hubungan karakteristik ibu nifas terhadap mastitis di …repository.utu.ac.id/637/1/bab i_v.pdf ·...
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan
Pendidikan S-1 Kesehatan Masyarakat
HUSNUN KHATIMAH
NIM 09C10104050
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH ACEH BARAT
TAHUN 2014
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU NIFAS TERHADAP MASTITIS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS COT SEUMEURENG
KECAMATAN SAMATIGA KABUPATEN
ACEH BARAT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan biasanya
mengenai payudara, umumnya, gangguan ini di alami oleh ibu-ibu yang
menyusui, biasanya muncul antara minggu kedua sampai ke enam setelah
persalinan, namun masalah ini juga dapat muncul lebih awal dari waktu tersebut,
atau lebih lama lagi (Marton, MD, 2002).
Mastitis dan abses payudara dapat terjadi pada semua populasi, dengan
tanpa kebiasaan menyusui, tetapi biasanya di bawah 10%. Sebagian besar laporan
menunjukan bahwa 75% sampai 95% kasus terjadi dalam 12 minggu pertama, ini
menunjukkan angka kejadian mastitis pada ibu nifas masih tinggi akibat kebiasaan
ibu yang belum mengetahui bahaya nya penyakit mastitis yang berdampak efek
yang sangat besar pada anak (Meilia, 2007).
Semakin di dasari bahwa pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) yang tidak
efisien akibat teknik menyusui yang tidak benar menunjukkan penyebab yang
penting, tetapi masih banyak petugas kesehatan, mastitis di samakan dengan
infeksi payudara, mereka sering tidak mampu membantu wanita penderita mastitis
untuk menyusui yang sebenarnya tidak perlu, ada dua penyebab utama mastitis
yaitu statis Air Susu Ibu (ASI) biasanya menunjukkan penyebab primer yang
dapat desertai/berkembang menuju infeksi dan yang kedua terjadinya peradangan
2
pada panyudara yang tersumbat saluran air susu ibu sehingga terjadinya infeksi
panyudara (Depkes RI, 2014).
Adapun penyebab mastitis adalah cara menyusui yang kurang baik dapat
menimbulkan berbagai macam masalah baik pada ibu maupun pada bayinya
misalnya putting susu lecet dan nyeri, radang payudara (Mastitis), pembengkakan
payudara yang menyebabkan motivasi untuk memberikan Air Susu Ibu (ASI)
berkurang sehingga bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) yang cukup dan
akhirnya mengakibatkan bayi kurang gizi (Huliana, 2003).
Selalu pastikan tindakan menyusui dengan posisi dan sikap yang benar,
kesalahan sikap saat menyusui menyebabkan terjadinya sumbatan duktus,
pengurutan sebelum laktasi adalah salah satu tindakan yang sangat efektif untuk
menghindari terjadinya sumbatan pada duktus, menggunakan penyangga bantal
saat menyusui dapat pula membantu membuat posisi menyusui menjadi lebih baik
(Henderson, 2005).
Profil kesehatan dunia World Health Organization (WHO) 2013,
menyebutkan mastitis (peradangan payudara) banyak terjadi di seluruh dunia, di
Negara – Negara ASEAN menunjukkan bahwa sekitar 8,7 % dari 1.590.000 kasus
(angka kesakitan), dari 10 negara yang berasal dari Association Of Southeast
Asian Nations (ASEAN). Jika puting susu lecet, saluran payudara tersumbat atau
pembengkakan payudara tidak di tangani dengan baik bisa berlanjut menjadi
radang payudara. payudara akan terasa bengkak, sangat sakit , kulitnya berwarna
merah dan disertai demam dan dapat disertai dengan adanya infeksi bakteri yang
disebut dengan mastitis (Depkes RI, 2013).
3
Di Indonesia kejadian angka kesakitan pada penyakit mastitis sangat
menunjukkan peningkatan yang sangat pesat di tandai dengan, kejadian pada tahun
2011 hanya 0,002/120.000 meningkat di tahun 2012 mencapai 0,004/210.000 angka
kesakitan akibat infeksi berupa mastitis (Depkes RI, 2013).
Menurut hasil Laporan Dinas Kesehatan Propinsi Aceh tahun 2011 jumlah
sasaran ibu nifas di provinsi Aceh sebanyak 100.486 jiwa, Berdasarkan data di
RSUZA tahun 2011, diketahui jumlah ibu nifas tahun 2010-2011 yaitu ada 8.725
orang. dan yang mengalami mastitis berjumlah 108 orang. Dimana hal ini
berkaitan dengan pemberian ASI seperti diketahui salah satu manfaat Air Susu Ibu
(ASI) bagi sang bayi yang diberikan oleh ibu pada saat bayi berusia 0 – 2 tahun
adalah untuk melindungi bayi terhadap infeksi seperti infeksi gastro-intestinal,
pernafasan dan virus (Dinkes Provinsi Aceh, 2011).
Dari data Dinkes Aceh Barat akhir Desember tahun 2012, ibu nifas di
kabupaten Aceh Barat sangatlah tinggi, dan selalu meningkat pada setiap tahun
tahun, itu menunjukan peluang terjadinya mastitis pada ibu nifas dapat
kemungkinan terjadi, dalam upaya pencegahannya perlulah perhatian dari
pemerintah dalam membuat program kesehatan pada ibu hamil dalam upaya
pemerataan kesehatan di masyarakat dengan berperilaku kesehatan yang baik
sesuai kriteria kesehatan di Indonesia (Dinkes Aceh Barat, 2013).
Berdasarkan data sekunder yang peneliti peroleh dari Puskesmas Cot
Seumeureng di ketahui bahwa jumlah ibu nifas dalam rentang bulan januari
sampai desember 2012 mencapai 414 orang, dengan gejala peradangan payudara
(mastitis) ialah mencapai sekitar 13 orang, dan dari bulan Januari sampai
September 2013 ibu nifas mencapai 324 orang dan pada bulan Januari-April 2014
4
terdapat 94 ibu nifas di Wilayah kerja Puskesmas Cot Seumeureng, Penyebab
terjadinya mastitis di tempat penelitian karena kurangnya perawatan pada
payudara si ibu, ini terbukti dari hasil observasi dan wawancara penulis dengan
beberapa ibu yang berada di puskesmas Cot Seumeureng. Berdasarkan data dari
wawancara penulis dengan beberapa ibu yang berada di puskesmas Cot
Seumeureng, sebagian besar ibu atau 5 dari 8 orang ibu mengatakan bahwa ibu
kurang memahami tentang perawatan payudara dan ibu juga kurang mendapatkan
pengetahuan tentang mastitis (peradangan payudara), bahkan dari ke 5 orang ibu
nifas tersebut ada yang mengatakan masalah payudara bukanlah masalah yang
serius (Puskesmas Cot Seumeureng, 2014).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang maka dapat dirumuskan masalah
dalam penelitian ini yaitu “Hubungan Karakteristik Ibu Nifas Terhadap Mastitis
Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat Tahun 2014”.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka peneliti
mencoba untuk meneliti : “Hubungan Karakteristik Ibu Nifas Terhadap
Mastitis Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
5
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan karakteristik Internal ibu Nifas terhadap
penyakit mastitis.
b. Untuk mengetahui hubungan karakteristik Eksternal ibu Nifas terhadap
penyakit mastitis.
1.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Hidayat (2007), menyatakan bahwa hipotesis merupakan suatu
pernyataan yang masih lemah sehingga membutuhkan pembuktian untuk
menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus ditolak. Hipotesis
dalam penelitian ini adalah :
1. Ho : Tidak ada hubungan umur ibu nifas terhadap Mastitis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2014.
2. Ha : Ada hubungan pendidikan ibu nifas terhadap Mastitis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2014.
3. Ha : Ada hubungan pekerjaan ibu nifas terhadap Mastitis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2014.
4. Ha : Ada hubungan pengetahuan ibu nifas terhadap Mastitis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2014.
6
5. Ha : Ada hubungan social budaya ibu nifas terhadap Mastitis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2014.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan atau informasi untuk ibu nifas dalam
meningkatkan pengetahuan tentang peradangan payudara (mastitis).
2. Manfaat Bagi Fakultas
Sebagai bahan masukan atau informasi untuk menambah wawasan bagi
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM).
3. Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan atau informasi untuk menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan tentang .mastitis.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Individu
Karakteristik adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan orang lain (Porwardiminata, 2005). Karakteristik
adalah tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
dengan yang lain.
Berdasarkan kedua pengertian di atas, kita dapat mengambil sebuah
kesimpulan bahwa karakter merupakan sifat-sifat batiniah seseorang yang
membedakan dengan orang lain. Karakter merupakan aktualisasi potensi dari
dalam internalisasi nilai-nilai moral dari luar menjadi bagian kepribadiannya.
Jenis karakteristik dapat didasarkan bermacam-macam, misalnya pada
factor internal yang mendukung perubahan perilaku seseorang yang berasal dalam
diri seseorang semakin banyaknya informasi yang didapatkan seseorang maka
peluang terjadinya mastitis di masyarakat dapat berkurang meliputi pengetahuan,
tingkat pendidikan, umur, dan pekerjaan ibu. Selanjutnya pada factor eksternal
merupakan salah satu factor pendorong yang menguatkan perubahan perilaku
seseorang dalam mengurangi kejadian mastitis di masyarakat meliputi pada social
budaya seseorang, dan social ekonomi (Notoatmodjo, 2012). Menurut Mathiue &
Zajac (2003) menyatakan bahwa, karakteristik personal (individu) mencakup usia,
jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, suku bangsa, dan kepribadian.
8
Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita malalui
pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan,
menjadi nilai intrinsik yang melandasi sikap dan perilaku kita. Jadi, karena
karakter harus diwujudkan melalui nilai-nilai moral yang dipatrikan untuk
menjadi semacam nilai instrinsik dalam diri kita, tentu karakter tidak datang
dengan sendirinya, melainkan harus kita bentuk, kita tumbuh kembangkan dan
kita bangun (Notoatmodjo, 2012).
2.1.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penghindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) . Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgengdari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Notoatmodjo,
2007).
Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan
emosi memegang peranan penting. Sebagai contoh dapat dikemukakan, bila
seorang ibu pernah mendengar tentang terjadinya mastitis, baik penyebab, akibat,
pencegahan dan sebagainya, maka pengetahuan ini akan membawa ibu untuk
berfikir dan berusaha agar tidak terjadi mastitis pada payudaranya selama
menyusui (Notoatmodjo,2007).
9
2.1.2 Tingkat pengetahuan
Menurut pendapat Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang di cakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :
a. Tahu (know)
Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya. Termasuk mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima,
merupakan tingkat paling rendah, sehingga ibu lebih memahami tentang penyebab
mastitis itu sendiri dengan cara mencari informasi baik dari petugas kesehatan dan
di situs-situs resmi supaya angka kesakitan pada ibu terhadap mastitis di
kecamatan samatiga dapat teratasi secara merata.
b. Memahami (comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar,
menghidari angka kesakitan pada masalah mastitis pada ibu yaitu dengan cara
memahami tentang mastitis dan mancegah penyebab-penyebab terjadinya
penyakit mastitis pada ibu.
c. Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau kondisi sebenarnya, setelah mengetahui apa itu penyakit mastitis, dan
memahaminya, maka perlu juga mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,
apa saja pencegahan terhadap penyakit pada mastitis sehingga angka kesakitan
pada ibu nifas dapat teratasi.
10
d. Analisis (Analisys)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam
komponen-komponen tetap masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada
kaitannya satu sama lain, dengan adanya pemahaman tentang mastitis maka perlu
adanya analisis-analisi yang baru dan mencari tentang penyebab mastitis secara
luas bakan hanya mencari informasi di puskesmas saja, maka dari itu, perlu
adanya motivasi dari ibu dalam berbagai pencegahan pada penyakit mastitis dan
di dukung oleh orang-orang terdekat dalam menjalankan aplikasi dalam
kehidupan sehari-hari.
e. Sintesis (shyntesis)
Kemampuan untuk meletakan / menghubungkan bagian-bagian didalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru, adanya minat dari ibu dalam menjabarkan
pengetahuan yang ada, dan mecari informasi terbaru dalam mencegah mastitis dan
menghubungkan dalam kehidupan sehari-hari dengan berprilaku hidup bersih dan
sehat dalam berumah tangga.
f. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek, dalam menerima pengetahuan yang diperoleh, maka perlu
inisiasi dari ibu sendira dan orang – orang terdekat tentang penyebab terjadinya
penyakit mastitis pada ibu, dan mampu mengevaluasi tentang masalah mastitis
yang didapatkanya, karna semua penyakit tidak akan tercegah dengan adanya
petugas kesehatan, melainkan adanya inisiasi dari individu-individu dalam
menceganya.
11
2.1.3 Pengukuran pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) menjelaskan bahwa pengukuran pengetahuan
dapat diperoleh dari kuesioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin
diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat pengetahuan
tersebut diatas. Sedangkan kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat
pengetahuan dapat dilakukan dengan skoring yaitu :
1) Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100 %.
2) Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75 %.
3) Tingkat pengetahuan kurang baik bila skor atau nilai <56 %.
2.2 Mastitis
2.2.1 Pengertian mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara, Mastitis dapat terjadi pada siapa
pun, namun hampir di pastikan merupakan komplikasi pada wanita menyusui
(Morgan,2009).
Menurut pendapat Sarwono (2011), Mastitis dan abses payudara biasa
terjadi pada semua populasi, apakah sedang menyusui atau tidak menyusui. Bila
terjadi pada saat menyusui atau pada waktu berhenti menyusui disebut mastitis
laktasi atau mastitis puerperal. Tersering pada 2-3 minggu post partum, tetapi
dapat terjadi pada setiap waktu, pada masa laktasi. Penyebab tersering akibat
masuknya bakteri melalui luka pada waktu menyusui. Sementara itu mastitis
nonlaktasi disebabkan oleh infeksi pada kulit sekitar areola dan putting misalnya
kista sebasea dan hidradenitis supuratif.
12
Mastitis dapat dialami setiap saat jika seorang wanita menyusui, tetapi
biasanya tidak terjadi sebelum hari ke-10 pascapartum. Organisme penyebab
biasanya staphylococcus aureus dan ibu baru biasanya tidak dapat
membedakannya dari gejala flu (Linda,W.2003).
2.2.2 Penyebab mastitis
Mastitis terjadi sebagai akibat invasi bakteri ke jaringan payudara saat
terjadi cedera payudara. Bakteri penyebab yang paling umum adalah
staphylococcus aureus (Morgan, 2009 ).
Penyebab mastitis menurut Jane (2002) adalah sebagai berikut :
a. Statis Air Susu Ibu (ASI)
Statis Air Susu Ibu (ASI) terjadi jika air susu ibu tidak dikelurkan dengan
efisien dari payudara. Hal ini dapat terjadi bila payudara terbendung segera
setel;ah melahirkan atau setiap saat bila bayi tidak menghisap Air Susu Ibu (ASI),
yang dihasilkan dari sebagian atau seluruh payudara penyebabnya termasuk
isapan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan
frekuensi dan durasi menyusui serta sumbatan pada saluran Air Susu Ibu (ASI).
b. Infeksi
Salah satu patogen yang paling sering diidentifikasi adalah staphylococcus
aureus, pada mastitis infeksius, Air Susu Ibu (ASI) dapat terasa asin akibat kadar
natrium dan klorida yang tinggi merangsang penurunan aliran pada Air Susu Ibu
(ASI).
Gangguan ini disebabkan oleh bakteri. Umumnya Bakteri-bakteri tersebut
menular melalui mulut kehidung atau tenggorokan bayi ke dalam saluran Air Susu
Ibu (ASI) melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
13
Penyebab lainnya adalah tidak kosongnya payudara secara tuntas seusai
menyusui, serta rendahnya daya tahan ibu sehingga rentan terkena berbagai
penyakit. Seorang ibu yang baru melahirkan biasanya memang akan merasakan
kecapaian, stress dan mungkin saja tidak sempat makan secara teratur.
Penyebab mastitis menurut Prawirohardjo (2011), yaitu : Mastitis laktasi
Penyebab utama adalah produksi Air Susu Ibu (ASI) yang tidak dikeluarkan
akibat berbagai sebab antara lain obstruksi duktus, frekuensi dan lamanya
pemberian yang kurang, isapan bayi yang tidak kuat, produksi Air Susu Ibu (ASI)
berlebih dan rasa sakit pada waktu menyusui.Asi yang tidak di keluarkan
merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri.
Penyebab yang lain karena infeksi, yaitu masuknya kuman ke dalam
payudara melalui duktus ke lobulus atau melalui palus hematogen atau dari fissure
putting ke system limfatik periduktal. Kuman yang sering ditemukan
staphylococcus aureus, staphylococcus albus,E.coli dan streptococcus.
a. Mastitis Nonlaktasi
1. Infeksi periareola : biasanya terjadi pada perempuan perokok akibat
terjadinya periduktal mastitis.
2. Mammary duct fistula : sering timbul akibat insisi dan drainase dari abses
payudara nonlaktasi sehingga terjadi fistula yang menghubungkan duktus
dengan kulit dan terjadi di daerah periareola.
3. Peripheral nonlaktational breast abscess : keadaan tersebut jarang terjadi
dan biasanya disertai penyakit lain, sering terjadi pada perempuan muda.
4. Selulitis dengan atau tanpa abses : terjadi pada perempuan dengan berat
badan berlebih, payudara besar, pernah operasi atau radiasi pada payudara.
14
5. Tuberkulosis : kuman tersebut mencapai payudara biasanya dari kelenjar
getah bening aksila, kelenjar getah bening leher, atau kelenjar getah
bening mediastinum atau dari struktur di bawah payudara (iga).
6. Abses factitial : dapat di diagnosis bila abses super fisial menetap atau
rekuren walaupun diterapi dengan benar.
7. Granulamatous lobular mastitis : berupa mas multipel, lunak, nyeri, dan
berbentuk mikroabses pada lobulus payudara.
Tanda dan gejala Mastitis
Mansjoer, 2005 menyebutkan bahwa timbulnya gejala yang bias diamati,
kulit lebih merah, payudara keras serta nyeri dan berbenjol-benjol .
Hanifa, 2006 menyebutkan bahwa tanda-tanda timbulnya peradangan
payudara (Mastitis) adalah bisa panas dingin disertai dengan kenaikan suhu,
penderita merasa lesu dan tidak ada nafsu makan .
Penyebab infeksi biasanya staphylococcus aureus mamma membesar,
nyeri dan pada suatu tempat kulit merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada
perabaan. Jika tidak lekas diberi pengobatan, bisa terjadi abses.
2.2.3 Pencegahan Mastitis
Perawatan putting susu pada waktu laktasi merupakan usaha penting untuk
mencegah peradangan (mastitis) (hanifa,2006).
Selain itu pencegahan mastitis dapat dilakukan dengan :
a. Pemeriksaan payudara
Dalam masa kehamilan payudara ibu perlu di periksa sebagai persiapan
menyusui. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui keadaan payudara
sehingga bila terdapat kelainan dapat segera diketahui, penemuan adanya kelainan
15
payudara di tingkat dini diharapkan dapat dikoreksi agar ketika menyusui nanti
bisa lancer. Pemeriksaan payudara dilaksanakan pada kunjungan pertama ibu
ketika memeriksakan kehamilannya. Pemeriksaan dilakukan dengan cara infeksi
dan palpasi.
1. Inspeksi
a) Payudara
1) Ukuran dan bentuk
Tak seperti yang di duga masyarakat awam, ukuran dan bentuk payudara
tidak berpengaruh pada produksi asi. Perlu di perhatikan bila ada kelainan, seperti
pembesaran aktif, gerakan yang tidak simetris pada perubahan posisi.
2) Postur/permukaan
Permukaan yang tidak merata, adanya depresi, elevasi, retraksi atau luka
pada kulit payudara harus dipikirkan kearah tumor atau keganasan dibawahnya,
saluran limfe yang tersumbat dapat menyebabkan kulit membengkak, dan
gambaran seperti kulit jeruk.
3) Warna kulit
Pada umumnya sama dengan warna kulit perut atau punggung, yang perlu
diperhatikan adalah adanya warna kemerahan tanda radang, penyakit kulit atau
bahkan keganasan.
b) Areola
1) Ukuran dan bentuk
Pada umumnya akan meluas pada saat pubertas dan selama kehamilan
serta bersifat simetris. Bila batas areola tidak rata(tidak melingkar) perlu
duiperhatikan lebih khusus.
16
2) Permukaan
Dapat licin dan berkerut bila ada sisik putih perlu dipikirkan adanya
penyakit kulit kebersihan yang kurang atau keganasan.
3) Warna
Pigmentasi yang mengikat pada saat kehamilan menyebabkan warna kulit
pada areola lebih gelap dibandingkan sebelum hamil.
4) Puting susu
1. Ukuran dan bentuk
Ukuran putting sangat bervariasi dan tidak mempunyai arti khusus. Bentuk
putting susu ada beberapa macam. Pada bentuk putting terbenam perlu dipikirkan
retraksi akibat keganasan namun tidak semua putting susu terbenam disebabkan
oleh keganasan.
2. Permukaan
Pada umumnya tidak beraturan. Adanya luka dan sisik merupakan
kelainan.
3. Warna
Sama dengan areola karena juga mempunyai pigmen yang sama atau
bahkan lebih.
2. Palpasi
a) Konsistensi
Dari waktu ke waktu karena pengaruh hormon.
b) Massa
Tujuan utama pemeriksaan palpasi payudara adalah mencari massa. Setiap
massa harus digambarkan secara jelas dan cirri-ciri massa yang teraba harus
17
dievaluasi dengan baik. Pemeriksaan ini sebaiknya diperluas sampai ke daerah
ketiak.
c) Puting susu
Pemeriksaan puting susu merupakan hal penting dalam mempersiapkan
ibu dan menyusui (suradi,dkk,2003).
b) Perawatan payudara
Perawatan payudara setelah melahirkan bertujuan agar payudara
senantiasa bersih dan mudah untuk dihisap oleh bayi. Banyak ibu yang
mengeluhkan bayinya tidak mau menyusui, bisa jadi ini disebabkan factor teknis
seperti putting susu yang masuk atau posisi yang salah. Tentunya, selain factor
teknis ini, air susu ibu juga di pengaruhi asupan nutrisi dan kondisi psikologis ibu.
Perawatan payudara juga dapat membantu memperlancar pengeluaran asi,
dilakukan sedini mungkin setelah melahirkan selama 1-2 hari.
2.2.4 Penanganan mastitis (peradangan payudara)
Mansjoer,2005 menyebutkan bahwa pada kasus ini, usahakan ibu tetap
menyusui bayi agar tidak terjadi stasis dalam payudara yang dapt berkomplikasi
menjadi abses. Berikan antibiotika dan analgesik serta banyak minum dan
istirahat. Lakukan senam laktasi, yaitu menggerakkan lengan secara berputar
sehingga sendi bahu ikut bergerak kea rah yang sama guna mambantu
memperlancar peredaran darah dan limfe di payudara.
Menurut mochtar, 2002 penanganan mastitis yaitu dengan cara :
1. Bila terjadi mastitis pada payudara yang sakit penyusuan bayi di hentikan.
18
2. Karena penyebab utama adalah staphyloccus aureus, antibiotika jenis
penisilin dengan dosis tinggi dapat membantu, sambil menunggu hasil
pembiakan dan uji kepekaan air susu.
3. Lokal di lakukan kompres dan pengurutan ringan dan penyokong payudara,
bila panas dan nyeri berikan obat-obat anti panas dan analgetika.
Bila terjadi abses lakukanlah insisi radial sejajar dengan jalannya duktus
laktiferus, pasang pipa (drain) atau tamponade untuk mengeringkan nanah.
2.3 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan di Poli Klinik Kebidanan dan
Kandungan RSUP Fatmawati, mengenai Hubungan karakteristik ibu tentang
kejadian mastitis dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI), dimana angka kejadian
mastitis yang dialami ibu, rata-rat ibu menyusui tidak tahu tentang penyakit
mastitis sebesar 64% responden, dan hanya 36 responden yang tahu tentang
pmastitis, maka dari itu, perlu adanya system penyuluhan kepada masyarakat
tentang kesehatan pada umumnya, dan bahayanya kejadian mastitis di masyarakat,
bahkan kejadian mastitis yang tidak diketahui lebih banyak pada ibu yang
berpendidikan SMP, dan SD yang mendominasi pendidikan 74% responden
(Astria, 2009).
Gangguan kejiwaan (73,94%) termasuk kecemasan, rasa rendah diri, fobia
dan depresi.
1. Gangguan fisik (50,30%) berupa cedera, gangguan fungsional, dan cacat
permanen (Kesuma, 2008).
19
2.4 Kerangka Teori
Perilaku seseorang sangat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang,
dimana perilaku tersebut juga mempengaruhi ibu dalam mencegah terjadinya
mastitis, prilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang
dimiliki oleh orang tersebut, dimana karakteristik tersebut juga mempengaruhi ibu
dalam mengatasi terjadinya mastitis, prilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi yang dimiliki oleh orang tersebut, karakteristik adalah ciri-
ciri khusus yang mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu, teori
Benyamin Bloom, 1908 . Perilaku adalah totalitas penghayatan dan aktivitas
seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor,
baik faktor internal maupun eksternal. Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan
ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan suatu objek tertentu.
Karakteristik prilaku seseorang dapat dilihat dari factor internal yang dicakup
sebagai berikut: pengetahuan, tingkat pendidikan, umur, dan pekerjaan ibu.
Selanjutnya pada factor eksternal meliputi pada social budaya seseorang, dan
social ekonomi (Notoatmodjo, 2012).
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Mastitis
Karakteristik Ibu
a. Pengetahuan
b. Pendidikan
c. Umur
d. Pekerjaan
e. Sosial Budaya
f. Sosial Ekonomi (Notoatmodjo, 2012)
20
2.5 kerangka konsep
Kerangka konsep penelitan pada dasarnya adalah suatu hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin
diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Untuk memberikan arah pengetahuan ini, maka disusun kerangka konsep sebagai
berikut:
Varibel independen Varibel dependen
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Internal
- Umur
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Pengetahuan
Mastitis
Eksternal
- Sosial Budaya
21
TABEL SKOR
No Variabel Nomor Urut Bobot/Skor
Rentang Penelitian Pertanyaan A b
1 Internal
1
1
0
(0+5)
- Umur - Tua ≥ 24 Tahun
- Muda < 24 Tahun
- Pendidikan 1
1
0
(0+1)
- Tinggi = (PT)
- Menengah = (SD/MIN,
SMP/Mts, SMA/MAN
- Pekerjaan
1 1 0
(0+1)
- Bekerja (Tinggi)
- Tidak Bekerja (Rendah)
- Pengetahuan
1
2
3
4
5
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
(0+5)
- Baik = ≥ 2 = ≥ 50%
- Kurang baik = < 5 = < 50%
2
Eksternal
1
2
3
4
5
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
(0+5)
- Sosial Budaya - Baik = ≥ 5 = ≥ 50%
- Kurang baik = < 5 = < 50%
3
Mastitis Pada Ibu
1 1 0
(0+1)
- Mengetahui = 1
- Tidak Mengetahui = 0
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU NIFAS TERHADAP MASTITIS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS COT SEUMEURENG
KECAMATAN SAMATIGA KABUPATEN
ACEH BARAT TAHUN 2014
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey yang bersifat survey
analitik dengan Cross Sectional survey, yaitu penelitian yang mencoba menggali
bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan
analisis dinamika korelasi antara fenomena, baik antara faktor resiko dengan
faktor efek, faktor efek adalah suatu akibat dari adanya faktor resiko. Faktor
resiko adalah suatu fenomena yang mengakibatkan terjadi efek (Notoatmodjo,
2005).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Hubungan Karakteristik Ibu
Nifas Terhadap Mastitis Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat, alasan peneliti mengambil lokasi ini adalah
masih banyaknya ibu nifas yang belum mengetahui tentang mastitis dan masih
tingginya kasus tentang mastitis.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5-10 Mai 2014.
22
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Ibu
Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014, dari bulan Januari sampai April 2013 total
responden 94 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan
sampel dalam penelitian ini yaitu dengan cara pengambilan sampel dengan teknik
memberikan nomor yang berbeda kepada setiap anggota populasi, kemudian
memilih sampel dengan mengunakan angka-angka random. Menghitung jumlah
sampel, peneliti mengunakan rumus Slovin :
𝑛 = 𝑁
1+𝑁 (𝑑)2
𝑛 = 94
1 + 94 (0.01)
𝑛 = 94
1.94
𝑛 = 48 responden Setiadi, 2007 .
Jadi Sampel dalam penelitian ini adalah 48 ibu nifas.
Untuk mewakili besar sampel penelitian tiap-tiap Gampoeng dilakukan
perhitungan dengan menggunakan rumus Proportional Random Sampling, yaitu
(Kasjono, 2009):
Ket :
n : Sampel
N : Populasi
d : Derajat kebebasan (0.1).
23
NA-C
nA-C= xn
N
Ket : nA-C : Jumlah sampel per Gampoeng (A – C)
NA-C : Jumlah populasi per Gampoeng (A – C)
n : Sampel seluruh populasi
N : Jumlah seluruh populasi
Besar sampel yang didapat untuk mewakili tiap-tiap Gampoeng adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Perhitungan sampel penelitian menurut proporsoinal
No Kelas 𝑵𝒂−𝒄
(Populasi) Perhitungan n (Sampel)
1
2
3 4
5
6 7
8
9 10
11
12 13
14
15 16
17
18 19
20
21 22
23 24
25
26 27
28
29 30
31
32
Suak Timah
Cot Darat
Cot Pluh Cot Mesjid
Cot Seumeureng
Paya Lumpat Ujong Nga
Gampoeng Ladang
Pinem Reusak
Deuah
Krueng Tinggai Mesjid Baro
Leukeun
Leubok Pange
Keureuseng
Cot Lampise Cot Seulamat
Alue Raya
Pucok Lueng Gampoeng Teungoh
Gampoeng Cot Kuala Bubon
Lhok Bubon
Suak Pandan Suak Panteu Breuh
Suak Seukee
Suak Geudebang Suak Seumaseh
Cot Amun
Rangkileh
4
10
4 4
8
8 0
0
4 7
2
2 1
2
2 2
2
2 1
1
3 1
1 2
3
6 2
3
2 2
2
1
4 : 94 x 48 = 2,04
10 : 94 x 48 = 5,1
4 : 94 x 48 = 2,04 4 : 94 x 48 = 2,04
8 : 94 x 48 = 4,08
8 : 94 x 48 = 4,08 0 : 94 x 48 = 0
0 : 94 x 48 = 0
4 : 94 x 48 = 2,04 7 : 94 x 48 = 3,57
2 : 94 x 48 = 1,02
2 : 94 x 48 = 1,02 1 : 94 x 48 = 0,51
2 : 94 x 48 = 1,02
2 : 94 x 48 = 1,02 2 : 94 x 48 = 1,02
2 : 94 x 48 = 1,02
2 : 94 x 48 = 1,02 1 : 94 x 48 = 0,51
1 : 94 x 48 = 0,51
3 : 94 x 48 = 1,53 1 : 94 x 48 = 0,51
1 : 94 x 48 = 0,51 2 : 94 x 48 = 1,02
3 : 94 x 48 = 1,53
6 : 94 x 48 = 3,06 2 : 94 x 48 = 1,02
3 : 94 x 48 = 1,53
2 : 94 x 48 = 1,02 2 : 94 x 48 = 1,02
2 : 94 x 48 = 1,02
1 : 94 x 48 = 0,51
2
5
2 2
4
4 0
0
2 3
1
1 1
1
1 1
1
1 1
1
1 1
1 1
1
3 1
1
1 1
1
1
Jumlah N = 94 n = 48
24
3.4 Metode pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber asli responden
penelitian (Jonathan Sarwono, 2006). Cara memperoleh data primer dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan angket (kuesioner) yang berisikan
pertanyaan tentang mastitis (peradangan payudara). Jenis kuesioner yang
digunakan adalah kuesioner berbentuk responden hanya perlu memberikan
jawaban berupa tanda silang (X) pada jawaban yang di anggap benar.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder yang diambil pada penelitian ini adalah yang selain dari
responden atau tepatnya data yang diperoleh dari Puskesmas Cot Seumeureng
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
25
3.5 Defenisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel Independen
Variabel Dependen
Menurut Arikunto, 2006.
3.6 Aspek Pengukuran Data
3.6.1 Pengukuran Variabel Independen
Variabel indenpenden adalah variabel karakteristik ibu. Jumlah soal
variabel indenpenden kategori pengetahuan adalah 10 buah soal, bentuk
Variabel Definisi
Operasional
Alat
Ukur
Cara
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
Internal
- Umur
Usia sejak ibu
lahir hingga
sampai sekarang
Kuesion
er
Wawan
cara
1. Tua
(≥ 24 Tahun)
2. Muda
(< 24 Tahun)
Ordinal
- Pendidikan
Pendidikan
formal terakhir
yang di ikuti ibu
dan mendapatkan
ijazah
Kuesion
er
Wawan
cara
1. Tinggi
(PT)
2. Menengah
(SD, SMP, SMA)
3. Dasar
(Tidak Tamat SD)
Interval
- Pekerjaan
Kegiatan sehari-
hari yang
dilakukan dan
mendapatkan
penghasilan
Kuesion
er
Wawan
cara
1. Bekerja
2. Tidak Bekerja
Ordinal
- Pengetahuan
Tanggapan atau
persepsi
responden
tentang mastitis
pada ibu
Kuesion
er
Wawan
cara
1. Baik (≥ 50%)
2. Kurang baik
(< 50%)
Ordinal
Eksternal
- Sosial Budaya
Segala sesuatu
yang berkaitan
dengan
kebiasaan ibu
dalam berbudaya
Kuesion
er
Wawan
cara
1. Baik (≥ 50%)
2. Kurang baik
(< 50%)
Ordinal
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara
Ukur
Hasil Ukur Skala
Mastitis Suatu penyakit yang
disebabkan oleh
bakteri dan biasanya
mengenai payudara
Kuesioner Wawan
cara
1. Mengetahui
2. Tidak
Mengetahui
Ordinal
26
pertanyaan Mutiple Choise dengan alternatif jawaban “Benar” dan “Salah”.
Dengan masing-masing pertanyaan variable pengetahuan dan social budaya
berjumlah 5 soal tiap variabel. Cara penilaiannya setiap jawaban “Benar” diberi
nilai 1 dan jawaban yang “Salah” diberi nilai 0.
Hasil ukurnya adalah sebagai berikut :
A. Internal
1) Umur
- Kategori usia bila skor atau nilai ≥ 24 Tahun
- Kategori usia bila skor atau nilai < 24 Tahun
2) Pendidikan
- Kategori Tinggi bila responden ber pendidikan (Perguruan Tinggi)
- Kategori Menengah bila responden ber pendidikan (SD, SMP, SMA)
- Kategori Dasar bila responden ber pendidikan (Tidak Tamat SD)
3) Pekerjaan
- Kategori Tinggi bila responden bekerja
- Kategori Rendah bila responden tidak bekerja
4) Pengetahuan
- Kategori baik apabila hasil ukurnya mendapat nilai (≥ 50%).
- Kategori Kurang Baik hasil ukurnya mendapat nilai (< 50%).
B. Eksternal
1) Sosial Budaya
- Kategori baik apabila hasil ukurnya mendapat nilai (≥ 50%).
- Kategori Kurang Baik hasil ukurnya mendapat nilai (< 50%).
27
3.6.2 Variabel Dependen
Pada kuesioner dependent (mastitis pada ibu) berbentuk wawancara serta
terdapat dua pilihan jawaban yaitu mengetahui tentang mastitis dan tidak
mengetahui tentang mastitis.
3.7 Metode Analisa Data
3.7.1 Analisis Univariat
Penelitian ini menggunakan metode analisis univariat yaitu bertujuan
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan kerakteristik setiap variabel penelitian.
Variabel yang di jelaskan meliputi variabel independen (karakteristik ibu), dan
varibel dependen (Mastitis pada ibu). Data hasil pengkatagorian untuk tiap-tiap
variabel yang di teliti selanjutnya di tentukan persentase perolehannya masing-
masing dengan menggunakan rumus (Sarwono, 2006).
𝑃 =𝑓𝑖
𝑛× 100%
Keterangan :
P = persentase
𝑓𝑖 = frekuensi teramati
n = jumlah sampel
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari kedua
variabel tersebut dengan melakukan uji Chi Square (uji 𝑋2) dengan tingkat
kepercayaan 95% (α:0,05). Analisis ini menggunakan tabel 2 × 2 dalam
perhitungannya dan dengan menggunakan program computerisasi.
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
A. Gambaran Umum
UPTD Puskesmas Samatiga berada di Gampoeng Cot Seumeureng,
Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat, berjarak sekitar 6 KM dari pusat
pemerintahan Kabupaten Aceh Barat dengan batas-batas:
a. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Arongan
Lambalek.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Kaway
XVI.
c. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Suak Ribee.
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Bubon.
UPTD Puskesmas Cot Seumeureng memiliki luas wilayah kerja meliputi
sekitar 100% dari total luas Kecamatan Samatiga (140,69 KM2) dengan memiliki
32 Gampoeng.
Secara umum masyarakat dalam wilayah kerja UPTD Puskesmas Cot
Seumeureng terdiri dari etnis Aceh yang sebagaian besar bermata pencaharian
sebagai pegawai pemerintahan, swasta, dan petani. Penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Cot Seumeureng berjumlah 20.232 jiwa dan 5.518 Kepala Keluarga
dan memiliki 6 pemukiman yaitu, Pemukiman Lhok Bubon, Pasi, Mesjid Tuha,
Meunumbok, Mesjid Baroe, dan Pemukiman Krung Tinggai.
29
B. Gambaran Khusus
Adapun gambaran khusus di Puskesmas Cot Seumeureng, pegawai yang
bertugas di lingkungan UPTD Puskesmas Cot Seumeureng saat ini berjumlah 61
orang termasuk yang ditugaskan di Pustu (Puskemas Pembantu) dengan berbagai
jenjang pendidikan dari SLTA sampai perguruan tinggi, baik yang berlatar
belakang kesehatan maupun umum. Tenaga pelaksana (Teknis) di Puskesmas
Perawatan Cot Seumeureng sebagai berikut: Dokter PNS : 1 orang, Bidan PNS :
17 orang, Bidan PTT dan Kontrak Terbatas : 10 orang, Perawat PNS: 10 orang,
Perawat Kontrak Terbatas: 3 orang, Perawat Gigi: 1 orang, Asisten Apoteker: 1
orang, Analis Kesehatan: 2 orang, Gizi: 2 orang, Sanitarian: 2 orang, Kesmas: 2
orang, Pekarya Kesehatan: 1 orang, Fisioterapi: 1 orang, Tenaga lainya PNS: 2
orang, dan Tenaga lainnya Kontrak Terbatas: 7 orang.
UPTD Puskesmas Cot Seumeureng dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang tinggal di gampoeng-gampoeng yang jauh dari Puskesmas induk
dibantu oleh sarana dan prasarana kesehatan yang ada di gampoeng-gampoeng
tersebut. Sarana dan Prasarana Puskesmas Non Fisik dan Fisik terdiri atas:
Puskesmas pembantu, 7 Poliklinik Desa yaitu Leuken, Pinem, Ujong Nga, Paya
Lumpat, Suak Pandan, Suak Sikee, Dan Suak Seumaseh, dan Pos Kesehatan Desa.
4.2 Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini seluruh responden adalah seluruh masyarakat yang
ada di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat. Karakteristik responden tersebut terdiri dari umur,
pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan.
30
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
No Karakteristik Individu Jumlah %
1
2
3
Umur
Masa Remaja 17-24 tahun
Masa Dewasa 25-45 tahun
Masa Lansia 46 tahun keatas
10
38
0
20,84
79,16
0,00
Total 48 100
1
2
3
4
Pendidikan
SD
SMP
SMA/MAN
Perguruan Tinggi
3
13
19
13
6,25
27,08
39,58
27,08
Total 48 100
1
2
Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja
20
28
41,66
58,33
Total 48 100
Tabel 4.1. menunjukkan bahwa mayoritas umur responden yaitu 25-45
tahun sebanyak 38 responden yaitu 79,16%, pendidikan responden yaitu SMA
sebanyak 19 responden yaitu 39,58% dan pekerjaan responden yaitu tidak bekerja
sebanyak 28 responden yaitu 58,33%.
4.3 Hasil Analisis Univariat
4.3.1 Variabel Independen
A. Internal
a. Umur Responden
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu Nifas Terhadap
Mastitis Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
No Kategori Jumlah %
1
2
Tua
Muda
38
10
79,16
20,83
Total 48 100
31
Tabel 4.2 di atas didapatkan bahwa Umur Ibu Nifas Terhadap Mastitis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng, yang mempunyai kategori umur ibu
nifas tua sebanyak 38 responden (79,16%). Sedangkan pada kategori muda
sebanyak 10 responden (20,83%).
b. Pendidikan Responden
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu Nifas
Terhadap Mastitis Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
No Kategori Jumlah %
1
2
3
Tinggi
Menengah
Dasar
13
35
0
27,08
72,92
0,00
Total 48 100
Tabel 4.3 di atas didapatkan bahwa Pendidikan Ibu Nifas Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng, yang mempunyai kategori pendidikan ibu
nifas menengah sebanyak 35 responden (72,91%). Sedangkan pada kategori tinggi
sebanyak 13 responden (20,08%).
c. Pekerjaan Responden
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu Nifas Terhadap
Mastitis Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
No Kategori Jumlah %
1
2
Bekerja
Tidak Bekerja
20
28
41,67
58,33
Total 48 100
Tabel 4.4 di atas didapatkan bahwa Pekerjaan Ibu Nifas Di Wilayah Kerja
Puskesmas Cot Seumeureng, yang mempunyai kategori pekerjaan ibu nifas pada
yang tidak bekerja sebanyak 28 responden (58,33%). Sedangkan pada kategori
bekerja sebanyak 20 responden (41,67%).
32
d. Pengetahuan Responden
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Nifas
Terhadap Mastitis Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
No Kategori Jumlah %
1
2
Baik
Kurang Baik
35
13
72,92
27,08
Total 48 100
Tabel 4.5 di atas didapatkan bahwa Pengetahuan Ibu Nifas Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng, yang mempunyai kategori pengetahuan ibu
nifas yang banyak berada pada kategori Baik sebanyak 35 responden (72,91%).
Sedangkan pada kategori kurang baik sebanyak 13 responden (27,08%).
B. Eksternal
a. Sosial Budaya Responden
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Budaya Ibu Nifas
Terhadap Mastitis Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
No Kategori Jumlah %
1
2
Baik
Kurang Baik
30
18
62,50
37,50
Total 48 100
Tabel 4.6 di atas didapatkan bahwa Sosial Budaya Ibu Nifas Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng, yang mempunyai kategori Sosial Budaya ibu
nifas yang banyak berada pada kategori Baik sebanyak 30 responden (62,50%).
Sedangkan pada kategori kurang baik sebanyak 18 responden (37,50%).
33
4.3.2 Variabel Dependen
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Mastitis Di Wilayah Kerja
Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat
No Kategori Jumlah %
1
2
Mengetahui
Tidak Mengetahui
14
34
29,16
70,83
Total 48 100
Tabel 4.7 di atas didapatkan bahwa Mastitis Di Wilayah Kerja Puskesmas
Cot Seumeureng, yang mempunyai kategori Mastitis yang banyak berada pada
kategori Tidak Mengetahui sebanyak 34 responden (70,83%). Sedangkan yang
mengetahui sebanyak 14 responden (29,16%).
4.4 Hasil Analisis Bivariat
4.4.1 Hubungan Umur Responden Terhadap Mastitis
Tabel 4.8 Hubungan Umur Responden Terhadap Mastitis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat
Umur Ibu
Nifas
Mastitis Total P α
Mengetahui Tidak Mengetahui
f % f % f %
1.000
0.05 Tua 27 71.1 11 28.9 38 100.0
Muda 7 70.0 3 30.0 10 100.0
Jumlah 34 70.8 14 29.2 48 100.0
Dari Tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa, mayoritas umur responden Tua
Terhadap yang mengetahui Mastitis sebanyak 27 (71.1%) responden, sedangkan
ibu nifas yang umur responden muda terhadap yang mengetahui mastitis sebanyak
7 (70.0%), hasil uji chi square tidak terdapat hubungan antara umur responden
dengan mastitis, dengan nilai p = 1.000 > dari α (0,05), dimana responden dengan
34
umur ibu nifas tua yang mengetahui mastitis 1.052 kali lebih besar dibandingkan
responden yang tidak mengetahui mastitis.
4.4.2 Hubungan Pendidikan Responden Terhadap Mastitis
Tabel 4.9 Hubungan Pendidikan Responden Terhadap Mastitis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat
Pendidikan
Ibu Nifas
Mastitis Total P α
Mengetahui Tidak Mengetahui
f % f % f %
0.034
0.05 Tinggi 28 80.0 7 20.0 35 100.0
Menengah 6 46.2 7 29.2 13 100.0
Jumlah 34 70.8 14 29.2 48 100.0
Diketahui pada Tabel 4.9. mayoritas pendidikan responden kategori tinggi
Terhadap yang mengetahui Mastitis sebanyak 28 (80.0%) responden, sedangkan
ibu nifas yang berpendidikan responden menengah terhadap yang mengetahui
mastitis sebanyak 6 (46.2%), hasil uji chi square terdapat hubungan antara
pendidikan responden dengan mastitis, dengan nilai p = 0.034 < dari α (0,05),
dimana responden dengan pendidikan ibu nifas kategori tinggi yang mengetahui
mastitis 4.667 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak mengetahui
mastitis.
4.4.3 Hubungan Pekerjaan Responden Terhadap Mastitis
Tabel 4.10 Hubungan Pekerjaan Responden Terhadap Mastitis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat
Pekerjaan Ibu
Nifas
Mastitis Total P α
Mengetahui Tidak Mengetahui
f % f % f %
0.011
0.05 Bekerja 10 50.0 10 50.0 20 100.0
Tidak Bekerja 24 85.7 4 14.3 28 100.0
Jumlah 34 70.8 14 29.2 48 100.0
Diketahui pada Tabel 4.10. mayoritas pekerjaan responden kategori
bekerja Terhadap yang mengetahui Mastitis sebanyak 10 (50.0%) responden,
35
sedangkan ibu nifas yang tidak bekerja terhadap yang mengetahui mastitis
sebanyak 24 (85.7%), hasil uji chi square terdapat hubungan antara pekerjaan
responden dengan mastitis, dengan nilai p = 0.011 < dari α (0,05), dimana
responden dengan pekerjaan ibu nifas kategori bekerja yang mengetahui mastitis
0.167 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak mengetahui mastitis.
4.4.4 Hubungan Pengetahuan Responden Terhadap Mastitis
Tabel 4.11 Hubungan Pengetahuan Responden Terhadap Mastitis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat
Pengetahuan
Ibu Nifas
Mastitis Total P α
Mengetahui Tidak Mengetahui
f % f % f %
0.005
0.05 Baik 29 82.9 6 17.1 35 100.0
Kurang Baik 5 38.5 8 61.5 13 100.0
Jumlah 34 70.8 14 29.2 48 100.0
Diketahui pada Tabel 4.11. mayoritas pengetahuan responden kategori
baik Terhadap yang mengetahui Mastitis sebanyak 29 (82.9%) responden,
sedangkan ibu nifas yang berpengetahuan responden kurang baik terhadap yang
mengetahui mastitis sebanyak 5 (38.5%), hasil uji chi square terdapat hubungan
antara pengetahuan responden dengan mastitis, dengan nilai p = 0.005 < dari α
(0,05), dimana responden dengan pengetahuan ibu nifas kategori baik yang
mengetahui mastitis 7.733 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak
mengetahui mastitis.
36
4.4.5 Hubungan Sosial Budaya Responden Terhadap Mastitis
Tabel 4.12 Hubungan Sosial Budaya Responden Terhadap Mastitis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat
Sosial Budaya
Ibu Nifas
Mastitis Total P α
Mengetahui Tidak Mengetahui
f % f % f %
0.022
0.05 Baik 25 83.3 5 16.7 30 100.0
Kurang Baik 9 50.0 9 50.0 18 100.0
Jumlah 34 70.8 14 29.2 48 100.0
Diketahui pada Tabel 4.12. mayoritas Sosial Budaya responden kategori
baik Terhadap yang mengetahui Mastitis sebanyak 25 (83.3%) responden,
sedangkan ibu nifas yang bersosial budaya responden kurang baik terhadap yang
mengetahui mastitis sebanyak 9 (50.0%), hasil uji chi square terdapat hubungan
antara sosial budaya responden dengan mastitis, dengan nilai p = 0.022 < dari α
(0,05), dimana responden dengan sosial budaya ibu nifas kategori baik yang
mengetahui mastitis 5.000 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak
mengetahui mastitis.
4.5 Pembahasan Penelitian
4.5.1 Hubungan Umur Ibu Nifas Yang Mempengaruhi Mastitis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas umur responden kategori
tua terhadap yang mengetahui mastitis sebanyak 27 (71.1%) responden,
sedangkan ibu nifas yang umur responden muda terhadap yang mengetahui
mastitis sebanyak 7 (70.0%), hasil uji chi square tidak terdapat hubungan antara
umur responden dengan mastitis Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat, dengan nilai p = 1.000 > dari α
(0,05), dimana responden dengan umur ibu nifas tua yang mengetahui mastitis
37
1.052 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak mengetahui mastitis.
Artinya bahwa kategori umur tidak menentukan terjadinya perubahan prilaku pada
kejadian mastitis, maka perlu melakukan upaya-upaya pencegahan yang lainnya
sehingga kejadian angka kesakitan dapat menuruh di wilayah kerja puskesmas cot
seumeureng.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Depkes (2014), makin tua umur ibu
maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi dalam
perubahan prilaku ibu belum di tentukan pada usia ibu, di sebabkan berbagai
factor kebiasaan ibu sehingga prilaku kesehatan tidak dilaksanakan, bertambahnya
proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan
tahun, daya ingat seseorang ibu itu salah satunya dipengaruhi oleh umur ibu. Dari
uraian ini dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur ibu dapat berpengaruh
pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur
tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu
pengetahuan akan berkurang.
Hal tersebut sama yang dilakukan oleh penelitian terdahulu Kusumawati
(2006), dalam upaya meningkatkan kesehatan pada masalah kesehatan mastitis
mempunyai hasil bahwa tingkat umur responden tidak terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap Mastitis di Tatanan Rumah Tangga Desa Kebun Lada Jawa
Tengah.
Sedangkan menurut Notoadmojdo (2012), umur belum tentu
mempengaruhi karakteristik seseorang, usia yang lebih muda atau menikah muda
dipastikan mempunyai pengalaman, dan kematangan emosi yang berbeda dengan
orang yang sudah berumur tua.
38
Dapat diasumsikan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur responden
terhadap mastitis, hal ini disebabkan oleh umur seseorang belum tentu mengubah
prilaku seseorang maka perlu adanya penerapan kebiasaan ibu dalam mencegah
mastitis dan mencari informasi-informasi kesehatan khususnya tentang mastitis
sehingga responden lebih mengetahui tentang masalah yang dideritanya dan
derajat kesehatan masyarakat gampoeng dapat meningkat.
Sesuai dengan yang didapatkan di tempat penelitian bahwa seseorang yang
lebih tua umurnya banyak kemungkinan tidak tahu tentang masalah penyakit
mastitis yang terjadi, dan ini sebab bahwa factor umur responden tidak ada
pengaruh dengan kejadian mastitis di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng.
4.5.2 Hubungan Pendidikan Ibu Nifas Yang Mempengaruhi Mastitis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan responden
kategori tinggi Terhadap yang mengetahui Mastitis sebanyak 28 (80.0%)
responden, sedangkan ibu nifas yang berpendidikan responden menengah
terhadap yang mengetahui mastitis sebanyak 6 (46.2%), hasil uji chi square
terdapat hubungan antara pendidikan responden terhadap mastitis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat,
dengan nilai p = 0.034 < dari α (0,05), dimana responden dengan pendidikan ibu
nifas kategori tinggi yang mengetahui mastitis 4.667 kali lebih besar
dibandingkan responden yang tidak mengetahui mastitis. Artinya bahwa
responden sudah mengerti tentang bagaimana upaya mengatasi terjadinya mastitis,
sehingga responden akan melakukan berbagai upaya seperti meningkatkan
pendidikan tentang mastitis atau mencari informasi-informasi di berbagai fasilitas
39
kesehatan yang tersedia sehingga angka kejadian mastitis dapat berkurang dengan
berpendidikan tinggi.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian, Sulistya, S, (2009) tentang
Hubungan Karekteristik Ibu Nifas Terhadap Mastitis Di Tatanan Rumah Tangga
Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, bahwa pendidikan
sangat berpengaruh pada pencegahan suatu masalah kesehatan mastitis, karena
semakin tinggi pendidikan seseorang maka peluang terjadinya mastitis dapat
berkurang.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2012), Dengan
berpendidikan yang tinggi dapat berpeluang mengubah prilaku seseorang untuk
menjadi lebih baik, dengan pengalaman, intelektual seseorang dan di dukung oleh
sarana dan prasarana yang memadai, dengan di dukung oleh petugas kesehatan
dalam memberikan informasi dan penyuluhan dalam masyarakat sehinggi prilaku
sehat dapat tercapai di lingkungan masyarakat.
Menurut Susanti (2011), Pendidikan yang kurang dapaat berpengaruh pada
kabiasaan seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin
intilektual seseorang dalam mengatasi masalah, baik masalah luar dan dalam diri
seseorang, terutama masalah lingkungan yang sering menjadi penyebab masalah
dalam masyarakat adalah kurangnya peran serta masyarakat dalam mengatasi
kesehatan dan kurangnya rasa tanggung jawab masyarakat dalam bidang
kesehatan. Banyak masalah terjadi karena adanya hubungan saling mempengaruhi
antara faktor genetik dan lingkungan. Hampir semua penyakit manusia memiliki
unsur genetik, dan setiap kejadian dimana unsur genetik berperan, satu atau lebih
unsur lingkungan akan berkontribusi untuk menajamkan proses terjadinya
40
penyakit. Secara kasar, unsur lingkungan dapat dibedakan menjadi dua tipe.
Pertama, lingkungan yang terbentuk karena aktivitas manusia, misalnya: budaya,
sosial, dan faktor perilaku. Kedua, lingkungan yang mengacu pada background,
yang meliputi pengaruh secara fisik (misal: sinar matahari, iklim) maupun
biologis (misal: parasit, infeksi).
Berdasarkan hasil penelitian mayoritas menunjukkan persentase responden
yang tingkat pendidikannya Perguruan Tinggi, SMP, dan SMA yang
berpartisipasi dalam upaya mengatasi masalah mastitis lebih besar dibandingkan
responden yang tamat SD. Hal menunjukan bahwa pendidikan mempengaruhi
responden dalam upaya mengatasi masalah mastitis di masyarakat. Dimana
dengan pendidikan tersebut responden sudah lebih baik dalam mengambil
keputusan, membuat tujuan, dan mengatasi masalah apabila terjadinya mastitis di
masyarakat.
Dapat diasumsikan bahwa responden sudah memanfaatkan fasilitas-
fasilitas yang diperlukan sebagai upaya mengatasi masalah mastitis dimana
responden sudah lebih aktif mengunjungi fasilitas kesehatan ketika mengalami
mastitis dan lebih aktif mencari tahu cara pencegahan mastitis melalui media
cetak dan elektronik.
4.5.3 Hubungan Pekerjaan Ibu Nifas Yang Mempengaruhi Mastitis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan responden
kategori bekerja Terhadap yang mengetahui Mastitis sebanyak 10 (50.0%)
responden, sedangkan ibu nifas yang tidak bekerja terhadap yang mengetahui
mastitis sebanyak 24 (85.7%), hasil uji chi square terdapat hubungan antara
pekerjaan responden terhadap mastitis Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot
41
Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat, dengan nilai p = 0.011
< dari α (0,05), dimana responden dengan pekerjaan ibu nifas kategori bekerja
yang mengetahui mastitis 0.167 kali lebih besar dibandingkan responden yang
tidak mengetahui mastitis. Artinya bahwa responden yang memiliki pekerjaan
yang bagus lebih memahami tentang masalah mastits dan pencegahannya yang
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, hal ini didukung oleh petugas
kesehatan yang memberikan informasi kesehatan tentang mastitis di pelayanan
kesehatan sehingga masyarakat lebih memehami tentang masalah kesehatan yang
terjadi di masyarakat dan menerapkan di berbagai institusi-institusi pemerintahan.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2012). Pekerjaan
adalah sesuatu yang dilakukan oleh Ibu untuk tujuan tertentu yang dilakukan
dengan cara yang baik dan benar, yang dapat berpeluang mengubah prilaku
kesehatan yang dilihat dari jenis pekerjaan responden yang mendukung
terbentuknya prilaku pencegahan berbagai penyakit. manusia pada hakekatnya
perlu bekerja untuk mempertahankan hidupnya. Dengan bekerja seseorang Ibu
akan mendapatkan uang. Uang yang diperoleh dari hasil bekerja tersebut
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, uang tersebut harus
berasal dari hasil kerja yang halal, bekerja yang halal adalah bekerja dengan cara-
cara yang baik dan benar. (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian, Sulistya, S, (2009) tentang
Hubungan Karekteristik Ibu Nifas Terhadap Mastitis Di Tatanan Rumah Tangga
Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, bahwa pekerjaan
sangat berpengaruh pada pencegahan suatu masalah kesehatan pada manusia,
karena semakin banyak penghasilan kepala keluarga maka semakin tercukupi pula
42
kebutuhan keluarga dari berbagai macam kebutuhan, dan harus di dukung pula
dengan pengetahuan yang tinggi dalam pencegahan masalah kesehatan manusia
dalam meningkatkan derajat kesehatan di indonesia.
Dalam penelitian ini mayoritas pekerjaan responden yaitu IRT sebanyak
58,33%, Wiraswasta sebanyak 29,16%, dan PNS sebanyak 12,5%. Dimana
pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang rentang kurangnya mendapat
informasi kesehatan. Hal ini diperlukan partisipasi petugas kesehatan dalam
memberikan penyuluhan dan pelayanan yang baik kepada masyarakat, sehingga
masyarakat akan ikut mengkondisikan dirinya dalam posisi yang memerlukan dan
merasa penting ikut berpertisipasi dalam melakukan pencegahan mastitis.
Dapat diasumsikan bahwa satu cara untuk memutuskan rantai terjadinya
masalah kesehatan pada penyakit mastitis adalah dengan cara melakukan
pencegahan dini, dan selalu mencari informasi pada petugas kesehatan, dan dari
petugas kesehatan yang harus memberikan penyuluhan kesehatan pada
masyarakat sehingga derajar kesehatan masyarakat dapat meningkat Untuk
terlaksananya kegiatan tersebut dibutuhkan tenaga kesehatan yang memiliki
kemampuan melakukan pemeriksaan dan memiliki keterampilan dalam
memberikan pendidikan kesehatan bagi responden, sehingga responden dapat
mengerti dan berusaha untuk melakukan upaya pencegahan mastitis.
4.5.4 Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Yang Mempengaruhi Mastitis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan responden
kategori baik Terhadap yang mengetahui Mastitis sebanyak 29 (82.9%)
responden, sedangkan ibu nifas yang berpengetahuan responden kurang baik
terhadap yang mengetahui mastitis sebanyak 5 (38.5%), hasil uji chi square
43
terdapat hubungan antara pengetahuan responden terhadap mastitis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat,
dengan nilai p = 0.005 < dari α (0,05), dimana responden dengan pengetahuan ibu
nifas kategori baik yang mengetahui mastitis 7.733 kali lebih besar dibandingkan
responden yang tidak mengetahui mastitis. Artinya bahwa responden yang
memiliki pengetahuan yang baik dapat berprilaku yang baik pula, dalam
pencegahan penyakit mastitis, dengan kemandirian masyarakat dengan
mengutamakan pengetahuan tentang mastitis terhadap masalah kesehatan lainnya
dapat berperluang meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan responden atau ibu nifas Di
Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng tentang mastitis memiliki
pengetahuan yang baik, hal ini disebabkan adanya partisipasi masyarakat dalam
memcari informasi-informasi masalah kesehatan sehingga pengetahuan
masyarakat meningkat Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng, dan diikuti
dari petugas kesehatan yang memberikan penyuluhan kesehatan kemasyarakat
desa dengan baik.
Penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Elisabeth (2007), tentang
Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Terhadap Mastitis Di Tatanan Desa Danau
Melinjau Kabupaten Binjai Utara Tahun 2007, yang menyatakan bahwa
pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap kejadian mastitis. Ini menentukan
bahwa pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam
berkelakuan kesehatan yang baik.
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
44
melalui panca indera manusia, yakni : indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku seseorang ( Notoatmodjo, 2012).
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ini yang mengingat kembali
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari/ransangan yang
telah diterima ( Notoatmodjo, 2003).
Dapat diasumsikan bahwa pengetahuan masyarakat meningkat karena
adanya fasilitas kesehatan dan penyuluhan kesehatan dari petugas kesehatan, dan
adanya keingintahuan dari masyarakat dalam mencari informasi kesehatan, karena
dalam meningkatkan kesehatan masyarakat perlu pula ditingkatkan pengetahuan
tentang masalah kesehatan.
4.5.5 Hubungan Sosial Budaya Ibu Nifas Yang Mempengaruhi Mastitis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas Sosial Budaya responden
kategori baik Terhadap yang mengetahui Mastitis sebanyak 25 (83.3%)
responden, sedangkan ibu nifas yang bersosial budaya responden kurang baik
terhadap yang mengetahui mastitis sebanyak 9 (50.0%), hasil uji chi square
terdapat hubungan antara sosial budaya responden terhadap mastitis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat,
dengan nilai p = 0.022 < dari α (0,05), dimana responden dengan sosial budaya
ibu nifas kategori baik yang mengetahui mastitis 5.000 kali lebih besar
dibandingkan responden yang tidak mengetahui mastitis. Artinya bahwa Sosial
Budaya sangat diperlukan untuk membantu mengurangi masalah kesehatan
45
khususnya masalah mastitis pa ibu nifas dengan menerapkan berbagai budaya di
masyarakat dalam mencegah terjadinya mastitis, sehingga menunkan angka
kesakitan pada ibu nifas pada masalah mastitis.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2007). Mengatakan
bahwa kebudayaan setempat/seseorang dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu
masalah yang berkaitan dengan kesehatan pada manusia.
Penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Elisabeth (2007), tentang
Hubungan Sosial Budaya Ibu Nifas Terhadap Mastitis Di Tatanan Desa Danau
Melinjau Kabupaten Binjai Utara Tahun 2007, yang menyatakan bahwa Soaial
Budaya mempunyai pengaruh terhadap kejadian mastitis.
Berdasarkan hasil penelitian mayoritas menunjukkan persentase responden
di social budaya masyarakat memiliki social budaya yang baik. Hal menunjukan
masyarakat lebih menepkan social budaya kesehatan dengan baik dalam
mengatasi masalah kesehatan, dimana dengan menerapkan sosial budaya
kesehatan dapat menurunkan angka kesakitan dan meningkatkan derajat kesehatan
secara merata.
Dapat diasumsikan bahwa responden perlu menerapkan budaya yang
meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat dan didukung oleh sarana dan
prasarana yang memadai seperti adanya penyuluhan dari tenaga kesehatan tentang
budaya kesehatan yang dapat meningkatkan kesehatan responden.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 5 - 10 Mai
2014 terhadap 48 responden Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014, maka diperoleh hasil
sebagai berikut:
1. Umur ibu tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap Mastitis
Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat dengan nilai p value=1.000 > dari α (0.05).
2. Pendidikan ibu mempunyai hubungan yang signifikan terhadap Mastitis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat dengan nilai p value=0.034 < dari α (0.05).
3. Pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang signifikan terhadap Mastitis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat dengan nilai p value=0.011 < dari α (0.05).
4. Pengetahuan ibu mempunyai hubungan yang signifikan terhadap Mastitis
Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat dengan nilai p value=0.005 < dari α (0.05).
5. Sosial Budaya ibu mempunyai hubungan yang signifikan terhadap Mastitis
Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat dengan nilai p value=0.022 < dari α (0.05).
47
5.2 SARAN
Dalam mencegah terjadinya mastitis pada ibu nifas maka perlu
ditingkatkan berbagai faktor/karakteristik ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot
Seumeureng Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014, antara
lain:
1. Kepada Praktisi, Perlu Peningkatan pemahaman pencegahan masalah
mastitis pada masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureng
sehingga angka kesakitan pada ibu nifas dapat berkurang.
2. Bagi Kalangan Fakultas, diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
dan perbaikan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan
bahan masukan diperpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat.
3. Bagi Peneliti selanjutnya, berkenaan dengan kepentingan ilmiah, bagi
peneliti selanjutnya yang tertarik dengan permasalahan yang sama,
diharapkan mengkaji masalah ini dengan jangkauan yang lebih luas
dengan menambah variabel lain yang belum terungkap dalam penelitian
ini sehingga mampu memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap
kajian penelitian mendatang di Fakultas, dan untuk menambah wawasan
peneliti tentang Pencegahan Mastitis pada ibu nifas.