hubungan antara rencana tata ruang wilayah …
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA RENCANA TATA RUANG WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK ALIRAN SUNGAI STUDI KASUS SUNGAI-SUNGAI DI JAKARTA
Luqman Dinoer Abiyasa
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
E-mail : [email protected]
________________________________________________________________________________
Abstrak
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) mencakup berbagai aspek, salah satunya adalah rencana pola ruang. Perubahan pola ruang pada Daerah Aliran Sungai (DAS) berpengaruh pada nilai koefisen aliran yang menyebabkan perubahan debit sungai. Analisa perubahan debit sungai-sungai yang melintasi kota Jakarta akibat perubahan Pola Ruang dilakukan berdasarkan Peta RTRW tahun 2010 dan 2030 DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Curah hujan rencana dihitung dengan metode Gumbel, sedangkan debit banjir rencana dihitung dengan metode Rasional dan Soil Consevation Service Curve Number. perbandingan debit sungai pada 13 sungai di Jakarta akibat perubahan pola ruang berdasarkan peta RTRW Tahun 2010 dan 2030 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan debit sungai pada sungai Mookervart, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Ciliwung, Kali Baru Timur, Cipinang, dan Kramat Jati; sedangkan pada sungai Kali Baru Barat, Sunter, Buaran dan Cakung, terjadi penurunan debit sungai. Meskipun kedua metode menghasilkan kecenderungan yang sama, hal ini perlu diwaspadai mengingat penyajian peta RTRW dari berbagai Dinas Tata Kota dan Bappeda berbeda-beda tingkat kerinciannya .
Abstract
The Regional Spatial Plan covers various aspects, one of which is plan of spatial patterns. Changes of spatial pattern in the Watershed effect on the value of the runoff coefficient which causes changes in river discharge. Analysis of changes in flow of rivers that traverse the Jakarta due to changes of spatial pattern based of Regional Spatial Plan 2010 and 2030 of Jakarta, Tangerang, Tangerang regency, Depok, Bogor, Bogor regency, Bekasi, and Bekasi regency. Design rainfall calculated using Gumbel method, while the design flood calculated using Rational Method and Soil Consevation Service Curve Number. Comparison of river discharge on 13 rivers in Jakarta due to changes in the spatial pattern based on the map of Regional Spatial Plan 2010 and 2030 showed that an increase of river discharge in Mookervart, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Ciliwung, Kali Baru Barat, Cipinang, and Kramat Jati; while on Kali Baru Barat, Sunter, Buaran and Cakung, decreased river flow. Although the two methods result the same trend, it is necessary to watch out considering present of spatial planning maps from various City Planning Department and Bappeda different levels of details. Keywords : Regional Spatial Plan, Spatial Pattern, River Discharge Characteristic ________________________________________________________________________________
1. Pendahuluan Perkembangan pembangunan nasional selama ini telah menunjukkan sejumlah dampak negatif berupa perubahan penggunaan lahan yang berakibat hilangnya tutupan lahan hutan menjadi jenis penggunaan lahan
lainnya, yang terbukti memiliki daya dukung lingkungan lebih terbatas, sehingga bencana banjir dan kekeringan semakin sering terjadi, disertai bencana ikutannya seperti longsor, korban jiwa, pengungsian penduduk, gangguan kesehatan, sampai kelaparan dan anak putus sekolah. Perkembangan penggunaan lahan di
Hubungan antara..., Luqman Dinoer Abiyasa, FT UI, 2013
daerah aliran sungai-sungai yang mengalir ke DKI Jakarta, dalam beberapa tahun terakhir ini telah memberi dampak berupa peningkatan frekwensi, debit dan volume banjir yang telah menggenangi wilayah permukiman dan jalan-jalan di Jakarta, yang mengakibatkan kerusakan dan kerugian material dan non material. Kejadian banjir menjelang akhir-akhir ini menunjukkan tingkat gangguan yang sulit diterima (intolerable) yang memerlukan tindakan koreksi untuk menghindari terjadinya kejadian serupa. Penyelesaian menyeluruh masalah banjir mutlak diperlukan, tetapi sebelum itu diformulasikan, terlebih dulu semua pihak perlu menyepakati faktor penyebab banjir. Selama ini banyak pihak selalu condong dan berlindung bahwa hujan merupakan faktor determinan penyebab banjir, bukan manusia. Sikap kurang bertanggung jawab ini harus secepatnya dihentikan agar kerugian dan korban akibat banjir tidak terus berjatuhan. Selama tidak ada kesadaran, penyadaran, serta pengakuan semua pihak bahwa penyebab utama banjir, belakangan ini, adalah manusia selama itu pula penyelesaian banjir tidak akan pernah memberikan hasil yang maksimal. Pada awalnya pelanggaran tata ruang sekalipun terlihat, namun belum terasa dampaknya. Tetapi, akumulasi pelanggaran yang melebihi daya sangga DAS itu kini terlihat dan dirasakan langsung oleh semua orang dengan munculnya banjir bandang. Data kuantitatif rasio debit maksimum terhadap debit minimum juga mencerminkan memburuknya kualitas DAS di Jawa. Terjadinya pergeseran kualitas DAS dari kritis menjadi beresiko tinggi pada sungai utama di Pulau Jawa menunjukkan bahwa proses penghancuran lingkungan terus berlangsung. Investasi dalam berbagai bentuk, mulai penghutanan kembali, penghijauan, serta konservasi tanah dan air terbukti tidak berdaya menahan laju degradasi yang besarannya diprakirakan dua kali lipat dari kemampuan pemulihannya. Tidak ada lagi argumen untuk berkelit bahwa banjir merupakan fenomena alam, karena faktanya tidak ada satu DAS yang kualitasnya membaik. Sebaliknya hampir semua DAS kualitasnya cenderung menurun. Kajian perubahahan tata guna lahan dengan adanya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta akan disajikan untuk memberikan gambaran mengenai fungsi hidrologi, khususunya yang menyangkut sifat hujan wilayah dan hubungan hujan-limpasan yang dinyatakan dengan koefisien limpasan dan waktu konsentrasi, serta faktor-faktor yang berperan, seperti kondisi penggunaan lahan dan perubahannya. Beberapa wilayah di Jakarta dan Jawa Barat yang semakin padat pertumbuhan penduduknya sehingga
Pemerintah setempat menerapkan Rencana Tata Ruang Wilayah guna terlaksananya kajian kebijakan yang mengatur fungsi dan arahan pertumbuhan fisik guna lahan serta pengaruhnya terhadap debit sungai-sungai yang berada di Jakarta. Pertumbuhan ini menyebabkan terjadinya konflik antara kepentingan ekonomi dan kepentingan lingkungan. Jika dipandang dari aspek ekonomi, pertumbuhan kota bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk. Namun sering kali aspek lingkungan dikesampingkan, dan di lain sisi, perubahan tata ruang wilayah Jakarta akan mengubah tata guna lahan. Atas dasar rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi pertanyaan dalam makalah ini adalah : Bagaimana perubahan debit yang terjadi pada sungai-sungai di Jakarta akibat perubahan tata guna lahan mengacu pada perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah? Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Mengetahui besaran debit sungai-sungai di Jakarta
yang didapat dengan membandingkan debit sungai pada kondisi tata ruang berdasarkan Peta Pola Ruang Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2010 dengan debit sungai dengan Pola Ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2030.
2. Teridentifikasinya dampak terhadap debit sungai-sungai di Jakarta akibat perubahan tata guna lahan tersebut.
2. Metode Penelitian Perubahan tata guna lahan yang diakibatkan oleh Rencana Tata Ruang Wilayah mempengaruhi karakteristik debit aliran khususnya untuk studi kasus sungai-sungai di Jakarta. Perubahan penutup lahan ini mempengaruhi limpasan (runoff) pada permukaan tanah, sehingga terjadi perubahan debit sungai yang bisa mengakibatkan bertambah besar atau berkurangnya debit sungai. Pemanfaatan serta pengelolaan tata guna lahan pada suatu daerah aliran sungai harus dilakukan secara terpadu. Keterpaduan secara hidrologi, sosial dan ekonomi dapat mendeteksi dampak lingkungan yang diakibatkan perubahan tata guna lahan. Pengaruh perubahan penutup lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah berdampak pada perubahan debit sungai-sungai di Jakarta khususnya 13 sungai yang melintasi Kota Jakarta, yaitu Kali Mookervart, Kali
Hubungan antara..., Luqman Dinoer Abiyasa, FT UI, 2013
�� ����� � ���� � … � ��
�
Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru barat, Sungai Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Kramat Jati, dan Kali Cakung. Lingkup materi dalam penelitian ini dititikberatkan pada identifikasi perubahan debit sungai-sungai di Jakarta dengan perubahan tata guna lahan sesuai dengan Peta Rencana Pola Ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Lingkup penelitian ini mencakup karakteristik perubahan debit sungai-sungai di wilayah Jakarta, dalam hal ini yaitu 13 sungai yang ada di Jakarta sesuai dengan Peta Rencana Pola Ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Maka disimpulkan sementara bahwa akibat perubahan tata guna lahan menyebabkan perubahan debit sungai, baik peningkatan, maupun penurunan. Berikut ini adalah skema diagram alur penyusunan penelitian dalam Metodologi Penelitian.
- Data curah hujan- Peta rupabumi- Peta RTRW DKI Jakarta- Peta RTRW Kota dan Kabupaten Bogor- Peta RTRW Kota dan Kabupaten Tangerang- Peta RTRW Kota dan Kabupaten Bekasi
Kali Mookervart Kali MookervartKali Angke Kali AngkeKali Pesanggrahan Kali PesanggrahanKali Grogol Kali GrogolKari Krukut Kari KrukutKali Baru Barat Kali Baru BaratS. Ciliwung S. CiliwungKali Baru Timur Kali Baru TimurKali Cipinang Kali CipinangKali Sunter Kali SunterKali Buaran Kali BuaranKali Kramat Jati Kali Kramat JatiKali Cakung Kali Cakung
Analisis debit banjir dengan peta pola ruang
RTRW tahun 2010
Analisis debit banjir dengan peta pola ruang
RTRW tahun 2030
Membandingkan hasil analisis debit banjir dengan peta pola ruang Tahun 2010 dan 2030
Selesai
Kesimpulan dan saran
Mulai
Perumusan Masalah
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Gambar 1. Diagram alur penelitian.
Dari skema diagram alur diatas akan dijabarkan
tahapan penelitian untuk mencapai tujuan penelitian. a. Pengumpulan data yang diperlukan - Data hidrologi: data curah hujan
- Peta : Peta Rupabumi, Peta Rencana Pola Ruang (Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi).
Sumber : Bappeda Provinsi DKI Jakarta
Gambar 2. Peta Rencana Pola Ruang wilayah DKI
Jakarta. b. Pengolahan data: - Menentukan batas DAS 13 sungai yang melintasi
Jakarta. - Menghitung luasan catchment area. - Mengolah data curah hujan - Mengitung waktu konsentrasi (Tc). - Menentukan sebaran tata guna lahan. - Menghitung nilai Koefisien Aliran (C). - Menghitung nilai Curve Number (CN). c. Perhitungan Curah Hujan Rencana : dihitung
mengunakan metode Gumbel, dan perhitungan metode Mononobe digunakan untuk membuat kurva IDF yang diperlukan untuk menghitung banjir rencana.
d. Perhitungan Debit Banjir Rencana : perhitungan debit banjir yang digunakan adalah metode rasional dan SCS Curve Number.
e. Pembahasan analisis hasil perhitungan f. Memberikan kesimpulan dan saran hasil penelitian.
Perhitungan curah hujan yang lebih dari 1 tittik pengamatan hujan maka digunakan cara perhitungan Cara Poligon Thiessen. Cara ini digunakan apabila pengamatan di daerah itu tidak tersebar rata, yaitu dihitung berdasarkan luas masing-masing pos pengamatan.
dimana : �� : Curah hujan rata-rata daerah (mm).
Hubungan antara..., Luqman Dinoer Abiyasa, FT UI, 2013
� ����
24 �24
� �� ��
�� = 13 ���
�� �� + ��
�� �� + ��
�� ���
�� + �� + … + � : Curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah jumlah titik-tiitik pengamatan.
�� + �� + … + � : Bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan.
Untuk mengetahui besaran Intensitas Hujan (I) yang terjadi maka curah hujan rencana yang telah diperoleh sebelumnya diubah menjadi lengkung IDF (Intensity Duration Frequency). Ada beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menghitung intensitas, salah satu rumus yang digunakan pada penelitian ini adalah rumus Mononobe, yaitu :
dimana : � = intensitas hujan (mm/hari). ��� = curah hujan harian rencana dengan masa
ulang (mm). Dengan menggunakan rumus Mononobe, kemudian intensitas hujan ditampilkan dalam lengkung IDF maka dapat ditentukan I, yaitu dengan waktu detensi (durasi tertentu). Waktu detensi terjadi pada puncak banjir, dimana waktu detensi sama dengan waktu konsentrasi (Tc).
tc = 0,0078 . L0,77 . S-0,385 dimana : tc = waktu konsentrasi. L = panjang sungai dari hulu ke hilir (outlet).
S = kemringan rata-rata daerah aliran. Pada beberapa bagian data curah hujan yang tidak lengkap atau hilang. Hal ini bisa disebabkan oleh rusaknya alat pencatat, atau ketidakhadiran dari petugas. Untuk data yang hilang tersebut, maka dapat dilakukan perkiraan, sebagai dasar digunakan data hujan dari tiga tempat pengamatan yang berdekatan dan mengelilingi stasiun hujan yang tidak lengkap. Jika selisih antara hujan tahunan normal dari stasiun index dengan stasiun pengamatan tersebut kurang dari 10% maka dapat diperkirakan dengan metode rata-rata aritmatik. Namun apabila selisih tersebut melebihi 10%, maka digunakan metode rasio normal, yaitu :
dimana : N = curah hujan normal tahunan P = curah hujan di tempat pengamatan 3. Analisis Data Analisis data hujan bertujuan untuk menganalisis hujan yang di dapat pada setiap DAS dari ke-13 Sungai yang ada di wilayah Jakarta. Beberapa stasiun curah hujan ditempatkan dalam wilayah DAS ke-13 sungai tersebut belum dapat memberikan informasi mengenai kejadian hujan secara lengkap.
Tabel 1. Data Curah Hujan Harian Maksimum
Tahun Bekasi Cileduk Depok DramagaGunung
Mas
Halim Perdana Kusuma
KemayoranBend.
Pasar BaruCengkareng
Tanjung Priok
1984 76 122 118 110 90 93 83 40 52.4 701985 61.5 107 33 81 103 88 167 39 91.9 1461986 126.1 173 137 127.33333 72 198 245 76 175 831987 90.6 170 189 189 71 116 106 89 189 1061988 103 111 92 92 116 98 70 54 101 1001989 117 86 75 240.3 81 87 81 40 86 861990 60 134 87 188.3 71 143 70 40 83 2161991 60 134 87 75.3 71 143 70 40 83 2161992 135 129 96 112.2 130 95 98 85.5 116 1711993 95 103 112 176.3 127.8 160 101 65 136 1781994 85 94 86 100 90.3 101.5 93 47 85 981995 76 130 134 87.6 98 136.5 291 87 80 771996 70 130 99 174 162 97 323 94 107 981997 88.7 94 76 113.5 109 165 165 147 103 1181998 61.7 101.6 99.5 88 76 86.5 95.9 72 70.8 84.81999 82.0 107.7 149.6 87 74 102.2 119.8 70 79.0 97.32000 149 103 72 93.8 95 114 219.9 53.8 94 652001 111 104 69 107.5 111 97 82.3 150 84 522002 250 109.2 72 127 146 108 168.1 108 88 1472003 178 119.2 87 90.3 118 81 199.7 66 115 126.72004 153 94 249 141.6 78 122.6 129.3 97 114 121.42005 127 104 121 126.5 603 157 124.1 92 158.1 1102006 89.9 79.3 240 136.4 127 93.6 72 45 60 902007 139.8 339.8 144 180 156 259.1 234.7 240 122 181.22008 87.7 119.4 152 115 105 118.3 129.9 88 91.8 112.1
Sumber : Hasil Analisis
Hubungan antara..., Luqman Dinoer Abiyasa, FT UI, 2013
Tujuan pengujian data hujan ini yaitu untuk mengetahui konsistennya data hujan antar stasiun pengamantan. Adanya perubahan atau pindah lokasi, penggantian alat serta penggantian orang (pengamat) dapat menyebabkan data hujan tidak konsisten. Jika tidak ada stasiun yang bisa dijadikan stasiun dasar atau tidak terdapat catatan historis mengenai perubahan data, maka analisa awal terhadap data adalah menghapus data-data yang dianggap meragukan. Untuk memeriksa konsistensi data hujan, bisa digunakan metode analisa kurva massa ganda (double mass curve technique). Analisa kurva massa ganda dilakukan dengan cara membandingkan data hujan tahunan kumulatif di suatu pos hujan tertentu dengan data hujan tahunan kumulatif dari pos-pos terdekat. Hasil yang diperoleh dari grafik dengan meode kurva massa ganda diperoleh dari grafik yang linier. Sudut yang terbentuk dari dua buah garis akbat adanya perubahan yang terjadi sepanjang pengamatan mempunyai nilai α = 0,984o dimana dengan syarat α < 10o, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa data dari stasiun pengamatan konsisten terhadap data dari stasiun pengamatan lainnya.
α = 0.984o
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Sta
siu
n D
ram
ag
a
Stasiun Index
Kurva Massa Ganda
Sumber : Hasil Analisis
Gambar 3. Kurva Massa Ganda.
Analisa data hujan seluruhnya menggunakan metode pembagian luas tangkapan hujan metode Polygon Thiessen dan pengolahan data curah hujan dengan metode Gumbel. Dengan data-data hujan, maka dicari nilai rata-rata, standard deviasi, elevasi hulu sungai dan hilir sungai pada setiap DAS untuk mendapatkan waktu konsentrasi pengaliran (Tc).
Sumber : Hasil Analisis
Gambar 4. Stasiun Hujan dan DAS 13 Sungai di Jakarta.
Perhitungan intensitas curah hujan metode mononobe adalah metode yang digunakan untuk selanjutnya mendapatkan intensitas hujan sesuai kala ulang, yaitu 25 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun. Berikut adalah kurva IDF yang dihasilkan dari perhitungan intensitas curah hujan pada DAS Mookervart.
0.000000000
0.000005000
0.000010000
0.000015000
0.000020000
0.000025000
0.000030000
0.000035000
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Cu
rah
Hu
jan
(m
/d
et)
Waktu (menit)
Kurva IDF - DAS Mookervart
R25
R50
R100
Sumber : Hasil Analisis
Gambar 5. Grafik IDF untuk Intensitas Hujan DAS
Mookervart
Dengan menggabungkan Peta Pola Ruang dari Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2010 dan 2030 dari beberapa Kota dan Kabupaten Peta Pola Ruang Wilayah DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kota Bogor dan Kabupaten Bogor didapatkan gambar Penggunaan Lahan sebagai berikut.
1. DAS Mookervart
2. DAS Angke
3. DAS Pesanggrahan
4. DAS. Grogol
5. DAS. Krukut
6. DAS Kali Baru Barat
7. DAS Ciliwung
8. DAS Kali Baru Timur
9. DAS Cipinang
10. DAS Sunter
STA. Dramaga
STA. Bendungan Pasar Baru
STA. CengkarengSTA. Tanjung Priok
STA. Bekasi
STA. Halim Perdana Kusuma
STA. Tanjung Priok
STA. Cileduk
STA. Depok
STA. Gunung Mas
11. DAS Buaran
12. DAS Kramat Jati
13. DAS Cakung
DAS 13 Sungai di Jakarta Stasiun Hujan DAS 13 Sungai di Jakarta
DKI JAKARTAKOTATANGERANG
KABUPATENTANGERANG
KABUPATEN BOGOR
KOTABOGOR
KOTABEKASI
KABUPATENBEKASI
KABUPATEN BOGOR
KABUPATENTANGERANG
KABUPATENBEKASI
KOTADEPOK
Hubungan antara..., Luqman Dinoer Abiyasa, FT UI, 2013
Sumber : Hasil Analisis
Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan 13 DAS Sungai di
Jakarta berdasarkan Peta Pola Ruang Rencana Tata Ruang 2010 dan 2030.
Pada gambar diatas merupakan DAS 13 Sungai di Wilayah Jakarta, terlihat bahwa terjadinya berubahan tata guna lahan terutama pada kawasan perkantoran yang lebih rinci pada peta pola ruang tahun 2030 dibanding dengan tahun 2010. Terjadi pula perubahan penggunaan lahan pada kawasan pemukiman padat yang semakin meluas mengganti kawasan pemukiman sedang. Kawasan hijau budidaya di sekitar wilayah Jakarta selatan beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman sedang. Di wilayah Jakarta Utara dan sebagian Kabupaten Bekasi terlihat pada gambar meluasnya penggunaan lahan kawasan industri yang merubah sebagian kawasan perkantoran dan kawasan pemukiman padat. Wilayah DAS Ciliwung Hulu pun mengalami perubahan dengan semakin luasnya penggunaan lahan untuk kawasan pedesaaan dan kawasan pemukiman rendah, yang merubah kawasan hutan lindung. Dengan perubahan-perubahan yang terlihat pada Peta Penggunaan Lahan 13 DAS Sungai di Jakarta berdasarkan Peta Pola Ruang RTRW 2010 dan 2030, bisa dilihat perubahan dari penggunaan lahan dengan skala yang besar maupun kecil, dalam hal ini hubungannya penggunaan lahan terhadap pengaliran yaitu dapat meningkat maupun menurunnya aliran permukaan yang terjadi, sehingga dengan perubahan tersebut dilakukan analisis koefisien nilai pengaliran (C). Koefisien nilai pengaliran inilah yang menentukan bertambah maupun berkurang debit aliran permukaan yang terjadi pada 13 wilayah sungai di DKI Jakarta. Pada perhitungan nilai koefisien pengaliran (C) pada 13 DAS di wilayah Jakarta diatas bisa terlihat perubahan
penggunaan lahan dari peta pola ruang RTRW tahun 2010 dengan 2030. Perubahan ini menyebabkan nilai dari koefisien pengaliran turut berubah dengan nilai koefisien pengaliran tersebut memiliki besaran nilai dengan skala 0 hingga 1. Masing-masing penutup lahan memiliki nilai koefisien tersendiri sesuai dengan tabel dari nilai koefisien pengaliran. Perhitungan nilai koefisien pengaliran ini dihitung secara terbobot dengan menghitung luas dalam jumlah persentase jenis penutup lahan dari keseluruhan luas DAS. Sehingga didapat perubahan dari nilai C sebagai contoh untuk DAS Cakung pada Pola Ruang tahun 2010 sebesar 0,724 dan pada tahun 2030 sebesar 0,699 dengan persentase perubahan -2,41% yang berarti terjadi penurunan nilai koefisien pengaliran. Pada perhitungan lainnya untuk perubahan yang mengalami peningkatan adalah DAS Ciliwung Pada tahun 2010 sebesar 0,644 dan oada tahun 2030 sebesar 0,650 dengan persentase perubahan sebesar 0,62%. Setelah dilakukan analisa koefisien nilai C yang terbobot, maka perhitungan koefisien pengaliran direkapitulasi dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3. Tabel Rekapitulasi Nilai C
Tahun 2010 Tahun 2030Mookervart 0,681 0,682 0,13% MeningkatAngke 0,608 0,623 1,46% MeningkatPesanggrahan 0,653 0,697 4,33% MeningkatGrogol 0,683 0,695 1,17% MeningkatKrukut 0,681 0,682 0,10% MeningkatKali Baru Barat 0,771 0,660 -11,12% MenurunCiliwung 0,644 0,650 0,62% MeningkatKali Baru Timur 0,758 0,795 3,68% MeningkatCipinang 0,560 0,645 8,42% MeningkatSunter 0,703 0,663 -4,01% MenurunBuaran 0,711 0,683 -2,84% MenurunKramat Jati 0,654 0,669 1,50% MeningkatCakung 0,724 0,699 -2,41% Menurun
DAS Nilai C KeteranganPersentase Perubahan
Sumber : Hasil Analisis Pada analisis debit banjir dipergunakan 2 metode, yaitu dengan analisis debit banjir metode Rasional dan analisis metode Soil Conservation Service. Dengan ini maka perhitungan akan dibandingkan antara metode Rasional dengan Soil Conservation Service. Secara keseluruhan perhitungan metode banjir akan diperhitungkan dengan metode Rasional, dan sebagian lagi perhitungan dengan metode akan diwakili oleh 2 wilayah DAS. a Metode Rasional Pada perhitungan banjir Metode Rasional, nilai dari Luasan DAS, Koefisien pengaliran dan Intensitas curah hujan diperlukan untuk mencari debit banjir di suatu DAS. Pada perhitungan debit tiap DAS mengacu
U U
Peta Pola Ruang DAS 13 Sungai di Wilayah JakartaRencana Tata Ruang Wilayah 2010
Peta Pola Ruang DAS 13 Sungai di Wilayah JakartaRencana Tata Ruang Wilayah 2030
Kawasan Pemukiman Padat
Kawasan Pemukiman Sedang
Kawasan Pemukiman Rendah
Kawasan Pedesaan
Kawasan Hijau Budidaya
Kawasan Hijau Lindung
Kawasan Industri
Kawasan Pemerintahan
Kawasan Perkantoran
Kawasan Perdagangan
Kawasan Pemukiman Padat
Kawasan Pemukiman Sedang
Kawasan Pemukiman Rendah
Kawasan Pedesaan
Kawasan Hijau Budidaya
Kawasan Hijau Lindung
Kawasan Industri
Kawasan Pemerintahan
Kawasan Perkantoran
Kawasan Perdagangan
Hubungan antara..., Luqman Dinoer Abiyasa, FT UI, 2013
terhadap perbandingan kolefisien aliran dari pola ruang RTRW tahun 2010 dan 2030. Debit yang dianalisa yaitu dengan kala ulang 25 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun. Analisa ke-13 Sungai di wilayah Jakarta direkapitulasi sebagai berikut :
Tabel 4. Perhitungan Debit metode Rasional dengan Kala Ulang 25 Tahun
Pola Ruang 2010 Pola Ruang 2030Mookervart 172,30 172,63 0,33% MeningkatAngke 275,16 281,77 6,61% MeningkatPesanggrahan 130,63 139,28 8,65% MeningkatGrogol 188,73 191,96 3,23% MeningkatKrukut 239,38 239,72 0,34% MeningkatKali Baru Barat 89,53 76,62 -12,91% MenurunCiliwung 654,32 660,67 6,34% MeningkatKali Baru Timur 136,81 143,45 6,64% MeningkatCipinang 66,79 76,83 10,03% MeningkatSunter 221,54 208,91 -12,64% MenurunBuaran 71,11 68,28 -2,83% MenurunKramat Jati 59,78 61,15 1,37% MeningkatCakung 382,11 369,37 -12,74% Menurun
KeteranganSungai Debit (m3/det) Persentase
Perubahan
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 5. Perhitungan Debit metode Rasional dengan Kala Ulang 50 Tahun
Pola Ruang 2010 Pola Ruang 2030Mookervart 291,79 292,34 0,55% MeningkatAngke 309,03 316,45 7,42% MeningkatPesanggrahan 146,97 156,71 9,74% MeningkatGrogol 212,60 216,24 3,64% MeningkatKrukut 269,82 270,20 0,38% MeningkatKali Baru Barat 100,86 86,32 -14,54% MenurunCiliwung 748,35 755,61 7,26% MeningkatKali Baru Timur 154,06 161,54 7,48% MeningkatCipinang 74,83 86,07 11,24% MeningkatSunter 249,22 235,01 -14,21% MenurunBuaran 79,45 76,28 -3,17% MenurunKramat Jati 67,95 69,51 1,56% MeningkatCakung 429,97 415,63 -14,34% Menurun
KeteranganPersentase Perubahan
Sungai Debit (m3/det)
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 6. Perhitungan Debit metode Rasional dengan
Kala Ulang 100 Tahun
Pola Ruang 2010 Pola Ruang 2030Mookervart 324,88 325,49 0,62% MeningkatAngke 342,65 350,88 8,23% MeningkatPesanggrahan 163,19 174,00 10,81% MeningkatGrogol 236,30 240,34 4,04% MeningkatKrukut 300,03 300,45 0,42% MeningkatKali Baru Barat 112,12 95,95 -16,17% MenurunCiliwung 841,69 849,85 8,16% MeningkatKali Baru Timur 171,18 179,49 8,31% MeningkatCipinang 82,81 95,25 12,44% MeningkatSunter 276,70 260,92 -15,78% MenurunBuaran 87,72 84,22 -3,50% MenurunKramat Jati 76,07 77,81 1,74% MeningkatCakung 477,48 461,56 -15,93% Menurun
KeteranganSungai Debit (m3/det) Persentase Perubahan
Sumber : Hasil Analisis
Sebanding dengan perubahan penggunaan lahan berdasarkan Peta Pola Ruang Rencana Tata Ruang Wilayah maka debit sungai ikut berubah. Peningkatan debit maupun debit sungai mengalami perubahan sesuai
dengan besar nilai koefisien pengaliran. Dalam suatu DAS, jika nilai C pada Pola ruang 2010 dan 2030 mengalami peningkatan maka debit sungai mengalami peningkatan. Begitu pula sebaliknya, jika nilai C mengalami penurunan antara pola ruang tahun 2010 dengan 2030, maka besarnya debit akan berukurang. Berdasarkan analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa, peningkatan debit sungai terjadi pada sungai Mookervart, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Ciliwung, Kali Baru Timur, Cipinang, dan Kramat Jati. Sedangkan penurunan debit sungai terjadi pada sungai Kali Baru Barat, Sunter, Buaran, Cakung. Sebagai contoh pada debit yang mengalami peningkatan yaitu pada DAS Kramat Jati. Pada tahun 2010 besarnya debit untuk kala ulang 25 tahun sebesar 59,78 m3/det dan meningkat pada tahun 2030 sebesar 61,15 m3/det. Peningkatan debit diakibatkan adanya kawasan perkantoran dan bertambah luas pemukiman padat dan berkurangnya pemukiman sedang. Contoh lain untuk penurunan debit sungai terjadi pada DAS Cakung. Pada tahun 2010 besarnya debit untuk kala ulang 25 tahun sebesar 382,11 m3/det dan menurun pada tahun 2030 sebesar 369,37 m3/det. Penurunan debit diakibatkan pada kawasan perkantoran yang beralih fungsi menjadi kawasan industri dan kawasan hijau budidaya, dikarenakan nilai koefisien pengaliran kawasan industri dan hijau budidaya lebih kecil dibandingkan dengan kawasan perkantoran. b. Metode Soil Conservation Service. Nilai Curve Number pada perhitungan banjir diwaliki oleh salah satu DAS yang mengalami peningkatan dan penurunan debit pada metode rasional, yaitu DAS Grogol dan DAS Buaran. Pada perhitungan ini merupakan penggabungan antara penggunaan penutup lahan dengan jenis tanah berdasarkan limpasan permukaan yang merupakan hujan efektif didapat dari curah hujan dikurangi dengan intersepsi, infiltrasi, tampungan detensi, evaporasi dan transpirasi. Rekapitulasi perhitungan debit sungai untuk perwakilan metode SCS Curve Number dengan DAS Grogol dan DAS Buaran dilampirkan pada tabel berikut.
Tabel 7. Tabel Rekapitulasi Perhitungan Debit SCS
Curve Number
Pola Ruang 2010 Pola Ruang 2030 Pola Ruang 2010 Pola Ruang 2030Grogol 236,30 240,34 221,51 287,67Buaran 87,72 84,22 86,10 75,00
Debit (m3/det)
Metode Rasional Metode SCS Curve Number
Debit (m3/det)DAS
Sumber : Hasil Analisis
Hubungan antara..., Luqman Dinoer Abiyasa, FT UI, 2013
Sebagai perbandingan, perhitungan debit banjir dengan metode rasional dan metode SCS Curve Number maka perbandingan perhitungan debit banjir metode Rasional dengan SCS Curve Number diwaliki oleh salah satu DAS yang mengalami peningkatan dan penurunan debit pada metode rasional. Debit sungai pada DAS Grogol berdasarkan peta pola ruang tahun 2010 adalah 236,30 m3/det dan pada peda pola ruang tahun 2030 adalah 287,67 m3/det. Debit sungai pada DAS Buaran berdasarkan peta pola ruang tahun 2010 adalah 86,10 m3/det dan pada peda pola ruang tahun 2030 adalah 75,00 m3/det. Dengan demikian kedua metode perhitungan debit menghasilkan nilai yang konsisten. 4. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan Berdasarkan analisa mengenai perubahan tata guna lahan berdasarkan peta pola ruang tahun 2010 & 2030, maka disimpulkan : 1. Perubahan tata guna lahan pada 13 wilayah sungai
di Jakarta mengalami perubahan sehingga berpengaruh pada koefisien pangaliran (C) sehingga berpengaruh pada perubahan debit sungai di Jakarta.
2. Dampak aliran terhadap sungai-sungai di Jakarta akibat perubahan tata guna lahan tersebut ada beberapa DAS yang debitnya meningkat, dan sebagian lain ada yang debitnya mengalami penurunan. Berdasarkan perhitungan metode rasional maka debit sungai Kala Ulang 25 Tahun, 50 Tahun dan 100 Tahun, peningkatan debit sungai terjadi pada sungai Mookervart, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Ciliwung, Kali Baru Timur, Cipinang, dan Kramat Jati. Penurunan debit sungai terjadi pada sungai Kali Baru Barat, Sunter, Buaran dan Cakung.
3. Perhitungan debit banjir menggunakan metode SCS Curve Number menghasilkan kecenderungan peningkatan dan penurunan debit sungai yang sama seperti metode Rasional.
4. Meskipun kedua metode tersebut menghasilkan kecenderungan yang sama, hal ini perlu diwaspadai mengingat penyajian peta Rencana Tata Ruang Wilayah 2010 dan 2030 dari berbagai Dinas Tata Kota dan Bappeda ternyata berbeda tingkat kerinciannya sehingga dapat mempengaruhi hasil perhitungan debit.
b. Saran Adapun saran yang dapat direkomendasikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penyajian Peta Pola Ruang Rencana Tata Ruang Wilayah 2010 seyogyanya konsisten tingkat kerinciannya, terutama terkait dalam hal penentuan penggunaan lahan, mengingat hal ini akan mempengaruhi perhitungan nilai koefisien aliran (C) yang digunakan untuk menentukan debit sungai.
2. Penyajian Rencana Tata Ruang Wilayah seyogayanya menggunakan pedoman penyajian yang sama untuk tiap daerah.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih ditujukan kepada Dinas Dinas Tata Kota dan Bappeda DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi dalam hal penyediaan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2010 dan 2030; Bakosurtanal dalam penyediaan peta rupabumi, BMKG Jakarta dalam penyediaan data hujan dan Konsultan Perencana serta Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta yang telah memberikan data penunjang lainnya. Daftar Pustaka Arsyad, Sitanala. (2006). Konservasi Tanah dan Air.
IPB Press.Bogor. Asdak, Chay. (2007). Hidrologi dan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. UGM Press. Bulaksumur, Yogyakarta.
Chow, Ven Te, David R. Maidment, Larry W. Mays.
(1988). Applied Hydrology. Mc Graw Hill Book Co. Singapura.
Dinas Pekerjaan Umum. (2008). Laporan Final
Masterplan Pengendalian Banjir dan Drainase. Jakarta.
Dinas Pekerjaan Umum. (2008). Laporan Final
Masterplan Pengendalian Banjir dan Drainase. Jakarta. 16 Maret 2012 <http://bebasbanjir2025.wordpress.com/konsep-pemerintah/dinas-pu-dki-jakarta-2/>
Hartanto, Sri Br. (1993). Analisis Hidrologi. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. Irianto, Gatot. (2008). Malapetaka Banjir. 2 Februari
2012
Hubungan antara..., Luqman Dinoer Abiyasa, FT UI, 2013
<http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/gatot-irianto/>
Kemur, Anthony Reymond (2011) Konsep Tata Ruang Air Dalam Penanganan Banjir Kota Tangerang Selatan Dan Wilayah Sekitarnya. Tangerang. 20 Juni 2012 <https://bebasbanjir2025.wordpress.com/10-makalah-tentang-banjir-2/anthony-raymond-kemur-6>
Lasminto, Umboro. Perencanaan Banjir. 10 Maret 2012 <http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/4402-2>
Mulyana, Nana. Analisis Karakteristik Banjir di Jakarta
dan Alternatif Penanggulangannya. 16 Maret 2012 <http://bebasbanjir2025.wordpress.com/10-makalah-tentang-banjir-2/nana-mulyana>
Pawitan, Hidayat. (2002). Hidrologi DAS Ciliwung dan Andilnya Terhadap Banjir di Jakarta. Makalah disajikan dalam Lokakarya Pendekatan DAS
dalam Menangglangi Banjir Jakata. Jakata. 16 Maret 2012 <http://bebasbanjir2025.wordpress.com/10-makalah-tentang-banjir-2/hidayat-pawitan>
Polontalo, Sahroel. Infiltrasi. 4 Juli 2012 <http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/infiltrasi>
Seyhan, Ersyan. (1995). Dasar-dasar Hidrologi. UGM Press. Bulaksumur, Yogyakarta.
Soemarto, C.D. (1986). Hidrologi Teknik. Malang. Sosrodarsono, Suroyo. (2003). Hidrologi Untuk
Pengairan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Suripin. (2007). Drainase Perkotaan yang
Berkelanjutan. Andi Publisher. Indonesia. Suroso, dan Hery Awan Susanto. (2006). “Pengaruh
Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran.” Jurnal Teknik Sipil. Purwokerto
Hubungan antara..., Luqman Dinoer Abiyasa, FT UI, 2013