hubungan konsumsi kafein pada ibu hamil trimester iii
DESCRIPTION
jurnal maternitasTRANSCRIPT
![Page 1: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012321/55cf9943550346d0339c7aa7/html5/thumbnails/1.jpg)
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
Tesis, Januari 2012
HUBUNGAN KONSUMSI KAFEIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN
BERAT BADAN LAHIR, APGAR SCORE, PLASENTA DI KABUPATEN PADANG
PARIAMAN TAHUN 2011
Oleh : Dewi Mardiawati
(Pembimbing : Prof. Dr. Nur Indrawati Lipoeto, MSc, PhD and
Prof. dr. Fadil Oenzil, PhD, SpGK)
ABSTRAK
Salah satu faktor penyebab kematian bayi dan bayi lahir dengan berat badan lahir
rendah adalah kebiasaan ibu hamil yang mengkonsumsi makanan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan embrio. Salah satu kebiasaan ibu hamil tersebut adalah mengkonsumsi kafein.
Dari studi pendahuluan yang dilakukan didapatkan 11 orang ibu hamil (31,4 %)
mengkonsumsi kafein setiap hari. Tujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi kafein
dengan berat badan lahir, APGAR Score, plasenta.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman dengan mengunakan desain
Cross Sectional Study. Populasi penelitian adalah ibu hamil trimester III yang berjumlah
467orang. Sampel dipilih secara acak dengan teknik Simple Random Sampling sebanyak 63
orang. Data karakteristik responden dan data konsumsi kafein dilakukan dengan wawancara
langsung dengan kuesioner, Food Frequensi Questionnaire, dan food Model. Data berat
badan bayi, APGAR Score, plasenta didapat dengan melakukan pengukuran dengan
mengunakan timbangan bayi, sentimeter dan observasi pada bayi baru lahir. Pengolahan dan
analisa data dilakukan secara komputerisasi serta mengunakan uji korelasi dan regresi linear.
Rata-rata 133 mg ibu hamil mengkonsumsi kafein. Rata-rata berat badan lahir 3165,08
gram. Rata-rata berat plasenta 512,69 gram. Rata-rata tebal plasenta responden 2,67 cm dan
diameter plasenta rata-rata adalah 17,79 cm. Rata-rata APGAR Score bayi adalah 7.30.
Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan berat badan lahir
(p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan berat plasenta
(p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan tebal plasenta
(p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan diameter
plasenta (p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan
APGAR Score bayi baru lahir (p<0,05).
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan adanya hubungan konsumsi kafein ibu hamil
dengan berat badan lahir, APGAR Score dan berat plasenta, tebal plasenta, diameter plasenta.
Ibu hamil diharapkan mengurangi konsumsi kafein pada masa kehamilan dan ditingkatkannya
promosi kesehatan tentang dampak konsumsi kafein selama hamil.
Daftar Bacaan : 43 ( 1984 - 2011 )
Kata Kunci : Kafein, Berat Badan Lahir, APGAR Score, Plasenta
![Page 2: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012321/55cf9943550346d0339c7aa7/html5/thumbnails/2.jpg)
POST GRADUATE PROGRAME
STUDY OF BIOMEDICAL SCIENCE
Thesis, January 2012
THE RELATIONSHIP OF CAFFEINE INTAKE 3TH
TRIMESTER PREGNANT
WITH BIRTH WEIGHT, APGAR SCORE, PLACENTA IN THE YEAR 2011
By: Dewi Mardiawati
(Under the quidence of : Prof. Dr. Nur Indrawati Lipoeto, MSc, PhD and Prof. dr. Fadil
Oenzil, PhD, SpGK)
One of the causes of infant mortality and babies born with low birth weight is the
habit of pregnant women who consume foods that may affect the growth of the embryo. One
of the habits of pregnant women is to consume caffeine. From the preliminary studies that
carried out to 11 people, we found (31.4 %) of pregnant women consumed caffeine every
day. The Purpose of the study was to determine the relationship of caffeine consumption with
birth weight, APGAR Score, placenta.
The study was conducted in the district of Padang Pariaman by using the design of
Cross Sectional Study. The study population is third trimester pregnant women amounting to
467orang.. Samples were randomly selected by simple random sampling technique as many as 63 people. Data characteristics of the respondents and caffeine consumption data were
done by direct interview with a questionnaire and food models. Data of infant weight,
APGAR Score, placenta obtained by performing measurements by using baby scales, centimeters and observations on the newborn. Data processing and computerized were
analysis by using computers and test linear regression and correlation
The average pregnant women consumed 133 mg of caffeine. The average birth weight
was 3165,08 gram. Average of placenta was weight 512,69 gram. The average thickness of
placenta was 2,67 cm and the respondent. Placenta average diameter is 17,79 cm. The
average APGAR Score baby is 7,30. There is a significant association between caffeine
intake with birth weight (p <0.05). There is a significant association between caffeine
consumption with placental weight (p <0.05). There is a significant association between
caffeine consumption with a thick placenta (p <0.05). There is a significant association between caffeine consumption with a diameter of placenta (p <0.05). There is a significant
association between caffeine consumption with APGAR Scores of newborns (p <0.05).
The results of this study can be inferred the existence of maternal caffeine consumption relationship with birth weight, APGAR Score and placental weight,
placental thickness, placental diameter. Pregnant women are expected to reduce caffeine
consumption during pregnancy and the need for health promotion on the impact of caffeine consumption on the fetus.
Bibliography : 43 (1984 - 2011) Key words : Caffeine, Birth Weight, APGAR Score, Placenta
![Page 3: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012321/55cf9943550346d0339c7aa7/html5/thumbnails/3.jpg)
PENDAHULUAN
Bayi lahir mati dan berat badan lahir
rendah masih merupakan masalah kesehatan yang terbanyak di Indonesia,
dimana lahir mati merupakan
penyumbang angka kematian bayi yang tinggi baik di negara maju maupun negara
berkembang. Menurut WHO (2000),
angka kematian bayi di negara maju
maupun di negara-negara berkembang,
termasuk di Indonesia. Tingkat kematian
bayi di Indonesia masih tergolong tinggi
jika dibandingkan dengan negara-negara
anggota ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih
tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi
dari Filipina, dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand. Angka kematian bayi di
Indonesia sebesar 34/1000 kelahiran
hidup. Kelangsungan hidup bayi sangat
ditentukan oleh kondisi pertumbuhan
janin di dalam uterus (Susanto, 2010)
Sasaran pembangunan kesehatan
Milenieum Development Goals adalah
menurunkan 3/4 angka kematian Ibu dan
menurunkan 2/3 angka kematian bayi. Sasaran pembangunan Milleneum
Development Goals dapat dicapai dengan
mengetahui penyebab kematian Ibu di Indonesia antara lain perdarahan,
eklampsia, infeksi, abortus. Penyebab
kematian bayi adalah asfiksia, berat badan lahir rendah, tetanus, infeksi, masalah
pemberian ASI. Semua faktor resiko
selama kehamilan & persalinan harus
diatasi untuk mewujudkan tujuan MDGS
2015 (Wijaya M, 2009).
Kelahiran di Indonesia jika
diperkirakan sebesar 5.000.000 orang per
tahun, maka dapat diperhitungkan
kematian bayi 56/1000, menjadi sekitar 280.000 per tahun yang artinya sekitar
2,2-2,6 menit bayi meninggal. Sebab-
sebab kematian tersebut antara lain asfiksia (49-60%), infeksi (24-34%), berat
badan lahir rendah (15-20%), trauma
persalinan (2-7%), dan cacat bawaan (1-
3%) (Manuaba,2001).
Propinsi Sumatera Barat tahun 2008
angka kematian bayi berkisar 28,5 orang
per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Sumbar
2008). Kabupaten Padang Pariaman
terdapat angka kematian bayi pada tahun
2007 adalah 13,48 per 1000 kelahiran
hidup. Pada tahun 2007 angka kejadian
persalinan preterm sebanyak 64 dari 1242
persalinan dan terdapat 39 kasus asfiksia.
Pada tahun 2008 Angka kejadian
persalinan preterm 53 dari 690 persalinan dan terdapat 36 kasus asfiksia dari jumlah
persalinan tersebut (Profil Kesehatan
Kabupaten Padang Pariaman, 2008). Angka kematian bayi disebab oleh
berbagai macam faktor dimana terdapat 32
kasus yaitu 16 kasus dikarenakan asfiksia,
1 kasus karena tetanus neonatorum, 2
kasus infeksi dan 13 kasus sisanya karena
(Varney H, 2007). Di Indonesia angka
kejadian asfiksia kurang lebih 40 per 1000
kelahiran hidup, secara keseluruhan
110.000 neonatus meninggal setiap tahun
karena asfiksia (Dewi dkk, 2005). Frekuensi berat badan lahir rendah
(BBLR) di negara maju berkisar antara
3,6-10,8%, di negara berkembang berkisar
antara 10-43%. Rasio antara negara maju
dan negara berkembang adalah 1:4
(Mochtar, 1998).
Angka BBLR di Indonesia nampak
bervariasi. Dari beberapa studi kejadian
BBLR pada tahun 1994 sebesar 14,6% di daerah pedesaan dan 17,5% di Rumah
Sakit, hasil studi di 7 daerah multicenter
diperoleh angka BBLR dengan rentang 2,1%-17,2%, secara nasional berdasarkan
analisa lanjut SDKI (Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia) 1999 angka berat badan lahir rendah sekitar 7,5%
(Setyowati, 2004). Presentase berat badan
bayi baru lahir di Sumatera Barat menurut
RIKESDAS tahun 2010 kategori berat
badan bayi < 2500 gram 6,0 %.
Secara statistik menunjukkan 90 %
kejadian berat badan lahir rendah terdapat
di negara berkembang dan angka kematian
nya 35 x lebih tinggi di banding pada bayi dengan berat lahir normal (BLN)
(WHO,2007). Angka kejadian Berat
badan lahir rendah di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan
daerah lain yaitu berkisar antara 9-30 %.
Hasil studi diperoleh angka berat badan
lahir rendah (BBLR) dengan rentang 21-
19,2 %. Daerah nusa tenggara timur
(NTT) merupakan daerah tertinggi angka
berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu
19,2 %. Secara nasional berdasarkan
analisis lanjut survey demografi
kesehatan Indonesia (SDKI), angka BBLR
![Page 4: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012321/55cf9943550346d0339c7aa7/html5/thumbnails/4.jpg)
sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari
target BBLR yang ditetapkan pada sasaran
Program Perbaikan Gizi menuju Indonesia
Sehat 2010 yakni maksimal 6 % (IDAI,
2004). Salah satu faktor penyebab
kematian bayi dan bayi lahir dengan berat
badan lahir rendah adalah kebiasaan ibu hamil yang mengkonsumsi makanan yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan
embrio. Salah satu kebiasaan ibu hamil
tersebut adalah mengkonsumsi kafein.
Kafein banyak terkandung dalam
minuman yang kita konsumsi hampir
setiap hari. Ibu hamil yang mengkonsumsi
kafein dapat menyebabkan beberapa efek
negatif. Kafein mengerutkan pembuluh
darah ke rahim, sehingga aliran darah ke plasenta berkurang. Akibatnya, risiko
melahirkan bayi berat lahir rendah
menjadi lebih besar. Kafein juga dapat
dengan mudah melewati sawar darah
plasenta dan masuk ke dalam aliran darah
janin dan meningkatkan denyut jantung
janin. Bahkan efek ini dapat bertahan
sampai bayi dilahirkan. Kopi dan teh
selain mengandung kafein juga mengandung fenol. Senyawa ini dapat
menghambat penyerapan zat besi di
saluran pencernaan. Akibatnya, ibu rentan untuk mengalami anemia (Suririnah,
2008).
Konsumsi kafein sebaiknya tidak melebihi 300 mg sehari (Hardinsyah,
2008). Para ahli menyarankan 200-300 mg
konsumsi kafein dalam sehari merupakan
jumlah yang cukup untuk orang dewasa.
Tapi mengkonsumsi kafein sebanyak 100
mg tiap hari dapat menyebabkan individu
tersebut tergantung pada kafein
(Siswono,2008).
Ibu hamil yang mengkonsumsi kafein 300 mg atau lebih dalam sehari
akan meningkatkan resiko komplikasi
pada kehamilannya antara lain: keguguran, kelahiran premature, berat
badan bayi rendah, gangguan
pertumbuhan janin (Suririnah,2009)
Ibu hamil yang mengkonsumsi
kafein 300 mg atau lebih per hari (setara
dengan 3 cangkir kopi instan atau 5 gelas
teh) mempunyai risiko mengalami
keguguran dua kali lipat dan berat badan
bayi lahir rendah dibandingkan dengan
mereka yang tidak mengkonsumsi kafein.
Oleh karena itu, ibu hamil sebaiknya
menghindari minum kafein selama hamil
(Weng, X et al,. 2008).
Beberapa orang lebih sensitif
terhadap kafein dibanding yang lain. Wanita hamil lebih sensitif karena
memakan waktu lebih lama untuk
membersihkan kafein dari tubuh dari pada orang yang tidak hamil. Kafein dapat
kafein diserap oleh lambung dan usus
kecil dalam waktu 45 menit, dan
diteruskan ke plasenta, sehingga dapat
terakumulasi di janin dan cairan ketuban.
Hal ini dimetabolisme tiga kali lebih
lambat pada wanita hamil dibandingkan
dengan wanita tidak hamil, kafein juga
secara signifikan mengurangi aliran darah
di vili plasenta (penyerapan zat gizi menjadi berkurang) dimana terjadinya
penyempitan pembuluh (Michele, 2011).
Perlu diketahui bahwa janin
mendapatkan segala yang dibutuhkan
melalui aliran darah termasuk gizi,
oksigenasi, jika terhambat janin akan
kurang mendapatkan semua yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Akibatnya, dari penyempitan pembuluh darah ini mungkin
dapat mengakibatkan pertumbuhan
terganggu dan dapat terjadi gangguan perkembangan (Michele, 2011). Kafein
selama kehamilan melintasi plasenta dan
mencapai bayi, sehingga dapat menurunkan aliran darah ke plasenta,
sehingga membahayakan bayi (Weng,X et
al,.2008).
Food and Drug Administration pada
tahun 1980. menemukan bahwa kafein
melintasi barier otak dan darah dan
diperkirakan bahwa janin mungkin tidak
memiliki enzim yang diperlukan untuk
mendetoksifikasi diri dari kafein melalui proses yang dikenal sebagai demetilasi.
Beberapa ilmuwan juga mencoba untuk
menentukan bagaimana kafein mengganggu pertumbuhan sel dan
perkembangan janin (Khoury et al,.2004).
Berbagai studi epidemiologi
menunjukkan bahwa terdapatnya
hubungan kuat dari efek kafein. Risiko
keguguran pada wanita hamil yang
mengkonsumsi secangkir atau lebih dari
kafein per hari ditunjukkan pada sebuah
studi tahun 1998. Penelitian lain
menunjukkan bahwa kafein dapat
![Page 5: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012321/55cf9943550346d0339c7aa7/html5/thumbnails/5.jpg)
menyebabkan penurunan berat badan bayi
untuk anak dan juga tingkat peningkatan
aborsi spontan (Rasch, 2003).
Studi pendahuluan yang dilakukan
di kabupaten Padang Pariaman pada 35 orang ibu hamil didapatkan 11 orang ibu
hamil (31,4 %) yang mengkonsumsi kopi
dan teh, 24 orang ibu hamil (69 %) tidak mengkonsumsi kopi dan teh. Dari 11
orang ibu hamil terdapat 7 orang (63,6 %)
mengkonsumsi teh dan 4 orang (36,4) ibu
hamil yang mengkonsumsi kopi. Rata-rata
mengkonsumsi kopi dan teh 1-2 cangkir
perhari. Dari 35 ibu hamil yang di
wawancarai didapatkan semua ibu hamil
tersebut tidak tahu bahwa kopi dan teh
mempunyai efek pada kehamilan dan
janin. Berdasarkan latar belakang diatas
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian Hubungan Konsumsi Kafein
Pada Ibu Hamil dengan Berat Badan Bayi,
APGAR Score, Plasenta.
Tujuan
Untuk mengetahui hubungan konsumsi
kafein pada ibu hamil trimester III dengan berat badan bayi, APGAR Score
bayi dan plasenta di Kabupaten Padang
Pariaman.
Metode Penelitian Jenis Penelitian ini merupakan
observasional dengan desain Cross
Sectional Study untuk mengetahui
hubungan mengkonsumsi kafein pada ibu
hamil dengan, berat badan bayi, APGAR
Score bayi, plasenta. Pada penelitian ini
untuk mengetahui hubungan konsumsi
kafein pada ibu hamil dengan berat badan
lahir dan apgar score bayi plasenta di
Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat.
Tahap pelaksanaan a. Penelitian ini dilakukan bekerjasama
dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di
Kabupaten Padang Pariaman. Ketua IBI
menjadi koordinator bidan praktek
swasta didaerahnya.
b. Di Kabupaten Padang Pariaman,
setidaknya satu bidan telah ditempatkan
di satu desa/wilayah. Bidan yang
menyatakan kesediaan untuk ikut
penelitian, kemudian dijelaskan oleh
peneliti mencakup tentang tujuan,
sasaran, prossedur pengumpulan data dan
hasil penelitian. Semua ibu hamil
trimester III yang ANC ke bidan praktek
swasta yang telah dipilih berdasarkan teknik pengambilan sampel dan
memenuhi kriteria inklusi, ditanya
tentang kesediaan mereka untuk mengambil bagian dalam penelitian ini.
Ibu hamil diminta menanda tangani
lembar informed consent.
c. Tahap I : Melakukan wawancara dengan
Ibu hamil dengan menggunakan
kuesioner. Ibu hamil ditanya riwayat
kehamilan dan penyakit yang lalu untuk
menetukan apa wanita tersebut dalam
keadaan sehat yang didukung oleh surat
keterangan dari dokter penanggung jawab Bidan Praktek Swasta di desa
setempat. Menentukan usia kehamilan,
diukur berat badan, tinggi badan, data
mengenai mengkonsumsi kafein selama
hamil. Ibu hamil Trimester III di tanya
mengenai komsumsi kafein selama
hamil.
d. Tahap I1 : Saat ibu hamil melahirkan,
bidan ditiap-tiap BPS sudah dititipkan kuesioner untuk mengobservasi dan
mengukur plasenta, menimbang berat
badan, menilai apgar score bayi. e. Peneliti datang ke Bidan Praktek Swasta
untuk mengumpulkan kuesioner
persalinan.
Hasil Penelitian
Lokasi penelitian meliputi daerah kota Pariaman dan Padang Pariaman. Daerah
Pariaman pada penelitian ini terdiri dari 10
lokasi dan daerah Padang Pariaman terdiri dari 5
lokasi.
Sampel penelitian ini adalah ibu hamil
trimester III di Bidan Praktek Swasta, Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Padang Pariaman
yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 63
orang.
Berdasarkan hasil penelitian tentang
konsumsi kafein pada ibu hamil dengan berat
badan bayi, apgar score, dan plasenta di
Kabupaten Padang Pariaman adalah sebagai
berikut :
![Page 6: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012321/55cf9943550346d0339c7aa7/html5/thumbnails/6.jpg)
5.2. Hasil Analisa Univariat
5.2.1 Gambaran Konsumsi Kafein Ibu Hamil,
Berat Badan Lahir, Berat Plasenta,
Tebal Plasenta, Diameter Plasenta dan
APGAR Score Bayi
VARIAB
EL n
MINI
MUM
MAXI
MUM MEAN
Kafein 63
100
mg 300 mg 133 mg
Berat
Badan
Lahir
63 1700
gr 4000 gr
3165,08
gr
Berat
Plasenta 63 350 gr 600 gr 512,69 gr
Tebal
Plasenta 63
1,5
cm 4 cm 2,67 cm
Diameter
Plasenta 63 14 cm 23 cm 17,79 cm
APGAR 63 4 8 7,30
Hasil analisis diatas terlihat dari 63
responden ibu hamil rata-rata konsumsi kafein
adalah 133 mg dengan standar deviasi 53,88. Ibu
hamil mengkonsumsi kafein yang tertinggi adalah 300 gram dan terendah 100 gram
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat
rata-rata berat badan lahir adalah 3165,08 gram dengan standar deviasi 338 yang terendah 1700
gram dan tertinggi 4000 gram.
Rata-rata berat plasenta adalah 512,69
gram dengan standar deviasi 46,6. Berat
plasenta yang terberat adalah 600 gram dan
terendah 350 gram. Rata-rata tebal plasenta
adalah 2.67 cm dan standar deviasi 0.72, ukuran
terbesar 4 cm dan terkecil 1,5 cm. Diameter
plasenta rata-ratanya adalah 17,79 cm dengan standar deviasi 1,51, ukuran terbesar 23 cm dan
terkecil adalah 14 cm.
Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata APGAR score bayi adalah 7.30 dengan
standar deviasi 0.96. APGAR Score bayi yang
terendah adalah 4 dan tertinggi 8.
5.3 Analisis Bivariat
5.3.1 Hubungan Konsumsi Kafein Ibu Hamil
dengan Berat Badan Lahir
VARIABEL r PERSAMAAN
REGRESI
p
value
Berat Badan
Lahir
-
0,493
Berat badan
lahir =
3577,425-
3,093* Kafein
0,001
Hubungan antara konsumsi kafein
dengan berat badan lahir menunjukkan hubungan yang rendah (r = -0,493) dan berpola
negatife, ini berarti semakin tinggi ibu hamil
mengkonsumsi kafein maka semakin rendah
berat badan lahir. Secara statistik di dapatkan
hubungan yang bermakna antara konsumsi
kafein dengan berat badan lahir dengan
persamaan garis regresi, berat badan lahir =
3577,425- 3,093 x Kafein.
5.3.2. Hubungan Konsumsi Kafein Ibu Hamil
dengan Berat Plasenta
VARIABE
L r
PERSAMAA
N REGRESI
p
value
Berat
Plasenta -0,396
Berat plasenta
= 558,377-
0,343* Kafein
0,001
Hubungan antara konsumsi kafein dengan
berat plasenta menunjukkan hubungan yang rendah (r = -0,396) dan berpola negatife, berarti
semakin tinggi ibu hamil mengkonsumsi kafein
maka semakin rendah berat plasenta. Secara statistik di dapatkan hubungan yang bermakna
antara konsumsi kafein dengan berat plasenta
dengan persamaan garis regresi, berat plasenta =
558,377-0,343 x kafein
5.3.3. Hubungan Konsumsi Kafein Ibu Hamil
dengan Tebal Plasenta
VARIABEL r PERSAMAAN
REGRESI
p
value
Tebal
Plasenta
-
0,337
Tebal Plasenta
= 3,280-0,005*
Kafein
0,007
Hubungan antara konsumsi kafein
dengan tebal plasenta menunjukkan hubungan
![Page 7: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012321/55cf9943550346d0339c7aa7/html5/thumbnails/7.jpg)
yang rendah (r = -0,337) dan berpola negatife,
berarti semakin tinggi ibu hamil mengkonsumsi
kafein maka semakin rendah tebal plasenta.
Secara statistik di dapatkan hubungan yang
bermakna antara konsumsi kafein dengan tebal plasenta dengan persamaan garis regresi, tebal
plasenta= 3,280-0,005 x kafein.
5.3.4. Hubungan Konsumsi Kafein Ibu Hamil
dengan Diameter Plasenta
VARIABEL r PERSAMAAN
REGRESI
p
value
Diameter
Plasenta
-
0,250
Diameter
Plasenta =
18,732-0,007* Kafein
0,048
Hubungan antara konsumsi kafein dengan diameter plasenta menunjukkan hubungan yang
rendah (r = -0,250) dan berpola negatife, berarti
semakin tinggi ibu hamil mengkonsumsi kafein
maka semakin rendah diameter plasenta. Secara statistik di dapatkan hubungan yang bermakna
antara konsumsi kafein dengan diameter plasenta
dengan persamaan garis regresi, diameter
plasenta = 18,732-0,343 x kafein.
5.3.5. Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu
Hamil dengan APGAR Score Bayi
VARIABEL r PERSAMAAN
REGRESI
p
value
APGAR
Score -0,571
APGAR =
8,660-0,010*
Kafein
0,000
Hubungan antara konsumsi kafein dengan
APGAR Score menunjukkan hubungan yang
sedang (r = -0,571) dan berpola negatife, ini
berarti bahwa semakin tinggi ibu hamil
mengkonsumsi kafein maka semakin rendah APGAR Score Bayi. Secara statistik di dapatkan
hubungan yang bermakna antara konsumsi
kafein dengan diameter plasenta dengan persamaan garis regresi, diameter plasenta =
8,660-0,010 x kafein.
Pembahasan
6.1. Konsumsi Kafein Responden Hasil analisis terhadap konsumsi
kafein pada ibu hamil didapatkan rata-rata
133 mg dengan standar deviasi 53,88. Ibu hamil yang tertinggi mengkonsumsi kafein
adalah 300 gram dan terendah 100 gram.
Dari 70 responden ibu hamil yang
mengkonsumsi kafein yang mengkonsumi
kafein 100 gram sebanyak 44 orang
(72,9%), yang mengkonsusmi kafein 200
gram sebanyak 17 orang (24,3%) dan yang
mengkonsumsi kafein 200 gram sebanyak
2 orang (2,9)
Konsumsi kafein sebaiknya tidak melebihi 300 mg sehari (Hardinsyah,
2008). Para ahli menyarankan 200-300 mg
konsumsi kafein dalam sehari merupakan
jumlah yang cukup untuk orang dewasa.
Tapi, mengkonsumsi kafein 100 gram tiap
hari dapat menyebabkan individu tersebut
tergantung pada kafein (Siswono, 2008).
Hasil penelitian ini berbeda dengan
hasil penelitian yang dilakukan Kathleen, 2007 mendapatkan rata-rata ibu hamil
mengkonsumsi kafein 137 mg, sedangkan
Bech, BH (2007) rata-rata ibu hamil mengkonsumsi kafein adalah 182 mg.
Perbedaan konsumsi kafein pada ibu
hamil kemungkinan disebabkan oleh alat
ukur yang digunakan dalam pengumpulan
data konsumsi kafein, dimana penelitian ini
mengunakan metode/alat ukur semi
kuantitatif frekuensi konsumsi kafein
(FFQ) dan tidak mengukur kadar kafein
secara langsung kepada ibu hamil tetapi hanya di konversikan dengan menanyakan
banyaknya yang di konsumsi ibu hamil
dalam sehari. Pada penelitian ini peneliti juga tidak melihat secara langsung
pengolahan dari kopi yang di jual di
pasaran.
6.2. Hubungan Konsumsi Kafein dengan
Berat Badan Bayi Lahir
Hasil analisis terhadap berat badan
lahir menunjukkan rata-rata adalah 3165,08
gram dengan standar deviasi 338. Berat
Badan bayi yang terendah 1700 gram dan
tertinggi 4000 gram. Hasil penelitian ini
tidak sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Justin, 2007 didaparkan
hasil ibu hamil mengkonsumsi kafein rata-
![Page 8: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012321/55cf9943550346d0339c7aa7/html5/thumbnails/8.jpg)
rata 144 mg, melahirkan bayi dengan nilai
rata-rata 3450 gram.
Hasil analisa bivariat korelasi
konsumsi kafein selama hamil dengan berat
badan lahir didapatkan korelasi sedang dimana r = -0,493. Hasil uji secara statistic
diperoleh nilai p < 0.05 (p = 0,001) maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan rendah antara konsumsi kafein
pada ibu hamil dengan berat badan lahir
atau adanya kecendrungan bahwa ibu hamil
yang mengkonsumsi kafein pada masa
kehamilan akan menurunkan berat badan
bayi.
Hasi penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Vik, B
(2003) ibu yang mengkonsumsi > 200 mg
perhari selama hamil mendapat hasil yang signifikan dengan p=0,004 dimana ada
hubungan konsumsi kafein selama hamil
dengan berat badan lahir.
Pada penelitian ini berat badan bayi
yang lahir masih dalam batas normal, jika
dilihat dari hubungan konsumsi kafein
dengan berat badan ibu hamil di dapatkan
hubungan korelasi r = -0,119 menunjukkan
hubungan yang rendah dengan p value = 0,053 didapatkan hubungan yang bermakna
antara konsumsi kafein dengan berat badan
ibu hamil. Hal ini mungkinan disebabkan desain penelitian yang digunakan dimana
subjeknya kalau mengunakan desain Cross
Sectional Study membutuhkan subjek yang lebih besar. penelitian ini mengunakan
analisis korelasi untuk menganalisa adalah
paling lemah bila dibandingkan dengan
rancangan penelitian analitik yang lainnya.
Sehingga nilai prognosanya atau prediksi
(daya ramal) lemah. Dimana penelitian ini
hanya menghitung konsumsi kafein dengan
model yang dipunya oleh peneliti dan
mungkin seharusnya peneliti menyesuaikan dengan ukuran yang dipergunakan masing-
masing responden sehingga mendapatkan
jumlah gram yang lebih akurat sehingga konsumsi kafein ibu hamil juga terlihat
dengan jelas.
6.3. Hubungan Konsumsi Kafein dengan
Plasenta
Rata-rata berat plasenta, tebal
plasenta, diameter plasenta pada penelitian
dalam batas normal. Setelah dilakukan uji
secara statistik terdapat hubungan yang
signifikan antara konsumsi kafein pada ibu
hamil dengan berat plasenta, tebal plasenta,
diameter plasenta.
Menurut Mucthar, 2000 Plasenta
akan berfungsi sebagai alat respiratorik,
metabolik, nutrisi, endokrin, penyimpanan, transportasi dan pengeluaran dari tubuh
janin dan sebaliknya. Jika salah satu atau
beberapa fungsi diatas terganggu, maka janin dan plasenta akan bermasalah
(Aditama, 1997).
Kafein dapat meningkatkan
hormone epineprin sehingga mengurangi
aliran darah ke rahim sehingga penerimaan
oksigen bayi maupun plasenta (Ari-ari)
berkurang yang berarti berkurang juga
penerimaan nutrisi untuk bayi. Pengaruh
buruk pada plasenta, plasenta akan lebih
memperluas kebutuhan oksigen dan nutrisinya yang mana mengakibatkan
plasenta menjadi tipis (Suririnah,2008).
6.4. Hubungan Konsumsi Kafein dengan
APGAR Score
Berdasarkan hasil penenelitian
didapatkan bahwa rata-rata APGAR Score
bayi adalah 7.31 APGAR Score Bayi yang terendah adalah 4 dan tertinggi 8, bayi yang
mengalami asfiksia hanya berjumlah 2
orang. Hasil uji secara statistic dilakukan diperoleh nilai r= -0,571 dan p <0.05
(p=0,000), adanya hubungan negatife
moderat antara konsumsi kafein pada ibu hamil dengan APGAR Score bayi atau
adanya kecendrungan bahwa ibu hamil
yang mengkonsumsi kafein akan
melahirkan bayi dengan APGAR yang
bermasalah.
Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan penelitian Miroslaw, J (2007) di
Polandia dimana dapatkan nilai p > 0.05
(p=0,68) tidak ada hubungan antara asupan kafein ibu selama hamil dengan APGAR
Score bayi yang baru lahir.
Kafein juga meningkatkan pelepasan katekolamin dari medula adrenal.
Pelepasan katekolamin ini akan
menyebabkan vasokonstriksi pada sirkulasi
utero plasenta sehingga terjadi hipoksia
janin, serta memiliki efek langsung pada
sistem kardiovaskuler janin yang dapat
menimbulkan takikardi dan aritmia
(Kirkinen,P,1983).
Kafein yang diminum oleh ibu hamil
tidak hanya melintasi plasenta tetapi juga
![Page 9: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012321/55cf9943550346d0339c7aa7/html5/thumbnails/9.jpg)
mampu memasuki aliran darah janin karena
hati pada janin belum mampu memproses
kafein secepat ibunya, sehingga kafein
yang di minum ibu hamil akan tinggal di
sistem peredaran darah janin dalam waktu yang lebih lama. Jika itu terjadi, maka
menyebabkan bayi tidak mendapat supply
oksigen yang cukup sehingga detak jantung meningkat (Suririnah, 2008).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di Padang Pariaman tahun 2011
tentang hubungan konsumsi kafein pada ibu
hamil trimester III dengan berat badan lahir,
APGAR Score, berat plasenta, tebal plasenta,
dan diameter plasenta tahun 2011 dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Didapatkan korelasinya rendah (r = -0,493)
dan adanya hubungan yang signifikan
secara statistik p < 0,05
2. Didapatkan korelasinya rendah (r = -0,396)
dan adanya hubungan signifikan secara
statistik. antara konsumsi kafein dengan
berat plasenta p < 0,05
3. Didapatkan korelasinya rendah (r = -0,337)
dan adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi kafein dengan tebal
plasenta dengan p < 0,05
4. Didapatkan korelasinya rendah r = -0,250 dan adanya hubungan signifikan secara
statistik. antara konsumsi kafein dengan
diameter plasenta dengan p < 0,05 5. Didapatkan korelasinya sedang (r = -0,571)
dan adanya hubungan yang signifikan
antara konsumsi kafein dengan APGAR
Score bayi dengan p < 0,05
7.2. Saran
1. Diharapkan pada ibu hamil untuk
mengurangi konsumsi kafein pada masa
kehamilan 2. Perlunya di tingkatkan promosi kesehatan
tentang dampak konsumsi kafein selama
hamil terhadap janin
3. Diharapkan pada peneliti selanjutnya
mengunakan desain penelitian case-control
atau kohort study
DAFTAR PUSTAKA
Bech, BH,Obel,C,Brink Hendersen,T dan
Olsen,J. 2007. Effect of reducing
caffeine intake on birth weight and
length of gestation: controlled trial
acak. British Medical Journal, 334, 409-412.
Bonnie,K, 2011, The Miracle OF Caffeine,
Jakarta : PT.Mizan
Casey, BM , 2001. "The Continuing Value Of
The Apgar Score For The Assessment
Of Newborn Infants". N Engl J Med.
344 (7): 467–471.
doi:10.1056/NEJM200102153440701.
PMID 11172187.
Cuningham,MD. 1997. Obstetri William. Jakarta
: EGC
Caffeine and Pregnancy. US Food and Drug
Administration Drug Bull 1980;10(3):19-20
Eko, B, 2001. Biostatistik Untuk Kedokteran
Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta :
EGC
Eugene, P et al,.1997. Caffeine and Pregnancy
http://www.fetal-
exposure.org/CAFFEINE.html Diakses
desember 2011
Finster, M , 2005. "The Apgar score has
survived the test of time".
Anesthesiology 102 (4): 855–
857:10.1097/00000542-200504000-
00022. PMID 15791116
Guyton A, C, 2007. Buku Ajar Fisisologi
Kedokteran. Jakarta : EGC
Joewana, S, 2003. Gangguan Mental Dan
Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif. Jakarta: EGC
Hardinsyah, 2009.
http:tech.group.yahoo.com/kimia
Indonesia.Diakses tanggal 12 januari
2009
Khoury, JC, Miodovnik M, Buncher, CR,
Kalkwarf, H, Mc Elvy S, Khoury PR dan Sibai, B, 2004. "Konsekuensi dari
![Page 10: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012321/55cf9943550346d0339c7aa7/html5/thumbnails/10.jpg)
merokok dan konsumsi kafein selama
kehamilan pada wanita dengan diabetes
tipe 1." Journal of-janin dan Bayi
Pengobatan Ibu
Kirkinen P, Jouppila P, Koivula A, Vuori J, M.
Puukka The effect of caffeine on
placental and fetal blood flow in human
pregnancy. Am J Obstetry Gynecol 15 Desember 198; 147 (8) :939-942
Kathleen, D, 2010. Moderate Caffeine Intake
Safe During Pregnancy, Experts Say
http://health.usnews.com/health-
news/family-health/womens-
health/articles/2010/07/21/moderate-
caffeine-intake-safe-during-pregnancy-experts-say. Diakses 21 Juli 2011
Lovett, R, 2005. "Coffee: The demon drink?"
(New Scientist (2518). http://www.newscientist.com/article.ns?
id=mg18725181.700. Diakses pada 7
November 2010.
1 Laurie, B, MD, 2008. Caffeine During
Pregnancy Not Related To Premature
Risk Birth http://www.medscape.com/viewarticle/7
29902 Diakases tanggal 15 september
2010
2
Maughan, RJ , 2003. "Caffeine ingestion and
fluid balance: a review.". J Human
Nutrition Dietetics 16: 411–20.
Manuaba, 2001. Obstetri dan ginekologi, Jakarta
: EGC
Muchtar, R, 2000. Sinopsis Obstetri.Jakarta :
EGC
Matissek, R , 1997. "Evaluation of xanthine derivatives in chocolate: nutritional and
chemical aspects". European Food
Research and Technology 205 (3): 175–84.
Michele, B, 2010.“Caffeine During Pregnancy ”
http://EzineArticles.com/?exper t = Dr.
Michele Brown OBGYN Diakses
tanggal 12 januari 2011
Novianty, S, 2009. Pengaruh Berat dan waktu
Penyeduhan terhadap kadar dari bubuk
teh dan Kopi. Medan: USU
Profil Kesehatan Kota Pariaman, 2008.
Prawiroharjo. S, 1999, Ilmu Kebidanan, Jakarta: EGC
Simpkin,P, 2009. Panduan lengkap kehamilan,
melahirkan dan bayi. Jakarta : Arcan
Rasch, V, 2003. " Cigarette Smoking, Alcohol
Consumption, And Caffeine." Acta
Obstetrica Gynecologica Skandinavia.
Sherwood,L, 2001. Fisiologi manusia dari sel ke
sistem. Jakarta: EGC
Suririnah, 2008. Buku pintar kehamilan dan
persalinan. Jakarta: EGC
Siswono. http://wwww.republika.co.id.Diakses
tanggal 12 mei 2010
Setyowati T. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah
(Analisa data SDKI 1994). Badan
Litbang Kesehatan, 1996.
Suyanto. Dkk, 2008. Riset Metodologi dan
Aplikasi.Yogyakarta: Mitra Cendikia
Susanto C.E. 2010. Angka kematian bayi masih
tinggi [disitasi 14 Juni 2010]. Diunduh
dari: http://bataviase.co.id/node/110111
Sastroasmoro,S, 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: C.V Sagung
Seto.
Sarah, R, 2007. Caffeine consumption effect and
woman to health of baby. Diakses 14
November 2011
UNICEF, 2004. Low Birth weight., New York,
Avaliable from
http://www.childinfo.org/areas/birthwei
ght.htm. Last Update : Nov 2007 [diakses tanggal 2 Desember 2011]
Wiknjosastro,H,2000. Ilmu Kebidanan. Jakarta :
EGC
Wijaya,M, 2009. Milenium Development Gold.
Http://wikepedia ensiklopedia bebas
![Page 11: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012321/55cf9943550346d0339c7aa7/html5/thumbnails/11.jpg)
MDGS.Com. Diakses tanggal 6 april
2011
Weng, X, Odouli, R., Li, DK 2008. Maternal
caffeine consumption during pregnancy
and the risk of miscarriage: a
prospective cohort study. American
Journal of Obstetrics and Gynecology.
198(3): 279:e. 198 (3): 279: e.
Weinberg, BA (2001). The World of Caffeine.
Routledge. ISBN 0-415-92722-6.