anak tanpa
kontrol orangtua, membiarkan anak berkuasa dirumah, tidak ada tuntutan
atau standar perilaku yang jelas, tidak ada sanksi bagi anak, menjauh dari
anak secar fisik dan psikis, tidak perduli terhadap kebutuhan aktifitas,
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
59
kegiatan belajar, dan hampir tidak pernah berbincangbincang atau
berkomunikasi dengan anak.
Ciri-ciri (Hurlock, 1993): kontrol orangtua kurang; bersifat longgar atau
bebas; anak kurang dibimbing dalam mengatur dirinya; hampir tidak
menggunakan hukuman; anak diijinkan membuat keputusan sendiri dan
dapat berbuat sekehendaknya sendiri. Pola asuh permisif mempunyai
karakteristik anak impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri,
mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
Menurut Papalia & Olds (1993) ada beberapa karakteristik pola asuh dari
orangtua yang dapat meningkatkan ataupun menghambat kemandirian
anak, orangtua yang hangat, responsive, dan mempunyai harapan-harapan
yang realistik terhadap anak dapat meningkatkan kemandirian anak,
sedangkan orangtua yang terlalu perfeksionis, suka mengkritik anak,
terlalu mengontrol atau melindungi anak, memanjakan dengan berbagai
keinginan anak, mengabaikan, serta tidak memberi batasan-batasan aturan
yang jelas hal tersebut dapat berakibat dapat menghambat kemandirian
anak (Petranto, 2006).
2.4.3.4 Pola asuh campuran
Pola asuh campuran orangtua tidak konsisten dalam mengasuh anak.
Orangtua terombang-ambing antara tipe bisa diandalkan, otoriter, atau
permisif. Pada pola asuh ini orangtua tidak selamanya memberikan
alternatif seperti halnya pola asuh bias diandalkan, akan tetapi juga tidak
selamanya melarang seperti halnya orangtua yang menerapkan otoriter dan
juga tidak secara terus menerus membiarkan anak seperti pada penerapan
pola asuh permisif. Pada pola asuh campuran orangtua akan memberikan
larangan jika tindakan anak menurut orangtua membahayakan,
membiarkan saja jika tindakan anak masih dalam batas wajar dan
memberikan alternatif jika anak paham tentang alternatif yang ditawarkan.
Anak yang diasuh orangtua dengan metode semacam ini nantinya bisa
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
60
berkembang menjadi anak yang tidak mempunyai pendirian tetap karena
orangtua yang tidak konsisten dalam mengasuh anaknya.
2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Pola asuh keluarga lebih banyak dipegang oleh ibu dirumah, namun
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh (Edwards, 2006)
yaitu;
2.4.4.1 Tingkat Pendidikan dan pengetahuan orangtua serta pengalaman sangat
berpengaruh dalam mengasuh anak, seperti: terlibat aktif dalam
pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada
masalah anak, selalu berupaya menyadiakan waktu untuk anak-anak dan
menilai perkembangan fungsi keluarga dalam keperawatan anak.
2.4.4.2 Lingkungan, banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak
mustahil jika lingkungan ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang
diberikan orangtua terhadap anaknya. Anak juga seringkali mengamati
perilaku orang lain, kemudian menjadi ciri kebiasaan atau kepribadiannya.
2.4.4.3 Budaya, orangtua sering mengikuti cara-cara yang dilakukan masyarakat
dalam mengasuh anak, karena dianggap dianggap berhasil dalam mendidik
anak dan diharapkan anak dapat diterima masyarakat dengan baik.
Orangtua juga menjadikan pedoman praktik pengasuhan dari orangtua
mereka sendiri, sebagian praktik orangtua terima dan sebagian mereka
tinggalkan (Santrock, 2007).
2.4.4.4 Stress ibu akan mempengaruhi kemampuan ibu dalam menjalankan pola
asuh, terutama dalam kaitannya dengan strategi penyelesaian masalah
yang dimiliki dalam menghadapi permasalahan anak.
2.4.4.5 Hubungan suami-istri yang kurang harmonis akan berdampak kepada
kemampuan ibu dalam memberikan pola asuh secara bahagia.
2.4.4.6 Aktifitas ibu sangat mempengaruhi hubungan dengan anggota keluarga
terutama anak-anaknya.
2.4.4.7 Umur ibu apabila terlalu muda atau terlalu tua, mungkin tidak dapat
menjalankan peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan
fisik dan psikososial (Anonim, 2010).
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
61
Skema 2.1
Kerangka Teori
Sumber : Friedman, Bowden, Jones, (2003), Hurlock, 2000, Steinberg & Lener
(2004), Meleis (2007), Tomey & Alligood (2006).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perawatan
diri:
1. Pengalaman
2. Pendidikan
3. Budaya
4. Pengetahuan
5. Pola asuh
Karakteristik anak:
1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Urutan anak
Kemandirian perawatan diri:
1. Pemeliharaan intake udara 2. Pemeliharaan intake air
3. Pemeliharaan intake makanan 4. Mempertahankan hubungan
perawatan proses eleminasi dan
ekskresi
5. Ppemeliharaan keseimbangan
antara aktivitas dan istirahat 6. Pemeliharaan keseimbangan
antara solitude dan interaksi sosial 7. Pencegahan risiko-risiko untuk
hidup, fungsi usia dan kesehatan
manusia, 8. Peningkatan fungsi tubuh dan
pengimbangan manusia dalam
sosial sesuai dengan potensinya
Karakteristik
keluarga:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
6. Pendapatan
7. Tipe keluarga
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
62
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab tiga ini menguraikan tentang kerangka konsep, hipotesis dan definisi
operasional yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Kerangka konsep
penelitian diperlukan sebagai landasan berpikir untuk melakukan suatu penelitian
yang dikembangkan dari tinjauan teori yang telah dibahas sebelumnya. Hipotesis
penelitian dibutuhkan untuk menetapkan hipotesis alternatif, dan definisi
operasional diperlukan untuk memperjelas maksud dari suatu penelitian yang
dilakukan.
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah yang menggambarkan proses interaksi berbagai
faktorsehingga akan memberikan hubungan sebab akibat secara terpisah atau
bermakna (Burn dan Grove, 2009). Kerangka konsep merupakan sebuah kerangka
hubungan antara konsep-konsep dalam bentuk variabel-variabel yang akan diteliti.
Variabel merupakan simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan
dari konsep yang bisa bervariasi. Pada penelitian konsep yang diukur adalah
variabel perawatan diri anak yang dinilai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
fisiologis seperti udara, air, makan, eleminasi, aktivitas & istirahat, pencegahan
bahaya, promosi kesehatan, dan dukungan sosial (Meleis, 2007), kemandirian
anak dalam melakukan dan memenuhi kebutuhannya (Steinberg, 2001; Friedman,
Bowden, & Jones, 2010; Kozier, 2010).
Konsep lain yang diukur adalah variabel bebas dari penelitian ini yaitu
menjelaskan tentang pola asuh keluarga seperti pola asuh demokratis, permisif
dan otoriter dalam mendidik anak usia sekolah sehingga dapat mandiri dalam
melakukan perawatan diri (Hurlock, 1994; Santrock, 2004). Anak usia sekolah
diasumsikan sudah mempunyai nalar yang cukup untuk menjaga keselamatan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
63
mereka serta juga isa diharapkan untuk mandiri (Gunarsa, 2002). Kemandirian
anak merupakan suatu hal yang perlu diajar oleh orangtua sejak dini karena hal
tersebut bisa menunjukan bahwa anak tersebut telah berhasil dalam proses tumbuh
kembangnya. Proses kemandirian anak ini bisa dinilai dan dilihat oleh bagaimana
keluarga memberikan asuhan kepada anak saat dirumah dan oleh wali kelas dalam
menilai kemandirian anak. Salah faktor yang mempengaruhi anak dalam
melaksanakan kemampuan mandirinya, bagaimana keluarga dalan memilih dan
melaksanakan pola asuh keluarga (permisif, otoriter dan demokratis). Pola asuh
yang kurang baik maka akan menimbulkan masalah dalam proses tumbuh
kembang dan anak lebih cenderung untuk mengharapkan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan perawatan diri.
Skema 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Kemandirian anak sekolah dalam
melakukan perawatan diri:
1. Kebutuhan udara
2. Kebutuhan air
3. Kebutuhan makan
4. Kebutuhan eliminasi
5. Kebutuhan aktiviitas
6. Kebutuhan privasi
7. Kebutuhan pencegahan bahaya
8. Kebutuhan interaksi sosial
Karakteristik keluarga:
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Pendapatan
5. Tipe keluarga
Karakteristik anak :
1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Urutan anak
Pola Asuh Keluarga:
a. Otoriter
b. Demokratis
c. Permisif
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
64
Sebuah penelitian akan dilakukan bila sudah ditentukan permasalahannya.
Permasalahan penelitian dibuat lengkap dengan kesimpulan sementara dari
penelitian ini dilakukan. Pada permasalahan penelitian hipotesis yang diangkat
menjelaskan adanya keterikatan hubungan suatu variabel dengan variabel lain.
Tiap variabel menjelaskan bagaimana karakter dari variabel tersebut kemudian
akan dibandingkan dengan variabel lain apakah berpengaruh terhadap variabel
dependennya. Dimana variabel dependen pada penelitian ini adalah pola asuh
yang diterap keluarga dalam mendidik anak seharinya, dengan demikian akan
tergambar apakah ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen yaitu kemandirian perawatan diri anak usia sekolah.
Berdasarkan skema dapat dijelaskan bahwa variabel independen (bebas) adalah
variabel yang nilainya menentukan variabel lain (variabel terikat). Variabel bebas
biasanya merupakan stimulus yang diberikan untuk mempengaruhi tingkah laku
(Nursalam, 2008). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola asuh
keluarga, karakteristik keluarga, dan karakteristik anak.
Variabel dependen (terikat)) merupakan faktor yang diamati dan diukur untuk
menentukan ada tidaknya hubungan dari variabel independen (Nursalam, 2008).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemandirian perawatan diri anak
usia sekolah.
3.2 Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara dari penelitian yang akan
dilakukan dan kebenarannya akan bisa diketahui oleh peneliti dengan fakta
empiris setelah melakukan dengan kuesioner yang diberikan untuk mengetahui
jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh peneliti dengan melihat dari
hubungan satu variabel atau lebih pada populasi spesifik dan jawaban atas
pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dalam perencanaan penelitian yang
akan dilakukan (Burn & Grove, 2009; Imron dan Munif, 2010; Notoatmodjo,
2010).
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
65
3.2.1 Hipotesis Mayor
Ada hubungan antara pola asuh keluarga dengan kemandirian perawatan
diri anak usia sekolah di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis
Kota Depok.
3.2.2 Hipotesis Minor
Ada hubungan pola asuh keluarga dengan kemandirian perawatan diri
anak usia sekolah di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota
Depok.
3.4 Defenisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
N
o
Variabel Definisi
operasional
Alat dan cara
ukur
Hasil ukur Skala
Variabel dependen
1.
Kemandiria
n perawatan
diri
universal
self care
Kemampuan
anak usia
sekolah dalam
melakukan
perawatan diri
secara mandiri
meliputi:
kemampuan
anak dalam
menyeimbangka
n pemasukan
udara, air,
makan,
pembekalan
perawatan
berhubungan
dengan proses
eleminasi dan
eksresi,
mencapai
keseimbangan
antara aktivitas
dan istirahat,
Kuesioner
dengan
pernyataan 45
untuk
kemandirian
perawatan diri
anak dengan
menggunakan
skala Guttman
untuk
pernyataan
positif :
1 : mandiri
0 : tidak
mandiri
Untuk
pernyataan
negatif:
0 : mandiri
1 : tidak
mandiri
0 : tidak
mandiri, jika
nilai <
mean: 0,59
1 : mandiri, jika
nilai ≥ mean
0,59
Ordinal
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
66
menghindari
risiko-risiko
yang
membahayakan
bagi kehidupan,
peran dan
tercapainya
kesejahteraan.
Variabel independen
2. Pola asuh
keluarga
Tindakan/
perilaku yang
dilakukan oleh
keluarga kepada
anak dalam
mendidik dan
membesarkan
anak usia
sekolah di
Kelurahan
Cisalak Pasar
Kecamatan
Cimanggis Kota
Depok
Kuesioner yang
terdiri dari 32
pernyataan
keluarga
tentang pola
asuh.
Cara mengukur
dengan melihat
jawaban
keluarga :
pada masing-
masing item
pernyataan yang
mengarah pada
tipe pola asuh.
1 = pola asuh
demokratis
(jika responden
memilih lebih
dari 50 %
pernyataan yang
mengarah pada
pola asuh
demokratis)
2 = pola asuh
permisif
(jika responden
memilih lebih
dari 50 %
pernyataan yang
mengarah pada
pola asuh
permisif)
3 = pola asuh
otoriter
(jika responden
memilih lebih
dari 50 %
pernyataan yang
mengarah pada
pola asuh
otoriter)
Nominal
Karakteristik Keluarga
1. Umur Karakteristik
keluarga
berdasarkan usia
orangtua ayah
atau ibu sejak
lahir sampai
ulang tahun
terakhir
Kuesioner
dalam bentuk
pernyataan
tertulis
mengenai data
demografi
1. Dewasa muda
21-35 tahun
2. Dewasa
tengah 36-55
tahun
Ordinal
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
67
2. Jenis
Kelamin
Orangtua
Karakteristik
keluarga
berdasarkan jenis
kelamin orangtua
ayah atau ibu
Kuesioner
dalam bentuk
pernyataan
tertulis
mengenai data
demografi
1. Laki-laki
2. perempuan
Ordinal
3. Suku
Orangtua
Karakteristik
keluarga
berdasarkan
sukuorangtua
ayah atau ibu
Kuesioner
dalam bentuk
pernyataan
tertulis
mengenai data
demografi
1. Betawi
2. Sunda
3. Betawi
4. Minang
5. Lain-lain
Ordinal
4. Pendidikan Sekolah formal
yang diikuti
orangtua ayah
atau ibu
berdasarkan
ijazah terakhir
Kuesioner
dalam bentuk
pernyataan
tertulis
mengenai data
demografi
1. Rendah (tidak
sekolah, SD,
dan SMP)
2. Tinggi (SMU,
dan
D3/Sarjana)
Ordinal
5. Pekerjaan Kegiatan sehari-
hari orangtua
dalam menafkahi
anggota keluarga
Kuesioner
dalam bentuk
pernyataan
tertulis
mengenai data
demografi
1. Bekerja
2. Tidak bekerja
Nominal
6. Pendapatan Penghasilan
kepala keluarga
dalam satu bulan
Kuesioner
dalam bentuk
pernyataan
tertulis
mengenai data
demografi
1. Rendah (<
UMR Rp.
1.400.000,-)
2. Tinggi (>
UMR Rp.
1.400.000,-)
Ordinal
7. Tipe
keluarga
Komposisi dan
jumlah anggota
keluarga yang
tinggal dalam
satu rumah
Kuesioner
dalam bentuk
pernyataan
tertulis
mengenai data
demografi
1. Keluarga inti
2. Keluarga
besar
Nominal
Karakteritik Anak
1. Umur Karakteristik
anak berdasarkan
umur anak dari
lahir hingga
Kuesioner
dalam bentuk
pernyataan
tertulis
1. 6-9 tahun :
kanak-kanak
tengah
2. 10-12 tahun :
Ordinal
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
68
ulang tahun
terakhir
mengenai data
demografi
kanak-kanan
akhir
2. Jenis
kelamin
Karakteristik
anak berdasarkan
jenis kelamin
anak usia
sekolah
Kuesioner
dalam bentuk
pernyataan
tertulis
mengenai data
demografi
1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal
3. Urutan
anak
Karakteristik
berdasarkan
urutan anak
dalam keluarga
dimulai dari
saudara kandung
paling besar
Kuesioner
dalam bentuk
pernyataan
tertulis
mengenai data
demografi
1. Anak pertama
2. Anak tengah
dan akhir
Ordinal
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
69
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai metodologi penelitian yang meliputi rancangan
penelitian, populasi dan sampel, tempat penelitian, waktu penelitian, etika
penelitian, alat pengumpulan data, uji instrument (validitas dan reliabilitas),
prosedur pengumpulan data, pengolahan dan rencana analisis data
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian atau desain penelitian suatu proses perencanaan tentang
cara mengumpulkan dan mengolah data agar dapat dilaksanakan penelitian
untuk mencapai tujuan penelitian. Rancangan penelitian membantu peneliti
dalam memperoleh jawaban terhadap pernyataan penelitian untuk menguji
kesahihan hipotesa, obyektif, akurat sehingga tercapai tujuan penelitian
(Sastroasmoro & Ismael, 2011).
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif korelasi
dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian deskriptif
bertujuan mendiskripsikan penelitian dengan mengamati, menjelaskan, dan
mendokumentasikan aspek dari suatu situasi yang terjadi secara alami dan
diawali dengan suatu hipotesis. Deskriptif korelasi mengidentifikasi
hubungan antara variabel- variabel penelitian pada satu waktu tertentu (Polit
& Beck, 2008). Penelitian ini bermaksud untuk melihat adanya hubungan
antar variabel independen (pola asuh keluarga) dengan variabel dependen
(kemandian perawatan diri anak usia sekolah). Penelitian korelasi digunakan
untuk menjelaskan sebab akibat antara dua variabel, yang mana antara
variabel yang satu dengan variabel lainnya saling berhubungan.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
70
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah sejumlah subyek yang mempunyai karakteristik tertentu
(Sastroasmoro & Ismael, 2010). Populasi sebagai subjek yang memiliki
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari
dan ditarik kesimpulan (Sugiono,2006). Populasi dalam penelitian ini
adalah anak usia sekolah dengan rentang umur anak yaitu pada umur 6-12
tahun yang tinggal di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota
Depok pada tahun 2012 yang diperkirakan berjumlah 3.604 jiwa (Laporan
Rekapitulasi Penduduk Kelurahan Cisalak pasar April, 2012)
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian populasi diambil sebagai sampel dan dapat
mewakili seluruh populasi (Sabri dan Hastono, 2006). Sampel dipilih pada
penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan
cara cluster proportional sampling yaitu sampel dipilih secara alamiah dan
dilakukan dengan acak pada kelompok individu dalam populasi tertentu
berdasarkan wilayah, yaitu kelurahan, kecamatan, kota (Sastroasmoro dan
Ismael, 2011). Dalam penentuan jumlah sampel pada cluster proportional
sampling dengan menentukan, mengambil sampel secara acak pada daerah
tertentu secara berurutan dari jumlah yang besar sampai kecil dan
memenuhi syarat yang dipilih (Hidayat, 2007, Wood dan Harber, 2010, dan
Longford, 2004).
Teknik pengambilan sampel (Lemeshow, et a., 1990, dikutip Ariawan,
1998) :
n = Z2 P (1-P) = (1,96)
2 X 0,5 X 0,5 = 0,9604 = 96,04
d2
(0,1)2
0,01
Keterangan :
n = Besar sampel
Z2
= Nilai Z pada derejat kemaknaan (biasanya 95% = 1,96)
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
71
P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak
diketahui proporsinya, ditetapkan 50% (0,5)
d = Derejat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan :
10% (0,10), 5% (0,05) atau 1% (0,01)
Untuk mengantisipasi adanya drop out pada subjek penelitian yang dapat
menyebabkan berkurangnya sampel maka peneliti memperbesar taksiran
sampel agar besar sampel tetap terpenuhi dengan menggunakan rumus
dalam Sastroasmoro & Ismael, (2008) yaitu:
n’ = 96,04 = 107
1-0,1
Keterangan :
n’ : Besar sampel setelah dilakukan revisi
n : Besar sampel yang akan dihitung
1 - f : Perkiraan proporsi subjek yang drop out, perkiraan 10 % (f = 0,1)
Pengambilan sampel penelitian di kelurahan Cisalak Pasar dengan cara berikut ini
:
4.2.2.1 Peneliti membuat jumlah populasi AUS per RW yang terdiiri dari 9 RW
(RW 1 sampai dengan RW 9) di kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan
Cimanggis Kota Depok
4.2.2.2 Sampel diambil pada tiap RW dengan menghitung jumlah sampel anak
usia sekolah yang sudah ditetapkan dari tiap RW dengan jumlah RT
yang ada di RW tersebut. Sampel diambil secara cluster proportional
sampling yaitu sampel dipilih secara alamiah dan dilakukan dengan acak
pada kelompok individu dalam populasi tertentu berdasarkan wilayah
4.2.2.4 Sampel tiap RT dengan systematic random sampling yaitu sampel
diambil berdasarkan elemen pertama sebagai anggota terpilih secara
acak kemudian diikuti secara sistematik. Sampel keluarga anak usia
sekolah rumah pertama adalah sampel pertama, kemudian jarak 5 rumah
n’ = n
(1 – f)
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
72
lagi baru dijadikan sampel kedua, dan begitu seterusnya. Diharapkan
peluang yang sama pengambilan sampel KK yang memiliki anak usia
sekolah pada tiap RT, kemudian misal dalam 1 rumah memiliki 3 orang
anak usia sekolah, maka nama setiap anak ditulis dalam kertas dan
digulung dan diletakkan dalam sebuah gelas, kemudian dikocok dan
diambil satu kertas (nama), nama yang keluar itulah yang dijadikan
responden. Pengambilan sampel penelitian sebagai berikut:
Tabel 4.1
Penghitungan Jumlah Sampel Penelitian
RW Jumlah
keluarga per
RW (KK)
Jumlah Keluarga
Yang Memiliki Anak
Usia Sekolah
Perhitungan Jumlah
RT
Jumlah
Sampel
Tiap RT
01 2587 444 444/3066 x 107 6 15
02 1392 239 239/3066 x 107 5 8
03 3055 524 524/3066 x 107 6 18
04 1481 254 254/3066 x 107 5 9
05 2799 480 480/3066 x 107 9 17
06 1629 280 280/3066 x 107 4 10
07 2226 382 382/3066 x 107 8 13
08 1291 222 222/3066 x 107 5 8
09 1409 242 242/3066 x 107 4 8
Jumlah AUS 3066 Total sampel 107
Sumber : Laporan tahunan Kelurahan Cisalak Pasar tahun 2012
4.2.3 Kriteria Sampel
4.2.3.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmojo,
2010). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah bersedia menjadi
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
73
reponden; keluarga yang memiliki anak usia sekolah 6-12 tahun sedang
bersekolah di sekolah dasar, anak dan orangtua bisa membaca dan
menulis, anak tinggal serumah dengan orangtua, keluarga yang salah satu
orangtuanya bekerja, sehat jasmani dan rohani, memahami bahasa
Indonesia, berdomisili di kelurahan Cisalak Pasar.
4.2.3.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria ekslusi adalah karakteristik yang membatasi populasi untuk
menurunkan keragaman sampel. Kriterianya adalah: anak usia sekolah
yang memiliki keterbatasan; keluarga yang kedua orangtua bekerja
(suami-istri), anak yang mengalami gangguan fisik atau sakit.
4.3 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cisalak pasar Kecamatan Cimanggis
Kota Depok. Alasan dilakukan penelitian di Kel. Cisalak Pasar Kec.
Cimanggis Kota Depok ini adalah karena mudah dijangkau oleh peneliti,
adanya populasi yang mencukupi untuk dijadikan sampel, serta dilokasi ini
belum pernah ada penelitian yang sama sebelumnya.
4.4 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan bulan Juli 2012 sampai Januari 2012. Penelitian ini
dilakukan dengan tiga tahapan mulai dari tahap persiapan yaitu mulai dengan
penyusunan proposal, perizinan pengambilan data, dan ujian proposal (Juli-
November 2012); tahap pelaksanaan yaitu mulai dari perizinan tempat
penelitian di Kel. Cisalak Pasar Kec. Cimanggis Kota Depok, uji coba
instrument, pengumpulan data, analisa data, uji hasil, sidang hasil dan
perbaikan hasil akhir ujian hasil penelitian yang direncanakan November–
Januari 2012; tahap akhir yaitu penyusunan laporan akhir (Desember-Januari
2013). Adapun rencana penelitian terlampir (Lampiran I).
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
74
4.5 Etika Penelitian
4.5.1 Pelaksanaan Prinsip Etika Penelitian
Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung
dengan manusia, mungkin etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat,
2007). Tiga prinsip etika penelitian yaitu: beneficence dan maleficence,
respect human dignity, dan justice (Polit & Beck, 2012). Upaya yang
dilakukan untuk mengantisipasi dampak yang mungkin muncul pada saat
proses penelitian, sehingga menggunakan prinsip-prinsip etik tersebut
sebagai berikut :
4.5.1.1 Respect human dignity yaitu menghargai harkat dan martabat responden,
dimana peneliti pertama memperkenalkan diri dan membina hubungan
saling percaya, menjelaskan tujuan dan manfaat, memberikan kebebasan
pada keluarga dalam menentukan nasibnya sendiri, dilakukan secara
sukarela, dan bebas mengundurkan diri pada saat penelitian ini
berlangsung, berhak menyampaikan pendapat. Menghargai bila individu
menolak atau mengundurkan diri pada saat penelitian berlangsung.
Pada awal penelitian dilakukan, peneliti memperkenalkan diri, membina
hubungan trust dengen responden, menjelaskan tujuan penelitian kepada
responden, manfaat penelitian bagi responden, dan konsekuensi lain dari
penelitian. Kemudian responden diberi waktu 2 hari untuk berpikir sebelum
menyetujui atau tidak ikut serta dalam penelitian ini. Jika responden setuju
responden dimintai tanda tangan sebagai tanda persetujuan. Pada
pelaksanaan pengambilan data penelitian, tidak ada responden yang
mengundurkan diri atau menolak pada saat pengambilan data berlangsung.
4.5.1.2 Beneficence dan maleficence (memperhatikan kesejahteraan responden)
Prinsip beneficence dan maleficence dengan maksud meminimalkan
kerugian atau kesalahan, sehingga penelitian ini bermanfaat besar bagi
responden. Dengan mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pola asuh
yang diberikan keluarga dalam memandirikan anak dapat memberikan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
75
manfaat bagi responden dalam mengetahui informasi kepada keluarga
tentang tipe pola asuh apa yang digunakan keluarga dalam mendidik anak,
sehingga anak mampu mandiri dalam melakukan perawatan diri. Peneliti
memberikan kebebasan kepada responden mengenai kapan dan dimana
responden mengisi angket yang diberikan (±3 hari), dan memberikan
kesempatan kepada responden kapanpun untuk bertanya dalam proses
pengambilan data. Penelitian ini bermanfaat secara tidak langsung bagi
kelurahan Cisalak Pasar, pendidikan keperawatan dan dinas kesehatan
terkait kesejahteraan keluarga dan anak usia sekolah dalam meningkatkan
derejat kesehatan.
4.5.1.3 Justice (keadilan)
Justice yaitu responden memiliki hak untuk diperlakukan adil baik sebelum,
maupun sesudah penelitian terjadi. Keadilan yang diberikan dengan
memberikan kesempatan yang sama kepada responden sesuai dengan
kriteria inklusi, tidak ada diskriminasi dan tidak membedakan responden
atau keluarga yang satu dengan yang lainnya. Memberikan keadilan kepada
responden dalam mengemukakan pendapat atau keinginannya, memberikan
perlakuan sama antara orangt ua dan anak dalam pengisian angket.
4.5.2 Informed consent
Informed consent adalah responden mendapatkan informasi yang cukup
untuk penelitian, mengerti tentang maksud penelitian, dan mampu
menentukan sikap berpartisipasi atau tidak dalam penelitian (Polit & Beck,
2012). Pada Informed consent terdiri dari 5 hal yang perlu dijelaskan:
penjelasan tujuan penelitian, potensi resiko selama penelitian, manfaat dari
penelitian, prosedur penelitian, dan pernyataan bahwa responden
mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa konsekuesi apapun. Jika responden
memahami dan mengerti tentang penelitian ini, maka responden akan
memberikan tanda tangan pada lembar Informed consent yang disediakan
peneliti pada lembar sebelum kuesioner diberikan.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
76
Pengambilan data pada keluarga AUS yang ada di Cisalak Pasar, peneliti
menjelaskan tujuan penelitian hubungan pola asuh keluarga dengan
kemandirian perawatan diri anak usia sekolah, risiko yang terkandung dalam
pengisian angket yang diberikan yaitu diketahui tipe pola asuh keluarga
yang digunakan dalam mendidik anak, dan perbedaan kemandirian anak
dalam melakukan perawatan diri, mafaat penelitian secara langsung
(diketahuinya tipe pola asuh yang di gunakan keluarga) dan tidak langsung
(bagi keperawatan komunitas tipe pola asuh yang banyak digunakan
masyarakat) yang dirasakan responden, prosedur penelitian yang dijelaskan
kepada responden bahwa, sebelum pengisian angket ini peneliti terlebih
dhulu meminta izi kepada Lurah Cisalak Pasar, Dinas kesehatan, puskesmas,
dan ketua RW dan RT. Pada penelitian ini berlangsung dari awal hingga
akhir pengambilan data tidak ada responden yang menolak atau
mengundurkan diri selama proses pengambilan data.
4.6 Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri.
Pengumpulan data ini menggunakan kuesioner yang disusun peneliti
berdasarkan teori-teori yang terkait dengan pola asuh keluarga dan
kemandirian perawatan mandiri pada anak usia sekolah. Proses pengumpulan
data dengan cara memberikan kuesioner kepada keluarga yang memiliki anak
usia sekolah yang tinggal di kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis
Kota Depok. Kuesioner yang digunakan merupakan pernyataan-pernyataan
yang terkait dengan pola asuh keluarga dalam kemandirian anak dalam
melakukan perawatan diri.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 4 bagian (A, B, C,
dan D). Bagian A merupakan kuesioner tentang karakteristik keluarga, yaitu:
umur orangtua, jenis kelamin, suku, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua,
pendapatan kepala keluarga dan tipe keluarga. Kuesioner bagian A ini
berbentuk pertanyaan terbuka. Selanjutnya bagian B adalah kuesiner tentang
pola asuh keluarga terhadap anak usia sekolah. Kuesioner ini berisikan 32
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
77
item pernyataan pola asuh yang digunakan keluarga. Kuesioner bagian B ini
berbentuk pernyataan tertutup, yaitu setiap 1 kuesioner terdapat 3 pilihan
jawaban pernyataan (A, B, dan C) yang menjelaskan tentang tipe pola asuh
demokratis, pola asuh permisif, dan pola asuh otoriter. Kemudian pada
bagian C berisikan tentang karakteristik anak, yaitu umur anak, jenis kelamin
anak, dan urutan kelahiran anak. Kuesioner bagian C ini berbentuk
pernyataan terbuka. Selanjutnya pernyataan terakhir adalah kuesioner bagian
D yang berisikan tentang kemandirian perawatan diri anak usia sekolah
berisikan 45 item pernyataan.
Tabel 4.1
Kisi-kisi kuisioner penelitian
No. Variabel Sub variabel Jumlah soal Nomor soal
1. Karakteristik
responden
Umur
1 1
Jenis kelamin 1 2
Suku 1 3
Pendidikan 1 4
Pekerjaan 1 5
Penghasilan 1 6
Tipe keluarga 1 7
2. Pola asuh keluarga
dalam perawatan
mandiri
32
1-32
3. Karakteristik anak Umur 1 1
Jenis kelamin 1 2
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
78
Anak ke - 1 3
4. Kemandirian anak
sekolah
Udara 4 1, 3, 4, 44,
Air 1 10
Makan 6 9, 11, 12, 14, 39,
Eliminasi 4 8, 31,
Aktivitas, privasi
& istirahat
11 2, 5, 6, 7, 13, 15,
16, 17, 21, 23, 25,
26, 28, 29, 30, 32,
33, 37, 43
Pencegahan
bahaya
5 20, 22, 24, 27, 38,
40,41, 42,
Promosi
kesehatan
5 17, 43, 44, 45,
Interaksi sosial 10 34, 35, 36,
4.7 Uji Instrumen
Uji instrumen penelitian bertujuan untuk menguji validitas dan reliabilitas
instrument penelitian yang digunakan. Uji coba instrument dilakukan di
Kelurahan Pasir Gunung Selatan Kecamatan Cimanggis Kota Depok
terhadap 30 responden (keluarga yang memiliki anak usia sekolah).
Uji validitas dilakukan untuk mengukur korelasi antara variabel/item dengan
skor total tabel. Dalam uji validitas mencerminkan bagaimana alat ukur
secara akurat dapat memberikan informasi dengan benar tentang variabel
yang diteliti (Macnee, 2004; Sugiyono, 2011). Pada uji validitas ini
menghubungkan skor variabel dengan skor total. Jika nilai r-hitung lebih
besar dari r-tabel maka item pernyataan dalam instrument tersebut valid.
Signifikansi dari uji instrument 5% r product moment dengan r-tabel dengan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
79
menggunakan df= n-2 (Hastono, 2007). Sampel yang digunakan 30
responden, maka r-tabel adalah 0,361.
Uji reliabilitas diartikan sebagai kemampuan dari suatu instrumen untuk
mengukur atribut dari suatu konsep atau konstruksi secara konsisten
(Sugiyono, 2007). Teknik analisis untuk penilaian reliabilitas instrumen
menggunakan rumus alpha cronbach dengan nilai standar (Arikunto, 2009).
Reliabilitas alat ukur dikatakan reliabel jika nilai hitung α cronbach lebih
besar dari 0.6 (Hastono, 2007).
4.7.1 Uji validitas dan reliabilitas pola asuh keluarga
Pada uji validitas kuesioner pola asuh keluarga (bagian B) yang diuji coba
pada 30 responden didapatkan hanya 10 item yang valid dari 30 item
pernyataan. Dikarenakan dari 10 item pernyataan yang valid kurang
mewakili isi terkait pola asuh keluarga sehingga dilakukan uji ulang
dengan 50 item pernyataan. Hasil uji validitas yang kedua didapatkan 32
item pernyataan yang valid. Untuk pernyataan yang tidak valid (r-tabel >
0,36) dikeluarkan dari intrumen. Setelah seluruh pernyataan valid
kemudian dilakukan uji reliabilitas dengan hasil uji menunjukkan nila α
cronbach lebih besar dari 0,6 (α cronbach = 0,872), artinya bahwa
pernyataan pola asuh reliable.
4.7.2 Uji validitas dan reliabitas kemandirian perawatan diri
Pada uji validitas kuesioner kemandirian perawatan diri pada uji validitas
pertama 50 pernyataan kemandirian perawatan diri anak usia sekolah,
didapatkan 15 pernyataan yang valid dari 50 item pernyataan. Oleh sebab
itu dilakukan kembali uji ulang dengan 60 pernyataan. Hasil uji validitas
yang kedua didapatkan kuesioner yang valid 45 item pernyataan. Untuk
pernyataan tidak valid dikeluarkan dari instrumen penelitian. Kemudian
pernyataan yang valid dilakukan uji reabilitas dengan hasil uji
menunjukkan α cronbach 0,846 lebih besar dari 0,6. Dengan demikian
pernyataan kemandirian perawatan diri reliable untuk diuji.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
80
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
4.8.1 Prosedur Administratif
Prosedur administratif penelitian meliputi: memasukan uji etik pada Komite
Etik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia; mengajukan izin
penelitian kepada Dinas Pendidikan Kota Depok, Badan Kesatuan Bangsa
dan Perlindungan Masyarakat Depok, dan Kelurahan Cisalak Pasar; dan
sosialisasi rencana penelitian pada pihak Kelurahan Cisalak Pasar beserta
RW/ RT setempat.
4.8.2 Prosedur Teknis
Prosedur teknis dalam penelitian ini, antara lain:
4.8.2.1 Menentukan sampling frame dari tiap RW dan RT yang terpilih. Pada
tahap ini peneliti menentukan jumlah responden keluarga yang memiliki
anak usia sekolah.
4.8.2.2 Meminta kesediaan keluarga yang memiliki anak usia sekolah yang
memenuhi criteria insklusi yang bersedia berpartisipai pada penelitian ini
dan masuk dalam sampling frame penelitian.
4.8.2.3 Menentukan responden penelitian secara acak berdasarkan sampling frame
yang telah didapatkan.
4.8.2.4 Responden yang bersedia dalam menandatangani informed consent.
4.8.2.5 Peneliti menjelaskan tujuan penelitian, isi dan cara kuesioner penelitian,
prosedur penelitian kepada responden dan memberikan waktu responden
untuk mengisinya dengan batas 3 hari.
4.8.2.6 Setelah responden selesai mengisi kuesioner, kuesioner dikumpulkn
kembali dan peneliti skan mengecek kelengkapannya. Jika terdapat
kuesioner yang tidak lengkap, maka peneliti meminta kesediaan responden
untuk melengkapinya.
4.8.2.7 Pengumpulan data dilakukan selama 10 hari (mulai tanggal 10-20
Desember 2012)
4.8.2.8 Setelah semua data terkumpul dan lengkap, maka dilanjutkan dengan
pengolahan data kuesioner.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
81
4.9 Pengolahan Data dan Analisis Data
4.9.1 Pengolahan data
Peneliti melakukan empat tahapan pengolahan data dimana menurut
Hastono (2007) pengolahan data merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan setelah pengumpulan data dimana data diolah sedemikian rupa
sehingga dapat menjadi informasi yang dapat digunakan untuk menjawab
pernyataan penelitian. Proses pengolahan data yang dilakukan peneliti yaitu:
4.9.1.1 Editing
Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan mengecek ulang kelengkapan
pengisian formulir atau kuesioner apakah sudah lengkap dijawab, jelas,
relevan dan konsisten. Instrumen telah diisi dengan lengkap oleh seluruh
responden. Apabila terdapat kekurangan dapat segera dilengkapi.
4.9.1.2 Coding
Penulis mengklasifikasikan jawaban-jawaban atau hasil-hasil yang ada
menurut jenisnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan menandai masing-
masing jawaban dengan kode berupa angka. Pada kuesioner pola asuh
untuk jawaban pola asuh otoriter ditandai dengan angka 1, pola asuh
permisif ditandai dengan angka 2, pola asuh demokratis ditandai dengan
angka 3. Pada kuesioner kemandirian perawatan diri anak usia sekolah,
jawaban anak mandiri ditandai angka 1 dan jawaban anak tidak mandiri
diberi angka 0.
4.9.1.3 Entry data
Pada tahap ini, setelah dilakukan pengkodean dengan benar maka data
dimasukkan ke dalam program computer (SPSS)
4.9.1.4 Cleaning
Proses pembersihan/cleaning dilakukan sebelum analisis data sehingga
tidak terdapat kesalahan pembacaan kode pada data penelitian yang
diperoleh saat analisis data. Jika terdapat missing data, maka data
dilengkapi terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis data.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
82
4.9.2 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan makna agar data yang didapat berguna untuk
pemecahan masalah penelitian. Analisis data yang akan dilakukan dalam
penelitian ini meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat. Tahapan
analisis data yaitu :
4.9.2.1 Analisis Univariat
Tujuan analisi univariat adalah untuk mendeskripsikan karakteristik dari
variabel yang akan diteliti (Hastono, 2007). Analisis univariat dalam
penelitian ini keluarga dilakukan pada data kategorik yaitu: karakteristik
keluarga (umur, jenis kelamin, suku, tipe keluarga, pendidikan keluarga,
pekerjaan), karakteristik anak (umur anak, jenis kelamin, dan urutan anak),
pola asuh keluarga (pola asuh otoriter, demokratif, dan permisif), dan
kemandirian perawatan diri anak usia sekolah yang disajikan dalam bentuk
tabel dan diagram (pola asuh dan kemandirian perawatan diri) distribusi
frekuensi dan presentase.
4.9.2.2 Analisis Bivariat
Analisis data dilakukan dengan makna agar data yang didapat berguna
untuk pemecahan masalah penelitian. Analisis bivariat untuk mengetahui
ada hubungan yang signifikan antara dua variabel atau lebih variabel
dependen dan independen yang dikategorikkan (Hastono, 2007). Analisa
bivariat pada penelitian ini adalah: variabel independen adalah pola asuh
keluarga (pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif); dengan variabel
dependen adalah kemandirian perawatan mandiri anak usia sekolah.
Uji yang digunakan adalah Kai Kuadrat (Chi Square) karena variabel pada
penelitian ini adalah data yang dikategorikkan. Pada uji Chi Square
membandingkan frekuensi yang terjadi dengan frekuensi harapan. Jika
nilai frekuensi observasi sama, maka tidak ada perbedaan yang bermakna
(signifikan), sebaliknya jika nilai frekuensi observasi berbeda maka, ada
perbedaan yang bermakna (signifikan). Chi Square memiliki syarat yaitu:
tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai kurang dari 1, dan tidak boleh
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
83
ada nilai harapan kurang dari 5, lebih dari 20% dari jumlah sel (Luknis dan
hastono, 2007). Hasil uji chi square hanya dapat menjelaskan derejat
hubungan dua variabel kategorik, akan tetapi dapat menjelaskan derejat
hubungan antara dua variabel.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
84
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Bab lima menguraikan hasil penelitian tentang karakteristik keluarga (umur, jenis
kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, tipe keluarga), karakteristik
anak (umur anak, jenis kelamin, dan urutan kelahiran anak), pola asuh keluarga
(pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, dan pola asuh permisif), kemandirian
dalam melakukan perawatan diri anak sekolah yaitu kebutuhan udara, air, makan,
eleminasi, privasi, sosialisasi, pencegahan bahaya, dan aktivitas di Kelurahan
Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok yang dilaksanakan selama bulan
Desember 2012. Responden pada penelitian ini adalah ayah atau ibu dari keluarga
yang memiliki anak usia sekolah dan anak usia sekolah (6-12 tahun) yang tinggal
di Kelurahan Cisalak Pasar yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
sebanyak 107 responden. Hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis
univariat, bivariat, dan multivariat yang diuraikan sebagai berikut:
5.1 Analisis Univariat
5.1.1 Gambaran Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga yang diteliti pada penelitian ini adalah umur, jenis kelamin,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan tipe keluarga. Data
karakteristik keluarga kesemuanya disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan
presentase, dalam tabel 5.1 sebagai berikut :
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
85
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteritik Keluarga di Kelurahan Cisalak
Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok
Desember 2012 (n=107)
Variabel n Persentase
Umur orangtua
- Dewasa muda (21-35 tahun) 35 32,7
- Dewasa tengah (36-55 tahun) 72 67,3
Jumlah
107 100
Jenis kelamin orangtua
- Laki-laki 44 41,1
- Perempuan 63 58,9
Jumlah
107 100
Suku orangtua
- Betawi 38 35,5
- Sunda 10 9,3
- Jawa 51 47,7
- Minang 4 3,7
- Lainnya 4 3,7
Jumlah
107 100
Pendidikan orangtua
- Rendah (tidak sekolah, SD, SMP) 65 60,7
- Tinggi (SMA, D3/Sarjana) 42 39,3
Jumlah
107 100
Pekerjaan orangtua
- Bekerja 63 58,9
- Tidak Bekerja 44 41,1
Jumlah
107 100
Penghasilan Kepala Keluarga
- < UMR 1.400.000,-/bulan 65 60,7
- ≥ UMR 1.400.000,-/ bulan 42 39,3
Jumlah
107 100
Tipe keluarga
- Keluarga inti 105 98,1
- Keluarga besar 2 1,9
Jumlah 107 100
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
86
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa karakteristik keluarga dari responden penelitian ini
sebagian besar adalah orangtua berumur dewasa menengah (67,3%), perempuan
(58,9%), dari suku jawa (47,7%), pendidikan rendah (60,7%), bekerja (58,9%),
kepala keluarga berpenghasilan < UMR 1.400.000,-/ bulan sebesar (60,7 %), dan
tipe keluarga inti (98,1 %).
5.1.2 Gambaran Karakteristik Anak Usia Sekolah
Karakteristik anak usia sekolah dalam keluarga yang diteliti adalah umur anak,
jenis kelamin anak, dan urutan kelahiran anak dalam keluarga digambarkan pada
tabel 5.2
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Anak usia sekolah di Kelurahan
Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok
Desember 2012 (n=107)
Variabel n Persentase
Umur anak
- Kanak-kanak Tengah 57 53,3
- Kanak-kanak Akhir 50 46,7
Jumlah
107 100
Jenis Kelamin anak
- Laki-Laki 46 43
- Perempuan 61 57
Jumlah
107 100
Urutan Anak
- Anak Pertama 36 33,6
- Anak ke ≥ 2 71 66,4
Jumlah 107 100
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden penelitian ini sebagian besar adalah
anak usia sekolah kelompok umur kanak-kanak tengah (6-9 tahun) (53,3%),
perempuan (57%), dan anak urutan tengah dan akhir (66,4%).
5.1.3 Gambaran Pola Asuh Keluarga
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
87
Pola asuh keluarga dalam mengasuh anak usia sekolah terdiri dari pola asuh
demokratis, pola asuh otoriter, dan pola asuh permisif digambarkan pada diagram
5.1 dibawah ini:
Diagram 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh Keluarga di Kelurahan Cisalak
Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok, Desember 2012 (n=107)
Pada penelitian ini didapatkan bahwa pola asuh keluarga yang dominan digunakan
oleh responden adalah pola asuh permisif (43%), kemudian pola asuh demokratis
sebanyak (35,5%), dan yang paling sedikit adalah pola asuh otoriter (21,5%)
(diagram 5.1).
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
88
5.1.4 Gambaran Distribusi Kemandirian Perawatan Diri Anak Usia
Sekolah
Diagram 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Kemandirian Perawatan Diri Anak Usia
Sekolah di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok
Desember 2012 (n=107)
Diagram 5.2 menunjukkan bahwa pada penelitian ini sebagian besar anak usia
sekolah termasuk kategori mandiri (58,9%) dalam melakukan perawatan diri.
Akan tetapi, proporsi yang tidak mandiri tidak terpaut jauh (41,1 %).
5.2 Analisis Bivariat
Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Kemandirian Perawatan Diri Anak
Usia Sekolah
Tabel 5.3
Distribusi Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Kemandirian Perawatan Diri
Anak Usia Sekolah di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota
Depok, Desember 2012 (n=107)
Pola Asuh Orangtua Kemandirian Anak Jumlah p
Tidak Mandiri Mandiri
n % n % n %
- Pola Asuh Demokratis 9 23,7 29 76,3 38 100
0,012* - Pola Asuh Otoriter 14 60,9 9 39,1 23 100
- Pola Asuh Permisif 21 45,7 25 54,3 46 100
Jumlah 44 41,1 63 58,9 107 100
*bermakna pada α = 0,05
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
89
Data tabel 5.3 menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan pola asuh keluarga dan kemandirian anak dalam melakukan perawatan
diri yaitu sebagian besar keluarga dengan pola asuh demokratis anak mandiri
(76,3% ) dan pola asuh permisif anak mandiri (54,3%), sementara keluarga
dengan pola asuh otoriter anak tidak mandiri (60,9%). Analisis menunjukkan
bahwa ada perbedaan kemandirian perawatan diri anak dengan pola asuh
demokratis, permisif dan pola asuh otoriter dengan hasil uji Chi Square di
dapatkan nilai (p = 0,012 ; α = 0,05). Dengan demikian ada hubungan pola asuh
keluarga dengan kemandirian perawatan diri anak usia sekolah di Kelurahan
Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
90
BAB 6
PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan pembahasan hasil penelitian tentang pola asuh keluarga
terhadap kemandirian perawatan diri anak usia sekolah di Kelurahan Cisalak
Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Interpretasi hasil penelitian membahas
tentang kesesuaian dan kesenjangan antara hasil penelitian yang telah dilakukan
dengan penelitian yang terkait disertai teori dan konsep yang mendasari penelitian
ini. Bab ini juga menjelaskan tentang keterbatasan penelitian dan implikasi hasil
penelitain terhadap pelayanan keperawatan komunitas dan perkembangan ilmu
keperawatan komunitas.
6.1 Gambaran Karakteristik Keluarga
6.1.1 Umur Orangtua
Berdasarkan hasil analisis data penelitian didapatkan bahwa proporsi orangtua yang
berumur dewasa menengah (36-55 tahun) (67,3%), lebih banyak dibandingkan yang
berumur dewasa muda (21-35 tahun) (32,7%),m penelitian ini adalah dewasa menengah
atau dengan kata lain menyatakan umur orangtua dala Berdasarkan teori bahwa usia dewasa
merupakan masa yang ditandai dengan adanya ketidak ketergantungan secara financial dan
adanya tanggungjawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan. Hurlock (2004)
menegaskan individu dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya
dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat. Menurut Lavindon (1980) dalam
Santrock (2003), umur dewasa menengah merupakan masa peralihan dari masa dewasa
awal. Pada usia menengah terrcapailah puncak masa dewasa yang dimulai dari usia 36-65
tahun. Masa ini seseorang memiliki tiga macam tugas yaitu; penilaian kembali pada masa
lalu, perubahan struktur kehidupan, dan proses individualisasi dengan maksud bahwa
mampu menilai masa lalu dengan kenyataan yang ada saat ini, dan yang akan datang
(Santrock, 2004).
Usia dewasa menengah merupakan usia yang matang dalam berpikir dan bersikap, sehingga
dapat mempengaruhi perannya sebagai orangtua dalam mendidik dan mengasuh putra putri
mereka. pada usia tersebut, orangtua diharapkan mampu memberikan pengasuhan yang
benar sehingga anak akan mampu mencapai tahap perkembangan sesuai masanya, misalnya
mampu bergaul dan mandiri dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Seperti yang diungkap
oleh Wong (2001) dalam Supartini (2004) bahwa usia merupakan faktor yang
mempengaruhi orangtua untuk dapat menjalankan peran pengasuhan, karena usia yang
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
91
terlalu muda atau terlalu tua akan menyebabkan peran pengasuhan yang diberikan orangtua
menjadi kurang optimal. Hal ini disebabkan karena untuk dapat menjalankan peran
pengasuhan secara optimal diperlukan kekuatan fisik dan psikososial untuk melakukannya.
6.1.2 Jenis Kelamin Orangtua
Jenis kelamin orangtua merupakan salah satu karakteristik keluarga yang dilihat dalam
penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan jenis kelamin orangtua yang paling banyak
adalah perempuan (ibu) (58,9%). Ibu merupakan orang pertama yang menjadikan anak
merasa aman, dibutuhkan, dan mampu memberikan kasih sayang yang penuh, karena ibu
yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkan serta mendidik anak hingga anak
dewasa. Jenis kelamin orangtua juga harus diperhatikan bagaimana penggunaan tipe pola
asuh dalam mendidik anak. Pada umumnya wanita lebih mengerti tentang anak, karena
lebih demokratis terhadap anaknya dibandingkan dengan orangtua laki-laki. Namun bisa
terbalik, ayah permisif dan ibu lebih otoriter. Semua tergantung sifat bawaan dan
kesepakatan orangtua.
Pada usia sekolah, peran orantua mulai terpecah oleh anak, karena sebahagian waktu anak
berada disekolah dan peran itu digantikan oleh guru disekolah dalam mendidik anak agar
memiliki kesiapan dalam menyonsong hari depannya. Kasih sayang ibu merupakan jaminan
awal bagi anak untuk mampu tumbuh kembang maksimal sesuai massanya, dengan
pengasuhan yang tepat kepada anak, orangtua mampu memandirikan anak dalam segala hal
sesuai tumbuh kembangnya dan anak mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan
lingkungan dimana anak berada.
Ibu merupakan orang pertama yang menjadikan anak merasa aman, dibutuhkan, dan mampu
memberikan kasih sayang yang penuh, karena ibu yang telah mengandung, melahirkan, dan
membesarkan serta mendidik anak hingga anak dewasa. Pada usia sekolah, peran orantua
mulai terpecah oleh anak, karena sebahagian waktu anak berada disekolah dan peran itu
digantikan oleh guru disekolah dalam mendidik anak agar memiliki kesiapan dalam
menyonsong hari depannya. Kasih sayang ibu merupakan jaminan awal bagi anak untuk
mampu tumbuh dan berkembang maksimal sesuai masanya. Dengan pengasuhan yang tepat
kepada anak, orangtua mampu memandirikan anak dalam segala hal sesuai dengan tumbuh
kembangnya dan anak mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan tempat
dimana anak berada.
6.1.3 Suku Orangtua
Faktor lingkungan eksternal menjadi salah satu pembentuk karakter anak yaitu budaya
keluarga (orangtua) budaya keluarga dilihat dari suku bangsa orangtua. berasal.
Berdasarkan hasil analisis data, diketahui suku keluarga di kelurahan Cisalak Pasar adalah
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
92
suku-suku pulau jawa (betawi, sunda, dan jawa) sebesar (92,5%). Hal ini sesuai dengan
tempat dilakukan penelitian yang berada di pulau jawa, sehingga suku yang yang paling
dominan adalah suku-suku yang terdapat di pulau jawa.
Karakteristik keluarga dalam sudut pandang suku orangtua dan ciri-ciri khusus daerah
tertentu dapat mempengaruhi pola pengasuhan keluarga dalam mendidik anak (Perry and
Potter, 2005). Budaya jawa merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki bangsa
Indonesia dan tradisinya yang penuh nilai-nilai keluhuran dan kearifan.
Pola pengasuhan keluarga satu dengan yang lain kepada anak-anak mereka berbeda-beda,
karena dipengaruhi faktor internal (latar belakang keluarga, faktor usia orangtua, pendidikan
dan wawasan orangtua, jenis kelamin, dan konsep peranan orangtua dalam keluarga). Faktor
eksternal terdiri dari tradisi yang berlaku dalam lingkungannya, sosial ekonomi lingkungan,
dan semua hal yang berasal dari luar lingkungan keluarga yang mempengaruhi pola asuh
(Hurlock, 2006).
Menurut penelitian Zhalielah (2011), diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi dalam
menerapkan pola asuh adalah budaya Jawa yang sangat mengutamakan pendidikan, dan
sangat menekankan pentingnya pendidikan walaupun kehidupan susah. Selain itu budaya
jawa juga mengajarkan tentang sopan santun, kebaikan, kejujuran, sehingga akan
membentuk kepribadian yang baik. Dalam budaya jawa konsep peran orangtua juga
diajarkan dengan baik, misalnya tata cara berbicara kepada orangtua berbeda dengan tata
berbicara dengan teman sebaya.
6.1.4 Pendidikan Orangtua
Pendidikan orangtua yang terbanyak pada penelitian ini adalah pendidikan rendah (tidak
sekolah, SD, dan SMP) sebesar 60,7%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
yang rendah akan mempengaruhi pengetahuan sikap dan perilaku dalam keluarga.
Pendidikan memiliki peranan penting untuk meningkatkan mutu kehidupan seseorang. Pada
umumnya, tingkat pendidikan akan mempengaruhi sikap dan perilaku. Pendidikan
merupakan sutau usaha seseorang untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-
potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat dimana keluarga tersebut tinggal (Notoadmodjo, 2010). Menurut penelitian
Agustina (2002), pendidikan orangtua salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat
diperlukan untuk mengembangkan diri, semakin tinggi pendidikan semakin mudah
menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan rendah dari orangtua berakibatkan kurangnya kualitas orangtua dalam
memberikan pengasuhan kepada anak sesuai dengan tahapan perkembangan anak, sehingga
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
93
anak akan cenderung tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri mereka. Hal
ini juga akan membuat anak tidak berkembang sesuai usianya. Berdasarkan hasil penelitian
oleh Galih (2009) menyatakan bahwa orang tua dengan tingkat pendidikan tinggi lebih
memilih tipe pola asuh demokratis. Pada penelitian ini tingkat pendidikan yang rendah pada
keluarga, akan berdampak pada kurangnya pengetahuan orangtua bagaimana mengasuh
anak sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya (umur anak).
Nuraeni (2006), latar belakang pendidikan orangtua mempunyai pengaruh yang besar
terhadap pembentukan kepribadian anak. Orangtua yang mempunyai latar belakang
pendidikan yang tinggi akan lebih memperhatikan segala perubahan dan setiap
perkembangan yang terjadi pada anaknya. Orangtua yang berpendidikan tinggi umumnya
mengetahui bagaimana tingkat perkembangan anak dan bagaimana tingkat perkembangan
pengasuhan orangtua terhadap anak yang baik sesuai dengan perkembangan anak.
6.1.5 Pekerjaan Orangtua
Berdasarkan hasil analisis data pekerjaan orangthwa lebih setengah orangtua bekerja
(58,9%). Orangtua yang bekerja cenderung memiliki tingkat kesibukan dan stress yang
tinggi. Misalnya, orangtua yang bekerja sebagai PNS atau pegawai swasta memiliki
keterikatan waktu dan kesibukan dengan pekerjaan mereka, sehingga waktu untuk bersama
keluarga menjadi kurang. Namun di sisi lain, Supartini (2004) mengatakan bahwa pekerjaan
orangtua merupakan sumber penghasilan bagi keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan
fisik, psikologis dan spiritual. Jika orangtua tidak bekerja, maka kebutuhan keluarga tidak
tercukupi dan akan membuat timbulnya masalah dalam keluarga.
Saat ini, orangtua yang bekerja merupakan suatu kebutuhan keluarga dalam memenuhi
kehidupan ekonomi keluarga orangtua laki-laki bekerja sebagai sumber penghasilan utama
keluarga, begitu pula dengan orangtua perempuan bekerja untuk membantu menambah
penghasilan dalam keluarga orangtua yang bekerja (ayah dan ibu) akan menambah
meningkatkan perekonomian keluarga. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa
penghasilan keluarga sebagian besar ≤ UMR Rp. 1,4 juta rupiah (60,7%). Pendapatan
keluarga merupakan salah satu faktor yang mampu mempengaruhi proses tumbuh kembang
anak dalam pengasuhan anak. Keluarga dengan status sosial yang tinggi akan berupaya
untuk memenuhi segala kebutuhan anak mereka, dari kebutuhan dasar, pendidikan, dan
kebutuhan finansial lainnya dapat terpenuhi.
Keadaan sosial ekonomi keluarga akan berdampak pada pemeliharaan anak dalam keluarga.
Gunarsa (2004), menyatakan bahwa keluarga dengan tingkat pendapatan yang rendah akan
menyebabkan orangtua kurang memperhatikan anak, kurang memberikan penghargaan
pujian, pada anak kurang waktu mengajarkan anak untuk berbuat baik dan mengikuti
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
94
peraturan, kurangnya latihan dan penanaman nilai-nilai dan norma dalam masyarakat,
sehingga akan berakibat anak akan mengalami masalah pada proses tumbuh kembangnya.
Sedangkan pada ekonomi keluarga yang tinggi orangtua memiliki waktu lebih cukup untuk
membimbing anak mereka, karena orangtua tidak dipusingkan dengan keadaan ekonomi
keluarga, ataupun susah nafkah untuk keluarga (Gunarsa, 2002).
6.1.7 Tipe Keluarga
Bentukan keluarga pada penelitian ini diketahui bahwa sebagai besar (98,1%) adalah tipe
keluarga inti. Tipe keluarga inti (Nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu
dan anak (Friedman, 2003). Keluarga inti adalah keluarga yang sudah menikah, sebagai
orangtua, atau pemberi nafkah yang terdiri dari suami istri dan anak mereka baik anak
kandung ataupun anak adopsi (Suprajitno, 2004). Jumlah anggota keluarga yang banyak
akan menyebabkan perhatian orangtua kepada anaknya akan semakin terbagi-bagi, sehingga
akan mempengaruhi waktu yang dimiliki orangtua untuk mengasuh anak. Sebaliknya
semakin sedikit anak, maka akan semakin banyak perhatian yang diberikan orangtua kepada
anak tersebut (Gunadi, 2008). Gunarsa (2004) menjelaskan bahwa dalam keluarga kecil,
anak tidak perlu berjuang untuk memperoleh kasih sayang dari orangtuanya, sedangkan
pada anak-anak dalam keluarga besar perlu berjuang untuk mendapatkan kasih sayang dari
orantuanya. Jadi, semakin banyak anak yang dimiliki oleh orangtua, maka orangtua akan
menyesuaikan perhatian yang diberikannya dengan jumlah anak yang berhak menerima
perhatian dan kasih sayang. Besarnya keluarga akan mempengaruhi pembentukan tingkah
laku anak, dimana semakin besar suatu keluarga, maka semakin sedikit perhatian yang
diperoleh anak dari orangtua.
6.2 Karakteristik Anak
6.2.1 Umur Anak
Berdasarkan hasil analisis data, umur anak usia sekolah sebagian besar termasuk kelompok
umur kanak tengah (6-9 tahun) (53,3%). Kanak tengah menurut Kohlberg dalam Kozier,
Erb, Berman, Snyder (2010), memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang
usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok,
dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.
Usia sekolah 6- 12 tahun merupakan masa belajar di dalam dan di luar sekolah. Anak harus
menjalani tugas-tugas perkembangan yakni: belajar keterampilan fisik, sikap sehat, bergaul
dengan teman-teman sebaya, membentuk keterampilan dasar, membentuk konsep-konsep
untuk hidup sehari-hari, memperoleh kebebasan pribadi, dan membentuk hati nurani, nilai
moral dan nilai sosial (Gunarsa, 2004).
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
95
Anak umur 6-9 tahun harus belajar mandiri, bersosialisasi dengan teman sebayanya, dan
biasanya masuk dunia pendidikan (sekolah). Anak biasanya lebih mudah dididik,
berperilaku lebih tenang, dan juga bersemangat. Anak mulai mengembangkan wawasan dan
pengalaman, sehingga emosinya pun mulai terkendali. Menurut Kolhberg, dalam Kozier,
Erb, Berman, and Snyder (2010) usia kanak-kanak tengah (tahap I) usia 6-10 tahun sudah
bisa menilai hukuman atau akibat yang diterimanya berdasarkan tingkat hukuman dari
kesalahan yang dilakukannya. Anak yang dapat mengetahui perilaku yang baik akan
mampu membuatnya jauh dari hukuman. Kanak-kanak akhir (tahap II) usia 10-12 tahun
sudah bisa berpikir bijaksana. Hal ini ditandai dengan perilaku anak yang sesuai dengan
aturan moral, karena disukai oleh orang dewasa, bukan karena takut dihukum. Berbuat
kebaikan bagi anak usia seperti ini lebih dinilai dari tujuannya, sehingga anak pun menjadi
anak yang tahu aturan.
6.2.2 Jenis Kelamin Anak
Dari hasil analisis data, jenis kelamin anak yang paling banyak adalah berjenis kelamin
perempuan sebesar (57%). Anak perempuan mempunyai sikap sosial yang lebih tinggi,
penuh kehangatan, dan mampu menyesuaikan tingkah laku, sikap, dan nilainya sesuai
dengan tuntutan kelompok (Hurlock, 2006). Anak perempuan lebih terampil berbahasa
daripada anak laki-laki, sehingga mereka lebih berpengalaman dalam mengutarakan
perasaannya dan lebih cakap dalam memanfaatkan kata-kata. Padahal anak laki-laki lebih
diharapkan daripada anak perempuan. Anak laki-laki biasanya cenderung mengabaikan
pengungkapan emosinya, tampak kurang peka terhadap emosi dirinya sendiri maupun diri
orang lain (Hawari, 2007).
6.2.3 Urutan Kelahiran Anak
Berdasarkan hasil analisis data bahwa urutan anak berdasarkan kelahiran yang paling
banyak adalah anak tengah dan akhir (66,4%). Urutan anak menunjukkan juga bahwa
banyaknya jumlah anak dalam 1 keluarga, seperti yang diungkapkan oleh Supartini (2004),
bahwa orangtua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam merawat anak lebih
dari 2 orang, akan lebih siap menjalankan peran pengasuhannya. Selain itu, mereka akan
lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan anak dengan baik.
Menurut Gunarsa (2002), anak yang tertua lebih mudah terpengaruh oleh norma-norma
kelompok dan oleh orang lain dibanding dengan adik-adiknya. Anak pertama lazimnya
bertindak sebagai pemimpin saudara-saudara dan melanggarnya dalam susunan keluarga.
Anak tengah akan berperan sebagai penghubung dalam interaksi dengan kakaknya. Anak
tengah kadang-kadang bertingkah dan melanggar peraturan untuk mendapatkan perhatian
orangtua bagi dirinya sendiri dan merebut perhatian orangtua dari kakak atau adiknya.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
96
6.3 Gambaran pola asuh keluarga pada anak usia sekolah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh keluarga di Kelurahan Cisalak Pasar yang
terbanyak digunakan adalah tipe pola asuh permisif, yang kedua tipe pola asuh demokratis,
dan terakhir tipe pola asuh otoriter. Dengan demikian pola asuh permisif yang lebih banyak
digunakan dalam mengasuh anak. Pada penelitian terkait yang berhubungan dengan tipe
pola asuh permisif yang banyak digunakan, belum ada peneliti jumpai. Penelitian-penelitian
sebelumnya banyak menunjukkan pola asuh yang sering digunakan keluarga dalam
mendidik anak adalah pola asuh demokratis dan otoriter. Ini teridentifikasi dari penelitian
yang dilakukan oleh Julianto (2007) diketahui bahwa anak SDN Panjang Wetan 01
Pekalongan menggunakan tipe pola asuh demokratis (74,6%). Hal ini juga didukung oleh
Bakar (2007), pola asuh yang diterapkan oleh orangtua di sekolah pada umumnya adalah
pola asuh demokratis. Sedangkan pada penelitian Sari (2006), dijelaskan bahwa pola asuh
keluarga dalam memandirikan anak di SDN Empang Bogor Tengah yang paling banyak
digunakan adalah pola asuh otoriter.
Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang diberikan orangtua menunjukkan kehangatan
yang tinggi, bersifat longgar, kurang bimbingan, dan cenderung memanjakan, dan dituruti
keinginannya. Sikap orangtua yang menerima apa adanya itu akan cenderung memberikan
kebebasan kepada anak untuk berbuat apa saja. Pola asuh ini dapat mengakibatkan
mempunyai karakteristik anak impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau
menang sendiri dan kurang percaya diri (Hurlock, 2004). Pola asuh permisif biasanya
cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya,
dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orangtua tipe ini
biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak (Petranto, 2006).
Anak dengan tipe pola asuh permisif, anak akan menunjukkan sifat akan kurang mandiri,
dan ada beberapa yang mandiri. Namun hal ini, tidak bisa dijadikan suatu perilaku yang bisa
memandirikan anak sesuai standar anak mampu dalam melakukan perawatan diri. Anak
mandiri dalam pola asuh permisif, mungkin bisa kita lihat anak mandiri dalam melakukan
perawatan diri, apakah sudah cukup atau benar-benar tepat pelaksanaan perawatan diri yang
dilakukan. dengan didikan yang lebih membiarkan anak melakukan hal yang diinginkannya,
pada penelitian ini membuat anak mampu mandiri untuk melakukan perawatan diri. Pada
saat pengambilan data terdapat beberapa anak yang pulang sekolah langsung bermain tanpa
mengganti baju sekolah, sudah mandi namun kebersihan bagian tubuh masih ada yang tidak
tepat (kuku panjang dan hitam, kuping kurang bersih, dan anak tidak sisiran setelah mandi.
Oleh sebab itu perlu diperhatikan oleh orangtua bagaimana anak mampu melakukan
perawatan diri dengan apakah sudah benar.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
97
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang bersifat rasional dalam segala pemikiran dan
pengambilan keputusan. Orangtua dalam melakukan atau memutuskan suatu putusan selalu
tidak ragu-ragu dalam mengendalikan anak mereka, lebih memprioritaskan anak, bersikap
realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap memberikan kebebasan kepada anak
untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak yang bersifat
hangat membuat anak merasa nyaman dan dapat belajar dengan baik (Santrock, 2003). Agar
mandiri anak diberi kesempatan memilih, menghargai usahanya, hindari banyak bertanya,
jangan langsung menjawab pertanyaan, membantu melihat alternatif lain, dan jangan
patahkan semangatnya. Pola asuh demokratis menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan
diri mendorong tindakan-tindakan mandiri membuat keputusan sendiri akan berakibat
munculnya tingkah laku mandiri yang bertanggung jawab. Hasilnya anak akan mandiri,
dapat mengontrol diri, dan mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi
stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, dan kooperatif terhadap orang lain.
Pola asuh otoriter orangtua cenderung memaksakan standar yang diinginkannya kepada
anak, menggunakan hukuman pada tiap kesalahan yang dilakukan anak tanpa
mendengarkan alasan kegagalan terjadi. Hal ini sesuai yang dijelaskan pada penelitian
Walters (dalam Lindgren, 2001) ditemukan bahwa pola otoriter cenderung menggunakan
hukuman terutama hukuman fisik. Sikap otoriter orangtua sering tidak disadari, padahal
anak lahir dan bersifat unik yang memiliki kelebihan, kelemahan, minat dan emosi yang
berbeda-beda. Pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti,
biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Seperti belajar harus selalu mendapatkan
nilai 8, anak tidak boleh bermain dan harus terus belajar, dalam belajar anak dibiarkan
sendiri, dan tidak membantu kesulitan belajar anak. Karakteristik pola asuh otoriter
biasanya akan menjadikan anak penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar
menentang, dan suka melawan. Hal ini yang membuat terganggunya pertumbuhan dan
perkembangan anak secara psikologis ke depannya.
Nuraeni (2006) mengatakan latar belakang pendidikan orangtua mempunyai pengaruh yang
besar terhadap pembentukan kepribadian anak. Orangtua yang mempuyai latar belakang
pendidikan yang tinggi akan lebih memperhatikan segala perubahan dan setiap
perkembangan yang terjadi pada anaknya. Orangtua yang berpendidikan tinggi umumnya
mengetahui bagaimana tingkat perkembangan anak dan bagaimana pengasuhan orangtua
terhadap anak sesuai dengan perkembangan anak.
Pola asuh permisif lebih yang banyak ditemukan dalam penelitian ini mungkin juga
dikarenakan orangtua yang bekerja (63%). Hal ini akan berdampak pada tipe pola asuh yang
digunakan keluarga dalam memandirikan anak. Pola asuh permisif yang lebih memanjakan
dan cenderung mengabaikan anak dalam melakukan segala hal. Hal ini dapat menimbulkan
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
98
masalah anak akan berperilaku negatif karena kurangnya didikan orangtua dalam
membentuk perilaku anak. Oleh sebab itu, peneliti berpendapat bahwa, pola asuh yang tepat
dari keluarga untuk mendidik anak sangat dibutuhkan agar anak mampu melakukan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari terutama pada perawatan diri mereka masing-masing. Hal
ini akan bisa dilakukan anak bila mendapatkan pengasuhan dari orangtua secara intensif
mulai dari anak bangun hingga tidur kembali pada malam hari, anak dibimbing dan dididik
agar bisa berperilaku dan bersikap positif dengan mampu menunjukkan kemampuan dalam
melakukan perawatan diri. Orangtua harus bisa mengetahui proses tumbuh kembang anak
tiap tahun berdasarkan umur anak, sehingga bisa menjadi implikasi orangtua dapat
mendidik anak sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya.
6.4 Gambaran kemandirian perawatan diri anak usia sekolah
Hasil penelitian diketahui bahwa anak usia sekolah yang mandiri dalam melakukan
perawatan diri lebih besar dibanding dengan anak yang tidak mandiri. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian oleh Julianto (2007) yang menjelaskan bahwa anak usia sekolah
SDN Panjang Wetan 01 Pekalongan, sebagian besar mempunyai tingkat kemandirian baik.
Hal ini juga didukung oleh penelitiannya yang dilakukan oleh Rohmaningsih (2007) yang
menjelaskan bahwa sebagian besar anak kelas 1-3 di SDN Kelurahan Petarukan Pemalang
memiliki kemandirian yang baik. Begitu pula pada penelitian Sari (2006) di SDN Empang
5 Bogor Tengah, diketahui bahwa anak usia sekolah yang mandiri dalam melakukan
pemenuhan kebutuhan diri mereka sebesar 70%.
Menurut Orem (1991) dalam Meleis (2007), perawatan diri dapat dilakukan oleh siapa saja,
baik usia dewasa, remaja, dan anak. Lie dan Prasasti (2006) menjelaskan anak usia 6-12
tahun belajar untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya secara mandiri. Jika orangtua
bisa membimbing anak dengan baik, anak akan belajar makin rajin dan bersemangat
melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif bagi kemajuan dirinya sendiri. Pada usia 6-12
tahun, anak mulai bisa menerima pendidikan dari luar maupun dalam lingkungan dimana
anak tinggal, anak belajar di dalam dan di luar sekolah, serta anak harus menjalani tugas-
tugas perkembangan seperti; belajar keterampilan fisik, sikap sehat, bergaul dengan teman-
teman sebaya, membentuk keterampilan dasar, membentuk konsep-konsep untuk hidup
sehari-hari, memperoleh kebebasan pribadi, dan membentuk hati nurani, nilai moral dan
nilai sosial (Gunarsa, 2004).
Berdasarkan uraian diatas peneliti berpendapat bahwa anak usia sekolah seharusnya sudah
mampu mandiri dalam melakukan perawatan diri. Hal ini dapat terlihat dari karakteristik
yang dimiliki anak usia sekolah. Berdasarkan fakta bahwa anak usia asekolah 6-12 tahun,
menurut peneliti anak mampu mandiri dalam melakukan perawatan diri. Pada masa ini anak
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
99
sudah bisa diberi tanggung jawab dalam menerima suatu pekerjaan, terutama pada anak
tahap II (kanak-kanak akhir). Pada tugas perkembangan usia sekolah, pada masa ini anak
membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang tumbuh,
mengembangkan peran sosial dengan pria atau wanita, dan masa ini juga anak diharapkan
memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk membentuk anak yang cerdas dan berilmu.
Sebagai seorang perawat komunitas memiliki implikasi untuk bisa memandirikan
masyarakat dalam upaya pencegahan timbulnya masalah kesehatan dari usia dini. Promosi
kesehatan merupakan salah satu jalan untuk bisa menjembatani perawat dengan masyarakat
dalam upaya memandirikan dalam menjaga status kesehatan mulai dari sedini mungkin,
memberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan diri yang dimulai dari usia sekolah,
sosialisasi program untuk bisa memandirikan anak dengan pola asuh yang tepat yang
diberikan keluarga, dan meningkatkan pengetahuan masyarakat (keluarga) tentang tumbuh
kembang anak usia sekolah, dan upaya yang dilakukan keluarga agar anak mampu mandiri
dalam melakukan perawatan diri secara mandiri.
6.5 Hubungan Pola Asuh Keluarga Dengan Kemandirian Perawatan Diri Anak Usia
Sekolah
Hasil penelitian ini terdapat hubungan antara pola asuh keluarga dengan kemandirian
perawatan diri anak usia sekolah. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sari
(2006) menjelaskan bahwa pola asuh keluarga memiliki hubungan dengan kemandirian
anak pada SDN Empang, dan juga pada penelitian Rohmaningsih (2007) diketahui juga
bahwa ada hubungan antara pola asuh keluarga dengan kemandirian anak SD di Petarukan
Pemalang. Kemandirian perawatan diri merupakan kemampuan anak untuk dapat
melakukan dan memenuhi kebutuhannya yaitu; kebutuhan udara, air, makan, eleminasi, rasa
aman, aktivitas, promosi kesehatan, dan dukungan sosial (Meleis, 2007).
Pola asuh yang tepat diberikan orangtua kepada anak dalam memandirikan anak dalam
melakukan perawatan diri, akan berdampak positif pada anak. Kemampuan anak dalam
melakukan perawatan diri secara mandiri akan menjadikan anak yang bertanggung jawab
pada tugas, anak akan mandiri melakukan segala hal yang ingin dilakukkannya, dan anak
akan berhasil melalui tahap tumbuh kembang sesuai dengan usianya. Orangtua sebaiknya
bisa menjadi teman bagi anak, tidak memaksakan kehendak kepada anak, dan memberikan
hukuman tanpa mengetahui sebab-akibat dari setiap hukuman yang diberikan. Namun saat
ini masih banyak orangtua yang main hakim sendiri kepada anak, membuat keputusan
sendiri tanpa bertanya kepada anak tentang keinginan mereka, dan orangtua merasa ialah
yang berkuasa penuh dan memiliki hak untuk melakukan hal apa saja kepada anak agar
anak mau ikut perintah orangtua.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
100
Menurut penelitian Sari (2006), menjelaskan pola asuh demokratis merupakan pola asuh
yang banyak diterapkan orangtua dalam mendidik anak untuk mandiri, tetapi orangtua tetap
menetapkan batas dan kontrol. Orangtua biasanya bersikap bijaksana, hangat, penuh kasih
sayang, menerima segala alasan dari tiap masalah yang ada, memberikan motivasi dan
dukungan kepada anak agar anak mampu mandiri melakukan segala hal (perawatan diri).
Menurut peneliti, pola asuh demokratis mampu membuat anak mandiri dalam melakukan
perawatan diri secara mandiri dengan melihat teori yang mendukung dan penelitian yang
telah dilakukan. pola asuh demokratis lebih bersifat liberal namun terkontrol, ini sesuai
dengan tumbuh kembang anak pada usia sekolah yang lebih banyak memiliki keinginan
bermain, belajar sambil bermain, anak bisa mengambil suatu makna dari dampak
lingkungan yang positif dan didikan orangtua yang bersifat demokratis.
Perawat komunitas penting disini dalam melakukan sosialisasi bentuk pola asuh dan
implikasi pola asuh bagi tumbuh kembang anak, pendidikan dan pengetahuan tentang anak,
serta bagaimana anak bisa mandiri sesuai usianya. Sehingga memiliki kesimpulan, orangtua
bisa memilih tipe pola asuh demokratis dalam mendidik anak, namun jika anak lebih
bersikap dan berperilaku negatif, orangtua bisa lebih tegas dengan bersikap otoriter dengan
mengimbangi hukuman berdasarkan toleransi dan manusiawi, dan ada kalanya orangtua
menggunakan pola asuh permisif, ketika anak mampu berperilaku positif seperti anak
berprestasi dimana saja, dengan memberikan atau membebaskan anak untuk memilih hal
yang diinginkannya sendiri sesuai batasan.
6.6 Keterbatasan penelitian
6.6.1 Instrumen Penelitian
6.6.1.1 Pernyataan instrument penelitian kurang terstruktur dan penggunaan
kalimat yang masih belum dimengerti oleh responden karena kesulitan
dalam mengubah kosa kata dari teori menjadi bahasa (pernyataan) sehari-
hari klien dalam melakukan perawatan diri.
6.6.1.2 Pada saat uji validitas masih kurang sehingga membutuhkan waktu yang
lebih panjang agar uji validitas benar-benar reliable. Pada saat uji
instrumen yang tinggi r-tabel < 0,36 (valid).
6.6.2 Desain Penelitian
Hanya melihat gambaran bukan melihat hubungan antara pola asuh keluarga
dengan kemandirian perawatan diri anak usia sekolah
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
101
6.7 Implikasi hasil penelitian
6.7.1 Pelayanan Keperawatan Komunitas
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui adanya hubungan antara pola
asuh keluarga dengan kemandirian perawatan diri anak usia sekolah di
Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Jenis pola
asuh yang paling banyak digunakan dalam memandirikan anak dalam
melakukan perawatan diri yaitu pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis
lebih bersifat mendidik, tidak ada tekanan, dan lebih bersifat sabar dalam
mendidik anak. Hal ini menjadi masukan bagi pelayanan keperawatan
komunitas, bahwa pola asuh yang tepat diberikan keluarga dapat
berimplikasi pada tumbuh kembang anak. Saat ini dengan perkembangan
zaman, anak-anak bisa tumbuh dan berkembang sendiri dengan optimal
dengan lingkungan internal ataupun lingkungan eksternal. Anak mampu
mandiri, tidak hanya berpangku tangan dengan orang terdekatnya.
Perawat komunitas dapat membuat program khusus untuk anak usia sekolah
mengenai “plan parenting” buat keluarga yang memiliki anak usia sekolah
seperti memberikan support education kepada keluarga bagaimana cara
mengasuh anak dengan berbagai karakter anak. Bagaimana cara mengasuh
anak agar mampu mandiri dalam melakukan perawatan diri, anak mampu
hidup atau berperilaku hidup bersih dan sehat. Melakukan penyuluhan
kesehatan mengenai tumbuh kembang anak kerumah-rumah keluarga,
mengobservasi bagaimana cara orangtua dalam mengasuh anak agar mampu
mandiri dalam melakukan perawatan diri atau pada kelompok ibu-ibu yang
memiliki anak usia sekolah dengan sosialisasi tumbuh kembang anak dalam
melakukan perawatan diri. Saat ini upaya yang dilakukan dalam mencegah
timbulnya masalah pada anak usia sekolah dengan pencegahan primer
seperti; peer konselor, peer educator, pendidikan kesehatan dan kegiatan
positif untuk keluarga (orangtua-anak) untuk membina kedekatan antara ibu
dan anak. Pencegahan sekunder yang dilakukan dengan kegiatan konseling,
pembentukan peer group gabungan ibu-ibu (orangtua) yang memiliki anak
usia sekolah berbagi pengalaman, pengetahuan dan tips dalam mengasuh
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
102
anak dan mendidik anak terutama agar anak mampu mandiri dalam
melakukan perawatan diri.
6.7.2 Perkembangan ilmu keperawatan komunitas
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya untuk
topik yang sama. Meningkat kemandirian anak dalam melakukan perawatan
diri secara mandiri sehingga proses tumbuh kembang dan untuk mampu
bertanggung jawab pada diri mereka sendiri.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara pola asuh keluarga dengan kemandirian perawatan diri
anak usia sekolah. Pada anak usia sekolah dibuktikan dengan nilai p = 0,012
; α = 0,05. Dibuktikan juga bahwa pola asuh yang diberikan orangtua dalam
memandirikan anak dalam melakukan perawatan diri orangtua
menggunakan modifikasi pola asuh dengan terlihat persentase orangtua
dalam mendidik anak (pola asuh permisif (54,3%), pola asuh demokratis
(76,3%), dan pola asuh otoriter (39,1 %), sehingga dapat terlihat bahwa
orangtua untuk mampu memandirikan anak dalam melakukan perawatan diri
secara mandiri tidak hanya menggunakan satu tipe pola asuh saja, bisa
kombinasi antara 2-3 tipe pola asuh keluarga.
Pengembangan penelitian dalam desain kuasi eksperimen juga perlu
dilakukan untuk melihat efektivitas peer educator dan peer konselor
terhadap perawatan diri secara mandiri pada anak usia sekolah. Selain
haltersebut, penelitian kualitatif untuk mendapatkan gambaran persepsi
orangtua dalam mendidik anak usia sekolah agar mandiri dalam melakukan
perawatan diri.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
103
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
Bab 7 ini menjelaskan simpulan dari hasil penelitian dan saran yang berguna bagi
pelayanan dan penelitian keperawatan
7.1 Simpulan
7.1.1 Karakteristik keluarga dalam penelitian ini sebagian besar adalah dari
orangtua yang berumur dewasa menengah (36-55 tahun), perempuan,
memiliki suku yang berasal dari pulau jawa, tingkat pendidikan rendah,
tidak bekerja, dengan penghasilan < UMR 1.400.000,-/ bulan, dan tipe
keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak di Kelurahan Cisalak
Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok.
7.1.2 Karakteristik anak yang tergambar pada penelitian ini anak berumur kanak-
kanak tengah (6-9 tahun), perempuan, dan urutan kelahiran anak yaitu anak
tengah dan akhir di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota
Depok.
7.1.3 Pola asuh keluarga dalam memandirikan anak usia sekolah didominasi
dengan pola asuh permisif dan demokratis, dan sebagian kecil lagi dengan
pola asuh otoriter.
7.1.4 Sebagian besar anak usia sekolah pada penelitian ini telah mandiri dalam
melakukan perawatan diri.
7.1.7 Terdapat hubungan antara pola asuh keluarga dan kemandirian perawatan
diri pada anak sekolah, pola asuh demokratis dan permisif lebih banyak
membuat anak mandiri dalam melakukan perawatan diri, daripada pola
asuh otoriter.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
104
7.2 Saran
7.2.1 Dinas Kesehatan
Perlu ditingkatkan promosi kesehatan pada anak usia sekolah, khususnya
tentang kemandirian perawatan diri, melalui program PHBS terintegrasi
dengan program Perkesmas focus pada perawatan keluarga.
Perawat perkesmas perlu dilatih tentang pola asuh keluarga untuk anak usia
sekolah
7.2.2 Puskesmas
a. Tenaga kesehatan yang ada di puskesmas terutama perawat, dapat
terjun langsung ke masyarakat untuk realisasi program kesehatan dalam
membina keluarga dengan penerapan konsep PHBS (perilaku hidup
bersih dan sehat) dari dinas kesehatan dengan melakukan atau
membentuk kelompok ibu-ibu yang memiliki anak usia sekolah dengan
melakukan penyuluhan atau dengan pelatihan tentang pola asuh anak
untuk melihat upaya yang dilakukan keluarga dalam memandirikan
anak sehingga anak dapat berperilaku sehat.
b. Salah satu peran perawat adalah sebagai pendidik. Oleh karena itu,
perawat perlu memaksimalkan perannya sebagai pendidik dengan
memberikan pendidikan kepada para orangtua tentang pentingnya
penerapan pola asuh yang tepat untuk membangun kemandirian pada
anak sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangannya.
7.2.3 Institusi Keperawatan
a. Kurikulum khusus untuk keperawatan keluarga dengan membina
keluarga yang dilakukan oleh mahasiswa dengan sosialisasi tumbuh
kembang anak usia sekolah dan proses kemandirian yang harus bisa
dilakukan anak usia sekolah dalam meningkatkan derejat kesehatan
b. Meningkatkan pemberdayaan instansi pendidikan seperti melakukan
pengabdian kepada masyarakat dengan memberikan penyuluhan
kesehatan yang efektif untuk keluarga untuk bisa memandirikan anak
mereka
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
105
7.2.4 Masyarakat
a. Masyarakat khususnya keluarga dapat menggunakan pola asuh yang
tepat untuk mendidik anak, yang disesuaikan dengan masalah yang ada
pada anak usia sekolah dengan penyuluhan yang diberikan kepada
keluarga dengan peer konselor dan peer educator
b. Keluarga mampu meningkat rasa asah asih asuh kepada anak agar anak
bisa dekat dengan orangtua, mandiri dalam melakukan segala kegiatan
(aktivitas)
c. Orangtua dapat membentuk kemandirian pada anak, diharapkan agar
lebih meningkatkan sikap positif dalam rangka mendidik dan
menerapkan pola asuh yang tepat kepada anakanaknya dan juga
memberikan semangat dan dorongan kepada putra-putrinya agar
menggali potensi dan kemampuan diri dengan memberikan banyak
kegiatan yang positif agar belajar mandiri yang pada akhirnya dapat
hidup bermasyarakat dengan baik
7.2.5 Bagi peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut, dengan memperhatikan
variabel-variabel lain yang mempengaruhi pembentukan kemandirian
perawatan diri pada anak usia sekolah dan juga faktor lain yang
mempengaruhi pola asuh orangtua. Penelitian juga dapat dilakukan dengan
metode kualitatif (wawancara), observasi langsung untuk melihat
kemampuan anak dalam melakukan perawatan diri dan pengaruh
pengasuhan secara lebih pasti. Selain itu untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat, sebaiknya juga dilaksanakan penelitian selanjutnya tentang hubungan
antara tingkat kemandirian anak dengan proses tumbuh kembang pada anak
usia sekolah.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
106
DAFTAR PUSTAKA Allender, J.A., & Spradley, B.W. (2010). Community Health Nursing: Promoting and
Ptrotecting The Public’s Health, 7th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Amirul Hadi dan Haryono, (1998). Metodologi Penelitian Pendidikan II. Bandung: Pustaka Setia.
Anderson, JE. 1951. The Psychology of Development and Personal Adjustment. New
York: Henry Hol
Anonim. (2007). Agresivitas Pada Remaja. Http://www.e-
psikologi.com/remaja.htm.
Arvin, Behrman Kliegman. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Cetakan 1. Jakarta :
EGC
Arief Purnomo Julianto. (2010). Hubungan Pola Asuh Oangtua dengan Tingkat
kemandirian Anak Usia Sekolah di SDN Panjang Wetan 01 Pekalongan.
Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan. Diakses tanggal 12 Desember
2012 dari journal.unikal.ac.id/index.php/kesehatan/article/download/47/32.
Astari, Nasoetion, dan Dwiriani. (2005). Hubungan Karakteristik Keluarga , Pola
Pengasuhan dan Kejadian Stunting Anak Usia 6-12 Tahun. Skripsi . Media Gizi & Keluarga
Azwar, S. (2005). Tes Prestasi: Fungsi & Pengembangan Prestasi Belajar. Edisi Kedua.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bailon, S.G. & Maglaya, A.S. (1997). Family health Nursing: The Process. Philiphines: UP
College on Nursing Diliman Badan Pusat Statistik (2012). Perkembangan beberapa indicator utama sosial ekonomi
Indonesia. Pada tanggal 9 November 2012. Baumrind, Diana (2011). Prototypical Descriptions of 3 parenting styles. [Online].
Tersedia : http://www.devpsy.org/teaching/parent/Baumrind parenting styles. pdf.
Burn, N. & Grove, S.K. (2009). The practice of Nursing Research. St. Louis: Saunder CIA World Factbook. (2012). World Demographics Profile 2012. Diunduh dari
http://www.indexmundi.com/world/demographics_profile.html. pada tanggal 9 November 2012.
Desmita. (2006). Psikologi perkembangan. Bandung: Rosda Karya
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
107
Dhamayanti, L.S. (2006). Kemandirian Anak Usia 2,5- 4 Tahun ditinjau dai tipe keluaraga dan tipe pra sekolah. J. Sosiosains.
Dian Ramawati. (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kemampuan
Perawatan Diri Anak Tuna Grahita Di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. (200lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20280451-T%20Dian%20Ramawati..
Edmunds, G. & Kendrick, D. C. (1980). The Measurement of Human
Agressiveness. International Edition: John Willey & Sans.
Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2003). Family nursing: research, theory,
and practice. 5th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Fitzpatrik J.J & Whall A.L. (1989). Conseptual Models of Nursing: Analysis and
Application. second Edition. California: Appleton and Lange.
Galih, J. (2009). Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua Terhadap Pola Asuh
George, J.B (1995). Nursing Theoris: The Base for Profesional Nursing Practice. Fourth edition,appleton & Lange,Connecticut
Gunarsa, Singgih. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia Goerge, B. Julia. 1995. Nursing Theories The base for Professional Nursing Practice.
Fourth Edition. United State of America : Appleton and Lange Norwalk Connecticut
Hawari Dadang. (2007). Our Children Our Future Dimensi Psikoreligi pada
tumbuh kembang anak remaja. Jakarta : FKUI.
Hitchcock, Janice E., Schubert, Phyllis E., & Thomas, Sue A. (1999). Community Health
Nursing; Caring in Action. Delmar Publisher: New York. Hidayat, Aziz Alimul. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan). Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, Elisabeth. 2006. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta :
Erlangga
IDAI. (2002). Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja Edisi Pertama. Jakarta : Sagung Seto
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
108
Julianto Arief Purnomo. (2010). Hubungan Pola asuh Orangtua dengan Tingkat
kemandirian Anak Usia Sekolah di SDN Panjang Wetan 01 Pekalongan.
Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan.
Kartono, K. (1996). Psikologi umum: Mandar Maju
Kenny, J., & Kenny, M. (1991). Dari Bayi Sampai Dewasa. Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia.
Kozier. B, Erb. G, Berman. A, & Snyder. S.J. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta: EGC
Lie, A dan Prasasti, S. (2004). 101 cara membina kemandirian dan tanggung
jawab anak. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Mappiare, A. (1986). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Meleis Afaf Ibrahim. (2007). Theoretical Nursing : Development & Progress. 4th. Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Monks, F.J., & Knoers, A.M.P. (2009). Psikologi perkembangan:Pengantar dalam
berbagai bagiannya. Jogyakarta: Gadjah Mada University Press Muttaqin, Z. (2005). Psikologi Anak & Pendidikan. On line: http//psikologi-
anakpendidikan. pdf (Accessed 1 December 2012). Nuraeni. (2006). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan kepribadian
Anak Taman Kanak-Kanak, Tugas Akhir Universitas Negeri Semarang. On line:http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/coll act/skripsi.1/tmp/2383.html (Accessed 1 December 2012).
Tomey Ann Marriner, Alligood Raile, dan Martha. 2002. Nursing Theorist and Their
Work. United State of America : Mosby Elsevier
McMurray, Anne. (2003). Community Health and Wellness: a Socioecological
Approach. (2nd ed). Elsevier: Australia
Nilam Widyarini M.Si. (2004). Relasi Orang Tua Dua Anak. PT.Elex Media Komputindo,
Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Rineka Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktek. Jakarta:
Salemba Medika
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam, (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
109
Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak. Jakarta : Salemba
Medika
Orem, DE. (2001). Nursing Concept of Pratical . St. Louis: The CV Mosby Company
Papalia. (2008). Human Development, Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba
Humanika
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC.
Petranto. (2009). Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua. [online] di akses dari http://dwpptrijenewa.isuesse.com. 12 Oktober 2012
Petranto, I. (2006). Rasa Percaya Diri Anak adalah pantulan Pola Asuh Orang Tuanya.
Online: http://dwpptrijenewa.isuisse.com/bulletin/?p=32(Accessed 1December 2012).
Rr. Kartika Sari O.V. (2006). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola Pengasuhan
dan Kemandirian anak sekolah dasar. Skripsi
Rohmaningsih. (2007). Hubungan Ibu Bekerja Terhadap Pola asuhnya dengan
Tingkat Kemandirian Anak SD Kelas 1-3 di Kelurahan Petarukan
Pemalang. Skripsi. PSIK Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Semarang.
Santoso. (2009). Peran Wanita Dalam Menciptakan Ketahanan Keluarga. hhtp :
//prov.bkkbn.go.id Diakses 25 April 2012, Jam 15:40WIB
Santrock W. John. (2004). Life-Span Development. 9th.
Ed. Americas : the
McGraw-Hill Companies.
Santrock, W. John (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja (edisi keenam).
Jakarta: Erlangga
Samsunuwiyati Mar’at & Samsunuwiyati. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT
Remaja Rosda Karya. Sarwono, S. W. (1997). Psikologi Sosial: Individu & Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT
Balai Pustaka. Sastroasmoro, S & Ismael, S. (2011). Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Edisi Ke-4.
Jakarta: Sagung Seto
Siagian P. Sondang. (2004). Teori Motivasi Dan Aplikasinya. Jakarta:PT. Rineka
Cipta.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
110
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community health nursing (4th ed). St. Louis : Mosby.
Steinberg Laurence. (2002). Adolescence (edisi Keenam). New York : McGraw Hill Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta Surbakti. (2009). Kenali Anak Remaja Anda, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta
Soetjiningsih. (2004). Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Sagung Seto: Jakarta Suparyanto, (2012). Konsep Aspek Perkembangan Pra Sekolah. http://dr-
suparyanto.blogspot.com Diakses tanggal 29 Oktoberl 2012, Jam 16:00WIB Tim Pembina UKS Pusat UKS. 2007. Pedoman Pembinaan dan pengembangan Usaha
Kesehatan Sekolah. Jakarta Undang-Undang No. 52 (2009). Tentang Perkembangan Kependudukan Dan
Pembangunan Keluarga. Wisnu, dkk. (2008). Keterampilan Sosial Anak Pra Sekolah Ditinjau Dari Interaksi Guru-
Siswa Model Mediated Learning Experience. Jurnal Penelitian Humaniora, 9 (2), 179-191.
Wong L. Donna & Whaley. (2001). Nursing Care Of Infants and Children. 6th.
Ed.
St. Louis : Mosby.
www.depdiknas.go.id/jurnal/37/hub_pola_asuh_orang_tua.htm. diakses pada
tanggal 10 Desember 2012.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
111
LAMPIRAN
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
RENCANA KEGIATAN PENELITIAN
No. KEGIATAN
SEPTEMBER
2012
OKTOBER
2012
NOVEMBER
2012
DESEMBER
2012
JANUARI
2013
I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV
3 10 17 24 1 8 15 22 29 5 12 19 26 3 10 17 24 7 14 21 28
1. Penyusunan Proposal Penelitian
2. Ujian Proposal
3. Pengumpulan Data
4. Analisis Dan Penafsiran Data
5. Ujian Hasil Penelitian
6. Sidang Tesis
7. Penulisan Tesis
8. Pengumpulan Laporan Tesis
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan kemandirian perawatan diri
anak usia sekolah di Kelurahan Cisalak Pasar
Kecamatan Cimanggis
Kota Depok
Saudara diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui lebih jauh tentang gambaran karakteristik keluarga, karakteristik
anak, pola asuh keluarga dan kemandirian perawatan diri anak usia sekolah, serta
hubungan karakteristik keluarga, karakteritik anak, pola asuh keluarga dengan
kemandirian perawatan diri anak usia sekolah di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan
Cimanggis Kota Depok. Peneliti (saya) akan memberikan lembar persetujuan ini, dan
menjelaskan bahwa keterlibatan saudara di penelitian ini atas dasar sukarela.
Nama saya/peneliti adalah Herlina.Saya pengajar di Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Riau Propinsi Riau, dan sekarang sedang melanjutkan studi
S2 di Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia, yang beralamat di Fakultas
Keperawatan Universitas Indonesia Kampus Depok, 16424. Saya dapat dihubungi di
nomor telpon 0853-7604-0646. Penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan
untuk Program Pendidikan Magister saya di Universitas Indonesia. Pembimbing saya
adalah Sigit Mulyono, MN., dan Kuntarti, S.Kp., M.Biomed. dari Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Penelitian ini melibatkan keluarga (ayah/Ibu, dan anak) yang memiliki anak usia
sekolah yang berusia 6-12 tahun. Keputusan saudara untuk ikut atau pun tidak dalam
penelitian ini, tidak berpengaruh negatif pada diri saudara. Dan apabila saudara
memutuskan berpartisipasi, saudara bebas untuk mengundurkan diri dari
penelitian kapanpun tanpa diberi sanksi apapun.
Sekitar 107 keluarga yang memikili anak usia sekolah akan terlibat dalam penelitian
ini dari keseluruhan RW di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota
Depok.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama, pengisian kuesioner untuk
mengetahui karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh keluarga dan
kemandirian perawatan diri anak usia sekolah. Kuesioner yang akan saya berikan
terdiri dari 4 bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan tentang karakteritik keluarga,
seperti umur, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan kepala
keluarga. Bagian kedua berisi pernyataan tentang pola asuh keluarga dalam mendidik
anak. Bagian ketiga berisi tentang pernyataan karakteristik anak. Bagian keempat
berisi tentang pernyataan kemandirian perawatan diri anak. Diharapkan saudara
dapat menyelesaikan pengisian kuesioner ini selama 45-60 menit.
Saya akan menjaga kerahasiaan saudara dan keterlibatan saudara dalam penelitian
ini. Nama saudara tidak akan dicatat dimanapun. Semua kuesioner hanya akan
diberikan nomor kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi identitas
saudara. Apabila hasil penelitian ini dipublikasikan, tidak ada satu identifikasi yang
berkaitan dengan saudara akan ditampilkan dalam publikasi tersebut. Siapapun yang
bertanya tentang keterlibatan saudara dan apa yang saudara jawab di penelitian ini,
saudara berhak untuk tidak menjawabnya. Namun, jika diperlukan catatan penelitian
ini dapat dijadikan barang bukti apabila pengadilan memintanya. Semua berkas, data,
dan informasi yang didapatkan dari saudara akan disimpan di tempat khusus dan
hanya diketahui oleh saya, dimana dokumen tersebut akan disimpan maksimal
selama 5 tahun dan akhirnya akan dimusnahkan dengan cara dibakar. Keterlibatan
saudara dalam penelitian ini, sejauh yang saya ketahui, tidak menyebabkan risiko
yang lebih besar daripada risiko yang biasa saudara hadapi sehari-hari.
Walaupun keterlibatan dalam penelitian ini tidak memberikan keuntungan langsung
pada saudara, namun diharapkan dapat bernilai ibadah bagi saudara, serta hasil dari
penelitian ini dapat memberikan gambaran karakteristik keluarga, karakteristik anak,
pola asuh keluarga dan kemandirian perawatan diri anak usia sekolah, serta
hubungan pola asuh keluarga dengan kemandirian perawatan diri anak usia sekolah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi keluarga dalam memandirikan
anak dalam melakukan perawatan diri dan peningkatan kesehatan bagi masyarakat
dalam upaya pencegahan dalam mengatasi masalah pada anak usia sekolah. Apabila
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
setelah terlibat penelitian ini saudara masih memiliki pertanyaan, saudara dapat
menghubungi saya di nomor telepon yang tercantum di atas.
Depok, Desember 2012
Peneliti
Herlina
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
(Informed Consent)
Setelah membaca informasi dari saudari Herlina sebagai mahasiswi Program
Pendidikan Magister Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia, dan memahami tentang tujuan penelitian, serta peran yang diharapkan dari
saya di dalam penelitian ini, maka saya setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Kemandirian Perawatan
Diri Anak Usia Sekolah di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota
Depok”.
Saya sangat memahami bahwa keikutsertaan saya menjadi responden pada penelitian
ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan keberhasilan keperawatan kesehatan
masyarakat, khususnya dalam peningkatan kesehatan kelompok anak usia sekolah.
Demikianlah persetujuan ini saya tandatangani secara sukarela dan tanpa paksaan
dari pihak manapun.
Depok, Desember 2012
Responden
Ttd
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
ANGKET PENELITIAN
HUBUNGAN POLA ASUH KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN
PERAWATAN DIRI ANAK USIA SEKOLAH DI KELURAHAN
CISALAK PASAR KECAMATAN CIMANGGGIS
KOTA DEPOK
Petunjuk pengisian angket:
1. Jawablah pertanyaan dengan singkat dan jelas sesuai dengan pendapat dan
keadaan yang sebenarnya.
2. Pilih satu pernyataan dengan memberikan tanda checklist ( ) pada kotak yang
saudara anggap sesuai, jika jawaban dianggap salah maka jawaban tersebut diberi
tanda == kemudian silahkan memilih kembali dan memberi tanda check List ( ).
3. Tanyakan jika ada hal yang kurang jelas, mohon dicek kembali setelah selesai
agar tidak ada pertanyaan yang terlewati.
4. Setiap jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan berdampak negatif
pada saudara.
A. KARAKTERISTIK KELUARGA (DI ISI ORANGTUA)
1. Umur :________________________________________
2. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Suku bangsa : Betawi Sunda Jawa
Minang Lain-lain, sebutkan_
4. Pendidikan : Tidak Sekolah SD SMP
SMA Akademi/ Sarjana
5. Pekerjaan : PNS Wiraswasta Petani
Buruh Lain-lain, sebutkan
6. Penghasilan keluarga : Kurang dari UMR Rp. 1.400.000,-
Lebih dari UMR Rp. 1.400.000,-
7. Komposisi keluarga :
No Nama Umur L/P Pendidikan Pekerjaan Hub dg KK
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
B. POLA PENGASUHAN KELUARGA
Pilihlah salah satu pernyataan (A/ B/ C) di bawah ini yang Bapak/ Ibu anggap paling
sesuai dengan keluarga Bapak/ Ibu lakukan sehari-hari dalam mendidik anak.
1. Jika anak saya tidak membuka jendela kamar setiap pagi, maka …….
a. Saya akan mengomel dengan anak saya.
b. Saya akan memberikan pengertian pentingnya membuka jendela kamar pada
anak saya.
c. Saya akan membukakan jendela kamar anak saya.
2. Ketika anak saya sulit bangun pagi hari, maka …..…
a. Saya akan membangunkan anak saya sambil mengomel dan memarahinya.
b. Saya akan membangunkan anak saya dan menjelaskan manfaat bangun pagi.
c. Saya akan membiarkan anak saya hingga dia bangun sendiri jam berapa saja.
3. Anak saya sulit disuruh mandi pagi sehingga ……..
a. Saya membiarkan saja anak saya sampai dia ingin mandi sendiri.
b. Saya harus memaksa anak saya untuk segera mandi.
c. Saya memberikan pengertian dan dorongan pada anak tentang pentingnya
mandi pagi.
4. Dalam pergaulan sehari-hari anak saya dengan teman atau lingkungan sekitarnya,
biasanya saya……….
a. Mengajarkan anak untuk tidak memilih dalam berteman dan mengejek teman.
b. Membatasi anak saya untuk berteman dengan anak-anak tertentu saja.
c. Tidak ambil pusing anak saya mau berteman dengan siapa saja dan dimana
saja.
5. Ketika anak saya bertengkar dengan teman atau saudaranya, maka saya:
a. Melerai dan mengajak mereka untuk saling bermaafan.
b. Menghukum mereka agar mereka jera.
c. Membiarkan mereka tetap bertengkar.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
6. Saat saya membersihkan ventilasi rumah , biasanya saya …………
a. Membiarkan anak bermain dengan temannya.
b. Mengajak anak saya untuk ikut serta membersihkan.
c. Mengharuskan anak untuk ikut serta membersihkan.
7. Normalnya kebutuhan minum anak adalah 6 gelas perhari, maka saya……
a. Memaksa anak untuk minum sampai 6 gelas setiap hari.
b. Mengambilkan minum untuk anak setiap kali anak haus.
c. Menasehati anak untuk banyak minum dan menjelaskan manfaatnya pada
anak.
8. Ketika anak saya ingin bermain di rumah temannya, maka saya:
a. Mengizinkannya asalkan anak pulang tidak terlambat.
b. Mengantarkan anak kerumah temannya dan menemani anak bermain sampai
selesai.
c. Membiarkan anak bermain sesuka hati.
9. Saat anak saya sedang bermain, tiba-tiba terluka dan berdarah, maka saya:
a. Menolong dan mengobati luka anak serta menasehatinya agar lebih berhati-
hati.
b. Memarahi dan menyuruh anak berhenti bermain.
c. Membiarkan anak mengobati lukanya sendiri.
10. Jika anak saya mengemut makanan , maka saya………..
a. Memarahi anak, karena makan jadi lama.
b. Mengingatkan anak untuk mengunyah makan.
c. Membiarkan anak melakukan sendiri apa yang diinginkan.
11. Anak saya makan tidak teratur, maka saya…………
a. Membiarkan anak untuk makan sesuai dengan kemauannya sendiri.
b. Mengatur jadwal makan anak dan memerintahkan kepada anak harus makan
sesuai jadwal.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
c. Membuat jadwal makan anak dan menjelaskan tentang pentingnya makan
tepat waktu.
12. Setiap malam, anak saya belajar atau membuat PR, maka saya…………
a. Membantu mengerjakan PR anak hingga selesai.
b. Mengharuskan anak mengerjakan PR hingga selesai (larut malam).
c. Membimbing anak dalam belajar, dan membantu anak dalam kesulitan
belajar.
13. Ketika anak saya tidak menghabiskan makanan yang dimakannya, maka
saya………
a. Memberikan pengertian pada anak tentang pentingnya makanan bagi tubuh.
b. Mengharuskan anak menghabiskan makanannya.
c. Membiarkan anak tidak menghabiskan makanan.
14. Ketika anak saya ada masalah dengan temannya, kemudian menangis dan
mengadu pada saya, maka…………
a. Saya akan memarahi temannya yang membuat anak saya menangis.
b. Saya akan memarahi anak saya, karena saya tidak suka anak cengeng.
c. Saya akan mendengarkan anak saya dan memberikan saran yang baik.
15. Jika banyak orang merokok di sekitar anak saya, maka saya ……..
a. Mengajak anak untuk menjauhinya dan mencari tempat yang bebas asap
rokok.
b. Membiarkan anak bermain di sekitar orang tersebut.
c. Memerintahkan anak untuk pergi dari tempat tersebut dan saya tetap
berkumpul dengan orang-orang tersebut.
16. Saat anak saya tidak mau makan sayur, maka saya ………
a. Menjelaskan pada anak manfaat sayur dan dampak tidak makan sayur.
b. Memarahi dan memaksa agar mau makan sayur.
c. Memberikan makan yang hanya disukai anak.
17. Jika anak saya sulit buang air besar, maka saya………
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
a. Menasehati anak untuk banyak minum air putih, makan sayur dan buah.
b. Memaksa anak banyak minum air putih, makan sayur dan buah agar bisa
buang air besar.
c. Membiarkan anak untuk mengurus dirinya karena sudah besar.
18. Anak tidak mau tidur/ istirahat siang hari, biasanya saya…
a. Mengizinkan dan membiarkan anak bermain karena saya tidak tega.
b. Memaksa anak untuk tidur siang agar bisa belajar pada malam harinya.
c. Membujuknya dan menjelaskan kepada anak tentang pentingnya
istirahat/tidur siang.
19. Saat angin bertiup kencang dan debu banyak berterbangan, maka saya ……..
a. Meminta anak untuk menutup mulut dan hidungnya, serta memarahinya jika
tidak melakukan apa yang saya minta.
b. Meminta anak untuk menutup mulut dan hidungnya, serta menjelaskan
kenapa anak harus melakukannya.
c. Membebaskan anak bermain sesuka hati dengan teman-temannya tanpa
menutup mulut dan hidungnya.
20. Saat anak saya ingin sendiri di kamarnya, maka saya…
a. Membiarkan saja, lebih baik di kamar daripada main diluar rumah karena
lebih aman.
b. Menghargai keinginan anak saya dan tidak mengganggunya.
c. Memaksa anak saya untuk duduk bersama keluarga sambil menonton televisi.
21. Setiap kali anak saya terlihat berkeringat banyak saat bermain, biasanya saya
akan……
a. Mengingatkan anak untuk minum.
b. Mengambilkan minum untuk anak.
c. Memaksa dan mengomeli anak untuk minum.
22. Ketika anak membuka baju atau berpakaian di sembarang tempat, maka saya…
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
a. Menasehati anak untuk menjaga privasi diri dari orang lain walaupun
orangtua sendiri.
b. Membiarkan saja, karena anak masih kecil.
c. Memarahi anak karena sembarangan saja, dan menyuruhnya masuk kamar.
23. Anak saya bermain dengan teman-temannya di jalan raya, maka saya:
a. Menasehati dan menjelaskan kepada anak dampak bermain di jalan raya.
b. Didiamkan saja, karena sudah biasa terjadi.
c. Memberikan hukuman, karena bermain dijalan raya.
24. Saat anak saya kencing (buang air kecil) di sembarang tempat, maka saya
………….
a. Membiarkan saja karena dia masih anak-anak.
b. Memarahi dan memaksanya untuk cebok ke kamar mandi.
c. Meminta anak cebok ke kamar mandi dan menjelaskan untuk tidak kencing
sembarangan.
25. Saat anak sedang belajar dan tidak ingin diganggu, maka saya………..
a. Menghargainya dengan tidak meminta anak mengerjakan hal-hal lain.
b. Sering meminta anak untuk membantu saya sebentar, seperti ke warung,
menjaga adiknya, dan lain-lain.
c. Memberikan semua yang diminta anak saat dia belajar, seperti mengambilkan
minum, menghidupkan kipas, memberikan makanan, dan lain-lain.
26. Anak saya suka bermain tanpa menggunakan sandal (alas kaki), biasanya saya
……..
a. Akan marah dan mengomel pada anak, dan memaksanya pulang.
b. Diam saja, karena hal tersebut biasa dilakukan anak-anak.
c. Mengingatkan anak untuk memakai sandal dan menjelaskan risiko tidak
pakai sandal.
27. Anak saya tidak mau minum saat makan, biasanya saya …….
a. Membujuk anak dan menjelaskan pentingnya minum bagi tubuh.
b. Memarahi anak dan mendesak anak untuk minum agar tidak tersedak saat
makan.
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
c. Mengambilkan minum dan mengiming-imingkan hadiah jika anak mau
minum.
28. Jika anak saya mengompol saat tidur, maka saya akan ………
a. Mengomeli dan mengharuskan anak untuk membersihkan sendiri tempat
tidur yang basah kena ompolannya.
b. Membiarkan saja dan membersihkan tempat tidur anak saya yang basah
karena sudah menjadi kewajiban saya sebagai orangtua.
c. Menanyakan pada anak kenapa sampai mengompol dan mengajarkan anak
untuk membersihkan tempat tidur yang basah.
29. Anak saya lebih suka minum air es atau jajan es, biasanya saya ………….
a. Membiarkan saja asalkan kebutuhan minumnya terpenuhi.
b. Mengancam anak tidak akan diberi uang jajan jika masih suka jajan es.
c. Menjelaskan pada anak untuk mengurangi jajan es karena dapat
menyebabkan sakit.
30. Jika anak saya suka menahan kencing (buang air kecil), maka saya akan
………..
a. Memarahi anak karena menahan kencing akan menyebabkan sakit.
b. Menjelaskan pada anak bahwa tidak baik menahan kencing, dan
menganjurkan untuk segera kencing.
c. Membujuk anak dengan hadiah dan menggendong anak ke kamar mandi agar
mau kencing.
31. Jika anak saya makan atau mengambil makanan tanpa mencuci tangan
sebelumnya, maka saya……
a. Memarahinya dan tidak membolehkannya makan.
b. Menganjurkan anak untuk mencuci tangan dulu.
c. Membiarkan saja karena anak saya sudah biasa seperti itu.
32. Saat anak saya menerima teman-temannya di rumah, maka saya ……..
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
a. Memarahinya karena akan membuat rumah menjadi kotor dan berantakan
saja.
b. Ikut menemani dan mengobrol dengan teman-teman anak saya sampai
mereka pulang.
c. Memberikan kesempatan untuk mereka belajar, bermain, atau berbicara
dengan bebas tanpa mengganggunya.
C. KARAKTERISTIK ANAK (DI ISI OLEH ANAK)
1. Usia anak :
__________________________________
2. Jenis kelamin : Laki-laki
Perempuan
3. Anak ke :
__________________________________
D. KEMANDIRIAN PERAWATAN DIRI ANAK SEKOLAH 6-12 TAHUN
Pernyataan di bawah ini untuk menggali kemandirian adik dalam melakukan
perawatan diri dalam keluarga. Bacalah pernyataan dibawah ini secara teliti dan
isilah dengan menggunakan checklist (√) pada kolom “YA” atau “TIDAK”
sesuai dengan yang biasa adik lakukan.
NO. PERNYATAAN YA TIDAK
1. Saya selalu menjaga kebersihan kamar saya dari debu
2. Setiap pagi saya dibangunkan oleh orang tua saya
3. Jendela kamar setiap pagi saya buka sendiri
4. Saya membantu mengobati teman yang sedang terluka atau
terjatuh
5. Saya merapikan tempat tidur sendiri
6. Saya mengganti dan memasang sprey sendiri
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
NO. PERNYATAAN YA TIDAK
7. Saya mandi sendiri dengan sabun
8. Sebelum tidur malam, saya buang air kecil terlebih dahulu
9. Saya menyiapkan sarapan sendiri
10 Setiap haus, saya mengambil dan minum sendiri
11. Saya makan disuapi orang tua saya
12. Ketika lapar, saya mengambil sendiri makanannya
13. Saya menyiapkan peralatan sekolah saya sendiri sewaktu
malam hari
14. Saya makan, ketika disuruh orang tua saya
15. Sehabis makan, saya mencuci piring makan saya sendiri
16. Saya mencuci dengan sabun tangan saya selesai buang air
besar atau kecil
17. Saya mengganti pakaian 1x sehari sendiri
18. Saya selalu menjaga kebersihan kamar mandi dengan
menyikat kamar mandi saya sendiri
19. Ibu saya selalu menunggu saya di sekolah
20. Ibu membantu saya dalam berpakaian
21. Saya ditemani ibu, setiap mengikuti kegiatan di luar sekolah
(pramuka)
22. Saya berangkat dan pulang sekolah selalu diantar dan
dijemput.
23. Saya mengerjakan PR sendiri
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
NO. PERNYATAAN YA TIDAK
24. Bila teman saya berkelahi, saya akan membantu melerai
25. Saya mengadu kepada orang tua setiap kejadian yang terjadi
di sekolah
26. Saya merapikan buku saya sendiri setelah selesai belajar
kedalam tas
27. Orang tua saya selalu menemani saya ketika bermain di luar
28. Saya belajar sendiri di kamar
29. Saya menggunting kuku saya setiap 1 minggu sekali sendiri
30. Saya meminta orangtua saya menemani saya ketika tidur
malam
31. Saya membuang air besar ataupun kecil di kamar mandi
(WC) dan menyiram bersih
32. Seluruh pakaian saya diatur orang tua saya kedalam lemari
setelah selesai distrik.
33. Saya membuka atau mengganti pakaian di mana saja
34. Saya jarang bermain dengan teman-teman di lingkungan
rumah saya
35. Saya memiliki teman banyak teman, dan saling membantu
satu sama lain
36. Saya hanya bisa belajar jika bersama teman.
37. Saya belajar sendiri dimana dan kapanpun, tanpa disuruh
orang tua
38. Saya bisa pergi ke sekolah sendiri
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
NO. PERNYATAAN YA TIDAK
39. Saya tidak akan mau makan makanan dari orang yang tidak
dikenal
40. Saya menyeberang jalan di zebra cross
41. Saya jalan di trotoar jalan bersama teman-teman saya
42. Bila saya jatuh atau terluka, saya bisa mengobati sendiri
43. Saya minum obat di suapi orang tua
44. Saya memiliki tabungan sendiri
45. Saya menyisakan uang jajan saya untuk ditabung
Hubungan pola..., Herlina, FIK UI, 2013