hubungan konsumsi kafein pada ibu hamil trimester iii

11
PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK Tesis, Januari 2012 HUBUNGAN KONSUMSI KAFEIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN BERAT BADAN LAHIR, APGAR SCORE, PLASENTA DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN TAHUN 2011 Oleh : Dewi Mardiawati (Pembimbing : Prof. Dr. Nur Indrawati Lipoeto, MSc, PhD and Prof. dr. Fadil Oenzil, PhD, SpGK) ABSTRAK Salah satu faktor penyebab kematian bayi dan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah adalah kebiasaan ibu hamil yang mengkonsumsi makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan embrio. Salah satu kebiasaan ibu hamil tersebut adalah mengkonsumsi kafein. Dari studi pendahuluan yang dilakukan didapatkan 11 orang ibu hamil (31,4 %) mengkonsumsi kafein setiap hari. Tujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi kafein dengan berat badan lahir, APGAR Score, plasenta. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman dengan mengunakan desain Cross Sectional Study. Populasi penelitian adalah ibu hamil trimester III yang berjumlah 467orang. Sampel dipilih secara acak dengan teknik Simple Random Sampling sebanyak 63 orang. Data karakteristik responden dan data konsumsi kafein dilakukan dengan wawancara langsung dengan kuesioner, Food Frequensi Questionnaire, dan food Model. Data berat badan bayi, APGAR Score, plasenta didapat dengan melakukan pengukuran dengan mengunakan timbangan bayi, sentimeter dan observasi pada bayi baru lahir. Pengolahan dan analisa data dilakukan secara komputerisasi serta mengunakan uji korelasi dan regresi linear. Rata-rata 133 mg ibu hamil mengkonsumsi kafein. Rata-rata berat badan lahir 3165,08 gram. Rata-rata berat plasenta 512,69 gram. Rata-rata tebal plasenta responden 2,67 cm dan diameter plasenta rata-rata adalah 17,79 cm. Rata-rata APGAR Score bayi adalah 7.30. Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan berat badan lahir (p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan berat plasenta (p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan tebal plasenta (p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan diameter plasenta (p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan APGAR Score bayi baru lahir (p<0,05). Hasil penelitian ini dapat disimpulkan adanya hubungan konsumsi kafein ibu hamil dengan berat badan lahir, APGAR Score dan berat plasenta, tebal plasenta, diameter plasenta. Ibu hamil diharapkan mengurangi konsumsi kafein pada masa kehamilan dan ditingkatkannya promosi kesehatan tentang dampak konsumsi kafein selama hamil. Daftar Bacaan : 43 ( 1984 - 2011 ) Kata Kunci : Kafein, Berat Badan Lahir, APGAR Score, Plasenta

Upload: diyah-rahmawati

Post on 27-Nov-2015

101 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

jurnal maternitas

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

Tesis, Januari 2012

HUBUNGAN KONSUMSI KAFEIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN

BERAT BADAN LAHIR, APGAR SCORE, PLASENTA DI KABUPATEN PADANG

PARIAMAN TAHUN 2011

Oleh : Dewi Mardiawati

(Pembimbing : Prof. Dr. Nur Indrawati Lipoeto, MSc, PhD and

Prof. dr. Fadil Oenzil, PhD, SpGK)

ABSTRAK

Salah satu faktor penyebab kematian bayi dan bayi lahir dengan berat badan lahir

rendah adalah kebiasaan ibu hamil yang mengkonsumsi makanan yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan embrio. Salah satu kebiasaan ibu hamil tersebut adalah mengkonsumsi kafein.

Dari studi pendahuluan yang dilakukan didapatkan 11 orang ibu hamil (31,4 %)

mengkonsumsi kafein setiap hari. Tujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi kafein

dengan berat badan lahir, APGAR Score, plasenta.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman dengan mengunakan desain

Cross Sectional Study. Populasi penelitian adalah ibu hamil trimester III yang berjumlah

467orang. Sampel dipilih secara acak dengan teknik Simple Random Sampling sebanyak 63

orang. Data karakteristik responden dan data konsumsi kafein dilakukan dengan wawancara

langsung dengan kuesioner, Food Frequensi Questionnaire, dan food Model. Data berat

badan bayi, APGAR Score, plasenta didapat dengan melakukan pengukuran dengan

mengunakan timbangan bayi, sentimeter dan observasi pada bayi baru lahir. Pengolahan dan

analisa data dilakukan secara komputerisasi serta mengunakan uji korelasi dan regresi linear.

Rata-rata 133 mg ibu hamil mengkonsumsi kafein. Rata-rata berat badan lahir 3165,08

gram. Rata-rata berat plasenta 512,69 gram. Rata-rata tebal plasenta responden 2,67 cm dan

diameter plasenta rata-rata adalah 17,79 cm. Rata-rata APGAR Score bayi adalah 7.30.

Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan berat badan lahir

(p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan berat plasenta

(p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan tebal plasenta

(p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan diameter

plasenta (p<0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan

APGAR Score bayi baru lahir (p<0,05).

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan adanya hubungan konsumsi kafein ibu hamil

dengan berat badan lahir, APGAR Score dan berat plasenta, tebal plasenta, diameter plasenta.

Ibu hamil diharapkan mengurangi konsumsi kafein pada masa kehamilan dan ditingkatkannya

promosi kesehatan tentang dampak konsumsi kafein selama hamil.

Daftar Bacaan : 43 ( 1984 - 2011 )

Kata Kunci : Kafein, Berat Badan Lahir, APGAR Score, Plasenta

Page 2: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III

POST GRADUATE PROGRAME

STUDY OF BIOMEDICAL SCIENCE

Thesis, January 2012

THE RELATIONSHIP OF CAFFEINE INTAKE 3TH

TRIMESTER PREGNANT

WITH BIRTH WEIGHT, APGAR SCORE, PLACENTA IN THE YEAR 2011

By: Dewi Mardiawati

(Under the quidence of : Prof. Dr. Nur Indrawati Lipoeto, MSc, PhD and Prof. dr. Fadil

Oenzil, PhD, SpGK)

One of the causes of infant mortality and babies born with low birth weight is the

habit of pregnant women who consume foods that may affect the growth of the embryo. One

of the habits of pregnant women is to consume caffeine. From the preliminary studies that

carried out to 11 people, we found (31.4 %) of pregnant women consumed caffeine every

day. The Purpose of the study was to determine the relationship of caffeine consumption with

birth weight, APGAR Score, placenta.

The study was conducted in the district of Padang Pariaman by using the design of

Cross Sectional Study. The study population is third trimester pregnant women amounting to

467orang.. Samples were randomly selected by simple random sampling technique as many as 63 people. Data characteristics of the respondents and caffeine consumption data were

done by direct interview with a questionnaire and food models. Data of infant weight,

APGAR Score, placenta obtained by performing measurements by using baby scales, centimeters and observations on the newborn. Data processing and computerized were

analysis by using computers and test linear regression and correlation

The average pregnant women consumed 133 mg of caffeine. The average birth weight

was 3165,08 gram. Average of placenta was weight 512,69 gram. The average thickness of

placenta was 2,67 cm and the respondent. Placenta average diameter is 17,79 cm. The

average APGAR Score baby is 7,30. There is a significant association between caffeine

intake with birth weight (p <0.05). There is a significant association between caffeine

consumption with placental weight (p <0.05). There is a significant association between

caffeine consumption with a thick placenta (p <0.05). There is a significant association between caffeine consumption with a diameter of placenta (p <0.05). There is a significant

association between caffeine consumption with APGAR Scores of newborns (p <0.05).

The results of this study can be inferred the existence of maternal caffeine consumption relationship with birth weight, APGAR Score and placental weight,

placental thickness, placental diameter. Pregnant women are expected to reduce caffeine

consumption during pregnancy and the need for health promotion on the impact of caffeine consumption on the fetus.

Bibliography : 43 (1984 - 2011) Key words : Caffeine, Birth Weight, APGAR Score, Placenta

Page 3: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III

PENDAHULUAN

Bayi lahir mati dan berat badan lahir

rendah masih merupakan masalah kesehatan yang terbanyak di Indonesia,

dimana lahir mati merupakan

penyumbang angka kematian bayi yang tinggi baik di negara maju maupun negara

berkembang. Menurut WHO (2000),

angka kematian bayi di negara maju

maupun di negara-negara berkembang,

termasuk di Indonesia. Tingkat kematian

bayi di Indonesia masih tergolong tinggi

jika dibandingkan dengan negara-negara

anggota ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih

tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi

dari Filipina, dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand. Angka kematian bayi di

Indonesia sebesar 34/1000 kelahiran

hidup. Kelangsungan hidup bayi sangat

ditentukan oleh kondisi pertumbuhan

janin di dalam uterus (Susanto, 2010)

Sasaran pembangunan kesehatan

Milenieum Development Goals adalah

menurunkan 3/4 angka kematian Ibu dan

menurunkan 2/3 angka kematian bayi. Sasaran pembangunan Milleneum

Development Goals dapat dicapai dengan

mengetahui penyebab kematian Ibu di Indonesia antara lain perdarahan,

eklampsia, infeksi, abortus. Penyebab

kematian bayi adalah asfiksia, berat badan lahir rendah, tetanus, infeksi, masalah

pemberian ASI. Semua faktor resiko

selama kehamilan & persalinan harus

diatasi untuk mewujudkan tujuan MDGS

2015 (Wijaya M, 2009).

Kelahiran di Indonesia jika

diperkirakan sebesar 5.000.000 orang per

tahun, maka dapat diperhitungkan

kematian bayi 56/1000, menjadi sekitar 280.000 per tahun yang artinya sekitar

2,2-2,6 menit bayi meninggal. Sebab-

sebab kematian tersebut antara lain asfiksia (49-60%), infeksi (24-34%), berat

badan lahir rendah (15-20%), trauma

persalinan (2-7%), dan cacat bawaan (1-

3%) (Manuaba,2001).

Propinsi Sumatera Barat tahun 2008

angka kematian bayi berkisar 28,5 orang

per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Sumbar

2008). Kabupaten Padang Pariaman

terdapat angka kematian bayi pada tahun

2007 adalah 13,48 per 1000 kelahiran

hidup. Pada tahun 2007 angka kejadian

persalinan preterm sebanyak 64 dari 1242

persalinan dan terdapat 39 kasus asfiksia.

Pada tahun 2008 Angka kejadian

persalinan preterm 53 dari 690 persalinan dan terdapat 36 kasus asfiksia dari jumlah

persalinan tersebut (Profil Kesehatan

Kabupaten Padang Pariaman, 2008). Angka kematian bayi disebab oleh

berbagai macam faktor dimana terdapat 32

kasus yaitu 16 kasus dikarenakan asfiksia,

1 kasus karena tetanus neonatorum, 2

kasus infeksi dan 13 kasus sisanya karena

(Varney H, 2007). Di Indonesia angka

kejadian asfiksia kurang lebih 40 per 1000

kelahiran hidup, secara keseluruhan

110.000 neonatus meninggal setiap tahun

karena asfiksia (Dewi dkk, 2005). Frekuensi berat badan lahir rendah

(BBLR) di negara maju berkisar antara

3,6-10,8%, di negara berkembang berkisar

antara 10-43%. Rasio antara negara maju

dan negara berkembang adalah 1:4

(Mochtar, 1998).

Angka BBLR di Indonesia nampak

bervariasi. Dari beberapa studi kejadian

BBLR pada tahun 1994 sebesar 14,6% di daerah pedesaan dan 17,5% di Rumah

Sakit, hasil studi di 7 daerah multicenter

diperoleh angka BBLR dengan rentang 2,1%-17,2%, secara nasional berdasarkan

analisa lanjut SDKI (Survei Demografi

dan Kesehatan Indonesia) 1999 angka berat badan lahir rendah sekitar 7,5%

(Setyowati, 2004). Presentase berat badan

bayi baru lahir di Sumatera Barat menurut

RIKESDAS tahun 2010 kategori berat

badan bayi < 2500 gram 6,0 %.

Secara statistik menunjukkan 90 %

kejadian berat badan lahir rendah terdapat

di negara berkembang dan angka kematian

nya 35 x lebih tinggi di banding pada bayi dengan berat lahir normal (BLN)

(WHO,2007). Angka kejadian Berat

badan lahir rendah di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan

daerah lain yaitu berkisar antara 9-30 %.

Hasil studi diperoleh angka berat badan

lahir rendah (BBLR) dengan rentang 21-

19,2 %. Daerah nusa tenggara timur

(NTT) merupakan daerah tertinggi angka

berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu

19,2 %. Secara nasional berdasarkan

analisis lanjut survey demografi

kesehatan Indonesia (SDKI), angka BBLR

Page 4: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III

sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari

target BBLR yang ditetapkan pada sasaran

Program Perbaikan Gizi menuju Indonesia

Sehat 2010 yakni maksimal 6 % (IDAI,

2004). Salah satu faktor penyebab

kematian bayi dan bayi lahir dengan berat

badan lahir rendah adalah kebiasaan ibu hamil yang mengkonsumsi makanan yang

dapat mempengaruhi pertumbuhan

embrio. Salah satu kebiasaan ibu hamil

tersebut adalah mengkonsumsi kafein.

Kafein banyak terkandung dalam

minuman yang kita konsumsi hampir

setiap hari. Ibu hamil yang mengkonsumsi

kafein dapat menyebabkan beberapa efek

negatif. Kafein mengerutkan pembuluh

darah ke rahim, sehingga aliran darah ke plasenta berkurang. Akibatnya, risiko

melahirkan bayi berat lahir rendah

menjadi lebih besar. Kafein juga dapat

dengan mudah melewati sawar darah

plasenta dan masuk ke dalam aliran darah

janin dan meningkatkan denyut jantung

janin. Bahkan efek ini dapat bertahan

sampai bayi dilahirkan. Kopi dan teh

selain mengandung kafein juga mengandung fenol. Senyawa ini dapat

menghambat penyerapan zat besi di

saluran pencernaan. Akibatnya, ibu rentan untuk mengalami anemia (Suririnah,

2008).

Konsumsi kafein sebaiknya tidak melebihi 300 mg sehari (Hardinsyah,

2008). Para ahli menyarankan 200-300 mg

konsumsi kafein dalam sehari merupakan

jumlah yang cukup untuk orang dewasa.

Tapi mengkonsumsi kafein sebanyak 100

mg tiap hari dapat menyebabkan individu

tersebut tergantung pada kafein

(Siswono,2008).

Ibu hamil yang mengkonsumsi kafein 300 mg atau lebih dalam sehari

akan meningkatkan resiko komplikasi

pada kehamilannya antara lain: keguguran, kelahiran premature, berat

badan bayi rendah, gangguan

pertumbuhan janin (Suririnah,2009)

Ibu hamil yang mengkonsumsi

kafein 300 mg atau lebih per hari (setara

dengan 3 cangkir kopi instan atau 5 gelas

teh) mempunyai risiko mengalami

keguguran dua kali lipat dan berat badan

bayi lahir rendah dibandingkan dengan

mereka yang tidak mengkonsumsi kafein.

Oleh karena itu, ibu hamil sebaiknya

menghindari minum kafein selama hamil

(Weng, X et al,. 2008).

Beberapa orang lebih sensitif

terhadap kafein dibanding yang lain. Wanita hamil lebih sensitif karena

memakan waktu lebih lama untuk

membersihkan kafein dari tubuh dari pada orang yang tidak hamil. Kafein dapat

kafein diserap oleh lambung dan usus

kecil dalam waktu 45 menit, dan

diteruskan ke plasenta, sehingga dapat

terakumulasi di janin dan cairan ketuban.

Hal ini dimetabolisme tiga kali lebih

lambat pada wanita hamil dibandingkan

dengan wanita tidak hamil, kafein juga

secara signifikan mengurangi aliran darah

di vili plasenta (penyerapan zat gizi menjadi berkurang) dimana terjadinya

penyempitan pembuluh (Michele, 2011).

Perlu diketahui bahwa janin

mendapatkan segala yang dibutuhkan

melalui aliran darah termasuk gizi,

oksigenasi, jika terhambat janin akan

kurang mendapatkan semua yang

diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan. Akibatnya, dari penyempitan pembuluh darah ini mungkin

dapat mengakibatkan pertumbuhan

terganggu dan dapat terjadi gangguan perkembangan (Michele, 2011). Kafein

selama kehamilan melintasi plasenta dan

mencapai bayi, sehingga dapat menurunkan aliran darah ke plasenta,

sehingga membahayakan bayi (Weng,X et

al,.2008).

Food and Drug Administration pada

tahun 1980. menemukan bahwa kafein

melintasi barier otak dan darah dan

diperkirakan bahwa janin mungkin tidak

memiliki enzim yang diperlukan untuk

mendetoksifikasi diri dari kafein melalui proses yang dikenal sebagai demetilasi.

Beberapa ilmuwan juga mencoba untuk

menentukan bagaimana kafein mengganggu pertumbuhan sel dan

perkembangan janin (Khoury et al,.2004).

Berbagai studi epidemiologi

menunjukkan bahwa terdapatnya

hubungan kuat dari efek kafein. Risiko

keguguran pada wanita hamil yang

mengkonsumsi secangkir atau lebih dari

kafein per hari ditunjukkan pada sebuah

studi tahun 1998. Penelitian lain

menunjukkan bahwa kafein dapat

Page 5: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III

menyebabkan penurunan berat badan bayi

untuk anak dan juga tingkat peningkatan

aborsi spontan (Rasch, 2003).

Studi pendahuluan yang dilakukan

di kabupaten Padang Pariaman pada 35 orang ibu hamil didapatkan 11 orang ibu

hamil (31,4 %) yang mengkonsumsi kopi

dan teh, 24 orang ibu hamil (69 %) tidak mengkonsumsi kopi dan teh. Dari 11

orang ibu hamil terdapat 7 orang (63,6 %)

mengkonsumsi teh dan 4 orang (36,4) ibu

hamil yang mengkonsumsi kopi. Rata-rata

mengkonsumsi kopi dan teh 1-2 cangkir

perhari. Dari 35 ibu hamil yang di

wawancarai didapatkan semua ibu hamil

tersebut tidak tahu bahwa kopi dan teh

mempunyai efek pada kehamilan dan

janin. Berdasarkan latar belakang diatas

peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian Hubungan Konsumsi Kafein

Pada Ibu Hamil dengan Berat Badan Bayi,

APGAR Score, Plasenta.

Tujuan

Untuk mengetahui hubungan konsumsi

kafein pada ibu hamil trimester III dengan berat badan bayi, APGAR Score

bayi dan plasenta di Kabupaten Padang

Pariaman.

Metode Penelitian Jenis Penelitian ini merupakan

observasional dengan desain Cross

Sectional Study untuk mengetahui

hubungan mengkonsumsi kafein pada ibu

hamil dengan, berat badan bayi, APGAR

Score bayi, plasenta. Pada penelitian ini

untuk mengetahui hubungan konsumsi

kafein pada ibu hamil dengan berat badan

lahir dan apgar score bayi plasenta di

Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat.

Tahap pelaksanaan a. Penelitian ini dilakukan bekerjasama

dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di

Kabupaten Padang Pariaman. Ketua IBI

menjadi koordinator bidan praktek

swasta didaerahnya.

b. Di Kabupaten Padang Pariaman,

setidaknya satu bidan telah ditempatkan

di satu desa/wilayah. Bidan yang

menyatakan kesediaan untuk ikut

penelitian, kemudian dijelaskan oleh

peneliti mencakup tentang tujuan,

sasaran, prossedur pengumpulan data dan

hasil penelitian. Semua ibu hamil

trimester III yang ANC ke bidan praktek

swasta yang telah dipilih berdasarkan teknik pengambilan sampel dan

memenuhi kriteria inklusi, ditanya

tentang kesediaan mereka untuk mengambil bagian dalam penelitian ini.

Ibu hamil diminta menanda tangani

lembar informed consent.

c. Tahap I : Melakukan wawancara dengan

Ibu hamil dengan menggunakan

kuesioner. Ibu hamil ditanya riwayat

kehamilan dan penyakit yang lalu untuk

menetukan apa wanita tersebut dalam

keadaan sehat yang didukung oleh surat

keterangan dari dokter penanggung jawab Bidan Praktek Swasta di desa

setempat. Menentukan usia kehamilan,

diukur berat badan, tinggi badan, data

mengenai mengkonsumsi kafein selama

hamil. Ibu hamil Trimester III di tanya

mengenai komsumsi kafein selama

hamil.

d. Tahap I1 : Saat ibu hamil melahirkan,

bidan ditiap-tiap BPS sudah dititipkan kuesioner untuk mengobservasi dan

mengukur plasenta, menimbang berat

badan, menilai apgar score bayi. e. Peneliti datang ke Bidan Praktek Swasta

untuk mengumpulkan kuesioner

persalinan.

Hasil Penelitian

Lokasi penelitian meliputi daerah kota Pariaman dan Padang Pariaman. Daerah

Pariaman pada penelitian ini terdiri dari 10

lokasi dan daerah Padang Pariaman terdiri dari 5

lokasi.

Sampel penelitian ini adalah ibu hamil

trimester III di Bidan Praktek Swasta, Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Padang Pariaman

yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 63

orang.

Berdasarkan hasil penelitian tentang

konsumsi kafein pada ibu hamil dengan berat

badan bayi, apgar score, dan plasenta di

Kabupaten Padang Pariaman adalah sebagai

berikut :

Page 6: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III

5.2. Hasil Analisa Univariat

5.2.1 Gambaran Konsumsi Kafein Ibu Hamil,

Berat Badan Lahir, Berat Plasenta,

Tebal Plasenta, Diameter Plasenta dan

APGAR Score Bayi

VARIAB

EL n

MINI

MUM

MAXI

MUM MEAN

Kafein 63

100

mg 300 mg 133 mg

Berat

Badan

Lahir

63 1700

gr 4000 gr

3165,08

gr

Berat

Plasenta 63 350 gr 600 gr 512,69 gr

Tebal

Plasenta 63

1,5

cm 4 cm 2,67 cm

Diameter

Plasenta 63 14 cm 23 cm 17,79 cm

APGAR 63 4 8 7,30

Hasil analisis diatas terlihat dari 63

responden ibu hamil rata-rata konsumsi kafein

adalah 133 mg dengan standar deviasi 53,88. Ibu

hamil mengkonsumsi kafein yang tertinggi adalah 300 gram dan terendah 100 gram

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat

rata-rata berat badan lahir adalah 3165,08 gram dengan standar deviasi 338 yang terendah 1700

gram dan tertinggi 4000 gram.

Rata-rata berat plasenta adalah 512,69

gram dengan standar deviasi 46,6. Berat

plasenta yang terberat adalah 600 gram dan

terendah 350 gram. Rata-rata tebal plasenta

adalah 2.67 cm dan standar deviasi 0.72, ukuran

terbesar 4 cm dan terkecil 1,5 cm. Diameter

plasenta rata-ratanya adalah 17,79 cm dengan standar deviasi 1,51, ukuran terbesar 23 cm dan

terkecil adalah 14 cm.

Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata APGAR score bayi adalah 7.30 dengan

standar deviasi 0.96. APGAR Score bayi yang

terendah adalah 4 dan tertinggi 8.

5.3 Analisis Bivariat

5.3.1 Hubungan Konsumsi Kafein Ibu Hamil

dengan Berat Badan Lahir

VARIABEL r PERSAMAAN

REGRESI

p

value

Berat Badan

Lahir

-

0,493

Berat badan

lahir =

3577,425-

3,093* Kafein

0,001

Hubungan antara konsumsi kafein

dengan berat badan lahir menunjukkan hubungan yang rendah (r = -0,493) dan berpola

negatife, ini berarti semakin tinggi ibu hamil

mengkonsumsi kafein maka semakin rendah

berat badan lahir. Secara statistik di dapatkan

hubungan yang bermakna antara konsumsi

kafein dengan berat badan lahir dengan

persamaan garis regresi, berat badan lahir =

3577,425- 3,093 x Kafein.

5.3.2. Hubungan Konsumsi Kafein Ibu Hamil

dengan Berat Plasenta

VARIABE

L r

PERSAMAA

N REGRESI

p

value

Berat

Plasenta -0,396

Berat plasenta

= 558,377-

0,343* Kafein

0,001

Hubungan antara konsumsi kafein dengan

berat plasenta menunjukkan hubungan yang rendah (r = -0,396) dan berpola negatife, berarti

semakin tinggi ibu hamil mengkonsumsi kafein

maka semakin rendah berat plasenta. Secara statistik di dapatkan hubungan yang bermakna

antara konsumsi kafein dengan berat plasenta

dengan persamaan garis regresi, berat plasenta =

558,377-0,343 x kafein

5.3.3. Hubungan Konsumsi Kafein Ibu Hamil

dengan Tebal Plasenta

VARIABEL r PERSAMAAN

REGRESI

p

value

Tebal

Plasenta

-

0,337

Tebal Plasenta

= 3,280-0,005*

Kafein

0,007

Hubungan antara konsumsi kafein

dengan tebal plasenta menunjukkan hubungan

Page 7: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III

yang rendah (r = -0,337) dan berpola negatife,

berarti semakin tinggi ibu hamil mengkonsumsi

kafein maka semakin rendah tebal plasenta.

Secara statistik di dapatkan hubungan yang

bermakna antara konsumsi kafein dengan tebal plasenta dengan persamaan garis regresi, tebal

plasenta= 3,280-0,005 x kafein.

5.3.4. Hubungan Konsumsi Kafein Ibu Hamil

dengan Diameter Plasenta

VARIABEL r PERSAMAAN

REGRESI

p

value

Diameter

Plasenta

-

0,250

Diameter

Plasenta =

18,732-0,007* Kafein

0,048

Hubungan antara konsumsi kafein dengan diameter plasenta menunjukkan hubungan yang

rendah (r = -0,250) dan berpola negatife, berarti

semakin tinggi ibu hamil mengkonsumsi kafein

maka semakin rendah diameter plasenta. Secara statistik di dapatkan hubungan yang bermakna

antara konsumsi kafein dengan diameter plasenta

dengan persamaan garis regresi, diameter

plasenta = 18,732-0,343 x kafein.

5.3.5. Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu

Hamil dengan APGAR Score Bayi

VARIABEL r PERSAMAAN

REGRESI

p

value

APGAR

Score -0,571

APGAR =

8,660-0,010*

Kafein

0,000

Hubungan antara konsumsi kafein dengan

APGAR Score menunjukkan hubungan yang

sedang (r = -0,571) dan berpola negatife, ini

berarti bahwa semakin tinggi ibu hamil

mengkonsumsi kafein maka semakin rendah APGAR Score Bayi. Secara statistik di dapatkan

hubungan yang bermakna antara konsumsi

kafein dengan diameter plasenta dengan persamaan garis regresi, diameter plasenta =

8,660-0,010 x kafein.

Pembahasan

6.1. Konsumsi Kafein Responden Hasil analisis terhadap konsumsi

kafein pada ibu hamil didapatkan rata-rata

133 mg dengan standar deviasi 53,88. Ibu hamil yang tertinggi mengkonsumsi kafein

adalah 300 gram dan terendah 100 gram.

Dari 70 responden ibu hamil yang

mengkonsumsi kafein yang mengkonsumi

kafein 100 gram sebanyak 44 orang

(72,9%), yang mengkonsusmi kafein 200

gram sebanyak 17 orang (24,3%) dan yang

mengkonsumsi kafein 200 gram sebanyak

2 orang (2,9)

Konsumsi kafein sebaiknya tidak melebihi 300 mg sehari (Hardinsyah,

2008). Para ahli menyarankan 200-300 mg

konsumsi kafein dalam sehari merupakan

jumlah yang cukup untuk orang dewasa.

Tapi, mengkonsumsi kafein 100 gram tiap

hari dapat menyebabkan individu tersebut

tergantung pada kafein (Siswono, 2008).

Hasil penelitian ini berbeda dengan

hasil penelitian yang dilakukan Kathleen, 2007 mendapatkan rata-rata ibu hamil

mengkonsumsi kafein 137 mg, sedangkan

Bech, BH (2007) rata-rata ibu hamil mengkonsumsi kafein adalah 182 mg.

Perbedaan konsumsi kafein pada ibu

hamil kemungkinan disebabkan oleh alat

ukur yang digunakan dalam pengumpulan

data konsumsi kafein, dimana penelitian ini

mengunakan metode/alat ukur semi

kuantitatif frekuensi konsumsi kafein

(FFQ) dan tidak mengukur kadar kafein

secara langsung kepada ibu hamil tetapi hanya di konversikan dengan menanyakan

banyaknya yang di konsumsi ibu hamil

dalam sehari. Pada penelitian ini peneliti juga tidak melihat secara langsung

pengolahan dari kopi yang di jual di

pasaran.

6.2. Hubungan Konsumsi Kafein dengan

Berat Badan Bayi Lahir

Hasil analisis terhadap berat badan

lahir menunjukkan rata-rata adalah 3165,08

gram dengan standar deviasi 338. Berat

Badan bayi yang terendah 1700 gram dan

tertinggi 4000 gram. Hasil penelitian ini

tidak sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Justin, 2007 didaparkan

hasil ibu hamil mengkonsumsi kafein rata-

Page 8: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III

rata 144 mg, melahirkan bayi dengan nilai

rata-rata 3450 gram.

Hasil analisa bivariat korelasi

konsumsi kafein selama hamil dengan berat

badan lahir didapatkan korelasi sedang dimana r = -0,493. Hasil uji secara statistic

diperoleh nilai p < 0.05 (p = 0,001) maka

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan rendah antara konsumsi kafein

pada ibu hamil dengan berat badan lahir

atau adanya kecendrungan bahwa ibu hamil

yang mengkonsumsi kafein pada masa

kehamilan akan menurunkan berat badan

bayi.

Hasi penelitian ini sama dengan

penelitian yang dilakukan oleh Vik, B

(2003) ibu yang mengkonsumsi > 200 mg

perhari selama hamil mendapat hasil yang signifikan dengan p=0,004 dimana ada

hubungan konsumsi kafein selama hamil

dengan berat badan lahir.

Pada penelitian ini berat badan bayi

yang lahir masih dalam batas normal, jika

dilihat dari hubungan konsumsi kafein

dengan berat badan ibu hamil di dapatkan

hubungan korelasi r = -0,119 menunjukkan

hubungan yang rendah dengan p value = 0,053 didapatkan hubungan yang bermakna

antara konsumsi kafein dengan berat badan

ibu hamil. Hal ini mungkinan disebabkan desain penelitian yang digunakan dimana

subjeknya kalau mengunakan desain Cross

Sectional Study membutuhkan subjek yang lebih besar. penelitian ini mengunakan

analisis korelasi untuk menganalisa adalah

paling lemah bila dibandingkan dengan

rancangan penelitian analitik yang lainnya.

Sehingga nilai prognosanya atau prediksi

(daya ramal) lemah. Dimana penelitian ini

hanya menghitung konsumsi kafein dengan

model yang dipunya oleh peneliti dan

mungkin seharusnya peneliti menyesuaikan dengan ukuran yang dipergunakan masing-

masing responden sehingga mendapatkan

jumlah gram yang lebih akurat sehingga konsumsi kafein ibu hamil juga terlihat

dengan jelas.

6.3. Hubungan Konsumsi Kafein dengan

Plasenta

Rata-rata berat plasenta, tebal

plasenta, diameter plasenta pada penelitian

dalam batas normal. Setelah dilakukan uji

secara statistik terdapat hubungan yang

signifikan antara konsumsi kafein pada ibu

hamil dengan berat plasenta, tebal plasenta,

diameter plasenta.

Menurut Mucthar, 2000 Plasenta

akan berfungsi sebagai alat respiratorik,

metabolik, nutrisi, endokrin, penyimpanan, transportasi dan pengeluaran dari tubuh

janin dan sebaliknya. Jika salah satu atau

beberapa fungsi diatas terganggu, maka janin dan plasenta akan bermasalah

(Aditama, 1997).

Kafein dapat meningkatkan

hormone epineprin sehingga mengurangi

aliran darah ke rahim sehingga penerimaan

oksigen bayi maupun plasenta (Ari-ari)

berkurang yang berarti berkurang juga

penerimaan nutrisi untuk bayi. Pengaruh

buruk pada plasenta, plasenta akan lebih

memperluas kebutuhan oksigen dan nutrisinya yang mana mengakibatkan

plasenta menjadi tipis (Suririnah,2008).

6.4. Hubungan Konsumsi Kafein dengan

APGAR Score

Berdasarkan hasil penenelitian

didapatkan bahwa rata-rata APGAR Score

bayi adalah 7.31 APGAR Score Bayi yang terendah adalah 4 dan tertinggi 8, bayi yang

mengalami asfiksia hanya berjumlah 2

orang. Hasil uji secara statistic dilakukan diperoleh nilai r= -0,571 dan p <0.05

(p=0,000), adanya hubungan negatife

moderat antara konsumsi kafein pada ibu hamil dengan APGAR Score bayi atau

adanya kecendrungan bahwa ibu hamil

yang mengkonsumsi kafein akan

melahirkan bayi dengan APGAR yang

bermasalah.

Hasil penelitian ini tidak sesuai

dengan penelitian Miroslaw, J (2007) di

Polandia dimana dapatkan nilai p > 0.05

(p=0,68) tidak ada hubungan antara asupan kafein ibu selama hamil dengan APGAR

Score bayi yang baru lahir.

Kafein juga meningkatkan pelepasan katekolamin dari medula adrenal.

Pelepasan katekolamin ini akan

menyebabkan vasokonstriksi pada sirkulasi

utero plasenta sehingga terjadi hipoksia

janin, serta memiliki efek langsung pada

sistem kardiovaskuler janin yang dapat

menimbulkan takikardi dan aritmia

(Kirkinen,P,1983).

Kafein yang diminum oleh ibu hamil

tidak hanya melintasi plasenta tetapi juga

Page 9: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III

mampu memasuki aliran darah janin karena

hati pada janin belum mampu memproses

kafein secepat ibunya, sehingga kafein

yang di minum ibu hamil akan tinggal di

sistem peredaran darah janin dalam waktu yang lebih lama. Jika itu terjadi, maka

menyebabkan bayi tidak mendapat supply

oksigen yang cukup sehingga detak jantung meningkat (Suririnah, 2008).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan di Padang Pariaman tahun 2011

tentang hubungan konsumsi kafein pada ibu

hamil trimester III dengan berat badan lahir,

APGAR Score, berat plasenta, tebal plasenta,

dan diameter plasenta tahun 2011 dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Didapatkan korelasinya rendah (r = -0,493)

dan adanya hubungan yang signifikan

secara statistik p < 0,05

2. Didapatkan korelasinya rendah (r = -0,396)

dan adanya hubungan signifikan secara

statistik. antara konsumsi kafein dengan

berat plasenta p < 0,05

3. Didapatkan korelasinya rendah (r = -0,337)

dan adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi kafein dengan tebal

plasenta dengan p < 0,05

4. Didapatkan korelasinya rendah r = -0,250 dan adanya hubungan signifikan secara

statistik. antara konsumsi kafein dengan

diameter plasenta dengan p < 0,05 5. Didapatkan korelasinya sedang (r = -0,571)

dan adanya hubungan yang signifikan

antara konsumsi kafein dengan APGAR

Score bayi dengan p < 0,05

7.2. Saran

1. Diharapkan pada ibu hamil untuk

mengurangi konsumsi kafein pada masa

kehamilan 2. Perlunya di tingkatkan promosi kesehatan

tentang dampak konsumsi kafein selama

hamil terhadap janin

3. Diharapkan pada peneliti selanjutnya

mengunakan desain penelitian case-control

atau kohort study

DAFTAR PUSTAKA

Bech, BH,Obel,C,Brink Hendersen,T dan

Olsen,J. 2007. Effect of reducing

caffeine intake on birth weight and

length of gestation: controlled trial

acak. British Medical Journal, 334, 409-412.

Bonnie,K, 2011, The Miracle OF Caffeine,

Jakarta : PT.Mizan

Casey, BM , 2001. "The Continuing Value Of

The Apgar Score For The Assessment

Of Newborn Infants". N Engl J Med.

344 (7): 467–471.

doi:10.1056/NEJM200102153440701.

PMID 11172187.

Cuningham,MD. 1997. Obstetri William. Jakarta

: EGC

Caffeine and Pregnancy. US Food and Drug

Administration Drug Bull 1980;10(3):19-20

Eko, B, 2001. Biostatistik Untuk Kedokteran

Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta :

EGC

Eugene, P et al,.1997. Caffeine and Pregnancy

http://www.fetal-

exposure.org/CAFFEINE.html Diakses

desember 2011

Finster, M , 2005. "The Apgar score has

survived the test of time".

Anesthesiology 102 (4): 855–

857:10.1097/00000542-200504000-

00022. PMID 15791116

Guyton A, C, 2007. Buku Ajar Fisisologi

Kedokteran. Jakarta : EGC

Joewana, S, 2003. Gangguan Mental Dan

Perilaku Akibat Penggunaan Zat

Psikoaktif. Jakarta: EGC

Hardinsyah, 2009.

http:tech.group.yahoo.com/kimia

Indonesia.Diakses tanggal 12 januari

2009

Khoury, JC, Miodovnik M, Buncher, CR,

Kalkwarf, H, Mc Elvy S, Khoury PR dan Sibai, B, 2004. "Konsekuensi dari

Page 10: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III

merokok dan konsumsi kafein selama

kehamilan pada wanita dengan diabetes

tipe 1." Journal of-janin dan Bayi

Pengobatan Ibu

Kirkinen P, Jouppila P, Koivula A, Vuori J, M.

Puukka The effect of caffeine on

placental and fetal blood flow in human

pregnancy. Am J Obstetry Gynecol 15 Desember 198; 147 (8) :939-942

Kathleen, D, 2010. Moderate Caffeine Intake

Safe During Pregnancy, Experts Say

http://health.usnews.com/health-

news/family-health/womens-

health/articles/2010/07/21/moderate-

caffeine-intake-safe-during-pregnancy-experts-say. Diakses 21 Juli 2011

Lovett, R, 2005. "Coffee: The demon drink?"

(New Scientist (2518). http://www.newscientist.com/article.ns?

id=mg18725181.700. Diakses pada 7

November 2010.

1 Laurie, B, MD, 2008. Caffeine During

Pregnancy Not Related To Premature

Risk Birth http://www.medscape.com/viewarticle/7

29902 Diakases tanggal 15 september

2010

2

Maughan, RJ , 2003. "Caffeine ingestion and

fluid balance: a review.". J Human

Nutrition Dietetics 16: 411–20.

Manuaba, 2001. Obstetri dan ginekologi, Jakarta

: EGC

Muchtar, R, 2000. Sinopsis Obstetri.Jakarta :

EGC

Matissek, R , 1997. "Evaluation of xanthine derivatives in chocolate: nutritional and

chemical aspects". European Food

Research and Technology 205 (3): 175–84.

Michele, B, 2010.“Caffeine During Pregnancy ”

http://EzineArticles.com/?exper t = Dr.

Michele Brown OBGYN Diakses

tanggal 12 januari 2011

Novianty, S, 2009. Pengaruh Berat dan waktu

Penyeduhan terhadap kadar dari bubuk

teh dan Kopi. Medan: USU

Profil Kesehatan Kota Pariaman, 2008.

Prawiroharjo. S, 1999, Ilmu Kebidanan, Jakarta: EGC

Simpkin,P, 2009. Panduan lengkap kehamilan,

melahirkan dan bayi. Jakarta : Arcan

Rasch, V, 2003. " Cigarette Smoking, Alcohol

Consumption, And Caffeine." Acta

Obstetrica Gynecologica Skandinavia.

Sherwood,L, 2001. Fisiologi manusia dari sel ke

sistem. Jakarta: EGC

Suririnah, 2008. Buku pintar kehamilan dan

persalinan. Jakarta: EGC

Siswono. http://wwww.republika.co.id.Diakses

tanggal 12 mei 2010

Setyowati T. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah

(Analisa data SDKI 1994). Badan

Litbang Kesehatan, 1996.

Suyanto. Dkk, 2008. Riset Metodologi dan

Aplikasi.Yogyakarta: Mitra Cendikia

Susanto C.E. 2010. Angka kematian bayi masih

tinggi [disitasi 14 Juni 2010]. Diunduh

dari: http://bataviase.co.id/node/110111

Sastroasmoro,S, 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: C.V Sagung

Seto.

Sarah, R, 2007. Caffeine consumption effect and

woman to health of baby. Diakses 14

November 2011

UNICEF, 2004. Low Birth weight., New York,

Avaliable from

http://www.childinfo.org/areas/birthwei

ght.htm. Last Update : Nov 2007 [diakses tanggal 2 Desember 2011]

Wiknjosastro,H,2000. Ilmu Kebidanan. Jakarta :

EGC

Wijaya,M, 2009. Milenium Development Gold.

Http://wikepedia ensiklopedia bebas

Page 11: Hubungan Konsumsi Kafein Pada Ibu Hamil Trimester III

MDGS.Com. Diakses tanggal 6 april

2011

Weng, X, Odouli, R., Li, DK 2008. Maternal

caffeine consumption during pregnancy

and the risk of miscarriage: a

prospective cohort study. American

Journal of Obstetrics and Gynecology.

198(3): 279:e. 198 (3): 279: e.

Weinberg, BA (2001). The World of Caffeine.

Routledge. ISBN 0-415-92722-6.