hubungan berat badan lahir rendah dengan status …
TRANSCRIPT
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN STATUS GIZI
KURANG BALITA DI RW 3, 4, DAN 7 DESA LEYANGAN KECAMATAN
UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG
ARTIKEL
OLEH :
RESTUTA INKA AYU FRADIILLA
030218A017
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi Kurang Balita Di RW
3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 1
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN STATUS GIZI
KURANG BALITA DI RW 3, 4, DAN 7 DESA LEYANGAN KECAMATAN
UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG
Restuta Inka Ayu Fradilla1, Ari Widyaningsih
2, Moneca Diah Listianingsih
3
Program Studi D IV Kebidanan Universitas Ngudi Waluyo
Email : [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang : Penyebab AKABA paling tinggi adalah gizi buruk. Jumlah
balita yang di Bawah Garis Merah paling tinggi sebanyak 90 balita yang ada di
Leyangan Kecamatan Ungaran timur. Salah satu faktor yang mempengaruhi status
gizi adalah BBLR. Lima balita di Desa Leyangan, yang mengalami gizi kurang,
dua diantara lahir dengan berat badan lahir rendah. Sedangkan tiga diantaranya
lahir dengan berat badan normal.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan BBLR dengan status gizi kurang pada
balita di Rw 3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang.
Metode : Penelitian ini menggunakan pendekatan restropective. Metode yang
digunakan adalah case control, case 30 balita status gizi kurang dan control 30
balita status gizi baik. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan
bivariat menggunakan uji chi square.
Hasil : Hasil penelitian didapatkan Gambaran Berat Badan Lahir balita sebagian
besar tidak BBLR yaitu sejumlah 45 balita (75,0%) sedangkan balita yang BBLR
sejumlah 15 balita (25,0%). Gambaran balita yang berstatus gizi kurang sejumlah
30 balita (50,0%) sedangkan balita yang berstatus gizi baik sejumlah 30 balita
(50,0%). Ada hubungan yang signifikan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
dengan kejadian Status Gizi Kurang dengan p = 0,003. Nilai Odds Rasio yang
didapat sebesar 10,706.
Kesimpulan : Ada hubungan yang signifikan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
dengan kejadian Status Gizi Kurang dengan p = 0,003. Nilai Odds Rasio yang
didapat sebesar 10,706.
Kata Kunci : Gizi kurang, BBLR
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi Kurang Balita Di RW
3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 2
THE CORRELATION BETWEEN LOW BABY WEIGHT AND
MALNUTRITION ON THE TODDLERS IN RW 3, 4, AND 7 OF
LEYANGAN VILLAGE, UNGARAN TIMUR DISTRICT, SEMARANG
REGENCY
Restuta Inka Ayu Fradilla1, Ari Widyaningsih
2, Moneca Diah Listianingsih
3
D IV Midwifery Study Program NgudiWaluyo University
Email: [email protected]
ABSTRACT
Background : The highest cause of infant mortality rate is poor nutrition. One of
the factors that influence nutritional status is LBW. Among 5 toddlers with
malnutrition it is found, two of them are born with low birth weight. While three
of them are born with normal weight.
Objective : To determine the correlation between LBW and malnutrition status
on toddlers in Rw 3, 4, dan 7 of Leyangan Village, Ungaran Timur District,
Semarang Regency.
Method : This study used a restropective approach. The method used was case
control, cases 30 toddlers malnutritional status and control group 30 toddlers good
nutritional status. The analysis used univariate and bivariate analysis using the chi
square test.
Results : The results of the study show that the birth weight of the toddlers are
mostly not LBW, which is 45 toddlers (75.0%), while toddlers who are LBW are
15 toddlers (25.0%). The number of the toddlers with malnutrition are 30 toddlers
(50.0%) while 30 toddlers are in good nutritional status (50.0%). There was a
significant relationship between Low Birth Weight (LBW) and the incidence of
malnutritional Status with p = 0.003. The Odds Ratio obtained is 10.706
Conclusions : There is a significant relationship between Low Birth Weight
(LBW) and the incidence malnutrition Status with p = 0.003. The Odds Ratio
obtained is 10.706.
Keywords : Malnutrition, LBW
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam Index
Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya SDM yang
sehat, cerdas terampil dan ahli menuju keberhasilan pembangunan kesehatan.
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu hak dasar masyarakat yaitu hak
untuk memperoleh pelayanan kesehatan. (Depkes RI 2013).
Angka Kematian Balita merupakan jumlah kematian balita 1-5 tahun per
1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA menggambarkan
tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi Kurang Balita Di RW
3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 3
keberhasilan program KIA/Posyandu, dan kondisi sanitasi lingkungan (Profil
Kesehatan Jawa Tengah, 2017).
AKABA Kabupaten Semarang tahun 2017 ada 1,19/1000 kelahiran hidup,
tahun 2016 sebesar 1,26/1000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2015 ada
1,27/1000 kelahiran hidup. Ini artinya jumlah AKABA di Kabupaten Semarang
menurun (Profil kesehatan kabupaten Semarang, 2017).
Penyebab AKABA di Kabupaten Semarang bermacam-macam. Seperti gizi
buruk 2 kasus, penyakit jantung bawaan 2 kasus, meningitis 2 kasus, aspirasi 2
kasus, hidrochepalus 2 kasus, kelenjar getah bening 1 kasus, abses selaput otak 1
kasus, ISPA/pneumonia 1 kasus, dan HIV/AIDS 1 kasus (Profil kesehatan
kabupaten Semarang, 2017).
Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan/tinggi badan
(BB/TB). Ditingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran
berat badan/umur (BB/U) setiap bulan di posyandu, taman bermain, pos paud,
taman penitipan anak dan taman kanak-kanak serta raudatul athfall dll. Bila berat
badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita
dibawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan untuk
menentukan status gizinya dan upaya tindak lanjut (Profil Kesehatan Jawa
Tengah, 2017).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk dilihat dari faktor pranatal
adalah gizi ibu pada waktu hamil yang bisa melahirkan bayi BBLR, mekanis,
toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress, dan imunitas. Sedangkan dari
faktor postnatal meliputi ras/suku bangsa, umur, gizi, perawatan kesehatan, dan
fungsi metabolisme (Soetjiningsih, 2010).
Bayi yang terlahir dengan berat badan lahir rendah cenderung
pertumbuhannya terhambat. Karena fungsi organ-organnya belum matang.
Sehingga penyerapan makanannya juga tidak sempurna. Yang akan memengaruhi
proses pertumbuhannya. Sehingga bayi yang lahir dengan berat badan lahir
rendah bisa memengaruhi status gizinya menjadi gizi kurang. Bayi yang lahir
dengan berat badan lahir rendah kebanyakan memiliki gangguan di dalam
tubuhnya, dan akan memengaruhi 1000 hari kehidupannya. Karena 1000 hari
kehidupan ini masa yang paling baik atau periode emas untuk pertumbuhan
(Proverawati, 2010).
Di kabupaten Semarang sendiri yang paling banyak balita di Bawah Garis
Merah ada di Puskesmas Leyangan sebanyak 90 balita, kedua Puskesmas Jetak
sebanyak 42 balita, dan ketiga Puskesmas Dadapayam sebanyak 42 balita (Profil
Kabupaten Semarang, 2017).
Data di Puskesmas Leyangan balita yang mengalami gizi kurang paling
banyak di Desa Leyangan dengan jumlah 55 balita, kedua ada di Desa
Gedanganak dengan jumlah 37 balita, dan yang ketiga ada di Desa Beji sebanyak
35 balita (Laporan Gizi Puskesmas Leyangan, 2019).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Desa Leyangan, didapatkan 5 balita
yang mengalami gizi kurang. Balita yang lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah
berjumlah 2 balita. Dan 3 balita lahir dengan berat badan normal.
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi Kurang Balita Di RW
3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 4
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan BBLR dengan status
gizi kurang di Rw 3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur
Kabupaten Semarang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan restropektif. Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 27 sampai 28 Juli 2019 di Rw 3, 4, dan 7 Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 489 balita
berdasarkan data Puskesmas. Tehnik sampel yang digunakan adalah case control.
Sampel case 30 balita gizi kurang, sampel control 30 balita gizi baik. Jenis data
yang digunakan adalah data primer dan sekunder dengan alat pengumpul data
master tabel. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat.
HASIL & PEMBAHASAN
1. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Gambaran BBLR pada Balita di Rw 3, 4,
dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
BBLR (BBL<2500 gram)
Tidak BBLR (BBL >2500
gram)
15
45
25,0
75,0
Jumlah 60 100,0
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar balita di Rw 3, 4, dan 7
Desa Leyangan lahir dengan berat badan lahir normal sebanyak 45 balita (75%).
Hal ini terjadi karena lebih banyak ibu balita yang berstatus gizi baik (tidak KEK)
sebanyak 42 ibu balita (70,0%). Ibu yang dikatakan status gizi baik bisa dilihat
dari LILA nya. Batas ambang LILA adalah 23,5 cm. Ibu yang LILA nya kurang
dari 23,5 cm, bisa dikatakan gizi ibu tidak baik. Sehingga beresiko melahirkan
bayi dengan berat badan lahir rendah dibandingkan ibu yang tidak KEK. Ibu yang
KEK beresiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dikarenkan ibu
sebelum hamil sudah mengalami kekurangan nutrisi dan saat hamil ibu tidak
hanya memberikan nutrisi untuk dirinya, tetapi ibu juga harus memberikan nutrisi
untuk janinnya, sehingga nutrisi yang dikonsumsi ibu selama hamil tidak bisa
mencukupi kebutuhan nutrisi untuk janinnya karena nutrisi yang masuk akan
dibagi untuk dirinya dan juga untuk janinnya yang menyebabkan pertumbuhan
dan perkembangan janin terhambat sehingga bayi lahir dengan berat badan lahir
rendah.
Kekurangan gizi selama hamil akan berakibat buruk terhadap janin.
Penentuan status gizi yang baik yaitu dengan mengukur berat badan ibu sebelum
hamil dan kenaikan berat badan selama hamil. Kekurangan gizi pada ibu hamil
dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan
keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia
pada bayi, asfiksia. Intra partum (mati dalam kandungan) lahir dengan berat badan
rendah (BBLR). Indikator lain untuk mengetahui status gizi ibu hamil adalah
dengan mengukur lingkar lengan atas (LILA). Jika LILA kurang dari 23.5 cm
merupakan indikator kuat untuk status gizi yang kurang/buruk. Ibu berisiko untuk
melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Dengan demikian, bila
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi Kurang Balita Di RW
3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 5
hal ini ditemukan sejak awal kehamilan, petugas akan memotivasi ibu agar ia
lebih memperhatikan kesehatannya (Hidayat, 2009).
Di Indonesia, batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm, hal
ini berarti ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi
BBLR. Bila bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan
mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan
perkembangan anak. Untuk mencegah KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan
wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA
tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka
tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak beresiko melahirkan bayi
dengan BBLR (Kristiyanasari, 2010).
Berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu baik
sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil juga cukup
berperan dalam pencapaian gizi ibu saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil
mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan status
gizi kurang sebelum hamil mempunyai resiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi
BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi baik (Kristiyanasari,
2010).
Didukung dengan jurnal penelitian Kusparlina (2016), dengan judul
hubungan anatara umur dan status gizi ibu berdasarkan ukuran lingkar lengan atas
dengan jenis BBLR didapatkan hasil p = 0,024 (p = <0,05) ini artinya ada
hubungan antara umur dan status gizi ibu berdasarkan ukuran lingkar lengan atas
dengan jenis BBLR.
Penelitian ini juga menunjukkan balita yang lahir dengan berat badan lahir
normal, sebagian besar pendidikan ibu balita SMA yaitu sebanyak 24 ibu
(53,33%). Hal ini terjadi karena pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Semakin tinggi pendidikan ibu, maka semakin banyak pengetahuan
yang ibu punya.
Tingkat pendidikan ibu juga sangat berperan dalam kualitas perawatan
pada saat hamil ataupun setelah besalin. Informasi yang berhubungan dengan
perawatan kehamilan sangat dibutuhkan, sehingga akan meningkatkan
pengetahuannya. Penguasaan pengetahuan erat kaitannya dengan tingkat
pendidikan seseorang. Peneliti menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang, maka semakin baik pula pengetahuannya tentang sesuatu. Pada ibu
hamil dengan tingkat pendidikan rendah kadang ketika tidak mendapatkan cukup
informasi mengenai kesehatannya maka ia tidak tahu mengenai bagaimana cara
melakukan perawatan kehamilan yang baik (Suryati, 2011).
Hasil penelitian ini sesuai dengan jurnal penelitian Kurnia Fitri (2018).
Dengan hasil tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan BBLR. Dalam
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ibu yang memiliki pendidikan formal
yang kurang, enam kali beresiko mengalami kejadian BBLR (Jurnal Ilmu
Kesehatan, Bhakti Husada, 2018).
Didukung dengan penelitian Harianja (2019), dengan judul Enhance
Mother Behavior On Improvement Stauts Nutrition Baby Of Five Years,
menunjukkan mayoritas responden dengan pendidikan SMA sebanyak 53 orang
(57,6%) dan sekolah menengah pertama sebanyak 39 orang (2,4%). Semakin
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi Kurang Balita Di RW
3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 6
tinggi tingkat pendidikan seorang ibu maka akan mudah bagi ibu tersebut untuk
mendapatkan informasi tentang kesehatan. Usia balita dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu 12-23 bulan dan 24-59 bulan.
Penelitian ini juga menunjukkan sebagian kecil balita lahir dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) sebanyak 15 balita (25%). Balita yang lahir dengan
BBLR sebagian besar lahir dari ibu rumah tangga atau tidak bekerja sebanyak 8
ibu balita (53,33%). Pekerjaan mempunyai peranan penting dalam wawasan atau
pengetahuan ibu tentang kehamilan, khususnya tentang bayi dengan BBLR.
Karena wawasan ataupun pengetahuan tentang kehamilan tidak hanya didapatkan
dirumah saja, melainkan bisa didapatkan di luar rumah ataupun di lingkungan
kerja. Kurang aktifnya peran serta ibu hamil di masyarakat juga dapat
mempengaruhi wawasan mengenai kehamilan, khususnya bayi dengan BBLR.
Dengan kurangnya bertukar pengalaman dan pikiran kepada masyarakat atau ibu
hamil yang lain. Bertukar pengalaman akan bertambahnya wawasan seseorang.
Pekerjaan merupakan kegiatan utama yang dilakukan untuk mencari
nafkah. Lingkungan pekerjaan dapat dilakukan sebagai sarana dalam
mendapatkan informasi yaitu dengan bertukar pikir dengan rekan kerjanya
(Wawan dan Dewi, 2010).
Selain dari faktor pekerjaan, BBLR juga disebabkan oleh faktor
pendidikan ibu. Sesuai hasil penelitian, bayi yang lahir dengan BBLR lahir dari
ibu dengan pendidikan rendah (SD - SMP) sebanyak 9 ibu balita (60,0%).
Pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka semakin banyak pula wawasan atau pengetahuan
yang ibu tahu.
Tingkat pendidikan ibu juga sangat berperan dalam kualitas perawatan
pada saat hamil ataupun setelah besalin. Informasi yang berhubungan dengan
perawatan kehamilan sangat dibutuhkan, sehingga akan meningkatkan
pengetahuannya. Penguasaan pengetahuan erat kaitannya dengan tingkat
pendidikan seseorang. Peneliti menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang, maka semakin baik pula pengetahuannya tentang sesuatu. Pada ibu
hamil dengan tingkat pendidikan rendah kadang ketika tidak mendapatkan cukup
informasi mengenai kesehatannya maka ia tidak tahu mengenai bagaimana cara
melakukan perawatan kehamilan yang baik (Suryati, 2011).
Hasil penelitian ini sesuai dengan jurnal penelitian Kurnia Fitri (2018).
Dengan hasil tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan BBLR. Dalam
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ibu yang memiliki pendidikan formal
yang kurang, enam kali beresiko mengalami kejadian BBLR (Jurnal Ilmu
Kesehatan, Bhakti Husada, 2018).
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 tanpa
melihat umur kehamilannya. Dahulu neonatus yang beratnya kurang dari 2500
gram disebut prematur yang sekarang namanya BBLR. BBLR yang kurang bulan
disebut prematur dan yang cukup bulan disebut dengan hambatan pertumbuhan
intrauterin (IUGR) (Proverawati 2010, Manuaba 2010, Purwanto 2009).
Penyebab BBLR ada yang dari faktor ibu. Meliputi penyakit, usia ibu,
jarak kehamilan yang terlalu dekat, paritas, pendidikan, gizi ibu saat hamil
(Pantiawati, 2010).
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi Kurang Balita Di RW
3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 7
2. Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sampel Status Gizi pada Balita di Rw 3, 4,
dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Kejadian Status Gizi Frekuensi Persentase (%)
Kurang
Baik
30
30
50,0
50,0
Jumlah 60 100,0
Hasil penelitian menunjukkan kasus gizi kurang balita di Rw 3, 4, dan 7
Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur sebanyak 30 balita (50,0%). Gizi
kurang di dominasi dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 17 balita
(56,67%). Gizi kurang banyak yang berjenis kelamin perempuan karena respon
lapar lebih lambat dibandingkan dengan laki-laki. Sehingga asupan nutrisi yang
masuk juga lebih lama dibandingkan dengan laki-laki. Menurut Hyde (2009), laki-
laki lebih tinggi tingkat aktifitas, penampilan motorik lebih baik daripada
perempuan, dan agresif fisik yang cenderung tinggi.
Laki-laki memiliki tingkat konsumsi makanan secara intuitif atau
konsumsi makanan berdasarkan sistem internal dari sinyal lapar biologis lebih
tinggi dibandingkan perempuan. Hal tersebut berhubungan dengan konsumsi
makanan untuk mengatasi rasa lapar internal dari sinyal satiety. Perbedaan
tersebut mungkin dapat disebabkan perbedaan hormon seperti estradiol pada
perempuan yang mempengaruhi area di hipotalamus tempat pengaturan perilaku
makan dan regulasi nafsu makan (Diest, 2010).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Keadaan tubuh dikatakan pada tingkat gizi optimal, jika
jaringan tubuh jenuh oleh semua zat gizi maka disebut status gizi optimal. Kondisi
ini memungkinkan tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang
tinggi (Supariasa, 2012).
Gizi baik akan dicapai apabila jumlah makanan yang dimakan dan yang
dibutuhkan tubuh seimbang (sandjaja et al., 2010). Keadaan fisik yang normal
antara lain rambut berkilat dan tidak mudah lepas, wajah tidak bengkak, mata
bercahaya dan bersih, bibir dan lidah halus dan tidak ada pembengkakan, kulit
bersih dan tidak ada pembengkakan serta tidak ada bercak, tonus otot baik, irama
jantung normal, pada gastrointestinal tidak ada massa yang teraba, dan system
saraf stabil serta refelksi normal (Supariasa, dkk, 2012).
Gizi kurang merupakan kurang gizi tingkat sedang yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein yang terjadi dalam waktu yang cukup
lama (Sandjaja et al., 2010). Gizi kurang mencakup kurang energi protein (KEP)
tingkat ringan dan sedang. Gejala klinis dari KEP tingkat ringan dan sedang pada
pemeriksaan hanya tampak kurus (Supariasa, dkk, 2012). Balita yang mengalami
gizi kurang tentunya akan berdampak pada berbagai hal, antara lain pada tumbuh
kembang, organ, dan system tubuh.
Didukung dengan jurnal penelitian Putri (2015), yang berjudul faktor-
faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Padang didapatkan hasil faktor – faktor yang mempengaruhi
status gizi adalah dari faktor pendidikan ibu (p=0,022), pekerjaan ibu (p=0,000),
pendapatan keluarga (p=0,012), jumlah anak (p=0,008) dan pola asuh ibu
(p=0,000).
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi Kurang Balita Di RW
3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 8
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Puskesmas khususnya bagian
gizi, Puskesmas sudah berupaya untuk mengatasi masalah gizi kurang ini. Antara
lain dengan cara memberikan penyuluhan tentang pentingnya gizi, dan pemberian
PMT. Puskesmas mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ini dari
APBD dan BOK. Pihak Puskesmas memberikan PMT ini melalui bidan desa.
Jumlah PMT yang diberikan terbatas, maka tidak semua balita mendapatkan
PMT. Balita yang mendapatkan PMT adalah balita yang berstatus gizi buruk
ataupun yang status gizi kurang dan pendek ataupun sangat pendek. PMT ini
dikonsumsi selama 90 hari. Terbatasnya jumlah PMT yang diberikan, ada balita
yang hanya mendapatkan PMT hanya 60 hari saja ataupun 30 hari saja. Tidak
semua pemberian PMT ini diterima oleh keluarga. Ada yang tidak mau di beri
PMT. Sehingga pemberian PMT ini kurang tepat sasaran dan kurangnya jumlah
PMT yang diberikan sesuai anjuran.
3. Tabel 4.7 Hubungan Berat Badan Lahir Rendah dengan Status Gizi
Kurang pada Balita di Rw 3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan
Ungaran Timur Kabupaten Semarang
Riwayat BBLR
Kejadian Status Gizi Total
p-value OR Gizi Baik Gizi Kurang
F % f % f %
BBLR Tidak BBLR
2 28
13,3 62,2
13 17
86,7 37,8
15 45
100 100
0,003 10,706
Total 30 50,0 30 50,0 60 100
Hasil penelitian menunjukkan berat badan lahir rendah dengan status gizi
kurang pada balita di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang diperoleh hasil dengan uji chi square p = 0,003 (p = <0,005). Nilai odds
ratio yang didapatkan melalui uji statistik adalah sebesar 10,706. Hal ini
menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara
berat badan lahir rendah dengan status gizi kurang balita karena p = <0,005, dan
dapat disimpulkan bahwa balita yang berat badan lahirnya rendah memiliki resiko
10,706 kali lebih besar mengalami kejadian status gizi kurang dibandingkan balita
yang berat badan lahirnya normal.
Sesuai dengan hasil penelitian, balita yang terlahir BBLR sebagian besar
berstatus gizi kurang yaitu sebanyak 13 balita (86,7%). Hal ini terjadi karena
fungsi organ-organnya belum matang. Sehingga penyerapan makanannya juga
tidak sempurna, dan juga balita yang lahir dengan berat badan lahir rendah sulit
untuk adaptasi dengan lingkungannya.
Bayi yang terlahir dengan berat badan lahir rendah cenderung
pertumbuhannya terhambat. Karena fungsi organ-organnya belum matang.
Sehingga penyerapan makanannya juga tidak sempurna. Yang akan memengaruhi
proses pertumbuhannya. Sehingga bayi yang lahir dengan berat badan lahir
rendah bisa memengaruhi status gizinya menjadi gizi kurang. Bayi yang lahir
dengan berat badan lahir rendah kebanyakan memiliki gangguan di dalam
tubuhnya, dan akan memengaruhi 1000 hari kehidupannya. Karena 1000 hari
kehidupan ini masa yang paling baik atau periode emas untuk pertumbuhan
(Proverawati, 2010).
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi Kurang Balita Di RW
3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 9
Didukung dengan jurnal penelitian Ramadani (2013), yang berjudul
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang balita di Jawa Tengah
dengan hasil faktor-faktor yang secara global mempengaruhi gizi kurang balita di
provinsi Jawa Tengah adalah bayi yang terlahir dengan berat badan rendah
(BBLR) (p = 0,003), tempat tinggal dengan kategori rumah sehat (p = 0,000),
akses terhadap air bersih (p = 0,000).
Hasil penelitian juga menunjukkan balita yang lahir dengan BBLR
berstatus gizi baik sebanyak 2 balita (13,3%). Berdasarkan hasil wawancara
dengan ibu balita, hal ini bisa terjadi karena keluarga sangat memperhatikan berat
badan anaknya. Balita juga mengikuti posyandu secara rutin, sehingga berat badan
balita bisa terpantau. Serta keluarga sangat menerima jika diberikan penjelasan
tentang pentingnya gizi.
Balita yang terlahir dengan berat badan normal juga ada yang berstatus
gizi kurang yaitu sebanyak 17 balita (37,8%). Berdasarkan wawancara dengan
kader dan bidan, banyak balita yang menyandang status gizi kurang karena
mereka tidak mau diberikan PMT. Karena ibu dari balita berfikir anaknya sehat
sehat saja. Sehingga PMT tidak bisa tepat sasaran. Balita pun yang menyandang
status gizi kurang juga tidak ada perubahan untuk berstatus gizi baik.
Sesuai dengan jurnal penelitian Shofiatul (2018), didapatkan hasil
penelitian dengan hasil p=0,0001 yang berarti adanya hubungan antara Berat
Badan Lahir Rendah dengan kejadian gizi kurang (Jurnal Kesehatan Masyarakat,
2018). Didukung dengan jurnal penelitian Rahman (2016), dengan judul
Association of Low-Birth Weight withMalnutrition in Children under Five Years
inBangladesh: Do Mother’s Education, Socio-Economic Status, and Birth Interval
Matter, didapatkan hasil prevalensi gizi buruk secara signifikan lebih tinggi pada
anak-anak dengan BBLR daripada mereka yang memiliki berat lahir normal.
Sementara mengendalikan faktor-faktor risiko yang diketahui, anak-anak dengan
BBLR secara signifikan meningkatkan risiko menjadi kurang gizi dibandingkan
dengan bagian lawannya dengan OR 1,23. Asosiasi yang diamati tidak
dimodifikasi oleh faktor-faktor yang dikenal untuk mengurangi prevalensi gizi
buruk, seperti pendidikan tinggi ibu, kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang
lebih baik dan interval kelahiran yang lebih lama (Plos One, 2016).
Sejalan dengan jurnal penelitian Paediatric and Perinatal Epidemiology
(2015), dengan judul Childhood Malnutrition and Its Determinants among
Under‐ Five Children in Ghana, dengan hasil usia yang lebih tua dikaitkan
dengan peningkatan risiko stunting dan kekurangan berat badan. Durasi menyusui
yang lebih lama, kelahiran kembar, pengalaman episode diare, ukuran kecil saat
lahir, tidak adanya fasilitas toilet di rumah tangga, rumah tangga miskin, dan ibu
yang tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan nasional dikaitkan dengan
peningkatan risiko kekurangan gizi. Peningkatan pendidikan ibu dan indeks massa
tubuh dikaitkan dengan penurunan gizi buruk. Variasi tingkat rumah tangga residu
yang kuat dalam hasil gizi anak-anak ditemukan (Paediatric and Perinatal
Epidemiology, 2015).
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 tanpa
melihat umur kehamilannya. Dahulu neonatus yang beratnya kurang dari 2500
gram disebut prematur yang sekarang namanya BBLR. BBLR yang kurang bulan
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi Kurang Balita Di RW
3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 10
disebut prematur dan yang cukup bulan disebut dengan hambatan pertumbuhan
intrauterin (IUGR) (Proverawati 2010, Manuaba 2010, Purwanto 2009).
Gizi kurang merupakan kurang gizi tingkat sedang yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein yang terjadi dalam waktu yang cukup
lama (Sandjaja et al., 2010). Gizi kurang mencakup kurang energi protein (KEP)
tingkat ringan dan sedang. Gejala klinis dari KEP tingkat ringan dan sedang pada
pemeriksaan hanya tampak kurus (Supariasa, dkk, 2012). Balita yang mengalami
gizi kurang tentunya akan berdampak pada berbagai hal, antara lain pada tumbuh
kembang, organ, dan system tubuh.
Dalam penelitian ini juga menunjukkan pekerjaan ibu balita. Paling
banyak pekerjaan ibu balita dalam penelitian ini adalah sebagai karyawan/swasta
sebanyak 30 ibu (50,0%). Oleh karena itu, ibu ibu dari balita menghabiskan
waktunya di pabrik, ibu balita hanya mendapatkan informasi dari rekan kerjanya
saja.
Pekerjaan mengandung unsur suatu kegiatan sosial, menghasilkan sesuatu,
dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Dibalik tujuan yang
tidak langsung tersebut orang bekerja untuk mendapatkan imbalan yang berupa
upah atau gaji dari hasil kerjanya itu. Jadi pada hakikatnya orang bekerja, tidak
saja untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, tetapi juga bertujuan untuk
mencapai taraf hidup yang lebih baik (As’ad, 2010).
Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan factor yang
paling menentukan kualitas kuantitas makanan terdapat hubungan yang erat antara
pendapatan yang meningkat untuk perbaikan kesehatan dan masalah keluarga
yang berkaitan dengan keadaan gizi (Suharjo, 2013).
SIMPULAN
1. Ada hubungan antara Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dengan Status Gizi
Kurang pada Balita di Rw 3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran
Timur Kabupaten Semarang.
DAFTAR PUSTAKA
Almasier, 2015. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Arikunto, Suharsimi, 2013. Prosedur Penelitian.Jakarta : Rineka Cipta
Atikah, Proverawati. 2010. BBLR Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta : PT
Nuha Medika
Depkes RI, 2010. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010. Jakarta
Depkes RI, 2012. Pedoman Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Keluarga Sadar
Gizi (Kadarzi). Jakarta : Depkes RI
Depkes RI, 2013. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 .Jakarta
Dinkes Jawa Tengah, 2017. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Semarang
Dinkes Kabupaten Semarang, 2017. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang.
Semarang
Ermawan, 2017. Hubungan Kekurangan Energi Kronis Pada Ibu Hamil Dengan
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Pada Bayi Baru Lahir Di Wilayah
Puskesmas Wuluhan. The Indonesian Journal Of Health Science, Volume
9, No 1, Desember 2017 ISSN 2476 9614
Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi Kurang Balita Di RW
3, 4, dan 7 Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur 11
Fatimah, 2017. Hubungan Antenatal Care (ANC) dengan BBLR Pada Ibu Aterm.
Jurnal Kesehatan Andalas. Volume 6 No 3
Harianja, 2019. Enhance Mother Behavior On Improvement Stauts Nutrition
Baby Of Five Years. Sumatera Utara. International Journal in Physical
and Applied Sciences, Volume 06, No 06, Juni 2019 ISSN 2394 5710
Hasdianah, 2014. Gizi, Pemanfaatan Gizi, Diet, dan Obesitas. Yogyakarta : Nuha
Medika
Hidayat, 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta :
Salemba Medika.
Irianto, 2014. Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung : Alfa Beta
Kurnia, fitri. 2018. Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kejadian (Bblr) Di
Wilayah Kabupaten Kuningan. Jurnal Kesehatan Bhakti Husada, Volume
9, No 2, ISSN 2623 1204
Kusparlina, 2016. Hubungan Antara Umur Dan Status Gizi Ibu Berdasarkan
Ukuran Lingkar Lengan Atas Dengan Jenis Bblr. Jurnal Penelitian
Kesehatan Suara Forikes, Volume 7, No 1, ISSN 2086 3098
Manuaba, IBG, 2010. Ilmu Kebidanan, penyakit kandungandan KB untuk
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta : EGC
Nengsih, Uki, dkk, Hubungan Riwayat Kelahiran Berat Bayi Lahir Rendah
Dengan Pertumbuhan Anak Usia Balita. Jurnal Bidan, Volume 2, No 02,
Juli 2016 ISSN 2477 3441
Notoadmodjo, Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT
Rineka Cipta
Notoadmodjo, Soekidjo, 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta : PT Rineka Cipta
Oktavia, Silvera, dkk, Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Buruk
Pada Balita di Kota Semarang Tahun 2017, Jurnal Kesehatan Masyarakat,
Volume 5, No 3, Juli 2017, ISSN 2356 3346
Pantiawati, Ika, 2010. Bayi dengan BBLR. Yogyakarta : PT Nuha Medika
Prawiroharjo, Sarwono, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Romauli, Suryati, 2011. Konsep Dasar Asuhan Kehamilan. Yogyakarta : PT Nuha
Medika
Sandjaja et al., 2010. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta :
Kompas Penerbit Buku
Santoso, 2013. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta
Sediaoetama, 2010. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta : Dian Rakjat
Soekirman, 2010. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta : Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia
Suhardjo, 2013. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara
Sukarni, Icesmi, 2014. Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus
Risiko Tinggi. Yogyakarta : PT Nuha Medika
Supariasa, 2012. Penelitian Status Gizi.Jakarta : EGC
Supariasa, Bakri, & Fajar, 2012. Penelitian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC