hubungan peran kader jumantik dengan...
TRANSCRIPT
1
HUBUNGAN PERAN KADER JUMANTIK DENGAN PERILAKU
MASYARAKAT TENTANG 3M PLUS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SUMBERSARI JEMBER
Dwi Mayserga Prastyabudi* Ns. Cipto Susilo, S.Pd., S.Kep., M.Kep.**
*Mahasiswa Fikes Universitas Muhammadiyah Jember ([email protected]).
**Dosen Fikes Universitas Muhammadiyah Jember.
Abstract
The 3M-Plus-behavior is a preventive attempt to be implemented by society. The
actions include drain the bathing container; bury unused objects, particularly the
ones which may contain water; close the areas in which mosquito larvae may grow;
apply mosquito repellent or other anti-mosquito agents; put on blanket while
sleeping, etc. The larvae observing agents play significant role in the effort of
changing the society’s behavior regarding the 3M-Plus programs. These agents are
well-trained, and are well-acquainted with the dengue fever and the preventive
attempts. The objective of this research is to identify the correlation between the roles
of the larvae observing agents and the public behavior regarding the 3M Plus at the
coverage area of Sumbersari Local Health Center Jember Regency. This research
employs correlational study with cross-sectional design. The population of this
research is the entire larvae observing agents and the local community at the
coverage area of Sumbersari Local Health Center Jember Regency, numbering 50
individuals, with equal number of 25 of both larvae observing agents and local
community respondents. This research employs purposive sampling as its sampling
collection technique. Data is taken using questionnaire extension. The result of this
research reveals that of 50 individuals, 25 larvae observing agents are reported to
show a majority (80%) good role. Regarding the role of the community respondents,
again, the majority (76%) is reported to show good role. When tested using the
spearman rho testing, the p value of this research is obtained at 0,00< 0,05, thus H1
is accepted. This means that the correlation between the roles of the larvae
observing agents and the public behavior regarding the 3M Plus at the coverage area
of Sumbersari Local Health Center Jember Regency exists, respectively.
Keywords : Larvae observing agents, behavior and 3M Plus
Bibliography : 23 (1996-2013)
2
Abstrak
Perilaku 3M Plus merupakan upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh
masyarakat seperti menguras kamar mandi, mengubur barang-bekas terutama yang
dapat menampung air serta menutup tempat-tempat yang memungkinkan nyamuk
berkembangbiak, menggunakan obat nyamuk, menggunakan selimut saat tidur, dll.
Kader Jumantik memiliki peran yang signifikan dalam upaya perubahan perilaku
masyarakat terutama tentang 3M Plus. Karena Kader Jumantik telah dilatih sehingga
dapat mengenal penyakit Demam Berdarah dan cara-cara pencegahannya. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Hubungan Peran Kader Jumantik dengan
Perilaku Masyarakat tentang 3M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari
Jember. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah study
corelasional dengan rancangan cross sectional. Sebagai populasi penelitian ini adalah
kader jumantik dan masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember
dengan jumlah sampel sebanyak 50 responden yang terdiri dari 25 responden adalah
kader jumantik dan 25 responden adalah masyarakat. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling. Data dikumpulkan menggunakan lembar
kuisioner. Hasil penelitian dari 50 responden, 25 responden (kader jumantik) yang
didapatkan peran kader jumantik mayoritas (80%) baik. Dan 25 responden
(masyarakat) perilaku masyarakat tentang 3M Plus mayoritas (76%) baik.
Berdasarkan uji spearmen rho didapatkan nilai p value penelitian sebesar 0,00 < 0,05,
maka H1 diterima yang bermakna ada hubungan peran kader jumantik dengan
perilaku masyarakat tentang 3M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari
Jember.
Kata Kunci : Kader Jumantik, Perilaku dan 3M Plus
Daftar Pustaka : 23 (1996 – 2013)
3
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau
yang disebut Dengue Haemorragic
Fever (DHF) merupakan salah satu
jenis penyakit menular akut yang
menjadi masalah kesehatan dunia
terutama pada Negara-negara
berkembang termasuk Indonesia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) menjadi masalah kesehatan di
Indonesia yang menimbulkan
keresahan masyarakat karena
perjalanan penyakitnya yang cepat dan
dapat menyebabkan kematian dalam
waktu singkat. Sampai saat ini yang
jadi vektor utama yaitu nyamuk Aedes
aegypti. Peningkatan insidensi dan
penyebarluasan DBD tersebut diduga
erat kaitannya dengan kepadatan
vektor yang sangat tinggi dan
didukung dengan meningkatnya
mobilitas penduduk oleh karena
meningkatnya sarana transportasi
dalam kota maupun luar kota. Seluruh
wilayah Indonesia mempunyai resiko
untuk terjangkit penyakit DBD kecuali
daerah yang memiliki ketinggian lebih
dari 1000 meter diatas laut. (Depkes.
R.I, 2006).
Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) banyak ditemukan di daerah
tropis dan sub-tropis. Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita
DBD setiap tahunnya. Terhitung sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009, World
Health Organization (WHO) mencatat
negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia
Tenggara. Data dari Depkes RI tahun
2010 mencantumkan peningkatan
jumlah kasus DBD pada tahun 2008
137.469 kasus menjadi 158.912 kasus
pada tahun 2009. Berdasarkan data
yang dirangkum oleh Dinas Kesehatan
(dinkes) Jawa Timur, jumlah kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Jawa Timur sampai Maret tahun 2013
sebesar 7.496 penderita dan 68 orang
diantaranya meninggal dunia. Kondisi
tersebut mengakibatkan peningkatan
kasus sebesar 66,98% bila
dibandingkan tahun lalu pada periode
yang sama (Januari - Maret 2012).
Sementara di Jember, Jawa Timur
menurut Kepala Humas Dinas
Kesehatan Jember Yumarlis tahun
2007 Kecamatan tertinggi angka
DBDnya adalah Kecamatan
4
Sumbersari, dengan 131 kasus. Pada
tahun 2013 kasus yang terjadi di
Kabupaten Jember dengan jumlah
penderita demam berdarah dari bulan
Januari hingga November ini mencapai
870 kasus dengan 5 orang meninggal
dunia. Kebanyakan yang meninggal
adalah balita. Sedangkan tahun 2012
lalu, jumlah penderita demam berdarah
260 kasus. Hal ini berarti dari tahun
2012-2013 jumlah penderita DBD
meningkat 3 kali lipat dengan
persebarannya di tiga kecamatan kota,
yaitu Patrang, Kaliwates dan
Sumbersari.
Peningkatan dan penyebaran kasus
DBD tersebut kemungkinan
disebabkan oleh mobilitas penduduk
yang tinggi, perkembangan wilayah
perkotaan, perubahan iklim, perubahan
kepadatan dan distribusi penduduk
serta faktor epidemiologi lainnya yang
masih memerlukan penelitian lebih
lanjut (Kementerian Kesehatan RI,
2010). Untuk menanggulangi dan
mencegah mewabahnya bahaya
penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) diperlukan peran serta
masyarakat terutama kader kesehatan.
Salah satu upaya tersebut, pemerintah
bahkan Kabupaten Jember membentuk
petugas yang dapat memantau adanya
jentik-jentik yang disebut Jumantik
(Juru Pemantuau Jentik). Di kelurahan
Sumbersari sendiri mempunyai kader
jumantik sebanyak 115 kader, salah
satu kegiatannya bisa melalui program
jum’at bersih dimana kegiatan ini tidak
hanya membersikan lingkungan, tetapi
juga memantau jentik nyamuk
sehingga kejadian DBD dapat
berkurang.
Jumantik (Juru Pemantau Jentik)
merupakan kelompok kerja kegiatan
pemberantasan penyakit Demam
Berdarah Dengue di tingkat desa.
Kader Jumantik bertujuan
menggerakan masyarakat dalam usaha
pemberantasan penyakit DBD
terutama dalam pemberantasan jentik
nyamuk penularnya sehingga
penularan penyakit DBD ditingkat
desa dapat dicegah dan dibatasi. Peran
Jumantik ini sengat besar dalam
membasmi dan memutus mata rantai
penularan jentik nyamuk Aedes
Aegypti sebagai pembawa virus DBD.
Tugas pokok Jumantik adalah
5
mendatangi rumah penduduk, tempat-
tempat umum dan tempat-tempat
ibadah untuk melakukan pemeriksaan
jentik secara berkala 1 minggu sekali.
Selain itu, kader Jumantik juga wajib
memberikan penyuluhan kepada
masyarakat, memasang dan mengisi
Kartu Rumah Pemeriksaan Jentik,
mencatat hasil pemeriksaan jentik ke
buku register lalu melaporkan hasilnya
ke koordinator / petugas kesehatan
setempat. Penyuluhan yang dapat
disampaikan kepada masyarakat
adalah perilaku 3M Plus (Nugroho,
2008).
Perilaku 3M Plus merupakan upaya
pencegahan yang dapat dilakukan oleh
masyarakat seperti menguras kamar
mandi, mengubur barang-bekas
terutama yang dapat menampung air
serta menutup tempat-tempat yang
memungkinkan nyamuk
berkembangbiak. Tetapi, dari hasil
observasi peneliti di beberapa rumah
menunjukkan bahwa kesadaran
masyarakat dalam melakukan ketiga
hal tersebut masih rendah. Hal ini
dibuktikan dengan adanya jentik
nyamuk disekitar rumah bahkan di
kamar mandipun jentik nyamuk
diabaikan keberadaannya. Padahal,
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
telah berupaya untuk terus
memotivasi, menyadarkan bahkan
melibatkan masyarakat tentang
pentingnya perilaku 3M Plus dengan
membentuk Juru Pemantau Jentik
dengan harapan, masyarakat mampu
mencegah perkembangbiakan jentik di
sekitar tempat tinggal.
Dari uraian tersebut, peran kader
Jumantik tidak memiliki dampak yang
signifikan terhadap perubahan perilaku
masyarakat 3M Plus di wilayah kerja
Puskesmas Sumbersari, sehingga
peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian berjudul “Hubungan Peran
Kader Jumantik Dengan Perilaku
Masyarakat Tentang 3M Plus di
Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari
Jember”.
METODE PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui Hubungan Peran Kader
Jumantik Dengan Perilaku Masyarakat
Tentang 3m Plus Di Wilayah Kerja
6
Puskesmas Sumbersari Jember.
Populasi dalam penelitian ini adalah
KK yang ada di Lingkungan krajan
Barat Kelurahan Sumbersari yang
berjumlah 1897 kepala keluarga
dengan radius 1 Km dengan responden
berjumlah 50 responden. Teknik
sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah probability
sampling. Jenis yang dipakai peneliti
adalah purposive sampling. Tempat
penelitian ini dilakukan di Wilayah
Kerja Puskesmas Sumbersari Jember
dengan waktu penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juni 2014.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengumpulan data di Wilayah
Kerja Puskesmas Sumbersari Jember:
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Peran Kader
Jumantik di Wilayah Kerja Puskesmas
Sumbersari Jember
Peran Frekuensi Presentase
Baik 20 80 %
Kurang
Baik 5 20 %
Total 25 100 %
Berdasarkan tabel diatas dapat
disimpulkn bahwa mayoritas (80%)
peran kader jumantik baik.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Perilaku
Masyarakat Tentang 3M Plus di
Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari
Jember
Perilaku Frekuensi Presentase
Baik 19 76 %
Kurang
Baik 6 24 %
Total 25 100 %
Berdasarkan tabel diatas dapat
disimpulkan bahwa perilaku
masyarakat tentang 3M plus ssebagian
besar (76%) baik.
Tabel 3
Analisa Hubungan Peran Kader Jumantik
dengan Perilaku Masyarakat Tentang 3M
Plus di Wilayah Kerja Puskesmas
Sumbersari Jember
Peran
Perilaku
Total p
value Baik Kurang
Baik
Baik 18
(90%)
2
(10%)
20
0,00 Kurang
Baik
1
(20%)
4
(80%)
5
Total 19 6 25
7
Berdasarkan tabel silang diatas dapat
disimpulkan bahwa perilaku
masyarakat yang baik terkait 3M plus
dipengaruhi oleh peran kader jumantik
yang baik. Sebaliknya, apabila peran
kader jumantik kurang baik dapat
berdampak pada kurang baiknya
perilaku masyarakat terkait perilaku
3M plus.
Berdasarkan uji spearmen rho
didapatkan nilai p value penelitian
sebesar 0,00 < 0,05, maka H1 diterima
yang bermakna ada hubungan peran
kader jumantik dengan perilaku
masyarakat tentang 3M plus di
Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari
Jember.
1. Berdasarkan tabel 6.0 dapat
disimpulkan bahwa mayoritas (80
%) peran kader jumantik baik dan
hanya 20 % peran kader jumantik
kurang baik.
Peran kader yang baik tersebut
meliputi melakukan pemantauan
tempat sarang nyamuk Aedes
aegypti, melakukan pemeriksaan
pada tempat-tempat yang dapat
menggenangkan air seperti pot
bunga, botol dan lain-lain. Selain
itu, kader jumantik juga
memberikan penjelasan tentang
tindakan-tindakan apabila di rumah
warga terdapat sarang nyamuk dan
lain sebagainya.
Peran merupakan seperangkat
tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang
sesuai kedudukannya dalam suatu
sistem. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam
maupun dari luar dan bersifat stabil
(Fadli dalam Kozier Barbara,
2008). Selain itu, menurut
Friedman (1998) peran merupakan
serangkaian perilaku yang
diharapkan pada seseorang sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan
baik secara formal maupun secara
informal. Peran didasarkan pada
preskripsi (ketentuan) dan harapan
peran yang menerangkan apa yang
individu-individu harus lakukan
dalam suatu situasi tertentu agar
dapat memenuhi harapan-harapan
mereka sendiri atau harapan orang
lain menyangkut peran-peran
tersebut.
8
Peneliti berasumsi bahwa peran
merupakan suatu rangkaian
tugas yang dilakukan seseorang
berdasarkan kedudukannya di
dalam masyarakat. Menurut
Mubarok (2007), peran dapat
ditentukan oleh beberapa faktor
seperti Pendidikan, pekerjaan,
umur, minat, pengalaman,
kebudayaan dan informasi.
Pendidikan berarti bimbingan
yang di berikan seseorang pada
orang lain terhadap sesuatu hal
agar mereka dapat memahami.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah pula
mereka menerima informasi,
dan pada akhimya makin
banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya. Sebaliknya jika
seseorang tingkat
pendidikannya rendah akan
menghambat perkembangan
sikap seseorang terhadap
penerimaan informasi dan nilai-
nilai yang baru diperkenalkan.
Berdasarkan tabel 5.4,
pendidikan kader jumantik
sebagian besar (52,0%) adalah
SMA. Peneliti berasumsi bahwa
tingkat pendidikan SMA
merupakan tingkat pendidikan
yang baik sehingga kader
jumantik mampu memahami
pentingnya upaya pencegahan
demam berdarah melalui
perilaku 3M plus sehingga
dapat memberikan peran yang
baik dalam upaya-uapaya
tersebut.
Pekerjaan juga merupakan
faktor yang dapat
mempengaruhi suatu peran.
Pekerjaan dapat menjadikan
seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan
baik secara langsung maupun
secara tidak langsung.
Pengalaman adalah suatu
kejadian yang pernah dialami
seseorang dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Ada
kecenderungan pengalaman
yang kurang baik seseorang
akan berusaha untuk
melupakan, namun jika
pengalaman terhadap obyek
9
tersebut menyenangkan maka
secara psikologis timbul kesan
yang sangat mendalam dan
membekas dalam emosi
kejiwaannya dan akhimya dapat
pula membentuk sikap positif
dalam kehidupannya.
Apabila dalam suatu wilayah
mampu menjaga kebersihan
lingkungan maka sangat mungkin
masyarakat sekitarya mempunyai
sikap untuk selalu menjaga
kebersihan lingkungan, karena
lingkungan sangat berpengaruh
dalam pembentukan sikap pribadi
atau sikap seseorang (Saifuddin A,
2002) dalam (Mubarak, dkk, 2007)
bertambahnya umur seseorang akan
terjadi perubahan pada aspek fisik
dan psikologis (mental).
Pertumbuhan pada fisik secara garis
besar ada empat kategori perubahan
pertama perubahan ukuran, kedua,
perubahan proporsi, ketiga,
hilangnya ciri-ciri lama, keempat,
timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi
akibat pematangan fungsi organ.
Pada aspek psikologis atau mental
taraf berpikir seseorang semakin
matang dan dewasa. Kemudahan
memperoleh informasi dapat
membantu mempercepat seseorang
memperoleh pengetahuan yang
baru. (Mubarak, dkk, 2007).
2. Berdasarkan tabel diatas dapat
disimpulkan bahwa perilaku
masyarakat terkait 3M plus
sebagian besar (76 %) baik.
Peneliti berasumsi bahwa perilaku
masyarakat terkait 3M plus telah
memenuhi harapan. Artinya bahwa
masyarakat telah memiliki
pengetahuan dan perhatian terkait
3M plus khususnya dalam menjaga
agar nyamuk Aedes aegypti tidak
berkembang biak. 3M plus meliputi
menggunakan obat nyamuk atau
anti nyamuk (lotion atau obat
nyamuk bakar), menggunakan
kelambu saat tidur (selimut),
menanam tanaman pengusir
nyamuk (lavender), memelihara
ikan yang dapat mengurangi jentik
nyamuk, Menghindari daerah gelap
di dalam rumah agar tidak ditempati
nyamuk dengan mengatur ventilasi
dan pencahayaan, Memberi bubuk
larvasida pada tempat air yang sulit
10
dibersihkan dan Tidak
menggantung pakaian di dalam
rumah serta tidak menggunakan
hordeng atau korden gelap yang
bisa menjadi tempat istirahat
nyamuk, dan lain-lain.
Menurut Skinner, (1938 dalam
Notoadmodjo, 2007), perilaku
adalah respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Oleh karena perilaku ini
terjadi melalui proses adanya
stimulus terhadap organism dan
kemudian organism tersebut
merespons. Perilaku manusia
adalah refleksi dari berbagai gejala
kejiwaan seperti pengetahuan,
persepsi, minat, keinginan dan
sikap. Hal-hal yang mempengaruhi
perilaku seseorang sebagian terletak
dalam diri individu sendiri yang
disebut juga faktor internal
sebagian lagi terletak di luar dirinya
atau disebut dengan faktor eksternal
yaitu faktor lingkungan.
Menurut L.W.Green Perilaku
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
meliputi Faktor-faktor predisposisi
(redisposing factors), merupakan
faktor yang terwujud dalam
kepercayaan, kayakinan, nilai-nilai
dan juga variasi demografi, seperti :
status ekonomi, umur, jenis kelamin
dan susunan keluarga. Faktor ini
lebih bersifat dari dalam diri
individu tersebut. Faktor-faktor
pemungkin (Enambling Factors),
merupakan faktor pendukung yang
terwujud dalam lingkungan fisik,
termasuk di dalamnya adalah
berbagai macam sarana dan
prasarana, misal : dana,
transportasi, fasilitas, kebijakan
pemerintah dan lain sebagainya.
Faktor-faktor pendukung
(reinforcing factors) meliputi faktor
sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, sikap dan
perilaku petugas termasuk petugas
kesehatan, undang-undang
peraturan-peraturan baik dari pusat
maupun pemerintah daerah yang
terkait dengan kesehatan.
Berdasarkan teori-teori tersebut,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa
perilaku masyarakat dapat dirubah
melalui pemberian stimulus berupa
informasi dan penjelasan terutama
11
tentang bahaya apabila tidak
menjaga perilaku 3M. Melalui
stimulus sperti ini, masyarakat
diharapkan dapat berespon dengan
melakukan tindakan-tindakan
terkait 3M plus seperti menguras,
menutup, mengubur serta
melakukan pencegahan lain
misalnya menggunakan selimut saat
tidur, memberikan abate pada bak
mandi dan tidak menggantung
pakaian terlalu banyak atau
sembarangan.
Pemberian stimulus dan arahan
kepada masyarakat agar perilaku
terkait 3M plus semakin baik juga
didukung oleh latar belakang
masyarakat sterutama pendidikan.
Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka kemampuan
memahami akan semakin baik.
Berdasarkan tabel 5.4, pendidikan
masyarakat sebagian besar (48%)
adalah SMA sehingga peneliti
berasumsi bahwa masyarakat
mampu memahami pentingnya
menjaga dan merubah perilaku
terkait 3M plus agar terhindar dari
penyakit DBD.
3. Berdasarkan tabel silang diatas
dapat disimpulkan bahwa perilaku
masyarakat yang baik terkait 3M
plus dipengaruhi oleh peran kader
jumantik yang baik. Sebaliknya,
apabila peran kader jumantik
kurang baik dapat berdampat pada
kurang baiknya perilaku masyarakat
terkai perilaku 3M plus.
Penilaian hubungan peran kader
jumantik dengan perilaku
masyarakat tentang 3M plus
didapatkan nilai p value 0,00
sehingga ada hubungan peran kader
jumantik dengan perilaku
masyarakat tentang 3M plus di
Wilayah Kerja Puskesmas
Sumbersari Jember.
Peran merupakan seperangkat
tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang
sesuai kedudukannya dalam suatu
sistem. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam
maupun dari luar dan bersifat stabil
(Fadli dalam Kozier Barbara,
2008). Selain itu, menurut
Friedman (1998) peran merupakan
serangkaian perilaku yang
12
diharapkan pada seseorang sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan
baik secara formal maupun secara
informal. Peran didasarkan pada
preskripsi (ketentuan) dan harapan
peran yang menerangkan apa yang
individu-individu harus lakukan
dalam suatu situasi tertentu agar
dapat memenuhi harapan-harapan
mereka sendiri atau harapan orang
lain menyangkut peran-peran
tersebut.
Sedangkan perilaku menurut
Skinner, (1938 dalam
Notoadmodjo, 2007), adalah respon
atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar).
Oleh karena perilaku ini terjadi
melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme dan kemudian
organisme tersebut merespons.
Perilaku manusia adalah refleksi
dari berbagai gejala kejiwaan
seperti pengetahuan, persepsi,
minat, keinginan dan sikap. Hal-hal
yang mempengaruhi perilaku
seseorang sebagian terletak dalam
diri individu sendiri yang disebut
juga faktor internal sebagian lagi
terletak di luar dirinya atau disebut
dengan faktor eksternal yaitu faktor
lingkungan.
Menurut L.W.Green Perilaku
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
meliputi Faktor-faktor predisposisi
(predisposing factors), merupakan
faktor yang terwujud dalam
kepercayaan, kayakinan, nilai-nilai
dan juga variasi demografi, seperti :
status ekonomi, umur, jenis kelamin
dan susunan keluarga. Faktor ini
lebih bersifat dari dalam diri
individu tersebut. Faktor-faktor
pemungkin (enambling factors),
merupakan faktor pendukung yang
terwujud dalam lingkungan fisik,
termasuk di dalamnya adalah
berbagai macam sarana dan
prasarana, misal : dana,
transportasi, fasilitas, kebijakan
pemerintah dan lain sebagainya.
Faktor-faktor pendukung
(reinforcing factors) meliputi faktor
sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, sikap dan
perilaku petugas termasuk petugas
kesehatan, undang-undang
peraturan-peraturan baik dari pusat
13
maupun pemerintah daerah yang
terkait dengan kesehatan.
Menurut peneliti, semakin baik
peran kader jumantik, maka
perilaku masyarakat terkait 3M plus
akan semakin baik pula. Demikian
pula sebaliknya, apabila peran
kader kurang baik, maka perilaku
masyarakat juga berada pada
kategori kurang baik. Peneliti
berasumsi bahwa peran kader
jumantik untuk mengubah perilaku
masyarakat merupakan langkah
efektif untuk meningkatkan
lingkungan yang bebas jentik
sehingga angka kejadian DBD
dapat ditekan.
Oleh karena itu, peneliti berasumsi
bahwa terdapat pengaruh antara
pran kader jumantik terhadap
perilaku masyarakat tertang 3M
plus. Asumsi peneliti juga didukung
oleh penelitian lain seperti
penelitian yang dilakukan oleh
Asniati, dkk (2008) bahwa peran
memiliki pengaruh yang signifikan
(0,00) terhadap perilaku Ibu dalam
melakukan pencegahan DBD.
Penelitian lain yang dilakukan oleh
Yulian Thaviv (2010) juga
menyebutkan bahwa peran kader
jumantik dapat mempengaruhi
perilaku masyarakat sehingga angka
bebas jentik dapat ditingkatkan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Peran kader jumantik di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumbersari Jember
mayoritas (80%) baik.
Perilaku masyarakat tentang 3M plus
di Wilayah Kerja Puskesmas
Sumbersari Jember sebagian besar
(76%) baik.
Ada hubungan peran kader jumantik
dengan perilaku masyarakat tentang
3M plus di Wilayah Kerja Puskesmas
Sumbersari Jember.
Saran ditujukan kepada :
1. Kader Jumantik
Peran kader jumantik sudah baik,
namun perlu terus ditingkatkan agar
perilaku masyarakat tetap berada
pada kondisi baik. Peran kader yang
kurang baik karena kader jarang
mendiskusikan dengan ketua RT
setempat jika ada warganya yang
menolak dilakukan pemeriksaan
jentik dan kader jarang memeriksa
14
minimal 60 rumah tiap bulan. Jadi,
Kader Jumantik perlu memperbaiki
kedua hal tersebut.
2. Puskesmas
Puskesmas Sumbersari Jember
harus menggencarkan penyuluhan-
penyuluhan terkait pencegahan
DBD untuk menurunkan angka
kejadian penyakit tersebut.
3. Lembaga Pendidikan Kesehatan
Lembaga pendidikan kesehatan
perlu memberikan pengetahuan dan
wawasan kepada mahasiswa
terutama mahasiswa keperawatan
tentang pentingnya kader, fungsi
kader serta peran kader dalam
masyarakat untuk mencegah
bersarangnya nyamuk aedes
aegypti.
DAFTAR PUSTAKA
Aryatmo Tjokronegoro. 2006. Naskah
Lengkap Demam Berdarah
Dengue, Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak dan dokter
Spesialis Penyakit Dalam
dalam Tatalaksana kasus DBD
Edisi kedua, Jakarta: FKUI
Depkes RI. 2005. Pemberantasan dan
Pencegahan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Dirjen
P2PL.
Depkes. 2004. Petunjuk Pelaksanaan
PSN DBD oleh Juru Pemantau
Jentik (Jumantik). Depkes RI,
Dirjen. PPM & PL, Jakarta.
Depkes, RI. 2006. Pencegahan dan
Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di
Fathi, dkk. 2005. Peran faktor
lingkungan dan prilaku
terhadap penularan demam
berdarah dengue dikota
mataram, jurnal kesehatan
lingkungan, (online).
http://journal.unair.ac.id/filerP
DF/KESLING-2-1-01.pdf (
diakses 8 november 2012)
Friedman, M. M. 1998. Keperawatan
Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta:
EGC
http://www.upikke.staff.ipb.ac.id/2011
/09/23/jumantik/ diperoleh
tangggal 27 April 2014
http://www.cendanapos.com/2008/11/
perangi-dbd-kader-jumantik-
dilatih.html diperoleh tangggal
27 April 2014
http://www.prosalinaradio.com/wp/?p
=3823Indonesia, Jakarta:
Ditjen PP dan PL diperoleh
tangggal 27 April 2014
Indriyani, Diyan, dkk. 2010. Panduan
penulisan Skripsi. Jember: Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jember.
Kemenkes RI. 2011. Profil data
kesehatan Indonesia tahun
15
2011. Online:
www.depkes.go.id/downloads/
PROFIL_DATA_KESEHATA
N_INDONESIA_TAHUN_201
1.pdf diperoleh tangggal 27
April 2014
Kementerian Kesehatan, Profil
Kesehatan Indonesia Tahun
2010, Jakarta, 2011.
Mubarok, W. I., dkk. 2007. Promosi
Kesehatan Sebuah Pengantar
Proses Belajar Mengajar dalam
Pendidikan. Yogyakarta :
Graha Ilmu
Noer, M Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi
ketiga. FKUI
Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan
Masyarakat (Prinsip - Prinsip
Dasar). Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo. 2005. Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Notoatmojo. 2007. Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni.
Jakarta: Rineke cipta
Notoatmodjo. 2010. Ilmu Perilaku
Kesehatan hal. 20–26. Jakarta:
Rineka cipta
Nursalam. 2013. Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: Salemba Medika
Prijanto Juni DKK,. 1999. Atlas
Parasitologi Kedokteran.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Saifudin, A.B. 2002. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal & Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
WHO. 2004. Panduan lengkap
pencegahan dan pengendalian
dengue dan demam berdarah
dengue. Jakarta: EGC.
Zulkarnaini, Siregar, YI, Dameria.
2008. Hubungan Kondisi Sanitasi
Lingkungan Rumah Tangga
Dengan Keberadaan Jentik Vektor
Dengue Di Daerah Rawan Demam
Berdarah Dengue Kota Dumai
Tahun 2008. 2008. . [Online]. 2
(3)
http://lib.unri.ac.id/data/images/ph
ocadownload/2_3__ZKN_dameria
_115-124_.pdf [diakses 12
November 2012]