hubungan dukungan sosial pelatih dengan kecemasan...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL PELATIH DENGAN KECEMASAN
BERTANDING PADA MAHASISWA YANG TERGABUNG DALAM KBM
BOLA BASKET DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
Oleh
YUNIKE RAHARJO
802007019
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL PELATIH DENGAN KECEMASAN
BERTANDING PADA MAHASISWA YANG TERGABUNG DALAM KBM BOLA
BASKET DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
Yunike Raharjo
Ratriana Y. E. Kusumiati
Krismi D. Ambarwati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
i
ABSTRAK
Dukungan yang diberikan oleh pelatih menjadi berpengaruh dalam penampilan
seseorang dalam bertanding. Tidak dapat disangkal bahwa dukungan dari pelatih
merupakan salah satu faktor yang penting dalam bola basket karena hal tersebut dapat
mengurangi kecemasan mahasiswa pada saat bertanding. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan dukungan sosial pelatih dengan kecemasan
bertanding pada mahasiswa yang tergabung dalam KBM bola basket di Universitas
Kristen Satya Wacana, Salatiga. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
ada hubungan yang negatif dan signifikan antara dukungan sosial pelatih dengan
kecemasan bertanding. Subyek penelitian adalah mahasiswa yang tergabung dalam
KBM bola basket di UKSW yang berjumlah 60 mahasiswa dan didapatkan dengan
menggunakan teknik sampling jenuh. Variabel-variabel penelitian diukur dengan
menggunakan skala dukungan sosial yang dibuat berdasarkan penelitian dari House
(1981), terdiri dari 23 item dan skala kecemasan bertanding oleh Cox (2002), terdiri dari
16 item. Hasil penelitian dihitung dengan menggunakan teknik korelasi pearson.
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh koefisien korelasi dengan r = -0,245 dan p =
0,030 (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara
dukungan sosial pelatih dengan kecemasan bertanding.
Kata kunci : dukungan sosial pelatih, kecemasan bertanding, mahasiswa yang
tergabung dalam KBM bola basket
ii
ABSTRACT
The support shown by the coach in a basketball game has an effect toward the
performance of a person during the match. It is undeniable that this kind of support is
the most important thing in basketball game because it reduces the anxiety of the
player. The purpose of this study is to know the relation between the coach’s social
support and the anxiety during basketball match on Satya Wacana Christian University
basketball team. The hypothesis in this study concludes that there is a negative and
significant relation between the coach’s social support and anxiety during a match. The
study is conducted toward 60 students who is member of SWCU basketball team, using
Saturation technique. The variables are determined using the social support scale based
on House’s research (1981) which consists of 23 items and Cox’s anxiety during a
match scale (2002), which consists of 16 items. The result of the study is estimated using
Pearson’s correlation technique. The result shows coefficient correlation r = -0,245
dan p = 0,030 (p < 0,05) which is means that there is a negative and significant relation
between the coach’s social support and the anxiety during a match.
Key words: Coach’s social support, anxiety during a match, students who is member
of Satya Wacana Christian University basketball team
1
PENDAHULUAN
Olahraga adalah aktivitas untuk melatih tubuh seseorang, tidak hanya secara
jasmani tetapi juga secara rohani. Selain itu, olahraga merupakan aktivitas yang sangat
penting untuk memertahankan kebugaran seseorang. Olahraga juga merupakan salah
satu metode penting untuk mereduksi stres dan merupakan suatu perilaku aktif yang
menggiatkan metabolisme dan memengaruhi fungsi kelenjar di dalam tubuh untuk
memproduksi sistem kekebalan tubuh dalam upaya memertahankan tubuh dari
gangguan penyakit serta stres. Salah satu olahraga yang dapat menjaga kesehatan tubuh
adalah olahraga bola basket, dalam olahraga ini mengkombinasikan berbagai gerakan,
baik kaki dan tangan, memungkinkan individu untuk melatih otot seluruh tubuh dan
pernapasan (Melinda, 2012).
Bola basket adalah olahraga bola berkelompok yang terdiri atas dua tim
beranggotakan masing-masing lima orang yang saling bertanding mencetak poin dengan
memasukkan bola ke dalam keranjang lawan. Bola basket adalah salah satu olahraga
yang paling digemari oleh penduduk Amerika Serikat dan penduduk di belahan bumi
lainnya, antara lain di Amerika Selatan, Eropa Selatan, Lithuania, dan juga di Indonesia
(Afif, 2007). Awal mula masuknya basket bersamaan dengan kedatangan pedagang dari
Cina menjelang kemerdekaan. Tepatnya, sejak 1894, bola basket sudah dimainkan
orang-orang Cina di Provinsi Tientsien dan kemudian menjalar ke seluruh daratan Cina.
Mereka yang berdagang ke Indonesia adalah kelompok menengah kaya yang memilih
olahraga dari Amerika itu sebagai identitas kelompok Cina modern. Masuknya basket
ke Indonesia diperkuat fakta menjelang dan pada awal kemerdekaan klub-klub bola
basket di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, DI
Yogyakarta, dan Surabaya sebagian besar tumbuh dari sekolah-sekolah Cina (Ipank,
2
2011). Di Indonesia, permainan bola basket mengalami perkembangan pada tahun 1948
ketika Negara Indonesia menggelar PON I di Solo, bola basket sudah menjadi salah satu
cabang olahraga yang dipertandingkan. Hal ini membuktikan bahwa basket dengan
cepat memasyarakat dan secara resmi diakui oleh negara.
Prestasi olahraga sangat ditentukan oleh penampilan (performance) atlet dalam
suatu kompetisi. Harsono (dalam Gunarsa, 1996) mengungkapkan bahwa penampilan
puncak seorang atlet 80% dipengaruhi oleh aspek mental dan hanya 20% dipengaruhi
oleh aspek yang lainnya, sehingga aspek mental ini harus dikelola dengan sengaja,
sistematik dan berencana. Akan tetapi, di Indonesia aspek psikologis belum banyak
dipelajari dan diteliti sedangkan aspek fisik atlet telah banyak dipelajari (Hartanti,
Yuwanto L, Pambudi I, Zaenal T, dan Lasmono H, 2004). Aspek psikologis bersifat
abstrak yang tidak dapat diraba, tidak tampak oleh mata manusia seperti panik, tegang,
bingung, tidak bisa berkonsentrasi. Salah satu aspek psikologis yang terjadi pada atlet
adalah kecemasan (Ipank, 2011). Perasaan cemas dapat terjadi pada atlet pada waktu
menghadapi keadaan tertentu, misalnya dalam menghadapi kompetisi yang memakan
waktu panjang dan atlet tersebut mengalami kekalahan terus-menerus (Ardina, 2012).
Anshel (dalam Satidarma, 2000) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu reaksi
emosi terhadap suatu kondisi yang dipersepsi mengancam. Lebih lanjut, Anshel
menjelaskan bahwa di dalam olahraga, kecemasan menggambarkan perasaan atlet
bahwa sesuatu yang tidak dikehendaki akan terjadi, meliputi tampil buruk, lawannya
yang dipandang superior akan mengalami kekalahan, dan akan dicemoohkan teman
apabila mengalami kekalahan. Kondisi ini akan menimbulkan kecemasan yang akan
memberikan dampak tidak menguntungkan pada atlet.
3
Rasa cemas yang muncul dalam menghadapi pertandingan dikenal dengan
kecemasan bertanding (Sudrajat, 1995). Kecemasan bertanding adalah penilaian negatif
seorang atlet terhadap situasi pertandingan (Gould, 1995). Kecemasan dalam turnamen
akan mengakibatkan tekanan emosi yang berlebihan yang dapat mengganggu
penampilan dan pelaksanaan pertandingan (Gunarsa, 2008). Cox (2002)
mengungkapkan bahwa kecemasan menghadapi turnamen merupakan keadaan distress
yang dialami oleh seorang atlet, yaitu sebagai suatu kondisi emosi negatif yang
meningkat sejalan dengan seorang atlet menginterpretasi dan menilai situasi
pertandingan. Persepsi atau tanggapan atlet dalam menilai situasi dan kondisi pada
waktu menghadapi pertandingan, baik jauh sebelum pertandingan atau mendekati
pertandingan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. Apabila atlet menganggap situasi
dan kondisi pertandingan tersebut sebagai sesuatu yang mengancam, maka atlet tersebut
akan merasa tegang dan mengalami kecemasan.
Cox (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa kecemasan sebagai state anxiety
memiliki dua komponen, yaitu komponen kognitif (cognitif anxiety) dan komponen
somatik (somatic anxiety). Cognitif anxiety merupakan komponen mental, yaitu
munculnya kecemasan disebabkan karena adanya suatu ketakutan terhadap penilaian
sosial yang negatif, ketakutan akan kegagalan dan kehilangan harga diri. Somatic
anxiety merupakan komponen fisik dan mencerminkan respon-respon fisiologis, seperti
peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan dan ketegangan otot-otot.
Kejadian–kejadian yang penting dalam menghadapi, saat, dan akhir
pertandingan dalam olahraga sangat dipengaruhi oleh tingkat kecemasan dari pemain,
pelatih, wasit maupun penonton. Selain itu, kecemasan diakibatkan karena sebelum
pertandingan dan saat pertandingan, hal tersebut terjadi karena adanya tekanan-tekanan
4
secara psikologis pada saat bermain dan sifat kompetisi olahraga di dalamnya tidak
cocok dengan perubahan dari keadaan permainan. Kecemasan juga mengakibatkan
terganggunya kemampuan individu atau tim dalam mengeluarkan segala kemampuan
fisik yang dimilikinya. Dengan kecemasan yang dialaminya mengakibatkan
menurunnya penampilan yang pada akhirnya membuat kegagalan dalam pertandingan
olahraga (Rizki, 2012).
Wirawan (1999) melaporkan hasil penelitian Warren dan Johnson pada tahun
1991, bahwa luapan emosi yang kuat sebelum pertandingan dalam bentuk rasa cemas
bukan merupakan faktor utama pada pesepakbola Amerika Serikat, tetapi ada indikasi
yang kuat bahwa faktor tersebut merupakan sesuatu yang penting dan serius dalam
gulat. Penelitian yang dilakukan olah Farida (2011) menunjukkan bahwa ketiga subjek
pemain basket mengalami kecemasan pada saat menghadapi pertandingan Nasional.
Ketiga subjek pemain basket menganggap suatu pertandingan sebagai sesuatu yang
sangat penting. Oleh karena itu ketiga subjek selalu merasakan berbagai macam hal,
seperti cemas, jantung berbebar-debar, gugup, senang, khawatir dan tegang pada suatu
pertandingan. Gejala-gejala yang muncul adalah berkeringat berlebihan, tidak mampu
rileks dan adanya gerakan anggota tubuh dengan intensitas dan frekuensi berlebihan,
hilangnya konsentrasi serta bertambahnya emosi yang dapat membuat permainan
menjadi buruk.
Pada situasi kompetisi, kecemasan yang harus ada sebelum bertanding adalah
kecemasan dalam batas normal, yaitu sebagai suatu kesiapan mental atlet untuk
menghadapi pertandingan. Apabila atlet dihinggapi rasa cemas yang tinggi dalam
menghadapi pertandingan maka strategi, taktik dan teknik yang telah dipersiapkan
dengan baik sebelum pertandingan, tidak akan bermanfaat lagi untuk menghasilkan
5
suatu penampilan yang baik. Pentingnya untuk memerhatikan tingkat kecemasan
bertanding atlet adalah apabila atlet dihinggapi dengan kecemasan yang tinggi, atlet
kesulitan dalam mengontrol gerakannya. Akhirnya, akan berpengaruh terhadap
penampilannya (Putri, 2007).
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa situasi pertandingan merupakan tekanan yang
besar bagi atlet. Bagi seorang atlet tim prestasi, pertandingan atau kompetisi olahraga
merupakan situasi yang membangkitkan kecenderungan kompetitif, tetapi di lain pihak
juga membangkitkan motif untuk menghindar kegagalan yang dicerminkan melalui rasa
cemasnya menghadapi pertandingan atau kecemasan bertanding (Sudradjat, 1995).
Hasil studi lain menunjukkan bahwa kecemasan meningkat ketika persentase
kemungkinan menang menurun (Cratty, 1973). Penelitian Dian (2011) menunjukkan
bahwa semakin cemas seorang atlet menghadapi pertandingan, maka performa semakin
menurun.
Pate et al (1993) mengatakan bahwa sumber kecemasan yang utama bagi atlet
adalah pelatih, karena pelatih merupakan sumber utama pujian dan hukuman serta
pelatih dapat mendorong atlet dan menimbulkan kepercayaan diri pada atletnya atau
pelatih bisa menghancurkan kepercayaan diri dari atletnya. Anshel (1997) menjelaskan
bahwa pelatih harus waspada akan hal-hal yang disampaikan pada atletnya, karena atlet
cenderung akan mencamkan yang diutarakan oleh pelatihnya. Hal yang diutarakan
pelatih pada atlet dipandang sebagai prinsip oleh atlet, dan atlet cenderung berupaya
untuk mentaatinya. Demikian pula ekspresi emosi pelatih terhadap atletnya akan banyak
berpengaruh terhadap perilaku atlet.
Kecemasan yang dialami oleh pelatih menjelang pertandingan juga dapat
memengaruhi atlet untuk makin cemas dalam bertanding. Lontaran ucapan pelatih yang
6
kurang layak dapat dirasakan sangat menyakitkan oleh atlet sehingga dapat memberikan
pengaruh negatif pada atlet dalam berlatih maupun bertanding (Putri, 2007)
Selanjutnya, Pate et al (1993) menambahkan bahwa kecemasan juga akan muncul
apabila atlet tersebut bertanding dengan pelatih yang tidak memercayainya. Penjelasan
ini menunjukkan bahwa pelatih juga bisa sebagai sumber tekanan dan bisa merupakan
sumber dukungan dan motivator bagi atletnya dalam meningkatkan kepercayaan diri
atlet untuk menghadapi pertandingan. Tuntutan pelatih yang menekan atletnya untuk
mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai atlet atau di luar kemampuannya serta pelatih
yang tidak memercayainya dapat dihindari, dalam hal ini pelatih memberikan dukungan
dan dorongan akan dapat diperoleh oleh atlet.
Beberapa penelitian di luar negeri telah dilakukan untuk menemukan kaitan
antar kecemasan bertanding seorang atlet dengan dukungan sosial pelatih, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Scanlan et al pada tahun 1991 dan Gould et al pada 1993
(Woodman & Hardy dalam Singer et al, 2001). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa sumber kecemasan bertanding pada atlet adalah permasalahan kesiapan dan
penampilan, permasalahan hubungan interpersonal atlet dengan pelatih dan teman tim,
keterbatasan finansial dan waktu, prosedur seleksi dan kurangnya dukungan sosial.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2007) adalah ada hubungan negatif yang
signifikan antara intimasi pelatih-atlet dengan kecemasan bertanding, kondisi ini
menunjukkan bahwa semakin baik intimasi pelatih atlet maka semakin rendah tingkat
kecemasan bertanding atlet, sebaliknya semakin buruk intimasi pelatih-atlet maka
semakin tinggi tingkat kecemasan bertanding atlet. Intimasi pelatih-atlet memberikan
kesempatan pada atlet untuk mengungkapkan ketakutan dan kecemasannya dalam
menghadapi pertandingan, memberikan perasaan nyaman dan tenang dalam
7
menghadapi pertandingan, membantu atlet dalam memperoleh dukungan sosial,
menciptakan peran pelatih sebagai motivator dan fasilitator bagi atlet dan bukan sebagai
tekanan pertandingan. Kesediaan pelatih empati untuk mendengarkan keluhan dan
ungkapan perasaan serta memberikan respon merupakan dukungan sosial dan dorongan
bagi atlet. Dukungan, dorongan serta nasehat-nasehat akan memberikan perasaan
nyaman dan tenang kepada atlet. Akhirnya, atlet akan lebih percaya diri dan tenang
untuk menghadapi pertandingan (Pate at al, 1993).
Menurut Baron dan Byrne (2005) dukungan sosial merupakan kenyamanan
seseorang secara fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman atau anggota keluarga.
Dukungan sosial juga dapat dinyatakan sebagai adanya perasaan nyaman, kepedulian
dan penghargaan atau bantuan yang didapatkan seseorang dari orang lain atau kelompok
(Uchino dalam Sarafino & Smith, 2011). Gottlieb (dalam Smet, 1994) mengartikan
dukungan sosial sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata
atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang terdekat subjek di dalam lingkungan
sosialnya atau yang berupa kehadiran dalam hal-hal yang dapat memberikan
keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Johnson and
Johnson (dalam Mazbow, 2009) menjelaskan bahwa dukungan sosial juga dimaksudkan
sebagai keberadaan dan kesediaan orang-orang yang berarti, yang dapat dipercaya untuk
membantu, mendorong, menerima, dan menjaga individu.
Dukungan sosial pelatih terhadap atlet memiliki arti penting dalam
memengaruhi tingkat kecemasan bertanding pada atlet karena dapat mereduksi
kecemasan dalam menghadapi pertandingan sehingga atlet dapat memberikan
performance yang baik. Pate et al (1993) mengatakan bahwa atlet yang mau berbagi
perasaan, keyakinan, nilai dan tingkah lakunya dengan pelatih, maka mendapat
8
dukungan dan dorongan dari pelatih, yang akhirnya dapat membuat atlet merasa lebih
tenang dan percaya diri untuk bertanding. Harsono (dalam Gunarsa, 2000) menjelaskan
bahwa apabila atlet memiliki hubungan personal dengan pelatih maka atlet akan
mengharapkan kehadiran pelatih selama bertanding, karena dengan kehadiran pelatih,
seorang atlet mendapat dukungan. Dukungan emosional dari pelatih dapat membuat
atlet merasa mampu menghadapi dan mengatasi situasi-situasi penting.
Gunarsa (1996) menjelaskan bahwa pelatih selalu memberikan nasihat dan
dukungan yang sangat dibutuhkan seorang atlet untuk membangun semangat. Atlet juga
sangat membutuhkan motivasi dari pelatih hal ini akan membangun mental seorang atlet
agar dapat bermain baik dalam pertandingan nantinya. Tanpa dukungan dari pelatih,
atlet tidak akan memiliki mental yang kuat. Adanya sikap positif dari pelatih dan atlet
maka akan memunculkan suasana yang positif. Dengan terciptanya suasana yang
positif, akan tercipta pula suasana yang nyaman dan mempengaruhi keadaan psikologis
keduanya. Dukungan sosial pelatih adalah dukungan sosial sebagai tingkat persepsi
seseorang terhadap intensitas dukungan sosial yang diterimanya dari pelatih yang
memberikan kenyamanan baik secara fisik maupun psikologis, perhatian, penghargaan,
ataupun bantuan yang diterima individu dari pelatih. Dukungan sosial dari pelatih
sangat dibutuhkan oleh atlet karena dengan adanya dukungan sosial dari pelatih akan
membangun mental seorang atlet agar dapat bermain baik dalam pertandingan. Aspek-
aspek dukungan sosial menurut House (1981) terdapat empat aspek, yaitu dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informative.
Dalam penelitian ini yang akan menjadi subyek penelitian adalah mahasiswa
yang tergabung dalam KBM bola basket di Universitas Kristen Satya Wacana.
Fenomena yang terjadi di kalangan mahasiswa yang tergabung dalam KBM bola basket
9
di UKSW adalah kecemasan menjelang dan pada saat pertandingan ini juga dialami
oleh KBM (Kegiatan Bakat Minat) bola basket di UKSW. Keadaan psikologis yang
dimiliki berbeda tiap mahasiswa, terutama kecemasan yang dialami berbeda-beda
karena terdapat mahasiswa yang sudah mempunyai pengalaman dalam bertanding dan
belum mempunyai pengalaman bertanding. Kecemasan muncul pada saat menghadapi
pertandingan yang levelnya cukup tinggi. Level kompetisi yang dihadapi adalah level
rayon, level tersebut juga yang membuat mahasiswa menjadi cemas menghadapi
pertandingan karena dalam pertandingan tersebut lawan yang mereka hadapi sulit dan
umumnya sudah banyak pengalaman. Saat mahasiswa menghadapi kecemasan tersebut,
pelatih memberi dukungan sosial (motivasi dan nasehat-nasehat yang positif) dan
memberi semangat kepada mahasiswanya agar tetap bermain bagus. Setelah pelatih
memberi dukungan pada mahasiswanya, penampilan saat bertanding menjadi lebih baik
dari sebelum diberikan dukungan. Menurut wawancara yang dilakukan tanggal 1 Juli
2013 pada mahasiswa yang mengikuti pertandingan, mahasiswa yang mengalami
kecemasan saat bertanding, seperti tidak fokus dan jantung berdebar kemudian diberi
dukungan dari pelatih seperti motivasi dan nasehat-nasehat, kecemasan yang dialami
mahasiswa menjadi berkurang.
Pentingnya dukungan sosial pelatih dapat dilihat dari penyataan Ludwig
berdasarkan wawancara tanggal 23 April salah satu mahasiswa yang tergabung dalam
KBM bola basket UKSW yang merasakan jantung berdebar saat akan memasuki arena
pertandingan, membayangkan lawan yang akan dihadapi, membayangkan bagaimana
hasil yang akan diperoleh. Hal yang paling ditakutkannya dalam bertanding adalah
cedera fisik, karena basket adalah olahraga yang cukup rentan akan cedera fisik.
Beberapa hari saat sebelum bertanding ada beberapa mahasiswa yang mengeluhkan
10
tidak siap dan mengeluh merasa cemas untuk menghadapi pertandingan, tetapi karena
pelatih yang memberikan dukungan berupa nasehat-nasehat, membuat dirinya kembali
percaya diri untuk bertanding. Berbeda dengan penjelasan Ludwig, penelitian
Setiyawan (2010) menemukan tidak ada hubungan antara peran dukungan sosial dengan
tingkat kecemasan sebelum bertanding pada atlet loncat indah. Kemudian dari hasil
penelitian Afif (2007) ditemukan bahwa dukungan sosial pelatih tidak secara langsung
memengaruhi tingkat kecemasan dan performa atlet bola basket SMUN 4 Malang.
Berdasarkan uraian di atas yang telah dikemukakan maka penulis ingin meneliti
lebih lanjut tentang hubungan dukungan sosial pelatih dengan dengan kecemasan
bertanding pada mahasiswa yang tergabung dalam KBM bola basket di UKSW.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, yang
menurut Sugiyono (2012) dikatakan metode kuantitatif karena data penelitian berupa
angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Dalam penelitian ini terdapat dua
variabel utama yaitu dukungan sosial pelatih sebagai variabel independen dan
kecemasan bertanding sebagai variabel dependen. Hubungan antara dua variabel akan
diteliti.
Partisipan
Pada penelitian ini jumlah partisipan sebanyak 60 orang mahasiswa yang
tergabugng dalam KBM bola basket di UKSW. Dalam penelitian ini teknik
11
pengambilan sampel yang digunakan untuk menentukan subyek penelitian adalah
Sampling jenuh. Jenuh yaitu penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil. (Azwar,
2003).
Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini digunakan skala dukungan sosial pelatih yang diadopsi dari
penelitian House (1981) dan skala kecemasan bertanding diadopsi dari penelitian Cox
(2002).
Skala Kecemasan Bertanding
Item skala kecemasan bertanding tetap berjumlah 16 item pernyataan karena
tidak ada item yang gugur. Validitas tersebut bergerak dari 0,405 – 0,657. Menurut
Azwar (2012), validitas yang bergerak dari ≥ 0,25 dianggap memuaskan. Sedangkan,
untuk reliabilitas kecemasan bertanding diukur dengan mengunakan teknik Alpha
Cronbach dari 16 item valid adalah 0,881 yang berarti skala kecemasan bertanding
memiliki tingkat reliabilitas dengan kategori baik.
Skala Dukungan Sosial Pelatih
Item skala dukungan sosial pelatih sebelumnya berjumlah 36 item berkurang
menjadi 23 item pernyataan. Validitas tersebut bergerak dari 0,251 - 0,617. Menurut
Azwar (2012), validitas yang bergerak dari ≥ 0,25 dianggap memuaskan. Sedangkan
reliabilitas dukungan sosial pelatih diukur dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach
dari 23 item valid adalah 0,837 yang berarti skala dukungan sosial pelatih memiliki
tingkat reliabilitas dengan kategori baik.
12
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan untuk menguji dan membuktikan secara
statistik hubungan antara kecemasan bertanding dengan dukungan sosial pelatih adalah
analisis dari pearson yang berfungsi untuk mencari korelasi antara dua variabel
(Sugiyono, 2005). Proses analisis ini akan dilakukan menggunakan bantuan program
SPSS for Window versi 20.0.
HASIL PENELITIAN
Hasil Analisis Deskriptif
Hasil pengukuran deskriptif masing-masing variabel disajikan pada tabel berikut:
Tabel I
Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran Variabel
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DSP 60 49 92 70.35 7.051
KB 60 17 50 37.65 7.929
Valid N (listwise) 60
a. Pengukuran Kecemasan Bertanding
Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel kecemasan
bertanding digunakan 5 kategori, oleh karena jumlah item valid sebanyak 16 item,
banyaknya pilihan jawaban 7 maka skor tertinggi adalah 7 x 16 = 112 dan skor
terendah adalah 1 x 16 = 16. Lebar interval dapat dihitung sebagai berikut:
13
112 – 16
i = = 19,2
5
Dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran frekuensi variabel kecemasan
bertanding dapat dikategorikan sebagai berikut:
Tabel II
Statistik Deskriptif Kategorisasi
Hasil Skala Kecemasan Bertanding
Nilai Kriteria Mean N Presentase
92,8≤ x <112 Sangat Tinggi
37,65
0 0%
73,6≤ x <92,8 Tinggi 0 0%
54,4≤ x <73,6 Sedang 0 0%
35,2 ≤ x <54,4 Rendah 38 63,3%
16 ≤ x <35,2 Sangat Rendah 22 36,7%
Jumlah 60 100%
SD = 7,929 Min = 17 Max = 50
Dari Tabel II dapat dilihat bahwa 0% mahasiswa yang tergabung dalam KBM bola
basket memiliki skor kecemasan bertanding pada kategori sangat tinggi, 0% berada
pada kategori tinggi, 0% berada pada kategori sedang, 63,3% pada kategori rendah
dan hanya 36,7% pada kategori sangat rendah. Secara umum kecemasan bertading
mahasiswa yang tergabung dalam KBM bola basket berada pada kategori rendah
yang ditunjukkan oleh rata-rata sebesar 37,65 yang masuk dalam kategori rendah.
Skor yang diperoleh mahasiswa yang tergabung dalam KBM bola basket bergerak
14
dari skor minimum 17 sampai dengan skor maksimum sebesar 50 dengan standar
deviasi 7,929.
b. Pengukuran Dukungan Sosial Pelatih
Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel dukungan sosial
pelatih digunakan 5 kategori, oleh karena jumlah item valid sebanyak 23 item,
banyaknya pilihan jawaban 4 maka skor tertinggi adalah 4 x 23 = 92 dan skor
terendah adalah 1 x 23 = 23. Lebar interval dapat dihitung sebagai berikut:
92 – 23
i = = 13,8
5
Dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran frekuensi variabel dukungan sosial
pelatih dapat dikategorikan sebagai berikut:
Tabel III
Statistik Deskriptif Kategorisasi
Hasil Skala Dukungan Sosial Pelatih
Nilai Kriteria Mean N Presentase
78,2 ≤ x < 92 Sangat Tinggi
70,35
6 10%
64,4≤ x < 78,2 Tinggi 45 75%
50,6≤ x < 64,4 Sedang 8 13,33%
36,8≤ x < 50,6 Rendah 1 1,67%
13 ≤ x < 36,8 Sangat Rendah 0 0%
Jumlah 60 100%
SD = 7,051 Min = 49 Max = 92
15
Dari Tabel III dapat dilihat bahwa 10% mahasiswa yang tergabung dalam KBM bola
basket memiliki skor duungan sosial pelatih pada kategori sangat tinggi, 75% berada
pada kategori tinggi, 13,33% pada kategori sedang, 1,67% pada kategori rendah dan 0%
pada kategori sangat rendah. Secara umum dukungan sosial pelatih mahasiswa yang
tergabung dalam KBM bola basket berada pada kategori tinggi yang ditunjukkan oleh
rata-rata sebesar 70,35 yang masuk dalam kategori tinggi. Skor yang diperoleh
mahasiswa yang tergabung dalam KBM bola basket bergerak dari skor minimum 49
sampai dengan skor maksimum sebesar 92 dengan standar deviasi 7,051.
Hasil Uji Asumsi
Uji Normalitas
Tabel IV
Hasil Uji Normalitas
Variabel Dukungan Sosial Pelatih dan Kecemasan Bertanding
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
DSP KB
N 60 60
Normal Parametersa,b
Mean 70.35 37.65
Std. Deviation 7.051 7.929
Most Extreme Differences
Absolute .136 .101
Positive .136 .060
Negative -.103 -.101
Kolmogorov-Smirnov Z 1.057 .782
Asymp. Sig. (2-tailed) .214 .574
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
16
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas Kolmogorov
Sminorv. Berdasarkan uji normalitas tersebut, dapat dilihat pada Tabel IV variabel
kecemasan bertanding diperoleh nilai koefisien Kolmogorov sebesar 0,782 dan memiliki
signifikansi sebesar 0,574 (p > 0,05). Oleh karena nilai signifikansi > 0,05 maka
distribusi data kecemasan bertanding berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada
variabel dukungan sosial pelatih. Dapat dilihat pada Tabel IV variabel dukungan sosial
pelatih bahwa pada uji normalitas diperoleh nilai koefisien Kolomogorov sebesar 1,057
dan memiliki signifikansi sebesar 0,214 (p > 0,05) dapat disimpulkan bahwa asumsi
normalitas dalam penelitian ini terpenuhi.
Uji Linearitas
Tabel V
Hasil Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
KB * DSP
Between Groups
(Combined) 1221.567 24 50.899 .716 .802
Linearity 222.901 1 222.901 3.136 .085
Deviation from Linearity 998.665 23 43.420 .611 .891
Within Groups 2488.083 35 71.088
Total 3709.650 59
Dari hasil uji linearitas untuk variabel kepercayaan diri dengan variabel dukungan sosial
pelatih diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,611 dengan signifikansi p = 0,891 (p > 0,050)
17
yang menunjukkan hubungan antara variabel kecemasan bertanding dengan variabel
dukungan sosial pelatih adalah linear.
Uji Korelasi
Hasil korelasi antara kecemasan bertanding dengan dukungan sosial pelatih dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel VI
Hasil Uji Korelasi Kecemasan Bertanding dengan Dukungan Sosial Pelatih
Berdasarkan hasil pengujian hubungan antara variabel kecemasan bertanding dengan
dukungan sosial pelatih, menunjukkan koefisien korelasi r = - 0,245 dengan signifikansi
sebesar 0,030 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan
antara kecemasan bertanding dengan dukungan sosial pelatih.
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian tentang hubungan dukungan sosial pelatih dengan
kecemasan bertanding pada mahasiswa yang tergabung dalam KBM bola basket di
UKSW, didapatkan hasil perhitungan korelasi sebesar r = -0,245 dengan signifikansi
Correlations
DSP KB
DSP
Pearson Correlation 1 -.245*
Sig. (1-tailed) .030
N 60 60
KB
Pearson Correlation -.245* 1
Sig. (1-tailed) .030
N 60 60
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
18
sebesar 0,030 (p<0,05), hal ini menunjukkan adanya hubungan yang negatif dan
signifikan antara dukungan sosial pelatih dengan kecemasan bertanding pada
mahasiswa yang tergabung dalam KBM bola basket di UKSW. Dengan demikian
hipotesis yang diajukan dinyatakan diterima atau H0 = ditolak ; H1 = diterima. Hasil
korelasi tersebut mempunyai makna bahwa semakin tinggi dukungan sosial pelatih yang
diberikan pada mahasiswa yang tergabung dalam KBM bola basket, maka semakin
rendah kecemasan bertanding dan sebaliknya.
Hasil penelitian ini mendukung dengan pendapat yang sudah dikemukakan
sebelumnya oleh Harsono (dalam Gunarsa, 2000) yang menjelaskan bahwa dukungan
emosional pelatih dapat membuat atlet merasa mampu menghadapi dan mengatasi
situasi-situasi penting. Menurut Schwarzer dan Leppin (1990), kecemasan dialami oleh
atlet pada saat tidak hadirnya pelatih yang sangat diharapkan oleh atlet akan
berpengaruh kurang menguntungkan bagi penampilan atlet tersebut. Hal ini dapat
disebabkan karena atlet merasa dirinya tidak memperoleh dukungan pada saat ia
butuhkan. Berdasarkan pernyataan Schwarzer dan Leppin tersebut maka dapat
dikatakan bahwa dukungan sosial pelatih dapat memengaruhi kecemasan atlet saat
bertanding, apabila ada dukungan sosial dari pelatih akan mengurangi kecemasan yang
dialami oleh atlet, sebaliknya jika tidak ada dukungan sosial dari pelatih membuat
kecemasan yang dialami atlet tinggi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Loui (2001)
menyatakan bahwa dukungan sosial berpengaruh terhadap kecemasan pemain
sepakbola.
Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya dukungan sosial pelatih, dan
kecemasan bertanding menjadi salah satu faktornya. Namun jika dilihat dari sumbangan
efektif yang diberikan kecemasan bertanding terhadap dukungan sosial hanya sebesar
19
6% dan sisanya 94% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Seperti yang
dikemukakan juga oleh Gunarsa, (1989) bahwa faktor psikologis menjadi pengarah atau
penggerak atlet untuk menampilkan penampilan yang optimal. Terkadang faktor
psikologis sering kali memegang peranan penting yang memengaruhi penampilan
optimal atlet dalam sebuah pertandingan. Dari faktor tersebut terlihat bahwa faktor
psikologis yang berkaitan erat dengan kecemasan bertanding adalah bagian kecil dari
faktor-faktor yang memengaruhi dukungan sosial pelatih. Selain faktor psikologis
terdapat faktor lain yaitu faktor fisik dan faktor penguasaan teknik.
Kecemasan bertanding merupakan reaksi emosi terhadap suatu kondisi yang
mengancam. Rasa cemas yang muncul dalam menghadapi pertandingan dikenal dengan
kecemasan bertanding (Sudrajat, 1995). Kecemasan bertanding adalah penilaian negatif
seorang atlet terhadap situasi pertandingan (Gould, 1995). Kecemasan dalam turnamen
akan mengakibatkan tekanan emosi yang berlebihan yang dapat mengganggu
penampilan dan pelaksanaan pertandingan (Gunarsa, 2008). Cox (2002)
mengungkapkan bahwa kecemasan menghadapi turnamen merupakan keadaan distress
yang dialami oleh seorang atlet, yaitu sebagai suatu kondisi emosi negatif yang
meningkat sejalan dengan seorang atlet menginterpretasi dan menilai situasi
pertandingan. Keterkaitan antara dukungan sosial pelatih dengan kecemasan bertanding
atlet juga tampak dalam pernyataan Schwarzer dan Leppin (1990), kecemasan dialami
oleh atlet pada saat tidak hadirnya pelatih yang sangat diharapkan oleh atlet akan
berpengaruh kurang menguntungkan bagi penampilan atlet tersebut. Dari pernyataan
Schwarzer dan Leppin dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial pelatih dapat
memengaruhi kecemasan atlet saat bertanding.
20
Dari hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini diketahui dukungan sosial
pelatih memiliki skor 10% pada kategori sangat tinggi, 75% berada pada kategori tinggi,
13,33% pada kategori sedang, 1% pada kategori rendah dan hanya 0% pada kategori
sangat rendah. Sedangkan kecemasan bertanding sebesar 0% pada kategori sangat
tinggi, 0% berada pada kategori tinggi, 0% pada kategori sedang, 63,3% pada kategori
rendah dan 36,7% pada kategori sangat rendah. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat
bahwa sebanyak 75 (75%) mahasiswa memiliki dukungan sosial pelatih dalam kategori
tinggi dan sebanyak 36,7 (36,7%) mahasiswa memiliki kecemasan dalam kategori
rendah. Dukungan sosial pelatih yang diberikan di KBM bola basket UKSW pada saat
mahasiswa bertanding karena mahasiswa merasa kelelahan yang membuat
penampilannya buruk kemudian di ganti dengan mahasiswa lain. Dukungan juga
diberikan saat pelatih merasa mahasiswa sedang dalam masalah kemudian pelatih
menanyakan dan memberi solusi atau saran untuk menyelesaikan masalah agar
mahasiswa tersebut dapat bermain baik. Pelatih memberi dukungan saat mahasiswa
cedera pada saat bertanding agar tidak cemas karena cedera, dan pelatih terbuka dengan
semua mahasiswa misalnya mendengarkan keluhan-keluhan dari mahasiswa.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian hubungan antara dukungan sosial pelatih dengan
kecemasan bertanding diperoleh r = -0,245 dengan signinfikansi 0,030 (p <
0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan
21
antara dukungan sosial pelatih dengan kecemasan bertanding pada mahasiswa
yang tergabung dalam KBM bola basket di UKSW.
2. Sumbangan efektif dukungan sosial terhadap kecemasan bertanding sebesar 6%.
Hal ini menunjukkan bahwa 94% kecemasan bertanding dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain di luar dukungan sosial.
3. Tingkat dukungan sosial pelatih 75% berada pada kategori tinggi dan kecemasan
bertanding sebanyak 63,3% berada pada kategori rendah.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih
banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa
Agar mahasiswa mengerti bahwa dukungan sosial pelatih merupakan salah satu
faktor yang sangat penting untuk penampilan saat bertanding dan mahasiswa
juga diharapkan dapat mengatur kecemasan agar tidak berlebihan.
2. Bagi Pelatih
Pelatih diharapkan mampu memberi pengaruh yang membuat dukungan sosial
pelatih menjadi positif dan tinggi. Misalnya pada saat mahasiswa sedang
mengalami masalah menghadapi pertandingan atau cemas karena takut
penampilan buruk, pelatih memberi dukungan agar kecemasan yang dialami
mahasiswa dapat berkurang.
22
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini menujukkan masih terdapat faktor lain yang turut
mempengaruhi kecemasan bertanding yaitu sebesar 94%. Untuk itu, kepada
peneliti mendatang hendaklah melanjutkan penelitian ini dengan
mengembangkan variabel-variabel yang digunakan sehingga dapat terungkap
faktor apa saja yang mempengaruhi kecemasan bertanding, misal faktor fisik dan
faktor penguasaan teknik. Hasil pengembangan variabel diharapkan dapat
melengkapi hasil penelitian ini sebagai sumbangan bagi dunia psikologi
khususnya psikologi olahraga.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anshel, M. H. (1997). Sport Psychology : From Theory To Practice 3rd
Ed.. Scottsdale,
AZ : Gorsuch Scarisbrick.
Ardianto, Muhammad. (2006). Kecemasan Pada Pemain Futsal dalam Menghadapi
Turnamen. Skripsi: Universitas Ahmad Dahlan
Ardina. (2012, Oktober). Stres, Kecemasan dan Frustasi. (Online) :
http://ardinakolahragaunm.com/
Atwater, E. (1991). Psychology of Adjustment 2nd Ed. Englewood Cliffs. New Jersey:
Prentice Hall, Inc.
Bakker, F.C., Whiting, “I. T.A., & Van Der Brug. (1990). Sport Psychology: Concepts
and Applications. New york: John Wiley & Sons
Baron, R.A & Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial: Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Cox, R.H. (2002). Sport Psychology: Concepts and Applications. New York: Mc Graw-
Hill Companies
Cratty, B. J. (1973). Psychology in Contemporary Sport. Englewood Cliffs New Jersey:
Prentices Hall, Inc
Dian. A. K. (2011). Hubungan Antara Kecemasan Menghadapi Pertandingan dengan
Motivasi Berprestasi. Skripsi: Universitas Bina Nusantara
Farida. (2011). Kecemasan Pemain Basket Pria Pada Saat Menghadapi Pertandingan
Nasional Beserta Cara Penanggulangannya. Skripsi: Universitas Gunadarma
Gunarsa, S.D., Satiadarma., Soekasah (1987). Psikologi Olahraga. Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia.
_____________(1996). Psikologi Olah Raga: Teori dan Praktek. Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia
_____________ (2008). Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: Gunung Mulia
Gottlieb, H. B. (1983). Social Support Strategies Guidelines for Mental Health Practice.
London : Sage Publication.
24
Gould, D. (1995). Psikologi Olahraga; Stress, Kecemasan dan Prestasi Puncak dalam
Olahraga, Pelatihan Kecakapan Mental bagi Atlet, Department of Exercise and
sport Science. University of North Carolina at Greensboro
Hartanti, Yuwanto L, Pambudi I, Zaenal T, dan Lasmono H. (2004). Aspek Psikologis
dan Pencapaian Prestasi Atlet Nasional Indonesia. Anima Indonesian
Psychological Journal Vol 20, No: 1, 40-54
House, J. S & Kahn, R. L. (1985). Measure and Concepts of Social Support. Social
Support and Health. Cohen, S and Sym, S. L. (Eds). Florida : Acadmin Press
Ipank. (2011, 7 April). Perkembangan Bola Basket Di Indonesia. Sport Education.
Retrieved from http://Sporteducation.com
Kartini. (1981). Gangguan-gangguan Psikologi Olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Kurniawan, Afif. (2007). Pengaruh Psy War Terhadap Tingkat Kecemasan dan
Performa Atlet Bola Basket. Thesis: Universitas Islam Negeri
Lee, M. (1993). Coaching Children in Sport: Principle and Practice. London: E & FN
Spon
Melinda. (2012, 25 Juni). Manfaat Olahraga Bola Basket.Hospital (Online) :
http://melindahospital.com/
Nideffer, R. M. (1992) Psych To Win. Champain IL: Human Kinetics
Pate, R.R., McClenaghan, B., Rotella, R. (1993). Dasar-Dasar Ilmiah Kepelatihan.
(terj. Kasiyo Dwijowinoto). Semarang: IKIP Semarang
Putri, I. Y. (2007). Hubungan Antara Intimasi Pelatih - Atlet dengan Kecemasan
Bertanding Pada Atlet Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Skripsi:
Universitas Diponegoro
Pearson, R. E. (1990). Counseling and Social Support. Perspective and Practice.
California : Sage Publication. Inc.
Prager, K. J. (1995). The Psychology of Intimacy. New York: The Guilford Press
25
Rizki (2012, 14 Maret). Kegairahan, Ketegangan dan Kecemasan. Penjaskes (Online) :
http://penjaskes-pendidikanjasmanikesehatan.com/
Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions 5th
ed. New
York: John Wiley & Sons, Inc.
Satiadarma, M.P. (2000). Dasar-dasar Psikologi Olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Singer, R. N. (1984). Sustaining Motivation in Sport. Tallahassee, Florida: Sport
Consultants International
Sudradjat, N. W. (1995). Kecemasan Bertanding Serta Motif Keberhasilan dan
Keterkaitannya Dengan Prestasi Olahraga Perorangan dalam Pertandingan
Untuk Kejuaraan. Jurnal Psikologi Indonesia, 1, 7-13
Sutyobroto, Sudibyo. (1989). Psikologi Olahraga. Jakarta: Copyright.
Setiyawan, Susilo. (2010). Hubungan Antara Peran Dukungan Sosial dengan Tingkat
Kecemasan Sebelum Bertanding pada Atlet Loncat Indah. Skripsi: Universitas
Airlangga
Uchino ( dalam Sarafino, E.P & Smith, T.W., 2011). Health Psychology
Biopsychosocial Interactions. Seventh ed. USA: John Willey & Sons (Asia)
Pte Ltd.
Wirawan, Y.G. (1999). Rasa Percaya Diri, Motivasi, dan Kecemasan dalam Olahraga
Bulutangkis. Psikologika, Jurnal Pemikiran dan Penelitian. Nomor 8 tahun IV
Weinberg and Gould. (2007). Foundations of Sport and Exercise Phychology. Human
Kinetics.
Zulaikha, Noor. (2007). Kecemasan Bertanding Atlet Ditinjau Dari Kematangan Emosi.
Skripsi: Universitas Katolik Soegijapranata